OLEH
KELOMPOK V:
DEPARTEMEN GEOFISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020/2021
1
KATA PENGANTAR
Tiada untaian kata yang lebih indah selain ucapan syukur atas kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan karunia sehingga makalah
“Makalah Geokimia: Batu Bara Geokimia” dapat terselesaikan. Dalam
penyusunan makalah lengkap ini tak lepas dari berbagai kendala yang
menghambat penyununan. Namun berkat bantuan dan motivasi dari teman-teman,
sehingga kendala dan halangan tersebut dapat teratasi.
Penyusun
Kelompok V
2
DAFTAR ISI
Sampul .................................................................................................................... 1
I.3. Tujuan....................................................................................................... 5
3
BAB I
PENDAHULUAN
Untuk itu, pengendalian dan pengelolaan bagi industri di bidang usaha batubara
merupakan hal terpenting dari suatu kegiatan usaha tersebut demi kepentingan
semua pihak.
4
5. Apa saja batu bara inorganik?
6. Apa saja yang mineral yang terkandung dalam batu bara?
I.3. Tujuan
5
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1. Pengenalan
Beberapa definisi batubara lainnya yang digunakan oleh para ahli dalam
berbagai literatur antara lain :
6
Batubara adalah batuan yang tersusun dari kopolimer yang
amorphous melalui ikatan silang dari gugus aromatik yang stabil oleh
Edger.
Batubara merupakan bahan tambang non logam yang sifatnya seperti arang kayu,
tetapi panas yang dihasilkan lebih besar. Batubara biasa disebut sebagai bahan
bakar fosil, dari tumbuh-tumbuhan yang mengalami perubahan kimia akibat
tekanan dan suhu yang tinggi dalam kurun waktu lama. Batubara terbentuk dari
tumbuhan yang telah terkonsolidasi antara strata batuan lainnya dan diubah oleh
kombinasi pengaruh tekanan dan panas selama jutaan tahun sehingga membentuk
lapisan batubara. Komposisi penyusun batubara terdiri dari campuran hidrokarbon
dengan komponen utama karbon. Di samping itu juga mengandung senyawa dari
oksigen, nitrogen, dan belerang (Sukandarrumidi,2014).
Indonesia termasuk salah satu negara yang kaya akan sumber daya energi dalam
bentuk batubara. Sumber daya batubara di indonesia diperkirakan sebesar 36
milyar ton,tersebar di Sumatra 67.83%, di Kalimantan 31.64%, sisanya terdapat
di pulau Jawa, Sulawesi dan Irian Jaya. (Sukandarrumidi 2014).
7
dan kimia yang ada di alam akan mengubah cellulose menjadi lignit, subbitumina,
bitumina, atau antrasit
8
yang terbentuk biasanya terjadi di delta mempunyai ciri-ciri
lapisannya yaitu tipis, tidak menerus (splitting), banyak lapisannya
(multipleseam), banyak pengotor (kandungan abu cenderung
tinggi).
9
1. Gambut / Peat
Golongan ini sebenarnya termasuk jenis batubara, tapi merupakan bahan
bakar. Hal ini disebabkan karena masih merupakan fase awal dari proses
pembentukan batubara. Endapan ini masih memperlihatkan sifat awal dari
bahan dasarnya (tumbuh-tumbuhan).
2. Lignite / Brown Coal
Golongan ini sudah memperlihatkan proses selanjutnya berupa struktur
kekar dan gejala pelapisan. Apabila dikeringkan, maka gas dan airnya
akan keluar. Endapan ini bisa dimanfaatkan secara terbatas untuk
kepentingan yang bersifat sederhana, karena panas yang dikeluarkan
sangat rendah.
3. Sub-Bituminous / Bitumen Menengah
Golongan ini memperlihatkan ciri-ciri tertentu yaitu warna yang kehitam-
hitaman dan sudah mengandung lilin. Endapan ini dapat digunakan untuk
pemanfaatan pembakaran yang cukup dengan temperatur yang tidak
terlalu tinggi.
