Anda di halaman 1dari 23

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia

karena adanya bahasa, manusia dapat berinteraksi antarsesamanya. Bahasa juga

merupakan suatu sistem lambang berupa bunyi, bersifat arbitrer, digunakan oleh

masyarakat tutur untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi

diri(Chaer, Abdul: 2009: 1).

Bahasasebagai sebuah sistem, maka bahasa terbentuk oleh sebuah aturan,

kaidah, atau pola-pola tertentu, baik dalam bidang tata bunyi, tata bentuk kata,

maupun tata bentuk kalimat.Setiap bahasa sebenarnya mempunyai ketetapan atau

kesamaan dalam hal tata bunyi, tata bentuk, tata kata, tata kalimat dan tata makna.

Teteapi, karena berbagai faktor yang terdapat di dalam pemakai bahasa itu, seperti

usia, pendidikan, agama, bidang kegiatan dan profesi, dan latar belakang budaya

daerah, maka bahasa itu menjadi tidak seragam benar. Bahasa juga merupakan

salah satu budaya yang harus dipelihara dan ditumbuhkembangkan oleh

masyarakat penuturnya.

Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki bahasa nasional yaitu

bahasa Indonesia.Selain memiliki bahasa nasional, Indonesia juga memiliki

bahasa daerah yang beranekaragam, yang digunakan oleh penuturnya untuk

berkomunikasi antarwarga masyarakat pemakai bahasa daerah tertentu.Ini artinya

bahasa daerah memiliki peranan penting bagi penuturnya.Oleh karena itu,sebagian


2

besar pemakai bahasa Indonesia masih mempunyai bahasa daerah sebagai bahasa

ibu, bahasa daerah memiliki pengaruh yang besar terhadap bahasa Indonesia.

Dengan kata lain, peranan bahasa daerah memiliki peranan penting bagi

perkembangan dan pelestarian kebudayaan Indonasia.

Salah satu dari sejumlah besar bahasa daerah yang dipelihara dan

digunakan oleh masyarakat pemakainya yang perlu dilestarikan adalah bahasa

Jawa. Bahasa Jawa adalah salah satubahasa dengan penutur terbanyak di

Indonesia, bahasa ini digunakan oleh suku Jawa yang wilayahnya meliputi Jawa

Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur. Selain itu, bahasa Jawa juga digunakan

oleh sebagian penduduk di wilayah pesisir Karawang, Subang, Cirebon,

Indramayu dan Banten.

Bahasa osing atau bahasa Jawa dialek Banyuwangi bahasa yang


dipertuturkan di daerah Banyuwangi, Jawa Timur.Secara linguistik, bahasa ini
termasuk dari cabang Formosa dalam rumpun bahasa Austronesia. Kata osing
artinya mirip dengan kata tusing seperti dalam bahasa Bali, bahasa daerah
tetangganya, yang berarti “tidak”.(Wikipedia).

Perbedaan bahasa Jawa dialek Banyuwangi dengan bahasa Jawa lainnya

( Jawa ngapak, dan bahasa Jawa arekan). Yaitu terletak pada system pengucapan

atau fonologinya :

 Adanya diftong “ai” untuk vocal “i”: semua leksikon berakhiran “i” pada

bahasa Jawa dialek Banyuwangi selalu terlafal “ai”. Seperti misalnya geni

(api) terbaca genai, dan bengi terbaca (malam).


3

 Adanya diftong “au” untuk vocal “u”: leksikon berakhiran “u” hamper

selalu dibaca “au” misalkan gedigu (begitu) terbaca gedigau. (Wikipedia)

Mempelajari bahasa Jawa sangat penting untuk yang ingin atau akan tinggal di

dalam lingkungan yang mayoritas penduduknya berbahasa Jawa baik itu untuk

kepentingan pribadi ataupun umum. Dengan mengenalsedikit tentang bahasa dan

kebiasaan orang Jawa, diharapkan nantinya lebih memudahkan seseorang dalam

bersosialisasi dengan lingkungan disekitar atau setidaknya ada kata yang

dimengerti ketika seorang mendengar percakapan orang lain disekitar dengan

menggunakan bahasa ini, terkhususnya bahasa jawa dialek Banyuwangi.

