Anda di halaman 1dari 22

Makalah Geokimia

BATU BARA GEOKIMIA

OLEH

KELOMPOK V:

ISWATUN KHAZANAH H061181004


JIHAN FARUK ZUBEDI H061181007
HASNAN SUTADI H061181014
FINA H061181019
SAFIRA FAUZIANINGSIH H061181303
YANSEN BARUMBUN H061181327

DEPARTEMEN GEOFISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Tiada untaian kata yang lebih indah selain ucapan syukur atas kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan karunia sehingga makalah
“Makalah Geokimia: Batu Bara Geokimia” dapat terselesaikan. Dalam
penyusunan makalah lengkap ini tak lepas dari berbagai kendala yang
menghambat penyununan. Namun berkat bantuan dan motivasi dari teman-teman,
sehingga kendala dan halangan tersebut dapat teratasi.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Geokimia”.


Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada teman-teman, bapak/ibu dosen mata
kuliah ini atas berkat dukungan dan bimbingannya sehingga kami dapat
menyeselesaikan makalah ini.

Dalam penyusunan laporan lengkap ini, disadari bahwa masih terdapat


banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami harapkan. Walau demikian, kami tetap berharap bahwa
makalah ini dapat memberi ilmu yang bermanfaat untuk orang lain.

Makassar, 16 November 2020

Penyusun
Kelompok V

2
DAFTAR ISI

Sampul .................................................................................................................... 1

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 4

I.1. Latar Belakang ......................................................................................... 4

I.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 4

I.3. Tujuan....................................................................................................... 5

BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................. 6

II.1. Pengenalan ............................................................................................... 6

II.2. Asal Mula Batu Bara ................................................................................ 7

II.3. Klasifikasi Batu Bara ............................................................................... 9

II.3.1 Klasifikasi Berdasarkan Derajat dan Kualitas .................................. 9

II.3.2 Klasifikasi Berdasarkan Variasi Kelas ............................................ 11

II.4. Batu Bara Organik .................................................................................. 14

II.5. Batu Bara Inorganik ............................................................................... 18

II.6. Mineralogi Batu Bara ............................................................................. 20

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 21

III.1. Kesimpulan ......................................................................................... 21

III.2. Saran ................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 22

3
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Lo kas i Indo n es i a yang t e rl et ak pad a 3 t um bukan (konvergens i )


lempeng kerak bumi, yakni Lempeng Eurasi, Lempeng India-Australia,
danLempeng Samudra Pasifik melahirkan suatu struktur geologi yang memiliki
kekayaan potensi pertambangan yang telah diakui dunia, yang salah
satunyaadalah batubara (coal).

Indonesia merupakan salah satu penghasil tambang batubara terbesardi dunia.


Pertumbuhan tambang di Indonesia bisa dikatakan begitu pesatkarena
semakin banyak lahan tambang baru yang ditemukan. Namun,
pertumbuhan ini tidak diseimbangi dengan pengendalian dan pengelolaan
yang baik oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Ketika kurangnya
pengendalian dan pengelolaan dengan baik, maka akan
men yebabkan dampak buruk yang dihasilkan. Meskipun sekarang tidak
begitu terasa, namun dampaknya akan menganggu stabilitas ekosistem di
kemudian hari. Penggunaan sumber daya alam secara besar-besaran dengan
mengabaikan lingkungan akan mengakibatkan berbagai dampak negatif yang
akan terasa,baik itu dalam jangka pendek atau jangka panjang.

Untuk itu, pengendalian dan pengelolaan bagi industri di bidang usaha batubara
merupakan hal terpenting dari suatu kegiatan usaha tersebut demi kepentingan
semua pihak.

I.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini, sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan batu bara?


2. Bagaimana asal mula batu bara?
3. Apa saja klafisikasi dari batu bara?
4. Apa saja batu bara organik?

4
5. Apa saja batu bara inorganik?
6. Apa saja yang mineral yang terkandung dalam batu bara?

I.3. Tujuan

Adapun tujuan dalam makalah ini, sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apa itu batu bara.


2. Untuk mengetahui asal mula terbentuknya batu bara.
3. Untuk mengetahui klasifikasi-klasifikasi batu bara.
4. Untuk mengetahui batu bara organik.
5. Untuk mengetahui batu bara inorganik.
6. Untuk mengetahui mineralogi batu bara

5
BAB II
LANDASAN TEORI

II.1. Pengenalan

Secara umum batubara didefinisikan sebagai batuan organik berwarna gelap


yang terbentuk dari jasad tumbuh-tumbuhan. Kandungan utama batubara
adalah atom karbon, hidrogen, dan oksigen.

