Anda di halaman 1dari 23

HAKIKAT BAHASA DAN BERBAHASA

Siti Rahimah
Program Study Tadris Bahasa Inggris
State Islamic Institute of Palangka Raya, Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah
e-mail: rahimahsiti12345@gmail.com.

Abstract :
Analysis of The Nature of Language and Language.
This study aims to describe various formulations regarding the nature of language, characteristics,
and functions inherent in a language. The nature of language and the function of language are two
different things. Hakikat means the essence or basis of "what is language?" while the function means
the use of a language. Regarding language and some other experts, there are several characteristics
or essential properties of language. These characteristics, among others, are that language is a
System, in the form of Symbols and Sounds, Arbitrary, Productive, Dynamic, Diverse, and Human.

Keywords : Definition of Language, Functions, and Characteristics

Abstrak :
Analisis Hakikat Bahasa dan Berbahasa.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan berbagai rumusan mengenai hakikat bahasa, ciri-ciri,
dan fungsi yang melekat pada suatu bahasa. Hakikat bahasa dan fungsi bahasa adalah dua hal yang
berbeda. Hakikat berarti intisari atau dasar dari "apa itu bahasa?" sedangkan fungsi berarti kegunaan
dari suatu bahasa. Mengenai bahasa dan beberapa ahli lainnya, ada beberapa ciri atau sifat esensial
bahasa. Ciri-ciri tersebut antara lain adalah bahwa bahasa adalah suatu Sistem, berupa Lambang dan
Bunyi, Arbitrer, Produktif, Dinamis, Beragam, dan Manusiawi.

Kata kunci : Makna Bahasa, Fungsi Bahasa, dan Karakteristik Bahasa

PENDAHULUAN

Dewasa ini, hakikat mengenai bahasa telah mendapat cukup perhatian dari masing-masing
ahli bahasa. Bahasa dapat ditemukan di mana-mana, tentu saja setiap manusia membutuhkan manusia
lainnya dan di antara saling membutuhkan tersebut tentu sangat memerlukan bahasa.
Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Hal ini harus benar-benar
disadari, apalagi sebagai seorang calon maupun guru bahasa khususnya dan para guru bidang studi
lain pada umumnya. Dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, menjadi seorang guru bahasa harus
benar-benar memahami mengenai tujuan akhir yang harus dicapai dalam proses pengajaran bahasa
yang dilakukan ialah agar para peserta didik terampil dalam berbahasa yang tentu saja mahir dalam
empat keterampilan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, menulis dan membaca.
Selain itu, Anderson mengemukakan beberapa prinsip dasar mengenai hakikat bahasa, yang
menyebutkan bahwa bahasa adalah suatu sistem, bahasa adalah vocal (bunyi ujaran), bahasa tersusun
dari lambang-lambang mana suka, setiap bahasa bersifat unik, bersifat khas, bahasa dibangun dari
kebiasaan-kebiasaan, bahasa adalah alat komunikasi, bahasa berhubungan erat dengan budaya
tempatnya berada, bahasa itu berubah-ubah. (Anderson, 1972: 35). Bahasa juga merupakan suatu
sistem simbol vokal yang arbitrer, memungkinkan semua orang dalam suatu kebudayaan tertentu atau
orang lain yang telah mempelajari sistem kebudayaan tersebut untuk berkomunikasi atau berinteraksi.
(Pei & Gaynor dalam Alwasilah, 2011: 4).
Berdasarkan beberapa prinsip hakikat bahasa di atas dapat diketahui pula bahwa bahasa
memang unik dan digunakan oleh orang yang berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan dengan
menggunakan bahasa dengan dialek atau ragam tertentu untuk menyampaikan maksud dan tujuan
tertentu juga pada waktu yang tertentu pula. Hal tesebut sangat perlu diketahui dan dikenali juga
dipahami khususnya oleh para guru yang bergerak di bidang bahasa yang berada di mana pun, karena
apabila dilihat pada realita yang ada di lapangan, peserta didik yang sama-sama dididik dan dibina
dalam satu kelas atau satu sekolah mungkin saja berasal dari berbagai daerah yang mempunyai latar
belakang berbahasa dan berbudaya yang berbeda-beda.

METODE
Berdasarkan tujuan penelitian, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif
deskriptif yaitu untuk menyajikan gambaran lengkap mengenai setting sosial atau dimaksudkan untuk
eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial. Caranya dengan jalan
mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti antara
fenomena yang diuji. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah membuat deskripsi, gambaran atau
lukisan secara sistematis serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.
Berdasarkan judul penelitian serta rumusan masalah yang terdapat di dalamnya, data
penelitian untuk menganalisis tentang Hakikat Bahasa dan Berbahasa ini menggunakan teknik studi
pustaka. Studi pustaka dilakukan untuk mencari informasi-informasi tentang teori, metode dan
konsep yang relevan dengan permasalahan. Sumber data dalam penelitian ini adalah tertulis dari
buku, jurnal, dan artikel yang diperoleh dari perpustakaan setempat dan situs internet. Data dalam
penelitian ini berbentuk kata, ungkapan, kalimat, ataupun paragraf yang menunjukkan fakta serta teori
mengenai suatu wujud komunikasi yang dilakukan dengan bahasa dan berbahasa.
HASIL DAN PEMBAHASAN

ASAL-USUL BAHASA

Asal mula bahasa pada spesies manusia telah menjadi topik yang didiskusikan oleh para
ilmuwan selama beberapa abad. Walaupun begitu, tidak ada konsensus mengenai asal atau waktu
awalnya. Salah satu masalah yang membuat topik tersebut sangat susah untuk dipelajari adalah tidak
adanya bukti langsung yang kuat, karena tidak ada bahasa atau bahkan kemampuan untuk
memproduksinya menjadi fosil. Akibatnya para ahli yang ingin meneliti asal mula bahasa harus
mengambil kesimpulan dari bukti-bukti jenis lainnya seperti catatan fosil-fosil atau dari bukti
arkeologis, dari keberagaman bahasa zaman sekarang, dari penelitian akuisisi bahasa, dan dari
perbandingan antara bahasa manusia dan sistem komunikasi di antara hewan-hewan, terutama
primata-primata lainnya. Secara umum disepakati bahwa asal mula bahasa sangat dekat dengan asal
mula dari perilaku modern manusia, tapi hanya sedikit kesepakatan tentang implikasi-implikasi dan
pengarahan dari keterkaitan tersebut.

Pendekatan terhadap asal mula bahasa dapat dibagi berdasarkan asumsi dasarnya. 'Teori
Keberlanjutan' yaitu berdasarkan ide bahwa bahasa sangat kompleks sehingga tidak dapat
dibayangkan ia timbul begitu saja dari ketiadaan menjadi bentuk akhir seperti sekarang: ia pastinya
berkembang dari sistem pre-linguistik awal di antara leluhur primata kita. 'Teori Ketakberlanjutan'
yaitu berdasarkan ide yang berlawanan -- bahwa bahasa adalah suatu sifat sangat unik sehingga tidak
dapat dibandingkan dengan apapun yang ditemukan pada spesies selain manusia dan oleh karena ia
pasti muncul secara tiba-tiba selama perjalanan evolusi manusia. Perbedaan lainnya yaitu antara teori
yang melihat bahasa sebagai bawaan lahir yang tersandi secara genetis, dan mereka yang melihatnya
sebagai sebuah sistem yang secara umum kultural -- dipelajari lewat interaksi sosial.

