PENDAHULUAN
Bahasa merupakan alat berkomunikasi yang sudah diperoleh sejak lahir yang
dihasilkan alat ucap manusia, Semua manusia dari mana pun dia berasal tentu
mempunyai bahasa. Begitu mendasar berbahasa ini bagi manusia, sama halnya
seperti bernafas yang begitu mendasar dan perlu dalam hidup manusia. Jika kita
tidak mempunyai bahasa, maka kita akan kehilangan kemanusiaan kita.1 Bahasa
sendiri diindonesia sangat tersebar luas dan bahasa pun beragam-ragam yang biasa
dikatakan sebagai citra suatu masyarakat yang berdikari dalam kehidupan. Bahasa
daerah memuat kearifan suatu masyarakat pula. Ada nilai-nilai kebudayaan yang
terkandung dalam bahasa daerah. Oleh sebab itu, bahasa daerah dapat dikatakan
sebagai cerminan suatu masyarakat tuturnya. Bahasa daerah warisan yang luhur
bagi masyarakat. Bahasa yang dimiliki oleh suatu masyarakat tutur dalam khazanah
bahasanya selalu memiliki variasi. Hal itu disebabkan oleh kenyataan bahwa bahasa
yang hidup dalam masyarakat selalu digunakan dalam peran-peran sosial para
psikologis yang kemudian dirinci dalam bentuk komponen komponen tutur Adanya
1
Rina Devianty, “Bahasa Sebagai Cermin Kebudayaan”, Jurnal Tarbiyah, vol. 24 no. 2
(Juli-Desember 2017): h. 227.
1
2
fenomena pemakaian variasi bahasa dalam masyarakat tutur dikontrol oleh faktor-
Bahasa Serawai merupakan salah satu bahasa daerah yang masih hidup dan
Selatan, Kepahiang dan Kaur.3 Sampai sekarang bahasa Serawai masih digunakan
bahasa Serawai sangat bangga dengan bahasa yang mereka tuturkan penutur asli
tidak akan mau memakai bahasa lain sebagai alat komunikasi sehari-hari jika
rantau mereka umumnya tetap menggunakan bahasa Serawai jika bertemu dengan
nasional negara Indonesia hanya digunakan di forum resmi dan sebagai bahasa
bukan hal yang aneh atau tabuh ketika orang yang pulang dari merantau pulang ke
kampung halamannya dia akan terpengaruh oleh bahasa tempat dia merantau baik
bahasa dialek maupun logatnya akan tetapi hal itu tidak diterima di bumi Serawai
2
Eko Widianto, “Pemertahanan Bahasa Daerah Melalui Pembelajaran dan Kegiatan di
Sekolah”, Jurnal Ilmiah Bahasa dan Sastra, vol. 1 no. 2 (Januari-Desember 2018): h. 2.
3
Nilla Wati, “Sinonim dalam Bahasa Serawai di Kecamatan Semidang Lagan Bengkulu
Tengah”, Disastra, vol. 1 no. 2 (Juli 2019). h. 9.
3
serawai yang menggunakan bahasa selain serawai dibumi serawai. positifnya hal
Hal ini ternyata juga berlaku untuk para pendatang atau perantau dari daerah
menggunakan bahasa ibu mereka mau tidak mau untuk kelancaran berkomunikasi
serawai untuk hidup bermasyarakat di sana. Tidak jarang bahasa ibu anak-anak
pendatang ini adalah bahasa Serawai akan tetapi tentu saja bahasa serawai yang
mereka gunakan tidak seratus persen sama dengan bahasa sarawai yang dituturkan
oleh penutur asli. Bahasa ibu pendatang ataupun bahasa Indonesia sebagai bahasa
Dalam bahasa terdapat fonologi yang merupakan salah satu bidang kajian
mempelajari bunyi yang diucapkan oleh manusia. Fonologi dapat dibagi menjadi
dua, yaitu fonetik dan fonemik. Fonetik adalah cabang fonologi yang membahas
makna atau tidak. Bunyi bahasa itu dianggap universal dan otonom tanpa melihat
pembeda makna.4
Dalam fonetik terdapat bunyi vokal, bunyi konsonan, bunyi diftong, dan
mengenai bunyi. Bunyi diftong ini merupakan bunyi yang memiliki dua vokal
Berdasarkan hasil pra penelitian yang dilakukan pada tanggal 1 Juli 2022
dari observasi diketahui bahwa ada perbedaan bunyi diftong dan kluster dalam
bahasa sarawai di daerah Padang Guci dengan bahasa Serawai pada masyarakat
daerah Bengkulu Selatan lainnya, selain itu diketahui mulai banyak masyarakat
yang berpendidikan tinggi dan menikah dengan orang luar daerah Padang guci
berkomunikasi hal ini ditunjukkan dengan adanya unsur-unsur bahasa asli dalam
bahasa serawai yang tidak digunakan lagi oleh penuturnya hal tersebut
Penelitian mengenai diftong dan kluster pada kata-kata yang diucapkan oleh
ini dilakukan karena peneliti tertarik dengan fonetik diftong dan kluster yang
membahas bunyi dua vokal sekaligus dan bunyi dua konsonan sekaligus. Dari
pemaparan diatas maka penulis tertarik meneliti tentang tuturan bahasa serawai
4
Lisma Meilia Wijayanti, “Penguasaan Fonologi dalam Pemerolehan Bahasa: Studi Kasus
Anak Usia 1,5 Tahun”, Journal of Psychology and Child Development, vol. 1 no. 1 (Juni 2021): h.
