Anda di halaman 1dari 11

SEDIMENTOLOGI

BATUBARA

Oleh :
Putu Deva Ananta Adistanaya
072001800041

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami bisa menyelesaikan paper yang berjudul “Sedimentologi Batubara”. Tidak lupa
kami mengucapkan terima kasih kepada bapak dosen yang telah membantu kami dalam
mengerjakan paper ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah
memberi kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan karya ilmiah
ini.

Kami sebagai penulis mengakui bahwa ada banyak kekurangan pada paper ini. Oleh karena
itu, kritik dan saran dari seluruh pihak senantiasa kami harapkan demi kesempurnaan karya
kami. Semoga paper ini dapat membawa pemahaman dan pengetahuan bagi kita semua tentang.

Jakarta, 5 April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................................2
2.1 Proses Pembentukan Batubara...........................................................................................2
2.2 Proses Pembentukan Gambut.............................................................................................2
2.3 Tempat Terbentuknya Batubara........................................................................................3
2.4 Lingkungan Pengendapan Batubara.................................................................................3
BAB III PENUTUP........................................................................................................................6
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................7

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya
geologi, pada setiap pulau yang ada di Indonesia selalu memiliki kekayaan sumber daya geologi
yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat Indonesia. Salah satu sumber daya
geologi yang ada di Indonesia yaitu sumber daya batubara. Saat ini batubara telah menjadi
komoditas ekonomis yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia dan batubara juga
merupakan salah satu komoditas sumber daya energi yang cadangannya termasuk salah satu
terbesar di dunia. Namun, dengan berjalannya waktu sumber daya energy ini jumlahnya semakin
berkurang. Oleh karena itulah batubara saat ini merupakan sumber daya energi alternatif yang
memiliki nilai ekonomis cukup baik pada saat ini dan prospek yang baik pula untuk
dikembangkan lagi di Indonesia.

Batubara adalah hasil akumulasi hancuran tumbuhan pada lingkungan deposisi tertentu.
Akumulasi ini dipengaruhi oleh proses syn-sedimentary dan post-sedimentary yang
menyebabkan adanya perbedaan peringkat batubara dan derajat kompleksitas dari struktur
batubara tersebut. Tipe tumbuhan penyusun batubara yang berkembang selama waktu geologi
menyebabkan variasi jenis lithotypes pada batubara dengan umur yang berbeda (Thomas, 2002).
Sedangkan, menurut Krevelen (1993) Deposit batubara merupakan hasil akhir dari efek
kumulatif pembusukan tumbuhan, deposisi dan pemendaman oleh sedimen, pergerakan lempeng
dan erosi.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Proses Pembentukan Batubara


Batubara berasal dari tumbuhan yang disebabkan karena adanya proses-proses geologi,
kemudian berbentuk endapan batubara yang dikenal sekarang ini. Bahan-bahan tumbuhan
mempunyai komposisi utama yang terdiri dari karbon dan hidrogen. Selain itu terdapat
kandungan mineral nitrogen. Substansi utamanya adalah cellulose yang merupakan bagian dari
selaput sel tumbuhan mengandung karbohidrat yang tahan terhadap perubahan kimiawi.
Pembusukan dari bahan tumbuhan merupakan proses yang terjadi tanpa adanya oksigen,
kemudian berlangsung di bawah air yang disertai aksi dari bakteri, sehingga terbentuklah arang
kayu. Tidak adanya oksigen menyebabkan hidrogen lepas dalam bentuk karbondioksida atau
karbonmonoksida dan beberapa dari keduanya berubah menjadi metan. Vegetasi pada
lingkungan tersebut mati kemudian terbentuklah Peat (Gambut).
Kemudian gambut tersebut mengalami kompresi dan pengendapan diantara lapisan sedimen
dan juga mengalami kenaikan temperatur akibat geothermal gradient. Akibat proses tersebut
maka akan terjadi pengurangan porositas dan Pengurangan Moisture sehingga terlepasnya grup
OH, COOH, OCH3, dan CO dalam wujud cair dan gas. karena banyaknya unsur oksigen dan
hidrogen yang terlepas maka unsur karbon relatif bertambah yang mengakibatkan terjadinya
lignit (brown coal). Kemudian dengan adanya kompresi yang terus menerus serta kenaikan
temperatur maka terbentuklah batubara subbituminus dan bituminus dengan tingkat kalori yang
lebih tinggi dibandingkan dengan brown coal.
Bumi tidak penah berhenti, oleh karena itu kompresi terus berlangsung diiringi bertambahnya
temperatur sehingga moisture sangat sedikit serta unsur karbon yang banyak merubah batubara
sebelumnya ke tingkat yang lebih tinggi yaitu antrasit yang merupakan kasta tertinggi pada
batubara (Cook,1982).

