Pd
NIM : 2011290046
Semester/Kelas : 6/B
“ ANALISIS REDUPLIKASI
A. Latar Belakang
Bengkulu Selatan merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Bengkulu, yang beribu
kota di Kota Manna. Kabupaten ini memiliki sebelas kecamatan yaitu: Kecamatan Manna,
Kota Manna, Pasar Manna, Ulu Manna, Pino, Pino Raya, Seginim, Bunga Mas, Air Nipis,
Kedurang, dan Kedurang Ilir. Kabupaten Bengkulu Selatan berada di sebelah barat Bukit
Barisan dengan luas administrasi lebih kurang 1.186,10 kilometer persegi dan luas wilayah
lautan 384 kilometer persegi. Kabupaten Bengkulu Selatan terletak pada 4o – 5o LS dan102o–
103oBT.
Kabupaten Bengkulu Selatan ini di diami oleh mayoritas masyarakat suku serawai yang
tinggal di Kecamatan Manna, Kota Manna, Pasar Manna, Ulu Manna, Pino, Pino Raya,
Seginim, Bunga Mas, dan Air Nipis, dan minoritas masyarakat suku pasemah yang mendiami
dua kecamatan, yaitu kecamatan Kedurang dan Kedurang ilir suku serawai merupakan salah
satu suku bangsa yang hidup di daerah Bengkulu kata serawai berasal dari kata se artinya satu,
dan rawai, artinya tali yang banyak pancingnya, jadi suku serawai adalah gabungan atau
himpunan dari beberapa keluarga yang bersatu menjadi satu suku.
Dalam penggunaannya, bahasa serawai tidak hanya digunakan untuk bahasa yang kata-
kata bermakna konotasi (kias/bermakna tidak sebenarnya). Kiasan sering dituturkan di tenga-
tengah masyarakat, kabupaten Bengkulu Selatan. Sejak zaman dahulu dalam pergaulan sehari-
hari, masyarakat suku serawai di dalam berbahasa sering menggunakan kata bermakna kias.
Pemakaian kata yang bermakna kias oleh masyarakat suku serawai merupakan wujud kearifan
lokal masyarakat dalam menyampaikan suatu maksud tertentu.
1
Pemakaian kiasan oleh masyarakat serawai merupakan bentuk tidak langsung untuk
mengungkapkan suatu perasaan atau keinginan mereka terhadap perbuatan atau tingkah laku,
yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang. Jika seseorang ingin menegur perbuatan dari
orang lain. Sebagai sebuah bahasa, bahasa Serawai memiliki sistem tertentu dalam bertegur
sapa. Sistem sapaan itu digunakan untuk membedakan dan menghargai orang yang disapa.
Salah satu keunikan sistem sapaan bahasa Serawai, di samping keunikan yang misalnya pada
panggilan kekerabatan. Sapaaan untuk kakak perempuan dalam bahasa Serawai ada bermacam-
macam.1
Penelitian yang relavan sebelumnya pernah dilakukan oleh, Testi Efrilia tahun 2001,
Makna kiasan Bahasa Rejang di Kabupaten Rejang Lebong penelitian ini menyimpulkan
bahwa kiasan dalam bahasa Rejang Secara umum dapat digolongkan menjadi tiga jenis yaitu,
pepatah, sindiran dan perumpamaan. Melihat kiasan masih sering digunakan dan masih
tetap dituturkan di tengah–tengah masyarakat Serawai ketika berkomunikasi sehari-hari, akan
tetapi belum adanya penulis yang meneliti tentang bentuk, fungsi, dan makna kiasan
dalam bahasa Serawai, maka penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian ini
dengan judul “Analisis Kiasan dalam Bahasa Serawai di Kabupaten Bengkulu Selatan”.2
Oleh karena itu adanya kekhasan sistem sapaan tersebut, penulis tertarik untuk
mengangkat sistem sapaan bahasa serawai sebagai masalah yang akan dibahas lebih lanjut
dalam penelitian ini. Alasan yang kedua adalah karena bahasa serawai reduplikasi adalah proses
morfemis yang mengulangi bentuk dasar atau sebagian dari bentuk dasar tersebut. Jadi,
reduplikasi adalah sebuah proses pengulangan yang mengubah bentuk kata yang dikenainya
baik seluruhnya maupun sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak melalui proses
morfologis dan hasil pengulangannya disebut kata ulang. Kiasan yang ada pada dialog di
atas ada pada kalimat Gemuntum bunyi guruah belum sampai ujanau. Yang artinya
Gelegar bunyi petir tapi hujannya tidak datang juga. Kiasan di atas mengiaskan
gemuntum bunyi guruh yaitu: orang yang sombong dan belum sampai ujanau yaitu:
sesungguhnya apa yang 3 dikatakan tidak sesuai dengan kenyataan. Contoh di atas adalah
salah satu kiasan yang digunakan oleh masyarakat suku Serawai. Salah satu bentuk penggunaan
kiasan dalam kehidupan sehari–hari seperti di atas membuat penulis tertarik untuk
menganalisis lebih jauh tentang penggunaan kiasan dalam kehidupan pada masyarakat
penutur bahasa Serawai.
