Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH ANALISIS NILAI-NILAI KARYA SASTRA LAMA SERTA RELEVANSI

TERHADAP KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH

MATA KULIAH SASTRA LAMA

Dosen Pengampu: I Nyoman Yasa, S.Pd, M.A.

Oleh:
Kadek Rosa Pratiwi Widiantari
2212011038
3B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


JURUSAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Dengan segala hormat dan rasa syukur, penulis menghadirkan makalah ini sebagai
bentuk dedikasi dan upaya untuk menjelajahi serta menganalisis nilai-nilai yang terkandung
dalam karya sastra lama. Makalah ini berjudul "Analisis Nilai-nilai Karya Sastra Lama serta
Relevansi Terhadap Kurikulum Sekolah Menengah," yang bertujuan untuk menyelidiki
kekayaan budaya dan kearifan lokal yang terdapat dalam karya sastra klasik, serta
mengevaluasi relevansinya terhadap kurikulum pendidikan di tingkat sekolah menengah.

Terima kasih pula yang dapat penulis ucapkan kepada Bapak I Nyoman Yasa, S.Pd, M.A.,
selaku dosen pengampu mata kuliah Sastra Lama, yang telah memberikan tugas kajian
penelitian guna untuk memenuhi tugas kuliah yang diampu. Penulis berharap bahwa makalah
ini dapat menjadi sumbangan bermanfaat dalam pengembangan kurikulum pendidikan yang
lebih holistik dan berwawasan budaya, menjembatani masa lalu dengan masa kini, serta
merawat warisan sastra sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas bangsa.

Penulis,

21 Desember 2023.

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ....................................................................................................... i

Daftar Isi ................................................................................................................. ii

Daftar Tabel ........................................................................................................... iii

Pendahuluan ........................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................ 2
1.4 Manfaat Penelitian.............................................................................................. 2

Metode Kerja.......................................................................................................... 3

Hasil dan Pembahasan ........................................................................................... 4

2.1 Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Hikayat Sri Rama........................................ 4


2.2 Relevansi Hikayat Sri Rama terhadap kurikulum pembelajaran Bahasa Indonesia di
sekolah menengah. ............................................................................................. 7
Daftar pustaka .......................................................................................................13

Lampiran ...............................................................................................................14

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil analisis nilai-nilai yang terkandung dalam Hikayat Sri Rama ............ 6

Tabel 2. Relevansi nilai-nilai dalam Hikayat Sri Rama terhadap kurikulum sekolah menengah.
......................................................................................................................11

iii
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesusastraan Indonesia telah mengalami perkembangan dari masa ke masa. Seiring


dengan kemajuan sastra Indonesia modern, penting bagi kita untuk menyadari bahwa masih
ada naskah-naskah lama yang disimpan di perpustakaan daerah. Naskah-naskah tersebut
memiliki potensi untuk memberikan beragam pengetahuan, terutama jika pembaca dapat
memahami gaya bahasa, bentuk sastra, dan makna dari karya-karya sastra tersebut. Sayangnya,
banyak naskah tua yang tampak samar karena usia mereka yang sudah tua. Selain kesulitan
menemukan naskah lama, faktanya adalah banyak naskah tersebut disimpan di luar negeri.
Selain itu, naskah-naskah lama juga menyimpan kebijaksanaan dalam bentuk nilai-nilai luhur
yang merupakan warisan dari nenek moyang bangsa, nilai-nilai ini masih relevan untuk
kehidupan masa kini (Soeratno, 1997: 30). Meskipun banyak naskah tua yang sulit diakses,
pemahaman terhadap harta intelektual ini dapat menjadi kontribusi berharga dalam melahirkan
pemahaman yang lebih mendalam tentang budaya dan pengetahuan Indonesia.

