IDENTIFIKASI BATUBARA
YANG DITINJAU DARI PETROLOGI DAN GEOKIMIA
DISUSUN OLEH :
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah swt, atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan Makalah Batubara yang ditinjau dari Sisi
Petrologi dan Geokimia ini.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya
kepada Ibu Idarwati, S.T.,M.T dan Ibu Dr. Ir. Endang Wiwik Dyah Hastuti, M.SC
selaku dosen pembimbing mata kuliah Petrologi dan Geokimia. Terimakasih juga
kepada kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan semangat, doa dan
kasih sayang yang berlimpah kepada kami serta teman-teman sekelompok yang
mampu berkerja sama.
Semoga laporan ini nantinya dapat bermanfaat bagi saya maupun orang lain.
Kelompok
2
DAFTAR ISI
CAVER ................................................................................................................. 1
KATA PENGANTAR ............................................................................................. 2
DAFTAR ISI .......................................................................................................... 3
BAB I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang ................................................................................................ 5
I.2. Rumusan Masalah ..........................................................................................5
I.3. Manfaat dan Tujuan ........................................................................................ 5
BAB II. PEMBAHASAN
2.1. Pengertian ...................................................................................................... 6
2.1.1 Pengertian Batubara Menurut Para Ahli ............................................. 6
2.1.2 Pengertian Petrologi Batubara Menurut Para Ahli ............................... 6
2.1.3 Pengertian Geokimia Batubara Menurut Para Ahli .............................. 7
2.2. Proses Pembentukan Batubara ....................................................................8
2.2.1 Teori Pambatubaraan ......................................................................... .8
2.2.2 Penggambutan (Peatification) ..............................................................8
2.2.3 Pembatubaraan (Coalitification) ........................................................... 9
2.3. Fasies Batubara .............................................................................................11
2.3.1 Tipe Pengendapan............................................................................... 11
2.3.2 Tumbuhan Pembentukan Batubara ..................................................... 12
2.3.3 Lingkungan Pengendapan ................................................................... 13
2.3.4 Komponen Komponen yang Mempengaruhi Pembentukan
Batubara ...............................................................................................13
2.4. Karateristik Lingkungan Pengendapan ........................................................... 13
2.4.1 Karateristik Lingkungan Pengendapan Menurut Diesel (1992) ............15
2.4.2 Karateristik Lingkungan Pengendapan Menurut Horne (1978) ............ 15
2.5. Maseral pada Batubara .................................................................................. 17
2.5.1 Vitrinit ...................................................................................................17
2.5.2 Liptinit (Exinit) ...................................................................................... 17
2.5.3 Inertinit ................................................................................................. 18
2.6. Pengaruh Sulfur terhadap Batubara ...............................................................18
2.7. Faktor Kualitas Batubara ................................................................................ 20
2.8. Parameter Kualitas Batubara ......................................................................... 20
3
2.9. Klasifikasi Kualitas Batubara .......................................................................... 21
2.11. Metode Pengamatan Maseral Batubara ....................................................... 22
2.12. Pengukuran Rasio Pantulan (Reflectance) .................................................. 22
BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan ....................................................................................................24
3.2. Saran .............................................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 25
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.3.1 Manfaat
1.3.2 Tujuan
5
BAB II
PEMBAHASAN
a.Menurut Wolf, 1984 dalam Anggayana (2002) Batubara adalah Salah satu
Sedimen padat yang berasal dari sisa tumbuhan yang telah mengalami
penghumifikasian dalam jangka waktu yang cukup lama ( jutaan tahun ). Proses ini
dipengaruhin oleh faktor fisika dan kimia yang ditandain oleh perubahan warna
coklat sampai kehitaman yang mengakibatkan pengkayaan kandungan Carbon.
b.Menurut Cook ( 1999 ) batubara merupakan proses sedimentasi yang berasal dari
sisa tumbuhan yang terakumulasikan menjadi gambut . hal ini dapat terjadi
disebabkan oleh tekanan dan suhu.
d.Menurut Thiessen (1974) Batubara adalah suatu benda padat yang kompleks,
terdiri dari bermacam-macam unsur kimia atau merupakan benda padat organik
yang sangat rumit.
e.Menurut Achmad Prijono, dkk. (1992) Batubara adalah bahan bakar hydro-karbon
padat yang terbentuk dari tumbuh-tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen dan
terkena pengaruh temperatur serta tekanan yang berlangsung sangat lama.