1
Aliana, dkk. 1982. Sistem Kata Kerja Bahasa Serawai. Jakarta: Depdikbud, Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa.
2
Testi Efrilia, tahun 2001 ; Makna kiasan Bahasa Rejang di Kabupaten Rejang Lebong
2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latarbelakang di atas, masalah yang akan dikaitkan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian berkaitan dengan masalah yang telah dikemukakan di atas,
tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Landasan Teori
1) Hakikat Bahasa
a). Pengertian Bahasa Serawai
Bahasa Serawai adalah bahasa yang dipakai oleh sebagian masyarakat Kabupaten
Bengkulu Selatan, Propinsi Bengkulu (Lihat Peta Bahasa). Kabupaten Bengkulu Selatan terdiri
dari 7 daerah kecamatan, yaitu ; (1) Kecamatan Seluma, (2) Kecamatan Talo, (3) Kecamatan
Pino, (4) Kecamatan Manna, (5) Kecamatan Kaur Utara, (6) Kecamatan Kaur Tengah, dan (7)
Kecamatan Kaur Selatan. Bahasa Serawai dipakai dalam empat daerah kecamatan, yaitu (1)
Kecamatan Seluma, (2) Kecamatan Talo, (3) Kecamatan Pino, dan (4) Kecamatan Manna.
Keempat daerah kecamatan tersebut ter diri dari 16 marga, yaitu (1) Marga Andelas, (2) Marga
Air Periukan, (3) Marga Ngalam, (4) Marga Seluma, (5) Marga Ulu Talo, (6) Marga Ilir Talo,
(7) Marga Semidang Alas, (8) Marga Ulu Manna Ulu, (9) Marga Ulu Manna Ilir, (10) Marga
Marga Anak Lubuk Sirih, (15) Marga Anak Dusun Tinggi, dan (16) Marga Kedurang. Marga
(1) sampai (4) termasuk dalam wilayah Kecamatan Seluma, marga (5) sampai (7) termasuk
dalam wilayah Kecamatan Talagq, marga (8) sampai (I I) termasuk dalam wilayah Kecamatan
Pino, dan marga (12) sanipai (16) termasuk dalam wilayah Kecamatan Manna. Dari ke-i6
marga itu, ada satu marga yang tidak memakai bahasa Serawai, yaitu Marga Kedurang. Bahasa
yang dipakai marga ini ialah bahasa Pasemah.3
3
Bahasa Serawai Zainul Arifin Aliana, S. Salamah Arifin, A. Malian Erman,
3
a) Menurut Tarigan (1985: 15) kiasan bahasa serawai adalah pemakaian kata-kata bukan
arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau
perbandingan dan kiasan juga merupakan perbandingan yang implisit tanpa kata seperti
atau sebagai diantara dua hal yang berbeda. Kridalaksana (2008:123) mengatakan
kiasan adalah alat untuk memperluas makna kata atau kelompok kata untuk memperoleh
efek tertentu denga membandingkan atau menegosiasikan dua hal.