Karya-karya sastra lama pada hakikatnya merupakan bagian dari cagar budaya nasional
bangsa (Hadiprayitno dkk, 1981: 5). Karya-karya tersebut berasal dari pengalaman dan
pandangan yang dialami, diperhatikan, dan dirasakan oleh penulis, baik dari sudut pandang
pribadi maupun dari pandangan orang lain di sekitarnya, serta masyarakat secara umum.
Pengalaman jiwa bangsa yang dapat menjadi sumber penelitian untuk pengembangan
kebudayaan dan ilmu di berbagai bidang perlu dicurahkan. Oleh karena itu, diperlukan upaya
terjemahan sastra klasik ke dalam bahasa nasional (Indonesia). Karya sastra seharusnya
dianggap sebagai suatu bentuk dialog, dan kemampuan filologi seharusnya dibangun melalui
pembacaan ulang teks sastra secara berkelanjutan, bukan hanya berdasarkan fakta-fakta semata
(Jauss dalam Ratna, 2011: 173). Dalam konteks ini, pandangan Soeratno (1997: 16)
menyatakan bahwa fungsi dokumentasi pada karya-karya klasik sebaiknya dipahami sesuai
dengan kodratnya sebagai karya sastra. Menurut Riffaterre (dalam Endraswara, 2003: 132)
karya sastra (teks sastra) yang dijadikan dasar penulisan bagi karya yang kemudian disebut
hipogram (hypogram), sedangkan karya berikutnya disebut karya transformasi. Sejalan dengan
pendapat tersebut, Julia Kristeva (dalam Pradopo, 2009: 167) menyatakan bahwa setiap teks
sastra itu merupakan mozaik kutipan-kutipan, penyerapan dan transformasi teks-teks lain.

1
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka ditemukan rumusan masalah berupa


pernyataan sebagai berikut.

1.2.1 Nilai-nilai yang terkandung dalam Hikayat Sri Rama.


1.2.2 Relevansi Hikayat Sri Rama terhadap kurikulum pembelajaran Bahasa
Indonesia di sekolah menengah.

1.3 Tujuan Penelitian


Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.3.1 Memaparkan nilai-nilai yang terkandung dalam Hikayat Sri Rama.
1.3.2 Menjelaskan relevansi Hikayat Sri Rama terhadap kurikulum pembelajaran
Bahasa Indonesia di sekolah menengah.

1.4 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut.
1.4.1 Manfaat bagi penulis:
Penyusunan makalah ini memberikan kesempatan untuk mendalami nilai-nilai
sastra, mengasah keterampilan analitis, dan memperluas pengetahuan di bidang sastra.
Penelitian ini juga memberikan kontribusi konseptual dan praktis pada pengembangan
kurikulum, mendorong berpikir kritis terkait integrasi warisan budaya dalam
pembelajaran formal.
1.4.2 Manfaat bagi pembaca:
Makalah ini memberikan pemahaman mendalam tentang nilai-nilai
tersembunyi dalam karya sastra lama, membuka wawasan kekayaan budaya dan
tradisional yang berkontribusi pada pembentukan karakter. Selain itu, pembaca juga
mendapat pengetahuan mengenai relevansi karya sastra terhadap kurikulum,
mengakomodasi aspek kebudayaan dalam pendidikan.

2
METODE KERJA

Metode Kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang
digunakan untuk memperoleh gambaran yang jelas, objek, dan cermat terhadap fenomena-
fenomena masyarakat tertentu. Wendra (2014: 32) menyatakan rancangan penelitian
merupakan strategi mengatur latar (setting) penelitian agar peneliti memperoleh data yang tepat
(valid) sesuai dengan karakteristik variabel tujuan penelitian. Penelitian deskriptif kualitatif
memusatkan perhatian pada masalah-masalah aktual, seperti adanya saat penelitian
berlangsung. Penelitian deskriptif kualitatif ini digunakan untuk menganalisis nilai-nilai yang
terkandung dalam Hikayat Sri Rama.

Pertama, dalam mengidentifikasi nilai-nilai yang terkandung dalam Hikayat Sri Rama,
pendekatan deskriptif kualitatif digunakan untuk merinci, menggambarkan, dan menganalisis
secara mendalam setiap elemen nilai yang terdapat dalam karya sastra tersebut. Penelitian ini
akan melibatkan analisis teks secara teliti, mencermati dialog, karakter, dan konteks kultural
yang dapat mengungkap nilai-nilai yang tersembunyi.

Selanjutnya, untuk menjelaskan relevansi Hikayat Sri Rama terhadap kurikulum


pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah menengah, metode deskriptif kualitatif digunakan
untuk memberikan gambaran rinci mengenai keterkaitan antara karya sastra tersebut dan aspek-
aspek kurikulum. Dengan memanfaatkan pendekatan kualitatif, penelitian ini akan melakukan
analisis terhadap konsep, tema, dan nilai-nilai yang dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum
pembelajaran Bahasa Indonesia. Pemahaman mendalam terhadap relevansi ini akan diungkap
melalui interpretasi teks dan diskusi kontekstual yang melibatkan berbagai sumber informasi,
seperti literatur sastra, pandangan ahli pendidikan, dan pedoman kurikulum.

Dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, penelitian ini bertujuan memberikan


pemahaman yang komprehensif mengenai nilai-nilai dalam Hikayat Sri Rama serta
relevansinya terhadap kurikulum pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah menengah.
Pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk menjelajahi kedalaman dan kompleksitas karya
sastra serta menggambarkan dengan detail kontribusi karya tersebut terhadap pembelajaran
Bahasa Indonesia di konteks pendidikan.

3
HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Hikayat Sri Rama

Hikayat Sri Rama merupakan salah satu teks terkait dengan epik Ramayana asal India.
Liaw Yock Fang (2011: 61) mengungkapkan bahwa Ramayana adalah sebuah puisi yang
bertujuan untuk mengajarkan nilai-nilai moral kepada generasi muda, termasuk ajaran moral
(darmasastra), politik dan peperangan (arthasastra), serta cara hidup yang mulia (nitisastra).
Ramayana juga mencerminkan idealisme cara hidup kaum Arya melalui tokoh-tokohnya,
seperti Rama yang gagah berani, taat pada orang tua, saudara yang ramah, serta suami yang
setia kepada istrinya; Sita sebagai istri setia yang menjunjung tinggi kehormatan suami.
Meskipun demikian, kesempurnaan ini tergoyahkan oleh kelemahan karakter Dasarata yang
mudah tergoda perempuan.

Dalam kesusastraan India, ada empat versi Ramayana, salah satunya adalah versi
Walmiki yang menggabungkan tiga sumber cerita, seperti Dasarata Jataka, cerita-cerita Ravana
dari India Selatan, dan kisah pemujaan kera. Selain populer di India, kisah ini juga tersebar
hingga Asia Tenggara, terlihat dari penamaan kota Ayuthia di Thailand yang berasal dari
Ayodhya dalam Ramayana. Di Nusantara, cerita Rama tidak hanya ditemukan dalam teks,
tetapi juga dalam relief Candi Loro Jonggrang, Prambanan. Pada tahun 925, kisah Rama
disadur menjadi puisi Jawa Kuna, Kakawin Ramayana. Menurut Hooykas dan Poerbatjaraka
(dalam Liaw, 2011: 69-70), Kakawin Ramayana bukanlah terjemahan langsung dari versi
Walmiki, tetapi merupakan saduran dari Ravana-vadha (pembunuhan Ravana) atau yang lebih
dikenal sebagai Bhattikavya karya Bhatti dalam bahasa Sansekerta.

Di Nusantara, kisah Rama tidak hanya tersaji dalam bentuk tulisan, tetapi juga diabadikan
dalam relief Candi Loro Jonggrang, Prambanan. Pada tahun 925, cerita Rama diadaptasi
menjadi puisi Jawa Kuna, yakni Kakawin Ramayana. Berdasarkan Hooykas dan Poerbatjaraka
(dalam Liaw, 2011: 69-70), Kakawin Ramayana bukanlah sekadar terjemahan dari versi
Walmiki, melainkan merupakan adaptasi dari Ravana-vadha (pembunuhan Rawana), yang
lebih dikenal sebagai Bhattikavya, karya Bhatti dalam bahasa Sansekerta. Meskipun inti cerita
Rama di Nusantara tetap seragam, terdapat variasi, seperti perbedaan dalam hubungan antar
tokoh.

Juynboll (dalam Liaw, 2011: 86) menyatakan bahwa cerita Rama merambah ke
Nusantara melalui dua jalur, yaitu (1) Ramayana Walmiki yang diolah menjadi Kakawin
Ramayana, Serat Rama Jasadipura di Jawa, dan (2) cerita Rama populer di India Selatan yang

4
masuk ke Malaya menjadi sumber Rama Keling, kemudian disampaikan ke Jawa. Menurut
Rassers, Hikayat Sri Rama termasuk dalam cerita Panji yang meminjam nama tokoh dari epik
India. Namun, Stutterheim berpendapat bahwa variasi cerita Rama di Nusantara sudah terjadi
di India sebelum mencapai Nusantara. Selain itu, Hikayat Sri Rama juga dipengaruhi oleh
cerita lisan Nusantara.

