Anda di halaman 1dari 60

BATUAN DAN MINERAL

Disusun Oleh:
Paridatul Hasanah (2113071012)
Desak Made Dwi Marselinda (2113071013)
I Komang Indra Wijaya (2113071015)
Putu Keyla Putri Sumawan (2113071039)

DOSEN PENGAMPU
MATA KULIAH ILMU KEBUMIAN
Dr. Ni Made Pujani, M.Si.
Putu Hari Sudewa, S.Pd., M.Pd.

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN IPA


JURUSAN FISIKA DAN PENGAJARAN IPA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2022/2023
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah Ilmu
Kebumian yang berjudul “Batuan dan Mineral” tepat waktu. Tujuan pembuatan
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Kebumian tahun
pelajaran 2022/2023.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah
Ilmu Kebumian, Ibu Dr. Ni Made Pujani, M.Si. dan Bapak Putu Hari Sudewa, S.Pd.,
M.Pd., karena telah memberikan masukkan dan juga saran kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, penulis mohon saran dan juga kritik yang mendukung agar makalah ini
dapat disempurnakan. Selain itu, penulis juga berharap agar pembaca mendapatkan
pengetahuan setelah membaca makalah ini. Demikian yang dapat penulis
sampaikan. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita bersama.
Om Santih, Santih, Santih, Om

Singaraja, 19 September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................. 2
1.4 Manfaat Penulisan............................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 4
2.1 Batuan .................................................................................................. 4
2.2 Mineral ................................................................................................. 35
2.3 Pelapukan Batuan dan Mineral ......................................................... 51
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 55
3.1 Kesimpulan ......................................................................................... 55
3.2 Saran ..................................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 57

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jika kita membicarakan tentang batuan dan mineral, kita akan
menemukan banyak fakta tentang hal tersebut. Tidak hanya itu, contoh
batuan maupun mineral yang beragam juga memiliki karakteristik yang
berbeda satu sama lain. Batuan adalah semua bahan yang menyusun kerak
bumi dan merupakan suatu agregat (kumpulan) mineral yang telah
menghablur. Pemakaian batuan pada dasarnya tergantung pada
kekhususannya. Tekstur batuan mengacu pada kenampakan butir-butir
mineral yang ada di dalamnya, yang meliputi tingkat kristalisasi, ukuran
butir, bentuk butir, granularitas, dan hubungan antar butir (fabric). Jika
warna batuan berhubungan erat dengan komposisi kimia dan mineralogi,
maka tekstur berhubungan dengan sejarah pembentukan dan
keterdapatannya. Mineral adalah benda padat yang terbentuk oleh proses
anorganik. Tiap mineral memiliki susunan atom yang teratur dan komposisi
kimia tertentu yang memberikan sifat fisik yang spesifik. Mineral
merupakan komponen batuan yang mempunyai komposisi kimia tertentu
dengan sifat-sifat fisik yang khas seperti warna, kilap (luster), kekrasan
(hardness), gores (streack), belahan (cleavage), pecahan (fracture), struktur
atau bentuk kristal, berat jenis, sifat dalam (tenacity) dan kemagnetan.
Mineral ini merupakan produk alami dari proses kimia fisika di dalam kerak
bumi. Lebih dari 2000 mineral telah diketahui sampai sekarang ini, dan
usaha-usaha untuk menemukan mineral baru terus dilakukan. Dari jumlah
tersebut hanya beberapa yang umum atau sering dijumpai. Oleh karena itu
pembuatan makalah ini kami lakukan agar para pembaca khususunya
mahasiswa dapat dengan mudah memahami materi batuan dan mineral.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan, masalah dapat
dirumuskan sebagai berikut.
1. Bagaimana konsep batuan dan magma?
2. Bagaimana proses siklus batuan?

1
3. Apa dan bagaimana jenis-jenis batuan?
4. Bagaimana konsep mineral?
5. Bagaimana mekanisme pembentukan mineral?
6. Bagaimana identifikasi dan klasifikasi dari mineral?
7. Bagaimana terjadinya pelapukan pada batuan dan mineral?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan dari penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui konsep batuan dan magma.
2. Mengetahui proses siklus batuan.
3. Mengetahui dan memahami jenis-jenis batuan.
4. Mengetahui konsep mineral.
5. Mengetahui mekanisme pembentukan mineral.
6. Mengetahui identifikasi dan klasifikasi dari mineral.
7. Mengetahui faktor, jenis dan dampak terjadinya pelapukan pada
batuan dan mineral.
1.4 Manfaat
Berikut manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan makalah ini
yaitu sebagai berikut.
- Bagi Mahasiswa
Penulisan makalah ini diharapkan bermanfaat bagi
mahasiswa, agar lebih memahami tentang konsep dari batuan dan
mineral; proses pembentukan batuan dan mineral; mengetahui jenis-
jenis batuan dan mineral’ serta mengetahui lebih dalam terkait
pelapukan batuan dan mineral sehingga dalam diterapkan dalam
kehidupan bermasyarakat.
- Bagi Masyarakat
Penulisan makalah ini diharapkan bermanfaat bagi
masyarakat, agar masyarakat mengetahui pentingnya dari adanya
batuan dan mineral dalam kehidupan; mengetahui manfaat adanya
batuan dan mineral; mampu membedakan jenis-jenis dari batuan dan

2
minral; serta mengetahui lebih dalam terkait pelapukan pada batuan
dan mineral.

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Batuan
A. Batuan dan Magma
Batuan adalah semua bahan yang menyusun kerak bumi dan
merupakan suatu agregat atau kumpulan dari mineral mineral yang telah
menghablur. Tidak termasuk batuan adalah tanah dan bahan lepas lainnya
yang merupakan hasil pelapukan kimia maupun pelapukan mekanis serta
proses erosi batuan. Hal itu berarti batuan adalah kumpulan mineral yang
telah mengeras dan merupakan bahan penyusun kerak bumi.
Batuan tercipta dari adanya siklus batuan yang berasal dari magma.
Menurut Turner dan Verhoogen (1960), F. F Groun (1947), Takeda (1970)
dalam Kemendikbud (2013), magma didefinisikan sebagai cairan silikat
kental yang pijar terbentuk secara alamiah, bertemperatur tinggi antara
900º C – 1200º C atau lebih dan bersifat mobile (dapat bergerak) serta
terdapat pada kerak bumi bagian bawah. Dari pernyataan tersebut, dapat
dinyatakan bahwa, secara kimia fisika, magma adalah sistem berkomponen
ganda (multi component system) dengan fase cair dan sejumlah kristal yang
mengandung didalamnya sebagai komponen utama, disamping fase gas
pada keadaan tertentu.
Magma berasal dari proses “pembusukan” mineral radioaktif. Pada
unsur radioaktif yang terkandung pada suatu mineral, pada saat unsur
tersebut meluruh (desintegration) menjadi unsur radioaktif yang
susunannya lebih stabil, akan mengeluarkan sejumlah bahan (tenaga) panas
yang mampu melelehkan batuan disekitarnya (Kemendikbud, 2013).
Sekitar 99% dari magma tersusun dari 10 unsur kimia, antara lain
Silikon (Si), Titanium, (Ti), Aluminium (Al), Besi (Fe), Magnesium (Mg),
Kalsium (Ca), Natrium (Na, Kalium (K), Hidrogen (H), dan Oksigen (O).
Selain itu, magma juga mengandung gas, hal inilah yang dapat
menyebabkan magma naik ke permukaan Bumi. Magma dapat mengalami
pembekuan dan unsur-unsur yang terdapat dalam magma akan tergabung
satu sama lain membentuk mineral. Bahan padat bentukan alam yang

4
umumnya tersusun oleh kumpulan atau kombinasi dari satu macam mineral
atau lebih ini disebut dengan batuan (Muzani, 2017).
B. Siklus Batuan
Siklus batuan adalah suatu proses yang menggambarkan proses
pembentukan batuan, dari perubahan magma yang membeku akibat cuaca
hingga menjadi batuan beku, lalu batuan sedimen dan batuan metamorf
serta akhirnya berubah menjadi magma kembali.

Gambar 1. Siklus Batuan


Sumber: https://images.app.goo.gl/PP9NY4Fz1sMFHqWX6
Mekanisme siklus batuan diawali dari proses pembekuan magma
yang disebut dengan istilah Diferensiasi magma, dan dari proses ini
terbentuk batuan beku. Batuan beku yang tersingkap di permukaan bumi
selanjutnya mengalami proses pelapukan (weathering) akibat terkena sinar
matahari, hujan. Tererosi, terangkut dalam bentuk larutan ataupun tak larut,
tertransport ke tempat yang lebih rendah yang disebut sebagai cekungan,
menjadi endapan sedimen (deposition of sediment), selanjutnya akibat
tekanan dan kompaksi (burial and compaction) maka endapan sedimen ini
mengeras atau disebut mengalami litifikasi menjadi batu, yaitu batuan
sedimen. Terdapat pula siklus yang menyebabkan siklus langsung
membentuk batuan metamorf. Batuan sedimen dan batuan beku, apabila
terkena proses deformasi dan metamorphisme (terbentuknya kembali suatu
batuan akibat proses metamorfisme) akibat adanya kontak, dynamo,
hidrotermik, tekanan dan temperatur (pressure and temperature) yang
relatif tinggi maka batuan sedimen dan batuan beku ini akan berubah
menjadi batuan metamorf (Kemendikbud, 2013).

5
Berikutnya batuan sedimen dan batuan metamorf yang terdapat pada
kedalaman sangat besar akan menerima suhu yang tinggi sehingga akan
menyebabkan batuan meleleh lagi (partial melting) menjadi magma
kembali yang disebut dengan proses magmatisasi. Selanjutnya, siklus
akan dimulai kembali dari magma yang keluar dan mengalami pembekuan
menjadi batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf, kemudian
terdorong ke dalam bumi dan meleleh menjadi magma kembali, sehingga
membentuk suatu jentera atau siklus batuan.
C. Jenis-jenis Batuan
1. Batuan Beku
Batuan beku atau Igneous rock merupakan batuan yang berasal dari
hasil proses pembekuan magma dan merupakan kumpulan
interlocking agregat mineral-mineral silikat hasil pendinginan magma.
Batuan beku dapat mengalami pembekuan di dalam bumi yaitu batuan
beku plutonik atau batuan beku intrusive maupun mengalami
pembekuan di dekat permukaan atau di permukaan bumi yaitu batuan
beku vulkanik, atau batuan beku ekstrusif.
Igneous berasal dari kata ignis yang berarti api atau pijar, karena
magma merupakan material silikat yang panas dan pijar yang terdapat
di dalam bumi. Magma merupakan material silikat yang sangat panas
yang terdapat di dalam bumi dengan temperatur berkisar antara 600˚C
sampai 1500˚C. Magma terdapat dalam rongga di dalam bumi yang
disebut dapur magma (magma chamber). Karena magma relatif lebih
ringan dari batuan yang ada disekitarnya dan komposisi magma yang
mengandung gas, maka magma akan bergerak naik ke atas. Gerakan
dari magma ke atas ini kadang-kadang disertai oleh tekanan yang besar
dari magma itu sendiri atau dari tekanan di sekitar dapur magma, yang
menyebabkan terjadinya erupsi gunung api.
Erupsi gunung api ini kadang-kadang hanya menghasilkan lelehan
lava atau disertai dengan letusan yang hebat (eksplosif). Lava
merupakan magma yang telah mencapai permukaan bumi, dan
mempunyai komposisi yang sama dengan magma, hanya kandungan

6
gasnya relatif lebih kecil dibandingkan magma. Lava yang membeku
akan menghasilkan batuan beku luar (ekstrusif) atau batuan volkanik.
Magma yang tidak berhasil mencapai permukaan bumi dan membeku
di dalam bumi akan membentuk batuan beku dalam (intrusif) atau
batuan beku plutonik (Kemendikbud, 2013).
• Proses Kristalisasi Magma
Pada saat magma mengalami pendinginan, pergerakan ion-
ion yang tidak beraturan ini akan menurun dan ion-ion akan mulai
mengatur dirinya menyusun bentuk yang teratur proses ini disebut
kristalisasi. Kecepatan pendinginan magma akan sangat
berpengaruh terhadap proses kristalisasi, semakin lambat jalannya
kristalisasi maka kristal yang terbentuk semakin besar karena ion-
ion memiliki kesempatan untuk berkembang. Apabila
pendinginan berlangsung sangat cepat maka tidak ada kesempatan
bagi ion untuk membentuk kristal, sehingga hasil pembekuan nya
akan menghasilkan atom yang tidak beraturan (hablur), yang
dinamakan dengan mineral glass.
Komposisi dari magma dan jumlah kandungan bahan volatil
juga mempengaruhi proses kristalisasi. Karena magma dibedakan
dari faktor-faktor tersebut, maka kenampakan fisik dan komposisi
mineral batuan beku sangat bervariasi. Sehingga, batuan beku
dapat digolongkan berdasarkan kandungan mineral dan
teksturnya.
Batuan beku yang terbentuk pada atau dekat dengan
permukaan bumi akan menunjukkan tekstur yang berbutir halus
yang disebut afanitik. Kenampakan yang umum pada batuan beku
afanitik adalah adanya lubang-lubang bekas keluarnya gas yang
bentuknya membundar atau memanjang yang disebut vesikuler,
dan umumnya terdapat pada bagian luar dari aliran lava.
Sedangkan batuan beku yang terbentuk jauh di bawah permukaan
akan menghasilkan tekstur butiran yang kasar, yang disebut
faneritik.

