Anda di halaman 1dari 40

TEORI BELAJAR KOGNITIF DAN KONTRUKTIVIS DARI PIAGET DAN

VYGOTSKY, TEORI BELAJAR PEMROSESAN INFORMASI (ROBERT MILLS


GAGNE) SERTA TEORI BELAJAR SOSIAL (ALBERT BANDURA)

Disusun Oleh:
I Komang Indra Wijaya (2113071015)
Putu Keyla Putri Sumawan (2113071039)

DOSEN PENGAMPU
MATA KULIAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
Dr. A. A. Istri Agung Rai Sudiatmika, M.Pd
Putu Hari Sudewa, S.Pd., M.Pd

KELAS 2B
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2021/2022
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah Belajar dan Pembelajaran yang berjudul
“Teori Belajar Kognitif Dan Kontruktivis Dari Piaget Dan Vygotsky, Teori Belajar
Pemrosesan Informasi (Robert Mills Gagne) Serta Teori Belajar Sosial (Albert Bandura)”
tepat waktu. Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan
Pembelajaran tahun pelajaran 2021/2022.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah Belajar dan
Pembelajaran, Ibu Dr. A. A. Istri Agung Rai Sudiatmika, M.Pd. dan Bapak Putu Hari Sudewa,
S.Pd., M.Pd., karena telah memberikan masukkan dan juga saran kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
penulis mohon saran dan juga kritik yang mendukung agar makalah ini dapat disempurnakan.
Selain itu, penulis juga berharap agar pembaca mendapatkan pengetahuan setelah membaca
makalah ini. Demikian yang dapat penulis sampaikan. Akhir kata, penulis mengucapkan terima
kasih dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita bersama.
Om Santih Santih Santih Om

Singaraja, 23 Maret 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................. ii


DAFTAR ISI ............................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 1
1.3 Tujuan .............................................................................................................................. 1
1.4 Manfaat ............................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................... 3
2.1 Teori Belajar Kognitif Menurut Jean Piaget dan Vygosky ............................................... 3
2.1.1 Pengertian Teori Belajar Kognitif ......................................................................... 3
2.1.2 Teori kognitif Jean Piaget ..................................................................................... 3
2.1.3 Teori Kognitif Vygotsky ...................................................................................... 5
2.2 Teori Belajar Konstuktivis ............................................................................................. 7
2.2.1 Teori Belajar Kontruktivisme Jean Piaget ............................................................ 8
2.2.2 Teori Belajar Kontruktivisme Vygotsky ............................................................... 9
2.2.3 Karakteristik Teori Kontruktivisme .................................................................... 13
2.2.4 Implikasi Teori Belajar Kontruktivisme ............................................................. 13
2.2.5 Kelebihan Teori Kontruntivisme ........................................................................ 14
2.2.6 Kekurangan Teori Kontruktivisme ..................................................................... 14
2.3 Teori Belajar Pemrosesan Informasi (Robert Mills Gagne) ............................................ 15
2.3.1 Tokoh Teori Pemrosesan Informasi ...................................................................... 15
2.3.2 Teori Pembelajaran Pemrosesan Informasi Robert Gagne .................................... 16
2.3.3 Konsep Dasar Teori Pemrosesan Informasi .......................................................... 18
2.3.4 Manfaat, Kunggulan, Kelemahan, dan Implikasi Teori Pemrosesan Informasi .... 19
2.4 Teori Belajar Sosial (Albert Bandura) ............................................................................ 22
2.4.1 Teori Belajar Sosial Albert Bandura ........................................................................ 22
2.4.2 Penerapan Teori Belajar Sosial Albert Bandura Dalam Proses Belajar Mengajar Di
Sekolah ............................................................................................................... 28
BAB III PENUTUP ..................................................................................................................... 35
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................................... 35
3.2 Saran.................................................................................................................................. 35
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengajaran identik dengan pendidikan, dalam setiap kegiatan pendidikan adalah untuk
mencapai tujuan pendidikan. Pendidikan merupakan suatu usaha sadar yang dilakukan dengan
proses mendidik, yakni proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik agar mampu
menyesuaikan deri dengan lingkungan sehingga dapat menimbulkan perubahan dalam dirinya
yang dilakukan dalam bentuk pembimbingan, pengajaran, dan atau pelatihan. Yang mana setiap
orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Jadi pendidikan merupakan kebutuhan pokok
yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia yang berlangsung selama manusia tersebut
masih hidup (long life education).
Dalam proses pendidikan, belajar merupakan salah satu element yang tidak dapat
dipisahkan. Belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku dan pola pikir yang dialami oleh
seseorang, mislnya dari yang mulanya tidak bisa menjadi bisa, tidak tahu menjadi tahu.
Informasi adalah pengetahuan yang didapat dari pembelajaran, pengalaman atau instruksi.
Dalam beberapa hal pengetahuan tentang situasi yang telah dikumpulkan atau diterima melalui
proses komunikasi, pengumpulan intelejan dan didapatkan dari berita, juga disebut informasi.
Informasi yang berupa koleksi data dan fakta dinamakan informasi statistik. Dalam bidang ilmu
komputer, informasi adalah data yang disimpan, diproses atau ditransmisikan. Penelitian ini
memokuskan pada definisi informasi sebagai pengetahuan yang didapatkan dari pembelejaran,
pengalaman, dan instruksi.
Model pemrosesan informasi beranggapan bahwa anak-anak mempunyai kemampuan yang
lebih terbatas dan berbeda dengan orang dewasa. Anak-anak tidak dapat menyerap banyak
informasi, kurang sistematis dalam hal informasi apa yang diserap, tidak banyak mempunyai
strategi untuk mengatasi masalah, tidak mempunyai banyak pengetahuan mengenai dunia yang
diperlukan untuk memahami masalah, dan kurang mampu memonitor kerja proses kognitifnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan, masalah dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Bagaimana pandangan teori belajar Kognitif dan Kontruktivis terhadap belajar?
2. Bagaimana terjadinya proses belajar menurut Teori Belajar Kognitif dari Piaget?
3. Bagaimana terjadinya proses belajar Konstruktivis dari Vygotsky?
4. Bagaimana proses belajar menurut Teori Belajar Pemrosesan Informasi?
5. Bagaimana terjadinya proses belajar menurut Teori Belajar Sosial?
6. Apa dan bagaimana keunggulan dan kelemahan dari masing-masing teori
pembelajaran?
7. Bagaimana implikasi teori belajar terhadap proses pembelajaran?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan dari penulisan makalah ini adalah.
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pandangan teori belajar Kognitif dan Kontruktivis
terhadap belajar.

1
2. Mahasiswa dapat menjelaskan terjadinya proses belajar menurut teori belajar Kognitif
dari Piaget.
3. Mahasiswa dapat menjelaskan terjadinya proses belajar Konstruktivis dari Vygotsky.
4. Mahasiswa dapat menjelaskan proses belajar menurut Teori Belajar Pemrosesan
Informasi.
5. Mahasiswa dapat emnjelaskan terjadinya proses belajar menurut Teori Belajar Sosial.
6. Mahasiswa dapat menjelaskan keunggulan dan kelemahan dari masing-masing teori
pembelajaran.
7. Mahasiswa dapat menjelaskan implikasi teori belajar terhadap proses pembelajaran.
1.4 Manfaat
Berikut manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan makalah ini yaitu.
- Bagi Mahasiswa
Penulisan makalah ini diharapkan bermanfaat bagi mahasiswa, agar lebih
memahami tentang konsep dari teori belajar Kognitif, teori belajar Kontruktivis,
teori belajar Pemrosesan Informasi (Robert Mills Gagne), dan teori belajar Sosial
(Albert Bandura); menjelaskan keunggulan dan kelemahan dari masing-msing teori
pembelajaran serta implikasinya dalam pembelajaran.
- Bagi Masyarakat
Penulisan makalah ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat, agar
masyarakat mengetahui pentingnya dari adanya teori belajar Kognitif, teori belajar
Kontruktivis, teori belajar Pemrosesan Informasi (Robert Mills Gagne), dan teori
belajar Sosial (Albert Bandura); menjelaskan keunggulan dan kelemahan dari
masing-masing teori pembelajaran serta implikasinya dalam pembelajaran.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori Belajar Kognitif Menurut Jean Piaget dan Vygosky
2.1.1 Pengertian Teori Belajar Kognitif
Pengertian kognitif secara umum adalah kemampuan atau potensi
intelektual sesorang dalam berfikir, mengetahui, dan memecahkan masalah.
Dengan demikian, kognitif berkaitan dengan persoalan yang menyangkut
kemampuan untuk mengembangkan kemampuan otak (akal rasional).
Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk
mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain. Di
dalamnya tercakup aspek-aspek: pengetahuan (knowledge), pemahaman
(comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis),
evaluasi (evaluation).
2.1.2 Teori kognitif Jean Piaget
Teori kognitif dari Jean Piaget masih tetap diperbincangkan dan diacu
dalam bidang pendidikan. Teori ini mulai banyak dibicarakan lagi kirakira
permulaan tahun 1960-an. Piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif
bukan hanya hasil kematangan organisme, bukan pula pengaruh lingkungan
semata, melainkan hasil interaksi diantara keduanya.
Jean Piaget merupakan adalah seorang filsuf, ilmuwan, dan psikolog
perkembangan yang lahir di Neuchâtel, Swiss, 9 Agustus 1896 dan meninggal 16
September 1980. Jean Piaget salah satu perintis besar dalam teori constructivist
tentang pengetahuan yang karya-karyanya banyak dikutip dalam pembahasan
mengenai psikologi kognitif. Piaget yang menjabat sebagai profesor psikologi di
Universitas Geneva dari 1929 hingga 1980 telah menulis lebih dari 60 buah buku
dan ratusan artikel.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu:
1. Kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan saraf;
2. Pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara organisme dengan
dunianya;
3. Interaksi sosial, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam
hubungannya dengan lingkungan social,
4. Ekulibrasi, yaitu adanya kemampuan atau sistem mengatur dalam diri
organisme agar dia selalu mampu mempertahankan keseimbangan dan
penyesuaian diri terhadap lingkungannya.
Pokok-pokok pikiran Piaget mengenai teori kognitif dan perkembangannya.
Tujuan teori Piaget adalah untuk menjelaskan mekanisme dan proses
perkembangan intelektual sejak masa bayi dan kemudian masa kanak-kanak yang
berkembang menjadi seorang individu yang dapat bernalar dan berpikir
menggunakan hipotesis-hipotesis.

