Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

IDENTIFIKASI BATUBARA
YANG DITINJAU DARI PETROLOGI DAN GEOKIMIA

DISUSUN OLEH :

FINKA YUQIANTI (03071181419031)

M. SATRIA RAMDANI (03071281419042)

YUNIARTI WIDYANINGRUM (03071181419018)

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah swt, atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan Makalah Batubara yang ditinjau dari Sisi
Petrologi dan Geokimia ini.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya
kepada Ibu Idarwati, S.T.,M.T dan Ibu Dr. Ir. Endang Wiwik Dyah Hastuti, M.SC
selaku dosen pembimbing mata kuliah Petrologi dan Geokimia. Terimakasih juga
kepada kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan semangat, doa dan
kasih sayang yang berlimpah kepada kami serta teman-teman sekelompok yang
mampu berkerja sama.
Semoga laporan ini nantinya dapat bermanfaat bagi saya maupun orang lain.

Indralaya, 5 November 2016


Penyusun

Kelompok

2
DAFTAR ISI
CAVER ................................................................................................................. 1
KATA PENGANTAR ............................................................................................. 2
DAFTAR ISI .......................................................................................................... 3
BAB I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang ................................................................................................ 5
I.2. Rumusan Masalah ..........................................................................................5
I.3. Manfaat dan Tujuan ........................................................................................ 5
BAB II. PEMBAHASAN
2.1. Pengertian ...................................................................................................... 6
2.1.1 Pengertian Batubara Menurut Para Ahli ............................................. 6
2.1.2 Pengertian Petrologi Batubara Menurut Para Ahli ............................... 6
2.1.3 Pengertian Geokimia Batubara Menurut Para Ahli .............................. 7
2.2. Proses Pembentukan Batubara ....................................................................8
2.2.1 Teori Pambatubaraan ......................................................................... .8
2.2.2 Penggambutan (Peatification) ..............................................................8
2.2.3 Pembatubaraan (Coalitification) ........................................................... 9
2.3. Fasies Batubara .............................................................................................11
2.3.1 Tipe Pengendapan............................................................................... 11
2.3.2 Tumbuhan Pembentukan Batubara ..................................................... 12
2.3.3 Lingkungan Pengendapan ................................................................... 13
2.3.4 Komponen Komponen yang Mempengaruhi Pembentukan
Batubara ...............................................................................................13
2.4. Karateristik Lingkungan Pengendapan ........................................................... 13
2.4.1 Karateristik Lingkungan Pengendapan Menurut Diesel (1992) ............15
2.4.2 Karateristik Lingkungan Pengendapan Menurut Horne (1978) ............ 15
2.5. Maseral pada Batubara .................................................................................. 17
2.5.1 Vitrinit ...................................................................................................17
2.5.2 Liptinit (Exinit) ...................................................................................... 17
2.5.3 Inertinit ................................................................................................. 18
2.6. Pengaruh Sulfur terhadap Batubara ...............................................................18
2.7. Faktor Kualitas Batubara ................................................................................ 20
2.8. Parameter Kualitas Batubara ......................................................................... 20
3
2.9. Klasifikasi Kualitas Batubara .......................................................................... 21
2.11. Metode Pengamatan Maseral Batubara ....................................................... 22
2.12. Pengukuran Rasio Pantulan (Reflectance) .................................................. 22
BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan ....................................................................................................24
3.2. Saran .............................................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 25

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di


dunia. Dengan banyaknya penduduk tersebut maka dibutuhkan suplai energi yang
besar untuk berbagai aktivitas masyakarakat mulai dari akomodasi transportasi
hingga listrik. Batubara merupakan salah satu bahan tambang yang eksis sebagai
pembangkit listrik maupun kereta uap. Oleh karena itu dibutuhkannya banyak
batubara dalam berbagai keseharian yang membuat pentingnya kajian mengenai
batubara secara petrologi ataupun secara geokimia. Secara petrologi berarti kajian
ini lebih condong kepada proses terbentuknya batubara dan Geokimia lebih kepada
kualitas batubara. Mengetahui proses terbentuknya batubara bermanfaat untuk
mengetahui keterdapatan batubara dalam perut bumi . sehingga sewaktu-waktu
cadangan batubara menipis kita dapat mencarinya. Sementara analisis geokimia
berguna untuk menentukan kandungan apa saja yang ada di dalam batubara
sehingga didapat nilai ekonomis suatu batubara.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu batubara ?


2. Apa yang dimaksud dengan Petrologi dan Geokimia ?
3. Bagaimana proses terbentuknya Batubara ?
4. Apa saja yang mempengaruhi pembentukan batubara ?
5. Apa yang membuat kualitas batubara berbeda ?

1.3 Manfaat dan Tujuan

1.3.1 Manfaat

1. Dapat menambah wawasan untuk para pelajar terutama mahasiswa


2. Dapat dijadikan sebagai referensi pembuatan tugas
3. Dapat menjadi arsip yang berguna bagi penulis

1.3.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari batubara,petrologi serta geokimia


2. Untuk memahami proses terbentuknya batubara
3. Untuk mengetahui kandungan maseral dalam batubara
4. Untuk mengetahui proses apa saja yang mempengaruhi pembentukan
batubara
5. Untuk mengetahui tingkat ekonomis batubara