6
a. Geokimia adalah ilmu yang mempelajari tentang kandungan unsur dan isotop
dalam bumi yang berkaitan dengan kelimpahan dan hukuman hukuman
pengontrol.
7
ttp banyak,kualitas kurang baik (mengandung psr pengotor), Cth : pengendapan
delta di aliran sungai mahakam. Teori ini dapat diliat pada ( Gambar 2 )
Penggambutan adalah salah satu sedimen organik yang berasal dari sisa
tumbuhan yang telah mati atau hancur dipermukaan dan mengalami pembusukan
sehingga bentuk asal tumbuhan tersebut tidak terlihat lagi . Pembentukan gambut
merupakan tahap awal terbentuknya batu bara. Gambut terbentuk di lahan basah
yang disebut mire.. Proses pembusukan dan penghancuran disebabkan oleh
aktivitas bakteri dan oksidasi. Menurut pendapat bend ( 1992 ) dalam diessel ( 1992
) faktor penggambutan dipengruhin oleh berbagai faktor yaitu : Evolusi tumbuhan ,
iklim dan geografi dan tektonik daerah .
8
bog) apabila ketinggian air berada di bawah permukaan gambut dan gambut
memperoleh air terutama dari air hujan. Dibawah menunjukkan proses
pembentukan raised bog ( Gambar 3 )
9
Gambar 4 : Proses Pembatubaraan ( Sumber : http://www.ptba.co.id)
3.Batubara muda (lignite atau brown coal) menerima tekanan dari tanah yang
menutupinya dan mengalami peningkatan suhu secara terus menerus dalam waktu
jutaan tahun, akan berubah menjadi batubara subbituminus (sub-bituminous coal);
4.Batubara subbituminus tetap mengalami peristiwa kimia dan fisika sebagai akibat
dari semakin tingginya tekanan dan temperatur dan dalam waktu yang semakin
panjang, berubah menjadi batubara bituminus (bitumninous coal);
5.Batubara bitumninus ini juga mengalami proses kimia dan fisika, sehingga
batubara itu semakin padat, kandungan karbon semakin tinggi, menyebabkan warna
semakin hitam mengkilat. Dalam fase ini terbentuk antrasit (anthracite);
1.Material dasar, yakni flora atau tumbuhan yang tumbuh beberapa juta tahun yang
lalu, yang kemudian terakumulasi pada suatu lingkungan dan zona fisiografi dengan
iklim clan topografi tertentu. Jenis dari flora sendiri amat sangat berpengaruh
terhadap tipe dari batubara yang terbentuk.
3.Umur geologi, yakni skala waktu (dalam jutaan tahun) yang menyatakan berapa
lama material dasar yang diendapkan mengalami transformasi. Untuk material yang
diendapkan dalam skala waktu geologi yang panjang, maka proses dekomposisi
yang terjadi adalah fase lanjut clan menghasilkan batubara dengan kandungan
karbon yang tinggi.
a. Autochtonous
Pengendapan dari tumbuhan yang kemudian menjadi gambut ditempat yang sama
tanpa mengalami proses transportasi.
b. Allochtonous
Merupakan tingkatan dari tipe rawa gambut yang menjadi bahan batubara yaitu
daerah air terbuka dengan tumbuhan air, rawa terbuka yang berisi ilalang, rawa di
hutan serta rawa lumut.
11
Gambar 5 : Urutan tipe rawa gambut (Taylor, 1998)
a. Bog: merupakan rawa tempat dari jenis tumbuhan yang sangat sedikit mendapat
suplay makanan seperti lumut atau tanaman perambat.
b. Fen: merupakan rawa tempat transisi antara daerah yang melipah airnya dengan
daerah kering sehingga ditumbuhi oleh tanaman jenis perdu dan beberapa pohon
lain.
c. Marsh: rawa yang terdapat di sekitar pinggir danau atau laut yang ditumbuhi oleh
tumbuhan perdu dan tanaman.
d. Swamp: rawa yang terbentuk daerah beriklim tropis dengan curah hujan cukup
tinggi sehingga banyak ditumbuhi oleh tanaman berkayu.
b. Limnik : Lingkungan ini terendapkan di bawah air rawa danau. Batubara yang
terendapkan pada lingkungan telmatis dan limnis sulit dibedakan karena pada forest
Swamp biasanya ada bagian yang berada di bawah air (feed Swamp)
c. Marine: daerah yang menghasilkan batubara dengan kandungan kaya abu, S dan
N yang mengandung fosil laut. Sedangkan untuk daerah dengan iklim tropis,
12
lingkungan pengendapannya yaitu hutan mangrove (bakau) dengan kandungan S
yang melimpah.