7
Penggolongan batuan beku dapat didasarkan pada 3 patokan
utama, yaitu berdasarkan genetik batuan, senyawa kimia yang
terkandung dan berdasarkan mineralogi serta tekstur dari batuan
beku.
a. Batuan Beku Berdasarkan Genetik Batuan
Penggolongan batuan beku berdasarkan genetik batuan
berarti berdasarkan tempat terjadinya batuan beku. Pembagian
genetik batuan beku adalah sebagai berikut.
1) Batuan Ekstrusi atau Batuan Vulkanik
Kelompok batuan ekstrusi terdiri dari semua material yang
dikeluarkan ke permukaan bumi baik di daratan maupun di
bawah permukaan laut. Material ini mendingin dengan cepat,
ada yang berbentuk padat, debu atau suatu larutan yang kental
dan panas yang biasa kita sebut lava. Ada dua tipe magma
ekstrusi, yang pertama memiliki kandungan silika yang rendah
dan viskositas relatif rendah.
Adapun beberapa contoh dari batuan beku ekstrusi adalah
batu obsidian, riolit, trakit, andesit, basalt dan batu apung.

Gambar 2. Batuan Beku Ekstrusi


Sumber: https://images.app.goo.gl/XA2FqLeht4S2uBbt7

8
2) Batuan Beku Gang/Korok (Hipabisal/Porfirik)
Batuan beku gang adalah batuan beku yang terbentuk dari
magma yang membeku di gang atau celah kerak bumi dalam
perjalanan atau sebelum sampai di permukaan bumi. Tekstur
batuan gang adalah perpaduan antara kasar dan halus. Contoh
dari batuan beku gang adalah granit porfir, diorit porfir, gabro
porfir, diabas, pegmatit, dan aplit
3) Batuan Intrusi atau Batuan Plutonik
Batuan intrusi adalah batuan beku yang terbentuk jauh di
dalam permukaan bumi. Batuan beku intrusi juga disebut
batuan beku dalam atau batuan plutonik. Tiga prinsip dari tipe
bentuk intrusi batuan beku, berdasar bentuk dasar dari geometri
nya adalah bentuk tidak beraturan, bentuk tabular dan bentuk
pipa. Dimana kontak diantara batuan intrusi dengan batuan
yang diintrusi atau daerah batuan, bila sejajar dengan lapisan
batuan maka tubuh intrusi ini disebut konkordan. Bila bentuk
kontaknya kontras disebut diskordan atau memotong dari
lapisan massa batuan. Struktur batuan intrusi yang khas adalah
batolit, stok, lakolit, sill dan dike.
Batuan intrusi memiliki butiran yang kasar dan kandungan
kimianya sejenis dengan lava. Pembagian besar butir untuk
batuan beku, adalah butiran kasar dengan rata-rata besar butir
lebih besar dari lima milimeter, sedangkan butiran halus
dengan butiran sedang dengan ukuran dari satu sampai lima
milimeter. Berdasarkan ukurannya (diameter) batuan intrusi
atau plutonik dibedakan menjadi plutonik tabular dan plutonik
masif. Plutonik tabular berukuran relatif kecil dan terletak
biasanya dekat dengan permukaan bumi, contohnya sill dan
dike. Sedangkan plutonik masif adalah batuan plutonik yang
berukuran lebih besar, terbagi kembali menjadi 2 macam yaitu
lakolit dan batolit.

9
Adapun contoh dari batuan intrusi adalah diorit, gabro, granit,
pegmatit, dan peridotit.

Gambar 3. Batuan Beku Intrusi


Sumber: https://images.app.goo.gl/mSEWuuUhZniLd8sf8

b. Batuan Beku Berdasarkan Unsur Kimia


Batuan beku disusun oleh senyawa senyawa-senyawa kimia
yang membentuk material dan material menyusun batuan beku.
Salah satu klasifikasi batuan beku dari unsur kimia adalah dari
senyawa oksidanya, seperti 𝑆𝑖𝑂2 , 𝑇𝑖𝑂2 , 𝐴𝑙2 𝑂3 , 𝐹𝑒2 𝑂3 , FeO, MnO,
MgO, CaO, 𝑁𝑎2 𝑂, 𝐾2 𝑂, 𝐻2 𝑂+, 𝑃2 𝑂5 . Dari persentase setiap
senyawa kimia dapat mencerminkan jenis batuan beku itu dan dapat
pula mencerminkan beberapa lingkungan pembentukan material.
Analisa kimia batuan dapat digunakan sebagai dasar untuk
menentukan jenis magma asal, dugaan temperatur pembekuan
magma, kedalaman magma dan lain sebagainya. Dalam analisa
kimia batuan beku, diasumsikan bahwa batuan tersebut mempunyai
komposisi kimia yang sama dengan magma sebagai
pembentukannya. Batuan beku yang telah mengalami kontaminasi
serta pelapukan akan menghasilkan komposisi kimia yang berbeda,
sehingga batuan yang akan dianalisa haruslah batuan yang belum
mengalami perubahan atau masih baru.
Berdasarkan komposisi kimianya, batuan beku dibagi
menjadi 4 kelompok yaitu batuan beku ultra basa, batuan beku basa,
batuan beku menengah (intermediet), dan batuan beku asam.
Pembagian kimia batuan beku (asam dan basa) berdasarkan
kandungan kimia oksida dapat diperhatikan pada tabel berikut.

10
Table 1. Komposisi Kimia Batuan Beku

Contoh penggolongan batuan beku berdasarkan kandungan


𝑆𝑖𝑂2 (silika):
1) Batuan Beku Ultra Basa (<45%). Contohnya peridotit, dunit,
pikrit, dan komatit.
2) Batuan Beku Basa (45 - 52%). Contohnya gabro, basalt, dolerit
dan norit.
3) Batuan Beku Intermediet (52 - 66%). Contohnya andesit, diorit,
syenit, dasit, dan granodiorit.
4) Batuan Beku Asam (>66%). Contohnya granit, riolit, dasit,
obsidian, dan batu apung.
Batuan beku cenderung memberikan warna semakin terang
apabila mengandung semakin banyak kandungan 𝑆𝑖𝑂2 (silika) dan
semakin gelap jika mengandung sedikit 𝑆𝑖𝑂2 (Muzani, 2017).
c. Batuan Beku Berdasarkan Mineralogi
Analisa kimia batuan beku itu pada umumnya memakan
waktu, maka sebagian besar klasifikasi batuan beku didasarkan atas
susunan mineral dari batuan tersebut. Terdapat 8 mineral utama
pembentuk batuan yaitu, Plagioklas, Kuarsa, Feldspar, Muscovit,
Biotit, Ampibol, Piroksen dan Olivin.
Klasifikasi yang didasarkan atas mineralogi akan lebih dapan
mencerminkan sejarah pembentukan batuan daripada atas dasar
kimia. Banyak para ahli membuat Klasifikasi batuan beku berdasar
kandungan mineralnya. Para ahli tersebut antara lain Fenton (1940),

11
Rosenbusch (1950), Russel B. Travis (1955) Walter T. Huang
(1962).
Menurut ahli Walter T. Huang, 1962 dalam Kemendikbud
(2013). Komposisi mineral dalam suatu batuan beku dapat
dikelompokkan kedalam tiga kelompok mineral, yaitu kelompok
Mineral Utama, kelompok Mineral Sekunder dan kelompok
Mineral Tambahan atau biasa disebut Accessory Mineral.
1) Kelompok Mineral Utama
Kelompok mineral utama ini terbentuk langsung dari
kristalisasi magma dan kehadirannya dalam batuan akan sangat
menentukan dalam penamaan batuan yang didiskripsi.
Berdasarkan warna dan densitas nya maka mineral dalam
kelompok utama ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
kelompok mineral Felsic dan kelompok mineral Mafic.
a) Kelompok mineral Felsic (mineral berwarna terang,
dengan densitas rata- rata 2,5 - 2,7), yaitu:
(1) Mineral Kwarsa (SiO2)
(2) Feldspar grup, yang terdiri dari kelompok Alkali
Feldspar (terdiri dari mineral sanidin, mineral an
orthoklas, mineral orthoklas, mineral adularia, dan
mineral mikroklin)
(3) Feldsfatoid grup, (Na, K, Alumina silikat) terdiri dari
mineral nefelin mineral sodalit dan mineral Leusit
(4) Kelompok Seri Plagioklas (terdiri dari mineral
Anortit, mineral Bytownit, mineral Labradorit,
mineral Andesin, mineral Oligoklas dan mineral
Albit).
b) Kelompok mineral Mafic (mineral mineral feromagnesia
dengan warna-warna gelap dan densitas rata rata 3,0 - 3, 6,
yaitu:
(1) Olivin grup (Fayalite dan Forsterite)

12
(2) Piroksin grup (Enstatite, Hiperstein, Augit, Pigeonit,
Diopsid)
(3) Mika grup (Biotit, Muscovit, Plogopit)
(4) Amphibole grup (Anthofilit, Cumingtonit,
Hornblenda, Rieberckit, Tremolite, Aktinolit,
Glaucofan).
2) Kelompok Mineral Sekunder
Merupakan mineral mineral ubahan dari mineral utama,
dapat dari hasil pelapukan, reaksi hidrothermal maupun hasil
metamorfisme terhadap mineral mineral utama. Dengan
demikian mineral mineral ini tidak ada hubungannya dengan
pembekuan magma (non pyrogenetik).
Mineral sekunder terdiri dari:
a) Kelompok Kalsit (mineral kalsit, dolomit, magnesit,
siderit) dapat juga terbentuk dari hasil ubahan mineral
Plagioklas grup.
b) Kelompok Serpentin (Antigorit dan Krisotil) umumnya
terbentuk dari hasil ubahan mineral mafic terutama
kelompok olivin dan piroksin.
c) Kelompok Klorit (Proklor, Penin, Talk), umumnya
terbentuk dari hasil ubahan mineral kelompok plagioklas
grup.
d) Kelompok Serisit (lempung) sebagai ubahan dari mineral
plagioklas.
e) Kelompok Kaolin (Kaolin, Haloysite) umumnya
ditemukan sebagai hasil ubahan batuan beku.
3) Kelompok Mineral Tambahan (Accessory Mineral)
Merupakan mineral mineral yang terbentuk pada kristalisasi
magma, pada umumnya terdapat dalam jumlah yang sedikit
dalam batuan. Walaupun kehadirannya misalkan cukup banyak
tetapi tidak akan mempengaruhi penamaan batuan yang
didiskripsi. Yang termasuk kedalam golongan mineral

13
tambahan ini adalah: mineral Hematit, Kromit, Sphene, Rutile,
Magnetit, Apatit, Zeoloit).
Berdasarkan mineral penyusunnya, batuan beku
diklasifikasikan menjadi 4 jenis batuan, yaitu:
a) Batuan Beku Ultrabasa, merupakan jenis batuan beku
yang terbentuk pada suhu tinggi dan mem[unyai
karakteristik bewarna gelap, disusun mineral olivin, anortit
dan bitownit. Contohnya adalah peridotit.
b) Batuan Beku Basa, adalah batuan beku yang memiliki ciri
khas gelap yang diakibatkan oleh komposisi mineral
mafik, contohnya adalah piroksin, ampibol, labradotit.
c) Batuan Beku Intermediet, adalah abtuan beku yang
tersusun oleh mineral biotit, plagioklas, seperti andesine
dan oligoklas.
d) Batuan Beku Asam, merupakan batuan beku yang
terbentuk pada suhu rendah, tersusun atas mineral kuara,
ortoklas, muskovit, plagioklas dan albit.
d. Batuan Beku Berdasarkan Tekstur
Tekstur batuan beku adalah hubungan antara massa mineral
dengan massa gelas yang membentuk massa yang merata dalam
batuan itu. Selama pembentukan tekstur maka akan tergantung pada
kecepatan dan orde kristalisasi. Kecepatan mengkristal dan orde
kristalisasi suatu magma sangat tergantung pada temperatur,
komposisi kandungan gas dalam magma it, viscositas (kekentalan)
dari magma dan tekanan. Dengan demikian tekstur yang ada dalam
batuan tersebut dapat menjelaskan sejarah pembentukan batuan
beku tersebut.
Macam-macam tekstur batuan beku terdiri dari:
1) Derajat Kristalisasi (Degree of crystallinity)
Derajat kristalisasi adalah proporsi atau perbandingan antara
massa kristal dengan massa gelas dalam sebuah batuan. Derajat
kristalisasi dapat dibagi menjadi 3 kelas yaitu sebagai berikut.

