SKRIPSI
Oleh:
MARINA
NIM: 511200165
SKRIPSI
Oleh:
MARINA
NIM: 511200165
SKRIPSI
Oleh
MARINA
NIM: 511200165
SKRIPSI
Oleh
MARINA
NIM: 511200165
Menyetujui,
Disahkan,
Dekan Fakultas
Pendidikan Bahasa dan Seni
IKIP PGRI Pontianak
Tanggal Lulus:
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini dengan judul:
“Varian Fonologi Bahasa Melayu Dialek Sambas Antara Desa Segarau Dan Desa
Tebas Sungai Kecamatan Tebas” beserta isinya adalah benar-benar karya saya
sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara
yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan.
Atas pernyataan ini saya siap menanggung resiko / sanksi yang dijatuhkan kepada
saya apabila kemudian hari ditemukan ada pelanggaran terhadap etika keilmuan
dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
MARINA
NIM: 511200165
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti sampaikan pada Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah yang telah di limpahkan-Nya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan desain ini yang berjudul” Varian Fonologi Bahasa Melayu Dialek
Sambas Antara Desa Segarau dan Desa Tebas Sungai Kecamatan Tebas (Kajian
Sosiolinguistik)”. Penyusunan rencana penelitian ini merupakan syarat untuk
menempuh ujian skripsi pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia. Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, Institut Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Persatuan Guru Republik Indonesia Pontianak.
Selama proses penyusunan rencana penelitian ini, penulis banyak
mendapatkan bimbingan, masukan serta motivasi baik secara langsung maupun
tidak langsung. Untuk itu, selayaknya penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada :
1. Dr. Elva Sulastriana, M.Pd., selaku dosen pembimbing pertama yang telah
banyak memberikan masukan dan petunjuk kepada penulis.
2. Al Ashadi Alimin, M.Pd., selaku dosen pembimbing kedua yang telah banyak
memberikan bimbingan, saran dan dukungan berkenaan dengan penulisan
rencana penelitian.
3. Prof. Dr. H. Samion H. AR, M.Pd, selaku Rektor IKIPPGRI Pontianak yang telah
memberikan motivasi selama perkuliahan.
4. Drs. H. Zuldafrial, M.Si., selaku Dekan Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni
IKIP-PGRI Pontianak yang telah memberikan kesempatan dan peluang penulis
untuk menimba ilmu.
5. Mai Yuliastri Simarmata, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia yang banyak membantu, membimbing dan membagikan
ilmu di bangku perkuliahan.
6. Muhammad Thamimi, M.Pd., selaku sekretaris Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia sekaligus dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan petunjuk dalam proses pengajuan judul penelitian.
i
Proses penulisan rencana penelitian ini memerlukan kerja keras dan
menggunakan waktu yang cukup lama dalam menyelesaikannya. Namun
demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan
yang dimiliki sehingga rencana penelitian ini dapat diselesaikan. Kesempurnaan
peulisan di masa yang akan datang, kritik dan saran yang sifatnya membangun
sangatlah diharapkan. Penulis berharap semoga rencana penelitian ini bermanfaat
bagi kita khusunya demi kemajuan dalam dunia pendidikan.
Penulis
ii
ABSTRAK
Judul : Varian Fonologi Bahasa Melayu Dialek Sambas Antara Desa Segarau Dan
Desa Tebas Sungai Kecamatan Tebas (Kajian Sosiolinguistik)
Nama : Marina
NIM : 511200165
Prodi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Perbedaan yang ada dalam sutu bahasa dapat diketahui dengan jelas jika dilakukan
pengkajian secara dialektologi. Pengenelitian ini dilakukan dengan tujuan: 1)
menganalisis varian fonologi bahasa Melayu dialek Sambas antara desa Segarau
dengan desa Tebas Sungai, kecamatan Tebas, 2) Untuk mengetahui perbedaan
fonologi bahasa Melayu dialek desa Segarau dengan bahasa Melayu dialek desa
Tebas Sungai, 3) Untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya
varian fonologi bahasa Melayu dialek desa Segarau dengan bahasa Melayu dialek
desa Tebas Sungai. Untuk mencapai tujuan tersebut dalam penelitian ini digunakan
metode deskriptif dengan bentuk kualitatif melalui teknik observasi langsung dan
komunikasi langsung. Adapun alat pengumpulan data yang digunakan peniliti yaitu
berupa pedoman observasi dan pedoman wawancara. Untuk mendapatkan data
yang valid dalam penelitian ini digunakan teknik yang direkomendasikan Guba dan
Lincoln (1985); Creswell (1998:202); dan Nasution (2003:115), yaitu triangulasi
sumber data dan metode, yang meliputi pengecekan keabsahan data dengan
memanfaatkan berbagai sumber sebagai bahan perbandingan. Dan untuk menguji
keabsahan data dalam penelitian ini digunakan empat kriteria dasar yang digunakan
untuk menguji keabsahan data kulaitatif yaitu: kredebilitas, transferabilitas,
dependabilitas, dan konfirmabilitas. Berdasarkan hasil dari analisis data ditemukan
varian fonologi yang terdapat pada fonem pada bahasa Melayu dialek Sambas
antara desa Segarau dengan desa Tebas Sungai, yaitu pada bahasa Melayu dialek
desa Segarau fonem vokal [a] berubah menjadi [o]. Adapun faktor yang
menyebabkan terjadinya varian tersebut yaitu antara lain disebabkan oleh faktor
penuturnya sendiri yang meliputi dialek (sekelompok penutur, berjumlah relatif,
dan berada pada suatu tempat) dan kronolek atau dialek temporal (variasi bahasa
yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu.
iii
RINGKASAN SKRIPSI
iv
yang kita ketahui bahasa yang selalu berubah-ubah dan berkembang. Oleh karena
itu penelitian bahasa daerah perlu dilakukan. Penelitian bahasa ini dapat bermanfaat
bagi peneliti lain untuk melengkapi hal-hal yang berhubungan dengan kebahasaan
salah satunya di bidang fonologi. Hasil penelitian ini dapat memperkaya kosa kata
bahasa daerah bahkan dapat juga menambah kosa kata bahasa Indonesia, sehingga
penelitian ini dapat menjadi pengembangan bahasa daerah dan Indonesia, 2)
mengingat masih jarang penelitian yang dilakukan untuk mengkaji bahasa pada
masyarakat di Kabupaten Sambas, untuk itu perlu dilakukan penelitian lanjutan.
Pengkajian lebih lanjut baik dengan fokus yang sama maupun dengan fokus yang
berbeda. Peneliti mengemukakan saran bahwa penelitian ini diharapkan dapat
menjadi bahan masalah dan bahan pembanding bagi peneliti berikutnya untuk
mlanjutkan penelitian bahasa Melayu dialek Sambas pada kajian yang lain, seperti
morfologi, sintaksis, maupun simantik. Untuk dapat menginventarisasikan dialek-
dialek bahasa Melayu Sambas diharapkan perhatian dari calon linguis untuk
melakukan penelitian yang lebih lanjut.
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
ABSTRAK iii
RINGKASAN SKRIPSI iv
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR LAMPIRAN x
DAFTAR LAMBANG xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Fokus dan Sub Fokus Penelitian 6
C. Tujuan Penelitian 6
D. Manfaat Penelitian 7
E. Ruang Lingkup Penelitian 8
BAB II VARIAN FONOLOGI BAHASA MELAYU DIALEK
SAMBAS ANTARA DESA SEGARAU DAN DESA TEBAS
SUNGAI KECAMATAN TEBAS (Kajian Sosiolinguistik)
A. Hakikat Bahasa 10
B. Fungsi Bahasa 11
C. Hakikat Bahasa Dialek Melayu Sambas 12
1. Bahasa Melayu Dialek Sambas Desa Segarau (BMDSDS) 14
2. Bahasa Melayu Dialek Sambas Desa Tebas Sungai
(BMDSTS) 14
D. Fonologi 14
1. Fonetik 15
2. Fonemik 34
E. Varian 42
1. Hakikat Varian (Variasi Bahasa) 42
2. Faktor Penyebab Terjadinya Varian 43
F. Sosiolinguistik 48
vi
BAB III METODELOGI PENELITIAN
A. Metode dan Bentuk Penelitian 50
B. Tempat dan Waktu Penelitian 52
C. Data dan Sumber Data 54
D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data 56
E. Pemeriksaan Keabsahan Data 58
F. Prosedur Analisis Data 62
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum 65
B. Temuan Penelitian 68
1. Sistem Fonologi BMDS (Bahasa Melayu Dialek Sambas) 68
2. Varian Fonologi Antara Desa Segarau Dan Desa
Tebas Sungai 71
C. Pembahasan 72
1. Varian Fonologi Bahasa Melayu Dialek Sambas 72
2. Varian Fonologi Bahasa Melayu Dialek Sambas antara Desa
Segarau dengan Tebas Sungai 72
3. Faktor Varian Fonologi Bahasa Melayu Dialek Sambas
antara Desa Segarau dengan Desa Tebas Sungai 73
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 77
B. Saran 78
DAFTAR PUSTAKA xii
vii
DAFTAR TABEL
viii
Tabel 2.21 Konsonan m ................................................................................... 29
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I 80
Lampiran II 81
Lampiran III 82
Lampiran IV 83
Lampiran V 85
x
DAFTAR LAMBANG
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia mempunyai banyak sekali suku, ras, maupun bahasa
dengan dialek yang beragam.Ada suku Madura, Dayak, Melayu, Jawa, Bugis
dan banyak suku lainnya dengan dialeknya masing-masing hingga dengan
mudah dikenali atau pun menjadi ciri bahasa yang terbentang dari Sabang
sampai Maroke.
Manusia adalah makhluk yang mempunyai akal dan pikiran, serta
mempunyai kemampuan dan pengetahuan dari makhluk yang lainnya.Manusia
juga dapat dikatakan sebagai makhluk sosial yang saling berinteraksi antara
individu lainnya dengan menggunakan sebuah alat komunikasi yaitu bahasa.
Adapun cara mengetahui bahasa dapat dilakukan dengan cara mendengar,
melihat, merasa dan sebagainya, yang merupakan bagian alat indra manusia.
