Anda di halaman 1dari 90

SKRIPSI

PENGGUNAAN KATA SAPAAN DALAM TEKS BACAAN


BAHASA MAKASSAR

USE OF GREETINGS IN MAKASSAR LANGUAGE READING


TEXT

NOVIYANTI
1855041019

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA DAERAH


JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2022
SKRIPSI

PENGGUNAAN KATA SAPAAN DALAM TEKS BACAAN


BAHASA MAKASSAR

Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah


Fakultas Bahasa dan Sastra untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh
gelar sarjana

NOVIYANTI
1855041019

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA DAERAH


JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2022
MOTO
etnp n tl pun earoki ajri ap ki kusumN

Tenapa na tala’ punna erokki akjari apa ki kusumanga

Belum terlambat untuk menjadi apapun yang kamu inginkan

-Noviyanti-

iii
PERSEMBAHAN

aen aukirG kupbtu meG ri ruay tau toaku sipmnk aiy aes simt apl doaGG

asera sumG

Anne ukiranga kupabattu mange ri ruayya tau toaku

sipammanakang iya aseng simata appalak doanganga ansarea sumangak

Tulisan ini saya persembahkan untuk kedua orang tua dan keluarga

saya yang selalu hadir menyemangati serta mendoakan dengan rasa cinta

dan kasih sayangnya kepada saya

iv
ABSTRAK

NOVIYANTI, 2022. Penggunaan Sapaan Pada Teks Bacaan Bahasa


Makassar. Skripsi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah
Universitas Negeri Makassar. Dibimbing oleh Hajrah dan Usman.
Penelitian ini mempunyai tujuan mendeskripsikan bentuk penggunaan kata sapaan
yang terdapat di dalam beberapa teks bacaan bahasa Makassar dan
mendeskripsikan fungsi penggunaan kata sapaan yang terdapat di dalam beberapa
teks bacaan bahasa Makassar. Teknik pengumpulan data adalah baca dan catat.
Penelitian ini adalah penelitian “kualitatif” yang bersifat ungkapa yang terdapat di
dalam teks bacaan. Pada penelitian ini, data penelitian meliputi data teks,
kata/frasa dan kalimat pada teks bacaan. Teknik analisis data yakni membaca teks,
mengidentifikasi, menganalisis data, triangulasi dan penarikan kesimpulan. Agar
mempermudah penelitian peneliti menggunakan instrumen dengan alat tulis. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa bentuk penggunaan sapaan pada beberapa teks
bacaan bahasa Makassar yaitu terdiri dari nama diri, istilah kekerabatan, gelar,
kata sapaan yang berbentuk kata ganti, kata-kata deiksi atau penunjuk, dan bentuk
N(ominal) + ku, kemudian fungsi penggunaan sapaan yaitu untuk menyapa,
memanggil atau menyebut lawan tutur, sebagai panggilan yang cukup sopan dan
hormat, untuk menunjukkan status sosial, dan untuk menunjukkan identitas.
Kata kunci: Sapaan, Teks Bacaan Bahasa Makassar, Bentuk, Fungsi

v
ABCTRACT

NOVIYANTI, 2022. The use of greetings in Makassar language reading texts.


Thesis of Regional Language and Literature education Study Program,
Makassar State University. Supervised by Hajrah and Usman.
This study aims to describe the forms of use of greeting words found in several
Makassar language reading texts and to describe the function of the use of
greeting words found in several Makassar language reading texts. The data
collection technique is reading and taking notes. This research is a "qualitative"
research that is phrasing contained in the reading text. In this study, the research
data includes text data, words/phrases and sentences in the reading text. Data
analysis techniques are reading text, identifying, analyzing data, triangulation and
drawing conclusions. In order to facilitate research researchers use instruments
with writing instruments. The results showed that the form of greeting use in some
Makassar language reading texts consisted of self-name, kinship terms, titles,
greeting words in the form of pronouns, deiction or pointer words, and the form of
N(ominal) + ku, then the function of use greeting, namely to greet, call or call the
interlocutor, as a fairly polite and respectful call, to show social status, and to
show identity.
Keywords : Greeting, Makassar Language Texts, Form, Function.

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan

skripsi dengan judul “Penggunaan Sapaan Pada Teks Bacaan Bahasa Makassar”.

Skripsi ini diajukan dalam rangka menyelesaikan studi starata satu untuk

mencapai gelar sarjana pendidikan.

Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang

setinggi-tingginya kepada Dr. Hajrah, S.S., M.Pd. sebagai pembimbing I dan

bapak Dr. Usman,. S.Pd., M.Pd, sebagai pembimbing II, Ucapan terima

kasih juga disampaikan kepada tim penguji, yaitu ibu Prof. Dr. Hj. Kembong

Daeng., M.Hum dan ibu Dr. Asia., S.S., M.Pd. Penulis juga sampaikan terima

kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Husain Syam, M.TP, ASEAN sebagai Rektor Universitas

Negeri Makassar.

2. Prof. Dr. Syukur Saud, M.Pd, sebagai Dekan Fakultas Bahasa dan Sastra

Universitas Negeri Makassar.

3. Dr. Mayong, M.Pd, sebagai Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia,

Dr. Sultan, S.Pd, M.Pd, sebagai Sekretaris Jurusan, Dr. Hajrah, S.S, M.Pd,

sebagai Ketua Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah, dan Bapak/Ibu

Dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, serta Staf Tata Usaha Jurusan

Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas

Negeri Makassar.

vii
4. Rekan-rekan mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah angkatan

2018 atas segala kebersamaan yang telah dibangun, ilmu yang telah dibagi

selama duduk di bangku perkuliahan serta pengalaman mengajar.

Pada kesempatan ini, penulis secara istimewa berterima kasih

kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda Muh. Tahir dan Ibunda

Nurbaya yang senantiasa mendoakan dan memotivasi dalam

menyelesaikan studi. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi pembaca.

Makassar, 03
Juli 2022
Penulis

NOVIYANTI

viii
KANA PAPPAKARIOLO

Sukkuru na mammuji mange ri Karaeng Allahu Taala, Ia assare rahmat

siagang hidayah-Na na tuanngukirika anne akullei napakalekbak skripsi siagang

judul “ Penggunaan Sapaan Dalam Teks Bacaan Bahasa Makassar”. Anne skripsi

niajukangi ilalang rangka ampaklekbak studi strata sekre sollana akulle anggappa

gallarak Sarjana Pendidikan.

Tuanngukirika appabattu penghargaan siagang pappalak tarima kasih

sannak tinggina mange ri Dr. Hajrah, S.S., M.Pd. ia akjari pembimbing I, siagang

Dr. Usman, S.Pd., M.Pd. ia akjari pembimbing II. Pappalak tarima kasih poeng

kupabattu mange ri tim penguji, iamintu Prof. Dr. Hj. Kembong Daeng M.Hum

siagang Dr. Asia, S.S., M.Pd.Tuanngukirika appalak tarima kasih todong mange:

1. Prof. Dr. H. Husain Syam, M.TP, ASEAN ia akjari Rektor Universitas

Negeri Makassaar

2. Prof. Dr. Syukur Saud, M.Pd, ia akjari Dekan Fakultas Bahasa dan Sastra

Universitas Negeri Makassar.

3. Dr. Mayong, M.Pd, ia akjari Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia,

Dr. Sultan, S.Pd, M.Pd, ia akjari Sekretaris Jurusan, Dr. Hajrah, S.S,

M.Pd, ia akjari Ketua Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah, dan

Bapak/Ibu Dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, siagang pole Staf

Tata Usaha Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan

Sastra Universitas Negeri Makassar

ix
4. Agang-agang mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah angkatan

2018, passalak yangaseng passama-sama lekbaka nibangung,

pangngissengang lekbaka nibage salama ammempo ri bangko

pakkulianga, siagang pole pengalaman anngajarak.

Anne ri kesempatannga, tuanngukirika appalak tarima kasih jai

dudu mange ri rua tau toa sannak nangainna, Manggeku Muh. Tahir

siagang Ammakku Nurbaya , ia tamattappu appalak doanganga na assare

sumangak i lalang ampaklekbaki anne kuliaku. Tuanngukirika akminasa

sollanna anne skripsia akulle akmatu-matu mange ri tau ambacai.

Mangkasarak, 03
Juli 2022
Tuanggukirik

NOVIYANTI

x
kn ppkriaolo

sukuru n mmuji meG ri krea alhu tal. aia aser rm siag hidy n tuaGukirik

aen akuelai npkelb kirisi siag judu “epgunaa spa dl et bca bhs mks”. aen kirisi

niajukGi aill rk apekb estudi sr eser soln akuel agp glr sjn epdidik.

tuaGukirik apbtu ephgaa siag ppl trim ksi sn tigin meG ri Dr. Hajrah, S.S.,

M.Pd. aia ajri epbibi eser. siag Dr. Usman, S.Pd., M.Pd. aia ajri epbibi rua. ppl

trim ksi poea kupbtu meg ri ti epGuji. aimitu Prof. Dr. Hj. Kembong Daeng

M.Hum siag Dr. Asia, S.S., M.Pd. tuaGukirik apl trim ksi todo meG.

1. Prof. Dr. H. Husain Syam, M.TP, ASEAN aia ajri erto auniepsit enegri

mks.

2. Prof. Dr. Syukur Saud, M.Pd, aia ajri edk pkut bhs d sr auniepsit enegri

mks.

3. Dr. Mayong, M.Pd, aia ajri ektua jurus bhs d st aidoensia. Dr. Sultan,

S.Pd, M.Pd, aia ajri esertri jurus. Dr. Hajrah, S.S, M.Pd, aia ajri ektua

rodi epdidik bhs d sr dear d bp/aibu does jurus bhs d sr aidoensia. siag

poel t tt aush

xi
4. jurus bhs d sr aidoensia pkut bhs d sr auniepsit enegri mks.

5. ag ag mhsiw epdidik bhs d sr dear akt 2018. psl yGes psm sm elb

nibGu pGiesG elbk nibeg slm aempo ri bko pkuliaG siag poel epGlm

aGjr.

aen ri ekesptG tuaGukirik apl trim ksi jai dudu meG ri rua tau toa sn

nGain. meGku Muh. Tahir siag amku Nurbaya aia tmtpu apl doaGG n aser sumG

ai ll apelbki aen kuliaku. tuaGukirik amins soln aen kirisia akuel amtu mtu meG ri

tau abcai.

mksr. 03 Juli 2022


tuaGukirik

NOVIYANTI

xii
DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………….……………………... i

LEMBAR PENGESAHAN…...……………………………………………....... ii

MOTTO..………………………………………………………………………...iii

PERSEMBAHAN…………………………………………………………….… iv

ABSTRAK………………………………………………………………………. v

ABSTRACT…………………………………………………………….............. vi

KATA PENGANTAR.…………………………………………………….….. vii

DAFTAR ISI……………………………………………………………...........xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………………………… 1

B. Rumusan Masalah………………………………………………............... 4

C. Tujuan Penelitian………………………………………………………… 5

D. Manfaat Penelitian ………………………………………………............. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori……………………………………………………………… 8

1. Sosiolinguistik…………………………………………………….8

2. Kata Sapaan………………………………………………………10

3. Fungsi

Sapaan…………………………………………………….10

xiv
4. Bentuk Sapaan……………………………………………………12

5. Jenis Sapaan……………………………………………………...15

B. Kerangka Pikir………………………………………………………….. 16

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Penelitian……………………………………………................

18

B. Lokasi dan Waktu Penelitian…………………………………………… 18

C. Fokus Penelitian…………………………………………………….........18

D. Desain Penelitian…………………………………………………........... 18

E. Defenisi Istilah…………………………………………….......................19

F. Data dan Sumber Data…………………………………………………...19

G. Instrumen Penelitian……………………………………………………. 19

H. Teknik Pengumpulan Data………………………………………………19

I. Teknik Analisis Data……………………………………………………19

J. Pemeriksaan Keabsahan Data……………………………………………20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian…………………………………………………………. 21

B. Pembahasan Hasil Penelitian.…………………………………………... 33

BAB V KESIMPULAN

A. Kesimpulan……………………………………………………………... 36

B. Saran…………………………………………………………………….. 37

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….. 38

LAMPIRAN……………………………………………………………………..39
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya manusia diciptakan sebagai makhluk individu

maupun makhluk sosial. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu

membutuhkan orang lain dalam setiap kegiatan untuk menjalin hubungan

bermasyarakat agar tercapai manusia yang damai dan sejahtera. Untuk

mencapai kesejahteraan tersebut manusia membutuhkan alat komunikasi

untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Alat komunikasi tersebut

berupa bahasa.

Bahasa mempunyai peranan penting dalam berinteraksi bagi

manusia. Bahasa dapat digunakan oleh manusia untuk menyampaikan ide,

gagasan, keinginan, perasaan, dan pengalamannya kepada orang lain.

Mengingat pentingnya bahasa sebagai alat komunikasi maka batasan

pengertian bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat

berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.

Melalui bahasa manusia dapat saling berhubungan dengan manusia

lainnya, walaupun latar belakang sosial dan budayanya berbeda. Oleh

karena itu, fungsi bahasa yang paling mendasar adalah untuk

berkomunikasi. Bahasa merupakan bagian gejala sosial dari masyarakat

yang tidak lepas dari pemakainya. Sosiolinguistik sebagai cabang ilmu


bahasa merupakan interdisipliner ilmu bahasa dan ilmu sosial, berusaha

menempakan kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakaian

bahasa di dalam masyarakat.

Bahasa terdiri atas bahasa lisan dan tulisan. Bahasa lisan

dipergunakan sehari-hari untuk berkomunikasi dengan sesamanya di

masyarakat. Bahasa tulis misalnya terdapat dalam wacana tulis. Wacana

tulis artinya wacana yang disampaikan dengan bahasa tulis atau melalui

media tulis. Untuk dapat menerima atau memahami wacana tulis, maka si

penerima atau pembaca harus membacanya.

Masyarakat Indonesia biasanya menggunakan bahasa daerah untuk

berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Karena bahasa daerah

merupakan bahasa ibu atau bahasa pertama yang diperoleh anak dari

lingkungannya.

Sebagai salah satu alat komunikasi tertulis yaitu teks wacana, teks

bacaan dan teks cerita yang digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan

yang terdapat dalam teks tersebut. Seperti itu juga dapat dikatakan salah

satu alat komunikasi, atau sebagai menyampaikan pesan yang terdapat di

dalam teks tersebut untuk seseorang. Maka dari itu teks ini terdapat juga di

dalam kata-kata sapaan yang digunakan di dalamnya.

Setiap bahasa pasti mempunyai sistem sapaan yang merupakan alat

yang digunakan oleh seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain.

Dengan kata lain, dapat dikatakan sapaan adalah kata yang digunakan

untuk menyapa atau menyebut orang kedua atau yang diajak bicara.
Sistem sapaan digunakan sebagai pelengkap pada saat memanggil atau

menyebut seseorang.

Dalam bahasa Indonesia, kata sapaan yang digunakan pembicara

dalam menyapa mitra tutur bervariasi. Dengan adanya kata sapaan, suatu

komunikasi atau tuturan agar dapat diketahui ditunjuk kepada siapa sapaan

tersebut.

