Oleh:
Kelompok 3
1
Pengantar
Sebagai pembuka tulisan ini, akan ditampilkan empat kelompok contoh sebagai
bahan diskusi. Karena ditampilkan dalam bahasa tulis, marilah kita baca.
A. 1. Pxgotmgt
2. schpotzeflasaaargh
3. Xnkrt bxxxy mtbkhipmtg
B. 1. R
2. N
3.p = q
𝒏𝒙 𝒏(𝒏−𝟏)𝒙𝟐
4. (𝟏 + 𝒙)𝒏 = 𝟏 + +
𝟏! 𝟐!
C. 1. SK 179/YDBKS-PSB/VIII/1986
2. YPAC Solo
3. IKKH
D. 1. Ditahilnya sidang itu.
2. Perlu dipantau kepukalannya.
3. Parameter mengubah kementakan ke kepastian.
Dalam kelompok A kita memakai runtutan bunyi yang diaksarakan. Dan sampai
naskah ini ditulis, belum ada satu kesepakatan tentang bahasa dan makna runtutan
bunyi seperti itu.Apakah itu nanti bahasa ilmu abad ke-21 atau bukan. Akan tetapi,
jelas itu bukan bahasa alami tetapi bahasa artifisial.
Dalam kelompok B ditemukan runtutan simbol tulis. Apakah arti semua itu?
Itulah satu simbol kesepakatan lambang bahasa ilmiah yang artifisial. Simbol
semacam ini dalam komunikasi sangat terbatas, khas, dan tidak alami. Simbol-simbol
semacam ini telah disepakati untuk digunakan dalam bidang ilmu tertentu,misalnya
statitiska, fisika, matematika.
2
Dalam kelompok C, kita jumpai bentuk-bentuk bahasa singkatan ataupun
akronim. Akan tetapi, dapatkah singkatan atau akronim itu dipahami kepanjangannya
oleh penutur bahasa Indonesia?
Dalam kelompok D kita kenal ciri bahasa alami bahasa Indonesia dari segi
fonotaktik,morfotaktik, dan sintaktik. Akan tetapi, mungkin sebagian dari kita
mengalami hambatan semantik.
Bahasa Indonesia umum standar adalah bahasa Indonesia dalam kelompok
ujaran D. Bahasa Indonesia itu alami baik ujud bunyi, morfologi, sintaksis, dan
semantiknya. Kelompok ujaran dalam contoh C dan B merupakan satu skala bahasa
artifisial yang cenderung hemat, cermat, tepat, dan tunggal.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, para ilmuwan mulai dari
Aristoteles, Francis Bacon, Kepler, Newton, Darwin menulis dalam bahasa yang
dapat pula dipahami oleh orang lain. Mereka mempergunakan sarana bahasa alami
dalam mengomunikasikan ilmu. Ilmu memang bersifat antarsubjek. Ini berarti bahasa
yang dipakai oleh para ilmuwan harus dapat dipahami pula oleh orang lain antara
sesama ilmuwan. Dengan ini saya ingin mengatakan bahwa feodal pokok bahasa
ilmu ialah bahasa alami. Sekelompok masyarakat dapat bereaksi sama terhadap
seperangkat kaidah isyarat bunyi, makna, dan kaidah struktur yang sama. Kelompok
masyarakat itu merupakan satu Paguyuban Bahasa.
Seorang ilmuwan pasti termasuk dalam salah satu Paguyuban Bahasa
masyarakat manusia. Itu sebabnya, modal bahasa seorang ilmuwan pun adalah modal
bahasa alami Paguyuban Bahasa tempat ia berasal dan belajar. Memang ada pendapat
dan mungkin aliran yang berpendapat bahwa ilmu itu universal. Pendapat yang
dipelopori oleh para ilmuwan ilmu alam aliran ini berhadapan dengan model bahasa
alami paguyuban bahasa yang 6.000 jumlahnya. Aliran fisikalis ini telah
ditinggalkan. Bahkan kebutuhan akan satu ragam bahasa ilmu itu hanya bersifat
fungsional. la dibutuhkan hanya empat jam sehari ketika ilmuwan mau membuat
laporan ilmiah. Dan ragam fungsional bahasa ilmu hanya dibutuhkan beberapa baris
3
tertentu dari seluruh uraian dengan bahasa alami. Jadi, tidak perlu satu ragam bahasa
ilmiah yang semesta.
4
Konsep Simbol
Dalam pembicaraan ini perlu dijernihkan makna simbol dalam bahasa. Ogden
dan Richards mempergunakan pengertian simbol sebagai rujukan terhadap alam
nyata. Kata yang tidak merujuk pada alam nyata bukan sebuah simbol karena itu,
mereka membedakan bahasa simbol dan bahasa emotif. Diagramnya sebagai berikut:
Reference
Symbol Referent
Bahasa Simbolik
Rumah saya berukuran 60 X 150 meter. Ada lima kamar. Semuanya di lantai dasar.