Bahasa Jawa merupakan salah satu bahasa yang mengalami persebaran


akibat program transmigrasi pemerintah Indonesia ke daerah-daerah di luar Pulau
Jawa seperti Pulau Sumatra, Kalimantan, Papua, dan Sulawesi. Di Pulau Sulawesi
termasuk di daerah Sulawesi Tengah tepatnya di Desa Kotaraya Kecamatan
Mepanga Kabupaten Parigi Moutong.

Seiring dengan berkembangnya era globalisasi, banyak hal yang mulai berubah

termasuk penggunaan bahasa Jawa khususnya bahasa Jawa dialek Banyuwangi di

Desa Kotaraya Kecamatan Mepangan Kabupaten Parigi Moutong Provinsi

Sulawesi Tengah. Bahasa Jawa dialek Banyuwangi di sana lebih banyak dikuasai

oleh orang dewasa daripada anak-anak sebagai generasi muda. Hal ini disababkan

karena anak-anak suku Jawa kini mulai mempelajari bahasa asing. khususnya

bahasa Inggris untuk mempersiapkan diri menghadapi perkembangan dunia

pendidikan, dan adanya pengaruh interaksi dari suku-suku lain yang lebih banyak

menggunakan bahasa indonesia daripada bahasa daerah untuk berkomunikasi. Hal


4

ini tidak menuntut kemungkinan terjadinya interferensi antar bahasa karena

penggunaan beragam bahasa di dalam satu lingkungan yang sama sehingga

membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini.

Penelitian ini juga dilakukan dalam usaha melestarikan kembali bahasa

Jawa dialek Banyuwangiyang terfokus pada masalah struktur frasa. Adapun yang

menjadi sasaran pada penelitian ini adalah struktur frasa eksosentris dan

endosentris bahasa Jawa dialek Banyuwangi.Penelitian ini diharapkan bisa

memberikan gambaran tentang struktur frasa bahasa Jawa dialek Banyuwangi,

sebagai bahan informasi yang dapat digunakan untuk pengembangan bahasa pada

umumnya dan bahasa daerah pada khususnya. Atas dasar itulah penulis memilih

“Struktur Frasa Bahasa Jawa Dialek Banyuwangi” sebagai judul penelitian.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang rumusan masalah pada penelitian ini adalah

bagaimanakah struktur frasa endosentris dan eksosentris bahasa Jawa dialek

Banyuwangi?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan struktur frasaendosentris dan

eksosentris bahasa Jawa dialek Banyuwangi.

1.4 Manfaat Penelitian


5

Setiappenelitian yang dilakukan baik itu secara individu maupun

kelompok tentu memiliki manfaat.Manfaat yang diberikan dapat berupa manfaat

teoretis dan praktis.

1.4.1 Manfaat Teoretis

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumbangsih terhadap

perkembangan teori linguistik khususnya dibidang sintaksis bagian struktur frasa.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini adalah sebagai upaya dalam menjaga dan melestarikan

bahasa Jawa dialek Banyuwangi terutama di daerah luar palau Jawa.

1.5 Batasan Istilah

Batasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1) frasa adalah satuan bahasa yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak

melampui batas fungsi dalam sintaksis;

2) struktur frasa adalah pengaturan unsur kalimat untuk membentuk satuan

yang lebih besar, misalnya frasa nomina ditambah dengan frasa verba

untuk membentuk kalimat atau klausa;

3) frasa eksosentris merupakan frase yang salah satu unsur pembentuknya

tidak berdistribusi sama dengan unsur lainnya;


6

4) frasa endosentris merupakan frase yang salah satu unsur pembentuknya

mempunyai distribusi yang sama dengan unsur lainnya dan dapat mengisi

salah satu fungsi sintaksis S, P, O, KET atau PEL;

5) frasa endosentris beraneka hulu adalah frasa yang mengandung lebih dari

satu hulu.

6) frasa endosentris modifikasi/hulu tambahan adalah frasa yang terdiri atas

unsur-unsur yang tidak setara;

7) frasa endosentris koordinatif adalah frasa yang intinya mempunyai

referensi yang berbeda-beda;

8) frasa endosentris apositif adalah frasa yang hulu-hulunya mempunyai

referensi yang sama. Frasa ini umumnya bersifat nominal.

