Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH MAMPU MENGIMPLEMENTASIKAN STRATEGI PEMBELAJARAN

KOGNITIF

Untuk memenuhi tugas mata kuliah pembelajaran IPS

Dosen Anggara L.Sandra Dewi S,Pd,.M.Pd

Kelompok 3 :

1. Anggita Mardiana (1986206003)


2. Hamidah Laila Puty Harz (1986206019)
3. Suyatmi (1986206052)

PROGRAM STUDI PGSD

ANGKATAN 2019 A

2020
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................................3
A. Latar belakang...........................................................................................................................3
B. Rumusan masalah......................................................................................................................3
C. Tujuan........................................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................................4
A. Pembelajaran kognitif................................................................................................................4
1. Teori perkembangan Piaget...................................................................................................4
2. Teori belajar menurut Bruner.................................................................................................5
3. Teori belajar bermakna Ausubel............................................................................................6
B. Metode-motode pembelajaran...................................................................................................6
1. Ceramah.................................................................................................................................6
2. Inkuiri....................................................................................................................................8
3. Cooperative learning............................................................................................................10
4. STAD...................................................................................................................................12
5. TGT.....................................................................................................................................14
6. Jigsaw..................................................................................................................................16
7. Group investigation.............................................................................................................16
8. Games..................................................................................................................................17
BAB III PENUTUP.............................................................................................................................20
A. Kesimpulan..............................................................................................................................20
B. Saran........................................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................21
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dalam pembelajaran yang efektif pentingnya adanya media pendukung penunjang
materi pembelajaran. Karena para peserta didik akan lebih cepat memahami. Selain
itu guru/para pendidik harus mengatur strategi pembelajaran yang cocok diterapkan
pada peserta didik. Berdasarkan tingkat kognitif para peserta didik yang berbeda-beda
metode yang diterapkan disetiap jenjang kelas juga harus disesuaikan. Pada
pembelajaran IPS yang mempelajari lingkunggan sosial tidak luput dari penggunaan
media, metode, dan strategi pembelajaran.
Pada kesempatan kali ini penulis akan membahas strategi pembelajaran yang dapat
diterapkan pembejaran IPS dimakalah ini. Yaitu ceramah, inkuiri, cooperative
learning, STAD, TGT, ligsaw, group investigation, Games.
B. Rumusan masalah
1. Apa teori belajar kognitif?
2. Apa saja kegunaan dari media ceramah, inkuiri, cooperative learning, STAD,
TGT, Jigsaw, Group investigasi dan Games?

C. Tujuan
1. Untuk memahami belajar kognitif
2. Untuk lebih memahami dari kegunaan media pembelajaran.
BAB II PEMBAHASAN
A. Pembelajaran kognitif
Teori ini mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara
stimulus dan respon, melainkan tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta
pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Teori
kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan
dengan seluruh konteks situasi tersebut. Teori ini berpandangan bahwa belajar
merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, pengolahan informasi,
emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktivitas yang
melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
Prinsip umum teori Belajar Kognitif antara lain:
1. Lebih mementingkan proses belajar daripada hasil disebut model perseptual
2. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang
situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya
3. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat
terlihat sebagai tingkah laku yang Nampak
4. Memisah-misahkan atau membagi-bagi situasi/materi pelajaran menjadi
komponen-komponen yang kecil-kecil dan memperlajarinya secara terpisah-pisah,
akan kehilangan makna.
5. Belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi,
pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya.
6. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat
kompleks.
7. Dalam praktek pembelajaran teori ini tampak pada tahap-tahap perkembangan(J.
Piaget), Advance organizer (Ausubel), Pemahaman konsep (Bruner), Hierarki
belajar (Gagne), Webteaching (Norman)
8. Dalam kegiatan pembelajaran keterlibatan siswa aktif amat dipentingkan
9. Materi pelajaran disusun dengan pola dari sederhana ke kompleks
10. Perbedaan individu siswa perlu diperhatikan, karena sangat mempengaruhi
keberhasilan siswa belajar.

Beberapa pandangan tentang teori kognitif, diantaranya:

1. Teori perkembangan Piaget


Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran
konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai
rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan
perkembangan individu. Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu
proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis
perkembangan sistem syaraf. Dengan makin bertambahnya umur seseorang, maka
makin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya.
Piaget tidak melihat perkembangan kognitif sebagai sesuatu yang dapat didefinisikan
secara kuantitatif. Ia menyimpulkan bahwa daya piker atau kekuatan mental anak
yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif. Menurut Piaget, proses belajar
akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi
(penyeimbangan antara asimilasi dan akomodasi).
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
 Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu
guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir
anak.
 Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan
dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan
lingkungan sebaik-baiknya.
 Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
 Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
 Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara
dan diskusi dengan teman-temanya.