14
a) Holokristalin, yaitu batuan yang secara keseluruhan
tersusun oleh massa kristal.
b) Hipokristalin, yaitu batuan yang tersusun oleh massa
kristal dan massa gelas.
c) Holohyalin, yaitu batuan yang secara keseluruhan tersusun
oleh massa gelas.
2) Granularitas
Granularitas merupakan ukuran butir kristal dalam batuan
beku dapat sangat halus sampai sangat kasar. Granularitas
dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu sebagai berikut.
a) Fanerik, yaitu ukuran butir kristal dari halus sampai sangat
kasar. Berikut adalah klasifikasi datri granularitas fanetik.
(1) Fanetik halus ukuran diameter kristal < 1mm.
(2) Fanerik sedang ukuran diameter kristal 1 mm - 5 mm.
(3) Fanerik kasar ukuran diameter kristal 5 mm - 30 mm.
(4) Fanerik sangat kasar ukuran diameter kristal > 30 mm.
b) Porfiritik, yaitu ukuran butir kristal yang terdiri dari butir
kristal halus dan kasar.
c) Afanitik, yaitu ukuran butir kristal yang sangat halus
sehingga sulit dibedakan denagn mata telanjang
(Kemendikbud, 2013).
3) Kemas
Kemas (fabric) adlaah hubungan antar butiran-butiran dalam
batu tersebut. Terdapat 2 macam kemas atau fabric meliputi:
a) Bentuk Butir
Bentuk butir berarti, bentuk butir-butir mineral di
dalam batuan beku tersebut. Secara pandangan dua
dimensi terdapat 3 macam bentuk butir, yaitu sebagai
berikut.
(1) Euhedral, apabila bentuk kristal dari butiran mineral
mempunyai bidang kristal yang sempurna.

15
(2) Subhedral, apabila bentuk kristal dari butiran mineral
dibatasi oleh sebagian bidang kristal yang sempurna.
(3) Anhedral, apabila bentuk kristal dari butiran mineral
dibatasi oleh bidang kristal yang semua tidak
sempurna.
Secara pandangan tiga dimensi, dikenal 3 macam
bentuk butir, yaitu sebagai berikut.
(1) Equidimensional: apabila bentuk kristal ke 3
dimensinya sama panjang
(2) Tabular: apabila bentuk kristal dua dimensi lebih
panjang dari 1 dimensi lain.
(3) Irregular: apabila bentuk kristal tidak teratur
b) Relasi
Relasi berarti hubungan antara butir kristal yang satu
dengan lainnya dalam satu batuan. Hubungan antara kristal
ini dari segi ukurannya dikenal ada dua yaitu Granular atau
Equigranular dan Inequigranular.
(1) Granular atau Equigranular, yaitu mineral dalam
batuan yang memiliki ukuran relatif sam tetapi
memiliki bentuk yang berbeda. Granular dapat dibagi
menjadi 3 yaitu sebagai berikut.
(a) Panidiomorfik Granular, yaitu sebagian besar
mineral dalam batuan itu berukuran relatif
seragam dan bentuknya euhedral.
(b) Hipidiomorfik Granular, yaitu sebagian besar
mineral dalam batuan itu berukuran relatif
seragam dan bentuknya subhedral.
(c) Allotriomorfik Granular, yaitu sebagian besar
mineral dalam batuan itu berukuran relatif
seragam dan bentuknya anhedral.
(2) Inequigranular, yaitu mineral dalam batuan yang
memiliki ukuran dan bentuk yang berbeda.

16
Inequigranular dapat dibagi menjadi 2 yaitu sebagai
berikut.
(a) Porfiritik atau Porfiro Afanitik, yaitu tekstur
batuan beku dimana dalam batuan itu kristal
kristal yang berukuran besar (disebut “fenokris”)
tertanam dalam masa dasar kristal kristal yang
berukuran lebih kecil.
(b) Vitrovirik, yaitu apabila fenokris tertanam dalam
massa dasar gelas (Kemendikbud, 2013).
4) Tekstur Khusus Pada Batuan Beku
Terdapat tekstur lainnya yang disebut dengan tekstur khusus.
Tekstur khusus ini akan lebih jelas apabila diamati dibawah
mikroskop polarisasi dengan perbesaran 40 atau 100 kali.
Tekstur tersebut antara lain:
a) Tekstur Diabasik, yaitu tekstur dimana plagioklas tumbuh
bersama dengan piroksin.
b) Trachytic (pilotaxitic), tekstur yang umum pada batuan
vulkanik, berupa mikrolit yang membentuk orientasi
tertentu, karena dihasilkan oleh mekanisme aliran.
c) Orthophyric, jika massa dasar berupa feldspar yang
bentuknya gemuk, siku-siku.
d) Cumulophyric, jika fenokris mengelompok atau
berkumpul.
e) Ophitic dan subophitic, merupakan tekstur yang khas pada
kelompok gabro, basalt, terutama diabas. Merupakan
intergrowth antara piroksen dan plagioklas. Ophitic, Jika
mineral plagioklas dilingkupi oleh mineral piroksen.
Subophitic, Jika mineral piroksen dilingkupi oleh mineral
plagioklas.
f) Tekstur graphic, merupakan tekstur yang sering ada pada
batuan beku yang kaya silika, terutama granit, pegmatit,

17
dimana mineral kuarsa tumbuh bersama dengan alkali
feldspar.
g) Intergranular/intersertal, banyak dijumpai pada batuan
lava dan hipabisal, khususnya basalt dan diabas. Celah-
celah sudut mineral feldspar ditempati oleh mineral
ferromagnesian (olivin, piroksen, bijih besi) atau gelas,
mineral sekunder, serpentin, chlorit dan lain sebagainya.
h) Granophyric/micrographic, merupakan tekstur
intergrowth antara mineral kuarsa dengan feldspar, tetapi
dengan ukuran yanglebih halus. Terdapat pada batuan
applite.
e. Struktur Batuan Beku
Struktur batuan beku adalah bentuk batuan beku dalam skala
besar. Bentuk struktur batuan sangat erat dengan waktu
terbentuknya. Terdapat macam – macam struktur batuan beku yaitu
sebagai berikut.
1) Struktur Masif apabila batu itu tidak menunjukkan adanya sifat
aliran atau lubang bekas keluarnya gas dan juga tidak ada
xenolit.
2) Struktur Xenolit apabila didalam batu terdapat fragmen batu
lain yang masuk (batu di dalam batu) akibat peleburan yg
kurang sempurna.
3) Struktur Vesikuler apabila batu tampak berlubang lubang
dengan arah yang teratur. Lubang ini terbentuk akibat bekas
keluarnya gas.
4) Struktur Scoria apabila batu tampak berlubang lubang tetapi
dengan arah yang tidak teratur.
5) Struktur Amigdaloidal apabila batu tampak berlubang lubang
tetapi lubang lubang itu telah terisi oleh mineral sekunder
seperti mineral Zeolit mineral karbonat dan bermacam mineral
silika.
6) Struktur Pillow lava atau lava bantal, seperti bantal guling.

18
7) Struktur Joint apabila batu tampak rekah rekah yang tersusun
secara tegak lurus arah aliran (disebut columnar joint atau
kekar meniang dan disebut sheeting joint apabila bentuknya
horizontal searah aliran magma) (Kemendikbud, 2013).
2. Batuan Sedimen
Berbicara mengenai batuan sedimen, pertama harus diketahui syarat
adanya batuan sedimen itu harus ada sumber (source) yang merupakan
batuan asal yang telah mengalami pelapukan. Batuan asal itu dapat
berupa batuan beku, batuan metamorf ataupun batuan sedimen. Batuan
sedimen adalah batuan yang terbentuk akibat litifikasi bahan rombakan
dari batuan asal, maupun hasil denudasi atau hasil reaksi kimia
maupun hasil kegiatan organisme. Bahan rombakan batuan asal itu
bisa batuan beku, batuan metamorf maupun batuan sedimen yang telah
rusak / lapuk akibat terkena matahari, angin, hujan dan lain
sebagainya. Selanjutnya batuan yang telah lapuk tersebut ter erosi dan
tertransportasi ke cekungan pengendapan dan mengeras (membatu) /
atau biasa disebut mengalami litifikasi.
Berbagai penggolongan batuan sedimen dan penamaan batuan telah
dikemukakan oleh para ahli baik penggolongan berdasarkan
genetisnya (sejarah terbentuknya) maupun secara deskriptif.
Penggolongan batuan sedimen secara genetis yang dikemukakan oleh
W.T. Huang (1962), Pettijohn (1975), Nichol and Gary (1992).
a. Batuan Sedimen Berdasarkan Genetisnya
Para ahli tersebut membagi batuan sedimen berdasar cara
terbentuknya (genesanya) menjadi dua yaitu batuan sedimen klastik
dan batuan sedimen non klastik.
1) Batuan Sedimen Klastik
Batuan sedimen klastik merupakan batuan sedimen yang
terbentuk dari pengendapan kembali detritus atau pecahan
batuan asal. Fragmentasi batuan asal tersebut dimulai dari
pelapukan mekanis maupun secara kimiawi, kemudian tererosi
dan ter transportasi menuju suatu cekungan pengendapan.

19
Setelah pengendapan berlangsung maka sedimen akan
mengalami diagenesa yakni, proses-proses yang berlangsung
pada temperatur rendah di dalam suatu sedimen, selama dan
sesudah litifikasi. Contohnya; Breksi, Konglomerat, Sandstone
(batu pasir), batu lempung dan lain-lain.

Gambar 4. Batuan Sedimen Klastik

Sumber:
https://www.academia.edu/37948205/MAKALAH_BATUAN_DAN_MINE
RAL_docx

Setelah pengendapan berlangsung sedimen mengalami


diagenesa yakni, proses proses-proses yang berlangsung pada
temperatur rendah di dalam suatu sedimen, selama dan sesudah
litifikasi. Hal ini merupakan proses yang mengubah suatu
sedimen menjadi batuan keras. Proses diagenesa antara lain:
− Kompaksi Sedimen, yaitu termampatnya butir sedimen
satu terhadap yang lain akibat tekanan dari berat beban di
atasnya. Disini volume sedimen berkurang dan hubungan
antar butir yang satu dengan yang lain menjadi rapat.
− Sementasi, yaitu turunnya material-material di ruang antar
butir sedimen dan secara kimiawi mengikat butir-butir
sedimen dengan yang lain. Sementasi makin efektif bila
derajat kelurusan larutan pada ruang butir makin besar.
− Rekristalisasi, yaitu pengkristalan kembali suatu mineral
dari suatu larutan kimia yang berasal dari pelarutan
material sedimen selama diagenesa atu sebelumnya.

20
Rekristalisasi sangat umum terjadi pada pembentukan
batuan karbonat.
− Autigenesis, yaitu terbentuknya mineral baru di
lingkungan diagenesa, sehingga adanya mineral tersebut
merupakan partikel baru dlam suatu sedimen. Mineral
autigenik ini yang umum diketahui sebagai berikut:
karbonat, silica, klorita, gypsum dan lain-lain.
− Metasomatisme, yaitu pergantian material sedimen oleh
berbagai mineral autigenik, tanpapengurangan volume
asal
Adapun proses sedimentasi pada batuan sedimen klastik
terdiri dari 2 proses, yakni proses sedimentasi secara mekanik
dan proses sedimentasi secara kimiawi.
a) Proses Sedimentasi Mekanik
Proses sedimentasi secara mekanik merupakan proses
dimana butir-butir sedimen tertransportasi hingga
diendapkan di suatu tempat yang biasa disebut sebagai
cekungan pengendapan. Proses ini dipengaruhi oleh
banyak hal dari luar. Transportasi butir-butir sedimen
dapat dipengaruhi oleh air, gravitasi, angin, dan es.
(1) Pengaruh Air
Dalam cairan, terdapat dua macam aliran,
yakni aliran arus laminar (yang tidak menghasilkan
transportasi butir-butir sedimen) dan aliran arus
turbulent (yang menghasilkan transportasi dan
pengendapan butir-butir sedimen). Arus turbulen ini
membuat partikel atau butiran-butiran sedimen
mengendap secara suspensi, sehingga butiran-butiran
yang diendapkan merupakan butiran sedimen berbutir
halus (pasir hingga lempung).
(2) Pengaruh Gravitasi

21
Proses sedimentasi yang dipengaruhi oleh
gravitasi dibagi menjadi 4, yakni:
(a) Arus turbidit dipengaruhi oleh aliran air dan juga
gravitasi. Ciri utama pengendapan oleh arus
turbidit ini adalah butiran lebih kasar akan berada
di bagian bawah pengendapan dan semakin halus
ke bagian atas pengendapan atau disebut sebagai
struktur Gradded bedding.
(b) Grain flows biasanya terjadi saat sedimen yang
memiliki kemas dan sorting yang sangat baik
jatuh pada slope di bawah gravitasi. Biasanya
sedimennya membentuk Reverse bedded grading.
(c) Liquified sediment flows merupakan hasil dari
proses liquefaction.
(d) Debris flows, volume sedimen melebihi volume
ar, dan menyebabkan aliran dengan viskositas
tinggi. Dengan sedikit turbulens, sorting dari
partikel mengecil dan akhirnya menghasilkan
endapan dengan sorting buruk.
b) Proses Sedimentasi Kimiawi
Proses sedimentasi secara kimiawi terjadi saat pori-
pori yang berisi fluida menembus atau mengisi pori-pori
batuan. Hal ini juga berhubungan dengan reaksi mineral
pada batuan tersebut terhadap cairan yang masuk tersebut.
Berikut ini merupakan beberapa proses kimiawi dari
diagenesis batuan sedimen klastik:
(1) Dissolution (pelarutan), mineral melarut dan
membentuk porositas sekunder.
(2) Cementation (sementasi), pengendapan mineral yang
merupakan semen dari batuan, semen tersebut
diendapkan pada saat proses primer maupun sekunder.