Sebelum kita menjelajahi lebih lanjut tentang nilai-nilai yang terkandung dalam suatu
karya sastra lama, perlu kita memahami bahwa sastra tidak hanya sekadar hiburan atau bentuk
seni tulis semata. Sastra juga merupakan cermin kehidupan masyarakat pada masa tertentu,
yang merefleksikan nilai-nilai yang dipegang teguh oleh suatu budaya. Melalui pengamatan
terhadap karya sastra, kita dapat menggali dan menganalisis berbagai dimensi nilai yang
tercermin di dalamnya. Salah satu aspek yang menarik untuk diulas adalah nilai karakter, di
mana perilaku dan sifat tokoh dalam karya sastra menjadi cerminan kebijaksanaan atau
kekurangan manusia. Selain itu, nilai-nilai sosial yang tercermin dalam hubungan antarwatak
dan struktur sosial juga menjadi perhatian penting. Tak kalah pentingnya, karya sastra sering
kali mengandung nilai-nilai pendidikan yang dapat memberikan pelajaran moral atau
intelektual kepada pembacanya. Selanjutnya, nilai budaya dalam karya sastra mencerminkan
warisan dan identitas suatu masyarakat, menjadi jendela untuk memahami akar dan
perkembangan budaya tersebut. Dengan memahami nilai-nilai ini, kita dapat menggali makna
yang lebih dalam dari karya sastra lama dan mengenali bagaimana sastra menjadi cermin yang
merefleksikan dan mewariskan nilai-nilai ke generasi selanjutnya.

Berikut merupakan hasil analisis nilai-nilai yang terkandung dalam Hikayat Sri Rama.

Nilai yang
No Hasil
terkandung
Hikayat Sri Rama mengajarkan tentang kesetiaan dan
kepatuhan terhadap suami, seperti yang dilakukan oleh Sita,
istrinya dari Rama, yang patuh dan setia dengan Rama.
Hikayat ini juga mengajarkan tentang gigih dan sabar
1. Nilai Karakter
walaupun mengambil banyak waktu agar keinginan, seperti
yang dilakukan oleh Rawana yang melakukan pertapaan
dengan cara yang paling hebat yaitu membantu Rama
mengambil kembali Dewi Sita.

5
Hikayat Sri Rama mengajarkan kita untuk saling tolong dan
menolong sesama makhluk hidup tidak mengenal batas,
seperti yang dilakukan oleh Burung Jeyantu yang rela mati
demi membantu Rama mengambil kembali Dewi Sita. Cerita
2. Nilai Sosial
ini juga menunjukkan pentingnya persaudaraan dan kesetiaan
terhadap sahabat, seperti yang dilakukan oleh Laksamana
yang setia menemani Sri Rama yang diasingkan di Hutan dan
mencari 4 pengalaman.
Hikayat Sri Rama mengajarkan tentang pentingnya
pendidikan dan kesetiaan terhadap guru, seperti yang
dilakukan oleh Rawana yang bertapa kepada Tuhan agar
3. Nilai Pendidikan dapat dikasihi dengan dikabulkannya nilai pendidikan. Cerita
ini juga menunjukkan pentingnya berbahasa dan komunikasi
yang baik, seperti yang dilakukan oleh Sita yang berbicara
dengan ayahnya mengenai pernikahan Anda dan Rama
Hikayat Sri Rama mengajarkan tentang peran istri dalam
kerajaan, seperti yang dilakukan oleh seorang raja memiliki
lebih dari satu istri. Hikayat ini juga mengajarkan tentang
4. Nilai Budaya
pentingnya menghargai dan melindungi makhluk hidup,
seperti yang dilakukan oleh Allah yang selalu melindungi
hamba-Nya yang taat kepada-Nya.
Tabel 1. Hasil analisis nilai-nilai yang terkandung dalam Hikayat Sri Rama.

Pembahasan.

1. Hikayat Sri Rama mencerminkan nilai-nilai sosial yang mendasari struktur masyarakat
pada zamannya. Hubungan antarwatak dalam kisah ini tidak hanya sekadar aspek
romantis antara Rama dan Sita, tetapi juga mencerminkan tata nilai yang dijunjung
tinggi, seperti hubungan keluarga dan kehormatan. Keluarga Rama, dengan keterlibatan
Bharata dan Lakshmana, memberikan gambaran tentang pentingnya persatuan dan
dukungan di dalam struktur keluarga yang kuat.
2. Selain nilai karakter dan sosial, Hikayat Sri Rama juga menyoroti nilai-nilai pendidikan
melalui perjalanan dan pengalaman tokoh-tokohnya. Rama, sebagai seorang pemimpin
yang bijaksana, memperlihatkan kebijaksanaan dan ketegasan dalam menghadapi
cobaan hidup. Sebaliknya, tokoh antagonis seperti Rawana memberikan pelajaran

