net/publication/355586409
Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash untuk Pengelolaan Batuan dan Air
Asam di Tambang Batubara
CITATIONS READS
0 586
8 authors, including:
Candra Nugraha
16 PUBLICATIONS 64 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Candra Nugraha on 08 November 2021.
2021
Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash
Untuk Pengelolaan Batuan dan Air Asam
Di Tambang Batubara
Penanggung Jawab
Ir. Sinta Saptarina Soemiarno, M.Sc.
Penulis
Dr. Eng. Candra Nugraha
Rolliyah, S.T., M.Si.
Penyusun
Tim KLHK
Ir. Edy Purwanto, MAS
Indra Zen, S.Si.
Farida Maya Indriani, S.Kel.
M. Andhika Budiawan, S.T.
Fazri Putrantomo, S.Pi., M.Si.
Aminullah Mawardi, S.T.
Diterbitkan oleh:
Direktorat Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Jl. DI Panjaitan Kav-24 Jakarta Timur 13410
Telp/Fax (021) 85904932
e-mail: PKPLB3@gmail.com
Tahun terbit:
Oktober 2021
Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash
Untuk Pengelolaan Batuan dan Air Asam
Di Tambang Batubara
Sumber foto sampul depan: Dokumentasi milik Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, PT Kaltim Prima Coal, PT Guguk Tinggi Coal, dan koleksi Candra Nugraha
K
Kata Pengantar
i
Kata Pengantar
ii
K
Daftar Isi
iii
Daftar Isi
Bab III. Penggunaan Batubara Dan Timbulan Limbah Fly Ash Dan
Bottom Ash .................................................................................................................. 37
3.1. Pengunaan batubara ................................................................................. 37
3.2. Karakteristik Fly Ash (FA) dan Bottom Ash (BA) .......................... 39
Bab IV. Pemanfaatan Fly Ash Dan Bottom Ash............................................. 45
4.1. Persyaratan pemanfaatan fly ash dan bottom ash ....................... 45
4.2. Sumber dan volume FABA ..................................................................... 47
4.3. Pemanfaatan FABA .................................................................................... 48
4.3.1 Persiapan pemanfaatan ................................................................... 48
4.3.2. Persetujuan rencana pemanfaatan ............................................ 59
4.3.3. Penyusunan rencana pemanfaatan ........................................... 60
4.3.4. Pelaksanaan pemanfaatan ............................................................. 61
4.3.5. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pemanfaatan ...... 61
4.3.6. Pelaporan .............................................................................................. 62
Bab V. Implementasi Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash ................. 63
5.1. Studi Kasus – PT Kaltim Prima Coal ................................................... 63
5.1.1. Latar belakang .................................................................................... 63
5.1.2. Pengelolaan batuan dan air asam tambang ........................... 63
5.1.3. Produksi dan karakteristik FABA ............................................... 66
5.1.4 Persetujuan pemanfaatan ............................................................... 69
5.1.5. Tujuan pemanfaatan ........................................................................ 70
5.1.6. Uji coba pemanfaatan FABA .......................................................... 70
5.1.7. Pemanfaatan FABA ........................................................................... 74
5.1.8. Nilai ekonomi dan lingkungan ..................................................... 81
5.1.9. Peluang dan kendala ........................................................................ 81
5.2. Studi kasus 2 - PT Guguk Tinggi Coal ................................................ 84
5.2.1. Latar Belakang .................................................................................... 84
5.2.2. Pengelolaan air asam tambang .................................................... 86
5.2.3. Karakterik batuan di lubang bekas tambang dan FABA ... 87
5.2.4. Persetujuan pemanfaatan .............................................................. 92
5.2.5. Tujuan pemanfaatan ........................................................................ 92
iv
K
v
vi
K
Daftar Tabel
vii
Daftar Tabel
Tabel 23. Hasil uji statik sampel PT GTC dan FABA PLTU Ombilin ... 89
Tabel 24. Hasil pengujian karakteristik dasar FABA .............................. 90
Tabel 25. Hasil pengujian TCLP FABA ............................................................ 91
Tabel 26. Hasil pengujian okida logam .......................................................... 91
Tabel 27. Baku mutu parameter TCLP ........................................................... 95
Tabel 28. Hasil pengujian air sumur pantau ............................................. 101
viii
K
Daftar Gambar
ix
Daftar Gambar
x
K
Bab I. Pendahuluan
1
Bab 1. Pendahuluan
2
K
3
Bab 1. Pendahuluan
1 RUPTL PT PLN (Persero) 2019 – 2028 seperti tertulis dalam “Fly ash dan bottom
ash PLTU Batubara”, Bahan Press Conference Dirjen Ketenagalistrikan KESDM,
Jakarta 15 Maret 2021
4
K
5
Bab 1. Pendahuluan
6
K
7
Bab 1. Pendahuluan
1.3. Sasaran
Sasaran dari buku ini adalah seluruh pihak yang bermaksud untuk
melakukan pemanfaatan limbah fly ash dan bottom ash di
pertambangan atau fasilitas sekitarnya, baik oleh pihak perusahaan
maupun pemerintah.