9) bahasa Jawa adalah bahasa yang penuturnya merupakan suku Jawa baik

yang berada di Pulau Jawa maupun yang tersebar diseluruh Indonesia


7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian yang Relevan

Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang telah dilakukan bahwa

penelitian yang membahas masalah tatanan frasa sudah pernah dilakukan

olehMoh.Hidayat Buraera dengan judul “Struktur Frasa Endosentrik Bahasa Kaili

Dialek Ledo” (2012) dan oleh Nurhajrah dengan judul “Struktur Frase Bahasa

Bugis” (2014).Hal-hal yang dibahas adalah struktur frasa eksosentris dan

endosentris. Kedua frasa tersebut diuraikan dalam bentuk internal dan

eksternalnya. Frasa eksosentris terbagi atas tiga yaitu (1)frasa eksosentris direktif

atau partikel, (2) frasa eksosentris konektif dan (3) frasa eksosentris predikatif.

Selanjutnya, frasa endosentris meliputi (1) frasa beraneka hulu yang terdiri atas

frasa koordinatif dan frasa apositif dan (2) frasa modifikatif (hulu

tambahan).Dengan adanya penelitian-penelitian mengenai struktur frasa bahasa

yang dilakukan peneliti sebelumnya membuat peneliti tertarik untuk meneliti

struktur frasa bahasa tersebut dengan judul penelitian “Frasa Bahasa Jawa Dialek

Banyuwangi”.

Adapun perbedaan dari keduanya dengan penelitian yang dilakukan

peneliti saat ini adalah dari bidang kebahasaan yang diteliti.Peneliti melakukan

penelitian dengan bidang kajian kebahasaan yaitu bahasa Jawa dialek Banyuwangi

yang belum pernah diteliti sebelumnya. Dengan perbedaan tersebut penelitian ini

mengkaji tentang “ StrukturFrasa Bahasa Jawa Dialek Banyuwangi” yang


8

mengangkat permasalahan bagaimanakah struktur eksosentris dan endosentris

bahasa Jawa dialek Banyuwangi.Sedangkan persamaan dalam penelitian ini yaitu

bagaimana bentuk-bentuk frasa endosentris pada bahasa daerah.

2.2 Landasan Teori

Teori yang digunakan sebagai landasan dalam penelitian ini adalah teori

tagmemik.Teori ini membagi bahasa atas tiga hierarki, yaitu (1) hierarki fonologi,

(2) hierarki leksikon, (3) hierarki gramatikal.Lebih lanjut, teori tagmemik

membagi hierarki gramatikal, yang meliputi (1) tataran kalimat, (2) klausa, (3)

frasa, (4) kata, dan (5) morfem. (Tarigan 1989)

2.2.1 Pengertian Frasa

Secara umum frasa dapat diartikan sebagai bagian dari sintaksis atau

dengan kata lain frasa berada satu tingkat di atas kata dan dibawah satu tingkat

dari satu klausa atau kalr1imat. Para ahli memiliki pendapat yang berbeda-beda

tentang frasa. Cook, Elson & Pickett (dalam Putrayasa 2007:22) mengatakan

bahwa frasa adalah satuan linguistik yang secara potensial merupakan gabungan

dua kata atau lebih yang tidak mempunyai ciri-ciri klausa.

Pendapat senada juga dikemukakan oleh Khairah & Ridwan (dalam

Putrayasa 2007:22), frasa tersusun atas dua kata atau lebih yang tidak melebihi

batas unsur klausa. Artinya, konstruksi frasa hanya menduduki fungsi klausa,

unsur S saja, unsur P saja, unsur O saja, unsur pelengkap saja, atau unsur K saja.

Tidak mungkin satu konstruksi frasa menduduki fungsi S dan P sekaligus.

Putrayasa (2007:23) juga mengemukakan bahwa frasa merupakan kelompok kata


9

yang menduduki suatu fungsi di dalam kalimat walaupun tidak semua frasa terdiri

atas kelompok kata, karena ada frasa yang terdiri atas satu kata, yang sering

disebut atoma sintaksis.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa frasa merupakan

satuan gramatikal yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melebihi batas

fungsi unsur kalusa, satu sebagai kata inti dan satunya lagi sebagai kata penjelas.

Frase juga merupakan satuan gramatikal yang bersifat nonpredikatif.

2.2.2 Jenis-jenis Frasa

2.2.2.1. Frasa Eksosentris

Frasa eksosentris adalah frasa yang semua unsurnya tidak berfungsi dan

berdistribusi sama dengan semua pembentuk frasanya (Putrayasa, 2007:26). Frasa

eksosentris adalah frasa yang komponen-komponennya tidak mempunyai prilaku

sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Misalnya, frasadi pasar, yang terdiri

dari komponen di dan komponen pasar.Secara keseluruhan atau secara utuh frasa

ini dapat mengisi fungsi keterangan (Chaer 2009:225).

