Anda di halaman 1dari 20

PERENCANAAN IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

(SDG’s) PADA TUJUAN “AKSI TERHADAP IKLIM”


DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Disusun oleh:

LUKMANUL HAKIM
NPM. 250120160023

Disusun untuk Memenuhi Tugas UAS Mata Kuliah Ilmu Lingkungan


Dosen Pengampu:
Dr. Tb. Benito A. Kurnani, Ir, Dipl. EST

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LINGKUNGAN


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2016
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sustainable Develompent Goals (SDGs) adalah sebuah kesepakatan pembangunan

baru yang menggantikan atau menyempurnakan Millenium Development Goals (MDGs)

dengan target pelaksanaan antara 2015–2030. SDGs merupakan dokumen setebal 35

halaman, berisikan 17 tujuan (goals), 169 sasaran pembangunan dan 230 indikator. Tujuh

belas tujuan dengan 169 sasaran diharapkan dapat menjawab ketertinggalan pembangunan

negara–negara di seluruh dunia, baik di negara maju (konsumsi dan produksi yang

berlebihan, serta ketimpangan) dan negara–negara berkembang (kemiskinan, kesehatan,

pendidikan, perlindungan ekosistem laut dan hutan, perkotaan, sanitasi dan ketersediaan

air minum).

Salah satu perubahan mendasar yang dibawa oleh SDGs adalah prinsip “tidak ada

seorang pun yang ditinggalkan” (No one left Behind) yaitu SDGs harus memberi manfaat

bagi semua terutama yang rentan dan pelaksanaannya melibatkan semua pemangku

kepentingan. SDGs juga mengandung prinsip yang menekankan kesetaraan antar–negara

dan antar–warga negara. SDGs berlaku untuk semua (Universality) negara–negara anggota

PBB, baik negara maju, miskin, dan negara berkembang. SDGs juga mengandung prinsip

Integrasi (Integration) dimana SDGs dilaksanakan secara terintegrasi dan saling terkait

pada semua dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan.

Selain itu, dalam SDGs tidak hanya memuat Tujuan (Goals) tetapi juga memuat

bagaimana cara mengimplementasikannya (means of implementation). Hal ini penting agar

SDGs dapat mudah dipahami dan diterapkan oleh semua negara dengan target – target

operasional yang telah ditetapkan.

Indonesia telah memiliki prioritas pembangunan, sesuai dengan program dan

prioritas dalam Nawacita dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN)


2015–2019. Terdapat konvergensi dan divergensi antara SDGs dan Nawacita.

Dalam hal pembangunan manusia dan upaya penurunan ketimpangan, kedua

dokumen selaras berjalan. Dalam hal pembangunan ekonomi, keduanya

juga teman seiring. Namun, dalam hal keberlanjutan, ekologi dan konservasi

lingkungan hidup, maka Nawacita dan RPJMN harus melakukan banyak

penyesuaian (konsumsi dan produksi yang berkelanjutan, penurunan kerusakan

hutan, manajemen air, laut, dan sebagainya).

Pada tujuan pembangunan milenium atau Millenium Development Goals (MDGs)

terdahulu, Indonesia gagal menjalankan 19 dari 67 indikator karena penerapan MDGs

terlambat sekitar 8 sampai 10 tahun. Berkaca dari kegagalan tersebut, saat ini Indonesia

segera menyusun kebijakan pencapaian SDGs dengan mengoptimalkan peran koordinasi

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas dalam pembangunan,

melibatkan semua pihak (pemerintah, parlemen, organisasi masyarakat sipil dan media,

filantropi dan bisnis, pakar dan akademisi) untuk bersinergi sesuai peran, fungsi dan

kemampuan para pihak. Selain itu, ditetapkan pula langkah-langkah pelaksanaan SDGs

yang salah satunya adalah menerbitkan peraturan presiden tentang SDGs.

