Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PRAKTIKUM GEOLOGI FISIK

ACARA II: BATUAN BEKU

WINDA NUR WAHIDA

D111211071

DEPARTEMEN TEKNIK PERTAMBANGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

GOWA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas rahmat

dan karunia-Nya praktikum Mineralogi acara II: Batuan Beku dapat terlaksana tanpa

ada hambatan.

Tujuan dari penyusunan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah

Geologi fisik Universitas Hasanuddin. Selain itu, laporan ini juga bertujuan untuk

menambahkan informasi tentang mineral dalam kehidupan sehari-hari bagi pembaca

dan juga untuk penulis. Selain itu, laporan ini juga bertujuan untuk menambahkan

informasi tentang mineral dalam kehidupan sehari-hari bagi pembaca dan juga untuk

penulis.

Dalam penyusunannya, saya ucapkan banyak terima kasih atas bantuan dan

dukungan dari berbagai pihak terutama diantaranya bapak Dr. Irzal Nur selaku dosen

mata kuliah Geologi fisik serta kepala lab geologi fisik dan asisten lab yang telah

memberikan ilmu, waktu dan tenaganya dalam membimbing di praktikum Geologi fisik.

Dalam penyusunan laporan ini, kami menyadari bahwa hasil laporan praktikum

ini masih jauh dari kata sempurna. Sehingga kami selaku penyusun sangat

mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian.

Akhir kata saya mengucapkan terima kasih, semoga laporan hasil praktikum ini

dapat bermanfaat.

Gowa, 17 September 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ....................................................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 2

1.3 Tujuan Praktikum ................................................................................. 2

1.4 Ruang Lingkup ..................................................................................... 2

BAB II PENGENALAN BATUAN BEKU ........................................................... 4

2.1 Batuan Beku ......................................................................................... 4

2.2 Proses Pembentukan Batuan Beku ......................................................... 5

2.3 Jenis Jenis Batuan Beku ........................................................................ 6

2.4 Tekstur Dan Struktur Batuan Beku ......................................................... 8

2.5 Manfaat Batuan Beku ........................................................................... 10

BAB III METODOLOGI .................................................................................. 14

3.1 Alat Dan Bahan..................................................................................... 14

3.1.1 Alat ............................................................................................. 14

3.1.2 Bahan.......................................................................................... 18

3.2 Tahapan Praktikum ............................................................................... 18

BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................. 22

4.1 S.T-01................................................................................................. 22

iii
4.2 S.T-02 ............................................................................................... 22

4.3 S.T-03 ............................................................................................... 22

4.4 S.T-04 ............................................................................................... 23

4.5 S.T-05 ............................................................................................... 23

4.6 S.T-06 ............................................................................................... 23

4.7 S.T-07 ............................................................................................... 24

BAB V PENUTUP ........................................................................................... 25

5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 25

5.2 Saran ................................................................................................. 25

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

iv
2 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Batuan adalah massa besar materi yang membentuk kerak bumi. beberapa

tidak memiliki mineral diskrit tetapi terdiri dari gelas atau bahan organik seperti batu

bara. Banyak batuan dapat terdiri dari mineral tunggal, seperti kuarsa, gipsum, atau

dolomit. Sebagian besar batuan di mana mineral ini, atau terbentuk dari batuan yang

lebih tua di mana mineral ini hadir. Batuan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu batuan

beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf (Zim, 2007).

Batuan beku atau igneous rock berasaldari bahasa latin: (ignis yaiyu api).

Batuan beku adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan

mengeras, dengan atau tanpa terjadinya proses kristalisasi, baik dibawah permukaan

bumi yang dikenal sebagai intrusif (plutonik) maupun diatas permukaanbumi yang

dikenal sebagai batuan beku ekstrusif (vulkanik) (Zuhdi, 2012).

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa batuan adalah massa

besar materi yang membentuk kerak bumi. Batuan sendiri dapat dibedakan menjadi

tiga salah satunya yaitu batuan beku. Batuan beku adalah jenis batuan yang terbentuk

dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik

di bawah permukaan bumi yang dikenal sebagai batuan intrusif (plutonik) maupun di

atas permukaan bumi yang dikenal sebagai batuan ekstrusif (vulkanik). Sehingga perlu

diadakannya praktikum mengenai batuan beku agar mahasiswa dapat mengetahui

secara langsung seperti yang dijelaskan diatas.


1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari praktikum batuan beku adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses terbentuknya batuan beku ?

