Anda di halaman 1dari 136

Prospek Pasar dan Perdagangan Timah: Peluang dan Tantangan

INFO KOMODITI
TIMAH

i
Kumara Jati

SANKSI PELANGGARAN

Pasal 72 UU No. 19 Tahun 2002


1. Barang siapa dengan segaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana penjara masing-masing paling singkat
1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima
miliar rupah)

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada
umum suatu Ciptaan atau hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)

ii
Prospek Pasar dan Perdagangan Timah: Peluang dan Tantangan

Info Komoditi
TIMAH

EDITOR:
Zamroni Salim, Ph.D
Ernawati Munadi, Ph.D

iii
Kumara Jati

Judul:
Info Komoditi Timah
Zamroni Salim, Ph.D dan Ernawati Munadi, Ph.D

Copyright © 2016
Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
All rights reserved

Diterbitkan oleh
Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia bekerja sama dengan
Al Mawardi Prima Anggota IKAPI DKI Jaya

Diterbitkan pertama: Juli 2016


Desain Cover : Piter Prihutomo
Sumber Cover depan searah jarum jam
1. Dokumentasi Piter Prihutomo:
Sumber cover belakang:
1. Piter Prihutomo:

xii, 126 hlm, 16,5 x 25 cm


ISBN: 978-979-461-890-5

Pengarah: Penanggung Jawab: Redaksi Pelaksana:


Kepala Badan Pengkajian Sekretaris Badan 1. Puspita Dewi, SH, MBA
dan Pengembangan Pengkajian dan 2. Maulida Lestari, SE, ME
Perdagangan Pengembangan 3. Reni K. Arianti, SP, MM
Perdagangan 4. Suler Malau, SH
5. Primakrisna T, SIP, MBA
6. Dwi Yulianto, S.Kom

AMP Press
Imprint Al-Mawardi Prima
Anggota IKAPI JAYA
Jl. H. Naimun No. 1 Pondok Pinang, Kebayoran Lama Jakarta Selatan
Telp/Fax. (021) 29325630
Email: info@almawardiprima.co.id
Website: www.almawardiprima.co.id

iv
Prospek Pasar dan Perdagangan Timah: Peluang dan Tantangan

KATA PENGANTAR
Timah merupakan salah satu sumber daya alam yang melimpah di bumi Indonesia.
Sebagai produsen terbesar kedua di dunia setelah Republik Rakyat Tiongkok (RRT),
Indonesia mengekspor sebagian besar produk timah dalam bentuk timah batangan
untuk memenuhi pasar luar negeri. Kondisi ini, pada satu sisi mampu memberikan
kontribusi pada peningkatan nilai ekspor produk non-migas, tetapi pada sisi lain,
tingginya ekspor timah batangan juga berdampak (baik langsung maupun tidak
langsung) pada kinerja industri pengolahan timah di dalam negeri.
Kondisi tersebut menjadi menarik untuk diulas ketika Indonesia dihadapkan
pada mulai menurunnya cadangan sumber daya alam, khususnya timah, dan belum
berkembangnya industri produk timah turunan di Indonesia. Buku ini hadir untuk
menjelaskan berbagai fenomena timah mulai dari aspek pertambangan/produksi,
distribusi dan perdagangan serta tantangan yang dihadapi oleh Indonesia dalam
memanfaatkan timah sebagai sumber daya unggulan, serta untuk ikut mengembangkan
perekonomian Indonesia secara umum. Secara lebih detil, susunan bab yang ada
diuraikan berikut ini.
Bab I merupakan bab pendahuluan. Bab ini menjelaskan masalah produksi dan
rendahnya tingkat perkembangan industri pengolahan timah secara umum. Sebagai
bab pembuka, bab ini menjelaskan aspek mendasar permasalahan industri timah di
Indonesia.
Dalam Bab II diuraikan aspek produksi secara lebih detil, mulai dari sejarah
penambangan timah di Indonesia, produksi timah yang didominasi oleh PT. Timah
dan juga penambangan yang dilakukan oleh rakyat (dari sisi volume relatif kecil).
Aspek produksi ini penting untuk diuraikan karena bisa ditelusuri alur produksi (pohon
industri) timah mulai dari penambangan sampai produk timah turunannya. Dalam bab
ini juga diuraikan beberapa perangkat kebijakan terkait dengan pertambangan timah
di Indonesia.
Selanjutnya produk hulu, yang dihasilkan dari pertambangan timah, yang berupa
timah batangan digunakan oleh industri lainnya diuraikan dalam Bab III. Bab ini menjadi
bab yang penting karena menjelaskan bagaimana sebenarnya posisi strategis timah
dalam pengembangan industri lainnya di Indonesia. Dalam bab ini juga dijelaskan
bagaimana produk timah yang strategis ini sebenarnya bisa diolah dan dimanfaatkan
dengan lebih besar bila pemerintah mampu mengembangkan industri pengolah timah
batangan menjadi produk turunan lain yang lebih beragam di dalam negeri.
Bab IV membahas perdagangan dalam negeri timah. Bab ini lebih banyak
menyoroti minimnya transaksi perdagangan timah batangan yang digunakan oleh

v
Kumara Jati

industri di dalam negeri. Selain itu, bab ini juga mengulas secara khusus peran dari
Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI). Posisi BKDI menjadi penting dalam
upaya pemerintah Indonesia menata perdagangan dan industri timah di Indonesia.
Bab V membahas aspek perdagangan luar negeri produk timah Indonesia. Dalam
bab ini dijelaskan mengenai perkembangan harga timah Indonesia di pasar dunia.
Selanjutnya diuraikan kinerja ekspor produk timah Indonesia yang masih (selalu)
didominasi ekspor timah batangan, dan rendahnya ekspor dalam bentuk produk
turunanannya. Dari sisi perdagangan internasional, adanya fenomena perdagangan
timah ilegal juga menjadi ulasan tersendiri dalam bab V ini.
Bab VI menjelaskan prospek dan tantangan yang dihadapi oleh industri timah
di Indonesia. Prediksi menurunnya pasokan timah dari Indonesia dan prospek
kenaikan harga timah di beberapa tahun mendatang diulas secara detil dalam bab ini.
Selain karena tarik-menarik supply dan demand, perubahan harga timah dunia juga
dipengaruhi oleh faktor lain, diantaranya kebijakan domestik di negara penghasil timah
termasuk RRT dan Indonesia. Bab ini juga menyoroti tantangan yang dihadapi oleh
Indonesia dalam menghadapi perdagangan timah ilegal yang masih terjadi sampai
saat ini.
Bab VII mencoba menjelaskan keterkaitan antar bab dan menjadi benang merah
dari keseluruhan tulisan yang ada tentang bagaimana pengelolaan timah mulai dari
hulu sampai hilir, dari sisi produksi dan perdagangan dan apa yang seharusnya
dilakukan oleh pemerintah. Bab ini secara khusus mendudukkan permasalahan
industri timah di Indonesia secara terpadu dan menjelaskan pentingnya perbaikan
industri timah dan industri pengolahannya di Indonesia untuk bisa memberikan nilai
tambah ekonomi yang lebih besar bagi daerah penghasil timah pada khususnya dan
masyarakat Indonesia pada umumnya.
Dengan diterbitkannya buku bunga rampai tentang timah ini, diharapkan bisa
memberikan tambahan informasi dan sumbangan keilmuan bagi berbagai stakelholders
yang ada. Secara khusus, buku ini juga diharapkan bisa memberikan masukan dan
perspektif tersendiri bagi pemerintah sebagai pengambil kebijakan dalam menentukan
arah pembangunan industri pertambangan timah dan industri pengolah produk timah
di Indonesia. Namun demikian, penulis menyadari bahwa buku bunga rampai ini belum
sempurna, sehingga masukan dan kritik dari pembaca dan stakeholders lain sangat
diharapkan untuk perbaikan dan kesempurnaan buku ini.

Jakarta, Juli 2016


Editor

vi
Prospek Pasar dan Perdagangan Timah: Peluang dan Tantangan

DAFTAR ISI

Pengantar Editor............................................................................................v
Daftar Isi....................................................................................................... vii
Daftar Gambar............................................................................................. viii
Daftar Tabel....................................................................................................x

BAB I KURANGNYA KESADARAN PRODUKSI YANG BERWAWASAN


LINGKUNGAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI
PENGOLAHAN TIMAH
Ernawati Munadi............................................................................................ 1

BAB II PRODUKSI TIMAH INDONESIA: POTENSI DAN TANTANGAN


Yudha Hadian Nur......................................................................................... 7

BAB III PENGOLAHAN DAN PENGGUNAAN TIMAH DI INDONESIA


Fitria Faradila.............................................................................................. 29

BAB IV PERDAGANGAN TIMAH DI DALAM NEGERI


Riska Pujiati................................................................................................. 55

BAB V PERDAGANGAN TIMAH DI LUAR NEGERI


Ridho Meyrandoyo Hastjarjo....................................................................... 71

BAB VI PROSPEK PASAR DAN PERDAGANGAN TIMAH:


PELUANG DAN TANTANGAN
Kumara Jati................................................................................................. 95

BAB VII PRODUKSI YANG BERKELANJUTAN DAN HILIRISASI TIMAH


SEBUAH HARAPAN
Zamroni Salim............................................................................................115

Indeks........................................................................................................ 123
Biografi Penulis......................................................................................... 124

vii
Kumara Jati

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan Aktivitas Penambangan Timah Terpadu.......................................... 11


Gambar 2.2 Peta Industri Timah.................................................................................... 15
Gambar 2.3 Lokasi Potensi Timah Indonesia................................................................. 16
Gambar 2.4 Produksi Timah Indonesia, 2002 - 2015 (Ton)............................................ 17
Gambar 2.5 Negara Produsen Timah............................................................................ 18
Gambar 2.6 Negara Produsen Timah di Tahun 2014 (Ton)............................................ 19
Gambar 2.7 Jalur Sebaran Timah di Asia....................................................................... 20
Gambar 2.8 Kerusakan Lingkungan Akibat Pertambangan Timah Ilegal....................... 22
Gambar 2.9 Turunan Peraturan Terkait Pertambangan Timah di Indonesia.................. 24
Gambar 3.1 Proses Produksi Sn-Pb Solder Wire.......................................................... 32
Gambar 3.2 Proses Produksi Lead Free Solder Wire.................................................... 32
Gambar 3.3 Proses Produksi Tinplate........................................................................... 33
Gambar 3.4 Peta Industri Timah Solder......................................................................... 37
Gambar 3.5 Aplikasi Penggunaan Timah....................................................................... 40
Gambar 3.6 Konsumsi Timah Internasional................................................................... 42
Gambar 4.1 Volume Transaksi Timah BKDI................................................................... 60
Gambar 4.2 Volume Transaksi Timah Berdasarkan Kontrak......................................... 61
Gambar 4.3 Skema Perdagangan Timah di BKDI.......................................................... 63
Gambar 4.4 Harga Timah Bulanan Indonesia................................................................ 64
Gambar 4.5 Harga Timah Internasional dan BKDI Bulanan, 2013-2015....................... 65
Gambar 4.6 Perdagangan Timah (TINPB300) di BKDI................................................. 66
Gambar 4.7 Perdagangan Timah (TINPB200) di BKDI................................................. 67
Gambar 5.1 Harga Timah Dunia (USD/MTon)................................................................ 72
Gambar 5.2 Kinerja Ekspor-Impor Timah, 2005-2014 (USD Ribu)................................ 75
Gambar 5.3 Kinerja Ekspor Timah Tidak Ditempa, 2005-2014...................................... 75
Gambar 5.4 Ekspor Timah Menurut Jenisnya, 2005-2014 (USD Ribu)......................... 76
Gambar 5.5 Impor Timah Menurut Jenisnya, 2005-2014 (USD Ribu)........................... 77
Gambar 5.6 Negara Tujuan Ekspor Timah Indonesia Tahun 2014................................ 78
Gambar 5.7 Negara Eksportir Timah Dunia................................................................... 79
Gambar 5.8 Negara Eksportir Timah Murni Batangan................................................... 82
Gambar 5.9 Negara Eksportir Timah Solder.................................................................. 84
Gambar 5.10 Negara Eksportir Barang Lainnya dari Timah Tahun 2014......................... 86
Gambar 5.11 Perbandingan Ekspor Timah Tidak Ditempa HS 8001 (MT),
Data Negara Eksportir vs Data Negara Importir......................................... 89
Gambar 6.1 Produksi Timah Indonesia 2002-2014 dan Prediksi Produksi
Timah 2015-2020 dibandingkan harga Timah Dunia................................. 97
Gambar 6.2 Harga Timah Internasional, 1985-2015 (MTon)........................................ 101
Gambar 6.3 Produksi Negara Utama Penghasil Tambang Timah,
2013 -2020 (MTon)................................................................................... 101
Gambar 6.4 Prediksi Konsumsi Timah Olahan dan Harga Timah Dunia.................... 102
Gambar 6.5 Perkembangan dan Proyeksi Ekspor Timah dari Negara Utama
dan Dunia, 2011-2020.............................................................................. 104
Gambar 6.6 Harga Timah dan Harga Minyak Mentah Dunia........................................111
Gambar 7.1 Produksi dan Hilirisasi (Harapan) Produk Timah di Indonesia................. 120

viii
Prospek Pasar dan Perdagangan Timah: Peluang dan Tantangan

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Wilayah Penguasaan Tambang Timah Tahun 2015................................... 21


Tabel 3.1 Daftar Pelaku Usaha di Industri Solder...................................................... 34
Tabel 3.2 Spesifikasi Fisik Timah Solder yang diekspor dalam
Permendag No. 33 Tahun 2015................................................................. 44
Tabel 3.3 Spesifikasi Fisik Barang Lainnya dari Timah yang diekspor dalam
Permendag No. 33 Tahun 2015................................................................. 47
Tabel 3.4 Beban Pokok Penjualan Pelaku Usaha Tinplate (USD)............................. 49
Tabel 4.1 Daftar Penjual Timah di Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia,
2013-2016.................................................................................................. 58
Tabel 4.2 Daftar Pembeli Timah di Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia,
2013-2016.................................................................................................. 59
Tabel 5.1 Kategori Timah Menurut Permendag No. 33 Tahun 2015.......................... 74
Tabel 5.2 Ekspor Timah Indonesia, 2010-2015 (Kg).................................................. 81
Tabel 5.3 Pasar Impor Timah Murni Batangan Tahun 2014....................................... 83
Tabel 5.4 Pasar Impor Timah Solder Tahun 2014...................................................... 85
Tabel 5.5 Pasar Barang Lainnya dari Timah Tahun 2014.......................................... 86
Tabel 5.6 Produk Timah Indonesia yang Berdaya Saing di Pasar Global,
2010-2014.................................................................................................. 87
Tabel 6.1 Harga Timah dan Minyak Mentah Internasional serta Prediksinya,
2012-2019.................................................................................................. 99
Tabel 6.2 Prediksi Harga Internasional Timah dan Komoditas Logam Lain,
2016-2023 (ribu USD/MTon).................................................................... 100
Tabel 6.3 Peluang, Hambatan dan Strategi Perdagangan Timah............................ 105
Tabel 6.4 Perbandingan Data Ekspor Timah di BPS dan BKDI (MTon)................... 108
Tabel 6.5 Perdagangan Timah Indonesia ke Malaysia dan Thailand....................... 108

ix
Kumara Jati

x
Kurangnya Kesadaran Produksi yang Berwawasan Lingkungan dan
Pengembangan Industri Pengolahan Timah

BAB I
KURANGNYA KESADARAN PRODUKSI
YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN DAN
PENGEMBANGAN INDUSTRI
PENGOLAHAN TIMAH
Ernawati Munadi

Timah (Tin) merupakan logam berwarna putih keperakan, dengan


kekerasan yang rendah, berat jenis 7,3 g/cm3, serta mempunyai sifat
konduktivitas panas dan listrik yang tinggi dengan kandungan unsur kimia
dengan simbol Sn (Latin: stannum). Di Indonesia jenis timah dengan kriteria
tersebut sering dikenal dengan istilah timah putih. Munculnya istilah timah
putih ini karena timah sering dirancukan dengan logam lain yaitu logam lunak
yang berwarna kebiru-biruan atau abu-abu keperakan dengan titik leleh pada
327,5°C dan titik didih 1.740°C pada tekanan atmosfer dan mengandung
unsur kimia dengan symbol Pb yaitu timbal. Akibatnya, yang sering muncul
dalam beberapa referensi, klasifikasi timah di Indonesia digolongkan dalam
dua kelompok yaitu timah putih dan timah hitam yang sebetulnya merupakan
dua logam yang berbeda. Perbedaan persepsi di masyarakat ini kemungkinan
besar disebabkan karena kedua logam tersebut mempunyai fungsi yang
hampir sama karena keduanya banyak digunakan untuk solder dalam industri
elektronik (Kementerian ESDM, 2013).
Timbal (Pb) telah digunakan sejak ribuan tahun yang lalu untuk solder.
Seiring dengan kemajuan teknologi, penggunaan logam timbal ini ternyata
banyak memberikan dampak negatif terhadap manusia. Apabila timbal
terhirup atau tertelan oleh manusia, timbal akan beredar mengikuti aliran
darah, diserap kembali di dalam ginjal dan otak, dan disimpan di dalam tulang
dan gigi. Manusia menyerap timbal melalui udara, debu, air dan makanan.
Salah satu penyebab kehadiran timbal adalah pencemaran udara, yaitu akibat
kegiatan transportasi darat yang menghasilkan bahan pencemar seperti
gas CO3, NOx, hidrokarbon, SO2, dan tetraethyl lead, yang merupakan
bahan logam timah hitam (timbal) yang ditambahkan ke dalam bahan bakar
berkualitas rendah untuk menurunkan nilai oktan (Kementerian ESDM, 2013).
Dengan demikian, maka timah berbeda dengan timbal, dan tulisan ini hanya
akan fokus pada logam timah.
Indonesia dengan produksi timah yang mencapai 84.000 metrik ton
pada tahun 2014 merupakan salah satu produsen utama timah dunia dengan
kontribusi sekitar 30% dari total produksi timah dunia. Dengan total produksi