2. Teori belajar menurut Bruner


Dalam memandang proses belajar, Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan
terhadap tingkah laku seseorang. Dalam teorinya, “free discovery learning” ia
mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan,
atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan cara
menyusun materi pelajaran dan menyajikannya sesuai dengan tahap perkembangan
orang tersebut.
Model pemahaman dari konsep Bruner (dalam Degeng,1989) menjelaskan bahwa
pembentukan konsep dan pemahaman konsep merupakan dua kegiatan mengkategori
yang berbeda yang menuntut proses berpikir yang berbeda pula. Menurutnya,
pembelajaran yang selama ini diberikan di sekolah banyak menekankan pada
perkembangan kemampuan analisis, kurang mengembangkan kemampuan berpikir
intuitif. Padahal berpikir intuitif sangat penting untuk mempelajari bidang sains, sebab
setiap disiplin mempunyai konsep-konsep, prinsip, dan prosedur yang harus dipahami
sebelum seseorang dapat belajar. Cara yang baik untuk belajar adalah memahami
konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif dan akhirnya sampai pada suatu
kesimpulan (discovery learning).

3. Teori belajar bermakna Ausubel


Menurut Ausubel, belajar seharusnya merupakan asimilasi yang bermakna bagi siswa.
Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengtahuan yang telah
dimiliki siswa dalam bentuk strukur kognitif. Teori ini banyak memusatkan
perhatiannya pada konsepsi bahwa perolehan dan retensi pengetahuan baru
merupakan fungsi dari struktur kognitif yang telah dimiliki siswa.
Hakikat belajar menurut teori kognitif merupakan suatu aktivitas belajar yang
berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi perceptual, dan proses internal.
Atau dengan kata lain, belajar merupakan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu
berbentuk tingkah laku yang dapat diamati atau diukur. Dengan asumsi bahwa setiap
orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk
struktur kognitif yang dimilkinya. Proses belajar akan berjalan dengan baik jika
materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif tang telah
dimiliki seseorang.

B. Metode-motode pembelajaran
strategi pembelajaran yang dapat diterapkan pembejaran IPS dimakalah ini. Yaitu
ceramah, inkuiri, cooperative learning, STAD, TGT, ligsaw, group investigation,
Games.
1. Ceramah
Perlu diketahui bahwa tidak ada satu metode pun yang dianggap paling baik
diantara metode-metode yang lain. Tiap metode mempunyai karakteristik tertentu
dengan segala kelebihan dan kelemahan masing masing. Suatu metode mungkin
baik untuk suatu tujuan tertentu, pokok bahasan maupun situasi dan kondisi
tertentu, tetapi mungkin tidak tepat untuk situasi yang lain. Demikian pula suatu
metode yang dianggap baik untuk suatu pokok bahasan yang disampaikan oleh
guru tertentu, kadang-kadang belum tentu berhasil dibawakan oleh guru lain.
Namun mengingat bahwa IPS berisi data,informasi,serta konsep dan generalisasi
maka hampir dapat dipastikan bah
wa penggunaan metode ceramah sebagai salah satu metode mengajar penting
dalam pengajaran IPS tidak dapat dihindari.
Secara filosofis, metode ceramah termasuk golongan filsafat pendidikan
Esensialisme, dimana pendidikan/ sekolah harus berdasar kepada yang esensial,
yaitu fakta dan keterampilan yang sudah teruji oleh pewarisan budaya, maka
kurikulumnya tradisional (Brameld, hlm.75-76).

Ceramah merupakan salah satu bentuk lain pengajaran ekspositori yang cendrung
membuat siswa pasif atau tidak aktif.Metode ini memang sangat berbeda dengan
metode lainnya,seperti metode pemecahan masalah,di mana kelompok aktif dalam
belajar dan menyajikan informasi. Salah satu kesulitan di dalam menggunakan
metode ceramah adalah tetap memelihara perhatian siswa. Masalah lain dengan
metode ceramah adalah banyaknya iswa yang sulit mengikuti tema yang
diajarkan,bahkan ada yang berpendapat bahwa harus ada latihan untuk
mendengarkan dalam metode ceramah,oleh sebab itu adalah bijaksana jika hal itu
dainjurkan penggunaannya.