2. Bagaimana mendeskripsikan batuan beku ?

3. Bagaimana cara menentukan nama batuan beku ?

4. Bagaimana menentukan klasifikasi batuan beku pada lembar deskripsi ?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari kegiatan praktikum batuan beku adalah sebagai berikut:

1. Praktikan mampu mengetahui proses terbentuknya batuan beku.

2. Praktikan mampu mendeskripsikan batuan beku.

3. Praktikum mampu menentukan nama batuan beku.

4. Praktikan dapat menentukan klasifikasi batuan beku pada lembar deskripsi.

1.4 Ruang Lingkup

Batuan beku dapat diklasifikasikan berdasarkan tempat terbentuknya, indeks

warna, komposisi kimia, dan tekstur batuan. Maka dari itu perlu diadakannya

praktikum batuan beku yang dilaksanakan pada hari Senin 20 September 2021 di

Laboratorium Eksplorasi Mineral Departemen Teknik Pertambangan Fakultas Teknik

Universitas Hasanuddin yang berlokasi di kabupaten Gowa.

1
3 BAB II

PENGENALAN BATUAN BEKU

2.1 Batuan Beku

Batuan beku adalah material yang telah memadat dari lelehan atau material

cair sebagian, yang disebut magma. batuan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai

batuan ekstrusif, yang meletus di permukaan bumi, batuan intrusi yang mengkristal di

bawah permukaan. Batuan beku dengan komposisi dan hubungan medan yang

berbeda terdapat pada daerah tertentu di bumi yang berasosiasi dengan lempeng

tektonik pada umumnya. Hal ini mencerminkan cara pembentukan dan penempatan

batuan beku dalam konteks pola tektonik regional yang dapat dikenali dari aktivitas

batuan bekunya (Jerram, 2011).

Mineral pembentuk batuan beku hampir selalu mengandung unsur silisium (Si)

sehingga sering disebut bahan silikat alami. Mineral tersebut ada yang tidak berbentuk

(amorf) dan ada yang berbentuk Kristal. Berdasarkan warna dan komposisi kimia maka

mineral atau Kristal pembentuk batuan beku secara garis besar dapat dibagi menjadi

dua kelompok, yaitu (Verhoogen, 1960):

a. Kelompok mineral gelap atau mafic minerals, mengandung banyak unsur

magnesium (Mg) dan besi (Fe).

b. Kelompok mineral terang atau felsic minerals, mengandung banyak unsur

aluminium (Al), kalsium (Ca), natrium (Na), kalium (K), dan silisium (Si).

Batuan beku atau igneous rocks adalah jenis batuan yang terbentuk dari

magma yang mendingin dan mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di

bawah permukaan sebagai batuan intrusif (plutonik) maupun di atas permukaan

sebagai batuan ekstrusif (vulkanik). Umumnya proses pelelehan terjadi oleh salah satu

2
dari proses-proses berikut yaitu kenaikan temperature, penurunan tekanan, atau

perubahan komposisi. Lebih dari 700 tipe batuan beku telah berhasil dideskripsikan,

sebagai besar terbentuk di bawah permukaan kerak bumi, akan membentuk minerl-

mineral. Peristiwa ini dikenali dengan peristiwa penghabluran. Berdasarkan

penghabluran mineral mineral silikat (magma), oleh NL. Bowen disusun suatu seri yang

dikenal dengan bowen’s reaction series (Vernon, 2008)

Gambar 2.2 Bowen’s Reaction Series (Vernon, 2008)

2.2 Proses Pembentukan Batuan Beku

Dalam hal keterbentukannya, batuan beku dibagi menjadi tiga: Intrusif

(Plutonik), Ekstrusif ( Vulkanik) dan Hipabisal (Suharno, 2010)

1. Intrusif

Magma mendingin secara perlahan, dan sebagai hasilnya, batuan beku ini

berbutir kasar. Butiran mineral di batuan ini dapat dengan mudah diidentifikasi dengan

mata telanjang. Batuan intrusi juga dapat diklasifikasikan sesuai dengan bentuk dan

ukuran tubuh intrusi dan hubungannya dengan formasi lainyang diintrusinya. Formasi

intrusi yang khas adalah batolit, stok, lakolit, sill dan dike. Ketika magma membeku di

dalam kerak bumi, magma mendingin perlahan membentuk batuan bertekstur kasar,

seperti granit, gabro, atau diorit (Suharno, 2009)

3
2. Ekstrusif

Batuan beku ekstrusif, juga dikenal sebagai batuan vulkanik, terbentuk di

permukaan kerak sebagai akibat dari pencairan sebagian batuan dalam mantel dan

kerak. Batuan beku ekstrusif dingin dan mengeras lebih cepat daripada batuan beku

intrusif. Mereka dibentuk oleh pendinginan magma cair di permukaan bumi. Magma,

yang dibawa ke permukaan melalui celah atau letusan gunung berapi, membeku pada

tingkat yang lebih cepat. Oleh karena batu batuan jenis ini halus, kristalin dan berbutir

halus. Basalt adalah batuan beku ekstrusif umum dan membentuk aliran lava (lava

flow), lembar lava (sheeting lava) dan dataran tinggi lava (lava plateau). Beberapa

jenis basalt membantu membentuk kolom poligonal lama. Giant’s Causeway di Antrim,

Irlandia Utara adalah salah satu contohnya (Suharno, 2010)

3. Hipabisal

Batuan beku hipabisal terbentuk pada kedalaman di antara batuan plutonik dan

vulkanik. Batuan ini terbentuk karena pendinginan dan pembekuan yang dihasilkan

dari naiknya magma di bawah permukaan bumi. Batuan hipabisal kurang umum

dibandingkan batuan plutonik atau vulkanik dan sering membentuk dike, sill, lakolit,

lopolit atau pakolit (Suharno, 2010).

