Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa merupakan anugerah terbesar yang Tuhan berikan kepada umat

manusia. Sejak manusia dilahirkan hingga dewasa, hal yang tidak bisa dipisahkan

dari dirinya adalah bahasa. Sebagai makhluk sosial manusia tidak bisa hidup tanpa

bantuan orang lain, sehingga manusia membutuhkan orang lain untuk bisa

menjaga keberlangsungan hidupnya. Dengan bahasa itulah dia bisa

mengungkapkan segala perasaannya dan menjalin hubungan yang baik dengan

orang lain seperti berkomunikasi atau berinteraksi. Jadi, bahasa memiliki peranan

yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia.

Berbahasa sudah menjadi kebutuhan manusia sejak zaman dahulu sampai

saat ini, karena dengan bahasa manusia akan mampu bersosialisasi dengan orang

lain, meskipun bahasa yang digunakan justru berbeda-beda dari dahulu hingga

sekarang, seperti halnya pada zaman praaksara atau zaman sebelum manusia

mengenal tulisan di mana komunikasi yang dilakukan masih menggunakan bahasa

tubuh untuk berinteraksi, sampai memasuki zaman prasejarah hingga saat ini,

manusia sudah mampu mengeluarkan kata-kata dari alat artikulasi yang

dimilikinya. Dari perkembangan itulah yang membuat bahasa semakin tersebar

dan berkembang seiring berkembangnya zaman. Sehingga bahasa menjadi

langkah awal manusia untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan yang ada

disekitarnya.

1
Dalam kehidupan sehari-haripun manusia tidak bisa lepas dari bahasa,

selagi manusia berkomunikasi dengan orang lain selama itu pula manusia akan

selalu membutuhkan bahasa. Setiap kalimat yang terangkai dari kata-kata yang

terlontar dari lisan manusia adalah rangkaian dari bahasa yang manusia keluarkan.

Karena bahasa adalah suatu sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer (mana

suka) yang berarti bahwa kata-kata yang keluar dari alat artikulasi manusia

tergantung dari manusia itu sendiri yang tentukan atau dalam arti sempitnya

bersifat bebas. Manusia bebas mengeluarkan dan menentukan bahasa apa yang

ingin diucapkan tergantung dari pribadi manusia itu.

Sebagai alat komunikasi, bahasa dapat dikaji bukan hanya dari sisi

internalnya saja tetapi juga dapat dikaji dari segi eksternalnya. Artinya, untuk

mengkaji bahasa bukan hanya dapat dilakukan pada tatanan struktural fonologis,

morfologis maipun sintaksis dan semantiknya, tetapi bahasa dapat pula dikaji

melalui hal-hal atau faktor-faktor yang sifatnya eksternal dari bahasa itu oleh para

penuturnya di dalam kelompok-kelompok sosial kemasyarakatan. Pengkajian

secara eksternal inilah yang menghasilkan rumusan-rumusan yang berkaitan

dengan kegunaan dan penggunaan bahasa tersebut dalam segala aktivitas manusia

di dalam masyarakat. Pengkajian yang dilakukan secara eksternal ini tidak hanya

melibatkan teori dan prosedur disiplin lain yang berkaitan dengan penggunaan

bahasa itu, sehingga wujudnya berupa ilmu antardisiplin yang namanya

merupakan gabungan dari disiplin ilmu-ilmu yang bergabung itu, seperti

sosiolinguistik(Damayanti, 2019)
Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau yang terbentang dari Sabang

sampai Merauke, menyimpan keunikan tersendiri baik dari segi suku bangsa, ras,

agama serta bahasa. Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,

Indonesia adalah negara yang memiliki ragam masyarakat yang multilingual yang

dipersatukan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dengan

semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu.

Bahasa yang ada di Indoensia terdiri dari 718 bahasa yang tersebar di 34 provinsi

yang ada di Indonesia.Masing-masing suku bangsa memiliki bahasa tersendiri

sebagai alat untuk berkomunikasi.Tidak terkecuali Sulawesi Selatan yang terdiri

dari 14 bahasa dari empat suku yang ada di provinsi tersebut. (Khairifah, 2020)

Provinsi Sulawesi Selatan, dengan ragam bahasa yang dimiliki daerah

tersebut memberikan berbagai variasi bahasa di dalamnya. Dari variasi bahasa

itulah menjadi objek kajian cabang linguistik yang kita kenal dengan

sosiolinguistik. Sosiolinguistik adalah cabang linguistik yang mengkaji terkait

dengan bagaimana hubungan bahasa dengan manusia atau penggunaan bahasa di

lingkungan masyarakat serta mengkaji tentang ragam atau variasi bahasa dalam

suatu kelompok masyarakat tertentu.

Masyarakat yang terdiri dari suku yang berbeda akan memiliki variasi

bahasa yang juga pasti berbeda. Seperti halnya dengan Kabupaten Bulukumba

yang masyarakatnya menggunakan bahasa lebih dari satu yakni Bahasa Konjo dan

Bahasa Bugis, sehingga menimbulkan variasi bahasa yang berbeda meskipun

masyarakatnya bertempat tinggal pada satu kabupaten yang sama. Hal itu juga
4

terjadi di kampus Universitas Muhammadiyah Bulukumba yang mahasiswanya

berasal dari latar belakang daerah yang berbeda.

Universitas Muhammadiyah Bulukumba memiliki mahasiswa yang

mayoritas berasal dari Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Sinjai, dan Kabupaten

Bantaeng, serta terdapat pula mahasiswa dari Kabupaten Takalar, Kabupaten

Bone bahkan dari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Sulawesi Tenggara.

Dari latar belakang daerah yang berbeda sehingga menyebabkan munculnya

ragam bahasa yang berbeda dari mahasiswa yang ada di kampus tersebut,

meskipun mayoritas penutur mahasiswa didominasi oleh penutur berbahasa Bugis

dan Bahasa Konjo. Seperti halnya juga yang terjadi di Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan terkhusus program studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Angkatan

2017, ruangan INA 17 A. Di ruangan INA 17 yang mayoritas mahasiswanya

berbahasa Bugis dan Konjo yang berasal dari tiga kabupaten berbeda yakni

Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Sinjai, dan Kabupaten Bantaeng.

Dari latar belakang bahasa yang berbeda itulah yang menjadi penyebab

sehingga di ruangan INA 17 A, menggunakan ragam bahasa khas yang berasal

dari tiga kabupaten tersebut, sehingga menyebabkan munculnya berbagai variasi

bahasa pada saat berkomunikasi antar mahasiswa, baik komunikasi secara verbal

maupun non verbal. Selain itu, karena kondisi pandemi Covid-19 yang menjadi

masalah nasional membuat terbatasinya setiap orang untuk melakukan pertemuan

tatap muka sehingga mengharuskan masyarakat untuk melakukan komunikasi

secara non verbal. Komunikasi secara non verbal sering dilakukan pada group

WhatsApp Kelas INA 17 A. Dalam komunikasi non verbal tersebut, mahasiswa


5

sering mengikutkan dialek daerahnya dengan Bahasa Indonesia saat

berkomunikasi. Dari perbedaan variasi bahasa itu, menimbulkan interferensi

dalam menggunakan bahasa Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti

tertarik mengangkat judul penelitian, dengan judul penelitian Analisis

Penggunaan Variasi Bahasa dalam Percakapan Group WhatsApp Mahasiswa

Ruangan INA 17 A Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Fakultas

Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Bulukumba.

B. Pembatasan Masalah

Berbagai masalah yang muncul perlu dibatasi dengan mengacu pada

pembatasan ruang lingkup dari latar belakang yang telah diuraikan ialah analisis

variasi penggunaan bahasa dalam percakapan group WhatsApp mahasiswa

ruangan INA 17 A, Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Bulukumba.

C. Rumusan Masalah

Dari pembatasan masalah di atas, melahirkan rumusan masalah yakni

bagaimanakah bentuk analisis penggunaan variasi bahasa dalam percakapan group

WhatsApp mahasiswa ruangan INA 17 A Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia,

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah

Bulukumba?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah di atas adalah

untuk mengetahui bentuk analisis penggunaan variasi bahasa dalam percakapan

group WhatsApp mahasiswa ruangan INA 17 A Prodi Pendidikan Bahasa


Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah

Bulukumba.

E. Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat di antaranya

adalah:

1. Secara Teoritis

Selain memperkaya wawasan pengetahuan di bidang pendidikan Bahasa

Indonesia, hasil studi tentang variasi bahasa ini dapat digunakan untuk

mengembangkan teori sosiolinguistik terkhusus variasi bahasa yang sebelumnya

dan dapat pula digunakan sebagai bahan atau sumber pengajaran seperti buku dan

karya-karya umum lainnya.

2. Secara Praktis

Penelitian ini, dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk pemantapan

pengetahuan yang didapat dari hasil penelitian guna lebih memahami salah satu

materi pelajaran Bahasa Indonesia khususnya dalam sosiolinguistik yaitu variasi

bahasa. Penelitian ini diharapkan bisa menambah dan memperluas pengetahuan

tentang variasi bahasa mahasiswa pada umumnya.


BAB II

KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR

A. Kajian Teori

1. Pengertian Bahasa

De Saussure (1966: 16) mengemukakan bahasa merupakan suatu sistem

tanda untuk mengekspresikan ide-ide sehingga dapat dibandingkan dengan sistem

tulisan, alphabet yang digunakan untuk orang-orang yang bisu dan tuli, dalam

upacara-upacara yang bersifat simbolis, formula-formula yang bersifat sopan,

menggunakan isyarat-isyarat, dan sebagainya. Akan tetapi, bahasa merupakan

sistem tanda yang memiliki peranan terpenting dari semua sistem tanda itu.

Menurut Pei (1980) bahasa didefinisikan sebagai satu sistem komunikasi

yang menggunakan simbol vocal bermakna konvensional mana suka dengan

bunyi yang beroperasi melalui alat ujar dan pendengaran antara anggota

masyarakat tertentu.

Tarigan (1989: 4) menyatakan ada dua definisi bahasa, pertama bahasa

adalah suatu sistem yang sistematis, barangkali juga sistem generative. Kedua,

bahasa ialah seperangkat lambang manasuka ataupun simbol arbitrer.

Bahasa adalah suara atau bunyi yang digunakan oleh setiap bangsa untuk

mengungkapkan atau mengekspresikan maksud tujuan mereka (Muin, 2004: 368)

Menurut Bolinger (1975: 15) mengatakan bahwa bahasa adalah sistem

komunikasi yang berhubungan dengan suara dan pendengaran,

7
yang berinteraksi dengan pengalaman-pengalaman pemakainya, yang

menggunakan tanda-tanda konvensional berupa unit-unit pola punyi yang arbitrer

dan dipergunakan sesuai dengan aturan-aturan tertentu.

