Anda di halaman 1dari 28

Get Homework/Assignment Done

Homeworkping.com
Homework Help
https://www.homeworkping.com/

Research Paper help


https://www.homeworkping.com/

Online Tutoring
https://www.homeworkping.com/

click here for freelancing tutoring sites


BAB I

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Ny. T
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 46 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai Negeri
Bangsa : Indonesia
Alamat : Jl. Surajim No.1 rt/rw 03/05 Bogor

1
II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara Auto-anamnesis pada tanggal 22 Januari 2014 pukul 10.35
WIB di Poliklinik Mata RSMM Bogor.

Keluhan Utama
Penglihatan tidak jelas atau kabur saat membaca dekat

Keluhan Tambahan
Sering sakit kepala, mata sering terasa lelah dan berair apabila dipaksakan atau lama saat
membaca dan mengetik dikomputer.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang kepoliklinik mata RSMM Bogor dengan keluhan penglihatan tidak jelas
atau kabur saat membaca secara dekat. Pasien merupakan pegawai negeri yang
pekerjaannya berhadapan dengan komputer dan berkas. Pasien mengaku keluhan tersebut
timbul 3 bulan SMRS, yang semakin lama keluhan tersebut semakin mengganggu. Pasien
juga mengeluhkan sering sakit kepala, mata terasa lelah untuk melihat dan berair apabila
dipaksakan atau lama untuk membaca dan bekerja. Pasien menggunakan kaca matanya
sudah 5 tahun, dan selama 5 tahun tersebut tidak terdapat keluhan yang terjadi seperti
sekarang. Dan saat ini pasien merasa kaca matanya sudah tidak cocok lagi dan tetap terasa
kabur atau kurang jelas saat mengerjakan pekerjaannya didepan komputer sehingga
dirasakan tidak nyaman dan mengganggu pekerjaan pasien. Pasien kemudian berobat
untuk memeriksakan matanya dan meminta untuk dibuatkan kaca mata baru. Sebelumnya
pasien hanya 1 kali menggantikan kaca matanya di optik terdekat tanpa memeriksakan lagi
kedokter 3 tahun smrs.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengaku pernah mengalami hal yang sama sebelumnya, yaitu 5 tahun smrs.
Sebelumnya pasien memeriksakan kedokter dan mendapatkan pertolongan dengan
penggunaan kaca mata dan keluhannya membaik. Pasien pernah mengalami hal yang sama
3 tahun smrs, tetapi pasien hanya menggantikan kaca matanya ke optik tanpa kedokter.
Pasien sudah menggunakan kaca mata selama 5 tahun. Pada saat pemeriksaan, pasien lupa
membawa kaca matanya dan pasien lupa berapa tepatnya nilai kelainan refraksi pada kaca

2
mata sebelumnya. Riwayat trauma, alergi obat-obatan, tindakan operasi pada mata dan
dirawat di RS ddisangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Ayah pasien menggunakan kaca mata sejak usia 56 tahun. Kakak, adik dan ibu pasien
tidak ada yang memakai kaca mata. Pasien menyangkal bahwa terdapat anggota
keluarganya yang mempunyai penyakit Hipertensi, Kencing manis, Jantung asma dll.

III. Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Tidak tanpak sakit
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 76 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,7o C
Status Generalis
Kepala : Normocephali
Mata : (status oftalmologi)
Telinga : Normotia, Serumen -/-
Hidung : Septum deviasi (-), sekret -/-
Mulut : Bibir kering (-), Sianosis (-)
Tenggorokan : Tonsil T1-T1 tenang, Faring hiperemis (-)
Leher : Trakea lurus ditengah, KGB tidak teraba membesar, Tiroid tidak
teraba membesar.
Jantung : BJ1-BJ2 reguler, murmur (-), gallop (-), batas jantung dbn
Paru : Suara nafas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Teraba supel, Hepar lien tidak teraba, BU (+) normal
Ekstermitas : Akral hangat pada keempat ekstermitas, Oedem (-)

IV. Status Oftalmologi

OD OS

3
Visus 0,8 1,0 F

Kedudukan Bola Mata

Posisi Orthoforia Orthoforia


Eksoftalmus - -
Enoftalmus - -

Pergerakan Bola Mata

Supersilia

Alopesia - -

Palpebra Superior

Edema - -
Spasme - -
Hiperemis - -
Benjolan - -
Ulkus - -
Fistel - -
Hordeolum - -
Khalazion - -
Ptosis - -

Palpebra Inferior

Edema - -
Hiperemis - -

4
Benjolan - -
Ulkus - -
Fistel - -
Hordeolum - -
Khalazion - -

Margo Palpebra Superior et Silia

Edema - -
Hiperemis - -
Ektropion - -
Entropion - -
Sekret - -
Benjolan - -
Trikiasis - -
Madarosis - -
Ulkus - -
Fistel - -