"Asal mula bahasa" sebagai subjek tersendiri muncul dari pembelajaran dalam
neurolinguistik, psikolinguistik dan evolusi manusia. Linguistic Bibliography memperkenalkan
"Origin of language" (asal mula bahasa) sebagai topik terpisah pada tahun 1988, sebagai sub-topik
dari psikolinguistik. Institut penelitian khusus terhadap evolusi linguistik adalah fenomena baru,
muncul sejak tahun 1990-an.1

PENDAPAT AHLI TENTANG ASAL USUL BAHASA

Pada tahun 1861, ahli sejarah linguis Max Müller menerbitkan daftar spekulatif teori tentang
asal mula bahasa: 2

1
(Maksan, Psikolinguistik, 1993, hal. 24)
2
(Miller, Theories of Developmental psychology , 1993, hal. 46)
1. Bow-wow. Teori bow-wow atau cuckoo, yang Muller atribusikan kepada filsuf Jerman
Johann Gottfried Herder, melihat kata-kata bermula sebagai imitasi dari teriakan hewan-
hewan liar atau burung.
2. Pooh-pooh. Teori Pooh-Pooh melihat kata-kata pertama sebagai teriakan dan interjeksi
emosional dipicu oleh rasa sakit, senang, terkejut, dan lainnya.
3. Ding-dong. Müller menyarankan apa yang dia sebut dengan teori Ding-Dong, yang
menyatakan bahwa semua mahluk memiliki sebuah getaran resonansi alami, digemakan oleh
manusia dalam perkataan awalnya dengan suatu cara.
4. Yo-he-ho. Teoriyo-he-ho melihat bahasa muncul dari kegiatan kerja sama yang teratur, usaha
untuk sinkronisasi otot menghasilkan suatu suara yang 'menghela' bergantian dengan suara
seperti ho.
5. Ta-ta. Teori ini tidak ada dalam daftar Max Müller, tapi diajukan oleh Sir Richard Paget pada
tahun 1930. Menurut teori ta-ta, manusia membuat perkataan pertama dengan menggerakan
lidah yang meniru gerakan manual, membuatnya terdengar bersuara.

Banyak ilmuwan saat ini menganggap semua teori tersebut tidak begitu banyak yang salah --
adakalanya mereka menawarkan wawasan -- seperti naif komikal dan tidak relevan. Permasalahannya
dengan teori tersebut yaitu mereka hampir mekanistik. Mereka mengasumsikan bahwa sekali leluhur
kita menyadari kejeniusan mekanisme untuk menghubungkan suara dengan makna, bahasa secara
otomatis berkembang dan berubah.

Ada dua hal yang paling sentral dari para pemikir yang mempunyai perbedaan pendapat
mengenai asal usul bahasa. Yang pertama adalah Adanya keterlibatan muatan Illahi atas penciptaan
bahasa dan yang kedua adalah bahwasanya manusialah yang menjadi titik penting adanya asal usul
bahasa tersebut. Sebenarnya kedua pemikiran diatas mempunyai hubungan yang erat. Kedua teori
tersebut saling berhubungan, karena manusia yang merupakan makhluk ciptaan tuhan yang diberi
akal, fisik, alat indera (termasuk bicara), dan manusia sebagai makhluk sosial pasti akan mengalami
perkembangan interaksi didalam kehidupan. Apa-apa yang bisa diindrai maka bisa dimaknai dan
dirasakan dan dihantarkan lewat bahasa, senada dengan West yang menyatakan bahwa Speech, as
language, is the result of mans' ability to see phenomena symbolically and of the necessuty to express
his symbols.

PENGERTIAN BAHASA

Bahasa merupakan suatu ungkapan yang mengandung maksud untuk menyampaikan sesuatu
kepada orang lain. Sesuatu yang dimaksudkan oleh pembicara bisa dipahami dan dimengerti oleh
pendengar atau lawan bicara melalui bahasa yang diungkapkan. Fungsi utama bahasa adalah sebagai
alat komunikasi. 3

Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan sesama manusia dalam berinteraksi melalui
pertukaran simbol-simbol linguistik baik verbal maupun nonverbal. Bahasa sebagai media komunikasi
agar lebih mudah dipahami oleh pihak lain karena dapat mentransmisikan informasi dengan
menggunakan simbolsimbol bahasa. 4

Bahasa adalah satu sistem, sama dengan sistem-sistem lain, yang sekaligus bersifat sistematis
dan bersifat sistemis. Bahasa itu bukan merupakan satu sistem tunggal melainkan dibangun oleh
sejumlah subsistem (subsistem fonologi, Sintaksis, dan leksikon). Sistem bahasa ini merupakan sistem
lambang, sama dengan sistem lambang lalu lintas, atau sistem lambang lainnya. Hanya, sistem
lambang bahasa ini berupa bunyi, bukan gambar atau tanda lain, dan bunyi itu adalah bunyi bahasa
yang dilahirkan alat ucap manusia. 5

SIFAT-SIFAT BAHASA

1. Bahasa sebagai Sistem


Sebagai sebuah sistem, bahasa itu sekaligus bersifat sistematis dan sistemis. Dengan
sistematis, artinya, bahasa itu tersusun menurut suatu pola; tidak tersusun secara acak secara
sembarangan. Sedangkan sistemis, artinya, bahasa itu bukan merupakan sistem tunggal,
tetapi terdiri juga dari sub-subsistem; sistem bawahan. Di sini dapat disebutkan, antara lain,
subsistem fonologi, subsistem morfologi,, subsistem sintaksis, dan subsistem semantik. 6

Jenjang subsistem ini dalam linguistik dikenala dengan nama tataran linguistik atau tataran
bahasa. Jika diurutkan dari tataran yag terendah sampai tataran yang tertinggi, dalam hal ini
yang menyangkut ketiga subsistem struktual di atas adalah tataram fonem, morfem, frase,
klause, kalimat, dan wacana. Tataran fonem masuk dalam bidang kajian fonologi; tataran
morfem dan kata masuk dalam bidang kajian morfologi; tataran frase, klausa, kalimat, dan
wacana masuk dalam bidang kajian sintaksis. Tatapi perlu dicatat, bahwa kata selain dikaji
dalam morfologi juga dikaji dalam sintaksis menjadi satuan terkecil. Dalam kajian morfologi
kata itu dikaji struktur dan proses pembentukannya, sedangkan dalam sintaksis dikaji sebagai
unsur pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar. 7
2. Bahasa sebagai Lambang

3
(Chaer, 2006)
4
(Amri, 2015)
5
(Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, 2009)
6
(Chaer, Linguistik Umum, 2007, hal. 35)
7
(Chaer, Linguistik Umum, 2007, hal. 36)
Kata lambang sering dipadankan dengan kata simbol dengan pengertian yang sama.
Lambang dengan pelbagai seluk beluknya dikaji orang dalam kegiatan ilmiah dalam bidang
kajian yang disebut ilmu semiotika atau semiologi, yaitu ilmu yang mempelajari tanda-tanda
yang ada dalam kehidupan manusia, termasuk bahasa. Dalam semiotika atau semiologi (yang
di Amerika ditokohi oleh charles sanders peirce dan di Eropa oleh Ferdinand de Saussure)
dibedakan adanya beberapa jenis tanda, yaitu antara lain tanda (sign), lambang (simbol),
sinyal (signal), gejala (sympthom), gerak isyarat (gesture), kode, indeks, dan ikon. 8
Untuk memahami lambang ini tidak ada jalan lain selain harus mempelajarinya.
Orang yang belum mengenal lambang itu, tidak akan tahu apa-apa dengan arti lambang itu.
Pada segi lain mungkin banyak yang sama dipakai untuk menandai atau melambangkan hal
yang lain. Misalnya, bendera kuning itu yang dipakai untuk melambangkan kematian,
ternyata dipakai juga menjadi lambang kepresidenan. 9
3. Bahasa adalah Bunyi
Jika bahasa itu sebagai bunyi, bagaimanakah masalahnya dengan bahasa tulisan?
Dalam linguistik yang disebut bahasa, yang primer, adalah yang diucapkan, yang dilisankan,
yang keluar dari alat ucap manusia. Bahasa yang dilisankan inilah yang pertama-tama
menjadi objek linguistik. Sedangkan bahasa tulisan, meskipun juga tidak dilupakan dalam
kajian linguistik ( karena bahasa tulisan ini juga besar perannyadalam kehidupan
masyarakat ), hanyalah bersifat sekunder. 10
Bahwa hakikat bahasa adalah bunyi, atau bahasa lisan adalah satuan bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia yang di dalam fonetik diamati sebagai “fon” dan di dalam
fonemik sebagai “fonem”.
4. Bahasa itu Bermakna
Bahasa itu bermakna, ditinjau dari fungsinya yaitu menyampaikan pesan, konsep, ide
atau pemikiran. Jadi bentuk-bentuk bunyi yang tidak bermakna yang disampaikan dalam
bahasa apapun tidak bisa disebut sebagai bahasa.
5. Bahasa itu Arbitrer
Sekelompok manusia yang bertempat tinggal di lokasi tertentu secara konvensional
bersepakat membuat, menggunakan, menata, mengembangkan sebuah bahasa untuk
kebutuhan berkomunikasi, berinteraksi sosial, yang terus turuntemurun dari generasi ke
generasi dari jumlah populasi yang pada mulanya hanya sedikit, makin lama makin
bertambah banyak, baik penggunanya, juga perbendaharaan kosakata bahasa itu sendiri.
Penambahan kosakata, pembuatan kata baru yang secara historik dikaji “etimologi”, kajian
tentang asal usul keberadaan kata, dibuat manusia secara “arbitrary”, secara manasuka,

