Anda di halaman 1dari 121

“PENGARUH PENERAPAN MODEL COOPERATIVE

LEARNING DALAM MENINGKATKAN AKTIVITAS


BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN SEJARAH
KEBUDAYAAN ISLAM (SKI) DI MTS PEMBANGUNAN UIN
JAKARTA”

SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:
Nervi Pradewi
NIM: 106011000035

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011 M/1432 H
LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bernama:


Nama : Nervi Pradewi
NIM : 106011000035
Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI)
Judul Skripsi : “Pengaruh Penerapan Model Cooperative Learning dalam
Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa pada Mata
Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MTs
Pembangunan UIN Jakarta”
Dosen Pembimbing:
Nama : Bahrissalim, M.Ag
NIP : 19680307 199803 1 002

Dengan ini saya menyatakan bahwa:


1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan asli karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 16 Desember 2010

Nervi Pradewi
ABSTRAK

Nama : Nervi Pradewi


Judul Skripsi : Pengaruh Penerapan Model Cooperative Learning
dalam Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa pada
Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MTs
Pembangunan UIN Jakarta
Fakultas/Jurusan : Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan / Pendidikan
Agama Islam

Sejarah Kebudayaan Islam di MTs merupakan salah satu mata pelajaran


yang menelaah tentang asal-usul, perkembangan, peranan kebudayaan/peradaban
Islam dan para tokoh yang berprestasi dalam sejarah Islam di masa lampau. Mata
pelajaran inilah yang masih membutuhkan perhatian bagi seorang guru untuk
tetap bisa menjadikan siswanya aktif di kelas, karena kebanyakan menurut para
siswa pelajaran ini cenderung monoton atau membosankan. Bagaimana
mengaktifkan siswa di kelas pada saat pelajaran SKI berlangsung, hal itu menjadi
tugas seorang guru untuk memecahkannya. Suasana kelas perlu direncanakan dan
dibangun sedemikian rupa sehingga siswa mendapatkan kesempatan untuk
berinteraksi satu sama lain. Oleh karena itu, pengajar perlu menciptakan suasana
sedemikian rupa sehingga siswa bekerja sama secara gotong royong dalam
pengerjaan tugas mereka.
Cooperative learning yang merupakan salah satu model pembelajaran
yang sengaja diciptakan dengan tujuan pokok yaitu interaksi siswa dalam proses
pengajaran, sepertinya cocok bila diterapkan dalam pembelajaran sejarah
kebudayaan Islam dalam meningkatkan aktivitas siswa di kelas dalam proses
pembelajaran.
Penelitian ini dilakukan di MTs Pembangunan UIN Jakarta dengan
menggunakan sistem random sampling khususnya kelas VIII dengan
menggunakan koefisien korelasi product moment. Setelah penelitian dilakukan,
penulis memperoleh hasil penelitian prosentase tingginya penerapan model
cooperative learning pada sekolah tersebut sebesar 74,33%, sedangkan prosentase
aktivitas belajar siswa SKI pada sekolah tersebut sebesar 66,62%. Selain itu
peneliti mendapatkan angka korelasi antara variabel X dengan variabel Y atau rxy
adalah 0,711 berdasarkan interpretasi nilai, rxy berada pada rentangan antara 0,70
– 0,90 yang berarti antara variabel X dengan variabel Y yaitu antara Penerapan
model Cooperative Learning dengan Aktivitas Belajar Siswa MTs Pembangunan
UIN Jakarta memang terdapat korelasi/pengaruh yang kuat atau tinggi.

i
KATA PENGANTAR
‫بسم ا اهلل الرّ حمن ال ّر حيم‬

Alhamdulillah… Segala puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat


Allah SWT, karena atas rahmat, karunia serta ridho-Nya skripsi dengan judul
“Pengaruh Penerapan Model Cooperative Learning dalam Meningkatkan
Aktivitas Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MTs
Pembangunan UIN Jakarta” ini dapat penulis selesaikan dengan maksimal.
Shalawat serta salam tak lupa pula penulis hanturkan kepada junjungan nabi besar
kita Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan
hingga zaman terang benderang seperti sekarang ini.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat kelulusan S1, jurusan
Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana
yang diharapkan walaupun waktu, tenaga, dan pikiran telah diperjuangkan dengan
segala keterbatasan yang penulis miliki demi terselesaikannya skripsi ini agar
bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari partisipasi beberapa pihak
yang telah membantu. Adapun pihak-pihak yang berjasa itu diantaranya:
1. Kedua orang tuaku tercinta yang telah merawat, membesarkan, mendidik,
membimbing serta mencurahkan seluruh kasih dan sayangnya dengan penuh
keikhlasan yang tidak bosan-bosannya mendo’akan puterinya ini. Terimakasih
atas dukungan moril dan materil selama ini.
2. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Bahrissalim, M.Ag. sebagai Ketua Jurusan dan dosen pembimbing skripsi
yang telah membagi ilmunya dengan sabar dan teliti dalam mengoreksi dan
membimbing penulis dalam menyusun skripsi.
4. Drs. Sapiudin Shidiq, M. Ag. sebagai Sekretaris Jurusan dan dosen penasehat
akademik.

ii
5. Drs. Rusli Ishaq, M.Pd. sebagai Kepala MTs Pembangunan UIN Jakarta, yang
telah memberikan kemudahan dalam pengizinan penelitian di sekolahnya,
sehingga penelitian ini dapat dilakukan dengan lancer pada sekolah tersebut.
6. Abdul Mutaqin, S.Ag sebagai guru bidang studi sejarah kebudayaan Islam,
yang banyak membantu serta member arahan kepada penulis dalam penelitian
di MTs Pembangunan UIN Jakarta.
7. Pimpinan dan seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)
terutama untuk Jurusan Pendidikan Agama Islam khususnya yang telah
memberikan kontribusi pemikiran melalui pengajaran dan diskusi yang
berkaitan dengan skripsi ini.
9. Untuk adik-adikku tercinta Endah, Merlin, dan Faiq, yang telah memberikan
warna-warni kehidupan dan semangat serta inspirasi yang sangat berharga
bagi penulis.
10. Sobat Ucruters K’ Lulu, dan Erika juga teman kostanku Uyunk, Pepet, Didiy,
serta Tim Rockers yang lainnya, yang turut membantu saat penulis
menemukan kesulitan dalam penyusunan skripsi ini.
11. Teman-teman Paduan Suara Tarbiyah (PST), yang telah memberikan aku
waktu luang untuk vakum sementara demi suksesnya skripsi ini.
12. Sahabatku kelas A Nadia, Neneng, Indah, Pipit, Sanah, Neng serta “Shohibul
Alif” yang tak dapat disebutkan satu persatu, juga teman-teman kelas
peminatan Sejarah (History Community), yang telah memberikan sumbangsih
pemikiran dan pengalaman yang indah untuk penulis.
13. Teman-teman jurusan PAI lainnya terutama nduL, Goni, Aji, Acong, serta
Evi, dan Mpeb yang turut membantu penulis sampai rampungnya
kepengurusan masalah skripsi ini.
14. Annida, Alsa, Haidir, dan Umar, terimaksih atas perkenalan sekaligus
bantuannya dalam memberikan jawaban atas wawancara dalam penelitian ini.

iii
Tiada kata-kata yang bisa mengungkapkan rasa terima kasih penulis selain
“Jazâkumullah Khairan Katsîran” semoga kebaikan dari semua pihak dibalas
Allah dengan berlipat ganda. Amiin..
Akhirnya semoga toresan karya yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi
diri saya sendiri khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Ciputat, 16 Desember 2010

Penulis

Nervi Pradewi

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK ................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ v
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. ix
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................. 8
C. Pembatasan Maslaah ................................................................ 9
D. Perumusan Masalah ................................................................. 9
E. Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian ..................................... 10

BAB II : LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS


A. Landasan Teori ....................................................................... 11
1. Cooperative Learning .......................................................... 11
a. Pengertian Cooperative Learning ................................... 11
b. Tujuan Cooperative Learning ......................................... 15
c. Karakteristik Cooperative Learning ................................ 18
d. Unsur-unsur Cooperative Learning ................................. 19
e. Teknik-teknik Cooperative Learning .............................. 22
f. Pengelolaan Kelas Cooperative Learning ....................... 25
2. Sejarah Kebudayaan Islam .................................................. 29
a. Pengertian Sejarah Kebudayaan Islam ............................ 29
b. Tujuan Belajar Sejarah Kebudayaan Islam di MTs ........ 31
c. Ruang Lingkup Sejarah Kebudayaan Islam di MTs ....... 32

v
d. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Sejarah
Kebudayaan Islam ........................................................... 32
3. Aktivitas Belajar .................................................................. 36
a. Pengertian Aktivitas ........................................................ 36
b. Tujuan Pembelajaran yang Berorientasikan pada
Aktivitas Siswa ............................................................... 37
c. Macam-macam Aktivitas ................................................ 37
d. Nilai Aktivitas dalam Pengajaran ................................... 39
B. Kerangka Berpikir .................................................................. 40
C. Pengajuan Hipotesis Penelitian .............................................. 41

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN


A. Variabel Penelitian ................................................................. 42
B. Metode Penelitian .................................................................. 42
C. Populasi dan Sampel .............................................................. 44
D. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................ 45
E. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 45
F. Instrumen Penelitian .............................................................. 47
G. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ................................... 51

BAB IV : HASIL PENELITIAN


A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...................................... 57
B. Uji Coba Instrumen Penelitian ............................................... 59
C. Deskripsi Data ........................................................................ 60
D. Analisa ................................................................................... 82

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan ............................................................................ 88
B. Saran ....................................................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 90
LAMPIRAN

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan Cooperative Learning dengan Pembelajaran Konvensional .. 14


Tabel 2.2 SK-KD Kelas VII semester I .................................................................. 32
Tabel 2.3 SK-KD Kelas VII semester II ................................................................ 33
Tabel 2.4 SK-KD Kelas VIII semester I ................................................................ 34
Tabel 2.5 SK-KD Kelas VIII semester II ............................................................... 34
Tabel 2.6 SK-KD Kelas IX semester I ................................................................... 35
Tabel 2.7 SK-KD Kelas IX semester II .................................................................. 35
Tabel 3.1 Data Populasi dan Sampel ...................................................................... 45
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Angket Penelitian ................................................... 48
Tabel 3.3 Skor Alternatif Jawaban ......................................................................... 52
Tabel 3.4 Skala Penerapan Model Cooperative Learning dan Skala Aktivitas
Belajar Siswa SKI .................................................................................. 53
Tabel 3.5 Interpretasi Terhadap Besarnya “r” Product Moment ............................ 55
Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas Variabel X dan Variabel Y ...................................... 59
Tabel 4.3 Berkaitan dengan Belajar Secara Kelompok .......................................... 62
Tabel 4.4 Berkaitan dengan Kekompakan Kerja Kelompok .................................. 62
Tabel 4.5 Berkaitan dengan Prinsip Saling Membantu .......................................... 63
Tabel 4.6 Berkaitan dengan Tanggung Jawab Individu ......................................... 64
Tabel 4.7 Berkaitan dengan Hasil yang Maksimal ................................................. 64
Tabel 4.8 Berkaitan dengan Interaksi Kelompok ................................................... 66
Tabel 4.9 Berkaitan dengan Pembagian Kelompok Oleh Guru ............................. 67
Tabel 4.10 Berkaitan dengan Semangat Belajar Cooperative Learning .................. 69
Tabel 4.11 Tingkat Skala Penerapan Cooperative Learning Berdasarkan Indikator
70
Tabel 4.12 Berkaitan dengan Membaca ................................................................... 72
Tabel 4.13 Berkaitan dengan Memperhatikan ......................................................... 73
Tabel 4.14 Berkaitan dengan Bertanya .................................................................... 74
Tabel 4.15 Berkaitan dengan Menjawab .................................................................. 75
Tabel 4.16 Berkaitan dengan Diskusi ....................................................................... 76

vii
Tabel 4.17 Berkaitan dengan Mengeluarkan Pendapat ............................................ 76
Tabel 4.18 Berkaitan dengan Mendengarkan ........................................................... 77
Tabel 4.19 Berkaitan dengan Menyimak .................................................................. 77
Tabel 4.20 Berkaitan dengan Mencatat ..................................................................... 78
Tabel 4.21 Berkaitan dengan Mengerjakan Tugas .................................................... 79
Tabel 4.22 Berkaitan dengan Menaruh Minat ........................................................... 79
Tabel 4.23 Berkaitan dengan Tidak Merasa Bosan .................................................. 80
Tabel 4.24 Tingkat Skala Aktivitas Belajar Siswa Berdasarkan Indikator ............... 81
Tabel 4.25 Data Kelompok ...................................................................................... 84
Tabel 4.26 Nilai Hasil Perhitungan .......................................................................... 85

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perolehan Pembelajaran


dalam Cooperative Learning .................................................................. 17
Gambar 2.2 Penataan Bangku pada Ruang Kelas Cooperative Learning
Menurut Spencer Kagan ........................................................................ 28

ix
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Rumusan yang tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia
No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 Point 1
tentang istilah “Pendidikan” menjelaskan sebagai berikut:

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan


suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa, dan negara.”1

Selain itu juga sesuai dengan prinsip dari penyelenggaraan pendidikan


dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab III Pasal 4 Point 1 menegaskan bahwa:

“Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta


tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa”2

Pernyataan di atas mengatakan, maksud demokratis disini adalah


bahwa setiap anak, tidak ada kecualinya, mendapatkan kesempatan yang

1
Afnil Guza (ed.), Undang-undang Sisdiknas (UU RI No 20 Tahun 2003) dan Undang-
undang Guru dan Dosen (UU RI No 14 Tahun 2005) (Jakarta: Asa Mandiri, 2009), h. 2.
2
Guza, Undang-undang Sisdiknas…, h. 61

1
2

sama untuk menikmati pendidikan sekolah. Disamping itu, dalam pendidikan


demokrasi ditunjukkan dengan pemusatan perhatian serta usaha pada si anak
didik dalam keadaan sewajarnya (intelegensi, kesehatan, keadaan sosial, dan
sebagainya). Di kalangan taman siswa dianut sikap tutwuri handayani, suatu
sikap demokrasi yang mengakui hak si anak untuk tumbuh berkembang
menurut kodratnya.3 Pembelajaran dalam hal ini bertugas mengarahkan
proses pendidikan agar sasaran dari perubahan itu dapat tercapai sebagaimana
yang diinginkan.

...
Artinya: “Dikabarkan Abdan, dari Abdullah, kepada Yunus Anijuhri
berkata :telah dikabarkan kepada Abu Salamah bin Abdurrahman
dari Abu Hurairah r.a. Nabi bersabda: tidak ada anak yang
dilahirkan, kecuali dalam keadaan fitrah (kesucian) maka kedua
orang tuanyalah yang akan menjadikannya sebagai seorang Yahudi,
Nasrani, atau Majusi…” (HR. Bukhari).4

Dalam pandangan Islam, pendidikan bertujuan untuk mengarahkan


dan membimbing pertumbuhan dan perkembangan fitrah anak didik melalui
ajaran Islam menuju ke arah titik maksimal pertumbuhan dan
perkembangannya. Maka dari pernyataan di atas, pendidikan yang telah
ditanamkan sejak kecil merupakan dasar yang menentukan untuk pendidikan
selanjutnya. Oleh sebab itu pendidikan ditanamkan dalam pribadi anak sejak
ia lahir bahkan sejak dalam kandungan dan kemudian dilanjutkan dengan
pembinaan pendidikan ini di sekolah.

3
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), ed.5,
h. 243-244
4
Syaikh Abdul Aziz, Shahih Bukhari, (Beirut: Daar al-Fikr, tth), h. 118.
3

Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal, secara sistematis


merencanakan bermacam-macam lingkungan, salah satunya yakni lingkungan
pendidikan yang menyediakan berbagai kesempatan bagi peserta didik untuk
melakukan berbagai kegiatan belajar. Dengan berbagai kesempatan belajar
itu, pertumbuhan dan perkembangan peserta didik diarahkan dan didorong ke
tujuan yang dicita-citakan. Lingkungan tersebut disusun dan ditata dalam
suatu kurikulum, yang pada gilirannya dilaksanakan dalam bentuk proses
pembelajaran.
Pendidikan berintikan interaksi antara pendidik (guru) dan peserta
didik (siswa) untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Pendidik (guru)
merupakan suatu komponen pendidikan yang penting dalam penyelenggaraan
pendidikan. Karena tugasnya mengajar, maka seorang guru harus mempunyai
wewenang mengajar berdasarkan kualifikasi sebagai tenaga pengajar. Sebagai
tenaga pengajar, setiap guru harus memiliki kemampuan pedagogik dan
profesional dalam bidang proses belajar mengajar atau pembelajaran. Dengan
kemampuannya itu guru dapat melaksanakan perannya sebagai fasilitator,
pembimbing, penyedia lingkungan, komunikator, model pembelajaran,
evaluator, inovator, agen moral dan politik, agen kognitif, dan manajer di
kelasnya.5
Disamping harus memiliki kemampuan pedagogik dan profesional,
setiap guru selaku tenaga pendidik harus memiliki kemampuan kepribadian,
dan kemampuan sosial seperti yang sudah ditetapkan dalam Undang-undang
RI tentang guru dan dosen.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
mengenai Guru dan Dosen pada Bab IV Pasal 20 point (a) tentang Kewajiban
Guru dinyatakan bahwa :

“Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban


merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang
bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran.”6

5
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Bandung: PT Bumi Aksara, 2009), h. 9.
6
Guza, Undang-undang Sisdiknas…, h. 61.
4

Selanjutnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia


Nomor 19 tahun 2005 mengenai Standar Nasional Pendidikan pada Bab IV
tentang Standar Proses Pasal 19 point 1 juga dikatakan bahwa :
“Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik
untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.”7

Dari kedua landasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa


sesungguhnya seorang pendidik mempunyai tanggung jawab yang besar
dalam mencapai tujuan pendidikan. Selain itu dalam hal ini juga ditekankan
bahwa seorang pendidik harus kreatif dan terampil dalam melaksanakan
proses pendidikan yang dapat membuat siswa interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, serta memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif.
Proses pembelajaran saat ini sudah tidak memakai paradigma lama
lagi seperti teori yang dibangun oleh John Locke dengan tabula rasa. Locke
mengatakan bahwa pikiran seorang anak ibarat kertas kosong yang putih
bersih dan siap menunggu coretan-coretan dari sang guru. Paradigma lama itu
sudah berubah, siswa dibentuk dan dikembangkan sesuai dengan potensi yang
ada dalam dirinya, dengan sistem proses pembelajaran yang membuat siswa
aktif, kreatif, dan kritis.
Pembelajaran yang saat ini dikembangkan dan banyak dikenalkan ke
seluruh pelosok tanah air adalah Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan
Menyenangkan atau disingkat dengan PAKEM. Disebut demikian karena
pembelajaran ini dirancang agar dapat mengaktifkan serta mengembangkan
kreativitas siswa sehingga pembelajaran menjadi efektif namun tetap
menyenangkan.
Menurut Prof. Dr. S. Nasution di dalam belajar perlu ada aktivitas,
sebab pada prinsipnya sesuai dengan semboyan yang dipopulerkan oleh
Dewey belajar itu dengan berbuat (Learning By Doing). Tidak ada belajar

7
Guza, Undang-undang Sisdiknas…, h. 109.
5

jika tidak ada aktivitas, itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau asas
yang sangat penting di dalam interaksi belajar mengajar.8
Aktivitas siswa adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran,
dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan
proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut.
Menurut Frobel dalam buku Sardiman, A.M. mengatakan bahwa anak itu
harus bekerja sendiri. Untuk memberikan motivasi, maka dipopulerkan
semboyan berpikir dan berbuat. Dimana dinamika kehidupan manusia,
berpikir dan berbuat adalah salah satu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan.
Begitupun dalam belajar tentu tidak akan mungkin untuk meninggalkan dua
kegiatan tersebut yakni berpikir dan berbuat.9
Mengenai keaktifan itu sendiri Robert M. Gagne memberikan batasan
lewat lima macam kemampuan hasil belajar, yaitu10:
1. Keterampilan intelektual (yang merupakan hasil belajar terpenting dari
sistem lingkungan skolastik)
2. Teknik kognitif, mengatur “cara belajar” dan berpikir seseorang dalam arti
seluas-luasnya, termasuk memecahkan suatu masalah
3. Informasi verbal, pengetahuan dalam informasi dan fakta
4. Keterampilan motorik yang diperoleh di sekolah
5. Sikap dan nilai, berhubungan dengan arah serta intensitas emosional yang
dimiliki seseorang
Dalam Islam, aktivitas belajar merupakan suatu yang penting dalam
pendidikan. Mengingat betapa pentingnya aktivitas belajar ini, sehingga
wahyu yang pertama diturunkan oleh Allah Swt, kepada rasulnya adalah
berkenaan dengan masalah aktivitas belajar, nabi pun melakukan aktivitas
belajar dengan bantuan bimbingan malaikat Jibril yang berupa surat al-„Alaq
ayat 1-5 yang berbunyi :

8
S. Nasution , Didaktik Asas-asas Mengajar, (Bandung: Jemmars, 1986), ed. ke-5, h. 88-89.
9
Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo,
2007), h. 96.
10
J.J. Hasibuan et.al., Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995),
cet.ke-6, h. 5.
6

           

           

 

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia


Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan
perantaraan kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.(QS. Al-„Alaq : 1-5).