Manusia yang didasarkan secara indrawi dikategorikan sebagai pengetahuan
empiris, artinya pengetahuan yang bersumber dari pengalaman. Pengetahuan ini
mengarah pada penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari.
Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan sehari-hari oleh
masyarakat baik masyarakat kota maupun masyarakat pedesaan, sehingga
menimbulkan variasi berbeda yang disebabkan beberapa faktor, yaitu
disebabkan oleh pendidikan, letak geografis dan pergaulan. Rohmadi
menjelaskan bahasa adalah alat komunikasi dalam kehidupan manusia (2012 :
9). Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan.Melalui
bahasa, setiap manusia melakukan komunikasi dengan sesamanya.Selain itu,
melalui media bahasa seseorang juga dapat menuangkan ide dan gagasan
terhadap masalah yang timbul dalam berbagai segi kehidupan.Pendekatan
bahasa sebagai bahasa ini juga sejalan dengan sifat atau ciri hakiki bahasa,
antara lain adalah (1) bahasa itu adalah sebuah sistem, (2) bahasa itu berwujud
lambang, (3) bahasa itu berupa bunyi, (4) bersifat arbitrer, (5) bermakna, (6)
1
2
bersifat konvensional, (7) unik, (8) bersifat universal, (9) produktif, (10)
bervariasi, (11) dinamis, (12) sebagai alat interaksi sosial, (13) merupakan
identitas penuturnya (Ngalimun & Noor Alfulaila, 2004 : 81).
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa bahasa
merupakan suatu alat komunikasi masyarakat yang bersifat arbitrer dan
mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran). Aktivitas manusia tidak
dapat berlangsung tanpa adanya bahasa. Pada era sekarang ini, semakin tinggi
peradaban manusia maka semakin tinggi pula intensitas penggunaan bahasa
yang didukung dengan kemajuan teknologi.
Di dalam bahasa sehari-hari yang kita gunakan, terdapat ilmu yang
mengkaji mengenai bahasa secara saintifik, yaitu linguistik.Linguistik adalah
ilmu tentang bahasa, penyelidikan bahasa secara alamiah (Kridalaksana, 2008 :
144). Yaitu ilmu yang mengkaji dan menganalisis satu-satu bahasa tertentu
secara empirikal dan objektif, yaitu mengkaji bahasa itu seperti yang benar-
benar wujud tanpa dipengaruhi oleh agakan-agakan, ramalan, sentimen atau
filsafah.Objek utama kajian utama linguistik adalah bahasa lisan, yaitu bahasa
dalam bentuk ujar.Fonetik dan fonologi berada dibawah cabang dan bidang
linguistik deskriptif. Linguistik deskriptif menguraikan bagaimana bunyi-bunyi
bahasa itu dituturkan dan bagaimana sistem bahasa itu digunakan dalam bidang
fonologi, morfologi, sintaksis dan segala aspek yang terdapat dalam bahasa,
termasuk didalamnya bahasa Melayu dialek Sambas (selanjutnya disingkat
BMDS).
BMDS merupakan satu diantara bahasa Melayu yang ada di Provinsi
Kalimantan Barat. BMDS pada umunya digunakan oleh masyarakat yang
tinggal di Kabupaten Sambas. Seperti bahasa daerah lainnya, BMDS juga
berfungsi sebagai alat komunikasi antar keluarga dan masyarakat serta
pengungkapan pikiran dan kehendak penuturnya. Selain fungsi tersebut, BMDS
juga berfungsi sebagai identitas masyarakat Sambas dan lambang kebanggan
masyarakat Sambas. Mengingat pentingnya kedudukan bahasa daerah dalam
membina dan mengembangkan kebudayaan , maka bahasa daerah perlu dibina
dan dilestarikan. Meski Kabupaten Sambas dominan masyarakatnya
3
Sambas yang digunakan oleh masyarakat Desa Segarau Parit dan Desa Tebas
Sungai Kecamatan Tebas Kabupaten Sambas.
Penelitian ini dilakukan di Desa Segarau Parit dan Desa Tebas Sungai,
Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas. Tebas adalah sebuah kecamatan di
Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, Indonesia. Terletak diantara 059º
Lintang Utara, 117º Lintang Selatan, 10903º Bujur Timur dan 10925º Bujur
Timur. Terkenal dengan hasil bumi tanaman jeruk yang pernah terkenal dengan
jeruk Pontianak.Sebagian besar pekerjaan masyarakat Kecamatan Tebas adalah
petani, selebihnya pedagang, buruh, nelayan dan pegawai. Kecamatan Tebas
terbentuk pada tahun 1956 pada awalnya meiliki luas wilayah ± 624,24 Km²
dengan membawahi 30 Desa. Sejalan dengan perkembangan, yaitu dengan
dikeluarkannya Peraturan Daerah Kabupaten Sambas Nomor 2 Tahun 2002
tentang pembentukan Kecamatan Tekarang, maka luas wilayah Kecamatan
Tebas berkurang menjadi 391,14 Km² dengan jumlah desa menjadi 23 Desa,
yaitu Desa Tebas Kuala, Desa Tebas Sungai, Desa Sempalai, Desa Bekut, Desa
Sejiram, Desa Makrampai, Desa Dungun Perapakan, Desa Mekar Sekuntum,
Desa Mensere, Desa Sungai Kelambu, Desa Serindang, Desa Matang Labong,
Desa Serumpun Buluh, Desa Pusaka, Desa Maktangguk, Desa Pangkalan
Kongsi, Desa Batu Mak Jage, Desa Bukit Segoler, Desa Segedong, Desa
Seberkat, Desa Segarau Parit, desa Maribas dan Desa Seret Ayon. Kecamatan
Tebas memiliki batas wilayah utara berbatasan dengan Kecamatan Sebawi,
sedangkan batas wilayah selatan berbatasan degan Kecamatan Semparuk, bata
wilayah timur berbatasan dengan Kabupaten Bengkayang dan terakhir
perbatasan wilayah sebelah barat yaitu berbatasan langsung dengan kecamatan
Tekarang.
Desa Segarau Parit dan Desa Tebas Sungai adalah desa yang terletak di
Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas. Dengan memiliki luas masing-masing
yaitu Desa Segarau Parit dengan luas desa 1774,50 Ha. Sedangkan Desa Tebas
Sngai memiliki luas 20,30 km² (5,13% dari wilayah Kecamatan Tebas) dan
merupakaan desa terluas ke-5 di Kecamtan Tebas setelah Desa Maribas, Desa
Seret Ayon, Desa Seberkat dan Desa Batu Mak Jage. Desa Segarau Parit
5
terletak memisah dari desa-desa lainnya yang ada di Kecamatan Tebas, yaitu di
pisahkan oleh bentangan Sungai Sambas yang sangat luas, dengan anak sungai
yang mengalir dari Desa Tebas Sungai menuju Desa Segarau Parit.
Penelitian tentang fonologi pernah dilakukan oleh mahasiswa IKIP
sebelumnya yaitu Fitrianus Anton dan Ninis Ariska.Fitrianus Anton meneliti
fonologi dengan judul “Fonologi Bahasa Dayak Salako Kecamatan Tebas
Kabupaten Sambas (2014)”, sedangkan Ninis Ariska meneliti fonologi dengan
judul “Fonologi Bahasa Dayak Kanaytn (AHE) Di Desa Lingga Kecamatan
Sungai Ambawang Kabupaten Kubu Raya (20014)”.
Penelitian tentang bahasa melayu dialek Sambas juga pernah di teliti
oleh mahasiswa IKIP yaitu oleh Arik Arianto dan Yuniarti. Penelitian Arik
Arianto dengan judul “ Idiom Bahasa Melayu Dialek Sambas Desa Tekarang
Kecamatan Tekarang Kabupaten Sambas (2014)”, sedangkan Yuniarti meneliti
dengan judul penelitian “Tindak Tutur Bahasa Melayu Dialek Sambas Di
Kabupaten Sambas (Kajian Sosiopragmatik) (2014)”.
Berdasarkan beberapa penelitian diatas, varian fonologi dalan BMDS
masih perlu dikaji mengingat varian fonologi dalam BMDS memiliki perbedaan
dengan penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya.Varian bahasa
Melayu di Kalimantan Barat telah lama disadari, khususnya di Kabupaten
Sambas, Kecamatan Tebas.Hampir setiap desa mempunyai ciri atau ragam
bahasa Melayu yang berberda dan dengan mudah dikenali ketika pertama
mendengar seseorang berbicara. BMDS yang penulis jadikan sebagai objek
penelitian ini, yaitu untuk mengetahui perbedaan tuturan bahasa Melayu
Sambas khususnya di Desa Segarau Parit dan Desa Tebas Sungai yang
digunakan oleh penutur atau pengguna bahasa Melayu Sambas. Oleh karena itu,
dilakukan pengamatan dan penelitian yang harus dilakukan untuk mengetahui
apa saja permasalahan yang terjadi dalam proses analisis fonologi baik dari segi
fonetik dan fonemiknya.
BMDS atau tuturan yang dianalisis dari segi fonetik dan fonemiknya,
dari pengguna bahasa Melayu terebut sehingga dikelola dalam sebuah tulisan
karya ilmiah, dan diperkuat dengan penetapan pada Undang-Undang Republik
6
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan sub-sub masalah diatas, maka tujuan umum dalam
penelitian ini adalah “Varian fonologi bahasa melayu dialek Sambas, Desa
Segarau dengan Desa Tebas Sungai, Kecamatan Tebas”. Secara khusus
penelitian ini adalah sebagai berikut :
7
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara
teoretis maupun secara praktis. Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil
penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoretis dari penelitian ini adalah diharapkan dapat
memberikan sumbangan pikiran dalam bidang kebahasaan, khususnya
dalam bidang ilmu fonologi.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan penjelasan
kepada masyarakat, baik Desa Segarau maupun Desa Tebas Sungai
mengenai fonologi khususnya bagian fonemik dalam bahasa melayu
yang sering digunakan setiap hari, agar kedepannya mereka bisa
melakukan pemakaian fonologi pada bagian fonemik di saat yang tepat.
b. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi peneliti, yaitu :
1) Dapat memberikan pengalaman dan wawasan bahwa dalam proses
interaksi atau berkomunikasi dengan masyarakat dalam forum
resmi lebih dominan menggunakan bahasa Indonesia, dan bahasa
daerah digunakan sebagai bahasa sehari-hari saja saat berinteraksi
dengan sesama.