Luas ruangan keluarga 17x21. Ruang ini menghadap ke jalan raya di samping kiri
yang jaraknya 21 meter. Menghadap ke belakang adalah ruang makan kecil, dapur,
dan gudang. Ada dua ruang tidur masing- masing dengan kamar mandi dalam. Kamar
tidur yang satu menghadap jalan raya dan yang lain ke belakang.
5
Temuan:
Berdasarkan temuan pada tesis yang berjudul “Kesantunan Berbahasa
Indonesia Murid Kelas VI Sekolah Dasar Islam Athirah Bukit Baruga Makassar”,
karya Suriana, terdapat tiga data yang berkaitan dengan bahasa simbolik, yakni:
Data 1
Perkembangan bahasa untuk anak usia sekolah dasar telah mencakup
berbagai ragam cara berkomunikasi. Murid SD telah mampu menyatakan
perasaan dan pikirannya dalam bentuk tulisan, lisan, gambar maupun
angka. Mereka memiliki perbendaharaan kata, menguasai keterampilan
membaca, mendengarkan cerita, mengolah informasi, dan mengarang
(Suryana, Bab I, 2014: 3).
Pada data tersebut, terdapat bahasa simbolik. Bahasa simbolik adalah bahasa
tentang fakta, dan simbol-simbol bahasa nonpribadi dan memungkinkan pengujian
dengan fakta. Adapun fakta yang terdapat pada data satu adalah cara berkomunikasi
anak usia sekolah dasar telah mengalami perkembangan bahasa. Hal ini dapat
dibuktikan melalui kemampuan murid SD mengungkapkan perasaan dan pikirannya
dalam bentuk tulisan dan lisan.
Data 2
Berbagai wujud tindak tutur kesantunana berbahasa dapat
direpresantikan guru dan murid dalam interaksi pembelajaran. Tindak
tutur tersebut diantaranya menolak, mengajar, mengkritik, menyuruh,
mengomentari, dan meminta. Kesantunan dalam interaksi pembelajaran
dapat diwujudkan dengan memberi penghargaan terhadap penutur,
menunjukkan rasa rendah hati, memberi teguran halus, memuji tindakan
penutur, memberikan dukungan dengan tulus menolak dengan kata
“maaf”, memerintah dengan modus pertanyaan (Suryana, Bab I, 2014:
5).
Pada data tersebut, terdapat bahasa simbolik. Adapun fakta yang terdapat
pada data dua adalah wujud tindak tutur kesantunan berbahasa. Kesantunan tindak
6
tutur menolak dapat dibuktikan dengan cara menolak dengan kata “maaf”.
Sedangkan kesantunan tindak tutur dalam interaksi pembelajaran dapat dibuktikan
dengan memberikan penghargaan terhadap petutur. Kesantunan tindak tutur dalam
mengkrtik dibuktikan dengan cara memberikan teguran halus.
Data 3
Dalam memerankan fungsi komunikasi, bahasa dipengaruhi oleh enam
faktor utama, yakni pembicara, pendengar, konteks, pesan, hubungan dan
kode. Faktor-faktor bahasa tersebut melahirkan fungsi bahasa yang
beragam, meliputi fungsi personal, interpersonal, direktif ,referensial,
dan imajinatif (Suryana, Bab II, 2014: 15).
Pada data tersebut, terdapat bahasa simbolik. Adapun fakta yang terdapat pada
data tiga adalah bahasa dipengaruhi oleh enam faktor menurut Suparno, yaitu
pembicara, pendengar, konteks, pesan, hubungan dan kode. Dari faktor tersebut
memerankan fungsi bahasa yang beragam, meliputi fungsi personal, interpersonal,
direktif ,referensial, dan imajinatif.
Bahasa Emotif
Saya menawarkan sebuah rumah buat Anda. Rumah itu cukup besar. Kamar-
kamarnya banyak. Ruang keluarga indah dan sangat istimewa. Dapurnya modern dan
mengasyikkan bagi para pembantu.
Temuan:
Berdasarkan temuan pada tesis yang berjudul “Kesantunan Berbahasa
Indonesia Murid Kelas VI Sekolah Dasar Islam Athirah Bukit Baruga Makassar”,
karya Suriana, terdapat dua data yang berkaitan dengan bahasa emotif, yakni:
Data 4
Wajahnya sangat cantik (Suryana, Bab II, 2014: 27).
7
Data 5
Dapurnya kotor (Suryana, Bab II, 2014: 33).