Gambar II.1 Batubara

Beberapa definisi batubara lainnya yang digunakan oleh para ahli dalam
berbagai literatur antara lain :

 Batubara adalah batuan yang diturunkan dari jasad tumbuh-tumbuhan


yang telah mengalami perubahan fisik dan kimiawi dalam kurun waktu
yang panjang oleh Winans & Crelling.
 Batubara adalah batuan yang tersusun dari dominasi senyawa organik
dan senyawa pengotor anorganik/mineral oleh Hendricks, Grimes &
Meyer. “Batuan yang mengandung senyawa anorganik > 50 %
dinamakan Hendricks sebagai carbonaceous shale” • Batubara adalah
batuan sedimen yang tersusun dari maceral dan mineral oleh
Davidson. Maceral tersebut meliputi : vitrinite, exinite dan innernite.
 Batubara adalah batuan yang struktur utamanya tersusun dari senyawa-
senyawa aromatik dan hidro aromatic oleh Van Krevelen & Meyer.

6
 Batubara adalah batuan yang tersusun dari kopolimer yang
amorphous melalui ikatan silang dari gugus aromatik yang stabil oleh
Edger.

Batubara merupakan bahan tambang non logam yang sifatnya seperti arang kayu,
tetapi panas yang dihasilkan lebih besar. Batubara biasa disebut sebagai bahan
bakar fosil, dari tumbuh-tumbuhan yang mengalami perubahan kimia akibat
tekanan dan suhu yang tinggi dalam kurun waktu lama. Batubara terbentuk dari
tumbuhan yang telah terkonsolidasi antara strata batuan lainnya dan diubah oleh
kombinasi pengaruh tekanan dan panas selama jutaan tahun sehingga membentuk
lapisan batubara. Komposisi penyusun batubara terdiri dari campuran hidrokarbon
dengan komponen utama karbon. Di samping itu juga mengandung senyawa dari
oksigen, nitrogen, dan belerang (Sukandarrumidi,2014).

Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous Period (Periode Pembentukan


Karbon atau Batu Bara) dikenal sebagai zaman batu bara pertama yang
berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Mutu dari setiap
batubara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lamanya waktu pembentukan
yang disebut sebagai “maturitasorganik” (World Coal Institute, 2009).

Struktur kimianya diperkirakan berbentuk polimer padat yang tersusun dari


grup aromatik dan grup polisiklik yang dihubungkan oleh struktur alifatik dan
gugus fungsional oksigen. Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap
yakni proses biokimia dan proses dinamokimia.

Indonesia termasuk salah satu negara yang kaya akan sumber daya energi dalam
bentuk batubara. Sumber daya batubara di indonesia diperkirakan sebesar 36
milyar ton,tersebar di Sumatra 67.83%, di Kalimantan 31.64%, sisanya terdapat
di pulau Jawa, Sulawesi dan Irian Jaya. (Sukandarrumidi 2014).

II.2. Asal Mula Batu Bara

Menurut Sukandarrumidi 2018, batubara terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan yang


sudah mati, dengan komposisi terdiri dari cellulose. Proses pembentukan
batubara, dikenal sebagai proses pembatubaraan atau coalification. Faktor fisika

7
dan kimia yang ada di alam akan mengubah cellulose menjadi lignit, subbitumina,
bitumina, atau antrasit

Proses pembentukan batubara terdiri atas dua tahap, yaitu:

1. Tahap biokimia (penggambutan) adalah tahap ketika sisa-sisa tumbuhan


yang terakumulasi tersimpan dalam kondisi bebas oksigen (anaeorobik)
didaerah rawa dengan sistem penisiran (drainage system) yang buruk dan
selalu tergenang air beberapa inci dari permukaan air rawa. Material
tumbuhan yang busuk tersebut melepaskan unsur H, N, O, dan C dalam
bentuk senyawa CO2, H2O dan NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya
oleh bakteri anaerobic dan fungi, material tumbuhan itu diubah menjadi
gambut. (Stach, 1982, opcit. Susilawati 1992).
2. Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan proses diagenesis
terhadap komponen organik dari gambut yang menimbulkan peningkatan
temperature dan tekanan sebagai gabungan proses biokimia, kimia dan
fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan sedimen yang
menutupinya dalam kurun waktu geologi. Pada tahap tersebut, persentase
karbon akan meningkat, sedangkan persentase hidrogen dan oksigen akan
berkurang sehingga menghasilkan batubara dalam berbagai tingkat
maturitas material organiknya. (Susilawati 1992). Teori yang
menerangkan terjadinya batubara yaitu :
a) Teori in-situ
Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari
hutan ditempat dimana batubara tersebut. Batubara yang terbentuk
biasanya terjadi dihutan basah dan berawa, sehingga pohon-pohon
di hutan tersebut pada saat mati dan roboh, langsung tenggelam ke
dalam rawa tersebut dan sisa tumbuhan tersebut tidak mengalami
pembusukan secara sempurna dan akhirnya menjadi fosil
tumbuhan yang membentuk sedimen organik.
b) Teori Drift
Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari
hutan yang bukan ditempat dimana batubara tersebut. Batubara