b) Menurut Aminudin (1988:50), kiasan bahasa serawai adalah memberi makna lain dari
suatu ungkapan, atau menyiratkan sesuatu untuk mengatakan sesuatu yang lain. Kiasan
ini biasanya dibentuk dengan memperhatikan adanya persamaan sifat, keadaan, bentuk,
warna, tempat dan waktu antara kedua benda yang dibandingkan, dan kiasan juga
memberi makna lain dalam suatu ungkapan, atau memisalkan sesuatu untuk mengatakan
sesuatu yang lain.
c) Menurut Bahasa Serawai Zainul Arifin Aliana, S. Salamah Arifin, A. Malian Erman,
1) Yang diketahui, penelitian bahasa Serawai yang telm dibukukan belum ada. Oleh
karena itu, dalam peneliti an bahasa Serawai ini tak ada bahan yang dapat dijadikan
studi perbandingan. Metode Korpus data diambil dari bahasa Serawai dialek "o"
yang meliputi daerah Kecamatan Seluma dan Kecamatan Talo. Peneli tian
pendahuluan dilakukan di Falembang oleh empat orang peneliti. Masing-masing
peneliti didampingi oleh seorang pendamping informan.
2) Penelitian lapangan di daerah Serawai dilakukan oleh dua orang peneliti, seorang di
antaranya adalah peneliti yang bahasa ibunya adalah bahasa Serawai. Peneliti di
lapangan ini juga di dampingi oleh seorang pendamping informan. Data-data yang
diragukan pada penelitian pendahuluan dicek kepada beberapa orang informan yang
bahasa ibunya bahasa Serawai. Data yang terkumpul diolah secara deskriptif. Data
yang masih diragukan dicek kepada seorang peneliti yang bahasa ibu nya bahasa
Serawai.4
Jadi, berdasarkan pendapat di atas maka kiasan dapat diartikan suatu bahasa yang
memiliki makna lain dengan menggunakan perbandingan atau asosiasi (perumpamaan atau arti
kata yang bukan sebenarnya).
4
Aminudin (1988:50), ; tentang kiasan bahasa serawai
4
Bentuk-bentuk bahasa kias dapat digolongkan ke dalam empat bentuk yaitu: peribahasa,
ungkapan, pepatah, dan perumpamaan. Setiap bentuk kiasan memiliki perbedaan yang nyata
dari segi maksud (Hassan1997: 277). Bentukbentuk tersebut akan diuraikan satu persatu di
bawah ini:
a) Peribahasa
Sudaryat (2008:89) peribahasa adalah salah satu bentuk idiom berupa kalimat yang susunannya
tetap dan menunjukkan perlambangan kehidupan.
Hutomo (1991:67) mengartikan peribahasa adalah ungkapan yang telah mendapat makna dan
tempat yang khusus dalam pemakaian bahasa.Kosasih (2012:18) berpendapat bahwa peribahasa
adalah kalimat atau kelompok perkataan yang tetap susunannya dan biasanya mengiaskan
maksud tertentu.
Contoh:
a) Bagai api dengan asap artinya utuh dan tidak bisa bercerai lagi/selalu bersama-sama.
b) Bagai kerbau dicocok hidungnya artinya tidak ada pendirian/selalu mengekor kepada
orang lain.
b) Bagai mencincang air artinya melakukan perbuatan yang sia-sia.
d) Bahasa menunjukkan bangsa artinya tabiat seseorang dapat dari cara mereka bertutur
kata.
c) Bagai padi makin berisi makin merunduk artinya semakin tinggi ilmunya semakin
rendah hatinya.
b) Ungkapan
Perkataan atau kelompok kata yang khas untuk menyatakan sesuatu maksud dengan arti
kias. ungkapan juga ialah suatu bentuk idiom yang berupa kelompok kata yang bermakna
kiasan atau yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna angota-angotanya, (Yayat
Sudaryat, 2008: 89).5
Bahasa Serawai yang menjadi identitas masyarakat kabupaten Bengkulu Selatan juga
akan mengalami hal yang sama, suatu saat dapat mengalami kepunahan. Hal ini dapat terlihat
dari jumlah penutur yang ada saat ini hanya berjumlah tidak lebih dari 114.000 orang saja, di
mana hanya generasi tua yang betul-betul masih memahami tentang bahasa Serawai, sedangkan
generasi muda mulai tidak memahami bahasa yang menjadi ciri khas masyarakat Bengkulu
Selatan.