Bahasa adalah kumpulan kalimat baik yang terbatas ataupun tidak terbatas,

yang masing-masing memiliki panjang terbatas dan terbentuk dari gabungan

unsur mempunyai batas.(Chomsky 1957: 13)

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahasa

adalah suatu sistem tanda untuk mengekspresikan ide dan tujuan yang beroperasi

melalui alat ujar dan pendengaran antara anggota masyarakat tertentu dengan

menggunakan simbol vocal yang bermakna manasuka dan berupa kumpulan

kalimat baik yang terbatas ataupun tidak terbatas, yang masing-masing memiliki

panjang terbatas dan terbentuk dari gabungan unsur mempunyai batas serta sesuai

dengan aturan-aturan tertentu.

2. Fungsi Bahasa

secara umum bahasa memiliki tiga fungsi pokok, yaitu fungsi ideasional,

interpersonal dan tekstual. Ketiga fungsi tersebut dinamakan fungsi

metafungsional, dan menunjukkan realitas yang berbeda. Di bawah fungsi

ideasional, bahasa digunakan untuk mengungkapkan realitas fisik–biologis serta

berkenaan dengan interpretasi dan representasi pengalaman. Dalam fungsi

interpersonal, memuat tentang bagaimana penggunaan bahasa yang difungsikan

untuk menunjukkan realitas sosial yang berhubungan dengan interaksi antara

penutur atau penulis dan pendengar atau pembaca. Dalam fungsi tekstual, bahasa

difungsikan untuk mengutarakan realitas semiotis atau penggunaan simbol serta


berhubungan dengan metode penciptaan teks dalam bentuk konteks (matthiessen,

1992/1995:6; martin, 1992), (dalam http//:eprints.uny.ac.id).

Dalam artian yang sederhananya “fungsi” memiliki sinonim dengan kata

“penggunaan”. Oleh karena itu, apabila membicarakan tentang fungsi bahasa

maka dapat diartikan sebagai cara/metode seorang penutur dalam menggunakan

bahasa mereka dalam berbahasa lebih dari satu bahasa. Halliday (dalam Chaer,

2004: 20). Fungsi bahasa itu akan nampak jika seseorang berbahasa menggunakan

lebih dari satu bahasa. Penggunaan bahasa disebut juga fungsi bahasa, untuk dapat

memiliki fungsi bahasa maka bahasa tersebut harus terlebih dahulu digunakan.

Chaer dan Agustina (1995: 14) mengungkapkan bahwa fungsi pokok

bahasa adalah sebagai alat berkomunikasi. Begitupun dengan Soeparno (1993: 5)

yang juga memiliki pendapat yang sama dengan Chaer dan Agustina bahwa

fungsi utama bahasa sebagai alat komunikasi dalam masyarakat.

Menurut Nababan (1984: 38-45) mengemukakan bahwa fungsi bahasa

dapat dibagi menjadi empat bagian yakni, fungsi kebudayaan, kemasyarakatan,

perseorangan dan pendidikan. Dari keempat fungsi di atas Nababan memberikan

penjelasan dan contoh sebagai berikut.

a. Fungsi.Kebudayaan

Ditinjau dari segi fungsi kebudayaan bahasa sebagai wahana untuk

pengembangan kebudayaan, pelanjut kebudayaan, dan pencatatan ciri-ciri

kebudayaan. Bahkan kebanyakan orang-orang mempelajari dan mengetahui

kebudayaan melalui bahasa..Artinya, manusia belajar arti hidup di tengah-tengah

masyarakat melalui.dan.dengan.bantuan bahasa. maksudnya, suatu budaya lahir


dalam individu yakni dengan bantuan bahasa. Sebagai Contoh, seorang anak yang

menggunakan tangan kiri ketika hendak memberikan sesuatu kepada ibunya

kemudian tangannya dipukul untuk menunjukkan bahwa apa yang dilakukannya

itu tidak baik, akan tetapi sering juga terjadi pukulan yang dilakukan seorang ibu

dibarengi dengan peringatan “Tidak sopan ketika memberikan sesuatu kepada

orang lain menggunakan tangan kiri”. Terkadang pula sering didapatkan ajaran itu

disampaikan hanya berupa teguran tidak dengan pukulan.

b. Fungsi.Kemasyarakatan

Dalam kehidupan masyarakat bahasa memiliki peranan khusus yang

terbagi menjadi dua bagian, yakni berdasarkan pada ruang..lingkup dan juga

berdasarkan fungsi..pemakaian. Berdasarkan ruang lingkupnya, bahasa

mengandung bahasa..nasional dan bahasa..kelompok. Bahasa nasional

dikemukakan oleh Halim(1976) memiliki fungsi sebagai lambang.kebanggaan

kebangsaan, sebagai identitas bangsa, dan bagi negara-negara yang memiliki

keanekaragaman suku,.bahasa,.dan budaya sebagai alat pemersatu suku bangsa

yang beragam dengan latar belakang sosial budaya dan bahasa, dan juga sebagai

jembatan untuk menghubungkan antar daerah dan antar budaya.

c. Fungsi..Perorangan

Menurut Halliday(dalam Nababan 1984: 42), mengklasifikasikan manfaat

pemakaian bahasa didasarkan pada observasi yang dilakukan pada anakanya.

Klasifikasi bahasa untuk anak-anak terbagi menjadi enam fungsi yaitu, fungsi

instrumental, fungsi menyuruh, fungsi interaksi, fungsi kepribadian, fungsi

pemecahan masalah, dan fungsi khayal. Pada fungsi instrumental didapatkan dari
bagaimana bahasa itu diungkapkan, bahasa yang digunakan bayi untuk meminta

sesuatu seperti makan, barang, dan sebagainya. Fungsi menyuruh ialah ungkapan

yang digunakan untuk memerintah orang lain untuk berbuat sesuatu “Tutup pintu

itu!”. Fungsi interaksi adalah ungkapan yang digunakan untuk menciptakan

sesuatu iklim untuk hubungan antar pribadi, contohnya “apa kabar?, terima

kasih”. Fungsi kepribadian merupakan ungkapan untuk menyatakan atau

mengahkiri partisipasi, ”Saya bahagia dengan pertemuan ini”. Fungsi pemecahan

masalah yakni ungkapan untuk memberikan jawaban terhadap suatu masalah atau

persoalan, contohnya “Coba terangkan bagaimana cara kerjanya!”. Fungsi

khayalan ialah ungkapan yang menjadikan pendengar untuk berlaku seperti anak-

anak atau ikut pada kebiasaan anak kecil.

d. Fungsi.Pendidikan

Fungsi pendidikan itu ada empat, yaitu fungsi integratif, fungsi

instrumental, fungsi kultural, dan fungsi penalaran. Fungsi integrative

memberikan, fungsi kultural, dan fungsi penalaran. Fungsi integratif memberikan

penekanan pada penggunaan bahasa sebagai alat yang membuat anak didik ingin

dan sanggup menjadi anggota dari suatu masyarakat. Fungsi instrumental ialah

penggunaan bahasa untuk tujuan mendapat keuntungan material, memperoleh

pekerjaan, dan meraih ilmu. Fungsi kultural ialah penggunaan bahasa sebagai

jalur mengenal dan menghargai sesuatu sistem nilai dan cara hidup atau

kebudayaan sesuatu masyarakat. Fungsi penalaran ialah lebih menekankan pada

penggunaan bahasa sebagai alat berfikir dan mengerti serta menciptakan konsep-

konsep.
Selanjtunya Husen Lubis (dalam Darsana, 2017) mengatakan bahwa fungsi

bahasa terdiri atas lima, antara lain: fungsi interpersonal, fungsi direktif, fungsi

referensial, fungsi imajinatif dan fungsi personal. Fungsi-fungsi tersebut akan

diuraikan sebagai berikut:

a. Fungsi Interpersonal

Fungsi interpersonal adalah kemampuan untuk membina dan menjalin

hubungan kerja dan hubungan sosial dengan orang lain. Hubungan ini membuat

hubungan kita dengan orang lain menjadi baik dan menyenangkan.

b. Fungsi Direktif

Fungsi ini memungkinkan kita untuk mengajukan permintaan, memberi

saran, membujuk, meyakinkan dan sebagainya.

c. Fungsi Referensial

Fungsi ini berhubungan dengan kemampuan untuk penulis atau berbicara

tentang lingkungan kita yang terdekat dan juga mengenai fungsi metalinguistik.

d. Fungsi Imajinatif

Fungsi ini berhubungan dengan kemampuan untuk menyusun ritme baik

bahasa lisan maupun bahasa tulis. Tidak semua manusia bisa menerapkan fungsi

ini, kecuali bagi mereka yang memiliki talenta terhadap fungsi ini.

e. Fungsi personal

Fungsi ini berhubungan dengan kemampuan pribadi seseorang untuk

mengeskpresikan emosinya.
3. Sosiolinguistik

Sosiolinguistik merupakan bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari

bahasa di dalam masyarakat (Aslinda dan Syafyahya, 2007: 6). Sosiolinguistik

adalah bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa bahasa dalam

kaitannya dengan penggunaan bahasa itu di dalam masyarakat (Chaer dan

Agustina, 2010: 2).

Sosiolinguistik merupakan cabang ilmu bahasa yang mempelajari dan

membahas aspek-aspek kemasyarakatan bahasa. Khususnya perbedaan-perbedaan

(variasi) yang terdapat dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor

kemasyarakatan (Nababan, 1984: 2). Menurut Chaer (1994: 16) sosiolinguistik

adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari bahasa dalam hubungan

pemakaian di masyarakat. Boleh juga dikatakan bahwa sosiolinguistik membahas

aspek-aspek kemasyarakatan bahasa, khususnya perbedaan-perbedaan dengan

faktor-faktor kemasyarakatan (sosial).

Menurut Adisumarto (1984: 20) sosiolingustik adalah suatu telaah

interdisipliner yang bertujuan meneliti hubungan bahasa dengan masyarakat

dengan mengikuti pandangan modern dalam bahasa yang mempertimbangkan

bahwa bahasa masyarakat itu sebagai struktur atau suatu sistem tersendiri. Antara

bahasa dengan masyarakat dalam mempelajari sosiolinguistik tidak dapat

dipisahkan karena masyarakat dapat berinteraksi hanya dengan menggunakan

bahasa.

Objek kajian sosiolinguistik adalah interaksi sosial dan telah berbagai

macam bahasa dan variasi bahasa yang hidup dan dipertahankan di dalam
masyarakat (kartomihardjo, 1988: 4). Bahasa tidak dilihat atau didekati sebagai

bahasa, sebagaimana dilakukan oleh linguistik umum, melainkan dilihat atau

didekati sebagai sarana interaksi atau komunikasi di dalam masyarakat manusia.