2.3 Jenis-Jenis Batuan Beku

Batuan beku terbentuk dari batuan cair magma yaitu cairan silikat pijar yang

mempunyai suhu yang tinggi yang mengalami pendinginan atau pembekuan. Mereka

diklasifikasikan sebagai ekstrusif atau intrusif tergantung pada apakah magma muncul

di permukaan bumi sebelum mengkristal. Ekstrusif batuan terbentuk di permukaan

sedangkan batuan intrusi terbentuk di bawahnya (Bonewitz, 2012).

2.1.1 Batuan Beku Intrusif

Batuan intrusif dikategorikan sebagai plutonik jika terbentuk jauh di dalam

kerak dan hypabyssal jika terbentuk pada kedalaman yang dangkal. Batuan intrusi

4
plutonik dicirikan oleh kristal besar mereka dan umumnya membentuk tubuh yang

besar secara geografis. Sebagai contoh, batolit adalah benda beku besar dengan

paparan permukaan setidaknya 40 persegi mil (100 km persegi) dan ketebalan sekitar

6–9 mil (10–15 km). Batholit membentuk inti pegunungan besar, seperti Rockies dan

Sierra Nevada di Amerika Utara. Granit, diorit, peridotit, syenite, dan gabro semuanya

batuan beku plutonik. Terbentuknya batuan intrusi Hypabyssal pada kedalaman yang

lebih dangkal dan dicirikan dengan kristalisasi halus. Mereka terjadi di tubuh seperti

lembaran yang disebut tanggul dan kusen, sumbat vulkanik, dan lainnya yang relatif

kecil formasi. Tanggul berkisar dari kurang dari satu (Bonewitz, 2012).

Gambar 2.1 struktur batuan beku ekstrusif (Bonewitz, 2012)

2.1.2 Batuan Beku Ekstrusif

Batuan beku ekstrusif juga dikenal sebagai batuan vulkanik. Jenis batuan

utama dalam kategori ini termasuk basal, obsidian, riolit, trasit, dan andesit. Semua ini

biasanya terbentuk dari lava—magma yang telah mengalir baik ke darat atau bawah

air. Batuan ekstrusif lainnya, seperti tufa dan batu apung, terbentuk di gunung berapi

eksplosif letusan. Batuan piroklastik ini adalah keropos karena pemuaian buih gas

vulkanik selama pembentukannya. Basalt adalah batuan ekstrusif yang paling umum,

membentuk dasar sebagian besar lautan dan dataran tinggi yang luas di darat, seperti

5
Dataran Tinggi Deccan di India dan Columbia Basal Sungai Oregon, AS (Bonewitz,

2012).

2.4 Tekstur Dan Struktur Batuan Beku

Ketika batuan beku membeku pada keadaan temperatur dan tekanan yang

tinggi di bawah permukaan dengan waktu pembekuan cukup lama maka mineral-

mineral penyusunya memiliki waktu untuk membentuk sistem kristal tertentu dengan

ukuran mineral yang relatif besar. Sedangkan pada kondisi pembekuan dengan

temperatur dan tekanan permukaan yang rendah, mineral-mineral penyusun batuan

beku tidak sempat membentuk sistem kristal tertentu, sehingga terbentuklah gelas

(obsidian) yang tidak memiliki sistem kristal, dan mineral yang terbentuk biasanya

berukuran relatif kecil. Berdasarkan hal di atas tekstur batuan beku dapat dibedakan

berdasarkan (Sapiie, 2006):

1. Tingkat kristalisasi

a. Holokristalin, yaitu batuan beku yang hampir seluruhnya disusun oleh kristal

b. Hipokristalin, yaitu batuan beku yang tersusun oleh kristal dan gelas

c. Holohyalin, yaitu batuan beku yang hampir seluruhnya tersusun oleh gelas

2. Ukuran butir

a. Phaneritic, yaitu batuan beku yang hampir seluruhmya tersusun oleh mineral-

mineral yang berukuran kasar.

b. Aphanitic, yaitu batuan beku yang hampir seluruhnya tersusun oleh mineral

berukuran halus.

3. Bentuk kristal Ketika pembekuan magma, mineral-mineral yang terbentuk

pertama kali biasanya berbentuk sempurna sedangkan yang terbentuk terakhir

biasanya mengisi ruang yang ada sehingga bentuknya tidak sempurna. Bentuk mineral

yang terlihat melalui pengamatan mikroskop yaitu:

a. Euhedral, yaitu bentuk kristal yang sempurna

6
b. Subhedral, yaitu bentuk kristal yang kurang sempurna

c. Anhedral, yaitu bentuk kristal yang tidak sempurna.