13.
5
dilihat dari diftong dan klusternya dengan judul “Analisis Diftong dan Kluster pada
B. Identifikasi Masalah
Dari yang telah dijelaskan dalam latar belakang masalah tersebut, maka
1. Adanya perbedaan bunyi diftong dan kluster dalam bahasa masyarakat serawai.
C. Pembatasan Masalah
dan mendalam. Oleh sebab itu, penulis membatasi masalah penelitian yang hanya
berkaitan dengan diftong dan kluster pada bahasa Serawai di Padang Guci.
D. Rumusan Masalah
Dari yang telah dijelaskan dalam batasan masalah diatas, maka terdapat
1. Apa saja bentuk diftong pada tuturan bahasa Serawai masyarakat Ringgangan
2. Apa saja bentuk kluster pada tuturan bahasa Serawai masyarakat Ringgangan
E. Tujuan Penelitian
Dari yang telah dijelaskan dalam rumusan masalah tersebut, maka terdapat
F. Manfaat Penelitian
Dari yang telah dijelaskan dalam tujuan masalah yang ada, maka diperoleh suatu
1. Manfaat Teoretis
Pada bagian ini akan dijelaskan tentang manfaat dari penelitian yang
dilakukan penulis. Adapun manfaat teoretis dari penelitian ini sebagai berikut:
b. Sebagai bahan pengkajian landasan dalam peneliti lain yang lebih sempurna,
2. Manfaat Praktis
bahasa.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
acuan komperhensif mengenai konsep, prinsip, atau teori yang digunakan sebagai
landasan dalam memecahkan masalah yang dihadapi, adapun teori tersebut sebagai
berikut:
1. Bahasa
a. Pengertian Bahasa
lambing bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk
semua yang dirasakan, dipikirkan, dan diketahui seseorang kepada orang lain.
Bahasa juga memungkinkan manusia dapat bekerja sama dengan orang lain dalam
masyarakat. Hal tersebut berkaitan erat bahwa hakikat manusia sebagai makhluk
segala aspek kehidupan manusia. Termasuk salah satu peran tersebut adalah untuk
sebagai salah satu alat komunikasi manusia utama, bahasa juga sebagai salah satu
5
Yendra, Mengenal Ilmu Bahasa (Yogyakarta: Deepublish, Februari 2018), h. 2.
6
Joko Suleman, “Dampak Penggunaan Bahasa Gaul di Kalangan Remaja Terhadap Bahasa
Indonesia”, Jurnal Seminar Nasional Bahasa dan Sastra, vol. 2 no. 2 (Januari-Desember 2018): h.
154.
8
9
keahlian yang hanya dimiliki oleh manusia, hal inilah yang membedakan interaksi
bahwa secara garis besar didefinisikan bahwa bahasa sebagai sistem bunyi yang
memiliki makna, lambing bunyi, dan dituturkan dari sistem arbiterari manusia
b. Fungsi Bahasa
Sungguh kita ketahui bahwa berbicara tidak bisa dilepaskan dari faktor-
yang digunakan dalam berkomunikasi tentu didasarkan pada fungsi bahasa tersebut.
Akan berbedalah kata-kata, frasa-frasa ataupun kalimat-kalimat yang kita pakai bila
berkomunikasi. Berbeda tujuan akan berbeda pula alat komunikasi itu. baik dari
segi bentuk maupun isinya (sifatnya). Hal ini menyebabkan banyak perbedaan
pendapat dari para ahli mengenai fungsi bahasa. fungsi bahasa terdiri atas lima,
antara lain: fungsi interpersonal, fungsi direktif, fungsi referensial, fungsi imajinatif
1) Fungsi Interpersonal
hubungan kerja dan hubungan sosial denqan orang lain. Hubunqan ini membuat
2) Fungsi Direktif
7
Yendra, Mengenal Ilmu…, h. 4.
10
3) Fungsi Referensial
berbicara tentang lingkungan kita yang terdekat dan juga mengenai fungsi
metalinguistik.
4) Fungsi Imajinatif
ritme baik bahasa lisan maupun tulis. Tidak semua manusia bisa menerapkan fungsi
ini, kecuali bagi mereka yang memiliki talenta terhadap fungsi ini
5) Fungsi Personal
optimal apabila berada dalam situasi tempat fungsi tersebut dijalankan atau dapat
berbahasa.8
daerah adalah bahasa yang dipakai sebagai bahasa perhubungan intra daerah atau
intra masyarakat di samping bahasa Indonesia dan yang dipakai sebagai sarana
pendukung sastra serta budaya daerah atau masyarakat etnik di wilayah republik
8
Inyoman Darsana,” Fungsi Bahasa (Suatu Kajian Aksiologi)”, Karya Ilmiah Program
Studi Sastra Bali, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana, 2017), h. 5.