Margo Palpebra Inferior et Silia

Edema - -
Hiperemis - -
Ektropion - -
Entropion - -
Sekret - -
Benjolan - -
Trikiasis - -
Madarosis - -
Ulkus - -
Fistel - -

5
Area Kelenjar Lakrimalis

Edema - -
Hiperemis - -
Fistel - -
Benjolan - -

Punctum Lakrimalis

Edema - -
Hiperemis - -
Sekret - -
Epikantus - -

Konjungtiva Tarsalis Superior

Kemosis - -
Hiperemis - -
Anemis - -
Folikel - -
Papil - -
Lithiasis - -
Simblefaron - -

Konjungtiva Tarsalis Inferior

Kemosis - -
Hiperemis - -
Anemis - -
Folikel - -
Papil - -
Lithiasis - -
Simblefaron - -

6
Konjungtiva Forniks Superior et Inferior

Kemosis - -
Hiperemis - -
Folikel - -
Simblefaron - -

Konjungtiva Bulbi

Kemosis - -
Pterigium - -
Pinguekula - -
Flikten - -
Slimbafaron - -
Injeksi Konjungtiva - -
Injeksi Siliar - -
Injeksi Episklera + +
Perdarahan Subkonjungtiva - -

Kornea

Kejernihan + +
Edema - -
Ulkus - -
Flikten - -
Macula - -
Leukoma - -
Leukoma Adherens - -
Sfatiloma - -
Neovaskularisasi - -
Pigmen Iris - -
Bekas Jahitan - -
Tes Fluoresensi - -

7
Tes Sensibilitas + +
Tes Placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Limbus Kornea

Arkus Senilis - -
Bekas Jahitan - -

Sklera

Sklera Biru - -
Episkleritis - -
Skleritis - -

COA

Kejernihan Jernih Jernih

Iris

Warna Coklat Coklat


Kripta Normal Normal

Pupil

Bentuk Bulat Bulat


Ukuran 3 mm 3 mm
Isokoria Isokor Isokor
RCL + +
RTCL + +

Lensa

8
Kejernihan Jernih Jernih

Vitreus Humour

Kejernihan Jernih Jernih

Funduskopi

Funduskopi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Tekanan Intraokuler

Palpasi Normal Normal


Tonometer Schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan

V. Pemeriksaan Penunjang
Dengan menggunakan Snellen Chart, ditemukan :
OD : Spheris ditemukan + 0,50, Cylindris ditemukan – 0,50, axis 40o
OS : Spheris ditemukan + 0,50, Cylindris ditemukan – 0,25, axis 100o
Additional kanan dan kiri masing – masing + 1,75
PD : 62/60 mm

Dengan Refraktometer
OD : Spheris ditemukan + 0,75, Cylindris ditemukan – 0,75, axis 107o
OS : Spheris ditemukan + 1,50, Cylindris ditemukan – 0,50, axis 117o
PD : 64 mm

VI. Resume
Pasien Ny.T 46 tahun, datang ke poli mata RSMM dengan keluhan penglihatan tidak jelas
atau kabur saat membaca dekat. Pasien juga mengeluhkan matanya cepat lelah, terkadang
berair dan sakit kepala apabila dipaksakan lama untuk bekerja/membaca didepan
komputer. Pasien menggunakan kaca mata selama 5 tahun, dan baru ganti kaca mata yang
ke 2 sejak 3 tahun yang lalu.

9
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dan status generalis dalam batas normal.
Dalam pemeriksaan oftalmologi didapatkan visus pasien : 0,8/1,0 F. Visus membaik
dengan koreksi kaca mata : S +0,50, C -0,50, X 40o / S +0,50, C -0,25, X 100o dan ADD
+1,75.

VII. Diagnosis Kerja


ODS Presbiopi Astigmatism

VIII. Penatalaksanaan
Non Medikamentosa
Pemakaian Kaca Mata Progressive
RX SPHERIS CYL AXIS PRISM BASE ADD
OD +0,50 -0,50 40o +1,75
OS +0,50 -0,25 100o +1,75
PD NEAR : 60 mm
DIST : 62 mm

Medikamentosa
Nuvision tab 2 ddI
Protagenta eye drop 4 tetes/hari ODS

IX. Prognosis
Ad Vitam : Ad Bonam
Ad Fungtionam : Ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam
BAB II
ANALISIS KASUS

I. Diagnosis
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis ODS Presbiopi Astigmatisma atas dasar :
a. Anamnesa
Pasien mengeluh penglihatan tidak jelas atau buram apabila membaca dekat yang
sering dilakukan pasien pada pekerjaannya didepan komputer. Pasien juga mengeluh