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Menurut Para Ahli

2.1.1. Pengertian Batubara Menurut Para Ahli

a.Menurut Wolf, 1984 dalam Anggayana (2002) Batubara adalah Salah satu
Sedimen padat yang berasal dari sisa tumbuhan yang telah mengalami
penghumifikasian dalam jangka waktu yang cukup lama ( jutaan tahun ). Proses ini
dipengaruhin oleh faktor fisika dan kimia yang ditandain oleh perubahan warna
coklat sampai kehitaman yang mengakibatkan pengkayaan kandungan Carbon.

b.Menurut Cook ( 1999 ) batubara merupakan proses sedimentasi yang berasal dari
sisa tumbuhan yang terakumulasikan menjadi gambut . hal ini dapat terjadi
disebabkan oleh tekanan dan suhu.

c.Menurut Spackman (1958) Batubara adalah suatu benda padat karbonan


berkomposisi maseral tertentu.

d.Menurut The lnternational Hand Book of Coal Petrography (1963)Batubara adalah


batuan sedimen yang mudah terbakar, terbentuk dari sisa-sisa tanaman dalam
variasi tingkat pengawetan, diikat oleh proses kompaksi dan terkubur dalam
cekungan-cekungan pada kedalaman yang bervariasi, dari dangkal sampai dalam.

d.Menurut Thiessen (1974) Batubara adalah suatu benda padat yang kompleks,
terdiri dari bermacam-macam unsur kimia atau merupakan benda padat organik
yang sangat rumit.

e.Menurut Achmad Prijono, dkk. (1992) Batubara adalah bahan bakar hydro-karbon
padat yang terbentuk dari tumbuh-tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen dan
terkena pengaruh temperatur serta tekanan yang berlangsung sangat lama.

2.1.2.Pengertian Petrologi Batubara Menurut Para Ahli

a. Petrografi batubara adalah ilmu yang mempelajari komponen-komponen organik


(maceral) dan anorganik (mineral matter) secara mikroskopik. Seperti pada
petrografi mineral, petrografi batubara memerikan komponen-komponen penyusun
batubara secara kualitatif dan kuantitatif untuk mengetahui asal mula dan genesa
pembentukkan batubara ( Schoft (1956) dan Bustin, dkk (1983) (dikutip dari
Rahmad, B., 2001) )

2.1.3. Pengertian Geokimia Batubara Menurut Para Ahli

6
a. Geokimia adalah ilmu yang mempelajari tentang kandungan unsur dan isotop
dalam bumi yang berkaitan dengan kelimpahan dan hukuman hukuman
pengontrol.

2.2 Proses Pembentukan Batubara

2.2.1 Teori Teori Pembatubaraan

2.2.1.1 Teori Insitu :

Bahan2 pembentuk lapisan batubara terbentuk ditempat dimana tumbuh2an


asal itu berada. Dengan demikian setelah tumb mati, belum mengalami proses
transportasi segera tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami proses
coalification.Ciri : Penyebaran luas dan merata,Kualitas lebih baik, Contoh Muara
Enim . Teori ini dapat diliat pada (Gambar 1)

Gambar 1 : Teori Insitu (Sumber : http://www.ptba.co.id)

2.2.1.2 Teori Drift:

Bahan2 pembtk lapisan batubara terjadi ditempat yang berbeda dengan


tempat tumbuhan semula hidup dan berkembang. Dengan demikian tumbuhan yang
telah mati mengalami transportasi oleh media air dan terakumulasi disuatu tempat,
tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami coalification.Ciri :Penyebaran tdk luas

7
ttp banyak,kualitas kurang baik (mengandung psr pengotor), Cth : pengendapan
delta di aliran sungai mahakam. Teori ini dapat diliat pada ( Gambar 2 )

Gambar 2 : Teori Drift ( Sumber :http://www.ptba.co.id)

2.2.2 Penggambutan (PEATIFICATION)

Penggambutan adalah salah satu sedimen organik yang berasal dari sisa
tumbuhan yang telah mati atau hancur dipermukaan dan mengalami pembusukan
sehingga bentuk asal tumbuhan tersebut tidak terlihat lagi . Pembentukan gambut
merupakan tahap awal terbentuknya batu bara. Gambut terbentuk di lahan basah
yang disebut mire.. Proses pembusukan dan penghancuran disebabkan oleh
aktivitas bakteri dan oksidasi. Menurut pendapat bend ( 1992 ) dalam diessel ( 1992
) faktor penggambutan dipengruhin oleh berbagai faktor yaitu : Evolusi tumbuhan ,
iklim dan geografi dan tektonik daerah .

Pembentukan mire dan karakteristik gambut yang dihasilkan bergantung pada


beberapa faktor, yaitu evolusi tumbuhan, iklim, serta paleogeografi dan struktur
geologi daerah. Endapan gambut yang tebal dapat terbentuk apabila (1) muka air
naik secara perlahan-lahan sehingga muka air tanah konstan mengikuti permukaan
endapan gambut, (2) mire terlindung dari penggenangan (banjir) oleh air sungai
maupun air laut, dan (3) tidak ada interupsi oleh endapan sungai.

Berdasarkan lingkungan pengendapannya, mire dapat dibedakan menjadi 2,


yaitu paralic mire dan limnic mire. Miredisebut sebagai paralic apabila terhubung
dengan laut atau daerah pesisir, misalnya laguna, estuarin, delta, dan teluk. Apabila
terhubung dengan air tawar, mire disebut limnic, misalnya danau dan rawa. Secara
umum, mire dapat dibedakan menjadi (1) topogenous mire apabila pembentukan
gambut terjadi pada suatu level air yang tinggi dan (2)ombrogenous mire (raised

8
bog) apabila ketinggian air berada di bawah permukaan gambut dan gambut
memperoleh air terutama dari air hujan. Dibawah menunjukkan proses
pembentukan raised bog ( Gambar 3 )

Gamabar 3 : Contoh evolusi mire yang menunjukkan pembentukan raised


bog (McCabe, 1987).