8
yang terbentuk biasanya terjadi di delta mempunyai ciri-ciri
lapisannya yaitu tipis, tidak menerus (splitting), banyak lapisannya
(multipleseam), banyak pengotor (kandungan abu cenderung
tinggi).

Gambar II.2 Proses pembentukan batubara menjadi jenis-jenis batu bara

II.3. Klasifikasi Batu Bara

Karena rumitnya sejarah geologi dari suatu batubara, mengkaraterisikan batubara


merupakan suatu proses yang memboroskan waktu dan biaya mahal. Oleh karena
itu, suatu gagasan timbul untuk membuat sistem klasifikasi batubara. Tujuan
klasifikasi ialah mengelompokan atau menggolongkan sesuatu berdasarkan aturan
yang ditetapkan. Pengklasifikasian batu bara terbagi atas 2, yaitu didasarkan pada
derajat dan kualitas, dan berdasarkan untuk memperoleh beda variasi kelas atau
mutu dari batubara.

II.3.1 Klasifikasi Berdasarkan Derajat dan Kualitas

Pengklasifikasian batubara di dasarkan pada derajat dan kualitas dari batubara


tersebut, yaitu :

9
1. Gambut / Peat
Golongan ini sebenarnya termasuk jenis batubara, tapi merupakan bahan
bakar. Hal ini disebabkan karena masih merupakan fase awal dari proses
pembentukan batubara. Endapan ini masih memperlihatkan sifat awal dari
bahan dasarnya (tumbuh-tumbuhan).
2. Lignite / Brown Coal
Golongan ini sudah memperlihatkan proses selanjutnya berupa struktur
kekar dan gejala pelapisan. Apabila dikeringkan, maka gas dan airnya
akan keluar. Endapan ini bisa dimanfaatkan secara terbatas untuk
kepentingan yang bersifat sederhana, karena panas yang dikeluarkan
sangat rendah.
3. Sub-Bituminous / Bitumen Menengah
Golongan ini memperlihatkan ciri-ciri tertentu yaitu warna yang kehitam-
hitaman dan sudah mengandung lilin. Endapan ini dapat digunakan untuk
pemanfaatan pembakaran yang cukup dengan temperatur yang tidak
terlalu tinggi.
4. Bituminous
Golongan ini dicirikan dengan sifat-sifat yang padat, hitam, rapuh (brittle)
dengan membentuk bongkah-bongkah prismatik. Berlapis dan tidak
mengeluarkan gas dan air bila dikeringkan. Endapan ini dapat digunakan
antara lain untuk kepentingan transportasi dan industri.
5. Anthracite
Golongan ini berwarna hitam, keras, kilap tinggi, dan pecahannya
memperlihatkan pecahan chocoidal. Pada proses pembakaran
memperlihatkan warna biru dengan derajat pemanasan yang tinggi.
Digunakan untuk berbagai macam industri besar yang memerlukan
temperatur tinggi.

10
Gambar II.3 Klasifikasi batu bara berdasarkan derajat dan kualitas

Semakin tinggi kualitas batubara, maka kadar karbon akan meningkat, sedangkan
hidrogen dan oksigen akan berkurang. Batubara bermutu rendah, seperti lignite
dan sub-bituminous, memiliki tingkat kelembaban (moisture) yang tinggi dan
kadar karbon yang rendah, sehingga energinya juga rendah. Semakin tinggi mutu
batubara, umumnya akan semakin keras dan kompak, serta warnanya akan
semakin hitam mengkilat. Selain itu, kelembabannya pun akan berkurang
sedangkan kadar karbonnya akan meningkat, sehingga kandungan energinya juga
semakin besar.