Keberhasilan implementasi SDGs tidak dapat dilepaskan dari peranan penting

pemerintah daerah karena pemerintah kota dan kabupaten (a) berada lebih dekat dengan

warganya; (b) memiliki wewenang dan dana; (c) dapat melakukan berbagai

inovasi; serta (d) ujung tombak penyedia layanan publik dan berbagai kebijakan

serta program pemerintah.

B. Tujuan 13 :Aksi Terhadap Perubahan Iklim dan dampaknya

Tujuan 13 dalam Dokumen SDGs : Transforming our world: the 2030 Agenda for

Sustainable Development adalah aksi terhadap perubahan iklim dan dampaknya yang

memiliki 3 sasaran utama, yaitu:


13.1 Memperkuat kapasitas daya lenting dan adaptif terhadap bahaya terkait iklim dan

bencana alam di semua negara

13.2 Mengintegrasikan pengukuran perubahan iklim dalam kebijakan, perencanaan dan

strategi nasional.

13.3 Meningkatkan pendidikan, meningkatkan kesadaran dan kapasitas perorangan dan

institusi tentang mitigasi perubahan iklim, adaptasi, pengurangan dampak dan

peringatan dini

Selain itu, terdapat dua perangkat implementasi target aksi terhadap perubahan iklim,

yaitu:

13.a. Mengimplementasikan komitmen yang disetujui/ditandatangani oleh kelompok

negara-negara maju pada the United Nations Framework Convention on Climate

Change (Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim) untuk tujuan

mobilisasi bersama $100 milyar setiap tahun pada tahun 2020 dari semua sumber

untuk mengatasi kebutuhan negara-negara berkembang pada konteks aksi mitigasi

yang bermakna dan transparan dalam implementasi dan operasional penuh the Green

Climate Fund (Dana Iklim Hijau) melalui kapitalisasinya dengan segera.

13.b Mendorong mekanisme untuk meningkatkan kapasitas untuk rencana dan tata kelola

yang efektif terkait perubahan iklim di negara-negara berkembang, termasuk fokus

pada wanita, generasi muda, lokal dan komunitas yang marjinal/terpinggirkan.

Wujud partisipasi Indonesia dalam mencapai Tujuan 13 SDGs : aksi terhadap

perubahan iklim yaitu dengan mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan partisipasi

aktif Indonesia dalam berbagai konferensi internasional terkait perubahan iklim

(Conference of Parties - United Nation Framework Convention on Climate Change (CoP-

UNFCC). Pemerintah Republik Indonesia (RI) telah berkomitmen akan mengurangi emisi

GRK sebesar 29% pada tahun 2030 dengan upaya sendiri atau sebesar 41% dengan
dukungan internasional. Hal ini merupakan komitmen yang tinggi yang dicanangkan

pemerintah karena memang sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup bahwa negara wajib menjamin

ketersediaan lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi warga negaranya

Sebagai tindak lanjut dari komitmen tersebut, Pemerintah RI telah menetapkan

Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan

Emisi Gas Rumah Kaca. Pasal 6 Perpres 61 tahun 2011 menyebutkan bahwa (1) Untuk

menurunkan emisi GRK di masing-masing wilayah provinsi, Gubernur harus menyusun

Rencana Aksi Daerah-Gas Rumah Kaca (RAD-GRK). (2) Penyusunan RAD-GRK

berpedoman pada RAN-GRK dan Prioritas pembangunan daerah.

Salah satu provinsi yang berkomitmen dan berkontribusi aktif dalam merespon isu-isu

perubahan iklim adalah Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng). Hal ini dapat diidentifikasi

melalui serangkaian kegiatan peningkatan kapasitas aparat dibidang perubahan iklim,

pembentukan komisariat daerah (KOMDA) REDD+ Provinsi Kalteng, penunjukkan

Kalteng sebagai Proyek Pencontohan Reducing Emission from Deforestation and

Degradation (REDD+) dan dukungan dari seluruh elemen masyarakat melalui program

Kalteng Green Province. Untuk memperkuat komitmen yang telah ada, dibentuk juga

Dewan Daerah Perubahan Iklim (DDPI) Provinsi Kalimantan Tengah yang mirip dengan

struktur dan keanggotaan Dewan Nasional Perubahan Iklim.