8
K
9
Bab 2. Penambangan Batubara dan Potensi Dampak Lingkungan
10
K
11
Bab 2. Penambangan Batubara dan Potensi Dampak Lingkungan
12
K
13
Bab 2. Penambangan Batubara dan Potensi Dampak Lingkungan
AAT terjadi sebagai hasil dari oksidasi alami mineral sulfida pada
batuan penutup (overburden) atau batuan sisa (waste rock) oleh
adanya udara dan air. Jenis mineral sulfida yang umum ditemukan
dan paling reaktif di pertambangan batubara adalah pirit (FeS2),
dimana reaksi oksidasi adalah sebagai berikut:
7
𝐹𝑒𝑆2 (𝑠) + 2 𝑂2 (𝑔) + 𝐻2 𝑂(𝑙) → 𝐹𝑒 2+ (𝑎𝑞) + 2𝑆𝑂42− (𝑎𝑞) + 2𝐻 + (𝑎𝑞) [1]
1 1
𝐹𝑒 2+ (𝑎𝑞) + 4𝑂2 (𝑔) + 𝐻 + (𝑎𝑞) ↔ 𝐹𝑒 3+ (𝑎𝑞) + 2𝐻2 𝑂 (𝑙) [2]
𝐹𝑒𝑆2 (𝑠) + 14𝐹𝑒 3+ (𝑎𝑞) + 8𝐻2 𝑂(𝑙) → 15𝐹𝑒 2+ (𝑎𝑞) + 2𝑆𝑂42− (𝑎𝑞) + 16𝐻 + (𝑎𝑞) [4]
𝐹𝑒𝑆2 (𝑠) + 15
4
𝑂2 (𝑔) + 72𝐻2 𝑂(𝑙) → 𝐹𝑒(𝑂𝐻)3 (𝑠) + 2𝑆𝑂42− (𝑎𝑞) + 4𝐻 + (𝑎𝑞) [5]
Reaksi pertama adalah proses oksidasi pirit menjadi sulfat dan ion
ferrous (Fe2+). Dari reaksi ini dihasilkan dua mol keasaman (H+) dari
setiap mol pirit yang teroksidasi. Reaksi ini dapat terjadi baik pada
kondisi abiotik maupun biotik. Oksigen dari atmosfir bertindak
14
K
15
Bab 2. Penambangan Batubara dan Potensi Dampak Lingkungan
16
K
17
Bab 2. Penambangan Batubara dan Potensi Dampak Lingkungan
18
K
Gambar 10. Diagram alir pengelolaan batuan dan air asam tambang
19
Bab 2. Penambangan Batubara dan Potensi Dampak Lingkungan
a) pH Pasta
Uji ini dilakukan untuk memberikan gambaran tingkat keasaman
sampel ketika bereaksi pada kondisi alami yang diketahui melalui
pencampuran sampel batuan dengan air destilat (sampel:air = 1:2),
didiamkan selama 12 s/d 16 jam, dan selanjutnya diukur nilai pH
larutannya.