2.2.3 Pembatubaraan (COALIFICATION)

2.2.3.1 Proses pembatubaraan pada batubara yaitu terdiri atas gambut


menjadi lignit, subbituminuous, bitominous, antracite hingga meta-antracite
(Susilawati, 1992 dalam Sunarijanto, 2008: 5).Dapat diamatin pada( Gambar 4 )
dibawah ini

9
Gambar 4 : Proses Pembatubaraan ( Sumber : http://www.ptba.co.id)

Secara berurutan, proses yang dilalui oleh endapan sisa-sisa tumbuhan


sampai menjadi batubara yang tertinggi kualitasnya adalah sebagai berikut:

1.Sisa-sisa tumbuhan mengalami proses biokimia berubah menjadi gambut (peat);

2.Gambut mengalami proses diagenesis berubah menjadi batubara muda (lignite)


atau disebut juga batubara coklat (brown coal);

3.Batubara muda (lignite atau brown coal) menerima tekanan dari tanah yang
menutupinya dan mengalami peningkatan suhu secara terus menerus dalam waktu
jutaan tahun, akan berubah menjadi batubara subbituminus (sub-bituminous coal);

4.Batubara subbituminus tetap mengalami peristiwa kimia dan fisika sebagai akibat
dari semakin tingginya tekanan dan temperatur dan dalam waktu yang semakin
panjang, berubah menjadi batubara bituminus (bitumninous coal);

5.Batubara bitumninus ini juga mengalami proses kimia dan fisika, sehingga
batubara itu semakin padat, kandungan karbon semakin tinggi, menyebabkan warna
semakin hitam mengkilat. Dalam fase ini terbentuk antrasit (anthracite);

6.Antrasit, juga mengalami peningkatan tekanan dan temperatur, berubah menjadi


meta antrasit (meta anthrasite);

7.Meta antrasit selanjutnya akan berubah menjadi grafit (graphite). Peristiwa


perubahan atrasit menjadi grafit disebut dengan penggrafitan (graphitization).

2.2.3.2 Faktor-Faktor dalam pembentukan batubara sangat berpengaruh


terhadap bentuk maupun kualitas dari lapisan batubara. Beberapa faktor yang
berpengaruh dalam pembentukan batubara adalah :

1.Material dasar, yakni flora atau tumbuhan yang tumbuh beberapa juta tahun yang
lalu, yang kemudian terakumulasi pada suatu lingkungan dan zona fisiografi dengan
iklim clan topografi tertentu. Jenis dari flora sendiri amat sangat berpengaruh
terhadap tipe dari batubara yang terbentuk.

2.Proses dekomposisi, yakni proses transformasi biokimia dari material dasar


pembentuk batubara menjadi batubara. Dalam proses ini, sisa tumbuhan yang
terendapkan akan mengalami perubahan baik secara fisika maupun kimia.

3.Umur geologi, yakni skala waktu (dalam jutaan tahun) yang menyatakan berapa
lama material dasar yang diendapkan mengalami transformasi. Untuk material yang
diendapkan dalam skala waktu geologi yang panjang, maka proses dekomposisi
yang terjadi adalah fase lanjut clan menghasilkan batubara dengan kandungan
karbon yang tinggi.

4.Posisi geotektonik, yang dapat mempengaruhi proses pembentukan suatu


lapisan batubara dari :
10
o Tekanan yang dihasilkan oleh proses geotektonik dan menekan
lapisan batubara yang terbentuk.
o Struktur dari lapisan batubara tersebut, yakni bentuk cekungan stabil,
lipatan, atau patahan.
o Intrusi magma, yang akan mempengaruhi dan/atau merubah grade
dari lapisan batubara yang dihasilkan.
o Lingkungan pengendapan, yakni lingkungan pada saat proses
sedimentasi dari material dasar menjadi material sedimen. Lingkungan
pengendapan ini sendiri dapat ditinjau dari beberapa aspek sebagai
berikut:
Struktur cekungan batubara, yakni posisi di mana material dasar
diendapkan. Strukturnya cekungan batubara ini sangat
berpengaruh pada kondisi dan posisi geotektonik.
Topografi dan morfologi, yakni bentuk dan kenampakan dari
tempat cekungan pengendapan material dasar. Topografi dan
morfologi cekungan pada saat pengendapan sangat penting
karena menentukan penyebaran rawa-rawa di mana batubara
terbentuk. Topografi dan morfologi dapat dipengaruhi oleh
proses geotektonik.
Iklim, yang merupakan faktor yang sangat penting dalam proses
pembentukan batubara karena dapat mengontrol pertumbuhan
flora atau tumbuhan sebelum proses pengendapan. Iklim
biasanya dipengaruhi oleh kondisi topografi setempa

2.3 Fasies Batubara

2.3.1 Tipe pengendapan

a. Autochtonous

Pengendapan dari tumbuhan yang kemudian menjadi gambut ditempat yang sama
tanpa mengalami proses transportasi.

b. Allochtonous

Pengendapan dari tumbuhan yang mati kemudian mengalami penghancuran. Sisa -


sisa dari tumbu han yang hancur kemudian ikut terbawa (tertransportasi) ke tempat
lain. Akibat proses transportasi tersebut, sisa - sisa tumbuhan yang hancur tersebut
banyak mengandung mineral matter (abu).