DDPI dimandatkan untuk merumuskan strategi tingkat provinsi yang terkait dengan

pengurangan emisi dan mitigasi perubahan iklim; mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan

yang berhubungan dengan adaptasi, mitigasi dan adopsi teknologi; merancang strategi

Kalimantan Tengah dalam menjangkau pasar perdagangan karbon; melakukan

pengukuran, pelaporan dan verifikasi terhadap proyek dan peraturan terkait; serta

memastikan seluruh kabupaten mengadopsi strategi pembangunan rendah karbon.


C. Permasalahan Emisi GRK di Provinsi Kalimantan Tengah

Emisi GRK Provinsi Kalimantan Tengah berasal dari 3 (tiga) bidang yaitu 1)

Berbasis Lahan, 2) Berbasis Energi (Industri dan Transportasi) dan 3) Pengelolaan

Limbah. Besarnya emisi GRK dari sektor berbasis lahan dimana pada tahun 2010 emisi

GRK yang dihasilkan mencapai sekitar 548 juta ton CO₂-eq. Gambar 1 dibawah ini

menggambarkan kontribusi per bidang untuk tahun 2010 di Provinsi Kalimantan Tengah.

Profil Emisi Kalteng Tahun 2010


120
99.57
100
80
Persen

60
40
20
0.37 0.06
0
Berbasis Lahan Berbasis energi Pengolahan limbah
Sumber Emisi

Gambar 1. Porsi penyumbang emisi dari masing-masing bidang pada 2010 (sumber : Bappenas, 2015)

Hasil proyeksi baseline emisi GRK Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2020 tanpa

intervensi aksi mitigasi, bidang berbasis lahan masih menempati porsi penyumbang emisi

GRK terbesar sebanyak 99,57%. Sedangkan bidang berbasis energi dan limbah secara
berturut-turut menyumbang 0,37% dan 0,06% dari total baseline emisi GRK 2020 di

Provinsi Kalimantan Tengah.

Permasalahan emisi utama GRK di Kalimantan Tengah dihasilkan dari sektor

berbasis lahan yang diakibatkan dari perubahan fungsi tutupan hutan yang terjadi secara

masif beberapa dekade sebelumnya sampai saat ini. Luasnya lahan gambut yang hampir

seperlima dari luas provinsi kalimantan tengah dimana kawasan ekosistem tersebut

memiliki potensi karbon tersimpan dan teremisi yang tinggi akibat kebakaran yang hampir

terjadi setiap tahunnya dan juga akibat dekomposisi gambut. Selain itu, pertambahan

populasi penduduk dan pesatnya pembangunan menyebabkan konsumsi energi dan

produksi limbah juga meningkat. Total emisi dari sektor berbasis lahan dapat dilihat pada

tabel 1.

Tabel 1. Total emisi akibat perubahan lahan di Kalimantan Tengah


(sumber : RAD-GRK Kalteng 2010-2020).

D. Perencanaan Implementasi pencapaian Tujuan ke 13 SDGs : Aksi terhadap

Perubahan Iklim di Kalimantan Tengah

Strategi Provinsi Kalimantan Tengah dalam mengendalikan perubahan iklim dan

menurunkan emisi GRK yaitu dengan menyusun Rencana Aksi Daerah penurunan emisi
Gas Rumah Kaca (RAD-GRK). RAD-GRK merupakan perencanaan yang harus disusun

dalam melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun

2011. Selain itu, RAD-GRK merupakan dokumen penjabaran program-progam yang

merespon dan mengurangi dampak perubahan iklim di Provinsi Kalteng. Dokumen ini

merupakan salah satu penjabaran kewenangan Gubernur Kalteng yang telah berkomitmen

untuk terlibat aktif dalam merespon isu-isu perubahan iklim.