Pada data tersebut, terdapat bahasa emotif. Bahasa emotif adalah bahasa yang
menggunakan kata-kata yang mencampurkan perasaan, diplomasi, dan gangguan-
gangguan yang lain. Contoh kata yang menunjukkan bahasa emotif adalah kebebasan,
kemerdekaan, kesetiaan, prinsip kepercayaaan, rajin, dan penting. Frasa yang
menandai bahasa emotif pada data empat adalah sangat cantik. Frasa sangat cantik
merupakan frasa yang berkategori adjektiva (kata yang menerangkan nomina atau
kata benda dan secara umum dapat bergabung dengan kata lebih dan sangat). Dalam
hal ini penutur mencampurkan perasaan pada frasa tersebut. Demikian pula pada data
lima, merupakan bahasa emotif, ditandai dengan kata kotor. Kata kotor merupakan
kata yang berkategori adjektiva (kata yang menerangkan nomina atau kata benda dan
secara umum dapat bergabung dengan kata lebih dan sangat). Dalam hal ini penutur
mencampurkan perasaan pada kata tersebut.
Sign
Signal
Symbol
Manusia berkomunikasi dengan tanda atau sign. Tanda atau sign ini berisi
isyarat atau signal yang memberikan symbol atau lambang tentang isi komunikasi.
Charles Morris memberikan definisi konsep-konsepnya sebagai berikut:
8
Sign adalah pengganti untuk sesuatu dan harus diinterpretasikan.
Signal adalah satu stimulasi pengganti.
Symbol adalah satu isyarat/sign yang dihasilkan oleh seorang penafsir sebuah
signal dan berlaku sebagai pengganti untuk signal itu, dan dengannya ia
bersinonim.
A sign is a Substitute for something else and as such must be interpreted, m A
signal is a substitute Stimulus. A symbol is a sign produced by an m interpreter
of a signal and acts as a substitute for that signal with wichm it is synonymous.
(The Humanity of Words, Ulen, 138).
Contoh:
(1) Bel pintu rumah, lampu merah, gong untuk bertanding tinju adalah signal.
(2) Jika seorang kawan saya melihat jam tangannya (arloji), maka saya
menginterpretasikan sebagai: "Segera, cepat". Saya menghasilkan sebuah simbol.
Morris malah mengatakan semua sign yang bukan simbol adalah signal. Dengan
demikian, sign merupakan salah satu istilah generik untuk signal dan simbol.
9
asosiasi yang disepakati secara artifisial sampai ungkapan lewat bahasa alami. Kita
ambil contoh situasi bahasa ilmu bahasa Jerman.
Skala ini pun ditempuh oleh para ilmuwan Indonesia. Usaha ini bermula dari
kutub penjelasan sampai ke kutub simbol sepakat artifisial.
Tampaknya skala kemungkinan ini bersifat universal. Para ilmuwan Indonesia
dalam ilmunya akan berusaha menciptakan bahasa khusus bagi ilmunya. Pilihan
mereka pada dewasa ini ialah kata-kata warisan yang tidak produktif lagi.
Diperkirakan kata-kata itu telah terlepas dari alam sekitarnya dan kehilangan asosiasi.
Akan tetapi, secara fonotaktik dan morfotaktik adalah kata Indonesia. Kata-kata itu
10
diangkat dan diberi makna khusus sesuai dengan bidang üqui. Jadi, pilihan jatuh pada
kemungkinan skala (9) dan (10).
Temuan
Berdasarkan temuan pada tesis yang berjudul “Kesantunan Berbahasa
Indonesia Murid Kelas VI Sekolah Dasar Islam Athirah Bukit Baruga Makassar”,
karya Suriana, terdapat empat data yang berkaitan dengan skala simbol bahasa,
berupa kata-kata singkatan, yakni:
Data 6
Syukur alhamdulillah peneliti panjatkan ke hadirat Allah swt. (Suryana,
Prakata, 2014: iv).
hlm. halaman
dll. dan lain-lain
dsb. dan sebagainya
dst. dan seterusnya
sda sama dengan di atas
ybs. yang bersangkutan
ttd. tertanda
dkk. dan kawan-kawan (Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,
Kemendikbud, 2016: 27).
Berdasarkan contoh tersebut singkatan swt di tulis menggunakan huruf kecil dan
diakhiri dengan tanda titik.
11
Data 7
Ucapan terima kasih peneliti sampaikan kepada Prof. Dr. Hj. Johar
Amir, M. Hum. sebagai ketua komisi penasihat dan Dr. Hj. Kembong
Daeng, M. Hum. sebagai anggota komisi penasihat yang telah
membimbing dan mengarahkan peneliti, Prof. Dr. H. Achmad Tolla, M.
Pd. dan Prof. Dr. Muhammad Rapi Tang, M. S. sebagai penguji yang
telah memberikan berbagai saran, koreksi, dan kritikan kepada penulis
demi penyempurnaan tesis ini (Suryana, Prakata, 2014: iv).
Pada data tersebut terdapat singkatan nama orang, gelar, sapaan, jabatan atau
pangkat diikuti dengan tanda titik pada setiap unsur singkatan itu. Misalnya:
S. E. sarjana ekonomi
S. Sos. sarjana sosial
S.K. M sarjana kesehatan masyarakat
Kol. Darmawati Kolonel Darmawati (Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa, Kemendikbud, 2016:26).