4. Bituminous
Golongan ini dicirikan dengan sifat-sifat yang padat, hitam, rapuh (brittle)
dengan membentuk bongkah-bongkah prismatik. Berlapis dan tidak
mengeluarkan gas dan air bila dikeringkan. Endapan ini dapat digunakan
antara lain untuk kepentingan transportasi dan industri.
5. Anthracite
Golongan ini berwarna hitam, keras, kilap tinggi, dan pecahannya
memperlihatkan pecahan chocoidal. Pada proses pembakaran
memperlihatkan warna biru dengan derajat pemanasan yang tinggi.
Digunakan untuk berbagai macam industri besar yang memerlukan
temperatur tinggi.
10
Gambar II.3 Klasifikasi batu bara berdasarkan derajat dan kualitas
Semakin tinggi kualitas batubara, maka kadar karbon akan meningkat, sedangkan
hidrogen dan oksigen akan berkurang. Batubara bermutu rendah, seperti lignite
dan sub-bituminous, memiliki tingkat kelembaban (moisture) yang tinggi dan
kadar karbon yang rendah, sehingga energinya juga rendah. Semakin tinggi mutu
batubara, umumnya akan semakin keras dan kompak, serta warnanya akan
semakin hitam mengkilat. Selain itu, kelembabannya pun akan berkurang
sedangkan kadar karbonnya akan meningkat, sehingga kandungan energinya juga
semakin besar.
Ada 3 macam Klasifikasi yang dikenal untuk dapat memperoleh beda variasi
kelas atau mutu dari batubara, yaitu :
– Untuk batubara dengan kandungan VM lebih kecil dari 31% maka klasifikasi
didasarkan atas FC nya, untuk ini dibagi menjadi 5 group, yaitu :
11
FC lebih besar dari 98% disebut meta antrasit
FC antara 92-98% disebut antrasit
FC antara 86-92% disebut semiantrasit
FC antara 78-86% disebut low volatile
FC antara 69-78% disebut medium volatile
– Untuk batubara dengan kandungan VM lebih besar dari 31%, maka klasifikasi
didasarkan atas nilai kalornya dengan basis mmmf.
Tiga grup bituminous coal yang mempunyai moist nilai kalor antara
14.000 – 13.000 Btu/lb yaitu :
o High Volatile A Bituminuos coal (>14.000)
o High Volatile B Bituminuos coal (13.000-14.000)
o High Volatile C Bituminuos coal (<13.000)
Tipe grup Sub-Bituminous coal yang mempunyai moist nilai kalor antara
13.000 – 8.300 Btu/lb yaitu :
o Sub-Bituminuos A coal (11.000-13.000)
o Sub-Bituminuos B coal (9.000-11.000)
o Sub-Bituminuos C coal (8.300-9.500)
Klasifikasi ini dikembangkan di Eropa pada tahun 1946 oleh suatu organisasi Fuel
Research dari departemen of Scientific and Industrial Research di Inggris.