RAD-GRK Provinsi Kalimantan Tengah ditetapkan dalam peraturan Gubernur

Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 36 Tahun 2012 tanggal 14 Desember 2012. RAD-

GRK disusun untuk perencanaan sampai dengan tahun 2020. Kegiatan RAD-GRK

meliputi bidang : (a) Pertanian; (b) Kehutanan dan Lahan Gambut; (c) Energi dan

Transportasi; (d) Industri; (e) Pengolahan Limbah; (f) Kegiatan pendukung lain.

RAD-GRK merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari strategi pembangunan

daerah, kebijakan dan rencana strategis daerah. Selain itu, RAD-GRK tidak menghambat

upaya pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan dan prioritas kesejahteraan rakyat.

RAD-GRK merupakan rencana aksi yang terintegrasi antar sektor dan melibatkan seluruh

pemangku kepentingan di daerah.

Pencapaian target penurunan Emisi GRK tingkat daerah dilakukan dengan

mengarahkan dan menetapkan berbagai program dan kegiatan yang dilengkapi dengan

sasaran, indikator kinerja dan pembiayaan ke dalam Rencana Kerja Perangkat Daerah

(RKPD). Pemerintah Daerah Provinsi berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota dalam menyusun Rencana Pengelolaan Jangka Menengah Daerah

(RPJMD) dan RKPD Kabupaten/Kota untuk mendukung penurunan Emisi Gas Rumah

Kaca.

Proses Penyusunan RAD-GRK


RAD-GRK disusun sesuai dengan kondisi dan permasalahan serta kemampuan

daerah. RAD-GRK berisi upaya-upaya penurunan emisi GRK yang bersifat multisektor

dengan mempertimbangkan karakteristik, potensi, dan kewenangan daerah serta

terintegrasi dengan rencana pembangunan daerah. Proses penyusunan RAD-GRK bersifat

partisipatif dan menggunakan referensi yang tersedia di tingkat nasional.

TAHAP TAHAP TAHAP PERUMUSAN TAHAP


TAHAP PENGHITUNGAN RENCANA AKSI PENETAPAN
TAHAP PERSIAPAN PENGHITUNGAN
PENGUMPULAN DATA PENGHITUNGAN PENGHITUNGAN

Konsolidasi Hasil
Data dan Informasi Pokja
Persiapan Awal Umum
a. Sidang Pleno Tim 15. Draft
Pembentukan Tim Data dan Informasi Penghitungan
Sidang Pleno Tim Teknis b. Konsultasi Publik naskah
Emisi Baseline
Peraturan
Penetapan Skala
Pendataan Usulan Aksi Gubernur
Prioritas
Identifikasi Awal kelembagaan Mitigasi 16. penetapan
publik Peraturan
gubernur
Persiapan Teknis Pendataan Pemetaan tentang RAD-
Penentuan Target
kelembagaan Kelembagaan GRK
Reduksi Emisi GRK
masyarakat dan Daerah 17. Sosialisasi
Konsutasi Publik pelaku usaha RAD-GRK
Formulasi strategi
implementasi RAD-
GRK
1-2 Bulan 2-3 Bulan 2-3 Bulan 2-3 Bulan 1 Bulan

Gambar 2. Proses penyusunan RAD-GRK di Provinsi Kalimantan Tengah


(Sumber : RAD-GRK Kalteng, 2012)

Prinsip penyusunan RAD-GRK, pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah mengacu

pada prinsip penyusunan Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca (RAN-GRK), yaitu :
1. RAD-GRK merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Strategi pembangunan

Daerah yang berdasarkan pada kebijakan dan rencana strategis daerah.

2. RAD-GRK tidak menghambat upaya pertumbuhan ekonomi dan pengentasan

kemiskinan dan memprioritaskan kesejahteraan rakyat.

3. RAD-GRK merupakan rencana aksi yang terintegrasi antar sektor dengan

memperhatikan seluruh aspek pembangunan berkelanjutan.

4. RAD-GRK merupakan kontribusi daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) terhadap

komitmen Indonesia dalam menurunkan emisi GRK.