Prof. Professor
Dr. Doktor
M. Hum. Magister Humaniora
M. S. Magister Sains
M. Pd. Magister Pendidikan
H. Haji
Hj Hajja
12
Data 8
Data wujud kesantunan berbahasa dengan kode;
a. WKB-PK (Wujud Kesantunan Berbahasa berbentuk Pilihan Kata)
b. WKB-T (Wujud Kesantunan Berbahasa berbentuk Tuturan)
(Suryana, Bab III, 2014: 80).
Pada data tersebut terdapat singkatan yang terdiri atas huruf awal setiap kata yang
bukan nama diri ditulis dengan huruf kapital tanpa tanda titik. Misalnya:
PT perseroan terbatas
MAN madrasah aliah negeri
SD sekolah dasar
KTP kartu tanda penduduk
SIM surat izin mengemudi
NIP nomor induk pegawai (Badan Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa, Kemendikbud, 2016: 27).
Berdasarkan data tersebut ditemukan singkatan yang terdiri atas huruf yang bukan
nama diri ditulis dengan huruf kapital tanpa tanda titik yaitu:
Data 9
Bentuk penggunaan kata ganti kita diuraikan pada data berikut.
M : Bu, kita bawa buku matematika ta?
G : Lupa mi juga.
M : Bu bagaimana ini, ditanyakan dulu yang ditulis angkanya kemudian
dikali kemudian di bagi (Suryana, Bab IV, 2014: 83).
13
Demikian pula data tujuh ditemukan singkatan yang terdiri atas huruf yang
bukan nama diri ditulis dengan huruf kapital tanpa tanda titik yaitu:
M murid
G guru
Pada awal tulisan ini kami lebih banyak mempersoalkan kriteria bahasa
ttenung hubungan anura simbol bahasa dalam bentuk kata dan rujukAya secara
empiris, misalnya: tunggal makna, otonom, bebas konotasi, faktual, terukur. Akan
teupi, bahasa ilmiah tidak hanya terdiri kata-kata. Bahasa ilmiah pun diwujudkan
dalam bentuk runtutan kata-kata yang membentuk sebuah frase atau kalimat.
Dalam pembicaraan kita kali ini, perlu kami ingatkan kembali bahwa kita
mungkin mempergunakan istilah yang berbeda untuk merujuk kepada hal yang sama,
misalnya kalimat, tutur, proposisi. Kalimat merupakan suatu konsep linguistik tenung
satuan bahasa yang terbesar. Tutur merupakan satu konsep semantik yang
memasalahkan kalimat dalam konteks langsung, scdmgkaa proposisi merupakan satu
istilah logika yang mempersoalkan satu pernyataan dalam bentuk kalimat berita yang
belum tentu benar atau salah. Analisis kalimat tidak mempersoalkan apakah makna
kalimat itu benar atau tidak secara empiris, analisis tutur mempersoalkan ketercapaian
komunikasi berupa lokusi, ilokusi. dan perlokusi, sedangkan analisis proposisi
mempersoalkan kebenaran atau ke' tidakbenaran pernyataan dalam kalimat berita,
baik secara rasional maupun secara empiris. Oleh karena pembicaraan kita di sini
masih menyangkut bidang bahasa, maka saya masih mempergunakan istilah kalimat
yang harus diinterpretasikan sebagai sebuah proposisi secara logika.
Hal kedua yang ingin kami ingatkan pula ialah masalah kebermaknaan.
Untuk itu kita perlu membedakan kalimat yang bermakna dan kalimat yang tidak
bermakna atau sekarang disebut anomali. Ada pelbagai pendapat tentang kalimat
bermakna, tetapi secara general, definisi kebermaknaan untuk bidang ilmu seperti
dikatakan oleh W. Alston di bawah ini:
14
a sentence has meaning only if can be used to make assertion and it can
be used to make an assertion only if it is possible to specify some way of verifying
or falsifying the assertion.(W.P. Alston, 1964: 73)
Tentu saja definisi ini tidak diterima oleh semua kalangan. Akan tetapi, untuk
kepentingan dunia ilmu, khususnya dunia empirisme, maka definisi ini dianggap
memadai sudah. Dengan berpedoman pada definisi tersebut, maka kita dapat
menyusun beberapa kriteria kalimat empiris bahasa ilmiah.
Temuan
Data 10
Murid sekolah dasar yang masuk dalam kategori anak-anak memiliki
karakteristik berbahasa yang berbeda dengan orang dewasa (Suryana,
Bab I, 2014: 2).