b) Total Sulfur dan Maximum Potential Acidity (MPA)
Digunakan untuk melihat kandungan total sulfur yang terdapat pada
sampel untuk menghitung potensi maksimum batuan untuk
menghasilkan keasaman atau dikenal sebagai nilai Maximum
Potential Acidity (MPA). Hal ini dengan asumsi bahwa total sulfur
tersebut adalah sulfide sulfur (yang reaktif dan dapat teroksidasi
menghasilkan asam), meskipun juga terdapat mineral mengandung
sulfat yang yang tidak menghasilkan asam (misalnya barit atau
gipsum), atau yang mengandung mineral sulfat penghasil asam yang
substansial (misalnya melanterit atau jarosit) (Lapakko, K., 2002).
Nilai MPA (dalam satuan kg H2SO4/ton) adalah nilai Total Sulfur (%)
x 30,6. Total Sulfur diperoleh dari pengujian mengacu pada SNI 13-
6591-2001 (Penentuan kadar belerang (S) total contoh mineral
dengan pelarutan KBr-Br2-HNO3), SNI 13-3601-1994 (Penentuan
kadar belerang pada berbagai senyawa dalam contoh), atau ASTM
D5016 (Standard Test Method for Total Sulfur in Coal and Coke
Combustion Residues Using a High-Temperature Tube Furnace
Combustion Method with Infrared Absorption). Pengujian melalui X-
Ray Diffraction (XRF) juga dapat dilakukan.
c) Acid Neutralizing Capacity (ANC)
Acid Neutralizing Capacity (ANC)/Kapasitas Penetralan Asam (KPA)
adalah kapasitas suatu sampel (melalui kandungan mineral karbonat
yang terdapat didalamnya) untuk menetralkan keasaman. Nilai ANC
didapatkan melalui pengujian, yaitu dengan mereaksikan sejumlah
berat sampel batuan dengan larutan HCl standar. HCl yang tersisa dari
reaksi tersebut kemudian dititrasi balik dengan larutan NaOH,
sehingga dapat diketahui jumlah HCl yang bereaksi dengan karbonat
dari sampel batuan. Pengujian nilai ANC dapat dilakukan berdasarkan
standar pengujian SNI 13-7170-2006 (Penentuan Kapasitas
20
K
21
Bab 2. Penambangan Batubara dan Potensi Dampak Lingkungan
22
K
23
Bab 2. Penambangan Batubara dan Potensi Dampak Lingkungan
25
Bab 2. Penambangan Batubara dan Potensi Dampak Lingkungan
26
K
Tempat penimbunan tanpa penutup. Air dan Tempat penimbunan dengan penutup akan
oksigen akan masuk ke dalam timbunan dan mengurangi air dan oksigen masuk ke dalam
bereaksi dengan mineral sulfida, menghasilkan timbunan untuk bereaksi dengan mineral
air asam tambang. sulfida.
27
Bab 2. Penambangan Batubara dan Potensi Dampak Lingkungan
28
K
29
Bab 2. Penambangan Batubara dan Potensi Dampak Lingkungan
30
K
31
Bab 2. Penambangan Batubara dan Potensi Dampak Lingkungan
32
K
33
Bab 2. Penambangan Batubara dan Potensi Dampak Lingkungan
34
K
35
Bab 2. Penambangan Batubara dan Potensi Dampak Lingkungan
Jika data kualitas air lebih lengkap, software bebas seperti ABATES
(https://www.acidmetalliferousdrainage.com) dapat digunakan
untuk mengestimasi asiditas (Nugraha, 2019).
36
K
37
Bab 3. Penggunaan Batubara dan Timbulan Limbah Fly Ash dan Bottom Ash
38
K
39
Bab 3. Penggunaan Batubara dan Timbulan Limbah Fly Ash dan Bottom Ash
Sedangkan untuk FA, terdapat dua jenis yaitu kelas F dan kelas C. FA
kelas F disebut juga low-calcium fly ash, yang tidak mempunyai sifat
cementitious dan hanya bersifat pozolanic. Sedangkan FA kelas C
disebut juga high-calcium fly ash karena kandungan CaO yang cukup
tinggi, lebih tinggi dari kelas F. FA tipe C mempunyai sifat
cementitious selain juga sifat pozzolan. Bersifat cementitious artinya
jika terkena air atau lembab akan berhidrasi dan mengeras dalam
waktu sekitar 45 menit.