Definisi pendidikan agama Islam disebutkan dalam Kurikulum 2004


Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam adalah:
"Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam
menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati,
mengimani, bertakwa, berakhlak mulia, mengamalkan ajaran agama Islam
dari sumber utamanya kitab suci Al-Quran dan Hadits, melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman”. Rumusan
tujuan PAI ini mengandung pengertian bahwa proses pendidikan Agama
Islam yang dilalui dan dialami oleh siswa di sekolah dimulai dari tahapan
kognisi, yakni pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap ajaran dan nilai-
nilai yang terkandung dalam ajaran Islam, untuk selanjutnya menuju
ketahapan afeksi, yakni terjadinya proses internalisasi ajaran dan nilai agama
kedalam diri siswa, dalam arti menghayati dan meyakininya. Tahapan afeksi
ini terkait erat dengan kognisi, dalam arti penghayatan dan keyakinan siswa
menjadi kokoh jika dilandasi oleh pengetahuan dan pemahamanya terhadap
ajaran dan nilai Agama Islam (tahapan psikomotorik) yang telah
diinternalisasikan dalam dirinya. Dengan demikian, akan terbentuk manusia
muslim yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia.11

11
Suhatman, “Pentingnya Pendidikan Agama Islam”, dari
http://islamblogku.blogspot.com/2009/07/pengertian-dan-tujuan-pendidikan-agama_1274.html, 7
Januari 2009 diakses pada 1 September 2010
7

Seperti yang telah diketahui bersama, ruang lingkup pelajaran


Pendidikan Agama Islam terbagi menjadi 4 (empat), yaitu: Fiqih, Qur‟an
Hadits, Sejarah Kebudayaan Islam, dan Akidah Akhlak.
Sehubungan dengan hal ini peneliti melakukan pembatasan penelitian
hanya pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, yaitu mengenai
masalah kurang aktifnya siswa dalam mengikuti pembelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam (SKI) yang kebanyakan menurut para siswa cenderung
monoton atau membosankan. Selain faktor buku-buku pelajaran SKI yang
cenderung kurang menarik untuk dibaca, karena didominasi dalam bentuk
teks-teks saja, selain itu juga salah satunya dapat terjadi karena metode
pembelajaran yang dipakai cenderung menggunakan metode ceramah saja.
Mungkin pada awalnya seorang guru menggunakan metode ceramah
pada kegiatan pengajarannya, yang diharapkan agar siswa mengerti dan
paham akan materi yang berupa fakta dan informasi dapat tersampaikan
dengan baik. Padahal telah diketahui bahwasanya kelemahan daripada metode
tersebut lebih membuat siswa pasif. Hal ini bertolak belakang dengan tujuan
dari pendidikan itu sendiri.
Dari latar belakang tersebut, perlu adanya kreatifitas seorang guru
yang dapat menerapkan metode pengajaran dalam proses pembelajaran aktif,
sehingga hasil dari proses pembelajaran tersebut dapat berjalan secara
sempurna dan tidak terjadi kontradiksi dengan tujuan pendidikan yang ingin
mencapai keaktifan siswa. Dari hasil penelitian Aspiyah, yang meneliti
tentang Pengaruh Metode Ceramah Terhadap Motivasi Belajar studi kasus
pada sebuah sekolah, diketahui terdapat pengaruh yang signifikan antara
penerapan metode ceramah dengan motivasi siswa, sehingga tidak
menimbulkan keaktifan pada diri siswa saat pembelajaran dilakukan.
Sejarah Kebudayaan Islam lebih cenderung metode pembelajarannya
menggunakan metode ceramah karena tujuan pembelajarannya cenderung ke
ranah kognitif, dan banyak guru yang menganggap bahwa pengetahuan siswa
dapat terpenuhi dengan pemberitahuan dengan cara ceramah saja. Sejarah
Kebudayaan Islam (SKI) di dalamnya tidak hanya berisi kejadian atau
8

peristiwa tanpa arti sama sekali. Tapi bagi generasi penerus bisa dijadikan
cerminan diri, sumber pengalaman, dan pelajaran yang tidak ternilai harganya
untuk bekal meneruskan perjuangan dimasa mendatang. Untuk itu diperlukan
adanya model pembelajaran yang dapat membantu siswa menjadi aktif dalam
pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI).
Anita Lie, dalam bukunya menjelaskan sistem pengajaran yang
memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama
siswa dalam tugas-tugas terstruktur disebut sebagai sistem “pembelajaran
gotong royong” atau cooperative learning. Dalam sistem ini, guru bertindak
sebagai fasilitator.12
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa model cooperative
learning ini merupakan salah satu cara dimana siswa dibagi menjadi
kelompok-kelompok belajar yang menuntut siswa untuk lebih aktif dikelas,
sehingga pembelajaran menjadi optimal. Dengan demikian model ini efektif
digunakan dalam kelas. Dari sini saya akan meneliti sejauh mana model
pembelajaran ini mempengaruhi keaktifan siswa pada mata pelajaran SKI.
Peneliti akan memberi judul: “Pengaruh Penerapan Model Cooperative
Learning dalam Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa pada Mata
Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di MTs Pembangunan UIN
Jakarta”

B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasikan masalah-
masalah sebagai berikut:
1. Masih banyaknya guru Sejarah Kebudayaan Islam yang belum berhasil
dalam merencanakan program pengajaran secara baik
2. Terbatasnya buku-buku pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yang menarik
minat untuk dipelajari, karena isinya terlalu dominan teks

12
Anita Lie, Cooperative Learning: Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-ruang
Kelas, (Jakarta: PT.Grasindo, 2010), cet ke-7, h. 12
9

3. Adanya persepsi bagi sebagian besar siswa, bahwa pelajaran Sejarah


Kebudayaan Islam kurang menarik dan membosankan
4. Terbatasnya penguasaan model pembelajaran yang efektif dari guru mata
pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yang dapat membuat siswa menjadi
pasif
5. Selama ini penerapan metode pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
menjadikan siswa pasif, mungkin penerapan model cooperative learning
dalam mata pelajaran tersebut dapat menjadi alternatif dalam upaya
peningkatan aktivitas belajar siswa.

C. Pembatasan Masalah
Setelah penulis mengemukakan identifikasi masalah di atas, dapatlah
terlihat luasnya permasalahan yang di dapat. Untuk itu supaya memperjelas
dan memberikan arah yang tepat dalam pembahasan skripsi, maka penulis
berusaha memberikan batasan sesuai dengan judul, yaitu sebagai berikut:
1. Selama ini penerapan metode pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
menjadikan siswa pasif, mungkin penerapan model cooperative learning
dalam mata pelajaran tersebut dapat menjadi alternatif dalam upaya
peningkatan aktivitas belajar siswa.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang sudah dijabarkan di atas maka
permasalahan dapat dirumuskan yaitu:
1. Bagaimanakah pelaksanaan penerapan model Cooperative Learning pada
mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di MTs Pembangunan
UIN Jakarta?
2. Apakah model Cooperative Learning pada mata pelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam (SKI) di MTs Pembangunan UIN Jakarta dapat
meningkatkan aktivitas belajar siswa?
10

3. Sejauh mana pengaruh antara model Cooperative Learning dan aktivitas


belajar siswa dalam mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MTs
Pembangunan UIN Jakarta?

E. Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian


Tujuan dari hasil penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana
keberhasilan penerapan model cooperative learning dapat mengaktifkan
siswa. Sedangkan manfaat hasil penelitian ini adalah:
1. Bagi pemerintah, sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam
penyusunan kebijakan-kebijakan dalam rangka peningkatan mutu
pendidikan, khususnya pada pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
(SKI) agar lebih optimal.
2. Bagi sekolah, sebagai pengembangan pengetahuan dalam penerapan model
Cooperative Learning dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
(SKI) guna meningkatkan aktivitas belajar siswa.
3. Bagi peneliti, sebagai pengalaman dan wawasan baru dalam membahas
masalah yang berkaitan dengan pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
(SKI) melalui model Cooperative Learning di MTs Pembangunan UIN
Jakarta.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori
1. Cooperative Learning
a. Pengertian Cooperative Learning
Pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan
dibuat untuk siswa. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya
pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar.
Tujuan pembelajaran adalah terwujudnya efisiensi dan efektifitas
kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik.1 Adapun pihak yang
terlibat dalam kegiatan pembelajaran yaitu pendidik dan peserta didik
yang keduanya berinteraksi secara edukatif antara satu dengan yang
lainnya.
Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah salah
satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan pada faham konstruktivis,
dimana dalam hal pembelajaran ini diharapkan dapat membangun
interaksi siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar.2
Cooperative learning merupakan sebuah model pembelajaran
yang sengaja diciptakan untuk mencapai pembelajaran yang maksimal
di dalam ruang kelas. Model ini diteliti sekitar pada tahun 1970-an.

1
Isjoni, Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok, (Bandung: Alfabeta,
2010), cet. ke-3, h. 11
2
Isjoni, Cooperative Learning Efektifitas…, h. 11-12

11
12

Pada waktu itu, empat kelompok peneliti independen mulai


mengembangkan dan meneliti teknik-teknik cooperative learning di
dalam kelas. Saat ini, sudah banyak peneliti di seluruh dunia yang
mempelajari aplikasi praktis dari prinsip-prinsip cooperative learning,
dan akibatnya sudah banyak pula teknik-teknik cooperative learning
baru yang ditemukan.3
Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya
mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu
sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim.
Slavin mengatakan, “In cooperative learning methods, student
work together in four memberi teams to master material initially
presented by the teacher”. Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa
cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana sistem
belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-
6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih
bergairah dalam belajar.
Sedangkan Johnson mengemukakan, “cooperative learning is the
instructional use to small groups that allows students to work together
to maximize their own and each other as learning”. Berdasarkan uraian
tersebut, cooperative learning adalah mengelompokkan siswa ke dalam
suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan
kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama
lain dalam kelompok tersebut.4
Anita Lie menyebut cooperative learning dengan istilah
pembelajaran gotong-royong, yaitu sistem pengajaran yang
memberiikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan

3
Robert E. Slavin, Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktik, (Bandung: Nusa Media,
2008), cet ke-3, h. 9
4
Isjoni, Cooperative Learning Efektifitas…, h. 15-17
13

sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Dalam sistem ini,


guru bertindak sebagai fasilitator.5
Secara sederhana menurut Abdurrahman dan Bintoro,
pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan
sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih
asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat
nyata. Dalam cooperative learning guru menciptakan suasana yang
mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan, adanya interaksi
tatap muka, menunjukkan akuntabilitas individual dan keterampilan
menjalin hubungan antar pribadi.6
Berdasarkan dari uraian beberapa pendapat diatas, dapat
disimpulkan bahwa cooperative learning adalah sebuah sistem
pembelajaran di mana siswa bekerja dalam kelompok kecil atau tim
untuk berbagi pekerjaan dan saling membantu secara kolaboratif
menyelesaian tugas yang diberikan oleh guru. Dalam pembelajaran ini
guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan mengutamakan siswa
sebagai pusatnya, siswa dapat berperan ganda yaitu sebagai siswa dan
sebagai guru dalam proses pembelajaran.
Semua teknik cooperative learning menyumbangkan ide bahwa
siswa yang bekerja sama dalam belajar dan bertanggung jawab terhadap
teman satu timnya mampu membuat diri mereka belajar sama baiknya.7
Struktur tujuan kooperatif menciptakan sebuah situasi di mana satu-
satunya cara anggota kelompok dapat meraih tujuan pribadi mereka
adalah jika kelompok mereka dapat sukses. Oleh karena itu, untuk
meraih tujuan personal mereka, anggota kelompok harus membantu
teman satu timnya untuk melakukan apa pun guna membuat kelompok

5
Anita Lie, Cooperative Learning: Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-ruang
Kelas, (Jakarta: PT.Grasindo, 2010), cet ke-7, h. 12
6
Retno Widyaningrum, “Strategi Pengajaran yang Berasosiakan dengan Pembelajaran
Kontekstual” dalam Cendekia Jurnal Kependidikan dan Kemasyarakatan, Ponorogo, Vol. 3 No. 2
Juli Desember 2005, h. 6
7
Slavin, Cooperative Learning: Teori, Riset… h. 10
14

mereka berhasil, dan mungkin yang lebih penting, mendorong anggota


satu kelompoknya untuk melakukan usaha maksimal.8
Ada perbandingan yang terlihat jelas antara cooperative learning
dengan pembelajaran konvensional, diantaranya dapat diketahui melalui
tabel berikut:
Tabel 2.1
Perbedaan Cooperative Learning dengan Pembelajaran Konvensional9
Cooperative Learning Belajar Konvensional
Adanya saling ketergantungan positif, saling Guru sering membiarkan adanya siswa
membantu, dan saling memberiikan motivasi yang mendominasi kelompok atau
sehingga ada interaksi promotif. menggantungkan diri pada kelompok.
Adanya akuntabilitas individual yang Akuntabilitas individual yang sering
mengukur penguasaan materi pelajaran tiap diabaikan sehingga tugas-tugas sering
anggota kelompok, dan kelompok diberi diborong oleh salah seorang anggota
umpan balik tentang hasil belajar para kelompok lainnya hanya
anggotanya sehingga dapat saling “mendompleng” keberhasilan
mengetahui siapa yang memerlukan bantuan “pemborong”
dan siapa yang dapat memberiikan bantuan.
Kelompok belajar heterogen, baik dalam Kelompok belajar biasanya homogen
kemampuan akademik, jenis kelamin, ras,
etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling
mengetahui siapa yang memerlukan bantuan
dan siapa yang dapat memberiikan bantuan.
Pimpinan kelompok dipilih secara Pemimpin kelompok yang sering
demokratis atau bergilir untuk memberiikan ditentukan oleh guru atau kelompok
pengalaman memimpin bagi para anggota dibiarkan untuk memilih pemimpinnya
kelompok dengan cara masing-masing
Keterampilan sosial yang diperlukan dalam Keterampilan sosial sering tidak secara
kerja gotong royong seperti kepemimpinan, langsung diajarkan
kemampuan berkomunikasi, mempercayai

8
Slavin, Cooperative Learning: Teori,…, h. 34
9
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasikan Konstruktivistik, (Jakarta:
Prestasi Pustaka Publisher, 2007), cet. ke-1, h. 43-44
15

orang lain, da mengelola konflik secara


langsung diajarkan

Pada saat belajar kooperatif sedang Pemantauan melalui observasi dan


berlangsung guru terus melakukan intervensi sering tidak dilakukan oleh
pemantauan melalui observasi dan guru pada saat belajar kelompok
melakukan intervensi jika terjadi masalah sedang berlangsung
dalam kerja sama antar anggota kelompok
Guru memperhatikan secara proses kelompok Guru sering tidak memperhatikan
yang sedang terjadi dalam kelompok- proses kelompok yang terjadi dalam
kelompok belajar kelompok-kelompok belajar
Penekanan tidak hanya pada penyelesaian Penekanan sering hanya pada
tugas tetapi juga hubungan interpersonal penyelesaian tugas.
(hubungan antar pribadi yang saling
menghargai)

b. Tujuan Cooperative Learning


Menurut Slavin (1994) dalam Suradi dan Djadir (3;2004), tujuan
cooperative learning adalah menciptakan situasi dimana keberhasilan
individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya.
Model cooperative learning dikembangkan untuk mencapai empat
tujuan pembelajaran penting yang dirangkum sebagai berikut:
1) Hasil Belajar Akademik
Cooperative learning meliputi berbagai macam tujuan sosial.
Namun demikian menurut Ibrahim dkk (2000) dalam Suradi dan
Djadir (3;2004), bahwa cooperative learning juga bertujuan untuk
meningkatkan kinerja pembelajar dalam tugas - tugas akademik. Para
ahli mengemukakan bahwa model ini unggul dalam membantu
pembelajar menyelesaikan konsep-konsep yang sulit. Struktur
penghargaan pada cooperative learning dapat meningkatkan
penilaian pembelajar pada belajar akademik dan perubahan norma
yang berhubungan dengan hasil belajar. Selain itu, cooperative
16

learning dapat memberiikan keuntungan baik pada pembelajar


kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerjasama
menyelesaikan tugas - tugas akademik.
2) Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain dari model cooperative learning adalah
penerimaan terhadap orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial,
maupun kemampuan. Allport (Ibrahim, 2000) mengemukakan bahwa
kontak fisik di antara orang-orang yang berbeda ras atau kelompok
etnis tidak cukup untuk mengurangi kecurigaan dan perbedaan ide.
Cooperative learning memungkinkan pembelajar yang berbeda latar
belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu dengan
yang lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur
penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu dengan yang
lain.
3) Pengembangan keterampilan sosial
Keterampilan sosial amat penting untuk dimiliki oleh
masyarakat. Banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan
dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain dan di dalam
masyarakat yang secara budaya beragam. Atas dasar itu, Ibrahim
(2000) mengemukakan bahwa tujuan penting yang lain dari
cooperative learning adalah untuk mengajarkan kepada pembelajar
keterampilan kerjasama dan kolaborasi.
4) Lingkungan Belajar dan Sistem Pengelolaan
Lingkungan belajar untuk cooperative learning dicirikan oleh
proses demokrasi dan peran aktif pembelajar dalam menentukan apa
yang harus dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Pembelajar
menerapkan suatu struktur tingkat tinggi dalam pembentukan
kelompok dan mendefinisikan semua prosedur, namun pembelajar
diberi kebebasan dalam mengendalikan dari waktu ke waktu di
dalam kelompoknya. Jika cooperative learning ingin menjadi sukses,
materi pembelajaran yang lengkap harus tersedia di berbagai sumber
17

belajar. Keberhasilan Juga menghendaki syarat dari menjauhkan


kesalahan tradisional yaitu secara ketat mengelola tingkah laku
pembelajar dalam kerja kelompok.10
Selain unggul dalam membantu pembelajar dalam menyelesaikan
konsep-konsep sulit, model ini sangat berguna untuk membantu
pembelajar menumbuhkan kemampuan kerjasama, berpikir kritis, dan
kemampuan membantu teman. Dalam buku Slavin digambarkan sebuah
diagram faktor-faktor yang mempengaruhi perolehan cooperative
learning, di mana dalam gambar tersebut dijelaskan tujuan kelompok
yang didasarkan pada pembelajaran anggota kelompok akan sampai pada
hasil pembelajaran maksimal.
Gambar 2.1
Model Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perolehan Pembelajaran dalam
Cooperative Learning

Penjelasan terperinci
(penjelasan oleh
teman)

Motivasi untuk Menjadikan teman


Tujuan kelompok mendorong teman
yang didasarkan sebagai model Pembelajaran
satu kelompok
pada pembelajaran untuk belajar
anggota kelompok
Perluasan kognitif

Praktik oleh teman

Pembenaran dan
koreksi oleh teman

10
Samsul, “Jurnal Model Pembelajaran Cooperative Learning”, dari
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:O0IwBDgeSlwJ:www.unjabisnis.com/20
10/04/jurnal-model-pembelajaran-kooperatif-
learning.html+tujuan+pembelajaran+kooperatif&cd=10&hl= id&ct=clnk&gl=id, 08 April 2010
18

c. Karakteristik Cooperative Learning


Cooperative learning berbeda dengan strategi pembelajaran yang
lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang
lebih menekankan kepada proses kerja sama dalam kelompok. Tujuan
yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian
penguasaan bahan pelajaran, tetapi ada juga unsur hubungan sosial
dalam proses pengerjaan tugas.
Adapun karakteristik dari cooperative learning, dijelaskan di
bawah ini:
1) Pembelajaran secara tim
Johnson menyatakan:
“cooperative learning is the instructional use of small groups so
that student's work together to achieve shared goals. In
cooperative learning groups, students are given two
responsibilities: to learn the assigned material and to make sure
that all other group memberis do likewise.”11

Cooperative learning adalah penggunaan pembelajaran kelompok


kecil sehingga siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.
Dalam kelompok cooperative learning, siswa diberi dua tanggung
jawab: untuk mempelajari materi yang ditugaskan dan untuk
memastikan bahwa semua anggota kelompok lainnya melakukan hal
yang sama.
Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena
itu, harus mampu membuat setiap siswa belajar. Seluruh anggota tim
(anggota kelompok) harus saling membantu untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Untuk itulah, kriteria keberhasilan pembelajaran
ditentukan oleh keberhasilan tim itu sendiri.

11
Fathi Ashtiani, “A Comparison of the Cooperative Learning Model and Traditional
Learning Model on Academic Achievement”, dari:
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:P3
Tb0MUJMZ4J:scialert.net/fulltext/%3Fdoi%3Djas.2007.137.140+slavin+say+cooperative+learnin
g+is+meaning&cd=7&hl=id&ct=clnk&gl=id. Diakses pada tanggal 15 Oktober 2010
19

2) Didasarkan pada manajemen kooperatif


Sebagaimana pada umumnya, manajemen mempunyai empat
fungsi pokok, yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi
pelaksanaan, dan fungsi kontrol. Demikan juga pada cooperative
learning. Fungsi perencanaan menunjukkan bahwa cooperative
learning memerlukan perencanaan yang matang agar proses
pembelajaran berjalan secara efektif. Fungsi pelaksanaan
menunjukkan bahwa cooperative learning harus dilaksanakan sesuai
dengan perencanaan, melalui langkah-langkah pembelajaran yang
sudah ditentukan termasuk ketentuan-ketentuan yang sudah
disepakati bersama. Fungsi organisasi menunjukkan bahwa dalam
cooperative learning adalah pekerjaan bersama antar setiap anggota
kelompok, oleh sebab itu perlu diatur tugas dan tanggung jawab
setiap anggota kelompok. Fungsi kontrol menunjukkan bahwa dalam
cooperative learning perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik
melalui tes maupun nontes.
3) Kemauan untuk bekerja sama
Keberhasilan cooperative learning ditentukan oleh
keberhasilan secara kelompok. Oleh sebab itu, prinsip bekerja sama
perlu ditekankan dalam proses cooperative learning. Setiap anggota
kelompok bukan saja harus diatur tugas dan tanggung jawab masing-
masing, akan tetapi juga ditanamkan perlunya saling membantu.
4) Keterampilan bekerja sama
Kemauan untuk bekerjasama itu kemudian dipraktikan melalui
aktivitas dan kegiatan yang tergambarkan dalam keterampilan
bekerja sama. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau
dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain.12

12
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:
Kencana, 2007), cet. ke-2, h. 242-244
20

d. Unsur-unsur Cooperative Learning


Roger dan Daviv Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja
kelompok dapat dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil
yang maksimal, lima unsur model cooperative learning yang harus
diterapkan, yakni:
1) Saling Ketergantungan Positif
Dalam buku Louis Cohen et.al dijelaskan bahwa:
“cooperative learning requires the structuring of positive
interdependence, such that the successful outcome is only
achievable throught such interdependence and requires face-
to-face interaction with individual and group
13
accountability.”

Pembelajaran kooperatif memerlukan adanya saling ketergantungan


positif, sehingga menghasilkan kesuksesan yang hanya dapat dicapai
dengan pikiran saling ketergantungan tersebut dan membutuhkan
interaksi tatap muka dengan akuntabilitas individu dan kelompok.
Unsur ini merupakan hubungan timbal balik yang didasari
adanya kepentingan yang sama atau perasaan diantara anggota
kelompok dimana keberhasilan seseorang merupakan keberhasilan
yang lain pula atau sebaliknya. Untuk menciptakan kelompok kerja
yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas dengan sedemikian rupa
sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya
sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka. Kondisi seperti
ini memungkinkan setiap siswa merasa adanya ketergantungan
secara positif pada anggota kelompok lainnya dalam mempelajari
dan menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya,
yang mendorong setiap anggota untuk bekerja sama.
2) Tanggung Jawab Perseorangan
Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama.
Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model

13
Louis Cohen, et.al, A Guide to Teaching Practice, (New York: RoutledgeFalmer, 2004),
ed. ke-5, h. 179.
21

Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk


melakukan yang terbaik.
3) Tatap Muka
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu
muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para
pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua
anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada
hasil pemikiran satu kepala saja. Lebih jauh lagi, hasil kerja sama ini
jauh lebih besar daripada jumlah hasil masing-masing anggota.
Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan,
memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing.
Sinergi tidak dapat didapatkan begitu saja dalam sekejap, tetapi
merupakan proses kelompok yang cukup panjang. Para anggota
kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal dan
menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi
pribadi.
4) Komunikasi Antar anggota
Unsur ini juga menghendaki agar para pembelajar dibekali
dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan
siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara
berkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai keahlian
mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok juga
bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling
mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan
pendapat mereka.
5) Evaluasi Proses Kelompok
Pengajar perlu menjadwalkan khusus bagi kelompok untuk
mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka
agar selanjutnya dapat bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu
evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok,
22

tetapi dapat diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali


pembelajar terlibat dalam kegiatan Cooperative Learning.14

e. Teknik-teknik Cooperative Learning


Dalam pembelajaran ini, terdapat beberapa teknik yang dapat
digunakan dalam proses belajar mengajar di kelas, yaitu:
1) Teknik Mencari Pasangan (Make a Match), yaitu teknik yang
dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan
teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai
suatu konsep atau topic dalam suasana yang menyenangkan.
Teknik ini dapat digunakan dalam semua pelajaran dan untuk
semua tingkatan usia anak didik.
2) Teknik Bertukar Pasangan, teknik ini memberi siswa kesempatan
untuk bekerja sama dengan orang lain. Teknik ini dapat digunakan
dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia.
3) Teknik Berpikir-Berpasangan-Berempat, teknik yang
dikembangkan oleh Frank Lyman (Think-Pair-Share) dan Spencer
Kagan (Think-Pair-Square) sebagai struktur kegiatan pembelajaran
Cooperative Learning. Teknik ini memberi siswa kesempatan untuk
bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan lain
dari teknik ini adalah optimalisasi partisipasi siswa. Teknik ini dapat
digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan
usia.
4) Teknik Berkirim Salam dan Soal, teknik ini memberi siswa
kesempatan untuk melatih pengetahuan dan keterampilan mereka.
Siswa membuat pertanyaan sendiri sehingga akan merasa lebih
terdorong untuk belajar dan menjawab pertanyaan yang dibuat oleh
teman-teman sekelasnya. Teknik ini cocok untuk persiapan
menjelang ujian. Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata
pelajaran dan untuk semua tingkatan usia.