1
Ernawati Munadi

tersebut, Indonesia menempati peringkat kedua sebagai produsen utama


timah setelah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) yang produksinya mencapai
110.000 metrik ton (US Geological Survey, 2015). Daerah sentra produksi
timah di Indonesia diantaranya Pulau Karimun, Kundur, Singkep dan sebagian
di daratan Sumatera, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau sampai
sebelah barat pulau Kalimantan. Daerah-daerah tersebut dikenal sebagai
“The Indonesian Tin Belt’” (PT. Timah, 2011), dengan kandungan cadangan
logam timah yang masih didominasi oleh Propinsi Kepulauan Bangka Belitung
yang menguasai 90% total produksi timah Indonesia (Haryadi et,. al, 2010).
Produksi timah di Indonesia dikuasai oleh PT. Timah yang memiliki wilayah
penambangan mencapai 92%, sedangkan sisanya sebanyak 8% dimiliki oleh
pihak swasta (PT. Timah, 2015).
Berbeda dengan produk tambang lainnya, sejak tahun 2007 produksi
biji timah yang digali dari perut bumi Indonesia harus diolah menjadi timah
batangan untuk bisa diekspor, yaitu sejak diterbitkannya Permendag No. 04
Tahun 2007 tentang Ekspor Timah batangan. Melalui permendag tersebut,
timah yang boleh diekspor hanyalah timah yang sudah diolah dalam bentuk
batangan dengan kadar 99,85%, dengan demikian maka ekspor timah dalam
bentuk biji timah dilarang.
Permendag No. 04 tahun 2007 dilatarbelakangi oleh maraknya
penambangan biji timah dan kegiatan smelter timah yang tidak terkendali,
sehingga perlu meminimalisasi kerusakan lingkungan yang terjadi akibat
penambangan yang tidak terkendali tersebut khususnya di Bangka Belitung.
Kegiatan penambangan timah yang tidak terkendali mulai terjadi pada tahun
1998 yaitu ketika pemerintahan Megawati. Hal itu terjadi karena telah terjadi
pergeseran paradigma terkait peran komoditas timah dari komoditas strategis
menjadi komoditas bukan strategis yang ditandai dengan diizinkannnya
masyarakat untuk menambang timah dan bukan hanya monopoli PT. Timah.
Situasi ini diperkuat dengan terjadinya otonomi daerah sehingga kewenangan
untuk melakukan penambangan timah menjadi kewenangan kabupaten serta
pemekaran Bangka Belitung sebagai propinsi baru yang memisahkan diri
dari Sumatra Selatan. Akibat dari situasi ini izin menambang bisa dilakukan
oleh masyarakat umum dengan izin yang diberikan oleh kabupaten. Sejak
itu penambangan timah terjadi secara masif dan tidak terkendali yang
menimbulkan kerusakan lingkungan yang cukup signifikan khususnya di
Bangka Belitung.
Namun, pemerintah kemudian merevisi peraturan tersebut melalui
Permendag No. 78/M-DAG/PER/12/2012 tentang Ketentuan Ekspor Timah.
Melalui Permendag tersebut, terhitung mulai tanggal 1 Juli 2013, timah

2
Kurangnya Kesadaran Produksi yang Berwawasan Lingkungan dan
Pengembangan Industri Pengolahan Timah

batangan dan timah dalam bentuk lainnya dapat di eskpor jika memiliki
kandungan Stannum dengan kadar paling rendah 99,9% dan unsur
pengotor paling tinggi 0,1%. Selain itu, timah solder juga dapat diekspor jika
mengandung Stannum dengan kadar paling rendah 63% Sn dan Pb serta
unsur pengotor paling tinggi 2%. Data International Tin Research Institute
(ITRI) menyebutkan timah mentah yang dikeruk dari Pulau Bangka Belitung
sebanyak 471 ribu ton sepanjang 2009-2013. Volume ini terbesar kedua
setelah RRT (482 ribu ton). Ironisnya produksi timah batangan Indonesia
hanya mencapai 280 ribu ton sepanjang 2009-2013 yang mengindikasikan
terjadinya ekspor ilegal. Mengingat dengan produksi timah mentah Malaysia
yang hanya 15 ribu ton dan Thailand yang hanya 1.100 ton, kedua negara
tersebut mampu memproduksi timah batangannya 185 ribu ton dan 109 ribu
ton sepanjang 2009-2013 (Majalah Tempo, April 2015). Diduga tingginya
produksi timah batangan di Malaysia dan Thailand ini disebabkan karena
tingginya perdagangan ilegal yang mengalir dari Indonesia ke kedua negara
tersebut.
Untuk meminimalisasi dugaan ekspor timah ilegal ini, pemerintah melalui
Permendag No. 32/M-MDAG/PER/6/2013 tentang Ketentuan Ekspor Timah
mewajibkan semua perdagangan timah batangan untuk tujuan ekspor
dilakukan melalui melalui Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI)
terhitung sejak 30 Agustus 2013, sementara timah dalam bentuk lainnya wajib
diperdagangkan melalui BKDI per 1 Januari 2015. Masih diperbolehkannya
ekspor timah non-batangan tanpa melalui BKDI ini juga diduga menjadi celah
yang bisa dimanfaatkan oleh eksportir nakal untuk melakukan perdagangan
ilegal timah.
Pada tahun 2014, dari total produksi biji timah yang mencapai 95.200
metrik ton, ternyata data perdagangan timah yang tercatat melalui BKDI hanya
sebesar 57.010 metrik ton, meskipun jumlah tersebut meningkat menjadi
67.562 metrik ton atau mengalami peningkatan sebesar 18% (Tempo, April
2015). Mengingat bahwa perdagangan timah hanya diperbolehkan dalam
bentuk timah batangan dan produk turunannya serta wajib dilakukan melalui
BKDI, maka terlihat bahwa timah yang diperdagangkan di BKDI hanya sebesar
59% dari total produksi biji timah. Untuk itu melalui peraturan Permendag
Nomor 33 Tahun 2015 pemerintah mensyaratkan perdagangan melalui BKDI
bukan hanya untuk timah yang akan diekspor, namun juga untuk timah yang
akan dijual di dalam negeri.
Selain permasalahan ekspor timah secara ilegal, permasalahan lain yang
terjadi dalam ekonomi timah adalah belum berkembangnya industri turunan
yang mengolah timah batangan. Dari total produksi timah yang mencapai

3
Ernawati Munadi

84.000 metrik ton, bersama-sama dengan Republik Rakyat Tiongkok (RRT),


kedua negara penghasil timah terbesar ini rata-rata mampu menguasai lebih
dari 65% produksi timah dunia. Ironisnya, kondisi kedua negara penghasil
timah tersebut sungguh sangat berbeda. Produksi timah RRT hampir
semuanya terserap oleh industri dalam negerinya, sementara lebih dari 90%
produksi timah Indonesia adalah untuk diekspor dalam bentuk timah batangan
dan hanya 6% yang terserap oleh industri dalam negeri (IRTI, 2012).
Hal tersebut juga jelas terindikasi melalui data perdagangan timah
Indonesia. Dengan total nilai ekspor yang mencapai USD 1,2 miliar, sekitar
94% ekspor timah berupa timah murni batangan dan sisanya merupakan
produk hilir timah. Dengan demikian, maka ekspor logam timah murni
batangan mencapai USD 1,1 miliar dan hanya sebesar 0,1 miliar nilai ekspor
Indonesia berupa produk timah. Hal tersebut semakin jelas terlihat dari data
impor timah Indonesia yang justru didominasi oleh produk hilir timah seperti
solder, tinfoil dan tinplate. Dengan nilai impor timah dan produk timah pada
tahun 2015 sebesar USD 39,8 juta, 98% nilai impor tersebut adalah timah
solder (USD 38,5 juta), tinfoil sebesar 0,9% (USD 0,4 juta) dan tinplate 0,8%
(USD 0,3 juta).
Seperti halnya penggunaan timah di dunia, di Indonesia sebagian besar
timah batangan (ingot) diproses menjadi timah solder atau solder wire yaitu
sebesar 52%. Selain timah solder, ingot juga diproses menjadi plat timah
(16%) dan bahan dasar kimia (13%). Penggunaan timah lainnya dapat berupa
pembuatan logam kuningan dan perunggu (5,5%), industri gelas (2%) dan
aplikasi lainnya (11%) (Kemenperin, 2016). Namun yang sangat disayangkan,
meskipun sebagai produsen utama timah dunia, perkembangan industri
yang menghasilkan produk turunan timah di Indonesia kurang berkembang.
Hal tersebut diindikasikan oleh kenyataan bahwa hanya 6% produksi timah
batangan yang dihasilkan di Indonesia diserap oleh industri dalam negeri,
khususnya industri solder dan industri paduan-paduan logam timah yang
jumlahnya hanya dua belas perusahaan seperti yang ditunjukkan dalam Bab
III.
Timah seharusnya menjadi logam strategis dalam perekonomian
Indonesia mengingat peran timah dalam mendukung produk-produk inovatif
teknologi. Beberapa penggunaan timah yang mendukung produk inovasi
diantaranya adalah sebagai bahan produksi layar LCD atau tv plasma, layar
smartphone dan sensor cahaya (ITRI, 2012). Penggunaan lain timah dalam
produk yang melibatkan teknologi tinggi adalah kaca oksida transparan dan
konduktif atau Transparent Conducting Oxides (TCO). Salah satu jenis TCO
yang paling populer digunakan adalah Indium Tin Oxide (ITO) yang merupakan

4
Kurangnya Kesadaran Produksi yang Berwawasan Lingkungan dan
Pengembangan Industri Pengolahan Timah

perpaduan antara Indium Oksida dengan Timah Oksida. Perpaduan kedua


senyawa tersebut sebagian besar digunakan dalam pembuatan gelas kaca
pada layar smartphone (Azom.com, 2014).
Produk inovatif lain yang menggunakan timah sebagai komponen bahan
baku diantaranya packing atau kemasan, konstruksi, dan transportasi (ITRI,
2012). Berkembangnya sektor elektronik merupakan peluang bagi industri
turunan timah sehingga secara langsung akan meningkatkan permintaan
timah khususnya timah solder sehingga peluang tersebut harus bisa
dimanfaatkan oleh Indonesia jika industri timahnya mau berhasil (Asosiasi
Solder Indonesia, 2016a). Jangan sampai peluang yang menjanjikan tersebut
sirna hanya karena peraturan yang membebani pengembangan industri hilir
timah. Hal itu karena untuk bisa berkembang, industri hilir timah (industri
solder) harus mengembangkan pasarnya di luar negeri mengingat kecilnya
pangsa pasar dalam negeri yang juga harus diperebutkan oleh 12 industri hilir
Timah (Asosiasi Solder Indonesia, 2016b) seperti yang akan dibahas dalam
Bab III.
Untuk bisa bertahan tidak ada jalan lain, industri solder harus mampu
melakukan ekspansi pasar di luar negeri. Untuk bisa bersaing di pasar luar
negeri, industri hilir timah perlu dukungan pemerintah sebagai regulator yang
harus mampu menciptakan regulasi yang memberikan insentif dan tidak
membebani. Berdasarkan diskusi-diskusi yang dilakukan selama proses
penulisan buku ini, telah disinyalir bahwa Permendag No. 33 tahun 2015
justru telah membebani industri hilir timah untuk bisa berdaya saing di pasar
ekspor karena tingginya biaya laporan surveyor. Dengan kemampuan ekspor
solder yang hanya berkisar 129 kg, biaya yang harus dibayar untuk laporan
surveyor sebesar Rp 7,5 juta rupiah dirasakan sangat membebani eksportir
yang telah mampu memberikan nilai tambah kepada komoditas timah dengan
mengekspor produk hilir timah yaitu produk solder yang mempunyai value
added yang jauh lebih tinggi dibandingkan ekspor timah batangan. Pemerintah
sebagai pengambil kebijakan harus menjamin tumbuhnya industri hilir yang
mengolah timah sehingga Indonesia bukan hanya sebagai pengekspor timah
batangan, namun mampu mengekspor produk-produk turunan timah.
Beberapa informasi tersebut merupakan ringkasan dari beberapa
fakta penting terkait dengan logam timah yang akan dibahas secara lebih
mendalam dalam Info Komoditi Timah edisi kali ini. Bab II akan memfokuskan
pembahasan pada Produksi Timah Indonesia termasuk potensi dan
tantangannya, diikuti oleh pembahasan Pengolahan dan Penggunaan Timah
di Indonesia pada Bab III. Bab IV akan membahas Perdagangan Timah di
Dalam Negeri diikuti Perdagangan Timah di Luar Negeri di Bab V. Pada Bab

5
Ernawati Munadi

VI buku ini membahas Prospek Pasar dan Perdagangan Timah khususnya


peluang dan tantangannya, dan diakhiri dengan penutup di Bab VII. Kami
berharap semoga tulisan ini mampu memberikan wawasan tentang Komoditas
Timah secara luas dan bermanfaat bagi seluruh pembaca.

DAFTAR PUSTAKA
Asosiasi Solder Indonesia. (2016a). Kendala dan Usulan Kebijakan dari
Industri Solder.
Asosiasi Solder Indonesia. (2016b). Daftar Pelaku Usaha di Industri Solder.
Azom.com. (2014). Touch Screen Indium Tin Oxide (ITO). Diunduh tanggal 14
Januari 2016 dari http://www.azom.com/article.aspx?ArticleID=9634.
Haryadi, H., Miswanto, A., Mandalawanto Y. Supriatna, E., Daranin, E.
A. (2010). Analisis Perkembangan Pengusahaan Mineral dan
Batubara. Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara, Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral.
ITRI. (2012). Tin for Tomorrow: Contributing to Global Sustainable
Development. Report of ITRI (International Tin Research Institute).
Diunduh tanggal 5 Januari 2016 dari http://minerals.usgs.gov/
minerals/pubs/commodity/tin/mcs -2015-tin.pd.
Kementerian ESDM. (2013). Kajian Supply Demand Mineral. Laporan
penelitian dari Pusat Data dan Teknologi Informasi, Energi dan
Sumber Daya Mineral, Kementerian ESDM.
Kementerian Perindustrian. (2016). Peta Industri Timah.
Majalah Tempo. (April 2015). Timah dikeruk habis dari Bangka Belitung,
Siapa yang Untung. Diunduh pada 20 Mei 2016 dari https://m.
tempo.co/read/news/2015/04/08/090656256/timah-dikeruk-habis-
dari-bangka-belitung-siapa-untung.
PT. TIMAH. (2011). Laporan Tahunan Terpadu, PT Timah (Persero) Tbk Tahun
2011 Go Offshore, Go Deeper.
PT. TIMAH.(2015). Laporan Tahunan PT Timah Tahun 2014 Optimalisasi
Kekuatan untuk Menghadapi Tantangan Menuju Pertumbuhan
Berkelanjutan.
U.S. Geological Survey. (2015). Mineral Commodity Summaries. Diunduh
tanggal 11 Februari 2016 dari http://minerals.usgs.gov/minerals/
pubs/commodity/tin/ mcs-2015-tin.pdf

6
Produksi Timah Indonesia: Potensi dan Tantangan

BAB II
PRODUKSI TIMAH INDONESIA: POTENSI DAN
TANTANGAN
Yudha Hadian Nur

2.1 Pendahuluan
Timah telah digunakan sejak ribuan tahun yang lalu dan berperan
penting dalam perjalanan sejarah umat manusia. Sejak zaman perunggu
atau sekitar lima ribu tahun yang lalu manusia telah mulai menambang timah
untuk dimanfaatkan sebagai perkakas pertanian atau peralatan persenjataan
bahkan sebagai perhiasan. Artefak timah yang paling awal ditemukan di
lokasi makam-makan raja Mesir pada dinasti delapan belas yang berangka
antara tahun 1580– 1350 sebelum masehi dan telah diperdagangkan sebagai
komoditas berharga disekitar wilayah Mediteranian oleh para pelaut Phunician
yang menguasai perairan antara Spanyol sampai Inggris (International Tin
Research Institute, 2012).
Seiring dengan waktu penggunaan timah semakin beragam untuk
berbagai keperluan dalam kehidupan manusia. Saat ini peran logam timah di
dalam berbagai industri terutama elektronik semakin penting dan dibutuhkan.
Timah banyak digunakan sebagai logam tunggal ataupun paduan campuran
dengan logam lain (alloy) terutama pada tembaga. Kandungan timah dalam
campuran logam lain antara lain solder lunak, perunggu, logam babbit, logam
bel, logam putih, campuran logam bentukan dan perunggu. Timah solder yang
merupakan campuran antara timah dan timbal merupakan hasil dari produk
timah yang paling banyak dimanfaatkan kurang lebih sekitar 50% dari total
produksi dunia. Solder yang banyak ditemukan pada barang-barang elektronik
banyak digunakan untuk membuat sambungan listrik antara komponen-
komponen listrik dalam papan rangkaian (Kementerian ESDM, 2013).
Indonesia sebagai salah satu negara produsen utama timah dunia dengan
produksi pertahunnya 90.000 metrik ton atau sekitar 30% produksi timah dunia
memegang peranan penting bagi perkembangan industri timah dunia (PT.
Timah Tbk, 2011). Sebagai negara nomor dua penghasil timah terbesar dunia
setelah Tiongkok sudah seharusnya Indonesia menjadi salah satu pelaku
utama dan penentu harga timah dunia. Namun, banyaknya permasalahan
yang terjadi dipertambangan timah dalam negeri menjadikan Indonesia kurang
berbicara dalam percaturan timah dunia. Maraknya praktik pertambangan
timah liar dan pengumpulan bijih timah secara ilegal oleh kolektor bijih timah

7
Yudha Hadian Nur

berdampak langsung terhadap produktivitas timah Indonesia. Melambatnya


pertumbuhan industri elektronik dunia seiring lesunya pertumbuhan ekonomi
global juga turut berperan terhadap penurunan permintaan timah solder
dan berdampak pula pada penurunan harga timah dunia yang secara tidak
langsung mempengaruhi pula performa industri timah dalam negeri.