Setiap kegiatan masyarakat manusia, mulai dari upacara pemberian nama pada

bayi yang baru lahir sampai upacara pemakaman jenazah tentu tidak akan terlepas

dari penggunaan bahasa.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

sosiolinguisitk adalah cabang linguistik yang mengkaji tentang hubungan bahasa

dengan masyarakat atau bagaimana bahasa digunakan masyarakat untuk

berinteraksi

4. Variasi Bahasa

variasi bahasa merupakan tuturan yang berkaitan dengan masyarakat dalam

hal bagaimana cara melakukan interaksi yang berhubungan dengan orang lain.

Menurut Kridalaksana dalam (Hildayanti, 2014). Ragam bahasa merupakan

variasi bahasa menurut pemakaiannya, yang membedakan menurut topik,

hubungan pelaku, dan medium pembicaraan. Chaer dan Agustina (2010: 61)

menyatakan bahwa terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa ini bukan hanya

disebabkan oleh para penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga karena kegiatan

interaksi sosial yang mereka lakukan sangat beragam. Setiap kegiatan

memerlukan atau menyebabkan terjadinya keragaman itu bahasa itu. Keragaman

itu akan semakin bertambah kalau bahasa itu digunakan oleh penutur yang sangat

banyak, serta dalam wilayah yang sangat luas.


Bahasa mempunyai dua aspek mendasar, yaitu aspek bentuk yang meliputi

bunyi, tulisan, struktur serta makna, baik leksikal maupun fungsional dan

struktural (Nababan, 1984: 13). Jika kita memperhatikan bahasa dengan

terperinci dan teliti, kita akan melihat bahwa bahasa itu dalam bentuk dan

maknanya menunjukkan perbedaan-perbedaan kecil atau besar antara

pengungkapannya yang satu dengan yang lain. Pemakaian bahasa dalam

masyarakat baik dalam bentuk dan makna menunjukkan perbedaan-perbedaan.

Perbedaan tersebut tergantung kemampuan seseorang atau kelompok orang dalam

mengungkapkan.

Menurut Kartomihardjo (1988: 32) perbedaan-perbedaan itu terdapat pada

pilihan kata-kata atau bahkan pada struktur kalimat. Perbedaan-perbedaan bentuk

bahasa itulah yang disebut dengan variasi bahasa.Menurut suwito (1982: 20-21)

faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya variasi bahasa adalah faktor

kebahasaan (linguistik) dan faktor di luar kebahasaan (nonlinguistik). Faktor

nonlinguistik dapat berupa faktor faktor sosial dan ekonomi, dan sebagainya.

Faktor sosional meliputi siapa yang berbicara, di mana, kapan, mengenai apa, dan

menggunakan bahasa apa. Pendapat lain lainnya dikemukakan oleh Kridalaksana

(1980: 12-13) variasi bahasa juga ditentukan oleh faktor waktu, tempat, faktor

sosiolinguistik, faktor situasi dan faktor medium pengungkapannya. Faktor waktu

menimbulkan perbedaan bahasa dari masa ke masa. Variasi regional membedakan

bahasa yang dipakai di suatu tempat dengan yang ada di tempat lain. Variasi

sosiokultural membedakan bahasa yang dipakai suatu kelompok sosial yang lain

atau membedakan suatu stratum sosial dari yang lain. Variasi situasional timbul
karena pemakai bahasa memilih ciri-ciri bahasa tertentu dalam situasi tertentu.

Faktor medium pengungkapan membedakan lisan dan bahasa tulisan.

a. Idiolek

Idiolek adalah variasi bahasa yang bersifat perseorangan atau individu

(Chaer dan Agustina, 2010: 62). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa idiolek

adalah variasi yang dimiliki setiap individu yang memiliki ciri atau kekhasan

tersendiri yang menandainya.

Idiolek merupakan variasi bahasa yang bersifat perorangan. Dilihat dari

konsepnya idiolek, setiap orang dianggap memiliki variasi bahasanya atau

idioleknya masing-masing. Variasi dari segi idiolek ini berkenaan dengan warna

suara, pilihan kata, gaya bahasa, susunan kalimat. Namun dari semua itu yang

paling dominan dalam idiolek adalah “warna suara”. Sehingga bisa mengenal

suara bicaranya tanpa melihat orangya, kita sudah dapat mengenalinya. Dalam

mengenali idiolek seseorang lebih mudah dari bicaranya daripada dari karya

tulisnya. (Dwi Setiawati, 2019)

Menurut Kridalaksana (1980: 13) adalah keseluruhan ujaran seorang

pembicara pada suatu saat yang dipergunakan untuk berinteraksi dengan orang

lain, sedangkan menurut Chaer (1994: 55) idiolek adalah variasi bahasa yang

bersifat perseorangan. Menurut konsep idiolek setiap orang mempunyai variasi

bahasanya masing-masing yaitu berkenaan dengan warna suara, pilihan kata, gaya

bahasa, dan susunan kalimat yang paling dominan adalah warna suara, sehingga

jika kita cukup akrab dengan seseorang hanya dengan mendengar suaranya bicara

tanpa melihat orangnya kita dapat mengenali orangnya.


Suwito (1982: 21) setiap penutur mempunyai sifat-sifat khas yang tidak

dimiliki oleh penutur yang lain. Sifat ini disebabkan oleh faktor fisik dan faktor

psikis. Sifat khas yang disebabkan oleh faktor fisik misalnya perbedaan bentuk

atau kualitas alat-alat penuturnya, seperti mulut, bibir, gigi, lidah, dan sebagainya.

Sedangkan sifat khas yang disebabkan oleh faktor psikis biasanya disebabkan oleh

perbedaan watak, intelegensi dan sikap mental lainnya.

b. Dialek

Dialek merupakan variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya

relatif yang berada pada suatu tempat atau wilayah tertentu. Hal mendasari dialek

adalah wilayah atau tempat tinggal si penutur. Hal ini menyebabkan dialek lazim

disebut sebagai dialek areal, dialek regional atau dialek geografi. Meskipun setiap

individu memiliki idioleknya masing-masing, namun mereka tetap mempunyai

kesamaan ciri yang menandai bahwa mereka berada pada satu dialek yang

berbeda dengan kelompok lain yang berada dalam dialeknya sendiri dengan ciri

bebeda yang menandai dialeknya sendiri. (Dwi Setiawati, 2019)

Menurut Poedjosoedarmo (1978: 7) dialek adalah variasi sebuah bahasa

yang adanya ditentukan oleh sebuah latar belakang asal si penutur. Nababan

(1886: 4) menjelaskan bahwa idiolek-idiolek yang lain dapat digolongkan dengan

satu kumpulan kategori yang lain disebut dialek. Besarnya persamaan ini

disebabkan oleh letak geografis yang bedekatan dan memungkinkan komunikasi

antara penutur-penutur idiolek itu.

Menurut Poedjosoedarmo (1979: 23) jenis dialek dibedakan menjadi tiga

macam yaitu dialek geografis, dialek sosial, dan dialek usia.


1) Dialek Geografis

Tempat asal daerah si penutur seperti dalam Bahasa Jawa misalnya terdapat

dialek Jogja, Solo, Bagelen, dan Banyumasan.

Contohnya:

Pada daerah Banyumas menggunakan dialek bahasa ngapak.

X: ”rika arep maring ngendi mbok? (“kamu mau kemana ?”)


Y: “inyong arep maring kampus”. (“aku mau ke kampus”.)

Pada contoh bahasa ngapak di atas rika yaitu kamu, mbok penegasan

pertanyaan, inyong yaitu aku, maring yaitu mau ke-. Dialek-dialek ini merupakan

bahasa khas daerah Banyumasan.

Sedangkan, pada daerah Jogjakarta menggunakan dialek bandek

X: “kowe arep nandi cah?” ( “ kamu mau kemana ?”)


Y: “aku arep nang kampus”. ( “aku mau ke kampus”)

Jadi, dari contoh di atas dapat disimpulkan bahwa antara bahasa ngapak

dan bahasa bandek memiliki perbedaan. Namun tidak berlaku untuk semua

bahasanya hanya sebagian kecil saja.

2) Dialek Sosial

Dialek sosial adalah latar belakang tingkat sosial dari mana seorang

penutur berasal. Dialek ini dibedakan menjadi dialek sosial tingkat tinggi,

menengah dan merendah. Bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi pada

masing-masing tingkatan berbeda, bahasa yang digunakan tingkat sosial tinggi

biasanya menggunakan bahasa yang halus (karma alus), “Panjenengan menika

rawuh pukul pinten mbakyu? (kamu datang jam berapa mbak?). Tingkatan

menengah menggunakan bahasa “krama”, “sampeyan tindak mriki jam pinten


mbakyu?”(kamu datang kesini jam berapa mbak?). Tingkatan merendah

menggunakan bahasa “ngoko”, “kowe mrene iki jam pira mbakyu?” (kamu kesini

jam berapa mbak?). Bahasa yang digunakan pada masing-masing terlihat berbeda

karena tingkatan sosialnya. Bahasa tingkatan atas berbeda dengan tingkatan

menengah ataupun tingkatan merendah.

3) Dialek Usia

Dialek usia adalah varian bahasa yang ditandai oleh latar belakang umur

penuturnya. Dengan demikian dapat dibedakan menjadi tiga dialek usia, yaitu

dialek anak, dialek kaum muda, dialek kaum tua. Sebagai ciri penanda dialek usia

yang paling menonjol adalah pemilihan kata-kata atau kosakata.

Contohnya:

Anak: “Bu, adek pengen pipis”


(Bu, adek mau pipis)
Kata “pipis” sering digunakan oleh anak-anak jika akan kencing,

sedangkan ketika sudah dewasa dia tidak akan menggunakan kata “pipis” tetapi

menggantinya dengan kata “mau ke belakang” atau “mau ke WC”. Begitu juga

dengan kaum tua tidak akan menggunakan kata “pipis” apabila akan kencing.

Kata pipis sudah menjadi kata yang khas digunkan oleh anak-anak.

c. Sosiolek

Sosiolek atau dialek sosial merupakan variasi bahasa mengenai tentang

kelas, status, maupun, golongan sosial penuturnya. Variasi sosiolek atau dialek

sosial merupakan variasi bahasa yang paing banyak dibicarakan serta menyita

waktu paling banyak dalam sosiolinguistik, karena variasi bahasa sosiolek

menyangkut semua masalah pribadi para penuturnya. Seperti pendidikan,


pekerjaan, tingkat kebangsawanan, keadaan sosial ekonomi, usia dan sebagainya.