5. Penyusunan RAD-GRK harus mengikut sertakan para pelaku pembangunan di

daerah dan meningkatkan keterlibatan semua pihak dalam rencana aksi yang telah

ditetapkan waktunya.

6. Pelaksanaan RAD-GRK harus mengikuti sistem pemantauan, penilaian dan

pelaporan yang berlandaskan peraturan pemerintah dab bersifat dapat diukur,

dilaporkan dan diverifikasi.

Relasi Proses Perencanaan Pembangunan dan RAD GRK

Sejak terbitnya Perpres nomor 61 tahun 2011 dan ditindaklanjuti oleh Peraturan

Gubernur Kalteng nomor 36 Tahun 2012, proses internalisasi program yang terkait dengan

isu perubahan iklim dan penurunan emisi GRK baru dapat dilaksanakan pada Rencana

Kerja Perangkat Daerah (RKPD) Provinsi dan Kabupaten/kota pada tahun 2014. Alur

relasi proses perencanaan pembangunan dengan RAD-GRK dapat dilihat pada gambar 3.
Memperhatikan alur relasi proses pada Gambar 3, dalam penyusunan RAPBD tahun
Gambar 3. Alur Relasi Proses perencanaan pembangunan dan RAD-GRK di Provinsi
dan Kabupaten/Kota (Sumber : Jagau dkk, 2015)
2014 baik pada tingkat provinsi dan kabupaten, amanat RAN GRK dan RAD GRK

seharusnya dirangkum dalam Kebijakan Umum Anggaran 2014 baik di Provinsi maupun

Kabupaten. Hasil kajian Jagau, dkk. (2015) menemukan bahwa program/kegiatan yang

tersusun di dalam RKPD tingkat provinsi yang masih belum secara sistematis mendukung

upaya penurunan emisi GRK terdeteksi di dalam dokumen Kebijakan Umum Anggaran –

Program Prioritas Anggaran (KUA-PPA) tahun 2014 yang dibahas pada tahun 2013 ketika

penyusunan RAPBD 2014. Di dalam dokumen tersebut dipaparkan program prioritas yang

akan ditetapkan pada tahun 2014. Di dalam dokumen KUA-PPA 2014 memang belum

dijabarkan secara eksplisit prioritas program yang diarahkan dalam upaya penurunan emisi

GRK.

Sementara itu, pada tahun yang sama (tahun 2013) ketika Pemerintah Kabupaten

menyusun RAPBD 2014, KUA-PPA tidak memaparkan secara eksplisit prioritas program

yang diarahkan dalam upaya penurunan emisi GRK. Fakta disebabkan oleh:

a. Isu perubahan iklim dan penurunan emisi GRK yang tertuang dalam RAD-GRK belum

terinternalisasi dalam penyusunan isu strategis ketika KUA-PPA disusun.


b. Tidak terinternalisasinya isu ini disebabkan tidak ada surat edaran ataupun surat

instruksi dari Pemerintah Provinsi yang menginstruksikan agar RAD GRK harus

dijadikan sebagai salah satu acuan dalam penyusunan rencana pembangunan di

kabupaten/kota.

Kelembagaan dan Pendanaan

Provinsi kalimantan tengah sebagai proyek percontohan REDD+, dalam upaya

pengurangan emisi dari Degradasi dan deforestasi hutan, memiliki kesempatan banyak

untuk membangun kelembagaan yang menyangkut : Organisasi, aturan dan sumber dana

secara lebih baik dan optimal dengan dukungan para pihak. Kegiatan tersebut sementara

ini didukung oleh adanya Komisi Daerah REDD+ yang diketuai oleh Gubernur dan para

pihak yang mendukung RAD-GRK di Provinsi Kalimantan Tengah, diantaranya adalah

Pemerintah (pusat, provinsi, kabupaten/Kota), Sektor Swasta dan Organisasi

Kemasyarakatan (lembaga adat, LSM lingkungan).