3
Piaget menyimpulkan dari penelitiannya bahwa organisme bukanlah agen
yang pasif dalam perkembangan genetik. Perubahan genetik bukan peristiwa yang
menuju kelangsungan hidup suatu organisme melainkan adanya adaptasi terhadap
lingkungannya dan adanya interaksi antara organisme dan lingkungannya. Dalam
responnya organisme mengubah kondisi lingkungan, membangun struktur biologi
tertentu yang ia perlukan untuk tetap bisa mempertahankan hidupnya.
Perkembangan kognitif yang dikembangkan Piaget banyak dipengaruhi
oleh pendidikan awal Piaget dalam bidang biologi. Dari hasil penelitiannya dalam
bidang biologi, ia sampai pada suatu keyakinan bahwa suatu organisme hidup dan
lahir dengan dua kecenderungan yang fundamental, yaitu kecenderungan untuk:
beradaptasi dan organisasi (tindakan penataan) untuk memahami proses-proses
penataan dan adaptasi terdapat empat konsep dasar, yaitu sebagai berikut:
1. Skema
Istilah skema atau skemata yang diberikan oleh Piaget untuk dapat
menjelaskan mengapa seseorang memberikan respon terhadap suatu stimulus
dan untuk menjelaskan banyak hal yang berhubungan dengan ingatan. Skema
adalah struktur kognitif yang digunakan oleh manusia untuk mengadaptasi
diri terhadap lingkungan dan menata lingkungan ini secara intelektual.
Adaptasi terdiri atas proses yang saling mengisi antara asimilasi dan
akomodasi.
2. Asimilasi
Asimilasi itu suatu proses kognitif, dengan asimilasi seseorang
mengintegrasikan bahan-bahan persepsi atau stimulus ke dalam skema yang
ada atau tingkah laku yang ada. Asimilasi berlangsung setiap saat. Seseorang
tidak hanya memproses satu stimulus saja, melainkan memproses banyak
stimulus. Secara teoritis, asimilasi tidak menghasilkan perubahan skemata,
tetapi asimilasi mempengaruhi pertumbuhan skemata. Dengan demikian
asimilasi adalah bagian dari proses kognitif, dengan proses itu individu secara
kognitif mengadaptasi diri terhadap lingkungan dan menata lingkungan itu.
3. Akomodasi
Akomodasi dapat diartikan sebagai penciptaan skemata baru atau
pengubahan skemata lama. Asimilasi dan akomodasi terjadi sama-sama
saling mengisi pada setiap individu yang menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Proses ini perlu untuk pertumbuhan dan perkembangan
kognitif. Antara asimilasi dan akomodasi harus ada keserasian dan disebut
oleh Piaget adalah keseimbangan.
Untuk keperluan pengkonseptualisasian pertumbuhan kognitif/
perkembangan intelektual Piaget membagi perkembangan ini ke dalam 4
periode yaitu:
1. Periode Sensori motor (0-2,0 tahun)

4
Pada periode ini tingkah laku anak bersifat motorik dan anak menggunakan
sistem penginderaan untuk mengenal lingkungannya untuk mengenal obyek.
2. Periode Pra operasional (2,0-7,0 tahun)
Pada periode ini anak bisa melakukan sesuatu sebagai hasil meniru atau
mengamati sesuatu model tingkah laku dan mampu melakukan simbolisasi.
3. Periode konkret (7,0-11,0 tahun)
Pada periode ini anak sudah mampu menggunakan operasi. Pemikiran anak
tidak lagi didominasi oleh persepsi, sebab anak mampu memecahkan masalah
secara logis.
4. Periode operasi formal (11,0-dewasa)
Periode operasi formal merupakan tingkat puncak perkembangan struktur
kognitif, anak remaja mampu berpikir logis untuk semua jenis masalah
hipotesis, masalah verbal, dan ia dapat menggunakan penalaran ilmiah dan
dapat menerima pandangan orang lain.
2.1.3 Teori Kognitif Vygotsky
Vygotsky memberikan pandangan berbeda dengan Piaget terutama
pandangannya tentang pentingnya faktor sosial dalam perkembangan anak.
Vygotsky memandang pentingnya bahasa dan orang lain dalam dunia anak-anak.
Meskipun Vygotsky dikenal sebagai tokoh yang memfokuskan kepada
perkembangan sosial yang disebut sebagai sosiokultural, dia tidak mengabaikan
individu atau perkembangan kognitif individu.
Vygotsky berpendapat bahwa siswa membentuk pengetahuan sebagai hasil
dari pikiran dan kegiatan siswa melalui bahasa. “Perkembangan pengetahuan pada
siswa tergantung pada faktor biologi (memori, atensi, persepsi, stimulus-respon)
dan faktor sosial (fungsi mental yang lebih tinggi) untuk pengembangan konsep,
penalaran logis dan pengambilan keputusan” (Trianto, 2007). Teori pembelajaran
Vygotsky sangat menekankan pentingnya peran interaksi sosial bagi
perkembangan belajar seseorang.
Menurut Vygotsky, belajar adalah sebuah proses yang melibatkan dua
elemen penting. Pertama, belajar merupakan proses secara biologi sebagai proses
dasar. Kedua, proses secara psikologisial sebagai proses yang lebih tinggi dan
essensinya berkaitan dengan lingkungan sosial budaya. Sehingga, lanjut
Vygotsky, munculnya perilaku seseorang adalah karena intervening kedua elemen
tersebut. Pada saat seseorang mendapatkan stimulus dari lingkungannya, ia akan
menggunakan fisiknya berupa alat inderanya untuk menangkap atau menyerap
stimulus tersebut, kemudian dengan menggunakan saraf otaknya informasi yang
telah diterima tersebut diolah. Keterlibatan alat indera dalam menyerap stimulus
dan saraf otak dalam mengelola informasi yang diperoleh merupakan proses
secara fisik-psikologi sebagai elemen dasar dalam belajar.

5
Pengetahuan yang telah ada sebagai hasil dari proses elemen dasar ini akan
lebih berkembang ketika mereka berinteraksi dengan lingkungan sosial budaya
mereka. Oleh karena itu, Vygotsky sangat menekankan pentingnya peran interaksi
sosial bagi perkembangan belajar seseorang. Vygotsky percaya bahwa belajar
dimulai ketika seorang anak dalam perkembangan zone proximal, yaitu suatu
tingkat yang dicapai oleh seorang anak ketika ia melakukan perilaku sosial. Zona
ini juga dapat diartikan sebagai seorang anak yang tidak dapat melakukan ssuatu
sendiri tetapi memerlukan bantuan kelompok atau orang dewasa. Dalam
belajar, zone proximal ini dapat dipahami sebagi selisih antara apa yang bisa
dikerjakan seseorang dengan kelompoknya atau dengan bantuan orang dewasa.
Maksimalnya perkembangan zone proximal ini tergantung pada intensifnya
interaksi antara sseorang dengan lingkungan sosial.
Menurut Vygotsky, fungsi mental tingkat tinggi biasanya ada dalam
percakapan atau komunikasi dan kerja sama di antara individu-individu (proses
sosialisasi) sebelum akhirnya itu berada dalam diri individu (internalisasi). Oleh
karena itu, pada saat seseorang berbagi pengetahuan dengan orang lain, dan
akhirnya pengetahuan itu menjadi pengetahuan personal, disebut dengan private
speech. Di sini, Vygotsky ingin menjelaskan bahwa adanya kesadaran sebagai
akhir dari sosialisasi tersebut. Dalam belajar bahasa, misalnya ucapan pertama
kita dengan orang lain adalah bertujuan untuk komunikasi, akan tetapi sekali kita
menguasainya, ucapan atau bahasa itu akan terinternalisasi dalam diri kita dan
menjadi inner speech atau private speech. Private speech ini dapat diamati saat
seorang anak sering berbicara dengan dirinya sendiri, terutama jika ia dihadapkan
dengan tugas-tugas sulit. Namun demikian, sebagaimana studi-studi dilakukan,
anak-anak yang sering menggunakan private speech ketika menghadapi tugas-
tugas yang kompleks ini lebih efektif memecahkan tugas-tugas daripada anak-
anak yang kurang menggunakan private speech.
Ide dasar lain dari teori belajar Vygotsky
adalah scaffolding. Scaffolding adalah memberikan dukungan dan bantuan
kepada seorang anak yang sedang pada awal belajar, kemudian sedikit demi
sedikit mengurangi dukungan atau bantuan tesebut setelah anak mampu
memecahkan problem dari tugas yang dihadapinya. Ini ditujukan agar anak dapat
belajar mandiri (Baharuddin dan Wahyuni, 2010).
Berbeda dari Piaget, Vygotsky berpendapat bahwa perkembangan kognitif
sangat terkait dengan masukan dari orang-orang lain. Namun sama seperti Piaget,
Vygotsky percaya bahwa perolehan sistem-sistem tanda terjadi dalam urutan
langkah-langkah tetap yang sama untuk semua anak.
Implikasi pada teori belajar yaitu sebagai berikut:

6
a. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu
guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh
anak.
b. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
c. Berikan peluang agar anak belajar tahap perkembangannya.
d. Di dalam kelas, anak anak hendaknya diberikan peluang untuk saling
berbicara dan saling berdiskusi dengan teman teman sebayanya.

2.2 Teori Belajar Konstuktivis


Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif,
yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme
sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan
kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman.
Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:
a. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
b. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan
mereka.
c. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses
saling memengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
d. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya
secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya
yang sudah ada.
e. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor
ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten
atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
f. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman
pelajar untuk menarik miknat pelajar.
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif,
yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran
behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat
mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai
kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna
pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya.
Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui
dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman
demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi
lebih dinamis.
Menurut teori ini, satu prinsip yang mendasar adalah guru tidak hanya memberikan
pengetahuan kepada siswa, namun siswa juga harus berperan aktif membangun sendiri

7
pengetahuan di dalam memorinya. Dalam hal ini, guru dapat memberikan kemudahan
untuk proses ini, dengan membri kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau
menerapkan ide – ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara
sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan
siswa anak tangga yang membawasiswa ke tingkat pemahaman yang lebih tinggi
dengan catatan siswa sendiri yang mereka tulis dengan bahasa dan kata – kata mereka
sendiri.
Dari uraian tersebut dapat dikatakan, bahwa makna belajar menurut
konstruktivisme adalah aktivitas yang aktif, dimana pesrta didik membina sendiri
pengtahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari dan merupakan proses
menyelesaikan konsep dan idea-idea baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dan
dimilikinya (Shymansky,1992).
Dalam mengkonstruksi pengetahuan tersebut peserta didik diharuskan mempunyai
dasar bagaimana membuat hipotesis dan mempunyai kemampuan untuk mengujinya,
menyelesaikan persoalan, mencari jawaban dari persoalan yang ditemuinya,
mengadakan renungan, mengekspresikan ide dan gagasan sehingga diperoleh
konstruksi yang baru.
Berkaitan dengan konstruktivisme, terdapat dua teori belajar yang dikaji dan
dikembangkan oleh Jean Piaget dan Vygotsky, yang dapat diuraikan sebagai berikut:
2.2.1 Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget
Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159)
menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk
menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan.
Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai
fasilitator atau moderator.
Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir
yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu
pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi
dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Proses
mengkonstruksi, sebagaimana dijelaskan Jean Piaget adalah sebagai berikut:
1. Skemata
Sekumpulan konsep yang digunakan ketika berinteraksi dengan
lingkungan disebut dengan skemata. Sejak kecil anak sudah memiliki
struktur kognitif yang kemudian dinamakan skema (schema). Skema
terbentuk karena pengalaman. Misalnya, anak senang bermain dengan
kucing dan kelinci yang sama-sama berbulu putih. Berkat keseringannya,
ia dapat menangkap perbedaan keduanya, yaitu bahwa kucing berkaki
empat dan kelinci berkaki dua.
Pada akhirnya, berkat pengalaman itulah dalam struktur kognitif
anak terbentuk skema tentang binatang berkaki empat dan binatang

8
berkaki dua. Semakin dewasa anak, maka semakin sempunalah skema
yang dimilikinya. Proses penyempurnaan skema dilakukan melalui proses
asimilasi dan akomodasi.
2. Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang
mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam
skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang
sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan
kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada.
Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan
menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan
skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam
mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru
pengertian orang itu berkembang.
3. Akomodasi
Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang
tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang
telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok
dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan
mengadakan akomodasi. Akomodasi tejadi untuk membentuk skema baru
yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang
telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
4. Keseimbangan
Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi
sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak seimbangnya antara
proses asimilasi dan akomodasi, ekuilibrasi dapat membuat seseorang
menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya.
2.2.2 Teori Belajar Konstruktivisme Vygotsky
Ratumanan (2004:45) mengemukakan bahwa karya Vygotsky didasarkan
pada dua ide utama. Pertama, perkembangan intelektual dapat dipahami hanya
bila ditinjau dari konteks historis dan budaya pengalaman anak. Kedua,
perkembangan bergantung pada sistem-sistem isyarat mengacu pada simbol-
simbol yang diciptakan oleh budaya untuk membantu orang berfikir,
berkomunikasi dan memecahkan masalah, dengan demikian perkembangan
kognitif anak mensyaratkan sistem komunikasi budaya dan belajar
menggunakan sistem-sistem ini untuk menyesuaikan proses-proses berfikir diri
sendiri.
Menurut Slavin (Ratumanan, 2004:49) ada dua implikasi utama teori
Vygotsky dalam pendidikan. Pertama, dikehendakinya setting kelas berbentuk
pembelajaran kooperatif antar kelompok-kelompok siswa dengan kemampuan