Penggunaan kata sapaan yang tidak jelas atau kurang baik akan

mengganggu jalannya komunikasi karena perasaan senang atau tidaknya

dapat timbul seketika pada si pendengar. Suatu pembicaraan akan

terganggu yang mungkin tidak harmonis bahkan akan muncul

kesalahpahaman karena tidak menimbulkan rasa saling menghargai satu

sama lain (Halidi, 2019).

Peneliti melakukan penelitian ini dikarenakan peneliti ingin

mengetahui apa-apa saja kata sapaan yang digunakan masyarakat

Makassar khusunya kata sapaan yang ada di dalam teks bacaan serta ingin

mengetaui fungsi yang terdapat di dalam teks serta ingin mengetahui kata

sapaan yang baik dan benar dikarenakan peneliti bukan asli suku Makassar

maka dari itu peneliti ingin megetahui lebih mengenai kata sapaan.

Penelitian mengenai kata sapaan juga sudah pernah diteliti oleh

“Munira Hasyim (2017) dengan judul penelitian variasi kata sapaan

pedagang dalam transaksi jual beli di pasar Butung Makassar. Hasil

penelitiannya (a). Kata sapaan yang digunakan oleh pedagang di pasar

Butung Makassar, yaitu Bu aji, Pak aji, Puang aji, Mas, Mbak, Cewek,
Cowok, Pak, Bu, Om, Tante, Brow, Sis, Cantik, Ganteng, Sayang, Nak,

Dek (b). Ragam kata sapaan para pedagang di pasar Butung Makassar

meliputi kata ganti, kata intim, dan istilah kekerabatan, dan (c). Faktor-

faktor yang melatar belakangi meliputi faktor kelas sosial, jenis kelamin,

etnisitas, dan usia”. Penelitian mengenai kata sapaan juga pernah diteliti

oleh “Marlin K (2017) dengan judul penelitian Penggunaan Sapaan Anak

Muda Dalam Berinteraksi Di Kabupaten Jeneponto” hasil dari penelitian

tersebut adalah menunjukkan bahwa penggunaan sapaan anak muda dalam

berinteraksi terbagi atas sapaan biasa, sapaan hormat dan sapaan

kasar/umpatan, kemudian faktor yang melatar belakangi yaitu, faktor

social masyarakat, faktor usia, faktor pendidikan dan faktor kekaraban.

Berdasarkan uraian tersebut peneliti akan meneliti mengenai kata

sapaan bahasa Makassar yang terdapat di dalam teks bahasa Makassar.

Oleh karena itu, peneliti memberi judul penelitiannya yaitu “Penggunaan

Kata Sapaan Dalam Teks Bacaan Bahasa Makassar”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah bentuk penggunaan kata sapaan dalam beberapa teks

bacaan bahasa Makassar?

2. Bagaimanakah fungsi penggunaan kata sapaan dalam beberapa teks

bacaan bahasa Makassar ?


C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, Penelitian ini secara umum

bertujuan untuk mendiskripsikan, mengidentifikasikan, menggambarkan

dan mengkaji tentang:

1. Mendeskripsikan bentuk penggunaan kata sapaan dalam bacaan teks

bahasa Makassar.

2. Mendeskripsikan fungsi penggunaan kata sapaan dalam bacaan teks

bahasa Makassar.

D. Manfaat Penelitian

Setiap penelitian yang bersifat ilmiah pastinya memiliki manfaat.

Peneliti sangat berharapkan agar penelitian ini dapat bermanfaat baik

secara teoritis dan praktis.

1. Manfaat Teoretis

Peneliti berharap agar penelitian ini mampu menambah ilmu di

bidang kebahasaan.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini yaitu sebagai penambah

wawasan, pengetahuan, dan pengalaman bagi beberapa pihak yakni.

a. Untuk guru di bidang bahasa Daerah, peneliti berharap agar hasil

dari penelitian ini dapat mejadi alternatif media pembelajaran bagi

guru ketika mengajarkan tentang teks dialog karena penggunaan


kata sapaan yang lebih bervariasi diharapkan mampu

meningkatkan daya kreativitas siswa dalam menilis teks dialog.

b. Mahasiswa, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan

belajar serta masukan agar memahami bahasa Daerah lebih mudah.

c. Peneliti diharapkan dapat menjadi acuan ketika menyusun proposal

penelitian yang bersangkutan dengan penelitian ini


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Tinjauan Pustaka

a. Sosiolinguistik

“Rahardi (2001) mengatakan bahwa ruang lingkup sosiolinguistik

mencakup hubungan antara bahasa dan masyarakat, termasuk didalamnya

penutr”. Ada dua hal yang menjadi pertimbangan dalam sosiolinguistik,

seperti linguistik dari segi kebahasaan, dan sosiologi dari kemasyarakatan.

Bisa disimpulkan bahwa sosiolinguistik tidak hanya mementingkan atau

mengkhususkan unsur bahasa saja akan tetapi juga unsur masyarakat

sebagai penutur bahasa. Sosiolinguistik juga tidak sekedar membahas

bahasa sebagai suatu disiplin ilmu melainkan juga membahas bagaimana

suatu bahasa dituturkan dalam ruang lingkup interaksi antar masyarakat.

Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiolinguistik untuk mengkaji

ruang lingkup sosial sehingga muncul kata ataupun kalimat sapaan.

Sosiolinguistik memiliki kedudukan sebagai bahasa yang hubungannya

dengan pemakaian bahasa di dalam lingkungan masyarakat. Ini berarti

sosiolinguistik memiliki pandangan bahwa bahasa dilihat dari segi sistem

sosial dan sistem komunikasi.“(Samsuddin, 2011) berpendapat interaksi

sosial akn terjadi ketika komunikasi yan terjadi bersifat kongkret”.

Menurut “Suwito (1982) berpendapat bahwa di dalam suatu kelompok

masyarakat setiap individu termasuk kedalam golongan kelompok tersebut

sehingga individu tidak ditempatkan terpisah dalam masyarakat yang


termasuk ke dalam interaksi sosial. Maka dari itu, bahasa dan pemakaian

bahasa selalu saja berkaitan dengan aktivitas-aktivitas di dalam

masyarakat tetapi tidak dikaji secara individu melainnkan dikaji secara

umum. Sebagai suatu peristiwa sosial bahasa dan pemakaiannya juga

dipengaruhi oleh beberapa faktor lain selain faktor nonlinguistik, adapun

faktor-faktor tersebut adalah: tingkat sosial, pendidikan, umur, tingkat

pendapatan, perbedaan jenis kelamin”.

Pendapat-pendapat di atas memperlihatkan bahwa sosiolinguistik

mempunyai peranan tersendiri dalam masyarakat yaitu sosiolinguistik

menempatkan bahasa sebagai alat berkomunikasi dalam berinteraksi setiap

harinya, bahasa tidak dipandang sebagai sesuatu yang monoton akan tetapi

dipandang sebagai sebuat alat dalam masyarakat yang fungsinya untuk

berkomunikasi. Selain itu, ketika berinteraksi perlu memperhatikan

beberapa aspek-aspek dalam berinteraksi diantaranya: situasi dan kondisi

saat melakukan interaksi, kepada siapa seseorang berinteraksi, apa tujuan

berinteraksi, dari beberapa aspek-aspek diatas perlu diperhatikan dengan

baik ketika akan melakukan komunikasi di dalam suatu kelompok

masyarakat. Penggunaan bahasa dalam berkomunikasi sehari-hari juga

melahirkan berbagai dialek yang berbeda dalam masyarakat dialek

tersebut didasarkan atas, usia, profesi seseorang, letak wilayah oleh

penutur yang menunjukkan kekhasan daerah tersebut.


b. Kata Sapaan

“Seorang ahli telah menggolongkan kata sapaan dalam bahasa

Indonesia menjadi sembilan jenis menurut Kridalaksana, yakni sebagai

berikut: (1) kata ganti, seperti aku, kamu, dan ia, (2) nama diri, seperti

Rina dan Nita, (3) istilah kekerabatan, contonya Bunda dan Ayah, (4) gelar

dan pangkat, seperti Profesor dan Dosen, (5) bentuk pe + V (erbal) atau

kata pelaku, seperti penonton dan pendengar, (6) bentuk N (nominal) + ku,

seperti Ibuku dan Pamanku, (7) kata deiksis atau penunjuk, seperti sini,

dan situ, (8) kata benda lain, seperti Mbak dan bibi, serta (9) ciri zero atau

nol, yakni adanya suatu makna kata tanpa disertai bentuk kata tersebut”.

“Kata sapaan dalam bahasa Indonesia menurut penyataan dari seorang

ahli yang bernama Kridalaksana (1982) mengatakan bahwa, kata sapaan

dipakai oleh pembicara ketika akan menyapa lawan pembicaranya dengan

cara bervariasi memanggilnya secara nama maupun hal lain”. Kata sapaan

inilah yang biasanya digunakan dalam kekerabatan.

c. Fungsi Sapaan

Fungsi Sapaan Fungsi dari sapaan pada hakikatnya sama dengan

fungsi bahasa yang dipakai sebagai alat interaksi dalam kegiatan

masyarakat yang beraneka ragam (Chaer dan Agustin 2010: 62). Hal ini

sama dengan fungsi sapaan yaitu untuk menyapa, menegur, bahkan untuk

memulai suatu pembicaraan dengan lawan bicara atau mitra tutur baik

yang dikenal maupun tidak.


Sapaan selalu digunakan pada setiap komunikasi meskipun sebagian

penutur bahasa tidak menyadari betapa pentingnya penggunaan dan

pemakaian 17 sapaan, akan tetapi secara tidak langsung setiap

pembicaraan akan melakukan komunikasi yang jelas dan setiap

berinteraksi atau berkomunikasi sapaan akan selalu digunakan karena

pemakaian sapaan dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam memulai suatu

percakapan baik dengan seseorang yang dikenal maupun tidak.

Sejalan dengan penggunakan kata sapaan, Chaer (1988 136-137)

mengelompokkan sapaan menjadi 2 golongan, yakni sapaan dengan nama

diri dan sapaan perkerabatan, penggolongan tersebut telah disesuaikan

dengan konteks pemakaiannya. Pertama, sapaan dengan nama diri

biasanya digunakan kepada orang-orang yang sudah dikenal akrab berusia

sebaya atau lebih muda. Kedua, sapaan nama kekerabatan yang digunakan

atau diperuntukan kepada seseorang yang usianya lebih tua serta dilatar

belakangi oleh status yang lebih tinggi sehingga sapaan ini akan

memunculkan arti sebagai bentuk penghormatan kepada penutur walaupun

lawan tutur. Selain diatas, sapaan juga dapat dipakai untuk menjelaskan

tingkatan keakraban atau kedekatan antara penutur dan lawan tutur serta

menjelaskan maksud sapaan yang dipakai oleh penutur.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pemakaian kata dan kalimat sapaan

memiliki fungsi tersendiri. Sapaan berfungsi sebagai bentuk interaksi

keakraban jika seseorang tersebut memiliki usia yang sama dengan

penutur atau bisa dikatan sebagai teman sebaya, selain itu sapaan juga
membedakan tingkat pendidikan, dan kedekatan mitra tutur dan lawan

tutur.

Sebaliknya, sapaan tersebut akan dapat berbentuk sapaan

penghormatan apabila dipakai kepada orang-orang yang mempunyai status

sosial yang lebih tinggi, contohnya di kabupaten Jeneponto sapaan karaeng

merupakan sapaan untuk seseorang yang memiliki status sosial yang lebih

tinggi. Selain itu fungsi sapaan penghormatan dapat dipakai kepada

penutur yang sama sekali belum mengenal mitra tuturnya yang dapat

disebabkan oleh faktor usia. Hal tersebut tentunya dapat disesuaikan

dengan konteks pemakaian sapaan yang dipakai dalam berkomunikasi atau

berinteraksi setiap harinya.

d. Bentuk Pemakaian Sapaan

Bentuk sapaan adalah sapaan yang didalamnya terdapat tingkatan

penggunaan dan pemakaian sapaan. Hal ini sesuai dengan pendapat

seorang ahli bernama Sugono (dalam Ridha dan Agustin, 2015: 271)

mengatakan bahwa sapaan merupakan frasa atau kata untuk saling

merujuk pada pembicaraan serta dapat digolongkan menurut sifat

hubungan diantara para pembicaranya, adik, kakak, sepupu sapaan tersebut

dapat dikaitkan dengan menggunakan nama. Sebutan yang dimaksud

yakni sesuatu hal yang dapat disapa dengan menggunakan panggilan gelar,

misalnya Pak, Bu, Mbak, Dik, Ummi, Haji. Lain halnya yang dimaksud

dengan nama ialah kata untuk menyebut atau memanggil seorang penutur

berdasarkan namanya.
Adress in American Englis yang dikutip oleh Irmayanti (2004:5) karya

Brown dan Ford mengatakan bahwa dalam sebuah interaksi seorang

penutur memakai pilihan bentuk linguistik berdasarkan pada hubungan

antara penutur dan 19 lawan tutur secara rasional. Brown dan Ford

memakai kata sapaan gelar diikuti dengan nama terakhir atau nama yang

sifatnya resiprokal. Resiprokal yang dimaksud adalah hubungan yang

tidak simetris yang muncul apabila terjadi perbedaa usia dan status sosial.

Selain itu, terdapat beberapa hal yang bisa berpengaruh hubungan

keakraban atau kedekatan antara penutur dan lawan tutur.

Setyaningsih (2003: 38) mengatakan bahwa penggunaan sapaan dalam

berinteraksi memiliki 3 bentuk yakni, lengkap, kombinasi dan singkat.

Bentuk pemakaian singkat pada sapaan merupalan singkatan dari bentuk

lengkap sapaan. Bentuk singkat bisa berasal dari kata ganti, nama diri,

nama kekerabatan, maupun gelar, contohnya Saras disingkat Sar. Yang

kedua yaitu pemakaian sapaan lengkap yakni bentuk sapaan yang tidak

boleh disingkat-singkat, pemakaian sapaan lengkap ini terjadi jika dalam

situasi yang resmi atau pada situasi situasi yang formal, seperti contoh,

Puang Haji, contoh lainnya lely tetap menjadi lely tidak boleh disingkat

Lel. Bentuk pemakaian sapaan ketiga yakni bentuk sapaan kombinasi

merupakan penggabungan pemakaian dua sapaan atau lebih, contohnya

Mas Adi merupakan kombinasi dari sapaan nama kekerabatan dan sapaan

nama diri.
Dalam berinteraksi dan berkomunikasi dikenal dengan adanya

pemakaian bentuk sapaan, bentuk sapaan merupakan bagian dari bentuk

kebahasaan. Bentuk sapaan yang digunakan oleh penutur bahasa dalam

berinteraksi secara lisan erat kaitannya dengan kata ganti orang yaitu

sapaan. Bentuk sapaan yang digunakan oleh setiap penutur dalam

berkomunikasi lisan terdapat didalamnya golongan atau tingkatan

penggunaan sapaan.

Tingkatan pemakaian kata dan kalimat sapaan diarahkan guna

membedakan sapaan yang akan ditujukan pada seseorang, seperti sapaan

ditujukan terhadap seseorang yang lebih muda atau sebaya, orang yang

lebih tua. Selain itu, dapat dilihat juga adanya hubungan kedekatan dan

status sosial penutur maupun mitra tuturnya. Dari hal itulah akan muncul

adanya perbedaan dalam penggunaan sapaan.