(Dwi Setiawati, 2019)

Sosiolek adalah idiolek-idiolek yang menunjukkan persamaan dengan

idiolek-idiolek lain yang disebabkan oleh kedekatan sosial, yaitu penutur-penutur

idiolek tersebut termasuk dalam suatu golongan masyarakat yang sama (Nababan,

1984: 4). Di dalam masyarakat terdapat berbagai golongan yang dapat dilihat dari

golongan sosialnya, maka idiolek-idiolek tersebut dapat terlihat.

Sosiolek juga disebut dengan dialek sosial yaitu variasi bahasa yang

berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial para penuturnya (Chaer,

1995: 84). Variasi ini menyangkut semua masalah pribadi penutunya seperti usia,

pendidikan, pekerjaan, keadaan sosial ekonomi, dan kelas sosial para penuturnya

seperti faktor usia, pendidikan, pekerjaan, keadaan sosial ekonomi, dan kelas

sosial para penutur.

Berdasarkan usia kita bisa melihat perbedaan variasi bahasa yang

digunakan oleh anak-anak, para remaja, orang dewasa, dan orang yang tergolong

lansia. Contohnya pada anak-anak sering menggunakan kata pipis apabila akan

buang air kecil namun para remaja, orang dewasa, dan orang tergolong lansia

tidak akan menggunakan kata pipis lagi untuk ijin buang air kecil, namun akan

menggunakan kata “ijin ke belakang” orang yang sudah remaja sampai tergolong

lansia cenderung lebih menggunakan kata yang lebih sopan untuk ijin buang air

kecil.

Berdasarkan pendidikan, kita juga bisa melihat adanya variasi soial, para

penutur yag memperoleh pendidikan tinggi akan berbeda variasi bahasanya


dengan mereka yang hanya berpendidikan menengah, rendah, atau yang tidak

berpendidikan sama sekali. Perbedaan ini yang paling jelas adalah dalam bidang

penggunaan kosakata. Di Jakarta ada dua Harian Kompas dan Hari Pos Kota, dua

harian yang populer di Jakarta. Namun, Harian Kompas lebih banyak dibaca oleh

para golongan pelajar, sedangkan Harian Pos Kota lebih banyak dibaca oleh para

golongan buruh dan golongan kurang terpelajar. Di sini terlihat bahwa minat

kualitas media yang dibaca orang berpendidikan tinggi dan orang yang

berpendidikan rendah terlihat berbeda. Maka kualitas pembicaraannya juga akan

berbeda, sehingga variasi bahasa yang digunakan juga akan berbeda.

Berdasarkan jenis kelamin, variasi bahasa juga akan terlihat. Terlihat pada

percakapan oleh sekelompok mahasiswi atau ibu-ibu yang lebih senang

membicarakan orang lain. Dibandingkan dengan percakapan yang dilakukan oleh

sekelompok mahasiswa atau bapak-bapak yang lebih sering membicarakan hal

yang digemarinya seperti membicarakan mesin, onderdil motor atau mobil, dan

membicarakan pekerjaannya. Perbedaaan tersebut tampak bahwa variasi bahasa

yang digunakan oleh kaum wanita berbeda dengan kaum pria.

Berdasarkan pekerjaan juga dapat menyebabkan adanya variasi bahasa

yang digunakan. Pembicaraan yang dibincangkan oleh pekerja yang bekerja di

suatu perusahaan, guru, dokter atau bekerja lebih bergengsi akan berbeda dengan

orang yang bekerja hanya sebagai buruh, pedagang kecil, pengemudi kendaraan

umum. Perbedaan bahasa mereka terutama karena lingkungan tugas mereka

terutama tampak pada bidang kosakata yang mereka umum, pedangan kecil

bahasa yang digunakan dalam percakapannya akan cenderung lebih kasar dan
kurang sopan karena faktor lingkungan mereka yang sehari-harinya berada di

lingkungan umum yang bergaul dengan orang disekelilingnya yang cenderung

menggunakan bahasa yang kurang sopan atau kasar. Berbeda dengan para pekerja

pengusaha, guru, dokter penggunaan bahasa dalam percakapannya akan lebih

hati-hati dalam berbicara dengan lawan bicaranya. Bahasa yang digunakan juga

akan lebih sopan dan berpendidikan karena lingkungan sekitarnya adalah orang-

orang yang berpendidikan tinggi.

Di dalam masyarakat yang masih mengenal tingkat-tingkat kebangsawanan

dapat dilihat variasi bahasa yang berkenaan dengan tingkat-tingkat

kebangsawanan itu. Bahasa Jawa, Bahasa Bali, dan Bahasa Sunda mengenal

variasi kebangsawanan. Dalam Bahasa Jawa dikenal dengan istilah undha usuk,

yaitu untuk berbicara dengan orang yang lebih tua harus menggunakan bahasa

krama inggil atau krama alus, dengan orang yang sebaya atau lebih muda

menggunakan bahasa ngoko. Seperti kata sampeyan (ngoko) dalam bahasa krama

alus atau krama inggil panjenengan atau jenengan dalam Bahasa Indonesia yang

mempunyai arti kamu.

d. Fungsiolek

Fungsiolek adalah ragam bahasa yang berhubungan dengan situasi dan

tingkat formalitas.(Nababan, 1994: 14; Chaer dan Agustina, 2010: 68)(dalam

Safriandi dkk, 2020). Fungsiolek merupakan susunan makna yang dihubungkan

secara khusus dengan susunan situasi tertentu dari medan, pelibat, dan sarana

(Furri, 2014: 12).


Fungsiolek yaitu ragam bahasa yang sistemnya tergantung situasi dan

keadaan berbicara yaitu peristiwa berbicara, penutur-penutur bahasa, tempat

berbicara, masalah yang dibicarakan, tujuan berbicara, media berbahasa (tulisan

atau lisan), dan sebagainya (Nababan, 1984: 4-5). Variasi bahasa bidang ini ciri

yang paling tampak yaitu dalam penggunaan kosakatanya. Setiap bidang kegiatan

ini biasanya mempunyai sejumlah kosakata khusus atau tertentu yang tidak

digunakan dalam bidang lain.

Martin Joos (dalam Safriandi dkk, 2020) membagi fungsiolek dalam

bahasa inggris berdasarkan tingkat formal atas lima tingkat. Tingkatan ini sering

disebut style atau gaya bahasa. Kelima tingkatan itu yaitu frozen, formal,

consultative, casual, dan intimate. Dalam bahasa Indonesia berturut turut berarti

ragam beku, resmi, usaha, santai, dan akrab.

a) Ragam Beku

Ragam beku adalah ragam bahasa yang paling resmi yang dipergunakan

dalam situasi-situasi yang khidmat dan upacara-upacara resmi. Ragam beku ini

juga terdapat dalam dokumen-dokumen bersejarah seperti undang-undang dasar

dan dokumen lainnya. Disebut ragam beku karena pola dan kaidahnya sudah

ditetapkan secara mantap, tidak dapat diubah. Berikut ini ciri-ciri ragam beku.

1) Struktur gramatikalnya tidak dapat diubah

2) Susunan kalimatnya biasanya panjang-panjang, bersifat kaku, dan kata-

katanya lengkap

3) Kosakata yang biasa digunakan: bahwa, maka, dan sesungguhnya


Sebagai contoh ragam beku dapat kita lihat dalam alenia 1 Pembukaan

Undang-Undang Dasar 1945:

“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak setiap bangsa dan


oleh sebab itu, maka penjajahan di dunia harus dihapuskan karena tidak
sesuai dengan peri kamanusiaan dan peri keadilan”.

Ragam beku juga dapat ditemukan dalam ungkapan tradisional berbahasa

Jawa seperti paribasa, bebasan dan saloka. Ketiganya memiliki bentuk dan makna

yang tetap dan tidak dapat diubah-ubah. Salah satu contoh dalam

peribahasa :emban cindhe emban siladan yang maknanya pilih sih atau pilih

kasih.

b) Ragam Resmi

Chaer dan Agustina(2020: 70) mengatakan ragam resmi adalah ragam

bahasa yang digunakan dalam pidato-pidato resmi seperti pidato kenegaraan, rapat

dinas atau rapat resmi pimpinan suatu badan. Bentuk tertulis, ragam ini dapat

ditemukan dalam surat menyurat dinas, khotbah, buku-buku pelajaran, dan

sebagainya. Pola dan kaidah ragam resmi sudah ditentukan secara mantap sebagai

suatu standar. Ragam resmi ini pada dasarnya sama dengan ragam baku atau

standar yang digunakan dalam situasi resmi. Contoh pada pembukaan pidato.

“Assalamualaikum, bapak/ibu staf Dinas Pendidikan ingkang


kinurmatan. Sumangga kita sedaya kunjukaken puja lan puji syukur
dhumateng Allah SWT ingkang maringi rahmat saha hidayahipun saengga
kita sedaya saget kempal wonten acara rapat siang menika tanpa alangan
menapa kemawon.”

c) Ragam Usaha

Ragam usaha adalah ragam bahasa yang sesuai dengan pembicaraan-

pembicaraan biasa di sekolah, perusahaan, dan rapat-rapat usaha yang berorientasi


kepada hasil atau produksi, dengan kata lain ragam bahasa ini berada pada tingkat

yang paling operasional. Wujud ragam usaha ini berbeda di antara ragam formal

dan ragam informal atau ragam resmi. Contoh ragam usaha pada sekolah yang

sedang memperkenalkan resep makanan yang baru:

“Wonten pepanggihan siang menika kita kelompok ekstrakurikuler


saking boga badhe ngaturi pirsa menawi kelompok kita menika gadhah
resep enggal inggih menika cake pohong. Supados para kanca sami
mangertos raosipun sumangga dipun aturi dhahar cake pohong ingkang
sampun cumawis menika”.

d) Ragam Santai

Chaer dan Agustina (2010: 71) menjelaskan, ragam santai benyak

menjelaskan bentuk alegro, yakni bentuk kata atau ujaran yang dipendekkan,

kosakatanya banyak dipengaruhi oleh unser leksikal dan unsur bahasa daerah,

demikian juga dengan stuktur morfologi dan sintaksisnya.

Ragam santai adalah ragam bahasa yang santai antar teman dalam

berbincang-bincang, rekreasi, berolah raga, dan sebagainya. Berikut ini adalah

ciri-ciri ragam santai.

1) Kosa kata banyak memakai unsur leksikal dialek dan unsur bahasa daerah.

2) Banyak memakai bentuk alegro.

3) Memakai kata ganti tidak resmi.

4) Sering kali tidak memakai struktur morfologi dan sintaksis yang normatif.