40
K
41
Bab 3. Penggunaan Batubara dan Timbulan Limbah Fly Ash dan Bottom Ash
Bottom Ash (BA) atau abu dasar adalah sisa proses pembakaran
batubara yang mempunyai ukuran partikel lebih besar dan lebih berat
dibanding FA, sehingga akan jatuh pada dasar tungku pembakaran
(boiler). Berdasarkan jenis tungkunya, abu dasar batubara
dikategorikan menjadi dry bottom ash dan wet bottom ash/boiler slag.
Sifat BA sangat bervariasi tergantung jenis batubara dan system
pembakarannya. Sifat fisik BA berdasarkan bentuk, warna, tampilan,
berat jenis spesifik, berat unit kering dan penyerapan adalah seperti
ditunjukkan pada Tabel 9. Komposisi kimia dari BA sebagian besar
tersusun dari unsur unsur Si, Al, Fe, Ca serta Mg, S, Na dan lainnya.
42
K
43
44
K
45
Bab 4. Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash
46
K
47
Bab 4. Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash
ini mencapai 63,000 MW, dan akan terus meningkat pada tahun-tahun
mendatang (Tobing, S., 2021).
Penambahan kapasitas pembangkit listrik tentunya berkorelasi
dengan pemakaian batubara. Pada 2016 pemakaian batubara untuk
PLTU hanya sebesar 74,1 juta ton, 2017 sebesar 82,3 juta ton. Lalu,
pada 2018 sebesar 89,3 juta ton dan 2019 sebesar 97,8 juta ton. Di
tahun 2021 kebutuhan batubara untuk pembangkit 113 juta ton,
terdiri dari PLN 63,8 juta ton dan IPP (pengembang listrik swasta)
49,2 juta ton (Umah, A., 2021). Apabila diasumsikan FABA sebesar
10%, maka timbulan total di tahun 2021 diperkirakan sebanyak 11,3
juta ton.
48
K
Theory of change
Persiapan pemanfaatan FABA perlu disusun dengan jelas agar
rencana pemanfaatan dapat terlaksana dengan baik dan memberikan
dampak yang positif sebesar-besarnya bagi berbagai aspek. Salah satu
cara yang umum dilakukan adalah dengan menyusun Teori
Perubahan (Theory of Change), seperti ditunjukkan pada Gambar 23.
Cara ini dilakukan untuk memetakan masalah/kebutuhan yang
dihadapi, inisiatif apa yang perlu dilakukan, pelaksanaan kegiatan,
produk nyata yang akan didapatkan, perubahan yang dihasilkan, dan
efek atau dampak jangka panjang yang diharapkan terjadi.
49
Bab 4. Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash
50
K
Analisa risiko
Risiko/manfaat lingkungan adalah suatu faktor atau proses dalam
lingkungan yang mempunyai kemungkinan (probabilitas) tertentu
untuk mengakibatkan konsekuensi yang merugikan/menguntungkan
kepada manusia dan lingkungannya. Baik resiko maupun manfaat
mengandung unsur ketidakpastian. Risiko tidaklah sama dengan
biaya yang bersifat pasti, demikian juga manfaat tidaklah sama
dengan keuntungan (Kristanto, 2002).
Penilaian Risiko Lingkungan atau Environmental Risk Assessment
(ERA) adalah kegiatan penilaian risiko untuk serangkaian kegiatan
yang akan dilakukan, yang bisa memberikan dampak terhadap
lingkungan hidup. Risiko itu sendiri didefinisikan sebagai “akibat
yang kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu
perbuatan atau tindakan”. Oleh karena itu, ERA perlu dilakukan untuk
mengidentifikasi potensi dampak dan upaya pengendaliannya untuk
setiap tahap kegiatan.
