Anda di halaman 1dari 8

Perbedaan Aksen dan Laksem Dialek di Kabupaten Sumenep

(Kajian Sosiodialektologi)
Muhammad Taqi’uddin
Bahasa dan Sastra Arab – Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
19310135@student.uin-malang.ac.id

Abstract:

Keywords:

Abstrak:

Kata Kunci:

Pendahuluan
Bahasa merupakan sistem tanda bunyi yang digunakan oleh manusia untuk
berkomunikasi. Bahasa bersifat bebas terhadap sosok sistem yang digunakan oleh anggota
kelompok sosial untuk bekerja sama. Bahasa juga dapat dikatakan sebagai tanda pengenal
diri karena setiap bahasa mempunyai ciri khas spesifik yang tidak dimiliki oleh bahasa lain.
Bahasa juga bersifat turun temurun, maksudnya bahasa merupakan sebuah warisan nenek
moyang dari satu generasi ke generasi yang lain, melewati suatu proses panjang dan saling
berhubungan. Warisan bahasa mempunyai sejarah panjang sehingga menyebabkan
terjadinya evaluasi bahasa. Dalam Cambridge Advance Learner’s Dictionary evaluasinya
berpatokan terhadap suatu proses perubahan dan perkembangan yang berjalan sedikit demi
sedikit dalam jangka waktu yang cukup lama. Gabungan definisi antara bahasa dan evaluasi
menjadi petunjuk bahwa bahasa merupakan sistem yang tidak statis namun bersifat dinamis.
Dalam kurun waktu bahasa itu digunakan penggunanya, maka bahasa tersebut akan terus
berkembang mengikuti masa yang terus berkembang dan perubahan tersebut akan terus
terealisasikan sesuai dengan pengguna bahasanya (Kridalaksana, 1983). Kemajuan yang
pesat pada zaman ini mempengaruhi perkembangan bahasa. “Karakter bahasa itu dinamis,
tidak akan mustahil jika suatu saat mengalami perkembangan (Chaer, 1995: 117).
Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa persatuan negara Indonesia yang
faktanya memiliki aneka ragam bahasa. keanekaragaman bahasa di Indonesia ini terjadi
akibat adanya keanekaragaman budaya dan kebiasaan setiap daerahnya. Badan Bahasa
mencatat bahasa daerah di Indonesia sebanyak 442 bahasa. Mengingat kembali bahwa
setiap bahasa memiliki ciri khasnya tersendiri di setiap daerahnya. Dari sekian banyaknya
bahasa daerah di Indonesia, sebenarnya bahasa memiliki karakter yang mirip namun masih
ada perbedaan. Adanya perbedaan tersebut, diselenggarakan sebuah penelitian yang lebih
dalam lagi dengan harapan agar mempermudah memahami bahasa yang dipelajari.
Salah satu bidang bahasa yang mempelajari perbedaan bahasa daerah dengan daerah
lainnya berdasarkan tempat atau wilayah tuturan adalah dialektologi. Dialektologi
merupakan bagian dari sosiolinguistik yang juga mempelajari tentang hubungan atau
pengaruh bahasa dengan perilaku sosial manusia. Penelitian dialektologi membahas tentang
tata bahasa, leksikon, serta fonologi di suatu wilayah tertentu. Kajian dialektologi
berhubungan erat dengan aspek pemetaan perbedaan unsur kebahasaan di berbagai daerah.
Namun, penelitian dialektologi ini masih sedikit jumlahnya. Hal tersebut mungkin terjadi
karena banyaknya bahasa daerah di Indonesia. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian Dialektologi Bahasa Madura di Kabupaten Sumenep. Alasan lainnya,
karena peneliti sendiri merupakan masyarakat asli Sumenep. Peneliti sangat tertarik dengan