Dari definisi yang dikemukakan oleh para ahli diatas dapat disimpulkan

bahwa frasa eksosentris ialah frasa yang unsur-unsurnya tidak berdistribusi

samaatau tidak berprilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhan frasanya.

Frasa eksosentris dapat dibedakan menjadi dua yaitu frasa eksosentris

yang direktif dan frasa eksosentris yang nondirektif. Frasa eksosentris yang

direktif unsur pertamanya berupa preposisi, seperti di, ke, oleh, untuk,dandari, dan
10

komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata, yang biasanya berkategori

nomina. Karena komponen pertamanya berupa preposisi, maka frasa eksosentris

yang direktif ini lazim juga disebut frase preposisional.Contohnya di pasar, ke

sekolah, dari kayu jati, oleh bahaya bahan kimia.

Frasaeksosentris yang nondirektif komponen pertamanya berupa artikulus,

seperti si dan sang atau kata lain seperti yang, para, dan kaum; sedangkan

komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata berkategori nomina,

adjektiva, atau verba. Misalnya si pencuri, si raja hutan, para pengemis, kaum

cendikiawan, yang tinggi badannya.

2.2.2.2 Frasa Endosentris

Frasa endosentris adalah frasa yang mempunyai distribusi sama dengan

unsurnya, baik semua unsur maupun salah satu unsurnya (Putrayasa 2007:25).

Sependapat dengan ini, Chaer (2009:226) mengemukakan bahwa frasa

endosentris adalah frasa yang salah satu unsurnya atau komponennya memiliki

prilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Artinya salah satu

komponennya dapat menggantikan kedudukan keseluruhannya.Misalnya dua

orang pelajar sedang mengerjakan tugas.

Dua orang pelajar sedang mengerjakan tugas

Dua orang sedang mengerjakan tugas

- pelajar sedang mengerjakan tugas

Contoh lain dapat dilihat pada kalimat-kalimat berikut berikut.


11

 Sambal pedas itu buatan ibuku

 Mentri pendidikan dan kebudayaan memantau langsung ujian nasional di

MAN 2 Kota Palu.

Kelompok kata tersebut disusun oleh beberapa unsur pembentuk yang

saling berhubungan secara fungsional.Perhatikan contoh sambal

pedas.Frasasambal pedas terdiri dari nomina (kata benda) yang diikuti oleh

adjektiva (kata sifat). Kedua unsur tersebut memiliki hubungan fungsi sebagai

berikut: kata sambal berfungsi sebagai unsur inti (pusat) dan kata pedas sebagai

unsur penjelas. Hubungan keduanya menghasilkan makna ‘rasa’ yang berarti

sambal yang rasanya pedas.Demikian pula dengan contoh lainnya yang memiliki

makna tersendiri.

Cook (dalam Nurhajrah 2014:8) menjelaskan bahwa frasa endosentris

terdiri dari dua kategori yaitu frasa endosentris hulu tambahan dan frasa

endosentris multihulu. Dalam penataan struktur frasa endosentris terdapat empat

kelas kata yang berlaku sebagai konstitusien atau kontruksi.Kelas kata tersebut

adalah nomina, verba, adjektiva, adverbia.Jika dilihat dari segi distribusi secara

eksternal, frasa merupakan bagian dari struktur klausa, sedangkan dari segi

internal frasa adalah kontruksi antar kata yang terdiri dari dua kata atau lebih

(Garanjang, dalam Nurhajar 2014:8).

Dalam sintaksis, frasa memengang peranan penting dalam pembentukan

klausa. Level klausa tersusun dari empat bagian yaitu: Subjek (S), Predikat (P),

Objek (O), dan Ajung (Ajg) atau Keterangan (Ket). Subjek dan Objek berisi kelas
12

kata nomina, Predikat berisi kelas kata verba, Ajung atau keterangan berisi kelas

kata adverbia, ajektiva dan frasa preposisi.

2.2.2.3 Hubungan Antar Unsur Frasa

Unsur dalam frasa memiliki hubungan semantic tertentu. Hubungan

semantik antarunsur yang ada dalam frasa adalah hubungan koordinatif,

hubungan apositif, dan hubungan atributif (Ramlan, 1987: 155-157).