9
yang berbeda, sehingga siswa dapat berinteraksi dalam mengerjakan tugas-
tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah
yang efektif di dalam daerah pengembangan terdekat/proksimal masing-
masing. Kedua, pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan
perancahan (scaffolding). Dengan scaffolding, semakin lama siswa semakin
dapat mengambil tanggungjawab untuk pembelajarannya sendiri.
1. Pengelolaan pembelajaran
Interaksi sosial individu dengan lingkungannya sengat
mempengaruhi perkembanganbelajar seseorang, sehingga
perkemkembangan sifat-sifat dan jenis manusia akan dipengaruhi oleh
kedua unsur tersebut. Menurut Vygotsky dalam Slavin (2000), peserta didik
melaksanakan aktivitas belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan
teman sejawat yang mempunyai kemampuan lebih. Interaksi sosial ini
memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual
peserta didik.
2. Pemberian bimbingan
Menurut Vygotsky, tujuan belajar akan tercapai dengan belajar
menyelesaikan tugas-tugas yang belum dipelajari tetapi tugas-tugas tersebut
masih berada dalam daerah perkembangan terdekat mereka (Wersch,1985),
yaitu tugas-tugas yang terletak di atas peringkat perkembangannya. Menurut
Vygotsky, pada saat peserta didik melaksanakan aktivitas di dalam daerah
perkembangan terdekat mereka, tugas yang tidak dapat diselesaikan sendiri
akan dapat mereka selesaikan dengan bimbingan atau bantuan orang lain.
Tiga Konsep Utama Konstruktivisme
a) Hukum Genetik tentang Perkembangan
Perkembangan menurut Vygotsky tidak bisa hanya di lihat
dari fakta-fakta atau keterampilan-keterampilan, namun lebih dari
itu, perkembangan seseorang melewati dua tataran. Tataran sosial
(interpsikologis dan intermental) dan tataran psikologis
(intrapsikologis). Di mana tataran sosial di lihat dari tempat
terbentuknya lingkungan sosial seseorang dan tataran psikologis
yaitu dari dalam diri orang yang bersangkutan. Teori Belajar
Konstruktivisme menenpatkan intermental atau lingkungan sosial
sebagai faktor primer dan konstitutif terhadap pembentukan
pengetahuan serta perkembangan kognitif seseorang. Fungsi-fungsi
mental yang tinggi dari seseorang di yakini muncul dai kehidupan
sosialnya. Sementara itu, intramental dalam hal ini di pandang
sebagai derivasi atau turunan yang terbentuk melalui penguasaan
dan internalisasi terhadap proses-proses sosial tersebut, hal ini
terjadi karena anak baru akan memahami makna dari kegiatan sosial

10
apabila telah terjadi proses internalisasi. Oleh sebab itu belajar dan
berkembang satu kesatuan yang menentukan dalam perkembangan
kognitif seseorang. Vygotsky meyakini bahwa kematangan
merupakan prasyarat untuk kesempurnaan berfikir. Secara spesifik,
namun demikian ia tidak yakin bahwa kematangan yang terjadi
secara keseluruhan akan menentukan kematangan selanjutnya.
b) Zona Perkembangan Proksimal
Zone Proximal Development (ZPD) merupakan konsep
utama yang paling mendasar dari Teori Belajar Konstruktivisme
Vygotsky. Dalam Luis C. Moll (1993: 156-157), Vygotsky
berpendapat bahwa setiap anak dalam suatu domain mempunyai
‘level perkembangan aktual’ yang dapat di nilai dengan menguji
secara individual dan potensi terdekat bagi perkembangan domain
dalam tersebut.
Vygotsky mengistilahkan perbedaan ini berada di antara dua
level Zona Perkembangan Proksimal, Vygotsky mendefinisikan
Zona Perkembangan Proksimal sebagai jarak antara level
perkembangan aktual seperti yang di tentukan untuk memecahkan
masalah secara individu dan level perkembangan potensial seperti
yang di tentukan lewat pemecahan masalah di bawah bimbingan
orang dewasa atau dalam kolaborasi dengan teman sebaya yang
lebih mampu. Secara jelas Vygotsky memberikan pandangan yang
matang tentang konsep tersebut seperti yang di kutip oleh Luis C.
Moll (1993: 157) : Zona Perkembangan Proksimal mendefinisikan
fungsi-fungsi tersebut yang belum pernah matang, tetapi dalam
proses pematangan. Fungsi-fungsi tersebut akan matang dalam
situasi embrionil pada waktu itu. Fungsi-fungsi tersebut dapat di
istilahkan sebagai “kuncup” atau “bunga” perkembangan yang di
bandingkan dengan “buah” perkembangan. Vygotsky
mengemukakan ada empat tahapan ZPD yang terjadi dalam
perkembangan dan pembelajaran, yaitu:
Tahap 1 : Tindakan anak masih di pengaruhi atau di bantu
orang lain. Seorang anak yang masih di bantu memakai baju, sepatu
dan kaos kakinya ketika akan berangkat ke sekolah ketergantungan
anak pada orang tua dan pengasuhnya begitu besar, tetapi ia suka
memperhatikan cara kerja yang di tunjukkan orang dewasa.
Tahap 2 : Tindakan anak yang di dasarkan atas inisiatif
sendiri. Anak mulai berkeinginan untuk mencoba memakai baju,
sepatu dan kaos kakinya sendiri tetapi masih sering keliru memakai

11
sepatu antara kiri dan kanan. Memakai bajupun masih membutuhkan
waktu yang lama karena keliru memasangkan kancing.
Tahap 3 : Tindakan anak berkembang spontan dan
terinternalisasi. Anak mulai melakukan sesuatu tanpa adanya
perintah dari orang dewasa. Setiap pagi sebelum berangkat ia sudah
mulai faham tentang apa saja yang harus di lakukannya, misalnya
memakai baju kemudian kaos kaki dan sepatu.
Tahap 4 : Tindakan anak spontan akan terus di ulang-ulang
hingga anak siap untuk berfikir abstrak. Terwujudnya perilaku yang
otomatisasi, anak akan segera dapat melakukan sesuatu tanpa contoh
tetapi di dasarkan pada pengetahuannya dalam mengingat urutan
suatu kegiatan. Bahkan ia dapat menceritakan kembali apa yang di
lakukannya saat ia hendak berangkat ke sekolah
Pada empat tahapan ini dapat di simpulkan bahwa.
Seseorang akan dapat melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak
bisa dia lakukan dengan bantuan yang di berikan oleh orang dewasa
maupun teman sebayanya yang lebih berkompeten terhadap hal
tersebut.
c) Mediasi
Mediasi merupakan tanda-tanda atau lambang-lambang
yang di gunakan seseorang untuk memahami sesuatu di luar
pemahamannya. Ada dua jenis mediasi yang dapat mempengaruhi
pembelajaran yaitu Tema mediasi semiotik di mana tanda-tanda atau
lambang-lambang yang di gunakan seseorang untuk memahami
sesuatu di luar pemahamannya ini di dapat dari hal yang belum ada
di sekitar kita, kemudian di buat oleh orang yang lebih faham untuk
membantu mengkontruksi pemikiran kita dan akhirnya kita menjadi
faham terhadap hal yang di maksudkan; Scoffalding di mana tanda-
tanda atau lambang-lambang yang di gunakan seseorang untuk
memahami sesuatu di luar pemahamannya ini di dapat dari hal yang
memang sudah ada di suatu lingkungan, kemudian orang yang lebih
faham tentang tanda-tanda atau lambang-lambang tersebut akan
membantu menjelaskan kepada orang yang belum faham sehingga
menjadi faham terhadap hal yang dimaksudkan. Kunci utama untuk
memahami proses sosial psikologis adalah tanda-tanda atau
lambang-lambang yang berfungsi sebagai mediator.
Tanda-tanda atau lambang-lambang tersebut sebenarnya
merupakan produk dari lingkungan sosiokultural di mana seseorang
berada. Untuk memahami alat-alat mediasi ini, anak-anak di bantu
oleh guru, orang dewasa maupun teman sebaya yang lebih faham.

12
Wertsch berpendapat bahwa: Mekanisme hubungan antara
pendekatan sosiokultural dan fungsi-fungsi mental di dasari oleh
tema mediasi semiotik. Artinya tanda atau lambang beserta makna
yang terkandung di dalamnya berfungsi sebagai penghubung antara
rasionalitas-sosiokultural (intermental) dengan individu sebagai
tempat berlangsungnyaa proses mental.
2.2.3 Karakteristik Teori Konstruktivisme
Karakteristik pembelajaran berdasarkan Teori Belajar Kontruktivisme,
yakni sebagai berikut:
• Membebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas
yang sudah di tetapkan, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan ide-idenya secara lebih luas.
• Menempatkan siswa sebagai kekuatan timbulnya interes, untuk membuat
hubungan di antara ide-ide atau gagasannya, kemudian memformulasikan
kembali ide-ide tersebut, serta membuat kesimpulan-kesimpulan.
• Guru bersama-sama siswa mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia
adalah kompleks, di mana terdapat bermacam-macam pandangan tentang
kebenaran yang datangnya dari berbagai interpretasi.
• Guru mengakui bahwa proses belajar serta penilaiannya merupakan suatu
usaha yang kompleks, sukar di pahami, tidak teratur, dan tidak mudah di
kelola.

2.2.4 Implikasi Teori Belajar Konstruktivisme


Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak
(Poedjiadi, 1999: 63) adalah sebagai berikut:
1) Tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah
menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir
untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi
2) Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang
memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh
peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah seringkali
dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah
dalam kehidupan sehari-hari.
3) Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar
yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator,
fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk
terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
Dikatakan juga bahwa pembelajaran yang memenuhi metode konstruktivis
hendaknya memenuhi beberapa prinsip, yaitu:

13
a) menyediakan pengalaman belajar yang menjadikan peserta didik dapat
melakukan konstruksi pengetahuan
b) pembelajaran dilaksanakan dengan mengkaitkan kepada kehidupan nyata
c) pembelajaran dilakukan dengan mengkaitkan kepada kenyataan yang
sesuai
d) memotivasi peserta didik untuk aktif dalam pembelajaran
e) pembelajaran dilaksanakan dengan menyesuaikan kepada kehidupan
social peserta didik
f) pembelajaran menggunakan barbagia sarana
g) melibatkan peringkat emosional peserta didik dalam mengkonstruksi
pengetahuan peserta didik (Knuth & Cunningham,1996).