10
mata cepat lelah kadang berair dan sakit kepala. Keluhan ini merupakan tanda dari
gangguan akomodasi pada usia lanjut yaitu presbiopi dengan usia pasien 46 tahun.
Gangguan akomodasi ini terjadi akibat kelemahan otot akomodasi dan bisa disebabkan
karena lensa mata yang sudah tidak kenyal lagiatau berkurang elastisitasnya karena
faktor usia. Akibat gangguan ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun, akan
memberikan keluhan setelah membaca berupa mata lelah, berair dan terasa pedas yang
sama terjadi pada pasien ini.
Pasien juga menderita astigmat yaitu kelainan refraksi yang disebabkan kelengkungan
kornea yang tidak normal. Pada astigmatisma terdapat variasi pada kurvatur kornea
atau lensa pada meridian yang berbeda mengakibatkan berkas cahaya tidak difokuskan
pada satu titik. Pada mata normal, permukaan kornea yang melengkung teratur akan
memfokuskan sinar pada satu titik. Pada astigmatisma sinar dibiaskan tidak sama pada
semua arah sehingga pada retina tidak didapatkan satu titik fokus pembiasan sehingga
timbul gejala penglihatan kabur untuk jauh ataupun dekat, mengecilkan celah kelopak
mata jika ingin melihat dan sakit kepala, mata tegang dan pegal. Gejala itulah yang
terjadi pada pasien ini, sehinngga pasien ini didiagnosis astigmatisma.
b. Pemeriksaan Fisik dengan Snellen chart
OD : Spheris ditemukan + 0,50, Cylindris ditemukan – 0,50, axis 40o
OS : Spheris ditemukan + 0,50, Cylindris ditemukan – 0,25, axis 100o
Additional kanan dan kiri masing – masing + 1,75
Jelas didapatkan adanya presbiopi dan astigmatisma pada pasien ini.
II. Penatalaksanaan
Pada pasien ini untuk mengurangi keluhannya dibantu dengan penggunaan kaca mata
Bivocal dengan color white dan tipe progresive dengan pupil distance 62/60 mm.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

AKOMODASI

Daya akomodasi adalah kemampuan mata untuk mencembungkan atau memipihkan


lensa mata. Pada proses melihat, lensa mata akan cembung jika melihat benda yang
dekat dan akan memipih jika melihat benda yang jauh. Hal ini sebenarnya adalah usaha

11
menempatkan bayangan yang dilihat agar tepat pada retina sehingga dapat jelas. Saat
mata melihat objek yang dekat, lensa mata akan berakomodasi menjadi lebih cembung
agar bayangan yang terbentuk jatuh tepat di retina. Sebaliknya, saat melihat objek yang
jauh, lensa mata akan menjadi lebih pipih untuk memfokuskan bayangan tepat di
retina.1

PRESBIOPI

a. Definisi
Presbiopi merupakan kondisi mata dimana lensa kristalin kehilangan fleksibilitasnya
sehingga membuatnya tidak dapat fokus pada benda yang dekat. Presbiopi adalah suatu
bentuk gangguan refraksi, dimana makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata
sesuai dengan makin meningkatnya umur.
Presbiopi merupakan bagian alami dari penuaan mata. Presbiopi ini bukan merupakan
penyakit dan tidak dapat dicegah. Presbiopi atau mata tua yang disebabkan karena daya
akomodasi lensa mata tidak bekerja dengan baik akibatnya lensa mata tidak dapat
menmfokuskan cahaya ke titik kuning dengan tepat sehingga mata tidak bisa melihat
yang dekat. Presbiopi adalah suatu bentuk gangguan refraksi, dimana makin
berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya umur.
Biasanya terjadi diatas usia 40 tahun, dan setelah umur itu, umumnya seseorang akan
membutuhkan kaca mata baca untuk mengkoreksi presbiopinya.1,2,3

b. Etiology

Makin bertambahnya umur maka setiap lensa akan menglami kemunduran kemampuan
untuk mencembung. Berkurangnya kemampuan mencembung ini akan memberikan
kesukaran melihat dekat, sedang untuk melihat jauh tetap normal. Presbiopia ini
berjalan progresif sesuai dengan bertambahnya umur. Secara umum etiologi dari
presbiopia adalah : terjadi gangguan akomodasi lensa pada usia lanjut, kelemahan otot-
otot akomodasi, lensa mata menjadi tidak kenyal, atau berkurang elastisitasnya akibat
kekakuan (sklerosis) lensa.2,3

c. Epidemiology

Prevalensi presbiopi lebih tinggi pada populasi dengan usia harapan hidup yang tinggi.
Karena presbiopi berhubungan dengan usia, prevalensinya berhubungan langsung