11
Indonesia bahasa Indonesia bahasa rumpun Melayu yang bahasa asing tidak masuk
Kemudian dalam peraturan menteri dalam negeri nomor 40 tahun 2007 juga
dijelaskan mengenai batasan bahasa daerah, yaitu bahasa yang digunakan sebagai
sarana komunikasi dan interaksi antar anggota masyarakat dari suku atau kelompok
melihat bahasa daerah itu dari sudut pandang fungsi dan area pemakaian bahasa
akan tetapi, batasan kedua lebih jelas dalam menunjukkan hal penutur bahasa
daerah, yakni suku atau kelompok etnis titik meskipun demikian, kedua batasan
tersebut tampaknya masih dirasa kurang lengkap titik batasan tersebut tidak
2. Fonologi
a. Pengertian Fonologi
9
Lisa Septia Dwi Br Ginting, Bahasa Bantu (Indonesia: Guepedia, Juli 2021), h. 13.
10
Lisa Septia Dwi Br Ginting, Bahasa…, h. 13.
12
Secara etimologis fonologi berasal dari dua kata Yunani yaitu phone yang berarti
“bunyi” dan logos yang berarti “ilmu”. Maka pengertian harfiah fonologi adalah
“ilmu bunyi”. Fonologi merupakan bagian dari ilmu bahasa yang mengkaji bunyi.11
ujar. Selanjutnya fonologi dibedakan atas dua macam, yaitu fonetik dan fonemik.
Fonetik adalah cabang fonologi yang memandang bunyi bahsa sebagai fenomena
alam. Bunyi bahasa dianggap sebagai subtansi yang otonom dan universal tanpa
melihat fungsinya sebagai pembeda atau bukan. Menurut proses terjadinya bunyi
bahasa, fonetik dibedakan menjadi tiga macam yaitu fonetik fisiologi atau
Dari dua sudut pandang diatas tentang bunyi ujar tersebut dapat disimpulkan
bahwa fonologi mempunyai dua cabang kajian, yaitu fonetik dan fonemik. Sebagai
1) Fonetik
atau titik-titik kemudian menurut urutan proses terjadinya bunyi bahasa itu,
11
Salda Gani dan Berti Arsyad, “Kajian Teoretis Struktur Internal Bahasa”, Jurnal Bahasa
dan Sastra Arab, vol. 7 no. 1 (Januari−Desember 2018): h. 2.
12
Abdul Chaer, Lingustik Umum (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), h. 102.
13
Fitrianti, “Pemerolehan Bahasa pada Anak Usia 2−3 Tahun pada Tataran Fonologi”,
(Skripsi S-1 Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Muhammadiyah Mataram, 2019), h. 19.
13
dibedakan adanya tiga jenis fonetik yaitu fonetik artikulatoris, fonetik akustik, dan
fonetik auditoris.14
Menurut Clark dan Yallop fonetik merupakan bidang yang berkaitan erat
dengan kajian bagaimana cara manusia berbahasa serta mendengar dan memproses
ujaran yang diterima lebih lanjut fonetik ini sangat berguna untuk tujuan-tujuan
pendengarannya.16
a) Fonetik Fisiologis
mengkaji tentang fungsi fisiologis manusia. Menurut Singh Manusia yang normal
memanfaatkan organ-organ tuturnya, misalnya lidah bibir dan Gigi bawah yang
14
Abdul Chaer, Lingustik…, h. 103.
15
Masnur Muslich, Fonologi Bahasa Indonesia (Jakarta: Bumi Aksara, 2017), h. 8.
16
Masnur Muslich, Fonologi…, h. 8.
14
dalam hal ini bidang politik yang mengkaji tentang penghasilan bunyi bunyi
fonetik fisiologis.
b) Fonetik Akustik
kepada bunyi bunyi bahasa yang diterima. Ada tiga ciri utama bunyi bunyi bahasa
yang mendapatkan penekanan dalam kajian fonetik akustik, yaitu frekuensi, tempo,
bahasa dan mengukur pergerakan udara antara lain spektograf (alat untuk
bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam. Bunyi-bunyi itu diselidiki
17
Masnur Muslich, Fonologi…, h. 9.
18
Masnur Muslich, Fonologi..., h. 9.
15
pergerakan bunyi-bunyi bahasa itu dalam ruang udara, yang seterusnya bisa
perlu di proses sebagai bunyi-bunyi bahasa dan apakah ciri bunyi bunyi bahasa
bedakan bunyi bahasa yang didengar. Tegasnya fonetik auditoris adalah kajian
diterima.19
a) Paru-Paru (Lung)
Paru-paru (lung) adalah sumber arus udara yang merupakan syarat mutlak
untuk terjadinya bunyi bahasa. Namun, perlu diketahui juga bahwa bunyi bahasa
dapat juga dihasilkan dengan arus udara yang datang dari luar mulut. Kalau arus
udara datang dari paru-paru disebut arus udara egresif, dan kalau arus udara datang
dari luar disebut arus udara ingresif. Bunyi yang dihasilkan kalau arus udara datang
dari paru-paru disebut bunyi egresif dan kalau datang dari luar disebut bunyi
ingresif. Contoh bunyi egresif [p, t, k, s] sedangkan bunyi ingresif [b, d, dan g].