Proses ERA terdiri dari penyusunan langkah kerja penting secara
rinci, identifikasi risiko dari setiap langkah kerja, penilaian risiko,
penentuan kontrol risiko, dan penilaian risiko sisa. Biasanya
digunakan tabel untuk membantu penyusunan hal tersebut.
Penilaian tingkat risiko dilakukan dengan bantuan matriks risiko,
yang ditentukan berdasarkan tingkat konsekuensi/keparahan sebuah
dampak (severity) dan tingkat kekerapan/keseringan terjadinya
(frequency).
Pilihan pemanfaatan
Secara teknis, rencana pemanfaatan FABA sebagai bahan baku dalam
pengelolaan air asam tambang dapat terdiri dari berbagai pilihan,
seperti ditunjukkan pada Gambar 24. Terdapat faktor -faktor penting
yang harus diperhatikan dari setiap pilihan.
51
Bab 4. Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash
Konsekuensi
Sebarapa parah jika terjadi?
Insignificant Minor Significant Major Severe
1 2 3 4 5
terjadi?
52
K
53
Bab 4. Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash
54
K
(Freeze dan Cherry, 1979 dalam Kodoatie, 2012). Pada literatur lain
disebutkan juga bahwa ‘permeabilitas tanah/material’ adalah
‘konduktivitas hidraulik tanah/material dalam keadaan jenuh’ (Kunia,
U., dkk., 2006). Oleh karena itu, dalam buku ini, yang dimaksud
dengan permeabilitas adalah merujuk pada istilah ‘nilai konduktivitas
hidraulik’ atau ‘koefisien permeabilitas’ pada kondisi jenuh.
Permeabilitas adalah kemampuan lapisan material untuk dapat
meloloskan fluida (air dan udara) melalui ruang pori yang ada dan
saling terhubung. Sejumlah faktor yang mempengaruhi nilai
permeabilitas dari material adalah sebagai berikut:
1. Ukuran partikel
Semakin besar ukuran partikel, semakin besar permeabilitas. Bottom
ash yang didominasi oleh partikel pasir memiliki permeabilitas lebih
tinggi dibanding fly ash yang didominasi oleh partikel liat.
2. Luas permukaan partikel
Hal ini terkait dengan ukuran partikel, dimana semakin besar ukuran
partikel, semakin kecil luas permukaan total, sehingga permeabilitas
semakin besar.
3. Bentuk partikel
Semakin bulat bentuk partikel akan menciptakan permeabilitas
semakin besar dibandingkan dengan bentuk pertikel yang bersudut.
Partikel bersudut akan lebih mudah mengisi ruang antar partikel,
yang selanjutnya mempengaruhi nilai rasio pori.
4. Rasio pori (void ratio)
Secara umum, semakin kecil rasio pori akan menciptakan
permeabilitas semakin kecil. Namun ini tidak berlaku bagi beberapa
jenis material.
5. Struktur partikel
Semakin teratur struktur partikel akan menciptakan permeabilitas
semakin kecil. Termasuk dalam hal ini adalah posisi terhadap arah
aliran air. Jika struktur partikel tegak lurus arah aliran, maka
permeabilitas akan semakin kecil karena tertahannya aliran tersebut.
6. Derajat kejenuhan (saturation degree)
Material yang jenuh sebagian karena terisi oleh udara yang
terperangkap atau yang terlepas dari pori karena terdesak oleh air
55
Bab 4. Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash
56
K
57
Bab 4. Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash
Penentuan pilihan
Secara fisik, seluruh FABA memiliki karakteristik yang hampir sama,
dimana fly ash didominasi oleh material lempung dan liat dan bottom
ash didominasi oleh pasir. Sedangkan secara kimia, FABA bisa
memiliki karakteristik yang berbeda terutama potensi alkalinitasnya.
Hal ini tergantung dari proses pembakaran yang dilakukan termasuk
penggunaan bahan tambahan dalam proses pembakaran seperti
kapur.