12
dengan orang-orang lanjut usia dalam populasinya. Walaupun sulit untuk melakukan
perkiraan insiden presbiopi karena onsetnya yang lambat, tetapi bisa dilihat bahwa
insiden tertinggi presbiopi terjadi pada usia 42 hingga 44 tahun. Studi di Amerika pada
tahun 1955 menunjukkan 106 juta orang di Amerika mempunyai kelainan presbiopi.
Faktor resiko utama bagi presbiopi adalah usia, walaupun kondisi lain seperti trauma,
penyakit sistemik, penyakit kardiovaskular, dan efek samping obat juga bisa
menyebabkan presbiopi dini.2

d. Patofiology
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi mata
karenaadanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul
sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa menjadi
lebih keras (sklerosis)dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung. Dengan
demikian kemampuan melihat dekat makin berkurang.2,3,4

e. Klasifikasi2,3,4,5
1. Presbiopi Insipien : tahap awal perkembangan presbiopi, dari anamnesa didapati
pasien memerlukan kaca mata untuk membaca dekat, tapi tidak tampak kelainan bila
dilakukan tes, dan pasien biasanya akan menolak preskripsi kaca mata baca.
2. Presbiopi Fungsional : Amplitud akomodasi yang semakin menurun dan akan
didapatkan kelainan ketika diperiksa.
3. Presbiopi Absolut : Peningkatan derajat presbiopi dari presbiopi fungsional, dimana
proses akomodasi sudah tidak terjadi sama sekali.
4. Presbiopi Prematur : Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun dan
biasanya berhungan dengan lingkungan, nutrisi, penyakit, atau obat-obatan.
5. Presbiopi Nokturnal : Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada kondisi gelap
disebabkan oleh peningkatan diameter pupil.

f. Gejala Klinis 3,4


1. Kesulitan membaca tulisan dengan cetakan huruf yang halus / kecil
2. Setelah membaca, mata menjadi merah, berair, dan sering terasa pedih. Bisa juga
disertai kelelahan mata dan sakit kepala jika membaca terlalu lama

13
3. Membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca atau menegakkan punggungnya
karena tulisan tampak kabur pada jarak baca yang biasa (titik dekat mata makin
menjauh)
4. Sukar mengerjakan pekerjaan dengan melihat dekat, terutama di malam hari
5. Memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca
6. Terganggu secara emosional dan fisik
7. Sulit membedakan warna

g. Diagnosis 6,7
1. Anamnesa gejala-gejala dan tanda-tanda presbiopi
2. Pemeriksaan Oftalmologi
a. Visus – Pemeriksaan dasar untuk mengevaluasi presbiopi dengan menggunakan
Snellen Chart
b. Refraksi – Periksa mata satu per satu, mulai dengan mata kanan. Pasien diminta
untuk memperhatikan kartu Jaeger dan menentukan kalimat terkecil yang bisa
dibaca pada kartu. Target koreksi pada huruf sebesar 20/30.
c. Motilitas okular, penglihatan binokular, dan akomodasi – termasuk pemeriksaan
duksi dan versi, tes tutup dan tes tutup-buka, tes Hirschberg, amplitud dan fasilitas
akomodasi, dan steoreopsis
d. Penilaian kesehatan okular dan skrining kesehatan umum – untuk mendiagnosa
penyakit-penyakit yang bisa menyebabkan presbiopia.
e. Pemeriksaan ini termasuk reflek cahaya pupil, tes konfrontasi, penglihatan warna,
tekanan intraokular, dan pemeriksaan menyeluruh tentang kesehatan segmen
anterior dan posterior dari mata dan adnexanya. Biasanya pemeriksaan dengan
ophthalmoskopi indirect diperlukan untuk mengevaluasi segmen media dan
posterior

h. Penatalaksanaan2,6,7
1. Digunakan lensa positif untuk koreksi presbiopi. Tujuan koreksi adalah untuk
mengkompensasi ketidakmampuan mata untuk memfokuskan objek-objek yang
dekat.
2. Kekuatan lensa mata yang berkurang ditambahan dengan lensa positif sesuai usia
dan hasil pemeriksaan subjektif sehingga pasien mampu membaca tulisan pada kartu
Jaeger 20/3.

14
3. Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi +3.00 D adalah lensa positif terkuat
yang dapat diberikan pada pasien. Pada kekuatan ini, mata tidak melakukan
akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena tulisan yang dibaca terletak pada
titik fokus lensa +3.00 D
Usia (tahun) Kekuatan Lensa Positif yang dibutuhkan
40 +1.00 D
45 +1.50 D
50 +2.00 D
55 +2.50 D
60 +3.00 D
4. Selain kaca mata untuk kelainan presbiopi saja, ada beberapa jenis lensa lain yang
digunakan untuk mengkoreksi berbagai kelainan refraksi yang ada bersamaan
dengan presbiopia. Ini termasuk :
a. Bifokal – untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bisa yang mempunyai
garis horizontal atau yang progresif.
b. Trifokal – untuk mengkoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh. Bisa yang
mempunyai garis horizontal atau yang progresif.
c. Bifokal kontak - untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bagian bawah
adalah untuj membaca. Sulit dipasang dan kurang memuaskan hasil koreksinya.
d. Monovision kontak – lensa kontak untuk melihat jauh di mata dominan, dan
lensa kontak untuk melihat dekat pada mata non-dominan. Mata yang dominan
umumnya adalah mata yang digunakan untuk fokus pada kamera untuk
mengambil foto.
e. Monovision modified – lensa kontak bifokal pada mata non-dominan, dan lensa
kontak untuk melihat jauh pada mata dominan. Kedua mata digunakan untuk
melihat jauh dan satu mata digunakan untuk membaca.
5. Pembedahan refraktif seperti keratoplasti konduktif, LASIK, LASEK, dan
keratektomi fotorefraktif.