yang di ujungnya ada sepasang pita suara. pita suara ini dapat terbuka lebar, terbuka
agak lebar, terbuka sedikit, dan tertutup rapat sesuai dengan arus udara yang
dihembuskan keluar.20 Celah di antara pita suara itu disebut glotis. Pada glotis
inilah awal terjadinya bunyi bahasa dalam proses produksi bunyi itu. bila glotis
berada dalam keadaan terbuka lebar, tidak ada bunyi bahasa yang dihasilkan, selain
desa napas. bila glotis dalam keadaan terbuka agak lebar akan terjadi bunyi tak
bersuara. Bila glotis dalam keadaan terbuka sedikit akan terjadi bunyi bersuara. lalu
bila glotis dalam keadaan tertutup rapat akan terjadi bunyi Hamzah atau bunyi
hambat glotal. Contoh bunyi yang dihasilkan bunyi hamzah “katak” dieja kata?.
diantara pangkal tenggorok dengan rongga mulut dan rongga hidung. Faring
berfungsi sebagai “tabung udara” yang akan ikut bergetar bila pita suara bergetar.
(Dorsum)
Velum atau langit-langit lunak dan bagian ujungnya yang disebut uvula
(anak tekak) dapat turun naik untuk mengatur arus udara keluar masuk melalui
rongga hidung atau rongga mulut. Uvula akan merapat ke dinding faring kalau arus
udara keluar melalui rongga mulut, dan akan menjauh dari dinding faring kalau
arus udara keluar melalui rongga hidung. Bunyi yang dihasilkan kalau udara keluar
20
Abdul Chaer, Fonologi Bahasa Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 2019), h. 20.
21
Abdul Chaer, Fonologi…, h. 21.
17
melalui rongga hidung disebut bunyi nasal contoh bunyi nasal [m, n, ñ, dan ŋ] dan
kalau udara keluar melalui rongga mulut disebut bunyi oral. Bunyi yang dihasilkan
dengan velum sebagai artikulator pasif dan dorsum sebagai artikulator aktif disebut
bunyi dorsovelar dari gabungan kata dorsum dan perum contoh bunyinya [k, g, dan
ŋ]. Sedangkan yang dihasilkan oleh uvula disebut bunyi uvular contonya [R].
(Laminum).
berlaku sebagai artikulator pasifnya (artikulator yang diam, tidak bergerak) dan
yang menjadi artikulator aktifnya adalah ujung lidah (apeks) atau daun lidah
(laminum). Bunyi bahasa yang dihasilkan oleh palatum dan apeks disebut bunyi
apikopalatal contoh bunyinya [t dan d]. Sedangkan yang dihasilkan oleh palatum
dan laminum disebut bunyi laminopalatal contoh bunyinya [c, j, n, dan s].
apeks atau minum sebagai artikulator aktifnya. Bunyi yang dihasilkan oleh
alveolum dan apeks disebut bunyi apikoalveolar contoh bunyinya [n, l, dan r]. Lalu,
yang dihasilkan oleh alveolum dan laminum disebut bunyi laminoalveolar [s dan z].
Dalam produksi bunyi bahasa, gigi atas dapat berperan sebagai artikulator
pasif, yang menjadi artikulator aktifnya adalah apeks atau bibir bawah. Bunyi yang
dihasilkan oleh gigi atas dan apeks disebut bunyi apikodental contoh bunyinya [d
18
dan t] dan yang dihasilkan oleh Gigi atas dan bibir bawah disebut bunyi labiodental
Dalam pembentukan bunyi bahasa bibir atas bisa menjadi artikulator pasif
dan bibir bawah menjadi artikulator aktif. Bunyi yang dihasilkan disebut bunyi
Bibir bawah bisa juga menjadi artikulator aktif, dengan gigi atas sebagai
artikulator pasifnya. Lalu, bunyi yang dihasilkan disebut bunyi labiodental, dari
i) Lidah (Tongue)
Lidah terbagi atas 4 bagian, yaitu ujung lidah (apeks) daun lidah (laminum),
punggung atau pangkal lidah (dorsum) dan akar lidah (root). Lidah dengan bagian-
bagiannya dalam pembentukan bunyi bahasa selalu menjadi artikulator aktif, yakni
Posisi lidah ke depan, ke tengah, atau ke belakang, dan keatas atau ke bawah
menentukan jenis vokal yang dihasilkan. Bunyi vokal [a, I, e dan o].
Rongga mulut dengan kedua belah bibir (atas dan bawah) berperanan dalam
pembentukan bunyi vokal. Kalau bentuk mulut membundar maka akan dihasilkan
22
Abdul Chaer, Fonologi…, h. 22.
19
bunyi vokal bundar atau bulat contohnya []ﬤ, kalau bentuk mulut tidak bundar atau
melebar akan dihasilkan bunyi vokal tidak bundar contohnya [I, e, dan [Ɛ].
Secara umum semua bunyi yang dihasilkan di rongga mulut disebut bunyi
oral, sebagai lawan bunyi nasal yang dihasilkan melalui rongga hidung.
k) Rongga Hidung
Bunyi bahasa yang dihasilkan melalui rongga hidung disebut bunyi nasal.
