Anda di halaman 1dari 27

BATUBARA

OLEH
Darmawan Adi Prasetya
Nis : 199223574
XI GP 2

SMKN 1 BALIKPAPAN

i
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
bahan galian ” BATUBARA ”

Kami menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari
bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa. Tidak lupa juga dalam kesempatan
ini kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman serta bantuan dari berbagai
pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat dapat bermanfaat khususnya untuk diri kita
sendiri, umumnya kepada para pembaca makalah ini. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun
materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.

Balikpapan, 27 September 2020

Darmawan Adi Prasetya

2
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN ...................................................................................... 1


KATA PENGANTAR .................................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 5
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 5
1.2 Tujuan .................................................................................................... 5
1.3 Perumusan Masalah ............................................................................... 6
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 7
2.1 Genesa Batubara .................................................................................... 7
2.2 Sifat Fisik dan Kimia Batubara ............................................................. 7
1. SIfat Fisik Batubara .............................................................................. 7
A. Berat Jenis ......................................................................................... 8
B. Kekerasan .......................................................................................... 8
C. Warna ................................................................................................ 8
D. Goresan ............................................................................................. 9
E. Pecahan ............................................................................................. 9
2. Sifat Kimia Batubara ............................................................................. 9
A. Karbon .............................................................................................. 9
B. Hidrogen ........................................................................................... 10
C. Oksigen ............................................................................................. 10
D. Nitrogen ............................................................................................ 10
E. Sulfur ................................................................................................. 10
2.3 Komposisi Batubara .............................................................................. 11
2.4 Penyusun Batubara ................................................................................. 12
2.5 Materi Penyusun Batubara ..................................................................... 13
2.6 Kelas dan Jenis Batubara ....................................................................... 15
2.7 Proses Pembentukan Batubara ............................................................... 17
2.8 Batubara di Indonesia ............................................................................ 25
BAB III PENUTUP ......................................................................................... 26

3
3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 26
3.2 Saran ....................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 27

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Batubara merupakan hasil dari akumulasi tumbuh-tumbuhan pada


kondisi lingkungan pengendapan tertentu. Akumulasi tersebut telah dikenai
pengaruh-pengaruh syn-sedimentary dan post-sedimentary. Akibat
pengaruh-pengaruh tersebut dihasilkanlah batubara dengan tingkat (rank)
dan kerumitan struktur yang bervariasi.
Batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari
endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui
proses pembatubaraan. Potensi batubara Indonesia masih memungkinkan
untuk lebih ditingkatkan lagi dengan memberikan prioritas yang lebih besar
pada pengembangan dan pemanfaatannya untuk meningkatkan peranan
batubara.
Di Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di
cekungan Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk
Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan batubara
ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai batubara berumur Eosen
atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen
atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut Skala
waktu geologi.
Di Indonesia produksi batubara pada tahun 1995 mencapai sebesar 44
juta ton. Sekitar 33 juta ton dieksport dan sisanya sebesar 11 juta ton untuk
konsumsi dalam negeri. Dari jumlah 11 juta ton tersebut 60 % atau sekitar
6.5 juta ton digunakan untuk pembangkit listrik, 30 % untuk industri semen
dan sisanya digunakan untuk rumah tangga dan industri kecil.

1.2 Tujuan

Tujuan menyusun makalah ini ialah :


1. Mengetahui asal-usul (Genesa) dari Batubara

5
2. Mengetahui Sifat Fisik dan Kimia Batubara
3. Mengetahui komposisi kimia Batubara
4. Mengetahui Proses Pembentukan Batubara
5. Mengetahui tempat ditemukan Batubara

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka kegiatan difokuskan pada :


1. Darimana batubara berasal
2. Sifat Fisik dan Kimia Batubara
3. Komposisi Batubara
4. Penyusun Batubara
5. Materi penyusun Batubara
6. Kelas dan Jenis Batubara
7. Proses terbentuknya Batubara
8. Batubara di Indonesia

