Dianul Muslimah1
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
STKIP PGRI Sumenep
E.A.A. Nurhayati2
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
STKIP PGRI Sumenep
Suhartatik3
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
STKIP PGRI Sumenep
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk, fungsi, dan makna afiksasi bahasa
Madura dialek Sumenep pada tingkat tutur rendah. Adapun metode yang digunakan adalah metode agih
yaitu metode analisis data yang alat penentunya bagian dari bahasa itu sendiri. Subjek dari penelitian ini
yaitu kosakata bahasa Madura yang mengalami afiksasi, data utama diperoleh melalui study pustaka
berupa buku paramasastra Madura, majalah jokotole, malatè sato’or dan tuturan sehari-hari
masyarakat Madura khususnya dialek Sumenep, sedangkan data pendukung diperoleh dari skripsi
penelitian sebelumnya. Hasil penelitian ini yaitu afiksasi bahasa Madura dialek Sumenep yang
meliputi bentuk, fungsi dan makna. Prefiks terdapat tujuh macam yakni prefiks {a-}, {e-}, {ta-}, {ka-
},{sa-}, {pa-}, dan {pe-}. Infiks terdapat empat macam yakni {-al-}, {-ar}, {-en}, {-om}. Sufiks
terdapat tujuh macam yakni sufiks {-e}, {-a}, {-an}, {-en}, {-na}, {-ana}, dan {- aghi}. Konfiks
terdapat dua belas macam yakni konfiks {ka-an}, {ka-na}, {ka-e}, {ka-en }, {ka-aghi}, {pa-an}, {sa-
na}, {sa-an}, {a-an}, {a-aghi}, {e-aghi}, dan {pa-aghi}. Fungsi afiks adalah mengubah kelas kata
menjadi kelas kata lainnya, dan makna afiks akan terbentuk sesuai dengan bentuk dasar yang
melekatinya. Berdasarkan hasil penelitian bahwa terdapat hasil temuan baru pada konfiks {a-aghi}, {e-
aghi}, dan {pa-aghi}. Hal ini terbutki bahwa adanya konfiks tersebut dalam hasil penelitian pustaka
atau tuturan sehari-hari yang diperoleh dari penutur bahasa Madura dialek Sumenep.
Abstract
This research is aimed to describe form, function, and Madurese affixation meaning of
Sumenep dialect in low speech level. The method used was data analysis which determining device
was the language itself. The subject of this research was Madurese language vocabularies which
got affixation. The primary data was obtained by literature review of Paramasastra Madura, the magazine
of Jokotole, Malate Sato’or, and daily conversation of Madurese especially Sumenep people. While,
the supporting data was obtained from the previous research. The result of the research are the
affixation of Sumenep dialect contained form, function, and meaning. There are seven kinds of
prefixes, those are {a-}, {e-}, {ta-}, {ka-}, {sa-}, {pa-}, dan {pe-}. There are four kinds of infixes, those
are {-al-}, {-ar-}, {-en-}, {-om-}. There are seven kinds of suffixes, those are {-e}, {-a}, {-an}, {-en}, {-
na}, {-ana}, and {- aghi}. There are twelve kinds of konfixes, those are {ka-an}, {ka-na}, {ka-e}, {ka-en},
{ka- aghi}, {pa-an}, {sa-na}, {sa-an}, {a-an}, {a-ghi}, {e-aghi}, dan {pa-aghi}. The function of affix is
to change the word classes into another word classes, and the meaning will be formed based on the basic
form which attached it. Based on the result , it was found the new konfixes of {a-aghi}, {e-aghi}, and
{pa-aghi}. It was proved there were those konfixes on the literature review or daily conversation
which were gained from the speaker of Sumenep dialect.
Pendahuluan
Bahasa Madura merupakan salah satu bahasa daerah yang digunakan oleh
etnik Madura, baik yang tinggal di pulau Madura maupun yang tinggal di luar
Madura, yang menggunakan bahasa Madura sebagai alat komunikasi dengan penuturnya.
Bahasa Madura dipakai oleh lebih dari 13 juta penutur atau sekitar 5% penduduk Indonesia.
Ini menjadikan bahasa Madura sebagai bahasa nomor empat yang terbanyak yang
dipakai oleh penduduk Indonesia (Purwo, dalam Rifai, 2007:50).
Pulau Madura memiliki empat dialek utama bahasa Madura, yaitu dialek Bangkalan
(dipakai di daerah Bangkalan dan Sampang barat), dialek Pamekasan (dipergunakan orang
sampang timur dan daerah pamekasan), dialaek Sumenep (dipakai di daerah Sumenep
dan pulau-pulau di dekatnya), dan dialek Kangean yang digunakan dikepulauan tersebut
(Rifai, 2007:55). Bahasa-bahasa yang ada di dunia memiliki kesamaan dan perbedaan
atau bersifat universal dan spesifik. Dikatakan demikian karena selain memiliki ciri umum
bahasa-bahasa yang ada di dunia juga memiliki ciri-ciri khusus yang dimiliki setiap
bahasa itulah yang membedakannya dengan bahasa-bahasa yang lain.