8
Ibid hal. 37
9
Ibid hal. 38
10
Ibid hal. 43
fonem-fonem dipilih, secara acak. Dengan makna yang disimbolkan, tanpa harus
mempertimbangkan rumusan atau formula klasifikasi makna itu, susunan tuturan fonemnya
harus begitu.
Manusia bebas memiliki, mengambil secara acak “semau gue”, bunyi-bunyi bahasa
kemudian menyusunnya menjadi “kata” untuk maksud mengungkapkan “makna” tertentu.
Sebagai contoh:
1) Mengapa manusia yang baru lahir, disebut “bayi” tidak disebut “bugil”.
2) Mengapa laki-laki yang sudah tua disebut “kakek” tidak disebut “kolak”
Kita tidak memberi alasan, pertimbangan analisis apapun, kata itu disebut begitu. Jadi
pilihan bunyi bahasa yang dirangkaikan, disusun menjadi kata bunyi, bugil, kakek, kolak dan
lain-lain itu, dibuat, bukan atas dasar kriteria atau formula tertentu, melainkan secara
“manasuka”. 11
6. Bahasa itu Konvensional
Meskipun hubungan antara lambang bunyi dengan yang dilambangkannya bersifat
arbitrer, tetapi penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep tertentu bersifat
konvensional. Artinya, semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi bahwa
lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya. Kalau, misalnya,
binatang berkaki empat yang biasa dikendarai, yang secara arbitrer dilambangkan dengan
bunyi [kuda], maka anggota masyarakat bahasa Indonesia, semuanya, harus mematuhinya.
Jika tidak dipatuhinya, dan menggantikannya dengan lambang lain, maka komunikasi
akan terhambat. Bahasanya menjadi tidak bisa dipahami oleh penutur bahasa Indonesia
lainnya; dan berarti pula dia telah keluar dari konvensi.
Jadi, kalau kearbitreran bahasa terletak pada hubungan antara lambang-lambang
bunyi dengan konsep yang dilambangkannya, maka kekonvensionalan bahasa terletak pada
kepatuhan para penutur bahasa untuk menggunakan lambang itu sesuai dengan konsep yang
dilambangkannya. Jangan coba-coba mengubah lambang bunyi [kuda]. misalnya, untuk
digunakan pada konsep yang lain, selain untuk "binatang berkaki empat yang biasa
dikendarai", kalau masih tetap mengharapkan komunikasi tidak terhambat. 12

7. Bahasa itu Produktif


Kata produktif adalah bentuk ajektif dari kata benda produksi. Arti produktif adalah
"banyak hasilnya", atau lebih tepat "terus-menerus menghasilkan". Lalu, kalau bahasa itu
dikatakan produktif, maka maksudnya, meskipun unsur-unsur bahasa itu terbatas, tetapi
dengan unsur-unsur yang jumlahnya terbatas itu dapat dibuat satuan-satuan bahasa yang
jumlahnya tidak terbatas, meski secara relatif, sesuai dengan sistem yang berlaku dalam

11
(BANGSA INDONESIA SEBAGAI MASYARAKAT DWIBAHASA, hal. 6)
12
(Chaer, Linguistik Umum, 2007, hal. 47)
bahasa itu. Umpamanya, kalau kita ambil fonem-fonem bahasa Indonesia /a/. /i/. /k/. dan /t/;
maka dari keempat fonem itu dapat kita hasilkan satuan-satuan bahasa. 13

8. Bahasa itu Unik


Unik artinya mempunyai ciri khas yang spesifik yang tidak dimiliki oleh yang lain.
Lalu, kalau bahasa dikatakan bersifat unik. maka artinya, setiap bahasa mempunyai ciri khas
sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Ciri khas ini bisa menyangkut sistem bunyi,
sistem pembentukan kata, sistem pembentukan kalimat, atau sistem-sistem lainnya. Salah
satu keunikan bahasa Indonesia adalah bahwa tekanan kata tidak bersifat morfemis,
melainkan sintaksis. Maksudnya, kalau pada kata tertentu di dalam kalimat kita berikan
tekanan, maka makna kata itu tetap. Yang berubah adalah makna keseluruhan kalimat.
Umpamanya pada kalimat ini.
Dia menangkap ayam
Tekanan diberikan pada dia, maka makna kalimat itu adalah bahwa yang melakukan
tindakan menangkap ayam adalah dia, dan bukan orang lain. Kalau tekanan diberikan pada
kata menangkap, maka kalimat itu bermakna yang dilakukan dia bukanlah tindakan lain,
melainkan menangkap, bukan mengurung atau menyembelih. Kalau tekanan diberikan pada
kata ayam, maka makna kalimat itu adalah yang ditangkap oleh dia adalah ayam, bukan
kucing atau tikus. Hal ini berbeda dengan bahasa Batak atau bahasa Inggris, yang tekanan
pada kata bersifat morfemis. 14

Salah satu keunikan bahasa adalah bahasa Jawa, barangkali bahwa setiap k yang
dimulai dengan konsonan /b/. /d/. Igl. kl. /p/. dan // dala pengucapannya selalu didahului oleh
konsonan nasal yang homorg dengan konsonan itu. Misalnya, kata Bandung dilafalkan
mBandung kata Depok dilafalkan nDepok, dan kata gopek dilafalkan nggope Kemudian
dalam pengucapan kata-kata seperti lompat, tendang, dan tongkat, akan dilafalkan lo-mpat,
te-ndang, dan to-ngkat. Tampak bahwa konsonan nasalnya ikut dalam suku kata berikutnya.
9. Bahasa itu Universal
Selain bersifat unik, yakni mempunyai sifat atau ciri masing-masing, bahasa itu juga
bersifat universal. Artinya, ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada
di dunia ini. Ciri-ciri yang universal ini tentunya merupakan unsur bahasa yang paling umum,
yang bisa dikaitkan dengan ciri-ciri atau sifat-sifat bahasa lain.
Karena bahasa itu berupa ujaran, maka ciri universal dari ba hasa yang paling umum
adalah bahwa bahasa itu mempunyai bunyi bahasa yang terdiri dari vokal dan konsonan.
Tetapi berapa banyak vokal dan konsonan yang dimiliki oleh setiap bahasa, bukanlah
persoalan keuniversalan. Bahasa Indonesia, misalnya, mempunyai 6 buah vokal dan 22 buah

13
Ibid hal. 49
14
Ibid hal. 51
konsonan, sedangkan bahasa Arab mem punyai 3 buah vokal pendek dan 3 buah vokal
panjang serta 28 buah.
Bahasa Inggris memiliki 16 buah vokal (termasuk diftong) dan 24 buah konsonan
(Al-Khuli 1982:320). Bukti lain dari keuniversalan bahasa adalah bahwa setiap bahasa
mempunyai satuan-satuan bahasa yang bermakna, entah satuan yang namanya kata, frase,
klausa, kalimat, dan wacana. 15

10. Bahasa itu Dinamis


Karena bahasa adalah segala sesuatu yang tidak pernah lepas dari unsur gerak gerik
manusia, maka tentu bahasa senantiasa menyesuaikan diri dengan penuturnya. Keadaan
bahasa yang berubah-ubah sesuai masa penuturnya, serta adanya perkembangan kebudayaan,
ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan istilah-istilah baru bermunculan, maka dari
itulah bahasa bersifat dinamis.
11. Bahasa itu Bervariasi

Hakikat bahasa dari segi sifat  memiliki variasi yang beragam. Bahasa daerah orang
Jogja, dengan bahasa daerah orang Semarang tentu saja berbeda. Meskipun masih satu
pulau (jawa) bahasa Solo dengan bahasa Sunda pun juga memiliki keberagaman bahasa
yang luar biasa.