Klasifikasi ini berdasarkan rank dari batubara, dengan menggunakan parameter
volatile matter (dry, mineral matter free) dan cooking power yang ditentukan oleh
pengujian Gray King. Dengan menggunakan parameter VM saja NCB membagi
batubara atas 4 macam :
12
1. Volatile dibawah 9,1%, dmmmf dengan coal rank 100 yaitu Antrasit
2. Volatile diantara 9,1-19,5%,dmmmf dengan coal rank 200 yaitu Low
Volatile/Steam Coal
3. Volatile diantara 19,5-32%,dmmf dengan coal rank 300 yaitu Medium
Volatile Coal
4. Volatile lebih dari 32 %, dmmmf dengan coal rank 400-900 yaitu Haigh
Volatile Coal
Klasifikasi ini dikembangkan oleh Economic Commision for Europe pada tahun
1956. Klasifikasi ini dibagi atas dua bagian, yaitu :
Hard Coal
Di definisikan untuk batubara dengan gross calorific value lebih besar dari 10.260
Btu/lb atau 5.700 kcal/kg (moist, ash free). International System dari hard coal
dibagi atas 10 kelas menurut kandungan VM (daf). Kelas 0 sampai 5 mempunyai
kandungan VM lebih kecil dari 33% dan kelas 6 sampai 9 dibedakan atyas nilai
kalornya (mmaf) dengan kandungan VM lebih dari 33%. Masing-masing kelas
dibagi atas4 group (0-3) menurut sifat cracking nya dintentukan dari “Free
Swelling Index” dan “Roga Index”. Masing group ini dibagi lagi atas sub group
berdasarkan tipe dari coke yang diperoleh pengujian Gray King dan Audibert-
Arnu dilatometer test. Jadi pada International klasifikasi ini akan terdapat 3 angka,
angka pertama menunjukkan kelas, angka kedua menunjukkan group dan angka
ketiga menunjukkan sub-group. Sifat caking dan coking dari batubara dibedakan
atas serbuk dari batubara bila dipanaskan. Bila laju kenaikan temperature relative
lebih cepat menunjukkan sifat caking. Sedangkan sifat coking ditunjukkan apabila
laju kenaikan temperature lambat.
Brown Coal
International klasifikasi dari Brown coal dan lignit dibagi atas parameternya yaitu
total moisture dan low temperature Tar Yield (daf). Pada klasifikasi ini batubara
dibagi atas 6 kleas berdasarkan total moisture (ash free) yaitu :
13
1. Nomor kelas 10 dengan total moisture lebih dari 20%, ash free
2. Nomor kelas 11 dengan total moisture 20-30%, ash free
3. Nomor kelas 12 dengan total moisture 30-40%, ash free
4. Nomor kelas 13 dengan total moisture 40-50%, ash free
5. Nomor kelas 14 dengan total moisture 50-60%, ash free
6. Nomor kelas 15 dengan total moisture 60-70%, ash free
Batu bara merupakan sedimen organik, lebih tepatnya merupakan batuan organik,
terdiri dari kandungan bermacam-macam pseumineral. Batubara terbentuk dari
sisa tumbuhan yang membusuk dan terkumpul dalam suatu daerah dengan kondisi
banyak air, biasa disebut juga rawa-rawa. Kondisi tersebut yang menghambat
penguraian menyeluruh dari sisa-sisa tumbuhan yang kemudian mengalami proses
perubahan menjadi batu bara. Selain tumbuhan yang ditemukan berrmacam-
macam tingkat kematangan juga bervariasi karena di pengaruhi oleh kondisi-
kondisi lokal. Kondisi lokal ini biasanya kanfungan oksigen, tingkat keasaman,
dan kehadiran mikroba. Ada umunya sisa-sisa tanaman tersebut, dapat berupa
pepohonan, ganggang, lumut, bunga, serta tumbuhan yang biasa hidup dirawa-
rawa. Ditemukannya jenis flora yang terdapat pada sebuah lapisan batubara
tergantung pada kondisi iklim setempat. Dalam suatu cebakan yang sama, sifat-
sifat analitik yng ditemukan dapat berbeda-beda, selain karena tumbuhan asalnya
yang mungkin berbeda, juga karena banyaknya reaksi kimia yang mempengaruhi
kematangan suatu batubara.
14
Peyusun batu bara
1. Lignin
Lignin merupakan suatu unsur yang memegang peranan penting dalam merubah
susunan sisa tumbuhan menjadi batubara. Sementara ini susunan molekul umum
dari lignin belum diketahui dengan pasti, namun susunannya dapat diketahui dari
lignin yang terdapat pada berbagai macam jenis tanaman. Sebagai contoh lignin
yang terdapat pada rumput mempunyai susunan p-koumaril alkohol yang
kompleks. Pada umumnya lignin merupakan polimer dari satu atau beberapa jenis
alkohol. Hingga saat ini, sangat sedikit bukti kuat yang mendukung teori bahwa
lignin merupakan unsur organik utama yang menyusun batubara.