2.3.2 Tumbuhan Pembentukan Batubara

Merupakan tingkatan dari tipe rawa gambut yang menjadi bahan batubara yaitu
daerah air terbuka dengan tumbuhan air, rawa terbuka yang berisi ilalang, rawa di
hutan serta rawa lumut.

11
Gambar 5 : Urutan tipe rawa gambut (Taylor, 1998)

Berdasarkan jenis tumbuhan yang menjadi bahan (pembentukkannya.rawa gambut


terbagi menjadi 4 (Martini dan Glooscenko, 1984 dalam Diessel,1992), yaitu:

a. Bog: merupakan rawa tempat dari jenis tumbuhan yang sangat sedikit mendapat
suplay makanan seperti lumut atau tanaman perambat.

b. Fen: merupakan rawa tempat transisi antara daerah yang melipah airnya dengan
daerah kering sehingga ditumbuhi oleh tanaman jenis perdu dan beberapa pohon
lain.

c. Marsh: rawa yang terdapat di sekitar pinggir danau atau laut yang ditumbuhi oleh
tumbuhan perdu dan tanaman.

d. Swamp: rawa yang terbentuk daerah beriklim tropis dengan curah hujan cukup
tinggi sehingga banyak ditumbuhi oleh tanaman berkayu.

2.3.3 Lingkungan pengendapan

Lingkungan pengendapan berhubungan dengan pembentukan batubara itu sendiri


yang mencakup distribusi lateral, ketebalan, komposisi dan kualitas. Lingkungan
pengendapan terbagi menjadi:

a. Telmatis/Terestrial: daerah pasang surut yang menyebabkan tidak terjadinya


transportasi pada gambut (in situ).

b. Limnik : Lingkungan ini terendapkan di bawah air rawa danau. Batubara yang
terendapkan pada lingkungan telmatis dan limnis sulit dibedakan karena pada forest
Swamp biasanya ada bagian yang berada di bawah air (feed Swamp)

c. Marine: daerah yang menghasilkan batubara dengan kandungan kaya abu, S dan
N yang mengandung fosil laut. Sedangkan untuk daerah dengan iklim tropis,

12
lingkungan pengendapannya yaitu hutan mangrove (bakau) dengan kandungan S
yang melimpah.

d. Ca-rich: lingkungan pengendapan ini terjadi pada daerah payau dengan kondisi
oksigen terbatas sehingga melimpah akan Ca. Pada lingkungan ini juga terendapkan
banyak fosil dan bitumen

2.3.4 Komponen Komponen yang Mempengaruhi Pembentukan Batubara

1. Persedian Bahan Makanan


Lingkungan pengendapan juga memiliki persediaan bahan makanan yang berbeda
satu sama lain. Lingkungan pengendapat tersebut yaitu rawa eutrofik, mesotrofik
dan ologotrofik. Rawaeutrofik merupakan daerah yang menerima air tanah (Low
Moor) sehingga mengandung banyak nutrisi. Sedangkan rawa oligotropik (High
Moor) tidak mengandung banyak nutrisi akibat hanya mendapat suplay air dari
hujan.
2. PH, Aktivitas Bakteri, dan Sulfur
PH, bakteri da sulfur merupakan komponen penitng dalam proses dekomposisi
struktur dan kimia dari sisa tumbuhan. Bakteri hidup di air yang mengandung PH
mendekati basa. Semakin asam air pada suatu rawa, maka keberadaan bakteri
akan sedikit dan tumbuhan yang akan menjadi batubara seperti kayu akan akan
terawetkan dengan lebih baik. Bakteri sulfur mempunyai peran khusus pada gambut
(lumpur organik) untuk membentuk pirit atau markasit singenetik dengan adanya
sulfat dalam gambut tersebut.
3. Temperature
Temperature
Suhu berperan dalam mengubah kandungan asam/basa air dalam suatu rawa.
Apabila suhu hangat dan basah, akan membuat bakteri berkembang dengan baik
sehingga proses kimia yang melibatkan peran organisme tersebut semakin baik
pula. Proses kimia ini berperan dalam dekomposisi primer. Temperatur tertinggi
untuk bakteri penghancur sellulosa pada gambut adalah 35 40oC

2.4.Karakteristik lingkungan pengendapan


2.4.1 batubara Karakteristik lingkungan pengendapan menurut Diessel (1992)
1. Braid Plain: merupakan dataran aluvial diantara pegunungan dengan batubara
yang memiliki komposisi gambut ombrogenik yang mempunyai penyebaran lateral
terbatas dengan ketebalan rata-rata 1,5 m.Komposisi batubara tersebut mterdiri dari
13
abu, total sulfur, dan vitrinit. Ketiga komponen tersebut rendah pada suatu kondisi
tertentu. Sedangkan pada daerah yang memiliki iklim tropis kandungan vitrinitnya
tinggi. dibagian tengah terdapat maseral inertinit berjumlah 28% sedangkan inertinit
(semifusinit) memiliki kandungan besar yang berhubungan dengan nilai TPI relatif
tinggi.
2. Alluvial Valley dan Upper Delta Plain
Zona transisi dari lembah dan daratan alluvial dengan dataran delta membentuk
Alluvial Valley dan Upper Delta Plain. Hal ini menyebakan lapisan batubara
umumnya memiliki ketebalan bervariasi dan endapan sedimen terutama terdiri atas
perselingan batupasir dan lanau/lempung.
3. Lower Delta Plain
Daerah ini merupakan lingkungan laut yang berhubungan dengan sedimentasi. Saat
pasang naik air laut akan membawa nutrisi kedalam rawa gambut sehingga
memungkinkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik, namun di sisi lain dengan
naiknya batas pasang maka akan ternendapkan sedimen klasitik halus yang akan
menjadi pengotor dalam batubara. Selain itu, laut juga akan menambahkan
kandungan pirit menjadi lebih banyak. Batubara yang terendapkan pada daerah ini
memiiki kandungan inertinit rendah dengan nilai GI tinggi dan vitrinit rendah dengan
penyebaran luas dan ketebalan tipis.
4. Barrier Beach
Merupakan daerah yang bermofologi garis pantai yang dipengaruhi gelombang
pasang dan arus. Rawa gambut pada barrier beach memiliki permukaan yang relatif
lebih rendah terhadap muka air laut sehingga sering kebanjiran dan ditumbuhi alang-
alang. Gambut yang akan terakumulasi di suatu tempat jika fluktuasi air pasang tidak
tinggi sehingga timbunan material gambut tidak berpindah tempat. Dengan demikian
rawa gambut pada lingkungan ini sangat dipengaruhi oleh regresi dan trangresi air
laut.