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 GENESA BATUBARA

Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous Period (Periode


Pembentukan Karbon atau Batu Bara) – dikenal sebagai zaman batu bara
pertama – yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang
lalu. Mutu dari setiap endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan tekanan
serta lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai ‘maturitas organik’.
Proses awalnya gambut berubah menjadi lignite (batu bara muda) atau
‘brown coal (batu bara coklat)’ – Ini adalah batu bara dengan jenis maturitas
organik rendah. Dibandingkan dengan batu bara jenis lainnya, batu bara
muda agak lembut dan warnanya bervariasi dari hitam pekat sampai
kecoklat-coklatan.
Mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama
jutaan tahun, batu bara muda mengalami perubahan yang secara bertahap
menambah maturitas organiknya dan mengubah batu bara muda menjadi
batu bara ‘sub-bitumen’. Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung
hingga batu bara menjadi lebih keras dan warnanya lebih hitam dan
membentuk ‘bitumen’ atau ‘antrasit’. Dalam kondisi yang tepat, penigkatan
maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung hingga membentuk
antrasit.

2.2 SIFAT FISIK DAN KIMIA BATUBARA

1. SIFAT FISIK BATUBARA

Sifat fisik batubara tergantung kepada unsur kimia yang


membentuk batubara tersebut, semua fisik yang dikemukakan
dibawah ini mempunyai hubungan erat satu sama lain.

7
A. Berat jenis

Berat jenis (specific gravity) batubara berkisar dari 1,25g/cm3


sampai 1,70 g/cm3, pertambahannya sesuai dengan peningkatan
derajat batubaranya. Tetapi berat jenis batubara turun sedikit
dari lignit (1,5g/cm3) sampai batubara bituminous (1,25g/cm3),
kemudian naik lagi menjadi 1,5g/cm3 untuk antrasit sampai
grafit (2,2g/cm3). Berat jenis batubara juga sangat bergantung
pada jumlah dan jenis mineral yang dikandung abu dan juga
kekompakan porositasnya. Kandungan karbon juga akan
mempengaruhi kualitas batubara dalam penggunaan. Batubara
jenis yang rendah menyebabkan sifat pembakaran yang baik.

B. Kekerasan

Kekerasan batubara berkaitan dengan struktur batubara yang


ada. Keras atau lemahnya batubara juga terkandung pada
komposisi dan jenis batubaranya. Uji kekerasan batubara dapat
dilakukan dengan mesin Hardgrove Grindibility Index (HGI).
Nilai HGI menunjukan niali kekersan batubara. Nilai HGI
berbanding terbalik dengan kekerasan batubara. Semakin tinggi
nilai HGI , maka batubara tersebut semakin lunak. Dan
sebaliknya, jika nilai HGI batubara tersebut semakin rendah
maka batubara tersebut semakin keras.

C. Warna

Warna batubara bervariasi mulai dari berwarna coklat pada


lignit sampai warna hitam legam pada antrasit. Warna variasi
litotipe (batubara yang kaya akan vitrain) umumnya berwarna
cerah.

8
D. Goresan

Goresan batubara warnanya berkisar antara terang sampai coklat


tua. Pada lignit, mempunyai goresan hitam keabu-abuan,
batubara berbitumin mempunyai warna goresan hitam, batubara
cannel mempunyai warna goresan dari coklat sampai hitam
legam.
E. Pecahan

Pecahan dari batubara memperlihatkan bentuk dari potongan


batubara dalam sifat memecahnya. Ini dapat pula
memeperlihatkan sifat dan mutu dari suatu batubara. Antrasit
dan batubara cannel mempunyai pecahan konkoidal. Batubara
dengan zat terbang tinggi, cenderung memecah dalam bentuk
persegi, balok atau kubus.