2.2 Pertambangan Timah Indonesia


2.2.1 Sejarah Penambangan Timah di Indonesia
Keberadaan sumber timah yang terkandung di wilayah Indonesia sudah
diketahui dan dikuasai oleh berbagai negara yang berbeda. Bermula dari
ditemukannya sumber daya timah di Sungai Olin, Toboali, Bangka oleh para
imigran dari Johor, Malaysia. Pada awal abad 18, Kesultanan Palembang
mendatangkan para imigran dari daratan RRT sebagai tenaga ahli
penambangan timah, kemudian pada tahun 1722 – 1799 Sultan Palembang
membuat kontrak dengan VOC untuk dilakukan penambangan timah. Sempat
beralih ke tangan Inggris pada tahun 1812 - 1816 sebagai akibat dari peralihan
kekuasaan Hindia Belanda dari VOC ke kerajaan Inggris, namun diambil alih
kembali oleh Belanda sampai dengan tahun 1942 ketika terjadinya perang
pasifik dimana Kerajaan Jepang menguasai sebagian besar wilayah Asia dari
kekuasaan kolonial bangsa Eropa (PT. Timah Tbk, 2011).
Pada masa pemerintahan Belanda di Indonesia, usaha pertambangan
timah dikelola oleh tiga perusahaan yaitu: (1) Bangka Tin Winning Bedrijf (BTW),
badan usaha yang dimiliki pemerintah Belanda; (2) Gemeenschappelijke
Mijnbow Maatschappij Biliton (GMB); dan (3) NV. Singkep Tin Explitatie
Maatschappij (NV. SITEM), badan usaha milik swasta Belanda yang berada
di Pulau Belitung dan Singkep. Pada periode tahun 1953-1958, setelah
Kemerdekaan Indonesia, ketiga perusahaan tersebut diambil alih oleh
Pemerintah Indonesia dan diubah menjadi perusahaan negara. Pada tahun
1961 dibentuk Badan Pimpinan Umum Perusahaan Tambang-Tambang
Timah Negara (BPU PN Tambang Timah), dan pada tahun 1968 ketiga
perusahaan tersebut dilebur menjadi satu perusahaan dengan nama
Perusahaan Negara (PN) Tambang Timah, yang kemudian dikenal dengan
PT. Timah Tbk.
Pada tahun 1976, perusahaan tersebut kembali berubah nama
menjadi PT. Tambang Timah Persero, yang memiliki tanggung jawab untuk
menambang dan mengolah timah yang berada di Indonesia. Perusahaan
timah yang berlokasi di Pangkal Pinang, Bangka Belitung, tersebut didirikan
berdasarkan akta notaris No. 1 Tanggal 2 Agustus 1976 dan disetujui oleh
Menteri Kehakiman Republik Indonesia. Pada tahun 1995, pemerintah
melakukan privatisasi PT. Tambang Timah, yang merupakan produsen

8
Produksi Timah Indonesia: Potensi dan Tantangan

sekaligus eksportir timah terbesar di Indonesia, dengan menjual sebesar 35%


dari sahamnya ke pasar Jakarta, Surabaya dan London, dan kemudian nama
perusahaan diubah kembali menjadi PT. Timah Tbk (PT. Timah, 2014).
Sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT. Timah Tbk bergerak
dalam bidang usaha pertambangan timah yang terintegrasi dari hulu hingga
hilir yang meliputi kegiatan eksplorasi, penambangan, peleburan dan
pengolahan hingga pemasaran dan distribusi. Dikenal sebagai perusahaan
penghasil logam timah terbesar di dunia, saat ini PT. Timah Tbk terus
melakukan berbagai inovasi bisnis terkait proses pengembangan usaha di
luar penambangan timah dengan tetap berdasarkan kepada kompetensi yang
selama ini dimiliki (Suprapto, 2009).
Berdasarkan laporan tahunan perusahaan PT. Timah (Persero) Tbk
di tahun 2013, perusahaan ini memproduksi 26.204 ton bijih timah untuk
menghasilkan 23.187 ton logam timah dengan komposisi 95% timah tersebut
diekspor ke seluruh dunia. Pendapatan yang diperoleh PT. Timah yaitu Rp
5,85 triliun dengan laba bersih sebesar Rp 515 miliar dan aset Rp 7,88 triliun.
Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan perusahaan PT. Timah berlokasi di
Propinsi Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Kalimantan Selatan, Sulawesi
Tenggara, Banten dan Jakarta. Jumlah karyawan PT. Timah sekitar 7.239
dengan 64% merupakan karyawan tetap.
Saat ini, PT. Timah dianggap lebih terintegrasi secara vertikal
dibandingkan perusahaan saingannya yang berada di Malaysia tetapi
produknya belum terdiversifikasi (Roddy, 1995). Meskipun demikian,
PT. Timah sudah merupakan perusahaan terbuka (Tbk) yang sahamnya
diperjual belikan di Bursa Efek Indonesia dengan kode emiten ‘TINS’ serta
kapitalisasi saham sekitar Rp 8,05 triliun. Saat ini PT. Timah, Tbk merupakan
perusahaan produsen logam timah kedua terbesar di dunia dan eksportir
timah nomor satu dunia (PT. Timah, 2015).

2.2.2 Aktivitas Penambangan Timah


Dalam menghasilkan timah, bijih timah yang terdapat dalam mineral
kasiterit didapatkan melalui proses penambangan. Proses penambangan
dapat dilakukan dengan beberapa cara tergantung sumber penambangan
bijih timah. Penambangan pada alluvial lepas pantai menggunakan kapal
keruk dan Kapal Isap Produksi (KIP). Sementara, pada alluvial darat,
penambangan dilakukan melalui sistem hidraulicking atau pompa semprot
(gravel pump) dan mesin excavator. Dalam melakukan penambangan, PT.
Timah kerap menggunakan metode semprot untuk penambangan alluvial
darat dan menggunakan kapal keruk dan Kapal Isap Produksi (KIP).

9
Yudha Hadian Nur

Dalam operasinya, PT. Timah menggunakan kapal keruk berjenis Bucket


Line Dredges dengan ukuran mangkuk 7-24 cuft, yang dapat beroperasi dari
15 hingga 50 meter di bawah permukaan laut. Selain itu, PT. Timah juga
menggunakan Kapal Isap Produksi (KIP) untuk meningkatkan produktivitas
penambangan lepas pantai. KIP memiliki kemampuan gali hingga mencapai 25
meter di bawah permukaan laut, dan juga mampu menjangkau cadangan sisa
dari kapal keruk. Dimasa yang akan datang, PT. Timah akan mengembangkan
kapal keruk berjenis Bucket Wheel Dredges dengan kemampuan yang lebih
dalam hingga mencapai 70 meter kubik di bawah permukaan laut (PT. Timah,
2016). Selain perusahaan besar, masyarakat sekitar juga sering melakukan
penambangan timah melalui tambang semprot menggunakan peralatan yang
sederhana yakni sekop, saringan dan dulang (Suprapto, 2009).
Sebagian besar pengolahan bijih timah menjadi logam timah terbagi
menjadi tiga tahapan proses. Pertama, tahap konsentrasi yakni pemisahan
bijih timah dengan kadar Sn 20-30% dari mineral lainnya. Selain itu dilakukan
pula peningkatan kadar timah menjadi sekitar 72-74%. Kadar timah yang
tinggi merupakan syarat utama proses peleburan untuk mendapatkan logam
timah yang berkualitas tinggi (PT. Timah, 2016).
Proses selanjutnya adalah proses peleburan atau smelting. Proses
peleburan merupakan proses reduksi konsentrat bijih timah dengan suhu
yang tinggi. Proses dilakukan menjadi 2 tahap, tahapan pertama peleburan
konsentrat bijih timah yang akan menghasilkan timah kasar atau crude tin
dan terak 1 atau slag. Pada peleburan pertama, slag akan mengikat mineral
pengotor lain pada konsentrat. Sebagian besar pengotor lain berasal
dari unsur Fe. Pada peleburan tahap kedua, slag akan kembali direduksi
sehingga menghasilkan senyawa SnFe atau yang disebut dengan hardheard.
Hardheard ini merupakan bahan baku untuk peleburan tahap pertama.

10
Produksi Timah Indonesia: Potensi dan Tantangan

BAGAN AKTIFITAS TIMAH TERPADU

EKSPLORASI

PENAMBANGAN TAMBANG DARAT


TAMBANG LAUT CRAVEL PUMP
KAPAL KERUK

PUSAT PENCUCIAN
BIJIH TIMAH
74% Sn (Kering)
PUSAT PENGOLAHAN
BIJIH TIMAH
74% Sn (Kering)

PELEBURAN DAN PEMURNIAN


Logan Timah > 99,85%

PEMASARAN

EKSPOR: DOMESTIK:
Sekitar 95% Sekitar 5%

Gambar 2.1 Bagan Aktivitas Penambangan Timah Terpadu.

Sumber: PT. Timah (2011)

11
Yudha Hadian Nur

Proses peleburan yang baik akan menghasilkan crude tin dengan kadar
Sn yang tinggi dan komponen pengotor (impurities) berupa mineral lain
seperti As, Pb, Ag, Fe, Cu dan Sb yang rendah. Tahapan terakhir adalah tahap
pemurnian atau refining. Pada tahap ini crude tin dari hasil peleburan pertama
akan dimurnikan melalui kettle refining, eutectic refining dan electrolytic
refining. Proses pemurnian akan menghasilkan logam timah dengan kadar
Sn yang mampu mencapai 99,93%.
Produk akhir yang dihasilkan berupa logam timah dalam bentuk balok
atau batangan dengan skala berat berkisar antara 16 kg sampai dengan 30
kg per batang. Selain itu logam timah juga dapat dibentuk sesuai dengan
permintaan pelanggan (customize form) dan mempunyai merek dagang yang
terdaftar di Bursa Logam London (LME). Produk PT. Timah sebagian besar di
ekspor (95%) dan sisanya untuk pangsa pasar domestik (5%) (Kementerian
ESDM, 2013).
Proses pengolahan timah khususnya pada proses penambangan menuai
pro dan kontra. Walaupun merupakan penopang ekonomi utama Pulau
Bangka, namun penambangan timah saat ini juga banyak menimbulkan
kerugian secara sosial dan lingkungan. Penambangan timah darat seringkali
mengambil lahan hutan sebagai lahan penambangan, sehingga tidak menjaga
kelestarian hutan. Selain itu, lahan bekas penambangan timah darat juga tidak
lagi dapat digunakan untuk menanam pohon karena sudah tandus dan rawan
erosi, sehingga kerap merusak lingkungan. Penambangan timah darat juga
menimbulkan dampak sosial yakni kondisi tempat kerja yang tidak aman dan
eksploitasi buruh di bawah umur. Bukan hanya penambangan timah darat,
penambangan lepas pantai juga menimbulkan dampak negatif.
Penambangan menggunakan kapal keruk dan kapal isap produksi kerap
merusak terumbu karang, sehingga mengganggu ekosistem laut. Selain itu,
penggunaan kapal tersebut juga akan mematikan usaha nelayan sekitar
karena penggunaan kedua kapal tersebut menimbulkan laut yang kotor dan
keruh, sehingga mengurangi potensi ikan dan produk laut lainnya di wilayah
penambangan tersebut. Penggunaan kapal keruk dan kapal isap produksi
dalam penambangan timah akan memaksa nelayan untuk berlayar lebih jauh
untuk mencari ikan, sebagai akibatnya biaya operasional nelayan menjadi
lebih mahal karena pelayaran yang jauh akan memakan bahan bakar yang
lebih banyak.

2.2.3. Pertambangan Timah Rakyat atau Tambang Inkonvensional


Kegiatan penambangan timah terutama yang terdapat di Pulau Bangka
Belitung dikelola oleh 2 (dua) jenis perusahaan yaitu: (1) Perusahaan yang
izinnya diterbitkan oleh Pemerintah Pusat, dalam hal ini PT. Timah, yang

12
Produksi Timah Indonesia: Potensi dan Tantangan

memiliki Kuasa Pertambangan (KP) mencakup lahan seluas 471.382,49 ha;


dan (2) Perusahaan yang izinnya diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten/
Kota dengan luas wilayah tambang 41.680,30 ha yang terletak di Kabupaten
Bangka Tengah dan Selatan. Selain itu, terdapat usaha pertambangan
timah yang dilakukan oleh sekelompok penduduk dengan berdasar pada
rekomendasi dari desa, yang lebih dikenal juga dengan istilah tambang rakyat
rakyat atau Tambang Inkonvensional (TI) (Hayati, 2011).
Pada awalnya, istilah Tambang Inkonvensional merupakan klasifikasi
yang digunakan oleh PT. Timah untuk sebuah kegiatan penambangan
dengan kemampuan pemindahan material tambang dibawah 30 m2/jam,
yang umumnya menggunakan peralatan mekanis sederhana bermodalkan
antara 10 juta hingga 15 juta. Namun saat ini, TI digambarkan sebagai
kegiatan penambangan timah yang dilakukan oleh masyarakat setempat
maupun pendatang tanpa izin dari pemerintah, sehingga dengan demikian,
masyarakat penambang tersebut melakukan penambangan tanpa memiliki
kewajiban untuk melakukan reklamasi atau membayar royalti.
Kegiatan tambang inkonvensional dapat dibedakan menjadi dua kategori
berdasarkan lokasi kegiatannya yakni TI darat dan TI apung. TI darat
merupakan kegiatan penambangan timah yang dilakukan oleh masyarakat
setempat dengan cara membuat lubang-lubang, yang kemudian pasir
timah disedot dengan mesin hisap untuk dialirkan ke “sakan” atau sejenis
kotak yang digunakan oleh penambang untuk memisahkan pasir timah dari
kotorannya dengan prinsip gravitasi. Pada mulanya TI darat dilakukan dengan
menggunakan cangkul, namun saat ini para penambang sudah menggunakan
eskavator. Sementara itu, TI apung adalah kegiatan penambangan timah yang
berada di dasar perairan (baik di laut maupun di kolong-kolong bekas lokasi
penambangan). Kegiatan penambangan ini dilakukan dengan menggunakan
rakit atau perahu sebagai media pengapung dimana mesin hisap dan sakan
diletakkan diatasnya (Zulkarnaen, 2005).
Hingga tahun 2006 jumlah TI mencapai 6.507 TI darat di Kepulauan
Bangka dan 2.540 TI apung di sejumlah perairan (Dinas Pertambangan Prov.
Bangka Belitung dalam Hayati, 2011). Jumlah ini terus bertambah seiring
dengan meningkatnya harga timah pada tahun 1995 dan krisis ekonomi
yang terjadi pada tahun 1997. Jumlah lokasi pertambangan di kepulauan
Bangka Belitung mencapai 8000 titik. Dari sejumlah penambang yang terlibat
diperkirakan hanya sekitar 300 penambang yang memiliki izin resmi, sisanya
beroperasi secara ilegal. Penambang TI yang memiliki keterbatasan modal
dapat melakukan penambangan dengan cara menjadi Pelimbang atau
mengais sisa pasir di bekas galian timah. Dengan menggunakan sebuah
piring bekas, seorang pelimbang dapat memperoleh 3 – 5 kg per hari. Jika

13
Yudha Hadian Nur

dikonversikan ke dalam Rupiah maka seorang pelimbang diperkirakan akan


memperoleh sekitar Rp 90.000 hingga Rp 150.000 per hari1.
Untuk meminimalisir semakin maraknya kegiatan penambangan ilegal
atau TI tersebut, maka dibuat sebuah bentuk kerjasama antara perusahaan
penambangan dengan TI yang dijadikan sebagai “mitra binaan” dengan
beberapa perusahaan penambangan diantaranya: (i) PT. Tambang Timah
Tbk; (ii) PT. Kobatin; dan (iii) Smelter-smelter (perusahaan yang melebur pasir
timah menjadi balok timah) yang memperoleh KP dari Bupati. Namun, usaha
ini juga belum menunjukkan hasil yang signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan
banyaknya penduduk setempat yang bekerja sebagai TI yang mencapai 70%
hingga 100% dari sejumlah penduduk di setiap desa.

2.3. Pohon Industri Timah


Timah sebagai logam yang semakin tinggi penggunaanya merupakan
unsur yang langka, kelimpahan rata-rata di kerak bumi hanya sebesar 2 ppm,
jauh lebih rendah dibandingkan seng sebesar 75 ppm, tembaga 50 ppm dan
timbal sebesar 14 ppm (Suprapto, 2009). Timah tidak ditemukan dalam unsur
bebas. Sekitar 80% endapan timah bersifat sekunder atau alluvial dimana
timah ditemukan pada senyawa pembawa yakni Kasiterit (SnO2). Kasiterit
merupakan mineral oksida dengan kandungan timah yang tinggi sebesar
78%. Berbeda halnya dengan kasiterit, mineral pembawa timah lainnya
seperti stanit (Cu2FeSnS4) dan silindit (PbSn4FeSb2S14) memiliki kandungan
timah yang rendah karena merupakan mineral kompleks yang tercampur dari
berbagai unsur. Kasiterit banyak ditemukan dalam bentuk bongkahan batu
yang mengendap di alluvial darat, alur-alur sungai dan dasar laut. Konsentrasi
kasiterit sangat rendah, untuk mendapatkan 1 kg kasiterit diperlukan
penambangan alluvial sebanyak 7-8 ton (Kementerian ESDM, 2013).