2.2 Proses Pembentukan Gambut


Dalam konteks ilmiah geologi batubara, tempat/lahan basah atau ekosistem dimana gambut
terakumulasi disebut sebagai suatu mire. Suatu mire dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya adalah evolusi flora, iklim, dan posisi geografis / struktur daerah. Jenis dan
perkembangan mire dibedakan berdasarkan genesa dan suplainya. Berdasarkan genesanya, jenis
dan perkembangan mire dibagi menjadi 2, yaitu :
1. paludification (swamping) : pembentukan mire di atas tanah berhutan, padang, basement, dan
lain-lain oleh karena adanya proses autogenik atau perubahan iklim.
2. Terrestrialization : pembentukan mire dengan pengisian material organik pada tubuh air,
misalnya dengan adanya ekstensi tumbuhan di pinggir danau.
Sedangkan berdasarkan suplainya, tipe dan perkembangan mire dibagi menjadi dua, yaitu:

2
1. Ombrotrophic : suplai nutrien untuk tumbuhan hanya berasal dari air hujan. Gambut yang
terbentuk pada kondisi ombrotrophic disebut ombrogenous.
2. Mineratrophic (Rheotrophic) : suplai nutrien berasal dari mineral dalam tanah atau batuan,
bisa juga berasal dari aliran air sungai / danau. Gambut yang terbentuk pada kondisi ini
disebut topogeneous.

Suatu gambut dapat tumbuh dengan baik jika memiliki lingkungan pengendapan yang sesuai
dengan karakteristik dari penyusun gambut tersebut. Deposit gambut terbentuk dengan baik pada
daerah yang mengalami penurunan cekungan. Suatu endapan gambut dapat terbentuk dengan
tebal jika memiliki beberapa persyaratan di bawah ini :
1. Air tanah naik secara perlahan, sehingga muka air selalu konstan mengikuti posisi
permukaan deposit gambut. Jika muka air naik terlalu cepat (misal oleh karena penurunan
cekungan/subsidence yang cepat atau pada daerah paralik, gambut akan tenggelam dan
sedimen limnik atau laut akan terdeposisi. Sebaliknya jika penurunan cekungan terlalu
lambat (jauh lebih lambat dari pembentukan gambut) maka gambut akan rusak karena
teroksidasi dan tererosi.
2.  Mire terlindungi dari adanya penggenangan (banjir) oleh air sungai atau laut yang cukup
besar dan lama.
3. Tidak ada interupsi oleh deposisi sedimen fluviatil.