Kata sapaan dapat digunakan dalam bidang kehidupan dan struktur

tiingkatan pada masyarakat umum sehingga kata dan kalimat sapaan yang

digunakan menjadi lebih beragam dan bervariasi. Berkaitan dengan hal

tersebut pemakaian sapaan yang digunakan dalam suatu kegiatan

komunikasi seseorang cenderung akan memunculkan suatu perbedaan

pada setiap penggunaannya, misalnya sapaan pak, bu, mbak, dek, nama

orang, dan lain sebagainya. Bentuk penggolongan kata sapaan dibedakan

dalam beberapa faktor pemakaian diantaranya usia, jenis kelamin, status

sosial dan lain-lain sebagainya sesuai dengan situasi dan kondisi lawan

tutur. Hal tersebut dapat memicu keragaman komunikasi dalam sapaan.


Pemakaian tersebut didasarkan pada konveksi yang belaku dalam

masyarakat (Irmayani, 2004: 23). Dalam lingkungan masyarakat yang luas

akan terjadi proses interaksi sosial dengan berbagai macam penutur

sehingga bahasa yang digunakan dalam komunikasi akan beragam atau

bervariasi dan penggunaan sapaan juga akan memunculkan berbedaan

bentuk. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Chaer dan Agustina

(2010: 61) bahwa wujud bahasa itu sangat bervariasi karena penutur

bahasa yang banyak dan heterogen.

e. Jenis-Jenis Sapaan

Pemilihan kata sapaan di dalam percakapan suatu budaya tertentu

dipengaruhi oleh beberapa aspek. Aspek-aspek konteks yang

melingkupinya, yaitu siapa penuturnya, kepada siapa tuturan itu

disampaikan, bagaimana latar tempat dan waktu pada saat penuturan, topik

tuturan itu, dsb. Istilah-istilah kata sapaan selalu berhubungan dengan

status sosial seseorang, tingkatan keakraban, istilah yang bertingkat, dan

struktur sosial masyarakat.

Di dalam bahasa Indonesia ditemukan sembilan jenis kata sapaan.

Kesembilan jenis kata sapaan itu sebagai berikut.

1. Kata sapaan yang berbentuk kata ganti, yaitu kamu, engkau,

saudara, anda, ia, kami, kita, mereka, beliau, dsb.

Contoh dalam bahasa Makassar : katte, nakke, kambe ngaseng

2. Kata sapaan yang diikuti nama, contoh: saudara Hasan, bapak

Susanto, ibu Amir, dan sebgainya.


Contoh dalam bahasa Makassar :

3. Kata sapaan yang menunjukkan hubungan kerabat, yaitu bapak, ibu,

kakek, nenek, saudara, abang, ananda, paman, bibi, adik, dsb. Sebagai

kata sapaan istilah kekerabatan tidak hanya dipakai terbatas untuk

orang-orang berkerabat, melainkan juga dengan orang lain.

Contoh bahasa Makassar : purina baine, ammak, mintu, sarikbattang,

sarikbattang burakne, sarikbattang baine, burakne.

4. Gelar dan pangkat, yaitu dokter, suster, guru, kolonel, dan jendral.

Contoh dalam bahasa Makassar : tantara, pulisi, sutterek, tupanrita

tumanngasseng.

5. Bentuk /pe-/ + (Verbal) atau kata pelaku, seperti pembaca, pendengar,

penonton, penumpang, dsb.

Contoh dalam bahasa Makassar : pajammak, tunngajarak,

panngantarak, paerang, paballi.

6. Bentuk N(ominal) + ku, seperti Tuhanku, kekasihku, Miraku,

bangsaku, dsb.

Contoh dalam bahasa Makassar : bayuangku, ammakku, andikku,

sarikbattangku.

7. Kata-kata deiksis atau penunjuk, yaitu sini, situ, ini.

Contoh dalam bahasa Makassar : anne, anjo, anrinni, anjoeng,

kamae.

8. Nominal (kata benda atau yang dibendakan) lain, seperti tuan,

nyonya, nona, encik, Yang Mulia, dsb.


Contoh dalam Bahasa Makassar : Daeng, hakji, imang, karaeng,

9. Ciri zero atau nol, misalnya orang yang berkata: “Mau ke mana?”

kata sapaan „saudara‟ itu tidak disebut tetapi dimengerti orang.

Tiadanya suatu bentuk, tetapi maknanya ada itu disebut ciri zero

(Kridalaksana, 1982:14).

Contoh dalam Bahasa Makassar : battu kamaeko,

Kalimat sapaan memiliki fungsi untuk memberikan sapaan pada

seseorang atau kelompok tertentu. Jenis kalimat sapaan

diantaranya:

a. Sapaan hormat ialah sapaan yang digunakan untuk menyapa

seseorang secara formal contonya: Selamat datang tuan, Selamat

pagi profesor.

Contoh dalam bahasa Makassar : Battu kemaeki antu Daeng

b. Sapaan biasa adalah sapaan yang digunakan dalam interaksi tindak

tutur dikehidupan sehari-hari dalam tindak tutur ini tidak bersifat

formal melainkan bersifat nonformal. Contohnya: Hai Henri, apa

kamu bisa membantuku? , Farid kamu lagi apa?

Contoh dalam bahasa Makassar : Na kemaeko antu sodara, anrinni

komae

c. Sapaan kasar adalah sapaan yang digunakan oleh seseorang kepada

lawan biacara yang juga tidak bersifat formal, sapaan ini dilakukan

untuk menyapa seseorang hanya jika orang tersebut dianggap


cukup akrab dengan si pembicara biasanya digunakan antar teman

saja. Contohnya: Hai, kok makin kurus saja, gak makan ya?

Contoh dalam bahasa Makassar : Tannassana anne anjari tau

B. Kerangka Pikir/ Kerangka Konsep

Dari beberapa teks cerita yang digunakan peneliti diperoleh data

yang memuat kata sapaan. Data ini di analisis dengan pisau bedah,

kemudian dalam analisis sosiolinguistik, ditemukan yaitu kata sapaan yang

dilakukan dalam kata sapaan tersebut ialah mencari penggunaan kata

sapaan bahasa Makassar yang terdapat di dalam teks untuk mengetahui

bentuk dan makna kata sapaa tersebut, setelah itu dilakukan analisis dan

selanjutnya akan ditemukan hasil dalam penelitian tersebut.


Sosiolinguistik

Teks Cerita Bahasa


Makassar

Kata Sapaan

Bentuk Kata Fungsi Kata


Sapaan Sapaan

Pengumpulan Data

Analisis
Hasil
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah penelitian

kualitatif.. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan

pendekatan kualitatif deskriptif dalam penyusunan desain harus di

rancang berdasarkan prinsip meotde deskriptif kualitatif, yaitu

mengumpulkan, mengelola, mereduksi, menganalisis data dan

menyajikan data secara objektif atau sesuai dengan kenyataan yang

ada untuk memperoleh data. Dikatakan deskriptif kualitatif karena

penelitian ini berusaha memaparkan dan memberikan data yang akurat

tentang penggunaan kata sapaan yang terdapat di dalam teks.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Tempat penelitian ini dilakukan di rumah dengan membaca teks

dan memhami teks. Waktu penelitian ini selama satu bulan

C. Fokus Penelitian

Penelitian ini berfokus pada bentuk dan fungsi penggunaan kata

sapaan dalam teks bacaan bahasa Makassar.

D. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif kualitatif. Desain

penelitian ini digunakan untuk mengungkapkan analisis penggunaan

kata sapaan dalam teks. Deskriptif kualitatif merupakan metode yang

memanfaatkan data kualitatif dan dijabarkan secara deskriptif, yang


dimaksud dengan deskriptif ialah rancangan yang bersifat

menggambarkan suatu gejala, proses atau keadaan tanpa

menggambarkan angka-angka statistik.

E. Definisi Istilah

Peneliti melaksanakan penelitian ini agar memperoleh gambarang

yang sesuai dengan tujuan penelitian. Oleh karena itu, agar tidak

terjadi kesalahpahaman terhadap penelitian ini, maka peneliti

menganggap perlu mengemukakan batasan instilah penelitian.

Berikut beberapa istilah pada penelitian ini :

1. Teks bacaan bahasa Makassar atau pau-pau Makassar adalah salah

satu bentuk karya sastra yang berusaha mengungkapkan realitas yang

ada dimasyarakat. Pau-pau termasuk jenis prosa dalam sastra

Makassar, namun dalam sastra Indonesia dikategorikan sebagai

Hikayat, Pau-pau/ hikayat adalah cerita yang berbentuk prosa

2. Kata sapaan yaitu kata yang dipakai untuk memanggil atau

menegur seseorang sebagai lawan bicara.

F. Data dan Sumber Data

1. Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini ada berupa kata atau

kalimat sapaan yang terdapat di dalam teks bahasa Makassar.


2. Sumber data

Sumber data dalam penelitian ini adalah 5 teks bacaan bahasa

Makassar yaitu : Olok-olok Tompo, I Basse Awu, Pau-Pauna

Jayalangkara, Dedha na Limang Batu Lame Kayu, Tu Dorakayya ri

Tau Toana.

G. Instrumen Penelitian

Dalam proses pengumpulan data dan alat tulis digunakan untuk

mencatat kata sapaan. Peneliti merupakan pengumpul data utama atau

biasa yang disebut sebagai instrumen dalam penelitian. Nilai

penelitian ini terletak pada hasil penelitian ini sendiri. Dengan

demikian, peneliti merupakan instrumen kunci dari penelitian ini.

H. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini,

teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Teknik Baca

Teknik baca dilakukan untuk memperoleh data tentang

penggunaan kata sapaan dalam teks.

2. Teknik Catat

Teknik catat dilakukan untuk mencatat hasil penggunaan kata

sapaan dari teks yang disimak.

I. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dilakukan dengan cara mengutip semua teks

(dalam bentuk tulisan) yang dianggap sebagai data yang


menggambarakan tentang penggunaan kata sapaan yang terkandung

dalam teks sastra lisan disertai dengan penjelasan dari peneliti tentang

keterangan kutipan tersebut.

Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis

dekskriptif kualitatif. Langkah analisis data sebagai berikut:

1. Membaca dengan teliti teks.

2. Mengidentifikasi penggunaan kata sapaan yang terdapat di dalam

teks.

3. Menganalisis data yang dilakukan dengan menginterpretasi dan

menjelaskan penggunaan kata sapaan tersebut.

J. Pemeriksaan Keabsahan Data

Pada penelitian ini keabsahan data akan divalidasi menggunakan

Triangulasi. Triangulasi yang digunakan merupakan triangualsi

sumber data. Dalam penelitian Penggunaan Kata Sapaan Dalam Teks

Bacaan Bahasa Makassar peneliti menggunakan keabsahan data

dengan uji Triangulasi sumber data.

Triangulasi sumber data yakni mengumpulkan data dari berbagai

sumber yang berbeda-beda akan tetapi memakai satu metode yang

sama. kategori triangulasi sumber data peneliti mengambil triangulasi

sumber data orang kategori kolektivitas yang relevan dengan cakupan

penelitian.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Di dalam Bab V ini akan dibicarakan penggunaan sapaan dalam teks

bahasa Makassar secara rinci. Sapaan dalam beberapa teks dibagi dalam bentuk

(variasi) dan fungsi. Adapun bentuk dan fungsi sapaan yang digunakan dalam teks

bahasa Makassar.

A. Hasil Penelitian

1. Bentuk Penggunaan Sapaan dalam Teks Bahasa Makassar

Pada dasarnya kata sapaan merupakan unsur bahasa yang paling

penting dalam melakukan komunikasi, karena itu kata sapaan berguna

untuk memulai percakapan dalam suatu kegiatan komunikasi, baik itu

teman sebaya, keluarga, dan lain sebagainya. Pada komunikasi yang

terjadi, biasanya diibangun oleh penggunaan kata sapaan yang tepat. Hal

itu sejalan dengan fungsi penggunaan sapaan yakni untuk menegur,

menyapa bahkan memulai suatu pembicaraan dengan mitra tutur. Dengan

adanya penggunaan kata sapaan dalam berkomunikasi, dapat diketahui

kepada siapa tuturan atau sapaan tersebut ditujukan.

a. Nama Diri

Sapaan yang dibentuk berdasarkan nama diri sendii dipakai dalam

suatu percakapan. Sapaan ini dibentuk berdasarkan nama diri orang yang

disapa atau lawan bicara. Nama diri adalah nama yang dipakai untuk

menyebut diri seseorang (KBBI, 1995:681).


 Olok-olok Tompo

(1) Niak sekre allo, riwattunna I Fintu mange akboya-boya kanre-


kanreang, assibuntuluk I Tuvi
“Oe, Fintu!! Kanre-kanreangku anne!, mae tong mako akboya
kanre-kanreang maraeng!"
(Pada suatu hari, waktu Fintu pergi mencari makanan, Ia
bertemu dengan Tuvi “ Oe, Fintu!! Ini kue milikku!, kamu pergi
cari kue lain saja!)
(2) Ingka tena nisanna-sannai. Nakana Tuvi “Ah, pangaukkang
cakdi ji anne! Cinikmi sallang nanapareka gauk-gaukang
lompoanggang na anne!” “Tuvi, teako pakammai anjo!” nakana
kaluara.
(Secara tiba-tiba, Tuvi berkata “ Ah, ini adalah pekerjan yang
kecil! Lihatlah nanti aku akan buat perbuatan besar dari pada
ini!”.Tuvi, Kamu jangan begitu! Kata kaluara).

Nama diri yang dipakai dalam kalimat (1) Fintu dalam teks olok-

olok tompo dipakai untuk menyebut tokoh Fintu dalam cerita. Kalimat (2)

Tuvi dalam teks olok-olok tompo dipakai untuk menyebut tokoh Tuvi

dalam cerita.

 I Basse Awu

(3) “Keknang apa numinasai kuerang battu ri lampaku?” mabali


kanami ruaya anak awona naminasai angkanayya “erokki
nierangnga bulaeng siagang paramata, namingka I Basse Awu
tangke kayuji naminasai.”
(“Saudara apa yang kau harapkan kedatanganku pada saat aku
pergi” anaknya berkata “ingin membawakan emas dengan
permata, akan tetapi I Basse Awu hanya kayu yang inginkan).

Nama diri yang dipakai dalam kalimat (3) I Basse Awu dalam teks

I Basse Awu dipakai untuk menyebut tokoh I Basse Awu.

 Pau-Pauna Jayalangkara

(4) “E, Tuang puttri, anrrinnimako kuboli siagang Jayalangkara I


rawanganna pokok kayu lompoa”
(E, Tuang putri, kamu disini saja aku simpan bersama
Jayalangkara di bawah pohon kayu besar)
(5) “Salamakmintu tassala balaya ri pakrasangnga siagang ri nakke
apapa I kau ngaseng”. Na mammaliammo pole karaenga mange
ri ammakna I Mukakdang.”
( Selamatlah hidupmu sampai di kampung bersama kalian
semua dan raja itu pergi dari ibunya Mukakdang)

Nama diri yang dipakai dalam kalimat (4) Jayalangkara dalam

teks pau-pauna Jayalangkara dipakai untuk menyebut nama tokoh

Jayalangkara. Kalimat (5) I Mukakdang dalam teks pau-pauna

Jayalangkara dipakai untuk menyebut nama tokoh I Mukakdang.