Apalagi jika membandingkan keragaman bahasa antar pulau, sudah jelas banyak
kosakata yang berbeda-beda. Dari sini menunjukan bahwa bahasa memiliki variasi
meskipun dalam satu Negara, khususnya berlaku untuk Indonesia. 16

12. Bahasa itu Manusiawi

Bahasa disebut manusiawi karena bahasa menjadi berfungsi selama manusia yang
memanfaatkannya. Sebagai makhluk sosial, manusia berinteraksi, berkomunikasi dengan
manusia lain dengan menggunakan bahasa sebagai media, baik berkomunikasi menggunakan
bahasa lisan, juga berkomunikasi menggunakan bahasa tulis. Mengapa hanya manusia yang
berbahasa ? Mengapa makhluk lain, misalnya hewan yang padahal memiliki alat artikulasi,
mulut dengan kelengkapannya, lidah, bibir, gigi, tenggorokan, bahkan selaput suara, telinga;
yang berfungsi normal, tidak mampu berbahasa ? Jawabannya : Karena hewan tidak memiliki
otak, tidak memfungsikan otak untuk kegiatan intelektual, keterampilan berbahasa yang
dilakukan manusia : Menyimak, Berbicara, Membaca, Menulis yang dimodali kekayaan
kosakata, adalah aktivitas intelektual, karya otak manusia yang berpendidikan. Sebagaimana
kita ketahui kemampuan manusia berbahasa bukanlah ”instink” tidak dibawa anak manusia
15
(Chaer, Linguistik Umum, 2007, hal. 53)
16
https://penerbitbukudeepublish.com/materi/hakikat-bahasa/
sejak lahir, namun manusia dapat belajar bahasa sampai terampil berbahasa, mampu
berbahasa untuk kebutuhan berkomunikasi.17

FUNGSI BAHASA

Secara tradisional jika ditanyakan apakah bahasa itu, akan dijawab bahwa bahasa adalah alat
untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti, alat untuk menyampaikan pikiran,
gagasan, konsep, atau juga perasaan. Konsep bahwa bahasa adalah alat untuk menyampaikan pikiran
sudah mempunyai sejarah yang panjang jika kita menelusuri sejarah studi bahasa pada masa lalu. pada
abad pertengahan (500-1500 M) studi bahasa kebanyakan dilakukan oleh para ahli logika atau ahli
filsafat. Mereka menitikberatkan penyelidikan bahasa pada satuan-satuan kalimat yag dapat dianalisis
sebagai alat untuk menyatakan proposisi benar atau salah. Mengapa? Karena studi bahasa mereka
satukan dengan studi retorika dan logika. Dalam logika kalimat yang mempunyai nilai benar atau
salah hanyalah kalimat deklaratif saja, sesuai dengan apa yang dipikirkan. Dalam proses
berkomunikasi pikiran hanyalah satu bagian dari sekian banyak informasi yang disampaikan. Dalam
hali ini, Wardhaugh (1973-3-8) juga mengatakan bahwa fungsi bahasa adalah alat komunikasi
manusia, baik tertulis maupun lisan. Namun, fungsi ini sudah mencangkup lima dasar, yang menurut
Kinneavy disebut expression, information, exploration, persuasion, dan entertainment (Michel
1967:51). 18

Bagi sosiolinguistik konsep bahwa bahasa adalah alat atau berfungsi menyampaikan pikiran
dianggap terlalu sempit, sebab seperti dikemukakan Fishman (1972) bahwa yang menjadi persoalan
sosiolinguistik adalah “who speak what language to whom, when and to what end”. Oleh karena itu,
fungsi-fungsi bahasa itu, antara lain, dapat dilihat dari sudut penutur, pendengar, topik, kode, dan
amanat pembicaraan. 19

Dilihat dari segi penutur, maka bahasa itu berfungsi personal atau pribadi (lihat Halliday
1973, Finnochciaro 1974; Jakobson 1960 menyebutnya fungsi emotif). Maksudnya , si penutur
menyatakan sikap terhadap apa yang dituturkannya. Si penutur bukan hanya mengungkapkan emosi
lewat bahasa, tetapi juga memperlihatkan emosi itu sewaktu menyampaikan tuturannya. Dalam hal ini
pihak si pendengar juga dapat menduga apakah si penutur sedih, marah, atau gembira. 20

Dilihat dari segi pendengar atau lawan bicara, maka bahasa itu direktif, yaitu mengatur
tingkah laku pendengar (lihat Finnochciaro 18974;Halliday 1973 menyebutnya fungsi instrumental;
dan Jakobson 1960 menyebutnya fungsi retorikal). Di sini bahasa itu tidak hanya membuat si

17
(BANGSA INDONESIA SEBAGAI MASYARAKAT DWIBAHASA, hal. 8)
18
(Abdul Chaer, 2004, hal. 15)
19
Ibid hal. 15
20
Ibid hal. 15
pendengar melakukan sesuatu, tetapi melakukan kegiatan yang sesuai dengan yang dimaui si
pembicara.

Bila dilihat dari segi kontak penutur dan pendengar maka bahasa di sini berfungsi fatik
(Jakobson 1960;Finnocchiaro 1974 menyebutnya interpersonal; dan Halliday 1973 menyebutnya
interactiona), yaitu fungsi menjalin hubungan, memelihara, memperlihatkan perasaan bersahabat,
atau solidaritas sosial. Ungkapan-ungkapan yang digunakan biasanya sudah berpola tetap, seperti
pada waktu berjumpa, pamit, membicarakan cuaca, atau menanyakan keadaan keluarga. Oleh karena
itu, ungkapan-umgkapannya tidak dapat diartikan atau diterjemahkan secara harfiah. Misalnya, dalam
bahasa inggris ungkapan How do you do, how are you, here you are, dan bagaimana anak-anak, mau
kemana nih, dan sebagainya. Ungkapan-umgkapan fatik ini biasanya juga disertai dengan unsur
paralinguistik seperti senyuman, gelengan kepala, gerak-gerik tangan, air muka, dan kedipan mata.
Unsur-unsur tersebut yang disertai unsur paralinguistik tidak mempunyai arti, dalam arti memberikan
informasi, tetap membangun kontak sosial antara para partisipan di dalam pertuturan itu. 21

Bila dilihat dari segi topik ujaran, maka bahasa itu berfungsi referensial (Finnocchiaro 1974,
Halliday 1973 menyebutnya representational; Jakobson 1960 menyebutnya fungsi kognitif), ada juga
yang menyebutnya fungsi denotatif dan fungsi informatif). Di sini bahasa itu berfungsi sebagai alat
untuk membicarakan objek atau peristiwa yang ada di sekeliling penutur atau yang ada dalam budaya
pada umumnya. Fungsi referensial inilah yang melahirkan paham tradisional bahwa bahasa itu adalah
alat untuk menyatakan pikiran, untuk menyatakan pendapat si penutur tentang dunia di sekelilingmya.
Ungkapan-ungkapan seperti “ibu dosen itu cantik sekali”, atau “gedung perpustakaan itu baru
dibangun” adalah contoh penggunaan bahasa yang berfungsi referensial. 22

Dilihat dari segi kode yang digunakan, maka bahasa itu berfungsi metalingual dan
metalinguistik (Jakobson 1960; Finnocchiaro 1974), yakni bahasa itu digunakan untuk membicarakan
bahasa itu sendiri. Memang tampaknya agak aneh, biasanya bahasa itu digunakan untuk
membicarakan masalah lain, seperti masalah politik, ekonomi, atau pertanian. Tetapi dalam fungsinya
di sini bahasa itu digunakan untuk membicarakan atau menjelaskan bahasa. Hal ini daat dilihat dalam
proses pembelajaran bahasa di mana kaidah-kaidah atau aturan-aturan bahasa dijelaskan dengan
bahasa. Dalam kamus monolingual, bahasa itu digunakan untuk menjelaskan arti bahaa (dalam hal ini
kata) itu sendiri. 23

Dilihat dari segi amanat (message) yang akan disampaikan maka bahasa itu berfungsi
imaginatif (Halliday 1973; Finnocchiaro 1974; Jakobson 1960 menyebutnya fungsi poetic speech).