14
Gambar 6 : Sketsa lingkungan pengendapan dan kondisi akumulasi gambut
(Diessel, 1992)
2.4.1 batubara Karakteristik lingkungan pengendapan menurut Horne (1978)
Horne (1978) dalam Bambang Kuncoro Prasongko, 1996sebaran, ketebalan,
kemenerusan, kondisi roof dan kandungan sulfur batubara serta peran tektonik
berasosiasi dengan lingkungan pengendapan untuk pembentukan lapisan batubara.
Lingkungan pengendapan bahwa:

a. Lingkungan Barrier dan Back-barrier


- Lingkungan barrier mempunyai peranan penting yaitu menutup pengaruh
oksidasi dari air laut dan mendukung pembentukan gambut di bagian dataran,
criteria utama lingkungan barrier adalah hubungan lateral dan vertikal dari struktur
sedimen dan pengenalan tekstur batupasirnya, ke arah laut, butirannya menjadi
halus dan berselang seling dengan serpih gampingan merah kecoklatan sampai
hijau, batuan karbonat dengan fauna laut ke arah darat membentuk gradasi menjadi
serpih berwarna abu-abu gelap sampai hijau tua yang mengandung fauna air payau,
akibat pengaruh gelombang dan pasang surut, sehingga batupasir di lingkungan
barrier lebih bersih dan sortasi yang lebih baik daripada lingkungan sekelilingnya
meskipun memiliki sumber yang sama, penampang lingkungan pengendapan pada
bagian Back Barier Batubara yang terbentuk cenderung menunjukkan bentuk
memanjang, berorientasi sejajar dengan arah orientasi dari penghalang dan sering
juga sejajar dengan jurus pengendapan. Bentuk perlapisan batubara yang dihasilkan
mungkin berubah sebagian oleh aktivitas tidal channel pada post depositional atau
bersamaan dengan proses sedimentasi.

15
-Back barrier: tipis, sebaran memanjang sejajar sistem penghalang atau sejajar jurus
perlapisan, bentuk lapisan melembar karena pengaruh tidal channel setelah
pengendapan atau bersamaan dengan proses pengendapan dan kandungan sulfur

b. Lingkungan lower delta plain


Lower deltaplain: tipis, sebaran sepanjang channel atau jurus pengendapan, ditandai
hadirnya splitting oleh endapan crevasse splay dan kandungan sulfur agak tinggi.
Litologinya didominasi oleh urutan serpih dan batulanau yang mengkasar ke arah
atas, ketebalannya berkisar antara 15-55 m dengan pelamparan lateral. Pada
bagian bawah dari teluk tersusun atas lempung-serpih abu-abu gelap sampai hitam
yang merupakan litologi dominan, kadang- kadang terdapat batugamping dan
mudstone siderite yang sebarannya tidak teratur, pada bagian atas sikuen ini
terdapat batupasir berukuran ripples dan struktur lain yang ada hubungannya
dengan arus, hal ini menunjukkan adanya penambahan energi pada
perairan dangkal ketika teluk terisi endapan.

c. Lingkungan trantitional lower delta plain


Transisional Lower Delta Plain: Tebal dapat lebih dari 10 m, sebaran luas cenderung
memanjang sejajar jurus pengendapan, kemenerusan lateral sering terpotong
channel,di tandai splitting akibat adanya Channel kontemporer dan Washout oleh
Channel subsekuen dan kandungan sulfur agak rendah. Zona di antara lower dan
upper delta plain di tandai zona transisi yang mengandung karakteristik litofasies
keduanya.
d. Lingkungan upper delta plain fluvial
Upper Delta Plain dan Lower Delta Plain dan merupakan yang paling tebal dan
penyebarannya juga paling luas karena perkembangan rawa yang ekstensif pada
pengisian yang hampir lengkap dari teluk yang interdistribusi. Upper delta plain-
fluvial: tebal dapat mencapai lebih dari 10 meter, sebaran luas cenderung
memanjang sejajar jurus pengendapan, kemenerusan lapisan lateral sering
terpotong channel, di tandai splitting akibat channel kontemporer dan washout
olehchannel subsekuen dan kandungan sulfur rendah.