4. Berdasarkan kombinasi bentuk kristalnya

a. Unidiomorf (Automorf), yaitu sebagian besar kristalnya dibatasi oleh bidang

kristal atau bentuk kristal euhedral (sempurna)

b. Hypidiomorf (Hypautomorf), yaitu sebagian besar kristalnya berbentuk euhedral

dan subhedral.

c. Allotriomorf (Xenomorf), sebagian besar penyusunnya merupakan kristal yang

berbentuk anhedral.

5. Berdasarkan keseragaman antar butirnya

a. Equigranular, yaitu ukuran butir penyusun batuannya hampir sama

b. Inequigranular, yaitu ukuran butir penyusun batuannya tidak sama

Struktur batuan beku adalah pembagian batuan beku berdasarkan bentuk

batuan beku dan proses kejadiannya, yang terbagi menjadi beberapa bagian seperti

berikut (Graha, 1987):

1. Masif, apabila tidak menunjukkan adanya fragmen batuan lain yang tertanam

dalam tubuhnya.

2. Pillow lava atau lava bantal, merupakan struktur yang dinyatakan pada batuan

ekstrusi tertentu, yang dicirikan oleh massa berbentuk bantal dimana ukuran

dari bentuk ini adalah umumnya 30-60 cm dan jaraknya berdekatan pada

columnar joint, struktur yang ditandai oleh kekar kekar yang tertanam secara

tegak lurus arah aliran.

3. Vesikuler, merupakan struktur batuan beku ekstrusi yang ditandai dengan

lubang-lubang sebagai akibat pelepasan gas selama pendinginan.

4. Scoria, adalah struktur batuan yang sangat vesikuler (banyak lubang gasnya).

7
5. Amygdaloidal, struktur dimana lubang-lubang keluar gas terisi oleh mineral-

mineral sekunder seperti zeolit, karbonat, dan bermacam silikat.

6. Xenoliths, struktur yang memperlihatkan adanya suatu fragmen batuan yng

masuk atau tertanam ke dalam batuan beku. Struktur ini terbentuk sebagai

akibat peleburan tidak sempurna.

7. Autobreccia, struktur pada lava yang memperlihatkan suatu fragmen-fragmen

dari lava itu sendiri.

Retakan-retakan yang memotong sejajar dengan permukaan bumi

menghasilkan struktur pelapis, sedang yang tegak lurus dengan permukan bumi

akan menghasilkan struktur bongkah.

2.5 Manfaat Batuan Beku

Gambar 2.2 Obsidian (Graha, 1987)

1. Obsidian

Obsidian dimanfaatkan sebagai bahan alat pemotong, Pecahan konkoidal dari

obsidian menyebabkan batuan tersebut dapat pecah menjadi potongan-potongan

dengan permukaan melengkung. Rekahan dapat menghasilkan pecahan batuan sangat

tajam. Pecahan tajam tersebut telah menghasilkan penggunaan pertama obsidian oleh

orang-orang pada zaman dahulu sebagai alat pemotong. Obsidian merupakan salah

satu gamestone populer. Batuan ini sering dipotong kecil-kecil untuk dibuat manik-

manik, anting-anting, atau digunakan untuk memproduksi batu tumbled. Obsidian

8
dapat dipoles menjadi manik-manik yang sangat reflektif dan beberapa spesimen

obsidian transparan juga dapat menghasilkan batu mulia yang indah seperti yang

terdapat pada cincin (Winter, 2013).

Gambar 2.3 Basal (Graha, 1987)

2. Basal

Basal dijadikan sebagai agregat bangunan, batu basalt dihancurkan dan

digunakan sebagai pondasi bangunan, pondasi landasan pesawat, jalan raya dan rel

kereta api. Batu basalt juga dijadikan ornamen bangunan contohnya dijadikan ubin,

monumen atau tugu (Graha, 1987).

Gambar 2.4 Andesit (Graha, 1987)


3. Andesit

Batuan andesit banyak dipergunakan untuk pembangunan infrastruktur seperti

jembatan, jalan raya, irigasi, landasan terbang, pelabuhan serta gedung-gedung dan

lainnya. Biasanya batuan andesit yang digunakan untuk keperluan infrastruktur ini

9
sudah berbentuk agregat dari pertambangan. Batuan andesit banyak digunakan karena

memiliki daya tahan yang kuat terhadap berbagai cuaca dan tahan lama (Noor, 2009).

Gambar 2.5 Granit (philpotts, 2009)

4. Granit

Batuan granit bersifat kaku, non-higroskopis, kedap air dan memiliki koefisien

termal yang rendah. Sifat- sifat tersebut membuat batuan ini dicari untuk dijadikan

bidang acuan dalam pembuatan alat pengukur. Contoh implikasinya adalah sebagai

bidang acuan pada alat pengukur koordinat. Manfaat lain dari batu granit yaitu sebagai

bahan dasar interior bangunan dan sebagai bahan dasar eksterior bangunan

(Noor,2009).