Pada tahun 2010, Gubernur Kalimantan Tengah juga telah mengeluarkan Surat

Keputusan mengenai Pembentukan Dewan Daerah tentang Perubahan Iklim. Kebijakan ini

relevan dengan hal-hal yang berkaitan dengan tanah adat dan masyarakat adat, yang

merupakan dua isu penting yang membutuhkan perhatian khusus dari pemerintah,

sebagaimana disoroti dalam perundingan internasional tentang perubahan iklim dan

REDD. Gubernur dan pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah telah mengeluarkan

beberapa peraturan lain yang relevan dengan penurunan emisi GRK dan REDD+, yaitu: (i)

Surat Keputusan Gubernur tentang Status, Posisi dan Fungsi Lembaga Kedamangan

(Kedamangan merupakan lembaga adat antar desa yang terlibat dalam tata kelola sumber

daya alam); (ii) Peraturan Daerah Provinsi tentang Penetapan Wilayah Kedamangan dan

Kewajiban Kepala Damang; (iii) Peraturan Daerah Provinsi tahun 2008 tentang Lembaga
Adat Masyarakat Dayak; dan (iv) Surat Keputusan Gubernur tentang Tanah Adat dan Hak

Adat atas Tanah

Pendanaan untuk pengurangan emisi GRK merupakan tantangan bagi pemerintah

provinsi. Dengan adanya RAD tersebut, pemerintah harus mengalokasikan dana khusus

untuk kegiatan mitigasi perubahan iklim. Selain itu, dana untuk mitigasi perubahan iklim

dari pemerintah pusat juga telah masuk dalam program pembangunan dan memiliki alokasi

anggaran khusus.

Pada dokumen perencanaan pembangunan, pendanaan untuk perubahan iklim

dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bidang, yaitu: (i) bidang mitigasi; (ii) bidang adaptasi; dan

(iii) bidang pendukung untuk memperkuat upaya mitigasi dan adaptasi seperti penguatan

data dan informasi, peningkatan iptek, kajian, dan koordinasi pelaksanaan. Pendanaan

untuk penanganan perubahan iklim bersumber dari APBN (anggaran

kementerian/lembaga, Dana Alokasi Khusus, Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan, Hibah

dari APBN), APBD, hibah luar negeri, dana perwalian, dan swasta/masyarakat. Pada saat

ini, Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) telah membantu pelaksanaan RAN /

RAD-GRK dengan membantu berbagai pilot kegiatan untuk dapat diperluas penerapannya

melalui Kementerian/Lembaga terkait. Pada saat ini sesuai dengan semangat kemandirian

nasional, ICCTF telah menjadi Lembaga Wali Amanah (LWA) Nasional, sesuai dengan

Perpres No. 80/2011.

Rencana Aksi RAD-GRK Kalimantan Tengah


Usulan program rencana aksi RAD GRK terbagi atas tiga sektor, yaitu:

(1) Sektor tertutup (closed sector). Sektor ini disebut sektor tertutup, karena pada sektor

ini pemerintah provinsi memiliki kewenangan penuh untuk menangani penyusunan

baseline emisi GRK dan opsi mitigasinya, dimana secara administratif dan teknis

sektor ini merupakan kewenangan penuh daerah. Sektor yang termasuk ke dalam

Tabel 2. Rencana Aksi Mitigasi sektor pengelolaan sampah


(Sumber : RAD-GRK Kalteng, 2012)
sektor tertutup adalah sektor persampahan; Rencana aksi sektor persampahan pada

tabel 2.

(2) Sektor terbuka (open sector). Sektor ini disebut sektor terbuka karena pada sektor

ini, penyusunan baseline emisi GRK dan opsi mitigasi yang sifatnya lintas daerah atau

lebih tepat menjadi kewenangan pemerintah pusat/nasional. Sektor tersebut adalah

sektor industri dan sektor transportasi. Pada sektor ini, Pemerintah provinsi memiliki

keterbatasan dalam pelibatan penyusunan baseline emisi GRK dan opsi mitigasinya.