2) Sebagai sarana pengembangan diri sehingga peneliti dapat
menemukan hal-hal baru dalam ilmu kajian linguistik.
8
c. Bagi Pendidikan
Implementasi bagi pendidikan, hasil penelitian ini dapat
memberikan kontribusi dalam pembelajaran bahasa Indonesia di
sekolah. Fonologi ini dapat dijadikan penunjang dalam pembelajaran
bahasa indonesia di sekolah baik untuk pengajar maupun pelajar.
Pembelajaran mengenai fonologi ini dapat ditemukan dalam
pembelajaran SMP (Sekolah Menengah Pertama).
dari fonologi yaitu ilmu yang mengkaji tentang bunyi bahasa, fonetik yaitu
pengkajian yang menitikberatkan pada ekspresi bahasa dan bunyi yang
dihasilkan penutur bukan maknanya, dan terakhir fonemik yaitu kajian
bunyi-bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsinya sebagai pembeda
makna (kata).
2. Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini berfungsi mempertegas
variabel penelitian yang menjadi gejala-gejala yang diungkapkan dalam
penelitian. Oemar Hamalik, (1990 : 242) mengatakan bahwa “Definisi
operasional adalah penjelasan mengenai istilah dan kata kunci yang terdapat
dalam penelitian”. Adapun cara agar tidak salah persepsi dan menyamakan
penafsiran terhadap beberapa istilah yang peneliti gunakan dalam penelitian
adalah :
a. Varian
Menurut kamus pelajar lanjutan tingkat pertama,(2006 : 768),
varian yaitu bentuk yang berbeda dari aslinya, bunyi dicantumkan agar
jelas ucapannya.
b. Fonologi
Fonologi adalah kajian linguistik yang memelajari, membahas,
membicarakan, dan menganalisis bunyi-bunyi bahasa yang diproduksi
oleh alat-alat ucap manusia, Abdul Chaer (2009 : 1).
c. Bahasa Melayu Dialek Sambas Desa Segarau (BMDSDS)
Bahasa Melayu dialek Sambas Desa Segarau (BMDSDS)
adalah satu diantara bahasa Melayu yang ada di Kalimantan Barat
digunakan oleh masyarakat Melayu yang tinggal di Kabupaten Sambas
khususnya masyarakat Desa Segarau.
d. Bahasa Melayu Dialek Sambas Desa Tebas Sungai (BMDSTS)
Bahasa Melayu dialek Sambas Desa Tebas Sungai (BMDSTS)
adalah satu diantara bahasa Melayu yang ada di Kalimantan Barat
digunakan oleh masyarakat Melayu yang tinggal di Kabupaten Sambas
khususnya masyarakat Desa Tebas Sunga
BAB II
VARIAN FONOLOGI BAHASA MELAYU DIALEK SAMBAS ANTARA
DESA SEGARAU DAN DESA TEBAS SUNGAI
KECAMATAN TEBAS
(Kajian Sosiolinguistik)
A. Hakikat Bahasa
Setiap manusia selalu berkeinginan untuk menjalin hubungan dengan
orang lain di lingkungannya. Hal ini merupakan akar kuadrat dari sifat manusia
sebagai makhluk sosial. Dalam menjalin hubungan tersebut, bahasa memiliki
peranan yang penting. Bahasa tidak dapat terpisahkan dari manusia dan
mengikuti dirinya dalam setiap kegiatannya. Dari pagi hingga malam hari ketika
beristirahat, manusia tidak akan pernah terlepas dari pemakaian / penggunaan
bahasa. Bahkan ketika tidur pun seseorang masih menggunakan bahasa.
Kata bahasa dalam Bahasa Indonesia memiliki lebih dari satu
pengertian, sehingga sering kali membingungkan. Definisi bahasa memiliki
sifat atau ciri itu, antara lain adalah (1) bahasa itu adalah sebuah sistem, (2)
bahasa itu berwujud lambang, (3) bahasa itu berupa bunyi, (4) bersifat arbitrer,
(5) bermakna, (6) bersifat konvensional, (7) unik, (8) bersifat universal, (9)
produktif, (10) bervariasi, (11) dinamis, (12) sebagai alat interaksi sosial, (13)
merupakan identitas penuturnya, Ngalimun & Noor Alfulaila (2014 :81).
Menurut Siswanto bahasa adalah seperangkat kaidah untuk
berkomunikasi antar umat manusia. Bahasa itu sistematik, manasuka, ucapan,
simbol, mengacu pada dirinya, komunikasi, produktif, unik, universal, benda,
objek yang bisa diteliti secara ilmiah, merupakan daftar kata-kata dan tak
tertukarkan.
Sedangkan menurut Muhammad Rohmadi & Aninditya Sri
Nugraheni,(2012: 9), bahasa adalah alat komunikasi dalam kehidupan manusia
Sarwiji Suwandi dalam bukunya Semantik Pengantar Kajian Makna,
mengartikan bahasa adalah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer, yang
10
11
dipakai oleh para anggota sesuatu mayarakat untuk bekerja sama, berinteraksi,
dan mengidentifikasi diri.
Dari beberapa pengertian bahasa diatas, dapat disimpulkan bahwa
bahasa adalah suatu sistem lambang bunyi bersifat arbitrer,yang digunakan
untuk alat komunikasi dalam kehidupan manusia.
B. Fungsi Bahasa
Umumnya mengetahui bahwa bahasa merupakan suatu kenyataan
ababila manusia mempergunakan bahasa sebagai sarana komuniaksi verbal
dalam hidup ini. Bahasa adalah milik manusia. Bahasa merupakan ciri utama
yang membedakan umat manusia dengan makhluk hidup lainnya di dunia ini.
Setiap anggota masyarakat selalu terlibat dalam suatu komunikasi, karena
bahasa mempunyai fungsi yang sangat penting bagi manusia terutama sekali
fungsi komunikatif. Berikut tujuh pendapat Halliday dalam Ngalimun & Noor
Alfulaila (2014 : 116) berkait dengan fungsi bahasa :
a. Fungsi instrumental yang bermaksud pengelolaan lingkungan,
menyebabkan peristiwa-peristiwa tertentu terjadi.
b. Fungsi regulasi bertindak untuk mengawasi serta mengendalikan peristiwa-
peristiwa.
c. Fungsi interaksional bertugas untuk menjamin serta memantapkan
ketahanan dan kelangsungan komunikasi sosial.
d. Fungsi personal memberi kesempatan kesempatan kepada seseorang
pembicara untuk mengekspresikan perasaan, emosi, pribadi, serta reaksi-
reaksi yang mendalam.
e. Fungsi heuristik melibatkan penggunaan bahasa untuk memperoleh ilmu
pengetahuan, mempelajari seluk-beluk lingkungan. Fungsi heuristik
seringkali disampaikan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang
menuntut jawaban secara khusus anak-anak mendapatkan penggunaan
fungsi ini dalam aneka pertanyaan ‘mengapa’? yang tidak putus-putusnya
mengenai dunia sekeliling alam sekitar mereka.
12
alat komunikasi antara individu satu dengan yang lainnya didalam kehidupan
masyarakat Sambas, baik dilingkungan keluarga maupun di masyarakat,
maupun dimasyarakat. Disamping sebagai alat komunikasi antar anggota
masyarakat, BMDS juga digunakan sebagai wahana memelihara aspek
kebudayaan, sarana pengembangan dunia pendidikan, ekonomi, sosial, dan
politik. Dalam hal ini, misalnya sebagai bahasa pengantar di sekolah, kegiatan
usaha (perdagangan lokal), bahasa pengantar dalam kegiatan sosial (penyuluh,
ceramahan, dan rapat) dalam upacara adat, dan penceritaan cerita rakyat.
Termasuk bahasa daerah, BMDS memberikan pengaru positif terhadap
perbendaharaan kata bahasa Indonesia dan kontribusinya terhadap bahasa
nasional (Indonesia) sebagai bahasa persatuan dan kesatuan. Dalam hubungan
fungsi bahasa Indonesia, bahasa daerah berfungsi sebagai (1) pendukung bahasa
nasional, (2) bahasa pengantar sekolah-sekolah di daerah tertentu, dan (3) alat
pengembang sebagai pendukung budaya daerah. Mengingat pentingnya fungsi
tersebut, perlu dilakukan upaya untuk membina, memelihara, mengembangkan,
dan melestarikan bahasa daerah khususnya BMDS.
Bahasa melayu khususnya bahasa melayu dialek Sambas merupakan
suatu bahasa menjadi pengantar pembicaraan yang digunakan oleh masyarakat
dalam berbicara. Bahasa daerah Sambas merupakan Bahasa Ibu yang harus
dilestarikan sesuai dengan rekomendasi UNESCO 1999 tentang pemeiharaan
Bahasa Ibu di Dunia. Adapun ciri khas BMDS yang membedakan penuturnya
dengan penutur bahasa Melayu di daerah lain di Kalbar adalah sebagai berikut,
pelafalan vokal a dikahir kata dilafalkan menjadi e dan konsonan yang
digunakan umumnya konsonan rangkap. Dapat diketahui, bahawa Bahasa
Melayu yang diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi dan
merupakan dasar dari Bahasa Indonesia, karena abad 15-17 bahasa Melayu di
kawasan Asia Tenggara dijadikan bahasa pergaulan Internasional (Lingua
Pranca).
Kabupaten Sambas terdiri dari Sembilan Belas Kecamatan, yaitu
Kecamatan Selakau,Selakau Timur, Salatiga, Pemangkat, Jawai,Jawai Selatan,
14
D. Fonologi
Secara etimologi kata fonologi berasal dari gabungan kata fon yang
berarti ‘bunyi’, dan logi yang berarti ‘ilmu’. Sebagai sebuah ilmu, fonologi
lazim diartikan sebagai bagian dari kajian linguistik yang mempelajari,
membahas, membicarakan, dan menganalisis bunyi-bunyi bahasa yang
diproduksi oleh alat-alat ucap manusia, Abdul Chaer (2009 : 1).