Bunyi nasal ini dihasilkan dengan cara menutup rapat-rapat arus udara di rongga
mulut, dan menyalurkannya keluar melalui rongga hidung. yang ada dalam bahasa
Indonesia adalah bunyi nasal bilabial [m] bunyi nasal apikeolpeaolar [n] bunyi
a) Bunyi Vokal
Vokal adalah jenis bunyi bahasa yang ketika dihasilkan atau diproduksi,
setelah arus ujar keluar dari glotis tidak mendapat hambatan dari alat ucap,
melainkan hanya diganggu oleh posisi lidah, baik vertikal maupun horizontal dan
Menurut Ahmad Bunyi vokal dihasilkan dengan udara yang keluar dari
paru-paru tanpa adanya hambatan, dipengaruhi oleh gerakan bibir dan gerakan
hambatan pada pita suara maka pita suara bergetar.24 Maka dibuat tabel vokal
sebagai berikut:25
23
Abdul Chaer, Fonologi…, h. 23.
24
Diana Mayasari dan Endah Sari, “Diftong dan Kluster pada Tuturan Masyarakat
Manduro”, Jurnal Pendidikan Tambusai, vol. 5 no. 3 (Januari-Desember 2021): h. 11050.
25
Abdul Chaer, Fonologi…, h. 38.
20
LIDAH
TBD TBD BD N
atas I u Tertutp
TINGGI
atas E Ǝ O
TINGGI
RENDAH A Α Terbuka
Keterangan:
BD =bundar
N =netral
b) Bunyi Kosonan
Konsonan adalah bunyi bahasa yang diproduksi dengan cara format setelah
harus ujar keluar dari glotis lalu mendapat hambatan pada alat-alat ucap tertentu di
dalam rongga mulut atau rongga hidung. Konsonan dapat diklasifikasi sebagai
berikut:
bertemunya artikulator aktif dan artikulator pasif. Tempat artikulasi disebut juga
titik artikulasi. Sebagai contoh bunyi [p]26 terjadi pada kedua belah bibir atas dan
bibir bawah sehingga tempat artikulasinya disebut bilabial. Contoh lain bunyi [d]
artikulator artinya adalah ujung lidah dan artikulator pasifnya adalah gigi atas
Cara artikulasi yaitu bagaimana tindakan atau perlakuan terhadap arus udara
yang baru keluar dari glotis dalam menghasilkan bunyi konsonan itu. Misalnya,
bunyi [p] dihasilkan dengan cara mula-mula arus udara dihambat pada kedua. belah
bibir, lalu tiba-tiba diletakkan dengan keras. Maka bunyi p itu disebut menghambat
atau punya laptop. Contoh lain bunyi [h] dihasilkan dengan cara arus udara
digeserkan di laring (tempat artikulasinya). Maka bunyi hadis sebut bunyi geseran
atau frikatif.
Bergetar tidaknya pita suara, yaitu jika pita suara dalam proses pembusukan
itu turun bergetar atau tidak. Bila pita suara itu terus bergetar maka disebut bunyi
bersuara. Jika pita suara tidak bergetar maka bunyi itu disebut bunyi tak bersuara.
Bergetarnya pita suara adalah karena glotis celah pita suara terbuka sedikit, dan
(d) Striktur
26
Abdul Chaer, Fonologi…, h. 48.
22
Striktur yaitu hubungan posisi antara artikulator aktif dan artikulator pasif.
c) Bunyi Diftong
Disebut diftong atau vokal rangkap karena posisi lidah ketika memproduksi
bunyi pada bagian awalnya dan bagian akhirnya tidak sama. Ketidaksamaan itu
menyangkut tinggi rendahnya lidah, bagian lidah yang bergerak, serta strukturnya.
Namun yang dihasilkan bukan dua bunyi, melainkan hanya sebuah bunyi karena
memproduksi bunyi ini pada bagian awalnya dan bagian akhirnya tidak sama.
Sedangkan menurut Muslich ia menjelaskan bahwa ketika dua deret bunyi vokoid
Salah satu bunyi vokoid itu lebih tinggi dari pada bunyi vokoid yang lainnya.
Contoh diftong dalam bahasa Indonesia adalah seperti terdapat pada kata
kerbau dan harimau. Selain bunyi yang seperti terdapat pada kata cukai dan landai.
Apabila ada dua buah vokal berurutan namun yang pertama terletak pada suku kata
yang berlainan dari yang kedua, maka di situ tidak ada diftong. Jadi, vokal [au] dan
sehingga dibedakan adanya dipotong naik dan turun. Disebut diftong naik karena
bunyi pertama posisinya lebih rendah dari posisi bunyi yang kedua, sebaliknya
disebut dipotong turun karena posisi bunyi pertama lebih tinggi dari posisi bunyi
kedua.29
Diftong naik atau diftong turun bukan ditentukan berdasarkan posisi lidah
melainkan didasarkan atas kenyataan ringan sonoritas bunyi itu titik kalau
sonoritasnya terletak di muka atau pada unsur yang pertama maka dinamakan
diftong turun kalau sonoritasnya terletak pada unsur kedua maka namanya diftong
naik. umpamanya bunyi [ai] pada kata Indonesia landai sonoritasnya terletak pada
unsur pertama karena itu, bunyi [ai] dalam bahasa Indonesia termasuk diftong
turun. Dalam bahasa Perancis kata main yang dilafalkan moi yang dilafalkan [mwa]
sonoritasnya terletak pada unsur kedua. Jadi, pada kata itu terdapat diftong naik.30
/∂ i/→<esei>
29
Abdul Chaer, Lingustik…, h. 115.