15
dibandingkan dengan bahasa orang dewasa. Selain itu, faktor usia merupakan salah
satu varibel yang menentukan karakteristik bahasa. Oleh karena itu, otomatis bahasa
murid sekolah dasar akan berbeda dengan bahasa orang dewasa. Relasi interaksional
antara murid sekolah dasar akan berbeda dengan orang dewasa. Orang dewasa
memiliki posisi dan status sosial yang lebih dominan dibandingkan dengan murid
sekolah dasar.
Data 11
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif (Suryana, Bab III,
2014: 72).
Data 12
Wujud kesantunan berbahasa murid direpresentasikan dalam bentuk
pilihan kata dan tuturan (Suryana, Bab V, 2014: 179).
16
mengiyakan meliputi: respon mengiyakan dengan iya dan respon mengiyakan dengan
iye. Representasi kesantunan berbahasa melalui tuturan terdiri atas: 1) tuturan
bermodus deklaratif; 2) tuturan bermodus imperatif; dan yang ketiga tuturan
bermodus introgatif.
Temuan
Berdasarkan temuan pada tesis yang berjudul “Kesantunan Berbahasa
Indonesia Murid Kelas VI Sekolah Dasar Islam Athirah Bukit Baruga Makassar”,
karya Suriana, terdapat satu data yang berkaitan dengan kriteria-kriteria kalimat
bermakna empris kategori translatability criterion of cognitive meaning, yakni:
Data 13
Penelitian Syahrul (2007) dan Aminuddin (2011) mengkhususkan
kajian pada tindak tutur berbahasa Indonesia guru di kelas (Suryana,
Bab I, 2014: 9).
17
Definisi Kebenaran Tarski dan Makna Kalimat
Usaha untuk menjelaskan makna dalam hubungan antara kata dan objek yang
dapat dirujuk telah menjadi satu tradisi yang panjang dalam perbincangan filsafat.
Akan tetapi, akhir-akhir ini sudah ada kecenderungan untuk membicarakan makna
kalimat sebagai dasar pembahasan tentang makna. Untuk ini kami akan
memperkenalkan definisi kebenaran kalimat menurut seorang filsuf asal Rusia,
Tarski. Ruth Kempson dan G. Leech telah menyinggung teori kebenaran Tarski dan
menghubungkannya dengan kebenaran kalimat.
Walaupun rumus kebenaran kalimat yang dibuat oleh Tarski ditujukan untuk
mengkalku!asi kebenaran bahasa matematika, tetapi teori ini dapat dikenakan pula
pada teori kebenaran kalimat bahasa alami, kalimat apapun dalam bahasa alami
dianggap benar jika kalimat itu dapat diramalkan dengan kebenaran rumus di bawah
ini;
18
bahasa alami itu cocok dengan usaha kita untuk merumuskan kebenaran
bahasa/kalimat secara empiris.
Temuan
Berdasarkan temuan pada tesis yang berjudul “Kesantunan Berbahasa
Indonesia Murid Kelas VI Sekolah Dasar Islam Athirah Bukit Baruga Makassar”,
karya Suriana, terdapat satu data yang berkaitan dengan definisi kebenaran Tarski dan
makna kalimat, yakni:
Data 14
Sikap rendah hati ditunjukkan dengan perilaku merendahkan diri di
hadapan mitra tutur (Suryana, Bab IV, 2014: 176).
Pada data tersebut, terdapat definisi kebenaran Tarski dan makna kalimat.
Dalam teori kebenaran Tarski S adalah kalimat atau runtutan kata-kata gramatikal
dan P adalah kondisi-kondisi yang menjamin kebenaran kalimat tersebut. Pada data
14 S adalah sikap rendah hati merupakan runtunan kata-kata gramatikal dan P
adalah ditunjukkan dengan perilaku merendahkan diri di hadapan mitra tutur
merupakan kondisi-kondisi yang menjamin S (sikap rendah hati).
19
dan konfirmasi dengan fakta. Oleh karena bahasa dalam bentuk logika atomis
mengatakan bahwa bahasa ilmu hendaknya berorientasi kepada fakta yang tunggal.
Ini berarti kalimat proporsi kita sebaiknya kalimat-kalimat yang berlogika atomis.
Secara umum, kita tidak selalu membuat kalimat-kalimat proposisi dalam bentuk
logika tunggal atomis. Dengan proposisi logika atomis yang tunggal kita dapat
membentuk kalimat-kalimat proposisi yang berlogika majemuk. Untuk membentuk
logika majemuk, dipergunakanlah kata-kata perangkai (ini istilah linguistik) atau
secara logika oleh Ludwig Wittgenstein disebut konstan-konstan logika. Konstan
logika itu ialah "dan, atau, jika, maka, tetapi." Dengan konstan konstan itu
terbentuklah kalimat-kalimat dengan proposisi majemuk Oleh karena itu,
Wittgenstein mengatakan apa yang disebut logika atomis oleh Bertrand Russel harus
diterima sebagai satu proposisi elementer atau dasam Wittgcmtcin mempergunakan
istilah atau konsep proposisi elementer untuk logika atomis H Bertrand Russel.