2.3 Tempat Terbentuknya Batubara


Tempat terbentuknya batubara di kenal dua macam teori :
1. Teori insitu, teori ini mengatakan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara,
terbentuknya di tempat dimana tumbuh-tumbuhan asal itu berada, dengan demikian maka
setelah tumbuhan tersebut mati, belum mengalami proses transportasi segera tertutup oleh
lapisan sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis batu bara yang terbentuk dengan
cara ini mempunyai penyebaran luas dan merata, kualitasnya lebih baik karena kadar abunya
relative kecil, batu bara yang tebentuk seperti ini di Indonesia di dapatkan di lapangan
batubara Muara Enim, Sumatra Selatan.
2. Teori drift, teori ini menyebutkan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara terjadinya
di tempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup dan berkembang, dengan
demikian tubuhan yang telah mati di angkut oleh media air dan berakumulasi di suatu tempat
kemudian mengalami proses coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini
mempunyai penyebaran tidak luas, dibeberapa tempat, kualitas kurang baik karena banyak
mengandung material pengotor yang terangkut bersama selama proses pengangkutan dari
tempat asal tanaman ke tempat sedimentasi.

2.4 Lingkungan Pengendapan Batubara


Terdapat dua jenis lahan gambut menurut Diessel (1992), yaitu lahan gambut ombrogen dan
lahan gambut topogen. Lahan gambut ombrogen adalah lahan gambut yang dipengaruhi oleh air

3
hujan, sedangkan lahan gambut topogen adalah lahan gambut yang dipengaruhi oleh air tanah
(Gambar 1).

Martini dan Glooschenko (1984,


Gambar 1. Diagram lahan gambut (Diessel,1992)
dalam Diessel, 1992) membagi lahan gambut
berdasarkan jenis tumbuhan pembentuknya menjadi empat, yaitu
1. Bog, merupakan rawa yang banyak ditumbuhi oleh tanaman lumut atau tanaman miskin
nutrisi.
2. Fenogeni, rawa yang banyak ditumbuhi tumbuhan perdu dan beberapa jenis pohon lainnya.
Lingkungan ini terkadang basah dan terkadang kering.
3. Marsh, rawa yang banyak ditumbuhi tumbuhan perdu dan jenis tanaman merambat yang
umum disekitar danau atau laut.
4. Swamp, rawa yang selalu basah saat musim kemarau hingga musim dingin. Lingkungan ini
kaya akan tumbuhan berkayu.

Gambar 2. Kondisilingkungan pengendapan batubara (Mitsch


dan Geosselink, 1986 dalam Lamberson dkk., 1991)

Kondisi lingkungan pengendapan batubara menurut Stach dkk., (1982) dibagi menjadi
telmatis atau terestrial, limnic, marine, dan Ca-rich. Telmatis atau terestrial merupakan
lingkungan yang berada di daerah pasang surut, menghasilkan gambut yang tidak terganggu dan
tumbuhan tumbuh insitu ( Gambar 2 ). Limnic merupakan lingkungan dimana batubara terbentuk