6
bahwa kebijaksanaan tanpa moralitas dapat mengakibatkan kehancuran. Dengan
demikian, karya sastra ini memberikan pesan pendidikan yang mendalam tentang
pentingnya etika dan moral dalam menjalani kehidupan.
3. Sementara itu, nilai budaya yang tercermin dalam Hikayat Sri Rama menggambarkan
kekayaan dan kompleksitas budaya India kuno. Tradisi, upacara, dan kepercayaan
spiritual menjadi elemen yang terwujud dalam kisah ini, memperkaya lapisan budaya
yang membangun dasar masyarakat pada masa itu. Melalui setiap episode dan dialog,
pembaca dapat merasakan kehangatan dan keindahan nilai-nilai budaya yang
mendalam, yang menjadi inti dari keberlanjutan dan kelestarian suatu peradaban.
4. Dengan demikian, Hikayat Sri Rama bukan hanya sekadar cerita epik, tetapi juga
sebuah warisan berharga yang mengandung pelajaran tentang nilai karakter, sosial,
pendidikan, dan budaya. Melalui pemahaman mendalam terhadap karya sastra lama ini,
kita dapat meresapi dan mengapresiasi kearifan yang terkandung di dalamnya, sambil
mengenali bagaimana nilai-nilai tersebut masih relevan dan memiliki dampak pada
pandangan hidup dan moralitas manusia hingga saat ini.

Berdasarkan hasil analisis nilai-nilai karya sastra tersebut, dapat disimpulkan bahwa
Hikayat Sri Rama bukan sekadar sebuah narasi epik, melainkan sebuah kumpulan hikmah yang
mencakup nilai-nilai karakter, sosial, pendidikan, dan budaya. Nilai kesetiaan, kepatuhan, dan
keberanian yang tercermin dalam karakter Sita dan Rama memberikan inspirasi tentang
hubungan interpersonal yang kuat. Di sisi lain, perjalanan dan pengalaman tokoh-tokoh utama
memberikan pelajaran mendalam tentang kebijaksanaan, etika, dan moralitas. Selain itu, karya
ini menjadi jendela yang memperlihatkan struktur sosial dan nilai-nilai keluarga yang kental.
Secara keseluruhan, analisis ini menyoroti betapa kaya dan kompleksnya warisan budaya yang
terwujud dalam Hikayat Sri Rama, menyajikan pandangan mendalam tentang kehidupan dan
nilai-nilai yang tetap relevan dalam konteks zaman modern.

2.2 Relevansi Hikayat Sri Rama terhadap kurikulum pembelajaran Bahasa Indonesia
di sekolah menengah.
Pembelajaran Bahasa Indonesia di tingkat SMP perlu difokuskan pada peningkatan
kemampuan komunikasi siswa, baik dalam bentuk lisan maupun tertulis. Komunikasi diartikan
sebagai suatu proses penyampaian maksud pembicara kepada pihak lain melalui saluran
komunikasi tertentu (Depdiknas 2003: 4). Dalam situasi kehidupan sehari-hari, bahasa
berfungsi utamanya sebagai alat komunikasi. Oleh karena itu, pendekatan pengajaran Bahasa

7
Indonesia seharusnya lebih menitikberatkan pada pengembangan keterampilan berbahasa
siswa, daripada hanya menekankan pada pengetahuan teoritis tentang bahasa. Fungsi Mata
Pelajaran Bahasa Indonesia di sini adalah untuk membentuk dan mengembangkan kepercayaan
diri siswa sebagai individu yang mampu berkomunikasi, berpikir kreatif, dan menjadi warga
negara Indonesia yang memiliki literasi dan pemahaman terhadap informasi. Tujuan utama
pembelajaran Bahasa Indonesia adalah untuk memperkuat dan meningkatkan pengetahuan
serta keterampilan berkomunikasi yang dapat digunakan siswa dalam menjalani pendidikan, di
dunia kerja, serta dalam interaksi sosial sehari-hari.

Berdasarkan pengertian kurikulum pada sekolah menengah tersebut, berikut merupakan


relevansinya terhadap hasil analisis nilai-nilai yang terkandung pada suatu karya sastra lama,
Hakikat Sri Rama.