15
Contoh kaca mata progresive yang sering digunakan pada pasien dengan presbiopi.

ASTIGMATISME

i. Definisi

Astigmatisma adalah kelainan refraksi yang mencegah berkas cahaya jatuh sebagai
suatu fokus titik di retina karena perbedaan derajat refraksi di berbagai meridian kornea
atau lensa kristalina. Pada astigmatisma, mata menghasilkan suatu bayangan dengan
titik atau garis fokus multiple, dimana berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik
dengan tajam pada retina akan tetapi pada 2 garis titik api yang saling tegak lurus yang
terjadi akibat kelainan kelengkungan di kornea. Kornea merupakan bagian mata yang
tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat
dilakukan oleh kornea, dimana 40 Dioptri dari 50 Dioptri pembiasan sinar masuk
kornea dilakukan oleh kornea.
Astigmatisma merupakan keadaan dimana sinar sejajar tidak dibiaskan secara seimbang
pada seluruh meridian. Pada astigmatisma reguler terdapat dua meridian utama yang
terletak saling tegak lurus. Mata dengan astigmatisma mempunyai kekuatan yang
berbeda pada kedua meridian mata tersebut. Hal ini menyebabkan cayhaya yang
memasuki mata menjadi terfokus oada tempat yang berbeda yang tidak terfokus pada
satu titik.4,5
Permukaan kornea dan kristal lensa merupakan media refraksi utama yang
memfokuskan cahaya yang masuk pada mata. Mata normal ataupun miopi dan
hipermetropi memiliki permukaan refraksi yang berbentuk sferis. Permukaan sferis
berbentuk seperti bola yang memiliki permukaan dengan kurvatur yang sama pada
semua meridiannya. Sedangkan pada asstigmatisma, permukaan refraksi tidak memiliki
kurvatur yang sama pada semua meridiannya. Permukaan refraksi pada mata dengan
astigmatisma dapat dianalogikan dengan rugby ball atau telur disebut juga permukaan
toric. Penyebab astigmatisma yang paling sering adalah kornea yang toric. Hal ini
disebabkan kornea merupakan media refraksi yang utama. 2,3,4

j. Etiology

16
Penyebab tersering dari astigmatism adalah kelainan bentuk kornea. Pada sebagian
kecil dapat pula disebabkan kelainan lensa.Pada umumnya astigmatisme bersifat
menurun, beberapa orang dilahirkan dengan kelainan bentuk anatomi kornea yang
menyebabkan gangguan penglihatan dapat memburuk seiring bertambahnya waktu.
Namun astigmatisme juga dapat disebabkan karena trauma pada mata sebelumnya yang
menimbulkan jaringan parut pada kornea, daat juga jaringan parut bekas operasi pada
mata sebelumnya atau dapat pula disebabkan oleh keratokonus.5

Astigmatisma juga sering disebabkan oleh adanya selaput bening yang tidak teratur dan
lengkung kornea yang terlalu besar pada salah satu bidangnya (Guyton et al, 1997).
Permukaan lensa yang berbentuk bulat telur pada sisi datangnya cahaya, merupakan
contoh dari lensa astigmatis. Derajat kelengkungan bidang yang melalui sumbu panjang
telur tidak sama dengan derajat kelengkungan pada bidang yang melalui sumbu pendek.
Karena lengkung lensa astigmatis pada suatu bidang lebih kecil daripada lengkung pada
bidang yang lain, cahaya yang mengenai bagian perifer lensa pada suatu sisi tidak
dibelokkan sama kuatnya dengan cahaya yang mengenai bagian perifer pada bidang
yang lain (Ilyas, 2003) Astigmatisma pasca operasi katarak dapat terjadi bila jahitan
terlalu erat (James et al, 2003). Selain itu daya akomodasi mata tidak dapat
mengkompensasi kelainan astigmatisma karena pada akomodasi, lengkung lensa mata
tidak berubah sama kuatnya di semua bidang. Dengan kata lain, kedua bidang
memerlukan koreksi derajat akomodasi yang berbeda, sehingga tidak dapat dikoreksi
pada saat bersamaan tanpa dibantu kacamata.2,3,4