Situasi di bawah ini sesuai untuk penggunaan metode ceramah:


a. Kalau guru akan menyampaikan fakta atau pendapat dimana tidak terdapat
bahan bacaan yang merangkum fakta yang dimaksud. Sebagai contob: di suatu
kelas SMP, guru mengajarkan Sejarah terbentuknya candi Borobudur. Di
perpustakaan sekolah tidak tersedia bukti yang menggambarkan sejarah candi
tersebut. Maka tepatlah bila guru memberikan penjelasan dengan metode
ceramah.
b. Jika guru akan menyampaikan pengajaran kepada sejumlah siswa yang besar
(misalnya sekitar 75 orang atau lebih), maka metode ceramah Iebih efisien dari
pada metode lain seperti diskusi, demonstrasi atau eksperimen. Sebab dengan
diskusi, guru harus mengatur siswa berkelompok dengan mengubah susunan
kursi, sudah tentu dibutuhkan kelas yang besar. Juga guru akan mengalami
kesulitan dalam mengawasi kelompok-kelompok yang berjumlah besar. Demikian
pula untuk penyelenggaraan demonstrasi atau eksperimen untuk jumlah besar,
selain alat-alat yang tidak mencukupi, pengelolaan pengajaran juga mengalami
kesulitan.
c. Kalau guru adalah pembicara yang bersemangat sehingga dapat memberi
motivasi kepada siswa untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Dalam keadaan
tertentu, sebuah pembicaraan yang bersemangat akan menggerakkan hati siswa
untuk menimbulkan tekad baru. Misalnya ceramah tentang sejarah perjuangan
bangsa Indonesia.
d. Jika guru akan menyimpulkan pokok-pokok penting yang telah diajarkan,
sehingga memungkinkan siswa untuk melihat lebih jelas hubungan antara pokok
yang satu dengan lainnya. Misalnya, setelah guru selesai mengajarkan sejarah
perjuangan bangsa, kepada para siswa ia memberi tugas untuk menjawab
beberapa pertanyaan yang dikerjakan dirumah. Kemudian pada pelajaran
berikutnya, guru membicarakan bersama tugas yang telah dikerjakan siswa, dan
guru menyimpulkan garis besar sejarah tersebut.
e. Kalau guru akan memperkenalkan pokok bahasan baru. Dalam sebuah
kelas, siswa telah sampai pada bagian tata bahasa yang membicarakan tata kata.
Untuk itu guru akan menjelaskan perbedaan antara fonetik dan fonemik dengan
berbagai contoh.

2. Inkuiri
Inkuiri adalah salah satu cara belajar yang bersifat mencari sesuatu secara kritis,
analitis, argumental ( ilmiah ) dengan menggunakan langkah – langkah tertentu
menuju suatu kesimpulan yang meyakinkan, karena didukung oleh data.
Inkuiri dapat dilakukan secara individu, kelompok atau klasikal, serta dapat
dengan catat tanya jawab, diskusi atau kegiatan di dalam maupun di luar kelas.
Untuk lebih jelas gambaran yang menyeluruh tentang inkuiri dapat kita
gambarkan sebagai berikut : bahwa dalam kehidupan sehari – hari sering kita
dihadapkan kepada sesuatu hal atau masalah. Dan kita dihadapkan pada:

(1) Mempercayai hal tersebut atau tidak,


(2) keharusan mengambil sikap
(3) mengambil kesimpulan.

Comtoh :

Anda akan berjalan menuju ke suatu tempat, tetapi ada berita bahwa jembatan
yang menuju tempat tersebut putus, percayakah Anda akan hal itu? Bagaimana
caranya agar bisa percaya dan yakin akan berita itu? Dan jalan apa yang Anda
tempuh ke tempat tujuan tersebut?

Pada contoh di atas, kita akan menemukan orang yang begitu mendengar lalu
percaya tanpa menanyakan lebih jauh. Ada juga orang yang percaya dengan
meminta keterangan lebih jauh, selain itu ada juga yang ragu serta ingin
meyakinkannya dengan cara sendiri. Pengajaran IPS tidak menginginkan
melahirkan tipe manusia yang pertama (percaya bagitu saja), paling tidak dia
harus meminta keterangan dan mengolah kebenaran berita tersebut. Dan lebih
ideal lagi dia harus meyakinkannya, sehingga dia menjadi manusia yang kritis dan
memanfaatkan potensinya serta percaya akan diri sendiri.

Gejolak kehidupan masyarakat sungguh cepat berubahnya, maka siswa hendaknya


dibekali senjata hidup yang ampuh ialah kemampuan menangkap sesuatu. Inkuiri
antara lain melatih hal tersebut. Inkuiri adalah teknik pemecahan masalah secara
ilmiah.

Inkuiri atau discoveri dengan segala variasinya serta problem solving (pemecahan
masalah), dalam IPS dianggap sebagai cara ilmiah yang paling cocok untuk
dipergunakan sebagai cara kerja (metode) IPS.