Hal tersebut disebabkan karena generasi muda mulai enggan untuk menggunakan bahasa
Serawai dalam kehidupan sehari-hari, bahkan bahasa asli Serawai ini mulai dimodifikasi dan
bercampur dengan bahasa-bahasa yang lain.
5
Chaer, Abdul dan Agustina, Leoni. 1995. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Renika Cipta
5
Ciri khas bahasa Serawai yang kental dengan dialek akhiran “-au” dan sisipan “-gh-“ di
dalam kata-katanya, merupakan ikon yang harus tetap dipertahankan, diajarkan, dan tetap
digunakan dalam komunikasi sehari-hari di Bengkulu Selatan. Jika suatu saat apabila generasi
tua yang ada di Bengkulu Selatan yang betul-betul memahami bahasa Serawai mulai tidak ada,
maka bahasa Serawai pun secara otomatis akan ikut menghilang. Percobaan awal uji coba
dilakukan pada beberapa masyarakat yang ada di kabupaten Bengkulu Selatan dengan berbagai
tingkatan usia. Percobaan uji coba dilakukan dengan memberikan beberapa pertanyaan terkait
dengan arti kata-kata yang terdapat dalam bahasa Serawai. Dari hasil observasi awal ini,
diperoleh informasi bahwa responden menunjukkan ketidakpahaman terhadap arti kata-kata
yang terdapat dalam bahasa Serawaicontoh :
c) Pepatah
Setiap rangkai pepatah terdiri dari dua baris atau lebih dan disebut satu demi satu
seolah-olah orang sedang membuat perbilangan atau perkataan, dan juga pepatah merupakan
susunan bahasa yang menjadi sebutan yang berkaitan dengan suatu peristiwa kehidupan
masyarakat seharihari, berfungsi sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat dan
bentuknya berkerat-kerat atau berpatah-patah, (Yayat Sudaryat, 2008:90).
Contoh :
d) Perumpamaan
a) Bagai ayam bertelur di padi artinya seseorang yang menginginkan hidup yang
bergelimang kesenangan dan kemewahan harta
b) Bagai pintu tak terpasak, perahu tak berkemudi artinya sesuatu yang dapat
6
menimbulkan bahaya di kemudian hari
c) Seperti katak dalam tempurung artiya orang yang sombong.6
Fungsi bahasa kiasan untuk menguat dan menajamkan sesuatu karya, agar lebih menarik
dibaca oleh pembaca atau pendengar, dengan kata lain, penggunaan bahasa kiasan bertujuan
untuk menarik minat pembaca atau pendengar. Sebagai contoh ialah : Menurut Za'ba terdapat
empat fungsi bahasa kiasan (Za’aba 1965:294).
Fungsi kiasan bahasa serawai untuk menguat dan menajamkan sesuatu karya, agar lebih
menarik dibaca oleh pembaca atau pendengar, dengan kata lain, penggunaan bahasa kiasan
bertujuan untuk menarik minat pembaca atau pendengar. Sebagai contoh ialah Bunyi air
mengalir seperti orang sedang tertawa; Dalam selimut kemalasanm Pemakaian kiasan oleh
masyarakat serawai merupakan bentuk tidak langsung untuk mengungkapkan suatu perasaan
6
Anindya, Betari. 2016. Tuturan Bahasa Serawai Masyarakat di Kecamatan Manna BengkuluvSelatan
7
atau keinginan mereka terhadap perbuatan atau tingkah laku, yang dilakukan seseorang atau
sekelompok orang. Jika seseorang ingin menegur perbuatan dari orang lain. Sebagai sebuah
bahasa, bahasa Serawai memiliki sistem tertentu dalam bertegur sapa. Sistem sapaan itu
digunakan untuk membedakan dan menghargai orang yang disapa. Salah satu keunikan sistem
sapaan bahasa Serawai, di samping keunikan yang misalnya pada panggilan kekerabatan.