Gambar 2.6 Batu Apung (Winter, 2013)

5. Batu apung

Batu apung digunakan sebagai alat kesehatan yaitu untuk menghilangkan kulit

10
pecah pecah sehingga menjadi mulus kembali, digunakan di pabrik celana jeans untuk

menggosok kain supaya berwarna putih, Sebagai media tanam tumbuhan anggrek

Juga digunakan sebagai bahan bangunan yaitu tembok (Winter, 2013)

Gambar 2.7 Diorit (Philpotts, 2009)

6. Diorit

Hampir seluruh jenis batuan di Bumi mempunyai manfaatnya masing- masing.

Tidak sedikit Batu diorit digunakan dalam bidang bangunan. Beberapa kegunaan yang

dipunyai oleh batu diorit antara lain adalah (Zuhdi, 2019):

1. Sebagai batuan ornamen dinding

2. Lantai bangunan gedung

3. Pengeras jalan

4. Sebagai pondasi bangunan

5. Sebagai gemstone atau batu yang dipakai sebagai perhiasan

11
BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum geologi fisik mengenai

pengenalan mineral adalah sebagai berikut.

3.1.1 Alat

Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut.

1. Kikir Baja

Kikir baja adalah alat perkakas tangan yang berguna untuk pengikisan benda

kerja. Berfungsi menguji tingkat kekerasan mineral (skala 6,5-7).

Gambar 3.1 Kikir Baja

2. Kawat Tembaga

Kawat tembaga adalah kawat yang terdapat tembaga di dalamnya sebagai

konduktor dan telah digunakan dalam kabel listrik sejak penemuan electromagnet dan

telegraf. Berfungsi menguji tingkat kekerasan mineral (skala 3)

Gambar 3.2 KawatTembaga

12
3. Paku

Paku adalah logam keras berujung runcing, umumnya terbuat dari baja, yang

digunakan untuk melekatkan dua bahan dengan menembus keduanya. Untuk Menguji

tingkat kekerasan mineral (skala 6-6,5)

Gambar 3.2 Paku

4. Kaca

Kaca berasal dari bahan yang bersifat cair namun memiliki kepadatan tinggi,

dan struktur amorf. Menguji tingkat kekerasan mineral (skala 5,5-6)

Gambar 3.4 Kaca

5. Lup Geologi

Lup, kaca pembesar atau surya kanta adalah sebuah lensa cembung yang

mempunyai titik fokus yang dekat dengan lensanya digunakan di lapangan untuk

melihat komposisi mineral batuan yang ukurannya sangat kecil sehingga sulit untuk

dilihat dengan mata.

13
Gambar3.5 Lup Geologi

6. Magnet

Magnet adalah benda yang memiliki kemampuan menarik benda–benda lain

yang ada di sekitarnya Untuk mengetes mineral yang termasuk logam dan non logam

Gambar 3.6 Magnet

7. HCL 0,5 M (30 ML)

Asam klorida adalah larutan akuatik dari gas hydrogen klorida (HCl). Untuk

Memeriksa sifat korosit serta PH dari mineral

Gambar 3.7 HCL 0,5 M

8. Penggaris

Penggaris atau mistar adalah sebuah alat pengukur dan alat bantu gambar

untuk menggambar garis lurus. Untuk Mengukur Panjang mineral yang di observasi.

14
Gambar 3.8 Penggaris

9. Buku Rock and Minerals

Buku rock and mineral yaitu buku yang berisi tentang pengertian dan sifat fisis

mineral berfungsi sebagai Sumber referensi

Gambar 3.9 BukuRock and Minerals

3.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut.

1. Pulpen

Pulpen (dari bahasa Belanda: vulpen) adalah alat tulis berupa mata pena

berujung tajam yang dilengkapi pegangan berisi kantong tinta yang bisa diisi kembali.

Mengisi lembar deskripsi dan lembar patron.

Gambar 3.10 Pulpen

15
2. Pensil

Pensil atau potlot adalah alat tulis dan lukis yang awalnya terbuat dari grafit

murni. Untuk Menggambar sketsa mineral.

Gambar 3.11 Pensil

3. Pensil Warna

Alat tulis yang memiliki warna berfungsi memberi warna pada gambar mineral

yang sedang dideskripsikan.