Thorstone dalam bukunya Scaling Attitude mengemukakan bahwa hal yang paling
terpenting dalam inkuiri adalah siswa mencari sesuatu sampai tingkat “yakin”.
Tingkatan mana dicapai melalui dukungan data, analisis, interpretasi serta
pembuktiannya.

Problem solving lebih menitikberatkan kepada terpecahnya sesuatu masalah yang


menurut perkiraan rasio logis, benar atau tepat. Perbedaan lain ialah tingkatan dan
cara kerjanya, dalam inkuiri tingkatannya lebih tinggi serta lebih komplikatif
(ruwet). Inkuiri diterima para ahli IPS sebagai bendera dari IPS, maka mereka
sangat menganjurkan cara kerja ini untuk banyak dipergunakan dalam pelajaran
IPS dengan berbagai jenis tingkatan ( dari yang sederhana sampai tingkat yang
paling tinggi ). Inkuiri yang paling sederhana menggunakan tanya jawab klasikal,
di mana peran aktif tetap di tangan siswa. Guru hanya mengarahkan, membina,
memancing jawaban dan lain – lain. Inkuiri sederhana ini juga bisa dalam bentuk
kegiatan perbuatan secara sederhana.

3. Cooperative learning
Cooperative Learning, atau sering disebut dengan kooperasi, adalah suatu
pendekatan pembelajaran yang berisi serangkaian aktivitas yang diorganisasikan,
pembelajaran tersebut difokuskan pada pertukaran informasi terstruktur antar
siswa dalam kelompok yang bersifat sosial dan pembelajar bertanggungjawab atas
tugasnya masing-masing.
Menurut Thomson, dkk. (1995), di dalam pembelajaran cooperative learning,
siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil saling membantu satu
sama lain. Kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari
4 atau 5 siswa, dengan kemampuan yang heterogin. Maksud kelompok heterogin
adalah terdiri dari bermacam-macam latar belakang kemampuan siswa, jenis
kelamin, agama, suku bangsa, dan latar belakang social budaya. Hal ini sangat
bermanfaat karena untuk melatih siswa dapat menerima perbedaan pendapat dan
bekerja sama dengan teman yang berbeda latar belakangnya.
Dalam pembelajaran cooperative learning proses belajar tidak harus berasal dari
guru ke siswa, melainkan dapat juga siswa saling mengajar sesama siswa lainnya.
Bahkan menurut Anita Lie (2002:30), menyatakan bahwa pengajaran oleh rekan
sebaya (peer teaching) ternyata lebih efektif dari pada pengajaran oleh guru. Hal
ini disebabkan latar belakang, pengalaman, (dalam pendidikan sering disebut
skemata) para siswa mirip satu dengan lainnya dibanding dengan skemata guru.
Selanjutnya Roger dan David Johnson (dalam Anita Lie, 2002) menyatakan
bahwa tidak semua kerja kelompok dapat dianggap cooperative learning. Ada lima
prinsip untuk mencapai hasil maksimal dari pembelajaran dengan model
cooperative learning yang harus dikembangkan, antara lain:
a. saling ketergantungan positif,
Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya.
Untuk mencapai kerja yang efektif, guru perlu menyusun tugas sedemikian
rupa sehingga semua anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya
masingmasing. Dalam metode jigsaw, Aronson menganjurkan setiap
kelompok dibatasi hanya empat siswa saja dan anggota kelompok itu ditugasi
bagian yang berlainan. Keempat anggota tersebut kemudian berkumpul dan
berdiskusi atau bertukar informasi. Guru akan mengevalusai semua bagian.
Dengan cara ini mau tidak mau setiap anggota merasa bertanggungjawab
untuk menyelesaikan tugasnya agar yang lain juga dapat berhasil. Untuk
penilaian setiap siswa mendapat nilainya sendiri dan nilai kelompok
b. tanggung jawab perseorangan,
Sesuai model jigsow diatas, setiap kelompok terdiri dari empat siswa, bahan
bacaan dibagi beberapa bagian, masing-masing siswa mendapat bagian
membaca satu bagian. Jika ada siswa yang tidak melaksanakan tugasnya akan
diketahui dengan jelas. Rekan-rekan dalam satu kelompok akan menuntutnya
untuk melaksanakan tugasnya agar tidak mengahambat yang lainnya. Oleh
karena itu tanggung jawab perseorangan merupakan prinsip yang mempunyai
keterkaitan erat dengan prinsip saling ketergantungan positif. Siswa harus
mempunyai komitmen yang kuat untuk menyelesaikan tugas yang diberikan
kepadanya, ia harus mempertanggungjawabkan aktivitasnya, sehingga tidak
mengganggu kinerja tim.
Tanggungjawab perseorangan ini dapat tercipta di dalam kelas apabila guru
dapat memberikan tugas yang bobot dan tingkat kesulitannya relatif sama
untuk setiap siswa dalam kelompok. Dengan demikian setiap siswa merasa
mempunyai tanggungjawab yang sama dengan teman-teman lainnya dan dapat
menyelesaikan tugas kelompoknya bersama-sama.
c. tatap muka,
Setiap kelompok harus diberi kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi.
Kegiatan interaksi ini akan membentuk sinergi yang menguntungkan semua
anggota, karena hasil pemikiran kelompok akan lebih baik dari pada hasil
pemikiran satu anggota saja. Sinergi antar anggota ini akan meningkatkan
sikap menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi
kekurangan masing-maasing anggota.
Tatap muka ini merupakan suatu bentuk keterampilan sosial yang
memungkinkan siswa berinteraksi dengan anggota lainnya untuk mencapai
tujuan. Oleh karena itu siswa harus diberi kesempatan untuk saling mengenal,
saling menerima satu sama linnya dalam kegiatan tatap muka, dan interaksi
pribadi.
d. komunikasi antar anggota,
Siswa harus dibekali berbagai keterampilan berkomunikasi, karena tidak
setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan
kelompok sangat bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling
mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengemukakan pendapatnya.