Chaer (2014:72) mengklasifikasikan bahasa menjadi empat bagian, yaitu
klasifikasi genetis atau klasifikasi yang dilakukan berdasarkan garis keturunan bahasa.
Klasifikasi tipologis atau klasifikasi yang dilakukan berdasarkan kesamaan tipe atau
tipe-tipe yang terdapat pada sejumlah bahasa. Tipe ini merupakan unsur tertentu yang
dapat timbul berulang-ulang dalam suatu bahasa, unsur yang berulang ini dapat mengenai
bunyi, morfem, kata, frase, kalimat, dan sebagainya. Klasifikasi areal, yaitu dilakukan
berdasarkan adanya hubungan timbal balik antara bahasa yang satu dengan bahasa yang
lain di dalam suatu areal atau wilayah. Klasifikasi sosiolinguistik, yaitu dilakukan
berdasarkan hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor yang berlaku dalam
masyarakat.
Salah satu dari pengklasifikasian tipologi bahasa, khususnya tipologi
morfologi adalah bahasa bertipe aglutinatif. Menurut Bloomfield (1995:201), pada bahasa-
bahasa aglutinatif bentuk-bentuk terikat hanya dianggap yang satu mengikuti yang lain.
Sedangkan menurut Chaer (2014:77) bahasa aglutinatif sama dengan bahasa berafiks.
Definisi tersebut dapat diartikan bahwa kata-katanya berupa morfem terikat yang tidak
dapat berdiri sendiri atau dapat juga disebut dengan afiks atau imbuhan.
Tipologi aglutinasi mengenal banyak imbuhan, salah satu bahasa di nusantara yang
bertipe aglutinasi ini adalah bahasa Madura. Hal tersebut bukan berarti bahasa
Madura memiliki jumlah dan jenis imbuhan yang sama dengan bahasa lain yang bertipe
aglutinasi.
Imbuhan atau afiks serta prosesnya sangatlah produktif dalam bahasa Madura,
hampir semua kata dalam bahasa Madura mengalami proses morfologi afiksasi. Proses
pembentukan kata dalam bahasa Madura terdiri dari dua proses, yakni pada proses
morfologis dan proses nomorfologis. yang dimaksud proses mofologis menurut Ramlan
(2001:51) adalah proses pembentukan kata-kata dari dari satuan yang merupakan
bentuk dasarnya. Bentuk dasar tersebut dapat berupa kata dan pokok kata. Sedangkan
proses nonmorfologis merupakan pembentukan kata yang tidak melalui proses yang
terdapat di dalam morfologi, seperti perubahan-perubahan fonetis yang terjadi dalam
proses pembentukan kata bahasa Madura.
Metode
Metode yang dapat digunakan dalam upaya menemukan kaidah dalam tahap
analisis data ada dua, yaitu metode agih dan metode padan. Metode agih adalah metode
analisis data yang alat penentunya bagian dari bahasa itu sendiri, sedangkan metode padan
alat penentunya diluar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan
(Sudaryanto, 1993:13-15). Adapun analisis data dalam penelitin ini yaitu menggunkan
metode agih.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik secara deskriptif. Artinya
data yang di analisis berbentuk deskriptif yang berupa kata-kata yang mengandung proses
afiksasi yang terdapat dalah bahasa Madura khusunya dialek Sumenep pada tingkat
tutur rendah. Selanjutnya melakukan abstraksi terhadap hasil rekaman yang diperoleh
dari informan dan dari hasil study pustaka, kemudian membuat kategorisasi atau
pengelompokan. Pengelompokan tersebut berdasarkan pada bentuk, fungsi, dan makna
afiksasi bahasa Madura dialek Sumenep. Selanjutnya melakukan pemilihan data yang akan
di analisis. Pemilihan data tersebut didasarkan pada kriteria tertentu yakni pada
kegramatikalan bahasa yang diteliti. Analisis data dilakukan secara berulang-ulang
menurut kebutuhan. adapaun tahapan dalam menganalisis data yaitu (1) merekam data, (2)
mencatat data, (3) mengkalsifikasikan data, (4) menganlisis data, dan (5) menyimpulkan
pokok permasalah.
sama sekali, selain prefiks {N-}, tetapi prefiks tersebut dapat mengalami perubahan kelas
kata atau kategori kata. Jadi fungsi prefiks dalam bahasa Madura dapat bersifat inflektif dan
dapat pula bersifat derivatif. Adapun contoh-contoh prefiks dalam bahasa Madura yang
tidak mengalami perubahan bentuk dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Infiks (sisipan) atau yang dikenal dengan sesselan dalam bahasa Madura
adalah imbuhan yang terletak di dalam dasar. Proses sisipan (Infiks) ini disebut infiksasi.