2.2.5 Kelebihan Teori Konstruktivisme


Hidup ini, tidak ada yang sempurna ada kebaikan ada juga keburukan,
begitu juga dengan sebuah teori. Tidak ada teori yang sempurna akan tetapi
saling melengkapi antara yang satu dengan yang lainya begitu juga
konstruktivisme.
Adapun 6 kelebihan teori konstruktivisme di antaranya adalah:
• Pertama, guru bukan satu-satunya sumber belajar.
• Kedua, siswa (pembelajaran) lebih aktif dan kreatif.
• Ketiga, pembelajaran menjadi lebih bermakna.
• Keempat, pembelajaran memiliki kebebasan dalam belajar.
• Kelima, perbedaan individual terukur dan di hargai.
• Keenam, guru berfikir proses membina pengetahuan baru, siswa berfikir
untuk menyelesaikan masalah, dan membuat keputusan.
2.2.6 Kekurangan Teori Konstruktivisme
5 Kekurangan dari teori belajar konstruktivisme berdasarkan berbagai
sumber rujukan yakni sebagai berikut.
• Pertama, proses belajar konstruktivisme secara konseptual adalah proses
belajar yang bukan merupakan perolehan informasi yang berlangsung satu
arah dari luar ke dalam diri siswa kepada pengalamannya melalui proses
asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemutakhiran sruktur
kognitif.
• Kedua, peran siswa. Menurut pandangan ini, belajar merupakan suatu
proses pembentukan pengetahuan.
• Ketiga, peran guru. Dalam pendekatan ini guru atau pendidik berperan
membantu agar proses pengonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan
lancar. Guru tidak menerapkan pengetahuan yang telah dimilikinya,
melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri.

14
• Keempat, sarana belajar. Pendekatan ini menekankan bahwa peran utama
dalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam mengonstruksi
pengetahuannya sendiri.
• Kelima, evaluasi, pandangan ini mengemukakan bahwa lingkungan belajar
sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi
terhadap realitas, konstruksi pengetahuan, serta aktifitas-aktifitas lain yang
didasarkan pada pengalaman.

2.3 Teori Belajar Pemrosesan Informasi (Robert Mills Gagne)


2.3.1 Tokoh Teori Pemrosesan Informasi
Salah satu tokoh dari teori pemrosesan informasi adalah Robert Gagne yang
memiliki nama lengkap Robert Milis Gagne, dikutip dari bookrags ia dilahirkan
pada tanggal 21 Agustus 1916 di di North Andover, Massachusetts dan meninggal
pada tanggal 28 April tahun 2002. Setelah lulus dari SMA, Gagne melanjutkan
pendidikan di Yale University. Pada tahun 1937 Gagne mendapat gelar B.A dari
Yale University, kemudian dia melanjutkan studinya di Brown University dan
mendapat gelar Ph.D di bidang psikologi pada tahun 1940.
Robert Gagne adalah seorang psikolog pendidikan berkebangsaan
Amerika yang terkenal dengan penemuannya berupa The Condition Of
Learning. Ia profesor psikologi dan pendidikan di Connecticut College untuk
Perempuan (1940-1949), Pennsylvania State University (1945-1946),
Princeton (1958-1962), dan University of California di Berkeley (1966-1969),
dan profesor di Departemen Penelitian Pendidikan di Florida State
University di Tallahassee dimulai pada tahun 1969. Ia juga menjabat sebagai
direktur penelitian untuk Angkatan Udara (1949-1958) di Lackland, Texas,
dan Lowry, Colorado. Dia bekerja sebagai konsultan untuk Departemen
Pertahanan (1958-1961), dan ke Amerika Serikat Kantor Pendidikan
(1964-1966). Selain itu, ia menjabat sebagai direktur penelitian di Institut
Penelitian Amerika di Pittsburgh (1962-1965).
Gagne merupakan pelopor dalam instruksi pembelajaran yang
dipraktekkannya dalam training pilot AU Amerika. Munculnya teori
pemrosesan informasi berawal dari modifikasi teori matematika, yang telah
disusun oleh para peneliti dengan tujuan untuk menilai dan meningkatkan
pengiriman pesan. Di sisi lain, terjadinya kondisi pemberian dan
penerimaan informasi pengetahuan akan tetap kita temukan dalam proses
pembelajaran yang secara langsung berkaitan erat dengan proses kognitif.
Karena itu teori pemrosesan informasi memberikan persfektif baru pada
pengolahan pembelajaran yang akan menghasilkan belajar yang efektif. Dan
dalam perkembangan selanjutnya dalam teori ini akan ditemukan persepsi,
pengkodean, dan penyimpanan di dalam memori jangka panjang. Sehingga

15
pada akhirnya teori ini akan berpengaruh terhadap siswa dalam hal
pemecahan masalah.
2.3.2 Teori Pembelajaran Pemrosesan Informasi Robert Gagne
Teori pemrosesan informasi adalah bagian dari teori belajar sibernetik.
Secara sederhana pengertian belajar menurut teori belajar sibernetik adalah
pengolahan informasi. Mengkaji proses belajar lebih penting dari hasil belajar,
proses belajar itu sendiri adalah sistem informasi, sistem informasi ini pada
akhirnya akan menentukan proses belajar. Ketika individu belajar, di dalam
dirinya berlangsung proses kendali atau pemantau bekerjanya sistem yang
berupa prosedur strategi mengingat untuk menyimpan informasi ke dalam
long-term memory dan strategi pemecahan masalah.
Teori pemrosesan informasi lebih menekankan pentingnya proses-proses
kognitif atau menganalisis perkembangan keterampilan kognitif seperti
perhatian, memori, metakognisi dan strategi kognitif. Sehingga teori ini
didasarkan atas tiga asumsi umum yaitu pikiran dipandang sebagai suatu sistem
penyimpanan dan pengembalian informasi, individu-individu memproses
informasi dari lingkungan, dan terdapat keterbatasan pada kapasitas untuk
memproses informasi dari seorang individu. Kemudian, pemrosesan informasi
terjadi ketika adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-
kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu
yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi
dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari
lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran. Menurut
teori Robert M. Gagne, belajar merupakan perubahan yang terjadi dalam
kemampuan manusia setelah belajar secara terus menerus.
Berdasarkan kondisi tersebut, Gagne menjelaskan proses belajar tersebut
terjadi. Model belajar yang dikembangkan Gagne berdasarkan teori
Pemrosesan Informasi yaitu sebagai berikut.
a) Rangsangan yang diterima panca indera akan disalurkan ke pusat syaraf
dan diproses sebagai informasi.
b) Informasi dipilih secara selektif, yaitu terdapat informasi yang akan
dibuang daninformasi yang akan disimpan baik disimpan dalam memori
jangka pendek atau pun memori jangka panjang.
c) Memori-memori baru dapat tercampur dengan memori yang telah ada
sebelumnya, dan dapat diungkap kembali setelah dilakukan pengolahan.
Teori belajar oleh Gagne (1988) disebut dengan “Information Processing
Learning Theory”. Teori ini merupakan gambaran atau model dari kegiatan di
dalam otak manusia di saat memroses suatu informasi. Karenanya teori belajar
tadi disebut juga Information-Processing Model oleh Lefrancois atau Model
Pemrosesan Informasi. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi

16
proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan
keluaran dalam bentuk hasil belajar.

Dalam suatu kegiatan belajar, seseorang menerima informasi dan kemudian


mengolah informasi tersebut di dalam memori. Pemrosesan informasi dalam
memori manusia diproses dan disimpan dalam tiga tahapan yaitu sensory
memory, short-term memory dan long-term memory.
a) Sensory Memory
Informasi masuk ke dalam sistem pengolah informasi manusia
melalui berbagai saluran sesuai dengan inderanya. Sistem persepsi
bekerja pada informasi ini untuk menciptakan apa yang kita pahami
sebagai persepsi. Karena keterbatasan kemampuan dan banyaknya
informasi yang masuk, tidak semua informasi bisa diolah. Informasi
yang baru saja diterima akan disimpan pada sensory memory. Durasi
suatu informasi dapat tersimpan di dalam sensory memory kurang dari
setengah sekon untuk informasi visual dan sekitar tiga sekon untuk
informasi audio.
Tahap ini merupakan tahap yang sangat penting karena menjadi
syarat untuk dapat melakukan pemrosesan informasi pada tahap
selanjutnya. Tahap ini berfungsi agar individu memberikan perhatian
yang lebih terhadap informasi jika informasi tersebut memiliki ciri khas
yang menarik dan informasi tersebut mampu mengaktifkan pola
pengetahuan yang dimiliki individu sebelumnya.
b) Short-term memory atau working memory
Short-term memory atau working memory berhubungan dengan apa
yang sedang dipikirkan seseorang pada saat ketika menerima stimulus
dari lingkunan. Durasi suatu informasi tersimpan di dalam short-term
memory adalah 15-20 sekon. Durasi penyimpanan akan bertambah
lama menjadi sampai 20 menit apabila terjadi pengulangan informasi.
Informasi yang masuk ke dalam short-term memory berangsur-angsur
menghilang ketika informasi tersebut tidak lagi diperlukan. Tetapi, jika
informasi ini selalu digunakan maka akan masuk ke dalam tahapan
long-term memory.
c) Long-term memory
Long-term memory merupakan memori penyimpanan yang relatif
permanen yang dapat menyimpan informasi meskipun informasi
tersebut mungkin tidak diperlukan lagi. Informasi yang tersimpan pada
memori ini akan diorganisir agar membentuk scherma. Scherma
merupakan pengelompokan elemen-elemen infomasi sesuai dengan
bagaimana nantinya informasi tersebut akan digunakan, sehingga nanti

17
akan difasilitasi akses informasi di waktu mendatang ketika akan
digunakan. Oleh karena itu, keahlian seseorang berasal dari
pengetahuan yang tersimpan bukan dari kemampuannya untuk
melibatkan diri dengan elemen-elemen informasi yang berlum
terorganisai di dalam long-term memory.

2.3.3 Konsep Dasar Teori Pemrosesan Informasi


Pengetahuan yang diproses dan dimaknai dalam memori kerja disimpan
pada memori panjang dalam bentuk skema-skema teratur secara
tersusun. Tahapan pemahaman dalam pemrosesan informasi dalam
memori kerja berfokus pada bagaimana pengatahuan baru yang
dimodifikasi.
Urutan dari penerimaan informasi dalam diri manusia dijelaskan sebagai
berikut: pertama, manusia menangkap informasi dari lingkungan melalui
organ-organ sensorisnya yaitu: mata, telinga, hidung dan sebagainya.
Beberapa informasi disaring pada tingkat sensoris, kemudian sisanya
dimasukkan dalam ingatan jangka pendek. Ingatan jangka pendek
mempnyai kapasitass pemeliharaan informasi yang terbatas sehingga
kandungannya harus diproses secara sedemikian rupa (misalnya dengan
pengulangan atau pelatihan), jika tidak akan lenyap dengan cepat.
Bila diproses, informasi dari ingatan jangka pendek dapat ditransfer
dalam ingatan jangka panjang. Ingatan jangka panjang merukan hal
penting dalam proses belajar. Karena ingatan jangka panjang merupakan
tempat penyimpanan informasi yang faktual (disebut pengetahuan
deklaratif) dan informasi bagaimana cara mengerjakan sesuatu.
Tingkat pemrosesan stimulus informasi diproses dalam berbagai
tingkat kedalaman secara bersamaan bergantung kepada karakternya.
Semakin dalam suatu informasi diolah, maka informasi tersebut akan
semakin lama diingat. Sebagai contoh, informasi yang mempunyai imaji
visual yang kuat atau banyak berasosiasi dengan pengetahuan ynag telah
ada akan diproses secara lebih dalam. Demikian juga informasi yang
sedang diamati akan lebih dalam diproses dari pada stimuli atau kejadian
lain di luar pengamatan. Dengan kata lain, manusia akan lebih mengingat
hal-hal yang mempunyai arti bagi dirinya atau hal-hal yamg menjadi
perhatiannya karena hal-hal tersebut diproses secara lebih mendalam dari
pada stimuli yang tidak mempunyai arti atau tidak menjadi perhatiannya.
Pengulangan memegang peranan penting dalam pendekatan model.
Penyimpanan juga dianggap penting dalam pendekatan model tingkat
pemrosesan. Namun hanya mengulang-ulang saja tidak cukup untuk
mengingat. Untuk memperoleh tingkatan yang lebih dalam, aktivitas