Dalam hal ini memang siswa perlu diberitahu tentang cara-cara berkomunikasi
secara efektif, misalnya bagaimana caranya menyanggah pendapat orang lain
dengan ungkapan yang halus tanpa harus menyinggung perasaan orang
tersebut. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompo kini memerlukan proses
yang panjang, namun ini sangat bermanfaat untuk memperkaya pengalaman
belajar dan untuk pembinaan perkembangan mental dan emosional siswa.
e. evaluasi proses kelompok
Untuk kepentingan evaluasi, guru harus menyediakan waktu khusus untuk
mengevaluasi kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya
dalam bekerja sama dapat lebih efektif. Evaluasi tidak harus diadakan setiap
waktu ada kerja kelompok, melainkan dapat diadakan selang beberapa waktu
setelah beberapa kali siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran cooperative
learning.

4. STAD
Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD)
yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John
Hopkin (dalam Slavin, 1995) merupakan pembelajaran kooperatif yang paling
sederhana, dan merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan oleh
guru yang baru mulai menggunakan pembelajaran kooperatif.
Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim
belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat
kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa
bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai
pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu dengan
catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu.
Model Pembelajaran Koperatif tipe STAD merupakan pendekatan
Cooperative Learning yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara
siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi
pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Guru yang menggunakan STAD
mengajukan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu mengunakan
presentasi Verbal atau teks.
Menurut Slavin (dalam Noornia, 1997: 21) ada lima komponen utama dalam
pembelajaran kooperatif metode STAD, yaitu:
a. Penyajian Kelas
Penyajian kelas merupakan penyajian materi yang dilakukan guru secara
klasikal dengan menggunakan presentasi verbal atau teks. Penyajian
difokuskan pada konsep-konsep dari materi yang dibahas. Setelah penyajian
materi, siswa bekerja pada kelompok untuk menuntaskan materi pelajaran
melalui tutorial, kuis atau diskusi.
b. Menetapkan siswa dalam kelompoK
Kelompok menjadi hal yang sangat penting dalam STAD karena didalam
kelompok harus tercipta suatu kerja kooperatif antar siswa untuk mencapai
kemampuan akademik yang diharapkan. Fungsi dibentuknya kelompok adalah
untuk saling meyakinkan bahwa setiap anggota kelompok dapat bekerja sama
dalam belajar. Lebih khusus lagi untuk mempersiapkan semua anggota
kelompok dalam menghadapi tes individu. Kelompok yang dibentuk
sebaiknya terdiri dari satu siswa dari kelompok atas, satu siswa dari kelompok
bawah dan dua siswa dari kelompok sedang. Guru perlu mempertimbangkan
agar jangan sampai terjadi pertentangan antar anggota dalam satu kelompok,
walaupun ini tidak berarti siswa dapat menentukan sendiri teman
sekelompoknya.
c. Tes dan Kuis
Siswa diberi tes individual setelah melaksanakan satu atau dua kali penyajian
kelas dan bekerja serta berlatih dalam kelompok. Siswa harus menyadari
bahwa usaha dan keberhasilan mereka nantinya akan memberikan sumbangan
yang sangat berharga bagi kesuksesan kelompok.
d. Skor peningkatan individual
Skor peningkatan individual berguna untuk memotivasi agar bekerja keras
memperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hasil sebelumnya.
Skor peningkatan individual dihitung berdasarkan skor dasar dan skor tes.
Skor dasar dapat diambil dari skor tes yang paling akhir dimiliki siswa, nilai
pretes yang dilakukan oleh guru sebelumnya melaksanakan pembelajaran
kooperatif metode STAD.
e. Pengakuan kelompok
Pengakuan kelompok dilakukan dengan memberikan penghargaan atas usaha
yang telah dilakukan kelompok selama belajar. Kelompok dapat diberi
sertifikat atau bentuk penghargaan lainnya jika dapat mencapai kriteria yang
telah ditetapkan bersama. Pemberian penghargaan ini tergantung dari
kreativitas guru.