d. Ca-rich: lingkungan pengendapan ini terjadi pada daerah payau dengan kondisi
oksigen terbatas sehingga melimpah akan Ca. Pada lingkungan ini juga terendapkan
banyak fosil dan bitumen
14
Gambar 6 : Sketsa lingkungan pengendapan dan kondisi akumulasi gambut
(Diessel, 1992)
2.4.1 batubara Karakteristik lingkungan pengendapan menurut Horne (1978)
Horne (1978) dalam Bambang Kuncoro Prasongko, 1996sebaran, ketebalan,
kemenerusan, kondisi roof dan kandungan sulfur batubara serta peran tektonik
berasosiasi dengan lingkungan pengendapan untuk pembentukan lapisan batubara.
Lingkungan pengendapan bahwa:
15
-Back barrier: tipis, sebaran memanjang sejajar sistem penghalang atau sejajar jurus
perlapisan, bentuk lapisan melembar karena pengaruh tidal channel setelah
pengendapan atau bersamaan dengan proses pengendapan dan kandungan sulfur
16
2.5 Maseral Pada Batubara
2.5.1. Vitrinit
Vitrinit adalah hasil dari proses pembatubaraan materi humic yang berasal
dariselulosa (C6H10O5) dan lignin dinding sel tumbuhan yang mengandung serat
kayu (woody tissue) seperti batang, akar, daun. Vitrinit adalah bahan utama
penyusun batubara di indonesia (>80 %). Dibawah mikroskop, kelompok maseral ini
memperlihatkan warna pantul yang lebih terang dari pada kelompok liptinit, namun
lebih gelap dari kelompok inertinit, berwarna mulai dari abu-abu tua hinggga abu-abu
terang. Kenampakan dibawah mikroskop tergantung dari tingkat pembantubaraanya
(rank), semakin tinggi tingkat pembatubaraan maka warna akan semakin terang.
Kelompok vitrinit mengandung unsur hidrogen dan zat terbang yang presentasinya
berada diantara inertinit dan liptinit. Mempunyai berat jenis 1,3 1,8 dan kandungan
oksigen yang tinggi serta kandungan volatille
matter sekitar 35,75 %.
2.5.2. Liptinit (Exinit)
Liptinit tidak berasal dari materi yang dapat terhumifikasikan melainkan berasal dari
sisa tumbuhan atau dari jenis tanaman tingkat rendah seperti spora, ganging
(algae), kutikula, getah tanaman (resin) dan serbuk sari (pollen). Berdasarkan
morfologi dan bahan asalnya, kelompok liptinit dibedakan menjadi sporinite (spora
dan butiran pollen), cuttinite (kutikula), resinite (resin/damar), exudatinite (maseral
sekunder yang berasal dari getah maseral liptinit lainya yang keluar dari proses
pembantubaraan), suberinite (kulit kayu/serat gabus), flourinite (degradasi dari
resinit), liptoderinit (detritus dari maseral liptinite lainya), alganitie (gangang) dan
bituminite (degradasi dari material algae). Relatif kaya dengan ikatan alifatik
sehingga kaya akan hidrogen atau bisa juga sekunder, terjadi selama proses
pembatubaraan dari bitumen. Sifat optis : refletivitas rendah dan flourosense tinggi
dari liptinit mulai gambut dan batubara pada tangk rendah sampai tinggi pada
batubara sub bituminus relatif stabil (Taylor 1998) dibawah mikroskop, kelompok
liptinite menunjukan warna kuning muda hingga kuning tua di bawah sinar
flouresence, sedangkan dibawah sinar biasa kelompok ini terlihat berwarna abu-abu
sampai gelap. Liptinite mempunyai berat jenis 1,0 1,3 dan kandungan hidrogen
yang paling tinggi disbanding dengan maseral lain, sedangkan kandungan volatile
matter sekitar 66 %.