30
Abdul Chaer, Lingustik…, h. 116.
24
Bunyi konsonan rangkap adalah gabungan dari dua huruf konsonan yang
membentuk dalam satu kata yang akan menjadi sebuah bunyi baru atau dua buah
konsonan dalam satu silabel yang yang beruntun. Kluster/Konsonan rangkap sendiri
yaitu: [ny], [ng], [kh], [sy], [pr], [kl] dan [tr] contohnya nyanyian, kucing, khusus,
syarat, prajurit, klasik, dan tradisi. Akibat pengaruh dari bahasa asing terdapat juga
kluster/konsonan rangkap yang terdiri dari tiga buah konsonan contohnya: [str]
2) Fonemik
a. Pengertian Fonemik
Fonemik adalah fonem, yakni bunyi bahasa yang dapat atau berfungsi
terkecil yang bersifat fungsional, artinya satuan fonem memiliki fungsi untuk
membedakan makna. Fonem juga dapat dibatasi sebagai unit bunyi yang bersifat
distingtif atau unit bunyi yang signifikan.Dalam hal ini perlu adanya fonemisasi
Menentukan struktur fonemis sebuah bahasa, dan Membuat ortografi yang praktis
atau ejaan sebuah bahasa. Untuk mengenal dan menentukan bunyi-bunyi bahasa
31
Abdul Chaer, Fonologi…, h. 45.
32
Abdul Chaer, Fonologi…, h. 51.
33
Abdul Chaer, Linguistik…, h. 125.
25
pasangan minimal”.
Dalam hal ini pasangan minimal ialah pasangan bentuk-bentuk bahasa yang
terkecil dan bermakna dalam sebuah bahasa (biasanya berupa kata tunggal) yang
secara ideal sama, kecuali satu bunyi berbeda. Sekurang-kurangnya ada empat
3) bunyi bahasa yang secara fonetis mirip, harus digolongkan ke dalam kelas
dapat atau berfungsi membedakan makna kata. Misalnya: bunyi [labu] yang
tersusun dari fonem [l, a, b, u], dan bunyi [rabu] yang tersusun dari fonem [r, a, b,
dan u], jika dibandingkan perbedannya hanya pada bunyi pertama, yaitu bunyi [l
dan bunyi r] tetapi keduanya mempunyai makna yang berbeda. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa kedua bunyi adalah fonem yang berbeda dalam bahasa
b. Realisasi Fonem
34
Felta Latamane, “ FONOLOGI (Sejarah Fonologi, Fonetik, Fonemik)”, OSF Preprints
(Juli 2020): h. 7.
35
Fitrianti, “Pemerolehan Bahasa pada Anak Usia 2−3 Tahun pada Tataran Fonologi”,
(Skripsi S-1 Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Mataram, 2019), h.
26.
26
Realisasi fonem adalah pengungkapan yang sebenarnya dari ciri atau satuan
fonologis, yakni fonem menjadi bunyi bahasa. Realisasi fonem erat kaitannya
dengan variasi fonem. Variasi fonem merupakan salah satu wujud pengungkapan
dari realisasi fonem. Secara segmental fonem bahasa Indonesia dibedakan atas
penelitian terdahulu yang masih terkait dengan tema yang penulis teliti:
1. Penelitian Diana Mayasari dkk (2021), dengan judul “Diftong dan Kluster pada
fonologi yang diperoleh yakni diftong ditemukan /ia/; /au/; /ea/; /ue/; /ie/ ;/ai/,
terdapat diftong naik dan diftong turun ditinjau dari pengucapan asyarakat tutur
tersebut, yakni /kl/; /pr/ ;/kh/ ;/bl/. Dengan demikian, struktur fonologi
Jawa, hanya pada fonem /bh/ merupakan ciri khas fonem tuturan Manduro. 36
oleh penulis yaitu sama-sama membahas diftong dan kluster dan memiliki
perbedaan yaitu penulis akan membahas kajian ini pada masyarakat kabupaten
2. Penelitian Juflyn Alim dkk (2020), dengan judul “Analisis Kesalahan Fonologi
pada Film Uang Panai Mahar”. Hasil dari penelitian Juflyn adalah kesalahan
fonologi yang paling tertinggi sampai yang terendah pada film Uang Panai
tentang fonologi yaitu diftong dan memiliki perbedaan yaitu penulis akan
yang diketahui fonem dalam bahasa indonesia berfungsi sebagai pembeda arti.
Hal ini berbeda dengan gejala yang terjadi dalam masyarakat yaitu fonem yang
berbeda akan tetapi tidak mengubah makna atau maksud kata tersebut.