Menurut Poedjosoedarmo (1978: 12) dalam ragam santai mempunyai

kelainan-kelainan tertentu bila dibandingkan dengan bahasa yang dipakai dalam

suasana resmi atau formal. Kelainan itu seperti pemakaian kalimat yang tidak

lengkap atau berbenuk kalimat inversi. Bahasa yang digunakan dalam berbicara
dengan lawan bicaranya juga sangat santai karena keakraban antara penutur dan

lawan bicaranya.

Contohnya :
X: “Din kowe rep nandi ya?” (Din kamu mau kemana ya?)
Y: “aku arep nang pasar, arep tuku sandal. Njo tak jak nek
gelem” (aku mau ke pasar, mau beli sandal. Ayo tak ajak kalau
mau)

Dalam percakapan diatas terlihat bahwa bahasa yang digunakan dalam

percakapan tersebut menggunakan ragam santai, terlihat pada pemakaian kata tak

jak’aku ajak’ kosakata yang digunakan tidak lengkap seharusnya tak ajak’aku

ajak’. Ragam bahasa yang digunakan di atas menggunakan ragam bahasa santai

atau kasual.

e) Ragam Akrab

Ragam akrab adalah ragam bahasa antar anggota yang akrab dalam

keluarga atau teman-teman yang tidak perlu berbahasa secara lengkap dengan

artikulasi yang terang, tetapi cukup dengan ucapan-ucapan yang pendek. Hal ini

disebabkan oleh adanya saling pengertian dan pengetahuan satu sama lain. Dalam

tingkat inilah banyak dipergunakan bentuk-bentuk dan istilah-istilah (kata-kata)

khas bagi keluarga atau sekelompok teman akrab. Contohnya percakapan antar

anak dengan ibu yang meminta ibunya untuk mengambilkan makanan hanya

dengan ucapan “Bu maem”, dengan kalimat pendek tersebut ibu sudah memahami

maksud dari anaknya yaitu meminta untuk mengambilkan makanan.


5. Percakapan WhatsApp

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) percakapan adalah

pembicaraan; perundingan atau satuan interaksi bahasa antara dua pembicara atau

lebih.

Menurut Jumiatmoko (2016) WhatsApp merupakan aplikasi berbasis

internet yang memungkinkan setiap penggunanya dapat saling berbagi berbagai

macam konten sesuai dengan fitur pendukungnya. WhatsApp juga dapat

digunakan untuk berkomunikasi dengan bantuan layanan internet.

Jadi, percakapan WhatsApp adalah pembicaraan atau perundingan antara

dua orang atau lebih yang berbasis internet yang memungkinkan setiap

penggunanya bisa berbagi berbagai macam konten yang sesuai dengan fitur

pendukungnya.

B. Kerangka Pikir

Bahasa adalah suatu sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang

berarti manasuka. Dengan kebebasan untuk mengeluarkan pendapat inilah yang

menjadikan manusia akan lebih mudah dalam mengidentifikasikan diri untuk

dapat bersosialisasi dengan masyarakat yang ada di sekitarnya. Seperti yang telah

dijelaskan dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) mengenai pengertian

dari bahasa itu sendiri. Bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer,

yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi

dan mengidentifikasikan diri.

Bahasa sebagai alat utama untuk berkomunikasi dan mempunyai sifat

yang dinamis sesuai dengan pengaruh lingkungan sosialnya.Bahasa dalam


masyarakat dapat diebdakan menajadi dua yakni bahasa lisan dan bahasa tulis.

Bahasa tulis banyak digunakan pada surat kabar, majalah, karya sastra dan

sebagainya. Bahasa tulis berupa percakapan merupakan salah satu wujud

komunikasi sesorang sebagai sarana untuk menghadirkan sikap bahasa yang

dituangkan dalam bentuk tulisan. Salah satu contoh terdapat pada percakapan

mahasiswa melalui via WhatsApp di group ruangan INA 17 A.

Bahasa yang digunakan manusia tidak hanya satu akan tetapi dua atau

lebih. Sehingga menyebabkan terjadinya variasi bahasa dalam percakapan yang

berupa perbedaan pemilihan kata-kata yang digunakan dan penyusunan kata-kata

dari seseorang tersebut.


Bahasa Indonesia

Sosiolinguistik

Variasi Bahasa

Idiolek Dialek Sosiolek Fungsiolek

Dialek Geografis Ragam Beku

Dialek Sosial Ragam Resmi

Dialek Usia Ragam Santai

Ragam Akrab

WhatsApp

Data

Analisis

Hasil

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Secara garis besar pendekatan penelitian terbagi atas dua macam yaitu

penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Kedua pendekatan tersebut

memiliki asumsi, karakteristik dan prosedur penelitian yang berbeda.

Sugiyono (2013) mengemukakan bahwa metode penelitian kualitatif

adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang

alamiah, di mana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan

data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan

hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.

Dalam penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Jenis

penelitian deskriptif kualitatif menampilkan data apa adanya tanpa proses

manipulasi atau perlakuan lain.

B. Data dan Sumber Data

1. Data

Data adalah kumpulan informasi yang diperoleh dari suatu pengamatan,

dapat berupa angka, lambang, atau sifat. Data dapat memberikan gambaran

tentang suatu keadaan atau persoalan. Data juga dapat didefinisikan sebagai

sekumpulan informasi atau nilai yang diperoleh dari pengamatan (observasi) suatu

objek. Data dari penelitian ini adalah variasi bahasa dalam percakapan group

WhatsApp mahasiswa ruangan INA 17 A, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Bulukumba.

30
2. Sumber Data

Menurut Arikunto(1998: 144), sumber data adalah subjek dari mana suatu

data dapat diperoleh. Menurut Sutopo (2006: 55-56), sumber data adalah tempat

data diperoleh dengan menggunakan metode tertentu baik berupa manusia,

artefak, ataupun dokumen-dokumen. Sumber data dalam penelitian ini yaitu

group WhatsApp mahasiswa ruangan INA 17 A, yang terdiri dari 30 mahasiswa, 1

dosen, dan 1 staf Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Bulukumba, bulan Januari-

Februari tahun 2021.

C. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2005: 62) “Teknik pengumpulan data merupakan

langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari

penelitian adalah mendapatkan data”.

Menurut Sugiyono (2012: 82-83) dokumen merupakan catatan peristiwa

yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya

monumental dari seseorang. Hasil penelitian juga akan semakin kredibel apabila

didukung oleh foto-foto atau karya tulis akademik dan seni yang telah ada. Untuk

menunjang pengumpulan data dokumentasi, subjek menggunakan alat bantu

berupa kamera untuk memudahkan peneliti dalam mengumpulkan beberapa

dokumentasi.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik dokumentasi, teknik baca dan teknik catat. Hal ini dilakukan untuk

memudahkan peneliti dalam pengambilan dan pengumpulan data.


1. Teknik Dokumentasi

Dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data kualitatif

dengan melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh

subjek sendiri atau orang lain tentang subjek. Dalam penelitian ini

dokumentasi yang dimaksud adalah dokumentasi dari percakapan yang

dilakukan di group WhatsApp mahasiswa Ruangan INA 17 A.

2. Teknik Baca

Teknik baca dalam penelitian ini adalah peneliti membaca keseluruhan

percakapan dalam group WhatsApp mahasiswa Ruangan INA 17 A. Hal

ini dilakukan untuk memeroleh data sebagai bahan penelitian.

3. Teknik Catat

Teknik catat digunakan untuk mencatat data hasil temuan setelah proses

membaca dilakukan.

D. Teknik Analisis Data

Menurut Sugiyono (2012: 92) analisis data adalah proses mencari dan

menyusun data secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara,

catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam

kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam

pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat

kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Miles

dan Huberman (dalam Sugiyono, 2011: 91) mengemukakan terdapat 3 langkah

dalam analisis data, yaitu reduksi data, display data, dan verifikasi data.
1. Reduksi Data

Menurut Sugiyono (2012: 92) mereduksi data berarti merangkum, memilih

hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.

Sehingga data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas

dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data. Dengan data

yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan

mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan

mencari bila diperlukan.

2. Display Data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya dalam analisisi data ini

adalah display data atau penyajian data. Miles dan Huberman (Sugiyono, 2012:

95) menyatakan bahwa yang paling sering digunakan untuk menyajikan data

dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan

mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi,

merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

3. Verifikasi Data

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan

dan verifikasi. Kesimpulan mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang

dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena masalah dan rumusan

masalah bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti berada di

lapangan. Apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh

bukti-bukti yang valid dan konsisten saat penliti kembali ke lapangan


mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan

yang kredibel.

Langkah-langkah dalam menganalisis data pada penelitian ini, adalah

sebagai berikut:

1. Membaca keseluruhan percakapan di group WhatsApp mahasiswa ruangan

INA 17 A, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas

Muhammadiyah Bulukumba yang masuk pada Bulan Januari-Februari tahun

2021.

2. Menganalisis penggunaan variasi bahasa yang terdapat dalam percakapan

group WhatsApp mahasiswa ruangan INA 17 A, Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Bulukumba pada bulan

Januari-Februari tahun 2021

3. Menentukan jenis variasi bahasa yang terdapat dalam percakapan group

WhatsApp mahasiswa ruangan INA 17 A, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Bulukumba pada bulan Januari-

Februari tahun 2021

4. Mendeskripsikan dan menarik kesimpulan.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Dalam bab ini diuraikan tuturan yang terdapat dalam dialog di group

WhatsApp mahasiswa ruangan INA 17 A, Program Studi Pendidikan Bahasa

Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah

Bulukumba. Tuturan yang dimaksud adalah tuturan dalam variasi bahasa yakni

dialek berupa dialek geografis, dialek sosial, dan dialek usia, dan juga variasi

bahasa yakni fungsiolek berupa ragam santai dan ragam akrab.