17
2.5.3. Inertinit
Inertinit disusun dari materi yang sama dengang vitrinite dan liptinite tetapi dengan
proses dasar yang berbeda. Kelompok inertinite diduga berasal dari tumbuhan yang
sudah terbakar dan sebagian berasal dari hasil proses oksidasi maseral lainya atau
proses decarboxylation yang disebabkan oleh jamur dan bakteri. Kelompok ini
mengandung unsur hidrogen paling rendah dan karakteristik utamanya adalah
reflektansi yang tinggi diantara kelompok lainya. Pemanasan pada awal
penggambutan menyebabkan inertinit kaya akan karbon. Sifat khas inertinit adalah
reflektinitas tinggi, sedikit atau tanpa flouresnse, kandungan hidrogen, aromatis kuat
karena beberapa penyebab, seperti pembakaran (charring), mouldering dan
pengancuran oleh jamur, gelifikasi biokimia dan oksidasi serat tumbuhan. Sebagian
besar inertinit sudah pada bagian awal proses pembatubaraan. Inertinite mempunyai
berat jenis 1,5 2,0 dan kandungan karbon yang paling tinggi dibanding maseral
lain serta kandungan volattile matter sekitar 22,9 %.
18
diamati sebagai pengisi cleat pada batubara akibat proses presipitasi kimia pada
akhir proses pembatubaraan (Mackowsky, 1968)
Menurut Suits dan Arthur (2000) sulfat umumnya dari sedimen laut
dangkal,direduksi senyawa karbon organik menjadi hidrogen sulfida, kemudian
dioksidasi oleh geohite (FeOOH) atau hidrogen sulfida dan mereduksi ferric iron
(Fe3+) menjadi senyawa ferrous iron (Fe2+). Oksigen sering kali menembus
sedimen anaerob dan mengoksidasi hidrogen sulfida menjadi unsur sulfat (S0).
Horne et.al (1978) menjelaskan bahwa penurunan cekungan dengan kecepatan
tinggi selama sedimentasi umumnya akan menghasilkan beragam geometri dan
petrografi batubara, tetapi kandungan sulfurnya rendah. Apabila penurunan berjalan
secara perlahan maka akan menghasilkan kemenerusan lapisan secara luas tapi
kandungan sulfurnya tinggi. Mansfield and Spackman (1968) menyatakan bahwa
batubara dibawah pengaruh air laut mempunyai kandungan sulfur yang tinggi
dibandingkan yang di air tawar.Pada lingkungan pengendapan batubara yang
dipengaruhi oleh endapan laut akan menghasilkan batubara dengan kadar sulfur
yang tinggi serta pirit berbentuk framboidal dan kristal euhedral (Williams and Keith,
1963, Naeval, 1996, Cohen 1983, Davies and Raymond, 1983, Casagrande 1987
dalam International Journal of Coal Geology, 1992). Sedangkan batubara yang
terendapkan di lingkungan darat/air tawar umumnya didominasi oleh sulfur organik
dengan presentasi pirit rendah. Dilingkungan laut, pH umumnya berkisar antara 5
8 dan EH cukup rendah, kecuali pada beberapa centimeter dari permukaan. Sulfat
berlimpah dan umumnya cukup ion Fe yang hadir baik sebagai unsur terlarut dalam
air laut atau penguraian dari bahan tumbuhan dan mineral. Keadaan ini
menyebabkan aktifitas bakteri sangat berperan untuk terbentuknya sulfur.
Sedangkan lingkungan pengendapan batubara pada ait tawar (lacustrine dan rawa)
pH umumnya rendah. Sulfat terlarut juga rendah ( < 40 ppm). Sehingga sulfur yang
terbentuk sedikit karena aktifitas bakteri rendah. Dengan demikian jumlah sulfur
yang dihasilkan tergantung pada kondisi pH, Eh, konsentrasi sulfat dan untuk pirit
khususnya perlu kehadiran ion Fe dan aktivitas bakteri. Dari hasil penelitian
mengenai bentuk dan keberadaan sulfur pada batubara dan gambut. Casagrande
(1987) membuat beberapa kesimpulan yaitu :
a. Secara umum batubara bersulfur rendah (<1 %) mengandung lebih banyak sulfur
organik daripada sulfur piritik. Sebaliknya batubara dengan kandungan sulfur tinggi
lebih banyak mengandung sulfur piritik dari pada organik.