Gambar 3.12 PensilWarna

4. Lembar deskripsi

Tempat untuk mendeskripsikan mineral

Gambar 3.13 Lembar Deskripsi

16
5. Lembar Patron

Tempat untuk menuliskan respon saat responsi tulis

Gambar 3.14 Lembar Patron

3.2 TahapanPraktikum

Berikut merupakan tahapan – tahapan dalam kegiatan praktikum yakni:

1. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan dalam praktikum,

2. Mengamati objek praktikum (sampel batuan beku),

3. Mengambil dokumentasi batuan atau objek praktikum

4. Melakukan deskripsi mineral sesuai dengan lembar deskripsi yang telah

disediakan (Mengamati warna segar dan warna lapuk dari suatu mineral;

Menentukan kristanilitas dengan memperhatikan derajat keterdapatan kristal

pada batuan ; Menentukan granularitas dengan mengamati besar butir

(ukuran) mineral; Menentukan bentuk kristal dengan memperhatikan sempurna

atau tidaknya bentuk kristal; Menentukan relasi dengan memperhatikan

hubungan antara mineral pada batuan; Menentukan struktur pada batuan;

menentukan komposisi dengan memperhatikan fenokris dan massa dasar serta

menentukan nama batuan dengan menggabungkan seluruh hasil deskripsi

sebelumnya),

17
5. Ulangi langkah 2 – 4 untuk objek praktikum lainnya,

6. Membuat laporan sementara pada kertas HVS dengan menggabungkan data-

data hasil pendeskripsian mineral dari setiap stasiun

18
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 S.T-O1

Gambar 4.1 Basal

Pada stasiun pertama, kami mendapati batuan beku tersebut memiliki warna

yaitu warna segar hitam dan warna lapuk kuning. Dari segi tekstur, batuan beku pada

stasiun 1 ini memiliki kristainitas holokristalin dimana batuan ini tersusun oleh kristal,

granularitas phaneritic dimana batuan ini tersusun atas mineral mineral yang

berukuran kasar, bentuk kristal subhedral dimana bentuk dari batuan ini kurang

sempurna, dan relasi atau hubungan antara butiran kristal yang membentuk batuan

tersebut adalah equigranular dimana ukuran butiran kristal yang membentuk batuan

ini ukurannya hampir sama besar. Dari segi struktur batuan ini termasuk masif karena

batuan ini tidak menunjukkan adanya fragmen batuan lain yang tertanam dalam

tubuhnya. Berdasarkan komposisi, batuan beku ini memiliki fenokris atau mineral yang

mendominasi batuan ini adalah berwarna hitam yang diidentifikasi sebagai magnetit

sedangkan massa dasar dari batuan ini terdiri dari plagioklas feldspar, pyroxene, olivin,

kalsit, dan zeolit dalam jumlah sedikit. Sehingga berdasarkan hasil dari deskripsi

batuan beku pada stasiun satu saya dapat menyimpulkannya bahwa batuan beku

pada stasiun pertama merupakan batuan yang bernama Basal.

19
4.2 S.T-02

Gambar 4.2 Anortosit

Pada stasiun kedua, kami mendapati batuan beku tersebut memiliki warna yaitu

warna segar abu abu dan warna lapuk kuning kecoklatan. Dari segi tekstur, batuan

beku pada stasiun 2 ini memiliki kristainitas hipokristalin dimana batuan ini tersusun

oleh kristal dan gelas, granularitas porifiritik dimana batuan ini tersusun atas mineral

mineral yang berukuran kasar dan halus, bentuk kristal subhedral dimana bentuk dari

batuan ini kurang sempurna, dan relasi antara kristal adalah inequigranular dimana

ukuran butiran kristal yang membentuk batuan ini ukurannya tidak sama besar. Dari

segi struktur batuan ini termasuk masif karena batuan ini tidak menunjukkan adanya

fragmen batuan lain yang tertanam dalam tubuhnya. Berdasarkan komposisi, batuan

beku ini memiliki fenokris atau mineral yang mendominasi batuan ini adalah berwarna

putih keabu abuan yang diidentifikasi sebagai plagioklas feldspar sedangkan massa

dasar dari batuan ini terdiri dari mineral mineral mafik yaitu piroksen, ilmenit,

magnetit, dan olivin dalam jumlah sedikit. Sehingga berdasarkan hasil dari deskripsi

batuan beku pada stasiun kedua saya dapat menyimpulkannya bahwa batuan beku

pada stasiun kedua pada praktikum batuan beku kali merupakan batuan yang bernama

Anortosit.

20
4.3 S.T-03

Gambar 4.3 Gabro

Pada stasiun ketiga, kami mendapati batuan beku tersebut memiliki warna yaitu

warna segar abu abu gelap dan warna lapuk hitam kekuningan. Dari segi tekstur,

batuan beku pada stasiun 3 ini memiliki kristainitas holokristalin dimana batuan ini

tersusun oleh kristal, granularitas phaneritic dimana batuan ini tersusun atas mineral

mineral yang berukuran kasar, bentuk kristal subhedral dimana bentuk dari batuan ini

kurang sempurna, dan relasi atau hubungan antara butiran kristal yang membentuk

batuan tersebut adalah equigranular dimana ukuran butiran kristal yang membentuk

batuan ini ukurannya hampir sama besar. Dari segi struktur batuan ini termasuk

xenolitis karena batuan ini mempunyai struktur yang memperlihatkan adanya suatu

fragmen batuan yng masuk atau tertanam ke dalam batuan beku. Berdasarkan

komposisi, batuan beku ini memiliki fenokris atau mineral yang mendominasi batuan ini