21
Ibid hal. 16
22
Ibid hal. 16
23
Ibid hal. 17
Sesungguhnya, bahasa itu dapat digunakan untuk menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan, baik
yang sebenarnya, maupun yang Cuma imaginasi (khayalan, rekaan) saja. Fungsi imaginatif ini
biasanya berupa karya seni (puisi, ceita, dongeng, lolucon) yang digunakan untuk kesenangan
penutur, maupun para pendengarnya. 24

KOMUNIKASI BAHASA

Dalam setiap komunikasi-bahasa ada dua pihak yang terlibat, yaitu pengirim pesan (sender)
dan penerima pesan (receiver). Ujaran (berupa kalimat atau kalimat-kalimat) yang digunakan untuk
menyampaikan pesan (berupa gagasan, pikiran, saran, dan sebagainya) itu disebut pesan. Dalam hal
ini pesan itu tidak lain pembawa gagasan yang disampaikan pengirim ke penerima. Setiap proses
komunikasi-bahasa dimulai dengan si pengirim merumuskan terlebih dahulu yang ingin diujarkan
dalam suatu kerangka gagasan. Proses ini dikenal dengan semantic encoding. Gagasan itu lalu disusun
dalam bentuk kalimat atau kalimat-kalimat yang gramatikal; proses memindahkan gagasan ke dalam
bentuk kalimat yang gramatikal disebut gramatical encoding. Setelah tersusun dalam kalimat yang
gramatikal, lalu kalimat yang berisi gagasan tadi diucapkan. Proses ini disebut phonological encoding.
Kemudian oleh si pendengar atau penerima, ujaran pengirim tadi diterjemahkan atau didecoding. Pada
mulanya ujaran tadi merupakn stimulus untuk diterjemahkan. Ini disebut phonological decoding;
selanjutnya proses ini diikuti oleh proses grammatical decoding; dan diakhiri dengan proses semantic
dekoding. 25

Ada dua macam komunukasi bahasa, yaitu komunikasi searah dan komunikasi dua arah.
Dalam komunikasi searah, si pengirim tetap sebagai pengirim, dan si penerima tetap sebagai
penerima. Komunikasi searah terjadi, misalnya, dalam komunikasi yang bersifat memberitahukan,
khotbah di mesjid atau gereja, ceramah yang tidak diikuti tanyajawab, dan sebagainya. Dalam
komunikasi dua arah, secara berganti-ganti si pengirim bisa menjadi penerima, dan penerima bisa
menjadi pengirim. Komunikasi dua arah ini terjadi, mialnya, dalam rapat, perundingan, diskusi,dan
sebagainya. 26

Sebagai alat komunikasi, bahasa terdiri dari dua aspek yaitu aspek linguistik dan aspek
nonlinguistik atau paralinguistik. Kedua aspek ini “bekerja sama” dalam membangun komunikasi
bahasa itu. Aspek linguistik mencangkup tataran fonologis, morfologis, dan sintaksis. Ketiga tataran
ini mendukung terbentuknya yang akan disampaikan, yaitu semantik (yang di dalamnya mencangkup
makna, gagasan, ideatau konsep). Aspek paralinguistik mencangkup (1) kualitas ujaran, yaitu pola
ujaran seseorang, seperti falseto (suara tinggi), staccato (suara terputus-putus), dan sebagainya; (2)

24
Ibid hal. 17
25
(Chaer, Agustina. SOSIOLINGUISTIK, 2004 hal. 20)
26
Ibid hal. 21
unsur supra segmental, yaitu tekanan (stress), nada(pitch), dan intonasi; (3) jarak dan gerak-gerik
tubuh, seperti gerakan tangan, anggukan kepala, dan sebagainya; (4) rabaan, yakni yang berkenaan
dengan indera perasa (pada kulit). 27

Komunikasi-bahasa atau komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai alatnya mempunyai


beberapa kelebihan dibandingkan dengan jenis komunikasi lainnya. Komunikasi dengan gerak isyarat
tangan yang berlaku untuk orang bisu tuli dan komunikasi membaca gerak bibir yag juga berlaku
untuk orang bisu tuli sudah tidak dapat digunakan lagi dalam keadaan gelap atau tidak ada cahaya,
karena kedua jenis komunikasi ini sangat mengandalkan penglihatan mata untuk menangkap dan
memahami bahasa gerak tangan dan bahasa bibir itu. Sedangkan komunikasi-bahasa masih dapat
digunakan dalam keadaan gelap sekalipun. Dengan bantuan alat-alat modern dewasa ini sistem
komunikasi-bahasa telah dapat menembus jarak dan waktu. 28

PEMBAKUAN BAHASA

Bahasa baku adalah salah satu variasi bahasa (dari sekian banyak variasi) yang diangkat dan
disepakati sebagai ragam bahasa yang akan dijadikan tolak ukur sebagai bahasa yang ”baik dan
benar” dalam komunikasi yang bersiat resmi, baik secara lisan maupun tulisan.
Ragam baku adalah ragam bahasa yang sama dengan bahasa resmi kenegaraan yang digunakan dalam
situasi resmi kenegaraan, termasuk dalam pendidikan, dalam buku pelajaran dan dalam Undang-
Undang. 29

Halim (1980) mengatakan bahwa bahasa baku adalah ragam bahasa yang dilembagakan dan
diakui oleh sebagian warga masyarakat pemakainya sebagai ragam resmi dan sebagai kerangka
rujukan norma bahasa dan penggunaannya. Dittmar (1976:8) mengatakan bahwa bahasa baku adalah
ragam ujaran dari satu masyarakat bahasa yang disahkan sebagai norma keharusan bagi pergaulan
sosial atas kepentingan dari berbagai pihak yang dominan di dalam masyarakat itu. Hartmann dan
Stork (1972:218) mengatakan bahwa bahasa baku adalah ragam bahasa yang secara sosial lebih
digandrungi, seringkali lebih besar berdasarkan ujaran orang-orang yang berpendidikan di dalam dan
di sekitar pusat kebudayaan dan atau politik suatu masyarakat tutur. Pei dan Geynor (1954:203)
mengatakan bahwa bahasa baku adalah dialek suatu bahasa yang memiliki keistimewaan, sastra dan
budaya melebihi dialek-dialek lainnya, dan disepakati penutur dialek-dialek lain sebagai bentuk
bahasa yang paling sempurna.

27
Ibid hal. 22
28
Ibid hal, 23
29
SITUS BAHASA. “PEMBAKUAN BAHASA”. https://www.situsbahasa.com/2011/01/pembakuan-bahasa.html
diakses pada 28 Juni 2022 pukul 14.01.
Gravin dan Mathiot (1956:785-787) juga mempunyai fungsi lain yang bersifat sosial politik,
yaitu (1) fungsi pemersatu, (2) fungsi pemisah, (3) fungsi harga diri, dan (4) fungsi kerangka acuan.
Yang dimaksud dengan fungsi pemersatu (the unifying function) adalah kesanggupan bahasa baku
untuk menghilangkan perbedaan variasi dalam masyarakat. Yang dimaksud dengan fungsi pemisah
(separatist function) adalah bahwa ragam bahasa baku itu dapat memisahkan atau membedakan
penggunaan ragam bahasa tersebut untuk situasi yang formal dan yang tidak formal. Yang dimaksud
dengan fungsi harga diri (prestige function) adalah bahwa pemakai ragam baku itu akan memiliki
perasaan harga diri yang lebih tinggi daripada yang tidak dapat menggunakannya, sebab ragam bahasa
baku biasanya tidak dapat dipelajari dari lingkungan keluarga atau lingkungan hidup sehari-hari.
Fishman (1970) mengatakan bahwa ragam bahasa baku mencerminkan cahaya kemuliaan, sejarah,
dan keunikan seluruh rakyat. Yang dimaksud dengan fungsi kerangka acuan (frame of reference
function) adalah bahwa ragam bahasa baku itu akan dijadikan tolak ukur untuk norma pemakaian
bahasa.
Keempat fungsi itu dapat dilakukan oleh sebuah ragam bahasa baku kalau ragam bahasa baku itu
telah memiliki tiga ciri yang sangat penting, yaitu (1) memiliki ciri kemantapan yang dinamis, (2)
memiliki ciri kecendekiaan, dan (3) memiliki ciri kerasionalan.

Moeliono (1975:2) mengatakan bahwa pada umumnya yang layak dianggap baku ialah ujaran
dan tulisan yang dipakai oleh golongan masyarakat yang paling luas pengaruhnya dan paling besar
kewibawaannya. Sebenarnya banyak dasar atau kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan atau
memilih sebuah ragam menjadi ragam bahasa baku. Dasar atau kriteria itu, antara lain, (1) otoritas, (2)
bahasa penulis-penulis terkenal, (3) demokrasi, (4) logika, dan (5) bahasa orang-orang yang dianggap
terkemuka dalam masyarakat. Usaha pembakuan bahasa, sebagai salah satu usaha pembinaan dan
pengembangan bahasa, tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari berbagai sarana. Antara
lain : (1) pendidikan, (2) industri baku, (3) perpustakaan, (4) administrasi negara, (5) media massa,
(6) tenaga, dan (7) penelitian.