variasi dialek bahasa madura yang ada di kabupaten Sumenep.
Membahas mengenai dialektologi, dalam pengertian umumnya, bahwasanya
dialektologi merupakan kajian mengenai dialek-dialek, dialek sendiri merupakan ragam
bahasa berdasarkan faktor geografis. Istilah dialek dikemukakan oleh Adisumarto
bahwasanya dialek dari bahasa Yunani, delektos. Dialek dapat didefinisikan sebagai ragam
bahasa yang di pergunakan oleh penggunanya yang digantungkan oleh pemakainya.
(Adisumarto, 1992: 23). Dialek sebagai ragam bahasa dari masyarakat yang jumlahnya
relative dalam penuturan, yang berada pada suatu daerah, wilayah, ataupun tempat tertentu.
(Chaer dan Leonie 2004: 63). Meskipun dialektologi dapat perhatian penuh dari para ahli
pada abad ke-19 diahir abad tersebut, peneliti seperti Gustav Wenker pada tahun 1867 di
Jerman dan Gilieron pada tahun 1880 di Swis melakukan sebuah penelitian yang mencakup
dialektologi yang membuka hal baru dalam kajian tersebut. (Wahyu, 2010: 2)
Masyarakat di pulau Madura menggunakan Bahasa Madura sebagai media
komunikasi sehari-sehari. Penggunaan bahasanya pun masih tetap digunakan ketika berada
di pulau Madura ataupun diluar pulau madura, baik lisan maupun dalam bentuk tulisan.
Tradisi sastra dengan menggunakan Bahasa Madura masih hidup dan dilestarikan oleh
orang-orang Madura hingga saat ini. Oleh karenanya, penuturan Bahasa Madura memiliki
jumlah yang tidak sedikit dikuatkan oleh tradisi sastra yang ada. Penggunaan Bahasa
Madura sendiri dikatakan sebagai penggunaan bahasa terbanyak di Indonesia. Pada tahun
1976 di Yogyakarta menggolongkan Bahasa Madura termasuk Bahasa yang tergolong salah
satu Bahasa daerah yang besar di Indonesia saat dilakukannya perumusan kedudukan
Bahasa daerah. (Effendy, 2011: 1).
Bahasa Madura termasuk dari rumpun bahasa Austronesia yang secara bahasa
latinnya berarti kepulauan selatan, daerahnya meliputi pulau Taiwan, kepulauan Nusantara
(termasuk Filipina), Mikronesia, Melanesia, Polinesia, dan Pulau Madagaskar. Agak sukar
untuk mendifinasikan rumpun bahasa Austronesia dikarenakan bahasa-bahasanya memiliki
kesinambungan yang sangat erat, dan juga jumlah bahasanya sangat banyak dan termasuk
sebagai jumlah bahasa yang sangat banyak jumlahnya di dunia yang berkisar satu per
delapan dengan jumlah rumpun bahasa yang ada di dunia yang menyebabkan proses
pengklasifikasinya sangat sukar. (Azhar, dan Iqbal Nurul, 2010: 3)
Pulau Madura terdiri dari empat kabupaten yaitu Bangkalan, Sampang, Pamekasan,
dan Sumenep. Tidak hanya di pulau Madura saja yang menggunakan Bahasa Madura akan
tetapi Bahasa Madura tersebar di beberapa daerah disebabkan banyak orang Madura yang
suka merantau dibeberapa daerah di Indonesia dan memilih menetap di daerah rantauannya,
dan juga orang Madura sangat menghormati sukunya yang menyebabkan sesame orang
Madura gampang akrab meski belum pernah kenal sebelumnya dan dalam kesehariannya
ditanah rantau, orang Madura menggunakan bahasa Madura sebagai sarana interaksi sesame
pengguna bahasa tersebut. Di jawa timur antara lain di Pulau Bawean (Kabupaten Gresik),
Pasuruan, Pasuruan, Probolinggo, Malang, Situbondo, Bondowoso, Jember, dan juga
Banyuwangi menggunakan bahasa madura. Dimana Bahasa Maduranya memiliki perbedaan