k. Epidemiology

Prevelensi kelainan refraksi diindonesia menempati tempat pertama atau 24,72%,


sedangkan sebagai penyebab kebutaan diindonesia kelainan refraksi menempati urutan
ketiga atau 0,11%. Frekuwensi astigmatisma relatif sering. Menurut Maths
Abrahamasson dan Johan Sjostrand angka kejadian astigmatisma lebih dari 0,50D, 10%
lebih ddari 1,00D dan 1% lebih dari 1,50D. 3

l. Patofiology

Pada mata normal, permukaan kornea yang melengkung teratur akan memfokuskan
sinar pada satu titik. Pada astigmatisma, pembiasan sinar tidak difokuskan pada satu
titik. Sinar pada astigmatisma dibiaskan tidak sama pada semua arah sehingga pada

17
retina tidak didapatkan satu titik fokus pembiasan. Sebagian sinar dapat terfokus pada
bagian depan retina sedang sebagian sinar lain difokuskan di belakang retina. 4

Gambar Pembentukan bayangan pada Astigmatisme

Jatuhnya fokus sinar dapat dibagi menjadi 5, yaitu :5,7

1. Astigmaticus miopicus compositus, dimana 2 titik jatuh di depan retina


2. Astigmaticus hipermetropicus compositus, dimana 2 titik jatuh di belakang retina
3. Astigmaticus miopicus simpex, dimana 2 titik masing-masing jatuh di depan retina
dan satunya tepat pada retina
4. Astigmaticus hipermetropicus simpex, dimana 2 titik masing-masing jatuh di
belakang retina dan satunya tepat pada retina
5. Astigmaticus mixtus, dimana 2 titik masing-masing jatuh di depan retina dan
belakang retina

Mata dengan astigmatisma dapat dibandingkan dengan melihat melalui gelas dengan air
yang bening. Bayangan yang terlihat dapat menjadi terlalu besar, kurus, atau terlalu
lebar dan kabur.

m. Klasifikasi
Pembagian Astigmatisma menurut Ilyas (2009) 4
A. Astigmatisma reguler
Berdasarkan axis dan sudut yang dibentuk antara dua principal meridian, regular
astigmatisma dapat dibagi dalam 3 bentuk, yaitu :
1) Horizontal- vertikal astigmatisma

18
Astigmatisma ini merupakan dua meridian yang membentuk sudut satu sama
o o o o
lain secara horizontal (180 ±20 ) atau vertical (90 ±20 ) astigmatisma ini
terbagi atas 2 jenis :

With-in-the-rule astigmatism. Dimana meridian vertical mempunyai
kurvatura yang lebih kuat (melengkung) dari meridian horizontal. Disebut
with the rule karena mempunyai kesamaan dengan kondisi normal mata
mempunyai kurvatura vertical lebih besar oleh karena penekanan oleh
0 0
kelopak mata. Astigmatisma ini dapat dikoreksi –axis 180 atau +axis 90


Against-the rule astigmatism. Suatu kondisi dimana meridian horizontal
mempunyai kurvatura yang lebih kuat (melengkung) dari meridian vertical.
0 0
Astigmatisma jenis ini dapat dikoreksi dengan +axis 180 atau -axis 90 .

19
2). Oblique astigmatism

Merupakan suatu astigmatisma regular dimana kedua principle meridian tidak


pada meridian horizontal atau vertical. Principal meridian terletak lebih dari 20o
dari meridian vertical atau horizontal.

3). Blobligue astigmatism

Suatu kondisi dimana kedua principle meridian tidak membentuk sudut satu
sama lain.

Sedangkan menurut letak fokusnya terhadap retina, astigmatisme regular


dibedakan dalam 5 jenis, yaitu :5,7
Kesepakatan: untuk menyederhanakan penjelasan, titik fokus dari daya bias
terkuat akan disebut titik A, sedang titik fokus dari daya bias terlemah akan
disebut titik B.

Astigmatismus Myopicus Simplex.


Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada
tepat pada retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph
0,00 Cyl -Y atau Sph -X Cyl +Y di mana X dan Y memiliki angka yang sama.

Astigmatismus Hypermetropicus Simplex.


Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B berada
di belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph

20
0,00 Cyl +Y atau Sph +X Cyl -Y di mana X dan Y memiliki angka yang sama.

Astigmatismus Myopicus Compositus.


Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada
di antara titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini
adalah Sph -X Cyl -Y.

Astigmatismus Hypermetropicus Compositus.


Astigmatisme jenis ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan titik A
berada di antara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis

21
ini adalah Sph +X Cyl +Y.