Nilai yang
No Relevansi terhadap kurikulum sekolah menengah
terkandung
Relevensi Nilai nilai dalam Hikayat Sri Rama terhadap kurikulum
pembelajaran sekolah menengah atas yang terdapat pada silabus
terlampir yaitu Sri Rama membahas tentang nilai karakter dan di
dalam silabus tersebut penilaian dalam bentuk karakter yaitu
Penguatan pendidikan karakter di sekolah yang dapat
diimplementasikan melalui enam aspek.
1. Implementasi penguatan pendidikan karakter terintegrasi
dalam kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam
pembelajaran harus memperhatikan, manajemen kelas, metode
Nilai
1. dan model pembelajaran, serta tahapan dalam pembelajaran.
Karakter
2. Implementasi penguatan pendidikan karakter terintegrasi
dalam proses pembinaan kesiswaan yang terdiri atas;
pembinaan keorganisasian dan kegiatan ekstrakurikuler.
3. Implementasi penguatan pendidikan karakter melalai budaya
dan lingkungan sekolah yang dilahirkan dari proses
pembiasaan yang dilakukan secara terus menerus.
4. Implementasi penguatan pendidikan karakter melalui
keteladanan warga sekolah dan seluruh komponen lingkungan
pendidikan.

8
5. Penguatan pendidikan karakter melalui penegakkan tata tertib
dan aturan sekolah.
6. Implementasi penguatan pendidikan karakter melalui
pelibatan masyarakat.
Jika Pendidikan karakter dikaitkan dengan kurikulum pembelajaran
sekolah menengah atas, Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)
yang merupakan gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan
pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui
harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan
pelibatan dan kerja sama di satuan pendidikan. Dikuatkan dalam
Permendikbud No. 20 tahun 2018 tentang penguatan pendidikan
karakter (PPK) pada satuan pendidikan formal, maka seluruh satuan
pendidikan wajib melaksanakan PPK.
Contoh nya terdapat pada kompetensi inti guru mengajarkan kepada
peserta didik untuk berprilaku jujur disiplin santun dan peduli dan
berdasarkan teori yang dikembangkan oleh Lickona tentang ranah
pendidikan karakter yang mencakup moral knowing (pengetahuan
tentang karakter), moral feeling (perasaan tentang moral), dan moral
action (perbuatan berdasarkan karakter). Ketiga ranah karakter ini
saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Ketika ini dapat berjalan
dengan baik, maka program penguatan pendidikan karakter akan
mampu berjalan dengan optimal dan akan terlaksana secara efektif dan
efisien.
Nilai sosial yang terkandung dalam Hikayat Sri Rama dapat memiliki
relevansi yang signifikan terhadap Kurikulum Pembelajaran Merdeka.
Hikayat ini, sebagai bagian dari warisan sastra dan budaya,
mengajarkan nilai-nilai yang mencerminkan hubungan sosial yang
2. Nilai Sosial erat dan norma-norma yang dijunjung tinggi dalam masyarakat.
Dalam nilai sosial juga terdapat pada silabus tersebut terdapat di dalam
eksposisi karna di situ peserta didik diminta untuk berdiskusi
mengidentifikasi problem yang ada di masyarakat yang
mereka observasi. Ada tiga tahapan yang dilaksanakan oleh guru

9
sejarah untuk menginternalisasikan nilai-nilai sosial budaya pada
pembelajaran sejarah yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

Nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam Hikayat Sri Rama


memiliki relevansi yang signifikan terhadap konsep kurikulum
pembelajaran merdeka. Hikayat tersebut memberikan kontribusi
berharga dalam memperkaya pendekatan pembelajaran yang
mendasarkan diri pada kemampuan komunikasi, etika, dan
pemahaman budaya. Adapun tujuan dari silabus dalam rencana
pelaksanaan pembelajaran ialah di antaranya mempermudah,
Nilai
3. memperlancar, serta meningkatkan hasil proses belajar-mengajar dan
Pendidikan
menyusun berbagai rencana pembelajaran secara profesional, yang
sistematis dan berdaya guna. Karya sastra seperti Hikayat Sri Rama
sering kali memerlukan kemampuan analisis yang mendalam.
Pendekatan pembelajaran merdeka yang menekankan pada
pengembangan keterampilan analitis dan pemecahan masalah dapat
memanfaatkan cerita ini sebagai sarana untuk melatih siswa dalam
menganalisis karakter, plot, dan konflik yang muncul dalam naratif.
Hikayat Sri Rama mencerminkan kekayaan budaya dan nilai-nilai
tradisional masyarakat India kuno. Dalam silabus terlampir,
kurikulum merdeka yang menekankan pada penghormatan terhadap
keberagaman budaya, penggunaan kisah ini sebagai bahan ajar dapat
membantu siswa memahami dan menghargai warisan budaya serta
nilai-nilai tradisional. Pendekatan yang tepat untuk mengolaborasikan
antara sejarah lokal dengan kurikulum adalah dengan pendekatan
interdisipliner yaitu pendekatan dalam pemecahan suatu masalah
4. Nilai Budaya
dengan menggunakan tinjauan berbagai sudut pandang ilmu serumpun
yang relevan secara terpadu. Kurikulum pendidikan dipengaruhi oleh
budaya sekolah, budaya sekolah memiliki hubungan yang positif
terhadap kurikulum pendidikan di sekolah. Adanya guru yang
memiliki pemahaman yang baik terhadap kurikulum akan
diimplementasikan dalam proses pembelajaran di sekolah, yang
membentuk budaya sekolah yang baik, baik dari aspek budaya
akademik, budaya sosial dan budaya demokratis, sehingga

10
pelaksanaan kurikulum dalam sekolah dapat terlaksana dengan baik,
integrasi nilai budaya sekolah sangat membutuhkan peranan guru
sebagai pelaksana proses pembelajaran, budaya sekolah akan
terbentuk dengan baik bila guru memiliki profesionalisme yang tinggi
sehingga akan menjalankan kurikulum dengan baik di sekolah.
Tabel 2. Relevansi nilai-nilai dalam Hikayat Sri Rama terhadap kurikulum sekolah
menengah.

Pembahasan.

1. Pendidikan karakter sebaiknya diterapkan secara sistematis dan holistik menggunakan


metode Knowing the Good, Feeling the Good, Acting the Good. Keteladanan, terutama
dari orang tua, guru, dan pemimpin, memegang peran kunci dalam penanaman nilai-
nilai karakter. Kebiasaan berlaku baik dapat terbentuk melalui pendekatan ini.
2. Pembelajaran sejarah dapat menginternalisasikan nilai-nilai sosial budaya dengan
metode Contextual Learning (CTL). Pendekatan komprehensif dan pembiasaan melalui
kegiatan rutin sekolah, seperti sholat berjamaah dan program 3S (Senyum, Sapa,
Salam), dianggap efektif untuk menghasilkan lulusan dengan keputusan moral dan
perilaku terpuji.
3. Nilai-nilai dalam karya sastra, seperti Hikayat Sri Rama, memberikan kontribusi
berharga dalam memperkaya pendekatan pembelajaran yang menekankan komunikasi,
etika, dan pemahaman budaya. Konsep kurikulum pembelajaran merdeka memiliki
tujuan utama untuk meningkatkan hasil belajar secara profesional dan sistematis.
4. Pendekatan interdisipliner, khususnya melibatkan sejarah lokal dalam kurikulum,
dianggap tepat. Budaya sekolah yang positif, baik dari aspek akademik, sosial, maupun
demokratis, dapat terbentuk melalui pemahaman dan profesionalisme guru. Peran guru
sebagai pelaksana proses pembelajaran menjadi krusial dalam integrasi nilai budaya
sekolah.

Kesimpulan dari pembahasan di atas menunjukkan bahwa pendidikan karakter


sebaiknya diterapkan secara sistematis dan holistik dengan metode Knowing the Good, Feeling
the Good, Acting the Good. Keteladanan, terutama dari orang tua, guru, dan pemimpin,
memegang peran kunci dalam membentuk kebiasaan berlaku baik melalui pendekatan ini.
Pembelajaran sejarah, melalui metode Contextual Learning (CTL) dan pendekatan
komprehensif, efektif untuk menginternalisasikan nilai-nilai sosial budaya, dan pembiasaan

11
melalui kegiatan rutin sekolah dapat menghasilkan lulusan dengan keputusan moral dan
perilaku terpuji. Selain itu, nilai-nilai dalam karya sastra, seperti Hikayat Sri Rama,
memberikan kontribusi berharga dalam memperkaya pendekatan pembelajaran yang
menekankan komunikasi, etika, dan pemahaman budaya. Konsep kurikulum pembelajaran
merdeka memiliki tujuan utama untuk meningkatkan hasil belajar secara profesional dan
sistematis. Pendekatan interdisipliner, terutama melibatkan sejarah lokal dalam kurikulum,
dianggap tepat, dan budaya sekolah yang positif dapat terbentuk melalui pemahaman dan
profesionalisme guru, yang memainkan peran krusial dalam integrasi nilai budaya sekolah.