1
Diunduh dari: http://news.liputan6.com/read/143190/timah-selundupan-dari-tanah-bangka. Timah Selundupan dari Tanah
Bangka. Liputan6. 17 Juni 2007.

14
Produksi Timah Indonesia: Potensi dan Tantangan

POHON INDUSTRI LOGAM TIMAH

Gambar 2.2 Peta Industri Timah.

Sumber: Kementerian Perindustrian (2016)

Gambar 2.2 menunjukkan tin ingot atau crude tin dari hasil pemurnian
atau refining dapat dibentuk menjadi berbagai dimensi. Berdasarkan peta
industri tersebut, berbagai kegunaan timah antara lain berupa (i) pelat timah
untuk keperluan kemasan dan tabung serta pipa timah; (ii) timah solder; (iii)
tin rod yang nantinya akan dibentuk menjadi kawat timah; (iv) tin profile; (v) tin
powder; (vi) product casting dan die casting yang seringkali digunakan pada
keperluan rumah tangga dalam bentuk pewter, sambungan pipa atau pipe
fitting, komponen elektronik dan automotif; serta (vii) tin coating atau plating
sebagai kemasan baik kemasan logam lainnya, seperti kaleng maupun produk
plastik. Sekitar 52% dari total ingot yang diproduksi akan diproses menjadi
timah solder atau solder wire. Selain timah solder, ingot juga banyak diproses

15
Yudha Hadian Nur

pada industri plating berupa plat timah (16%) dan bahan dasar kimia (13%).
Penggunaan timah lainnya dapat berupa pembuatan logam kuningan dan
perunggu (5,5%), industri gelas (2%) dan aplikasi lainnya (11%) (Kemenperin,
2016).

2.4 Dinamika Produksi Timah


Sebagai salah satu negara produsen timah terbesar di dunia, Indonesia
diberkahi dengan sumber cadangan timah berlimpah yang tersebar di
wilayah Pulau Karimun, Kundur, Singkep dan sebagian di daratan Sumatera,
Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau sampai sebelah barat pulau
Kalimantan, yang dikenal juga sebagai “The Indonesian Tin Belt’” (PT. Timah,
Tbk, 2011), dengan kandungan cadangan logam timah terbesar berada di
Propinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Gambar 2.3 Lokasi Potensi Timah Indonesia.

Sumber: PT. Timah (2011)

Perkembangan produksi timah di Indonesia relatif menurun dari tahun


2002 sebesar 88.142 ton ke tahun 2012 sebesar 41.000 ton lalu meningkat
drastis di tahun 2013 menjadi 95.200 ton, tetapi turun lagi di tahun 2015
menjadi sebesar 82.062 ton. Tren penurunan produksi dari tahun 2002 ke
2015 hanya sebesar 2,2%, penurunan lebih besar terjadi dari tahun 2002
ke 2012 sebesar 7,6%, dan penurunan produksi terbesar terjadi tahun 2013
ke 2015 sebesar 11,6%. Kondisi produksi timah tahun 2013 dan tahun 2015

16
Produksi Timah Indonesia: Potensi dan Tantangan

relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya seiring dengan


peningkatan harga timah dunia. Apabila harga timah dunia tinggi maka ada
insentif bagi produksi timah dunia untuk meningkat karena mayoritas produksi
timah Indonesia merupakan produk ekspor.

100,000 Produksi Timah 30,000


USD/ton
Ton 95.200
Indonesia
90,000 26.051
Harga Timah Dunia 82,062
25,000
80,000

70,000
20,000

60,000

50,000 15,000

40,000

10,000
30,000

20,000
5,000

10,000

- -
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Gambar 2.4 Produksi Timah Indonesia, 2002 - 2015 (Ton).

Sumber: USGS (2015) dan LME (2015)

Krisis global yang berkepanjangan dan kondisi di lapangan mempengaruhi


produksi dan penjualan timah. Situasi dan kondisi luar negeri, khususnya
krisis Eropa dan perlambatan ekonomi di Amerika Serikat, mempengaruhi
perekonomian global dan berdampak pada penurunan harga komoditas
pertambangan, terutama logam-logam dasar salah satunya komoditas Timah.

2.5 Sentra Produksi Timah


Sentra produksi timah dunia tersebar di seluruh penjuru dunia, namun
produksi timah terbanyak terkonsentrasi di wilayah Indonesia dan RRT.
Kawasan-kawasan yang dikenal sebagai sumber timah adalah Kepulauan
Bangka Belitung di Indonesia, Semenanjung Malaya, Thailand, Afrika yang
meliputi Congo, Rwanda, Burundi, Nigeria dan Mesir, Amerika Selatan
(Peru, Brazil dan Bolivia) dan RRT. Sebaran timah putih di Indonesia berada

17
Yudha Hadian Nur

pada bagian Jalur Timah Asia Tenggara, jalur timah terkaya di dunia yang
membentang mulai dari bagian selatan RRT, Thailand, Myanmar, Malaysia
sampai Indonesia.

Gambar 2.5 Negara Produsen Timah.

Sumber: ITRI (2012)

Jika melihat dari Gambar 2.5, terlihat bahwa Indonesia dan RRT menguasai
lebih dari 65% produksi timah dunia tiap tahunnya. Namun berbeda dengan
RRT yang produksi timahnya terserap oleh industri dalam negerinya, produksi
timah Indonesia hampir 94% dialokasikan untuk keperluan ekspor, hanya
sekitar 6% terserap oleh industri dalam negeri. Hal tersebut meyebabkan
perkembangan produksi timah Indonesia sangat tergantung dari harga timah
dunia. Ketika harga dunia turun seperti yang terjadi pada tahun 1990-an,
PT.Timah mengalami goncangan dengan banyak merumahkan pegawainya
dan menurunkan skala produksinya sehingga kondisi produksi timah dalam
negeri pun mengalami penurunan.

18
Produksi Timah Indonesia: Potensi dan Tantangan

Ton 125.000

120.000
110.000

100.000 95.200

84.000
80.000

60.000

40.000

23.700
18.000
20.000
12.000 11.000
6.100 5.400 7.200
3.500
-
RRT Indonesia Peru Bolivia Brazil Myanmar Australia Vietnam Malaysia Negara
Lainnya

Produksi 2013 Produksi 2014

Gambar 2.6 Negara Produsen Timah di Tahun 2014 (Ton).

Sumber: USGS (2015)

Indonesia dengan jumlah produksi timah pada tahun 2014 mencapai


sebesar 84.000 ton menduduki peringkat kedua penghasil timah terbesar di
dunia setelah RRT, yang pada tahun yang sama mampu memproduksi timah
sebesar 125.000 ton. Dengan rata-rata 90.000 ton per tahun, produksi timah
Indonesia menguasai sekitar 30% pasokan timah dunia.
Di Asia, pasokan timah sebagian besar terkonsentrasi pada perairan
jalur timah. Jalur timah dimulai dari RRT, lalu menuju ke Myanmar, Thailand,
Malaysia, lalu Indonesia, tepatnya di antara pulau Sumatera dan Kalimantan.
Sejalan dengan kondisi tersebut, produksi timah pada kelima negara yang
berada di perairan jalur timah pun kian tinggi (Suprapto, 2009). Total produksi
timah dari kelima negara tersebut sebesar 220.000 ton mempunyai pangsa
sebesar 75% dari total produksi timah dunia kurang lebih sebesar 300.000 ton
per tahun. Adapun apabila ditambah dengan negara ASEAN lainnya seperti
Vietnam dan Laos, pangsa produksi mencapai 77% terhadap total produksi
dunia.

19
Yudha Hadian Nur

Laut Cina Selatan

Laut jawa

Samudera India

Gambar 2.7 Jalur Sebaran Timah di Asia.

Sumber: Suprapto (2009)

Sentra produksi timah di Indonesia terkonsentrasi di Propinsi Bangka


Belitung, yakni di Pulau Bangka, Pulau Belitung dan Propinsi Kepulauan
Riau, yakni di Pulau Singkep dan Pulau Bintan. Menurut Haryadi (2010), area
ini sering disebut sebagai jalur timah Indonesia (Indonesian Tin Belt). Sekitar
90% dari total produksi 90.000 ton di Indonesia berasal dari Propinsi Bangka
Belitung. Sama halnya dengan penambangan bijih timah, sentra pengolahan
logam timah juga dilakukan di Propinsi Bangka Belitung dan Kepulauan Riau.
Sebagian besar produksi timah Indonesia diekspor ke luar negeri dan hanya
sekitar 6% dari total produksi yang diperuntukkan bagi industri dalam negeri.
Wilayah operasi penambangan dan pengolahan PT. Timah
terkonsentrasi terutama di Pulau Bangka dan Pulau Belitung. Segmentasi
usaha PT. Timah terintegrasi dari kegiatan eksplorasi, penambangan,
pengolahan dan pemasaran. PT. Timah menghasilkan beberapa jenis
timah antara lain (PT. Timah, 2014):

20
Produksi Timah Indonesia: Potensi dan Tantangan

1. Banka Tin dengan kadar Sn 99,92%.


2. Mentok Tin dengan kadar Sn 99,85%.
3. Banka Low Lead yang terdiri dari Banka LL 100 ppm (kadar Sn 99,93%),
Banka LL 200 ppm (kadar Sn 99,92%) dan Banka LL 50 ppm (Kadar Sn
95%-99%).
4. Kundur Tin yang terdiri dari Kundur LL 100 ppm (kadar Sn 99,83%) dan
Kundur LL 200 ppm (kadar 99,92%).
5. Banka Four Nine (kadar Sn 99,99%).
Selain logam timah, PT. Timah juga menghasilkan produk hilir timah
seperti tin alloy, tin solder dan tin chemical. Hilirisasi PT. Timah terutama
dilakukan melalui anak perusahaannya, PT. Timah Industri yang berlokasi
di Kawasan KIEC Cilegon, Banten. Pada tahun 2016, PT. Timah berencana
akan meningkatkan kapasitas produksi produk hilirnya yakni tin chemical dan
tin solder. Dalam melakukan ekspansi pabrik timah solder, PT. Timah akan
menggandeng perusahaan dari RRT. Skema kerjasaama tersebut dilakukan
untuk meningkatan kapasitas pabrik, memperbaharui peralatan dan teknologi
serta pengembangan jaringan pemasaran dari timah solder. Ekspansi tersebut
diharapkan mampu meningkatkan kapasitas produksi timah solder dari 4.000
ton menjadi 6.000 ton per tahun (Kontan, 2016).
Berdasarkan laporan keuangan September 2015, PT. Timah masih
memiliki cadangan timah dan produk timah senilai Rp 3 triliun. Besaran
cadangan tersebut terdiri dari barang jadi berupa logam timah sebesar Rp
1 triliun; barang dalam proses Rp 1,2 triliun; bahan baku Rp 0,5 triliun dan
tin chemical 0,3 triliun. Adapun cadangan berupa barang jadi yakni tin solder
masih sangat rendah yakni hanya sebesar Rp 3,4 miliar.
Penambangan dan pengolahan timah di Indonesia tidak hanya dimonopoli
oleh pemerintah semata, namun pihak swasta yang terdiri dari perusahaan
maupun penambangan rakyat ikut terlibat di dalamnya. Saat ini, wilayah
pertambangan timah di Indonesia sebagian besar dikuasai oleh dua pihak
tersebut, yaitu dengan rincian:

Tabel 2.1 Wilayah Penguasaan Tambang Timah Tahun 2015

No. Produsen Luas Wilayah Persentase (%)


(ha)
1. Pemerintah  512.369  92
2. Swasta 41.300 8
Sumber: PT. Timah (2015)

21
Yudha Hadian Nur

Tabel 2.2 menunjukkan bahwa PT. Timah memiliki wilayah penambangan


yang paling luas, mencapai hampir 92% dari total wilayah penambangan
timah, sedangkan sisanya dimiliki oleh pihak swasta yang hanya mencapai
8% dari total wilayah pertambangan. Dapat disimpulkan bahwa struktur
produksi timah Indonesia dimonopoli oleh pemerintah. Penambangan timah
dilakukan baik di darat maupun lepas pantai di wilayah Indonesia. Produk
yang dihasilkan dari pertambangan PT. Timah berupa Banka Tin dan Kundur
Tin dengan kadar Sn 99,9% dan variasinya yaitu Banka Low Lead (LL) yang
terbagi menjadi Banka LL 100 ppm, Banka LL 200 ppm dan Banka Four
Nine. Produk timah yang diproduksi Indonesia terdaftar dalam pasar bursa
logam di London (London Metal Exchange) dan berkualitas tinggi sesuai
dengan standar internasional BS EN 610:1996 dan standar nasional yang
sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan No. 44 Tahun 2014 tentang
Ketentuan Ekspor Timah (PT. Timah, 2015).

2.6 Tantangan Produksi Timah


Industri pertimahan di Indonesia masih didominasi oleh maraknya
aktivitas tambang inkonvensional yang dilakukan oleh rakyat dan dimotori oleh
perusahaan-perusahaan peleburan swasta. Sebagian besar pabrik peleburan
rakyat tidak dilengkapi dengan pengetahuan teknologi dan pengalaman
yang memadai, mengakibatkan masifnya kerusakan lingkungan sekitarnya.
Banjir luas yang melanda pulau Bangka pada awal Februari 2016 kemarin,
menegaskan penyebab utamanya adalah maraknya aktivitas tambang
timah ilegal yang dilakukan secara sporadis, ditambah belum terpenuhinya
kewajiban para pengusaha tambang untuk melakukan reklamasi lingkungan
pasca penambangan.

Gambar 2.8 Kerusakan Lingkungan Akibat Pertambangan Timah Ilegal.

Sumber: mongabay.co.id (2016)

22
Produksi Timah Indonesia: Potensi dan Tantangan

Saat ini produksi timah dalam negeri baru mampu menghasilkan


produk-produk hulu, sudah saatnya industri timah Indonesia mengantisipasi
meningkatnya permintaan dalam negeri atas produk-produk hilir industri
timah seiring dengan tumbuhnya perekonomian nasional. Meski Indonesia
merupakan produsen utama timah dunia yang mengusai lebih dari 30%
produksi timah dunia tiap tahunnya, namun cadangan timah yang terkandung
di perut bumi Indonesia ada batasnya. Saat ini cadangan timah yang dimiliki
Indonesia sebesar 900.000 ton (Kementerian ESDM, 2013). Dengan asumsi
ditambang sekitar 60.000 hingga 90.000 ton tiap tahunnya, maka cadangan
timah yang dimiliki saat ini hanya tersisa untuk 10 hingga 12 tahun ke
depan, jika pemerintah Indonesia tidak menemukan cadangan baru. Melihat
kenyataan tersebut sudah saatnya hilirisasi industri komoditas timah penting
untuk segera dilakukan.

2.7 Kebijakan Pertambangan Timah


Sebagaimana tertera dalam pasal 33 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi,
bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Demikian juga dengan maksud penerbitan Undang-Undang No. 4 tahun
2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara sebagai payung hukum
kebijakan pertambangan di Indonesia. UU tersebut dimaksudkan terutama
untuk meningkatkan penerimaan negara dan memberikan nilai tambah dalam
bentuk lapangan kerja dan penyediaan bahan baku bagi industri dalam negeri.
Agar tujuan tersebut tercapai dan dalam upaya menjaga lingkungan disekitar
area pertambangan, setiap kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh
orang atau perusahaan harus didasarkan izin yang dikeluarkan oleh pejabat
yang berwenang yang disebut Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Izin Usaha Pertambangan yang selanjutnya disebut IUP, berdasarkan
pasal 1 angka 6 UU No. 4 tahun 2009 adalah izin untuk melaksanakan usaha
pertambangan. Selanjutnya menurut pasal 36 ayat (1) UU No. 4 tahun 2009,
izin usaha pertambangan terdiri atas 2 tahap, yaitu; Izin Usaha Pertambangan
Eksplorasi dan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi.
Berdasarkan Gambar 2.9 terlihat bahwa ada turunan undang-undang
yang terkait langsung dengan pertambangan timah yang diatur dalam Undang-
Undang No.4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Undang-Undang No.4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara
pasal 102 menyatakan bahwa “Pemegang IUP (Izin Usaha Pertambangan)
dan IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) wajib meningkatkan nilai
tambah sumber daya mineral dalam pelaksanaan penambangan, pengolahan

23
Yudha Hadian Nur

dan pemurnian, serta pemanfaatan mineral”. Definisi nilai tambah yaitu proses
pengolahan hasil tambang yang bertujuan menghasilkan suatu produk atau
komoditas sehingga nilai ekonomi dan daya gunanya meningkat lebih tinggi
dari sebelumnya, serta aktivitas yang ditimbulkan akan memberikan dampak
positif terhadap perekonomian dan sosial baik bagi daerah operasional, pusat,
maupun daerah non operasional. Kemudian definisi dari kegiatan pengolahan
dan pemurnian yaitu kegiatan usaha pertambangan untuk meningkatkan mutu
mineral serta untuk memanfaatkan dan memperoleh mineral ikutan. Selain
itu, dalam pasal 170 juga terdapat kewajiban bagi pemegang kontrak karya
yang telah berproduksi untuk melakukan permunian di dalam negeri paling
lambat sampai dengan tahun 2014.

UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

Permen ESDM No.8 Tahun 2015 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral
Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri

Produk samping / sisa hasil pemurnian timah wajib dilakukan diolah menjadi logam
timah Sn> 99,9% atau terak timah.

Gambar 2.9 Turunan Peraturan Terkait Pertambangan Timah di


Indonesia.