Sapaaan untuk kakak perempuan dalam bahasa Serawai ada bermacam-macam.
Kakak perempuan yang pertama dipanggil Wau. Kakak perempuan yang kedua
dipanggil Nga atau Inga, sedangakan kakak perempuan yang terakhir dipanggil cik. Kakak laki-
laki yang pertama dipanggil Dang. Kakak laki-laki yang kedua dipanggil Donga. Penggunaan
sapaan tersebut telah ditentukan pemakaiannya. Panggilan Nga atau Inga tidak dapat digunakan
untuk kakak perempuan yang tertua, begitu juga untuk panggilan wau tidak dapat digunakan
untuk kakakperempuan yang kedua atau kakak perempuan yang ketiga. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat contoh pemakaian sapaan dalam suasana yang berbeda:
Karena adanya kekhasan sistem sapaan tersebut, penulis tertarik untuk mengangkat
sistem sapaan bahasa serawai sebagai masalah yang akan dibahas lebih lanjut dalam penelitian
ini. Alasan yang kedua adalah karena bahasa serawai reduplikasi adalah proses morfemis yang
mengulangi bentuk dasar atau sebagian dari bentuk dasar tersebut. Jadi, reduplikasi adalah
sebuah proses pengulangan yang mengubah bentuk kata yang dikenainya baik seluruhnya
maupun sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak melalui proses morfologis dan hasil
pengulangannya disebut kata ulang.8
b. Tangga kejayaan.
7
Halliday (dalam Sudaryat, 2008:143) Bahasa alat komunikasi atau sistem semiotik.
8
Ayatrohaedi. 1979. Dialektologi. Jakarta: depdikbud
8
Fungsi ke tiga bahasa kiasan adalah untuk menjadi perhiasan, mencantikkan bahasa
supaya menjadi indah dan menarik. Ini ditambah pula dengan hakikat bahwa bahasa kiasan
menggambarkan kecantikan alam. Oleh sebab itu, mengikut Za'ba, bahasa kiasan juga dikenali
sebagai bunga bahasa.
Sebagai contoh ialah :
Fungsi bahasa kiasan digunakan sebagai bahasa halus yang digunakan untuk
menghindari perkataan-perkataan kurang sopan digunakan di hadapan khalayak ramai atau
yang tidak dibolehkan disebut yang sebenarnya. Za'ba juga menyebut kiasan jenis ini sebagai
kiasan
gayang atau pemanis. Sebagai contoh :
a) Ke sungai besar (atau sungai kecil);
b) Menghembuskan nafas yang akhir; dan
c) Pak Belalang.
Fungsi penggunaan kiasan untuk memperhalus kata-kata atau ucapan agar orang
yang dibicarakan merasa tidak tersinggung. Dan kiasan juga merupakan ucapan atau
pikiran atau perasaan manusia dengan cara tidak langsung atau melainkan dengan berkias
atau beribarat.Menurut Za'ba terdapat empat fungsi bahasa kiasan (Za’aba
1965:294).
2) Kedua Fugsi bahasa kiasan untuk menguat dan menajamkan sesuatu karya, agar
lebih menarik dibaca oleh pembaca atau pendengar, dengan kata lain, penggunaan
bahasa kiasan bertujuan untuk menarik minat pembaca atau pendengar.
9
Makna adalah maksud pembicara, pengaruh suatu bahasa dalam pemahaman persepsi
atau perilaku manusia atau kelompok manusia, hubungan dalam arti kesepadanan atau
ketidaksepadanan antarbahasa dan alam luar di luar bahasa atau antarujaran dan semua hal yang
ditunjukannya.