Oleh karena itu, perbedaan kondisi kimia ini harus menjadi perhatian
dan dipastikan melalui pengujian geokimia yang umum diterapkan
dalam studi air asam tambang. Jika secara kimia FABA tidak memiliki
kemampuan menetralkan, maka pemanfaatan FABA difokuskan pada
kemampuan fisiknya, yaitu untuk mencegah masukknya air dan udara
kedalam timbunan dan bereaksi dengan batuan asam. Permeabilitas
akan berperan penting untuk tujuan tersebut.
Berdasarkan lokasi di area pertambangan, dengan
mempertimbangkan potensi masalah pembentukan air asam
tambang yang dapat timbul di area lubang bekas tambang dan area
58
K
59
Bab 4. Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash
60
K
61
Bab 4. Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash
4.3.6. Pelaporan
Berdasarkan PP No. 22/2021 Pasal 469, pelaporan pelaksanaan
kegiatan pengelolaan Limbah nonB3 secara elektronik dilakukan
paling sedikit 1 kali dalam 1 (satu) tahun kepada Menteri,
Gubernur/Walikota sesuai dengan kewenangannya. Pelaporan
kegiatan pengelolaan Limbah NonB3 paling sedikit memuat nama,
jumlah, waktu penyimpanan, dan jenis kegiatan pengelolaan limbah
NonB3 yang dimanfaatkan oleh pihak lain.
Dalam hal pemanfaatan FABA dari PLTU dilakukan oleh perusahaan
pertambangan, maka pelaporan harus dilakukan oleh kedua belah
pihak.
62
K
63
Bab 5. Implementasi Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash
64
K
a. DC01
Lapisan material diatas
PAF terdiri dari:
• tanah liat dipadatkan
dengan ketebalan 1
m
• batuan NAF tanpa
pemadatan dengan
ketebalan 2 m
• tanah pucuk dengan
ketebalan 1 m
b. DC02
Lapisan material diatas
PAF terdiri dari:
• batuan NAF
dipadatkan dengan
ketebalan 2 m
• batuan NAF tanpa
pemadatan dengan
ketebalan 2 m
• tanah pucuk dengan
ketebalan 1 m
c. DC03
Lapisan material diatas
PAF terdiri dari:
• batuan NAF tanpa
pemadatan dengan
ketebalan 10-20 m
• tanah pucuk dengan
ketebalan 1 m
65
Bab 5. Implementasi Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash
66
K
67
Bab 5. Implementasi Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash
Tabel 16. Hasil uji konsentrasi total logam pada abu batubara PT KPC
Hasil pengujian Baku mutu pada PP
(mg/kg) 101/2014*(mg/kg)
No. Parameter
Bottom
Fly ash TK-A TK-B TK-C
ash
1 Antimoni (Sb) <0,001 < 0,001 300 75 3
2 Arsen (As) 2,67 1,72 2000 500 20
3 Barium (Ba) - 25000 6250 160
4 Boron (B) - 60000 15000 36
5 Cadmium (Cd) 0,320 0,160 400 100 3
6 Chromium (Cr) 3,398 1,238 2000 500 1
7 Copper (Cu) 6,236 2,676 3000 750 30
8 Lead (Pb) <0,001 < 0,001 6000 1500 300
9 Mercury (Hg) 0,007 < 0,007 300 75 0,3
10 Molibdenum 4000 1000 40
(Mo)
11 Nickel (Ni) 4,397 2,157 12000 3000 60
12 Selenium (Se) <0,001 < 0,001 200 50 10
13 Silver (Ag) - 720 180 10
14 Zinc (Zn) 8,395 4,194 15000 3750 120
15 Fluoride (F) 4000 100 1,1
16 Cobalt (Co) 3,198 1,837
17 Vanadium (Va) 14,48 19,46
18 Thalium (Ti) < 0,00001 < 0,00001
Sumber: PT KPC, 2018
*Baku mutu masih mengacu pada PP 101/2014, dan peraturan ini telah diganti
dengan PP 22/2021 namun nilai baku mutu total logam masih tetap sama.
68
K
69
Bab 5. Implementasi Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash
B. Hasil pemantauan
Pemantauan oksigen dan kandungan air dilakukan di empat
kedalaman yang mewakili lapisan NAF (dua titik), FABA, dan PAF.