PEMEROLEHAN BAHASA

Bagaimana manusia memperoleh bahasa merupakan suatu hal yang sangat mengagumkan dan
sulit dibuktikan. Berbagai teori dari bidang disiplin yang berbeda telah dikemukakan oleh para
pengkaji untuk menerangkan bagaimana proses ini terjadi dalam diri anak. Memang diakui bahwa
disadari ataupun tidak, sistem-sistem linguistik dikuasai dengan baik oleh seorang anak walaupun
umumnya tidak ada pengajaran formal. “…learning a first language is something every child does
successfully, in a matter of a few years and without the need for formal lessons.” 30

30
Crain, Lilo-Martin, An Introduction to Linguistic Theory and Language Acqusition (Malden: Blackwell
Publishing 1999, 24
Bahasa yang menjadi objek kajian linguistik harus dibedakan dari berbahasa, yakni kegiatan
manusia dalam memproduksi dan meresepsi bahasa. Proses berbahasa dimulai dari enkode semantik,
enkode gramatik, dan encode fonologi. Enkode semantik dan enkode gramatik berlangsung dalam
otak,bsedangkan enkode fonologi dimulai dari otak lalu dilanjutkan pelaksanaannya oleh alat-alat
bicara yang melibatkan sistem saraf otak (neuromiskuler) bicara dari otot tenggorokan, otot lidah, otot
bibir, mulut, langitlangit, rongga hidung, pita suara, dan paru-paru. Karena Bahasa adalah objek
kajian linguistik, maka kegiatan berbahasa ini merupakan objek kajian psikolinguistik. Oleh karena
itu, dapat dikatakan bahwa berbahasa adalah proses mengeluarkan pikiran dan perasaan (dari otak)
secara lisan, dalam bentuk katakata atau kalimat-kalimat. 31

Menurut Dardjowidjojo istilah pemerolehan dipakai untuk padanan istilah inggris acquisition,
yang merupakan suatu proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu
dia belajar bahasa ibunya. 32

Sementara Chaer memberikan pengertian bahwa pemerolehan bahasa atau acquisition adalah
proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau
bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dari pembelajaran bahasa (language
learning). Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang anak
mempelajari bahasa kedua, setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. 33

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pemerolehan bahasa adalah proses yang berlangsung terhadap anak-
anak yang belajar menguasai bahasa pertama atau bahasa ibu sedangkan pembelajaran bahasa
berkenaan dengan pemerolehan bahasa kedua, dimana bahasa diajarkan secara formal kepada anak
(Fatmawati, 2015).

BAHASA DAN FAKTOR LUAR BAHASA

1. Masyarakat Bahasa
Masyarakat bahasa adalah sekelompok orang yang merasa menggunakan bahasa yang
sama. Dengan demikian jika ada sekelompok orang yang merasa sama-sama menggunakan
bahasa Sunda, maka bisa dikatakan mereka adalah masyarakat bahasa Sunda. Jika ada
sekelompok orang merasa menggunakan bahasa Mandailing, maka mereka bisa disebut
masyarakat bahasa Mandailing; dan jika ada sekelompok orang menggunakan bahasa Inggris
maka mereka bisa disebut masyarakat bahasa Inggris. 34

31
(Chaer, Psikolinguistik: Kajian Teoretik , 2003, hal. 148)
32
Dardjowidjojo, Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, n.d.), 225.
33
(Chaer, Psikolinguistik: Kajian Teoretik , 2003, hal. 167)
34
(Chaer, Linguistik Umum, 2007, hal. 60)
Akibat lain dari konsep “merasa menggunakan bahasa yang sama”, maka patokan
linguistik umum mengenai bahasa menjadi longgar. Secara linguistik bahasa Indonesia dan
bahasa malaysia adalah bahasa yang sama, karena kedua bahasa itu banyak sekali
persamaannya, sehingga orang malaysia dapat mengerti dengan baik akan bahasa Indonesia,
dan sebaliknya orang indonesia dapat pula mengerti dengan baik akan bahasa malaysia .
2. Variasi dan Status Sosial Bahasa
Dalam beberapa masyarakat tertentu ada semacam kesepakatan untuk membedakan
adanya dua macam variasi bahasa berdasarkan status pemakaiannya. Yang pertama adalah
variasi bahasa tinggi (biasa disingkat variasi bahasa T), dan yang lain variasi bahasa rendah
(biasa disingkat R). Variasi T digunakan dalam dalam situasi-situasi resmi, seperti pidato
kenegaraan, bahasa pengantar dalam pendidikan, khotbah, surat-menyurat resmi, dan buku
pelajaran. Variasi T ini harus dipelajari melalui pendidikan formal di sekolah-sekolah.
Sedangkan variasi bahasa R digunakan dalam situasi yang tidak formal seperti di rumah,
warung, jalan, dan surat-surat peribadi. Variasi R dipelajari secara langsung di dalam
masyarakat umum, dan tidak pernah dalam pendidikan formal. Keadaan ini, adanya
perbedaan variasi bahasa T dan bahasa R disebut dengan istilah diglosia . masyarakat yang
mengadakan pembedaan ini disebut masyarakat diglosis. 35
3. Penggunaan Bahasa
Adanya berbagai macam dialek dan ragam bahasa menimbulkan masalah, bagaimana kita
harus menggunakan bahasa itu di dalam masyarakat. Hymes (1974) seorang pakar
sosiolinguistik mengatakan, bahwa suatu komunikasi dengan menggunakan bahasa harus
memperhatikan delapan unsur, yang diakronimkan menjadi SPEAKING, yakni :
a. Setting and scane, yaitu unsur yang berkenaan dengan tempat dan waktu terjadinya
percakapan.
b. Participants, yaitu orang-orang yang terlibat dalam percakapan.
c. Ends, yaitu maksud dan hasil dari percakapan.
d. Act sequences, yaitu hal yang menunjuk pada bentuk dan isi percakapan.
e. Key, yaitu yang menunjuk pada cara atau semangat dalam melaksanakan prcakapan.
f. Instrumentalities, yaitu yang menunjuk pada jalur percakapan apakah secara lisan
atau bukan.
g. Norms, yaitu yang menunjuk pada norma perilaku peserta percakapan.
h. Genres, yaitu yang menunjuk pada ragam bahasa yang digunakan.
4. Kontak Bahasa
Dalam masyarakat yang terbuka, artinya yang para anggotanya dapat menerima
kedatangan anggota dari masyarakat lain, baik dari satu atau lebih dari satumasyarakat, akan

35
Ibid hal. 62
terjadilah apa yang disebut kontak bahasa. Bahasa dari masyarakat yang menerima
kedatangan akan saling mempengaruhi dengan bahasa dari masyarakat yang datang. Hal yang
sangat menonjol yang bisa terjadi dari adanya kontak bahasa adalah terjadinya dan
terdapatnya yang disebut bilingualisme dan multilingualisme dengan berbagai macam
kasusnya, seperti interferensi, integrasi, alihkode, dan campurkode. 36
5. Bahasa dan Budaya
Dalam sejarah linguistik ada suatu hipotesis yang sangat terkenal mengenai hubungan
bahasa dan kebudayaan ini dikeluarkan oleh dua orang pakar, yaitu Edward Sapir dan
Benjamin Lee Whorf yang menjelaskan bahwa bahasa mempengaruhi kebudayaan atau
dengan anggota masyarakat penuturnya. Jadi, bahasa itu menguasai cara berfikir dan
bertindak manusia. Apa yang dilakukan manusia selalu dipengaruhi oleh sifat-sifat
bahasanya. 37