Perbedaan fonem ini hanya mengubah ragam bahasa yang baku menjadi tidak
baku, ragam bahasa formal menjadi tidak formal. Problematika yang dimaksud
ialah perubahan fonem baik vokal, konsonan, diftong atau klaster menjadi
fonem yang lain. Selain itu, penghilangan dan pemunculan fonem pun menjadi
perbedaan yaitu penulis akan membahas kajian ini pada masyarakat kabupaten
Masyarakat Indonesia.
4. Penelitian Ilma Dzina Setyowati dkk (2019), dengan judul “Analisi Kesalahan
dari penelitian Ilma Dzina Setyowati adalah pada penulisan laporan hasil
dilakukan oleh siswa yaitu pada kesalahan pemakaian huruf kapital. Faktor
38
Umi Kulsum, “Masalah Bunyi dalam Bahasa Masyrakat Indonesia”, Jurnal Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia Serta Bahasa Daerah, vol. 10 no. 1 (Februari 2021): h. 31.
29
menyingkat kata yang tidak sesuai dengan kaidah kebahasaan.39 Penelitian Ilma
Dzina Setyowati dkk tentunya memiliki persamaan dengan yang diteliti oleh
perbedaan yaitu penulis akan membahas kajian ini pada masyarakat kabupaten
Morfologi dalam Debat Capres 2019”. Hasil dari penelitian T.zamri dkk
adalah Kesalahan fonologi yang dilakukan oleh kedua calon presiden Republik
Indonesia masih cukup besar, dengan data sejumlah tujuh puluh tujuh data.
terjadi yaitu kesalahan perubahan fonem, data yang ditemukan untuk kategori
ini berjumlah lima puluh satu data dari tujuh puluh tujuh data kesalahan
fonologi. Kesalahan morfologi juga dilakukan oleh calon presiden dalam debat
Capres 2019, dengan jumlah kesalahan mencapaitiga puluh data. Data berupa
penyingkatan morf, penggunaan afiks yang tidak tepat, dan penentuan bentuk
dasar yang tidak tepat.40 Penelitian T.Zamri dkk tentunya memiliki persamaan
39
Ilma Dzina Setyowati dkk, “Analisis Kesalahan Berbahasa Tataran Fonologi dalam
Laporan Hasil Observasi Siswa”, Jurnal Bindo Sastra, vol. 3 no. 1 (Januari-Desember 2019): h. 12.
40
T.Zamri dkk, “Kesalahan Fonologi dan Morfologi dalam Debat Capres 2019”, Jurnal
Tuah Pendidikan dan Pengajaran Bahasa, vol. 3 no. 1 (Juni 2021): h. 82.
30
dengan yang diteliti oleh penulis yaitu sama-sama membahas tentang fonologi
yang berkaitan dengan bunyi diftong dank luster dan memiliki perbedaan yaitu
penulis akan membahas kajian ini pada masyarakat kabupaten kaur sedangkan
penelitian T.Zamri dkk membahas kesalahan debat capres dan pada penelitian
C. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah Analisis Diftong dan Kluster pada
penelitian yang dilakukan lebih sistematis dan sesuai dengan tujuan penulisan.
tentang Analisis Diftong dan Kluster pada Tututran Bahasa Serawai Masyarakat
gambaran kerangka berpikir penelitian yang akan peneliti gunakan sebagai acuan
penelitian. Berikut adalah gambaran kerangka berpikir dalam penelitian ini, yaitu:
Kajian Fonologi
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah
kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya ekperimen) di mana peneliti adalah
Riche adalah upaya untuk menyajikan dunia sosial, dan perspektifnya di dalam
dunia dari segi konsep, perilaku, persepsi, dan persoalan tentang manusia yang
diteliti.42
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
Dapat dijelaskan dari jenis penelitian di atas, maka metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Pada jenis penelitian deskriptif data
41
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2018,
h. 9.
42
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2019), h.
6.
32
33
demikian, metode penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang paling
yang ada, baik fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia.
lapangan atau field research. Penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian
tentang sesuatu fenomena dalam suatu keadaan alamiah atau “in situ”.43 Pada
dasarnya penelitian ini adalah penelitian lapangan, maka dalam proses penelitian ini
mengangkat data dan menggali suatu informasi yang ada di lapangan (lokasi
penelitian) yang berkenaan dengan analisis diftong dank luster pada tuturan bahasa
secara rinci pada suatu data yang diteliti untuk dikaji. Pada penelitian kualitatif,
semakin mendalam, diteliti, dan tergali suatu data yang didapatkan, maka semakin
analisis diftong dank luster pada tuturan bahasa serawai masyarakat Ringgangan
43
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif..., h. 26.
34
B. Setting Penelitian
1. Tempat Penelitian
mengenai data yang diperlukan. Pemilihan lokasi penelitian harus didasarkan pada
dipilih. Dengan pemilihan lokasi ini, penulis diharapkan menemukan hal-hal yang
bermakna dan terbaru.44 Menurut Nasution lokasi penelitian sama halnya dengan
pengertian lokasi sosial yang dicirikan oleh adanya tiga unsur yaitu pelaku, tempat,
Lokasi yang penulis pilih dalam penelitian ini yaitu di Desa Ringgangan
Padang Guji Kabupaten Kaur. Adapun alasan peneliti memilih lokasi penelitian
2. Waktu Penelitian
karena tujuan dari penelitian kualitatif ini bersifat penemuan. Namun demikian
kemungkinan jangka waktu penelitian pendek dapat dilakukan, yaitu apabila telah
ditemukan sesuatu atau telah memiliki dokumen awal yang bisa menjadi bahan
44
Mahsun, Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi Metode dan Tekniknya (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2014).