Menurut Wittgenstein, kebenaran satu proposisi majemuk bergantung pada
kebenaran proposisi elementer atau proposisi atomis tersebut. Dan kebenaran
sebuah proposisi itu tetap berdasarkan korespondensi dari konfirmasi dengan
fakta dan data secara empiris. Menurut Wittgensteim, konstan logika adalah kata-
kata yang tidak menunjukkan objek dalam realitas.
Temuan
Data 15
Usia merupakan salah satu faktor yang menentukan karakteristik
penggunaan bahasa (Suryana, Bab I, 2014: 2).
20
Logika atomis yang terdapat pada data tersebut adalah fakta tunggal
berdasarkan hasil temuan tesis yang menyatakan bahwa usia salah satu faktor yang
menentukan karakteristik penggunaan bahasa.
Data 16
Kajian pustaka ini bertujuan untuk mengkaji seluruh aspek penelitian
(Suryana, Bab I, 2014: 14).
Logika atomis yang terdapat pada data tersebut adalah fakta tunggal
berdasarkan hasil temuan tesis yang menyatakan bahwa kajian pustaka ini bertujuan
untuk mengkaji seluruh aspek penelitian.
Data 17
Menetapkan kelas pembelajaran yang menjadi sumber data penelitian
(Suryana, Bab III, 2014: 74).
Logika atomis yang terdapat pada data tersebut adalah fakta tunggal
berdasarkan hasil temuan tesis yang menyatakan bahwa penetapan kelas
pembelajaran yang memuat sumber data penelitian.
Data 18
Suaramu bagus, tetapi lebih bagus lagi jika kamu diam (Suryana, Bab
II, 2014: 32).
Pada data tersebut, terdapat logika majemuk yang ditandai dengan kata
perangkai tetapi dan jika. Kata perangkai tetapi adalah kata penghubung intrakalimat
untuk menyatakan hal yang bertentangan atau tidak selaras (KBBI, 2008: 1458). Dan
kata perangkai jika adalah kata penghubung untuk menandai syarat (janji) atau kalau
(KBBI, 2008: 584).
21
Berdasarkan kalimat tersebut, terdapat dua logika. Logika pertama pada
kalimat tersebut adalah suaramu bagus. Logika kedua pada kalimat tersebut suaramu
lebih bagus jika kamu diam. Keduua logika tersebut digabungkan dengan kata
perangkai tetapi dan jika sehingga terbentuk kalimat logika majemuk.
Konstan-Konstan Logika
Pada kempatan ini kami ingin menjelaskan dan menunjukkan beberapa
masalah ing berhubungan dengan penggunaan konstan-konstan logika (dalam istilah
linguistik kata perangkai dan kata tugas) untuk kepentingan bahasa secara ilmiah.
Konstan logika tidak mempunyai rujukan secara empiris, tetapi berfungsi
menghubungkan atau merangkaikan proposisi-proposisi yang mempunyai rujukan
empiris.
Dalam hubungan dengan kriteria makna bahasa ilmu (tunggal makna, otonom,
bebas nilai, tidak bermakna ganda, tidak kabur), kita perlu memperhatikan hubungan
antara proposisi-proposisi dalam bentuk logika majemuk. Kami akan memberikan
beberapa contoh untuk menggugah pikir dan memberikan kita sikap kehati-hatian
dalam berbahasa secara ilmiah. Kami akan memberikan beberapa contoh konstan
logika dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.
Perhatikanlah contoh kalimat bahasa Inggris di bawah ini:
(Kita harus mengoperasi pasien itu hari ini atau pasien itu akan meninggal)
Jika kita membaca kalimat di atas, maka akan timbul interpretasi bahwa
proposisi pertama menjamin bahwa "pasien itu akan hidup jika ia dioperasi"/
proposisi pertama menjamin bahwa "operasi menjamin pasien itu akan hidup dan
kedua "jika pasien itu tidak dioperasi, maka ia akan mati". Masalahanya ialah apakah
itu benar atau tidak. Untuk itu perlu situasi penjamin. Mari kita iihat contoh bahasa
Indonesia di bawah ini.
Jika lampu itu menyala, tandanya mesin itu rusak.
22
Ketika lampu itu menyala, maka mesin itu rusak.
Nah, bagaimana proposisi majemuk itu dihubungkan dengan data empiris?
Kalimat dengan konstan "jika ..., maka ..." bersifat hipotetis. Kalimat hipotesis ini
perlu diuji lagi untuk memperoleh kebenaran secara empiris. Sedangkan kalimat
dengan "ketika ..., maka ..." tidak perlu diuji lagi. Kalimat itu melukiskan gabungan
dua fakta yang secara empiris mungkin telah diuji dan berlaku. Untuk itu kita
mungkin harus menerapkan teori kebenaran Tarski
Konstan logika yang lain adalah negative misalnya, “not” bahasa Inggris, “tidak
bukan” bahasa Indonesia.