5. TGT
TEAMS GAMES TOURNAMENTS (TGT) adalah salah satu tipe pembelajaran
kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang
beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin,
suku kata atau ras yang berbeda.
Menurut Slavin pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari 5 langkah tahapan
yaitu : tahap penyajian kelas (class precentation), belajar dalam kelompok (teams),
permainan (games), pertandingan (tournament), dan penghargaan kelompok (team
recognition). Berdasarkan apa yang diungkapkan oleh Slavin, maka model
pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a) Siswa Bekerja Dalam Kelompok- Kelompok Kecil
Siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan
5 sampai 6 orang yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku atau
ras yang berbeda. Dengan adanya heterogenitas anggota kelompok,
diharapkan dapat memotifasi siswa untuk saling membantu antar siswa yang
berkemampuan lebih dengan siswa yang berkemampuan kurang dalam
menguasai materi pelajaran. Hal ini menyebabkan tumbuhnya rasa
kesadaran pada diri siswa bahwa belajar secara kooperatif sangat
menyenangkan.
b) Games Tournament
Dalam permainan ini setiap siswa yang bersaing merupakan wakil dari
kelompoknya. Siswa yang mewakili kelompoknya, masing-masing
ditempatkan dalam meja-meja turnamen. Tiap meja turnamen ditempati 5
sampai 6 orang peserta, dan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal
dari kelompok yang sama. Dalam setiap meja turnamen diusahakan setiap
peserta homogen. Permainan ini dimulai dengan memberitahuakan aturan
permainan. Setelah itu permainan dimulai dengan membagikan kartu-kartu
soal untuk bermain. (kartu soal dan kunci ditaruh terbalik di atas meja
sehingga soal dan kunci tidak terbaca). Permainan pada tiap meja turnamen
dilakukan dengan aturan sebagai berikut. Pertama,setiap pemain dalam tiap
meja menentukan dahulu pembaca soal dan pemain pertama dengan cara
undian. Kemudian pemain yang menang undian mengambil kartu undian
yang berisi nomor soal dan diberikan kepada pembaca soal. Pembaca soal
akan membacakan soal sesuai dengan nomor undian yang diambil oleh
pemain. Selanjutnya soal dikerjakan secara mandiri oleh pemain dan
penantang sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam soal. Setelah
waktu untuk mengerjakan soal selesai, maka pemain akan membacakan hasil
pekerjaannya yang akan ditanggapai oleh penantang searah jarum
jam.setelah itu pembaca soal akan membuka kunci jawaban dan skor hanya
diberikan kepada pemain yang menjawab benar atau penantang yang
pertama kali memberikan jawaban benar.
Jika semua pemain menjawab salah maka kartu dibiarkan saja. Permainan
dilanjutkan pada kartu soal berikutnya sampai semua kartu soal habis
dibacakan, dimana posisi pemain diputar searah jarum jam agar setiap
peserta dalam satu meja turnamen dapat berperan sebagai pembaca soal,
pemain dan penantang. Disini permainan dapat dilakukan berkali-kali
dengan syarat bahwa setiap peserta harus mempunyai kesempatan yang
sama sebagai pemain, penantang, dan pembaca soal.
c) Penghargaan kelompok
Langkah pertama sebelum memberikan penghargaan kelompok adalah
menghitung rerata skor kelompok. Pemberian penghargaan didasarkan atas
rata-rata poin yang didapat oleh kelompok tersebut. Dimana penentuan poin
yang diperoleh oleh masing-masing anggota kelompok didasarkan pada
jumlah kartu yang diperoleh, seperti ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel Perhitungan Poin Permainan Untuk Empat Pemain