14
Lie, Cooperative Learning: Mempraktikan Cooperative…, h. 31-35
23

5) Teknik Kepala Bernomor (Numbered Heads), teknik ini


dkembangkan oleh Spencer Kagan (1992). Teknik ini memberiikan
kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan
mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik
ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja
sama mereka. Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata
pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.
6) Teknik Kepala Bernomor Terstruktur, teknik ini sebagai modifikasi
Kepala Bernomor yang dipakai oleh Spencer Kagan. Teknik
Kepala Bernomor Terstruktur ini memudahkan pembagian tugas.
Dengan teknik ini, siswa belajar melaksanakan tanggung jawab
pribadinya dalam saling keterkaitan dengan rekan-rekan
kelompoknya. Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata
pelajaran dan semua untuk semua tingkatan usia anak didik.
7) Teknik Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray), teknik ini
dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992) dan dapat digunakan
bersama dengan Teknik Kepala Bernomor. Teknik ini dapat
digunakan dalam semua mata pelajaran dan semua tingkatan usia
anak didik. Sruktur teknik ini memberi kesempatan kepada
kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan
kelompok lain.
8) Teknik Keliling Kelompok, dalam kegitan Keliling Kelompok,
masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk
memberiikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan
pemikiran anggota lain. Teknik ini dapat digunakan dalam semua
mata pelajaran dan semua tingkatan usia anak didik.
9) Teknik Kancing Gemerincing, dalam kegiatan Kancing
Gemerincing, masing-masing anggota kelompok mendapatkan
kesempatan untuk memberiikan kontribusi mereka dan
mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota lain. Keunggulan
dari teknik ini adalah untuk mengatasi hambatan pemerataan
24

kesempatan yang sering mewarnai kerja kelompok. Teknik ini


dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan semua tingkatan
usia anak didik.
10) Teknik Keliling Kelas, Teknik ini dapat digunakan dalam semua
mata pelajaran dan semua tingkatan usia anak didik. Namun, jika
digunakan untuk anak-anak tingkat dasar, teknik ini perlu disertai
dengan manajemen kelas yang baik supaya tidak terjadi kegaduhan.
Dalam kegiatan kelas, masing-masing kelompok mendapatkan
kesempatan untuk memamerkan hasil kerja mereka dan melihat
hasil kerja kelompok lain.
11) Teknik Lingkaran Kecil Lingkaran Besar (Inside-Outside Circle),
teknik ini dikembangkan oleh Spencer Kagan untuk memberiika
kesempatan kepada siswa agar saling berbagi informasi pada saat
yang bersamaan. Pendekatan ini dapat digunakan dalam mata
pelajaran, seperti ilmu pengetahuan sosial, agama, matematika, dan
bahasa. Bahan pelajaran yang cocok digunakan dengan teknik ini
adalah bahan yang membutuhkan pertukaran pikiran dan informasi
antarsiswa.
12) Teknik Tari Bambu, teknik ini sebagai modifikasi Kecil Lingkaran
Besar (Inside-Outside Circle). Salah satu keunggulan teknik ini
adalah adanya struktur yang jelas dan memungkinkan siswa untu
berbagi dengan pasangan yang berbeda dengan sisngkat dan
teratur. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam
suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk
mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan
berkomunikasi.
13) Teknik Jigsaw, teknik ini dikembangkan oleh Aronson et al.
sebagai metode Cooperative Learning. Teknik ini menggabungkan
kegiatan membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara.
Pendekatan ini dapat pula digunakan dalam beberapa mata
pelajaran, seperti ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial,
25

matematika, agama, dan bahasa. Teknik ini cocok untuk semua


kelas atau tingkatan.
14) Teknik Bercerita Berpasangan (Paired Storytelling), teknik ini
dikembangkan sebagai pendekatan interaktif antara siswa,
pengajar, dan bahan pelajaran. Teknik ini menggabungkan kegiatan
membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara. Bahan pelajaran
yang paling cocok digunakan dengan teknik ini adalah bahan yang
bersifat naratif dan deskriptif. Namun, hal ini tidak menutup
kemungkinan dipakainya bahan-bahan yang lainnya.15

f. Pengelolaan Kelas Cooperative Learning


Pengelolaan kelas model cooperative learning ini bertujuan untuk
membina pembelajar dalam mengembangkan niat dan kiat bekerja sama
dan berinteraksi dengan pembelajar yang lainnya. Ada tiga hal penting
yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas model cooperative
learning, yakni:
1) Pengelompokan
Pengelompokan heterogenitas (kemacamragaman) merupakan
cirri-ciri yang menonjol dalam model cooperative learning.
Kelompok heterogenitas dapat dibentuk dengan memperhatikan
keanekaragaman gender, latar belakang agama sosio-ekonomi dan
etnik, serta kemampuan akademis. Dalam hal kemampuan akademis,
kelompok pembelajaran cooperative learning bisaanya terdiri dari
satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan
kemampuan sedang, dan satu lainnya dari kelompok kemampuan
akademis kurang.
Secara umum, kelompok heterogen disukai oleh para guru
yang telah menggunakan model cooperative learning karena
beberapa alasan. Pertama, kelompok heterogen memberiikan
kesempatan untuk saling mengajar (peer tutoring) dan saling

15
Lie, Cooperative Learning: Mempraktikan Cooperative…, h. 54-70
26

mendukung. Kedua, kelompok ini meningkatkan relasi dan interaksi


antar ras, agama, etnik, dan gender. Terakhir, kelompok heterogen
memudahkan pengelolaan kelas karena dengan adanya satu orang
yang berkemampuan akademis tinggi, guru mendapatkan satu asisten
untuk setiap tiga orang.
2) Semangat cooperative learning
Agar kelompok dapat bekerja secara efektif dalam proses
cooperative learning, masing-masing anggota kelompok perlu
mempunyai semangat cooperative learning (gotong royong).
Semangat cooperative learning ini tidak dapat diperoleh dalam
sekejap. Semangat ini dapat dirasakan dengan membina niat dan kita
siswa dalam bekerja sama dengan siswa-siswa yang lainnya.
Menurut Anita Lie dalam bukunya, niat dan kiat siswa dapat
dibina dengan beberapa kegiatan yang dapat membuat relasi masing-
masing anggota kelompok lebih erat seperti dibawah ini:
a) Kesamaan kelompok
Kelompok akan merasa bersatu jika mereka dapat
menyadari kesamaan yang mereka punyai. Kesamaan ini tidak
berarti menyeragamkan semua keinginan, minat, dan
kemampuan anggota kelompok. Justru kesamaan ini untuk dapat
melihat persamaan yang mereka punyai, masing-masing anggota
kelompok harus dapat melihat keunikan rekan-rekannya yang
lain terlebih dahulu. Beberapa kegiatan dapat dilakukan guru
untuk memberiikan kesempatan kepada para siswa agar lebih
mengenal satu sama lain dengan lebih baik dan akrab, misalnya
kegiatan wawancara kelompok atau dengan mengadakan game
perkenalan.
b) Identitas kelompok
Berdasarkan kesamaan mereka, kelompok dapat
merundingkan nama yang tepat untuk kelompok mereka.
Mengenai identitas kelompok ini sebenarnya hanya sebagai
27

tambahan jika diperlukan agar lebih semangat dan akrab dalam


perkelompokan.
c) Sapaan dan sorak kelompok16
Untuk lebih tercipta semangat dari tiap kelompok, siswa
dapat ditugaskan untuk menciptakan sapaan dan sorak khas
kelompok. Siswa dapat didorong mengembangkan kreatifitas
mereka dengan menciptakan cara menyapa rekan-rekan dalam
satu kelompok yang disesuaikan dengan identitas kelompok
mereka sebelumnya.

3) Penataan ruang kelas17


Dalam model cooperative learning, siswa juga bisa belajar dari
sesama teman dan guru hanya berperan sebagai fasilitator, seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya. Maka, dalam penataan ruang
kelas juga perlu ditata sedemikian rupa sehingga menunjang
pembelajaran cooperative learning. Tentu saja, keputusan guru
dalam penataan ruang ini harus disesuaikan dengan kondisi dan
situasi ruang kelas dan sekolah.
Tujuan utama penataan lingkungan fisik kelas adalah
mengarahkan kegiatan siswa dan mencegah munculnya tingkah laku
siswa yang tidak yang tidak diharapkan melalui penataan tempat
duduk, perabot, dan barang-barang lainnya yang ada di dalam kelas,
sehingga memungkinkan terjadinya interaksi aktif antara siswa dan
guru serta antar siswa, dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu
penataan kelas harus memungkinkan guru dapat memantau semua
tingkah laku siswa sehingga dapat dicegah munculnya masalah
disiplin. Melalui penataan kelas, diharapkan siswa dapat
memusatkan perhatiannya dalam proses pembelajaran dan akan

16
Lie, Cooperative Learning: Mempraktikan Cooperative…, h. 48-51
17
Lie, Cooperative Learning: Mempraktikan Cooperative…, h. 38-39
28

bekerja secara efektif.18 Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan


adalah:
a) ukuran ruang kelas,
b) jumlah siswa,
c) tingkat kedewasaan siswa,
d) toleransi guru dan kelas sebelah terhadap kegaduhan dan lalu
lalangnya siswa,
e) toleransi masing-masing siswa terhadap kegaduhan dan lalu
lalangnya siswa lain,
f) pengalaman guru dalam melaksanakan model cooperative
learning,
g) Pengalaman siswa dalam melaksanakan model cooperative
learning.19
Dalam model cooperative learning, penataan ruang kelas perlu
memperhatikan prinsip-prinsip tertentu. Bangku perlu ditata
sedemikian rupa sehingga semua siswa bisa melihat guru/papan tulis
dengan jelas, bisa melihat rekan-rekan kelompoknya dengan baik,
dan berada dalam jangkauan kelompoknya dengan merata. Kelompok
bisa dekat satu sama lain, tetapi tidak mengganggu kelompok yang
lain dan guru bisa menyediakan sedikit ruang kosong di salah satu
bagian kelas untuk kegiatan lain.
Pendekatan yang paling efektif terhadap manajemen kelas bagi
pembelajaran kooperatif adalah untuk menciptakan sebuah sistem
penghargaan positif yang didasarkan pada kelompok. Guru
memberiikan perhatian terhadap perilaku kelompok yang
diinginkannya di dalam kelas. Dengan segera kelompok lainnya akan
menjadikan kelompok yang menerima perhatian positif dari guru
tersebut sebagai model.

18
Abdul Majid, Pengelolaan Kelas, dari:
http://santridaruz.blogspot.com/2008/05/pengelolaan-kelas.html, diakses pada tanggal 13 Oktober
2010
19
Lie, Cooperative Learning: Mempraktikan Cooperative…, h. 52
29

Unsur penting lainnya dalam sebuha sistem manajemen


pembelajaran kooperatif yang baik adalah harapan yang jelas. Guru
perlu mendefinisikan dengan jelas dan sebelum kegiatan dimulai
sikap-sikap yang perlu diterapkan untuk memfungsikan kelas dengan
baik, dan sikap-sikap seperti apa yang akan dihargai. Sikap yang
dihargai maksudnya seperti memberi perhatian penuh jika guru
menerangkan, memberi bantuan ekstra kepada teman, kooperatif
dengan teman satu tim, perhatian terhadap kebutuhan opini, dll.20

2. Sejarah Kebudayaan Islam


a. Pengertian Sejarah Kebudayaan Islam
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sejarah adalah “Ilmu
pengetahuan atau uraian tentang peristiwa-peristiwa yang benar-benar
terjadi di masa lampau”.21 Kebudayaan adalah “Hasil kegiatan dan
penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti kepercayaan, kesenian,
dan adat istiadat”.22
Dalam kurikulum Madrasah Tsanawiyah mata pelajaran sejarah
kebudayaan Islam adalah salah satu bagian mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam yang diarahkan untuk menyiapkan peserta didik untuk
mengenal, memahami, menghayati sejarah kebudayaan Islam, yang
kemudian menjadi dasar pandangan hidupnya (way of life) melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengalaman dan
kebisaaan.23
Sejarah Kebudayaan Islam di MTs merupakan salah satu mata
pelajaran yang menelaah tentang asal-usul, perkembangan, peranan
kebudayaan/peradaban Islam dan para tokoh yang berprestasi dalam

20
Slavin, Cooperative Learning: Teori,…, h. 258-260
21
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta; Balai
Pustaka, 2007), ed. ke-3, cet. ke- 4, h. 1011
22
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar…, h. 170
23
Latifah, “Efektifitas Pelaksanaan Quantum Learning untuk meningkatkan Hasil Belajar
Sejarah Kebudayaan Islam”, Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta:
Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009), h. 13
30

sejarah Islam di masa lampau, mulai dari perkembangan masyarakat


Islam pada masa Nabi Muhammad SAW dan Khulafaurrasyidin, Bani
ummayah, Abbasiyah, Ayyubiyah sampai perkembangan Islam di
Indonesia. Secara substansial, mata pelajaran Sejarah Kebudayan
Islam memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta
didik untuk mengenal, memahami, menghayati sejarah kebudayaan
Islam, yang mengandung nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan
untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap, watak, dan kepribadian
peserta didik.24
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Sejarah
Kebudayaan Islam merupakan salah satu bagian dari cabang ilmu
Pendidikan Agama Islam di madrasah yang di dalamnya membahas
tentang peristiwa-peristwa penting, peradaban Islam serta tokoh-tokoh
populernya dalam Sejarah Kebudayaan Islam agar tertanamnya nilai-
nilai kepahlawanan dan keilmuan dalam diri peserta didik.
Pembelajaran sejarah kebudayaan Islam mempunyai tiga fungsi
dasar, sebagai berikut:
4) Fungsi edukatif, yaitu melalui sejarah peserta didik ditanamkan
untuk mengakkan nilai, prinsip, sikap hidup yang luhur dan Islami
dalam menjalankan hidup sehari-hari.
5) Fungsi keilmuan, yaitu melalui sejarah peserta didik akan
memperoleh pengetahuan yang memadai tentang masa lalu Islam
dan kebudayaan.
6) Fungsi transformasi, yaitu sejarah merupakan salah satu sumber
yang sangat penting dalam rancang transformasi masyarakat.25

b. Tujuan Belajar Sejarah Kebudayaan Islam di MTs


Mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MTs bertujuan
agar peserta didik memiliki kemampuan-kemampuan sebagai berikut:26
24
http://www.scribd.com/doc/11712482/08Lampiran-3bBab-Vii-Sk-Kd-Pai-Dan-Bhs-
Arab-Tk-MTs. diakses pada tanggal 15 Oktober 2010
25
Latifah, “Efektifitas Pelaksanaan Quantum Learning…, h. 14
31

1) Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya


mempelajari landasan ajaran, nilai-nilai dan norma-norma Islam
yang telah dibangun oleh Rasulullah saw dalam rangka
mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam.
2) Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan
tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini,
dan masa depan.
3) Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah
secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah.
4) Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap
peninggalan sejarah Islam sebagai bukti peradaban umat Islam di
masa lampau.
5) Mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengambil ibrah
dari peristiwa-peristiwa bersejarah (Islam), meneladani tokoh-tokoh
berprestasi, dan mengaitkannya dengan fenomena sosial, budaya,
politik, ekonomi, iptek dan seni, dan lain-lain untuk
mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam.

c. Ruang Lingkup Sejarah Kebudayaan Islam di MTs


Ruang lingkup Sejarah Kebudayan Islam di Madrasah
Tsanawiyah meliputi:27
1) Pengertian dan tujuan mempelajari sejarah kebudayaan Islam
2) Memahami sejarah Nabi Muhammad SAW periode Makkah
3) Memahami sejarah Nabi Muhammad SAW periode Madinah
4) Memahami peradaban Islam pada masa Khulafaurrasyidin
5) Perkembangan masyarakat Islam pada masa Dinasti Bani Umaiyah
6) Perkembangan masyarakat Islam pada masa Dinasti Bani
Abbasiyah

26
http://www.scribd.com/doc/11712482/08Lampiran-3bBab-Vii-Sk-Kd-Pai-Dan-Bhs-Arab-
Tk-MTs. diakses pada tanggal 15 Oktober 2010
27
http://www.scribd.com/doc/11712482/08Lampiran-3bBab-Vii-Sk-Kd-Pai-Dan-Bhs-Arab-
Tk-MTs. diakses pada tanggal 15 Oktober 2010
32

7) Perkembangan masyarakat Islam pada masa Dinasti Al-Ayyubiyah


8) Memahami perkembangan Islam di Indonesia

d. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Sejarah Kebudayaan Islam


Dalam hal ini peneliti akan menjabarkan seluruh SK-KD
Sejarah Kebudayaan Islam secara keseluruhan dari kelas VII, VIII, dan
IX, yaitu28:
Tabel 2.2
Kelas VII semester I
STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR
1.1 Menjelaskan pengertian
1. Memahami sejarah kebudayaan Islam
kebudayaan Islam 1.2 Menjelaskan tujuan dan manfaat
mempelajari sejarah kebudayaan
Islam
1.3 Mengidentifikasi bentuk/wujud
kebudayaan Islam
2. Memahami sejarah Nabi 2.1 Mendeskripsikan misi Nabi
Muhammad SAW periode Muhammad SAW sebagai rahmat
Makkah bagi alam semesta, pembawa
kedamaian, kesejahteraan, dan
kemajuan masyarakat
2.2 Mengambil ibrah dari misi Nabi
Muhammad SAW sebagai rahmat
bagi alam semesta, pembawa
kedamaian,
kesejahteraan, dan kemajuan
masyarakat untuk masa kini dan
yang akan datang
2.3 Meneladani perjuangan Nabi
Muhammad dan para sahabat
dalam menghadapi masyarakat
Makkah

3. Memahami sejarah Nabi 3.1 Mendeskripsikan sejarah Nabi


Muhammad SAW periode Muhammad SAW dalam
Madinah membangun masyarakat melalui
kegiatan ekonomi dan
28
http://www.scribd.com/doc/11712482/08Lampiran-3bBab-Vii-Sk-Kd-Pai-Dan-Bhs-Arab-
Tk-MTs. diakses pada tanggal 15 Oktober 2010
33

STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR


perdagangan
3.2 Mengambil ibrah dari misi Nabi
Muhammad SAW dalam
membangun masyarakat melalui
kegiatan ekonomi dan
perdagangan untuk masa kini dan
yang akan datang
3.3 Meneladani semangat perjuangan
Nabi dan para sahabat di Madinah

Tabel 2.3
Kelas VII semester II
STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR
1. Memahami sejarah 1.1 Menceritakan berbagai prestasi
perkembangan Islam pada yang dicapai oleh
masa Khulafaurrasyidin Khulafaurrasyidin
1.2 Mengambil ibrah dari prestasi-
prestasi yang dicapai oleh
Khulafaurrasyidin untuk masa
kini dan yang akan datang
1.3 Meneladani gaya kepemimpinan
Khulafaurrasyidin

2. Memahami perkembangan 2.1 Menceritakan sejarah berdirinya


Islam pada masa Bani daulah Amawiyah
Umaiyah 2.2 Mendeskripsikan perkembangan
kebudayaan/peradaban Islam
pada masa Bani Umaiyah
2.3 Mengidentifikasi tokoh ilmuwan
muslim dan perannya dalam
kemajuan kebudayaan/peradaban
Islam pada masa Bani Umaiyah
2.4 Mengambil ibrah dari
perkembangan
kebudayaan/peradaban Islam
pada masa Bani Umaiyah untuk
masa kini dan yang akan datang
2.5 Meneladani kesederhanaan dan
kesalihan Umar bin abdul Aziz
34

Tabel 2.4
Kelas VIII semester I
STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR
1. Memahami perkembangan 1.1 Menceritakan sejarah berdirinya
Islam pada masa Bani Daulah Abbasiyah
Abbasiyah 1.2 Mendeskripsikan perkembangan
kebudayaan/peradaban Islam pada
masa Bani Abbasiyah
1.3 Mengidentifikasi tokoh ilmuwan
muslim dan perannya dalam
kemajuan kebudayaan/peradaban
Islam pada masa Bani Abbasiyah
1.4 Mengambil ibrah dari
perkembangan
kebudayaan/peradaban Islam pada
masa Bani Abbasiyah untuk masa
kini dan yang akan datang
1.5 Meneladani ketekunan dan
kegigihan Bani Abbasiyah

Tabel 2.5
Kelas VIII semester II
STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR
2. Memahami perkembangan 2.1 Menceritakan sejarah berdirinya
Islam pada masa Dinasti Al Dinasti al-Ayyubiyah
Ayyubiyah 2.2 Mendeskripsikan perkembangan
kebudayaan/peradaban Islam pada
masa Dinasti al-Ayyubiyah
2.3 Mengidentifikasi tokoh ilmuwan
muslim dan perannya dalam
kemajuan kebudayaan/peradaban
Islam pada masa Dinasti Al
Ayyubiyah
2.4 Mengambil ibrah dari
perkembangan
kebudayaan/peradaban Islam pada
masa Dinasti al-Ayyubiyah untuk
masa kini dan yang akan datang
2.5 Meneladani sikap keperwiraan
Shalahuddin al-Ayyubi
35

Tabel 2.6
Kelas IX semester I
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1. Memahami perkembangan 1.1 Menceritakan sejarah masuknya
Islam di Indonesia Islam di Nusantara melalui
perdagangan, sosial, dan
pengajaran
1.2 Menceritakan sejarah beberapa
kerajaan Islam di Jawa, Sumatera,
dan Sulawesi
1.3 Mengidentifikasi para tokoh dan
perannya dalam perkembangan
Islam di Indonesia
1.4 Meneladani semangat para tokoh
yang berperan dalam
perkembangan Islam di Indonesia

Tabel 2.7
Kelas IX semester II
STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR
1. Memahami sejarah tradisi 1.1 Menceritakan seni budaya lokal
Islam Nusantara sebagai bagian dari tradisi Islam
1.1 Memberikan apresiasi terhadap
tradisi dan upacara adat kesukuan
Nusantara

3. Aktivitas Belajar
a. Pengertian Aktivitas
Aktivitas belajar merupakan segala kegiatan yang dilakukan
dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan
belajar. Aktivitas yang dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada
siswa, sebab dengan adanya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran
terciptalah situasi belajar aktif.,
Sardiman AM (2004), yang menganggap bahwa sekolah adalah
salah satu pusat kegiatan belajar karena merupakan arena untuk
36

mengembangkan aktivitas.29 J. Dewey sendiri juga menegaskan bahwa


sekolah harus dijadikan tempat kerja. Sehubungan dengan itu, ia
menganjurkan pengembangan metode-metode proyek, problem
solving, yang merangsang anak didik untuk melakukan kegiatan,
dengan semboyan yang ia populerkan yaitu learning by doing.30
Aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun
mental. Dalam kegiatan belajar mengajar kedua aspek itu harus selalu
berkaitan. Sebagai contoh, seseorang itu sedang belajar dengan
membaca. Secara fisik keliahatan bahwa orang tersebut membaca
menghadapi suatu buku, tetapi mungkin pikiran dan sikap mentalnya
tidak tertuju pada buku yang dibaca. Ini menunjukkan tidak ada
keserasian antara aktivitas fisik dengan aktivitas mental. Sehubungan
dengan hal tersebut, Piaget menerangkan bahwa seseorang anak itu
berpikir sepanjang berbuat. Tanpa perbuatan berarti anak itu tidak
berpikir. Oleh karena itu, agar anak berpikir sendiri, maka harus diberi
kesempatan untuk berbuat sendiri. Berpikir pada taraf verbal baru akan
timbul setelah anak itu berpikir pada taraf perbuatan.31
Dengan mengemukakan beberapa kutipan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah segala kegiatan siswa di
kelas dalam proses pembelajaran baik itu kegiatan yang bersifak fisik
maupun mental. Jelas bahwa dalam kegiatan belajar, subjek didik/siswa
harus aktif berbuat. Dengan kata lain, bahwa dalam belajar sangat
diperlukan adanya aktivitas. Tanpa aktivitas, proses belajar tidak
berlangsung dengan baik.

b. Tujuan Pembelajaran yang Berorientasikan pada Aktivitas Siswa


Pembelajaran yang menekankan kepada aktivitas siswa secara
optimal untuk memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik secara seimbang.