Menurut C. Spat,(1989 : 14), fonologi yaitu bunyi-bunyi yang
dihasilkan oleh alat bicara. Setiap bahasa menggunakan seperangkat bunyi
tersendiri, yang hanya merupakan bagian yang amat kecil dari jumlah bunyi
15
yang nyaris tak terbatas, yang dapat dihasilakan oleh alat bicara manusia.
Bunyi-bunyi dapat dibagi menjadi vokal atau bunyi hidup dan konsonan atau
bunyi mati Bila kita mendengar suara orang berbicara entah berpidato atau
bercakap-cakap, maka akan kita dengar runtutan bunyi-bunyi bahasa yang terus
menerus, kadang-kadang terdengar suara menaik dan menurun, kadang-kadang
terdengar hentian sejenak dan hentian agak lama, kadang-kadang terdengar pula
suara panjang dan suara biasa dan sebagainya.
1. Fonetik
Fonetik merupakan bidang kajian ilmu pengetahuan (science) yang
menelaah bagaimana manusia menghasilkan bunyi-bunyi bahasa dalam
ujaran, menelaah gelombang-gelombang bunyi bahasa yang dikeluarkan,
dan bagaimana alat pendengarkan manusia menerima bunyi-bunyi bahasa
yang untuk dianalisis oleh otak manusia O’Connor, 1982:10-11, ladefoged,
1982 : 1 dalam Masnur Muslich (2011 : 8). Menurut Clark dan Yallop
dalam Masnur Muslich (2011 : 8) , fonetik merupakan bidang yang
berkaitan erat dengan kajian bagaimana cara manusia berbahasa serta
mendengar dan memproses ujaran yang diterima. Sedangkan menurut
Bertil Marlberg dalam Masnur Muslich (2011 : 17), seorang fonetisi
Prancis, mendefinisikan fonetik sebagai pengkajian bunyi-bunyi bahasa.
Jadi, dari beberapa pengertian fonetik dari berbagai para ahli di
atas, dapat disimpulkan bahwa fonetik ialah pengkajian yang lebih
menitikberatkan pada ekspresi bahasa, bukan isinya. Yang dipentingkan
adalah bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan penutur, bukan makna yang
ingin disampaikan.
a. Alat Ucap
Apa yang disebut sebagai alat ucap sebenarnya mempunyai
fungsi utama untuk kelangsungan hidup kita. Paru-paru mempunyai
fungsi utama mengisap zat pembakar untuk disalurkan kedalam darah
dan menyalurkan zat asam arang ke luar tubuh. Pita suara mempunyai
fungsi utama menjaga agar tidak ada benda-benda apa pun yang masuk
ke saluran pernapasan. Lidah mempunyai fungsi utama memindahkan
16
makanan yang akan atau sedang dikunyah dan merasakan makanan yang
akan ditelan. Gigi mempunyai fungsi utama melumat makanan yang
akan masuk ke perut sehingga memudahkan kerja pencernaan.
Ketika berbicara, organ-organ tubuh yang disebut sebagai alat
ucap itu bekerja seperti pada proses ketika melakukan fungsi utamanya
masing-maing. Jadi, tidak ada perbedaan operasional yang berarti.
Hanya soal pengaturan saja sehingga bisa difungsikan sebagai alat
pembentukan bunyi.
Organ-organ tubuh yang dipergunakan sebagai alat ucap dapat
dibagi menjadi tiga komponen, yaitu (a) komponen supraglotal, (b)
komponen laring, dan (c) komponen subglotal.
1) Komponen Supraglotal
Komponen supraglotal ini terdiri dari rongga yang
berfungsi sebagai lubang resonansi dalam pembentukan bunyi, yaitu
(1) rongga kerongkongan (faring), (2) rongga hidung, dan (3) rongga
mulut. Rongga kerongkongan yang terletak di atas laring ini
merupakan tabung dan di bagian atasnya bercabang dua, yang
berwujud rongga mulut dan rongga hidung. Peranan rongga
kerongkongan ini hanyalah sebagai tabung udara yang akan turut
bergetar apabila pita suara (yang terletak di laring) menimbulkan
getaran pada arus udara yang lewat dari paru-paru. Volume rongga
kerongkongan ini dapat diperkecil denagn menaikkan laring, dengan
mengangkat ujung langit-langit lunak sehingga hubungan dengan
rongga hidung tertutup, dan dengan menarik belakang lidah ke arah
dinding faring.
Rongga hidung mempunuyai bentuk dan dimensi yang
relatif tetap tetapi dalam kaitannya dengan pembentukan bunyi
mempunyai fungsi sebagai tabungan resonansi. Peran ini terjadi
ketika arus udara dari paru-paru mengalami getaran sewaktu melalui
pita suara, dan getaran itu menggetarkan udara yang ada dalam
rongga kerongkongan, rongga mulut, dan rongga hidung. Udara
17
Tabel 2.4
Vokal u
Bahasa Melayu
No Vokal Bahasa Indonesia Sambas
Segarau Tebas
Parit Sungai
1 U susu Susu sussu
2 aku Aku aku
2) Bunyi Konsonan
Konsonan adalah bunyi bahasa yang diproduksi dengan
cara, setelah arus ujar keluar dari glotis, lalu mendapat hambatan
pada alat-alat ucap tertentu didalam rongga mulut atau rongga
hidung, Abdul Chaer (2009 : 48). Adapun konsonan tersebut yaitu,
b, c, d, f, g, h, j, k, ?, l, m, n, ṅ, ŋ, p, r, s, š, t, w, x, y, dan z. Berikut
bunyi dan penulisan konsonan secara fonetik beserta contoh :
b untuk bunyi [b]
Contoh :
Tabel 2.11
Konsonan b
No Konsonan Bahasa Bahasa Melayu
Indonesia Sambas
Segarau Tebas
Parit Sungai
1 B Lembar lambor lambar
2 Debu Dabbu dabbu
25
3. Fonemik
a. Fonem
Fonem adalah kesatuan bunyi terkecil suatu bahasa yang
berfungsi membedakan makna, Masnur Muslich (2011 : 77).
Berdasarkan rumusan tersebut jelaslah bahwa fonem mempunyai
“fungsi pembeda”, yaitu pembeda makna.
Di dalam bahasa Indonesia dijumpai bentuk linguistik [palaŋ]
‘palang’. Bentuk ini bisa dipisah menjadi lima bentuk linguistik yang
lebih kecil, yaitu [p], [a], [l], [a], dan [ŋ]. Kelima bentuk linguistik ini
(masing-masingnya) tidak mempunyai makna. Jika satu di antara bentuk
linguistik terkecil tersebut (misalnya [p]) diganti dengan bentuk
linguistik terkecil lain (misalnya diganti [k], [t], [j], [m], [d], [g]), maka
makna bentuk linguistik yang lebih besar, yaitu [palaŋ] akan berubah.
[kalaŋ] ‘sangga’ [malaŋ] ‘celaka’
[talaŋ] ‘sejenis ikan’ [dalaŋ] ‘dalang’
[jalaŋ] ‘liar’ [galaŋ] ‘galang’
Berdasarkan bukti empiris tersebut diketahui bahwa bentuk
linguistik terkecil [p] berfungsi membedakan makna terhadap bentuk
linguistik yang lebih besar, yaitu [palaŋ], walaupun [p] sendiri tidak
mempunyai makna. Bentuk linguistik terkecil yang berfungsi
35
membedakan makna itulah yang disebut fonem. Jadi, bunyi [p] adalah
realisasi dari fonem /p.
Pengertian fonem juga bisa diarahkan pada distribusinya, yaitu
perilaku bentuk linguistik terkecil dalam bentuk linguistik yang lebih
besar. Perhatikan data bentuk-bentuk linguistik berikut.
[palaŋ] ‘palang’ [atap’] ‘atap’
[pita] ‘pita’ [sap’tu] ‘sabtu’
[sap] ‘sapu’ [kap’sUl ‘kapsul’
Dari deretan data diatas dapat diketahui bahwa bunyi stop
bilabial tidak bersuara (tercetak tebal) diucapkan secara berbeda. Pada
deretan kiri diucapkan secara plosif, sedangkan deretan kanan
diucapkan implosif. Kedua jenis bunyi ini mempunyai kesamaan
fonetis. Setelah diamati, ternyata bunyi stop bilabial tidak bersuara
diucapkan secara plosif apabila menduduki posisi onset silaba
(mendahului nuklus), sedangkan bunyi stop bilabial tidak bersuara
diucapkan secara implosif apabila menduduki posisi koda silaba
(mengikuti nuklus). Ini berarti, kedua bunyi tersebut berdistribusi
komplementer, yaitu bunyi yang satu tidak pernah menduduki posisi
bunyi yang lain. Bunyi-bunyi yang mempunyai kesamaan fonetis dan
masing-masing berdistribusi komplementer merupakan alofon dari
fonem yang sama yaitu /p/.
Sebagai bentuk linguistik terkecil yang membedakan makna,
wujud fonem tidak hanya berupa bunyi-bunyi segmental (baik vokal
maupun konsonan), tetapi bisa juga berupa unsur-unsur suprasegmental
(baik nada, tekanan, durasi, maupun jeda). Walaupun kehadiran unsur
suprasegmental ini tidak bisa dipisahkan dengan bunyi-bunyi
segmental, selama ia bisa dibuktikan secara impiris sebagai unsur yang
bisa membedakan makna, ia disebut fonem.
36
b. Realisasi Fonem
Pengklasifikasian fonem bahasa Indonesia didasarkan pada
polapengklasifikasian bunyi yang biasa dilakukan oleh fonetisi. Dengan
demikian, pengklasifikasiannya bisa memanfaatkan peta bunyi vokoid
dan peta bunyi kontoid yang selama ini sering kita lihat di buku-buku
tentang fonetik. Hanya saja, namanya bukan lagi vokoid dan kontoid,
tetapi vokal dan konsonan.