Proses pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dengan terjun langsung

ke lapangan yakni di group WhatsApp mahasiswa ruangan INA 17 A, Program

Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Muhammadiyah Bulukumba. Selama 2 bulan peneliti mengamati dan

mencatat kejadian berupa tuturan yang diujarkan mahasiswa ruangan INA 17 A

tersebut. Dari hasil pengamatan dan pencatatan peneliti menemukan ada 36 data

yang tersebar dari lima variasi yang diteliti yakni dialek geografi sebanyak 8 data,

dialek sosial sebanyak 9 data, dialek usia sebanyak 2 data, ragam akrab sebanyak

10 data dan ragam santai sebanyak 7 data yang peneliti tampilkan pada tabel

berikut:

35
Tabel 4.1 Distribusi Data Penelitian

No. Variasi Bahasa Frekuensi

1. Variasi Dialek

a. Dialek Geografi 8 Data

b. Dialek Sosial 9 Data

c. Dialek Usia 2 Data

2. Variasi Fungsiolek

a. Ragam Akrab 10 Data

b. Ragam Santai 7 Data

Jumlah 36 Data

Setelah peneliti melakukan analisis data terhadap penggunaan variasi

bahasa dalam percakapan Group WhatsApp mahasiswa ruangan INA 17 A,

program studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Bulukumba didapatkan hasil penelitian

yang sebagai berikut:

1. Dialek Geografis

Dialek geografi adalah variasi pemakaian bahasa yang ditentukan oleh

perbedaan wilayah pemakaian. Kridalaksana (2008: 48) mengartikan dialek

geografi (geographical dialect, regional dialect) sebagai dialek yang ciri-cirinya

dibatasi oleh tempat; misalnya dialek Melayu Menado, dialek Jawa Banyumasan.

Data 1 (01/VBDG/28 Januari 2021/10.30-11.23 WITA)

A: Apa itu, apa?

B: Btw UAS beda sama final kah?


C: UAS tengah klw final akhir
D: Singkamma ji kapan deh
B: Ededeeehhh malasku sy kukira finalmi
Tunggu. Lodingi otakku
E: Siapa yg blum dpt di sini bantuan ukt?
“Singkamma ji” dalam dialog di atas memiliki arti “sama atau serupa”

kata tersebut biasanya digunakan oleh orang-orang yang berasal dari Kabupaten

Bantaeng sehingga kata itu menunjukkan asal penutur.

Data 2 (02/VBDG/29 Januari 2021/16.52-16.55 WITA)


A: Yang gambar itu mami cika
B: Pusing nakke
Kata “Cika” dalam dialog tersebut bentuk keabraban antara penutur A dan

B biasanya kata ini dikeluarkan ketika kita memiliki hubungan kekeluargaan yang

dekat dengan seseorang. Pada klausa “Pusing nakke” yang memiliki arti “Aku lagi

pusing” merupakan dialek yang biasanya digunakan oleh orang-orang Bulukumba

yang menggunakan Bahasa Konjo. Jadi, klausa tersebut menunjukkan asal dari

penutur.

Data 3 (03/VBDG/22 Januari 2021/15.02-15.03 WITA)


A: Kdong
B: Bilang mko begitu
C: Ndak kentaraki klw pura” tutup mata jki
D: Bercanda jki itu
Kata “Kodong” dalam dialog tersebut memiliki makna “Kasihan” yang

menunjukkan rasa simpati kepada orang lain. Dan kata ini sering digunakan oleh

masyakat yang berasal dari Sulawesi Selatan yakni Bahasa Makassar. Kata ini

juga sering digunakan oleh mahasiswa yang ada di Universitas Muhammadiyah

Bulukumba terkhusus ruangan INA 17 A Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia,


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, yang berasal dari Kabupaten

Bulukumba, Kabupaten Selayar, dan Kabupaten Sinjai.

Data 4 (04/VBDG/15 Februari 2021/17.39-19.12 WITA)


A: KKN kampus jaki kah? Atau keluar?
B: KKN di kampus
A: Awwe, kapanna nasudah rapat itu do?
C: Aiss paccena
D: Knp di tau blng kampus?
B: Enal tanyaka
D: Colek @INA 17-Saenal
E: Iya kenapaki?
“Aiss Paccena” memiliki arti “aiss sial sekali” yang menandakan adanya

bentuk ketidaksepakatan dengan apa yang telah menjadi keputusan. Perasaan yang

dilontarkan dengan menggunakan bahasa daerah yang berasal dari Bulukumba

yakni bahasa Makassar.

Data 5 (05/VBDG/21 Januari 2021/10.32-21.28)


A: Selamat yang sudah sempro
B: Selamat siana
“Siana” yang memiliki arti “saudara” merupakan kata yang sering

digunakan oleh orang-orang yang berasal dari daerah Bantaeng. Kata siana ini

juga sering digunakan oleh orang-orang yang memiliki hubungan kekeluargaan

dan orang-orang yang saling akrab antara satu dengan yang lain.

Data 6 (06/VBDG/07 Februari 2021/19.16-19.24 WITA)


A: Ish gandenga
B: Hahahaha rie lakulampai do
C: Adakah
B: Ada
C: Tere injo bela
Kata “gandenga” dalam Bahasa Indonesia memiliki arti “Bonceng saya”

dan begitu dengan kalimat “hahahaha rie lakulampai do” yang memiliki arti

“hahahah saya mau pergi ke tempat lain” dan kalimat “Tere injo bela” yang

memiliki arti “Di mana itu?” dari kata dan kalimat yang dikeluarkan oleh penutur

1,2, dan 3 menunjukkan dialek yang berasal dari daerah mereka berasal. Kata dan

kalimat itu biasa digunakan oleh masyarakat Kabupaten Bulukumba yang

menggunakan Bahasa Konjo.

Data 7 (07/VBDG/08 Februari 2021/21.35-21.37 WITA)


A: Baca pammela doi nu inni
B: Hahahaha
Kalimat “Baca pammela doi nu inni” memiliki arti “Doa untuk membuang

uangmu ini”. Dari kalimat itu menunjukkan bahwa dari mana penutur berasal,

yakni dari Kabupaten Bulukumba yang menggunakan Bahasa Konjo.

Data 8 (08/VBDG/08 Februari 2021/21.31-21.35)


A: Aku lagi cidong di kursi gais baru minum kopi campur sanggar goreng
Ada lawankah?
B: Ada andalang ka
C: Oee maryam inakke mi inni ngerangi ula ulana bataraka anrai kalau
ngerang cinna nakkepasse nicinik baji nyawanu
D: Ansulukki bacana bohea
Kalimat Aku lagi cidong di kursi gais baru minum kopi campur sanggar

goreng (saya sedang duduk di atas kursi teman-teman setelah itu minum kopi

beserta pisang goreng) dan Oee maryam inakke mi inni ngerangi ula ulana

bataraka anrai kalau ngerang cinna nakkepasse nicinik baji nyawanu (hai

Maryam, sayalah yang membawa ulat-ulat yang ada dalam jagung, ke sana kemari

membawa cinta dan hanya saya yang akan membuatmu baik) serta Ansulukki
bacana bohea (Doa leluhur kita keluar). Dari ketiga kalimat tersebut

menunjukkan penggunaan kalimat yang berasal dari daerah tempat tinggal penutur

yakni Bahasa Konjo.

2. Dialek Sosial

Dialek sosial adalah variasi bahasa yang digunakan kelompok masyarakat

tertentu yang membedakan dari kelompok masyarakat lainnya (Zulaeha, 2010:

29). Kelompok masyarakat yang dimaksud terdiri dari pekerjaan, pendidikan,

usia, kegiatan, jenis kelamin, dll.

Data 1 (01/VBDS/07 Februari 2021/19.13-19.36 WITA)


A: Otw kan?
B: Insya allah
Kalau mauja na ojek puang @IMM_Aldi Alamsyah
Pada kata “OTW” yang merupakan singkatan dari “On The Way” yang

memiliki arti “berangkat” menunjukkan penggunaan kata pada kelompok-

kelompok tertentu seperti kelompok remaja atau anak muda.

Data 2 (02/VBDS/21 Januari 2021/06.44-09.16 WITA)


A: Seminar proposal di aula kampus 1 teman2
B: Berapa orang mi yang semprol sodara?
C: 7 gais
A: Sumanga’ gais
D: Kau iya cika, kapan?
Pada kata “Gais” sebenarnya memiliki asal kata “Guys” yang berarti

kawan-kawan atau teman-teman. Kata ini hanya digunakan oleh kalangan atau

kelompok-kelompok tertentu seperti kalangan remaja atau anak muda.


Begitupun kata “Sumanga’” yang memiliki asal kata “semangat”

merupakan kata yang sering digunakan oleh sekolompok orang dan kalangan

tertentu.

Data 3 (03/VBDS/28 Januari 2021/11.25-11.33 WITA)

B: Ededeeehhh malasku sy kukira finalmi

Tunggu. Lodingi otakku

E: Siapa yg blum dpt di sini bantuan ukt?

Dari kalimat di atas “Ededeeehhh malasku sy kukira finalmi. Tunggu.

Lodingi otakku” yang memiliki arti “Saya malas sekali saya pikir sudah final.

Tunggu otakku lagi lambat berpikir. Dari kalimat tersebut terdapat kata “Lodingi”

yang berarti “Lambat” merupakan kata-kata yang tidak semua orang

menggunakan itu kecuali kalangan atau kelompok-kelompok tertentu.

Data 4 (04/VBDS/12 Februari 2021/19.52-19.53 WITA)


A: Ada riwayat berobat 6 bulan afika?
B: Keknya tidak
Bekauss korona ii. Maksudku masa pandemi ii jadi jd takutki pergi
periksa
A: Maksudnya pernah positif??
B: Bukan, bukan
Takut ii pergi periksa do
A: Ooowh
B: Ada mu tau kah?
Berdasarkan pada dialog di atas kata ”Keknya” yang memiliki arti kata

sepertinya dan “Bekauss” yang berasal dari Bahasa Inggris yakni “Because” yang

berarti “karena” merupakan kata-kata yang hanya digunakan oleh kelompok-

kelompok tertentu.
Data 5 (05/VBDS/22 Januari 2021/10.11-10.13 WITA)
A: Satu?
B: Begitu kayaknya
C: Sudah ma saya
Nahubungi Pak
A: Gercep
Dari penggunaan diksi “Gercep” yang sebenarnya memiliki makna cepat

pada dialog tersebut menunjukkan bahwa dialog tersebut termasuk ke dalam

dialek sosial karena ini merupakan kata yang biasanya digunakan oleh kelompok

atau kalangan tertentu dalam hal ini anak-anak di usia remaja saat ini.

Data 06 (06/VBDS/ 8 Januari 2021/13.18-19.16 WITA)


A: Yang belum kumpul makalah retorika. Bisa kirim file ke emailnya pak
Asdar. Kalau sudah di kirim chat pribadi Pak untuk pemberitahuan.
B: Makalah yang mana itu
C: Yang makalah kelompok kayaknya
A: Makalah kelompok kira ada blm presentasi
D: Tabe kirim pale materi2nya perkelompok. Sudah semua saya terhapus
chat di WA.
Berdasarkan dialog di atas terdapat kata “chat” yang merupakan kata yang

berasal dari Bahasa Inggris yang memiliki arti “mengobrol” merupakan kata yang

jarang digunakan oleh masyarakat umum kecuali oleh kelompok-kelompok

tertentu seperti kalangan terdidik. Begitupun dengan suku kata “WA” yang

merupakan singkatan dari "WhatsApp” yang merupakan singkatan yang hanya

digunakan oleh kelompok-kelompok tertentu.