29
Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo,
2007), h. 100
30
Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi..., h. 97
31
Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi..., h. 100
37

Pembelajaran yang berorientasikan pada aktivitas siswa bertujuan


untuk membantu peserta didik agar dapat belajar mandiri dan kreatif,
sehingga ia dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap
yang menunjang terbentuknya kepribadian yang mandiri. Secara khusus
pembelajaran yang berorientasikan pada aktivitas ini bertujuan, pertama
meningkatkan kualitas pembelajaran agar lebih bermakna. Artinya
siswa tidak hanya dituntut untuk menguasai sejumlah informasi, akan
tetapi bagaimana memanfaatkan informasi itu untuk kehidupannya.
Kedua, mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya. Artinya,
diharapkan bukan hanya kemampuan intelektual saja yang berkembang
akan tetapi seluruh pribadi siswa termasuk sikap dan mental.32

c. Macam-macam Aktivitas
Oemar Hamalik mengatakan dalam bukunya, “pengajaran yang
efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri
atau melakukan aktivitas sendiri”.33 Mengingat aktivitas belajar tersebut
merupakan credit point siswa dalam mencapai nilai yang baik.
Beberapa contoh aktivitas belajar, meliputi34:
a. Mendengarkan
b. Memandang
c. Meraba, membau, dan mencicipi/mengecap
d. Menulis atau mencatat
e. Membaca
f. Membuat ikhtisar atau ringkasan dan menggaris bawahi
g. Mengamati tabel-tabel, diagram-diagram dan bagan-bagan
h. Menyusun paper atau kertas kerja
i. Mengingat

32
Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, ( Jakarta: Kencana, 2008),
cet. ke-1, h. 181
33
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 171
34
Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991),
cet. 1, h. 125-129
38

j. Berpikir
k. Latihan atau praktek
Paul B Dierdrich (2007) membuat suatu daftar yang berisi 177
macam kegiatan siswa yang merupakan jenis-jenis aktivitas antara
lain35:
1) Visual activities seperti: membaca, memperhatikan, menggambar,
mendemonstrasikan, percobaan pekerjaan orang lain.
2) Oral activities seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya,
memberii saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan interview,
diskusi, interupsi.
3) Listening activities seperti: mendengarkan uraian, percakapan
diskusi, pidato.
4) Writing activities seperti: menulis cerita, karangan, laporan, tes,
angket, menyalin.
5) Drawing activities seperti: menggambar, membuat grafik, peta
diagram, pola.
6) Motor activities seperti: melakukan percobaan, membuat konstruksi,
model mereparasi, bermain, berkebun, memelihara binatang.
7) Mental activities seperti: menanggap, mengingat, memecahkan soal,
menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan.
8) Emotional activities seperti: menaruh minat, merasa bosan, gembira,
berani, tenang, gugup.
Terkait dengan judul yang akan diteliti, maka dalam penelitian ini
hanya akan dibahas beberapa aktivitas. Penelitian ini akan lebih
cenderung kepada oral activities yaitu seperti menyatakan,
merumuskan, bertanya, mengeluarkan pendapat, diskusi. Namun dalam
pencapaian aktivitas itu juga didalamnya juga terkait 4 aktivitas lainnya
yaitu Visual activities, Listening activities, Writing activities, dan
Emotional activities.

35
Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi..., h. 101
39

d. Nilai Aktivitas dalam Pembelajaran


Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang
menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas
sendiri. Dengan melakukan aktivitas peserta didik dapat memperoleh
pengetahuan, pemahaman, dan aspek tingkah laku lainnya, serta
mengembangkan keterampilan yang bermakna untuk hidup di
masyarakat.
Penggunaan asas aktivitas besar nilainya bagi pembelajaran para
siswa, oleh karena:36
1) Para siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami
sendiri.
2) Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa
secara integral.
3) Memupuk kerja sama yang harmonis di kalangan siswa.
4) Para siswa bekerja menurut minat dan kemampuan sendiri.
5) Memupuk disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar menjadi
demokratis.
6) Mempererat hubungan sekolah dan masyarakat, dan hubungan antara
orang tua dengan guru.
7) Pengajaran diselenggarakan secara realistis dan konkret sehingga
mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis serta
menghindarkan verbalitas.
8) Pengajaran di sekolah menjadi hidup sebagaimana aktivitas dalam
kehidupan di masyarakat.

B. Kerangka Berpikir
Pendidikan merupakan usaha sadar mengembangkan manusia menuju
kedewasaan, baik kedewasaan intelektual, sosial, maupun kedewasaan moral.
Oleh karena itu, maka proses pendidikan bukan hanya mengembangkan
intelektual saja, akan tetapi mencakup seluruh potensi yang dimiliki anak
36
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar…, h. 175
40

didik. Dengan demikian, pendidikan pada dasarnya memberikan pengalaman


belajar untuk dapat mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki siswa,
melalui proses interaksi baik antara siswa, siswa dengan guru atau siswa
dengan lingkungan.
Belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan siswa, bukan sesuatu yang
dilakukan terhadap siswa. Pada masa kini, siswa tidak dapat menerima
pengetahuan dari guru atau kurikulum secara pasif. Dalam proses
pembelajaran siswa ditempatkan sebagai peserta yang dapat berinteraksi
secara aktif.
Walaupun sudah disadari bahwa siswa akan mendapatkan banyak
keuntungan dari diskusi yang mengaktifkan mereka, namun belum banyak
guru yang melakukannya, terutama dalam pembelajaran sejarah kebudayaan
Islam. Ada pula penerapan strategi yang sering digunakan untuk
mengaktifkan siswa adalah melibatkan siswa dalam diskusi dengan seluruh
kelas. Tetapi, strategi ini tidak terlalu efektif walaupun guru sudah berusaha
dan mendorong siswa berpartisipasi. Kebanyakan siswa terpaku menjadi
penonton sementara arena kelas dikuasai oleh hanya segelintir orang.
Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa
sehingga siswa mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain.
Oleh karena itu, pengajar perlu menciptakan suasana sedemikian rupa
sehingga siswa bekerja sama secara gotong royong dalam pengerjaan tugas
mereka.
Maka dari itu, cooperative learning yang merupakan salah satu model
pembelajaran yang sengaja diciptakan dengan tujuan pokok yaitu interaksi
siswa dalam proses pengajaran, sepertinya cocok bila diterapkan dalam
pembelajaran sejarah kebudayaan Islam dalam meningkatkan aktivitas siswa
di kelas dalam proses pembelajaran.
41

C. Pengajuan Hipotesis Penelitian


Berdasarkan kerangka berpikir di atas, yang didukung oleh deskripsi
teoritis, maka penulis merumuskan sebuah hipotesis yang menyatakan bahwa:

Ha : “Terdapat pengaruh yang signifikan antara penerapan model


Cooperative Learning dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa
pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam”
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Variabel Penelitian
Variabel adalah objek penelitian yang bervariasi, atau apa yang menjadi
titik perhatian suatu penelitian.1 Dalam penelitian ini, peneliti membagi dalam
dua jenis variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat, dengan penjelasan
sebagai berikut:
1. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi, yaitu model
cooperative learning, yang diberi simbol sebagai variabel (X).
2. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi, yaitu aktivitas belajar
siswa pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MTs
Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang diberi simbol
sebagai variabel (Y).

B. Metode Penelitian
Metode yang digunakan oleh peneliti disini adalah metode penelitian ex
post facto. Ex post facto artinya “dari sesudah fakta”, ex post facto sebagai
metode penelitian yang menunjuk kepada perlakuan atau manipulasi variabel
bebas X telah terjadi sebelumnya sehingga peneliti tidak perlu memberikan

1
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, ( Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2006), cet. ke-16, h. 118

42
43

perlakuan lagi, tinggal melihat efeknya pada variabel terikat.2 Dalam


penelitian ini, perubahan dalam variabel bebas (penerapan model cooperative
learning) itu telah terjadi pada sekolah yang diteliti, dan peneliti harus
menyelidikinya secara introspeksi guna mengetahui kemungkinan
pengaruhnya terhadap variabel terikat (aktivitas belajar siswa SKI) yang
diamati.
Peneliti menggunakan penghitungan statistik korelasi yang bertujuan
untuk mencari hubungan antara dua variabel dan menjelaskan hasil penelitian
lewat interpretasi data. Dalam penelitian ini, peneliti ingin menyelidiki
pengaruh penerapan model cooperative learning terhadap aktivitas belajar
siswa dalam mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. Tujuan menggunakan
statistik guna menjawab permasalahan yang ada atau tidaknya hubungan
kedua variabel yang diteliti dan diprediksi tentang berapa besar kontribusi
variabel bebas terhadap variabel terikat.
Penelitian ini didasarkan pada pemahaman melalui library research
(penelitian kepustakaan) dan field research (penelitian lapangan).
1. Penelitian kepustakaan
Melalui kepustakaan ini, peneliti berusaha mengkaji beberapa buku
yang berkaitan dengan judul penelitian, dalam rangka menyusun landasan
teori penelitian yang telah dilakukan.
2. Penelitian lapangan
Penelitian ini dilakukan dengan cara mendatangi langsung ke tempat
obyek penelitian yaitu Madrasah Tsanawiyah Pembangunan UIN Jakarta,
karena penelitian ini memerlukan data-data dan fakta yang valid agar dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Dalam teknik penelitian, peneliti mengacu pada buku Pedoman
Penelitian Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

2
Nana Sudjana, Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan,(Bandung: Sinar Baru Offset,
1989), Cet.1, h. 56
44

C. Populasi dan Sampel


Populasi dan sampel merupakan salah satu unsur penting dalam suatu
penelitian. Yang dimaksud dengan populasi adalah keseluruhan subjek
penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam
wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi.3
Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh siswa yang ada di
MTs Pembangunan UIN Jakarta. Sedangkan populasi terjangkau dalam
penelitian ini adalah siswa MTs Pembangunan UIN Jakarta kelas IX tahun
ajaran 2010-2011 sebanyak 228 siswa, karena kelas IX inilah yang telah
menggunakan model cooperative learning secara maksimal pada mata
pelajaran sejarah kebudayaan Islam di sekolah itu.
Sampel adalah sebagian dari populasi terjangkau yang memiliki sifat
yang sama dengan populasi.4 Peneliti akan mengambil sampel dengan
menggunakan teknik simple random sampling. Dikatakan simple (sederhana)
karena pengambilan sampel anggota populasi dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Dinamakan random karena
peneliti mencampur subjek-subjek dalam populasi sehingga semua subjek
dianggap sama. Cara demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap
homogen.5 Suharsimi Arikunto mengatakan dalam bukunya jika jumlah
subyeknya besar (di atas 100 orang), dapat diambil antara 10-15 % atau 20-25
% atau lebih.6
Oleh karena itu, peneliti akan mengambil 15 % dari siswa kelas IX di
MTs Pembangunan UIN Jakarta yang terbagi menjadi 7 kelas, yaitu IX-1 s.d
IX-7. Dari sini peneliti akan mengambil dari masing-masing kelas sebanyak 4-
5 orang siswa atau siswi.

3
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian …,. h. 115
4
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian …, h. 117
5
Nuraida, Halid Alkaf, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Ciputat: Islamic Research
Publishing, 2009), cet. 1, h. 89
6
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian …, h. 134
45

Tabel 3.1
Data Populasi dan Sampel
No Kelas Jumlah Populasi Sampel
Siswa
1 IX 228 228 34

D. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan di MTs Pembangunan UIN Jakarta
yang beralamat di Jl. Ibnu Taimia IV Kompleks UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Adapun waktu penelitian dilakukan dari bulan Oktober hingga
selesai.

E. Teknik Pengumpulan Data


1. Observasi
Sebagai metode ilmiah, observasi biasa diartikan sebagai
pengamatan dan pencatatan dengan sistematik fenomena-fenomena yang
diselidiki.7 Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling
efektif adalah melengkapinya dengan format atau blangko pengamatan
sebagai instrumen. Format yang disusun berisi item-item tentang kejadian
atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi.8
Dalam hal ini peneliti mengadakan observasi langsung ke lapangan,
yaitu mengadakan pengamatan secara langsung ke MTs Pembangunan
UIN Jakarta untuk mengamati proses penerapan cooperative learning,
keadaan tempat belajar, guru, para siswa, serta fasilitas yang dimiliki dan
kepengurusan yayasan MTs Pembangunan UIN Jakarta tersebut.

7
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yoyakarta: Andi Offset, 1994), cet ke-20, h. 136.
8
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian..., h. 229
46

2. Wawancara
Wawancara yang biasa juga disebut dengan interview atau kuesioner
lisan adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara
(interviewer) untuk memperoleh informasi dari narasumber. Wawancara
digunakan oleh peneliti untuk menilai keadaan seseorang, misalnya untuk
mencari data variabel latar belakang murid, orang tua, pendidikan,
perhatian, sikap terhadap sesuatu. Secara garis besar ada dua macam
pedoman wawancara, yaitu:
a. Pedoman wawancara tidak terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang
hanya memuat garis besar yang akan ditanyakan. Tentu saja kreativitas
pewawancara sangat diperlukan, bahkan hasil wawancara dengan jenis
pedoman ini lebih banyak tergantung dari pewawancara.
Pewawancaralah sebagai pengemudi jawaban responden. jenis
wawancara ini cocok untuk penelitian kasus.
b. Pedoman wawancara terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang
disusun secara terperinci sehingga menyerupai check-list.
Pewawancara tinggal membubuhkan tanda ( √ ) pada nomor yang
sesuai.
Pedoman wawancara yang banyak digunakan adalah bentuk “semi
structured”. Dalam hal ini mula-mula interviewer menanyakan serentetatn
pertanyaan yang sudah terstruktur, kemudian satu per satu diperdalam
dalam mengorek keterangan lebih lanjut. Dengan demikian jawaban yang
diperoleh bias meliputi semua variabel, dengan keterangan yang lengkap
dan mendalam.9
Wawancara dalam penelitian ini berfungsi sebagai pelengkap yang
dilakukan dengan berdialog dan tanya jawab kepada guru bidang studi
Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) dan 4 orang siswa kelas IX di MTs
Pembangunan UIN Jakarta.

9
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian..., h. 155-227
47

3. Angket
Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang
pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui. Jenis angket yang digunakan oleh
peneliti adalah angket tertutup, yaitu angket yang sudah disediakan
jawabannya sehingga responden tinggal memilih.10 Maksudnya, angket
yang menghendaki jawaban pendek atau jawabannya diberikan dengan
membubuhkan tanda tertentu. Daftar pertanyaan disusun dengan disertai
alternatif jawabannya, responden diminta untuk memilih salah satu
jawaban atau lebih dari alternatif yang sudah disediakan. Untuk
mendapatkan data yang komperhensif, angket ini dibagikan kepada siswa-
siswi kelas MTs Pembangunan UIN Jakarta yang menjadi responden.
Angket tersebut berisi pertanyaan seputar penerapan model cooperative
learning yang dilaksanakan di MTs Pembangunan UIN Jakarta dan
kegiatan belajar mengajar (KBM) secara aktivitas pada proses
pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI).

F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh
peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan
hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga
lebih mudah diolah. Untuk mendapatkan hasil dari penelitian ini, maka
penelitian ini menggunakan dua jenis instrumen, yaitu angket dan pedoman
wawancara.
1. Angket
Angket ini bersifat tertutup, yaitu jawaban yang diberikan sudah
ditentukan terlebih dahulu dan responden tidak diberi kesempatan
memberikan jawab lain. Sedangkan alternatif jawaban yang digunakan

10
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian..., h. 151-152
48

adalah selalu (SL), sering (SR), kadang-kadang (KK), dan tidak pernah
(TP).
Adapun angket yang disebarkan dalam bentuk pernyataan dimana
15 butir pernyataan untuk variabel X (penerapan model cooperative
learning) dan 15 butir pernyataan untuk variabel Y (aktivitas belajar siswa
SKI), sehingga total seluruh pernyataan ada 30 butir.
Adapun kisi-kisi instrumen angket ini pada masing-masing variabel
adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2
Kisi-kisi Instrumen Angket Penelitian
Butir
Variabel Dimensi Indikator
Pernyataan
Penerapan a. Karakteristik  Belajar secara kerja kelompok 1
model cooperative  Kekompakan kerja kelompok 15
cooperative learning
learning b. Unsur-unsur  Prinsip saling membantu 4,14
cooperative  Tanggung jawab individu 13
 Hasil yang maksimal
learning 6,11
 Interaksi kelompok
c. Pengelolaan 10,12
 Pembagian kelompok oleh
kelas 3,5,7,8
guru
cooperative
 Semangat belajar cooperative
learning 2,9
learning

Aktivitas a. Visual activities  Membaca 17,20


belajar siswa  Memperhatikan 19
SKI b. Oral activities  Bertanya 21
 Menjawab 22,29
 Diskusi 30
 Mengeluarkan pendapat 26
 Mendengarkan
49

c. Listening  Menyimak 24
activities  Mencatat 16
 Mengerjakan tugas 28
d. Writing  Menaruh minat 18
act  Tidak Merasa bosan 23,25
ivit 27
ies

e. Emotional
activities

Setelah angket dibuat dan disebarkan kepada 34 siswa, lalu peneliti


akan melakukan uji coba instrumen dalam penelitian ini, yaitu uji validitas
dan uji reliabilitas.
a. Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat
kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid
atau sahih mempunyai validitas yang tinggi. Sebaliknya, instrumen
yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah.11
Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa
yang diinginkan. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat
mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi
rendahnya validitas instrument menunjukkan sejauh mana data yang
terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang validitas yang
dimaksud.12 Dalam melakukan kevalidan dalam tiap-tiap butir
instrumen angket ini, peneliti menggunakan rumus korelasi product
moment dari Pearson:

11
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian..., h. 168
12
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian..., h. 168-169
50

 x ' y '  (c
x ' )(c y ' )
rxy  N
( SDx ' )( SD y ' )

Keterangan:

 x' y ' = Jumlah hasil perkalian silang (product moment) antara:

frekuensi sel (f) dengan x‟ dan y‟


cx ' = Nilai korelasi pada variabel X yang dapat dicari / diperoleh

dengan rumus: c x ' 


 fx'
N
cy ' = Nilai korelasi pada variabel Y yang dapat dicari / diperoleh

dengan rumus: c x ' 


 fy'
N
SDx ' = Deviasi standar skor X dalam arti tiap skor sebagai 1 unit
(dimana i-1)
SD y ' = Deviasi standar skor Y dalam arti tiap skor sebagai 1 unit

(dimana i-1)
N = Number of Cases13
Adapun kriteria validitasnya adalah sebagai berikut :
Apabila rhitung  rtabel maka butir pernyataan tersebut dikatakan valid

Apabila rhitung  rtabel maka butir pernyataan tersebut dikatakan tidak

valid
Hasil perhitungan koefisien korelasi per butir pernyataan
dikonsultasikan dengan rtabel dengan N = 34 dan df = 32 (34-2) dengan

taraf signifikan 5 % maka diperoleh rtabel sebesar 0,349.14

13
Prof. Dr. Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo,
2008), ed. I, h. 220
14
Prof. Dr. Anas Sudijono, Pengantar Statistik…, h. 402
51

b. Uji Reliabilitas
Realibilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu
instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat
pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang
baik tidak akan bersifat tendensius mengarahkan responden untuk
memilih jawaban-jawaban tertentu. Instrumen yang sudah dapat
dipercaya, yang reliable akan menghasilkan data yang dapat dipercaya
juga. Apabila datanya memang benar sesuai dengan kenyataannya,
maka berapa kali pun diambil, tetap akan sama. Reliabilitas menunjuk
pada tingkat keterandalan sesuatu. reliabel artinya dapat dipercaya, jadi
dapat diandalkan.15 Peneliti akan menggunakan teknik pencarian
reliabilitas tersebut dengan menggunakan rumus alpha, yaitu:

2
k
r11  ( )(1  2b )
k 1  t
Keterangan:
r11 = reliabilitas instrumen
k = banyaknya butir pernyataan
 b  12
2
= jumlah varians butir = varians
total16
2. Pedoman Wawancara
Untuk menunjang penelitian, peneliti juga menggunakan teknik
wawancara guru mata pelajaran sejarah kebudayaan Islam dan siswa di
MTs Pembangunan UIN Jakarta. Adapun hal-hal yang akan ditanyakan
adalah mengenai penerapan model cooperative learning, dan kondisi
belajar siswa saat diterapkan model cooperative learning.