KLASIFIKASI BAHASA

1. Klasifikasi Genetis
Klasifikasi genetis, disebut juga klasifikasi geneologis, dilakukan berdasarkan garis
keturunan bahasa-bahasa itu. Artinya, suatu bahasa berasal atau diturunkan dari bahasa yang
lebih tua. Menurut teori klasifikasi genetis ini, suatu bahasa protato (bahasa tua, bahasa
semula) akan pecah dan menurunkan dua bahasa baru atau lebih. Lalu, bahasa pecahan ini
akan menurunkan pula bahasa-bahasa lain. Kemudian bahasa-bahasa lain itu akan
menurunkan lagi bahasa-bahasa pecahan berikutnya. Umpamanya, katakanlah ada bahasa
proto A. Bahasa A ini, misalnya, terpecah dan menurunkan tiga bahasa baru, yaitu bahasa
A1, A2, dan A3. Kemudian bahasa-bahasa A1, A2, dan A3 ini pecah lagi dan menurunkan
bahasa-bahasa baru. Misalnya dari bahasa A1 terpecah menjadi A11, A12, dan A13. Bahasa
A2 menurunkan bahasa A21 dan A22, sedangkan bahasa A3 menurunkan bahasa-bahasa A31
dan A32. Pada tahap berikutnya bahasa A11 menurunkan pula bahasa A111 dan A112.
Begitu juga dengan bahasa A12, dan yang lain-lain. 38
Sejauh ini , hasil klasifikasi yang telah dilakukan, dan banyak diterima orang secara
umum, adalah bahwa bahasa-bahasa yang ada di dunia ini terbagi dalam sebelas rumpun
besar. Lalu, setiap rumpun dapat dibagi lagi atas subrumpun, dan sub-subrumpun yang lebih
kecil. Kesebelas rumpun itu adalah :
a. Rumpun Indo eropa, yakni bahasa-bahasa German, Indo-Iran, Armenia, Baltik,
Slavik, Roaman, Keltik, dan Gaulis.

36
Ibid hal. 68
37
Ibid hal. 70
38
(Chaer, Linguistik Umum, 2007, hal. 73)
b. Rumpun Hamito-Semit atau Afro-Asiatik, yakni bahasa-bahasa Koptis, Berber,
Kushid, Chad yang termasuk dalam subrumpun Hamit dan bahasa Arab, Etiopik, dan
Ibrani termasuk subrumpun Semit.
c. Rumpun Chari-Nil, yakni bahasa-bahasa Shawili, Bantuk dan Khoisan.
d. Rumpun Dravida, yakni bahasa-bahasa Telugu, Tamil, Kanari, dan Malayamam.
e. Rumpun Austronesia, yakni bahasa-bahasa Indonesia (Melayu, Austronesia Barat),
Melanesia, Mikronesia, dan Polinesia.
f. Rumpun Kaukasus.
g. Rumpun Finno-Ugris, yakni bahasa-bahasa Hungar, Lapis, dan Samoyid.
h. Rumpun Paleo Asiatis dan Hiperbolis, yakni bahasa-bahasa yang terdapat di Siberia
Timur.
i. Rumpun Urat-Altai, yaitu bahasa-bahasa Mongol, Manchu, Tungu, Turki, Korea, dan
Jepang.
j. Rumpun Sino-Tibet, yakni bahasa-bahasa Yenisei, Ostyak, Tibeto, Burma, dan Cina.
k. Rumpun bahasa-bahasa Indian, yakni bahasa-bahasa Eskimo, Aleut, Na-Dene,
Algonkin, Wakshan, Hoka, Sioux, Penutio, Aztek-Tanoan, dan sebagainya.
Klasifikasi genetis ini menunjukkan bahwa perkembangan bahasa-bahasa di dunia
bersifat divergensif, yakni memecah dan menyebar menjadi banyak; tetapi pada masa
mendatang karena situasi politik dan perkembangan teknologi komunikasi yang semakin
canggih, perkembangan tang konvergensif tampaknya akan lebih mungkin dapat terjadi.
Kemungkinan besar akan ada bahasa-bahasa yang mati ditinggalkan para penutur, yang
karena berbagai pertimbangan beralih menggunakan bahasa lain yang dianggap lebih
menguntungkan. 39

2. Klasifikasi Tipologis
Klasifikasi ini didasarkan pada kesamaan tipe pada semua tataran bahasa (bunyi,
fonem, frasa, kalimat, dan seterusnya). Secara prinsip, tidak ada batasan ragam kelompok
bahasa dalam klasifikasi tipologi bahasa. Beberapa aliran pengelompokan bahasa
berdasarkan klasifikasi tipologis, yaitu:
a. Berdasarkan Morfologis
Frederich von Scheigel memilah bahasa dalam 3 kelompok, yaitu:
 Bahasa isolatif (Cina)
 Bahasa berafiks (Turki)
 Bahasa berfleksi (Sanskerta/Latin)
Wilhelm von Humbolt mengelompokkan menjadi:
 Bahasa Isolatif/Monosilabe

39
(Chaer, Linguistik Umum, 2007, hal. 78)
 Fleksi/Sintesis
 Aglutinatif/Mekanis
 Inkorporasi/Polisintesis
b. Berdasarkan Akar Kata
Franz Bopp memilah bahasa menjadi tiga kelompok, yaitu:
 Bahasa Monosilabe (Cina)
 Komposisi/Penggabungan Bentuk (Indo Eropa)
 Disilabis (3 Konsonan) (Arab, Ibrani)40
3. Klasifikasi Areal
Penggolongan wilayah dilakukan berdasarkan hubungan timbal balik antara bahasa
yang satu dengan bahasa yang lain dalam suatu daerah atau daerah. Terlepas dari apakah
bahasa tersebut terkait secara genetik atau tidak. Yang terpenting adalah adanya peminjaman
data yang meliputi peminjaman bentuk dan makna, atau peminjaman bentuk saja, atau
peminjaman makna saja, peminjaman ini disebabkan adanya kontak bahasa, bersifat historis
dan konvergen. Jika suatu bahasa tidak menerima atau memberikan pengaruh yang berarti,
maka bahasa itu tidak dapat dimasukkan ke dalam kelompok bahasa mana pun.
Selain itu, perlu dicatat bahwa klasifikasi ini memperhitungkan dimensi waktu dan
modalitas spasial yang dianggap seperti dalam klasifikasi genetik.
Penggolongan wilayah ini bersifat arbitrer dalam hal-hal tertentu, artinya dalam
hubungan historis bahasa-bahasa tersebut memberikan pengaruh timbal balik dalam hal-hal
tertentu. Kemudian nonexaustic karena masih banyak bahasa di dunia ini yang masing-
masing tertutup dalam arti belum menerima unsur-unsurnya sebelumnya. Jadi bahasa yang
demikian tidak dapat dikelompokkan atau belum termasuk dalam salah satu golongan dan
klasifikasi ini bersifat non-unik, karena ada kemungkinan suatu bahasa dapat masuk ke dalam
golongan tertentu dan dapat menutupi golongan lain.
Orang yang melakukan klasifikasi ini adalah Wilhelm Schmidt dengan bukunya Die
Sprachfamillien und Sprachenkreise der Ende. 41
4. Klasifikasi Sosiolinguistik
Klasifikasi sosiolinguistik dilakukan berdasarkan hubungan antara bahasa dan faktor-
faktor yang berlaku dalam masyarakat; justru berdasarkan status, fungsi, penilaian yang
diberikan oleh masyarakat terhadap bahasa. Klasifikasi ini dilakukan oleh William A Stuart
pada tahun 1962 dalam artikelnya “ An Outline of Linguistic Typology for Describing
Multilingualism ”. Klasifikasi ini dilakukan berdasarkan kriteria: historisitas, standarisasi,
vitalitas dan homogenitas.

40
https://www.linguistikid.com/2016/11/klasifikasi-bahasa-di-dunia.html
41
(Chaer, Linguistik Umum, 2007, hal. 79)
 Historitas: berkenaan dengan sejarah perkembangan bahasa atas sejarah penggunaan
bahasa.
 Standardisasi: berkenaan dengan statusnya sebagai bahasa baku atau tidak baku atau
status pemakainya sebagai bahasa formal atau informal.
 Vitalitas: berkenaan dengan apakah bahasa tersebut memiliki penutur yang
menggunakannya dalam kegiatan sehari-hari secara aktif atau tidak.
 Homogenitas: berkenaan dengan apakah leksikon dan tata bahasa bahasa itu berasal.
Sifat klasifikasi ini adalah arbitrer, lengkap dan tidak unik. Dikatakan arbitrer karena
tidak ada ketentuan dalam klasifikasi sosiolinguistik, hanya menggunakan keempat kriteria
tersebut. Kemudian ada kemungkinan ahli lain akan menggunakan kriteria lain. Dikatakan
lengkap karena semua bahasa di dunia dapat masuk dalam kelompok tertentu. Namun
klasifikasi ini bersifat unik karena suatu bahasa dapat memiliki status yang berbeda.
Misalnya, bahasa Jerman di Jerman adalah standar, tetapi di Swiss itu adalah regional atau
di bawah standar. Contoh lain adalah bahasa Ibrani yang merupakan bahasa klasik ibadah
Yahudi, tetapi ditunjuk oleh Israel sebagai bahasa resmi mereka (negara). 42

PEMBELAJARAN BAHASA

Saudara, Halliday (1979, dalam Goodman, dkk., 1987) menyatakan ada tiga tipe belajar yang
melibatkan bahasa.