18
pengulangan haruslah bersifat elaboratif. Dalam hal ini, pengulangan
harus merupakan sebuah proses pemberian makna dari informasi yang
masuk.
2.3.4 Manfaat, Keunggulan, Kelemahan dan Implikasi Teori Pemrosesan
Informasi.
Manfaat teori pemrosesan informasi antara lain:
1) Membantu terjadinya proses pembelajaran sehingga individu mampu
beradaptasi pada lingkungan yang selalu berubah.
2) Menjadikan strategi pembelajaran dengan menggunakan cara berpikir
yang berorientasi pada proses lebih menonjol.
3) Kapabilitas belajar dapat disajikan secara lengkap.
4) Prinsip perbedaan individual terlayani.
Pemrosesan informasi lebih menunjuk kepada cara siswa
mengumpulkan/menerima stimuli lingkungan, mengorganisi data,
memecahkan masalah, menemukan konsep-konsep dan menggunakan simnol-
simbil verbal serta non-verbal. Dengan demikian, teori belajar pemrosesan
informasi memiliki beberapa kelebihan, diantaranya:
a) Peserta didik aktif berpikir. Dengan menerapkan teori pemrosesan
informasi akan membantu meningkatkan keaktifan peserta didik dalam
berpikir. Sehingga peserta didik akan didorong untuk berpikir di dalam
kegiatan pembelajaran.
b) Membantu siswa berpikir kreatif. Peserta didik akan berusaha untuk
mengaitkan proses pembelajaran yang menarik dengan materi yang
disampaikan.
c) Guru menjadi kreatif dalam pembelajaran. Guru dituntut dapat
menyampaikan materi pembelajaran dengan metode belajar yang
menyenangkan dan menarik sehingga peserta didik dapat menerima
materi dengan baik, dapat memahami serta mengingat materi dengan
baik.
Adapun kelemahan dari teori pemrosesan informasi antara lain :
1) Tidak semua individu mampu melatih memori secara maksimal.
2) Proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung.
3) Tingkat kesulitan mengungkap kembali informasi-informasi yang telah
disimpan dalam ingatan.
4) Kemampuan otak tiap individu tidak sama.
5) Apabila guru tidak dapat memerikan materi dengan menarik, maka
materi tidak akan tersampaikan dengan baik, dan tujuan pembelajaran
tidak tercapai.
6) Guru akan mengalami kesulitan dalam pembelajaran jika peserta didik
tidak aktif

19
Implikasi teori pemrosesan informasi terhadap kegiatan pembelajaran adlah
sebagai berikut.
a) Model pemrosesan informasi dari belajar dan ingatan memiliki
signifikasi yang besar bagi perencanaan dan desain pembelajaran dalam
proses pendidikan. Belajar mulai dari pemasukan stimulasi dari
reseptor dan diakhiri dengan umpan balik yang mengikuti performance
pembelajaran
b) Secara keseluruhan stimulasi yang diberikan kepada pembelajar selama
pembelajaran berfungsi mendupport yang terjadi pada pembelajaran
3. Aplikasi Model Pengajaran Pemrosesan Informasi Dalam Kegiatan
Pembelajaran
Teori belajar pengolahan informasi termasuk dalam lingkup teori kognitif
yang mengemukakan bahwa belajar adalah proses internal yang tidak dapat
diamati secara langsung dan merupakan perubahan kemampuan yang terikat
pada situasi tertentu. Namun memori kerja manusia mempunyai kapasitas yang
terbatas, oleh karena itu untuk mengurangi muatan memori kerja, perlu
memperhatikan kapabilitas belajar, peristiwa pembelajaran, dan
pengorganisasian atau urutan pembelajaran. Belajar bukan sesuatu yang
bersifat alamiah, namun terjadi dengan kondisi-kondisi tertentu, yaitu kondisi
internal dan kondisi eksternal. Sehubungan sengan hal tersebut, maka
pengelolaan pembelajaran dalam teori sibernetik, menuntut pembelajaran
untuk mengorganisir dnegan baik yang memerhatikan kondisi internal dan
kondisi eksternal (Mufidah, 2018).
Menurut Robert M. Gagne (dalam Rehalat, 2016) mengemukakan ada
delapan fase proses pembelajaran. Kedelapan fase itu sebagai berikut.
1. Motivasi yaitu fase awal memulai pembelajaran dengan adanya dorongan
untuk melakukan suatu tindakan dalam mencapai tujuan tententu (motivasi
intrinsik dan ekstrinsik).
2. Pemahaman, yaitu individu menerima dan memahami Informasi yang
diperoleh dari pembelajaran. Pemahaman didapat melalui perhatian.
3. Pemerolehan, yaitu individu memberikan makna/mempersepsi segala
Informasi yang sampai pada dirinya sehingga terjadi proses penyimpanan
dalam memori peserta didik.
4. Penahanan, yaitu menahan informasi/ hasil belajar agar dapat digunakan
untuk jangka panjang. Hal ini merupakan proses mengingat jangka
panjang.
5. Ingatan kembali, yaitu mengeluarkan kembali informasi yang telah
disimpan, bila ada rangsangan
6. Generalisasi, yaitu menggunakan hasil pembelajaran untuk keperluan
tertentu.

20
7. Perlakuan, yaitu perwujudan perubahan perilaku individu sebagai hasil
pembelajaran
8. Umpan balik, yaitu individu memperoleh feedback dari perilaku yang telah
dilakukannya.
Kondisi eksternal yang sangat berpengaruh terhadap proses belajar dengan
proses pengolahan informasi antara lain:
1) Kondisi belajar
Kondisi belajar dapat menyebabkan adanya modifikasi tingkah laku
yang dapat diikuti sebagai akinat dari adanya proses belajar. Cara yang
ditempuh pendidik untuk mengelola pembelajaran sangat bervariasi
tergantung pada kondisi belajar yang diharapkan. Gagne (dalam
Mufidah, 2018) mengklasifikasikan ada lima macam hasil belajar yaitu.
− Keterampilan intelektual, atau pengetahuan prosedural yang
mencangkup belajar diskriminasi, konsep konkret, konsep
terdefinisi, aturan, dan aturan tingkat tinggi.
− Strategi kognitif, suatu proses kontrol yang digunakan siswa
untuk memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian,
belajar, mengingatkan dan berpikir.
− Informasi verbal, sutau pengethuan yang disimpan sebagai
jaringan proposisi-proposisi.
− Keterampilan motorik, kemampuan untuk melaksanakan dan
mnengkooordinasikan gerakan-gerakan yang berhubungan
dengan otot
− Sikap, suatu kemampuan internal yang memengaruhi perilaku
seseorang, dan didasari oleh emosi, kepercayaan, serta
intelektual.
2) Tujuan belajar
Tujuan belajar merupakan komponen sistem pembelajaran yang
sangat penitng, sebab komponen-komponen lain dalam pembelajaran
harus berpaku dari tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dalam
proses belajarnya. Tujuan belajar yang dinyatakan secara spesifik dapat
mengarahkan proses belajar, dapat mengukur tingkat ketercapaian
tujuan belajar, dan dapat meningkatkan motivasi belajar.
3) Pemberian umpan balik
Pemberian umpan balik merupakan suatu hal yang sangat penitng
bagi peserta didik, karena memberikan informasi tentang keberhasilan,
kegagalan, dan tingkat kompetensinya. (Mudifah, 2018)
Berdasarkan deskripsi proses pengolahan informasi yang terjadi merupakan
interaksi faktor internal dan faktor eksternal dari peserta didik, maka aplikasi

21
pengolahan kegiatan pembelajaran berbasis teori pemrosesan informasi, dapat
diterapkan melalui sembilan langkah yang harus diperhatikan, yaitu.
a) Melakukan tindakan untuk menarik perhatian peserta didik.
b) Memberikan informasi mengenai tujuan pembelajaran dan topik yang
dibahas.
c) Merangsang peserta didik untuk memulai aktivitas pembelajaran.
d) Menyampaikan isi pembelajaran sesuai dengan topik yang telah
dirancang.
e) Memberikan bimbingan bagi aktivitas peserta didik dalam
pembelajaran.
f) Memberikan penguatan pada perilaku pembelajaran.
g) Memberikan feedback terhadap perilaku yang ditunjukkan peserta
didik.
h) Melaksanakan penilaian proses dan hasil.
i) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya dan
menjawab berdasarkan pengalamannya.

2.4 Teori Belajar Sosial (Albert Bandura)


2.4.1 Teori Belajar Sosial Albert Bandura
Teori Social Learning Theory ini dikembangkan oleh Albert Bandura
seorang psikolog kelahiran Mundare, Kanada, 4 Desember 1925. Bandura
menerima gelar sarjana muda di bidang psikologi dari University of British of
Columbia pada tahun 1949 dan meraih gelar Ph.D tahun 1952 di Universitas Iowa.
Pada tahun 1953, ia mulai mengajar di Universitas Stanford.
Teori belajar sosial menekankan pada komponen kognitif dari pikiran,
pemahaman dan evaluasi. Menurut Bandura, Teori belajar sosial sering disebut
sebagai jembatan antara teori behavioristik dan kognitivistik karena meliputi
perhatian, memori, dan motivasi (Bandura, A., 1977 dalam Lesilolo, 2018). Teori
belajar sosial menjelaskan bahwa perilaku manusia mempunyai interaksi timbal
balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku, dan pengaruh lingkungan.
Kebanyakan perilaku manusia dipelajari observasional melalui pemodelan yaitu
dari mengamati orang lain. Kemudian hasilnya berfungsi sebagai panduan untuk
bertindak. Berbeda dengan teori perkembangan anak lainnya, Albert Bandura
menganggap setiap anak tetap bisa belajar hal baru meski tidak melakukannya
secara langsung. Syaratnya, anak sudah pernah melihat orang lain melakukannya,
terlepas apapun medianya (Bandura, A., 1977, dalam Lesilolo, 2018). Di sinilah
peran elemen sosial, bahwa seseorang bisa belajar informasi dan perilaku baru
dengan melihat orang lain melakukannya.