45
Albi Agito, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jawa Barat: CV Jejak, 2018), h. 43.
35
makna, jika itu dapat ditemukan dalam jangka waktu pendek, dan telah teruji atau
penelitian penulis akan berlangsung selama dua bulan yaitu akan dilaksanakan
selama 2 bulan.
adalah responden, yaitu orang yang memberi respon atas suatu perlakuan yang
informasi tentang data yang dinginkan peneliti berkaitan dengan penelitian yang
sedang berlangsung.
orang pada latar penelitian yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang
penelitian dapat berupa benda, orang atau tempat yang menjadi sasaran untuk
diamati. Subjek dalam penelitian ini yaitu Masyarakat Ringgangan Pdang Guci
Kabupaten Kaur dengan jumlah 10 orang dan objek dari penelitian ini yaitu analisis
46
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D…, h. 25.
47
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif…, h. 11.
36
merupakan kegiatan penting dalam penelitian karena untuk mendapatkan data yang
akan diteliti oleh penulis. Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang
paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dalam penelitian adalah
sumber, dan berbagai cara. Metode pengumpulan data tergantung pada karakteristik
data variabel, maka metode yang dipergunakan tidak selalu sama untuk setiap
variabel. Suatu variabel juga dapat mempergunakan dua metode atau lebih yang
pertama adalah metode utama, dan yang lain untuk kontrol silang.
penelitian kali ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi data yaitu dengan
dan dokumentasi).
1. Observasi
Pada penelitian ini, teknik observasi yang digunkan adalah observasi terus
48
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D…, h. 225.
37
tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut.49 Peneliti dalam pengumpulan
data menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa peneliti sedang
melakukan penelitian. Sehingga sejak awal subjek yang diteliti mengetahui sejak
awal sampai akhir tentang aktivitas peneliti. Tetapi suatu saat peneliti juga tidak
terus terang atau tersamar dalam observasi, hal ini untuk menghindari jika suatu
saat data yang dicari merupakan data yang masih dirahasiakan. Kemungkinan jika
dilakukan dengan terus terang, maka peneliti tidak diijinkan untuk melakukan
observasi.
a) Teknik Rekam
omong yang didengarkan maupun tingkah laku dan perbuatan lain yang mampu
dilihat dengan menggunakan alat rekam. Teknik rekaman digunakan karena yang
menjadi objek penelitian ialah tuturan bahasa masyarakat serawai dengan kajian
b) Teknik Catat
49
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D…, h. 226.
50
Sudaryanto, Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa (Sanata Dharma University:
Yogyakarta, 2015), h. 205.
38
teknik simak bebas libat cakap di atas. Teknik catat digunakan untuk mencatat data-
2. Wawancara
wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan
permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak yang diajak wawancara diminta
Kegiatan awal, (4) melakukan wawancara dan memelihara agar waktu wawancara
wawancara.
salah satu teknik pengumpulan data dengan cara bertanta langsung dengan orang
3. Dokumentasi
51
Rosita, “Pemerolehan Bahasa Anak Usia 3−4 Tahun di Desa Mattirowalie Kecamatan
Tanete Riaja (Kajian Psikolinguistik”, (Skripsi S-1 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar, 2017),
h. 29.
52
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D..., h. 233.
39
dari seseorang. Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup,
meliputi uji credibility data, uji transferability, uji dependability, dan uji
triagulasi merupakan pengecakan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara,
triangulasi sumber, triangulasi teknik, dan triangulasi waktu, untuk lebih jelas
sebagai berikut:
1. Triangulasi Sumber
mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Pada penelitian ini
53
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D…, h. 240.
54
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D…, h.270.
55
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D…, h. 273.
40
2. Triangulasi Teknik
mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Pada
triangulasi teknik dilakukan dengan cara pengumpulan data dengan beberapa teknik
3. Triangulasi Waktu
dengan teknik wawancara dipagi hari pada saat narasumber masih segar, belum
banyak masalah, akan memberikan data yang lebih valid segingga lebih kredibel.
Menurut Sugiyono analisis data adalah proses mencari dan menyusun data
secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan
yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah
dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. 56 Adapun tahap analisis data selama
berikut:
1. Reduksi Data
56
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D …, h. 244.
41
merangkum, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.
Sehingga data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas
data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan
2. Display Data
Setelah data di reduksi, maka langkah selanjutnya dalam analisis data ini
adalah display data atau penyajian data. Miles and Huberman menyatakan bahwa
yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatf
adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplaykan data, maka akan
3. Verifikasi Data
dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena masalah dan rumusan
lapangan. Apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh
57
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D…, h. 247.
58
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D…, h. 249.
42
yang kredibel.59
59
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D…, h. 252.