2. SIFAT KIMIA BATUBARA

Sifat kimia dari batubara sangat berhubungan langsung dengan


senyawa penyusun dari batubara tersebut, baik senyawa organik
ataupun senyawa anorganik. Sifat kimia dari batubara dapat
digambarkan sebagai berikut :
A. Karbon

Jumlah karbon yang terdapat dalam batubara bertambah sesuai


dengan peningkatan derajat batubaranya. Kenaikan derajatnya
dari 60% sampai 100%. Persentase akan lebih kecil daripada
lignit dan menjadi besar pada antrasit dan hamper 100% dalam
grafit. Unsur karbon dalam batubara sangat penting peranannya
sebagai penyebab panas. Karbon dalam batubara tidak berada
dalam unsurnya tetapi dalam bentuk senyawa. Hal ini
ditunjukkan dengan jumlah karbon yang besar yang dipisahkan
dalam bentuk zat terbang

9
B. Hidrogen

Hidrogen yang terdapat dalam batubara berangsur-angsur habis


akibat evolusi metan. Kandungan hidrogen dalam liginit
berkisar antara 5%, 6% dan 4.5% dalam batubara berbitumin
serta sekitar 3% smpai 3,5% dalam antrasit.

C. Oksigen

Oksigen yang terdapat dalam batubara merupakan oksigen yang


tidak reaktif. Sebagaimana dengan hidrogen kandungan oksigen
akan berkurang selam evolusi atau pembentukan air dan
karbondioksida. Kandungan oksigen dalam lignit sekitar 20%
atau lebih, dalam batubara berbitumin sekitar 4% sampai 10%
dan sekitar 1,5% sampai 2% dalam batubara antrasit.

D. Nitrogen

Nitrogen yang terdapat dalam batubara berupa senyawa organik


yang terbentuk sepenuhnya dari protein bahan tanaman asalnya
jumlahnya sekitar 0,55% sampai 3%. Batubara berbitumin
biasanya mengandung lebih banyak nitrogen daripada lignit dan
antrasit.

E. Sulfur

Sulfur dalam batubara biasanya dalam jumlah yang sangat kecil


dan kemungkinan berasal dari pembentuk dan diperkaya oleh
bakteri sulfur. Sulfur dalam batubara biasanya kurang dari 4%,
tetapi dalam beberapa hal sulfurnya bisa mempunyai konsentrasi
yang tinggi.
Sulfur terdapat dalam tiga bentuk, yaitu :
 Sulfur Piritik (piritic Sulfur)

10
Sulfur Piritik biasanya berjumlah sekitar 20% - 80% dari
total sulfur yang terdapat dalam makrodeposit (lensa, urat,
kekar, dan bola) dan mikrodeposit (partikel halus yang
menyebar).
 Sulfur Organik

Sulfur Organik biasanya berjumlah sekitar 20% - 80% dari


total sulfur, biasanya berasosiasi dengan konsentrasi sulfat
selama pertumbuhan endapan.
 Sulfat Sulfur

Sulfat terutama berupa kalsium dan besi, jumlahnya relatif


kecil dari seluruh jumlah sulfurnya.

2.3 KOMPOSISI BATUBARA

Batubara adalah senyawa hidrokarbon padat yang terdapat di alam


dengan komposisi yang cukup kompleks. Batubara yang merupakan bahan
bakar, umumnya tersusun atas unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen,
nitrogen, belerang dan fosfor serat unsur-unsur lainnya dalam jumlah yang
sangat kecil.
Pada dasarnya terdapat dua jenis material yang membentuk batubara,
yaitu :
1. Combustible Matter atau Bahan Dapat Terbakar (BDT)
Bahan Dapat Terbakar yaitu material atau bahan yang dapat dioksidasi
oleh oksigen akan menghasilkan kalor.
Material dasar tersebut umumnya terdiri dari :
Karbon Padat (Fixed Carbon)
Senyawa Hidrokarbon
Senyawa Sulfur
Senyawa Nitrogen, serta beberapa senyawa lainnya dalam jumlah
yang kecil.

11
2. Non Combustible Matter atau Bahan yang Tidak Dapat Tebakar (non-
BDT)
Bahan yang Tidak Dapat Terbakar yaitu bahan atau mineral yang
tidak dapat dibakar/dioksidasi oleh oksigen. Material/bahan tersebut
umumnya adalah senyawa anorganik (SiO2, Al2O3, TiO2, Mn3O4,
CaO, MgO, Na2O, K2O, dan senyawa-senyawa logam lainnya dalam
jumlah kecil yang akan membentuk abu dalam batubara. Bahan yang
tidak dapat terbakar ini umumnya tidak diinginkan keberadaannya
karena akan mengurangi nilai bakarnya.