II.3.2 Klasifikasi Berdasarkan Variasi Kelas

Ada 3 macam Klasifikasi yang dikenal untuk dapat memperoleh beda variasi
kelas atau mutu dari batubara, yaitu :

a) Klasifikasi menurut ASTM

Klasifikasi ini dikembangkan di Amerika oleh Bureau of Mines yang akhirnya


dikenal dengan Klasifikasi menurut ASTM (America Society for Testing and
Material). Klasifikasi ini berdasarkan rank dari batubara itu atau berdasarkan
derajat metamorphism nya atau perubahan selama proses coalifikasi (mulai dari
lignit hingga antrasit). Untuk menentukan rank batubara diperlukan data fixed
carbon (dmmf), volatile matter (dmmf) dan nilai kalor dalam Btu/lb dengan basis
mmmf (moist, mmf). Cara pengklasifikasian :

– Untuk batubara dengan kandungan VM lebih kecil dari 31% maka klasifikasi
didasarkan atas FC nya, untuk ini dibagi menjadi 5 group, yaitu :

11
 FC lebih besar dari 98% disebut meta antrasit
 FC antara 92-98% disebut antrasit
 FC antara 86-92% disebut semiantrasit
 FC antara 78-86% disebut low volatile
 FC antara 69-78% disebut medium volatile

– Untuk batubara dengan kandungan VM lebih besar dari 31%, maka klasifikasi
didasarkan atas nilai kalornya dengan basis mmmf.
 Tiga grup bituminous coal yang mempunyai moist nilai kalor antara
14.000 – 13.000 Btu/lb yaitu :
o High Volatile A Bituminuos coal (>14.000)
o High Volatile B Bituminuos coal (13.000-14.000)
o High Volatile C Bituminuos coal (<13.000)
 Tipe grup Sub-Bituminous coal yang mempunyai moist nilai kalor antara
13.000 – 8.300 Btu/lb yaitu :
o Sub-Bituminuos A coal (11.000-13.000)
o Sub-Bituminuos B coal (9.000-11.000)
o Sub-Bituminuos C coal (8.300-9.500)

– Untuk batubara jenis Lignit


 Dua group Lignit coal dengan moist nilai kalor di bawah 8.300 Btu/lb
yaitu :
o Lignit (8.300-6300)
o Brown Coal (<6.300)
b) Klasifikasi menurut National Coal Board (NCB)

Klasifikasi ini dikembangkan di Eropa pada tahun 1946 oleh suatu organisasi Fuel
Research dari departemen of Scientific and Industrial Research di Inggris.
Klasifikasi ini berdasarkan rank dari batubara, dengan menggunakan parameter
volatile matter (dry, mineral matter free) dan cooking power yang ditentukan oleh
pengujian Gray King. Dengan menggunakan parameter VM saja NCB membagi
batubara atas 4 macam :

Pembagian NCB menurut parameter VM, sebagai beikut :

12
1. Volatile dibawah 9,1%, dmmmf dengan coal rank 100 yaitu Antrasit
2. Volatile diantara 9,1-19,5%,dmmmf dengan coal rank 200 yaitu Low
Volatile/Steam Coal
3. Volatile diantara 19,5-32%,dmmf dengan coal rank 300 yaitu Medium
Volatile Coal
4. Volatile lebih dari 32 %, dmmmf dengan coal rank 400-900 yaitu Haigh
Volatile Coal

c) Klasifikasi menurut International

Klasifikasi ini dikembangkan oleh Economic Commision for Europe pada tahun
1956. Klasifikasi ini dibagi atas dua bagian, yaitu :

 Hard Coal

Di definisikan untuk batubara dengan gross calorific value lebih besar dari 10.260
Btu/lb atau 5.700 kcal/kg (moist, ash free). International System dari hard coal
dibagi atas 10 kelas menurut kandungan VM (daf). Kelas 0 sampai 5 mempunyai
kandungan VM lebih kecil dari 33% dan kelas 6 sampai 9 dibedakan atyas nilai
kalornya (mmaf) dengan kandungan VM lebih dari 33%. Masing-masing kelas
dibagi atas4 group (0-3) menurut sifat cracking nya dintentukan dari “Free
Swelling Index” dan “Roga Index”. Masing group ini dibagi lagi atas sub group
berdasarkan tipe dari coke yang diperoleh pengujian Gray King dan Audibert-
Arnu dilatometer test. Jadi pada International klasifikasi ini akan terdapat 3 angka,
angka pertama menunjukkan kelas, angka kedua menunjukkan group dan angka
ketiga menunjukkan sub-group. Sifat caking dan coking dari batubara dibedakan
atas serbuk dari batubara bila dipanaskan. Bila laju kenaikan temperature relative
lebih cepat menunjukkan sifat caking. Sedangkan sifat coking ditunjukkan apabila
laju kenaikan temperature lambat.