Perlu diiingat pula bahwa karena fonem merupakan penamaan
sistem bunyi yang membedakan makna, maka jumlah fonem tentu lebih
sedikit dari bunyi-bunyi yang ada. Bahkan, jumlah dan variasi bunyi
bahasa Indonesia yang tak bisa dipastikan jumlahnya itu, sebenarnya
merupakan realisasi dari sistem fonem yang terbatas jumlahnya.
Berdasarkan hasil penelitian, fonem bahasa Indonesia berjumlah sekitar
6 fonem vokal dan 22 fonem konsonan. Dikatakan “sekitar” karena
jumlahnya masih bisa beubah. Hal ini sangat bergantung pada korpus
data (berupa hasil rekaman) yang dipakai sebagai dasar analisis.
Apalagi, kosakata bahasa Indonesia terus bertambah setiap saat sesuai
dengan keperluan penuturnya seiring dengan era globalisasi.
1) Realisasi Vokal
Secara umum realisasi fonem vokal bahasa Indonesia
adalah sebagai berikut :
Tabel 2.33
Realisasi Vokal
Depan Tengah belakang
Tinggi /i/ /u/
Sedang /e/ /ǝ/ /o/
Rendah /a/
37
a) Fonem i
Fonem ini mempunyai dua macam realisasi, yaitu :
Pertama, direalisasikan sebagai bunyi [i] apabila berada pada
silabel terbuka atau silabel tak terkoda seperti pada kata <kini>
[kini], <lidi> [lidi], dan <sapi> [sapi]. Kedua, direalisasikan
sebagai bunyi [I] apabila berada pada silabel tertutup atau silabel
terkoda seperti pada kata, <batik> [batIk], <ambil> [ambIl], dan
<lirik> [lirIk].
b) Fonem e
Fonem e mempunyai dua macam realisasi, yaitu :
Pertama, direalisasikan sebagai bunyi [e] apabila berada pada
silabel terbuka, seperti pada kata , <sate> [sate], <pete> [pǝte],
dan <berabe> [bǝrabe]. Kedua, direalisasikan sebagai bunyi [Ɛ]
apabila berada pada silabel tertutup, seperti pada kata <monyet>
[mϽṅƐt], <karet> [karƐt], dan <ember> [ƐmbƐr].
c) Fonem ǝ
Secara umum direalisasikan sebagai bunyi [ǝ] seperti pada kata
<kera> [kǝra], <erat> [ǝrat], dan , <maret> [marƐt].
d) Fonem a
Secara umum fonem a direalisasikan sebagai bunyi [a], baik di
pada posisi awal kata, tengah kata, maupun akhir kata seperti
pada kata <apa> [apa], <padam> [padam] dan <dua> [dua].
e) Fonem u
Fonem u ini mempunyai dua macam realisasi, yaitu :
Pertama, dilafalkan sebagai bunyi [u] apabila berada pada silabel
terbuka seperti pada kata <susu> [susu], <ibu> [ibu], dan
<ungu> [ungu]. Kedua, direalisasikan sebagai bunyi [U] apabila
berada pada silabel tertutup seperti pada kata, <kasur> [kasUr],
<libur> [libUr], dan <tangguh> [tanggUh].
38
f) Fonem o
Fonem ini mempunyai dua macam realisasi, yaitu :
Pertama, direalisasikan sebagai bunyi [o] apabila berada pada
silabel terbuka, seperti pada kata <toko> [toko], <bakso>
[ba?so], dan <oto> [oto]. Kedua, direalisasikan sebagai bunyi
[Ͻ] apabila berada pada silabel tertutup, seperti pada kata
<tokoh> [tϽkϽh], <besok> [bƐsϽk], dan <bodoh> [bϽdϽh].
2) Realisasi Konsonan
a) Fonem b
Fonem ini memiliki dua realisasi, yaitu:
Pertama, direalisasikan sebagai bunyi /b/ apabila berada pada
awal silabel, baik silabel terbuka maupun silabel tertutup yang
bukan ditutup oleh fonem konsonan /b/. Misalnya terdapat kata
<bagus> [bagus], <kabur> [kabur], dan <bantal> [bantal].
Kedua, direalisasikan sebagai bunyi [b] atau [p] apabila
berposisi sebagai koda pada sebuah silabel. Misalnya pada kata
: <sebab> diucapkan [sǝbab] atau [sǝbab] <jawab> diucapkan
[jawab] atau [jawap] <sabtu> diucapkan [sabtu] atau [saptu]
b) Fonem c
Secara umum fonem /c/ ini direalisasikan sebagai bunyi [c]
seperti pada kata <cari> [cari], <acar> [acar], dan <cacar>
[cacar]. Fonem ini tidak pernah berposisi sebagai koda.
c) Fonem d
Fonem ini mempunyai dua macam realisasi, yaitu:
Pertama, direalisasikan sebagai bunyi [d] apabila berposisi
sebagai onset pada sebuah silabel. Misalnya pada kata <daging>
[dagiŋ], <hadis> [hadis], dan <dada> [dada]. Kedua,
direalisasikan sebagai bunyi [t] dan [d] bila berposisi sebagai
koda pada sebuah silabel, yaitu : <abad> dilafalkan [abat] atau
[abad] <ahad> dilafalkan [ahat] atau [ahad] <jilid> dilafalkan
[jilit] atau [jilid]
39
d) Fonem f
Fonem ini secara umum direalisasikan sebagai bunyi [f], seperti
pada kata <fikir> [fikir], <kafe> [kafe], dan <aktif> [aktif]. Kaat
serapan asing yang secara ortografi ditulis dengan huruf <v>,
seperti pada kata <vitamin>, <variasi>, dan <rival> juga
dilafalkan sebagai bunyi [f]. Jadi, lafal ketiga kata itu adalah
[fitamin], [fariasi], dan [rifal].
e) Fonem g
Fonem ini mempunyai dua macam realisasi, yaitu : Pertama,
direalisasikan sebagai bunyi [g] apabila berposisi sebagai onset.
Misalnya pada kata <gajah> [gajah], <agar> [agar] dan <gagal>
[gagal].
f) Fonem h
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi [h] baik berposisi
sebagai onset maupun sebagai koda pada sebuah silabel.
Misalnya pada kata <hari>[hari], <sehat> [sƐhat], dan <lebih>
[lǝbih].
g) Fonem j
Fonem ini secara umum direalisasikan sebagai bunyi [j] seperti
pada kata <jalan> [jalan], <jujur> [jujur], dan <ajal> [ajal].
Fonem [j] tidak pernah berposisi sebagai koda.
h) Fonem k
Fonem ini memiliki tiga macam realisasi, yaitu :
Pertama, direalisasikan sebagai bunyi [k] apabila berposisi
sebagai onset pada sebuah silabel. Misalnya pada kata <kabar>
[kabar], <bakar> [bakar], dan <akur> [akur]. Kedua,
direalisasikan sebagai bunyi [?] apabila berposisi sebagai koda
pada sebuah silabel seperti : <bapak> [bapa?], <nikmat>
[ni?mat], dan <rakyat> [ra?yat]. Ketiga, direalisasikan sebagai
bunyi [g] bila berposisi sebagai koda misalnya : <gudek>
[gudeg], <gubuk> [gubug], dan <gebuk> [gǝbug].
40
i) Fonem ?
Fonem ini direalisasaikan sebagai bunyi [?] yang muncul pada :
Pertama, silabel pertama disebuah kata yang berupa fonem
vokal. Misalnya pada kata <akan> [?akan], <isap> [?isap], dan
<udang> [?udaŋ]. Kedua, diantara dua silabel, di mana nuklus
silabel pertama dan nuklus silabel kedua berupa fonem vokal
yang sama. Misalnya pada kata :
<taat> dilafalkan [ta?at]
<aan> (nama orang) dilafalkan [a?an]
<iin> (nama orang) dilafalkan [i?in]
<uud> (nama orang) dilafalkan [u?ud]
<bloon> (bodoh) dilafalkan [blϽ?Ͻn]
j) Fonem m
Fonem ini secara umum direalisasikan sebagai bunyi [m] seperti
pada kata <makan> [makan], <malam> [malam], dan <pejam>
[pǝjam]. Fonem [m] tidak pernah berposisi sebagai koda.
k) Fonem n
Fonem ini secara umum direalisasikan sebagai bunyi [n], seperti
pada kata <nanas> [nanas], <panas> [panas], dan <iman>
[iman].
l) Fonem ṅ
Fonem nasal ini direalisasikan sebagai bunyi [ṅ] misalnya pada
kata <nyanyi> [ṅaṅi], <banyak> [baṅak] dan <nyonya> [ṅϽṅa].
Fonem [ṅ] tidak pernah berposisi sebagai koda.
m) Fonem ŋ
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi [ŋ] baik berposisi
sebagai onset maupun sebagai koda pada sebuah silabel.
Misalnya pada kata <nganga> [ŋaŋa], <angin> [aŋin], dan
<bingung> [biŋuŋ].
41
n) Fonem p
Fonem ini secara umum direalisasikan sebagai bunyi [p] baik
sebagai onset pada sebuah silabel maupun sebagai koda.
Misalnya, <papan> [papan], <pukul> [pukul], dan <sampul>
[sampul]. Namun, perlu dicatat fonem /p/ pada awal kata bila
diberi prefiks me- atau prefiks pe- akan luluh atau disenyawakan
dengan bunyi nasal yang homorgan (sealat ucap). Misalnya :
me + pilih [memilih]
pe + pilih [pemilih]
me + potong [memotong]
pe + potong [pemotong]
o) Fonem r
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi [r] baik sebagai onset
maupun sebagai koda pada sebuah silabel. Misalnya <ribut>
[ribut], <karet> [karƐt], dan <kabar> [kabar].
p) Fonem s
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi [s] baik sebagai onset
maupun sebagai koda pada sebuah silabel. Misalnya pada kata
<sakit> [sakit], <pesan> [pesan], dan <kamus> [kamus].
q) Fonem š
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi [š] baik sebagai onset
maupun sebagai koda. Misalnya <syarat> [šarat], <syahbandar>
[šahbandar], dan <arasy> [araš].
r) Fonem t
Fonem ini secara umum direalisasikan sebagai bunyi [t], seperti
pada kata <titik> [titik], <latih> [latih], dan <rebut> [rebut].