22
(3) Authigenesis, munculnya mineral baru yang tumbuh
pada pori-pori batuan
(4) Recrystallization, perubahan struktur kristal, namun
kompsisi mineralnya tetap sama. Mineral yang biasa
terkristalisasi adalah kalsit.
(5) Replacement, melarutnya satu mineral yang kemudian
terdapat mineral lain yang terbentuk dan
menggantikan mineral tersebut.
(6) Bioturbation (bioturbasi), proses sedimentasi oleh
hewan (makhluk hidup).
c) Diagenesis
Diagenesis ialah terbentuknya batuan pada suhu dan
tekanan yang rendah. Diagenesis memiliki tahapan-
tahapan sebagai berikut:
(1) Eogenesis (shallow burial), merupakan tahap awal
dari pengendapan sedimen. Dimana terjadi
pembebanan / burial, yang menyebabkan adanya
kompaksi pada tiap lapisan sedimennya. Pada tahap
ini proses kompaksi mendominasi.
(2) Mesogenesis/earlydiagenesis (deep burial), yaitu
kompaksi yang sangat kuat disertai dengan proses
burial, menyebabkan kenaikan suhu dan tekanan yang
memicu terjadinya dissolution. Pada tahap ini proses
yang mendominasi adalah proses dissolution
(pelarutan).
(3) Latelydiagenesis, tahap mesogenesis ini terjadi
setelah melewati tahap earlydiagenesis. Apabila
setelah proses pelarutan, masih terjadi burial, maka
akan terjadi sementasi di sekitar butiran-butiran
sedimen.
(4) Telogenesis (tectonic uplift), jika setelah tahapan
mesogenesis itu terjadi pengangkatan (uplift)

23
disebabkan oleh gaya tektonik maka dalam proses
pengangkatan ini, keberadaan berbagai jenis air yang
terdapat di alam akan mempengaruhi susunan
komposisi kimia dari batuan, sehingga
memungkinkan terjadinya authigenesis (pengisian
mineral baru).
Secara umum diagenesis pada batuan sedimen klastik
(khususnya silisiklastik) mengalami tahap tahap ini dan
ketujuh proses diagenesis (bioturbasi, kompaksi,
sementasi, autigenesisasi, pelarutan, rekristalisasi, dan
replacement) meski tidak semuanya proses itu selalu
terjadi karena diagenesis itu adalah proses pembatuan
(umum disebut litifikasi) batuan sedimen setelah melewati
proses diagenesis (post depositional). Walaupun litifikasi
itu sendiri tidaklah tepat untuk menggambarka ketujuh
proses itu, karena batasan pengertian “litifikasi”
sebenarnya hanya pada kompaksi dan sementasi endapan
menjadi batuan sedimen saja, karena itulah proses menjadi
batu tidak selalu mengalami ketujuh proses itu apabila kita
memakai istilah “ter litifikasi” ini akan berbeda halnya
apabila kita mengatakan suatu endapan telah “mengalami
diagenesa” menjadi batuan sedimen, akan mencakup
proses yang lebih banyak dibanding suatu batuan telah
mengalami “litifikasi”.
2) Batuan Sedimen Non-Klastik
Batuan sedimen non-klastik merupakan batuan sedimen yang
terbentuk sebagai hasil penguapan suatu larutan, atau
pengendapan material di tempat itu juga (insitu). Proses
pembentukan batuan sedimen kelompok ini dapat secara
kimiawi, biologi /organik, dan kombinasi di antara keduanya
(biokimia).

24
Gambar 5. Batuan Sedimen Non-Klastik
Sumber: http://repastrepost.blogspot.com/2016/09/batuan-sedimen-non-
klastik-tekstur.html

Secara kimia, endapan terbentuk sebagai hasil reaksi kimia,


misalnya CaO + CO2 CaCO3. Secara organik adalah
pembentukan sedimen oleh aktivitas binatang atau tumbuh
tumbuhan, sebagai contoh pembentukan rumah binatang laut
(karang), terkumpulnya cangkang binatang (fosil), atau
terkuburnya kayu-kayuan sebagai akibat penurunan daratan
menjadi laut. Contohnya; Limestone (batu gamping), Coal
(batu bara), dan lain-lain.
b. Klasifikasi Batuan Sedimen Berdasar Diskripsinya
Klasifikasi berdasar Diskripsinya, maka batuan sedimen
dibedakan menjadi 6 golongan yaitu.
1) Golongan Detritus Kasar
Batuan sedimen diendapkan dengan proses mekanis.
Termasuk dalam golongan ini antara lain adalah breksi,
konglomerat dan batupasir. Lingkungan tempat pengendapan
batuan ini di lingkungan sungai dan danau atau laut.
2) Golongan Detritus Halus
Batuan yang termasuk kedalam golongan ini
diendapkan di lingkungan laut dangkal sampai laut
dalam. Yang termasuk kedalam golongan ini adalah
batu lanau, serpih, batu lempung dan Nepal.
3) Golongan Karbonat
Batuan ini umum sekali terbentuk dari
kumpulan cangkang moluska, algae dan fora minifera.

25
Atau oleh proses pengendapan yang merupakan
rombakan dari batuan yang terbentuk lebih dahulu dan
di endapkan disuatu tempat. Prosespertama biasa
terjadi di lingkungan laut litoral sampai neritik,
sedangkan proses kedua di endapkan pada lingkungan
laut neritik sampai batialJenis batuan karbonat ini
banyak sekali macamnya tergantung pada material
penyusunnya.
4) Golongan Silika
Proses terbentuknya batuan ini adalah
gabungan antara proses organik dan kimiawi untuk
lebih menyempurnakannya. Termasuk golongan ini
batu rijang (chert), radiolarian dan tanah diatom.
Batuan golongan ini tersebarnya hanya sedikit dan
terbatas sekali.
5) Golongan Evaporit
Proses terjadinya batuan sedimen ini harus
ada air yang memiliki larutan kimia yang cukup pekat.
Pada umumnya batuan ini terbentuk di lingkungan
danau atau laut yang tertutup, sehingga sangat
memungkinkan terjadi pengayaan unsur-unsur
tertentu. Dan faktor yang penting juga adalah
tingginya penguapan maka akan terbentuk suatu
endapan dari larutan tersebut. Batuan-batuan yang
termasuk kedalam golongan batuan evaporit ini
adalah batu gip, anhidrit, batu garam.
6) Golongan Batubara
Batuan sedimen ini terbentuk dari unsur-unsur
organik yaitu dari tumbuh-tumbuhan. Dimana
sewaktu tumbuhan tersebut mati dengan cepat
tertimbun oleh suatu lapisan yang tebal di atasnya
sehingga tidak akan memungkinkan terjadinya

26
pelapukan. Lingkungan terbentuknya batubara adalah
khusus sekali, ia harus memiliki banyak sekali
tumbuhan sehingga kalau timbunan itu mati
tertumpuk menjadi satu di tempat tersebut.
c. Menentukan Struktur Batuan Sedimen
Struktur sedimen merupakan suatu kelainan dari perlapisan
normal dari batuan sedimen yang diakibatkan oleh proses
pengendapan dan keadaan energi pembentuknya. Pembentukan
struktur sedimen ini dapat terjadi pada waktu bersamaan dengan
terbentuknya batuan maupun segera setelah proses pengendapan
(Pettijohn and Potter, 1964; RP. Koesoemadinata, 1981).
Berdasarkan genesa / asalnya, struktur sedimen yang terbentuk
dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu: Stuktur sedimen
Primer, Sekunder dan Organik.
1) Struktur Sedimen Primer
Struktur ini terbentuk saat proses sedimentasi, dengan
demikian dapat merefleksikan mekanisme dari
pengendapannya. Contoh struktur sedimen primer adalah:
a) struktur perlapisan,
b) struktur gelembur gelombang,
c) perlapisan silang siur,
d) struktur konvolut,
e) perlapisan bersusun (gradded bedding) dll.
Struktur yang paling penting dari di atas adalah
struktur perlapisan, karena struktur perlapisan ini merupakan
sifat utama dari batuan sedimen klastik yang menghasilkan
bidang bidang sejajar sebagai hasil dari proses pengendapan.
Faktor faktor yang mempengaruhi kenampakkan adanya
struktur perlapisan adalah:
a) Adanya perbedaan warna mineral,
b) Adanya perbedaan ukuran besar butir,
c) Adanya perbedaan komposisi mineral,

27
d) Adanya perubahan macam batuan,
e) Adanya perubahan struktur sedimen,
f) Adanya perubahan kekompakkan batuan.
2) Struktur sedimen Sekunder
Struktur sedimen sekunder ialah struktur sedimen
yang terbentuk sesudah sedimentasi. Atau sebelum diagenesa
atau pada waktu diagenesa. Struktur ini merefleksikan keadaan
lingkungan pengendapannya, misalnya keadaan dasar
cekungan, lereng dan lingkungan organisnya. Contoh struktur
sedimen sekunder ialah:
a) Struktur cetak beban, terjadi akibat pembebanan pada
sedimen yang masih plastis .
b) Struktur rekah kerut, rekah kerut pada permukaan bidang
perlapisan terjadi akibat proses penguapan.
c) Gelembur gelombang, terjadi akibat pergerakan angin atau
air.
d) Jejak binatang, bekas jejak binatang , dapat sebagai bekas
rayapan , tempat berhenti binatang.
3) Struktur Sedimen Organik
Struktur sedimen organik adalah struktur sedimen
yang terbentuk oleh kegiatan organisme seperti: molusca,
cacing atau binatang lainnya. Contoh struktur organik ini ialah:
struktur kerangka, struktur laminasi pertumbuhan.
3. Batuan Metamorf
Metamorfisme berasal dari kalimat Yunani, Meta = perubahan dan
Morpha = bentuk. Metamorph berarti perubahan bentuk. Batuan
metamorf adalah batuan yang terbentuk dari proses metamorfisme dari
batuan-batuan sebelumnya. Batuan-batuan sebelumnya itu dapat
berupa batuan sedimen, batuan beku, atau batuan metamorf lain yang
lebih tua. Metamorfisme terjadi pada keadaan padat (padat ke padat
tanpa melalui fase cair) meliputi proses kristalisasi, reorientasi dan
pembentukan mineral-mineral baru serta terjadi dalam lingkungan
yang sama sekali berbeda dengan lingkungan batuan asalnya
terbentuk.

28
a. Jenis-Jenis Metamorfosa
Secara garis besar pembagian metamorfosa tersebut dilihat
dari ruang lingkup daerah terjadinya dapat dibagi menjadi 2 jenis
yaitu:
1) Metamorfosa Lokal
Pengertian lokal disini adalah berhubungan dengan luas
daerah dimana proses metamorfosa tersebut terjadi. Luasnya
hanya sampai beberapa ratus kaki. Metamorfosa yang disebut
sebagai metamorfosa lokal ini antara lain:
a) Metamorfosa thermal
Metamorfosa kontak adalah metamorfosa thermal
yang statis, pada daerah lokal yang menghasilkan aureole
dari batuan metamorfosa sekeliling tubuh intrusi.
Miyashiro.A.(1972), mengatakan bahwa
metamorfosa kontak adalah rekristalisasi batuan di sekitar
aureole intrusi tubuh batuan beku karena kenaikan
temperatur. Keluasan daerah tersebut (daerah kontak)
bervariasi, tetapi masih didalam kisaran antara beberapa
meter sampai beberapa kilometer.
b) Metamorfosa dinamik
Metamorfosa ini juga disebut sebagai metamorfosa
Dislokasi atau Kinematik, Dinamik. Metamorfosa ini
berkembang didekat zona yang mengalami Dislokasi/sesar
atau deformasi yang intensif, banyak ditemukan di
sepanjang daerah pergeseran (thrust). Proses yang ada
pada metamorfosa ini adalah pemecahan mekanis dari
partikel atau butiran-butiran. Metamorfosa dinamik
dihasilkan dengan skala minor oleh beban atau tegangan
patahan (tensional foulting), pada skala yang lebih besar
oleh pergeseran dan skala regional pleh lipatan.
c) Pirometamorfosa

29
Faktor penyebab pada metamorfosa ini hanya panas.
Proses yang terjadi adalah rekristalisasi, reaksi kecil antara
mineral, pembalikan mineral dan pencairan.
Pirometamorfosa diperlihatkan oleh aliran xenolith dan
dike pada batuan vulkanik khususnya basalt. Kejadian di
alamnya, pada pokoknya merupakan campuran kondisi
dari banyak batuan, metamorfosa dengan temperatur yang
ekstrim dikategorikan dalam kategori ini.
d) Metasomatisme
Disebut juga metamorfosa hydrothermal. Faktor
penyebabnya adalah fluida dari penurunan magmatik,
“confining pressure” dan kadang-kadang juga oleh panas.
Proses yang ada yaitu rekristalisasi, reaksi antara mineral
dengan fluida dan pergantian tempat atau “replacement”.
Metasomatisme menyangkut perubahan yang nyata di
dalam komposisi kimia, yang disimpulkan dari kriteria
kimia, mineralogi dan pabriknya. Contoh yang umum
adalah perubahan peridotite ke skiss antigorit atau “soap
stone” dan pergantian batu gamping oleh batuan kalk-
silikat.
e) Metamorfosa retrograde (diaptoresis)
Kumpulan-kumpulan mineral tingkat tinggi yang
berubah ke kumpulan stabil pada temperatur yang lebih
rendah (biasanya mengandung air).
2) Metamorfosa Regional
Metamorfosa regional berkembang pada daerah yang luas
hingga beberapa ribu mil persegi, pada dasar pegunungan
lipatan dan pada daerah prekambium. Kemungkinan bahwa
didalam kulit bumi dari zona orogenesa dan konsentrasi panas
yang periodik, yang diperlukan untuk perlipatan, metamorfosa
regional dan pemunculan magmagranitik. Temperatur yang
tinggi diperlukan pada metamorfosa regional, terutama pada