Sumber: Kementerian ESDM (2016)

Turunan dari Undang-Undang No.4 tahun 2009 ini yaitu Peraturan


Menteri ESDM No.8 tahun 2015 tentang peningkatan nilai tambah mineral
melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral dalam negeri. Salah
satu tujuan peraturan ESDM ini yaitu meningkatkan efektivitas serta menjamin
kepastian hukum pelaksanaan peningkatan nilai tambah timah melalui
kegiatan pengolahan atau pemurnian timah di dalam negeri sekaligus untuk
meminimalisir kerusakan alam yang terjadi akibat maraknya pertambangan
timah ilegal khususnya di Pulau Bangka dan Belitung. Dalam peraturan
ESDM ini juga diatur tentang batasan minimum pengolahan dan pemurnian
komoditas timah di dalam negeri yaitu untuk logam timah (Sn) minimal
99,9% dan untuk terak timah logam W, Ta205, Nb205 dan Sb2O3 minimal 90%.
Dengan diberlakukannya UU No.4 Tahun 2009 dan Permen ESDM No.8
Tahun 2015 ini diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan bahan baku
industri, penyerapan tenaga kerja dan peningkatan penerimaan negara, baik
pusat dan daerah (Kementerian ESDM, 2013).

24
Produksi Timah Indonesia: Potensi dan Tantangan

Maraknya perkembangan tambang timah rakyat atau tambang


inkonvensional terjadi setelah tahun 1998 dimana terdapat perubahan tata
pemerintahan daerah termasuk adanya penyerahan beberapa kewenangan
dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, salah satunya adalah
kewenangan terkait timah. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang
Otonomi Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah merupakan regulasi awal
yang menandakan pemberian wewenang kepada daerah untuk mengelola
pemerintah serta sumber daya alamnya. Regulasi tersebut kemudian dijadikan
sebagai landasan yuridis bagi Pemerintah Daerah Kepulauan Bangka
Belitung untuk melakukan pengawasan dan pengelolaan bahan galian timah
bagi kepentingan daerah.
Kebijakan tersebut juga diperkuat dengan ditetapkannya Keputusan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 146/MPP/Kep/4/1999 Tentang
Perubahan Lampiran Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan
Nomor 558/MPP/Kep/12/1998 Tentang Ketentuan Umum Di Bidang Ekspor,
yang salah satunya menyatakan bahwa timah bukan komoditas strategis dan
dikategorikan sebagai komoditas yang tata niaganya tidak diawasi. Peraturan
ini seolah mengisyaratkan bahwa tata niaga timah dapat dilakukan secara
bebas oleh siapapun. Sejak saat itu, pemerintah daerah mengeluarkan
beberapa kebijakan yang mendukung pengelolaan pertambangan oleh
daerah, seperti pada Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2001 Tentang
Pengelolaan Pertambangan Umum yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah
Bangka Belitung, yang kemudian diubah dengan Peraturan daerah Nomor
14 Tahun 2007. Dengan adanya peraturan tersebut, izin untuk melakukan
usaha pertambangan merupakan wewenang dari pemerintah daerah dimana
terdapat bahan galian tambang tersebut, sekaligus juga mendorong semakin
berkembangannya tambang inkonvensional yang dapat meningkatkan
pendapatan daerahnya (Hayati, 2011).

2.8 Penutup
Sebagai negara pengekspor timah terbesar di dunia yang menguasai
hampir sepertiga produksi timah dunia, Indonesia seharusnya memiliki posisi
strategis untuk menjadi penentu harga timah. Keterbatasan industri timah dalam
negeri yang masih terkonsentrasi pada produk-produk hulu dan keterbatasan
cadangan timah mengharuskan pemerintah Indonesia melakukan perubahan
orientasi industri timah dengan secepatnya melaksanakan hilirisasi industri.
Keinginan kuat dari pemerintah pusat untuk menjadikan komoditas
timah sebagai komoditas yang dapat meningkatkan penerimaan negara,

25
Yudha Hadian Nur

memberikan nilai tambah dalam bentuk lapangan kerja dan penyediaan bahan
baku bagi industri dalam negeri, mengupayakan perbaikan pengelolaan
penambangan timah yang juga memperhatikan kelestarian lingkungan, perlu
terus diupayakan. Niat dan kerja yang terus menerus dalam meningkatkan
pemanfaatan hasil bumi timah demi memberikan manfaat sebesar-besarnya
bagi kemakmuran masyarakat sekitar menjadi pekerjaan rumah bersama antar
lintas kementerian dan lembaga dan kerjasama yang erat dari pemerintah
daerah.
Efek samping dari segala kegiatan pertambangan timah terutama dari
semakin maraknya kegiatan penambangan timah rakyat yang berdampak
pada kerusakan lingkungan dan menyebabkan pencemaran, bahkan dalam
jangka panjang sangat membahayakan dan memperparah kondisi lingkungan
di kepulauan Bangka Belitung sudah seharusnya menjadi perhatian serius
dari berbagai pihak. Oleh karena itu sudah saatnya Pemerintah Daerah
Kepulauan Bangka Belitung sebagi daerah yang paling parah merasakan
kerusakan lingkungan akibat dari pertambangan timah liar menyegerakan
membuat kebijakan dan peraturan daerah yang dapat mengatur penataan
dan pengelolaan lingkungan dengan menyeimbangkan aspek ekonomi,
lingkungan/konservasi dan sosial budaya.

DAFTAR PUSTAKA
Hayati, Tri. (2011). Perizinan Pertambangan di Era Reformasi Pemerintahan
Daerah Studi Tentang Perizinan Pertambangan Timah di Pulau
Bangka. Disertasi, UI, Jakarta.

Haryadi, H., Miswanto, A., Mandalawanto Y. Supriatna, E., Daranin, E.


A. (2010). Analisis Perkembangan Pengusahaan Mineral dan
Batubara. Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara, Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral.

ITRI. (2012). Tin for Tomorrow: Contributing to Global Sustainable


Development. Report of ITRI (International Tin Research Institute).
Diunduh pada tanggal 5 Januari 2016 dari http://minerals.usgs.gov/
minerals/pubs/commodity/tin/mcs-2015-tin.pd.

Kementerian ESDM. (2013). Kajian Supply Demand Mineral. Laporan


penelitian dari Pusat Data dan Teknologi Informasi, Energi dan
Sumber Daya Mineral, Kementerian ESDM.

Kementerian Perindustrian. (2016). Pohon Industri Timah. Diunduh tanggal


20 Juli 2016 dari http://www.kemenperin.go.id/pohon-industri.

26
Produksi Timah Indonesia: Potensi dan Tantangan

Kontan. (2016). PT Timah Cari Mitra Bisnis ke RRT. Diunduh dari http://
industri.kontan.co.id/news/pt-timah-cari-mitra-bisnis-ke-RRT
tanggal 16 Januari 2016.

Liputan6.com. (2007). Timah Selundupan dari Tanah Bangka. Diunduh dari


http://news.liputan6.com/read/143190/timah-selundupan-dari-
tanah-bangka tanggal 11 Juli 2016.

LME. (2015). “LME Tin”. Report from London Metal Exchange, diunduh pada
29 Maret 2016 dari http://www.lme.com/metals/non-ferrous/tin/.

Mongabay.co.id. (2016). Foto: Nasib Keindahan Pulau Bangka-Belitung Kala


Tertimpa “Kutukan” Timah. Diunduh pada tanggal 3 January 2016
dari http://www.mongabay.co.id/tag/timah/.

PT Timah (Persero) Tbk. (2011). Laporan Tahunan Terpadu PT Timah


(Persero) Tbk 211 Go Offshore, Go Deeper. Jakarta.

PT Timah (Persero) Tbk. (2015). Laporan Tahunan PT Timah Tahun 2014


Optimalisasi Kekuatan untuk Menghadapi Tantangan Menuju
Pertumbuhan Berkelanjutan. Jakarta.

PT Timah (Persero) Tbk. (2016). Pengolahan dan Peleburan Timah. Diunduh


pada tanggal 12 Januari 2016 dari http://www.timah.com/v3/ina/
operasi-pengolahan-dan-peleburan/.

Roddy, Peter. (1995). The International Tin Trade. Woodhead Publishing


Limited. Cambridge England.

Suprapto, S.J. (2009). Potensi, Prospek dan Pengusahaan Timah Putih di


Indonesia. Buletin Sumberdaya Geologi Badan Geologi Kementerian
ESDM, 3(2). Jakarta.

USGS. (2015). Tin Statistics and Information. Report of Mineral Information


United States Geological Survey (USGS), diunduh pada 9 April
2016 dari http://minerals.usgs.gov/minerals/pubs/commodity/tin/

Zulkarnaen, Iskandar. (2005). Konflik di Kawasan Timah Bangka Belitung.


Jakarta: LIPI.

27
Yudha Hadian Nur

28
Pengolahan dan Penggunaan Timah di Indonesia

BAB III
PENGOLAHAN DAN PENGGUNAAN TIMAH
DI INDONESIA
Fitria Faradila

3.1 Pendahuluan
Timah merupakan salah satu logam yang paling banyak penggunaannya
baik dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk keperluan industri. Dengan
sifat yang lunak, mudah dibentuk dan mengkilat, timah sering dijadikan bahan
campuran dengan mineral untuk keperluan berbagai industri, seperti otomotif,
listrik, kemasan makanan, kaca, baterai dan lain-lain.
Kegunaan timah sangat beragam baik secara tunggal maupun sebagai
logam paduan (alloy), khususnya dengan logam tembaga. Salah satu
kegunaan logam paduan antara timah dan tembaga adalah untuk membuat
logam perunggu. Selain tembaga, timah dapat dipadukan oleh logam lain
seperti (i) baja untuk membuat logam ringan; (ii) bahan niobium sebagai
penghantar daya magnet; dan (iii) timbal untuk membuat solder. Selain itu,
campuran logam yang mengandung timah lainnya antara lain perunggu fosfor,
solder lunak, logam babbit, logam putih, logam bel, dan campuran logam
bentukan (Kementerian ESDM, 2013). Mengingat sifatnya yang anti korosif
atau berkarat, timah seringkali digunakan sebagai bahan pelapis logam lain
seperti seng, timbal, besi dan baja. Aplikasi ini banyak digunakan sebagai
pelapisan baja untuk keperluan industri otomotif, pembungkus makanan,
pelapis kaleng, pelindung kontainer, dan pelapis pipa yang terbuat dari logam
lainnya.
Secara umum, kegunaan timah oleh industri sangat beragam dari industri
berat ke industri kebutuhan sehari-hari. Produksi timah pada umumnya
digunakan pada industri pelat timah (tinplate), industri pelapis, industri solder,
industri perunggu dan paduan gotri (ball/roller bearing), industri paduan logam,
industri pelapis untuk kebutuhan rumah tangga, industri pelapis kemasan
makanan, industri lapis listrik (electroplating), industri produk farmasi, industri
peralatan pertanian, industri keramik, industri plastik, industri kendaraan
bermotor, industri elektronik, industri pelapis pelat baja tipis, industri produk
garam timah, industri bahan pewarna glasir pada industri keramik dan industri
kimia timah untuk gelas dan kaca (Hariyadi, 2010). Pada umumnya, sebagian
besar turunan pertama produk timah berupa solder dan tinplate (Suprapto,
2008). Adapun kegunaan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif merupakan

29
Fitria Faradila

perluasan kegunaan timah melalui solder dan tinplate, seperti industri


elektronik, industri otomotif dan industri pelapis kemasan. Oleh karena itu,
solder dan tinplate merupakan produk antara yang berkontribusi menunjang
industri-industri lainnya.
Keberadaan Indonesia yang terletak di jalur timah dunia memberikan
keunggulan tersendiri bagi Indonesia untuk menjadi salah satu penghasil
terbesar timah dunia. Pada tahun 2014, total produksi timah Indonesia
mencapai 84.000 MT, merupakan kedua terbesar setelah RRT di dunia
(U.S. Geological Survey, 2015). Sebagian besar produksi ditujukan ke luar
negeri, sementara hanya 6% total produksi yang ditujukan ke pasar dalam
negeri. Penjualan timah ke pasar dalam negeri terutama digunakan oleh
industri solder dan industri paduan-paduan logam, seperti industri pelat timah
(Hariyadi, 2010).
Sejalan dengan kondisi tersebut, sekitar 94% ekspor timah dan produk
timah Indonesia berupa timah murni batangan dan sisanya merupakan produk
hilir timah. Pada tahun 2015, ekspor timah dan produk timah mencapai USD
1,2 miliar atau 75 ribu ton. Adapun ekspor logam timah murni batangan
mencapai USD 1,1 miliar (70 ribu ton). Di sisi lain, impor timah dan produk
timah Indonesia justru didominasi oleh produk hilir timah, seperti solder, tinfoil
dan tinplate. Total impor timah dan produk timah pada tahun 2015 tercatat
USD 39,8 juta. Sekitar 98% impor berasal dari: impor timah solder sebesar
96,8% (USD 38,5 juta); tinfoil sebesar 0,9% (USD 0,4 juta) dan tinplate 0,8%
(USD 0,3 juta). Kondisi ini menunjukkan bahwa saat ini hilirisasi pada industri
timah tidak berjalan. Indonesia cenderung mengimpor produk hilir timah
yang bernilai tambah tinggi dan memiliki kegunaan yang lebih aplikatif untuk
keperluan industri.
Rendahnya hilirisasi industri timah di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa
hal. Secara umum, hilirisasi timah belum optimal karena membutuhkan
pendanaan atau investasi dan teknologi yang tinggi. Oleh karena itu, untuk
mendukung hilirisasi timah diharapkan masuknya investasi pada industri hilir
timah (Antara Babel, 2013). Proses hilirisasi timah melalui industri solder
tidak berkembang karena kinerja industri pengguna solder sedang melesu.
Sebagian besar solder digunakan sebagai input untuk industri elektronik.
Menurunnya kinerja industri elektronik akibat melesunya pasar domestik
menekan permintaan solder. Hal ini menyebabkan industri solder domestik
menjadi kurang berkembang. Selain itu, regulasi dan kebijakan ekspor belum
optimal mendukung industri solder domestik. Berbeda halnya dengan industri
solder, tidak berkembangnya proses hilirisasi timah dalam industri pelat timah
disebabkan oleh kurangnya pasokan pelat timah domestik untuk memenuhi
kebutuhan industri pengguna. Selain itu, belum adanya masterplan hilirisasi

30
Pengolahan dan Penggunaan Timah di Indonesia

timah juga merupakan faktor penghambat perkembangan industri hilir timah


di Indonesia secara umum (Asosiasi Solder Indonesia, 2016c).
Sebagai produk turunan pertama timah, solder dan tinplate memiliki
potensi kegunaan yang sangat potensial untuk menunjang industri hilir
timah lainnya. Namun, karena adanya beberapa faktor penghambat, maka
kesempatan untuk mengembangkan industri hilir timah di Indonesia menjadi
terlewatkan. Akibatnya, industri pengguna timah Indonesia saat ini masih
bergantung pada impor bahan baku, padahal Indonesia merupakan salah
satu penghasil terbesar timah dunia.

3.2 Pengolahan Timah


Sebagian besar timah logam murni digunakan untuk industri solder
(PT. Solder Indonesia, 2016a). Terdapat dua jenis solder yakni Sn-Pb solder
wire dan bar serta Lead Free solder wire dan bar. Isu lingkungan mengenai
dampak negatif timbal (lead) mendorong diproduksinya solder yang bebas
timbal (lead free solder). Secara umum, proses produksi Sn-Pb solder dan
lead free solder relatif sama. Adapun perbedaan antara proses produksi Sn-Pb
solder dan lead free solder yakni pada tahap awal pembentukan alloy. Pada
proses produksi Sn-Pb solder, alloy dibentuk dari timah/Tin (Sn) dan timbal/
Lead (Pb). Sementara itu, pembentukan alloy pada lead free solder sama
sekali tidak menggunakan timbal dan terdiri atas 2 tahap yakni pembentukan
master alloy dengan kandungan tembaga (Cu) sebesar 14% dan alloy Cu
0,7% (SC07). Alloy Cu 0,7% didapat dari master alloy yang dilebur kembali
dengan timah (Sn), sehingga kandungan Cu menjadi lebih rendah. Setelah
alloy dibentuk, maka tahapan selanjutnya dalam pembuatan solder antara
lain (PT. Solder Indonesia, 2016a):
1. Tahap Extrude
Sebelum melalui tahap ini, alloy harus melalui tahap casting/cutting billet
serta pre-heating billet. Selanjutnya dilakukan tahap extrude atau pressing
alloy menggunakan mesin press.
2. Tahap Drawing
Tahap drawing merupakan tahap pengecilan diameter dari alloy yang
sudah melalui tahap extrude.
3. Tahap Winding
Setelah berbentuk wire atau kawat solder, maka kawat-kawat solder dari
hasil pengecilan diameter tersebut lalu di gulung menjadi spool.
4. Tahap Packing
Setelah selesai menjadi solder, khususnya kawat solder, maka dilakukan
pengemasan untuk pengiriman barang.

31
Fitria Faradila

SN/Tin

Casing/
Alloy Cutting Pre-heating Extrude Drawing Winding Packing
Billet Billet

Lead

Gambar 3.1 Proses Produksi Sn-Pb Solder Wire.

Sumber: PT. Solder Indonesia (2016a)

Banka Tin

Alloy Casing/
Pre-heating Estrude Drawing Winding Packing
Cu 0,7 Cutting
Billet
Billet

Banka Tin
Master
Alloy
Cu +/-
14%

Cu

Gambar 3.2 Proses Produksi Lead Free Solder Wire.