Namun, perlu dicatat fonem /t/ pada posisi awal bila diberi
prefiks me- atau prefiks pe- akan luluh dan berenyawa dengan
bunyi nasal yang homogen dengan fonem /t/ itu misalnya:
me + tari [menari]
pe + tari [penari]
42
me + tumbuk [menumbuk]
pe + tumbuk [penumbuk]
s) Fonem w
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi [w], seperti pada kata
<waris> [waris], <awan> [awan] dan <wow> [wow].
t) Fonem x
Fonem ini direalisasikan sebagai bunyi [x] baik berposisi
sebagai onset maupun sebagai koda pada sebuah silabel.
Misalnya pada kata <khas> [xas], <akhir> [axir], dan <tarikh>
[tarix].
u) Fonem y
Fonem ini selalu direalisasikan sebagai bunyi [y] seperti pada
kata <yatim> [yatim], <ayun> [ayun], dan <yayasan> [yayasan].
v) Fonem z
Fonem ini direalissaikan sebagai bunyi [z] bila sebagai onset
pada sebuah silabel. Misalnya <zaman> [zaman], <zakat>
[zakat], dan <azaam> [azam]. Bila sebagai koda dilafalkan
sebagai bunyi [z] atau bunyi [s]. Misalnya pada kata <aziz>
dilafalkan [aziz] atau [azis].
E. Varian
1. Hakikat Varian (Variasi Bahasa)
Bahasa dan masyarakat akan selalu menjadi pasangan yang mengisi
satu sama lain, karena adanya interaksi sosial yang menggunakan bahasa
sebagai alat komunikasi. Komunikasi tersebut terjalin di antara individu satu
dengan individu lainnya yang bersifat heterogen (beraneka ragam).
Keheterogenan penutur dan lawan tutur yanng ditunjang dengan sifat bahasa
yang arbitrer sangat memungkinkan untuk melahirkan variasi dalam bahasa
tersebut.
Varian adalah bentuk yang berbeda atau menimpang dari aslinya
atau dari yang baku dan sebagainya, nilai tertentu suatu variabel, yaitu [e]
43
dalam Bahasa Indonesia mempunyai dua varian, yaitu [é] dan [Ɛ], KBBI
(Kamus Besar Bahasa Indonesia : 1259).
Bahasa mempunyai dua aspek mendasar, yaitu bentuk dan makna.
Aspek bentuk meliputi bunyi, tulisan, dan strukturnya. Aspek makna
meliputi makna leksikal, fungsional, dan struktural. Jika diperhatikan lebih
rinci lagi, kita akan melihat bahasa dalam bentuk dan maknanya
menunjukkan perbedaan kecil maupun perbedaan yang besar antara
pengungkapan yang satu dengan pengungkapan yang lainnya. Mialnya,
perbedaan dalam hal pengucapan /e/ yang di ucapkan oleh seseorang dari
daerah yang berbeda akan berbeda pula bunyi nya. Perbedaan-perbedaan
bentuk bahasa seperti ini dan yang lainnya dapat disebut dengan variasi
bahasa I Nengah Suandi, (2014 : 34).
Amat sulit untuk mengetahui variasi ini melalui pendengaran kita
karena pendengaran kita dipengaruhi oleh banyak faktor seperti udara,
kesegaran, perasaan, dan besarnya perhatian kita. Untuk mengetahui ini
digunakan alat spektogram.
dimensi regional, (b) dimensi soial, (c) dimensi temporal. Sementara itu,
Abdul Chaer, (2004 : 62) mengklasifikasikan faktor yang menyebkan
terjadinya variasi bahasa sebagai berikut.
a) Variasi Bahasa dari Segi Penutur
1) Idiolek
Variasi bahasa pertama yang kita lihat berdasarkan
penuturnya adalah variasi bahasa yang diebut idiolek, yakni variasi
bahasa yang bersifat perorangan. Menurut konsep idiolek, setiap
orang mempunyai variasi bahasanya atau idioleknya masing-
masing. Variasi idiolek ini berkenaan dengan “warna” suara, pilihan
kata, gaya bahasa, susunan kalimat, dan sebagainya. Namun yang
paling dominan adalah warna suara itu, sehingga jika kita cukup
akrab dengan seeorang, hanya dengan mendengar suaranya tanpa
melihat orangnya, kita dapat mengenalinya.
2) Dialek
Dialek adalah variasi bahasa dari sekelompok penutur yang
jumlahnya relatif, yang berada pada suatu tempat, wilayah, atau area
tertentu. Karena dialek ini didasrkan pada wilayah atau area tempat
tinggal penutur, dialek ini lazim disebut dialek areal, dialek regional
atau dialek geografis. Para penutur dalam suatu dialek, mekipun
mereka mempunyai idioleknya masing-masing, memiliki ciri yang
menandai bahwa mereka berada pada satu dialek, yang berbeda
dengan kelompok penutur lain, yang berada dalam dialeknya sendiri
dengan ciri lain yang menandai dialeknya juga. Dalam bahasa
Melayu Sambas misalnya ada beberapa dialek, bahasa Melayu
Sambas dialek Segarau, bahasa Melayu Sambas dialek Tebas Sungai
dan banyak dialek lainnya. Contoh pengucapan kata “malam”
(bahasa Indonesia dan bahasa Tebas Sungai) yang bisa diucapkan
(molom) oleh masyarakat Segarau.
45
F. Sosiolinguistik
Sosiolinguistik merupakan ilmu antar disiplin antara sosiologi dan
lingusitik, dan bidang ilmu empiris yang mempunyai kaitan sangat erat. Sebagai
objek dalam sosiolinguistik, bahasa tidak dilihat atau didekatai sebagai bahasa,
sebagaimana dilakukan oleh linguistik umum, melainkan di lihat atau didekati
sebagai sarana interaksi atau komunikasi di dalam masyarakat manusia. Setiap
kegiatan kemasyarakatan manusia, mulai dari upacara pemberian nama bayi
yang baru lahir sampai upacara pemakaman jenazah tentu tidak akan terlepas
dari penggunaan bahasa. Oleh karena itu, bagaimana pun rumusan mengenai
sosiolinguistik yang diberikan para pakar tidak akan terlepas dari persoalan
hubungan bahasa dengan kegiatan-kegiatan atau aspek-aspek kemasyarakatan.
Berikut pengertian sosiolinguistik dari beberapa pakar.
Ditinjau dari nama, sosiolinguistik mempunyai kaitan erat dengan
kedua kajian tersebut. Sosio adalah masyarakat, dan linguistik adalah kajian
bahasa. Jadi, sosiolinguistik adalah kajian tentang bahasa yang dikaitkan
dengan kondisi kemasyarakatan Sumarsono, (2007 : 1).
Menurut sejumlah para ahli Wardaugh, dalam I Dewa Putu Wijana dan
Mohammad Rahmadi,(2010 : 11), sosiolingusitik adalah cabang ilmu bahasa
yang berusaha menerangkan korelasi antara perwujudan struktur atau elemen
bahasa dengan faktor-faktor sosiokultural pertuturannya tentu saja
mengasumsikan pentingnya pengetahuan dasar-dasar linguistik dengan
berbagai cabangnya, seperti fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik dalam
mengidentifikasikan dan menjelaskan fenomena-fenomena yang menjadi objek
kajiannya, yakni bahasa dengan berbagai variasi sosial atau regionalnya).
Menurut Abdul Chaer dan Leonie Agustina,(2004 : 4) sosiolinguistik
adalah cabang linguistik yang bersifat interdisipliner dengan ilmu sosiologi,
dengan objek penelitian hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor sosial di
dalam suatu masyarakat tutur.
Nababan dalam Sumarsono, (2007 : 4) menyatakan sosiolinguistik
adalah kajian atau pembahasan bahasa sehubungan dengan penutur bahasa itu
sebagai anggota masyarakat.Dari beberapa pengertian sosiolinguistik di atas,
49
50
51
ACC outline
2 Konsultasi rencana
penelitian
3 Seminar rencana
penelitian
4 Pelaksanaan
penelitian
5 Analisis
data
6 Penyusunan
skripsi
7 Ujian skripsi
53
b. Latar Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sambas yaitu di Kecamatan
Tebas, khususnya Desa Segarau Parit dan Desa Tebas Sungai. Desa Segarau
Parit dan Desa Tebas Sungai merupakan desa yang berada dalam satu
kecamatan yaitu Kecamatan Tebas. Adapun bahasa yang digunakan oleh kedua
daerah tersebut merupakan bahasa Melayu Sambas. Desa Segarau Parit dan
Desa Tebas Sungai dipisahkan oleh bentangan Sungai Sambas yang sangat
luas. Akses yang dapat digunakan untuk menuju Desa Segarau Parit hanya
dapat dilakukan dengan penyeberangan yang salah satunya berada di Desa
Tebas Sungai.
54
Desa Segarau dan Desa Tebas Sungai terkenal dengan hasil bumi
tanaman jeruk yang pernah terkenal dengan jeruk Pontianak. Sebagian besar
pekerjaan masyarakat Kecamatan Tebas adalah petani, selebihnya pedagang,
buruh, nelayan dan pegawai.
Sumber data pada penelitian ini difokuskan pada sumber data lisan
berupa tuturan bahasa Melayu Sambas yang dipakai oleh penutur dan
penduduk asli (sekurang-kurangnya tinggal di Desa Segarau Parit maupun
Desa Tebas Sungai selama 10 tahun), sudah lama beradaptasi dengan
penduduk desa sehingga dapat menggunakan bahasa Melayu Sambas.
Data sumber lisan memegang peranan penting dalam penelitian
dialek dan bahasa pada umumnya. Hal ini sesuai dengan pendapat (Guiraud
dalam Ayatrohaedi 1979: 11) bahwa sumber itu tersimpan dalam khazanah,
yaitu para pemakai bahasa dan dialek.
A. Gambaran Umum
Kabupaten Sambas yang terbentuk sekarang ini adalah hasil pemekaran
pada tahun 2000. Sebelumnya wilayah Kabupaten Sambas sejak tahun 1960
adalah meliputi juga Kota Singkawang dan Kabupaten Bengkayang sekarang di
mana pembentukan Kabupaten Sambas pada tahun 1960 itu adalah berdasarkan
bekas wilayah kekuasaan Kesultanan Sambas.
Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kabupaten Jumlah penduduk Kabupaten Sambas sebanyak 667.921 jiwa. Total
penduduk laki-laki sebanyak 341.982 jiwa (51%), sedangkan penduduk
perempuan sebanyak 325.939 jiwa (49%).
Kepadatan penduduk sekitar 78 jiwa/km² atau 2.724 jiwa per desa.
Penyebaran penduduk di Kabupaten Sambas tidak merata antar kecamatan yang
satu dengan yang lainnya. Kecamatan Pemangkat merupakan kecamatan
dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi yaitu 403 jiwa/km². Sebaliknya
Kecamatan Sajingan Besar dengan luas sekitar 21,75% dari total wilayah
Kabupaten Sambas hanya dihuni 7 jiwa/km². Laju pertumbuhan penduduk
sebesar 1,01 persen. Laju pertumbuhan penduduk Kecamatan Tangaran adalah
yang tertinggi dibandingkan kecamatan-kecamatan lain di Kabupaten Sambas
yakni sebesar 3,50 persen. Sedangkan yang terendah adalah Kecamatan Jawai
Selatan yaitu sebesar -0,33 persen. Kecamatan Tebas berada pada urutan
pertama dari jumlah penduduk, namun dari sisi laju pertumbuhan penduduk
masih berada di bawah laju pertumbuhan Kabupaten Sambas yaitu 0,92 persen.
Kabupaten Sambas termasuk daerah beriklim tropis dengan curah hujan
bulanan rata-rata 187.348 mm dan jumlah hari hujan rata-rata 11 hari/bulan.
Curah hujan yang tertinggi terjadi pada bulan September sampai dengan Januari
dan curah hujan terendah antara bulan Juni sampai dengan Agustus.
Desa Segarau Parit dan Desa Tebas Sungai adalah desa yang terletak di
Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas. Dengan memiliki luas masing-masing
65
66
yaitu Desa Segarau Parit dengan luas desa 1774,50 Ha. Sedangkan Desa Tebas
Sngai memiliki luas 20,30 km² (5,13% dari wilayah Kecamatan Tebas) dan
merupakaan desa terluas ke-5 di Kecamtan Tebas setelah Desa Maribas, Desa
Seret Ayon, Desa Seberkat dan Desa Batu Mak Jage. Desa Segarau Parit
terletak memisah dari desa-desa lainnya yang ada di Kecamatan Tebas, yaitu di
pisahkan oleh bentangan Sungai Sambas yang sangat luas, dengan anak sungai
yang mengalir dari Desa Tebas Sungai menuju Desa Segarau Parit.
Pada umumnya hubungan antar masyarakat desa di Kabupaten Sambas
khususnya desa Segarau Parit dan desa Tebas Sungai masih lekat dengan
budaya seperti gotong royong, kerja bakti, dan beberapa ritual adat melayu
sambas. Kerukunan di antara warga sangat terjaga, tegur sapa di antara tetangga
maupun berpapasan di jalanan. Meskipun budaya modernitas mulai masuk dan
berlaku pada sebagaian masyarakat di kedua desa tersebut namun tidak
meninggalkan ciri khas kebudayaan Melayu itu sendiri, seperti melaksanakan
ritual-ritual adat Melayu masih rutin dilaksanakan dan tetap terjaga.
Desa Segarau Parit dan Desa Tebas Sungai dan desa lainnya yang ada
di Kabupaten Sambas hubungan sosial yang mereka bangun bersifat akrab
diantara mereka. Artinya kebersamaan masyarakat desa tergambar dengan
hubungan sosial. Aktivitas kegiatan seperti gotong-royong dalam hal pertanian,
pernikahan, dan kegiatan ritual adat lainnya dilakukan secara bersama-sama.
Maka diantara mereka terlihat ada kebersamaan dan solidaritas terhadap nilai-
nilai yang telah mereka bangun.
Perkembanagan masyarakat dan industri juga sangat berpengaruh
kepada kehidupan sosial di Desa Segarau Parit dan Desa Tebas Sungai.
Teknologi dan Industri memberi dampak kepada perubahan pola pikir dan
tingkah laku masyarakatnya.
Struktur perekonomian di Desa Segarau Parit di dominasi oleh 2 sektor
utama yaitu sektor pertanian, perkebunan dan sektor perikanan. Sedangkan di
Desa Tebas Sungai perekonomian masyarakat digerakan oleh sektor pertanian
dan perkebunan, perikanan, dan industri. Pertumbuhan ekonomi diantara Desa
Segarau Parit dan Desa Tebas Sungai terdapat perbedaan, perekonomian di
67
B. Temuan Penelitian
Dalam penelitian kualitatif analisis data merupakan tahap yang
bermanfaat untuk menelaah data yang telah di peroleh dari beberapa informan
yang telah di pilih selama penelitian berlangsung. Selain itu juga berguna untuk
menjelaskan dan memastikan kebenaran temuan penelitian. Analisis data ini
telah dilakukan sejak awal dan bersamaan dengan proses pengumpulan data di
lapangan.
1. Sistem Fonologi BMDS (Bahasa Melayu Dialek Sambas)
Bahasa Melayu Dialek Sambas (selanjutnya disingkat BMDS)
merupakan satu diantara bahasa daerah yang ada di indonesia, khususnya di
Kalimantan Barat yang masih dipelihara dengan baik oleh masyarakat
penuturnya. Adapun dari penelitian yang telah di lakukan, peneliti
mendapatkan beberapa temuan yang dapat mengambarkan varian fonologi
dari hasil wawancara dan observasi.
a) Fonem Vokal
Adapun sistem fonem vokal yang terdapat pada Bahasa Melayu
Dialek Sambas yaitu sebagai berikut:
1) Perubahan Bunyi [a]
Bahasa Melayu
Sambas
No Vokal Bahasa Indonesia
Segarau Tebas
Parit Sungai
1 Anak anak anak
2 A Banyak bonyok banyak
Siksa siksƐ siksƐ
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa pada bunyi [a]
yang merupakan bunyi khazanah fonem bahasa indonesia pada
sistem fonologi bahasa melayu dialek sambas bunyi [a] dilafaskan
menjadi [o] dan [Ɛ].
69
bunyi [z] pada kata [zaman] berubah bunyi menjadi [jaman] dan
kata [zalim] berubah menjadi [jalim]. Yang artinya fonem konsonan
[z] berubah menjadi [j] namun tetap mempunyai makna yang sama.
2. Varian Fonologi Antara Desa Segarau Dan Desa Tebas Sungai
Variasi fonem vokal yang ditemukan di dua desa daerah
pengamatan diklassifikasikan berdasarkan perubahan fonem vokal yang di
sebut dengan istilah substansi. Seperti yang telah diketahui dalam bahasa
Indonesia khazanah fonem vokal yaitu terdiri dari (a,i,u,e,ə, dan o). Dari
data di atas yang telah peneliti sajikan maka dapat diketahui bahwa varian
fonologi yang terdapat di antara desa Segarau Parit dan Tebas Sungai yaitu
variasi fonem vokal [a].
Variasi Fonem Vokal [a]
Bahasa Melayu
Sambas
No Vokal Bahasa Indonesia
Segarau Tebas
Parit Sungai
1 A Anak Anak Anak
2 Banyak Bonyok Banyak
C. Pembahasan
Dari temuan-temuan penelitian yang telah peneliti deskripsikan di atas,
maka peneliti akan membahas fokus masalah maupun sub fokus masalah pada
penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
1. Varian Fonologi Bahasa Melayu Dialek Sambas
Varian fonologi pada bahasa Melayu dialek Sambas apabila
merujuk pada khazanah fonem vokal dan fonem konsonen terdapat
beberapa perubahan pada bunyi.
Seperti yang telah kita ketahui fonem vokal adalah jenis bunyi
bahasa yang ketika dihasilkan atau diproduksi, setelah arus ujar keluar dari
glotis tidak mendapat hambatan dari alat ucap, melainkan hanya diganggu
oleh posisi lidah, baik vertikal maupun horisontal, dan bentuk mulut, Abdul
Chaer (2009 : 38). Adapun vokal tersebut yaitu ; a, i, I, u, U, e, ǝ, Ɛ, o, dan
Ͻ. Sedangkan konsonan adalah bunyi bahasa yang diproduksi dengan cara,
setelah arus ujar keluar dari glotis, lalu mendapat hambatan pada alat-alat
ucap tertentu didalam rongga mulut atau rongga hidung, Abdul Chaer (2009
: 48). Adapun konsonan tersebut yaitu, b, c, d, f, g, h, j, k, ?, l, m, n, ṅ, ŋ, p,
r, s, š, t, w, x, y, dan z.
Pada bahasa Melayu dialek Sambas terdapat perubahan-perubahan
yang terjadi pada fonem vokal dan fonem konsonan. Perubahan tersebut
yaitu antara lain terjadi pada bunyi vokal [a] yang pada bahasa melayu
dialek sambas menjadi [o] dan [Ɛ], bunyi vokal [ǝ] menjadi [a], dan bunyi
vokal [U] menjadi [o]. Sedangkan pada fonem konsonan [f] pada bahasa
Melayu dialek Sambas berubah menjadi [p], konsonan [h] berubah menjadi
[?] (bunyi hamzah (hambat glotal) seperti pada bapak), dan konsonan [z]
menjadi [j].
2. Varian Fonologi Bahasa Melayu Dialek Sambas antara Desa Segarau
dengan Tebas Sungai
Setelah diketahui sistem varian fonologi bahasa Melayu dialek
Sambas maka selanjutnya peneliti akan mendiskripsikan varian fonologi
yang terdapat pada desa Segarau dan desa Tebas Sungai. Seperti halnya
73
bahasa Melayu dialek Sambas, bahasa Melayu dialek desa Segarau dan
bahasa Melayu dialek Tebas Sungai juga pastinya mengalami perubahan
yang sama. Namun di antara bahasa Melayu dialek desa Segarau dengan
bahasa Melayu dialek desa Tebas sungai terdapat perbedaan. Adapun
perbedaan yang terdapat pada bahasa Melayu dialek desa Segarau dengan
bahasa Melayu dialek desa Tebas Sungai terdapat pada fonem vokal [a].