Hasil pemantauan menunjukkan konsentrasi oksigen pada blok A
(dengan ketebalan lapisan FABA + 1 meter dan NAF 5 meter) dan blok
B (dengan ketebalan lapisan FABA + 1 meter dan NAF 3 meter) berada
pada nilai < 0.1%. Hal ini menunjukkan bahwa komposisi penudungan
di blok A dan B dengan ketebalan FABA 1 meter dapat secara efektif
membantu mencegah masuknya oksigen sebagai faktor penting
pembentukan air asam tambang.
PT KPC juga melakukan pengambilan sample air pada lokasi sumur
pantau upstream (M-up), sumur pantau downstream (M-down),
sumur pantau utara (M-north) dan sumur pantau selatan (M-south)
untuk melihat rona awal dan kondisi setelah selesai proses
konstruksi. Hasil pemantauan pada Mei 2017 (rona awal) dan
Februari 2018 tidak menunjukkan adanya perubahan kualitas air,
72
K
73
Bab 5. Implementasi Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash
74
K
75
Bab 5. Implementasi Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash
76
K
(a) Pelapisan NAF (bench atas) dan Pelapisan FABA (bench bawah)
77
Bab 5. Implementasi Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash
(a) Pengeboran titik (b) Pemasangan sensor (c) Koneksi sensor dan
pemantauan datalogger
78
K
79
Bab 5. Implementasi Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash
80
K
81
Bab 5. Implementasi Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash
82
K
83
Bab 5. Implementasi Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash
84
K
Gambar 37. Peta wilayah PLTU Ombilin, jalur angkut FABA, dan
wilayah IUP PT GTC
85
Bab 5. Implementasi Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash
Kedua sampel air asam tambang yang diambil dari dua lokasi berbeda
di PT GTC memiliki nilai pH dan mangan (Mn) di bawah baku mutu
berdasarkan KepmenLH No. 113 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air
Limbah Bagi Usaha dan Atau Kegiatan Pertambangan Batubara.
Kedua sampel air memiliki nilai pH asam yaitu 2,71 dan 3,54, juga nilai
sulfat yang tinggi yaitu 1340,12 mg/L dan 647,69 mg/L, menunjukkan
bahwa oksidasi pirit terjadi dalam jumlah yang besar.
86
K
87
Bab 5. Implementasi Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash
Hasil uji geokimia statik untuk batuan dari lubang tambang dan FABA
adalah seperti ditunjukkan pada Tabel 23.
88
K
Tabel 23. Hasil uji statik sampel PT GTC dan FABA PLTU Ombilin
Total NAG
Kode ANC/ pH NAG
No. Sulfur MPA ANC NAPP pH
Sampel MPA Pasta pH pH 7
(%) 4,5
1 S-1 1,272 38,95 1,98 0,051 36,97 6,35 3,27 3,92 13,90
GTC
2 S-2 1,555 47,61 4,60 0,097 43,01 5,49 2,94 3,87 11,72
GTC
3 S-3 1,602 49,05 1,76 0,036 47,29 5,12 2,69 4,11 16,28
GTC
4 S-4 1,160 35,50 4,29 0,121 31,21 5,26 3,18 4,75 12,34
GTC
5 S-5 1,070 32,76 8,84 0,269 23,92 5,67 3,75 4,52 12,71
GTC
6 S-6 1,407 43,08 3,15 0,073 39,93 5,53 2,77 5,30 15,16
GTC
S-7
7 Bottom 0,170 5,21 7,81 1,499 -2,6 10,71 8,11 0 0
ash
8 S-8 Fly 0,301 9,22 12,57 1,363 -3,35 10,12 6,98 0 0
ash
9 S9 0,219 6,71 9,94 1,481 -3,23 10,66 8,02 0 0
FABA
Catatan: MPA, ANC, NAPP, NAG pH4,5, dan NAG pH7 dalam satuan kg H2SO4/ton
89
Bab 5. Implementasi Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash
90
K
91
Bab 5. Implementasi Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash
92
K
93
Bab 5. Implementasi Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash
94
K
95
Bab 5. Implementasi Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash
96
K
97
Bab 5. Implementasi Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash
98
K
5.2.7. Pemantauan
1. Uji kinerja lapisan FABA terhadap difusi oksigen dan kualitas air di
area pemanfaatan
Untuk mengetahui efektivitas dari pemanfaatan FABA sebagai pelapis
material PAF, dilakukan serangkaian kegiatan pemantauan
lingkungan. Pemantauan air tanah dan oksigen dilakukan melalui
sumur pantau berupa pipa berpori yang ditanam di lokasi
pemanfaatan. Pada setiap luas 5000 m2 dipasang 2 buah pipa berpori
dengan kedalaman bervariasi tergantung pada ketebalan lapisan
FABA yang telah dimanfaatkan, berkisar antara 10 - 30 meter.