tersendiri disetiap daerah. Peneliti akan membahas dialek Bahasa Madura yang digunakan
di kabupaten Sumenep yang mana Bahasa Madura sendiri memiliki tiga ragam dialek;
dialek Sumenep atau dikenal juga sebagai dialek timur, dialek Madura barat dan dialek
Kepulauan di daerah Sampang dan Sumenep. Dialek Sumenep sendiri memiliki penutur
dialek yang banyak dibandingkan dialek Madura yang lainnya. Di antara ketiga dialek
tersebut, dialek Sumenep lah yang paling memenuhi syarat sesuai dengan gramatikal pada
umumnya, (Farhan dan Ersa, 2016).
Penggunaan Bahasa Madura di kabupaten Sumenep memiliki dialek yang berbeda-
beda, sehingga terjadi kerenggangan dalam berkomunikasi. Oleh karena itu, peneliti
melakukan penelitian ini bertujuan agar mempermudah dan memahami antar perbedaan
dialek bahasa Madura yang menjadi permasalahan atau fenomena yang ada di kabupaten
Sumenep. Dan peneliti akan mendeskripsikan perbedaan aksen dan leksem pada dialek
Sumenep barat dan Sumenep timur. Untuk mencapai tujuan dari pada penelitian ini, kajian
dialektologi digunakan agar mengurangi kesulitan dalam memperoleh data berbagai bentuk
varian aksen dan leksem pada dialek Sumenep. Sedangkan yang menjadi penyebab
perbedaannya yaitu sosial masyarakat Sumenep. Dalam penelitian kali ini peneliti
menggunakan pendekatan sosiodialektologi dengan melakukan wawancara dengan
pengguna atau penutur bahasa madura di kabupaten Sumenep yang dialeknya berbeda, serta
terdiri dari beberapa cabang perbedaan dialek.
Adanya teori dan obyen yang dikaji oleh peneliti dalam artikel ini, ada beberapa
penelitian terdahulu yang sudah dilaksanakan sebelumnya, yaitu:
Penelitian yang pertama berupa artikel jurnal oleh Intan Haniya Ulfah pada tahun
2019 yang berjudul "Perbandingan Variasi Bahasa Jawa di Daerah Pati dan Juwana (Kajian
Dialektologi)" bertujuan untuk mendeskripsikan penyebab adanya variasi Bahasa Jawa di
daerah Juwana dan Pati. Data diperoleh dan kumpulkan dari dua daerah yaitu pati dan
juwana. Penelitiannya menggunakan pendekatan kuantitatif. hasil penelitian nya mencakup
bentuk varian bahasanya juga faktor yang melatar belakangi berbedaan antara kedua bahasa
tersebut. (Intan Haniya Ulfah, 2019).
Penelitian yang ke dua berupa artikel oleh Fatana Auliyah, Sri Utami, dan Nuril
Huda pada tahun 2020 yang berjudul “Dialektologi Bahasa Madura di Desa Tapaan dan
Desa Tlagah Kecamatan Banyuates Kabupaten Sampang”. Dalam artikel tersebut peneliti
membahas tentang perbedaan antara kedua desa, dalam segi fonologinya antara lain; 1)
Penambahan fonem. 2) Penghilangan fonem. 3) Perbedaan fonem. 4) Disimilasi atau
perubahan bunyi suatu kata. Yang bertujuan untuk mendeskripsikan perbedaan bahasa antar
kedua desa tersebut dengan menggunakan metode penelitian dekskriptif kualitatif dengan
metode wawancara. (Fatana, 2020).
Penelitian yang ke tiga berupa artikel jurnal oleh Prapti Wigati Purwaningrum dan
Maulani Pangestu pada tahun 2021 yang berjudul “Variasi Dialek dalam Budaya Jawa di
Kabupaten Tangerang (Sebuah Kajian Dialektologi)”. Dalam penelitian tersebut peneliti
bertujuan untuk memuji orang lain dengan cara melalui media gerakan tubuh. Dalam