Sumber: PT. Solder Indonesia (2016a)

Selain dalam bentuk solder, timah juga banyak digunakan pada


pembuatan tinplate. Tinplate merupakan bahan baku industri pelapis dan
kemasan. Pembentukan tinplate awalnya berupa Tin Mill Black Plate (TMBP)
yang sudah digulung. Mesin pay off reel merupakan tempat gulungan TMBP
dengan diameter 390 mm dan diameter terbuka 415 mm. TMBP yang sudah
digulung lalu diulur dan dibawa oleh mesin threading belt melewati deflecor
dan pinch roll ke mesin double cut shear untuk persiapan penyambungan
TMBP. Proses selanjutnya yakni welding. Pada proses ini gulungan coil
TMBP disambungkan dengan gulungan coil TMBP yang sudah diulur dengan
menggunakan metode presswelding oleh roda tembaga yang dialiri arus listrik
searah (direct current). TMBP yang sudah digabungkan lalu ditaruh pada entry
loop tower yang berfungsi untuk menyimpan strip TMBP dan memastikan
bahwa seluruh proses welding berjalan lancar. Selanjutnya, TMBP dipotong
berdasarkan ukuran sesuai pesanan dengan mesin side trimmer. Mesin ini
terdiri dari dua buah pisau pemotong dari sisi kiri maupun kanan serta scrap
baller untuk menampung sisa potongan (PT. Latinusa, 2016a).

32
Pengolahan dan Penggunaan Timah di Indonesia

Gambar 3.3 Proses Produksi Tinplate.

Sumber: PT. Latinusa (2016a)

3.3 Industri Pengolahan Timah


Saat ini perusahaan pada industri solder di Indonesia berjumlah 12
perusahaan. Perusahaan produsen solder tersebar di kawasan industri di
Propinsi Jawa Barat dan Propinsi Jawa Timur. Selain dalam bentuk wire dan
bar, sebagian besar produsen juga memproduksi solder dalam bentuk flux
dan solvent. Perusahaan yang memproduksi solder pasta hanya PT. Supra
Sukses Trinusa dan PT. Solder Indonesia (Asosiasi Solder Indonesia, 2016a).

33
Fitria Faradila

Tabel 3.1 Daftar Pelaku Usaha di Industri Solder


Produk Timah
NAMA
NO Bentuk Lokasi
PERUSAHAAN
Wire Bar Solvent Lain

1 PT Supra Sukses + + + + + + Cikarang


Trinusa
2 PT Solder Indonesia + + + + + + Cileungsi
3 PT Sitech Indonesia + + Cikarang
4 PT Citra Logam alpha + + + + + Tangerang
Sejahtera
5 PT Ropicon + + + Jakarta
6 PT Sin Asahi + + + + + Cikarang
7 PT Cakrawijaya Sakti + + + Jakarta
8 PT AsaFlux + + + + + Jakarta
9 PT Super Solder + + + + + Tangerang
10 PT. Noor Sakti + + + Surabaya
11 PT Timah Industri + + + Cilegon
12 PT OM Indonesia + + Cilegon

Sumber: Asosiasi Solder Indonesia (2016a)

Sebagai salah satu pelaku usaha di bidang solder, produksi PT. Solder
Indonesia mampu mencapai 404 ribu kg atau sekitar 33,7 ribu kg per bulan
pada tahun 2015. Kondisi ini meningkat jika dibandingkan tahun sebelumnya
yang mencapai 319 ribu kg. Rencana bisnis PT. Solder Indonesia pada tahun
2016 adalah meningkatkan promosi, khususnya di luar negeri sehingga dapat
meningkatkan ekspor produk hilir timah (PT. Solder Indonesia, 2016b).
PT. Timah merupakan produsen timah logam murni terbesar di Indonesia.
Kegiatan produksi PT. Timah terkonsentrasi di Pulau Bangka, Propinsi Bangka
Belitung. Selain sebagai penghasil logam timah, PT. Timah melalui anak
perusahaannya, PT. Timah Industri, juga menghasilkan produk hilir timah
seperti tin alloy, tin solder dan tin chemical. Proses produksi PT. Timah Industri
dilakukan di Kawasan KIEC Cilegon, Banten. Pada tahun 2016, PT. Timah
berencana akan meningkatkan kapasitas produksi produk hilirnya yakni tin
chemical dan tin solder. Dalam melakukan ekspansi pabrik timah solder, PT.
Timah akan menggandeng perusahaan dari RRT. Skema kerjasama tersebut
dilakukan untuk meningkatan kapasitas pabrik, memperbaharui peralatan
dan teknologi serta pengembangan jaringan pemasaran dari timah solder.

34
Pengolahan dan Penggunaan Timah di Indonesia

Ekspansi tersebut diharapkan mampu meningkatkan kapasitas produksi


timah solder dari 4.000 ton menjadi 6.000 ton per tahun (Kontan, 2016a).
Untuk produk tinplate, PT. Latinusa merupakan satu-satunya produsen
dalam industri tersebut. Kapasitas produksi PT. Latinusa tercatat 160 ribu
per tahun. Pencapaian ini didapatkan berkat proses revamping sebagai
langkah ekspansi dan modernisasi produksi. Sebagai satu-satunya pemain
dalam industri tinplate, PT. Latinusa memiliki pangsa sebesar 68,2% di pasar
domestik. Kegiatan produksi PT. Latinusa terpusat di Kawasan industri KIEC
Cilegon. Pada tahun 2016, PT. Latinusa berencana menyiapkan belanja modal
(capital expenditure) sebesar Rp 13 miliar. Dana tersebut akan dimanfaatkan
untuk mendukung produktivitas perusahaan melalui kegiatan operasional dan
produksi roll maupun motor mesin pabrik (Sindonews, 2016).
Kegunaan beberapa industri hilir timah lainnya sangat tinggi untuk
menunjang proses produksi industri pengguna, namun perkembangannya
di Indonesia masih sangat minim, seperti industri die casting. Die casting
merupakan proses pengolahan suatu logam (alumunium, magnesium, zinc,
timah) yang telah dibentuk menjadi cairan, lalu dibentuk dalam suatu cetakan
(die/mold) dan dibiarkan membeku (Sulatin, 2014). Die casting timah banyak
digunakan untuk keperluan industri otomotif, elektronik dan aplikasi pipe fitting
(logam sambungan pipa). Kendala utama yang menghambat perkembangan
industri die casting adalah masih minimnya teknologi permesinan untuk
mengubah timah menjadi bentuk lain. Adapun kelemahan mesin pengecoran
timah antara lain cetakan timah yang kurang sempurna, pemilihan material
mould yang kurang tepat, dan kecepatan buka tutup cetakan yang tidak
stabil (Djatmiko, 2012). Selain itu, die casting juga digunakan dalam industri
kerajinan dalam bentuk pewter. Perkembangan industri pewter di Indonesia
juga sangat minim. Saat ini, hanya ada tiga pelaku usaha pada industri pewter
yakni satu pelaku usaha di Kabupaten Bangka Barat dan dua di kabupaten
lain di Pulau Bangka. Faktor penghambat industri ini adalah iklim usaha yang
tidak mendukung, terutama terkait hal perizinan investasi (Firdausy, 2016).
Berbeda halnya dengan Indonesia, hilirisasi industri timah di RRT
sudah berkembang. Yunnan Tin Company Limited, salah satu produsen
timah terbesar di RRT, juga mengolah timah dalam bentuk hilir, seperti tin
profiles dan tin chemicals (Yunnan Tin Company, 2012). Berkembangnya
industri hilir timah di RRT bahkan menyebabkan pasokan timah domestik
kurang untuk memasok kebutuhan industri hilir. Untuk mendukung hilirisasi
timah, RRT melakukan berbagai upaya untuk mengamankan pasokan timah
mentahnya melalui pungutan Bea Keluar (export tariff) ekspor timah sebesar
10%, menurunkan kuota ekspor dan melakukan impor konsentrat (bijih) timah

35
Fitria Faradila

dari Myanmar. Sebagian besar konsumsi timah diperuntukkan untuk industri


solder sebesar 63%, diikuti oleh industri kimia (11%), industri tinplate (9%),
industri aki/lead-acid battery (9%) dan lainnya (8%) (ITRI, 2015b).

3.4 Penggunaan Timah


3.4.1 Penggunaan Timah di Dalam Negeri
Secara fisik, timah merupakan jenis logam yang mudah dibentuk dan
mudah mencair. Kendati keras, namun timah cenderung lentur, sehingga
mudah diubah bentuknya atau memiliki sifat daktilitas. Selain itu, timah
merupakan salah satu konduktor listrik yang sangat baik. Melalui sifat-sifat
tersebut, maka timah kerap memiliki banyak kegunaan.
Pertumbuhan permintaan timah sangat pesat seiring dengan
pertumbuhan ekonomi. Pemanfaatan timah putih untuk konsumsi domestik
yang lebih besar akan memberikan nilai tambah berganda dan efek berganda
terhadap pertumbuhan industri di dalam negeri (Suprapto, 2008). Namun
sebagian besar produksi timah Indonesia diekspor ke luar negeri dan hanya
sekitar 6% dari total produksi yang diperuntukkan bagi industri dalam negeri.
Penjualan pada pasar dalam negeri untuk dikonsumsi oleh industri solder dan
industri paduan-paduan timah, seperti PT. Latinusa dan PT. Solder Indonesia
(Haryadi, 2010).
Kegunaan timah bagi perkembangan industri baik dari industri berat
maupun industri produk sehari-hari sangat tinggi. Aplikasi timah untuk
menunjang perkembangan industri melalui berbagai bentuk antara lain pelat
timah (tinplate), tin solder, tin rod, tin profile, tin powder, product casting dan
die casting, tin coating dan plating. Walaupun ada berbagai bentuk aplikasi
timah, namun timah solder dan tinplate merupakan produk hilir yang sering
digunakan untuk keperluan industri. Sekitar 52% timah yang dihasilkan
diproses menjadi timah solder atau wire solder, sementara yang dimanfaatkan
sebagai tinplate sebesar 16% (Kemenperin, 2016).

36
Pengolahan dan Penggunaan Timah di Indonesia

Gambar 3.4 Peta Industri Timah Solder.

Sumber: Asosiasi Solder Indonesia (2016b)

Pengunaan timah putih dalam industri solder meningkat seiring dengan


meruaknya isu lingkungan. Tekanan isu lingkungan mendorong pabrik solder
mengurangi kandungan timbal atau lead dalam solder dan menggantinya
dengan timah. Kandungan lead dalam solder merupakan salah satu sumber
kontaminasi timbal ke tubuh manusia. Mengingat bahaya timbal bagi tubuh,
maka kandungan timbal pada berbagai aplikasi termasuk solder dikurangi
dan digantikan dengan timah putih yang tidak memiliki zat berbahaya
(Kementerian ESDM, 2013).
Secara umum, jenis solder dapat dikategorikan menjadi 3 jenis. Adapun
ketiga jenis solder tersebut antara lain: (i) low technical content yakni berupa
solder bar, anode, solid solder wire dan produk solder sejenisnya; (ii) medium
technical content berupa cored flux solder wire, preform solder dan produk
solder lainnya; dan (iii) high technical content berupa solder powder, solder
paste, Ball Grid Array (BGA) dan produk solder sejenisnya (Asosiasi Solder
Indonesia, 2016b).
Berdasarkan Gambar 3.4, penggunaan timah dalam industri timah solder
berasal dari dua sumber yakni berupa timah batangan dan paduan logam
timah dengan material tambahan, seperti timbal, bismut, tembaga, antimon,
nikel, dan germanium. Timah batangan menghasilkan solder dalam bentuk
anode dan tin shot. Sementara itu, proses alloy yang menghasilkan paduan

37
Fitria Faradila

logam timah dengan material tambahan lainnya menghasilkan solder bar,


solder wire, solder powder, solder preform dan solder grid (Ball Grid Array).
Turunan pertama dari industri solder yakni berupa tin anode dan tin shot yang
merupakan bahan dasar dalam proses electroplating Printed Circuit Board
(PCB). PCB merupakan salah satu komponen utama dalam industri elektronik.
Timah solder dalam bentuk paduan logam menghasilkan batang solder
(solder bar). Terdapat dua jenis solder bar yakni yang terdapat kandungan
timbal (Sn/Pb) dan bebas dari kandungan timbal (Lead Free). Sama halnya
dengan solder bar, terdapat dua macam kawat solder atau solder wire yakni
wire solid dan wire coreflux. Produk turunan selanjutnya adalah bubuk solder
atau solder powder. Solder powder menghasilkan solder pasta apabila
dipadukan dengan flux liquid, flux solid dan flux pasta. Solder pasta pada
umumnya digunakan untuk membersihkan mata solder serta sebagai bahan
pelapis pada permukaan logam yang akan disolder agar hasil solder tidak
pecah dan timah menempel secara sempurna. Turunan terakhir dari timah
solder yakni solder grid atau ball grid array yang merupakan komponen pada
PCB berupa pin-pin kecil yang menempel pada PCB. Fungsi ball grid array
adalah sebagai intermediasi atau signal elektrik antara integrated circuit dan
PCB. Selain solder grid, timah solder juga menghasilkan solder preform
sebagai turunan terakhir yakni berupa komponen-komponen kecil dalam
perangkat elektronik (Asosiasi Solder Indonesia, 2016b).
Selain timah solder, aplikasi timah sangat beragam dimanfaatkan.
Berbagai aplikasi yang memanfaatkan timah antara lain (manfaat.co.id, 2015):
1. Pelapisan baja pada industri otomotif dan listrik agar baja tersebut
menjadi lebih ringan dan mudah dibentuk sesuai dengan keperluan
industri. Selain itu, timah juga digunakan sebagai suku cadang atau
komponen dalam keperluan industri tersebut.
2. Sebagai bahan kemasan pada obat dan makanan. Walaupun berjenis
logam, timah aman digunakan sebagai kemasan karena sifatnya yang
tahan terhadap udara, sehingga makanan menjadi lebih awet. Timah
dalam bentuk pelat timah juga digunakan sebagai bahan pelapis kaleng.
3. Timah berupa pelat juga digunakan sebagai pelindung kontainer dan
saluran air pada atap rumah karena sifatnya yang anti korosi.
4. Sebagai bahan paduan dengan logam lainnya sehingga menghasilkan
logam ringan, seperti baja. Pengolahan baja tidak dapat dilakukan
secara mandiri karena akan menyebabkan harga produksi yang mahal.
Oleh karena itu dibutuhkan timah agar campuran menjadi lebih ringan
dan tahan terhadap karat.
5. Sebagai penghantar daya magnet apabila dipadukan dengan bahan
niobium.

38
Pengolahan dan Penggunaan Timah di Indonesia

6. Pembakaran timah yang menghasilkan timah oksida dapat dimanfaatkan


sebagai sensor gas pada industri keramik karena dapat memproduksi
bau yang terukur oleh perangkat sensor.
7. Sebagai bahan baku pada industri kaca, khususnya kaca kendaraan.
Penggunaan timah cair meningkatkan kualitas kaca yang dihasilkan
menjadi lebih padat, tidak mudah pecah dan tahan terhadap tekanan.
8. Sebagai bahan pembuatan perunggu apabila dicampur dengan tembaga.
9. Sebagai bahan pembuatan pasta gigi. Kandungan timah atau SnF2
pada pasta gigi menghasilkan flourida alami sehingga bermanfaat bagi
keputihan dan kepadatan gigi.
10. Sebagai bahan pembuatan amalgam gigi untuk keperluan pembuatan
gigi palsu. Amalgam merupakan campuran antara timah dengan perak
untuk menghasilkan produk yang putih netral.
11. Keperluan pembangkit listrik tenaga nuklir atau reaktor nuklir. Timah
merupakan salah satu bahan untuk pembuatan Zirkonium dan salah
satu instrumen sensor sinyal khusus pada produksi bahan nuklir.
12. Sebagai bahan pembuat pipa, khususnya pipa pada industri, saluran
minyak dan gas. Pipa yang mengandung timah memiliki keunggulan
yakni anti korosi dan tahan lama.
13. Timah murni seringkali dipakai untuk dekorasi hiasan seperti cermin dan
tempat lilin. Selain itu, timah juga digunakan sebagai bahan konstruksi
dekorasi seperti frame pada jendela dan pintu serta hiasan pada engsel
dan kepala pintu.
Dengan sifat timah yang mudah dibentuk, fleksibel dan mempunyai
sifat konduktif yang baik, timah kerap mendukung pembaharuan teknologi
dengan penciptaan produk-produk inovatif pada industri elektronik. Sama
halnya dengan penggunaan dalam negeri, pelat timah dalam bentuk thin tin
coating juga banyak digunakan sebagai bahan kemasan, khususnya pada
makanan dan minuman kaleng dan aplikasi lain. Sifatnya yang anti korosi
akan melindungi isian dalam kaleng dan kemasan lain. Hal ini menunjukkan
eratnya hubungan antara industri makanan dan minuman olahan dengan
industri pengolahan timah, khususnya dalam bentuk tinplate. Pengunaan
timah untuk produk kimia juga banyak ditemui, baik jenis timah organik maupun
timah non organik. Timah organik banyak digunakan dalam pembuatan PVC
untuk keperluan produk konstruksi seperti pintu dan jendela. Sementara
timah anorganik banyak digunakan sebagai katalis proses industri, seperti
pelapisan kaca, electroplating, fire retardant, dan keperluan semen serta
keramik. Program konservasi energi juga banyak menggunakan timah dalam
memproduksi polyurethane foam thermal insulation pada tin oxide coatings

39
Fitria Faradila

untuk pelapis kaca baik smartphone maupun gedung ramah lingkungan


(ITRI, 2012).
Penggunaan timah sebagai bahan baku pembuatan mobil juga semakin
berkembang di Indonesia. Timah ini biasanya digabung dengan bahan baku
lain seperti seng (Zn), tembaga (Cu) dan kuningan. Komposisi gabungan
timah sangat penting untuk mendukung sektor elektronik, penggunaan timah
solder yang tinggi dan pembuatan design baru dalam produk manufaktur yang
sukses (ITRI, 2012). Timah jika dipanaskan dalam udara akan membentuk
Sn2 dan sedikit asam serta membentuk stannate salts dengan oksida. Garam
timah yang disemprotkan pada gelas dapat dipakai untuk kaca mobil yang
tahan beku. Sebagian besar kaca jendela mobil saat ini dibuat dengan cara
mengapungkan gelas cair di dalam timah cair yang kemudian membentuk
permukaan datar atau disebut juga proses apung Pilkington atau Pilkington
float process (Kementerian ESDM, 2013).