 Brown Coal

International klasifikasi dari Brown coal dan lignit dibagi atas parameternya yaitu
total moisture dan low temperature Tar Yield (daf). Pada klasifikasi ini batubara
dibagi atas 6 kleas berdasarkan total moisture (ash free) yaitu :

13
1. Nomor kelas 10 dengan total moisture lebih dari 20%, ash free
2. Nomor kelas 11 dengan total moisture 20-30%, ash free
3. Nomor kelas 12 dengan total moisture 30-40%, ash free
4. Nomor kelas 13 dengan total moisture 40-50%, ash free
5. Nomor kelas 14 dengan total moisture 50-60%, ash free
6. Nomor kelas 15 dengan total moisture 60-70%, ash free

Kelas ini dibagi lagi atas group dalam 4 group yaitu :

1. No group 00 tar yield lebih rendah dari 10% daf


2. No group 10 tar yield antara 10-15 % daf
3. No group 20 tar yield antara 15-20 % daf
4. No group 30 tar yield antara 20-25 % daf
5. No group 40 tar yield lebih dari 25% daf

II.4. Batu Bara Organik

Batu bara merupakan sedimen organik, lebih tepatnya merupakan batuan organik,
terdiri dari kandungan bermacam-macam pseumineral. Batubara terbentuk dari
sisa tumbuhan yang membusuk dan terkumpul dalam suatu daerah dengan kondisi
banyak air, biasa disebut juga rawa-rawa. Kondisi tersebut yang menghambat
penguraian menyeluruh dari sisa-sisa tumbuhan yang kemudian mengalami proses
perubahan menjadi batu bara. Selain tumbuhan yang ditemukan berrmacam-
macam tingkat kematangan juga bervariasi karena di pengaruhi oleh kondisi-
kondisi lokal. Kondisi lokal ini biasanya kanfungan oksigen, tingkat keasaman,
dan kehadiran mikroba. Ada umunya sisa-sisa tanaman tersebut, dapat berupa
pepohonan, ganggang, lumut, bunga, serta tumbuhan yang biasa hidup dirawa-
rawa. Ditemukannya jenis flora yang terdapat pada sebuah lapisan batubara
tergantung pada kondisi iklim setempat. Dalam suatu cebakan yang sama, sifat-
sifat analitik yng ditemukan dapat berbeda-beda, selain karena tumbuhan asalnya
yang mungkin berbeda, juga karena banyaknya reaksi kimia yang mempengaruhi
kematangan suatu batubara.

14
 Peyusun batu bara

Konsep bahwa batubara berasal dari sisa tumbuhan diperkuat dengan


ditemukannya cetakan tumbuhan di dalam lapisan batubara. Dalam
penyusunannya batubara diperkaya dengan berbagai macam polimer organik yang
berasal dari antara lain karbohidrat, lignin, dll. Namun komposisi dari polimer-
polimer ini bervariasi tergantung pada spesies dari tumbuhan penyusunnya.

1. Lignin

Lignin merupakan suatu unsur yang memegang peranan penting dalam merubah
susunan sisa tumbuhan menjadi batubara. Sementara ini susunan molekul umum
dari lignin belum diketahui dengan pasti, namun susunannya dapat diketahui dari
lignin yang terdapat pada berbagai macam jenis tanaman. Sebagai contoh lignin
yang terdapat pada rumput mempunyai susunan p-koumaril alkohol yang
kompleks. Pada umumnya lignin merupakan polimer dari satu atau beberapa jenis
alkohol. Hingga saat ini, sangat sedikit bukti kuat yang mendukung teori bahwa
lignin merupakan unsur organik utama yang menyusun batubara.

2. Karbohidrat

Gula atau monosakarida merupakan alkohol polihirik yang mengandung antara


lima sampai delapan atom karbon. Pada umumnya gula muncul sebagai
kombinasi antara gugus karbonil dengan hidroksil yang membentuk siklus
hemiketal. Bentuk lainnya mucul sebagai disakarida, trisakarida, ataupun
polisakarida. Jenis polisakarida inilah yang umumnya menyusun batubara, karena
dalam tumbuhan jenis inilah yang paling banyak mengandung polisakarida
(khususnya selulosa) yang kemudian terurai dan membentuk batubara.