Sedangkan makna kiasan adalah pemakaian kata yang tidak sebenarnya, (Kridalaksana
2008:103). Pemahaman makna ditentukan oleh pengetahuan seseorang yang diacu serta konteks
pemakainya. Makna bukanlah berwujud dalam objek rujukan melainkan dalam pemikiran
simbol tersebut. Begitulah makna jadinya bersifat amat subjektif, tergantung pada persepsi dan
latar belakang pengalaman penutur dan pentuturnya itu sendiri (Yusuf, 1994:67). Jadi
penyimpulan suatu makna kiasan tergantung kepada pemakai. Apakah kiasan tersebut berisi isi
pesan, petuah, nasehat, sanjungan, kritikan pemahaman dari, hukuman, dan pertanyaan dan
sebagainya.
1. Penutur
2. Penanggap tutur
3. Kontak antar-kedua penutur
4. Kode linguistik yang digunakan
5. Latar (setting)
6. Topik amanat.
7. Bentuk amanat.
Bahasa serawai adalah alat untuk berkomunikasi, selain itu fungsi bahasa dapat kita
pahami sesuai dengan konteks, teks, dan sistem bahasa yang terjadi maksudnya bahasa itu
digunakan oleh siapa, kepada siapa, kapan, dimana, topik apa yang dibicarakan, situasi dan
kondisi bagaimana dan tujuannya apa. Jadi, kita dapat mengetahui fungsi bahasa dalam suatu
komunikasi bila kita sudah memahami konteks wacananya.
b. Konteks Wacana
Wacana adalah suatu bahasa terlengkap yang dibentuk dari rentetan kalimat yang
10
kontinuitas, kohesif, dan koheren sesuai dengan konteks situasi (Sudaryanto, 2008:111)
Wacana merupakan wujud bahasa atau bentuk bahasa yang bersifat komunikatif,
intrepretatif, dan kontekstual. Pemakaian bahasa mengandaikan .
1). Morfofonemik [be-] a. Bila [be-] digabung dengan kata yang berfonem awal /a, maka
[be-] menjadi [bo-]. Contoh : anak 'anak' aiak 'air' boanak 'beranak' -> boaiak 'berair' b.
Bila [be-] digabung dengan kata yang berfonem awal /i/, atau /u/, maka [be-] menjadi
[bo-] atau [begh-]. isi -> bouf/beghui 'berisi' ighis 'iris' -> bo/g/i«'beriris' iring 'iring" ->
hoiring 'beriring' inggut gerak' -> beghinggut 'bergerak' uba 'ubah' beghuba 'berubah'
umur 'umur' -* boumur 'berumur'.
2) Morfofonemik [se-] Bila [se-] digabung dengan kata yang berfonem awal /a/, /i/ atau /up
maka [se-] menjadi [s-] atau so-]. Contoh : aghi 'hari' alus 'halus ikuak 'ekor' ighup
'hirup' ughang 'orang' umur 'umur'
3) Morfofonemik [pe-] saghi 'sehari' -> soalus 'sehalus' sikuak 'seekor' soighup 'sehirup'
sughang 'seorang' -> soa/nur 'seumur' a. Bila [pe-] digabung dengan kata yang berfonem
awal /a/, /i/, /u/, maka [pe-j menjadi [peng-]. Contoh : adil 'adil' pengadilan 'pengadilan'
iring 'iring' pengiwng 'pengiring' ukur 'ukur' -* pengukur 'pengukur' b. Bila [pe-]
digabung dengan kata yang berfonem awal /b/ dan /pi, maka [pe-] menjadi [pem-],
sedangkan fonem /b/ dan /pi gugur. Contoh : buka/c ;buka' ^ pemma:aa: 'pembuka' pikul 'pikul',
-> pemikul 'pemikul' c. Bila [pe-j digabung dengan kata yang berfonem awal /d/, maka [pe-]
menjadi [pen-] dan fonem /d/ gugur. Contoh : dapat 'dapat' -> penapar 'pendapat' duduak
'duduk' pmudukan 'tempat duduk' d. Bila [pe-] digabung dengan kata yang berfonem awal /g/
dan /k/, maka [pe-] menjadi [peng-],9
sedangkan fonem /g/ dan /k/ gugur. Contoh : gantung 'gantung' p&agantungan 'tempat
menggantungkan sesuatu' kurang 'kurang' -> pmgurang 'pengufang' e. Bila [pe-] digabung
dengan kata yang berfonem awal /c/ dan /$/, maka [pe-] menjadi [peny-], sedangkan fonem /c/
dan /s/ gugur.