30
kedalaman dimana terdapat pemanasan yang abnormal didalam
kulit bumi. Faktor penyebabnya adalah panas, stress,
“confining pressure”, kadang-kadang juga fluida magmatik
dan penurunan pada air juvenile. Proses yang terjadi adalah
rekristalisasi, reaksi antara mineral dan fluida, orientasi mineral
yang menghasilkan fabrik yang sejajar. Menurut Moorhouse
(1959) faktor penyebab dari metamorfosa regional ini adalah
kombinasi dari Tekanan, Temperatur dan “shearing stress”.
Winkler (1967) membagi metamorfosa regional menjadi 2 tipe
genetik yaitu:
a) Metamorfosa Regional Dinamothermal
Metamorfosa regional dinamoternal mengambil
tempat dengan pergerakan penusukan panas (injection).
Tenaga panas disuplai ke bagian tenaga-tenaga tertentu
dari kerak bumi pada saat terjadi proses me tamorfosa dan
orogenesa. Sekalipun demikian batuan batuan dari
metamorfosa regional memperlihatkan dengan nyata
akibat dari tekanan terarah, struktur schistose biasanya
berkembang, terutama pada batuan yang banyak
mengandung mineral prismatik dan ber lembar (schis
klorik, mika dll)
Dengan demikian dapatlah diperkirakan bahwa
peranan “shearing stress” pada waktu rekristalisasi adalah
faktor yang penting untuk mengontrol jenis mineral yang
dihasilkan. Pada metamorfosa kontak biasanya dicirikan
oleh tekanan yang rendah saja. tetapi pada metamorfosa
regional dinamothermal, daerah metamorfosanya dibentuk
pada tekanan: rendah, sedang, dan tinggi atau sangat
tinggi.
b) Metamorfosa regional timbunan (Burial)
Metamorfosa burial tidak mengandung hubungan
genetik dengan orogenesa maupun intrusi magmatic

31
Endapan-endapan atau batuan vulkanik yang terletak di
dalam geosinklin dapat tertimbun secara
gradual/bertingkat. Temperatur pada kedalaman yang
besar dalam banyak hal lebih rendah daripada temperatur
yang ada pada metamorfosa regional dinamothermal.
Biasanya temperatur tipe ini berkisar 200ºC. Dibawah nilai
tersebut adalah temperatur dari permulaan metamorfosa,
kemungkinan pengaruh tekanan hanya sedikit saja dan
kumpulan mineral temperatur rendah ini berasal dari
batuan sedimen tetap stabil. Temperatur antara
pengendapan dan permulaan metamorfosa mempunyai
kisaran yang besar. Metamorfosa tingkat paling rendah ini
digambarkan oleh apa yang disebut sebagai facies zeolitik,
kecuali pada geosinklin yang sangat dalam akan
digambarkan oleh facies lawsonit glaukofan yang sesuai
dengan tekanan yang sangat tinggi. Metamorfosa ini
berbatasan dengan diagenesa, batasan diagenesa adalah
selama sifat-sifat mineralogi endapan didalam sedimen
tetap terpelihara dan belum terubah, contohnya kuarsa
belum menjadi kuarsit. Jadi pengertian diagenesa disini
adalah semua perubahan didalam sedimen dengan batas
diantara proses sedimentasi dan permulaan metamorfosa
terkecuali yang disebabkan oleh pelapukan. Selain
klasifikasi yang disebut diatas, turner dan verhogen
mengklasifikasikan metamorfosa berdasar pada kriteria
geologi yang dipilih dari arti genetiknya yaitu berdasar
pada komposisi mineralogi, fabric, komposisi kimia dan
kejadiannya di lapangan.
b. Struktur Batuan Metamorf
Pada pengklasifikasiannya berdasarkan struktur, batuan
metamorf diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

32
1) Struktur Foliasi, struktur planar pada batuan metamorf sebagai
akibat dari pengaruh tekanan diferensial (berbeda) pada saat
proses metamorfisme. Struktur foliasi ditunjukkan oleh adanya
penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf.
Struktur foliasi ini terdiri dari struktur Slatycleavage, struktur
Filitic, struktur Schistosa, dan struktur Gneisosa.
a) Struktur Slatycleavage merupakan struktur yang terbentuk
pada derajad rendah, peralihan dari batuan sedimen (batu
lempung) ke metamorf. Mineralnya berukuran halus dan
kesan penjajaran / foliasi nya halus sekali, dengan
memperlihatkan belahan belahan yang rapat, mulai
terdapat daun daun mika halus.
b) Struktur Filitik (Phylitic), mirip dengan slatycleavage,
hanya mineral dan kesejajarannya / foliasi nya
sudahcmulai agak kasar. Derajad metamorfosanya lebih
tinggi dari salte (batu sabak), dimana daun daun mika dan
khlorit sudah cukup besar / kasar, tampak berkilap sutera
pada pecahan pecahannya.
c) Struktur Schistosa (Schistosity), adalah struktur yang
memperlihatkan mineral mineral pipih (biotit, muscovit,
feldspar) lebih banyak / dominan dibandingkan mineral
butiran. Struktur ini dihasilkan oleh metamorfosa tipe
regional. Derajad metamorfosanya lebih tinggi dari filit,
dicirikan dengan hadirnya mineral mineral lain disamping
mika. Ciri yang sangat khas adalah kepingan kepingan
yang tampak jelas dari mi neral mineral pipih seperti
mineral mika, talk, dan klorit.
d) Struktur Gnesosa (Gneissic), struktur batuan metamorf
dimana jumlah mineral mineral yang granular/ membutir
relatif lebih banyak dibanding mineral pipih dan
mempunyai sifat/memperlihatkan banded (seperti

33
berlapis/sejajar), struktur ini terbentuk pada derajad
metamorfosa tinggi pada tipe metamorfosa regional.
2) Struktur Non Foliasi, struktur batuan metamorf yang tidak
memperlihatkan penjajaran mineral-mineral dalam batuan
tersebut Struktur Hornfelsik Dicirikan adanya butiran butiran
yang seragam, terbentuk pada bagian dalam daerah kontak
sekitar tubuh batuan beku. Pada umumnya merupakan
rekristalisasi dari batuan asal. Tidak ada foliasi, batuan tampak
halus dan padat. Struktur Milonitik Struktur yang berkembang
karena adanya penghancuran batuan asal yang mengalami
metamorfosa tipe Dinamo Thermal. Batuan berbutir halus dan
liniasinya ditunjukkan oleh adanya orientasi mineral yang
berbentuk lentikuler (seperti lensa / oval), terkadang masih
tersisa lensa lensa batuan asalnya. Struktur Kataklastik Struktur
ini hampir sama dengan struktur milonitik, hanya butirannya
lebih kasar. Struktur Pilonitik Struktur ini menyerupai struktur
milonitik tetapi butirannya lebih kasar dan strukturnya
mendekati tipe filitik. Struktur Flaser 198 Seperti struktur
kataklastik, tetapi struktur batuan asal yang berbentuk lensa /
lentikuler tertanam dalam massa milonit. Struktur Augen
Seperti struktur flaser, hanya saja lensa lensanya terdiri dari
butir butir mineral feldspar dalam massa dasar yang lebih
halus. Struktur Granulose Struktur ini hampir sama dengan
struktur hornfelsik, tetapi ukuran butirannya tidak sama besar
Struktur Liniasi Struktur yang diperlihatkan oleh adanya
kumpulan dari mineral mineral yang berbentuk seperti jarum
(fibrous).

34
Gambar 6. Batuan Metamorf
Sumber:
https://www.academia.edu/37948205/MAKALAH_BATUAN_DAN
_MINERAL_docx

2.2 Mineral
A. Pengertian Mineral
Telah disebutkan bahwa mineral dipelajari dalam mineralogi.
Mineralogi adalah salah satu cabang ilmu geologi yang mempelajari
tentang sifat fisik (termasuk optik), mekanik dan kimiawi dari mineral,
struktur kristal dan kristalisasinya, asosiasi dengan mineral yang lain dan
keterdapatannya di alam. Mineral adalah senyawa anorganik yang
terbentuk secara alamiah, berfase padat, mempunyai komposisi dan
struktur tertentu. Batu bara bukan termasuk mineral, karena berasal dari zat
organik. Minyak bumi tidak termasuk mineral karena berfase cair. Salju
dan gletser termasuk mineral karena berfase padat. Sedangkan pengertian
mineral, menurut beberapa ahli mineralogi, seperti:
1. Berry dkk (1983), mineral adalah suatu benda padat homogen yang
terdapat di alam, terbentuk secara anorganik, dengan komposisi kimia
pada batas-batas tertentu dan mempunyai atom-atom yang tersusun
secara teratur.
2. Nickel (1995), "A mineral is an element or chemical compound that is
normally crystalline and that has been formed as a result of geological
processes", yang artinya mineral adalah unsur atau senyawa kimia
yang biasanya kristalin dan terbentuk sebagai hasil dari proses geologi.

35
3. Mason dkk. (1968); “A mineral is a naturally occurring homogeneous
solid, inorganically formed, with a definite chemical composition and
an ordered atomic arrangement” artinya mineral secara alami
merupakan suatu padatan homogen, terbentuk secara anorganik,
dengan komposisi kimia dan susunan atom tertentu.
4. Sinkankas (1966); "These... minerals ...can be distinguished from one
another by individual characteristics that arise directly from the kinds
of atoms they contain and the arrangements these atoms make inside
them"; artinya ... mineral ... dapat dibedakan dari yang lainnya oleh
karakteristik individu yang timbul secara langsung dari jenis atom
yang dikandungnya dan pengaturan atom-atom ini membuat di
dalamnya.
5. Dana & Ford, (1932); "A mineral is a body produced by the processes
of inorganic nature, having usually a definite chemical composition
and, if formed under favorable conditions, a certain characteristic
atomic structure which is expressed in its crystalline form and other
physical properties”, artinya mineral adalah suatu benda yang
dihasilkan oleh proses alam anorganik, biasanya memiliki komposisi
kimia tertentu dan, jika terbentuk di bawah kondisi yang mendukung,
memiliki karakteristik struktur atom tertentu yang dinyatakan dalam
bentuk kristal dan sifat fisik lainnya.
6. Brush & Penfield (1898); "Every distinct chemical compound
occurring in inorganic nature, having a definite molecular structure
or system of crystallization and well-defined physical properties,
constitutes a mineral species", artinya setiap senyawa kimia yang
berbeda yang terjadi di alam secara anorganik, memiliki struktur
molekul tertentu atau sistem kristalisasi dan sifat fisik yang terdefinisi
dengan baik, merupakan spesies mineral.
7. Mengacu pada TheFreeDictionary by Farlex, mineral adalah suatu
benda alamiah, yang tersusun atas zat-zat anorganik homogen, dengan
bentuk padat, memiliki komposisi kimia yang tetap dengan struktur

36
kristal tertentu, memiliki karakteristik fisik, optik, kimiawi dan
mekanika tertentu.
Jadi, mengacu pada definisi-definisi tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa secara umum, mineral dapat didefinisikan sebagai
bahan padat, anorganik, yang terbentuk secara alamiah di alam, kristalin
(yaitu yang secara kimia homogen dengan bentuk geometri tetap, sebagai
gambaran dari susunan atom yang teratur, dibatasi oleh bidang banyak
(polyhedron), jumlah dan kedudukan bidang-bidang kristalnya tertentu dan
teratur). Mengacu pada pengertian tersebut, mineral dapat dijabarkan
memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1. "Alami dan alamiah" yang berarti setiap benda yang terbentuknya di
mana saja di alam, seperti di planet-planet lain maupun yang jauh di
dalam bumi, asalkan terbentuknya secara alami dan keberadaannya
alamiah, maka dapat disebut sebagai mineral. Benda yang tersusun
atas senyawa sintetik yang diketahui tidak terbentuk di alam, tidak
dapat disebut sebagai mineral.
a. Halit (NaCl), apatit, kuarsa dan kalsit adalah beberapa contoh dari
mineral, sepanjang terbentuk secara alami dan keberadaannya
alamiah di alam. Kristal NaCl (garam) yang terbentuk di pabrik,
atau yang dibudidayakan oleh petani garam di tambak tidak dapat
disebut sebagai mineral.
b. Kaca (𝑆𝑖𝑂2 ), semen, batu bata; tiruan ruby, spinel, saphire dan
corundum; serta suplemen makanan adalah beberapa contoh benda
yang bukan mineral meskipun kristalin, homogen dan memiliki
komposisi yang pasti karena tidak terbentuk di alam (= dibuat oleh
manusia / antropogenik). Namun, kuarsa (𝑆𝑖𝑂2 ), semen karbonat,
semen silika, semen feroksida dan lain-lain yang terbentuk secara
alamiah di alam, maka disebut sebagai mineral.
2. "Padat homogen" berarti: memiliki komposisi kimia tertentu dan
homogen, dengan sifat fisik (kerapatan, kompresibilitas, indeks bias,
dan lain-lain) yang tetap. Jadi, batu/batuan meskipun terbentuk secara
alamiah di alam dan secara anorganik, tidak termasuk mineral karena