Data 07 (07/VBDS/20 Januari 2021/21.12-21.29 WITA)


A: Siapa sudah tugas Pak Asdar??
B: Blumpi saya
A: Buat ki 1 khusus akun youtube baru masing2 tau email dan sandinya
supaya dsituki meng-upload.
C: Kira upload di youtube sendiri dan linknya ji yg dikirim di pak
A: Di buatkan khusus
Dari penggunaan kata “Upload” yang memiliki arti “mengunggah” serta

kata “Youtube” dan “Link” yang memiliki arti “tautan” merupakan kata yang

diambil dari bahasa asing yakni Bahasa Inggris lalu disisipkan pada struktur

kalimat Bahasa Indonesia. Ini merupakan kata yang digunakan oleh kalangan atau

kelompok tertentu yang paham arti dari bahasa asing tersebut. Jadi, kata-kata

tersebut biasanya digunakan oleh orang-orang pada suatu kelompok yang tahu

menggunakan bahasa asing.

Data 8 (08/VBDS/7 Januari 2021/19.27-19.32 WITA)

A: Tapi kalau ikut surat edaran daring harusnya


B: Tutup ki kampus
C: Iyr
D: Sy yg kupertanyakan masalah final jhe online atau offline
Berdasarkan pada dialog di atas dapat disebut dialek sosial disebabkan
karena penggunaan kata “online”dan “offline” yang memiliki arti “daring” dan
“tidak melalui daring atau tatap muka” merupakan kata-kata yang hanya
digunakan oleh kalangan tertentu seperti kaum terpelajar, dosen, dan mahasiswa.
Data 9 (09/VBDS/21 Januari 2021/06.44-09.16 WITA)
A: Seminar proposal di aula kampus 1 teman2
B: Berapa orang mi yang semprol sodara?
Dari penggunaan kata “semprol” menunjukkan adanya variasi bahasa yang
terjadi yakni dialek sosial karena merupakan penggunaan kata yang hanya
digunakan oleh kelompok tertentu terkhusus mahasiswa.

3. Dialek Usia
Dialek usia adalah varian bahasa yang ditandai oleh latar belakang umur

penuturnya. Dengan demikian dapat dibedakan menjadi tiga dialek usia, yaitu

dialek anak, dialek kaum muda, dialek kaum tua. Sebagai ciri penanda dialek usia

yang paling menonjol adalah pemilihan kata-kata atau kosakata.

Data 1 (01/VBDU/8 Februari 2021/14.55-14.56 WITA)


A: Semangat yang seminar gelombang 2. Semoga dilancarkan dan
dimudahkan, nak. Aaaaminn. Maaf tidak bisa mendampingi, nak.
B: Aminn. Terima kasih, Bu
C: Aminn. Terima kasih, Bu
Dari dialog di atas terlihat bagaimana percakapan yang terbangun dari dua

penutur yang berbeda usia. Tampak jelas bagaimana penutur-penutur tersebut

memiliki ciri khas yang berbeda, terlihat penutur A yang lebih tua dari penutur B

dan C terlihat dengan bahasanya yang menggunakan kata “Nak” yang memiliki

arti anak dan merupakan bentuk keakraban dan penutur A kepada penutur B dan

C. Dari dialog tersebut menggambarkan bagaimana bahasa yang digunakan ketika

dua orang yang berbeda usia berdialog, orang yang lebih tua menggunakan

ungkapan kasih sayang kepada orang yang lebih muda, sedangkan yang lebih

muda menggunakan bahasa yang sopan dalam berdialog dengan orang yang jauh

lebih tua darinya.

Data 2 (02/VBDU/18 Februari 2021/09.44-10.33 WITA)


A: Buka jas almamaternya dlu, nnti stelah dikukuhkan baru dipakai
B: Iye Bu
A: Siapa lagi yang blm setor bukti pembyaran KKN?
Krn tdk terdaftar namanya nak klo tidak menyetor blangko
pembayarannya
C: Saya sudah menyetor ibu
D: Yg blm
E: Kemal belum ibu belumpi cukup uangnya
Dari dialog di atas nampak jelas bagaimana komunikasi yang terbangun

ketika dua orang atau lebih yang berbeda usia saling berkomunikasi. Perbedaan

yang biasa muncul terdapat pada bagaimana diksi atau kata yang digunakan saat

berkomunikasi. Contohnya kata “Nak”, dan penggunaan kata “Iye” dalam dialog

tersebut yang menunjukkan adanya perbedaan usia antara penutur tersebut.

4. Ragam Akrab

Ragam akrab adalah variasi bahasa yang digunakan penutur yang

hubungannya sudah akrab, seperti seorang ibu dengan anak kecilnya dan antar

teman yang sudah karib.

Data 1 (01/VBFRA/29 Januari 2021/16.52-16.55 WITA)


A: Yang gambar itu mami cika
B: Pusing nakke
Dari dialog tersebut terdapat kata “Cika” yang merupakan ungkapan sering

digunakan oleh kalangan tertentu seperti remaja yang menunjukkan keakraban

antara satu dengan yang lain.

Data 2 (02/VBFRA/18 Februari 2021/09.12-13.06 WITA)


A: WA yang dipakai sekarang itu kali
B: WA lamaku itu sodara
A: Oiya sodara kukira yang baru keluar dari group
B: Iye bukanji sodara
Dari dialog tersebut menunjukkan bagaimana keakraban antara penutur

pertama dengan punutur kedua. Tampak dari kalimat-kalimat yang digunakan

yakni penggunaan kata “Kali” yang memiliki arti “Sepupu” yang digunakan oleh

seseorang yang memiliki hubungan tali persaudaraan atau memiliki hubungan


kekerabatan. Begitupun dengan kata “Sodara” yang memiliki arti “Saudara”

hanya digunakan oleh kalangan tertentu atau hanya mereka yang memiliki

keakraban antara satu dengan yang lain.

Data 3 (03/VBFRA/18 Februari 2021/09.12-13.06 WITA)


A: Ada riwayat berobat 6 bulan afika?
B: Keknya tidak
Bekauss korona ii. Maksudku masa pandemi ii jadi jd takutki pergi
periksa
A: Maksudnya pernah positif??
B: Bukan, bukan
Takut ii pergi periksa do
A: Ooowh
B: Ada mu tau kah?
Berdasarkan pada dialog di atas dan pemilihan diksi seperti “keknya”,

“bakauss”, dan penggunaan imbuhan “-i” serta imbuhan “-ki“ dan “-ku“ pada tiap

percakapannya menunjukkan adanya keakraban antara penutur satu dengan yang

lainnya.

Data 4 (04/VBFRA/21 Januari 2021/06.44-09.16 WITA)


A: Seminar proposal di aula kampus 1 teman2
B: Berapa orang mi yang semprol sodara?
C: 7 gais
A: Sumanga’ gais
D: Kau iya cika, kapan?
Berdasarkan dialog di atas kata “gais”, yang memiliki asal kata “guys”
yang berarti teman-teman dan “sumanga’” yang memiliki arti semangat, serta
imbuhan “-mi-“ merupakan salah bentuk keakraban antara penutur-penutur
tersebut.
Data 5 (05/VBFRA/10-11 Februari 2021/15.41-19.40 WITA)
A: Bismillah siapa yang sudah mengirim videonya?
B: Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuH, belumpi.
C: Kenapa kali
D: Bertanya ka kali siapa yang sudah mengirim tugas videonya.
E: Assalamualaikum, teman2 ada yg tahu klinik ahli penyakit dalam?
F: Waalaikumsalam, aku no
C: Jl. Elang
E: Di Bulukmba
Berdasarkan dialog tersebut dapat disimpulkan bahwa percakapan di atas

termasuk pada variasi bahasa kategori ragam akrab. Tampak jelas pada pemilihan

diksinya seperti kata “kali” yang berarti “sepupu”, kata “teman 2” yang diberi

pangkat yang memiliki asal kata “teman-teman” dan juga penggunaan kata “aku

no” yang memiliki arti “saya tidak”. Diksi yang hanya digunakan oleh orang-

orang pada kelompok tertentu dan memiliki keakraban.

Data 6 (06/VBFRA/8 Januari 2021/20.14-21.15 WITA)


A: Kelompok 5 ki kt dih
B: Baa.. kapan di kerja ini do
Dari percakapan tersebut dapat disimpulkan bahwa dialog tersebut

merupakan variasi bahasa dalam hal ragam akrab. Tampak jelas dari penggunaan

diksi seperti “ki” yang merupakan imbuhan untuk memberi penegasan, kata “kt”

yang merupakan singkatan dari kata “kita”, penggunaan kata “dih” dan “do” yang

juga merupakan kata penegasan menunjukkan adanya keakraban antara penutur

satu dengan penutur yang lain.

Data 7 (07/VBFRA/15 Februari 2021/17.39-19.12 WITA)


D: Colek @INA 17-Saenal
E: Iya kenapaki?
Berdasarkan pada dialog di atas penggunaan kata “colek” yang

menunjukkan penandaan kepada seseorang dalam hal ini yang dituju adalah

saenal dan imbuhan “-ki” yang merupakan imbuhan penegasan terhadap sesuatu.

Data 8 (08/VBFRA/19 Februari 2021/12.20-13.39 WITA)


A: Itu data yg na kirim ibu di group 1 saja yg mengisi?
Berarti ada yg di kirimi data data “dong” tmn2
B: Iya kurang lebih seperti itu Cuma “ndak” ditau siapa yang
bertanggungjawab kumpul i semua
C: Begini “kau” saja yg bertanggungjawab Reza
Teman2 biodatanya kirim ke reza saja
Bagaimana Reza?
D: Biodata apa ini?
C: Nda tau isi saja
Dari dialog di atas penggunaan kata imbuhan “na”, penegasan yang

merujuk pada kata sebelumnya yakni tentang data yang dipertanyakan oleh

penutur A, dan kata “dong” yang juga merupakan penegasan terhadap pertanyaan

sebelumnya. Dan juga kata “kau” pada kalimat tersebut yang menunjukkan bahwa

para penutur tersebut menggunakan ragam akrab dalam dialog yang berlansung.

Data 9 (09/VBFRA/25 Februari 2021/10.00-10.12 WITA)


A: Satu?
B: Begitu kayaknya
C: Sudah ma saya
Nahubungi Pak
A: Gercep
D: Jadi selesai mi hafalan ta Okta?
Bgi2 pale eeh
Dari dialog di atas menunjukkan adanya keakraban antara penutur satu

dengan yang lainnya, meskipun juga merupakan dialog yang bersifat santai.
Tampak jelas dari penggunaan kata diksi dan imbuhan yang ada, seperti imbuhan

“–ta” dan juga penggunaan kata “Bg2 pale eeh” yang hanya dilakukan oleh orang-

orang yang sudah akrab dan saling mengenal antara satu dengan yang lain.