adalah berwarna hitam yang diidentifikasi sebagai piroksen sedangkan massa dasar

dari batuan ini terdiri dari mineral mineral dalam jumlah sedikit seperti plagioklas

feldspar, amfibol, olivin, biotit dan kuarsa. Sehingga berdasarkan hasil dari deskripsi

batuan beku pada stasiun ke tiga saya dapat menyimpulkannya bahwa batuan beku

pada stasiun ketiga pada praktikum batuan beku kali merupakan batuan yang bernama

Gabro.

21
4.4 S.T-04

Gambar 4.4 Diorit

Pada stasiun ke empat, kami mendapati batuan beku tersebut memiliki warna

yaitu warna segar putih keabu abuan dan warna lapuk putih kekuningan. Dari segi

tekstur, batuan beku pada stasiun 4 ini memiliki kristainitas holokristalin dimana

batuan ini tersusun oleh kristal, granularitas phaneritic dimana batuan ini tersusun atas

mineral mineral yang berukuran besar, bentuk kristal subhedral dimana bentuk dari

batuan ini kurang sempurna, ukuran kristal unidiomorf, dan relasi antara kristal adalah

equigranular dimana ukuran kristal yang membentuk batuan ini ukurannya hampir

sama besar. Dari segi struktur batuan ini termasuk xenolitis karena batuan ini

mempunyai struktur yang memperlihatkan adanya suatu fragmen batuan yng masuk

atau tertanam ke dalam batuan beku. Berdasarkan komposisi, batuan beku ini memiliki

fenokris atau mineral yang mendominasi batuan ini berwarna hitam yang diidentifikasi

sebagai biotit sedangkan massa dasar dari batuan ini terdiri dari mineral mineral dalam

jumlah sedikit seperti plagioklas, augit, kuarsa, kalsit, dan apotit. Berdasarkan deskripsi

batuan beku tersebut saya dapat menyimpulkan bahwa batuan beku pada stasiun ke 4

adalah Diorit.

22
4.5 S.T-05

Gambar 4.5 Konglomerat

Pada stasiun kelima, kami mendapati batuan beku tersebut memiliki warna yaitu

warna segar hitam dan warna lapuk hitam kekuningan. Dari segi tekstur, batuan beku

pada stasiun 5 ini memiliki kristainitas hipokristalin dimana batuan ini tersusun oleh

kristal dan gelas, granularitas porifiritik dimana batuan ini tersusun atas mineral

mineral yang berukuran kasar dan halus, bentuk kristal subhedral dimana bentuk dari

batuan ini kurang sempurna, dan relasi atau hubungan antara butiran kristal yang

membentuk batuan tersebut adalah equigranular dimana ukuran butiran kristal yang

membentuk batuan ini ukurannya hampir sama besar. Dari segi struktur batuan ini

termasuk masif karena batuan ini tidak menunjukkan adanya fragmen batuan lain yang

tertanam dalam tubuhnya. Berdasarkan komposisi, batuan beku ini memiliki fenokris

atau mineral yang mendominasi batuan ini adalah berwarna hitam yang diidentifikasi

sebagai plagioklas feldspar sedangkan massa dasar dari batuan ini terdiri dari mineral

mineral mafik yaitu piroksen, ilmenit, magnetit, dan olivin dalam jumlah sedikit.

Sehingga berdasarkan hasil dari deskripsi batuan beku pada stasiun ke lima saya dapat

menyimpulkannya bahwa batuan beku pada stasiun kedua pada praktikum batuan

beku kali merupakan batuan yang bernama Konglomerat.

23
4.6 S.T-06

Gambar 4.6 Obsidian

Pada stasiun keenam, kami mendapati batuan beku tersebut memiliki warna

yaitu warna segar hitam pekat dan warna lapuk cokelat kehitaman. Dari segi tekstur,

batuan beku pada stasiun 6 ini memiliki kristainitas hipokristalin dimana batuan ini

tersusun oleh kristal dan gelas, granularitas phaneritic dimana batuan ini tersusun atas

mineral mineral yang berukuran besar, bentuk kristal euhedral dimana bentuk dari

batuan ini adalah sempurna, dan relasi atau hubungan antara butiran kristal yang

membentuk batuan tersebut adalah equigranular dimana ukuran butiran kristal yang

membentuk batuan ini ukurannya hampir sama besar. Dari segi struktur batuan ini

termasuk masif karena batuan ini tidak menunjukkan adanya fragmen batuan lain yang

tertanam dalam tubuhnya. Berdasarkan komposisi, batuan beku ini memiliki fenokris

atau mineral yang mendominasi batuan ini adalah berwarna hitam yang diidentifikasi

sebagai biotit sedangkan massa dasar terdiri dari beberapa mineral yaitu ortoklas

feldspar, kuarsa, plagioklas, hornblend yang ditemukan dalam jumlah sedikit. Sehingga

berdasarkan hasil dari deskripsi batuan beku pada stasiun ke lima saya dapat

menyimpulkannya bahwa batuan beku pada stasiun keenam pada praktikum batuan

beku kali merupakan batuan yang bernama Obsidian.