15
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian..., h. 178
16
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian..., h. 196
52

G. Teknik Pengolahan dan Analisis Data


Setelah data terkumpul dengan lengkap, tahap berikutnya data diolah
dan dianalisis untuk menjawab masalah dan hipotesis penelitian. Untuk
mengolah data dalam penelitian ini penulis melakukan langkah-langkah
analisa sebagai berikut:
1. Editing
Editing adalah kegiatan yang dilaksanakan setelah peneliti selesai
menghimpun data di lapangan.17 Pada tahap ini peneliti akan melakukan
pengecekan terhadap data yang diperoleh, khususnya pada angket yang
telah diisi oleh siswa.
Angket tersebut harus diteliti satu persatu tentang kelengkapan
pengisian, kejelasan penulisannya dan kebenaran pengisian angket,
sehingga terhindar dari kekeliruan atau kesalahan. Jika ada pernyataan
yang menyimpang dari yang diteliti, maka pernyataan tersebut dapat
dibuang atau tidak digunakan.
2. Skoring
Tahap selanjutnya setelah dilakukan pengecekan terhadap angket
kemudian pemberian skor pada setiap butir-butir pertanyaan yang terdapat
dalam angket. Pemberian skor ini dilakukan dengan memperhatikan jenis
data yang ada.
Adapun untuk pemberian skor pada tiap-tiap alternatif jawaban dari
pernyataan sebagai berikut:
Tabel 3.3
Skor Alternatif Jawaban
Alternatif Nilai Alternatif Nilai
Jawaban Pernyataan Jawaban Pernyataan
Selalu 4 Sangat Setuju 4
Sering 3 Setuju 3

17
M. Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif (Komunikasi, Ekonomi, dan
Kebijakan Publik serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2009), h. 165
53

Kadang-kadang 2 Kurang Setuju 2


Tidak Pernah 1 Tidak Setuju 1

3. Tabulasi
Tabulasi adalah bagian terakhir dari pengolahan data. Maksud
tabulasi adalah memasukkan data pada tabel-tabel tertentu dan mengatur
angka-angka serta menghitungnya.18
Setelah data-data diolah, langkah selanjutnya adalah menganalisis data.
Teknik analisis data yaitu peneliti berusaha untuk memberikan uraian
mengenai hasil penelitian. Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh
penerapan model cooperative learning dalam meningkatkan aktivitas belajar
siswa SKI.
Setelah angket melewati uji validitas dan uji reliabilitas, Langkah
selanjutnya adalah perhitungan terhadap data yang sudah diberi skor dengan
menggunakan rumus prosentase sebagai berikut:
P = f x 100 %
N
Keterangan:
P = Angka Prosentase
f = Frekuensi yang sedang dicari prosentasenya
N = Number of ceses (jumlah frekuensi/banyaknya individu)

Langkah terakhir yang peneliti lakukan untuk mengetahui tingkat


penerapan model cooperative learning dalam meningkatkan aktivitas belajar
siswa SKI, yaitu peneliti menggunakan perhitungan sederhana dengan
langkah-langkah:
1) Menentukan nilai harapan (NH), nilai ini dapat diketahui dengan
mengalikan jumlah item pertanyaan dengan skor tetinggi.

18
M. Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif…, h. 168
54

2) Menghitung nilai skor (NS), nilai ini merupakan nilai rata-rata sebenarnya
yang diperoleh dari hasil penelitian. Adapun cara perhitungannya dengan
menggunakan rumus mean yaitu:

Mx 
X
N
Keterangan:
Mx : Mean/nilai rata-rata

ƩX : Jumlah skor pada tiap indikator


N : Banyaknya Responden
3) Menentukan kategori, yaitu dengan menggunakan rumus:19

Tabel 3.4
Skala Penerapan Model Cooperative Learning dan
Skala Aktivitas Belajar Siswa SKI
No. Skor Keterangan
1 0% – 25% Rendah
2 26% - 50% Sedang
3 51% – 75% Tinggi
4 76% – 100% Sangat Tinggi

Sedangkan data yang dibahas adalah dua variabel yang saling


berpengaruh, maka data tersebut juga dianalisis secara kuantitatif dengan
menggunakan rumus korelasi product moment untuk mengkaji hipotesis
tentang ada atau tidak adanya pengaruh antara variabel X dengan variabel Y
dan apakah hubungan tersebut positif atau negatif. Penghitungan korelasi
product moment yang digunakan dengan rumus sebagai berikut:

19
Nurbayati Suri, “Efektivitas Penggunaan Audio Visual Sebagai Media Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam Di SD al-Azhar 12 Cikarang-Bekasi”, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan Utama UIN Syahid Jakarta, 2009), h. 53, t.d.
55

 x ' y '  (c
x ' )(c y ' )
rxy  N
( SDx ' )( SD y ' )

Keterangan:

 x' y ' = Jumlah hasil perkalian silang (product moment) antara: frekuensi sel
(f) dengan x‟ dan y‟
cx ' = Nilai korelasi pada variabel X yang dapat dicari / diperoleh dengan

rumus: c x ' 
 fx'
N
cy ' = Nilai korelasi pada variabel Y yang dapat dicari / diperoleh dengan

rumus: c x ' 
 fy'
N
SDx ' = Deviasi standar skor X dalam arti tiap skor sebagai 1 unit (dimana i-
1)
SD y ' = Deviasi standar skor Y dalam arti tiap skor sebagai 1 unit (dimana i-

1)
N = Number of Cases20

Setelah diperoleh nilai " rxy " maka selanjutnya adalah memberikan

interpretasi terhadap angka indeks korelasi “r” product moment, yaitu:


1. Interpretasi kasar atau sederhana
Yaitu dengan mencocokan hasil perhitungan dengan angka indeks
korelasi “r” product moment dengan pedoman tabel dibawah ini:

20
Prof. Dr. Anas Sudijono, Pengantar Statistik …, h. 220
56

Tabel 3.5
Interprestasi Terhadap Besarnya “r” Product Moment21
Besar “r” Product Interprestasi
Moment
Antara variabel X dan variabel Y memang terdapat
korelasi, akan tetapi korelasi itu sangat lemah atau
0,00 – 0,20 sangat rendah, sehingga korelasi itu diabaikan
(dianggap tidak ada korelasi antara variabel X dan
variabel Y)
Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi
0,20 – 0,40
yang lemah atau yang rendah
Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi
0,40 – 0,70
yang sedang atau cukup
Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi
0,70 – 0,90
yang kuat atau tinggi
Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi
0,90 – 1,00
yang sangat kuat atau sangat tinggi

2. Interprestasi terhadap angka indeks korelasi “r” Product Moment yaitu


dengan jalan berkonsultasi pada nilai " rtabel"
Untuk lebih mempermudah interpretasi terhadap angka indeks
korelasi “r” product moment dapat ditempuh dengan jalan berkonsultasi
pada nilai “r” tabel (rt). Apabila cara ini ditempuh maka prosedur yang
akan dilalui adalah sebagai berikut:
1) Merumuskan hipotesis alternatif (Ha) dan Hipotesis nihil (Ho).
2) Menguji kebenaran hipotesa yang telah dirumuskan dengan jalan
membandingkan besarnya “r” Product Moment dengan “r” yang
tercantum dalam tabel nilai (rt ) , terlebih dahulu mencari derajat

21
Prof. Dr. Anas Sudijono, Pengantar Statistik …, h. 193
57

bebasnya (db) atau degrees of freedom (df) atau taraf signifikansi 1%


dan 5% dengan rumus:
df = N – nr
df = Dergees of freedom
N = Number of cases
nr = Banyaknya variabel yang dikorelasikan
Apabila “r” sama dengan atau lebih besar dari rt, maka Hipotesa
Alternatif (Ha) diterima, berarti terdapat korelasi positif antara kedua
variabel tersebut. Dan jika Hipotesis Nihil (Ho) maka tidak dapat
disetujui/diterima, berarti tidak terdapat korelasi yang positif antara kedua
variabel tersebut.22

3. Mencari kontribusi variabel X terhadap variabel Y, dengan rumus:


KD = r2 x 100 %
KD = Kontribusi variabel terhadap Y.
r2 = Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y.

22
Anas Sudjono, Pengantar Statistik Pendidikan …, h. 193-195
BAB IV
HASIL PENELITIAN

H. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


1. Sejarah Berdirinya MTs Pembangunan UIN Jakarta
Madrasah Pembangunan lahir berawal dari keinginan tokoh-tokoh
di Departemen Agama dan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta akan adanya
pendidikan Islam yang representatif. Pada awal tahun 1972, Panitia
Pembangunan Gedung Madrasah Komprehensif dibentuk oleh Rektor
IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. H.M. Toha Yahya Omar (alm).
Seiring dengan perubahan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,
sejak tahun 2002 Madrasah Pembangunan IAIN Jakarta mengikuti
perubahan nama menjadi Madrasah Pembangunan UIN Jakarta.

2. Tokoh Pendiri MTs Pembangunan UIN Jakarta


Berdirinya Madrasah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tidak lepas dari jasa-jasa para tokoh yang peduli terhadap
pendidikan generasi Islam yakni pejabat-pejabat UIN Jakarta dan Depag,
pada masa itu antara lain adalah:
a. Drs. H. Kafrawi Ridwan, M.A. (Direktur Perguruan Tinggi Depag. RI
dan Wakil Rektor III IAIN Syarif Hidayatullah Tahun …).

58
59

b. Prof. Dr. H.A. Rahman Partosentono (Wakil Rektor I IAIN Syarif


Hidayatullah Tahun…).
c. Drs. Husen Assegaf, M.A. (Wakil Rektor II IAIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun…).
d. Drs. H. Bakran Yakob (Ketua Jurusan Bahasa Indonesia Fakultas
Tarbiyah, IAIN Syarif Hidayatullah Tahun…).
e. Dr. H. Agustiar, M.A (Ketua Jurusan Pedagogik, Fakultas Tarbiyah,
IAIN Syarif Hidayatullah Tahun…).
f. Drs. H.A. Muzakir (Kasubid II Direktorat Pendidikan Departemen
Agama RI Tahun…).
g. Drs. H.M. Ali Hasan (Kepala Seksi Pembina Tenaga Guru dan
Pengawasan Subdit V Direktorat Pendidikan Agama Departemen
Agama RI Tahun…).1

3. Fasilitas MTs Pembangunan UIN Jakarta


a. Ruang kelas
MTs Pembangunan Jakarta ini mempunyai ruang kelas sebanyak
10 ruang kelas. Selain itu ada juga sebuah ruangan yang dinamakan
dengan ruang kelas audio visual. Ruangan lesehan (tanpa kursi dan
meja) ini biasanya secara bergiliran oleh guru saat sang guru
membutuhkan media dalam pembelajarannya.
b. ….

4. Tenaga Edukatif
Sampai saat ini tenaga edukatif pada MTs Pembangunan UIN
Jakarta berjumlah 38 orang.

I. Uji Coba Instrumen Penelitian


Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya, bahwa setelah
dilakukan penyebaran angket, maka peneliti melakukan uji coba pada angket
1
Madrasah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Panduan Siswa…, h. 3
60

tersebut. Adapun hasil dari uji coba instrument angket tersebut adalah sebagai
berikut:

1. Uji Validitas
Tabel 4.2
Hasil Uji Validitas Variabel X dan Variabel Y

Variabel X Variabel Y
(Penerapan model Cooperative Learning) (Aktivitas Belajar Siswa SKI)
Rhitung Rtabel Status Rhitung Rtabel Status
0.391 0.349 Valid 0.353 0.349 Valid
0.417 0.349 Valid 0.419 0.349 Valid
0.469 0.349 Valid 0.427 0.349 Valid
0.356 0.349 Valid 0.389 0.349 Valid
0.410 0.349 Valid 0.377 0.349 Valid
0.392 0.349 Valid 0.398 0.349 Valid
0.420 0.349 Valid 0.366 0.349 Valid
0.483 0.349 Valid 0.368 0.349 Valid
0.434 0.349 Valid 0.369 0.349 Valid
0.393 0.349 Valid 0.357 0.349 Valid
0.384 0.349 Valid 0.367 0.349 Valid
0.360 0.349 Valid 0.360 0.349 Valid
0.390 0.349 Valid 0.387 0.349 Valid
0.485 0.349 Valid 0.376 0.349 Valid
1 0.349 Valid 0.351 0.349 Valid

Dari tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa instrumen berupa


angket yang telah disebarkan mempunyai status valid. Karena dari tiap-
tiap butir pernyataan mempunyai rhitung yang lebih besar dibandingkan

rtabel product moment ( rhitung > rtabel ).

2. Uji Reliabilitas
Angket ini juga telah diuji tingkat reliabilitasnya dengan rumus
penghitungan Alpha. Dari rumus tersebut didapatkan r11 pada variabel X
sebesar 0,8182. Selanjutnya hasil tersebut dikonsultasikan dengan tabel r
61

product moment. Pada taraf signifikansi 5% adalah lebih besar dari rtabel

(0,8182 > 0,349) dan pada taraf signifikansi 1%, rxy adalah juga jauh lebih

besar daripada rtabel (0,8182 > 0,449).

Pada variabel Y, r11 sebesar 0,8439. Pada taraf signifikansi 5%


adalah lebih besar dari rtabel (0,8439 > 0,349) dan pada taraf signifikansi

1%, rxy adalah juga jauh lebih besar daripada rtabel (0,8439 > 0,449).

Karena pada kedua variabel tersebut mempunyai r11 yang lebih besar
daripada rtabel , maka dapat disimpulkan angket ini reliable.

J. Deskripsi Data
Data-data yang diperoleh oleh peneliti mengenai penerapan model
cooperative learning dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa ini melalui
instrumen angket. wawancara guru bidang studi, dan wawancara siswa.
Peneliti awalnya melakukan observasi terlebih dahulu dan meminta
konfirmasi kepada pihak sekolah (kepala sekolah). Melalui observasi
tersebut, didapatkan hasil bahwa kebanyakan guru bidang studi pada sekolah
tersebut telah menerapkan model cooperative learning.
Sesuai dengan trade mark mereka yang menitik beratkan pada basic
sains, pada pembelajaran sejarah kebudayaan Islam, siswa dalam
pembelajaran kooperatifnya pada akhirnya biasanya dianjurkan membuat
presentasi kelompok nantinya dengan memakai power point sesuai dengan
kreatifitas mereka.2 Melihat hal tersebut, peneliti merasa cocok untuk
melakukan penelitian di sekolah tersebut.
Selanjutnya peneliti melakukan penyebaran angket hanya pada kelas IX
saja. Sesuai dengan anjuran dari guru bidang studi, karena kelas IX
merupakan kelas yang sudah menerapkan model cooperative learning secara
maksimal dibandingkan dengan tingkat kelas lain pada proses
pembelajarannya. Angket disebar pada 4-5 siswa di masing-masing 7 kelas

2
Wawancara guru bidang studi.
62

yaitu, IX-A, IX-B, IX-C, IX-D, IX-E, IX-F, dan IX-G. Peneliti memberikan
pertanyaan yang mencakup kedua variabel sebanyak 30.
Setelah data diperoleh dari hasil angket yang telah disebarkan kepada
responden, maka langkah selanjutnya yaitu menghitung hasil angket dengan
mencari angka prosentase.

1. Variabel Bebas (Penerapan Model Coopeartive Learning)


Data mengenai penerapan model coopeartive learning yang
menjadi variabel X merupakan data yang diperoleh langsung dari
pengisian instrumen penelitian yang berbentuk angket yang disebarkan
kepada siswa sebagai responden yang mengamati dan merespon penerapan
model coopeartive learning yang ada di kelas, dengan 15 pernyataan.
Tabel. 4.3
Berkaitan Belajar Secara Kerja Kelompok
No. Pernyataan
1. Dengan belajar secara kelompok (cooperative learning) membuat
tugas SKI biasanya menjadi lebih ringan dikerjakan
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Sangat Setuju 14 41,18%
Setuju 18 52,94%
Kurang Setuju 1 2,94 %
Tidak Setuju 1 2,94 %
Jumlah 34 100%

Dari tabel di atas menunjukan bahwa sebagian besar siswa (52,94%)


menjawab siswa menyetujui bahwa dengan belajar secara kelompok
(cooperative learning) membuat tugas SKI biasanya menjadi lebih ringan
dikerjakan, bahkan ada juga yang menjawab sangat menyetujui dengan
persentase (41,18%). Hal tersebut menunjukkan bahwa banyak siswa yang
menganggap bahwa dengan belajar secara kooperatif yang telah diterapkan
63

di kelas dapat membantu mereka dalam pengerjaan tugas, karena


dilakukan secara bersama-sama dengan teman kelompoknya.
Tabel. 4.4
Berkaitan dengan Kekompakan Kerja Kelompok
No. Pernyataan
15. Dengan belajar kelompok (cooperative learning), kesulitan yang
saya hadapi lebih sedikit dalam pembelajaran SKI
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Sangat Setuju 9 26,47%
Setuju 21 61,76%
Kurang Setuju 4 11,76%
Tidak Setuju - -
Jumlah 34 100%

Melihat data tersebut, menunjukkan siswa mengakui bahwa dengan


menerapkan pembelajaran secara kooperatif di kelas, maka tingkat
kesulitan baik mengenai pemahaman dan tugas menjadi lebih sedikit
dibandingkan bila harus belajar sendiri. Hal itu terbukti lewat prosentase di
atas, siswa sangat menyetujui hal tersebut sebesar 26,47%. Bahkan
sebagian besar siswa dengan prosentase sebesar 61,76% menyetujui
pernyataan tersebut, walaupun tetap masih ada yang tidak setuju dengan
prosentase sebesar 11,76%.
Tabel. 4.5
Berkaitan dengan Prinsip Saling Membantu
No. Pernyataan
4. Bila ada teman kelompok saya ada masalah dengan tugasnya, saya
siap berusaha membantunya
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Sangat Setuju 5 14,71%
Setuju 22 64,71%
64

Kurang Setuju 7 20,59%


Tidak Setuju - -
Jumlah 34 100%
14. Saya tidak malu bertanya pada teman sekelompok, jika
menemukan kesulitan dalam membuat tugas kelompok
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Sangat Setuju 12 35,29%
Setuju 19 55,88%
Kurang Setuju 2 5,88%
Tidak Setuju 1 2,94%
Jumlah 34 100%

Berkaitan dengan prinsip saling membantu, sebagian besar siswa (64,71)


tidak berkeberatan membantu temannya bila menemukan kesulitan dalam
tugasnya, dan lebih dari sebagian siswa (55,88%) tidak malu dan ragu
untuk bertanya pada temannya bila menemukan kesulitan. Tapi masih ada
juga sebagian kecil (20,59%) yang kurang setuju untuk membantu teman
kelompoknya. Bahkan ada sedikit sekali (2,94%) yang tidak setuju untuk
bertanya pada temannya jika menemukan kesulitan. Dalam hal ini pada
dasarnya lebih kepada karakter dari masing-masing individu, namun
sebagian besar siswa di MTs Pembangunan UIN Jakarta ini melaksanakan
nilai pembelajaran kooperatif yang paling mendasar yaitu bekerja sama
dan saling membantu teman kelompok.
Tabel. 4.6
Berkaitan dengan Tanggung Jawab Individu
No. Pernyataan
13. Dengan belajar kelompok (cooperative learning), saya bertanggung
jawab atas tugas saya tanpa mengandalkan teman kelompok saya
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Sangat Setuju 6 17,64%
65

Setuju 25 73,52%
Kurang Setuju 2 5,88%
Tidak Setuju 1 2,94%
Jumlah 34 100%

Mengenai tanggung jawab individu ini, sebagian besar siswa (73,52%)


menjawab setuju dalam bertanggung jawab secara individu, tanpa
mengandalkan teman kelompok. hal ini mungkin karena pengaruh dari
guru bidang studi SKI sendiri yang mempunyai prinsip bahwa “dalam
penerapan cooperative learning ini diharapkan walaupun bekerja secara
kelompok namun tetap harus menumbuhkan rasa tanggung jawab pada
tiap siswa dalam kelompoknya. Selain terhadap diri sendiri juga terhadap
materi yang dihadapi”.3 Sehingga banyak siswa yang menyetujui bahwa
mereka harus tetap bertanggung jawab atas tugas dan kelompoknya.
Tabel. 4.7
Berkaitan dengan Hasil Yang Maksimal
No. Pernyataan
6. Dengan belajar kelompok (cooperative learning), saya menjadi
lebih memahami dalam belajar SKI
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Sangat Setuju 8 23,53%
Setuju 24 70,59%
Kurang Setuju - -
Tidak Setuju 2 5,88%
Jumlah 34 100%
11. Saya bisa mendapatkan hasil nilai yang lebih bagus, bila belajar
secara berkelompok (cooperative learning)
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Sangat Setuju 8 23,53%

3
Wawancara guru bidang studi.
66

Setuju 21 61,76%
Kurang Setuju 3 8,82%
Tidak Setuju 2 5,88%
Jumlah 34 100%

Melihat hasil prosentasi di atas, diketahui bahwa sebagian kecil (23,53%)


siswa sangat menyetujui bahwa dengan belajar kelompok (cooperative
learning) dapat lebih memahami dalam belajar SKI dan bisa mendapatkan
hasil nilai yang lebih bagus. Sebagian besar siswa juga menyetujui hal
tersebut yaitu dengan prosentase 70,59% dan 61,76%. Dalam hal ini ada
juga data pendukung melalui wawancara siswa. Dengan percaya dirinya
siswa ini berkata: “Saya pernah merasakan bahwa dengan model
pembelajaran kelompok yang diterapkan guru, mempunyai pengaruh
terhadap nilai saya. Pada kelas 8 kemarin dengan guru yang berbeda
menggunakan teknik pembelajaran kelompok yang saya suka yang
membuat saya semangat belajar dan mendapat nilai bagus”.4 Namun ada
juga siswa yang kurang menyetujui dan tidak menyetujui pernyataan
tersebut, seperti salah satu siswa yang pada saat diwawancarai
mengatakan: “Menurut saya nilai tidak dipengaruhi karena penerapan
model pembelajaran di kelas, tapi itu tergantung dari siswanya sendiri.
Saya berpikir saya harus menyukai semua pelajaran agar saya mau belajar
pelajaran itu. Bukan dari model pembelajarannya, karena sebagus apapun
model yang dipakai, tapi apabila siswanya tidak mempunyai kemauan
dalam pelajaran, maka tetap saja nilainya tidak bisa bagus.”5
Tabel. 4.8
Berkaitan dengan Interaksi Kelompok
No. Pernyataan
10. Saya berusaha untuk mengenal satu sama lain dengan teman-
teman kelompok saya, supaya kami dekat dan menghasilkan kerja

4
Wawancara siswa
5
Wawancara siswa
67

sama yang maksimal


Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Sangat Setuju 8 23,53%
Setuju 24 70,59%
Kurang Setuju 2 5,88%
Tidak Setuju - -
Jumlah 34 100%

12. Dengan belajar kelompok (cooperative learning), saya bisa belajar


untuk menerima perbedaan dari tiap teman kelompok saya
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Sangat Setuju 7 20,59%
Setuju 27 79,41%
Kurang Setuju - -
Tidak Setuju - -
Jumlah 34 100%

Dari tabel di atas menunjukan bahwa sebagian besar siswa 70,59%


menjawab siswa menyetujui bahwa dalam belajar kelompok siswa harus
saling mengenal satu sama lain. Sebagian besar dan selebihnya (79,41%
dan 20,59%) siswa menyetujui bahkan sangat menyetujui bahwa siswa
juga harus dapat saling menerima perbedaan. Mengenai unsur cooperative
learning ini, siswa dapat menjalankannya dengan baik, karena sesuai
dengan teori yang ada, bahwa dalam pembelajaran kooperatif ini
diperlukan sekali adanya komunikasi kelompok yang baik yang dapat
menerima perbedaan dari masing-masing anggotanya. Sehingga pada
dasarnya bukan hasil secara akademik saja yang tercapai, namun juga
siswa dapat bersosialisasi dengan sangat baik di lingkungannya.
68

Tabel. 4.9
Berkaitan dengan Pembagian Kelompok Oleh Guru
No. Pernyataan
3. Guru selalu membagi kelompok secara heterogen (menggabungkan
dari faktor jenis kelamin, tingkat kepandaian, dll) dalam penerapan
belajar kelompok (cooperative learning) dalam pembelajaran SKI
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Sangat Setuju 3 8,82%
Setuju 7 20,59%
Kurang Setuju 18 52,94%
Tidak Setuju 6 17,65
Jumlah 34 100%
5. Dalam belajar kelompok (cooperative learning) pembelajaran SKI,
setiap pimpinan/ketua kelompok dipilih secara demokratis
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Sangat Setuju 6 17,65%
Setuju 19 55,88%
Kurang Setuju 6 17,65%
Tidak Setuju 3 8,82%
Jumlah 34 100%
7. Dalam belajar kelompok (cooperative learning), setiap
pimpinan/ketua kelompok dipilih secara bergiliran pada tiap
pertemuan SKI
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Sangat Setuju 4 11,76%
Setuju 9 26,47%
Kurang Setuju 18 52,94%
Tidak Setuju 3 8,82%
Jumlah 34 100%
8. Pada saat belajar kelompok (cooperative learning) sedang
berlangsung, guru terus memantau proses diskusi antar siswa di tiap
69

kelompok
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Sangat Setuju 9 26,47%
Setuju 24 70,59%
Kurang Setuju 1 2,94%
Tidak Setuju - -
Jumlah 34 100%

Dalam hal ini, berkaitan dengan pembagian kelompok yang dilakukan oleh
guru bidang studi SKI di MTs Pembangunan UIN Jakarta. Telah diketahui
lebih dari setengah siswa (52,94%) tidak menyetujui bahwa guru SKI
melakukan pembagian kelompok secara heterogen. Lalu diketahui juga
lebih dari setengah siswa (55,88%) mengakui bahwa pemilihan pimpinan
kelompok dilakukan secara demokratis. Namun dalam hal ini siswa
mengakui bahwa biasanya pemilihan pemimpin kelompok dilakukan
hanya pada kelompok masing-masing saja, tanpa ditunjuk oleh guru.6
Pemilihan ketua/pimpinan kelompok dalam model ini sebenarnya cukup
dibutuhkan sedikit serius, karena guru dapat melatih siswa dalam
memimpin kelompoknya dengan baik seperti apa.
Pada prosentase angket ini, lebih dari setengah siswa (52,94%) tidak
menyetujui guru telah melakukan pimpinan kelompok secara bergiliran.
Lalu dalam hal pemantauan, sebagian besar siswa (70,59%) menyetujui
bahwa guru selalu memantau proses diskusi dalam pembelajaran
kelompok ini. Sejalan dengan hal ini empat orang siswa yang sudah
diwawancarai pun menyetujui bahwa guru bidang studi SKI sangat
memantau mereka saat pembelajaran kelompok ini berlangsung di kelas.
“Pak guru sangat memantau kami dan sering berkeliling melihat pekerjaan
kelompok kami. Terkadang memberi pengarahan bila ada yang belum
dimengerti.” Kata siswa.