Temuan:
Berdasarkan temuan pada tesis yang berjudul “Kesantunan Berbahasa
Indonesia Murid Kelas VI Sekolah Dasar Islam Athirah Bukit Baruga Makassar”,
karya Suriana, terdapat dua data yang berkaitan dengan konstan-konstan logika,
yakni:
Data 19
Jika seseorang menggunakan tuturan resmi dalam berkomunikasi di
kantor, maka orang tersebut telah menunjukkan penghormatan kepada
rekannya (Suryana, Bab II, 2014: 47).
23
Data 20
Jika tindak tuturnya bersifat direktif atau memerintah. maka yang
terancam adalah muka negatif (Suryana, Bab II, 2014: 48).
Kesinkronan Makna
Kalau kita menerima bahwa bahasa menggambarkan realitas dan ide dari
bangsa pemakainya setiap saat, maka kita pun akan mengakui bahwa setiap bangsa/
paguyuban bahasa mempunyai simbol bahasa tertentu untuk menggambarkan realitas
dan ide sesuai dengan zamannya. Perbedaan simbol bahasa antara setiap tempat dan
zaman atau singkatnya perbedaan bahasa membuktikan bahwa bahasa
menggambarkan realitas dan ide sesuai dengan batas tempat dan waktu para
pemakainya. Oleh karena itu, setiap tempat dan setiap zaman kelak mempunyai
sejumlah kosakata sesuai dengan kebutuhannya atau sesuai dengan realitas zaman-
nya.
Dalam hubungannya dengan pendirian itu, agak mengherankan pula jika
orang masih ingin menoleh ke belakang untuk mencari simbol bahasa yang dapat
menggambarkan realitas yang baru. Usaha tersebut bermanfaat sampai pada zaman
tertentu waktu ditemukan realitas yang kurang lebih sama. Akan tetapi, jika memang
24
ditemukan realitas yang baru, maka tidak salah atau sudah sepantasnya diciprakan
simbol bahasa yang baru untuk rujukan baru tersebut. Manfaat lain penolehan ke
belakang ialah untuk menemukan simbol bahasa yang tidak terpakai lagi karena
realitasnya sudah tidak ada lagi atau sudah tidak sesuai dengan zaman. Untuk itulah
simbol bahasa yang pernah ada dihidupkan kembali dan diberikan rujukan yang baru.
Kata "canggih" bahasa Indonesia sudah lidak dipakai lagi karena realita rujukan
"canggih" sudah digantikan/dipindahkan dengan simbol yang lain. Misalnya
"cerewet, bawel". Nah. oleh karena pada dewasa ini kita membutuhkan satu simbol
bahasa untuk merujuk/rujukan bahasa Inggris sophisticated maka kita hidupkan
kembali kaca/simbol kata "canggih" dan memberikannya tujukan kru tersebut. Kalau
kita kembal, kepada ungkapan L. Wirtgcmcem “Don’t ask for tbe meaning, ask for
use", maka menurut pendapat kami. Sudah tersirat pada pendirian itu bahwa makna
bersifat sinkronis. Kesinkronisan makna ditemukan oleh pemakainya untuk tempat
tktit /aman tertentu. Ada realitas lama dan ada italitas kain, Untuk itu pula ada kata
lama dan ada kata baru. Oleh karena itu, ada hubungan makna lama yang
konvensional dan ada hubungan makna kaut vang sinkronis atau kontemporer.
Dalam hubungan dengan ungkapan realitas karu yang ditemukan oleh ilmu
tertentu« maka dtpetlukan simbol haru untuk realitas itu. Muncullah apa yang disebut
kata kain atau istilah karu. Istilah haru tidak lain kata atau simbol baru untuk real kas
kaut dalam kaluisa yang bersangkutan. Yang diperlukan dalam pembentukan simbol
baru dalam ilmu ialah ketunggalan makna, tidak ambigu dengan rujukan lain, tidak
mempunyai konotasi lain selain dengan rujukan baru. disepakati antarsesama
ilmuwan akan hubungan simbol tersebut dengan rujukan. realitas karu, dan terakhir
runtunan bunyi atau fonotaktiknya cocok dengan hmotaktik bahasa yang
bersangkutan. (Catatan: uraian tentang proses dan tata cara pembentukan simbol baru
untuk rujukan baru akan dibahas dalam analisis tentang semantik ilmu; uraiannya
akan lebih berat kepada pandangan ilmuwan karena bagi para ilmuwan sang penting
ialah simbol haru itu merujuk kepada satu realitas tunggal dan tidak bertumpang
25
tindih dengan realitas lain; bagi para ilmuwan struktur bahasa alami tetap
dipertahankan.