22
Teori Social Learning dapat menjadi jawaban atas celah dari teori-teori
belajar lainnya. pada teori ini, terdapat 3 konsep yang menjadi dasar (Santrock,
2008 dalam Lesilolo, 2018), yaitu:
1) Manusia bisa belajar lewat observasi
2) Kondisi mental berperan penting dalam proses pembelajaran
3) Belajar sesuatu tidak menjamin perubahan perilaku
Teori pembelajaran sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku
yang tradisional (behavioristik). Teori pembelajaran sosial ini dikembangkan oleh
Albert Bandura (1986). Teori ini menerima sebagian besar dari prinsip-prinsip
teoriteori belajar perilaku, tetapi memberi lebih banyak penekanan pada efek-efek
dari isyarat-isyarat pada perilaku, dan pada proses-proses mental internal.
Salah satu asumsi paling awal mendasari teori pembelajaran sosial Bandura
adalah manusia cukup fleksibel dan sanggup mempelajari bagaimana kecakapan
bersikap maupun berperilaku. Titik pembelajaran dari semua ini adalah
pengalamanpenglaman tak terduga (vicarious experiences). Meskipun manusia
dapat dan sudah banyak belajar dari pengalaman langsung, namun lebih banyak
yang mereka pelajari dari aktivitas mengamati perilaku orang lain.
Asumsi awal memberi isi sudut pandang teoritis Bandura dalam teori
pembelajaran sosial yaitu.
− Pembelajaran pada hakikatnya berlangsung melalui proses peniruan
(imitation) atau pemodelan (modeling).
− Dalam imitation atau modeling individu dipahami sebagai pihak yang
memainkan peran aktif dalam menentukan perilaku mana yang hendak
ia tiru dan juga frekuensi serta intensitas peniruan yang hendak ia
jalankan.
− Imitation atau modeling adalah jenis pembelajaran perilaku tertentu yang
dilakukan tanpa harus melalui pengalaman langsung.
− Dalam Imitation atau modeling terjadi penguatan tidak langsung pada
perilaku tertentu yang sama efektifnya dengan penguatan langsung untuk
memfasilitasi dan menghasilkan peniruan. Individu dalam penguatan
tidak langsung perlu menyumbangkan komponen kognitif tertentu
(seperti kemampuan mengingat dan mengulang) pada pelaksanaan
proses peniruan.
− Mediasi internal sangat penting dalam pembelajaran, karena saat terjadi
adanya masukan indrawi yang menjadi dasar pembelajaran dan perilaku
dihasilkan, terdapat operasi internal yang mempengaruhi hasil akhirnya.
Bandura yakin bahwa tindakan mengamati memberikan ruang bagi manusia
untuk belajar tanpa berbuat apapun. Manusia belajar dengan mengamati perilaku
orang lain. Vicarious learning adalah pembelajaran dengan mengobservasi
orang lain. Fakta ini menantang ide behavioris bahwa faktor-faktor kognitif tidak

23
dibutuhkan dalam penjelasan tentang pembelajaran. Bila orang dapat belajar
dengan mengamati, maka mereka pasti memfokuskan perhatiannya,
mengkonstruksikan gambaran, mengingat, menganalisis, dan membuat
keputusan-keputusan yang mempengaruhi pelajaran. Bandura percaya
penguatan bukan esensi pembelajaran. Meski penguatan memfasilitasi
pembelajaran, namun bukan syarat utama. Pembelajaran manusia yang utama
adalah mengamati model-model, dan pengamatan inilah yang ters menerus
diperkuat.
Fungsi penguatan dalam proses modeling, yaitu sebagai fungsi informasi
dan fungsi motivasi. Penguat memiliki kualitas informatif maksudnya, tindakan
penguatan dan proses penguatan itu sendiri bisa memberitahukan pada manusia
perilaku mana yang paling adaptif. Manusia bertindak dengan tujuan tertentu.
Dalam pengertian tertentu, manusia belajar melalui pengalaman mengenai apa
yang diharapkan untuk terjadi, dan demikian mereka bisa menjadi semakin baik
dalam memperkirakan perilaku apa yang akan memaksimalkan peluang untuk
berhasil. Dengan demikian pengetahuan atau kesadaran manusia mengenai
konsekuensi perilaku tertentu bisa membantu mengoptimalkan efektivitas suatu
program pembelajaran.
Selanjutnya, penguat dalam teori pembelajaran sosial dipahami sebagai hal
yang memiliki kualitas motivasi. Maksudnya, manusia belajar melakukan
antisipasi terhadap penguat yang akan muncul dalam situasi tertentu, dan
perilaku antisipasi awal ini menjadi langkah awal dalam banyak tahapan
perkembangan. Orang tidak memiliki kemampuan untuk melihat masa depan,
tetapi mereka bisa mengantisipasi konsekuensi-konsekuensi apa yang akan
muncul dari perilaku tertentu berdasarkan apa yang mereka pelajari dari
pengalaman baik dan buruk yang telah dialami orang lain (dan yang terpenting,
tanpa langsung menjalani sendiri pengalaman itu).
Dengan demikian inti dari pembelajaran modeling adalah sebagai berikut.
1) Mencakup penambahan dan pencarian perilaku yang diamati, untuk
kemudian melakukan generalisasi dari satu pengamatan ke pengamatan
lain.
2) Modeling melibatkan proses-proses kognitif, jadi tidak hanya meniru.
Tetapi menyesuaikan diri dengan tindakan orang lain dengan
representasi informasi secara simbolis dan menyimpannya untuk
digunakan di masa depan.
3) Karakteristik modeling sangat penting. Manusia lebih menyukai model
yang statusnya lebih tinggi daripada sebaliknya, pribadi yang
berkompeten daripada yang tidak kompeten dan pribadi yang kuat
daripada yang lemah. Artinya konsekuensi dari perilaku yang
dimodelkan dapat memberikan efek bagi pengamatnya.

24
4) Manusia bertindak berdasarkan kesadaran tertentu mengenai apa yang
bisa ditiru dan apa yang tidak bisa. Tentunya manusia mengantisipasi
hasil tertentu dari modeling yang secara potensial bermanfaat (Ariesta,
2021)
Kajian asumsi penting lain yang perlu dibahas dalam teori belajar sosial
Albert Bandura adalah determinisme timbal balik (reciprocal determinism).
Menurut pandangan ini, pada tingkatan yang paling sederhana masukan indrawi
(sensory input) tidak serta merta menghasilkan perilaku yang terlepas dari
pengaruh sumbangan manusia secara sadar. Sistem ini menyatakan bahwa
tindakan manusia adalah hasil dari interaksi tiga variabel, lingkungan, perilaku
dan kepribadian.

K L
Konsep Bandura tentang reciprocal determinism.
Fungsi psikologis manusia adalah produk dari interkasi P (perilaku), K
(kepribadian) dan L (lingkungan).

Inti reciprocal determinism adalah manusia memproses informasi dari


model dan mengembangkan serangkaian gambaran simbolis perilaku melalui
pembelajaran yang bersifat coba-coba kemudian disesuaikan dengan manusia.
Ketiga faktor yang resiprok ini tidak perlu sama kuat atau memiliki kontribusi
setara. Potensi relatif ketiganya beragam, tergantung pribadi dan situasinya.
Pada waktu tertentu perilaku mungkin lebih kuat pengaruhnya. Namun, di lain
waktu lingkungan mungkin memberikan pengaruh paling besar. Meskipun
perilaku dan lingkungan terkadang bisa menjadi bisa menjadi kontributor terkuat
suatu kinerja namun, kognisilah (kepribadian) kontributor yang paling kuat.
Kognisi mempengaruhi perilaku, perilaku mempengaruhi kognisi. Lingkungan
mempengaruhi perilaku, perilaku mempengaruhi lingkungan. Kognisi
mempengaruhi lingkungan. Lingkungan mempengaruhi kognisi.
Pola reciprocal determinism ini menggunakan umpan balik, sampai
akhirnya menemukan perilaku yang tepat sesuai dengan apa yang dikehendaki.
Dengan demikian pembelajaran bukanlah merupakan proses sederhana di mana
individu menerima suatu model dan kemudian meniru perilakunya, tetapi
merupakan langkah yang jauh lebih kompleks di mana individu mendekati
perilaku model melalui internalisasi atas gambaran yang ditampilkan oleh si
model, kemudian diikuti dengan upaya menyesuaikan gambaran itu.

25
Bandura akhirnya memperluas konsep ini dengan nilai diri (self-value) dan
keyakinan diri (self-efficacy). Self-efficacy adalah faktor person (kognitif) yang
memainkan peran penting dalam teori pembelajaran Bandura. Self-efficacy yakni
keyakinan bahwa seseorang biasa menguasai situasi dan menghasilkan perilaku
yang positif. Keyakinan pada kemampuan diri sendiri untuk mengorganisir dan
menggerakkan sumber-sumber tindakan yang dibutuhkan untuk mengelola
situasisituasi yang akan datang.
Individu mengamati model bila ia percaya bahwa dirinya mampu
mempelajari atau melakukan perilaku yang dimodelkan. Pengamatan terhadap
model yang mirip mempengaruhi Self-efficacy (Kalau mereka bisa, saya juga
bisa). Tinggi-rendahnya Self-efficacy berkombinasi dengan lingkungan yang
responsif dan tidak responsif untuk menghasilkan empat variabel yang paling
bisa diprediksi berikut ini.
1) Bila Self-efficacy tinggi dan lingkungan responsif, hasil yang paling bisa
diperkirakan ialah kesuksesan.
2) Bila Self-efficacy rendah dan lingkungan responsif, manusia dapat
menjadi depresi saat mereka mengamati orang lain berhasil
menyelesaikan tugas-tugas yang menurut mereka sulit.
3) Bila Self-efficacy tinggi bertemu dengan situasi lingkungan yang tidak
responsif, manusia akan berusaha keras mengubah lingkungannya.
Mereka mungkin akan menggunakan protes, aktivisme sosial, bahkan
kekerasan untuk mendorong perubahan. Namun, jika semua upaya gagal,
Bandura berhipotesis bahwa manusia mungkin akan menyerah, mencari
laternatif lain, atau mencari lingkungan lain yang lebih responsif.
4) Bila Self-efficacy rendah berkombinasi dengan lingkungan yang tidak
responsif, manusia akan merasakan apati, mudah menyerah dan merasa
tidak berdaya (Bandura, 1997; 115-116 dalam Lesilolo, 2018)
Self-efficacy dalam modeling akan mengacu pada tindakan-tindakan manusia,
yang antara lain:
a) Manusia akan menerus merubah rencana ketika sadar konsekuensi dari
setiap tindakan.
b) Manusia memiliki kemampuan memprediksi. Mengantisipasi hasil
tindakan dan memilih perilaku mana yang dapat menghasilkan keluaran
yang diinginkan serta menghindari yang tidak diinginkan.
c) Manusia sanggup memberikan reaksi diri dalam proses motivasi dan
pengaturan terhadap setiap tindakan.
d) Manusia dapat melakukan refleksi diri. Menguji dirinya sendiri.
Mengevaluasi sendiri motivasi, nilai, makna, dan tujuan hidupnya,
bahkan sanggup memikirkan ketepatan pemikirannya sendiri.

26
Self-efficacy melakukan tindakan-tindakan yang akan menghasilkan efek
yang diinginkan. Proses-proses yang mengatur pembelajaran dengan modeling,
yaitu:
1) Perhatian
Faktor yang memengaruhi perhatian yang pertama adalah
mengamati model yang padanya kita sering mengasosiasikan diri.
Kedua, model-model yang aktraktif lebih banyak diamati. Individu harus
mampu memberi perhatian pada model, kejadian dan unsur-unsurnya.
Jika individu tidak bisa memberikan perhatian yang tepat pada suatu
model, maka tidak mungkin terjadi peniruan. Faktor-faktor penguatan,
kapasitas indrawi dan kompleksitas kejadian yang menjadi model
merupakan faktor penting dalam proses perhatian ini.
2) Representasi
Agar pengamatan dapat membawa respons yang baru, maka pola-
pola tersebut harus direpresentasikan secara simbolis di dalam memori.
Proses menyimpan ciri-ciri terpenting dari suatu kejadian sehingga bisa
dipanggil kembali dan digunakan ketika diperlukan. Ciri-ciri yang
tersimpan dapat dalam bentuk pengkodean yang membantu kita
mengujicobakan perilaku secara simbolis.
3) Produksi perilaku
Setelah memberi perhatian kepada sebuah model dan
mempertahankan apa yang sudah diamati, kita akan menghasilkan
perilaku. Individu mampu secara fisik melaksanakan perilaku tersebut.
Beberapa pertanyaan tentang perilaku yang dijadikan model seperti:
− Bagaimana saya melakukan hal tersebut?
− Sudah benarkah tindakan saya ini?
4) Motivasi dan Reinforcement
Pembelajaran dengan mengamati paling efektif ketika subjek yang
belajar termotivasikan untuk melakukan perilaku yang dimodelkan.
Meskipun pengamatan terhadap orang lain dapat mengajarkan kita
bagaimana melakukan sesuatu, tapi mungkin kita tidak memiliki
keinginan untuk melakukan tindakan yang dibutuhkan. Reinforcement
dapat memainkan beberapa peran dalam modeling. Bila mengantisipasi
bahwa kita akan diperkuat untuk meniru tindakantindakan seorang
model, kita mungkin akan lebih termotivasi untuk memperhatikan,
mengingat dan mereproduksi perilaku itu. Bandura mengidentifikasi tiga
bentuk reinforcement yang dapat mendorong modeling.
− Pengamat mungkin mereproduksi perilaku model dan menerima
reinforcement langsung.