Contoh : cukur 'cukur' r->- penyukur 'pencukur' saring 'saring' penyaring 'penyaring' f.
Sebahagian [pe-] menjadi [peny-] bila digabung dengan kata yang berfonem awal /j/' yang
gugur karenanya. Contoh : jait 'jahit' penyait 'penjahit' Tetapi ptjalanan bukan penyalanan* (dari
kata jalan 'jalan') g.
9
Chaer, Abdul. 2009. Fonologi: Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta
11
Sebagian [pe-] menjadi [pen-] bila digabung dengan kata yang berfonem awal /t/, yang
gugur karenanya. Contoh :. ' o. tunjuak 'tunjuk' ^ penunjuak 'penunjuk' Tetapi dapat juga
menjadi petunjuak 'petunjuk', yang berbeda arti.
4). Morfofonemik [te-] a. Sebagian [te-] berubah menjadi [tegh-] bila digabung dengan kata
yang berfonem awal /i/ atau /a/. Contoh : ing'gut 'senggol' ieghinggut 'tersenggol' angkat
'angkat' teghangkat 'terangkat' b. Bila [te-] digabung dengan kata yang berfonem awal /a/,
maka [te-] menjadi [to-]. Contoh^: ambiaic 'ambil' alap 'bagus' toambiak 'terambil'
'terbagus' c. Bila [te-] digabung dengan kata yang berfonem awal /u/, maka [te-] menjadi
[t-], diikuti 'pemanjangan' fonem. untap 'antuk' tuntap 'terantuk' undu 'dorong' tundu
'terdorong' 5) Morfofonemik [ke-] a. Bila [ke-] digabung dengan kata yang berfonem
awal /a/ dan Ji/, maka [ke-] menjadi [ko-]. Contoh : adil 'adir -> koadilan 'keadilatf alus
'halus' - koalusan 'kehalusan' idup 'hidup' koidu^an 'kehidupan' ilualc 'elok' -> koilukan
'dapat diperbaiki'/kebaikan.
Bila [ke-] digabung dengan kata yang berfonem awal /u/, maka [ke-] menjadi [k-j. Contoh
: ujan 'hujan' urus 'uras'
5). Morfofonemik [-ka] -> knjanan 'kehujanan' kurusan 'dapat diurus' Bila [-ka] diikuti oleh
[-nyo], atau [-la], maka [-ka] menjadi [-ke], Contoh : diairbiakka 'diambilkan -»
diambiakkenyo/diambiakkela. diambilkannya/diambilkanlah. dipanaska 'dipanaskan' ->
dipanaskenyo/ aipana^txa 'dipanaskannya/panaskanlah' Ada satu g^ala morfofonemik lagi
dalam bahasa Serawai, yaitu gejala persandian.
Gejala tersebut adalah sebagai berikut. /i/ -f- III menjadi /i/ /n/ -h /n/ menjadi /n/ /a/ -I- la.!
menjadi /a/ /o/ -I- /a/ menjadi /ua/ /e/ + /a/menjadi/a/ /e/ -I- /u/ menjadi /u/ /e/ -f III menjadi
/i/ /a/ -b /y/ menjadi /y/ Contoh : /I -b 1/ : di + ipang -b o -> dipango 'dipotongnya' di -b ijo + ka
+ nyo -> d&jokenyo 'dirundingkannya' di -b ighup -b o dighupo 'dihirupnya' In + al : ke + batik
+ an + nyo-^ kebalikanyo 'sebaliknya'.10
2. Kajian Pustaka
10
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
12
Kajian Penelitian Terdahulu dalam Kajian tentang bahasa gaul telah dilakukan pada
penelitian sebelumnya.
berbeda tentang
penelitian yang saya
ambil Analisis
Reduplikasi Makna
Kiasan Bahasa Serawai
Di Kabupaten Bengkulu
Selatan.