 Dedha na Limang Batu Lame Kayu

(6) Nakana anne tau toayya “allo-alloma na tabak bosi. Sannak


dingingku siagang cipuru tonga. Barang akkulea nisare kanreta
manna sikekdek”. Dedha sannak pakrisi nyawana anciniki anne
tautoayya”
(Orang tua itupun berkata “sudah beberapa hari saya terkena air
hujan, aku sangat dingin dengan sangat lapar. Apakah aku bisa
meminta sedikit makananmu?. Dedha sangat sakit melihat
orang tua itu)

Nama diri yang dipakai dalam kalimat (6) Dedha dalam teks dedha

na limang batu lame kayu dipakai untuk menyebut nama tokoh Dedha.

 Tu dorakayya ri tautoana

(7) Battuna anjoeng ri tampak pammantanganna anakna


akkutaknangmi ri pambantu angkana “ Anrinni kutaeng
ammangtang anjo nikanaya Pak Ahmak?”
(Setelah datang dari situ tempat tinggalnya anaknya
bertanyalah dia di pembantu “saya rasa disini lah ia tinggal
yang Bernama Pak Ahmak?”)

Nama diri yang di pakai dalam kalimat (7) Pak Ahmak dalam teks

tu dorakayya ri tautoana dipakai untuk menyebut nama tokoh Pak

Ahmak.
b. Istilah Kekerabatan

Istilah kekerabatan merupakan dasar pembentukan sapaan yang

juga sering dipakai dalam suatu percakapan. Kekerabatan adalah hubungan

sosial, baik karena keturunan darah, akibat perkawinan, maupun karena

wasiat (1988:21). Dalam analisis ini, istilah kekerabatan yang dimaksud

adalah kata-kata yang menunjukkan hubungan keluarga.

 I Basse Awu

(8) Niakmo sekre wattu, anjo manggena eroki aklampa mange ri


borik maraeng, namakkutaknammo mangena ri sikontu anakna
angkanayya, “Keknang, apa numinasai kuerang battu ri
lampaku?”
(“Saudara apa yang kau harapkan kedatanganku pada saat aku
pergi” anaknya berkata “ingin membawakan mutiara dengan
permata, akan tetapi I Basse Awu hanya kayu yang inginkan).

 Pau-Pauna Jayalangkara

(9) Lekbaki naallemi Jayalangkara na nakalawing naaklampa.


Kira-kira lalangang tuju allo tuju banngi. Na anjo leang batua
tamakamakai tangkasakna I lalang siagang lapparakna. Na
makjappamo ri leang rua sipakanakkang. Lekbaki, nakanamo
pakmaikna, “Anrinnimi bajik ammantang, taenamo
kusibuntuluk ri tau ri pakrasanganna buraknengku”
(Setelah itu diambil lah Jayalangkara na gendong lah pergi.
Kira-kira tujuh hari tujuh malam dan itu gua sangat bersih dan
di dalam rata dan jalan di gua berdua keluarga “lebih baik
disini saja kita tinggal, aku tidak akan bertemu orang yang ada
di kampung suamiku)
 Dedha na Limang Batu Lame Kayu

(10) Nakana i dedha mange ri ammakna” oo ammak ki sareang


saimi anjo lamea mange ri anjo ntu toayya pantarang sannak ku
kamaseangna punna kuciniki”. Nakanamo ammakna i dedha “
oo iyek nak tayangngi nampa ku pallu rolong”
( Dedha pergi ke ibunya dan berkata “oo ibu berikan saja itu
ubi pada orang tua itu aku sangat kasihan melihatnya” ibunya
berkata ke Dedha “iya nak tunggu aku masak dulu)
 Tu Dorakayya ri Tau Toana

(11) Battuna anjoeng ri tampak pammantanganna anakna


akkutaknangmi ri pambantuna angkana, ”Anrini kutaeng
ammantang anjo nikanaya Pak Ahamak?” Nakanamo
pambantuna, ”Iyek anrinni.”Nakana seng tau toana, ”Pauang
sai bedeng I lalang angkana niaki ammatta siangang tettata erok
anngagangkik sicinik
( Datang dari sana di tempat tinggal anaknya dan bertanya di
pembantu “ saya rasa di sini ku rasa tinggal itu yang bernama
Pak Ahmak?” pembantu pun berkata “iya di sini”. Orang tua
itu berkata “bilang padanya yang di dalam bahwa ada ibu dan
ayahnya yang ingin bertemu)

Beberapa sapaan di atas mengandung sapaan yang dibentuk

berdasarkan istilah kekerabatan. Pada kalimat (8) menunjukkan

penggunaan sapaan pada teks I Basse Awu yang dibentuk berdasarkan

istilah kekerabatan berupa Keknang yang artinya Saudara. Pada kalimat

(9) menunjukkan penggunaan sapaan pada teks Pau-Pauna

Jayalangkara yang dibentuk berdasarkan istilah kekerabatan berupa

Burakneku yang artinya Suamiku.

Pada kalimat (10) menunjukkan penggunaan sapaan pada teks

Dedha na Limang Batu Lame Kayu yang dibentuk berdasarkan istilah

kekerabatan berupa Ammak yang artinya Ibu. Pada kalimat (11)

menunjukkan penggunaan sapaan pada teks Tu Dorakayya ri Tautoana

yang dibentuk berdasarkan istilah kekerabatan berupa Ammak dan Tetta

yang artinya Ibu dan Bapak.


Sapaan Keknang yang artinya Saudara. kata saudara dipakai untuk

menunjukkan adanya hubungan kekerabatan. Namun, sapaan ini dapat

dipakai untuk menyebut mitra tutur yang tidak berkerabat dengan penutur.

Sapaan Burakne yang artinya Suami. Kata suami dipakai untuk

menunjukkan adanya hubungan kekerabatan. Sapaan suami ini

merupakan sapaan yang disebabkan oleh hubungan perkawinan.

Sapaan Ammak dan Tetta yang artinya Ibu dan Bapak. Kata

bapak adalah sebutan untuk orang tua kandung laki-laki. Kata ibu adalah

sebutan untuk orang tau kandung perempuan.

c. Gelar

Gelar merupakan sebuah kehormatan atau keilmuan yang biasanya

ditambahkan nama orang, nama tambahan sesudah nikah atau setelah tua

(sebagai kehormatan), sebutan (julukan) yang berhubungan dengan

keadaan atau tabiat orang (KBBI, 1995:301).

 Pau-Pauna Jayalangkara

(12) Siapa sallona battumi ri pakrasanganga. Tanrusukmi mange


ri karaenga annyomba angkana, “Battumi paradana mantria,
ampabattu passuroanna karaenga, “Lekbaki nakanamo
karaenga, “Salamakmintu tassala balaya ri pakrasanganga
siagang ri nakke apapa ia kau ngaseng.
( Sudah berapa hari datanglah Ia di kampung dan terus pergi ke
Raja dan berkata “ Perdana mentri sudah datang, membawa
suruhan dari raja”. Sudah itu raja berkata “selamatlah kau
masih hidup sampai di kampung ini bersama saya dan kalian
semua”)

Sapaan pada kalimat (12) yaitu Paradana Mantri yang artinya

Perdana Mentri dalam cerita Pau-Pauna Jayalangkara. Paradana mantri


merupakan sapaan kepada tokoh yang ada di dalam cerita yang orang

tersebut merupakan perdana mentri dari sebuah kerajaan.

d. Kata Sapaan yang Berbentuk Kata Ganti

Kata sapaan yang berbentuk kata ganti merupakan jenis kata

sapaan yang mengantikan nomina peran dalam suatu kelompok.

 Olok-Olok Tompo

(13) Ammukona, rilanggere ngaseng olok-olok ka ammarruk. "


Nassami jaina kanre-kanreang anjing! Akkulleak angganre
akgengku bassorok! " nakana Catya anak meongga. "akkulleak
angganre liserek toh? Kau olok-olok ka lussaki ka tala Kukanre
jako! " nakanna lapong jangang. I Fintu takmuriji na langgerek
kananna agang-agang na.
( Besoknya, semua binatang didengar berteriak. “jelas banyak
makanan kong-kong! Aku bisa makan sampai aku kenyang”
kata Catya anak kucing. “ aku bisa makan sampai aku kenyang
kan? Kalian binatang semua jangan gelisah aku tidak akan
memakanmu!” kata burung. Fintu tidak mau mendengar apa
yang teman-temanya katakana).

Sapaan pada kalimat (13) Kau merupakan sapaan kata ganti

persona kedua yaitu kamu dan engkau.

 I Basse Awu

(14) Naniboyami I Basse Awu ri anak karaeng mange


risikontuna borikka. Makkutanaknammi mange ri sikontuna tau
tappaka namakkana, “nakke erokja abbunting siagang baine
cocokka bangkenna ri sapatu bulaengnga anne”.
( dicarilah I Basse Awu di anak karaeng pergi ke suatu tempat.
Ia bertanya ke orang yang percaya “saya ingin menikah dengan
perempuan yang cocok kakinya dengan sepatu kaca ini)

Sapaan pada kalimat (14) Nakke yang artinya Saya merupakan

kata ganti persona tunggal yaitu saya atau aku.


 Pau-Pauna Jayalangkara

(15) Naerangmi anakna mange ri tompokna anjo batu lompoa


napatinrotinro. Napatarami limanna maknganro ri Allahu Taala
angkana : “I Katteji karaeng manggamaseang, I katte tonji
anngassengi atan-Nu makparisika”
( dibawah lah anaknya ke atas batu besar untuk ditidurkan dan
mengangkat tangan nya dan berdoa “Tuhan kamu yang
mengasihi, kamu juga yang mengetahui sakit hatiku”)

Sapaan pada kalimat (15) Katte merupakan sapaan kata ganti

persona kedua.

 Dedha na Limang Batu Lame Kayu

(16) Anne ammakna i dedha nakana mange ri dedha “ oh anak,


anne kucinik lani kanrea akbiringmi lakbusuk, lame kayu mami
niak limang batu anne lagi na tenamo ni gannak punna na
nganre ngasengki” nakana pappualinna i dedha “ passangmi
ammak i kattemo na i andik siagang datokku angganre”.
( ini ibunya Dedha berkata ke Dedha “oh anak, saya lihat ini
makanan sudah hampir habis, sisa 5 ini ubi kayu dan tidak
cukup untuk dimakan bersama” Dedha berkata “biarkan saja
ibu, ibu saja dan adek bersama kakek yang makan)

Sapaan pada kalimat (16) Kattemo merupakan sapaan kata ganti

persona kedua.

 Tu Dorakayya ri Tautoana

(17) Nakana seng tau toana, ”Pauang sai bedeng I lalang


angkana niaki ammatta siangang manggeta erok anngagangkik
sicinik.”Apaji namaemok nipauang. Battue antama nipauang
tommi manuruk anjo tau toana. nakanamo anjo Pak Ahamak ri
pambantuna, ”Pauangi anjo taua I pantarak angkana tenamo
nakke manggeku tena tommo ammakku, sallo ngasemmi
matena.”
(orang tuanya berkata “bilang padanya yang di dalam ada
ibunya dengan bapaknya ingin bertemu”. Ketika sudah
diberitahukan lah kepada ke orang tua itu bahwa Pak Ahmak
berkata “ katakana kepada orang yang ada di depan bahwa
bapakku dan ibuku sudah lama meninggal”)
Sapaan pada kalimat (17) Nakke yang artinya Saya merupakan

sapaan kata ganti persona tunggal yaitu saya atau aku.

e. Kata-kata Deiksi atau Penunjuk

Menurut Bambang Kaswati Purwo dalam buku Deikis dalam

Bahasa Indonesia (1984) kata deiksi adalah kata yang referennya

berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada siapa yang menjadi

pembicara juga waktu dan tempat kata tersebut dituturkan.

 Olok-Olok Tompo

(18) "akkulleak angganre liserek toh? Kau olok-olok teako ka


lussaki ka tala Kukanre jako! " nakanna lapong jangang. I Fintu
takmuriji na langgerek kananna agang-agang na. Ingka tena
nisanna-sannai. Nakana Tuvi "Ah, pagaukgaukang cakdi ji
anne! Cinikmi sallang na parek ka gauk-gaukan lompoanggang
na anne.!"
( saya bisa memakan biji? Binatang jangan gelisah aku tidak
akan memakanmu!” kata ayam. Fintu ketawa kecil mendegar
apa yang na katakan teman-temannya. Jika tidak terduga. Tuvi
berkata “ Ah, ini pekerjaan kecil! Lihatlah nanti aku akan
membuat pesta yang besar dari pada ini!”)
 I Basse Awu

(19) I Basse Awu niak todong minasana erok aklampa mange ri


gaukka, namingka nakana anrong awona, “kau sannak
rakmasaknu, taena baju na sapatu bajiknu, naerok tongko
amminawang?.” Naribokoanna makkanami anrong awona,
eroka kutumpangngi simangkok canggoreng antama ri tangkua,
kullejako lampa ri paggaukkangnga, punna nukulleji
nupaknassa sikamma ri memanna anjo canggorengnga”.
Appalaktulummi I Basse Awu mange ri jangang-jangangnga.
(I Basse Awu ingin pergi ke acara, akan tetapi ibu tirinya
berkata “kamu sangat jelek, tidak mempunyai baju dan sepatu
yang bagus, tapi kamu ingin ikut?”. Di belakang ibu tirinya
ingin menumpahkan semangkok kacang ke dalam
penggorengang “kamu bisa pergi, jika kamu akan membawa
kacang pulang)
 Pau-Pauna Jayalangkara
(20) “Salamakmintu tassala balaya ri pakrasanganga siagang ri
nakke apapa ia kau ngaseng. Na mammaliammo pole karaenga
mange ri ammakna I Mukakdang. Lekbaki anjo Jayalangkara
siagang ammakna, ammantammi i lalang ri romang lantanga,
nipilari ri paradanamantria. Na niakmo ri nawa-nawanna
angkana, “Anne empoangku majai tau anngassengi anrinni.”
Anne empoangku majai tau anngassengi anrinni”
(selamatlah kampung dari mara bahaya di saya dan di kalian
semua dan pulanglah raja ke ibu Mukakdang. Setelah itu
Jayalangkara bersama ibunya, tinggal di dalam hutan dan lari
dari perdana mentri. Di dalam hatinya berkata “ini tempat
duduk banyak yang tau di sini “)

 Tu Dorakayya ri Tautoana

(21) ”Anrini kutaeng ammantang anjo nikanaya Pak Ahamak?”


Nakanamo pambantuna, ”Iyek anrinni.”
(disini lah dia tinggal itu yang bernama Pak Ahamak?
Pembantunya berkata “ iya di sini”)

Sapaan pada kalimat (16) dan (18) terdapat kata sapaan yaitu

Anne yang artinya ini. Pada kalimat (17) dan (19) terdapat kata sapaan

yaitu Anjo yang artinya itu. Pada kalimat (20) terdapat kata sapaan yaitu

Anrinni yang artinya Disini.

f. Bentuk N(ominal) + ku

 Pau-Pauna Jayalangkara

(22) “E, Anakku, lakuapamako anak, ka tena jeknek susungku


ka sampulomi anrua allonna tanapanaungi kanre battangku,
sikamma tommi tanapanaungi jeknek kallongku”
(E, anakku, aku harus bagaimana anak, air susuku sudah tidak
ada sudah 12 hari tidak ada makanan yang mengisi perutku,
sama dengan air minum yang turun dileherku)

Sapaan pada kalimat (22) Anakku yang artinya Anakku

merupakan sapaan dari kata Anak di tambah dengan kata ku yang

merupakan bentuk ringkas dari pronomina persona pertama.