2. Karbohidrat
3. Protein
Protein merupakan bahan organik yang mengandung nitrogen yang selalu hadir
sebagai protoplasma dalam sel mahluk hidup. Struktur dari protein pada
umumnya adalah rantai asam amino yang dihubungkan oleh rantai amida. Protein
pada tumbuhan umunya muncul sebagai steroid, lilin.
15
Material Organik Lain
1. Resin
Resin merupakan material yang muncul apabila tumbuhan mengalami luka pada
batangnya.
2. Tanin
Tanin umumnya banyak ditemukan pada tumbuhan, khususnya pada bagian
batangnya.
3. Alkaloida
Alkaloida merupakan komponen organik penting terakhir yang menyusun
batubara. Alkaloida sendiri terdiri dari molekul nitrogen dasar yang muncul dalam
bentuk rantai.
4. Porphirin
Porphirin merupakan komponen nitrogen yang berdasar atas sistem pyrrole.
Porphirin biasanya terdiri atas suatu struktur siklik yang terdiri atas empat cincin
pyrolle yang tergabung dengan jembatan methin. Kandungan unsur porphirin
dalam batubara ini telah diajukan sebagai marker yang sangat penting untuk
mendeterminasi perkembangan dari proses coalifikasi.
5. Hidrokarbon
Unsur ini terdiri atas bisiklik alkali, hidrokarbon terpentin, dan pigmen kartenoid.
Sebagai tambahan, munculnya turunan picene yang mirip dengan sistem aromatik
polinuklir dalam ekstrak batubara dijadikan tanda inklusi material sterane-type
dalam pembentukan batubara. Ini menandakan bahwa struktur rangka tetap utuh
selama proses pematangan, dan tidak adanya perubahan serta penambahan
struktur rangka yang baru.
Selain material organik yang telah dibahas diatas, juga ditemukan adanya material
inorganik yang menyusun batubara. Secara umum mineral ini dapat dibagi
menjadi dua jenis, yaitu unsur mineral inheren dan unsur mineral eksternal. Unsur
mineral inheren adalah material inorganik yang berasal dari tumbuhan yang
16
menyusun bahan organik yang terdapat dalam lapisan batubara. Sedangkan unsur
mineral eksternal merupakan unsur yang dibawa dari luar kedalam lapisan
batubara, pada umumya jenis inilah yang menyusun bagian inorganik dalam
sebuah lapisan batubara.
17
lapisan itu sendiri. Hasil dari proses awal ini adalah peat, atau material lignit yang
lunak. Dalam tahap ini proses biokimia mendominasi, yang mengakibatkan
kurangnya kandungan oksigen. Setelah tahap biokimia ini selesai maka berikutnya
prosesnya didominasi oleh proses fisik dan kimia yang ditentukan oleh kondisi
temperatur dan tekanan. Temperatur dan tekanan berperan penting karena
kenaikan temperatur akan mempercepat proses reaksi, dan tekanan
memungkinkan reaksi terjadi dan menghasilkan unsur-unsur gas. Proses
metamorfisme (temperatur dan tekanan) ini terjadi karena penimbunan material
pada suatu kedalaman tertentu atau karena pergerakan bumi secara terus-menerus
didalam waktu dalam skala waktu geologi.
Heteroatom dalam batubara bisa berasal dari dalam (sisa-sisa tumbuhan) dan
berasal dari luar yang masuk selama terjadinya proses pematangan.
Nitrogen pada batubara pada umumnya ditemukan dengan kisaran 0,5 – 1,5 %
w/w yang kemungkinan berasal dari cairan yang terbentuk selama proses
pembentukan batubara.