Temuan:
Berdasarkan temuan pada tesis yang berjudul “Kesantunan Berbahasa
Indonesia Murid Kelas VI Sekolah Dasar Islam Athirah Bukit Baruga Makassar”,
karya Suriana, terdapat satu data yang berkaitan dengan kesinkronisan makna, yakni:
Data 21
Jika penutur senang, maka nada bicara yang disampaikan akan ceria
dan menyenangkan (Suriana, Bab II, 2014: 56).
Pada data tersebut ditemukan kesinkronan makna yang ditandai dengan kata
senang dan ceria. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1267) senang
didefinisikan puas dan lega, tanpa rasa susah dan kecewa dan sebagainya;
berbahagia; suka; gembira. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 263) ceria
didefinisikan bersih, suci, murni; berseri-seri (tentang air muka, wajah), bersinar,
cerah. Dalam hal ini kata senang dan ceria merupakan dua kata yang mempunyai
kesinkronan makna yaitu penutur senang dengan nada bicara yang ceria dan
menyenangkan.
26
Daftar Pustaka
Pusat Bahasa Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Keempat).
Jakarta: Balai Pustaka.
Tim Pengembang Pedoman Bahasa Indonesia. 2016. Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
27
LAMPIRAN
28
LAMPIRAN 1
KORPUS DATA
Data 1
BAB I Halaman 3
Perkembangan bahasa untuk anak usia sekolah dasar telah mencakup berbagai ragam
cara berkomunikasi. Murid SD telah mampu menyatakan perasaan dan pikirannya
dalam bentuk tulisan, lisan, gambar maupun angka. Mereka memiliki perbendaharaan
kata, menguasai keterampilan membaca, mendengarkan cerita, mengolah informasi,
dan mengarang.
Data 2
BAB I Halaman 5
Berbagai wujud tindak tutur kesantunana berbahasa dapat direpresantikan guru dan
murid dalam interaksi pembelajaran. Tindak tutur tersebut diantaranya menolak,
mengajar, mengkritik, menyuruh, mengomentari, dan meminta. Kesantunan dalam
interaksi pembelajaran dapat diwujudkan dengan memberi penghargaan terhadap
penutur, menunjukkan rasa rendah hati, memberi teguran halus, memuji tindakan
penutur, memberikan dukungan dengan tulus menolak dengan kata “maaf”,
memerintah dengan modus pertanyaan.
Data 3
BAB II Halaman 15
Dalam memerankan fungsi komunikasi, bahasa dipengaruhi oleh enam faktor utama,
yakni pembicara, pendengar, konteks, pesan, hubungan dan kode. Faktor-faktor
bahasa tersebut melahirkan fungsi bahasa yang beragam, meliputi fungsi personal,
interpersonal, direktif ,referensial, dan imajinatif.
29
Data 4
BAB II Halaman 27
Data 5
BAB II Halaman 33
Dapurnya kotor.
Data 6
Data 7
Ucapan terima kasih peneliti sampaikan kepada Prof. Dr. Hj. Johar Amir, M. Hum.
sebagai ketua komisi penasihat dan Dr. Hj. Kembong Daeng, M. Hum. sebagai
anggota komisi penasihat yang telah membimbing dan mengarahkan peneliti, Prof.
Dr. H. Achmad Tolla, M. Pd. dan Prof. Dr. Muhammad Rapi Tang, M. S. sebagai
penguji yang telah memberikan berbagai saran, koreksi, dan kritikan kepada penulis
demi penyempurnaan tesis ini
Data 8
30
Data 9
BAB IV Halaman 83
Data 10
BAB I Halaman 2
Murid sekolah dasar yang masuk dalam kategori anak-anak memiliki karakteristik
berbahasa yang berbeda dengan orang dewasa.
Data 11
Data 12
Wujud kesantunan berbahasa murid direpresentasikan dalam bentuk pilihan kata dan
tuturan.
Data 13
BAB I Halaman 9
Penelitian Syahrul (2007) dan Aminuddin (2011) mengkhususkan kajian pada tindak
tutur berbahasa Indonesia guru di kelas.
31
Data 14
Sikap rendah hati ditunjukkan dengan perilaku merendahkan diri di hadapan mitra
tutur.
Data 15
BAB I Halaman 2
Usia merupakan salah satu faktor yang menentukan karakteristik penggunaan bahasa.
Data 16
BAB I Halaman 14
Data 17
Data 18
BAB II Halaman 32
Data 19
BAB II Halaman 47
Jika seseorang menggunakan tuturan resmi dalam berkomunikasi di kantor, maka
orang tersebut telah menunjukkan penghormatan kepada rekannya.
Data 20
BAB II Halaman 48
Jika tindak tuturnya bersifat direktif atau memerintah. maka yang terancam adalah
muka negatif.
32
Data 21
BAB II Halaman 56
Jika penutur senang, maka nada bicara yang disampaikan akan ceria dan
menyenangkan.
33
LAMPIRAN 2
(DATA DALAM TESIS)
34