1. Belajar Bahasa
Seseorang mempelajari suatu bahasa dengan fokus pada penguasaan kemampuan
berbahasa atau kemampuan berkomunikasi melalui bahasa yang digunakannya. Kemampuan
ini melibatkan dua hal, yaitu (1) kemampuan untuk menyampaikan pesan, baik secara lisan
(melalui berbicara) maupun tertulis (melalui menulis), serta (2) kemampuan memahami,
menafsirkan,dan menerima pesan, baik yang disampaikan secara lisan (melalui kegiatan
menyimak) maupun tertulis (melalui kegiatan membaca). Secara implisit,kemampuan-
kemampuan itu tentu saja melibatkan penguasaan kaidah bahasa serta pragmatik.
Kemampuan pragmatik merupakan kesanggupan pengguna bahasa untuk menggunakan
bahasa dalam berbagai situasi yang berbeda-beda,sesuai dengan kebutuhan, tujuan, dan
konteks berbahasa itu sendiri.
2. Belajar melalui Bahasa
Seseorang menggunakan bahasa untuk mempelajari pengetahuan, sikap,
keterampilan. Dalam konteks ini bahasa berfungsi sebagai alat untuk mempelajari sesuatu,
seperti Matematika, IPA, Sejarah, dan Kewarganegaraan.

42
Ibid hal. 80
3. Belajar tentang Bahasa
Seseorang mempelajari bahasa untuk mengetahui segala hal yang terdapat pada suatu
bahasa, seperti sejarah, sistem bahasa, kaidah berbahasa,dan produk bahasa seperti sastra
(Solchan T. W, 2008 :1.31).
Lebih lanjut Solchan mengungkapkan apabila kita berbicara tentang kemampuan berbahasa
lazimnya diklasifikasi menjadi empat macam, yaitu :
 Kemampuan menyimak dan mendengarkan.
 Kemampuan berbicara.
 Kemampuan membaca.
 Kemampuan menulis.43

KESIMPULAN

Bahasa dalam kehidupan sehari-hari merupakan proses komunikasi dalam bersosialisasi,


setiap daerah mempunyai ciri khas bahasa sendiri-sendiri. Bahasa bisa berupa ucapan bisa juga dalam
bentuk tulisan. Bahasa bisa dikatakan ucapan bilamana seseorang berbicara dengan orang lain secara
langsung maupun tidak langsung dengan tuturan yang ada dalam sistem bahasa. Selain menggunakan
alat ucap, bahasa juga bisa dilakukan dengan gerakan, itu merupakan bahasa khusus dengan orang
yang memang butuh perhatian khusus. Bahasa itu adalah sesuatu yang masih bersifat potensial.
Bahasa merupakan suatu sistem tanda yang tersimpan dalam pusat ingatan (memory) kita, siap untuk
dituangkan (diaktualisasikan).

Merujuk pengertian bahasa menurut para ahli tersebut, dapat dikatakan bahwa bahasa
memiliki peranan penting dalam kehidupan sebagai alat berinteraksi. Selain itu, bahasa juga
merupakan salah satu keahlian yang hanya dimiliki oleh manusia. Hal ini yang membedakan interaksi
manusia dengan interaksi makhluk-makhluk lain di bumi. Peran utama bahasa adalah alat interaksi
antar masyarakat dalam satu kelompok. Oleh sebab itu, bahasa itu tidak pernah lepas dari manusia.
Kegiatan manusia yang tidak menggunakan bahasa akan sulit dipahami. Selain sebagai alat
berkomunikasi, bahasa juga berperan sebagai alat berpikir. Dapat dikatakan bahwa manusia tidak
dapat berpikir tanpa bahasa. Dengan demikian, tingkat kecerdasan seseorang tidak hanya ditentukan
oleh tingginya nilai, akan tetapi dipengaruhi oleh penguasaannya dalam berbahasa.

Fungsi bahasa dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu fungsi bahasa secara umum dan secara
khusus. Secara umum bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi. Sedangkan secara khusus

43
https://www.linguistikid.com/2016/08/pengertian-belajar-pembelajaran-bahasa.html
mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari. Bahasa merupakan saluran maksud seseorang,
yang melahirkan perasaan dan memungkinkan masyarakat untuk bekerja sama. Pada saat
menggunakan bahasa sebagai komunikasi,berarti memiliki tujuan agar para pembaca atau pendengar
menjadi sasaran utama perhatian seseorang. Manusia memakai dua cara berkomunikasi, yaitu verbal
dan non verbal. Berkomunikasi secara verbal dilakukan menggunakan alat/media (lisan dan tulis),
sedangkan berkomunikasi secara non verbal dilakukan menggunakan media berupa aneka symbol,
isyarat, kode, dan bunyi seperti tanda lalu lintas,sirene setelah itu diterjemahkan kedalam bahasa
manusia.

Bahasa memiliki sifat dinamis, artinya bahasa terus menerus berkembang untuk
menyesuaikan diri dengan kondisi, situasi atau perkembangan zaman dan teknologi yang maju. Sifat
bahasa ini sangat penting karena bahasa butuh berkembang untuk bertahan agar tidak ditinggalkan
zaman, kemudian hilang dan punah karena tidak ada penuturnya.

Pada umumnya, bahasa-bahasa di dunia sangat banyak dan para penuturnya juga terdiri dari bangsa,
suku bangsa, atau etnis yanh berbeda-beda. Oleh karena itu dibuat suatu klasifikasi bahasa, yang bisa
disebutkan di sini adalah pendekatan genetis, pendekatan tipologis, pendekatan areal, dan pendekatan
sosiolinguistik.

Dalam pemebalajaran bahasa, Saudara, Halliday (1979, dalam Goodman, dkk., 1987)
menyatakan ada tiga tipe belajar yang melibatkan bahasa, yaitu belajar bahasa, belajar melalui bahasa,
dan belajar tentang bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada
waktu seorang anak mempelajari bahasa kedua, setelah dia memperoleh bahasa pertamanya.

DAFTAR RUJUKAN

Abdul Chaer, L. A. (2004). SOSIOLINGUISTIK EDISI REVISI. Jakarta: Rineka Cipta.

Amri, Y. (2015). Bahasa Indonesia: Pemahaman Dasar-dasar Bahasa. Yogyakarta: Atap Buku .

BANGSA INDONESIA SEBAGAI MASYARAKAT DWIBAHASA. (t.thn.).


PEMBINAAN_BAHASA_INDONESIA_SEBAGAI_BAHASA_KEDUA, 8.

Chaer, A. (2003). Psikolinguistik: Kajian Teoretik . Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, A. (2006). Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, A. (2007). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, A. (2009). Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.


Crain, L.-M. (1999). An Introduction to Linguistic. Malden : Blackwell Publishing.

Dardjowidjojo. (t.thn.). Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia . Jakarta: Yayasan


Pustaka Obor Indonesia .

Maksan. (1993). Psikolinguistik. Padang : IKIP Padang Press.

Miller. (1993). Theories of Developmental psychology . New York: Freeman.

Yusuf Abdhul. 2021. " Hakikat Bahasa: Pengertian, Sifat, Fungsi dan Ciri"
https://penerbitbukudeepublish.com/materi/hakikat-bahasa/, diakses pada 29 April 2022.

Agung Sejuta . 2016. " Klasifikasi Bahasa di Dunia " https://www.linguistikid.com/2016/11/klasifikasi-bahasa-


di-dunia.html , diakses pada 29 April 2022.

Agung Sejuta . 2016. " Pengertian Belajar dan Pembelajaran Bahasa"


https://www.linguistikid.com/2016/08/pengertian-belajar-pembelajaran-bahasa.html, diakses pada 29 April
2022

SITUS BAHASA. “PEMBAKUAN BAHASA”. https://www.situsbahasa.com/2011/01/pembakuan-bahasa.html


diakses pada 28 Juni 2022 pukul 14.01.

Anda mungkin juga menyukai