Adapun macam-macam infiks dalam bahasa Madura terdapat empat macam yakni {-al-},
{-ar}, {-en}, {-om}. Infiks tersebut apabila melekat pada bentuk dasarnya tidak
menyebabkan perubahan bentuk dan tidak mengubah kelas kata atau kateogori kata, namun
infiks dalam dalam bahasa Madura dapat mengubah makna. Hal tersebut dapat dipertegas
dengan contoh-contoh yang ada pada tabel dibawah ini:
Sufiks (akhiran) atau yang dikenal dengan panotèng dalam bahasa Madura
adalah imbuhan yang terletak di akhir dasar. Adapun macam-macam sufiks dalam bahasa
Madura terdapat tujuh macam yakni sufiks {-e}, {-a}, {-an}, {-en}, {-na}, {-ana}, dan {-
aghi}. Penggunaan sufiks tersebut sangat produktif dalam bahasa Madura. Keproduktifan
tersebut dapat dibuktikan dengan kemampuannya yang dapat melekat pada berbagai
bentuk dasar baik yang berkategori kata kerja, kata benda maupun kata sifat. Namun
dengan keproduktifan tersebut mayoritas sufiks dalam bahasa Madura dapat
menyebabkan proses morfofonemik dan dapat pula menyebabkan perubahan fonetis,
namun tidak semua sufiks dalam bahasa Madura mengubah fonem dan fonetik. Adapun
contoh-contoh sufiks dalam bahasa Madura dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Konfiks (oca’ pangadȃ’ ècampor panotèng) adalah afiks yang terdiri dari dua
unsur yang terpisah, yakni dimuka bentuk dasar dan dibelakan bentuk dasar. Bahasa
Madura juga mengenal adanya konfiks. Notoasmoro (2008:73-79) menyebutkan macam-
macam konfiks yakni konfiks {ka–an}, {ka-na}, {ka-e}, {ka-en}, {ka-aghi}, {pa-
an}{sa-na}, {sa-an}, dan {a-an}. Namun selain konfiks yang telah disebutkan dalam
buku tersebut. Konfiks {a-aghi}, {e-aghi}, dan {pa-aghi} juga ditemukan dalam bahasa
Madura. Adapun contoh-contoh sufiks tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Jenis Bentuk Bentuk Bentuk Kategori Fungsi Makna
Afiks Afiks Dasar Jadian BD BJ
Konfik {ka-an} tèdung katèdun KK KB Derivatif ‘tempat yang
s gan digunakan
untuk seperti
tersebut pada
bentuk dasar’.
{ka-e} tèdung katèdun KK Pem Derivatif ‘menyuruh
gè arka menjadikan
h tempat untuk
impe apa yang
ratif tersebut pada
bentuk dasar’.
{ka-en} mèra kamèra KS PK Derivatif ‘terlalu atau
en berlebih’
{ka- Sapo’ Kasapo KB Pem Derivatif ‘menyuruh
aghi} ’aghi arka dipakaikan
h seperti tersebut
impe pada bentuk
ratif dasar
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitia dan pembahasan yang telah dibahas pada
bagian sebelumnya, maka pernilitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut.
Jenis afiks dalam bahasa Madura terdapat empat macam, yaitu prefiks, infiks,
sufiks, dan konfiks. Prefiks dalam bahasa Madura terdapat tujuh macam yakni prefiks
{a-}, {e-},{ta-}, {ka-},{sa-}, {pa-}, dan {pe-}. Infiks terdapat empat macam meliputi
infiks {-al-}, {- ar}, {-en}, {-om}. Sufiks terdapat tujuh macam yakni sufiks {-e}, {-a},
{-an}, {-en}, {-na}, {-ana}, dan {-aghi}. Konfiks terdapat dua belas macam yakni konfiks
{ka-an}, {ka-na}, {ka- e}, {ka-en }, ka-aghi}, {pa-an}, {sa-na}, {sa-an}, {a-an}, {a-
aghi}, {e-aghi}, dan {pa- aghi}. Afiks dalam bahasa Madura apabila dilekati pada
sebagian bentuk dasar bahasa Madura dapat menyebabkan proses morfologis dan juga
proses fononogis dalam proses pembentukannya. Makna afiks dalam bahasa Madura
akan memiliki makna yang berbeda- beda sesuai dengan bentuk dasar yang
dilekatinya, sedangkan fungsi afiks dalam bahasa Madura dapat bersifat derivatif
ataupun bersifat inflektif, afiks dalam bahasa Madura dapat berfungsi sebagai pembentuk
kelas kata sesuai dengan bentuk dasar yang dilekati, baik yang berkategori kata kerja, kata
benda, kata sifat, kata numeralia ataupun yang berkategori kelas kata lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bloomfield, Leonard. 1995. Language Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama. Chaer, Abdul . 2014. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoasmoro, Abd Sukur. 2008. Paramasastra Madura. Sumenep: Pelopor Pendidikan
Pers. STKIP PGRI Sumenep.
Ramlan, 2001. Morfologi Suatu Tinjaun Deskriptif. Yogyakarta: CV Karyono. Rifai,
Ahmad. 2007. Manusia Madura. Yogyakarta: Pilar Merdia.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta
Wacana Universitas Press