3. Protein

Protein merupakan bahan organik yang mengandung nitrogen yang selalu hadir
sebagai protoplasma dalam sel mahluk hidup. Struktur dari protein pada
umumnya adalah rantai asam amino yang dihubungkan oleh rantai amida. Protein
pada tumbuhan umunya muncul sebagai steroid, lilin.

15
 Material Organik Lain
1. Resin
Resin merupakan material yang muncul apabila tumbuhan mengalami luka pada
batangnya.

2. Tanin
Tanin umumnya banyak ditemukan pada tumbuhan, khususnya pada bagian
batangnya.

3. Alkaloida
Alkaloida merupakan komponen organik penting terakhir yang menyusun
batubara. Alkaloida sendiri terdiri dari molekul nitrogen dasar yang muncul dalam
bentuk rantai.

4. Porphirin
Porphirin merupakan komponen nitrogen yang berdasar atas sistem pyrrole.
Porphirin biasanya terdiri atas suatu struktur siklik yang terdiri atas empat cincin
pyrolle yang tergabung dengan jembatan methin. Kandungan unsur porphirin
dalam batubara ini telah diajukan sebagai marker yang sangat penting untuk
mendeterminasi perkembangan dari proses coalifikasi.

5. Hidrokarbon
Unsur ini terdiri atas bisiklik alkali, hidrokarbon terpentin, dan pigmen kartenoid.
Sebagai tambahan, munculnya turunan picene yang mirip dengan sistem aromatik
polinuklir dalam ekstrak batubara dijadikan tanda inklusi material sterane-type
dalam pembentukan batubara. Ini menandakan bahwa struktur rangka tetap utuh
selama proses pematangan, dan tidak adanya perubahan serta penambahan
struktur rangka yang baru.

6. Konstituen Tumbuhan yang Inorganik (Mineral)

Selain material organik yang telah dibahas diatas, juga ditemukan adanya material
inorganik yang menyusun batubara. Secara umum mineral ini dapat dibagi
menjadi dua jenis, yaitu unsur mineral inheren dan unsur mineral eksternal. Unsur
mineral inheren adalah material inorganik yang berasal dari tumbuhan yang

16
menyusun bahan organik yang terdapat dalam lapisan batubara. Sedangkan unsur
mineral eksternal merupakan unsur yang dibawa dari luar kedalam lapisan
batubara, pada umumya jenis inilah yang menyusun bagian inorganik dalam
sebuah lapisan batubara.

 Proses Pembentukan Batubara

Pembentukan batubara pada umumnya dijelaskan dengan asumsi bahwa material


tanaman terkumpul dalam suatu periode waktu yang lama, mengalami peluruhan
sebagian kemudian hasilnya teralterasi oleh berbagai macam proses kimia dan
fisika. Selain itu juga, dinyatakan bahwa proses pembentukan batubara harus
ditandai dengan terbentuknya peat.

1. Teori Rawa Peat (Gambut) – Autocthon


Teori ini menjelaskan bahwa pembentukan batubara berasal dari akumulasi sisa-
sisa tanaman yang kemudian tertutup oleh sedimen diatasnya dalam suatu area
yang sama. Dan dalam pembentukannya harus mempunyai waktu geologi yang
cukup, yang kemudian teralterasi menjadi tahapan batubara yang dimulai dengan
terbentuknya peat yang kemudian berlanjut dengan berbagai macam kualitas
antrasit. Kelemahan dari teori ini adalah tidak mengakomodasi adanya
transportasi yang bisa menyebabkan banyaknya kandungan mineral dalam
batubara.

2. Teori Transportasi – Allotocton


Teori ini mengungkapkan bahwa pembentukan batubara bukan berasal dari
degradasi/peluruhan sisa-sisa tanaman yang insitu dalam sebuah lingkungan rawa
peat, melainkan akumulasi dari transportasi material yang terkumpul didalam
lingkungan aqueous seperti danau, laut, delta, hutan bakau. Teori ini menjelaskan
bahwa terjadi proses yang berbeda untuk setiap jenis batubara yang berbeda pula.