 Dedha na Limang Batu Lame Kayu


(23) Anne ammakna i dedha nakana mange ri dedhan “ oh anak
anne kucinik lani kanrea akbiringmi lakbusuk, lame kayu mami
niak limang batu anne lagi na tenamo ni gannak punna na
nganre ngasengki” nakana pappualinna i dedha “ passangmi
ammak i kattemo na i andik siagang datokku angganre”.
( ini ibu Dedha berkata ke Dedha “ oh ini anak yang aku lihat
dan sudah sedikit, hanya lima biji ubi kayu yang bisa ia makan,
hanya lima biji ubi kayu dan sudah tidak cukup jika kita makan
bersama” Dedhapun berkata “ biarkan saja ibu, ibu saja yang
makan bersama adik dan kakekku)

Sapaan pada kalimat (23) Datokku yang artinya Kakekku

merupakan sapaan dari kata Kakek ditambah dengan kata Ku yang

merupakan bentuk ringkas dari pronomina persona pertama.

 Tu Dorakayya ri Tautoana

(24) Nakana seng tau toana, ”Pauang sai bedeng I lalang


angkana niaki ammatta siangang manggeta erok anngagangkik
sicinik.”Apaji namaemok nipauang. Battue antama nipauang
tommi manuruk anjo tau toana. nakanamo anjo Pak Ahamak ri
pambantuna, ”Pauangi anjo taua I pantarak angkana tenamo
nakke manggeku tena tommo ammakku, sallo ngasemmi
matena.”
(orang tuanya berkata “bilang padanya yang di dalam ada
ibunya dengan bapaknya ingin bertemu”. Ketika sudah
diberitahukan lah kepada ke orang tua itu bahwa Pak Ahmak
berkata “ katakana kepada orang yang ada di depan bahwa
bapakku dan ibuku sudah lama meninggal”)

Sapaan pada kalimat (24) Manggeku yang artinya Bapakku

dengan Ammakku yang artinya Ibuku merupakan sapaan dari kata Bapak

dan Ibu yang ditambah dengan kata ku yang merupakan bentuk ringkas

dari pronomina persona pertama.

2. Fungsi Penggunaan Sapaan Pada Teks Bacaan

Fungsi sapaan merupakan pemakaian kata dan kalimat sapaan

memiliki fungsi tersendiri. Sapaan berfungsi sebagai bentuk interaksi


keakraban jika seseorang tersebut memiliki usia yang sama dengan

penutur atau bisa dikatan sebagai teman sebaya, selain itu sapaan juga

membedakan tingkat pendidikan, dan kedekatan mitra tutur dan lawan

tutur.

Bentuk sapaan ini terjadi karena adanya fungsi yang berbeda dari

masing-masing sapaan tersebut. Misalnya di dalam hubungan

kekerabatan, ditemukan bentuk-bentuk sapaan yang digunakan untuk

menyapa kerabat satu sama lain. Kerabat yang dimaksud di sini adalah

orang-orang yang memiliki hubungan darah satu sama lain, seperti

ayah, ibu, anak, kakak, paman, bibi, kakek, dan nenek, serta bentuk-

bentuk sapaan lain yang disesuaikan dengan diri dan tujuan sapaan itu

digunakan kepada orang yang diajak bicara. Beirkut ini akan

dipaparkan fungsi sapaan sebagai berikut.

a. Untuk menyapa, memanggil, atau menyebut lawan tutur

Dengan mengetahui sapaan, para pelaku tutur akan dapat saling

memanggil dengan tepat, sehingga akan terjadi komunikasi dengan

lancar sesuai dengan tujuan pembicaraan.

Misalnya : Datok

Sapaan Datok merupakan sapaan untuk sapaan kepada orang tua

laki-lakia bapak, untuk menyatakan hubungan akrab, dalam situasi

formal maupun nonformal.

b. Sebagai panggilan yang cukup sopan dan hormat


Misalnya seorang adik tidak boleh menyapa yang lebih tua

dengan Nama Diri, melainkan harus menggunakan sesuai dengan

status urutan kelahiran.

Misalnya : iya ammak, I kattemo na I andik siagang datok

angganre.

Sapaan tersebut merupakan sapaan yang sopan ketika

berbicara dengan orang yang lebih tua seperti kepada ibu, maka

sapaannya harus sopan dan tidak boleh menyebutkan nama diri.

c. Untuk Menunjukkan Status Sosial

Dengan sapaan-sapaan tertentu akan menunjukkan status

sosial seseorang.

Misalnya : I Katte ji Karaeng, anak Karaeng

Kata Karaeng merupakan sapaan status sosial yang dipakai

di suku Makassar untuk menyapa orang yang memiliki status sosial

yang tinggi.

d. Untuk Menunjukkan Identitas

Sapaan ini merupakan sapaan yang menunjukkan identitas

seseorang misalnya dalam bahasa Makassar sapaan Bunting Baine

merupakan sapaan kepada pengantin perempuan itu menunjukkan

identitas.

B. Pembahasan

Pada dasarnya penggunaan bahasa terkhusus dalam konteks sosial

mempunyai aturan-aturan tersendiri dimana aturan tersebut menunjukkan


sikap dan hubungan antara bahasa yang berbeda. Ada kelompok

masyarakat tertentu yang harus dihormati dan adapula masyarakat lain

perlu dihadapi secara biasa saja. Pernyataan tersebut biasa dikenal dengan

istilah dimensi vertika dan dimensi horizontal. Setiap penutur dituntut

untuk memiliki keterampilan memilih bentuk-bentuk bahasa yang sesuai

dengan situasinya, menyesuaikan ungkapan dengan setiap tingkah lakunya

dan tidak hanya menginterpretasikan makna refensial, tetapi harus

mempertimbangkan juga norma sosial dan nilai afektinya (Suwito,

1983 :19).

Pada hasil penelitian di atas terdapat beberapa kata sapaan bahasa

Makassar pada sapaan nama diri yaitu sapaan yang menyebut nama diri

sendiri dalam tokoh. Selanjutnya sapaan pada istilah kekerabatan terdapat

yaitu sapaan kepada ibu dalam bahasa Makassar adalah ammak merupakan

sapaan anak kepada ibunya atau orang tua perempuan. Terdapat juga

bentuk sapaan gelar yaitu Paradana Mentria yang artinya Perdana Mentri

merupakaan sapaan yang menyebutkan gelar terhadap seseorang.

Selanjutnya adalah sapaan yang berbentu kata ganti yaitu katte dan

nakke yang merupakan bentuk sapaan kata ganti persona tunggal

sedangkan kata katte merupakan bentuk sapaan kata ganti persona orang

kedua. Dalam bahasa Makassar kata katte digunakan dalam komunikasi

kepada seseorang lebih sopan menggunakan kata tersebut.

Bentuk sapaan kata deiksi atau penunjuk terdapat kata sapaan

dalam bahasa Makassar yaitu anne, anjo dan anrinni yang artinya ini itu,
dan disini merupakan kata yang menunjukkan suatu tempat atau

keberadaan seseorang.

Sapaan kekerabatan, kekerabatan yang digunakan dalam

pembahasan ini mengacu pada hubungan antara keakraban atau kedekatan

antara penutur dan lawan tutur. Sejalan dengan hal diatas, Rahardi (2004:

41) mengatakan bahwa pemakaian dan penggunaan kata sapaan tidak

mesti selalu menunjukkan adanya hubungan kekerabatan atau

kekeluargaan antara penyapa dengan tersapa misalnya sapaan bapak atau

ibu tidak selalu digunakan untuk menyapa orang tua dari penyapa. Seperti

sapaan kekerabatan dalam bahasa Makassar yaitu ammak, andik, mangge,

dan datok sapaan tersebut sering digunakan dalam bahasa Makassar.

Fungsi sapaan dari hasil penelitian ini yang pertama yaitu untuk

menyapa, memanggil atau menyebut lawan tutur misalnya sapaan pada

Datok yang merupakan sapaan kepada orang yang lebih tua dan tidak

menyebutkan nama diri. Kedua yaitu panggilan yang cukup sopan dan

hormat, yaitu iya ammak merupakan sapaan cukup sopan untuk menyapa

orang tua atau keluarga. Ketiga yaitu untuk menunjukkan status sosial

yaitu sapaan Karaeng merupakan sapaan yang digunakan di suku

Makassar ketika ingin menyapa orang yang memiliki keturunan

bangsawan. Terakhir yaitu untuk menunjukkan identitas misalnya bunting

baine merupakan sapaan yang menunjukkan identitas seseorang.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah dilakukan analisis data terhadap sapaan dalam beberapa

teks bacaan bahasa Makassar, ditemukan beberapa hal sehubungan dengan

tujuan penelitian uang ingin dicapai. Adapun temuan analisis tersebut

dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Bentuk sapaan yang terdapat di dalam beberapa teks terdapat 25 bentuk

kata sapaan. 7 kata sapaan dengan nama diri yaitu Fintu, Tufi, I Basse

Awu, Jayalangkara, Mukakdang, Dedha, dan Pak Ahamak merupakan

bentuk sapaan yang menyebut nama diri ketika menyapa. 4 kata sapaan

dalam istilah kekerabatan yaitu Keknang, Burakneng, Ammak dan

Mangge merupakan bentuk sapaan kekerabatan. 5 kata sapaan yang

berbentuk kata ganti yaitu Kau, Nakke, dan Katte merupakan kata ganti

baik kata ganti persona tunggal dan kata ganti persona kedua. 5 kata

sapaan yang merupakan kata-kata deiksi atau penunjuk yaitu Anne, Anjo
dan Anrinni. 3 kata sapaan yang merupakan sapaan bentuk N(ominal) + ku

yaitu Anakku, Datokku, Manggeku, dan Ammakku.

2. Begitu pula dengan fungsi sapaan terdapat fungsi sapaan yaitu fungsi

sapaan untuk menyapa, memanggil atau menyebut lawan tutur, yang

kedua sebagai panggilan yang cukup sopan dan hormat, ketiga yaitu untuk

menunjukkan status sosial dan yang terakhir yaitu untuk menunjukkan

identitas.

B. Saran

Penelitian ini memiliki keterbatasan dan kelemahan karena masih

terdapat banyak aspek tertentu yang belum tersentuh, salah satunya

pengaruh psikologi. Oleh karena itu, disarankan kepada peneliti

selanjutnya dapat dilakukan penelitian tersebut.

Selain itu, diharapkan agar tetap melestarikan penggunaan bentuk-

bentuk sapaan yang telah ada. Selain itu, mereka harus memperbaiki

penggunaan bahasa yang masih salah dan tetap mempertahankan bahasa

yang dianggap baik.


DAFTAR PUSTAKA

Arief, Aburaerah dan Zainuddin Hakim (Eds). 1993. Sastra Lisan


Makassar: . Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Anton M. Moeliono. 1989. “Diksi dan Pilihan Kata” dalam Kembara Bahasa
Kumpulan Karangan Tersebar. Jakarta: Gramedia.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. 19.33 PM, 12-Des-2017. Kata Sapaan dalam Bahasa Indonesia.
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id.
Basang, Djirong dan Salmah Djirong. 1997. Taman Sastra Makassar.
Ujung Pandang: CV Surya Agung.

Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan


Daeng, Kembong. 2005. Pappilajarang Basa Mangkasarak siagang Sastra
Mangkasarak SMP Kelas VII. Makassar: UD Mandiri

Daeng, Kembong. Syamsudduha, 2013. Kosa Kata Tiga Bahasa Indonesia-Bugis-


Makassar. Makassar : UD Mandiri

Hasrianti, Andi. 2014. “Sinkretisasi Sinrilik Datu Museng Dan Maipa


Deapati
Pada Budaya Masyarakat Kabupaten Gowa. Jurnal Al-Qalam. Volume
20
Nomor 1 Juni 2014. Hal 139-150

Herisetyanti, T., & Suharyati, H.2019. Ragam Bahasa dalam Komponen Tutur.
Media Bahasa, Sastra, dan Budaya Wahana. Vol 25(2)
Jakkobson (Riegel dkk, 2009 dalam Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 19, No. 2,
Oktober 2014:141-153)
Kartomiharjo, Soeseno. 1988. Bahasa Cermin Kehidupan Masyarakat. Jakarta:
Depdikbud.
Kridalaksana, 1984. Fungsi Bahasa Dan Sikap Bahasa. Jakarta: Penerbit
Nusa Indah.
Kridalaksana, 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Nazir, Yuniar Nuri. 2015. Analisis Kesalahan Pemakaian Bahasa Dalam Karya
Ilmiah.Mataram: FKIP-Unram.
Parawansa, Paturungi dkk. 1992. Sastra Sinrilik Makassar. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

LAMPIRAN
Olok-olok Tampo
Risekre romang sannak soppong na, niak attallasa ruang kayu olok-olok.

Anjo sekreya arengna Fintu sannak Annabana siagang sannak bajikna. Anjo

sekreya arengna Tuvi sanna tampo siagang na ngai napacapak Olok-olok

maraenga.

Niak sekre allo, riwantunna I Fintu mange akboya kanre-kanreang,

assibuntuluki I Tuvi. "Oe, akkulleja akpalak sikekdek kanre-kanreang nu? "

pappalakna I Fintu. "Oi,, Fintu!! Kanre-kanreang ku Anne. Mae tong mako

akboya kanre-kanreang Maraeng! " kananna i Tufi. " Oiye paeng " akbokomi

lampanna i Fintu.

Ammukoanna, na niak pakgau-gaukang ri romangga. Iangaseng olok-olok

ka ni kiok. Futha jangang-jangang setang sannak lincana akbage undangang

lekok-lekok na bage Wattuna banggi nampa na bolik ri dallenkang Ballakna Anjo

iangaseng olok-olok ka.


Ammukoanna, rilanggere ngasengmi olok-olok ka ammarruk. " Nassami

jaina kanre-kanreang kong-kong! Akkulleak angganre akgengku bassorok! "

nakana Catya anak miongnga. "akkulleak angganre liserek toh? Kau olok-olok

teako lussaki ka tala Kukanre jako! " nakanna lapung jangang. I Fintu takmuriji na

langgerek kananna agang-agang na.

Ingka tena nisanna-sannai. Nakana Tuvi "Ah, pagaukgaukang cakdi ji

anne! Cinikmi sallang nanapareka gauk-gaukan lompoanggang na anne.!" . "Tuvi

teako pakammai anjo! " nakana kaluara. "huh! Passang tommi!" nakana Tuvi

nampa aklampa. Tena piranggallo, Tuvi na Fintu akjarimi olok. Anjo ruayya

attalasakki akjari olok biasa.

Tena pirangminggu allalo, anjo ruayya assulukmi bantu ri olok na. Tena

nisanna-sannai, kaknyikna Tuvi akwarna lekleng na anjo Fintu akrarangi warna

na.na issengmi Tuvi, iami anne sabak battu ri katampoanna. Sannamo na

sassalana kalenna.
Binatang- Binatang Sombong

Disuatu hutan yang lebat, terdapat hewan yang hidup di dalam kayu, yang

satu bernama Fintu yang sangat jinak dan sangat baik, yang satunya lagi bernama

Tuvi yang sangat sombong dan suka meremehkan binatang yang lain.

Pada suatu hari, saat Fintu mencari makanan ia bertemu Tuvi “Oe, bisakah

aku minta sedikit makananmu?” kata Fintu. “Oi, Fintu! Ini makananku kamu

pergi cari sendiri makanan lain!” kata Tufi. “Oh iya” Fintu pun pergi.