37
memiliki komposisi yang heterogen dengan sifat-sifat fisik yang tidak
tetap. Batu/batuan tersusun atas kumpulan mineral-mineral, yang
dapat terdiri atas dua jenis atau lebih mineral.
3. "Memiliki komposisi yang pasti " yang berarti tersusun atas atom atau
kelompok atom (kation dan anion) dengan rasio tertentu dan tetap.
Pada kristal ionik (mineral) rasio kation terhadap anion dibatasi oleh
kesetimbangan muatan dengan jari-jari ionik yang sama, sehingga
atom-atom yang memiliki muatan yang sama dapat saling mengganti
secara bebas, itulah sebabnya mineral juga sering bersifat tidak tetap,
artinya unsurunsur kation penyusun mineral tersebut dapat
tersubstitusi atau tergantikan oleh kation yang lain membentuk kristal
baru, dengan jenis mineral yang baru pula. Hal itu umumnya dapat
dijumpai pada mineral yang memiliki deret larutan padatan yang sama;
contoh: plagioklas, piroksen klino, amfibol, feldspar, karbonat dan
kuarsa. Pada mineral karbonat, substitusi kation dapat terjadi pada
kalsit (CaCO3): Ca digantikan oleh Mg membentuk CaMg (CO3)2
(dolomit). Pada mineral plagioklas, unsur Ca pada anortit
(Ca2AlSi2O8) dapat digantikan sebagian atau disubstitusi oleh Na
membentuk CaNaAlSi2O8 (andesin). Pada mineral kuarsa, dapat
menghasilkan mineral sejenis yang berwarna-warni, hal itu ditentukan
oleh pengotoran unsur lain walaupun tidak sampai merubah komposisi
kimia mineral, sebagai contoh adalah ametis, yang tersusun atas silika
yang terkotori oleh Fe4+.
4. "Kristalin atau tersusun atas kristal-kristal sejenis”, yang berarti
setiap mineral tersusun atas kristal-kristal yang sejenis, dengan
susunan / geometri atom tertentu. Gelas (ct: obsidian) yang merupakan
padatan teratur, cairan (spt air dan merkuri), dan gas (ct: udara) bukan
mineral karena tidak bersifat kristalin. Namun, mineral dapat saja
menyusun massa cair (fluid) dan massa plastis, sebagai contoh adalah
kristal olivin dan piroksen yang menyusun magma plastis pada lapisan
astenosfer bagian atas dan lapisan inti bumi bagian atas.

38
5. "Proses pembentukannya secara anorganik" berarti benda padat yang
dibentuk oleh organisme bukan termasuk mineral. Kalsit yang
menyusun cangkang karbonat adalah mineral karena identik dengan
senyawa yang terbentuk secara anorganik, namun:
a. Benda-benda padat homogen yang dihasilkan karena kehidupan
(manusia, hewan, dan tumbuhan) tidak termasuk mineral karena
pembentukannya identik dengan pertumbuhan organisme; contoh:
gigi, tulang, batu kencing, batu ginjal dan sejenisnya. Batu kencing
dan batu ginjal terbentuk secara alamiah, jika dilakukan
pengamatan secara petrografis / mineralogi optis, keduanya
memiliki sistem kristal dengan susunan yang sama dengan kalsit.
Namun, karena keduanya terbentuk berkaitan dengan aktivitas
organisme, maka bukan mineral.
b. Batubara, minyak bumi, guano, kulit tiram, dan mutiara bukan
mineral, karena pembentukannya berhubungan dengan aktivitas
organisme, meskipun terbentuk secara alamiah di alam.
c. Air mineral, vitamin kaya mineral, susu dengan mineral;
sebagaimana yang dilaporkan atau ditulis dalam jurnal atau majalah
kesehatan, adalah bukan mineral, karena tidak bersifat kristalin.
Mineral selalu bersifat kristalin (tersusun atas kristal-kristal
sejenis), namun kristal belum tentu mineral. Kristal adalah benda
padat yang tersusun atas unsur-unsur kimia dengan susunan yang
tetap dan tertentu, yang dibatasi oleh bidang-bidang banyak
(bersifat poligonal). Kristal dapat saja terbentuk secara organik dan
anorganik, secara alamiah maupun dibuat oleh manusia, dan dapat
saja terbentuk di alam/dalam tubuh manusia atau di pabrik. Susunan
kimia kristal dapat saja sama dengan susunan kimia mineral,
sehingga sifat kimianya pun sama. Sebagai contoh adalah mineral
beril (Be3Al2(SiO3)6) yang terbentuk secara alamiah di alam; namun
ada batu mulia tiruan dengan komposisi kimia Be 3Al2(SiO3)6 yang
dibuat secara sengaja di pabrik. Kedua beril tersebut.
B. Mekanisme Pembentukan Mineral

39
Mineral terbentuk secara alamiah di alam; dapat berlangsung secara
kimia, fisika dan mekanika. Mekanisme pembentukannya berhubungan
dengan perubahan suhu dan tekanan, yang disebut sebagai proses
kristalisasi. Proses kristalisasi mineral dapat berlangsung di permukaan
maupun di bawah permukaan bumi. Mekanismenya dapat terjadi dalam
proses pembekuan magma (magmatisme), reaksi kimia (bertemunya kation
dan anion secara kimia), penghancuran (dengan merubah susunan atom)
dan pengendapan (presipitasi) suatu koloid / larutan. Proses kristalisasi
tersebut dapat dikelompokkan ke dalam lima sistem, yaitu:
1. Sistem Magmatisme
Pembentukan mineral pada sistem magmatisme berlangsung
dalam tubuh magma; dapat berada pada dapur magma, konduit (celah
di sepanjang aliran magma dari dapur magma ke reservoir magma atau
dari reservoir magma ke zona pembekuannya), reservoir magma
(wadah berakumulasinya magma), pipa kepundan (celah yang
menghubungkan reservoir magma atau dapur magma dengan
permukaan bumi) dan di permukaan bumi. Kristalisasi magma ini
terjadi akibat menurunnya suhu dan tekanan magma. Menurunnya
suhu dan tekanan magma dapat terjadi akibat perubahan lingkungan,
yaitu berpindahnya massa magma dari kedalaman asal menuju ke
kedalaman berikutnya. Hal itu dapat terjadi di dalam lapisan astenosfer
(di bawah kerak bumi), batas Guttenberg dan lapisan Mohorovick.
2. Sistem Granitik Pegmatit
Granit adalah salah satu jenis batuan beku intrusi plutonik
yang tersusun atas mineral-mineral berafinitas asam, yaitu K-feldspar
dan kuarsa. Kedua mineral penyusun granit tersebut memiliki titik
leleh yang rendah, yaitu 500-600oC. Pembentukan mineral pada
sistem granitik pegmatit tersebut berlangsung ketika terjadi
penambahan suhu hingga ≥500oC dan / tekanan pada tubuh batuan
granit. Akibatnya, sebagian mineral leleh membentuk larutan plastis
dan menempati rongga-rongga bekas mineral yang meleleh tersbut,
sedangkan sebagian yang lain tidak meleleh. Material leleh dalam

40
granit tersebut selanjutnya terakumulasi dalam suatu rongga (wadah)
bekas mineral yang meleleh tersebut. Pada tahap berikutnya, terjadi
penurunan suhu dan tekanan, sehingga sebagian mineral penyusun
granit yang meleleh tersebut membeku membentuk kristal mineral
tertentu dengan ukuran yang lebih besar dari ukuran awalnya.
Diameter kristal mineral yang terbentuk tersebut dapat mencapai
beberapa centimeter hingga belasan meter. Pertumbuhan kristal dalam
sistem ini ditentukan dari volume dan pola rongga yang dibentuk oleh
melelehnya mineral dalam granit tersebut; dapat melingkar,
memanjang dan tak berraturan. Mineral yang terbentuk pada sistem
granitik pematit adalah kuarsa dan K-feldspar, dengan diameter butir
dapat mencapai 15 m. Sistem granitik pegmatit sering bernilai
ekonomi tinggi membentuk mineral / batu mulia seperti beril, batu
merah delima, batu mata kucing, batu giok dan lain-lain. Beberapa
granitik pegmatit juga sering berasosiasi dengan mineral zirkon,
monasit dan 13 uraninit Tipe I (intrusif) maupun Tipe S (sedimenter),
sebagaimana yang dapat dijumpai di pulau Bangka dan Belitung.
3. Sistem Air Permukaan dan Air Bawah Permukaan
Proses kristalisasi mineral ini berlangsung akibat suhu
lingkungan (iklim) yang sangat kering, sehingga terjadi proses
evaporasi air permukaan dan bawah permukaan dalam jumlah yang
sangat besar dan dalam waktu yang sangat lama. Air permukaan dapat
berupa air laut, air sungai, air danau dan evaporasi pada sistem
respirasi tumbuhan dan tanah. Air bawah permukaan dapat berupa
airtanah, air conate, air juvenil dan air magmatik. Air hasil evaporasi
(baik di permukaan dan bawah permukaan) selanjutnya terbawa oleh
angin, sehingga menyisakan padatan. Padatan tersebut selanjutnya
mengkristal membentuk mineral dan diendapkan di lingkungan itu
juga. Proses pembentukan mineral ini disebut sebagai presipitasi.
Contoh mineralnya di alam adalah halit (garam), kalsit, anhidrit, barit,
gipsum, fluorit, dan lain-lain.
4. Sistem Hidrotermal

41
Setiap konsentrasi mineral logam dibentuk oleh pengendapan
kristal mineral dari air / larutan hidrotermal. Kristalisasi tersebut
terbentuk akibat sirkulasi air bawah tanah yang dipanaskan oleh tubuh
magma atau batuan panas pada sistem gunung api. Mekanisme
kristalisasi yang mungkin terlibat adalah adanya energi yang
dilepaskan oleh peluruhan unsur radioaktif dalam sistem magmatik
tersebut. Deposit mineral dapat diendapkan dari larutan hidrotermal
dengan atau tanpa berhubungan dengan proses pembekuan magma.
Sistem air panas (hidrotermal) tersebut dapat mengendapkan mineral
dalam rekahan-rekahan pada batuan, hingga mengisi rongga / rekahan
tersebut, atau mungkin menggantinya membentuk mineral pengganti.
Kondisi yang diperlukan untuk pembentukan deposit mineral
hidrotermal tersebut meliputi:
a. ketersediaan air panas (hidrotermal) untuk menguraikan dan
mentransportasi mineral,
b. adanya bukaan yang saling berhubungan dalam batuan untuk
memungkinkan larutan untuk bergerak,
c. ketersediaan rekahan / 15 rongga untuk mengendapkan mineral
hasil presipitasi, dan
d. reaksi kimia yang akan menghasilkan deposisi. Deposisi dapat
terjadi melalui pendidihan, penurunan suhu, pencampuran unsur-
unsur dalam batuan / magma panas dengan fluida yang dingin, atau
dengan reaksi kimia antara larutan dan material / mineral pereaktif.
5. Sistem Metamorfik
Mekanisme pembentukan mineral pada sistem metamorfik
berlangsung ketika mineral yang menyusun tubuh batuan mengalami
penambahan suhu, penambahan tekanan dan penambahan suhu dan
tekanan. Proses penambahan suhu dan tekanan tersebut selanjutnya
merubah bentuk, struktur dan tekstur, serta komposisi kimia mineral
dalam batuan. Perubahan komposisi kimia mineral dapat terjadi oleh
penggantian dan / atau substitusi unsur kimia tertentu. Proses
metamorfisme di alam berlangsung secara bertahap / gradual, dengan

42
tiap-tiap tingkatannya menghasilkan jenis mineral hasil metamorfisme
yang berbeda. Sebagai contoh adalah proses metamorfisme tingkat
rendah dengan perubahan suhu dan tekanan kurang dari 420oC dan
tekanan 2-4 kb membentuk mineral andalusit.
C. Identifikasi Mineral
Sifat mineral digunakan untuk mengidentifikasi nama mineral. Sifat
fisik dapat diaplikasikan untuk identifikasi mineral di lapangan dan
utamanya untuk identifikasi mineral berukuran makro. Sifat kimia mineral
menentukan komposisi kimianya. Sifat optis mineral digunakan untuk
mengidentifikasi mineral yang berukuran mikro.
1. Berdasarkan Sifat Fisik Mineral
Sifat fisik mineral adalah kenampakan fisik mineral yang
dapat diamati tanpa menggunakan bantuan alat. Mineral dapat dikenali
berdasarkan Sifat fisik dari mineral tersebut antara lain: warna, Kilap,
Bentuk, Belahan, Kekerasan. Tiap mineral memiliki warna yang khas,
akan tetapi ada beberapa mineral yang memiliki warna yang hampir
sama. Kilap atau kilau mineral juga merupakan sifat fisik yang dapat
digunakan untuk identifikasi mineral. Bentuk kristal suatu mineral
dikontrol oleh ikatan kimia mineral tersebut. Belahan mineral
dipengaruhi oleh ikatan lemah antar molekul. Kekerasan mineral
menunjukkan besarnya gaya tekan untuk membelah atau merusak
stuktur mineral tersebut. Kekerasan mineral dinyatakan dalam skala
Mohs.
a. Warna mineral
Warna mineral adalah warna yang ditunjukkan oleh mineral
secara fisik, bersifat tidak tetap, karena dipengaruhi oleh susunan
pertumbuhannya, sifat lingkungan geologi di mana mineral
dibentuk, dan kemungkinan pengotoran mineral yang mungkin
terjadi selama mineral tersebut berada dalam lingkungan geologi
tersebut. Sebagai contoh adalah mineral kuarsa, apatit dan fluorit.
Mineral-mineral tersebut pada dasarnya memiliki warna dasar
putih. Namun, karena adanya pengotoran pada saat kristalisasi