E. Metode Penelitian
13
2). Waktu penelitian menganalisis ungkapan dari suatu peristiwa yang bersifat faktual.,
Surakarta, Agustus 2010. Penelitian ini bukan penelitian yang analisisnya bersifat statis
melainkan sebuah analisis yang dinamis yang dapat terus dikembangkan.
3. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah subjek dari mana data
diperoleh apabila penelitian menggunakan kuesioner atau wawancara dalam
pengumpulan datanya, maka sumber datadisebut responden, yaitu orang yang merespon
atau menjawab pertanyaanpeneliti, baik pertanyaan tertulis maupun lisan. Apabila
peneliti menggunakanteknik observasi, maka sumber datanya bisa berupa benda, gerak,
dan proses tertentu.
14
Mereduksi data berarti merangkum. memilah hal-hal yang pokok, memfokuskan
pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu.Jadi
pada tahap reduksi data peneliti merangkum hasil temuan dari lapangan
kemudianmemilah hal yang perlu digunakan dalam penelitian serta membuang data-
datayang tidak dapat menjawab dalam penelitian serta mendapkan data-datayang jelas
dalam mempermudah penelitian untuk mengumpulkan data.
2) Penyajian Data
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya yaitu penyajian data. Penyajian
data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang memberikan
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian
data kualitatif berupa teks naratif, dengan tujuan dirancang guna menggabungkan
informasi tersusun dalam bentuk yang padu dan mudah dipahami.Dalam penelitian
ini penyajian data sebagai bentuk uraian singkat yang ditemukan melalui wawancara,
observasi, dan dokumentasi. Dengan demikian maka data tersusun dalam pola
hubungan, terorganisasi, sehingga akan semakin
mudah untuk dipahami.11
3) Verfikasi/Penarikan kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa secara umum
fungsi bahasa serawai adalah alat untuk berkomunikasi, selain itu fungsi bahasa
dapat kita pahami sesuai dengan konteks, teks, dan sistem bahasa yang terjadi
maksudnya bahasa itu digunakan oleh siapa, kepada siapa, kapan, dimana, topik apa
yang dibicarakan, situasi dan kondisi bagaimana dan tujuannya apa. Jadi, kita dapat
mengetahui fungsi bahasa dalam suatu komunikasi bila kita sudah memahami
konteks wacananya.
Pemakaian kiasan oleh masyarakat serawai merupakan bentuk tidak langsung untuk
mengungkapkan suatu perasaan atau keinginan mereka terhadap perbuatan atau
tingkah laku, yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang. Jika seseorang ingin
menegur perbuatan dari orang lain. Sebagai sebuah bahasa, bahasa Serawai memiliki
sistem tertentu dalam bertegur sapa. Sistem sapaan itu digunakan untuk membedakan
dan menghargai orang yang disapa. Salah satu keunikan sistem sapaan bahasa
Serawai, di samping keunikan yang misalnya pada panggilan kekerabatan. Sapaaan
untuk kakak perempuan dalam bahasa Serawai ada bermacam-macam.
DAFTAR REFERENSI
11
Chaer, Abdul dan Agustina, Leoni. 1995. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Renika Cipta.
15
Aliana, dkk. 1982. Sistem Kata Kerja Bahasa Serawai. Jakarta: Depdikbud, Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa.
Hasbi Yusuf Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Jakarta 1979
Anindya, Betari. 2016. Tuturan Bahasa Serawai Masyarakat di Kecamatan Manna
BengkuluvSelatan.
Testi Efrilia, tahun 2001 ; Makna kiasan Bahasa Rejang di Kabupaten Rejang Lebong.
Halliday (dalam Sudaryat, 2008:143) Bahasa alat komunikasi atau sistem semiotik.
16