Gambar 3.5 Aplikasi Penggunaan Timah.

Sumber: Industrial Technology Research Institute (ITRI) (2012)

40
Pengolahan dan Penggunaan Timah di Indonesia

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, PT. Latinusa merupakan


satu-satunya pemain dalam industri tinplate. Dalam memproduksi tinplate,
PT. Latinusa mengandalkan pasokan dari PT. Timah. Adapun komposisi
penggunaan pelat timah yang diproduksi oleh PT. Latinusa antara lain untuk
kemasan/kaleng susu sebesar 25,5%; cat 19,6%; produk kimia 21,0%;
makanan olahan kering 13,3%; makanan 13,2%; buah dan beverage 4,6%;
minyak goreng sebesar 1,7% dan kaleng lainnya 1,1%. Adapun beberapa
perusahaan klien/pengguna tinplate oleh PT. Latinusa adalah PT. Frisian Flag
Indonesia, PT. Indonesia Multi Colour Printing, PT. United Can Company Ltd,
PT. Arthawenasakti Gemilang ,PT. Multi Makmur Indah Indonesia, PT. Central
Sahabat Baru, PT. Ancol Terang Metal Printing, dan PT. Cometa Can (PT.
Latinusa, 2016b).
Beberapa industri pengguna timah, seperti industri otomotif, industri
pengalengan makanan dan industri kemasan masih bergantung pada
impor baja lapis timah (tinplate). Kekurangan pasokan tinplate dalam negeri
merupakan penyebab utama tingginya impor oleh industri-industri tersebut.
Saat ini hanya PT. Latinusa yang memproduksi tinplate di Indonesia.
Kebutuhan tinplate dalam negeri mencapai 226.391 ton per tahun, namun
PT. Latinusa hanya mampu memproduksi sebanyak 160.000 ton per tahun
(Kontan, 2016b). Sama halnya dengan tinplate, kebutuhan solder pun belum
bisa ditutupi sepenuhnya oleh produksi domestik. Bahkan beberapa produk
hilir solder, seperti solder powder belum bisa diproduksi di dalam negeri,
sehingga harus didapatkan melalui impor (PT. Solder Indonesia, 2016c).

3.4.2 Penggunaan Timah di Dunia


Sejalan dengan konsumsi di dalam negeri, konsumsi timah dunia juga
sebagian besar digunakan pada sektor elektronik dalam bentuk solder.
Berdasarkan survei Industrial Technology Research Institute (ITRI) tahun
2014, hampir 50% produksi timah dunia digunakan dalam bentuk solder,
khususnya untuk keperluan produksi barang elektronik. Selain solder untuk
industri elektronik, penggunaan timah juga banyak dimanfaatkan untuk
memproduksi bahan dan produk kimia (15,5%) serta tinplate (14,7%).

41
Fitria Faradila

7,0%
2,0%
5,2%
43,5%
7,3%
Solder-Elektronik
Solder-Industri
Bahan Kimia
Tinplate
Lead-Acid Batteries
Brass & Bronze

14,7% Float glass


Lainnya

15,5%
4,8%

Gambar 3.6 Konsumsi Timah Internasional.

Sumber: Industrial Technology Research Institute (ITRI) (2015a)

Secara internasional, penggunaan timah mendukung ekonomi secara


berkelanjutan melalui penciptaan produk-produk inovatif teknologi. Salah
satu contoh penggunaan timah dalam produk inovasi adalah sebagai salah
satu bahan produksi layar LCD atau tv plasma, layar smartphone dan sensor
cahaya (ITRI, 2012). Kaca oksida transparan dan konduktif atau Transparent
Conducting Oxides (TCO) merupakan bahan yang sangat penting dalam
teknologi saat ini. Salah satu jenis TCO yang paling populer digunakan
adalah Indium Tin Oxide (ITO). ITO merupakan perpaduan antara Indium
Oksida dengan Timah Oksida. Perpaduan kedua senyawa tersebut sebagian
besar digunakan dalam pembuatan gelas kaca pada layar smartphone. ITO
dikatakan populer karena memiliki sifat transparansi yang tinggi yakni sekitar
80-85% gelas kaca dan memiliki ketebalan yang tipis (Azom.com, 2014).
Selain sebagai bahan pembuatan layar smartphone, timah juga digunakan
dalam pembuatan produk inovasi lain mulai dari barang keperluan sehari-
hari, packing atau kemasan, konstruksi, dan transportasi (ITRI, 2012).
Sektor elektronik merupakan sektor unggulan di masa yang high
technology seperti saat ini. Semakin tinggi permintaan pada teknologi yang
mutakhir akan mendorong penggunaan timah solder yang lebih besar dalam
sektor elektronik.

42
Pengolahan dan Penggunaan Timah di Indonesia

3.5 Persyaratan Mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) Produk Timah


Timah yang berkualitas tinggi tentu akan menghasilkan produk turunan
yang berkualitas tinggi pula. Sebagai salah satu produk turunan yang paling
banyak digunakan, timah solder yang baik diindikasikan dengan perbandingan
komponen timah dan timbal sebesar 60%:40% atau 63%:37%. Selain itu,
timah solder yang baik memiliki kandungan flux rosin (Elektronikaonline.com,
2009). Standar untuk timah solder tertuang dalam SNI 07-1585-1989. Kendati
sudah ada SNI untuk timah solder, namun hingga saat ini SNI tersebut belum
diperbaharui dan pelaku usaha cenderung tidak memakai SNI tersebut.
Pelaku usaha di bidang solder justru cenderung berpatokan pada standar
internasional.
Untuk tinplate, standar tertuang pada SNI 07-0602-2006 yang berjudul
baja lembaran tipis lapis timah elektrolis (Bj LTE). SNI merupakan revisi dari
SNI 07-0602-1989. Bj LTE diklasifikan berdasarkan berat lapisan timah yang
terdiri dari dua tipe, yakni jenis baja dan kekerasan permukaan. Adapun syarat
mutu yang harus dipenuhi antara lain (BSN, 2006):
1. Bahan baku dari logam dasar serta jenis baja lembaran canai dingin
kualitas tim mill black plat (TMBP).
2. Logam pelapis dari timah putih (Sn) dengan kemurnian minimum 99,98%.
3. Berat lapis timah menentukan notasi penandaan.
4. Kategori logam dasar ditunjukan oleh kekerasan Rockwell 30T.
5. Sifat tampak harus rata, halus dan bebas dari cacat seperti retak, keriput/
melipat dan karat.
6. Ukuran dan bentuk yang ditetapkan: ukuran tebal, toleransi tebal,
toleransi lebar, dan toleransi panjang.
7. Pengukuran lebar pencanaian dengan pencantuman huruf W.
8. Ukuran diameter dalam pada gulungan adalah 406 mm, 419 mm, 508
mm.
9. Besarnya penyimpangan kesikuan yang diijinkan tidak boleh lebih dari
0,25%.
10. Besarnya penyimpangan kelengkungan yang diijinkan tidak boleh
melebihi 1,5mm untuk setiap 1.000 mm panjang tali busur.
11. Ketidakrataan yang diijinkan adalah maksimum 3 mm tegak lurus bidang
datarnya.
Kendati memliki ketentuan SNI di dalam negeri, namun pelaku usaha
pada industri hilir timah, khususnya solder lebih mengacu pada standar
internasional karena SNI yang sudah lama tidak diperbaharui. Selain itu,
segmentasi pasar industri solder dan tinplate lebih mengarah untuk ekspor
dan perusahaan multinasional, sehingga standar yang lebih sesuai untuk
digunakan adalah standar internasional.

43
Fitria Faradila

Berdasarkan Pasal 4 Permendag No. 33 Tahun 2015, timah solder dan


barang lainnya dari timah dapat diekspor jika memenuhi ketentuan antara
lain menggunakan bahan baku timah murni batangan yang berasal dari bursa
timah dan telah dilengkapi dengan bukti pembelian timah murni batangan dari
bursa timah. Selain itu pada pasal 5, ekspor timah solder dan barang lainnya
dari timah hanya dapat dieskpor oleh perusahaan yang telah mendapat
pengakuan sebagai Eksportir Terdaftar Timah Industri (ET-Timah Industri)
dari Direktur Jenderal. Setelah mendapatkan pengakuan sebagai ET-
Timah Industri, perusahaan dapat melakukan ekspor setelah mendapatkan
Persetujuan Ekspor (PE-Timah Industri) dari Direktur Jenderal. Timah dan
produk timah yang akan diekspor wajib dilakukan verifikasi atau penelusuran
teknis sebelum muat barang. Pelaksanaan verifikasi atau penelusuran teknis
dilakukan oleh surveyor yang ditetapkan oleh Menteri.

Tabel 3.2 Spesifikasi Fisik Timah Solder yang diekspor dalam


Permendag No. 33 Tahun 2015

Spesifikasi
a. Pos Tarif/HS: ex. 8003.00.10.00, ex. 8003.00.90.00, ex.
8311.30.90.10, ex. 8311.90.00.00, dan ex. 3810.10.00.00
b. Kandungan Stannum (Sn) paling tinggi 99,7% dari Besi (fe) paling
tinggi 0,005%.
c. Satu atau lebih unsur tambahan untuk paduan dengan persentase
kadar sebagai berikut:
1) Perak (Ag) ≥ 0,1% (1000 ppm);
2) Tembaga (Cu) ≥ 0,1% (1000 ppm);
3) Bismuth (Bi) ≥ 0,1% (1000 ppm);
4) Timbal (Pb) ≥ 0,1% (1000 ppm);
5) Nikel (Ni) ≥ 0,03% (300 ppm);
6) Germanium (Ge) ≥ 0,005% (50 ppm);
7) Antimoni (Sb) ≥ 0,1% (1000 ppm);
8) Zinc (Zn) ≥ 0,1% (1000 ppm); dan/atau
9) Indium (In) ≥ 0,1% (1000 ppm).
d. Bentuk Timah Solder:
1) Kawat/wire yang memiliki diameter paling tinggi 3 mm;
2) Solder bar extrude dan casting/canai;
i. Panjang maksimal : 330 mm ± 5 mm
ii. Lebar maksimal : 20 mm ± 5 mm
iii. Tebal maksimal : 10 mm ± 5 mm
iv. Berat maksimal : 1 Kg per unit
3) Segitiga sama sisi dengan panjang sisi paling tinggi 20 mm ±
5 mm dan panjang paling tinggi 330 mm± 5 mm;
4) Solder pasta/cream;

44
Pengolahan dan Penggunaan Timah di Indonesia

Spesifikasi
5) Solder powder
6) Solder ball, solder half ball dengan diameter maksimal 50 mm
+- 5 mm
7) Solder tape/pita dengan ketebalan maksimal 0,5 mm yang
digulung dalam bobin
e. Cara pengemasan (packaging):
1) Timah solder berbentuk kawat/wire digulungkan dalam
bobin dimasukkan dalam dus/karbon box maksimum 25 Kg/
gulungan;
2) Timah solder selain berbentuk kawat/wire menggunakan
karton box maksimum 25 Kg
f. Gambar dan keterangan
1) Solder wire

2) Solder wire non flux core

3) Solder bar extrude

45
Fitria Faradila

Spesifikasi

4) Solder bar casting/canai

5) Solder bar segitiga sama sisi

6) Solder ball

7) Solder half ball

46
Pengolahan dan Penggunaan Timah di Indonesia

Spesifikasi
g. Penandaan timah solder yang diekspor harus diberi kemasan atau
label yang paling sedikit memuat:
1) Kandungan komposisi paduan Stannum (Sn) dan Besi (Fe);
2) Buatan Indonesia;
3) Merek;
4) Bentuk dan/atau dimensi;
5) Berat bersih; dan
6) Tanggal pembuatan

Sumber: Permendag 33 (2015)

Tabel 3.3 Spesifikasi Fisik Barang Lainnya dari Timah yang diekspor
dalam Permendag No. 33 Tahun 2015

Spesifikasi

a. Pos Tarif/HS: ex. 8007.00.20,00, ex. 8007.00.30.00, ex.


8007.00.40.00, ex. 8007.00.91.00,ex. 8007.00.92,00, ex.
8007.00.99,10, dan ex. 8007.00.99.90
b. Kandungan Stannum (Sn) paling tinggi 96% dari Besi (fe) paling
tinggi 0,005%;
c. Satu atau lebih unsur tambahan untuk paduan dengan %tase ka-
dar sebagai berikut:
1) Bismuth (Bi) ≥ 0,1% (1000 ppm);
2) Tembaga (Cu) ≥ 0,4% (4000 ppm);
3) Perak (Ag) ≥ 0,1% (1000 ppm);
4) Nikel (Ni) ≥ 0,03% (300 ppm);
5) Antimoni (Sb) ≥ 0,1% (1000 ppm);
6) Zinc (Zn) ≥ 0,1% (1000 ppm); dan/atau
7) Indium (In) ≥ 0,1% (1000 ppm).
d. Penandaan timah solder yang diekspor harus diberi kemasan atau
label yang paling sedikit memuat:
1) Kandungan komposisi paduan Stannum (Sn) dan Besi (Fe);
2) Buatan Indonesia;
3) Merek;
4) Bentuk dan/atau dimensi;
5) Berat bersih; dan
6) Tanggal pembuatan

Sumber: Permendag 33 (2015)

47
Fitria Faradila

3.6 Persyaratan Mutu Standar Internasional untuk Produk Timah


Secara internasional, proses produksi timah harus sesuai dengan
sertifikasi ISO 9001:2008 dan produk yang dihasilkan mengikuti standar produk
yang telah ditetapkan oleh pasar internasional. Adapun untuk memenuhi
pasokan pasar internasional, timah harus sudah terdaftar dalam pasar bursa
logam London (London Metal Exchange/LME). Selain itu, menurut klasifikasi
internasional, timah yang baik memiliki kandungan Timbal (Pb) dibawah 30
ppm. Semua jenis logam yang diperdagangkan di London Metal Exchange
wajib mengikuti spesifikasi yang ditentukan.
Sama halnya dengan logam timah murni, timah solder dan tinplate juga
perlu memenuhi standar internasional. Manajemen produksi pada industri
solder dan tinplate sudah memenuhi standar internasional untuk sistem
manajemen mutu ISO 9001: 2000. Standar internasional untuk produk solder
tertuang pada standar untuk Alloy yakni ISO 9453:2006. Selain itu, standar
yang digunakan oleh produsen solder di Indonesia mengacu pada JIS Z 3198
tahun 2003 atau standar spesifik yang ditetapkan oleh industri pengguna.
Sementara standar internasional untuk tinplate antara lain:
1. ASTM Standards A 623-2000, Standard specification for tin mill product,
general requirement
2. ASTM Standards A 624-1999, Standard specification for tin mill products
3. JIS G 3303-1987, Standard specification for tin mill products, general
requirements

3.7 Analisis Finansial/Biaya Pengolahan


Kendati memberikan nilai tambah terhadap ekspor yang tinggi, namun
biaya pengolahan dari logam timah murni ke produk timah solder dan
tinplate tentu saja membutuhkan biaya yang tinggi. Biaya yang dibutuhkan
untuk mengolah logam timah murni menjadi solder bar sekitar Rp 6.000 per
kg. Adapun untuk menjadi solder wire, biaya pengolahan yang dibutuhkan
sebesar Rp 12.000 per kg (PT. Solder Indonesia, 2016a).
Adapun beban biaya pokok produsen tinplate mencapai USD 129,4
juta. Kegiatan pemakaian bahan baku termasuk proses pengolahan menjadi
komponen beban biaya terbesar. Hampir 90% dari total biaya produksi
digunakan untuk memproses bahan baku menjadi barang jadi yakni berupa
tinplate. Dibandingkan tahun sebelumnya, beban biaya perusahaan relatif
menurun.