43
maupun setelah kristalisasinya, oleh unsur yang lain, maka
warnanya bervariasi.
b. Cerat
Cerat adalah warna sebenarnya dalam suatu mineral. Warna
cerat kadang-kadang berbeda dengan warna mineralnya. Contoh:
grafit berwarna coklat tetapi warna ceratnya hitam, sulfur berwarna
kuning dengan warna cerat putih, pirit berwarna keemasan dengan
warna cerat hitam, dan galena berwarna silver gelap dengan cerat
coklat gelap. Namun, tidak sedikit pula mineral yang menunjukkan
warna perawakannya dan warna ceratnya sama. Sebagai contoh
adalah monasit: warna perawakan dan ceratnya merahmerah bata,
hematit: warna perawakan dan ceratnya merah bata - merah
kehitaman, kuarsa (white smoke) warna perawakan dan ceratnya
adalah putih, dan lain-lain. Warna cerat adalah manifestasi dari
perpaduan unsur kation dan anion yang menyusun mineral. Sifat
cerat ini diidentifikasi dengan cara menggoreskan mineral di atas
benda yang lebih keras; untuk mineral yang memiliki kekerasan
kurang dari 7 dapat digoreskan di atas permukaan kasar keramik;
sedangkan yang memiliki kekerasan lebih dari 7 dapat digoreskan
di atas korundum.
c. Bentuk Kristal dan Bentuk Mineral
Bentuk kristal ditentukan dari susunan kimia unsur yang
menyusun internal kristal. Susunan internal kristal menentukan
susunan eksternalnya; atau susunan eksternal krisal mencerminkan
susunan internalnya. Bentuk kristal dapat berupa ikatan tunggal,
ganda (dihedral), tetrahedral, adalah prismatik, rhombis, piramidal,
trapezoid, dan kubik. Bentuk mineral adalah bentuk dasar dari
susunan / bangun mineral. Bentuk mineral dapat sama dengan
bentuk kristal, jika pertumbuhannya sempurna maka akan memiliki
bentuk yang sama dengan bentuk kristalnya, namun jika
pertumbuhan mineral tidak sempurna maka tidak akan memiliki
bentuk yang sama dengan bentuk kristalnya.

44
d. Kilap
Kilap adalah refleksi mineral dalam menangkap sinar; ada
dua jenis kilap yaitu metalik dan non-metalik. Kilap metalik yaitu
kilap yang ditunjukkan oleh, sebagaimana logam (emas, perak,
tembaga atau besi) jika dikenai sinar. Kilap non metalik yaitu kilap
kaca, kilap tanah (earthy), kilap lilin, kilap mutiara, kilap sutra dan
kilapnya mineral yang tidak memantulkan sinar (dull).
e. Kekerasan
Sifat kekerasan mineral penting untuk diketahui terkait
dengan kegunaan, resistensi dan mekanisme kristalisasinya.
Kekerasan mineral diukur dengan menggunakan skala Mohs.
Dalam skala Mohs kekerasan terrendah adalah satu yang diwakili
oleh talk, sedangkan kekerasan tertinggi bernilai 10 yang diwakili
oleh intan
f. Belahan dan Pecahan
Belahan adalah pecahan mineral yang selalu mengikuti
bentuk dan susunan kristal (Gambar 2.6), sedangkan pecahan tidak
mengikuti bentuk kristal. Belahan ada yang sempurna searah, dua
arah dan tiga arah, kurang sempurna dan tidak sempurna. Belahan
sempurna seperti yang terlihat pada susunan batu bata, papan kayu,
dan lembaran buku.
g. Pecahan
Ketika tekanan (= dalam bentuk pukulan, tarikan, puntiran
atau gesekan) diberikan terhadap suatu mineral, sedangkan ikatan
antar atom di sekitar area yang dikenai tekanan tersebut sama di
semua arah dalam mineral tersebut, maka akan terjadi kerusakan.
Kerusakan atau pecahan dengan permukaan tidak teratur disebut
splintery atau fraktur tidak teratur; jika permukaannya halus disebut
smoothly; jika permukaannya melengkung seperti
potongan/pecahan kaca yang tebal disebut conchoidal.
2. Berdasarkan Sifat Kimia Mineral

45
Sifat kimia mineral ditujukan untuk mengetahui komposisi
kimia mineral, meliputi unsur-unsur utama, unsur jejak dan unsur
jarang (REE), sebagaimana yang juga menyusun bumi (dari inti bumi,
mantel bumi dan kerak bumi). Komposisi kimia bumi juga dipengaruhi
oleh faktor eksternal bumi, seperti jatuhan meteorit, biokimia dan
hidrokimia permukaan bumi. Di samping faktor-faktor tersebut,
komposisi kimia mineral juga dipengaruhi oleh adanya perubahan
volume, tekanan, energi, panas, daya, entropi dan suhu. Energi adalah
kapasitas dalam menghasilkan suatu perubahan. Sedangkan panas,
atau energi termal, hasil dari pergerakan secara acak dari masing-
masing molekul atau atom-atom dalam suatu sistem, disebut sebagai
energi kinetik. Daya dan panas adalah dua bentuk utama dari energi
tersebut.
Sifat kimia mineral dipelajari melalui studi geokimia. Studi
ini ditujukan untuk mengetahui sifat-sifat kimia yaitu komposisi unsur
mayor (utama), jejak (trace elements), unsur jarang (rare earth
elements/REE) selama proses kristalisasi, metamorfisme, ubahan atau
alterasi dan pelapukan. Unsur-unsur utama yang menyusun mineral
tersebut, dikenal sebagai oksida mayor. Oksida mayor penyusun
mineral dalam batuan terdiri atas SiO2, Al2O3, Fe2O3, Na2O, MgO,
TiO2, MnO, and P2O5. Karena sifat titik leleh basalt dan gabro (basa)
tinggi (900-1200oC), unsur-unsur mayor yang terdapat dalam batuan
beku tersebut bersifat relatif immobile (tidak bergerak) pada zona
ubahan; sedangkan dalam granit atau riolit karena memiliki titik leleh
rendah (<650OC).
3. Berdasarkan Sifat Optik Mineral
Pengenalan mineral yang terdapat pada batuan umumnya
dilakukan secara mikroskopis dengan cahaya terpolarisasi. Jenis
cahaya yang tersebut dapat diperoleh dengan memakai dua
prismapolarisasi atau polarisator. Mineral tertentu memiliki sifat
memutar sumbu cahaya terpolarisasi dengan arah sudut putar yang
khas. Sifat kristal pada mineral bisa rusak atau berubah oleh pengaruh

46
suhu dan tekanan. Semua mineral mempunyai komposisi kimia yang
tertentu dan ditulis dengan formula kimia tertentu, contoh: Quartz
SiO2 (proporsi atau rasio Si:O=1:2).
D. Klasifikasi Mineral
Berdasarkan senyawa kimianya, mineral dikelompokkan menjadi
mineral Silikat dan Non-silikat. Dari 2000 jenis mineral yang dikenal,
hanya beberapa yang terlibat dalam pembentukan batuan. Mineral-mineral
tersebut dinamakan Mineral Pembentuk Batuan atau Rock Forming
Minerals, yang merupakan penyusun utama batuan kerak dan mantel Bumi.
Mineral pembentuk batuan dikelompokkan menjadi empat yaitu Silikat.
Oksida, Sulfida, Sulfat dan Karbonat.
1. Mineral Silikat
Sembilan puluh persen mineral pembentuk batuan adalah dari
kelompok ini, yang merupakan persenyawaan antara silikon dan
oksigen dengan beberapa unsur metal. Silikat merupakan bagian utama
yang membentuk batuan baik itu seperti batuan beku maupun batuan
malihan. Silikat pembentuk batuan dibagi menjadi dua kelompok yaitu
kelompok ferromagnesium dan non-ferromagnesium.
a. Mineral ferromagnesium, umumnya mempunyai warna gelap atau
hitam dan berat jenis yang besar.
1) Olivine: warnanya yang olive. Berat jenis 3.27- 3.37, tumbuh
sebagai mineral yang mempunyai bidang bekah yang kurang
sempurna.
2) Augitite: warnanya sangat gelap hijau hingga hitam. Berat jenis
berkisar antara 3.2 3.4 dengan bidang bekah yang berpotongan
hampir tegak Lurus.
3) Homblende: warnanya hijau hingga hitam Berat jenis 3.2 dan
mempunyai bidang belah yang berpotongan dengan sudut
antara 56° dan 124° yang sangat membantu dalam cara
mengenalnya.

47
4) Biotite: mineral mika berbentuk pipih yang dengan mudah
dapat terkelupas. Dalam keadaan tebal, wamanya hijau tua
hingga coklat hitam. Berat jenis 2.8-3.2.
b. Mineral Non-Ferromagnesium
1) Muskovit: Disebut mika putih karena warnanya yang terang,
kuning muda, coklat, hijau atau merah. Memiliki Berat jenis
2,8-3,1.
2) Felspar: Mineral pembentuk batuan yang paling banyak.
Dalam bahasa Jerman Feld adalah lapangan, didalam kerak
bumi jumlahnya hampir 54%. Terdapat dua nama yang
diberikan kepada felspar yaitu Plagioklas dan ortoklas. Dari
nama Plagioklas tersebut dibagi lagi menjadi dua yaitu albit
dan anorthit. Dimana arti nama Orthoklas mengandung Kalium
albit mengandung Natrium dan Anorthit mengandung Kalsium.
3) Orthoklas: mempunyai warna yang khas yaitu abu-abu atau
merah jambu dengan Berat jenis 2,57.
4) Kuarsa: Dapat disebut dengan silika, terbentuk dari senyawa
silikon dengan oksigen. Terkadang berwarna smooky, atau
berwarna ungu. Nama kuarsa yang seperti itu amethyst. Warna
yang bermacam-macam terjadi karena terdapat unsur yang
tidak bersih.
2. Mineral Oksida
Mineral oksida terbentuk sebagai akibat persenyawaan
langsung antara oksigen dan unsur tertentu. Susunannya lebih
sederhana dibanding silikat. Mineral oksida umumnya lebih keras
dibanding mineral lainnya kecuali silikat. Merekajuga lebih berat
kecuali sulfida. Unsur yang paling utama dalam oksida adalah besi,
chrome, mangan, timah dan aluminium. Beberapa mineral oksida yang
paling umum adalah, korondum (Al2O3), hematit (FeO3) dan
kassiterit (SnO2).
3. Mineral Sulfida

48
Kelas mineral sulfida atau dikenal juga dengan nama sulfosak
ini terbentuk dari kombinasi antara unsur tertentu dengan sulfur
(belerang) (S2). Pada umumnya unsure utamanya adalah logam
(metal).
Pembentukan mineral kelas ini pada umumnya terbentuk
disekitar wilayah gunung api yang memiliki kandungan sulfur yang
tinggi. Proses mineralisasinya terjadi pada tempat-tempat keluarnya
atau sumber sulfur. Unsur utama yang bercampur dengan sulfur
tersebut berasal dari magma, kemudian terkontaminasi oleh sulfur
yang ada disekitarnya. Pembentukan mineralnya biasanya terjadi
dibawah kondisi air tempat terendapnya unsur sulfur. Proses tersebut
biasanya dikenal sebagai alterasi mineral dengan sifat pembentukan
yang terkait dengan hidrotermal (air panas).
Beberapa contoh mineral sulfides yang terkenal adalah pirit
(FeS2). Kakosit (CuS), Galena (PbS), sphalerite (ZnS), dan Kalkopirt
(CuFeS2) Dan termasuk juga didalamnya selenides, tellurides,
arsenides, antimonides, bismuthinides dan juga sulfosalt.
4. Mineral Sulfat
Mineral Sulfat adalah kelompok mineral yang memiliki ciri
khas memiliki komposisi kimia berkation sulfur yang berikatan
dengan 4 anion oksigen membentuk (SO4)2 yang berkombinasi
dengan logam atau semi-bgam membentuk mineral sulfat.
Pembentukan mineral sulfat biasanya terjadi pada daerah evaporitik
(penguapan) yang tinggi kadar airnya, kemudian perlahan-lahan
menguap sehingga formasi sulfat dan halda berinteraksi. Contoh-
contoh mineral yang termasuk kelompok sulfat antara lain Anhydrite
(CaSO4). Celestite (SrSO4), Bari (BaSO4), Anglesit (PhSO4). Alunit,
Gysum (CaSO4.2H2O) Kelompok mineral ini mempunyai banyak
manfaat bagi kehidupan manusia. Pemanfaatan kelompok mineral ini
diantaranya:
a. Anhydrite (CaSO4), varietas anhydrite yang mengandung unsur
silika biasanya dimanfaatkan sebagai omamen-omamen