3. Proses Geokimia dan Metamorfosis


Setelah terbentuknya lapisan source, maka berlangsunglah berbagai macam
proses. Proses pertama adalah diagenesis, berlangsung pada kondisi temperatur
dan tekanan yang normal dan juga melibatkan proses biokimia. Hasilnya adalah
proses pembentukan batubara akan terjadi, dan bahkan akan terbentuk dalam

17
lapisan itu sendiri. Hasil dari proses awal ini adalah peat, atau material lignit yang
lunak. Dalam tahap ini proses biokimia mendominasi, yang mengakibatkan
kurangnya kandungan oksigen. Setelah tahap biokimia ini selesai maka berikutnya
prosesnya didominasi oleh proses fisik dan kimia yang ditentukan oleh kondisi
temperatur dan tekanan. Temperatur dan tekanan berperan penting karena
kenaikan temperatur akan mempercepat proses reaksi, dan tekanan
memungkinkan reaksi terjadi dan menghasilkan unsur-unsur gas. Proses
metamorfisme (temperatur dan tekanan) ini terjadi karena penimbunan material
pada suatu kedalaman tertentu atau karena pergerakan bumi secara terus-menerus
didalam waktu dalam skala waktu geologi.

 Heteroatom Dalam Batubara

Heteroatom dalam batubara bisa berasal dari dalam (sisa-sisa tumbuhan) dan
berasal dari luar yang masuk selama terjadinya proses pematangan.

Nitrogen pada batubara pada umumnya ditemukan dengan kisaran 0,5 – 1,5 %
w/w yang kemungkinan berasal dari cairan yang terbentuk selama proses
pembentukan batubara.

Oksigen pada batubara dengan kandungan 20 – 30 % w/w terdapat pada lignit


atau 1,5 – 2,5 % w/w untuk antrasit, berasal dari bermacam-macam material
penyusun tumbuhan yang terakumulasi ataupun berasal dari inklusi oksigen yang
terjadi pada saat kontak lapisan source dengan oksigen di udara terbuka atau air
pada saat terjadinya sedimentasi.

II.5. Batu Bara Inorganik

Abu pada batubara merupakan bahan anorganik yang terbentuk dari perubahan
mineral karena proses pembakaran. Kadar abu yang berasal dari material
anorganik dapat menginterpretasi tingkat suplai sedimen. Abu pada batubara
merupakan bahan anorganik yang terbentuk dari perubahan mineral karena proses
pembakaran. Nilai kadar abu pada batubara dapat menunjukkan kondisi
lingkungan pengendapan batubara.

18
Menurut Stach dkk., (1982) dalam Qadaryanti, dkk. (2019), material anorganik
dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan asalnya:

1. Mineral dari tanaman asli.


2. Mineral yang terbentuk pada tahap pertama proses pembatubaraan atau
mineral yang terbawa oleh media air dan angin ke dalam akumulasi
gambut selama proses pembatubaraan.
3. Mineral yang terbentuk pada tahap kedua proses pembatubaraan, setelah
konsolidas, reaksi larutan yang masuk ke dalam cracks, fissures, cavities,
atau akibat alterasi mineral lainnya.

Mineral yang umum dijumpai pada batubara adalah mineral lempung, sulfida,
dan oksida. Mineral lempung, merupakan mineral yang paling sering dijumpai
pada batubara dengan kelimpahan sekitar 60-80% dari keseluruhan mineral
matter. Mineral lempung hadir dalam batubara karena terbawa oleh media air
selama proses akumulasi. Mineral lempung yang umum dijumpai adalah kaolinite,
illite, dan sericite. Mineral ini terbentuk seiring dengan proses pembatubaraan,
dari proses penggambutan hingga proses pembatubaraan sebagai pengisi rekahan
dalam batubara

Terdapat dua jenis sulfur dalam batubara, yaitu sulfur organik dan sulfur
anorganik. Sulfur organik terbentuk seiring proses penggambutan hingga
pembatubaraan, berasal dari tumbuhan pembentuk batubara. Sulfur anorganik
berasal dari lingkungan tempat terbentuknya batubara, mineral yang terbawa oleh
air dan terakumulasi bersamaan dengan gambut, maupun larutan yang mengisi
rekahan dalam batubara. Sulfur anorganik dibagi menjadi dua yaitu piritik
(sulfida) sulfur dan sulfat sulfur.

Kadar anorganik dalam batu baru berhubungan erat dengan kualitas pembakaran
pada batu bara. Menurunnya kuantitas dari material-material anorganik dalam
batu bara dapat menaikkan nilai kalor pembakarannya. Material anorganik dangat
sukar terbakar dan hanya tereduksi menjadi oksidanya dalam bentuk abu.