Keesokan harinya ada kejadian di hutan dan semua binatang dipanggil.

Futha burung yang sangat lincah membagi undangan pada malam hari dan ia

simpan didepan rumah semua binatang.

Keesokannya, semua binatang berteriak “ sudah jelas banyak makanan

anjing! Aku bisa makan sampai aku kenyang!” kata Catya anak kucing “ aku bisa

makan sekarang? Kamu binatang jangan gelisah aku tidak akan memakanmu!”

kata sang burung. Fintu kaget denga napa yang di katakana teman-temannya.
Secara tiba-tiba, Tuvi berkata “ Ah, ini adalah pekerjaan yang kecil!

Lihatlah nanti aku akan buat perbuatan besar dari pada ini!”. “ Tuvi kamu jangan

begitu!” kata kaluara. “huh! Biarkan saja” kata Tuvi yang hendak pergi. Tidak

cukup beberapa ahri Tufi dan Fintu jadi binatang yang dua itu hidup menjadi

binatang yang biasa.

Tidak cukup beberapa minggu kedua binatang itu keluar secara tiba-tiba,

jidat tuvi itupun berwarna hitam dan Fintu itu terang warnanya dan Tuvi sudah

tau. Inilah penyebab jika kita sombong..

I Basse Awu

Riolo niak carita katallassanna sekrea taulolo. Anrongna sallomi

ammoterang. Lanri ammoterangmo anja anrongna, manggena akbuntingngi pole

siagang sekrea baine rua anakna. Lanri kammanami anjo, appakaramulami

ammumba ballasak katallassanna anjo tau loloa. Sikontuna pakeang bajikna, nialle

ngasengngi, na anjo tauloloa paralluki anjama terasa appakaramulami ammumba

dallena na allo bangngi I lalangngi pakeang awu-awuna. Teai ranjang katinroanna,

nakajarianna sanging attinroami ri sakrinna pappalluangnga sileok awu.

Nakajarianna sanging mami rakmasak ricinik, naiami anjo, nigallarakmi risikontu

tau anciniki angkanaya I Basse Awu.

Niakmo sekre wattu, anjo manggena eroki aklampa mange ri borik

maraeng, namakkutaknangmo mangena ri sikontu anakna angkanayya, keknang

apa numinasai kuerang battu ri lampaku. Mabbali kanami ruaya anak awona

naminasainna angkanaya erokki nierangngang bulaeng siagang paramata,


namingka I Basse Awu tangke kayuji naminasai. Nakammami anjo, ri

maniaknamo ammotere manggena, nierangngangmi tangke kayu, nalamummi ri

sakri kuburuna anronna. Tasallaoai nalamungi anjo tangke kayua, na jarimi sekre

pokok kayu lompo. Taena allo nasakkai I Basse Awu mange ri kuburuna anronna

nammempo rawanganna anjo pokok kayua. Tunggala wattu, sanging mumbana

sikayu jangang-jangang kebok, napunna anjo I Basse Awu napalabbarrang

sokontuna minasanna, anjo jangang-jangangnga nasareangngi ri sikontuna

naminasaia.

Niakmo sekre wattu na karaeng lompoa erokki apparek pakgauk-gaukang

lompo nanakioki ngasemmi taulolo bajikka tanjakna ri Lalang borikka, sollanna

anjo anakna karaengnga kullei anggappa julu tinrona. Ruaya sarikbattang awona I

Basse Awu anggappa tongi pabburitta. I Basse Awu niak todong minasana erok

aklampa mange ri panggaukkang, namingka nakana anrong awona, kau sannak

rakmasaknu, taena baju na sapatu bajiknu, naerok tongko amminawang?.

Naribokoanna makkanami anrong awona, eroka kutumpangngi simangkok

canggoreng antama ri awua, kullejako lampa ri paggaukkangnga, punna nukulleji

nupaknassa sikamma ri memanna anjo canggorengnga”. Appalaktulummi I Basse

Awu mange ri jangang-jangangnga.

Tangasalloji, mumbami makkawang sijaiang jangang-jangang lonna

napaknassa anjo canggorengnga sumpaeng nanabolik Lalang mangkoka.

Namingka anjo anrong awona, tattaji ammumba terasakna, nanaminasai pole

napaknassa rua mangkok canggoreng. Namanna mamo anjo nakamma, I Basse


Awu anjo tippakji napaklekbak jama-jamanna lanri ambutulukna pattulung battu

ri jangang-jangangnga, na anrong awona lampami siagang ruaya anakna mange ri

paggaukang lompona karaengnga.

Anjo I Basse Awu sannak pakrisikna atinna, nalampamo mange ri sakri

kuburuna anronna. Naanjoreng ri kuburuna makkanami “Oh pokok kayu

caddikku, pasintak na pagenggoangnga kalennu, rembassang laloa kodong sikontu

bulaeng na salaka”. Natabangkami battu rate ri pokok kayua silawara baju gakga

rikodi bulaeng siagang sapatu sannak gakgana. Naiaya tommi anjo bayua siagang

sapatu napake I Basse Awu mange ripaggaukang malompoa.

Taena tau manna mamo anjo anak karaengnga taena naerok akkarena

punna tasigangi anjo tanniassengnga. Pakammami pole ri allo maka ruana na allo

maka tallunna.

Battumi pole sassang lantang bangngia, natabbangka kerei mae keknang

ammantang. Namingka anjo I Basse Awu sannak lacciri larinna, nakajarianna anjo

anak pattoalaya tamakkulleai napinawang. Na taklappasakki siwali sapatunna I

Basse Awu nanibuntulukki ri anak karaengnga.

Naniboyami I Basse Awu ri anak karaengnga mange risikontuna borikka.

Makkutanaknammi mange ri sikontuna taua namakkana, “nakke erokja abbunting

siagang baine cocokka bangkenna ri sapatu bulaengnga anne”. Napolommi anrong

bangkenna sarikbattang awo toana solanna nacocoki ri bangkenna na sarikbattang

awo makaruya napolong tongngi anrong bangkenna. Nipadongkok jarammi

ruayya sarikbattang awona ri anak karaengnga sangkammaya bali bunting


bainena, namingka bukkuruk ampakaingaiki nanapauang angkanaya bunting baine

satijeng-tojengnga, niak injapi mempo ilalang ballak.

Natappa moterekmo pole anjo anak karaengnga mange ri ballaka

sumpaeng nanabuntulukki nanapaknassa iami anjo I Basse Awu. Napasammi anjo

sapatua ri bangkenna I Basse Awu natabangka sanna cocokna ri bangekanna.

Nanierammi IBasse Awu mange ri ballak lompoa, tallasa Lalang salewangangmi

sipakrua sanggenna mange mattayang ri kalubbusuang tallasakna.

I Basse Awu

Pada zaman dulu terdapat sebuah cerita hidup seseorang. ibunya sudah

meninggal. Pada saat itu ibunya meninggal, ayahnya menikah lagi denga satu

orang perempuan yang memiliki dua anak dengan seperti itu ia mulai dengan

hidup yang baru bersama orang itu dengan baju bagusnya ia ambil semua dan

orang itu harus kerja keras untuk mencari rejeki sampai tengah malam. Bukan

ranjang tempat tidurnya jadilah ia selalu tidur di tempat masak. Itulah cerita yang

dikatakan I Basse Awu.

Pada suatu hari bapaknya ingin pergi ke tempat lain. Ia bertanya ke semua

anaknya berkata “ saudara apa yang kau harapkan saat aku pergi anak keduanya

berkata “ aku berharap ingin dibawakan mutiara dengan permata” akan tetapi I

Basse Awu hanya ingin batang kayu. Setelah itu, ayahnya pulang dan dibawakan

sebatang kayu, iapun kaget dan ia tanam. Tidak lama batang kayu yang ia tanam

sudah menjadi satu pohon besar. I Basse Awu pergi ke kuburan ibunya dan duduk
di bawah pohon kayu itu. Suatu waktu, selalu datang burung-burung putih, jika

begitu I Basse Awu memberikan makan kepada burung-burung itu.

Pada suatu waktu orang besar itu membuat acara besar ia memanggil

orang-orang baik, tidak lama itu ia mendapatkan mimpi. Saudara I Basse Awu

pun juga sama. I Basse Awu ingin pergi ke acara itu, dan orang tuanya berkata

“kamu ingin pergi, kau sangat jelek, kamu juga tidak mempunyai baju dan sepatu

yang bagus”. Di depan orang tuanya ia berkata aku ingin menumpahkan satu

mangkok kacang di dalam, kamu bisa pergi ketika kamu bisa memasukkan kacang

ke mangkok itu seperti tadi. Ia meminta tolong kepada burung-burungnya.

Tidak lama, datanglah banyak burung-burung untuk memasukkan kacang

itu dan ia simpan di dalam mangkok. Akan tetapi orang tuanya tetap bersih keras,

ia selalu datang memastikan dua mangkok kacang itu. Dengan begitu I Basse Awu

selalu cepat menyelesaikan kerjaannya akibat bertemu dengan burung-burung.

Orang tuanya pun pergi bersama 2 anaknya ke acara besar itu.

I Basse Awu sangat sakit hati, dan pergi ke kuburan ibunya dan di situlah

ia berkata “oh pohon kecilku baikkanlah diriku, turunkanlah aku sedikit emas. Ia

kaget sudah banyak di atas pohon kayu celana baju dengan emas yang sangat

bagus. Itulah baju dan sepatu yang dipakai I Basse Awu pergi ke acara besar itu.

Biar begitu, jika anak tidak ingin bermain yang ia tau atau yang ia tidak tau.

Selanjutnya lakukanlah dua hari dan 3 hari.


Ia datang pada saat tengah malam ia kaget di mana selama ini ia tinggal

dan I Basse Awu sangat cepat lari, jadi anak itu tidak kuat untuk mengejarnya.

Akan tetapi anak itu menemukan sebelah sepatu I Basse Awu.

Anak itu mencari I Basse Awu sampai pergi ke tetangganya. Ia bertanya

ke teman dan berkata “ saya ingin menikah bersama perempuan yang cocok

dengan sepatu ini dikakinya”. Jika yang cocok sepatu ini seorang laki-laki maka

akan kujadikan saudara akan tetapi jika perempuan akan kujadikan pengantin

perempuan.

Ketika anak itu pulang ke rumahnya dan memastikan bahwa itu I Basse

Awu. Ia memastikan bahwa sepatu itu kaki I Basse Awu. Ia kaget karena sangat

cocok di kakinya, dibawahlah I Basse Awu ke rumah besar dan hidup di dalam

kehidupan yang mewah.


Pau-Paunna Jayalangkara

Iamianne angkana-kanai pau-paunna Jayalangkara. Alainai- naija karaeng

lompo, ammakeang mahakota amminawang I rawangang parentana Jayalangkara.

Naanjo Jayalangkara tau lambusuk pakmaik na adelek ri sikamma bonena buttana,

siagang ri patarintina, ri anrong kamanakanna ripassarikbattanganna. Ka

patampulo banngi patampulo allo kutaeng anne ammaka tamanganre na

tamannginung ampalaki ri Allahu Taala na nisareang ri minasanna. Takbangka

erok nibuno anakna. Apa salanna anakku na nipakama. “Lekbaki nakanamo

karaenga “Taena salanna, naiajia anak cilaka antu anaknu, teak naturungang,

cilaka, taena tanibunona antu anaknu, la niapai anak karrasaka, anak cilakaya.”

Lekbaki nuerangmi anronna antu Jayalangkara nanakna ri karaenga,

“punna tena nabunoi anakku bajikangngangi passibunoak ka ammantang

bawanjak pakrisik pakmaik, taena parekparekanna sallang takubunona antu

kalengku”. Lekbaki nilanngerek kana kammana anjo ri karaenga, nabattuimi


pikkirang karaenga angkana : “Punna kamma anjo, bajikanngammi nipelak

siagang anronna.” Apaji na nisuro kiokmo paradana mantria siagang tau jaia.

Naklampa bellamo, kira-kira lalangang tallu ngallo tallu banngi. Na nakanamo

paradana mantria : “E, Tuang Puttiri, “Anrinnimako kuboli siagang Jayalangkara I

rawanganna pokok kayulompoa.” Na ammoterekma paradana mantria siagang tau

jaia. Siapa sallona battumi ri pakrasanganga. Tanrusukmi mange ri karaenga

annyomba angkana, “Battumi paradana mantria, ampabattu passuroanna karaenga,

“Lekbaki nakanamo karaenga, “Salamakmintu tassala balaya ri pakrasanganga

siagang ri nakke apapa ia kau ngaseng.

Na mammaliammo pole karaenga mange ri ammakna I Mukakdang.

Lekbaki anjo Jayalangkara siagang ammakna, ammantammi i lalang ri romang

lantanga, nipilari ri paradanamantria. Na niakmo ri nawa-nawanna angkana,

“Anne empoangku majai tau anngassengi anrinni.” Lekbaki naallemi Jayalangkara

na nakalawing naaklampa. Kira-kira lalangang tuju allo tuju banngi. Na anjo leang

batua tamakamakai tangkasakna I lalang siagang lapparakna.

Na makjappamo ri leang rua sipakanakkang. Lekbaki, nakanamo

pakmaikna, “Anrinnimak bajik ammantang. Taenamo kunibuntuluk ri tau ri

pakrasanganna buraknengku. Kodia niak ija ripakmaikna lassuro boyai anakna.

Taenamo kunibuntuluk, ka kupilarimi empoang napelakku paradanamantria.

“Lekbaki nabattuimi poso ammakna Jayalangkara ri pakjappaya. Na padongkokmi

anakna ri tompokna batua. Na manngarruk tommo Jayalangkara, sabak taena

jeknekna susunna ammakna. Na nakanamo ammakna : “E, anakku, lakuapamako

anak, ka tena jeknek susungku ka sampulomi anrua allonna tanapanaungi kanre


battangku, sikamma tommi tanapanaungi jeknek kallongku. Lekbaki,

manngarrukmi seng Jayalangkara.

Niallemi ri ammakna nikalawing. Na mangarruk tommo ammakna. Na

naerammo anakna mange akboya jeknek ri leanga. Lekbak rikullemi ri Allahu

Taala ammuntuluk I lalang ri leanga batu lompo. Naerammi anakna mange ri

tompokna anjo batu lompoa napatinrotinro. Napatarami limanna maknganro ri

Allahu Taala angkana : “O, karaengku, I Kauji karaeg malammorok, I Kauji

karaeng manngamaseang, I Kau tonji anngassengi atan-Nu mapaksrisika.” Na

tikring battumo panngamaseangna Allahu Taala ri atanna sakbaraka nasabak

kamatuanna Jayalangkara, nattimbukburukmo jekneka anjoreng ri sepekna batua.

Na naallemo ammakna Jayalangkara anjo jekneka na nainung. Nassaumo

turerena, na bassorok tommo annginungi anjo jekneka. Iami nakanre, ia tommi

nainung anjo ammakna. Jayalangkara I lalang ri leanga. Na naallemo anakna

napasusu. Mammantang tommi anjoreng ri ampikna batua, jayalangkara siagang

ammakna.

Na salleang pilak lompo-lompo, lairilarimi, carakdekmi akkare-karena.