Layaknya bahasa Melayu dialek Sambas, bahasa Melayu dialek
desa Tebas Sungai bunyi vokal [a] tidak mengalami perubahan. Namun
berbeda dengan bahasa Melayu dialek desa Segarau, fonem vokal [a]
berubah menjadi [o].
3. Faktor Varian Fonologi Bahasa Melayu Dialek Sambas antara Desa
Segarau dengan Desa Tebas Sungai
Chaer (2004 : 62) para ahli memiliki pandangan yang berbeda-beda
mengenai variasi bahasa. Hartman dan Stork dalam Chaer, (2004 : 62)
membedakan variasi bahasa berdasarkan kriteria (a) latar belakang geografi
dan sosial penutur, (b) medium yang digunakan, dan (c) pokok
pembicaraan. Mc David dalam Chaer, (2004 : 62) membagi variasi bahasa
berdasarkan (a) dimensi regional, (b) dimensi soial, (c) dimensi temporal.
Sementara itu, Abdul Chaer, (2004 : 62) mengklasifikasikan faktor yang
menyebkan terjadinya variasi bahasa berdasarkan (a) variasi bahasa dari
segi penutur, yang terdiri dari idealek, dialek, kronolek atau dialek temporal,
dan sosiolek dialek sosial, (b) variasi dari segi pemakaian, (c) variasi dari
segi keformalan, dan yang terakhir (d) variasi dari segi sarana.
Adapun menurut peniliti, faktor penyebab terjadinya varian
fonologi bahasa Melayu dialek Sambas, antara desa Segarau dan Desa
Tebas Sungai dipengaruhi oleh faktor dari segi penutur, yaitu antara lain:
a) Dialek
Dialek adalah variasi bahasa dari sekelompok penutur yang
jumlahnya relatif, yang berada pada suatu tempat, wilayah, atau area
tertentu. Karena dialek ini didasarkan pada wilayah atau area tempat
tinggal penutur, dialek ini lazim disebut dialek areal, dialek regional atau
74
Dia atas merupakan peta letak desa Segarau dan sekitarnya serta
letak sungai Sambas Besar yang memisahkan desa tersebut dari desa-
desa lainnya di kecamatan tebas. Seperti yang terlihat di dalam peta,
sungai Sambas Besar memisahkan dua tanah di kabupaten Sambas.
Orang-orang di kabupaten Sambas mengistilahkan daerah yang terpisah
oleh sungai Sambas Besar sebagai “Sebarrang (Seberang)”. Adapaun
daerah “Sebarrang (Seberang)” meliputi kecamatan Tekarang,
kecamatan Jawai, dan kecamatan Teluk Keramat.
Berdasarkan hasil penilitian serta pengalaman peneliti sendiri
sebagai orang yang tinggal di Sambas di “Sebarrang (Seberang)” yang
meliputi kecamatan Tekarrang, Jawai, dan Teluk Keramat bahasa yang
mereka gunakan sama dengan bahasa Melayu dialek Desa Segarau,
yaitu varian fonem vokal [a] berubah menjadi [o].
Dengan demikian, walaupun desa Segarau merupakan bagian
dari kecamatan Tebas yang pada umumnya fonem vokal [a] tidak
berubah, namun karena terletak di “Sebarrang (Seberang)” maka fonem
vokal [a] berubah menjadi [o]. Ini artinya faktor penyebab terjadinya
varian fonologi merupakan dialek, yaitu variasi bahasa dari sekelompok
penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada suatu tempat, wilayah,
atau area tertentu.
b) Kronolek atau Dialek Temporal
Kronolok atau dialek temporal adalah variasi bahasa yang
digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu. Seperti yang telah
peneliti jelaskan pada sub bab di atas bahwa dialek merupakan salah satu
faktor terjadinya varian bahasa di kabupaten Sambas khususnya di
antara desa Segarau dan desa Tebas Sungai. Dari kesimpulan tersebut
dapat dinyatakan bahwa terdapat dua varian bahasa Melayu dialek
Sambas berdasarkan faktor dialeknya. Yaitu bahasa Melayu dialek
Sambas yang berada di tanah “Sebarrang (Seberang)” yang
menggunakan fonem vokal [a] berubah menjadi [o] dan daerah yang
bukan terletak di tanah “Sebarrang (Seberang)” yaitu daerah yang
76
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan melalui observasi,
wawancara dan dokumentasi terhadap varian fonologi bahasa Melayu dialek
Sambas diantara desa Segarau dengan desa Tebas Sungai maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa terdapat perbedaan fonologi bahasa Melayu dialek Sambas,
antara desa Segarau dan desa Tebas Sungai, Kecamatan Tebas. Adapun faktor
yang menyebabkan terjadinya varian bahasa tersebut adalah faktor yang
disebabkan oleh penutur yaitu dialek (berdasarkan wilayah) dan kronolek atau
dialek temporal (penutur pada masa tertentu).
Adapun kesimpulan secara lebih khusus dalam penelitian ini
diantaranya sebagai berikut:
1. Pada bahasa Melayu dialek Sambas terdapat perubahan-perubahan yang
terjadi pada fonem vokal dan fonem konsonan. Perubahan tersebut yaitu
antara lain terjadi pada bunyi vokal [a] yang pada bahasa melayu dialek
sambas menjadi [o] dan [Ɛ], bunyi vokal [ǝ] menjadi [a], dan bunyi vokal
[U] menjadi [o]. Sedangkan pada fonem konsonan [f] pada bahasa Melayu
dialek Sambas berubah menjadi [p], konsonan [h] berubah menjadi [?]
(bunyi hamzah (hambat glotal) seperti pada bapak), dan konsonan [z]
menjadi [j].
2. Perbedaan varian fonologi yang terdapat di antara desa Segarau Parit dan
Tebas Sungai yaitu terdapat pada fonem vokal [a]. Layaknya bahasa
Melayu dialek Sambas, bahasa Melayu dialek desa Tebas Sungai bunyi
vokal [a] tidak mengalami perubahan. Namun berbeda dengan bahasa
Melayu dialek desa Segarau, fonem vokal [a] berubah menjadi [o].
3. Adapun faktor penyebab terjadinya varian fonologi bahasa Melayu dialek
Sambas, antara desa Segarau dan Desa Tebas Sungai dipengaruhi oleh
faktor dari segi penutur, yaitu dialek (berdasarkan wilayah) dan kronolek
atau dialek temporal (penutur pada masa tertentu
77
78
B. Saran
Adapun saran yang dapat peneliti berikan terkait dengan peneliktian ini
yaitu sebagai berikut:
1. Sehubungan dengan simpulan di atas maka peneliti mengemukakan saran
bahwa pengembangan dan pendokumentasian bahasa daerah perlu
dilaksanakan karena yang kita ketahui bahasa yang selalu berubah-ubah
dan berkembang. Oleh karena itu penelitian bahasa daerah perlu dilakukan.
Penelitian bahasa ini dapat bermanfaat bagi peneliti lain untuk melengkapi
hal-hal yang berhubungan dengan kebahasaan salah satunya di bidang
fonologi. Hasil penelitian ini dapat memperkaya kosa kata bahasa daerah
bahkan dapat juga menambah kosa kata bahasa Indonesia, sehingga
penelitian ini dapat menjadi pengembangan bahasa daerah dan Indonesia.
79
Lampiran I
PEDOMAN WAWANCARA
Nama :
Umur/usia :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Pekerjaan :
Lampiran II
DATA INFORMAN
Nama : Solihin
Umur/usia : 40 tahun
Pekerjaan : Swasta
Lampiran III
DATA INFORMAN
Nama : Aspa'at
Umur/usia : 52 tahun
Pekerjaan : Petani
Lampiran IV
PEDOMAN WAWANCARA
Nama : Solihin
Umur/usia : 40 tahun
Pekerjaan : Swasta
4. (BI) Selain bahasa daerah, bahasa apa saja yang bisa anda kuasai ?
(BD) Selaing bahase daerah bahase apE ajak yang bise bapak kuasae' ?
Jawab :
(BI) Bahasa Indonesia
(BD) Bahasa Indonesia
5. (BI) Apakah anda pernah meninggalkan Desa dalam jangka waktu yang
lama untuk berpergian ?
(BD) ApE kE Bapak suah ninggalkan kampong dalam jangkak waktu
yang lamak ?
Jawab :
(BI) Belum pernah
(BD) Baloman suah
85
Lampiran V
PEDOMAN WAWANCARA
Nama : Aspa'at
Umur/usia : 52 tahun
Pekerjaan : Petani
4. (BI) Selain bahasa daerah, bahasa apa saja yang bisa anda kuasai ?
(BD) Selaing bahase daerah bahase apE ajak yang bise bapak kuasae' ?
Jawab :
(BI) Bahasa Indonesia
(BD) BahasE Indonesia
5. (BI) Apakah anda pernah meninggalkan Desa dalam jangka waktu yang
lama untuk berpergian ?
(BD) ApE kE Bapak suah ninggalkan kampong dalam jangkak waktu
yang lamak ?
Jawab :
(BI) Pernah
(BD) Suah
DAFTAR PUTAKA
Hadi, Ainul & Haryono (2005). Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung. CV.
Pustaka Setia
Ismawati, Esti. (2011). Metode Penelitian Pendidikan Bahasa & Sastra. Kadipiro
Surakarta : Yuma Pustaka
Masinambow dan Haenen, Paul. (2002). Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah.
Jakarta : Yayasan Obor Indonesia
xii
Ngaalimun & Alfulaila,Noor. (2014). Pembelajaran Keterampilan Berbahasa
Indonesia. Yogyakarta : Aswaja Pressindo
Spat, C. (1989). Bahasa Melayu Tata Bahasa Selayang Pandang. Jakarta : Balai
Pustaka
Sugono, Dendy dkk. (2012). Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi
Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Susanto. (2006). Metode Penelitian Sosial. Solo : LPP, UNS dan UPT Penerbiatan
dan Pencetakan UNS (UNS Press)
xiii
Zulaeha, Ida. (2010). Dialektologi: Dialek Geografi dan Dialek Sosial. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
xiv