27
− Akan tetapi reinforcement tidak langsung bisa berupa vicarious
reinforcement. Pengamat mungkin hanya melihat perilaku orang
lain diperkuat dan produksi perilakunya meningkat.
− Self-reinforcement atau mengontrol reinforcement sendiri.
Bentuk reinforcement ini penting bagi guru maupun siswa.
Untuk menerapkan proses modeling kebanyakan pengamatan
dimotivasi oleh harapan bahwa modeling yang tepat terhadap orang yang
ditiru akan menghasilkan penguatan, juga penting diperhatikan bahwa
orang juga belajar dengan melihat orang lain dikuatkan atau dihukum
karena terlibat dalam perilaku tertentu.
Ada lima kemungkinan hasil dari modeling, yaitu:
a) Mengarahkan perhatian. Dengan modeling orang lain, kita bukan
hanya belajar tentang berbagai tindakan, tetapi juga melihat
berbagai objek terlibat dalam tindakan-tindakan tersebut.
b) Menyempurnakan perilaku yang sudah dipelajari. Modeling
menunjukkan perilaku mana yang sudah kita pelajari digunakan.
c) Memperkuat atau memperlemah hambatan. Modeling perilaku
dapat diperkuat atau diperlemah tergantung konsekuensi yang
dialami.
d) Mengajarkan perilaku baru. Jika dalam modeling berperilaku cara
baru (melakukan hal-hal baru), maka terjadi efek pemodelan.
e) Membangkitkan Emosi. Melalui modeling, orang dapat
mengembangkan reaksi emosional terhadap situasi yang pernah
dialami secara pribadi.
Teori pembelajaran sosial Albert Bandura adalah pembelajaran
dengan mengamati dan bertindak. Inti mengamati adalah pemodelan,
yang mencakup pengamatan terhadap aktivitas-aktivitas yang benar,
mengkodekan secara tepat kejadian-kejadian ini untuk dipresentasikan di
dalam memori, melakukan performa aktual perilaku, dan menjadi cukup
termotivasi.

2.4.2 Penerapan Teori Belajar Sosial Albert Bandura Dalam Proses Belajar
Mengajar Di Sekolah
Teori belajar sosial Albert Bandura memaknai bahwa peserta didik
memiliki sifat:
1. Intensionalitas
Peserta didik adalah perencana yang bukan hanya sekedar ingin
memprediksi masa depan, tetapi intens membangun komitmen proaktif
dalam mewujudkan setiap rencana.
2. Mem-prediksi

28
Peserta didik memiliki kemampuan mengantisipasi hasil tindakan,
dan memilih perilaku mana yang dapat memberi keberhasilan dan
perilaku yang mana untuk menghindari kegagalan.
3. Reaksi-diri
Peserta didik lebih daripada sekedar berencana dan merenungkan
perilaku ke depan karena manusia juga sanggup memberikan reaksi-diri
dalam proses motivasi dan meregulasi diri terhadap setiap tindakan yang
dilakukan.
4. Refleksi diri
Peserta didik adalah mahkluk yang dilengkapi dengan kemampuan
merefleksi diri. Kemampuan manusia merefleksi-diri, membentuk
kepercayaan-diri dari manusia, bahwa manusia sanggup melakukan
tindakan-tindakan yang akan menghasilkan efek yang diinginkan.
Bandura menjelaskan bagaimana kepribadian seseorang berkembang
melalui proses pengamatan, di mana orang belajar melalui observasi atau
pengamatan terhadap perilaku orang lain terutama orang yang dianggap
mempunyai nilai lebih dari orang lainnya. Istilah yang terkenal dalam teori
belajar sosial adalah modeling (peniruan). Menurut Bandura, kebanyakan belajar
terjadi tanpa reinforcement yang nyata. Dalam penelitiannya, ternyata orang
dapat mempelajari respon baru dengan melihat respon orang lain, bahkan belajar
tetap terjadi tanpa ikut melakukan hal yang dipelajari itu, dan model yang
diamatinya juga tidak mendapat renforsemen dari tingkahlakunya. Belajar
melalui observasi jauh lebih efisien dibanding belajar melalui pengalaman
langsung. Melalui observasi orang dapat memperoleh respon yang tidak
terhingga banyaknya, yang mungkin diikuti dengan hubungan dan penguatan.
Tingkah laku manusia dalam bentuk interaksi timbal-balik yang terus
menerus antara determinan kognitif, behavioral dan lingkungan. Manusia
menentukan/mempengaruhi tingkahlakunya dengan mengontrol lingkungan,
tetapi manusia juga dikontrol oleh kekuatan lingkungan itu. Saling-determinis
sebagai prinsip dasar untuk menganalisis fenomena psiko-sosial di berbagai
tingkat kompleksitas, dari perkembangan intrapersonal sampai tingkah laku
interpersonal serta fungsi interaktif dari organisasi dan sistem sosial. Manusia
dapat belajar melakukan sesuatu hanya dengan mengamati dan kemudian
mengulang apa yang dilihatnya. Belajar melalui observasi tanpa ada
reinforcement yang terlibat, berarti tingkah laku ditentukan oleh antisipasi
konsekuensi.
Prinsip-prinsip teori belajar sosial Albert Bandura dalam proses belajar
mengajar cenderung berorientasi pada:
a) Kepribadian seseorang berkembang melalui proses pengamatan, dimana
orang belajar melalui pengamatan. Seseorang belajar melalui proses

29
observasi atau pengamatan terhadap orang yang dianggap memiliki nilai
lebih dibanding dirinya. Isi teori belajar sosial ini, cenderung mendorong
hasrat untuk terus belajar. Setiap individu sekurang-kurangnya tetap
mempertahankan akal sehat dan kemampuan pertimbangannya yang asli
untuk menyikapi berbagai kondisi hidup aktual. Kemudian bergerak
menggunakan bakat istimewa yaitu kesanggupan untuk belajar dari
semua pengalaman yang telah dimiliki dan diperoleh selanjutnya.
b) Belajar melalui proses pengamatan (modeling) terjadi proses
pengamatan terhadap segala yang dapat ditimba sebagai pengalaman
sekarang dan merasakannya. Bahwa manusia selalu hidup pada saat di
mana manusia itu hidup dan bukan pada suatu waktu lainnya. Hanya
dengan setiap saat menyaring, seluruh makna dari setiap pengamatan
yang dimatai sekarangini, maka manusia dipersiapkan untuk melakukan
hal yang sama di masa yang akan datang. Ini satu-satunya persiapan yang
akan membawa hasil.
c) Determenisme resipokal dalam teori belajar sosial Bandura, sebagai
pendekatan yang menjelaskan tingkah laku manusia dalam bentuk
hubungan interaksi timbal balik yang terus menerus, merupakan
penerapan makna belajar mengajar dalam fungsi dan daya pedagogis.
Bahwa setiap proses belajar mengajar yang bermakna memberi pengaruh
timbal balik antara pengalaman kontinuitas dengan interkasi, sebagai
pengalaman yang bersifat mendidik.
d) Tanpa reinforcement. Menurut Bandura reinforcement penting dalam
menentukan apakah suatu tingkah laku akan terus terjadi atau tidak, tapi
itu bukan merupakan satu-satunya pembentuk tingkah laku seorang
individu.
e) Teori belajar sosial berusaha menjelaskan tingkah laku manusia dari segi
interaksi feedback yang berkesinambungan antara faktor kognitif,
tingkah laku, dan faktor lingkungan. Disinilah terletak kesempatan bagi
manusia untuk mempengaruhi nasibnya maupun batas-batas
kemampuannya untuk memimpin diri sendiri (self direction).
f) Teori belajar sosial Bandura dapat menerapkan prinsip pertumbuhan,
kontinuitas dan rekonstruksi selama berlangsungnya proses belajar
mengajar karena terjadi upaya penyesuaian diri. Namun penyesuaian diri
itu bukanlah suatu hal yang pasif tetapi aktif, sebab organisme bertindak
terhadap lingkungan tersebut dengan memberikan perubahan
terhadapnya sesuai dengan usahanya dalam mempertahankan kehidupan
dan menghadapi lingkungannya.
g) Mengkaji empat tahap belajar dari proses pengamatan atau modeling
yang terjadi dalam observational learning yaitu:

30
− Atensi, dalam seseorang harus memberikan perhatian terhadap
model dengan cermat.
− Retensi, mengingat kembali perilaku yang ditampilkan oleh
model yang diamati maka seseorang perlu memiliki ingatan yang
bagus terhadap perilaku model.
− Reproduksi, memberikan perhatian untuk mengamati dengan
cermat dan mengingat kembali perilaku yang telah ditampilkan
oleh modelnya setelah itu adalah mencoba menirukan atau
mempraktekkan perilaku yang dilakukan oleh model.
− Motivasional, memiliki motivasi untuk belajar. Bahwa belajar
yang berdasarkan bakat alami merupakan suatu proses dari upaya
mengatasi kecenderungan alami dan menggantikannya degan
berbagai kebiasaan yang diperoleh lewat dukungan eksternal.
Gerak pemikiran manusia dibangkitkan dengan suatu keadaan
yang menimbulkan permasalahan di dunia sekitar kita dan gerak
itu berakhir dalam berbagai perubahan. Belajar dengan
melibatkan dunia sosial mengandung di dalamnya integrasi
antara subjek dan objek, juga pelaku dan sasarannya.
h) Konsep dasar teori efikasi diri adalah adanya keyakinan bahwa setiap
individu mempunyai kemampuan mengontrol pikiran, perasaan dan
perilakunya. Dengan demikian efikasi diri merupakan masalah persepsi
subyektif. Artinya efikasi diri tidak selalu menggambarkan kemampuan
yang sebenarnya, tetapi terkait dengan keyakinan yang dimiliki individu.
Secara kodrati struktur psikologis manusia atau kodrat manusia
mengandung kemampuan-kemampuan tertentu. Manusia yang sukses
dalam hal ini adalah yang mampu memecahkan masalah-masalah dan
menambahkan rincian-rincian dari proses-proses pemecahan masalah
yang berbeda-beda ke dalam gudang pengalaman untuk digunakan
menghadapi masalah-masalah yang mungkin saja mirip di masa akan
datang.
Selanjutnya, proses belajar mengajarmelalui pengamatan terhadap orang
lain atau vicarious conditioning sebagai adalah bentuk belajar secara kontinuitas
dan berinteraksi. Proses vicarious conditioning atau modeling menjelaskan
perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan
antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan. Kontinuitas dan interaksi
merupakan proses timbal balik dan saling mempengaruhi antara makhluk hidup
dan lingkungannya dalam rangka menunju ke kehidupan yang lebih baik.
Vicarious conditioning atau modeling adalah pengalaman kontinuitas dan
interkasi dengan lingkungan yang merangsang organisme melalui efikasi diri
untuk memodifikasi lingkungan dalam hubungan timbal balik.