6
Wawancara dengan siswa
70

Tabel. 4.10
Berkaitan dengan Semangat Belajar Cooperative Learning
No. Pernyataan
2. Setelah guru menerapkan belajar kelompok (cooperative learning)
di kelas, saya menjadi lebih aktif dalam pembelajaran SKI
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Sangat Setuju 6 17,65%
Setuju 17 50%
Kurang Setuju 8 23,53%
Tidak Setuju 3 8,82%
Jumlah 34 100%
9. Berdiskusi pada pembelajaran SKI, membuat saya lebih
bersemangat dan tidak mengantuk atau bosan saat di kelas
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Sangat Setuju 4 11,76%
Setuju 22 64,70%
Kurang Setuju 7 20,59%
Tidak Setuju 1 2,94%
Jumlah 34 100%

Melihat hasil persentase di atas, diketahui bahwa berkaitan dengan


semangat belajar cooperative learning, setengah dari seluruh siswa (50%)
menjawab setuju bahwa mereka menjadi lebih aktif dalam proses
pembelajaran. Ada juga sedikit sekali (8,82%) siswa yang tidak
menyetujui. Lalu lebih dari setengah (64,70%) siswa menjawab setuju
bahwa mereka merasa tidak bosan dan merasa bersemangat bila proses
pembelajaran menggunakan model cooperative learning. Pada wawancara
siswa, Tiga dari empat orang siswa secara terang-terangan mengakui
bahwa mereka menyukai pelajaran SKI karena sang guru menerapkan
model cooperative learning di kelas, dengan alasan yang berbeda-beda
seperti: Siswa 1: “Suka, karena jadi lebih mudah memahaminya, selain itu
71

jadi tidak monoton dan tidak gampang mengantuk”. Siswa 3: “Suka, tapi
tergantung pada teknik pembelajaran yang di pakai. Ada beberapa teknik
pembelajaran yang membuat saya suka sama pelajaran ini”. Dan siswa 4:
“Suka, karena dengan berdiskusi dengan teman menjadi lebih paham”.
Berdasarkan skor penelitian yang ada pada angket dan tingkat kategori
skala penerapan model cooperative learning pada bab III, maka dapat
disajikan besarnya tingkat skala tersebut secara terperinci berdasarkan
indikator penilaian di bawah ini.
Tabel 4.11
Tingkat Skala Penerapan Cooperative Learning Berdasarkan Indikator
Nilai Nilai
Variabel Indikator Harap Skor Ket
(NH) (NS)
1. Belajar Secara 113:34 3,32 Sangat
1x4 = 4 x100 %  83 %
Kelompok = 3,32 4 Tinggi
2. Kekompakan Kerja 107:34 3,15 Sangat
1x4 = 4 x100 %  78,75 %
Kelompok = 3,15 4 Tinggi
6,18
3. Prinsip Saling 210:34 x100 %  77 ,25 % Sangat
2x4 = 8 8
Membantu = 6,18 Tinggi

4. Tanggung Jawab 104:34 3,06 Sangat


Penerapan 1x4 = 4 x100 %  76,5%
Individu = 3,06 4 Tinggi
Model
209:34 6,15 Sangat
Cooperativ 5. Hasil yang 2x4 = 8 x100 %  76,88 %
Maksimal = 6,15 8 Tinggi
e Learning
219:34 6,44 Sangat
6. Interaksi Kelompok 2x4 = 8 x100 %  80,5%
= 6,44 8 Tinggi
7. Pembagian 10,68
4x4 = 363:34 x100 %  66,75 %
Kelompok oleh 16 Tinggi
Guru 16 = 10,68

8. Semangat Belajar 5,62


191:34 x100 %  70,25 %
Cooperative 2x4 = 8 8 Tinggi
Learning = 5,62
44,6
x100 %  74,33 % Sangat
Total Nilai 60 44,6 60 Tinggi

Dilihat dari total nilai setiap indikator yang ada, maka dapat disimpulkan
bahwa guru sangat menerapkan nilai, karakter, dan unsur-unsur dalam proses
72

penerapan model cooperative learning di MTs Pembangunan Jakarta.


Dengan begitu proses pembelajaran pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan
Islam menjadi lebih menyenangkan, namun tetap mencapai tujuan
pembelajaran.
Mengenai penerapan model cooperative learning yang digunakan oleh
guru bidang studi SKI di MTs Pembangunan UIN Jakarta, peneliti juga
mendapat data lewat wawancara yang sebagainnya telah turut dideskrisikan
pada tiap penjelasan tabel di atas, selain itu juga ada informasi tambahan
seputar penerapan model cooperative learning di sekolah tersebut.
Dalam pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam ini guru mengakui biasanya
sering menggunakan pembelajaran secara kooperatif dan membagi kelompok
kecil yang masing-masing kelompok berdiskusi dan berinteraksi dengan
temannya. Lalu untuk model pembelajarannya sang guru lebih sering
menggunakan teknik “chalk talk” yaitu menyiapkan spidol dengan di oper
dan siap diterima oleh orang yang harus mengatakan apa yang ada dalam
pikirannya tentang materi pada saat itu. Lalu untuk jigsaw juga diterapkan
namun tidak terlalu sering.
Namun yang pasti dalam penerapan cooperative learning ini, apapun
modelnya, hal yang paling ditekankan di sini adalah unsur-unsur atau nilai
dalam pembelajaran kooperatif sendiri, seperti kerja sama, kekompakan, dan
keaktifan yang merata pada setiap siswa. Selain itu yang paling prinsip,
menumbuhkan rasa tanggung jawab pada siswa dalam kelompoknya. Selain
terhadap diri sendiri juga terhadap materi yang dihadapi. Perlunya sebuah
kekompakan walaupun tetap harus mempunyai tanggung jawab atas
pekerjaannya sendiri, dan tetap kondusif walaupun bekerja secara kelompok.
Tidak semua materi pelajaran yang dapat diterapkan model cooperative
learning ini. Pada sekolah ini khususnya di kelas IX “biasanya hanya topik-
topik yang membutuhkan penelusuran yang lebih oleh siswa. Terkadang ada
materi yang tidak perlu berpanjang lebar menjelaskan, karena siswa sudah
cukup pandai mencari tahu informasi sendiri tentang materi itu, misalnya
73

tentang sejarah tokoh. Dalam hal ini saya bisa secara langsung memberikan
tugas kepada siswa” kata guru bidang studi SKI. 7
Mengenai teknik yang biasa digunakan dalam model cooperative
learning ini siswa juga mengakui ada beberapa teknik yang biasa dipakai oleh
guru. Tanpa mengetahui namanya mereka menjawab “Pak guru sering
menggunakan metode kelompokan dan membagikan kelompok dari awal
pertemuan. Tergantung materi yang ada, kadang pak guru membagikan hand
out tapi kadang juga pak guru memberikan suatu masalah yang kami harus
pecahkan (baik dalam bentuk soal atau pernyataan). Setelah itu kami
persentasikan atau berkunjung ke kelompok lain untuk memberi tahu masalah
kita pada kelompok tersebut”.8 Hal yang disampaikan oleh siswa ini
maksudnya adalah teknik jigsaw.

2. Variabel Terikat (Aktivitas Belajar Siswa SKI)


Data mengenai aktivitas belajar siswa SKI yang menjadi variabel
Y merupakan data yang diperoleh langsung dari pengisian instrumen
penelitian yang berbentuk angket yang disebarkan kepada siswa sebagai
responden dengan 15 pertanyaan.
Tabel. 4.12
Berkaitan dengan Membaca
No. Pernyataan
17. Saya membaca beberapa buku untuk menunjang belajar SKI
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 5 14,71%
Sering 4 11,76%
Kadang-kadang 18 52,94%
Tidak Pernah 7 20,58%
Jumlah 34 100%
20. Saya membaca ulang materi SKI dirumah, agar tidak lupa pada

7
Wawancara guru bidang studi
8
Wawancara siswa
74

materi tersebut
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 2 5,88%
Sering 8 23,53%
Kadang-kadang 16 47,06%
Tidak Pernah 8 23,53%
Jumlah 34 100%

Dalam hal ini, ternyata tidak banyak siswa yang membaca materi
pelajaran SKI sebelum atau sesudah proses pembelajaran dilakukan
secara konsisten. Kebanyakan dari mereka hanya melakukannya kadang-
kadang saja, hal itu terlihat dari besarnya prosentasi di atas yaitu sebesar
52,94% dan 47,06%.
Tabel. 4.13
Berkaitan dengan Memperhatikan
No. Pernyataan
19. Saya memperhatikan guru, ketika guru sedang memberikan
contoh lewat gambar/media atau demonstrasi saat pembelajaran
berlangsung
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 12 35,29%
Sering 20 58,82%
Kadang-kadang 2 5,88%
Tidak Pernah - -
Jumlah 34 100%

Melihat hasil prosentase di atas setengah dari seluruh siswa (58,82%)


menjawab sering mereka memperhatikan guru saat guru sedang
memberikan contoh lewat gambar/media atau demonstrasi saat
pembelajaran berlangsung. Sebagian kecil yaitu 35,29 % siswa yang
menjawab selalu dan sedikit sekali (5,88%) yang menjawab kadang-
kadang. Hal ini sesuai dengan keterangan yang sempat disampaikan oleh
75

guru bidang studi SKI bahwa kebanyakan siswa kelas IX MTs


Pembangunan UIN Jakarta memang cukup senang dengan pembelajaran
lewat media yang sering ditampilkan sang guru, bahkan siswa juga dapat
belajar banyak dan lebih bagus dalam penggunaan media terutama power
point.9
Tabel. 4.14
Berkaitan dengan Bertanya
No. Pernyataan
21. Saya senang bertanya saat guru memberikan kesempatan siswa
bertanya pada pembelajarn SKI
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 4 11,76%
Sering 14 41,18%
Kadang-kadang 15 44,12%
Tidak Pernah 1 2,94%
Jumlah 34 100%

Untuk aktivitas bertanya ini, hampir dari setengah (41,18%) siswa


menjawab bahwa mereka sering bertanya, dan hampir setengah juga
(44,12%) mereka menjawab kadang-kadang. Lalu hanya sedikit sekali
(2,94%) siswa menjawab tidak pernah bertanya. Sejalan dengan hal ini
guru bidang studi SKI juga mengatakan: “hampir setiap diskusi pasti
banyak yang bertanya atau mengeluarkan pendapatnya. Saya pun
mempunyai catatan-catatan khusus siapa-siapa saja siswa yang
mempunyai aktivitas secara menonjol (bertanya atau mengeluarkan
pendapat) dan sebaliknya, karena nantinya aktivitas itulah yang saya ikut
masukan ke dalam nilai mereka”.10 Melihat hal ini, berarti mereka
mempunyai aktivitas bertanya yang cukup dalam pembelajaran SKI.

9
Wawancara guru bidang studi
10
Wawancara guru bidang studi
76

Tabel. 4.15
Berkaitan dengan Menjawab
No. Pernyataan
22. Saya menjawab apa yang selalu guru tanyakan pada saya
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 4 11,76%
Sering 10 29,41%
Kadang-kadang 19 55,88%
Tidak Pernah 1 2,94%
Jumlah 34 100%
29. Saya selalu bersemangat dalam menjawab soal-soal seputar
pelajaran SKI
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 2 5,88%
Sering 6 17,64%
Kadang-kadang 25 73,53%
Tidak Pernah 1 2,94%
Jumlah 34 100%

Untuk aktivitas menjawab ini, setengah (55,88%) dari seluruh siswa


menjawab kadang-kadang untuk menjawab apa yang ditanyakan oleh
guru, dan sebagian kecil yang menjawab dengan sering (29,41).
Mengenai semangat bertanya hanya sebagian kecil (17,64%) dari mereka
yang menjawab mereka sering bersemangat dalam menjawab, dan
sebagian besar (73,53%) dari mereka yang menjawab kadang-kadang.
Namun hanya sedikit sekali yang menjawab tidak pernah (2,94%). Hal
ini menunjukkan tidak jauh berbeda dengan aktivitas bertanya, siswa
pada MTs Pembangunan UIN Jakarta ini mempunyai aktivitas menjawab
yang cukup tinggi, hal ini disebabkan sedikitnya siswa yang menjawab
tidak pernah menjawab dalam proses pembelajaran SKI.
77

Tabel. 4.16
Berkaitan dengan Diskusi
No. Pernyataan
30. Ketika ada tugas SKI yang tidak dimengerti, saya senang
berdiskusi dengan teman
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 8 23,53%
Sering 13 38,24%
Kadang-kadang 12 35,29%
Tidak Pernah 1 2,94%
Jumlah 34 100%

Cooperative learning ini memang sangat berkaitan dengan diskusi. Pada


indikator cooperative learning di atas telah diketahui bahwa siswa
mempunyai minat yang tinggi terhadap pembelajaran tersebut, sehingga
sejalan dengan itu siswa dalam hal aktivitas diskusi ini pun, banyak yang
mengakui sering melakukan diskusi pada saat proses pembelajaran
berlangsung. Hal ini dapat diketahui melalui besarnya prosentase pada
tabel di atas yaitu yang menjawab sering sebesar 38,24% dan kadang-
kadang 35,29%, dan hanya 2,94% yang menjawab tidak pernah.
Tabel. 4.17
Berkaitan dengan Mengeluarkan Pendapat
No. Pernyataan
26. Saya tertarik untuk mengeluarkan pendapat saya pada saat proses
pembelajaran SKI berlangsung
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 3 8,82%
Sering 14 41,18%
Kadang-kadang 16 47,06%
Tidak Pernah 1 2,94%
Jumlah 34 100%
78

Mengeluarkan pendapat adalah hal yang biasanya dianggap sebagai dasar


penialaian seorang guru terhadap aktivitas siswa. Melihat tabel di atas
dapat diketahui bahwa ternyata hanya sedikit sekali yang tidak pernah
mengeluarkan pendapatnya, dan hampir separuh dari seluruh siswa
mengaku sering dan kadang-kadang dalam mengeluarkan pendapatnya.
Hal ini terlihat dari besarnya prosentase yaitu sebesar 41,18% dan
47,06%. Sesuai dengan keterangan dari sang guru pun, siswa kelas IX ini
cukup kritis dalam menanggapi persoalan dalam materi yang
disampaikan oleh guru.
Tabel. 4.18
Berkaitan dengan Mendengarkan
No. Pernyataan
24. Saya mendengarkan pendapat teman saat dilakukan diskusi dalam
kelas SKI
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 11 32,35%
Sering 16 47,06%
Kadang-kadang 7 20,59%
Tidak Pernah - -
Jumlah 34 100%

Melihat hasil prosentase di atas, diketahui bahwa seluruh mendengarkan


pendapat temannya saat temannya berbicara dalam diskusi kelompok. hal
itu terlihat dari besarnya prosentase jawaban “selalu” sebesar 32,35%,
“sering” sebesar 47,06%, dan “kadang-kadang sebesar ” 20,59%. Melihat
hal ini dapat diketahui bahwa siswa dapat menghargai pendapat
temannya dan menghargai temannya saat berbicara.
79

Tabel. 4.19
Berkaitan dengan Menyimak
No. Pernyataan
16. Saya menyimak setiap penjelasan pelajarn SKI yang diterangkan
oleh guru
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 6 17,65%
Sering 11 32,35%
Kadang-kadang 16 47,06%
Tidak Pernah 1 2,94%
Jumlah 34 100%

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian siswa menjawab “sering”
menyimak penjelasan materi yang dilakukan oleh guru dengan
prosentase 32,35% dan ada juga sebagian besar menjawab “kadang-
kadang” dengan prosentase 47,06%. Kegiatan menyimak ini sangat perlu
dilakukan oleh siswa, karena sebagian besar pemahaman siswa tentang
materi pelajaran itu tergantung sejauh mana siswa menyimak.
Tabel. 4.20
Berkaitan dengan Mencatat
No. Pernyataan
28. Saya mencatat materi pelajaran SKI yang sudah disampaikan oleh
guru dan teman-teman
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 7 20,59%
Sering 9 26,47%
Kadang-kadang 16 47,06%
Tidak Pernah 2 5,88%
Jumlah 34 100%

Melihat hasil prosentase jawaban angket di atas dapat diketahui bahwa


memang tidak banyak siswa yang rajin mencatat. Hal tersebut dapat
80

diketahui dari jawaban siswa yang menjawab “selalu” hanya sebesar


20,59% dan yang menjawab “sering” hanya 26,47%. Namun walaupun
demikian, aktivitas mencatat ini dapat dikatakan cukup baik dilakukan
oleh siswa MTs Pembangunan UIN Jakarta.
Tabel. 4.21
Berkaitan dengan Mengerjakan Tugas
No. Pernyataan
18. Saya mencatat materi pelajaran SKI yang sudah disampaikan oleh
guru dan teman-teman
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 6 17,65%
Sering 24 70,59%
Kadang-kadang 4 11,76%
Tidak Pernah - -
Jumlah 34 100%

Dapat dilihat dari tabel di atas bahwa sebagian besar siswa mengerjakan
tugasnya, hal ini dapat terlihat dari besarnya prosentase jawaban “sering”
sebesar 70,59%. Dapat disimpulkan bahwa siswa cukup rajin dalam
mengerjakan tugasnya. Dalam pembelajaran SKI ini guru bidang studi
mengakui bahwa sang guru mempunyai dua nilai untuk tugas masing-
masing siswa yaitu nilai pribadi/individu dan nilai kelompok.
Tabel. 4.22
Berkaitan dengan Menaruh Minat
No. Pernyataan
23. Saya senang saat belajar Sejarah Kebudayaan Islam di kelas
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 5 14,71%
Sering 16 47,06%
Kadang-kadang 13 38,24%
Tidak Pernah - -
81

Jumlah 34 100%
25. Melalui diskusi atau belajar kelompok yang dibuat oleh guru
dalam pelajaran SKI, memudahkan saya dalam memahami
pelajaran
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 8 23,53%
Sering 17 50,00%
Kadang-kadang 9 26,47%
Tidak Pernah - -
Jumlah 34 100%

Melihat hasil prosentase jawaban di atas, dapat diketahui bahwa sebagian


besar siswa menyukai pelajaran SKI di kelas dan beranggapan bahwa
dengan berdiskusi siswa menjadi lebih senang, karena dapat lebih
memahami pelajaran SKI. Guru bidang studi SKI di MTs Pembangunan
UIN Jakarta mengakui, berkaitan dengan hal ini biasanya sang guru
sering mengadakan catatan evaluasi dengan angket yang disebar
keseluruh siswa, sejauh mana mereka menaruh minat pada pelajaran
ini.11
Tabel. 4.23
Berkaitan dengan Tidak Merasa Bosan
No. Pernyataan
27. Saya tidak merasa bosan dalam mengikuti pelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 5 14,71%
Sering 6 17,65%
Kadang-kadang 21 61,76%
Tidak Pernah 2 5,88%
Jumlah 34 100%

11
Wawancara guru bidang studi
82

Melihat hasil prosentase di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar


siswa menjawab “selalu” tidak bosan dengan 14,71%, “sering” sebesar
17,65%, dan “kadang-kadang” sebesar 61,76%.
Berdasarkan skor penelitian yang ada pada angket dan tingkat kategori
skala aktivitas belajar siswa SKI pada bab III, maka dapat disajikan besarnya
tingkat skala tersebut secara terperinci berdasarkan indikator penilaian di
bawah ini.
Tabel 4.24
Tingkat Skala Aktivitas Belajar Siswa Berdasarkan Indikator
Nilai Nilai
Keteranga
Variabel Indikator Harap Skor
n
(NH) (NS)
147:34 4,32
1. Membaca 2x4 = 8 x100 %  54 % Tinggi
= 4,32 8
3,29
112:34 x100 %  82,25 % Sangat
2. Memperhatikan 1x4 = 4 4
= 3,29 Tinggi

89:34 = 2,62
3. Bertanya 1x4 = 4 x100 %  65,5% Tinggi
2,62 4
162:34 4,76
4. Menjawab 2x4 = 8 x100 %  59,5% Tinggi
= 4,76 8
96:34 = 2,82
5. Diskusi 1x4 = 4 x100 %  70,5% Tinggi
2,82 4
Aktivitas 6. Mengeluarkan 87:34 = 2,56
1x4 = 4 x100 %  64 % Tinggi
Belajar Pendapat 2,56 4
Siswa SKI 106:34 3,12 Sangat
7. Mendengarkan 1x4 = 4 x100 %  78 %
= 3,12 4 Tinggi
2,65
90:34 = x100 %  66,25 %
8. Menyimak 1x4 = 4 4 Tinggi
2,65