Pengujian konsentrasi oksigen di timbunan dilakukan dengan
menghisap udara dari kedalaman + 10 meter dan mengalirkannya ke
detektor gas untuk pembacaan konsentrasi oksigen. Hasil
pengukuran pada tanggal 19 April 2021 menunjukkan konsentrasi
oksigen di dalam timbunan berkisar antara 1.4% - 1.8%.
99
Bab 5. Implementasi Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash
Indikator lainnya adalah kualitas air, dimana sampel air diambil untuk
diukur pH dan alkalinitias. Pengujian pH terhadap sampel air tanah
tanggal 19 April 2021 menunjukkan nilai pH 6.9 dan 7.8. Sedangkan
pengujian alkalinitas dilakukan di UPTD Laboratorium Kesehatan
Provinsi Sumatera Barat menunjukkan nilai 8,75 mg/L.
Berdasarkan hasil tersebut diatas, meskipun konsentrasi oksigen
masih diatas 1%, namun nilai pH yang tinggi menunjukkan tidak
terbentuknya air asam tambang pada area pemanfaatan FABA
tersebut.
2. Uji konduktivitas hidraulik (permeabilitas) dan California Bearing
Ratio (CBR)
Efektivitas lapisan penutup sangat dipengaruhi oleh permeabilitas
dari FABA yang digunakan. Lapisan FABA harus memiliki
permeabilitas yang rendah untuk mengurangi masuknya air dan
oksigen. Uji permeabilitas FABA dilakukan di Laboratorium
Mekanika Tanah Universitas Andalas, dan untuk sampel 8 April 2021
diperoleh nilai permeabilitas untuk FABA I sebesar 9,62 x 10-5 cm/
detik dan untuk FABA II sebesar 9,89 x 10-5 cm/detik. Nilai ini telah
memenuhi ketentuan dalam izin.
Untuk pengujian California Bearing Ratio (CBR), diperoleh nilai
sebesar 9.5% – 12% untuk lapisan FABA dan 9% – 16% untuk
lapisan overburden pada pengujian 22 Desember 2020. Kedua nilai
ini telah memenuhi ketentuan dalam izin.
3. Pemantauan terhadap air tanah
Dilakukan pemantauan air tanah melalui sumur pantau di hulu
dan hilir area pemanfaatan dengan kedalaman rata-rata 30 meter.
Pemantauan air tanah dilakukan setiap 1 tahun, bekerja sama
dengan UPTD Laboratorium Lingkungan Dinas Perumahan,
Kawasan Permukiman, Pertanahan dan Lingkungan Hidup Kota
Sawahlunto. Hasil pengujian kualitas air pada sumur pantau di
hulu (C1) dan di hilir (C2 dan C3) untuk sampel tanggal 1 Juli 2020
adalah seperti ditunjukkan pada Tabel 28. Hasil pemantauan
menunjukkan tidak ada perbedaan kualitas air yang signifikan antara
sumur pantau tersebut.
100
K
101
Bab 5. Implementasi Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash
102
K
103
104
K
Daftar Istilah
105
Daftar Istilah
106
K
107
Daftar Istilah
108
K
Daftar Pustaka
109
Daftar Pustaka
110
K
111
112
K
Penulis