2.2.2.4 Hubungan Koordinatif

Hubungan koordinatif adalah hubungan yang menyatakan, bahwa

konstituen-konstituen (unsur-unsur) pembentuk satuan yang lebih besar meliliki

kedudukan yang setara. Hubungan yang lazim ditemukan dalam konstruksi frasa

adalah hubungan yang bersifat penambahan dan pemilihan ( Putrayasa, 2006:6).

2.2.2.5 Hubungan Apositif

Hubungan apositif adalah hubungan yang menjelaskan sekaligus berperan

sebagai pengganti bagian yang dijelaskan (Putrayasa, 2006:7). Hubungan apositif

yang dijelaskan di atas berarti dimana salah satu unsure pemjelasnya atau hulunya

dapat saling menjelaskan tanpa hadirnya salah satu hulu yang lainnya.

2.2.2.6 Hubungan Posesif

Hubungan posesif adalah kata atau konstruksi gramatikal yang digunakan

untuk menunjukan hubungan kepemilikan dalam arti luas. Ini dapat mencakup

kepemilikan yang ketat , atau sejumlah jenis hubungan lain dengan derajat yang

lebih besar atau lebih kecil yang serupa dengannya.(Wikipedia)

2.2.2.7 Hubungan Atributif


13

Berbeda dengan frasa yang bersifat koordinatif, frasa ini terdiri atas

unsure-unsur yang tidak setara.Karena itu, unsure-unsurnya tidak mungkin

dihubungkan dengan kata penghubung (komplemen) dan atau atau (Putrayasa,

2006:7).Frasa dalam hubungan atributif ini hanya mengandung satu

hulu.Konstruksi-konstruksi dapat disebut klasifikasi menurut kelas dan bentuk

kata-kata yang mengisi jalur hulu atributif dalam jalur hubungan antar frasa.
14

2.3 Kerangka Pemikiran

Frase Bahasa Jawa


Dialek
Banyuwangi

Frasa Frasa
eksosentris Endosentris

Frasa Frasa Frasa Frasa


Eksosentris Eksosentris Endosentris Endosentris
Direktif Nondirektif Multihulu Atributif

Preposisi + Artikulus + Frasa H+T


Kelas Kata kelas kata Koordinatif
& Frasa T+H
Apositif
T+H+T

Temuan Struktur frasa


bahasa Jawa Dialek
Banyuwangi

Gambar. 2.1
15

Dari diagram diatas diperoleh penjelasan bahwa frasa eksosentris adalah frasa

yang komponen-komponennya tidak memiliki perilaku sintaksis yang sama

dengan keseluruhannya. Misalnya , frasa di pasar , yang terdiri dari komponen

did an komponen pasar. Secara keseluruhan atau secara utuh frasa ini dapat

mengisi fungsi fungsi keterangan ( Chaer 2009:225).

Frasa eksosentris terdiri atas dua yaitu frasa eksosentris direktif dan nondirektif.

Frasa eksosentris direktif unsure pertamanya berupa preposisi seperti

di,ke,oleh,untuk, dan dari, dan komponen keduanya berupa kata atau kelompok

kata yang biasanya berkategori nomina. Sedangkan frasa eksosentris nondirektif

komponen pertamanya berupa artikulus seperti si, sang, para dankaum, dan

komponen keduanya berupa kata atau keelompok kata berkategori nomina.

Frasa endosenstris terdiri atas frasa multihulu yang meliputi frasa koordinatif dan

frasa apositif. Frasa koordinatif merupakan frasa yang komponen unsur-unsur

pembentuknya terdiri dari dua komponen yang sama dan sederajat,secara

potensial dapat dihubungkan dengan konjungsi dan dan atau. Frasa koordinatif

terbagi atas empat kelas kata yaitu : (1) nomina, (2) verba, (3) adjektiva, dan (4)

adverbial, sedangkan frasa apositif merupakan frasa yang berinti dua atau

multihulu dan kedua inti itu tidak mempunyai referensi yang sama sehingga,

kedua kedua inti tersebut tidak dapat dihubungkan oleh konektor ( Ba’dulu 2005:

59). Selanjutnya frasa atributif adalah frasa yang terdiri dari unsur-unsur yang

tidak setara.Oleh karena itu, frasa ini tidak mempunyai potensi untuk di

hubungkan dengan kata hubung dan dengan atau. Frasa atributif terdiri atas :(1)
16

nomina meliputi H-T, T-H, T-H-T, (2) verba meliputi H-T, T-H, T-H-T, (3)

adjektiva meliputi T-H, H-T, T-H-T, (4) adverbial meliputi T-H, H-T, T-H-T.
17

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif.Penelitian kualitatif

merupakan bentuk penelitian yang menggambarkan suatu keadaan dengan

uraian.Data yang dikumpulkan merupakan kata-kata gambar, dan bukan angka-

angka (Maleong dalam Djajasudarma, 2010:11).Oleh karena itu, data yang

dikumpulkan tidak menggunakan angka-angka atau hitungan melainkan mengacu

pada makna atau pemahaman terhadap interaksi dalam konsep data yang

dianalisis.Dengan demikian, data diolah dalam bentuk uraian berupa kata-kata dan

kalimat.

Penelitian kualitatif memiliki ciri tertentu. Maleong dalam Djajasudarma

(2010:11) mengemukakan sebelas ciri kualitatif yaitu, 1) latar ilmiah, 2) bersifat

deskriptif, 3) manusia sebagai alat, 3) metode kualitatif, 4) analisis data secara

induktif, 5) teori dasar, 6) lebih mementingkan proses daripada hasil, 7) adanya

batas yang dikemukakan oleh fokus. 8) adanya kritaria khusus untuk keabsahan ,

9)desain yang bersifat sementara, 10) hasil penelitian dirundingkan, dan 11)

disepakati bersama.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


18

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kotaraya, Kecamatan Mepanga,

Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah, dan waktu pelaksanaannya

pada bulan maretsampai dengan april 2020.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data lisan dan

tulisan.Namun sumber data difokuskan pada data lisan sebagai data utama.Data

lisan dipilih sebagai data utama sebab mudah didapatkan melalui informan yang

merupakan masyarakat asli penutur bahasa Jawa Dialek Banyuwangi. Adapun

kriteria yang harus dipenuhi informan yaitu:

1) Informan merupakan penurut dan suku asli Jawa yang mengetahui

Dialek Banyuwangi.

2) Informan minimal berpendidikan Sekolah Dasar.

3) Informan memiliki kelengkapan alat ucap.

4) Informan dapat memahami bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar.

5) Informan memiliki daya ingat baik, tidak malu dan suka bercerita.

6) informan memiliki daya ingat yang baik, tidak malu dan suka berbicara.

Data tertulis menjadi penunjang penelitian atau data sekunder yang

diperoleh dari buku-buku atau internet mengenai bahasa Jawa Dialek

Banyuwangi.Data tertulis dapat berupa teks cerita.

3.4 Instrumen Penelitian


19

Dalam penelitian ini, peneliti berfungsi sebagai instrument sekaligus

pengumpul data.Peneliti ditempat penelitian membawa alat tulis dan alat

rekam.Kedua alat ini sangat membantu peneliti untuk mendapatkan dan

mengumpulkan data sesuai dengan yang diinginkan.Peneliti sebagai alat yang

dapat mengungkapkan fakta-fakta dalam lapangan. Nilai suatu penelitian itu

terletak pada suatu hasil penelitian yang diperoleh secara nyataserta hasilnya

sangat tergantung pada sumber data dan cara instrumen dalam mengungkapkan

hasil tersebut. Dengan demikian, penelitilah yang dalam hal ini menjadi instrumen

kunci.

3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penyajian ini menggunakan metode simak dan

cakap. Metode simak dilakukan dengan cara menyimak tuturan informan yang

berkaitan dengan data yang dibutuhkan. Sedangkan metode cakap dilakukan

dengan cara peneliti melakukan wawancara secara langsung dengan informan

yang telah dipilih dan memperoleh data yang dibutuhkan.

Dalam pelaksanaanya, metode simak dan metode cakap menggunakan

teknik sadap dan teknik rekam.Teknik sadap yaitu peneliti menyadap tuturan

bahasa informan yang dilakukan dalam kegiatan pembicaraan tanpa diketahui oleh

informan sedangkan teknik rekam yaitu peneliti merekam tuturan bahasa informan

dengan menggunakan alat rekam.Selain itu, peneliti juga melakukan teknik catat

yaitu mencatat tuturan yang sesuai dengan data penelitian.Sedangkan metode

cakap dilakukan dengan teknik pancing dan cakap semuka, yaitu peneliti
20

memancing informan secara langsung untuk melakukan percakapan sesuai data

yang diinginkan.