Salleang assuluk antamami ri leanga akkarekarena. Lekbaki sekre allo nassuluk ri

leanna makkare-karena, na sibuntulukmo anak macang, anak arassasa, naagang

akkare-karena. Kammami anjo panggaukanna allo-allo. Na punna karuemmo

antamami ri ammakna anngerang rappo-rappo kayu. Na punnna barikbasa,

massing battu ngasengi seng. Anak olok-olokaji nakana sangkammanna.

Kammami anjo tunggunna gaukna akkarena siagang macang, arassasa, marrak,

garuda, darek, na jonga.


Cerita Jayalangkara

Inilah yang dimaksud dengan cerita Jayalangkara. Bukan siapa-siapa raja

besar, memakai mahkota besar bersama di bawah perintah Jayalangkara.

Jayalangkara itu orang yang lurus hatinya dan rejeki seperti isi tanah. Ibunya

sekarang di keluarganya. Sudah 40 malam 40 hari saya rasa ibunya meminta

makan dan minum di Allah Taala ia berharao diberikan. Ia kaget anaknya ingin

dibunuh. Apa salah anakku. Raja pun berkata “ tidak ada salahnya, anak celaka itu

anakmu, tidak nurut, celaka, jika anakmu tidak dibunuh, mau di apakan anak yang

keras, anak celaka”.

Setelah itu ibu Jayalangkara berkata ke raja “jika anakku dibunuh lebih

baik aku ikut dibunh karena aku akan tinggal dengan rasa sakit tidak ada apa-

apanya kedepan jika diriku dibunuh”. Setelah didengar apa yang dikatakan, raja
pun berpikir “jika begitu lebih baik dibuang bersama ibunya” dipanggillah

perdana mentri bersama orang banyak. Pergilah kira-kira 3 hari 3 malam. Perdana

mentri berkata “ E, Tuan Putri, di sini saja aku simpan kamu bersama

Jayalangkara di bawah pohon kayu besar” perdana mentri pun pulang bersama

orang banyajk, beberapa hari kemudian sampailah di kampung dan mencari raja

dan berkata “telah datang perdana mentri, datang menyelesaikan suruhan raha”

raja berkata “selamatlah hidup ini dari mara bahaya di saya dan kalian”.

Pulanglah raja dan pergi ke ibu Mukakdang. Setelah itu Jayalangkara

bersama ibunya tinggal di dalam hutan lebat ditinggalkan oleh perdana mentri. Di

dalam hatinya ia berkata “ ini tempat duduk ku sudah banyak yang tau disini”.

Setelah itu di ambillah Jayalangkara dan di bawa pergi. Kira-kira 7 hari 7

malam. Gua batu itu sangat bersih di dalamnya bersama tanahnya. Hatinya pun

berkata “ di sini saja lebih baik untuk tinggal, kita tidak akan bertemu orang yang

ada di kampung suamiku”. Sudah rusak hatinya ia disuruh mencari anaknya.

Tidak bertemu aku meninggalkan tempat dudukku dan dibuang perdana mentri.

Ibu Jayalangkara sesak napas ketika jalan. Anaknya ditidurkan di ujung batu dan

Jayalangkara menangis, karena tidak ada air susu ibunya. Ibunya berkata “

anakku, aku harus bagaimana nak, tidak ada air susuku karena sudah 2 hari belum

ada makanan yang mengisi perutku dan juga belum ada air minum yang turun ke

leherku”. Diambillah Jayalangkara untuk digendong dan ibu Jayalangkara juga

menangis. Di bawalah anaknya untuk mencari air di gua. Setelah itu ia berdoa

kepada Allah Taala di dalam gua batu besar. Anaknya di bawa ke ujung batu besar

itu untuk ditidurkan. Diangkatlah tangannya dan menangis di hadapan Allah dan
berkata ya Allah hanya engkau maha pengasih, hanya kau yang maha pemurah.

Datanglah rasa kasihan Allah Taala dihatinya dengan sabar karena begitulah

Jayalangkara. Airpun jatuh-jatuh di samping batu. Ibunyapun mengambil

Jayalangkara dan air itupun diminum hausnya hilang dan sudah kenyang

meminum air itu. Itulah yang ia makan dan itu juga yang ia minum. Jayakangkara

di dalam gua itu, Jayalangkara bersama ibunya.

Tidak lama kemudian ia sudah besar, sudah bisa lari-lari, pintar bermain-

main. Sudah keluar masuk di gua untuk bermain. Pada suatu hari ia keluar dari

gua untuk bermain-main ia bertemu anak macan dan main bersama. Itulah

kegiatan setiap harinya. Ketika sudah bermain dia masuk ke ibunya membawa

batang-batang kayu. Jika pagi hari ia datang semua. Anak binatang sama

dengannya. Seperti itulah kelakuannya bermain bersama macan. Merak, garuda,

monyet dan rusa.


Dedha na limang batu lame kayu

Ri sekrea pakrasangan niak sitau nikana i dedha anne jama-jamangna i

dedha iyamiantu akboya kayu. Ammantangngi siagang ammakna, andikna na

datokna anne i dedha umuruk tallu taungngi na moterangmo manggena na iya

sabak sakgenna kamma-kamma anne na bali ammakna akboya-boya sollanna na

niak akkulle na kanre allo-allo siagang andik na datokna.

Niakmo simingguang anne tulima turung bosina na anjomi sabak na tena

na lekba assuluk akboya kayu nasabak sarringngi bosia attantua tena kayu akkulle

lani rappung riromanga nasabak basai na turungi jekne bosi.

Anne ammakna i dedha nakana mange ri dedhan “ oh anak anne kucinik

lani kanrea akbiringmi lakbusuk, lame kayu mami niak limang batu anne lagi na

tenamo ni gannak punna na nganre ngasengki” nakana pappualinna i dedha “


passangmi ammak i kattemo na i andik siagang datokku angganre”. Karuengna

kammanjo, niak tau akdede pakkekbukna ballakna i dedha. Sikalinna ni sungke

niak sitau tau towa papalak-palak, sannak basana napakamma bosi.

Nakana anne pun tau toayya “ allo-alloma na tabak bosi. Sannak

dingingku siagang cipuruk tonga. Barang akkullea ni sare kanreta manna

sikekdek?”. Dedha sannak pakrisikna nyawana anciniki anne pun tautoayya

siagaag sannak na kamaseangna ingka na pikkiriki tena todok na jai kanrena.

Sikalinna lekbamo na pikkirik na saremi anne i deha pun tu toayya kanre niaka

lalang ballakna.

Nakana i dedha mange ri ammakna” oo ammak ki sareang saimi anjo

lamea mange ri anjo ntu toayya pantarang sannak ku kamaseangna punna

kuciniki”. Nakanamo ammakna i dedha “ oo iyek nak tayangngi nampa ku pallu

rolong”. Sikalinna tiknok anne lamenna allemi na pattoanang mange ri anne pu

tau toayya, lekbanamo anjo sekre mami na bolik anne tu toayya. Ri waktunna na

lampamo anne pun tau toa appasangmi mange ri dedha angkana “ punna lanu

kanrei anne lamea alle pue lima, nasabak ganna’ jako antu punna nu pue lima”

Aklampannamo anne pu tau toa na pue limami anne i dedha lamengna. Na

anjop lamea ammotereki poeng akjari limang batu lame.

Na punna na puei anne lamea akjari lima ammotereki poeng akjari limang batu

lame, niaknamo anjo karunia kamma ambattui i dedha tenamo na lekba

kacipurrang siagang pole na pakbage-bageangngi anne lamengna mange ri sakri

ballakna siagang pole na bage-bageangngi ri tau tunayya tallasakna.


Na iya pappilajarrang akkulle ni gappa ri anne caritayya iyamiantu teaki

lanrei akbage-bage dallek mange ri paranta rupa tau, nasabak niak antu balasanna

jaiangang pole, siagang niakki empo ri sunggua. Anjo barang-barangta tenaja antu

na minra punna repakki pakbage-bageangngi ri paranta rupa tau anjo sannaka

butuna.

Dedha dan lima batu ubi kayu

Disebuah kampung ada seseorang yang bernama Ddeha. Pekerjaan Ddeha

ialah pergi mencari kayu. Ia tinggal bersama ibunya, adiknya dan kakeknya.

Dedha ini pada saat umur 3 tahun bapaknya sudah meninggal, oleh karena itu

sekarang ini ia rajin membantu ibunya sehingga ia bisa makan setiap hari bersama

adik dan kakeknya.

Sudah seminggu ini hujan turun itulah yang menyebabkan ia tidak keluar

mencari kayu dikarenakan hujan yang deras tentu tidak bisa mengumpulkan kayu

dihutan dikarenakan basah terkena air hujan.

Ibu Dedha berkata ke Dedha “oh anak ini yang aku lihat makanan di

pinggir itu, hanya ubi kayu ini saja sudah tidak cukup jika kita makan semua”
Dedha pun berkata “ biarkan saja ibu, ibu saja dengana dik dan kakek yang

makan”.

Setelah itu, ada seseorang yang mengetuk pintu rumah Dedha. Ketika

dibuka ada seorang tua yang meminta-minta, ia sangat basah disebabkan oleh

hujan. Orang tua itupun berkata “ sudah beberapa hari saya terkena air hujan, aku

sangat dingin dengan sangat lapar. Apakah aku bisa memnita sedikit makanan?”

Dedha sangat sakit melihat orang tua itu dan sangat merasa kasihan ia pun

berfikir ia juga tidak mempunyai banyak makanan. Setelah dipikirkan Dedha pun

memberikan makanan yang ada di dalam rumahnya. Dedhapun berkata ke ibunya

“oo ibu berikan itu ubi kayu kepada orang tua itu yang di depan aku sangat

kasihan melihatnya”. Ibunya pun berkata “oh iya nak tunggu saja aku

memasaknya dulu”.

Ketika masak ubi kayu tersebut iapun membawakan ubi kayu itu ke orang

tua itu. Setelah itu satu yang ia sissikan. Ketika hendak pergi orang tua itu

berpesan ke Dedha “ jika kamu ingin memakan ubi kayu ini belah limalah,

dikarenakan itu cukup jika kamu belah lima”. Orang tua itu sudah pergi dan

Dedha pun membelah lima ubi tersebut akan tetapi ubi tersebut kembali menjadi

ubi kayu utuh.

Jika sudah di belah akan tetapu kembali menjadi utuh, itu adalah karunia

yang datang ke Dedha, ia tidak akan kelaparan dan ia membagikan ubi tersebut ke

samping rumah Dedha dan membagikan kepada orang yang tidak berada.
Pelajaran yang dapat diambil dari cerita ini adalah kita jangan takut

membagikan rejeki kepada orang lain, karena akan ada balasan yang lebih baik

jika kita bersungguh-sungguh. Itu barang tidak akan rusak jika dibagi-bagi ke

orang lain yang sangat membutuhkan.

Tu Dorakayya ri Tautoana

Ri sekrea kampong ammantangi sekrea tukkalabini. Siapa arei sallona

akballak-ballak ri kamponga anjo anggap tommi sitau anak burakne. Ri wattu

anngumuruknamo anakna tuju taung appakarammula tommi napasikola anjo

anakna. Tammaki napannarrusuki sikolana mange ri butta Jawa. Attaung-taungi

assikola sanggenna tammak tommi ri sikola tinggia, akbaine tommi anak karaeng.

Niakmo sekre wattu na nikutaknang ri bainenna angkana, ” Kerei mae ammantang

tau toanu?”Appiwalimi anjo lapong tau angkana, ”Tau toaku mate ngasengmi rua-
rua.”Anne lapong anak tinggi sikalimi pangkakna ri pammarenta kalumanyang

tommi nasabak jaimi barang-barangnna. Niak oto cakdina, niak oto lompona, jai

tongi pole barang-barang maraenna, sanggenna nigallarak tukalumannyanna anjo

kamponga siagang tumalompona anjo kamponga.Na anjo tau toana ia rua nakkuk

tommi nasakring nasabak siapami sallona, attaung-taummi tassicinik anakna,

taena tong nalanngeek kabarakna.

Apaji na niakmo sekre wakttu na nakunjungi mange natoak anakna,

battuang angkana kalauki ri butta Jawa lamangei sicinik anakna. Battuna anjoeng

ri tampak pammantanganna anakna akkutaknangmi ri pambantuna angkana,

”Anrini kutaeng ammantang anjo nikanaya Pak Ahamak?” Nakanamo

pambantuna, ”Iyek anrinni.”Nakana seng tau toana, ”Pauang sai bedeng I lalang

angkana niaki ammatta siangang manggeta erok anngagangkik sicinik.”Apaji

namaemok nipauang. Battue antama nipauang. Nakanamo anjo Pak Ahamak ri

pambantuna, ”Pauangi anjo taua I pantarak angkana tenamo nakke manggeku tena

tommo ammakku, sallo ngasemmi matena.”Jari, assulukmi nipauang, nakana,

”Lekbakmi kupauang, mingka nakana anjo Pak Ahamak sallomi matena ammakna

kammaya tompa pole manggena.” Nakana seng anjo lapong tau toa, ”Manna mo

anjo nakamma mamo, sungkemi pakkekbuknu nakusicinik rolo.”Antamai seng

nipauang angkana, ”Erok duduki naagang sicinik anjo tau toana I

pantarak.”Nakanamo ri pambantuna angkana, “Tena, tena naparallu antama mae,

nasabak taenamo nakke manggeku taenamo ammakku.”

Sanggena pinruang pintallungi nisuro aklampa anjo tau toaya. Na anjo

lapong tau toa ammantang tonjia i pantaranna anjo pakkekbuk ballakna na


napiondangi konkong lompona anjo pajaga kamponna anngarruk ia rua. Anjo Pak

Ahamak sirik-siriki kutaeng ri bainenna nasabak lekbak napaui angkana taenamo

manggena. Apaji na nalappassammo konkong lompona anjo pajaga kamponga na

konkong, lokok-lokokmi ia rua, sanggenna sallang mate ngaseng.

Ri bokoanganna anjo pakbakasakna Allahu Taala ri ia, battuang ri anjo

anakna pilak allo pilak allo pilak naung tommi pakbarang-barangna, garring-

garring tommi, nipanaung tommi pole pangkakna ri pammarenta nasabak

malanggarakna paraatorang. Nasabak taenanmo pakbarang-baranna, ri tuli

garrinna, apaji nakburaknemo pole bainenna, battuang kana nipelaki ri bainenna.

Kammami anjo pakbalasakna karaenga Allahu Taala ri tau dorakaya ri tau taona

Durhaka Kepada Kedua Orang Tua

Disebuah kampung tinggallah satu pasangan suami istri. Sudah beberapa

hari ia tinggal di kampung itu dan mempunyai satu anak laki-laki. Pada saat

anaknya berumur 7 tahun ia sudah mulai sekolah. Setelah tamat ia meneruskan

sekolahnya ke tanah Jawa. Sudah bertahun-tahun sekolah sampai tamat di

perguruan tinggi, iapun mempunyai istri seorang anak raden. Pada suatu hari

istrinya berkata “ di mana orang tuamu tinggal?” iapun menjawab “orang tuaku
dua-duanya sudah meninggal”. Ini anak pangkatnya sudah tinggi ri peemrintah

dan mempunyai barang-barang bagus. Kedua orang tuanya pun sangat rindu,

dikarenakan sudah beberapa hari, bertahun-tahun tidak melihat anaknya dan tidak

mendengar kabar anaknya.