16
2.5 Maseral Pada Batubara
2.5.1. Vitrinit
Vitrinit adalah hasil dari proses pembatubaraan materi humic yang berasal
dariselulosa (C6H10O5) dan lignin dinding sel tumbuhan yang mengandung serat
kayu (woody tissue) seperti batang, akar, daun. Vitrinit adalah bahan utama
penyusun batubara di indonesia (>80 %). Dibawah mikroskop, kelompok maseral ini
memperlihatkan warna pantul yang lebih terang dari pada kelompok liptinit, namun
lebih gelap dari kelompok inertinit, berwarna mulai dari abu-abu tua hinggga abu-abu
terang. Kenampakan dibawah mikroskop tergantung dari tingkat pembantubaraanya
(rank), semakin tinggi tingkat pembatubaraan maka warna akan semakin terang.
Kelompok vitrinit mengandung unsur hidrogen dan zat terbang yang presentasinya
berada diantara inertinit dan liptinit. Mempunyai berat jenis 1,3 1,8 dan kandungan
oksigen yang tinggi serta kandungan volatille
matter sekitar 35,75 %.
2.5.2. Liptinit (Exinit)
Liptinit tidak berasal dari materi yang dapat terhumifikasikan melainkan berasal dari
sisa tumbuhan atau dari jenis tanaman tingkat rendah seperti spora, ganging
(algae), kutikula, getah tanaman (resin) dan serbuk sari (pollen). Berdasarkan
morfologi dan bahan asalnya, kelompok liptinit dibedakan menjadi sporinite (spora
dan butiran pollen), cuttinite (kutikula), resinite (resin/damar), exudatinite (maseral
sekunder yang berasal dari getah maseral liptinit lainya yang keluar dari proses
pembantubaraan), suberinite (kulit kayu/serat gabus), flourinite (degradasi dari
resinit), liptoderinit (detritus dari maseral liptinite lainya), alganitie (gangang) dan
bituminite (degradasi dari material algae). Relatif kaya dengan ikatan alifatik
sehingga kaya akan hidrogen atau bisa juga sekunder, terjadi selama proses
pembatubaraan dari bitumen. Sifat optis : refletivitas rendah dan flourosense tinggi
dari liptinit mulai gambut dan batubara pada tangk rendah sampai tinggi pada
batubara sub bituminus relatif stabil (Taylor 1998) dibawah mikroskop, kelompok
liptinite menunjukan warna kuning muda hingga kuning tua di bawah sinar
flouresence, sedangkan dibawah sinar biasa kelompok ini terlihat berwarna abu-abu
sampai gelap. Liptinite mempunyai berat jenis 1,0 1,3 dan kandungan hidrogen
yang paling tinggi disbanding dengan maseral lain, sedangkan kandungan volatile
matter sekitar 66 %.

17
2.5.3. Inertinit
Inertinit disusun dari materi yang sama dengang vitrinite dan liptinite tetapi dengan
proses dasar yang berbeda. Kelompok inertinite diduga berasal dari tumbuhan yang
sudah terbakar dan sebagian berasal dari hasil proses oksidasi maseral lainya atau
proses decarboxylation yang disebabkan oleh jamur dan bakteri. Kelompok ini
mengandung unsur hidrogen paling rendah dan karakteristik utamanya adalah
reflektansi yang tinggi diantara kelompok lainya. Pemanasan pada awal
penggambutan menyebabkan inertinit kaya akan karbon. Sifat khas inertinit adalah
reflektinitas tinggi, sedikit atau tanpa flouresnse, kandungan hidrogen, aromatis kuat
karena beberapa penyebab, seperti pembakaran (charring), mouldering dan
pengancuran oleh jamur, gelifikasi biokimia dan oksidasi serat tumbuhan. Sebagian
besar inertinit sudah pada bagian awal proses pembatubaraan. Inertinite mempunyai
berat jenis 1,5 2,0 dan kandungan karbon yang paling tinggi dibanding maseral
lain serta kandungan volattile matter sekitar 22,9 %.

Gambar 7 : Maseral vitrinit, inertinit dan liptinit (Identification of Coal


Components, Kentucky Geological Survey, 2006)
2.6 Pengaruh Sulfur terhadap Batubara
Sulfur dalam batubara terdapat dalam bentuk inorganik, dan organik. Sulfur
inorganik banyak ditemui dalam bentuk senyawa sulfida ( piritik) dan sulfat. Sulfida
organik adalah unsur atau senyawa sulfur yang terikat dalam rantai hidrokarbon
material organik. Umumnya komponen sulfur dalam batubara terdapat sebagai sulfur
syngenetic yang erat hubunganya dengan proses fisika dan kimia selama proses
penggambutan (Mayers, 1982) dan juga sebagai sulfur epigenetik yang dapat