Astigmatismus Mixtus.
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada
di belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph
+X Cyl -Y, atau Sph -X Cyl +Y, di mana ukuran tersebut tidak dapat
ditransposisi hingga nilai X menjadi nol, atau notasi X dan Y menjadi sama -
sama + atau -.

B. Irregular Astigmatisma

Suatu keadaan refraksi dimana setiap meridian mempunyai perbedaan refraksi yang
tidak teratur bahkan kadang-kadang mempunyai perbedaan pada meridian yang
sama. Principle meridian tidak tegak lurus satu dengan lainnya. Biasanya

22
astigmatisma irregular ini dikoreksi dengan lensa kontak kaku (Soekardi et al, 2004).
Berbicara mengenai induksi astigmatisma pasca operasi (induced astigmatism),
seperti kita ketahui, penderita astigmatisma sebagian besar adalah with the rule
astigmatism. Insisi yang ditempatkan pada kornea akan menyebabkan pendataran
pada arah yang berhadapan dengan insisi tersebut. Artinya, jika melakukan insisi
dari temporal cenderung menyebabkan pendataran pada sumbu horizontal kornea,
dimana hal ini akan mengakibatkan induksi with-the-rule astigmatism. Sebaliknya
jika melakukan insisi kornea dari superior cenderung mengakibatkan induksi
againts-the-rule astigmatism. Biasanya induksi astigmatisma ini bergantung dari
panjangnya insisi, yaitu semakin panjang insisi akan semakin besar induksi
astigmatisma (Soekardi et al, 2004).

n. Gejala Klinis
Pada nilai koreksi astigmatisma kecil, hanya terasa pandangan kabur. Tapi terkadang
pada astigmatisma yang tidak dikoreksi, menyebabkan sakit kepala atau kelelahan
mata, dan mengaburkan pandangan ke segala arah. Pada anak-anak, keadaan ini
sebagian besar tidak diketahui, oleh karena mereka tidak menyadari dan tidak mau
mengeluh tentang kaburnya pandangan mereka.3,4

o. Diagnosis 2,3,4,5,6
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pasien akan
datang dengan gejala klinis seperti yang tersebut diatas. Pada pemeriksaan fisik,
terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dengan kartu snellen. Periksa kelainan refraksi
mipia atau hipermetropia apabila ada dan tentukan tajam penglihatannya.
Dengan menggunakan juring atau kipas astigmat, garis berwarna hitam yang disusun
radial dengan bentuk semisirkular dengan dasar yang putih merupakan pemeriksaan
subyektif untuk menilai ada dan besarnya derajat astigmat.
Refraksi Subyektif
Alat :
 Kartu Snellen.
 Bingkai percobaan.
 Sebuah set lensa coba.
 Kipas astigmat.

23
Snellen Chart Kipas Astigmat

Prosedur :

Astigmat bisa diperiksa dengan cara pengaburan (fogging technique of refraction) yang
menggunakan kartu snellen, bingkai percobaan, sebuah set lensa coba, dan kipas
astigmat. Pemeriksaan astigmat ini menggunakan teknik sebagai berikut yaitu:

1. Pasien duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter,


2. Pada mata dipasang bingkai percobaan,
3. Satu mata ditutup,
4. Dengan mata yang terbuka pada pasien dilakukan terlebih dahulu pemeriksaan dengan
lensa (+) atau (-) sampai tercapai ketajaman penglihatan terbaik,
5. Pada mata tersebut dipasang lensa (+) yang cukup besar (misal S + 3.00) untuk
membuat pasien mempunyai kelainan refreksi astigmat miopikus,
6. Pasien diminta melihat kartu kipas astigmat,
7. Pasien ditanya tentang garis pada kipas yang paling jelas terlihat,
8. Bila belum terlihat perbedaan tebal garis kipas astigmat maka lensa S( + 3.00)
diperlemah sedikit demi sedikit hingga pasien dapat menentukan garis mana yang
terjelas dan terkabur,
9. Lensa silinder (-) diperkuat sedikit demi sedikit dengan sumbu tersebut hingga
tampak garis yang tadi mula-mula terkabur menjadi sama jelasnya dengan garis yang
terjelas sebelumnya,
1. Bila sudah dapat melihat garis-garis pada kipas astigmat dengan jelas,lakukan
tes dengan kartu Snellen,

24
2. Bila penglihatan belum 6/6 sesuai kartu Snellen, maka mungkin lensa (+) yang
diberikan terlalu berat,sehingga perlu mengurangi lensa (+) atau menambah
lensa (-),
3. Pasien diminta membaca kartu Snellen pada saat lensa (-) ditambah perlahan-
lahan hingga ketajaman penglihatan menjadi 6/6 (Ilyas, 2003)

Sedangkan nilainya : Derajat astigmat sama dengan ukuran lensa silinder (-) yang
dipakai sehingga gambar kipas astigmat tampak sama jelas (Ilyas, 2003).