penelitian ini menggunakan metode penelitian simak dengan cara mewawancarai seseorang
dengan motode teknik mincing, dengan motode tersebut akan menghasilkan jawaban yang
spontanitas dari orang yang diwawancarai dan tujuan dari penelitian agar dapat terarah.
Dalam penelitian yang dilakukan dua orang ini berisikan variasi dialek yang terdiri dari
fonologi dan leksikal pada lingkup perumahan Serpong Garden yang isinya meliputi bunyi
vocal dialek bahasa jawa di perumahan tersebut, bunyi konsonan, gejala onomasiologis, dan
gejala semasiologis. (Purwaningrum dan Maulani, 2021).
Penelitian yang ke empat berupa artikel jurnal oleh Fitria Dewi, Wahyu Widayati,
dan Sucipto pada tahun 2017 yang berjudul “Kajian Dialektologi Bahasa Madura Dialek
Bangkalan”. Tujuan dari pada penelitian tersebut untuk menganalisis dialek bangkalan bagi
pengguna bahasa Madura yang ada dikabupaten bangkalan tepatnya di kecamatan Geger
dan Kecamatan Arosbaya. Dalam penelitian tersebut peneliti menggunakan metode
penelitian deskriptif kualitatif yang menggunakan objek dari pada percakapan yang
dilakukan oleh pengguna bahasa dari dua kecamatan yang berbeda tersebut. Oleh karnanya
hasil yang didapat dari peneliti terarah pada perbedaan fonologi, morfologi, sintaksis, dan
semantik pada kecamatan tersebut. (Fitria Dewi, Wahyu Widayati, dan Sucipto, 2017).
Peneliti yang ke lima berupa skripsi oleh Eva Dwi Wijayanti pada tahun 2016 yang
berjudul “Variasi Dialek Bahasa Bawean Di Wilayah Pulau Bawean Kabupaten Gresik:
Kajian Dialektologi”. Dalam skripsi tersebut memiliki beberapa tujuan antara lain: 1)
Mendeskripsikan fonologi pada dialek varian bahasa. 2) Mendeskripsikan perbedaan
leksikan dalam ragam dialek. 3) Menggambarkan dan mendeskripsikan dalam lingkup
pemetaan pengguna varian bahasa di pulau Bawean kabupaten Gresik. Dalam penelitian
tersebut peneliti menggunakan metode penelitian yang bersifat kualitatif data didapat dari
pengamatan yang dilakukan peneliti. Isi dari pada skirpsi tersebut antara lain 1) Mengenai
berbedaan fonologi yang meliputi fonem (vokal dan konsonan) juga terkait perbedaan
antara vokal dan konsonannya. 2) Perbedaan leksikal. 3) Pemetaan yang menyangkut
terhadap perbedaan disetiap daerah di pulau Bawean. (Eva Dwi Wijayanti, 2016).
Metode Penelitian
Metodologi merupakan sebuah metode, praktek, dan system yang pada umumnya
berhubungan dengan disiplin ilmu. Metodologi menelitian mencakup pada aspek yang
digunakan oleh peneliti guna memastikan bahwasanya penelitiannya dapat dikritik, di
ulang, dan di adaptasi. Strategi tersebut mengacu pada peneliti dengan mengambil sampel,
pengumpulan data, dan analisa. Integrase dalam penelitian di butuhkan hubungan yang
sangat erat antara pernyataan peneliti, metode pengumpulan data dan metodologi
penelitiannya. Susunan metodologi penelitian terdiri dari beberapa jenis penelitian, sumber
data, teknik pengumpulan data, teknik validasi data dan teknik analisis data.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Serta
mengumpulkan data dengan melakukan survei melalui wawancara dan pengamatan dengan
beberapa penutur bahasa madura di kabupaten Sumenep, yang tentu setiap narasumber
memiliki perbedaan dialek dalam menuturkan bahasa madura.