89:34 = 2,62
9. Mencatat 1x4 = 4 x100 %  65,5% Tinggi
2,62 4
3,06
10. Mengerjakan 104:34 x100 %  76,50 % Sangat
1x4 = 4 4
Tugas = 3,06 Tinggi

195:34 5,74
11. Menaruh Minat 2x4 = 8 x100 %  71,75 % Tinggi
= 5,74 8
83

2,41
12. Tidak Merasa 82:34 = x100 %  60,25 %
1x4 = 4 4 Tinggi
Bosan 2,41
39,97
x100 %  66,62 %
Total Nilai 60 39,97 60 Tinggi

Dilihat dari total nilai setiap indikator yang ada, maka dapat
disimpulkan bahwa siswa MTs Pembangunan UIN Jakarta mempunyai
aktivitas belajar SKI yang tinggi. Sehubungan dengan aktivitas yang ada pada
MTs Pembangunan kelas IX ini, peneliti juga mendapatkan data lain melalui
hasil wawancara yang sebagiannya telah turut dideskripsikan dengan
penjelasan tabel di atas.
Guru bidang studi SKI mengakui pada setiap pertemuan mempunyai
catatan-catatan khusus siapa-siapa saja siswa yang mempunyai aktivitas
secara menonjol (bertanya atau mengeluarkan pendapat) dan sebaliknya,
karena nantinya aktivitas itulah akan dimasukan ke dalam nilai mereka.12
Catatan yang dimaksud juga telah dilampirkan dalam skripsi ini.
Selain itu guru bidang studi SKI juga mengakui mengenai penerapan
model cooperative learning ini kelebihannya, siswa mempunyai keterlibatan
secara penuh, karena siswa dapat dengan bebas mengeluarkan pendapatnya
sendiri dan dapat mengajarkannya (memberikan informasi yang ia tahu) pada
temannya, lalu kekurangannya yang terkadang masih ditemukan adalah masih
mengandalkan orang lain. Namun untuk menghindari adanya saling
mengandalkan, yang guru lakukan adalah menunjuk siswa yang pasif untuk
bertanya atau mengeluarkan pendapat, dan diusahakan siswa mempunyai
aktivitas belajar yang merata. Karena terkadang ada juga siswa yang baru
bertanya (pertanyaannya bagus) ketika baru ditunjuk.13

12
Wawancara guru bidang studi
13
Wawancara guru bidang studi
84

K. Analisis
Setelah angket diuji validitas dan reliabilitas, maka telah diketahui skor
dari masing-masing responden dan pada masing-masing variabel, yaitu
sebagai berikut:

Skor Variabel X Skor Variabel Y


(Penerapan Cooperative Learning) (Aktivitas Belajar Siswa SKI)
56 43 45 42 44 41 41 42 51 34 40 35 43 33 35 36
52 37 41 51 45 46 47 48 45 29 33 38 38 49 46 52
50 42 43 43 49 30 42 47 49 38 40 36 47 29 33 41
45 45 40 38 54 45 44 40 40 40 38 39 42 49 34 34
54 42 50 43

Karena jumlah reponden lebih dari 30 orang ( N = 34), maka


sebaiknya perhitungannya dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa
Peta Korelasi atau Diagram Korelasi atau dikenal dengan nama Scatter
Diagram. Selain itu, karena data skor yang di dapat terlalu luas bila dalam
bentuk Tabel distribusi Frekuensi, maka dalam hal ini skor akan disajikan
dalam data kelompok. Rumus yang digunakan dalam mencari indeks korelasi
di sini adalah:

 x ' y '  (c
x ' )(c y ' )
rxy  N
( SDx ' )( SD y ' )

Untuk mencapai perhitungan dengan rumus tersebut, maka ada


langkah-langkah yang perlu dilakukan, yaitu:
1. Menyiapkan peta korelasi, dengan urutan kerja sebagai berikut:
a. Mencari nilai tertinggi (highest score) dan nilai terendah (lowest
score)
- Variabel X  H = 56 dan L = 30
- Variabel Y  H = 52 dan L = 33
85

b. Mencari besar atau luas dari masing-masing interval X dan variabel Y


dengan terlebih dahulu mencari range dan banyaknya data kelompok

- Variabel X  R = H- L = 56 – 30 = 26
Variabel Y  R = H – L = 52 – 29 = 23
- K = 1 + 3,3 log n = 1 + 3,3 log 34 = 5,83  dibulatkan 6
R 26
- Variabel X  i =   4,3  dibulatkan 5
K 6
R 23
- Variabel Y  i =   3,8  dibulatkan 4
K 6
Tabel 4.25
Data Kelompok
X Y
52 – 56 49 – 52
47 – 51 45 – 48
42 – 46 41 – 44
37 – 41 37 – 40
32 – 36 33 – 36
27 - 31 29 – 32

c. Membuat peta korelasi


X
27-31 32-36 37-41 42-46 47-51 52-56 fy y‟ fy‟ fy‟
2 x‟y‟
Y
49- || 2 || 2 || 2
6 +3 18 54 36
52 6 12 18
45- || 2 | 1
3 +2 6 12 14
48 8 6
41- || 2 | 1 | 1
4 +1 4 4 7
44 2 2 3
37- || 2 ||||| | 6 | 1
9 0 0 0 0
40 0 0 0
33- |||| 4 ||||| | 6
10 -1 -10 10 -6
36 0 -6
86

29- | 1 | 1
2 -2 -4 8 4
32 4 0
fx 1 0 7 16 6 4 =34 =14 =88 =55
x‟ -2 -1 0 +1 +2 +3
fx‟ -2 0 0 16 12 12 =38
2
fx‟ 4 0 0 16 24 36 =80
x‟y‟ 4 0 0 2 22 27 =55

Dari peta korelasi di atas maka dapat diperoleh:


Tabel 4.26
Nilai Hasil Perhitungan
N 34
 x' y ' 55

 fx' 38

 fx' 2 80

 fy' 14

 fy' 2 88

fx' 38
2. Mencari Cx‟  Cx '    1,12
N 34

fy' 14
Mencari Cy‟  Cy '    0,41
N 34
fx' 2  fx' 
2 2
80  38 
3. - Mencari SDx‟ = i   =1  
N  N  34  34 

= 1 2,35  1,12 2  1 2,35  1,2544


= 1 1,0956  1,047
fy' 2  fy' 
2 2
88  14 
- Mencari SDy‟ = i   =1  
N  N  34  34 
= 1 2,59  0,412  1 2,59  0,1681
= 1 2,4219  1,556
87

4. Mencari angka indeks korelasi “r” product moment:

 x ' y '  (c
x ' )(c y ' )
rxy  N
( SDx ' )( SD y ' )
55
 (1,12 )(0,41)
=
34
(1,047 )(1,556 )

1,618  0,4592 1,1588


=   0,711
1,6291 1,6291

L. Interpretasi Data
Untuk mengetahui apakah pengaruh pada penerapan model
cooperative learning dengan peningkatan aktivitas siswa belajar siswa
signifikan atau tidak maka nilai rxy atau r hasil perhitungan dibandingkan
dengan r tabel, sebelum membandingkannya terlebih dahulu dicari derajat
kebebasannya atau df (degrees of freedom) dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
df = N – nr
df = 34 – 2
= 32
Karena di dalam tabel nilai koefisien korelasi tidak terdapat df sebesar
32, maka diperoleh r tabel dengan df yang mendekati yaitu 30 pada taraf
signifikansi 5% sebesar 0,349 dan taraf signifikansi 1% sebesar 0,449.
Ternyata rxy jauh lebih besar daripada rtabel , pada taraf signifikansi 5%

adalah lebih besar dari rtabel (0,711 > 0,349) maka pada taraf signifikansi 5%
Ha diterima, ini berarti pada taraf 5% terdapat korelasi atau terdapat pengaruh
positif yang signifikansi antara variabel X dengan variabel Y.
Selanjutnya pada taraf signifikansi 1%, rxy adalah juga jauh lebih besar

daripada rtabel (0,711 > 0,449), maka pada taraf signifikansi 1% Ha diterima,
ini berarti pada taraf 1% terdapat korelasi atau pengaruh positif yang
signifikan antara variabel X dengan variabel Y.
88

Dari hasil konsultasi antara rxy dan rtabel maka peneliti berkesimpulan

bahwa ada korelasi atau pengaruh antara penerapan model cooperative


learning dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran
sejarah kebudayaan Islam di MTs Pembangunan UIN Jakarta.
Angka korelasi antara variabel X dengan variabel Y atau rxy adalah

0,711 berdasarkan interpretasi nilai, rxy berada pada rentangan antara 0,70 –

0,90 yang berarti antara variabel X dengan variabel Y yaitu antara Penerapan
model Cooperative Learning dengan Aktivitas Belajar Siswa MTs
Pembangunan UIN Jakarta memang terdapat korelasi/pengaruh yang kuat
atau tinggi.
Perhitungan koefisien determinasi (KD) yang peneliti manfaatkan untuk
mengetahui kontribusi variabel X dan variabel Y sebagai berikut:

KD = r2 x 100%
= (0,711)2 x 100%
= 0,505521 x 100%
= 50,5521 %
Jadi, angka koefisien penentu sebesar 50,5521% menunjukkan bahwa
kontribusi penerapan model cooperative learning dalam meningkatkan
aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran sejarah kebudayaan Islam adalah
50,5521% sedangkan sisanya 49,4479% adalah sumbangan dari variabel lain
yang juga menunjang tingkat aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran
sejarah kebudayaan Islam.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis hasil penelitian yang telah
diuraikan pada bab sebelumnya, maka peneliti menyimpulkan hasil penelitian
ini mengenai Penerapan Model Cooperative Learning dan Pengaruhnya
dalam Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam di MTs Pembangunan UIN Jakarta, di antaranya sebagai
berikut:
1. Penerapan Model Cooperative Learning pada Mata Pelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam di MTs Pembangunan UIN Jakarta, dilakukan dengan
menitikberatkan unsur-unsur penting sebuah kerja kelompok itu sendiri.
Perlunya sebuah kekompakan walaupun tetap harus mempunyai tanggung
jawab atas pekerjaannya sendiri, dan tetap kondusif walaupun bekerja
secara kelompok. Unsur-unsur penting inilah yang menjadi inti agar tetap
efektif dalam proses pembelajaran.
2. Angka koefisien penentu sebesar 50,5521% menunjukkan bahwa
kontribusi penerapan model cooperative learning dalam meningkatkan
aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran sejarah kebudayaan Islam
adalah 50,5521% sedangkan sisanya 49,4479% adalah sumbangan dari
variabel lain yang juga menunjang tingkat aktivitas belajar siswa pada

89
90

mata pelajaran sejarah kebudayaan Islam. Dari sisni dapat terlihat bahwa
model cooperative learning yang merupakan salah satu faktor
peningkatan aktivitas belajar, mempunyai kontribusi besar dalam
meningkatkan aktivitas belajar siswa pada MTs Pembangunan Jakarta.
3. Dari hasil penelitian ini, diperoleh angka korelasi antara Penerapan Model
Cooperative Learning dengan Aktivitas Belajar Siswa atau rxy adalah

0,711 berdasarkan interpretasi nilai, rxy berada pada rentangan antara 0,70
– 0,90 yang berarti dapat diketahui bahwa terdapat korelasi positif yang
signifikan atau adanya hubungan antara Penerapan Model Cooperative
Learning dengan Aktivitas Belajar Siswa MTs Pembangunan UIN
Jakarta.

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, berikut ini beberapa saran yang dapat
diberikan, di antaranya sebagai berikut:
1. Perlunya seorang guru mata pelajaran sejarah kebudayaan Islam lebih
kreatif dalam mengolah proses belajar mengajar yang menyenangkan,
sehingga siswa tidak merasa lagi bahwa pelajaran sejarah kebudayaan
Islam itu pelajaran yang membosankan atau monoton.
2. Perlunya sang guru memperkaya pengetahuannya tentang teknik-teknik
cooperative learning yang lainnya, karena sesungguhnya masih banyak
lagi teknik-teknik dalam pembelajaran kooperatif ini.
3. Dalam menerapkan model cooperative learning di kelas, hendaknya sang
guru juga dapat mengajarkan unsur kepemimpinan dalam kerja kelompok,
seperti pemilihan ketua kelompok yang bergantian agar siswa juga dapat
secara bergiliran belajar cara memimpin secara tidak langsung.
4. Agar proses pembelajaran kooperatif tetap berjalan secara optimal,
hendaknya guru melakukan pemantauan secara maksimal terhadap
aktivitas diskusi siswa. Selain itu agar guru mengetahui siswa mana yang
membutuhkan bantuan.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu, Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta,


1991), cet. 1
A. M Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo, 2007).
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, ( Jakarta:
PT. Rineka Cipta, 2006), cet. ke-16.
Aziz, Syaikh Abdul, Shahih Bukhari, (Beirut: Daar al-Fikr, tth).
Bungin, M. Burhan, Metodologi Penelitian Kuantitatif (Komunikasi, Ekonomi,
dan Kebijakan Publik serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya), (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2009).
Cohen, Louis, et.al, A Guide to Teaching Practice, (New York: RoutledgeFalmer,
2004), ed. ke-5.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta;
Balai Pustaka, 2007), ed. ke-3, cet. ke- 4.
Guza, Afnil (ed.), Undang-undang Sisdiknas (UU RI No 20 Tahun 2003) dan
Undang-undang Guru dan Dosen (UU RI No 14 Tahun 2005), (Jakarta:
Asa Mandiri, 2009).
Hamalik, Oemar, Kurikulum dan Pembelajaran, (Bandung: PT Bumi Aksara,
2009). …………, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003).
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2006), ed.5
Hasibuan, J.J., et.al., Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1995), cet.ke-6.
Isjoni, Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok , (Bandung:
Alfabeta, 2010), cet. ke-3.
Latifah, “Efektifitas Pelaksanaan Quantum Learning untuk meningkatkan Hasil
Belajar Sejarah Kebudayaan Islam”, Skripsi Sarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan Umum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2009)

91
92

Lie, Anita, Cooperative Learning: Mempraktikan Cooperative Learning di


Ruang-ruang Kelas, (Jakarta: PT.Grasindo, 2010), cet ke-7.
Madrasah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Panduan Siswa
Ibtidaiyah/Tsanawiyah/Aliyah, (Jakarta, 2010), h. 1-3.
Nasution, S., Didaktik Asas-asas Mengajar, (Bandung: Jemmars, 1986), ed. ke-5.
Nuraida, Halid Alkaf, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Ciputat: Islamic
Research Publishing, 2009), cet. 1.
Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
(Jakarta: Kencana, 2007), cet. ke-2.
…………, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, ( Jakarta: Kencana,
2008), cet. ke-1.
Slavin, Robert E., Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktik, (Bandung:
Nusa Media, 2008), cet ke-3.
Sudijono, Prof. Dr. Anas, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo, 2008), ed. I.
Sudjana, Nana, Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan,(Bandung: Sinar
Baru Offset, 1989), Cet.1
Suri, Nurbayati, “Efektifitas Penggunaan Audio Visual sebagai Media
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SD al-Azhar 12 Cikarag-
Bekasi”, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan
Utama UIN Jakarta, 2009), h.53.
Retno Widyaningrum, “Strategi Pengajaran yang Berasosiakan dengan
Pembelajaran Kontekstual” dalam Cendekia Jurnal Kependidikan dan
Kemasyarakatan, Ponorogo, Vol. 3 No. 2 Juli Desember 2005.
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasikan Konstruktivistik,
(Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007), cet. ke-1.
Ashtiani, Fathi, A Comparison of the Cooperative Learning Model and
Traditional Learning Model on Academic Achievement,
dari:http://webcache.googleusercontent.com
93

/search?q=cache:P3Tb0MUJMZ4J:scialert.net/fulltext/%3Fdoi%3Djas.200
7.137.140+slavin+say+cooperative+learning+is+meaning&cd=7&hl=id&c
t=clnk&gl=id
http://www.scribd.com/doc/11712482/08Lampiran-3bBab-Vii-Sk-Kd-Pai-Dan-
Bhs-Arab-Tk-MTs
Majid, Abdul, Pengelolaan Kelas, dari:http://santridaruz.blogspot.com/2008/05/
pengelolaan-kelas.html,
Samsul, “Jurnal Model Pembelajaran Cooperative Learning”, dari
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:O0IwBDgeSlwJ:
www.unjabisnis.com/2010/04/jurnal-model-pembelajaran-kooperatif-
learning.ht
ml+tujuan+pembelajaran+kooperatif&cd=10&hl=id&ct=clnk&gl=id,08
April 2010.
Suhatman, “Pentingnya Pendidikan Agama Islam”, dari
http://islamblogku.blogspot.com/2009/07/pengertian-dan-tujuan-
pendidikan-agama_1274.html, 7 Januari 2009 diakses pada 1 September
2010.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
ANGKET PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TERHADAP
AKTIVITAS BELAJAR SISWA

A. Petunjuk Pengisian
1. Isilah nama dan kelas anda pada tempat yang telah disediakan
2. Bacalah yang cermat setiap pernyataan dan pilihlah jawaban yang tersedia dengan
sejujur-jujurnya
3. Jawaban anda tidak akan mempengaruhi nilai apapun termasuk nilai rapor anda
4. Jawaban anda akan dirahasiakan
5. Berilah tanda ( X ) pada salah satu jawaban yang anda anggap paling sesuai
dengan keadaan sebenarnya, dengan ketentuan:
1 = Tidak Setuju
2 = Kurang Setuju
3= Setuju
4= Sangat Setuju

B. Identitas Siswa
Nama Lengkap :
Kelas :

C. Uraian Pertanyaan
JAWABAN
PERNYATAAN
PERNYATAAN
(VARIABEL X)
SS S KS TS
1. Dengan belajar secara kelompok (cooperative
learning) membuat tugas SKI biasanya menjadi
lebih ringan dikerjakan
2. Setelah guru menerapkan belajar kelompok
(cooperative learning) di kelas, saya menjadi lebih
aktif dalam pembelajaran SKI
3. Guru selalu membagi kelompok secara heterogen
(menggabungkan dari factor jenis kelamin, tingkat
kepandaian, dll) dalam penerapan belajar kelompok
(cooperative learning) dalam pembelajaran SKI
4. Bila ada teman kelompok saya ada masalah dengan
tugasnya, saya siap berusaha membantunya
5. Dalam belajar kelompok (cooperative learning)
pembelajaran SKI, setiap pimpinan/ketua kelompok
dipilih secara demokratis
6. Dengan belajar kelompok (cooperative learning),
saya menjadi lebih memahami dalam belajar SKI
7. Dalam belajar kelompok (cooperative learning),
setiap pimpinan/ketua kelompok dipilih secara
bergiliran pada tiap pertemuan SKI

8. Pada saat belajar kelompok (cooperative learning)


sedang berlangsung, guru terus memantau proses
diskusi antar siswa di tiap kelompok
9. Berdiskusi pada pembelajaran SKI, membuat saya
lebih bersemangat dan tidak mengantuk atau bosan
saat di kelas
10. Saya berusaha untuk mengenal satu sama lain
dengan teman-teman kelompok saya, supaya kami
dekat dan menghasilkan kerja sama yang maksimal
11. Saya bisa mendapatkan hasil nilai yang lebih bagus,
bila belajar secara berkelompok (cooperative
learning)
12. Dengan belajar kelompok (cooperative learning),
saya bisa belajar untuk menerima perbedaan dari
tiap teman kelompok saya
13. Dengan belajar kelompok (cooperative learning),
saya bertanggung jawab atas tugas saya tanpa
mengandalkan teman kelompok saya
14. Saya tidak malu bertanya pada teman sekelompok,
jika menemukan kesulitan dalam membuat tugas
kelompok
15. Dengan belajar kelompok (cooperative learning),
kesulitan yang saya hadapi lebih sedikit dalam
pembelajaran SKI

Selanjutnya juga berilah tanda ( X ) pada salah satu jawaban yang anda anggap
paling sesuai dengan keadaan sebenarnya, dengan ketentuan:
1 = Tidak Pernah
2 = Kadang-kadang
3 = Sering
4 = Selalu

JAWABAN
PERNYATAAN
PERNYATAAN
(VARIABEL Y)
SL SR KK TP
16. Saya menyimak setiap penjelasan pelajarn SKI
yang diterangkan oleh guru
17. Saya membaca beberapa buku untuk menunjang
belajar SKI
18. Saya mencatat materi pelajaran SKI yang sudah
disampaikan oleh guru dan teman-teman
19. Saya memperhatikan guru, ketika guru sedang
memberikan contoh lewat gambar/media atau
demonstrasi saat pembelajaran berlangsung

20. Saya membaca ulang materi SKI dirumah, agar


tidak lupa pada materi tersebut
21. Saya senang bertanya saat guru memberikan
kesempatan siswa bertanya pada pembelajarn SKI
22. Saya menjawab apa yang selalu guru tanyakan
pada saya
23. Saya senang saat belajar Sejarah Kebudayaan
Islam di kelas
24. Saya mendengarkan pendapat teman saat
dilakukan diskusi dalam kelas SKI
25. Melalui diskusi atau belajar kelompok yang dibuat
oleh guru dalam pelajaran SKI, memudahkan saya
dalam memahami pelajaran
26. Saya tertarik untuk mengeluarkan pendapat saya
pada saat proses pembelajaran SKI berlangsung
27. Saya tidak merasa bosan dalam mengikuti
pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
28. Saya mencatat materi pelajaran SKI yang sudah
disampaikan oleh guru dan teman-teman
29. Saya selalu bersemangat dalam menjawab soal-
soal seputar pelajaran SKI
30. Ketika ada tugas SKI yang tidak dimengerti, saya
senang berdiskusi dengan teman
WAWANCARA KEGIATAN GURU DALAM MENGAJAR

Wawancara dilaksanakan pada:


Hari / Tanggal : Kamis, 02 Desember 2010
Responden : Abdul Mutaqin, S. Ag
Tempat : Ruang Guru
Tujuan Wawancara : Mengetahui sejauh mana penerapan model cooperative learning
digunakan dan pengaruh terhadap aktivitas siswa

Daftar Pertanyaan Wawancara Guru

1. Menurut bapak, apakah model Cooperative Leraning ini cocok diterapkan dalam pelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam?
Jawab : Saya melihat, falsafah yang mendasari model pendidikan ini adalah falsafah homo
homini socius, yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Bentuk
Pembelajaran ini berupa model pembelajaran dengan sejumlah siswa sebagai
anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam
menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling
bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran.
Saya menilai, pembelajaran SKI bisa menggunakan pendekatan ini, terutama
pada topik-topik yang memungkinkan siswa dapat bekerja sama untuk saling
berbagi informasi dan melengkapi temuan mereka kepada temannya yang lain.
Ada beberapa alasan mengapa perlu diterapkan model cooperative learning ini.
Alasan yang pertama, dikarenakan paradigma yang berkembang dari siswa
bahwa pelajaran ini cenderung membosankan dan yang kedua karena pelajaran
ini cenderung “banyak mengingat” seperti tanggal atau nama tokoh dan
sebagainya. Maka mengenai cocok atau tidaknya secara materi itu tergantung dari
sudut pandang yang ada, yang pasti dengan pembelajaran cooperative learning ini
masalah yang ada dalam tugas dapat dipecahkan bersama-sama dan dapat
membangun suasana baru dalam belajar.