Abu pada batubara merupakan bahan anorganik yang terbentuk dari perubahan
mineral karena proses pembakaran. Kadar abu yang berasal dari material
anorganik dapat menginterpretasi tingkat suplai sedimen. Abu pada batubara
merupakan bahan anorganik yang terbentuk dari perubahan mineral karena proses
pembakaran. Nilai kadar abu pada batubara dapat menunjukkan kondisi
lingkungan pengendapan batubara.
18
Menurut Stach dkk., (1982) dalam Qadaryanti, dkk. (2019), material anorganik
dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan asalnya:
Mineral yang umum dijumpai pada batubara adalah mineral lempung, sulfida,
dan oksida. Mineral lempung, merupakan mineral yang paling sering dijumpai
pada batubara dengan kelimpahan sekitar 60-80% dari keseluruhan mineral
matter. Mineral lempung hadir dalam batubara karena terbawa oleh media air
selama proses akumulasi. Mineral lempung yang umum dijumpai adalah kaolinite,
illite, dan sericite. Mineral ini terbentuk seiring dengan proses pembatubaraan,
dari proses penggambutan hingga proses pembatubaraan sebagai pengisi rekahan
dalam batubara
Terdapat dua jenis sulfur dalam batubara, yaitu sulfur organik dan sulfur
anorganik. Sulfur organik terbentuk seiring proses penggambutan hingga
pembatubaraan, berasal dari tumbuhan pembentuk batubara. Sulfur anorganik
berasal dari lingkungan tempat terbentuknya batubara, mineral yang terbawa oleh
air dan terakumulasi bersamaan dengan gambut, maupun larutan yang mengisi
rekahan dalam batubara. Sulfur anorganik dibagi menjadi dua yaitu piritik
(sulfida) sulfur dan sulfat sulfur.
Kadar anorganik dalam batu baru berhubungan erat dengan kualitas pembakaran
pada batu bara. Menurunnya kuantitas dari material-material anorganik dalam
batu bara dapat menaikkan nilai kalor pembakarannya. Material anorganik dangat
sukar terbakar dan hanya tereduksi menjadi oksidanya dalam bentuk abu.
19
II.6. Mineralogi Batu Bara
Batubara mengandung sejumlah variabel dari bahan mineral yang sebagian besar
tidak mudah terbakar yang ada bersama-sama dengan matriks organik. Materi
mineral umumnya dianggap terdiri dari semua mineral anorganik (fase diskrit),
serta semua elemen (selain C, H, 0, N dan S) yang ada di, atau terkait dengan,
batu bara. Definisi ini mencakup partikel kristal diskrit, fase mineral amorf, unsur
anorganik yang terikat secara kimiawi dengan organik. Bahan dan senyawa yang
terlarut dalam pori atau air permukaan batubara. Mineral terjadi sebagai serpihan,
butiran, atau agregat diskrit dalam sejumlah mode (Bryers, 1996): inklusi yang
disebarluaskan secara mikroskopis dalam bahan organik, sebagai lapisan atau
bagian, sebagai nodul termasuk konkresi bulat atau lentikular, sebagai pengisian
fisura / cleat / fraktur material, dan sebagai fragmen batuan megascopic akibat
patahan atau longsor. Batubara mengandung materi mineral, bukan 'abu'. Namun,
abu adalah istilah yang banyak digunakan mengukur residu di mana materi
mineral diubah secara kimiawi pembakaran. Bab ini mengulas pemahaman terkini
tentang mineral batubara mayor dan minor dari sudut pandang konstitusi,
geokimia, distribusi dan nasib selama pemanfaatan.
20
BAB III
PENUTUP
III.1. Kesimpulan
III.2. Saran
Saran kami untuk perkuliahan ini, mungkin bisa disegerakan kuliah secara luring.
21
DAFTAR PUSTAKA
ANSI 1988, Classification of coals by rank, ASTM D388-84, 1998 Annual books
of ASTM Standards, Volume 5.05 American Society for Testing and
Materials.
MUCHJIDIN 2006, Pengendalian mutu dalam industri batu bara, Penerbit ITB,
Bandung.
22