2.4 PENYUSUN BATUBARA

Konsep bahwa batubara berasal dari sisa tumbuhan diperkuat dengan


ditemukannya cetakan tumbuhan di dalam lapisan batubara. Dalam
penyusunannya batubara diperkaya dengan berbagai macam polimer organik
yang berasal dari antara lain karbohidrat, lignin, dan lain-lain. Namun
komposisi dari polimer-polimer ini bervariasi tergantung pada spesies dari
tumbuhan penyusunnya.
a) Lignin
Lignin merupakan suatu unsur yang memegang peranan penting
dalam merubah susunan sisa tumbuhan menjadi batubara. Sementara ini
susunan molekul umum dari lignin belum diketahui dengan pasti, namun
susunannya dapat diketahui dari lignin yang terdapat pada berbagai
macam jenis tanaman. Sebagai contoh lignin yang terdapat pada rumput
mempunyai susunan p-koumaril alkohol yang kompleks. Pada umumnya
lignin merupakan polimer dari satu atau beberapa jenis alkohol.Hingga
saat ini, sangat sedikit bukti kuat yang mendukung teori bahwa lignin
merupakan unsur organik utama yang menyusun batubara.

b) Karbohidrat
Gula atau monosakarida merupakan alkohol polihirik yang
mengandung antara lima sampai delapan atom karbon. Pada umumnya

12
gula muncul sebagai kombinasi antara gugus karbonil dengan hidroksil
yang membentuk siklus hemiketal. Bentuk lainnya mucul sebagai
disakarida, trisakarida, ataupun polisakarida. Jenis polisakarida inilah
yang umumnya menyusun batubara, karena dalam tumbuhan jenis inilah
yang paling banyak mengandung polisakarida (khususnya selulosa)
yang kemudian terurai dan membentuk batubara.

c) Protein merupakan bahan organik yang mengandung nitrogen yang


selalu hadir sebagai protoplasma dalam sel mahluk hidup. Struktur dari
protein pada umumnya adalah rantai asam amino yang dihubungkan oleh
rantai amida. Protein pada tumbuhan umunya muncul sebagai steroid,
lilin.

2.5 MATERI PENYUSUN BATUBARA

Hampir seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan. Jenis-


jenis tumbuhan pembentuk batubara dan umurnya menurut Diessel (1981)
adalah sebagai berikut:
1. Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel
tunggal. Sangat sedikit endapan batubara dari perioda ini.

2. Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan


dari alga. Sedikit endapan batubara dari perioda ini.

13
3. Pteridofita, umur Devon Atas hingga KArbon Atas. Materi utama
pembentuk batubara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara.
Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan
tumbuh di iklim hangat.

4. Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur


Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah,
semisal pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis
Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah
penyusun utama batubara Permian seperti di Australia, India dan
Afrika.

5. Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan


modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga,

14
kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum,
kurang dapat terawetkan.

2.6 KELAS DAN JENIS BATUBARA

Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh


tekanan, panas dan waktu, batu bara umumnya dibagi dalam lima kelas
antara lain antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut.
1. Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam
berkilauan metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C)
dengan kadar air kurang dari 8%.

2. Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air


8-10% dari beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang
di Australia.

15
3. Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh
karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan
dengan bituminus.

Sub-Bituminus Di Alaska

4. Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang
mengandung air 35-75% dari beratnya.

5. Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori
yang paling rendah.