Jenis data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu data tulisan dan

lisan.Data lisan diperoleh melalui teknik yang telah dijelaskan

sebelumnya.Sedangkan data tulisan diperoleh melalui penelitian yang dilakukan

oleh peneliti berhubungan dengan frase bahasa Jawa dialek Banyuwangi.

3.6 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode padan dan

metode distribusional.Metode padan digunakan untuk menjelaskan makna dan

pengertian dari frasa itu sendiri dalam bahasa JawaDialek Banyuwangi,

sedangkan metode distribusional digunakan untuk menjelaskan distribusi frasa

dalam bentuk lingual.

Adapun contoh metode padan (frasa endosentris) yaitu:

H:N + T:A

/sual/ + /reget/

“celana + kotor”

Sedangkan contoh penggunaan metode distribusional adalah:

/Tiang sepahniku mbeto pacol alitteng saben/

‘orang tua itu membawa cangkul kecil ke sawah’


21

S:FN P:FV O:FN Ajg: Fprep

Teknik yang digunakan dalam menganalisis data adalah teknik perluas dan

teknik ganti.Teknik perluas adalah teknik yang digunakan untuk memperluas

satuan lingual baik arah kiri maupun arah kanan.Menurut Sudaryanto dalam

Nurhajrah (2016:23) kegunaan dari teknik perluas adalah untuk menentukan segi-

segi pemaknaan (aspek semantis) satuan lingual tertentu. Teknik ganti digunakan

untuk mengetahui kadar kesamaan kelas atau kategori unsur terganti dengan unsur

pengganti, khususnya bila tataran pengganti sama dengan tataran terganti

(Sudaryanto dalam Nurhajrah, 2016:23). Adapun contoh dari penggunaan teknik

perluas dan teknik pengganti adalah

1) Teknik perluas

Kata /watu/ ‘batu dapat diperluas kearah kiri menjadi /gowo watu/

‘membawa batu’ sehingga berbentuk pola T-H, /gowo/ ‘membawa’ sebagai

tambahan dan /watu/ ‘batu’ sebagai hulu. Selain itu dapat diperluas kearah kanan

menjadi /watu alit/ ‘batu kecil’ sehingga berbentuk pola H-T, /watu/ ‘batu’

sebagai hulu dan /alit/ ‘kecil’ sebagai tambahan.

2) Teknik Ganti

/byapak kari emak/ ‘bapak dan ibu’

Frase pada contoh ini dapat diganti dengan unsur lain seperti // ‘mereka’

Contoh frase diatas dapat didistribusikan dalam bentuk kalimat menjadi /Kae

wong pada teng saben/ ‘mereka sedang pergi kesawah’.


22

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa frase /byapak kariemak/ ‘bapak

dan ibu’ yang digantikan dengan frase /kae wong/ ‘mereka’ berasal dari kelas kata

yang sama yaitu kelas kata nomina. Untuk mengetahui unsur dari kelas kata

tersebut dapat diketahui dengan cara meletakkan unsur tersebut sebagai pusatnya

atau hulunya. Jadi, melalui teknik ini dapat diketahui kadar kesamaan kelas atau

kategori unsur terganti dan unsur pengganti.

3.7 Metode Penyajian Hasil Penelitian

Sudaryanto dalam Nurhajrah (2016:26) mengemukakan bahwa metode

yang digunakan dalam penyajian hasil analisis data adalah metode formal dan

metode informal.Metode formal adalah metode yang penyajian hasil analisis data

dengan menggunakan lambang-lambang atau singkatan-singkatan tertentu.Berikut

contoh penyajian hasil analisis data dalam metode formal.

FN = Frasa Nomina

FV = Frasa Verba

FA = Frasa Adjektiva

FAdv = Frasa Adverbia

Fprep = Frasa Preposisi

H = Hulu

T = Tambahan

S = Subjek
23

P = Predikat

O = Objek

Ajg = Ajung/keterangan

Fend = Frasa Endosentris

Feks = Frasa Eksosentris

/…./ = penanda bahasa daerah

‘….’ = penanda makna atau arti

Metode informal adalah metode penyajian analisis data dengan

menggunakan uraian atau kata-kata biasa. Contoh: frase nomina adalah kelompok

kata yang berhulukan/berintikan nomina. Misalnya kata /kebo/ ‘kerbau’, /lemah/

‘tanah’ dan /manok/ ‘burung’ dikategorikan sebagai kata benda.

Anda mungkin juga menyukai