12
DAFTAR PUSTAKA

Baginda, M. (2018). Nilai-nilai pendidikan berbasis karakter pada pendidikan dasar dan
menengah. Jurnal Ilmiah Iqra', 10(2).

Depdiknas. 2003. Manjemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Depdiknas.

Endaswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.

Fang, Liaw Yock. 2011. Sejarah Kesusastraan Melayu Kelasik. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.

Hadiprayitno, Kasidi., dkk. 1981. Babad Panambangan. Jakarta: Departemen P & K Proyek
Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah.

Manaf, A., & Omar, C. M. Z. C. (2018). Nilai budaya sekolah dalam pelaksanaan kurikulum
pendidikan di SMK Bekasi. Tarbawi: Jurnal Keilmuan Manajemen Pendidikan, 4(01),
101-116.

Nindhika, C. C., Bain, B., & Sodiq, I. (2018). Internalisasi Nilai-Nilai Sosial Budaya Melalui
Pembelajaran Sejarah Pada Kelas X SMA Semesta Semarang Tahun Ajaran
2017/2018. Indonesian Journal of History Education, 6(1), 14-20.

Panoyo, P., Riyanto, Y., & Handayaningrum, W. (2019). Manajemen Penguatan Pendidikan
Karakter Pada Sekolah Menengah Atas. Halaqa: Islamic Education Journal, 3(2), 111-
117.

Pradopo. (2009). Pengkajian puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Wendra. 2014. Penulisan Karya Ilmiah. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

13
LAMPIRAN

5.1 Ringkasan Hikayat Sri Rama

Hikayat Sri Rama bermula dengan Maharaja Rawana yang dibuang ke Bukit Serendib
karena tindakannya yang jahat. Di sana, Rawana bertapa selama dua belas tahun hingga Tuhan
mengirim Nabi Adam untuk menanyakan keinginannya. Rawana memohon empat kerajaan,
dan permohonannya disetujui dengan syarat agar ia memerintah dengan adil. Rawana
kemudian memiliki keturunan dari tiga pernikahan yang berbeda, melahirkan penguasa di
keinderaan, di bumi, dan di dalam laut. Namun, kehidupannya tidak bebas dari tragedi,
terutama setelah merampas Sita Dewi, yang menjadi pusat cerita selanjutnya. Sita Dewi, putri
Maharaja Dasarata, yang menjadi istri Sri Rama, diculik oleh Rawana. Rama dan saudaranya,
Laksamana, memulai pencarian untuk menyelamatkan Sita. Dalam perjalanan mereka, mereka
bertemu dengan berbagai tokoh dan menghadapi berbagai ujian, termasuk sayembara dan
peperangan. Hanuman, seorang tokoh kera bijaksana, membantu Rama menemukan Sita dan
mengungkap keberadaannya di istana Rawana. Meskipun berhasil menyelamatkan Sita,
perjalanan mereka penuh dengan konflik, prasangka, dan perjuangan. Akhirnya, setelah
peperangan sengit, Rama berhasil mengalahkan Rawana. Namun, kembalinya Sita ke pelukan
Rama tidak serta merta mengakhiri cerita. Keraguan atas kesucian Sita muncul, dan meskipun
Sita membuktikan kesetiaannya dengan duduk di dalam api yang menyala, Rama tetap ragu.
Pada akhirnya, Sita diusir oleh Rama dan melahirkan dua anaknya, Tilawi dan Kusa, dalam
pertapaan. Setelah beberapa lama, Rama menyadari kesalahannya dan meminta Sita kembali.
Namun, Sita yang telah membuktikan kesetiaannya menolak untuk kembali dan berharap anak-
anaknya diterima oleh Rama. Cerita berakhir dengan Rama, Sita, dan anak-anaknya hidup
bahagia dalam pertapaan, dan Rama akhirnya kembali ke negeri yang baka setelah empat puluh
tahun.

5.2 Silabus Siswa Kelas X di SMA

Berikut merupakan silabus yang digunakan sebagai bahan pembahasan relevansi


terhadap nilai-nilai suatu karya sastra lama.

14
15
16
17

Anda mungkin juga menyukai