2. Bagaimana penerapan model Cooperative Learning ini diterapkan dalam pelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam di MTs Pembangunan UIN Jakarta ini?
Jawab : Saya sering menggunakan pembelajaran secara kooperatif dan membagi
kelompok kecil yang masing-masing kelompok berdiskusi dan berinteraksi
dengan temannya.
Untuk model pembelajarannya saya lebih sering menggunakan “chalk talk” yaitu
menyiapkan spidol dengan di oper dan siap diterima oleh orang yang harus
mengatakan apa yang ada dalam pikirannya tentang materi pada saat itu. Lalu
untuk jigsaw juga diterapkan namun tidak terlalu sering.
Namun yang pasti dalam penerapan cooperative learning ini, apapun modelnya
yang penting adalah unsur-unsur atau nilai dalam pembelajaran kooperatif
sendiri, seperti kerja samanya, kekompakannya, dan keaktifan yang merata pada
setiap siswa. Selain itu yang paling prinsip, saya menumbuhkan rasa tanggung
jawab pada siswa dalam kelompoknya. Selain terhadap diri sendiri juga terhadap
materi yang dihadapi. Misalnya dalam tpoik teori masuknya Islam ke nusantara,
saya menugaskan kepada siswa masing-masing menemukan satu teori. Nanti,
masing-masing mereka, saling berbagi sesame teman kelompoknya dan
menyampaikan di muka kelas secara utuh. Setiap dari mereka siswa saya
persilahkan mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani
dalam kelompok kooperatif.

3. Pada materi apa yang benar-benar cocok untuk diterapkan model pembelajaran ini?
Jawab : Memang tidak semua materi pelajaran yang dapat diterapkan model cooperative
learning ini. Kalau saya hanya topik-topik yang membutuhkan penelusuran yang
lebih oleh siswa. Terkadang ada materi yang saya tidak perlu berpanjang lebar
menjelaskan, karena siswa sudah cukup pandai mencari tahu informasi sendiri
tentang materi itu, misalnya tentang sejarah tokoh. Dalam hal ini saya bisa
secara langsung memberikan tugas kepada siswa.

4. Bagaimana dengan manajemen kelas yang dipakai pada kelas yang diterapkan model
pembelajaran ini?
Jawab : Untuk manajemen kelas pada cooperative learning ini tidak terlalu merepotkan.
Pembagian kelompok sudah dilakukan pada awal pertemuan dan bersifat
permanen, karena menurut saya tidak efektif bila setiap pertemuan melakukan
pembagian kelas. Lalu mengenai bentuk bangku itu dapat disesuaikan dengan
kondisi yang ada, tapi yang lebih efektif menurut saya bentuk leter U. Dan saya
terus memantau diskusi siswa dari awal sampai akhir, karena disinilah siswa
perlu diberi penguatan-penguatan atau reward atas pendapat atau pertanyaan
maupun jawabannya.

5. Bagaimana aktivitas siswa di kelas, apakah siswa senang dengan berdiskusi atau
mengeluarkan pendapatnya?
Jawab : Untuk aktivitas ini, hampir setiap diskusi pasti banyak yang bertanya atau
mengeluarkan pendapatnya. Saya pun mempunyai catatan-catatan khusus siapa-
siapa saja siswa yang mempunyai aktivitas secara menonjol (bertanya atau
mengeluarkan pendapat) dan sebaliknya, karena nantinya aktivitas itulah yang
saya ikut masukan ke dalam nilai mereka.
Setiap siswa mendapat dua penilaian; nilai sendiri dan nilai kelompok. nilai
kelompok dibentuk dari “sumbangan” setiap anggota. Dengan cara ini, setiap
siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik, baik
untuk dirinya dan kelompoknya.

6. Sejauh mana siswa menaruh minat terhadap proses pembelajaran Sejarah Kebudayaan
Islam?
Jawab : Mengenai minat itu variatif, tapi tiap tahunnya selain tahun ini saya sering
mengadakan catatan evaluasi dengan angket yang disebar keseluruh siswa,
sejauh mana mereka menaruh minat pada pelajaran saya ini. Tapi sayangnya
untuk tahun ini belum lagi saya lakukan. Dari tahun-tahun yang lalu, tanggapan
mereka, ada yang senang dengan cara mengajar saya dan ada juga yang tidak.

7. Apakah terdapat keluhan siswa tentang penggunaan model kooperatif ini di kelas pada
pelajaran bapak? atau siswa terlihat menyukai penerapan model ini?
Jawab : Siswa menyukai penerapan diskusi dengan cooperative learning ini, bila ada
keluhan paling hanya mengenai materinya saja yang terlalu banyak nama yang
dihapal.

8. Menurut pendapat bapak, apakah ada pengaruh yang signifikan antara diterapkannya
model pembelajaran ini dengan aktivitas siswa di kelas?
Jawab : Pengaruhnya cukup besar bila dibandingkan dengan saya harus menyampaikan
materi dengan metode ceramah. Dalam hal ini aktivitas siswa lebih terbentuk
secara positif bila menerapkan cooperative learning ini dalam pembelajaran.

9. Menurut bapak, kekurangan dan kelebihan apa yang terlihat dalam penerapan model ini di
kelas?
Jawab : Untuk kelebihannya, di sini siswa mempunyai keterlibatan secara penuh, karena
siswa dapat dengan bebas mengeluarkan pendapatnya sendiri dan dapat
mengajarkannya (memberikan informasi yang ia tahu) pada temannya.
Untuk kekurangannya yang terkadang masih ditemukan adalah mengandalkan
orang lain.

10. Bagaimana solusi untuk mengatasi kekurangan tersebut?


Jawab : Untuk menghindari adanya saling mengandalkan, saya biasanya menunjuk siswa
yang pasif untuk bertanya atau mengeluarkan pendapat, dan diusahakan siswa
mempunyai aktivitas belajar yang merata. Karena terkadang ada juga siswa
yang baru bertanya (pertanyaannya bagus) ketika baru ditunjuk.

Guru Bidang Studi SKI

Abdul Mutaqin, S.Ag.


WAWANCARA KEGIATAN GURU DALAM MENGAJAR

Wawancara dilaksanakan pada:


Hari / Tanggal : Kamis, 02 Desember 2010
Responden : Annida Jihan, Nisrina F, Umar Musa, dan Haidir Fajar H
Tempat : Ruang Laboraturium dan Koridor Kelas Lt. 2
Tujuan Wawancara : Mengetahui sejauh mana penerapan model cooperative learning
digunakan dan pengaruh terhadap aktivitas siswa

Daftar Pertanyaan Wawancara Siswa

1. Apakah kamu menyukai pembelajaran sejarah kebudayaan Islam dengan penerapan


model cooperative learning? Mengapa?
Jawab :
Siswa 1 : Suka, karena jadi lebih mudah memahaminya, selain itu jadi tidak monoton
dan tidak gampang mengantuk.
Siswa 2 : Terkadang suka tapi juga terkadang ada kurang sukanya juga. Karena kalau
belajar dibentuk kelompokan terkadang malah jadi ajang tempat mengobrol.
Siswa 3 : Suka, tapi tergantung pada teknik pembelajaran yang di pakai. Ada
beberapa teknik pembelajaran yang membuat saya suka sama pelajaran ini.
Siswa 4 : Suka, karena dengan berdiskusi dengan teman menjadi lebih paham.

2. Apakah menurut kamu pengelolaan kelas dalam menerapkan model cooperative learning
ini merepotkan atau tidak?
Siswa 1 : Tidak. Kalau kita membuat kelompok di kelas, biasanya simple saja, teman
sekelompok biasanya juga teman-teman yang bersebelah-belahan bangkunya.
Siswa 2 : Tidak. Kalau kita buat kelompok di kelas audio visual, kita hanya tinggal
duduk bersama-sama, karena di sana tempatnya lesehan. Tapi, kalau belajar
di kelas juga tidak repot, karena tinggal di rapatkan saja meja dan bangkunya
masing-masing tiap kelompok.
Siswa 3 : Tidak repot. Karena meja dan bangku bila sudah tertata dalam bentuk
kelompok, siswa-siswanya yang menghampiri meja kelompoknya, bukan tiap
siswa mendorong-dorong meja dan bangkunya sendiri ke tempat
kelompoknya.
Siswa 4 : Tidak repot. Simple-simple saja dan tidak memakan banyak waktu untuk
menata kelompoknya.

3. Teknik atau model pembelajaran cooperative learning apa yang biasanya guru gunakan di
dalam kelas pada mata pelajaran sejarah kebudayaan Islam?
Siswa 1 dan 2 : Pak guru biasanya membagikan hand out atau sebuah materi yang harus
kita pecahkan lalu tiap kelompok di minta untuk persentasi dengan power
point, atau terkadang perwakilan kelompok diminta untuk datang dan
mempersentasikan kepada kelompok lain (jigsaw). Setelah itu ada tanya
jawab yang kadang pak guru juga memberikan pertanyaan kepada siswa
yang dianggap berisik atau mengganggu.
Siswa 3 dan 4 : Pak guru sering menggunakan metode kelompokan dan membagikan
kelompok dari awal pertemuan. Tergantung materi yang ada, kadang pak
guru membagikan hand out tapi kadang juga pak guru memberikan suatu
masalah yang kami harus pecahkan (baik dalam bentuk soal atau
pernyataan). Setelah itu kami persentasikan atau berkunjung ke kelompok
lain untuk member tahu masalah kita pada kelompok tersebut.

4. Sejauh mana guru memantau kamu pada saat proses pembelajaran SKI berlangsung
dengan penerapan model cooperative learning ini?
Siswa 1 : Pak guru sangat memantau kami. Beliau sering berkeliling memantau
masing-masing kelompok.
Siswa 2 : Pak guru memanatau kelompok kami sekaligus terkadang memberi
pengarahan bila ada yang belum dimengerti.
Siswa 3 : Pak guru benar-benar memantau dan tidak keluar ruang kelas kecuali ada
urusan yang benar-benar penting menurutnya.
Siswa 4 : Pak guru sangat memantau kami dan sering berkeliling melihat pekerjaan
kelompok kami.

5. Menurut kamu apakah ada peningkatan nilai bila guru menerapakan model cooperative
learning di kelas pada mata pelajaran sejarah kebudayaan Islam?
Siswa 1 : Menurut saya nilai tidak dipengaruhi karena penerapan model pembelajaran
di kelas, tapi itu tergantung dari siswanya sendiri. Saya berpikir saya harus
menyukai semua pelajaran agar saya mau belajar pelajaran itu.
Siswa 2 : Kalau menurut saya, nilai bagus atau tidaknya itu tergantung pada pribadi
siswanya masing-masing. Model pembelajaran apapun yang diterapkan oleh
guru, apabila ia tidak punya kemauan atas pelajaran tersebut, maka ia tidak
bisa mendapat nilai bagus.
Siswa 3 : Menurut saya sangat pengaruh. Saya merasakan itu. Pada kelas 8 kemarin
dengan guru yang berbeda menggunakan teknik pembelajaran kelompok yang
saya suka yang membuat saya semangat belajar dan mendapat nilai bagus.
Siswa 4 : Menurut saya bisa berpengaruh. Karena bila kita suka dengan gaya mengajar
sang guru tersebut dan model pembelajaran yang diterapkan, maka kita juga
punya semangat belajar dan mendapat nilai bagus.

Siswa 1 Siswa 2 Siswa 3 Siswa 4

(Annida Jihan) (Nisrina F) (Umar Musa) (Haidir Fajar H)


Uji Validitas Angket Penerapan Cooperative Learning
No. Soal
No Koresponden Skor Total Kuadrat Skor Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1 Faisal 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 3 4 3 4 4 56 3136
2 Syahda H 4 3 2 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 43 1849
3 Nyimas N 4 2 2 3 2 3 2 3 3 3 4 3 4 4 3 45 2025
4 Balqis 3 3 2 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 42 1764
5 Annisa S 3 3 3 2 2 4 2 3 3 3 3 3 3 4 3 44 1936
6 Anjani K J 2 1 2 3 3 3 3 3 2 4 3 3 3 3 3 41 1681
7 Fenti Maharani 1 4 2 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 41 1681
8 Nadya Rizky A 3 2 1 3 2 3 2 3 3 3 4 3 4 3 3 42 1764
9 Aulia Nauval P 3 4 3 4 3 3 4 4 3 4 3 4 3 3 4 52 2704
10 Fitri Asshiyami 3 3 2 3 1 3 1 3 3 3 1 3 3 3 2 37 1369
11 Sharfina F 4 2 1 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 41 1681
12 Zuhtisya I 4 2 2 4 4 3 3 4 3 4 3 4 3 4 4 51 2601
13 Annida Jihan 3 3 2 3 3 4 2 3 3 3 4 3 3 3 3 45 2025
14 Nisrina F 3 3 3 3 3 4 2 3 3 4 3 4 3 2 3 46 2116
15 Siti Khozanah 3 4 2 3 3 3 3 3 3 4 3 3 4 3 3 47 2209
16 M Adam Z 4 3 3 4 2 3 1 4 2 3 4 4 3 4 4 48 2304
17 Ade Aurora 4 4 2 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 4 4 50 2500
18 Anindityo A B 4 3 1 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 42 1764
19 Amira S P 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 43 1849
20 Ressy Yudo P 3 2 3 2 4 3 2 3 2 3 3 3 3 4 3 43 1849
21 Nadhira R 4 3 2 3 3 3 2 4 3 4 3 3 4 4 4 49 2401
22 Devi S 3 1 1 3 1 1 2 2 2 3 2 3 1 3 2 30 900
23 Hamiseno B 4 2 1 3 3 4 3 4 1 3 4 4 3 1 2 42 1764
24 Khanza Syifa 4 3 2 3 3 3 2 3 3 3 4 3 4 3 4 47 2209
25 Fathan Naufal 4 4 2 3 1 4 2 3 4 3 3 3 2 4 3 45 2025
26 Umar Musa 3 3 2 2 3 3 2 4 3 3 4 3 3 4 3 45 2025
27 Rifda Shifa N 3 3 1 3 2 3 1 3 2 3 3 3 3 4 3 40 1600
28 Darin Salsabila 3 2 3 3 4 1 2 3 2 3 1 3 3 3 2 38 1444
29 Haidir Fajar H 4 3 4 4 4 3 4 3 4 3 2 4 4 4 4 54 2916
30 Adenio Ilham 3 3 2 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 45 2025
31 Maudy Khusni 3 3 3 3 3 3 2 4 3 2 3 3 3 3 3 44 1936
32 Gino Maulana 3 1 2 4 2 3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 40 1600
33 Ristya H 4 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 54 2916
34 Rifki Afandi 3 2 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 42 1764
Rhitung 0.391 0.4173 0.4689 0.356 0.4103 0.3921 0.4203 0.4834 0.4336 0.3932 0.3837 0.3598 0.3898 0.4853 1
Rtabel 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349
Status VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID
Jumlah 113 94 75 100 96 106 82 110 97 108 103 109 104 110 107 1514 68332
Jumlah Kudrat 391 284 189 306 294 337 220 364 291 352 331 355 330 372 342 4416
Uji Validitas Angket Aktivitas Belajar Siswa SKI
No. Soal
No Koresponden Jumlah Kuadrat Skor Total
16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
1 Faisal 3 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 3 3 2 3 51 2601
2 Syahda H 2 2 2 3 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 3 34 1156
3 Nyimas N 3 1 3 4 2 2 2 2 2 3 3 3 4 2 4 40 1600
4 Balqis 3 2 3 3 1 3 2 2 2 3 2 2 2 2 3 35 1225
5 Annisa S 2 1 4 3 2 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 43 1849
6 Anjani K J 2 2 3 3 1 3 2 2 2 3 2 2 2 2 2 33 1089
7 Fenti Maharani 2 1 3 4 1 2 3 3 4 2 2 2 2 2 2 35 1225
8 Nadya Rizky A 2 2 3 3 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 3 36 1296
9 Aulia Nauval P 4 2 3 3 3 3 3 2 2 3 4 2 4 3 4 45 2025
10 Fitri Asshiyami 2 2 2 2 1 2 2 2 3 2 2 1 2 2 2 29 841
11 Sharfina F 3 2 3 3 2 2 1 2 2 3 2 2 2 2 2 33 1089
12 Zuhtisya I 2 3 3 3 2 2 2 3 3 4 2 2 2 2 3 38 1444
13 Annida Jihan 3 2 3 3 2 2 2 2 3 2 3 2 3 2 4 38 1444
14 Nisrina F 3 3 4 4 3 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 49 2401
15 Siti Khozanah 2 3 3 3 4 3 3 3 4 4 3 2 4 2 3 46 2116
16 M Adam Z 4 2 3 4 3 3 4 3 4 4 4 4 3 3 4 52 2704
17 Ade Aurora 4 4 3 3 2 4 4 4 4 3 2 4 2 4 2 49 2401
18 Anindityo A B 3 1 3 4 1 2 2 2 4 3 2 2 3 2 4 38 1444
19 Amira S P 2 3 3 3 4 3 3 2 3 3 2 2 2 2 3 40 1600
20 Ressy Yudo P 2 1 3 4 2 2 2 3 3 3 3 2 2 2 2 36 1296
21 Nadhira R 3 4 4 3 3 3 2 3 4 3 2 4 4 3 2 47 2209
22 Devi S 3 2 2 3 2 1 2 2 2 2 2 1 1 2 2 29 841
23 Hamiseno B 1 2 2 2 1 4 2 3 3 4 1 3 3 1 1 33 1089
24 Khanza Syifa 2 2 3 4 2 4 3 4 3 3 2 2 2 2 3 41 1681
25 Fathan Naufal 2 2 3 3 3 2 2 3 3 4 3 2 2 2 4 40 1600
26 Umar Musa 3 1 3 4 1 3 2 3 4 2 3 2 2 3 4 40 1600
27 Rifda Shifa N 2 4 3 3 2 2 2 3 3 2 3 2 2 2 3 38 1444
28 Darin Salsabila 4 2 4 3 2 2 3 3 2 2 3 4 1 2 2 39 1521
29 Haidir Fajar H 3 2 3 3 2 3 2 3 4 4 3 2 3 2 3 42 1764
30 Adenio Ilham 4 2 3 4 2 3 4 4 4 4 3 3 3 4 2 49 2401
31 Maudy Khusni 2 1 3 3 2 2 2 2 3 3 2 2 3 2 2 34 1156
32 Gino Maulana 2 2 3 3 3 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 34 1156
33 Ristya H 4 4 4 4 3 3 4 3 3 2 3 4 4 2 3 50 2500
34 Rifki Afandi 2 2 3 4 1 4 3 3 4 3 3 2 3 2 4 43 1849
Rhitung 0.353 0.4186 0.4274 0.389 0.3774 0.3976 0.3651 0.3682 0.3691 0.3568 0.3673 0.3598 0.3868 0.3759 0.3507
Rtabel 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349 0.349
Status VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID
Jumlah 90 75 104 112 72 89 85 94 106 101 87 82 89 77 96 1359 55657
Jumlah Kudrat 260 195 328 380 176 251 231 276 348 317 239 220 259 187 294 3961
Penghitungan Uji Reliabilitas

Penghitungan ini memakai rumus alpha:



2
k
r11  ( )(1  2b )
k 1  t

Keterangan:
r11 = reliabilitas instrumen
k = banyaknya butir pernyataan
 b
2
= jumlah varians butir

 12 = varians total
(Penghitungan ini merujuk pada hasil yang ada di tabel uji validitas)

Variabel X (Penerapan model cooperative learning) :

97 2
113 2
291 
391   2 (9)  34  291  276 ,74  14,26  0,419
 2 (1)  34  391  375 ,56  15,44  0,454 34 34 34
34 34 34
94 2 108 2
284  352 
34  284  259 ,88  24,12  0,709  2 (10)  34  352  343,06  8,94  0,263
 2 ( 2)  34 34 34
34 34 34 2
103
75 2 331 
189   2 (11)  34  331  312 ,03  18,97  0,558
 2 ( 3)  34  189  165 ,44  23,56  0,693 34 34 34
34 34 34
109 2
100 2 355 
306 
 2 (12)  34  355  349 ,44  5,56  0,164
 2
 34  306  294 ,12  11,88  0,349
( 4) 34 34 34
34 34 34
96 2 104 2
294  330 
34  294  271,06  22,94  0,675  2 (13)  34  330  318 ,12  11,88  0,349
 2 ( 5)  34 34 34
34 34 34

Figure 1
106 2 110 2
337  372 
 2 ( 6)  34  337  330 ,47  6,53  0,192 34  372  355 ,88  16,12  0,474
34 34 34  2 (14) 
34 34 34
82 2
220  107 2
 2 (7)  34  220  197 ,76  22,24  0,654 342 
 2 (15)  34  342  336 ,73  5,27  0,155
34 34 34
34 34 34

110 2
364 
 2 (8)  34  364  355 ,88  8,12  0,239
34 34 34

 b  0,454  0,709  0,693  0,349  0,675  0,192  0,654  0,239  0,419  0,263  0,558 
2

0,164  0,349  0,474  0,155  6,347

1514 2
68332 
Varians total = 34  68332  67417 ,53  914 ,47  26,896
34 34 34
Masukkan ke rumus:

2
k
r11  ( )(1  2b )
k 1  t

15 6,347 15
r11  x(1  )  x(1  0,236 )
15  1 26,896 14

= 1,071 x 0,764 = 0,8182


Variabel Y (Aktivitas Belajar Siswa SKI) :

90 2 106 2
260  348 
 2 (1)  34  260  238 ,24  21,76  0,640 34  348  330 ,47  17,53  0,516
 2 (9) 
34 34 34 34 34 34
75 2 101 2
195  317 
 2 ( 2)  34  195  165 ,44  29,56  0,869 34  317  300 ,02  16,98  0,499
34 34 34  2 (10) 
34 34 34
2
104 2 87
328  239 
34  328  318 ,12  9,88  0,291  2 (11)  34  239  222 ,62  16,38  0,482
 2 ( 3) 
34 34 34 34 34 34
112 2
380  82 2
34  380  368 ,94  11,06  0,325 220 
 2 ( 4) 
 2 (12)  34  220  197 ,76  22,24  0,654
34 34 34
34 34 34
72 2
176 
 2 ( 5)  34  176  152 ,47  23,53  0,692 259 
89 2
34 34 34  2 (13)  34  259  232 ,97  26,03  0,766
34 34 34
89 2
251 
 2 ( 6)  34  251  232 ,97  18,03  0,530 77 2
34 34 34 187 
 2 (14)  34  187  174 ,38  12,62  0,371
85 2 34 34 34
231 
 2 (7)  34  231  212 ,50  18,50  0,544
34 34 34 96 2
294 
 2 (15)  34  294  271,06  22,94  0,675
94 2
276  34 34 34
 2 (8)  34  276  259 ,88  16,12  0,474
34 34 34

 b  0,640  0,869  0,291  0,325  0,692  0,530  0,544  0,474  0,516  0,499  0,482 
2

0,654  0,766  0,371  0,675  8,328


1359 2
55657 
Varians total = 34  55657  54320 ,03  1336 ,97  39,323
34 34 34

Masukkan ke rumus:

2
k
r11  ( )(1  2b )
k 1  t

15 8,328 15
r11  x(1  )  x(1  0,212 )
15  1 39,323 14

= 1,071 x 0,788 = 0,8439

Anda mungkin juga menyukai