Data 10 (10/VBFRA/22 Januari 2021/15.02-15.03 WITA)


A: Kdong
B: Bilang mko begitu
C: Ndak kentaraki klw pura” tutup mata jki
D: Bercanda jk i itu
Dari dialog di atas dapat disimpulkan bahwa dialog tersebut masuk dalam

kategori ragam akrab. Terlihat dalam penggunaan kata dalam dialognya seperti

kata “mko” dalam kalimat “Bilang mko begitu (Kamu katakan seperti itu)” yang

merupakan singkatan dari kata mako yang merupakan penunjukkan kepada

penutur sebelumnya yang merupakan kata-kata yang dikeluarkan oleh orang-

orang yang sudah akrab. Dan juga pada tuturan pada penutur D yang mengatakan

“Bercanda jki itu” yang berarti “kami sedang bercanda” menunjukkan bahwa

penutur D mencoba untuk memberikan penjelasan kepada kepada penutu C yeng

tertipu dengan saran yang diberikan oleh penutur D.

5. Ragam Santai

Ragam santai adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi tidak

resmi untuk berbincang-bincang dengan keluarga atau teman karib, pembicaraan

di warung kopi, di tempat-tempat rekreasi, dipinggir jalan dan pembicaraan santai

lainnya.

Data 1 (01/VBFRS/26 Februari 2021/08.03-08.33 WITA)


A: Dmna kantor JNT?
B: Depan kampus 1 kapan
Kalau bukan di situ berarti di jln matahari
C: Situ dkt jembatan
Berdekatan BRI Cabang, kalau dpn kampus 1 JNE
A: Jembatan mana?
C: Ke situ mhe saja d dkt bri cabang, arah ke SMA 1.
Dari dialog di atas menunjukkan adanya variasa bahasa yakni ragam

santai, tampak dari kalimat-kalimat yang digunakan yakni penggunaan kata “Di

situ” dan penggunaan kata “mhe” yang merupakan penunjukan akan sesuatu

yang berada jauh dari kita yang dalam bahasa indonesia biasanya menggunakan

kata “di sana”. Begitupun dengan kata “mhe” atau “mi” yang merupakan imbuhan

untuk memberikan penekanan pada kata yang menyertainya. penggunaan kata ini

pada situasi yang lagi santai.

Data 2 (02/VBFRS/2 Januari 2021/22.53-23.05 WITA)


A: Ada yg tau bahasa indonesia?? Orng sering bilang anggur2
B: Bukan anggur hutan/liar?
A: Ku tau mi
B: Apa ji namanya?
A: Buah kelubut/rambusa
Dari dialog di atas menunjukkan adanya variasi bahasa yakni ragam santai.

Seperti pada penggunaan imbuhan “-mi-” dan juga imbuhan “-ji-” yang biasanya

digunakan ketika orang sedang santai berbicara dengan orang lain.

Data 3 (03/VBFRS/8 Januari 2021/13.18-19.16 WITA)


A: Yang belum kumpul makalah retorika. Bisa kirim file ke emailnya pak
Asdar. Kalau sudah di kirim chat pribadi Pak untuk pemberitahuan.
B: Makalah yang mana itu
C: Yang makalah kelompok kayaknya
A: Makalah kelompok kira ada blm presentasi
D: Tabe kirim pale materi2nya perkelompok. Sudah semua saya terhapus
chat di WA.
Dari dialog di atas menunjukkan variasi bahasa dalam hal ini masuk

kategori ragam santai disebabkan dalam pemakaian struktur kalimat dan

pemilihan diksi terlihat begitu santai.

Data 4 (04/VBFRS/15 Februari 2021/17.39-19.12 WITA)


A: KKN kampus jaki kah? Atau keluar?
B: KKN di kampus
A: Awwe, kapanna nasudah rapat itu do?
C: Aiss paccena
D: Knp di tau blng kampus?
B: Enal tanyaka
Berdasarkan pada dialog di atas penggunaan diksi seperti “Knp” yang

merupakan singkatan dari kata “kenapa”, “di tau” yang memiliki asal kata “tahu”

dan “blng,” yang merupakan singkatan dari kata “bilang” yang dalam bahasa

indonesia yakni “mengatakan” menunjukkan diksi-diksi yang dipakai pada saat

berbincang dengan santai dengan orang lain. Begitupun dengan penggunaan

imbuhan “-Ka” yang menunjukkan kata penegasan yang termasuk kedalam ragam

santai.

Data 5 (05/VBFRS/7 Januari 2021/19.12-19.32 WITA)


A: Tapi kalau ikut surat edaran daring harusnya
B: Tutup ki kampus
C: Iyr
D: Sy yg kupertanyakan masalah final jhe online atau offline
Berdasarkan pada dialog di atas masuk dalam variasi bahasa ragam santai

karena adanya pengunnaan imbuhan “Ki” dan “Jhe” serta penyingkatan tulisan

seperti “sy” yang memiliki asal kata “saya” dan juga “yg” asal katanya adalah
“yang” menandakan bahwa dialog tersebut terdapat dalam keadaan yang lagi

santai.

Data 6 (06/VBFRS/25 Februari 2021/10.00-10.12 WITA)


A: Satu?
B: Begitu kayaknya
C: Sudah ma saya
Nahubungi Pak
A: Gercep
D: Jadi selesai mi hafalan ta Okta?
Bgi2 pale eeh
Dari dialog di atas tampak bagaimana dialog antara penutur satu dengan

yang lainnya terlihat begitu santai dan juga penuh keakraban, nampak jelas dari

penggunaan kata serta imbuhan-imbuhan yang digunakannya. Seperti imbuhan “-

Nya”,-ma,-i,-me, dan -ta yang menunjukkan bahwa percakapan yang tercipta

terlihat begitu santai.

Data 7 (07/VBFRS/20 Januari 2021/21.12-21.29 WITA)


A: Siapa sudah tugas Pak Asdar??
B: Blumpi saya
A: Buat ki 1 khusus akun youtube baru masing2 tau email dan sandinya
supaya dsituki meng-upload.
C: Kira upload di youtube sendiri dan linknya ji yg dikirim di pak
A: Di buatkan khusus
Dari dialog di atas dapat disimpulkan bahwa dialog tersebut masuk dalam

kategori ragam santai dikarena tampak jelas dari penggunaan kata-katanya terlihat

begitu santai. Seperti pada penggunaan kata “buat ki”, “belumpi” dan “kira”

menunjukkan kata-kata yang sering digunakan ketika orang berdialog atau

bercakap-cakap dalam keadaan santai.


B. Pembahasan

Berdasarkan pada hasil penelitian analisis deskriptif kualitatif yang telah

dilakukan, penelitian ini membuktikan bahwa tidak terlepasnya mahasiswa dari

keragaman variasi bahasa dalam kegiatan komunikasi bukan hanya secara lisan

tetapi juga komunikasi yang dilakukan secara tertulis.

Variasi bahasa adalah bentuk-bentuk bagian atau varian dalam bahasa

yang masing-masing memiliki pola-pola yang menyerupai pola umum bahasa

induknya (Soepomo Poedjasoerdarmo dalam Suwito, 1983: 23). Pemakaian

bahasa selalu berhubungan dengan masyarakat. Oleh karena itu, bahasa selalu

dipengaruhi oleh masayarakat pemakainya. Pengaruh yang dimaksud adalah

pengaruh situasi dalam konteks sosialnya. Hal ini menyebabkan timbulnya

keanekaragaman bentuk bahasa dalam masyarakat.

Nababan(1993: 13) berpendapat bahwa variasi bahasa adalah perbedaan-

perbedaan bahasa yang timbul karena aspek dasar bahasa, yaitu bentuk dan

maknanya yang menunjukkan perbedaan kecil maupun besar antara

pengungkapan yang satu dengan yang lain. Greenbaum (dalam Muh. Asrori,

2001: 96) mengatakan bahwa variasi bahasa dapat dikaitkan dengan daerah, kelas

sosial, kelompok etnis, tingkat pendidikan, jenis kelamin, umur, dan situasi.

Pada penelitian ini peneliti menemukan lima jenis variasi bahasa pada

percakapan group WhatsApp mahasiswa ruangan INA 17 A Prodi Pendidikan

Bahasa Indonesia, yakni dialek geografi, dialek sosial, dialek usia, ragam akrab,

dan ragam santai. Penelitian yang dilakukan selama dua bulan yakni mulai dari

Bulan Januari-Februari di group mahasiswa ruangan kelas ruangan INA 17 A


Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia ini, ditemukan ada 36 data yang tersebar dari

lima variasi yang diteliti yakni dialek geografi sebanyak 8 data, dialek sosial

sebanyak 9 data, dialek usia sebanyak 2 data, ragam akrab sebanyak 10 data dan

ragam santai sebanyak 7 data.

Dari data yang ditemukan inilah yang menjadi bukti bahwa dalam

interaksi mahasiswa satu dengan yang lain secara tertulis masih tidak terlepas dari

pengaruh variasi bahasa. Nampak dari data yang telah dikumpulkan pada

penelitian tersebut sehingga tidak bisa dipungkiri akan adanya variasi bahasa yang

terjadi ketika dua orang atau lebih melakukan interaksi antara satu dengan yang

lain.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada penelitian yang dilakukan di group WhatsApp

mahasiswa ruangan INA 17 A Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Bulukumba

mengenai variasi bahasa maka dapat disimpulkan bahwa dalam percakapan di

group WhatsApp mahasiswa Ruangan INA 17 A ditemukan adanya variasi bahasa

yang terjadi dalam interaksi yang dilakukan melalui via group tersebut.

Adapun variasi bahasa yang ditemukan dalam penelitian ini, yakni dialek

geografi sebanyak 8 data, dialek sosial sebanyak 9 data, dialek usia sebanyak 2

data, ragam akrab sebanyak 10 data, dan ragam santai sebanyak 7 data.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah diuraikan, terdapat

beberapa saran yang dapat disampaikan yakni sebagai berikut:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk penelitian

selanjutnya dengan objek kajian variaasi bahasa.

2. Penelitian ini masih sangat terbatas ruang lingkup pembahasannya. Sehingga

memberi peluang bagi peneliti selanjutnya untuk mengkaji lebih jauh variasi-

variasi bahasa yang digunakan mahasiswa dan juga masyarakat umum

55

Anda mungkin juga menyukai