16
Gambut

Skema “Rank of Coal”

2.7 PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA

Pada dasarnya semua teori setuju bahwa batubara berasal dari fosil
tumbuhan. Namun demikian ada beberapa teori yang menerangkan
bagaimana proses terjadinya batubara tersebut
Untuk memahami bagaimana proses terbentuknya batubara dari
tumbuh tumbuhan perlu diketahui dimana batubara tersebut terbentuk dan
faktor apa saja yang mempengaruhinya.
Adapun dua teori terkenal mengenai terbentuknya batubara yaitu :

17
1. Teori Insitu
Teori ini menyatakan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara
terbentuknya ditempat dimana tumbuh-tumbuhan asal itu berada.
Dengan demikian setelah tumbuhan tersebut mati, belum mengalami
proses transportasi, segera tertimbun oleh lapisan sedimen dan
mengalami proses coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan
cara ini mempunyai penyebaran luas dan merata, kualitasnya lebih
baik karena kadar abunya relatif kecil, Dapat dijumpai pada lapangan
batubara Muara Enim (SumSel).

2. Teori Drift
Teori ini menyatakan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara
terbentuknya ditempat yang berbeda dengan tempat tumbuh-tumbuhan
asal itu berada. Dengan demikian setelah tumbuhan tersebut mati,
diangkut oleh media air dan berakumulasi disuatu tempat, segera
tertimbun oleh lapisan sedimen dan mengalami proses coalification.
Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran
tidak luas tetapi dijumpai dibeberapa tempat, kualitasnya kurang baik
karena banyak mengandung material pengotor yang terangkut
bersama selama proses pengangkutan dari tempat asal tanaman ke

18
tempat sedimentasi. Dapat dijumpai pada lapangan batubara delta
Mahakam Purba, Kaltim.

Proses pembentukan batubara dari tumbuhan mengalami dua tahap,


yaitu : tahap pembentukan gambut (peatification) dan tahap pembatubaraan
(coalification) :

a. Tahap Pembentukan Gambut (peatification)

Jika tumbuhan tumbang di suatu rawa, maka dapat terjadi proses


biokimia yang secara vertikal dapat dibagi menjadi dua zona, yaitu
zona permukaan yang umumnya perubahan berlangsung dengan
bantuan oksigen dan zona tengah sampai kedalaman 0,5 m yang
disebut dengan peatigenic layer (Teichmuller, 1982). Pada zona
peatigenic terdapat bakteri aerob, lumut, dan actinomyces yang aktif.
Bakteri aerob akan menyebabkan oksidasi biologi pada komponen-
komponen tumbuhan yang material utamanya adalah cellulose.
Senyawa-senyawa protein dan gula cenderung terhidrolisa. Cellulose
akan diubah menjadi glikose dengan cara hidrolisis:

19
C6H10O5 + H2O Þ C6H12O6
(cellulose) (glukose)

Jika suplai oksigen berlangsung terus, maka proses ini akan menuju
pada penguraian lengkap dari senyawa organik, yaitu:

C6H10O5 + 6 O2 Þ 6 CO2 + 5 H2O

Bagian-bagian dari material tumbuhan tersebut cenderung membentuk


koloid dan umumnya disebut dengan asam humus (humic acid).
Lemak dan material resin umumnya hanya mengalami perubahan
sedikit.
Apabila kandungan oksigen air rawa sangat rendah dan dengan
bertambahnya kedalaman, sehingga tidak memungkinkan bakteri-
bakteri aerob hidup, maka sisa tumbuhan tersebut tidak mengalami
proses pembusukan dan penghancuran yang sempurna, dengan kata
lain tidak terjadi proses oksidasi yang sempurna. Pada kondisi tersebut
hanya bakteri-bakteri anaerob saja yang berfungsi melakukan proses
pembusukan yang kemudian membentuk gambut (peat).
Prosesnya adalah dengan bertambahnya kedalaman, maka bakteri
aerob akan mati dan diganti dengan bakteri anaerob sampai
kedalaman 10 m, dimana kehidupan bakteri makin berkurang dan
hanya terjadi perubahan kimia, terutama kondensasi primer,
polymerisasi, dan reaksi reduksi. Pada bakteri anaerob akan
mengkonsumsi oksigen dari substansi organik dan mengubahnya
menjadi produk bituminous yang kaya hidrogen, selanjutnya dengan
tidak tersedianya oksigen, maka hidrogen dan karbon akan menjadi
H2O, CH4, CO, dan CO2.
Apabila ditinjau secara vertikal, maka lapisan gambut paling atas
mempunyai pertambahan kandungan karbon relatif cepat sesuai
kedalamannya sampai peatigenic layer, yakni 45-50% sampai 55-