Pemain dengan Poin bila jumlah kartu yang


diperoleh
Top Scorer 40
High Middle Scorer 30
Low Middle Scorer 20
Low Scorer 10

Tabel Perhitungan Poin Permainan Untuk Tiga Pemain

Pemain dengan Poin bila jumlah kartu yang


diperoleh
Top scorer 60
Middle Scorer 40
Low scorer 20

6. Jigsaw
Teknik ini dapat digunakan untuk kegiatan pembelajaran membaca, menulis,
mendengarkan, dan berbicara. Guru memperhatikan skemata atau latar belakang
siswa dan membantu mengaktifkan siswa agar pembelajaran menjadi lebih
bermakna. Siswa saling bekerja sama dan saling membantu, mereka mempunyai
banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan
berkomunikasi. Teknik ini dapat diterapkan untuk semua kelas/tingkatan dan
cocok untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia, IPA, IPS, Matematika, dan Agama.
Adapun caranya adalah:
 Guru membagi bahan /materi menjadi empat bagian.
 Guru sebelum membagikan tugas kepada kelompok, hendaknya
menanyakan apakah siswa sudah mengenal/ mengetahui tentang topik
tersebut. Kegiatan brainstorming ini dimaksudkan untuk mengaktifkan
skemata siswa dalam menghadapai bahan/materi baru.
 Siswa dibagi dalam kelompok berempat.
 Bagian materi pertama diberikan kepada siswa pertama, bagian kedua
diberikan kepada siswa kedua, dan seterusnya.
 Siswa disuruh membaca dan mengerjakan bagian masing-masing.
7. Group investigation
Model pembelajaran kooperatif GI merupakan metode pembelajaran dengan siswa
belajar secara kelompok, kelompok belajar terbentuk berdasarkan topik yang
dipilih siswa. Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur yang lebih rumit
daripada pendekatan yang lebih berpusat pada guru. Dalam pembelajaran
koo[eratif GI siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dengan anggota 2-6 orang
siswa yang heterogen. Kelompok memilih topik untuk diselidiki dan melakukan
penyelidikan yang mendalam atas topic yang dipilih, selanjutnya menyiapkan dan
mempresentasikan laporan di depan kelas.
Investigasi kelompok merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling
kompleks dan paling sulit untuk diterapkan (Trianto, 2012). Model ini
dikembangkan pertama kali oleh Thelan. Dalam perkembangannya model ini
diperluas dan dipertajam oleh Sharan dari Universitas Tel Aviv. Berbeda dengan
STAD dan jigsaw, siswa terlibat dalam perencanaan baik topic yang dipelajari dan
bagaimana jalannya penyelidikan mereka. Pembelajaran ini memerlukan norma
dan struktur kelas yang lebih rumit daripada pendekatan yang lebih berpusat pada
guru. Pendekatan ini juga memerlukan mengajar siswa keterampilan komunikasi
dan proses kelompok yang baik.
Dalam implementasi tipe investigasi kelompok guru membagi kelas menjadi
kelompok-kelompok dengan anggota-anggota 5-6 siswa yang heterogen.
Kelompok disini dapat dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban
persahabatan atau minat yang sama dalam topic tertentu. Selanjutnya siswa
memilih topik untuk diselidiki dan melakukan penyelidikan yang mendalam atas
topic yang dipilih. Selanjtnya ia menyiapkan dan mempresentasikan laporannya
kepada seluruh kelas.

Tujuan Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI)


Menurut Asma (dalam Devi, 2013) pengembangan pembelajaran kooperatif
bertujuan:
(1) Pencapaian hasil belajar. para ahli berpendapat bahwa strategi ini unggulan
dalam membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang sulit.
(2) Penerimaan terhadap keragaman. efek penting dalam pembelajaran kooperatif
adalah terbentuknya sikap menerima perbedaan ras, agama, budaya, kelas sosial,
dan kemampun dan perbedaan yang lainnya.
(3) Pengembangan keterampilan sosial. Pempelajaran kooperatif dapat
mengajarkan keterampilan kerjasama dan kolaborasi.

8. Games
Game edukasi merupakan media alternatif untuk mengenalkan komputer kepada
anak-anak karena game banyak disukai oleh anak-anak dan juga merupakan
sebuah media pembelajaran yang efektif. Game Edukasi atau Permainan
Pendidikan merupakan permainan yang dirancang khusus untuk mengajarkan
pengguna tentang sesuatu hal. Manfaat lain adalah aspek kecerdasan dan refleks
saraf yang sebenarnya juga sedikit banyak terasah dalam sebuah game. Dengan
belajar melalui visualisasi yang menarik. Diharapkan semangat untuk belajar
tentang komputer lebih termotivasi. Karena selalu dimainkan berulang-ulang dan
terus menerus sampai para pemain game merasa puas, maka dengan sendirinya
materi-materi yang disampaikan akan mudah dicerna dan dimengerti oleh pemain
game.