Peran daerah adalah penyediaan data-data yang diperlukan untuk menyusun baseline

emisi GRK, pada tahap implementasi dan reporting. Contohnya yang langsung

ditangani oleh pusat adalah sektor industri dan transportasi; Rencana Aksi mitigasi

sektor Industri dan sektor Transportasi dapat dilihat pada tabel 3 dan tabel 4.

Tabel 3. Rencana aksi mitigasi pada sektor Industri


(Sumber : RAD-GRK Kalteng, 2012)
(3) Sektor

campuran (mixed sector). Sektor campuran adalah sektor yang sulit dibagi

kewenangannya antara pusat dan daerah. Pusat memiliki otoritas pada sektor ini, tetapi

pada tahap implementasi, bantuan dari daerah untuk mewujudkan pelaksanaan

kebijakan akan sangat besar. Karena itu, sektor ini melibatkan koordinasi bersama

antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam kegiatan pengurangan

emisi. Kategori sektor campuran terdiri dari sektor kehutanan, lahan gambut dan
Tabel 4. Rencana aksi mitigasi pada sektor Transportasi
pertanian. Dari ketiga sektor program
(Sumberrencana
: RAD-GRKaksi tersebut,
Kalteng, 2012) maka REDD+ berperan

untuk mendukung sektor yang bersifat campuran (mixed sector) yaitu sektor

kehutanan, lahan gambut dan pertanian.


Skala prioritas mitigasi diarahkan dengan mempertimbangkan enam peluang utama

yang dapat menurunkan emisi dengan tetap memperhatikan pertumbuhan yang

maksimal, sosial ekonomi masyarakat dan kondisi lingkungan hidup yaitu :

kepemilikan tanah dan peningktatan produktifitas lahan, perencanaan tata ruang

terpadu, rehabilitasi lahan gambut, pengelolaan hutan berkelanjutan, optimalisasi

penggunaan lahan dan praktek pertambangan dan perkebunan yang ramah lingkungan.

Tabel 5. Rencana aksi mitigasi pada sektor Lahan Gambut


(Sumber : RAD-GRK Kalteng, 2012)

Tabel 6. Rencana aksi mitigasi pada sektor Kehutanan


(Sumber : RAD-GRK Kalteng, 2012)
Tabel 7. Rencana aksi mitigasi pada sektor Pertanian
(Sumber : RAD-GRK Kalteng, 2012)
KESIMPULAN

1. Strategi pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dalam mencapai tujuan (Goals)

SDGs 13 tentang Aksi terhadap Perubahan Iklim yaitu dengan menyusun Rencana

Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) periode 2010 –

2020 pada tahun 2012. RAD-GRK dibuat dalam rangka melaksanakan amanat

Perpres Nomor. 61 tahun 2011.

2. Proses penyusunan RAD-GRK Provinsi Kalimantan Tengah diseuaikan dengan

kondisi, permasalahan dan kemampuan daerah secara multisektor dengan

mempertimbangkan karakteristik, potensi dan kewenangan daerah serta terintegrasi

dengan rencana pembangunan daerah.

3. RAD-GRK Provinsi Kalimantan Tengah disusun secara partisipatif dan

menggunakan prinsip-prinsip yang telah ditentukan oleh Rencana Aksi Nasional

Gas Rumah Kaca (RAN-GRK).

4. RAD GRK belum terinternalisasi secara sistematis di dalam perencanaan

pembangunan tahun 2014 sehingga program/kegiatan yang tersusun pada tahun

2014 yang ada di RKPD baik provinsi dan kabupaten belum semuanya terprogram.

Hal ini karena belum dipahaminya secara utuh dan lengkap tentang perubahan

iklim dan upaya mengatasinya serta dampak dari upaya yang dilakukan.

5. Rencana aksi mitigasi perubahan iklim di Provinsi Kalimantan Tengah dibagi atas

tiga sektor yaitu sektor terbuka, sektor tertutup dan sektor campuran dengan

prioritas pada sektor berbasis lahan (kehutanan, lahan gambut dan pertanian).