24
4.7 S.T-07

Gambar 4.7 Dasit

Pada stasiun ke tujuh, kami mendapati batuan beku tersebut memiliki warna

yaitu warna segar putih dan warna lapuk putih kekuningan. Dari segi tekstur, batuan

beku pada stasiun 7 ini memiliki kristainitas holokristalin dimana batuan ini tersusun

oleh kristal, granularitas phaneritic dimana batuan ini tersusun atas mineral mineral

yang berukuran besar, bentuk kristal subhedral dimana bentuk dari batuan ini kurang

sempurna, ukuran kristal unidiomorf, dan relasi antara kristal adalah equigranular

dimana ukuran kristal yang membentuk batuan ini ukurannya hampir sama besar. Dari

segi struktur batuan ini termasuk masif karena batuan ini tidak menunjukkan adanya

fragmen batuan lain yang tertanam dalam tubuhnya. Berdasarkan komposisi, batuan

beku ini memiliki fenokris berwarna abu abu kekuningan yang diidentifikasi sebagai

feldspar sedangkan massa dasar dari batuan ini terdiri dari plagioklas dan kuarsa.

Berdasarkan deskripsi batuan beku tersebut saya dapat menyimpulkan bahwa batuan

beku pada stasiun ke 7 adalah Dasit.

25
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Adapun keimpulan yang dapat saya simpulkan berdasarkan hasil percobaan adalah:

1. Batuan beku terbentuk dari pendinginan dan kristalisasi magma. Namun proses

pembentukan yang berbeda akan menghasilkan batu yang berbeda misalnya

batuan beku dalam atau batuan plutonik terbentuk karena pembekuan yang

terjadi di dalam dapur magma secara perlahan-lahan sekali sehingga tubuh

batuan terdiri dari kristal-kristal besar contohnya adalah batuan granit, batuan

peridotim dan batuan gabro.

2. Batuan beku dapat dideskripsi dengan melihat dan menentukan warna yaitu

warna segar dan warna lapuk pada batuan beku, tekstur yaitu kristalinitas,

granularitas, bentuk kristal ukuran kristal dan relasi pada batuan beku. Selain

itu batuan beku dapat dideskripsikan dengan melihat struktur dan komposisinya

yaitu fenokris dan massa dasar.

3. Kita dapat menentukan nama batuan setelah kita berhasilkan mendeskrikan

batuan beku tersebut dan mencatat data data yang kita temukan. Kemudian,

kita mencocokkan data data yang telah kita dapat pada referensi atau literatur

yang terpercaya.

4. Batuan beku dapat diklasifikasikan berdasarkan cara terjadinya yaitu batuan

beku intrusif, batuan beku ekstrusif,dan batuan beku hypabisal, berdasarkan

kandungan SiO2 yaitu batuan beku asam, batuan beku intermediet, batuan

beku basa dan batuan beku ultra basa, berdasarkan indeks warnanya yaitu

leucocratic rock, mesocratic rock, melanocratic rock dan hypermelanic rock.

1
5.2 Saran

Adapun saran yang dapat saya sampaikan terkait pelaksanaan pada praktikum

batuan beku kali ini adalah:

1. Perlunya praktikan lebih disiplin dan tepat waktu dalam mengikuti praktikum

sesuai jadwal yang telah ditentukan.

2. Perlunya memperhatikan kelengkapan pada saat melakukan praktikum.

2
DAFTAR PUSTAKA

Bonewitz, R. L. 2012. Nature Guides Rocks and Mineral. USA: Smithsonia.

Graha, D. S. 1987. Batuan dan Mineral, Bandung: Nova.

Jerram, Dougal. 2011. The Field Description Of Igneous Rocks. New York: John Willey

& Sons.

Noor, Djauhari. 2009. Pengantar Geologi. Bogor: Program Studi Teknologi Geologi

Fakultas Teknik Universitas Pakuan.

Philpotts, Anthony R. 2009. Principles Of Igneous and Metamorphic Petrology.

Cambridge: Cambridge University Press.

Sapiie, B. 2006. Modul Praktikum Geologi Dasar. Bogor: Universitas Pakuan.

Verhoogen dan Turner. 1960. Igneous and Methamorphic Petrology. London: Mogsaw

Hill Book.

Vernon, Ron H. 2008. Principles Metamorphic Petrology. Cambridge: Cambridge

University Press.

Winter, John D. 2013. Principles of Igneous and Metamorphic Petrology. London:

Pearson.

Anda mungkin juga menyukai