Pendidikan di Indonesia mengalami perkembangan seiring berkembangnya


zaman. Hal ini memberikan dampak pada kegiatan pembelajaran di dalam kelas,
termasuk kurikulum yang diterapkan dan juga pembelajaran Bahasa Inggris.
Berbagai strategi dan media pembelajaran telah ditawarkan kepada guru agar
mampu dimanfaatkan secara optimal dalam kegiatan pembelajaran demi
tercapainya tujuan pembelajaran. Begitupun dengan kurikulum yang dicanangkan
oleh pemerintah memberikan peran bagi guru agar lebih berinovasi dan berkreasi
dalam kegiatan pembelajaran serta siswa dituntut untuk turut berperan aktif dalam
pembelajaran. Fenomena lain yang tidak bisa dihindari oleh para guru adalah
dunia game lewat TIK yang juga semakin berkembang pesat dengan sebagian
besar konsumennya adalah siswa. Padahal dampak positif yang disuguhkan dalam
game tidak kalah besar jika guru maupun orang tua mampu mengarahkannya,
seperti salah satu contohnya adalah melatih keahlian fisik dan mental siswa.
Padahal hal ini bisa menjadi peluang besar bagi dunia pendidikan, di mana
dengan pemanfaatan game ini, kegiatan pembelajaran akan terlaksana dengan
lebih variatif dan menyenangkan. Untuk menyelesaikan masalah ini, peneliti
memutuskan untuk menggunakan permainan Jeopardy untuk mendukung kegiatan
belajar mengajar di kelas untuk meningkatkan kemampuan memahami teks
bacaan siswa terhadap teks deskriptif. Peneliti menggunakan permainan Jeopardy
dengan mempertimbangkan karakteristik siswa. Permainan ini dibuat
menggunakan Microsoft Powerpoint ataupun aplikasi jeopardy sendri sehingga
akan memiliki banyak fitur yang menarik. Permainan ini seperti kuis sehingga
siswa akan terlibat secara aktif dalam sesi tanya-jawab yang dilakukan. Permainan
Jeopardy digunakan untuk membantu siswa untuk lebih memahami teks bacaan
dengan benar dan membantu mereka untuk mengingat isi bacaan melalui kegiatan
tanya-jawab.
Game edukasi sangat menarik untuk dikembangkan. Ada beberapa kelebihan dari
game edukasi dibandingkan dengan metode edukasi konvensional. Salah satu
kelebihan utama game edukasi adalah pada visualisasi dari permasalahan nyata.
Massachussets Insitute of Technology (MIT) berhasil membuktikan bahwa game
sangat berguna untuk meningkatkan logika dan pemahaman pemain terhadap
suatu masalah melalui proyek game yang dinamai Scratch. Berdasarkan hasil
penelitian sebelumnya, tidak diragukan lagi bahwa game edukasi dapat
menunjang proses pendidikan. Game edukasi unggul dalam beberapa aspek jika
dibandingkan dengan metode pembelajaran konvensional. Salah satu keunggulan
yang signifikan adalah adanya animasi yang dapat meningkatkan daya ingat
sehingga anak dapat menyimpan materi pelajaran dalam waktu yang lebih lama
dibandingkan dengan metode pengajaran konvensional.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembelajaran IPS dapat menggunakan media dan metode pembelajaran yang beragam
disesuikan dengan materi pembelejaran. Peserta didik akan distimulasi rangsangan
sensorik dan matoriknya dengan pembelajaran yang interaktif namun edukatif.
Sehingga terjadi pembelajaran yang bermakna.

B. Saran
Sebagai pengajar harus bisa meyeleksi/memilah keefektifan media pembelajaran
sehingga tercapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Media tradisional maupun
modern tidak akan berpengaruh kepada peserta didik jika pengajar tidak mampu
menjelaskan / menerangkan cara penggunaan media pembelar. Karena itu pengajar
harus menyiapkan rencana pembelajaran agar memudahkan menerangkan
pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA

http://ainamulyana.blogspot.com/2012/08/teori-belajar-kognitif.html,

http://ainamulyana.blogspot.com/2012/08/teori-belajar-kognitif.html

http://modelpembelajarankooperatif.blogspot.com/2012/08/student-team-
achievement-division-stad_3721.html

http://modelpembelajarankooperatif.blogspot.com/2012/08/teams-games-
tournaments-tgt.html

http://yudi-wiratama.blogspot.com/2014/01/modelpembelajaran-kooperatif-tipe.html

http://pasca.um.ac.id/conferences/index.php/sntepnpdas/article/view/904

http://redaksi.pens.ac.id/2020/10/06/pengembangan-game-edukasi-sebagai-media-
pembelajaran/

https://dasarguru.com/wp-content/uploads/2018/05/teori-belajar-kognitif-dan-
penerapannya.jpg

Anda mungkin juga menyukai