31
Faktor-faktor yang berproses dalam belajar observasi antara lain,
a) Perhatian(atensi), mencakup peristiwa meniru (adanya kejelasan,
keterlibatan perasaan, tingkat kerumitan, kelaziman, nilai fungsi dan
karakteristik pengamat (kemampuan indra, minat, peresepsi, penguatan
sebelumnya)
b) Penyimpanan atau proses mengingat, mencakup kode pengkodean
(simbolik, pengorganisasian pikiran, pengulangan symbol, pengulangan
motorik)
c) Reproduksi motorik, mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru,
keakuratan umpan balik.
d) Motivasi, mencakup dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri
sendiri.
Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menerapkan teori belajar sosial
Albert Bandura dalam proses belajar mengajar adalah sebagai berikut.
1. Mengaitkan pelajaran dengan pengalaman atau kehidupan siswa
2. Menggunakan alat pemusat perhatian seperti peta konsep, gambar,
bagan, dan media-media pembelajaran visual lainnya.
3. Menghubungkan pesan pembelajaran yang sedang dipelajari dengan
topik-topik yang sudah dipelajari.
4. Menggunakan musik.
5. Menciptakan suasana riang.
6. Teknik penyajian materi bervariasi.
7. Mengurangi bahan/materi yang tidak relevan.
8. Belajar memberikan ruang bagi terjadi proses mental, emosional dan
fisik. Contoh aktifitas mental misalnya mengidentifikasi,
membandingkan, menganalisis, dan sebagainya. Sedangkan yang
termasuk aktifitas emosional misalnya semangat, sikap, positif terhadap
belajar, motivasi, keriangan, dan lain-lain. Contoh aktifitas fisik
misalnya melakukan gerak badan seperti kaki, tangan untuk melakukan
ketrampilan tertentu.
Cara-cara yang dapat digunakan antara lain:
a. Memberikan pertanyaan-pertanyaan ketika proses pembelajaran
berlangsung.
b. Mengerjakan latihan pada setiap akhir suatu bahasan.
c. Membuat percobaan dan memikirkan atas hipotesis yang diajukan.
d. Membentuk kelompok belajar
e. Menerapkan pembelajaran kontekstual, kooperatif, dan kolaboratif.
Dalam merancang sebuah media pembelajaran, aspek yang paling penting
untuk diperhatikanoleh seorang guru adalah karakteristik dan modalitas gaya
belajar individu peserta didik. Media yang dirancang harus memiliki daya tarik

32
tersendiri guna merangsang proses belajar mengajar yang menyenangkan.
Suasana belajar di kelas menjadi kelas konstruktif yang merefleksikan proses
pengetahuan dan pemahaman akuisisi, sehingga benar-benar melekat pada
konteks sosial dan emosional saat belajar.
2.4.3 Kelebihan, Kelemahan dan Implikasi Teori Belajar Sosial
Bandura
1) Kelebihan.
Teori pembelajaran sosial Albert Bandura sangat sesuai jika
diklasifikasikan dalam teori behavioristik. Ini karena teknik pemodelan
Albert Bandura adalah mengenai peniruan tingkah laku.
Teori Albert Bandura lebih lengkap dibandingkan teori belajar
sebelumnya, karena itu menekankan bahwa lingkungan dan perilaku
seseorang dihubungkan melalui sistem kognitif orang tersebut. Bandura
memandang tingkah laku manusia bukan semata-mata reflex atau
stimulus, melainkan juga akibat dari reaksi yang timbul karena interaksi
antaralingkungan dengan kognitif manusia itu sendiri. Pendekatan teori
belajar sosial lebih ditekankan pada perlunya conditioning (pembiasaan
respon) dan imitation (peniruan). Selain itu, pendekatan belajar sosial
menekankan penitngnya penelitian empiris dalam mempelajari
perkembangan anak-anak. Penelitian ini berfokus pada proses yang
menjelaskan perkembangan anak-anak. (Muzakki, 2015)
2) Kelemahan
Kelemahan dari teori belajar sosial Albert Bandura adalah sebagai
berikut:
− Teori Albert Bandura merupakan teori behavioristik yang hanya
dapat menerangkan sebagian kecil dari perilaku manusia setiap
hari.
− Terkadang peniruan dilakukan secara berulang untuk mendalami
sesuatu yang ditiru.
− Jika manusia belajar hanya melalui peniruan (modelling), pasti
banyak yang melakukan peniruan tingkah laku negatif yang tidak
dapat diterima di masyarakat.
3) Implikasi
Terdapat berbagai implikasi teori belajar sosial yang dikemuakakan
oleh Bandura untuk pembelajaran di kelas, antara lain:
− Peserta didik sering belajar hanya dengan mengamari tingka laku
orang lain, yaitu guru.
− Menggambarkan konsekuensi perilaku yang secara efektif dapat
meningkatkan perilaku yang sesuai dengan yang diharapkan dan
menurunkan perilaku tidak pantas.

33
− Peniruan (modeling) menyediakan alternatif untuk memebentuk
perilaku baru untuk belajar. Di dalam mempromosikan model
yang efektif, seorang guru harus memastikan bahwa empat
kondisi esensial harus ada, yaitu perhatian, retensi, motor
produksi, dan motivikasi.
− Guru dan orang tua harus menjadi mode perilaku yang sesuai dan
berhati-hati agar peserta didik meniru perilaku yang tidak pantas.
− Peserta didik harus percaya bahwa mereka mampu
menyeleasikan tugas-tugas seklah, sehingga guru dapt
meningkatkan rasa percaya diri peserta didik dengan
memperlihatkan pengalaman orang lain yang sudah sukses atau
menceritakan kesuksesan guru itu sendiri.
− Guru harus membantu peserta didik dalam menetapkan harapan
yang realistis untuk prestasi akademiknya. Guru juga harus
memastikan bahwa target prestasi peserta didik tidak lebih rendah
dari potensi peserta didik yang bersangkutan.

34
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan
kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain. Di dalamnya tercakup aspek-
aspek: pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication),
analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Teori Konstruktivisme
didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu
makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan
yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan
pembinaan pengalaman demi pengalaman.
Teori pemprosesan informasi menyatakan bahwa hanya sedikit informasi yang dapat
diolah dalam memori kerja setiap saat. Terlalu banyak elemen bisa sangat membebani
memori kerja sehingga menurunkan keefektifan pengolahan informasi. Jika penerima
diharuskan membagi perhatian mereka diantara, dan mengintegrasikan secara mental dua
atau lebih sumber-sumber informasi yang berkaitan misalnya, teks dan diagram, proses ini
mungkin menempatkan suatu ketegangan yang tidak perlu pada memori kerja yang terbatas
dan menghambat pemerolehan informasi.
Teori belajar sosial menjelaskan bahwa perilaku manusia mempunyai interaksi timbal balik
yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku, dan pengaruh lingkungan. Kebanyakan
perilaku manusia dipelajari observasional melalui pemodelan yaitu dari mengamati orang
lain. Kemudian hasilnya berfungsi sebagai panduan untuk bertindak. Berbeda dengan teori
perkembangan anak lainnya, Albert Bandura menganggap setiap anak tetap bisa belajar hal
baru meski tidak melakukannya secara langsung. Syaratnya, anak sudah pernah melihat
orang lain melakukannya, terlepas apapun medianya (Bandura, A., 1977, dalam Lesilolo,
2018). Di sinilah peran elemen sosial, bahwa seseorang bisa belajar informasi dan perilaku
baru dengan melihat orang lain melakukannya.
3.2 Saran
Dalam makalah ini, penyusun mengharapkan pembaca dari makalah ini bisa lebih
memahami tentang teori belajar Kognitif, teori belajar Kontruktivis, teori belajar
Pemrosesan Informasi (Robert Mills Gagne), dan teori belajar Sosial (Albert Bandura);
menjelaskan keunggulan dan kelemahan dari masing-masing teori pembelajaran serta
implikasinya dalam pembelajaran. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, kami
berharap agar rekan-rekan pembaca bisa memberi masukan berupa saran atau kritik untuk
makalah ini agar kita bisa menyempurnakan makalah ini. Sekian dari kami, akhir kata kami
ucapkan Terima Kasih.

35
DAFTAR PUSTAKA

Anni, T. 2006. Psikologi Belajar. Semarang: Unnes.


Atkinson, R.L., Atkinson, R.C., Smith, E.E., & Bem,D.J.1994. Pengantar psikologi. Batam:
Interaksara.
Budiningsih, A. 2005. Belajar dan pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Julianto,Veri dan Magda Bhinnety Etsem.2011. The Effect of Reciting Holy Qur’an toward Short-
term Memory Ability Analysed trought the Changing Brain Wave.Jurnal Psikologi Vol 38(1).
MJ,Ustad.2012. Teori Perkembangan Kognitif dalam Proses Belajar Mengajar. Jurnal Edukasi
Vol 7 (2).
Nasution, F. 2011. Psikologi Umum, Buku Panduan untuk Fakultas Tarbiyah. Padang: IAIN SU.
Rasyidin, Nasution, W. 2011. Teori Belajar dan pembelajaran. Medan: Perdana Publishing.
Anonim. Teori Belajar Sosial Bandura. Diakses pada 22 Maret 2022, dari
https://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI/M.ARIES/4_TEORI_BELAJAR_SOSIAL
_BANDURAx.pdf
Ariesta, F. 2021. Implementasi Teori Belajar Sosial Dalam Pandangan Albert Bandura dan Lev
Vygosky. Diakses pada 22 Maret 2022, dari https://pgsd.binus.ac.id/2021/07/08/implementasi-
teori-belajar-sosial-dalam-pandangan-albert-bandura-dan-lev-
vygotsky/#:~:text=Teori%20belajar%20sosial%20dikenalkan%20oleh,%2C%20A.%2C%20197
7
Bookrags, Biography Robert Milis Gagne, http://www.bookrags.com/biography/robert-mills-
gagne/
Haminah, R. 2016. Model Pembelajaran Pemrosesan Informasi. Diakses pada 22 Maret 2022, dari
https://www.researchgate.net/publication/323636857_MODEL_PEMBELAJARAN_PEMROSE
SAN_INFORMASI
Lentera Kecil. 2012. Teori Belajar Sosial menurut Bandura. Diakses pada 22 Maret 2022, dari
https://lenterakecil.com/teori-belajar-sosial-menurut-bandura/
Lesilolo, H. 2018. Penerapan Teori Belajar Sosial Albert Bandura Dalam Proses Belajar Mengajar
di Sekolah. Diakses pada 22 Maret 2022, dari https://e-
journal.iaknambon.ac.id/index.php/KNS/article/download/67/55
Mudifah, dkk. 2018. Penerapan Teori Pemrosesan Informasi Dalam Pembelajaran. Diakses pada
22 Maret 2022, dari
https://www.academia.edu/37810047/PENERAPAN_TEORI_PEMROSESAN_INFORMASI_D
ALAM_PEMBELAJARAN_Makalah
Prohadi, S. 2018. Mengkaji Teori Pemrosesan Informasi. Diakses pada 22 Maret 2022, dari
https://spada.uns.ac.id/mod/resource/view.php?id=2572
Tan, A. 2022. Teori Pembelajaran Pemrosesan Informasi. Diakses pada 22 Maret 2022, dari
https://adoc.pub/queue/teori-pembelajaran-pemprosesan-informasi.html

36
Universitas Jurnalistik. 2020. Teori Pemrosesan Informasi Menurut Para Ahli. Diakses pada 22
Maret 2022, dari https://www.universitasjurnalistik.com/2020/11/teori-pemrosesan-
informasi.html?m=1

37

Anda mungkin juga menyukai