Pada suatu hari ia berkunjung ke anaknya, pergi ke kota untuk melihat

anaknya. Sesampai di sana di tempat tinggal anaka ia bertanya kepada pembantu

berkata “ saya rasa di sini ia tinggal yang bernama pak Ahmak?” pembantu

berkata “iya di sini”. Orang tuanya berkata “bilang pada dia ada ibunya dan

bapaknya ingin bertemu”. Setelah datang memberitahukan pembantu berkata ke

orang tuanya bahwa pak Ahmak berkata “ kamu bilang ke orang tua itu yang di

depan bahwa saya sudah tidak punya ayah dan sudah tidak punya ibu, mereka

sudah lama meninggal”. Ia pun keluar berkata “ aku sudah memebritahukan

bahwa pak Ahmak bapaknya dan ibunya sudah lama meninggal” orang tua itupun

berkata “ biar begitu, buka saja pintumu baru kita bertemu”, iapun masuk

memberitahukan “orang tua itu yang di depan ingin bertemu”. “mereka tidak

berhak masuk, dikarenakan saya sudah tidak punya ayah dan ibu”.

Sudah 2 atau 3 kali orang tua itu disuruh untuk pergi. Akan tetapi orang

tua itu tetap di depan pintu dan mereka disiapkan anjing besar penjaga kampung

tersebut. Pak Ahmak malu terhadap istrinya karena ia sudah berkata bahwa sudah

tidak mempunyai ayah dan ibu.

Dilepaskan lah anjing besar itu penjaga kampung. Kuasa Allah Taala,

anaknya diberikan pada suatu hari barang-barangnya berkurang, sakit-sakitan,dan


pangkatnya turun di pemerintah dikarenakan melanggar peraturan. Dikarenakan

barang-barangnya sudah tidak ada, sering sakit, dan istrinya di ambil. Begitulah

balasan Allah Taala orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya.
Korpus Data

(1) Niak sekre allo, riwattunna I Fintu mange akboya-boya kanre-kanreang,

assibuntuluk I Tuvi

“Oe, Fintu!! Kanre-kanreangku anne!, mae tong mako akboya kanre-

kanreang maraeng!"

(Pada suatu hari, waktu Fintu pergi mencari makanan, Ia bertemu dengan

Tuvi “ Oe, Fintu!! Ini kue milikku!, kamu pergi cari kue lain saja!)

(2) Ingka tena nisanna-sannai. Nakana Tuvi “Ah, pangaukkang cakdi ji anne!

Cinikmi sallang nanapareka gauk-gaukang lompoanggang na anne!”

“Tuvi, teako pakammai anjo!” nakana kaluara.

(Secara tiba-tiba, Tuvi berkata “ Ah, ini adalah pekerjan yang kecil!

Lihatlah nanti aku akan buat perbuatan besar dari pada ini!”.Tuvi, Kamu

jangan begitu! Kata kaluara).

(3) “Keknang apa numinasai kuerang battu ri lampaku?” mabali kanami

ruaya anak awona naminasai angkanayya “erokki nierangnga bulaeng

siagang paramata, namingka I Basse Awu tangke kayuji naminasai.”

(“Saudara apa yang kau harapkan kedatanganku pada saat aku pergi”

anaknya berkata “ingin membawakan emas dengan permata, akan tetapi I

Basse Awu hanya kayu yang inginkan).

(4) “E, Tuang puttri, anrrinnimako kuboli siagang Jayalangkara I

rawanganna pokok kayu lompoa”


(E, Tuang putri, kamu disini saja aku simpan bersama Jayalangkara di

bawah pohon kayu besar)

(5) “Salamakmintu tassala balaya ri pakrasangnga siagang ri nakke apapa I

kau ngaseng”. Na mammaliammo pole karaenga mange ri ammakna I

Mukakdang.”

( Selamatlah hidupmu sampai di kampung bersama kalian semua dan raja

itu pergi dari ibunya Mukakdang)

(6) Nakana anne tau toayya “allo-alloma na tabak bosi. Sannak dingingku

siagang cipuru tonga. Barang akkulea nisare kanreta manna sikekdek”.

Dedha sannak pakrisi nyawana anciniki anne tautoayya”

(Orang tua itupun berkata “sudah beberapa hari saya terkena air hujan,

aku sangat dingin dengan sangat lapar. Apakah aku bisa meminta sedikit

makananmu?. Dedha sangat sakit melihat orang tua itu)

(7) Battuna anjoeng ri tampak pammantanganna anakna akkutaknangmi ri


pambantu angkana “ Anrinni kutaeng ammangtang anjo nikanaya Pak

Ahmak?”

(Setelah datang dari situ tempat tinggalnya anaknya bertanyalah dia di

pembantu “saya rasa disini lah ia tinggal yang Bernama Pak Ahmak?”).

(8) Niakmo sekre wattu, anjo manggena eroki aklampa mange ri borik

maraeng, namakkutaknammo mangena ri sikontu anakna angkanayya,

“Keknang, apa numinasai kuerang battu ri lampaku?


(“Saudara apa yang kau harapkan kedatanganku pada saat aku pergi”

anaknya berkata “ingin membawakan mutiara dengan permata, akan

tetapi I Basse Awu hanya kayu yang inginkan).

(9) Lekbaki naallemi Jayalangkara na nakalawing naaklampa. Kira-kira

lalangang tuju allo tuju banngi. Na anjo leang batua tamakamakai

tangkasakna I lalang siagang lapparakna. Na makjappamo ri leang rua

sipakanakkang. Lekbaki, nakanamo pakmaikna, “Anrinnimi bajik

ammantang, taenamo kusibuntuluk ri tau ri pakrasanganna buraknengku”

(Setelah itu diambil lah Jayalangkara na gendong lah pergi. Kira-kira

tujuh hari tujuh malam dan itu gua sangat bersih dan di dalam rata dan

jalan di gua berdua keluarga “lebih baik disini saja kita tinggal, aku tidak

akan bertemu orang yang ada di kampung suamiku)

(10) Nakana i dedha mange ri ammakna” oo ammak ki sareang saimi anjo

lamea mange ri anjo ntu toayya pantarang sannak ku kamaseangna punna

kuciniki”. Nakanamo ammakna i dedha “ oo iyek nak tayangngi nampa ku

pallu rolong”

( Dedha pergi ke ibunya dan berkata “oo ibu berikan saja itu ubi pada

orang tua itu aku sangat kasihan melihatnya” ibunya berkata ke Dedha

“iya nak tunggu aku masak dulu)

(11) Battuna anjoeng ri tampak pammantanganna anakna akkutaknangmi ri

pambantuna angkana, ”Anrini kutaeng ammantang anjo nikanaya Pak

Ahamak?” Nakanamo pambantuna, ”Iyek anrinni.”Nakana seng tau


toana, ”Pauang sai bedeng I lalang angkana niaki ammatta siangang

manggeta erok anngagangkik sicinik

( Datang dari sana di tempat tinggal anaknya dan bertanya di pembantu “

saya rasa di sini ku rasa tinggal itu yang bernama Pak Ahmak?” pembantu

pun berkata “iya di sini”. Orang tua itu berkata “bilang padanya yang di

dalam bahwa ada ibu dan ayahnya yang ingin bertemu)

(12) Siapa sallona battumi ri pakrasanganga. Tanrusukmi mange ri karaenga

annyomba angkana, “Battumi paradana mantria, ampabattu passuroanna

karaenga, “Lekbaki nakanamo karaenga, “Salamakmintu tassala balaya

ri pakrasanganga siagang ri nakke apapa ia kau ngaseng.

( Sudah berapa hari datanglah Ia di kampung dan terus pergi ke Raja dan

berkata “ Perdana mentri sudah datang, membawa suruhan dari raja”.

Sudah itu raja berkata “selamatlah kau masih hidup sampai di kampung

ini bersama saya dan kalian semua”)

(13) Ammukona, rilanggere ngaseng olok-olok ka ammarruk. " Nassami jaina

kanre-kanreang anjing! Akkulleak angganre akgengku bassorok! "

nakana Catya anak meongga. "akkulleak angganre liserek toh? Kau olok-

olok ka lussaki ka tala Kukanre jako! " nakanna lapong jangang. I Fintu

takmuriji na langgerek kananna agang-agang na.

( Besoknya, semua binatang didengar berteriak. “jelas banyak makanan

kong-kong! Aku bisa makan sampai aku kenyang” kata Catya anak

kucing. “ aku bisa makan sampai aku kenyang kan? Kalian binatang
semua jangan gelisah aku tidak akan memakanmu!” kata burung. Fintu

tidak mau mendengar apa yang teman-temanya katakana).

(14) Naniboyami I Basse Awu ri anak karaeng mange risikontuna borikka.

Makkutanaknammi mange ri sikontuna tau tappaka namakkana, “nakke

erokja abbunting siagang baine cocokka bangkenna ri sapatu bulaengnga

anne”.

( dicarilah I Basse Awu di anak karaeng pergi ke suatu tempat. Ia

bertanya ke orang yang percaya “saya ingin menikah dengan perempuan

yang cocok kakinya dengan sepatu kaca ini)

(15) Naerangmi anakna mange ri tompokna anjo batu lompoa

napatinrotinro. Napatarami limanna maknganro ri Allahu Taala

angkana : “I Katteji karaeng manggamaseang, I katte tonji anngassengi

atan-Nu makparisika”

( dibawah lah anaknya ke atas batu besar untuk ditidurkan dan

mengangkat tangan nya dan berdoa “Tuhan kamu yang mengasihi, kamu

juga yang mengetahui sakit hatiku”)

(16) Anne ammakna i dedha nakana mange ri dedha “ oh anak, anne kucinik

lani kanrea akbiringmi lakbusuk, lame kayu mami niak limang batu anne

lagi na tenamo ni gannak punna na nganre ngasengki” nakana

pappualinna i dedha “ passangmi ammak i kattemo na i andik siagang

datokku angganre”.

( ini ibunya Dedha berkata ke Dedha “oh anak, saya lihat ini makanan

sudah hampir habis, sisa 5 ini ubi kayu dan tidak cukup untuk dimakan
bersama” Dedha berkata “biarkan saja ibu, ibu saja dan adek bersama

kakek yang makan)

(17) Nakana seng tau toana, ”Pauang sai bedeng I lalang angkana niaki

ammatta siangang manggeta erok anngagangkik sicinik.”Apaji namaemok

nipauang. Battue antama nipauang tommi manuruk anjo tau toana.

nakanamo anjo Pak Ahamak ri pambantuna, ”Pauangi anjo taua I

pantarak angkana tenamo nakke manggeku tena tommo ammakku, sallo

ngasemmi matena.”

(orang tuanya berkata “bilang padanya yang di dalam ada ibunya dengan

bapaknya ingin bertemu”. Ketika sudah diberitahukan lah kepada ke

orang tua itu bahwa Pak Ahmak berkata “ katakana kepada orang yang

ada di depan bahwa bapakku dan ibuku sudah lama meninggal”)

(18) "akkulleak angganre liserek toh? Kau olok-olok teako ka lussaki ka tala

Kukanre jako! " nakanna lapong jangang. I Fintu takmuriji na langgerek

kananna agang-agang na. Ingka tena nisanna-sannai. Nakana Tuvi "Ah,

pagaukgaukang cakdi ji anne! Cinikmi sallang na parek ka gauk-gaukan

lompoanggang na anne.!"

(saya bisa memakan biji? Binatang jangan gelisah aku tidak akan

memakanmu!” kata ayam. Fintu ketawa kecil mendegar apa yang na

katakan teman-temannya. Jika tidak terduga. Tuvi berkata “ Ah, ini

pekerjaan kecil! Lihatlah nanti aku akan membuat pesta yang besar dari

pada ini!”)
(19) I Basse Awu niak todong minasana erok aklampa mange ri gaukka,

namingka nakana anrong awona, “kau sannak rakmasaknu, taena baju na

sapatu bajiknu, naerok tongko amminawang?.” Naribokoanna

makkanami anrong awona, eroka kutumpangngi simangkok canggoreng

antama ri tangkua, kullejako lampa ri paggaukkangnga, punna nukulleji

nupaknassa sikamma ri memanna anjo canggorengnga”. Appalaktulummi

I Basse Awu mange ri jangang-jangangnga.

(I Basse Awu ingin pergi ke acara, akan tetapi ibu tirinya berkata “kamu

sangat jelek, tidak mempunyai baju dan sepatu yang bagus, tapi kamu

ingin ikut?”. Di belakang ibu tirinya ingin menumpahkan semangkok

kacang ke dalam penggorengang “kamu bisa pergi, jika kamu akan

membawa kacang pulang)

(20) “Salamakmintu tassala balaya ri pakrasanganga siagang ri nakke apapa

ia kau ngaseng. Na mammaliammo pole karaenga mange ri ammakna I

Mukakdang. Lekbaki anjo Jayalangkara siagang ammakna, ammantammi

i lalang ri romang lantanga, nipilari ri paradanamantria. Na niakmo ri

nawa-nawanna angkana, “Anne empoangku majai tau anngassengi

anrinni.” Anne empoangku majai tau anngassengi anrinni”

(selamatlah kampung dari mara bahaya di saya dan di kalian semua dan

pulanglah raja ke ibu Mukakdang. Setelah itu Jayalangkara bersama

ibunya, tinggal di dalam hutan dan lari dari perdana mentri. Di dalam

hatinya berkata “ini tempat duduk banyak yang tau di sini “)


(21) ”Anrini kutaeng ammantang anjo nikanaya Pak Ahamak?” Nakanamo

pambantuna, ”Iyek anrinni.”

(disini lah dia tinggal itu yang bernama Pak Ahamak? Pembantunya

berkata “ iya di sini”)

(22) “E, Anakku, lakuapamako anak, ka tena jeknek susungku ka sampulomi

anrua allonna tanapanaungi kanre battangku, sikamma tommi

tanapanaungi jeknek kallongku”

(E, anakku, aku harus bagaimana anak, air susuku sudah tidak ada sudah

12 hari tidak ada makanan yang mengisi perutku, sama dengan air minum

yang turun dileherku)

(23) Anne ammakna i dedha nakana mange ri dedhan “ oh anak anne kucinik

lani kanrea akbiringmi lakbusuk, lame kayu mami niak limang batu anne

lagi na tenamo ni gannak punna na nganre ngasengki” nakana

pappualinna i dedha “ passangmi ammak i kattemo na i andik siagang

datokku angganre”.

( ini ibu Dedha berkata ke Dedha “ oh ini anak yang aku lihat dan sudah

sedikit, hanya lima biji ubi kayu yang bisa ia makan, hanya lima biji ubi

kayu dan sudah tidak cukup jika kita makan bersama” Dedhapun berkata

“ biarkan saja ibu, ibu saja yang makan bersama adik dan kakekku)

(24) Nakana seng tau toana, ”Pauang sai bedeng I lalang angkana niaki

ammatta siangang manggeta erok anngagangkik sicinik.”Apaji namaemok

nipauang. Battue antama nipauang tommi manuruk anjo tau toana.

nakanamo anjo Pak Ahamak ri pambantuna, ”Pauangi anjo taua I


pantarak angkana tenamo nakke manggeku tena tommo ammakku, sallo

ngasemmi matena.”

(orang tuanya berkata “bilang padanya yang di dalam ada ibunya dengan

bapaknya ingin bertemu”. Ketika sudah diberitahukan lah kepada ke

orang tua itu bahwa Pak Ahmak berkata “ katakana kepada orang yang

ada di depan bahwa bapakku dan ibuku sudah lama meninggal”)

Anda mungkin juga menyukai