Enam peluang utama yang dapat menurunkan emisi yaitu kepemilikan tanah dan

peningkatan produktifitas lahan, perencanaan tata ruang terpadu, rehabilitasi lahan

gambut, pengelolaan hutan berkelanjutan, optimalisasi penggunaan lahan dan

praktek pertambangan dan perkebunan yang ramah lingkungan.


DAFTAR PUSTAKA

Bappenas. 2011. Pedoman Penyusunan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas
Rumah Kaca. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta:
http://old.bappenas.go.id/files/5413/5270/1901/buku-pedoman-rad-
grk__20120119105636__0.pdf
Bappenas. 2014. Potret Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD-
GRK). Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional. Jakarta:
Bappenas. 2015. Kalimantan Tengah : Menuju Pertumbuhan Ekonomi Hijau. Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional / Badan Perencanaan Pembangunan Nasional,
Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, Global Green Growth Institute. Jakarta:
Darajati, Wahyuningsih. 2016. Upaya Pencapaian Target Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan (TPB) Indonesia. Kementerian PPN/Bappenas. Jakarta: materi
presentasi disampaikan pada Kegiatan Jaring Masukan Kontribusi WIPO untuk
Pencapaian SDGs, Jakarta, 29 Juni 2016.
http://sdgcenter.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2016/07/Wahyuningsih-Darajati-
Upaya-Pencapaian-Target-SDGs.pdf diakses tanggal 29 Nopember 2016.
Hoelman, Mickael B,. Bona Tua Parlinggoman Parhusip, Sutoro Eko, Sugeng Bahagijo,
Hamong Santono. 2015. PANDUAN SDGs Untuk Pemerintah Daerah (Kota dan
Kabupaten) dan Pemangku Kepentingan Daerah. INFID : International NGO
Forum on Indonesian Development). Jakarta:
http://infid.org/wp-content/uploads/2015/11/Buku_PANDUAN-SDGs.pdf
Jagau, Yusirum, Bismart Ferry Ibie, Andi Kiki. 2015. Kajian Kesesuaian Rencana Aksi
Daerah Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) Ke dalam Rencana Kerja Pembangunan
daerah (RKPD) Di Kalimantan Tengah. Kemitraan Partnership. Jakarta:
(http://www.kemitraan.or.id/environment/admin/assets/uploads/file/2014/10/Kajian_
Kesesuaian_Rencana_Aksi_Daerah_Gas_Rumah_Kaca.pdf ). Diakses tanggal 29
Nopember 2016.
Krisnawati, H., Adinugroho, W.C., Imanuddin, R. dan Hutabarat, S. 2015. Pendugaan
Emisi Gas Rumah Kaca Tahunan dari Hutan dan Lahan Gambut di Kalimantan
Tengah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor, Indonesia.
Mitchell, Bruce., B. Setiawan, Dwita Hadi Rahmi. 2010. Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan. Gadjah mada University Press-Cetakan ke 4. Yogyakarta:
Rusan, Ahim., Yusurum Jagau, Uras Tuntalo, Bismart Ferry Ibie, Yusuf Aguswan, Alue
Dohong, Mariaty A. Niun, Erni H. Lambung, Humala Pontas, Matius Hosang,
Marline, Rio Jeneiro, Edy Subahani, Alfianus G. Rinting, Mastuati, Dimas N.
Hartoyo. 2013. Strategi Daerah REDD+ Kalimantan Tengah. Palangkaraya: Badan
Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Kalimantan Tengah.
http://www.gcftaskforce.org/documents/Strada_central_kalimantan_2014_ID.pdf
United Nations (UN). 2015. Transforming our world: the 2030 Agenda for Sustainable
Development. Resolution of 70th. General Assembly United Nations Volume I :
A/RES/70/1. New York :
https://sustainabledevelopment.un.org/post2015/transformingourworld. diakses
tanggal 29 Nopember 2016.

Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2011 Tentang Rencana Aksi
Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK)
Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 36 Tahun 2012 Tentang Rencana Aksi
Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD-GRK).

Anda mungkin juga menyukai