49
b. Celestite (SrSO4), digunakan dalam pembuatan senyawa Stronsium
yang Banyak digunakan sebagai warna merah kembang api.
c. Barite (BaSO4), terjadi pada sejumlah besar lingkungan
pengendapan, dan diendapkan melalui sejumlah besar proses
biogenik termasuk penguapan dan hidrotermal. Biasanya
digunakan sebagai agen pembobotan untuk pengeboran cairan
dalam eksplorasi minyak dan gas untuk menekan tekanan formasi
yang tinggi dan mencegah ledakan gas. Kegunaan lain adalah pada
niki tambah aplikasi yang meliputi pengisi dalam cat dan plastik.
Pengurangan suara di kompartemen mesin, hapisan selesai mobil
untuk kelancaran dan ketahanan korosi, gesekan produk untuk
mobil dan truk, radiasi perisai semen, keramik kaca dan aplikasi
medis (misalnya, makan barium sebelum CAT scan kontras).
d. Anglesite (PbSO4), terjadi sebagai hasil oksidasi mineral gelena
akibat Pengaruh cuaca. Mineral ini bermanfaat karena merupakan
bijih timah.
e. Alunite, digunakan dalam copper-plating, baterai, bahan
penyemprot Tanaman, dan dalam pengawetan kayu.
f. Gypsum (CaSO4.2H2O), memiliki banyak kegunaan sejak zaman
prasejarah hingga sekarang. Beberapa kegunaan gypsum yaitu
sebagai Drywall. Bahan perekat, campuran bahan pembuatan
lapangan tenis.
5. Mineral Karbonat
Mineral Karbonat adalah kelompok mineral yang memiliki
komposisi anion berupa (CO) yang berikatan dengan kation berupa
unsur logam maupun semi logam, merupakan mineral penyusun utama
batugamping dan dolostone. Kelompok mineral ini mempunyai
banyak manfaat dalam kehidupan manusia. Mineral-mineral yang
termasuk kelompok mineral karbonat antara lain Kalsit (CaCO3),
Dolomit (CaMg (CO3)2), dan Aragonit (CaCO3).

50
a. Kakit, pemanfaatannya antara lain di sektor pertanian (misalnya
dalam pembuatan campuran pupuk), industri kimi (pembuatan
bahan-bahan kimia), makanan, logam, bangunan (sebagai
ornament, bahan bangunan, hiasan, pembuatan patung) dan
sebagainya.
b. Aragonit. Aragonite adalah produk yang juga dapat digunakan
sebagai substrat air asin. Sebuah substrat yang dianggap hidup
ketika mengandung organisme menguntungkan dan bakteri.
Aragonite bisa menjadi pilihan buffering lebih efektif daripada
substrat lain, kandungan kalsium karbonat memiliki kemampuan
yang lebih baik untuk membantu mengontrol pH dalam tangki ikan.
Wama artifisual pada kerikil harus dihindari dalam sebuah tangki
air asin karena biasanya tidak memiliki kemampuan buffering
substrat hidup laut. Seperti substrat lain, aragonit harus dibilas
berulang kali sebelum ditempatkan di dalam tangki Namum
aragonit yang memiliki warna yang indah biasanya digunakan
untuk hiasan atau koleksi.
c. Dolomit (CaMg (CO3)2), banyak dimanfaatkan baik dalam
pertanian, bahan Bangunan ataupun dalam industri. Dolomite
banyak dimanfaatkan untuk:
1) Industri refraktori
2) Dalam tungku pemanas atau pencair
3) Dalam pupuk digunakan unsur Mg untuk meningkatkan pH
tanah
4) Dalam industri cat sebagai pengisi
5) Industri kaca, plastik, kertas
6) Bahan pembuat semen, sorel, sea water magnesia
2.3 Pelapukan Batuan dan Mineral
Pelapukan adalah peristiwa penghancuran massa batuan, baik secara fisika,
kimia, maupun secara biologis. Batuan yang telah mengalami proses pelapukan
akan berubah menjadi tanah. Proses pelapukan membutuhkan waktu yang lama,
dan biasanya dipengaruhi oleh cuaca.

51
Contohnya seperti ini, jika gigi kita setiap hari selalu di paparkan dengan
makanan panas dan dingin maka lambat laun gigi kita pasti akan patah.
A. Faktor Penyebab Pelapukan
Terdapat 4 faktor yang menjadi penyebab terjadinya pelapukan,
yaitu:
1. Keadaan Topografi
Topografi suatu wilayah akan sangat mempengaruhi
terjadinya pelapukan. Sebagai contoh, batuan yang berada pada lereng
yang curam akan sangat dengan mudah lapuk, dibanfingkan dengan
batuan yang berada di lahan landai. Hal ini terjadi karena, batuan yang
berada pada lereng yang curan akan bersinggungan langsung dengan
cuaca disekitar.
2. Keadaan Struktur Batuan
Keadaan struktur batuan disini adalah kondisi fisik dan kimia
dari suatu batuan. Kondisi fisik batuan meliputi warna batuan,
sedangkan kondisi kimia meliputi unsur kimia yang terkandung di
dalamnya Batuan yang termasuk ke dalam batuan sedimen akan lebih
mudah mengalami pelapukan, jika dibandingkan dengan batuan beku.
3. Cuaca dan Iklim
Unsur cuaca dan iklim sangat mempengaruhi terjadinya
pelapukan pada batuan.
Contohnya seperti suhu udara, curah hujan, sinar matahari,
dan angin. Contohnya seperti ini, di daerah yang siangnya memiliki
suhu yang tinggi dan ketika malam hari suhunya rendah. Maka batuan
di daerah tersebut akan mudah sekali mengalami pelapukan.
4. Keadaan Vegetasi
Vegetasi atau tumbuhan juga berpengaruh dalam proses
pelapukan. Akar-akar tumbuhan biasanya akan memecah batuan yang
di laluinya. Selain itu, serasah dedaunan yang gugur juga membantu
dalam proses pelapukan. Hal ini disebabkan karena serasah dedaunan
memiliki zat asam arang dan humus yang bisa merusak batuan.

52
B. Jenis-jenis Pelapukan
Jenis pelapukan dibedakan menjadi ke dalam 3 jenis, yaitu:
1. Pelapukan Mekanik
Pelapukan mekanik (fisis), yaitu peristiwa atau proses
hancurnya batuan tanpa mengubah struktur kimiawi. Pelapukan ini
adalah perubahan bentuk bongkahan batuan besar menjadi batuan yang
lebih kecil. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan pelapukan
mekanik, yaitu perubahan temperatur, erosi, pengaruh kegiatan
makhluk hidup, dan berubahnya air garam menjadi kristal.
2. Pelapukan Kimiawi
Pelapukan kimiawi, yaitu proses pelapukan massa batuan
yang disertasi dengan perubahan susunan kimiawi batuan. Pelapukan
ini biasanya terjadi dengan bantuan air dan suuh yang tinggi. Proses
yang terjadi dalam proses pelapukan kimiawi disebut
Dekomposisi.Dalam pelapukan kimiawi, terdapat 4 proses pelapukan
yang biasa terjadi yaitu:
a. Hidrasi, yaitu proses pembentukan batuan dengan cara mengikat
batuan di atas permukaan saja
b. Hidrolisa, yaitu proses penguraian air (H2O) atas unsur-unsurnya
menjadi ion positif dan negatif.
c. Oksidasi, oksidasi merupakan proses pengkaratan pada besi. Tapi
ternyata bisa terjadi ke beberapa jenis batuan. Batu yang terkena
proses ini pada umumnya akan memiliki warna kecoklatan, karena
kandungan besi yang ada di batu tersebut mengalami pengkaratan.
d. Karbonasi, yaitu proses pelapukan batuan oleh karbondioksida
(CO2). Jenis batuan yang paling mudah mengalami karbonasi
adalah batuan kapur.
3. Pelapukan Biologi (Organik)
Perlapukan biologi adalah pelapukan yang diakibatkan oleh
makhluk hidup, seperti oleh tumbuhan, lumut, dan lain-lain. Pelapukan
ini bersifat kimiawi dan mekanis.

53
C. Dampak Pelapukan
Pelapukan bisa memberikan dampak positif dan negatif.
1. Dampak Positif
Akibat proses pelapukan, tanah memiliki kandungan mineral
yang baik. Sehingga bisa dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, batuan yang terkena pelapukan juga bisa menjadi suatu
karya alam yang sangat indah.
2. Dampak Negatif
Merusak batuan, dan menyebabkan kerusakan pada
bangunan yang bersejarah. Contohnya pada batuan-batuan candi. Jika
tidak di tangani dengan tepat, maka bangunan bersejarah tersebut bisa
hilang.

54
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Batuan adalah semua bahan yang menyusun kerak bumi dan
merupakan suatu agregat atau kumpulan dari mineral mineral yang telah
menghablur. Batuan dapat dibagi menjadi 3, yaitu batuan beku, bakuan
sedimen, dan batuan metamorf. Batuan beku atau Igneous rock merupakan
batuan yang berasal dari hasil proses pembekuan magma, berdasarkan
genetik batuan yaitu batuan ekstrusi, batuan beku gong, batuan intrusi.
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk akibat litifikasi bahan
rombakan dari batuan asal, maupun hasil denudasi atau hasil reaksi kimia
maupun hasil kegiatan organisme. Btauan sedimen dapat dibagi menjadi
batuan sedimen klastik dan batuan sedimen non klastik. Proses sedimentasi
pada batuan sedimen klastik terdiri dari 3 proses, yakni secara mekanik,
kimiawi dan diagenesis. Klasifikasi batuan sedimen berdasarkan
Diskripsinya, maka batuan sedimen dibedakan menjadi 6 golongan yaitu
Detritus Kasar, Detritus Halus, Karbonat, Evaporit, Batubara.
Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk dari proses
metamorfisme batuan batuan sebelumnya. Metamorfosa dapat dibagi
menjadi 2 yaitu metamorfosa lokal dan metamorfosa regional.
Pengklasifikasiannya berdasarkan struktur, batuan metamorf
diklasifikasikan menjadi struktur filoasi dan non filoasi.
Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk secara alamiah,
berfase padat, mempunyai komposisi dan struktur tertentu. Proses
pembentukan mineral disebut kristalisasi. Sifat fisik dari mineral tersebut
antara lain: warna, Kilap, Bentuk, Belahan, Kekerasan. Berdasarkan
senyawa kimianya, mineral dikelompokkan menjadi mineral Silikat dan Non
Silikat. Mineral pembentuk batuan dikelompokkan menjadi empat yaitu
Silikat. Oksida, Sulfida, Sulfat dan Karbonat.
3.2 Saran
Dalam makalah ini, penyusun mengharapkan pembaca dari makalah
ini bisa lebih memahami tentang konsep, siklus, jenis-jenis, faktor, serta

55
manfaat dari batuan dan mineral. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
kami berharap agar rekan-rekan pembaca bisa memberi masukan berupa
saran atau kritik untuk makalah ini agar kita bisa menyempurnakan makalah
ini. Sekian dari kami, akhir kata kami ucapkan terima kasih.

56
DAFTAR PUSTAKA
Anjayani, Eni. 2009. Geografi: Untuk Kelas X SMA/MA. Jakarta: PT. Cempaka
Putih.
Hartono.2007. Geografi: Jelajah Bumi dan Alam Semesta. Bandung: CV. Citra
Praya.
Kusmiyarti, T. B. (2016). AGROGEOLOGI DAN LINGKUNGAN. Denpasar:
Buku Ajar.
Kemendikbud. 2013. Batuan. Diakses Pada 17 September 2022, pada
https://repositori.kemdikbud.go.id/8914/1/BATUAN-X-2.pdf
Kemendikbud. 2013. Geologi Dasar. Diakses Pada 16 September 2022, pada
https://repositori.kemdikbud.go.id/10204/1/GEOLOGI%20DASAR%20X
%202.pdf
Mulyaningsih, S. (2018). Kristalografi & Mineralogi. Yogyakarta: AKPRIND
PRESS
Muzani. 2017. Buku Panduan Identifikasi Batuan. Diakses Pada 16 September
2022, pada
http://sipeg.unj.ac.id/repository/upload/laporan/BUKU_PANDUAN_IDEN
TIFIKASI_BATUAN_.pdf
Pendidikan, D. (2022, 08 17). Mineral. Retrieved from DosenPendidikan.Com |
2014: https://www.dosenpendidikan.co.id/mineral-adalah/
Refmawati, Y. Makalah Batuan dan Mineral. link
https://www.academia.edu/37948205/MAKALAH_BATUAN_DAN_MIN
ERAL_docx (online) [diakses pada 18 september 2022 pukul 08.00 Wita]
Tubagus, R. Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Mineral. Diakses 17 September
2022, pada
https://www.academia.edu/17947233/Klasifikasi_Batuan_Beku_Berdasark
an_Mineral#:~:text=Batuan%20beku%20dapat%20diklasifikasikan%20ber
dasarkan,dan%20mineral%20asosiasi%20
Zuhdi, M. (2019). Buku Ajar Pengantar Geologi. Mataram: Duta Pustaka Ilmu –
Gedung Catur 1.2 FPMIPA IKIP Mataram.

57

Anda mungkin juga menyukai