Refraksi Obyektif

Karena sebagian besar astigmatisma disebabkan oleh kornea, maka dengan


mempergunakan keratometer, derajat astigmatisma dapat diketahui. Cara obyektif
semua kelainan refraksi, termasuk astigmatisma dapat ditentukan dengan skiaskopi,
retinoskopi garis (streak retinoscopy), dan refraktometri (Ilyas et al, 2003).

Skiaskopi

p. Penatalaksanaan2,4,5,6,7

Kelainan astigmatisma dapat dikoreksi dengan lensa silindris, sering kali dikombinasi
dengan lensa sferis. Karena tak mampu beradaptasi terhadap distorsi penglihatan yang
disebabkan oleh kelainan astigmatisma yang tidak terkoreksi. Astigmat ringan, yang
tidak mengalami gangguan ketajaman penglihatan (0,5D atau kurang) tidak perlu
dikoreksi. Pada astigmat yang berat dipergunakan kaca mata silinder, lensa kontak atau
pembedahan.

1. Kaca Mata Silinder


Pada astigmatism againts the rule, koreksi dengan silinder negatif dilakukan dengan
sumbu tegak lurus (60-120 derajat) atau dengan silinder positif dengan sumbu

25
horizontal (30-150 derajat). Sedangkan pada astigmatism with the rule diperlukan
koreksi silinder negatif dengan sumbu horizontal (30-150 derajat) atau bila
dikoreksi silinder positif sumbu vertikal (60-120 derajat). Pada koreksi astigmat
dengan hasil keratometri dipergunakan hukum Jawal, yaitu :
- Berikan kaca mata koreksi astigmat pada astigmatism with the rule dengan
silinder minus 180 derajat, dengan astigmat hasil keratometri yang ditemukan
ditambahkan dengat ¼ nilainya dikurangi dengan 0,5D.
- Berikan kaca mata koreksi astigmalt pada astigmatism againts the rule dengan
silinder minus 90 derajat, dengan astigmat hasil keratometri yang ditemukan
ditambahkan dengan ¼ nilainya dan ditambah dengan 0,5D.
2. Lensa Kontak
Pada penderita astigmatisma diberikan lensa rigid, yang dapat menetralisasi
astigmat yang terjadi pada permukaan kornea.
3. Pembedahan
Untuk mengoreksi astigmatisma yang berat, dapat digunakan pisau khusus atau
dengan laserr untuk mengkoreksi kornea yang irreguler atau anormal. Ada beberapa
prosedur pembedahan yang dapat dilakukan, diantaranya :
- Photorefractife Keratectomy (PRK), laser digunakan untuk membentuk kurvatur
kornea
- Laser in Situ Keratomileusis (lasik), laser digunakan untuk merubah kurvatur
kornea dengan membuat flap (potongan laser) pada kedua sisi kornea.
- Radial keratotomy, insisi kecil dibuat didalam kornea.

26
BAB IV

KESIMPULAN

Pasien Ny.T 46 tahun datang dengan keluhan penglihatan tidak jelas atau kabur saat
membaca dekat/bekerja depan komputer 3 bulan smrs. Pasien juga mengeluh mata lelah,
kadang berair dan sakit kepala apabila terus dipaksakan atau lama saat membaca. Pasien
menderita kelainan refraksi berupa Presbiopi Astigmatisma pada kedua matanya. Presbiopi
terjadi pada pasien ini merupakan hal fisiologis, yang merupakan faktor dari usia 46 tahun.

Kelainan refraksi merupakan kelainan pada mata yang sering terjadi pada manusia. Presbiopi
merupakan kelainan refraksi yang disebabkan gangguan akomodasi pada pasien yang berusia
lebih dari 40 tahun. Presbiopi merupakan gangguan akomodasi yang terjadi pada usia lanjut.
Astigmatisma merupakan kelainan refraksi yang disebabkan karena kelengkungan kornea
yang tidak normal, berakibat pada berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan tajam
di retina akan tetapi pada 2 garis titik api saling tegak lurus.

27
BAB V

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton,N Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.hal 786-790.
2. Ilyas, Sidarta, 2008. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit
Mata Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia
3. Ilyas, Sidarta, 2003. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia
4. Ilyas, S., 2009. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta.
5. James,Bruce., Chew, Chris., Brown, Anthony., 2003. Lecture Notes Oftalmologi.
Edisi kesembilan. Jakarta: Erlangga.hal 34-36.
6. LAB/UPF, Ilmu Penyakit Mata, 1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD dr.
Soetomo: Surabaya.
7. Vaughan, D.G.,Asbury, T., Riordan-Eva, P., 2004 Kesalahan Refraksi dalam
Oftalmologi Umum, 14th ed. Penerbit Widya Medika, Jakarta.

28

Anda mungkin juga menyukai