20
60%. Lebih dalam lagi, pertambahan kandungan karbon mencapai
64%. Kandungan karbon yang tinggi pada peatigenic layer disebabkan
karena pada lapisan tersebut kaya substansi yang mengandung
oksigen, terutama cellulose dan humicellulose yang diubah secara
mikrobiologi.
Dari keseluruhan proses, maka pembentukan substansi humus
merupakan proses penting yang tidak tergantung pada fasies dan tidak
semata-mata pada kedalaman.
Oleh karena itu, faktor yang mempengaruhi proses humifikasi dimana
bakteri dapat beraktivitas dengan baik adalah kondisi lingkungan
berikut ini:
a. Keasaman air, yaitu pada pH 7,0-7,5.
b. Kedalaman, yaitu pada kedalaman sekitar 0,5 m untuk bakteri
aerob, sedangkan untuk bakteri anaerob bisa sampai kedalaman
10 m.
c. Suplay oksigen, akan menurun mengikuti kedalaman.
d. Temperatur lingkungan, pada suhu yang hangat akan
mendukung kehidupan bakteri.
Potonie (1920 dalam Teichmuller, 1982 dan Diessel, 1984),
menyebutkan bahwa pada rumpun tumbuhan yang sama, iklim dan
kondisi lingkungan yang sama, maka potensial redox (Eh) memegang
peranan penting untuk aktifitas bakteri dan penggambutan.
Ketersediaan oksigen menentukan apakah proses penggambutan
berjalan atau tidak.
Berikut ini transformasi organik dalam kaitannya dengan ketersediaan
oksigen, dimana salah satu dari empat proses biokimia di bawah ini
akan terjadi pada tumbuhan yang telah mati, yaitu:
Ciri umum gambut adalah sebagai berikut:
1. Berwarna kecoklatan sampai hitam.
2. Kandungan air > 75% (pada brown coal < 75%)
3. Kandungan karbon umumnya < 60% (pada brown coal > 60%).

21
4. Masih memperlihatkan struktur tumbuhan asal, terdapat
cellulose (pada brown coal cellulose tidak hadir).
5. Dapat dipotong dengan pisau (pada brown coal tidak dapat
dipotong).
6. Bersifat porous, bila diperas dengan tangan, keluar airnya.

b. Tahap pembatubaraan (coalification)

Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batubara


disebut dengan istilah pembatubaraan (coalification). Ada dua tahap
proses yang terjadi, yakni:
1. Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material
tanaman terdeposisi hingga lignit terbentuk. Agen utama yang
berperan dalam proses perubahan ini adalah kadar air, tingkat
oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses
pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta
membentuk gambut.
2. Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari
lignit menjadi bituminus dan akhirnya antrasit.

Gambar skema pembentukan Batubara

22
Berdasarkan gambar di atas dapat kita lihat bahwa, material asal
pembentuk rawa gambut ada dua yaitu, Autochton (Material yang
tidak mengalami transportasi) dan Allochton (material yang
mengalami transportasi).
Material rawa gambut tersebut mengalami proses peatification atau
proses penggambutan. Dalam proses tersebut mikroba memiliki
peranan yang sangat penting, seiring dengan proses penggambutan,
proses pembentukan humin dan penurunan keseimbangan biotektonik
pun dapat berlangsung.

Gambar 2. Proses pembentukan batubara

Perubahan-perubahan fisika-kimia yang berlangsung secara bertahap


pada proses pembatubaraan dapat dijelaskan sebagai berikut, dan
singkatnya dapat dilihat pada gambar 3.1.
1. Tahap pertama adalah pembentukan peat, proses berlangsung
terus sampai membentuk endapan, di bawah kondisi asam
menguapnya H2O, CH4, dan sedikit CO2 membentuk C65H4O30
yang dalam kondisi dry basis besarnya analisa pada ultimate
adalah karbon 61,7%, hidrogen 0,3%, dan oksigen 38,0%.
2. Tahap kedua adalah tahap lignit kemudian meningkat ke
bituminous tingkat rendah dengan susunan C79H55O141 yang
pada kondisi dry basis adalah karbon 80,4%, hidrogen 0,3%, dan
oksigen 19,1%.
3. Tahap ketiga adalah peningkatan dari batubara bituminous tingkat
rendah sampai tingkat medium dan kemudian sampai batubara
bituminous tingkat tinggi. Pada tahap ini kandungan hidrogen