18
diamati sebagai pengisi cleat pada batubara akibat proses presipitasi kimia pada
akhir proses pembatubaraan (Mackowsky, 1968)
Menurut Suits dan Arthur (2000) sulfat umumnya dari sedimen laut
dangkal,direduksi senyawa karbon organik menjadi hidrogen sulfida, kemudian
dioksidasi oleh geohite (FeOOH) atau hidrogen sulfida dan mereduksi ferric iron
(Fe3+) menjadi senyawa ferrous iron (Fe2+). Oksigen sering kali menembus
sedimen anaerob dan mengoksidasi hidrogen sulfida menjadi unsur sulfat (S0).
Horne et.al (1978) menjelaskan bahwa penurunan cekungan dengan kecepatan
tinggi selama sedimentasi umumnya akan menghasilkan beragam geometri dan
petrografi batubara, tetapi kandungan sulfurnya rendah. Apabila penurunan berjalan
secara perlahan maka akan menghasilkan kemenerusan lapisan secara luas tapi
kandungan sulfurnya tinggi. Mansfield and Spackman (1968) menyatakan bahwa
batubara dibawah pengaruh air laut mempunyai kandungan sulfur yang tinggi
dibandingkan yang di air tawar.Pada lingkungan pengendapan batubara yang
dipengaruhi oleh endapan laut akan menghasilkan batubara dengan kadar sulfur
yang tinggi serta pirit berbentuk framboidal dan kristal euhedral (Williams and Keith,
1963, Naeval, 1996, Cohen 1983, Davies and Raymond, 1983, Casagrande 1987
dalam International Journal of Coal Geology, 1992). Sedangkan batubara yang
terendapkan di lingkungan darat/air tawar umumnya didominasi oleh sulfur organik
dengan presentasi pirit rendah. Dilingkungan laut, pH umumnya berkisar antara 5
8 dan EH cukup rendah, kecuali pada beberapa centimeter dari permukaan. Sulfat
berlimpah dan umumnya cukup ion Fe yang hadir baik sebagai unsur terlarut dalam
air laut atau penguraian dari bahan tumbuhan dan mineral. Keadaan ini
menyebabkan aktifitas bakteri sangat berperan untuk terbentuknya sulfur.
Sedangkan lingkungan pengendapan batubara pada ait tawar (lacustrine dan rawa)
pH umumnya rendah. Sulfat terlarut juga rendah ( < 40 ppm). Sehingga sulfur yang
terbentuk sedikit karena aktifitas bakteri rendah. Dengan demikian jumlah sulfur
yang dihasilkan tergantung pada kondisi pH, Eh, konsentrasi sulfat dan untuk pirit
khususnya perlu kehadiran ion Fe dan aktivitas bakteri. Dari hasil penelitian
mengenai bentuk dan keberadaan sulfur pada batubara dan gambut. Casagrande
(1987) membuat beberapa kesimpulan yaitu :
a. Secara umum batubara bersulfur rendah (<1 %) mengandung lebih banyak sulfur
organik daripada sulfur piritik. Sebaliknya batubara dengan kandungan sulfur tinggi
lebih banyak mengandung sulfur piritik dari pada organik.
19
b. Batubara bersulfur tinggi biasanya berasosiasi dengan batuan penutup yang
berasal dari lingkungan laut
c. Kandungan sulfur pada batubara umumnya paling tinggi pada bagian roof dan
floor lapisan batubara. Batubara dengan kandungan abu dan sulfur yang rendah
biasanya terendapkan pada lingkungan darat pada saat penggambutan, dengan
lapisan penutup dan lapisan bawahnya berupa sedimen klasik yang terendapkan
pada lingkungan darat juga. Sedangkan untuk batubara dengan kandungan abu dan
sulfur yang tinggi berasosiasi dengan sedimen yang terendapkan pada lingkungan
payau atau laut (Cecil 1979)
2.7 Faktor Kualitas Batubara

Faktor faktor penentuan kualitas batubara terbagi menjadi tiga faktor yaitu
umur , tekanan dan temperatur yang mempengaruhin peringkat kualiatas batubara (
Cool Rank ) . Faktor umur yaitu seberapa lama pengendapan atau usia batubara
tersebut mulai terbentuk .Faktor temperatur adalah salah satu faktor yang
berpengaruh sangat penting karena efek panas yang berpengaruh pada endapan
batubara yang berasal dari panas bumi ,berasal dari vukanisme dan struktur geologi
. Faktor tekanan dapat diidentifikasikan kedalam pengamatan seam batubara ,
semakin dalam seam batubara terkubur jauh didalam bumi maka efek yang dapat
ditimbulkan semakin besar

2.8 Parameter Kualitas Batubara

Penambangan pasti mempunyai komposisi bahan pengotor (impurities). Pada


saat terbentuknya batubara selalu bercampur dengan mineral penyusun batuan
yang selalu terdapat bersamaan selama proses sedimentasi. Selain itu selama
proses coalification terbentuk unsur S. Keberadaan pengotor pada saat proses
penambangan memperparah lagi, dengan adanya kenyataan bahwa tidak mungkin
membersihkan atau memilih batubara yang bebas dari mineral pengotor. Menurut
Sukandarrumidi (2005) ada beberapa parameter yang harus diperhatikan untuk
menentukan kualitas batubara, yaitu:

1. Heating Value (HV) (Calorific Value/ Nilai Kalor)


2. Moisture Content (Komposisi Lengas)
3. Ash content (Komposisi Abu)
4. Sulfur content (Komposisi Belerang)
5. Volatile matter (Bahan mudah menguap)
6. Fixed Carbon
7. Hardgrove Grindability Index (HGI)
8. Ash Fusion Character of Coal

20
2.9 Analisis Kualitas Batubara

Kualitas batubara adalah sifat fisika dan kimia dari batubara yang
mempengaruhi potensi kegunaannya. Kualitas batubara ditentukan oleh maseral
dan mineral matter penyusunnya, serta oleh derajat coalification (rank). Kualitas
batubara diperlukan untuk menentukan apakah batubara tersebut menguntungkan
untuk ditambang (selain dilihat dari besarnya cadangan batubara di daerah
penelitian). Umumnya untuk menentukan kualitas batubara dilakukan analisa kimia
pada batubara diantaranya berupa analisis proximate (moisture/air), analisis ultimate
(mineral matter) dan analisis maseral (organik).

a.Analisis Proximate Analisis ini dilakukan untuk menentukan jumlah air (moisture),
zat terbang (volatile matter), karbon padat (fixed carbon) dan kadar abu (ash)
(Cahyo, 2010).