4
di bawah air rawa danau. Marine merupakan lingkungan dimana batubara yang terbentuk
memiliki mineral matter atau pengotor yang tinggi, seperti abu dan sulfur. Ca-rich merupakan
lingkungan yang kaya akan Ca (Stach dkk., 1982).
Diessel (1992) mengklasifikasikan enam lingkungan utama terbentuknya batubara, yaitu
gravelly braid plain, sandy braid plain, alluvial valley and upper delta plain, lower delta plain,
backbarrier stand plain, dan estuary.
1. Braid Plain, merupakan daerah aluvial intramountana, yaitu dataran aluvial yang berada di
antara pegunungan. Pada lingkungan ini terendapkan material sedimen kasar diagenesa
gambut ombrogenik, yaitu gambut yang hanya terbentuk karena pengaruh air hujan.
2. Alluvial valley and upper delta plain, kedua lingkungan pengendapan ini memiliki
karaktersitik litofasies yang sama. Lingkungan terbentuk dari hasil transisi lembah dan
dataran aluvial dengan dataran delta yang melalui sungai stadia dewasa dengan banyak
meander. Lapisan batubara memiliki ketebalan yang bervarias dengan warna hitam kusam,
komposisi abu dan sulfur terbilang lebih rendah dibandingkan dengan lingkungan
pengendapan lainnya.
3. Lower delta plain, perbedaan antara lower delta plain dan upper delta plain adalah dari
pengaruh pasang air laut terhadap sedimentasi. Lower delta plain memiliki pengaruh pasang
surut air laut yang lebih tinggi dibandingkan upper delta plain. Pasang air laut akan
membawa nutrisi kedalam rawa sehingga meningkatkan pertumbuhan yang lebih baik,
namun material sedimen klastik halus ikut terendapkan di lingkungan ini yang berpengaruh
terhadap kenaikan pengotor selama proses penggambutan hingga pembatubaraan.
4. Backbarrier strand plain, gambut yang terbentuk di lingkungan ini dipengaruhi oleh pasang
dan surut air laut. Garis pantai dikontrol oleh tingkat sedimentasi karena gelombang, pasang
surut air laut, dan arus. Delta akan terbentuk jika tingkat sedimentasi tinggi, sedangkan
tingkat sedimentasi rendah, maka material sedimen akan terdistribusi sepanjang garis pantai.
5. Estuary, terbentuk karena tingkat sedimentasi dan energi pantai sangat rendah, sehingga
tidak terbentuk delta. Batubara yang terbentuk dilingkungan ini sangat tipis dan
persebarannya tidak luas.
Penentuan lingkungan pengendapan pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
diagram hubungan antara nilai GI dan TPI. TPI merupakan perbandingan antara struktur jaringan
yang masih terjaga dengan struktur jaringan yang sudah terubahkan, sedangkan GI merupakan
perbandingan antara komponen yang mengalami gelifikasi dengan komponen yang mengalami
oksidasi (fusinification) (Diessel, 1992). Nilai TPI tinggi menunjukkan batubara berasal dari
tumbuhan berkayu dan banyaknya jaringan tumbuhan yang terawetkan dengan baik. Nilai GI
yang rendah menunjukkan bahwa tingkat oksidasinya tinggi, selain itu nilai GI memberikan
gambaran mengenai kering atau basah kondisi pembentukan gambut karena gelifikasi berada di
kondisi lembab dan sebagai indikator pH relatif karena aktivitas mikroba membutuhkan kondisi
asam yang rendah (Diessel, 1992)

BAB III
5
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Batubara adalah hasil akumulasi hancuran tumbuhan pada lingkungan deposisi tertentu.
Akumulasi ini dipengaruhi oleh proses syn-sedimentary dan post-sedimentary yang
menyebabkan adanya perbedaan peringkat batubara dan derajat kompleksitas dari struktur
batubara tersebut. Tipe tumbuhan penyusun batubara yang berkembang selama waktu geologi
menyebabkan variasi jenis lithotypes pada batubara dengan umur yang berbeda (Thomas, 2002).
Terdapat 6 lingkungan pengendapan yang baik untuk batubara, lingkungan ini mempengaruhi
gambut yang terbentuk dan nantinya akan berpengaruh terhadap kualitas batubara

DAFTAR PUSTAKA

6
Thomas, Larry., 2002., Coal Geology., Jhon Wiley & Sons, LTD., England
Surjono, S.S, Eksplorasi Geologi Batubara., Diktat Geologi Batubara Lanjutan., tidak
dipublikasi
Linggadipura, Ray. Susilo, Budi K. 2017.Lingkungan Peengendapan Dan Karakteristik
Batubara Pada Formasi Sawahlunto Daerah Rantih Dan Sekitarnya, Sumatera Barat.
Palembang
Yuskar, Yuniarti, ST.,MT.. & Tiggi Choanji, ST., MT.. 2016. Sedimentologi Dasar. Pekanbaru :
UIR PRESS
Qadaryati, Nurakhmi, Praditya, Dendi Tantra, Hidajat, Wahju Krisna, dan Martiningtyas
Indriyani. 2019. Penentuan Lingkungan Pengendapan Batubara Berdasarkan Karakteristik
dan Maseral Batubara di PT X, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Balikpapan :
SUCOFINDO

7
8

Anda mungkin juga menyukai