Hasil dan Pembahasan


Sumenep merupakan kabupaten yang berada dibagian ujung timur pulau Madura
yang memiliki banyak sekali pulau-pulau kecil yang menyebabkan terjadinya suatu
perbedaan yang meliputi bahasa dan dialek yang terpengaruh oleh sosial yang terjadi
disetiap daerah dibawah ini peta kabupaten Sumenep.

Gambar 1. Kabupaten Sumenep.

Hasil dan pembahasannya sesuai dengan tujuan dari penelitian yang oleh peneliti di
paparkan di atas, sehingga oleh peneliti dibagi menjadi dua sub bab pada pembahasan
penelitian ini, penjabarannya sebagai berikut:
A. Variasi Laksem dan Aksen di Kabupaten Sumenep.
Simpulan

Daftar Pustaka
Adisumarto, Mukidi. 1992. “Geografi Dialek Bahasa Banyumas” dalam: Kesenian, Bahasa
dan Faktor Jawa. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Azhar, Iqbal Nurul. (2010). Jejak Protobahasa Austronesia Pada Bahasa Madura. Jurnal
Metalingua: Universitas Trunojoyo Madura. (https://scholar.google.co.id/citations?
view_op=view_citation&hl=id&user=-YNXhdkAAAAJ&citation_for_view=-
YNXhdkAAAAJ:b0M2c_1WBrUC). Diakses pada tanggal 12 Desember 2022
pukul 23.20.

Chaer, Abdul, & A. Leone. 1995. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Effendy, Moh. Hafid. (2011).Tinjauan Deskriptif Tentang Varian Bahasa Dialek


Pamekasan. (https://core.ac.uk/display/229883869?
utm_source=pdf&utm_medium=banner&utm_campaign=pdf-decoration-v1).
Diakses pada tanggal 12 Desember 2022 pukul 22.00.

Eva Dwi Wijayanti. (2016). “Variasi Dialek Bahasa Bawean Di Wilayah Pulau Bawean
Kabupaten Gresik: Kajian Dialektologi”. Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga.

Farhan dan Ersa. (2016). Dialek Sumenep Paling Memenuhi Syarat Gramatika.
(https://sumenepkab.go.id/berita/baca/dialek-sumenep-paling-memenuhi-syarat-
gramatika). Diakses pada tanggal 12 Desember 2022 pukul 22.11.
Fatana Auliyah, Sri Utami, dan Nuril Huda. (2020).Dialektologi Bahasa Madura Di Desa
Tapaan Dan Desa Tlagah Kecamatan Banyuates Kabupaten Sampang. Jurnal Sastra
Aksara. (http://194.59.165.171/index.php/aksara/article/view/479). Diakses pada
tanggal 14 Desember 2022 pukul 06.41.

Fitria Dewi, Wahyu Widayati, dan Sucipto (2017). Kajian Dialektologi Bahasa Madura
Dialek Bangkalan. FONEMA. (http://repository.unitomo.ac.id/1072/). Diakses pada
tanggal 14 Desember 2022 pukul 07.21.

Intan Haniya Ulfah. (2019). Perbandingan Variasi Bahasa Jawa Di Daerah Pati dan
Juwana (Kajian Dialektologi). Prosiding Seminar Literasi IV.
(http://conference.upgris.ac.id/index.php/snl/article/view/787). Diakses pada tanggal
14 Desember 2022 pukul 02.30.

Kridalaksana, Harimukti. 1983. Kamus Linguistik . Jakarta: Gramedia.

Prapti Wigati Purwaningrum, dan Maulani Pangestu. (2021). Variasi Dialek dalam Budaya
Jawa di Kabupaten Tangerang (Sebuah Kajian Dialektologi). Jurnal Sastra
Indonesia. (https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jsi/article/view/44383). Diakses
pada tanggal 14 Desember 2022 pukul 06.56.

Wahya. (2010). Mengenal Sekilas Dialektologi: Kajian Interdisipliner tentang Variasi dan
Perubahan Bahasa. Lingua Jurnal Ilmiah Bahasa dan Budaya.
(http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Pustaka_Unpad_Mengenal_
-Sekilas_-Dialekteknologi.pdf.pdf). Diakses pada tanggal 13 Desemeber 2022 pukul
23.56.

Anda mungkin juga menyukai