b. Analisis Ultimate Analisis ini dilakukan untuk menentukan komposisi unsur kimia
pada batubara yaitu karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur, unsur tambahan
dan juga unsur jarang (Cahyo, 2010).

c. Analisis Maseral Pada penggolongan Coal Maseral, unsur moisture dan mineral
matter tetap, akan tetapi unsur organiknya dibagi berdasarkan substansi pembentuk
batubara yang terdiri dari 3 golongan atau grup maseral yaitu vitrinite, exinite atau
liptinite, dan inertinite. Ketiga kelompok maseral tersebut dapat dibedakan dari
kenampakan di bawah mikroskop yang meliputi morfologi, bentuk, ukuran, relief,
struktur dalam, komposisi kimia, warna pantul, intensitas pantul dan tingkat
pembatubaraannya, asal kejadian dan sifat-sifat fisik dan kimia yang dipunyai (Stach
dkk, 1982 dan Bustin dkk, 1983; dalam Rudy dan Dian, 2010 powerpoint presentasi
Maseral vitrinite). Klasifikasi kelompok maseral, sub-maseral dan jenis maseral
dalam petrografi batubara, yang sering dipakai oleh peneliti di Indonesia adalah
Australian Standart (AS 28561986)( Tabel 1 )

21
2.10 Klasifikasi Kualitas Batubara

Klasifikasi batubara menurut ASTM (American Society for Testing and Materials)
diklasifikasikan menjadi beberapa kelas

2.11 Metode Pengamatan Maseral Batubara

Secara mikroskopis bahan-bahan organik pembentuk batubara disebut


maseral (maseral), analog dengan mineral dalam batuan. Istilah ini pada awalnya
diperkenalkan oleh Stopes, 1935 (dalam buku Stach, dkk. (1982); dalam tommy
2013), untuk menunjukkan material terkecil penyusun batubara yang hanya dapat
diamati di bawah mikroskop sinar pantul. Pengamatan maseral batubara bertujuan
untuk mengetahui jenis maseral yang ada pada batubara tersebut dan sekaligus
mengetahui rank dari batubara tersebut dilakukan pengamatan dengan
menggunakan sinar pantul (reflected light), contoh yang diteliti berupa blok kilap
(polished block) atau pelet kilap (polished briquette). Sinar pantul dapat digunakan
untuk mengamati senyawa-senyawa organik dalam semua peringkat batubara, oleh
karena dalam penelitian ini menggunakan pengamatan sinar pantul (reflected light).

2.12 Pengukuran Rasio Pantulan (Reflectance)

Dalam studi ini pengukuran reflectance vitrinite biasanya dilakukan sebanyak


40 titik pengukuran. Pengukuran diusahakan hanya pada bidang sub-grup maseral
telovitrinite, karena maseral telovitrinite merupakan maseral grup vitrinite yang tidak
mudah terubahkan. Reflectance vitrinite yang diukur adalah reflectance maksimum.
Sebelum dan sesudah pengukuran reflectance vitrinite, dilakukan pengukuran

22
terhadap standar reflectance spinel sintetik untuk dapat memperoleh ketelitian
pengukuran. Pengukuran reflectance vitrinite adalah pengukuran terhadap besarnya
sinar yang dipantulkan kembali (refleksi) oleh maseral vitrinite yang dinyatakan
dalam persentase (tabel 3).

23
BAB III

PENUTUP

3.1Kesimpulan

1.Batubara merupakan batuan sedimen yang terbentuk secara organik melalu


proses penggambutan hingga pembatubaraan
2.Berdasarkan tipe pengendapannya batubara dibagi dua yaitu Autochtonous dan
Allochtonous
3.Terdapat beberapa faktor yang menentukan kualitas batubara yaitu asal material
yaitu tumbuhan baik tumbuhan tingkat tinggi maupun tingkat rendah, lalu proses
dekomposisi yang mempengaruh perubahan batubara secara fisika maupun kimia,
setelah itu ada umur geologi yang menandakan tinggi rendahnya kandungan karbon,
proses geotektonik yang mempengaruhi proses pembentukan suatu lapisan
batubara, serta lingkungan pengendapan yang mempengaruhi proses sedimentasi
material.
4.Sementara itu untuk menentukan suatu batubara berkualitas atau tidak harus
melihat bebrapa parameter yaitu Heating Value (HV) (Calorific Value/ Nilai
Kalor),Moisture Content (Komposisi Lengas),Ash content (Komposisi Abu) , Sulfur
content (Komposisi Belerang), Volatile matter (Bahan mudah menguap), Fixed
Carbon, Hardgrove Grindability Index (HGI), Ash Fusion Character of Coal

3.2 Saran

Dalam membuat makalah ini tentunya penulis tidak luput dari salah sehingga
bila terdapat beberapa kesalahan harap dimaklumi dan juga bagi pembaca
diharapkan dapat menambah wawasan baru serta menjadi referensi yang berharga
bagi para pembaca

24
DAFTAR PUSTAKA

Sugiyono. 2007. Korelasi Linear Sederhana .(Online).

http://www.cahangon.net/statistik/k orelasi-linier-sederhana.html.(Diakses

pada tanggal 04-11-2016)

TeknologI Mineral dan Batubara (TEKMIRA). 2010. Batubara: Bandung. .(Online).

http://www.tekmira.esdm.go.id/kp/ Batubara). (Diakses pada tanggal 04-11-

2016).

http://www.ptba.co.id/id/knowledge/index/5/terjadinya-batubara

http://www.slideshare.net/AndreiHadijaya/tambang-eksplorasi-t-p-b

25

Anda mungkin juga menyukai