19
II.6. Mineralogi Batu Bara

Batubara mengandung sejumlah variabel dari bahan mineral yang sebagian besar
tidak mudah terbakar yang ada bersama-sama dengan matriks organik. Materi
mineral umumnya dianggap terdiri dari semua mineral anorganik (fase diskrit),
serta semua elemen (selain C, H, 0, N dan S) yang ada di, atau terkait dengan,
batu bara. Definisi ini mencakup partikel kristal diskrit, fase mineral amorf, unsur
anorganik yang terikat secara kimiawi dengan organik. Bahan dan senyawa yang
terlarut dalam pori atau air permukaan batubara. Mineral terjadi sebagai serpihan,
butiran, atau agregat diskrit dalam sejumlah mode (Bryers, 1996): inklusi yang
disebarluaskan secara mikroskopis dalam bahan organik, sebagai lapisan atau
bagian, sebagai nodul termasuk konkresi bulat atau lentikular, sebagai pengisian
fisura / cleat / fraktur material, dan sebagai fragmen batuan megascopic akibat
patahan atau longsor. Batubara mengandung materi mineral, bukan 'abu'. Namun,
abu adalah istilah yang banyak digunakan mengukur residu di mana materi
mineral diubah secara kimiawi pembakaran. Bab ini mengulas pemahaman terkini
tentang mineral batubara mayor dan minor dari sudut pandang konstitusi,
geokimia, distribusi dan nasib selama pemanfaatan.

Sejumlah besar mineral telah diidentifikasi di batubara dunia dengan aplikasi


ekstensif dari banyak teknik instrumental dan mikroskopis. Bryers (1996)
memperkirakan itu lebih dari 125 mineral telah ditemukan di batubara. Tabel 1
adalah ringkasan dari konstitusi mineral paling umum di batubara dan indikasi
titik leleh yang dipilih (Raask, 1985) dan frekuensi atau luasnya masing-masing
kejadian. Swaine (1990) memberikan referensi ke banyak kejadian yang sangat
langka. Selain itu, Vassilev dan Vassileva (1996) mentabulasi 56 mineral minor
lainnya dan tiga mineral lainnya elemen asli (emas, belerang dan grafit). Banyak
dari ini membutuhkan konfirmasi bukti. Dari sudut pandang geokimia, mineral
dapat terbentuk pada empat tahap batubara pembentukan:

 syngenetic - selama akumulasi puing-puing tanaman;


 diagenetik awal - segera setelah penguburan awal puing-puing tanaman;
 diagenesis akhir - selama penguburan lebih dalam dan kenaikan peringkat;
 epigenetik - setelah batubara mencapai peringkat maksimumnya.

20
BAB III
PENUTUP

III.1. Kesimpulan

1. Batubara adalah batuan yang diturunkan dari jasad tumbuh-tumbuhan


yang telah mengalami perubahan fisik dan kimiawi dalam kurun waktu
yang panjang
2. Batubara terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan yang sudah mati, dengan
komposisi terdiri dari cellulose. Proses pembentukan batubara, dikenal
sebagai proses pembatubaraan atau coalification.
3. Pembentukan batubara pada umumnya dijelaskan dengan asumsi bahwa
material tanaman terkumpul dalam suatu periode waktu yang lama,
mengalami peluruhan sebagian kemudian hasilnya teralterasi oleh
berbagai macam proses kimia dan fisika.
4. Batubara mengandung sejumlah variabel dari bahan mineral yang sebagian
besar tidak mudah terbakar yang ada bersama-sama dengan matriks
organik. Materi mineral umumnya dianggap terdiri dari semua mineral
anorganik (fase diskrit), serta semua elemen (selain C, H, 0, N dan S) yang
ada di, atau terkait dengan, batu bara.

III.2. Saran

Saran kami untuk perkuliahan ini, mungkin bisa disegerakan kuliah secara luring.

21
DAFTAR PUSTAKA

ANSI 1988, Classification of coals by rank, ASTM D388-84, 1998 Annual books
of ASTM Standards, Volume 5.05 American Society for Testing and
Materials.

International Organization For Standarization 1974, “Brown Coals And Lignit -


Classification By Types On The Basisof Total Moisture Content And Tar
Yeild”, ISO 2950-1974, Geneva, Switzerland International Organization For
Standardization.

MUCHJIDIN 2006, Pengendalian mutu dalam industri batu bara, Penerbit ITB,
Bandung.

Sukandarrumidi.2014. Batubara dan Gambut. Yogyakarta : Gadjah Mada


University Press.

World Coal Institute (WCI). 2009. The Coal Resource


https://www.worldcoal.org/sites/default/files/coal_resource_overview_of_coal
_report(03_06_2009).pdf.

22

Anda mungkin juga menyukai