23
tetap dan oksigen berkurang sampai satu atom oksigen tertinggal
di molekul.
4. Tahap keempat, kandungan hidrogen berkurang, sedangkan
kandungan oksigen menurun lebih lambat dari tahapan
sebelumnya. Hasil sampingan tahap tiga dan empat adalah CH4,
CO2, dan sedikit H2O.
5. Tahap kelima adalah proses pembentukan antrasit dimana
kandungan oksigen tetap dan kandungan hidrogen menurun lebih
cepat dari tahap-tahap sebelumnya.

2.8 BATUBARA DI INDONESIA

Di Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di


cekungan Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk
Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan batubara
ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai batubara berumur Eosen
atau sekitar Tersier bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen
atau sekitar Tersier atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut Skala
waktu geologi.

Batubara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar
khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini. Beberapa diantaranya tegolong
kubah gambut yang terbentuk di atas muka air tanah rata-rata pada iklim
basah sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada

24
kondisi dimana mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke
dalam sistem dan membentuk lapisan batubara yang berkadar abu dan sulfur
rendah dan menebal secara lokal.

Hal ini sangat umum dijumpai pada batubara Miosen. Sebaliknya,


endapan batubara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur
tinggi. Kedua umur endapan batu bara ini terbentuk pada lingkungan
lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip dengan daerah pembentukan
gambut yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan sebagian besar
Kalimantan.

25
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan tersebut maka dapat disimpulkan sebagai


berikut Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya
adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik,
utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses
pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan
oksigen.
Proses pembentukan batubara melewatidua tahapan-tahapan yaitu
tahapan diagenesa biokimia yang dimulai dari proses
penggambutan (peatification) sampai pada lignite, dan Tahapan
Metamorfisma (geokimia) mulai yang dimulai dari lignite sampai pada
anthracite. Semakin tinggi rank suatu batubara, maka semakin tinggi nilai
kalorinya, dan semakin tinggi nilai karbon (% C). Dan sebaliknya, semakin
rendah kandungan air, vollatil matter, hydrogen dan oksigen.
Di Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di
cekungan Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk
Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan batubara
ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai batubara berumur Eosen
atau sekitar Tersier bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau
sekitar Tersier atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut Skala waktu
geologi.

3.2 SARAN

Sebaiknya sumber daya alam seperti Batubara yang ada di Indonesia


dipergunakan sebaik mungkin sehingga kemanfaatan bahan bakar fosil dapat
berjalan secara maksimal,karena bahan bakar fosil tidak dapat diperbarui dan
juga dalam proses pembentukannya membutuhan waktu yang sangat lama.

26
DAFTAR PUSTAKA

Batubara,P;2008;FarmakologiDasar; edisi II; Jakarta; Lembaga Studi dan


Konsultasi Farmakologi.
Budi Prayitno, ST.MT; 2015; Modul Praktikum Geologi Batubara;
Pekanbaru; Prodi Teknik Geologi Fakultas Islam Riau.
Diessel (1981)Jenis-jenis tumbuhan pembentuk batubara dan umurnya
http://aapgscundip.wordpress.com/2009/03/13/batu-bara/
(Di akses pada tanggal 7-12-2015, Pukul 19.25 Wib)

http://achmadinblog.wordpress.com/2010/05/21/pembentukan-batubara/
(Di akses pada tanggal 7-12-2015, Pukul 19.50 Wib)

http://pedulianalismakasar.socialgo.com/magazine/read/mengenal-
batubara_31.html
www.teknikpertambangan.wordpress.com (Di akses pada tanggal 7-12-2015,
Pukul 20.00 Wib)

27

Anda mungkin juga menyukai