19
b. Batubara bersulfur tinggi biasanya berasosiasi dengan batuan penutup yang
berasal dari lingkungan laut
c. Kandungan sulfur pada batubara umumnya paling tinggi pada bagian roof dan
floor lapisan batubara. Batubara dengan kandungan abu dan sulfur yang rendah
biasanya terendapkan pada lingkungan darat pada saat penggambutan, dengan
lapisan penutup dan lapisan bawahnya berupa sedimen klasik yang terendapkan
pada lingkungan darat juga. Sedangkan untuk batubara dengan kandungan abu dan
sulfur yang tinggi berasosiasi dengan sedimen yang terendapkan pada lingkungan
payau atau laut (Cecil 1979)
2.7 Faktor Kualitas Batubara
Faktor faktor penentuan kualitas batubara terbagi menjadi tiga faktor yaitu
umur , tekanan dan temperatur yang mempengaruhin peringkat kualiatas batubara (
Cool Rank ) . Faktor umur yaitu seberapa lama pengendapan atau usia batubara
tersebut mulai terbentuk .Faktor temperatur adalah salah satu faktor yang
berpengaruh sangat penting karena efek panas yang berpengaruh pada endapan
batubara yang berasal dari panas bumi ,berasal dari vukanisme dan struktur geologi
. Faktor tekanan dapat diidentifikasikan kedalam pengamatan seam batubara ,
semakin dalam seam batubara terkubur jauh didalam bumi maka efek yang dapat
ditimbulkan semakin besar
20
2.9 Analisis Kualitas Batubara
Kualitas batubara adalah sifat fisika dan kimia dari batubara yang
mempengaruhi potensi kegunaannya. Kualitas batubara ditentukan oleh maseral
dan mineral matter penyusunnya, serta oleh derajat coalification (rank). Kualitas
batubara diperlukan untuk menentukan apakah batubara tersebut menguntungkan
untuk ditambang (selain dilihat dari besarnya cadangan batubara di daerah
penelitian). Umumnya untuk menentukan kualitas batubara dilakukan analisa kimia
pada batubara diantaranya berupa analisis proximate (moisture/air), analisis ultimate
(mineral matter) dan analisis maseral (organik).
a.Analisis Proximate Analisis ini dilakukan untuk menentukan jumlah air (moisture),
zat terbang (volatile matter), karbon padat (fixed carbon) dan kadar abu (ash)
(Cahyo, 2010).
b. Analisis Ultimate Analisis ini dilakukan untuk menentukan komposisi unsur kimia
pada batubara yaitu karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur, unsur tambahan
dan juga unsur jarang (Cahyo, 2010).
c. Analisis Maseral Pada penggolongan Coal Maseral, unsur moisture dan mineral
matter tetap, akan tetapi unsur organiknya dibagi berdasarkan substansi pembentuk
batubara yang terdiri dari 3 golongan atau grup maseral yaitu vitrinite, exinite atau
liptinite, dan inertinite. Ketiga kelompok maseral tersebut dapat dibedakan dari
kenampakan di bawah mikroskop yang meliputi morfologi, bentuk, ukuran, relief,
struktur dalam, komposisi kimia, warna pantul, intensitas pantul dan tingkat
pembatubaraannya, asal kejadian dan sifat-sifat fisik dan kimia yang dipunyai (Stach
dkk, 1982 dan Bustin dkk, 1983; dalam Rudy dan Dian, 2010 powerpoint presentasi
Maseral vitrinite). Klasifikasi kelompok maseral, sub-maseral dan jenis maseral
dalam petrografi batubara, yang sering dipakai oleh peneliti di Indonesia adalah
Australian Standart (AS 28561986)( Tabel 1 )
21
2.10 Klasifikasi Kualitas Batubara
Klasifikasi batubara menurut ASTM (American Society for Testing and Materials)
diklasifikasikan menjadi beberapa kelas
22
terhadap standar reflectance spinel sintetik untuk dapat memperoleh ketelitian
pengukuran. Pengukuran reflectance vitrinite adalah pengukuran terhadap besarnya
sinar yang dipantulkan kembali (refleksi) oleh maseral vitrinite yang dinyatakan
dalam persentase (tabel 3).
23
BAB III
PENUTUP
3.1Kesimpulan
3.2 Saran
Dalam membuat makalah ini tentunya penulis tidak luput dari salah sehingga
bila terdapat beberapa kesalahan harap dimaklumi dan juga bagi pembaca
diharapkan dapat menambah wawasan baru serta menjadi referensi yang berharga
bagi para pembaca
24
DAFTAR PUSTAKA
http://www.cahangon.net/statistik/k orelasi-linier-sederhana.html.(Diakses
2016).
http://www.ptba.co.id/id/knowledge/index/5/terjadinya-batubara
http://www.slideshare.net/AndreiHadijaya/tambang-eksplorasi-t-p-b
25