48
Pengolahan dan Penggunaan Timah di Indonesia

Tabel 3.4 Beban Pokok Penjualan Pelaku Usaha Tinplate (USD)

         
  2015 2014  

  Pemakaian bahan baku 110.630.211 128.620.753  


  Gaji dan kesejahteraan karyawan 4.975.977 5.520.467  
  Listrik dan air 4.235.486 4.951.192  
  Penyusutan 2.356.612 2.294.714  
  Pengepakan 2.046.681 2.003.850  
  Bahan pembantu produksi 1.490.817 1.451.258  
  Suku cadang 1.024.521 1.389.068  
Penyisihan persediaan usang dan
  penurunan persediaan 1.093.505 1.824.425  
  Perbaikan dan pemeliharaan 878.895 868.587  
  Perjalanan dan komunikasi 77.895 97.315  
  Jasa tolling (lacquer) 2.128 -  
  Lain-lain 556.753 521.141  
  Total Biaya Produksi 129.369.481 149.542.770  
   
  Persediaan barang jadi-awal 13.894.271 21.607.277  
Pemulihan kembali penurunan nilai
  persediaan -1.988.935 -1.035.092  
  Persediaan barang jadi-akhir -9.056.242 -13.894.271  
  Total 132.218.575 156.220.684  
         

Sumber: Pelaku Usaha Tinplate (2016)

3.8 Isu Strategis yang Dihadapi oleh Industri Pengolahan Timah


Tidak dipungkiri bahwa hilirisasi timah harus menjadi pekerjaan rumah,
khususnya bagi pemerintah Indonesia. Indonesia merupakan produsen
utama timah di dunia, oleh karena itu keunggulan ini perlu dimanfaatkan
lebih lanjut dengan mendorong industri dalam negeri dalam memproduksi
produk turunan berbahan timah mengingat kebutuhan industri terhadap
produk turunan timah sangat besar. Dengan kata lain pengembangan industri
pengolahan timah diharapkan bisa meningkatkan penyerapan produk timah,
sekaligus meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. Dalam prakteknya,
industri pengolahan timah di Indonesia juga menghadapi berbagai kendala

49
Fitria Faradila

yang bisa menghambat usaha dan produktivitasnya. Industri solder domestik


dihadapkan pada berbagai kendala baik dalam melakukan perdagangan
dalam negeri maupun orientasi ekspor.
Berikut kendala yang dirasakan menghambat hilirisasi timah pada industri
solder (Asosiasi Solder Indonesia, 2016c):
1. Melesunya industri pengguna solder domestik, seperti industri elektronik.
Selain karena melemahnya permintaan pada pasar domestik, industri
elektronik dan industri pengguna solder lainnya menghadapi hambatan
investasi di Indonesia, seperti tidak jelas dan tidak transparannya kebijakan
upah minimum. Hal ini menyebabkan struktur biaya investasi di Indonesia
lebih mahal dibandingkan negara lain, seperti Vietnam dan Thailand.
2. Tidak adanya dukungan atau insentif harga agar timah lebih diserap
di pasar dalam negeri. Diharapkan harga timah yang dijual ke industri-
industri dalam negeri, termasuk solder dibedakan untuk tujuan ekspor
dengan memberikan diskon harga jual lokal atau menerapkan bea ekspor
timah.
3. Produsen solder tidak bisa mendapatkan harga material yang kompetitif
karena adanya keharusan pembelian melalui bursa. Padahal jika
dibandingkan dengan kondisi di luar negeri, produsen seringkali
mendapatkan material dengan harga dibawah pasar internasional.
4. Hambatan terkait pengaturan tata niaga pada Permendag No. 33 Tahun
2015, antara lain:
a. Ketentuan syarat penerbitan Laporan Surveyor (LS) mendorong biaya
ekspor yang sangat mahal dan tidak efektif sehingga membebani
eksportir solder. Asosiasi Solder mengharapkan penghapusan LS
karena bahan baku timah yang dibeli sudah melalui proses Clean
and Clear (CNC) dan jika LS masih diberlakukan maka biaya LS tidak
sepenuhnya dibebankan kepada perusahaan.
b. Permendag No. 33 Tahun 2015 juga sangat membatasi bentuk solder
yang boleh diekspor. Padahal perkembangan teknologi memungkinkan
adanya pembentukan varian baru. Selain itu, buyer kerap menentukan
sendiri design atau spesifikasi yang diminta dan tidak ada dalam
persyaratan Permendag no. 33 Tahun 2015, namun dengan adanya
pembatasan bentuk dan varian tersebut maka ekspor tidak bisa
dilakukan.
c. Ekspor tin anode dan solder dengan spesifikasi kurang dari 99,7%
seharusnya diperbolehkan karena bahan baku sudah CNC.
Pembatasan spesifikasi ini kerap mengurangi potensi pangsa pasar
ekspor produk turunan solder.

50
Pengolahan dan Penggunaan Timah di Indonesia

Berdasarkan hambatan-hambatan tersebut, saat ini industri solder


domestik sedang mengalami masa keterpurukan. Industri solder mengalami
kesulitan untuk mengoptimalkan perdagangan dalam negeri karena
melesunya permintaan dari industri pengguna. Sedangkan untuk orientasi
ekspor, industri solder kerap dipersulit oleh regulasi yang ada, sehingga
mendorong biaya ekspor yang mahal, terbatasnya varian design solder
dan mengurangi potensi pangsa ekspor di dunia. Untuk itu, pelaku usaha
solder berharap adanya suatu kebijakan yang mendukung pengembangan
industri hilir solder di Indonesia, contohnya mempertegas aturan Permendag
33 Tahun 2015 tentang ketentuan ekspor timah. Selain itu, permendag juga
diharapkan mampu memperjelas aturan perdagangan dalam negeri. Terkait
impor, asosiasi solder Indonesia berharap pemerintah dapat menaikkan bea
masuk untuk jenis solder yang mempunyai kandungan bahan kimia diluar
logam (Asosiasi Solder Indonesia, 2016c).
Sementara pada industri tinplate, maraknya kegunaan timah berupa
tinplate menyebabkan total produksi tinplate tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan tinplate untuk kebutuhan industri, sehingga industri pengguna
banyak melakukan impor demi kelangsungan proses produksinya. Oleh
karena itu, diharapkan pemerintah dapat mendorong dan mengarahkan
investasi yang masuk ke industri hilirisasi timah terutama solder dan tinplate.
Upaya tersebut perlu didorong oleh pemberian insentif berupa tax holiday dan
tax allowance.

3.9 Penutup
Timah merupakan komoditas yang masih potensial untuk dikembangkan
mengingat hilirisasi di Indonesia masih belum berkembang secara optimal.
Timah merupakan salah satu komoditas yang penting untuk menunjang sektor
manufaktur di Indonesia, seperti elektronika, otomotif, dan produk kimia.
Kegunaan timah dalam sektor manufaktur tersebut kian besar. Selain itu,
produk turunan timah juga memiliki permintaan yang sangat tinggi. Namun,
apabila melihat dari hilirisasi timah di Indonesia, beberapa industri pengguna
timah, seperti industri otomotif, industri pengalengan makanan dan industri
kemasan masih sangat bergantung pada impor. Kekurangan pasokan oleh
PT. Latinusa yang merupakan satu-satunya produsen tinplate di Indonesia
mendorong impor tinplate oleh industri pengguna. Oleh karena itu, salah
satu solusi untuk mendukung hilirisasi, khususnya pada industri pelat timah
(tinplate), die casting dan pewter adalah mendorong masuknya investasi
baik asing maupun domestik ke industri tinplate. Oleh karena itu, diperlukan
suatu roadmap kebijakan untuk mendorong hilirisasi pada industri timah serta

51
Fitria Faradila

dukungan penuh dari pemerintah, seperti pemberian insentif tax holiday dan
tax allowance bagi investor yang berminat mengembangkan industri hilir
timah. Sementara itu, untuk mendorong hilirisasi pada industri solder, maka
pemerintah perlu mendukung masuknya investasi industri pengguna solder,
seperti industri elektronik dengan memperjelas kebijakan-kebijakan strategis
mengenai upah tenaga kerja yang selama ini kerap dikeluhkan oleh industri.
Selain itu, pemerintah juga perlu memperjelas aturan dalam Permendag No.
33 Tahun 2015 untuk memperlancar aktivitas ekspor industri solder domestik.

DAFTAR PUSTAKA
Antarababel.com. (2013, September 13). Pemprov Babel Tawarkan Investasi
Industri Hilirisasi Timah. Diunduh tanggal 6 Juni 2016 dari http://
www.antarababel.com/berita/4993/pemprov-babel-tawarkan-
investasi-industri-hilirisasi-timah.
Asosiasi Solder Indonesia. (2016a). Daftar Pelaku Usaha di Industri Solder.
Asosiasi Solder Indonesia. (2016b). Peta Industri Timah Solder.
Asosiasi Solder Indonesia. (2016c). Kendala dan Usulan Kebijakan dari
Industri Solder di Indonesia.
Azom.com. (2014, Juni 25). Touch Screen Indium Tin Oxide (ITO). Diunduh
tanggal 14 Januari 2016 dari http://www.azom.com/article.
aspx?ArticleID=9634.
Badan Pusat Statistik (BPS). (2016). Data Ekspor dan Impor Timah dan
Produk Timah.
Badan Standardisasi Nasional (BSN). (1989). SNI 07-1585-1989 untuk Timah
Solder. Diunduh tanggal 14 Januari 2016 dari http://sisni.bsn.go.id/
index.php?/sni_main/sni/detail_sni/1940.
Badan Standardisasi Nasional (BSN). (2006). SNI 07-0602-2006 untuk Baja
lembaran tipis lapis timah elektrolisa (Bj LTE). Diunduh tanggal 14
Januari 2016 dari http://sisni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/sni/
detail_sni/7247.
Djatmiko, E., Ediyanto, T., Suwandi, A., Suhendar, F. (2012). Optimasi Desain
Cetakan pada Mesin Pengecoran Bola Timah Putih untuk Industri
Kecil. M.I. Mat. Kons., Vol. 12 (1), pp. 50 – 61.
Elektronika.com. (2009, Maret 1). Memilih Timah Solder yang Tepat. Diunduh
tanggal 20 April 2016 dari http://www.elektronikaonline.com/
majalah-elektronika/memilih-timah-solder-yang-tepat.htm.

52
Pengolahan dan Penggunaan Timah di Indonesia

Firdausy, C. M., Salim, Z. (2016). Potensi Investasi Unggulan Kabupaten


Bangka Barat. Jakarta: Pusat Penelitian Ekonomi, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Haryadi, H., Miswanto, A., Mandalawanto Y. Supriatna, E., Daranin, E.
A. (2010). Analisis Perkembangan Pengusahaan Mineral dan
Batubara. Jakarta: Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara,
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Industrial Technology Research Institute (ITRI). (2012). Tin for Tomorrow.
Diunduh tanggal 14 Januari 2016 dari https://www.itri.co.uk/
information/tinplate/ general/tin-for-tomorrow-contributing-to-global-
sustainable-development/ att_download.
Industrial Technology Research Institute (ITRI). (2015a). World Tin Use.
Diunduh tanggal 4 Maret 2016 dari https://www.itri.co.uk/information/
tin-explorers/itri-staff-market-tin-use-survey-presentation-itri-2015-
london-tin-seminar.
Industrial Technology Research Institute (ITRI). (2015b). A Changing Global
Tin Market. Diunduh tanggal 10 Juni 2016 dari http://www.shfe.com.
cn/content/2015-528-en/youse-cuil.pptx.
Kementerian ESDM. (2013). “Kajian Supply Demand Mineral”. Laporan
penelitian dari Pusat Data dan Teknologi Informasi, Energi dan
Sumber Daya Mineral, Kementerian ESDM.
Kementerian Perindustrian. (2016). Peta Industri Timah.
Kontan. (2016a, Januari 13). PT Timah cari mitra bisnis ke RRT. Diunduh
tanggal 16 Januari 2016 dari http://industri.kontan.co.id/news/pt-
timah-cari-mitra-bisnis-ke-china.
Kontan. (2016b, Maret 10). Industri bergantung tinplate impor. Diunduh
tanggal 23 Maret 2016 dari http://industri.kontan.co.id/news/industri-
bergantung-tinplate-impor.
Manfaat.co.id. (2015). 22 Manfaat Timah Dalam Kehidupan Sehari Hari.
Diunduh tanggal 14 Januari 2014 dari http://manfaat.co.id/22-
manfaat-timah-dalam-kehidupan-sehari-hari.
Peraturan Menteri Perdagangan No. 33 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44/M-DAG/PER/7/2014
Tentang Ketentuan Ekspor Timah. 2015. Jakarta.
PT Latinusa. (2016a). Tinplate Process Making. Diunduh tanggal 7 April 2016
dari https://www.latinusa.co.id/proses-produksi-tinplate.html.

53
Fitria Faradila

PT Latinusa. (2016b). Laporan Tahunan PT Latinusa Tahun 2015.


PT Solder Indonesia. (2016a). Proses Produksi Sn-Pb Solder Wire and Bar
dan Lead Free Solder Wire and Bar.
PT Solder Indonesia. (2016b). Jumlah Produksi PT Solder Indonesia Tahun
2014-2015.
PT Solder Indonesia. (2016c). Usulan Kebijakan dalam Mendorong Industri
Solder.
Sindonews. (2016, April 1). Latinusa Siapkan Belanja Modal Rp 13
Miliar. Diunduh tanggal 7 April 2016 dari http://ekbis.sindonews.
com/read/1097470/32/latinusa-siapkan-belanja-modal-rp13-
miliar-1459497560.
Sulatin. Rusianto, T., Sudarsono. (2014). Analisa Simulasi High Pressure
Die Casting (Hpdc) Aluminium Alloy Dengan Dua Varian Cooling
Menggunakan Software Magma. E-Jurnal Teknik Mesin, Vol. 2 (1).
Suprapto, S.J. (2008). Potensi, Prospek dan Pengusahaan Timah Putih
di Indonesia. Buletin Sumberdaya Geologi, Badan Geologi
Kementerian ESDM, Vol. 3 (2).
U.S. Geological Survey. (2015). Mineral Commodity Summaries. Diunduh
tanggal 11 Februari 2016 dari http://minerals.usgs.gov/minerals/
pubs/ commodity/tin/mcs-2015-tin.pdf.
Yunnan Tin Company Limited. (2012). Yunnan Tin Company Group Limited
Brief Introduction. Diunduh tanggal 10 Juni 2016 dari http://en.ytc.
cn/info/1046/1001.htm.

54
Perdagangan Timah di Dalam Negeri

BAB IV
PERDAGANGAN TIMAH DI DALAM NEGERI
Riska Pujiati

4.1 Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam.
Salah satu komoditas yang memiliki nilai strategis di pasar internasional
adalah timah. Saat ini, Indonesia menjadi produsen timah terbesar kedua di
dunia setelah Republik Rakyat Tiongkok (RRT), dengan produksi mencapai
sepertiga produksi timah dunia. Daerah Indonesia yang menghasilkan timah
tersebar di wilayah Pulau Karimun, Kundur, Singkep dan sebagian di daratan
Sumatera, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, dan Sebelah Barat
Kalimantan yang disebut sebagai The Indonesian Tin Belt.
Dalam perkembangannya, sebagai salah satu negara eksportir timah
terbesar, Indonesia memiliki potensi dan menghadapi tantangan dalam
mengembangkan bisnis timah baik di pasar internasional dan domestik.
Dalam pemasarannya, timah yang diproduksi di Indonesia mayoritas dijual di
pasar internasional dalam bentuk timah batangan, hal ini disebabkan belum
berkembangnya industri hilir timah dalam negeri. Pentingnya mengembangkan
sektor hilir timah diharapkan mampu memberikan nilai tambah berganda dan
efek berganda terhadap pertumbuhan industri di dalam negeri dan penyediaan
lapangan kerja dalam jangka panjang. Pertumbuhan permintaan timah baik
di pasar internasional dan domestik, menjadikan timah sebagai komoditas
strategis yang memiliki nilai ekonomis tinggi bagi perekonomian Indonesia.
Komoditas timah diperdagangkan di pasar internasional melalui London
Metal Exchange (LME) dan Kuala Lumpur Tin Market (KLTM) secara fisik.
Saat ini, Indonesia telah memiliki pasar sendiri untuk timah, yaitu Bursa
Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI), komoditas timah diperdagangkan
melalui BKDI sejak bulan Agustus 2013. Bab ini membahas perdagangan
timah Indonesia yang dilakukan melalui BKDI dan pergerakan harga timah
yang timbul dari transaksi yang terjadi di BKDI dibandingkan dengan harga
timah internasional. Perdagangan timah melalui BKDI merupakan program
yang dilakukan pemerintah yang memiliki tujuan untuk tertib administrasi
perdagangan timah Indonesia di pasar internasional dan domestik.

4.2 Perdagangan Timah


Dalam perdagangan timah Indonesia, pembeli timah dapat diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu pengguna langsung (end user) dan pedagang besar (trader).

55
Riska Pujiati

Pengguna langsung (end user) adalah industri yang menggunakan timah


sebagai solder, dan industri pelat timah (PT. Timah, 2015).Timah Indonesia
sebagian besar dijual untuk memenuhi kebutuhan pasar internasional, saat
ini, perdagangan timah di Indonesia dilakukan melalui melalui satu pintu, yaitu
melalui Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI).
Kewajiban untuk memperdagangkan timah melalui BKDI dilatarbelakangi
oleh beberapa hal, salah satunya adalah harga timah Indonesia yang
diperdagangkan di pasar internasional ditentukan di pasar LME, padahal
Indonesia sebagai salah satu produsen terbesar harus dapat bertindak
sebagai penentu harga (price maker). Selain, itu BKDI memiliki tujuan untuk
merekam seberapa besar timah yang ditransaksikan secara resmi di pasar
sehingga diharapkan mampu meminimalisir ekspor timah yang tidak tercatat
selama beberapa tahun terakhir (Bappebti, 2014).
Perdagangan timah satu pintu melalui BKDI dimulai sejak 30 Agustus
2013, dengan keluarnya Peraturan Menteri Perdagangan No. 32 Tahun
2013. Berdasarkan penelitian BPPKP (2014) terungkap bahwa pengusaha
stannum tidak keberatan dengan kewajiban mengekspor timah melalui bursa
BKDI, namun perlu adanya pengawasan yang lebih ketat dan audit dari
lembaga independen terhadap PT BKDI. Pada awal diperdagangkan melalui
BKDI, timah yang diperdagangkan terbagi menjadi 5 kontrak berdasarkan
unsur pengotornya dan kandungan unsur Sn. Berikut adalah kontrak timah
berdasarkan kandungan Sn dan unsur pengotornya:
a. TINPB300, Sn (Timah) minimum 99.90%; Fe (Besi) maksimum 50 ppm;
Pb (Timbal) maksimum 300 ppm.
b. TINPB200, Sn (Timah) minimum 99.90%; Fe (Besi) maksimum 50 ppm;
Pb (Timbal) maksimum 200 ppm.
c. TINPB100, Sn (Timah) minimum 99.90%; Fe (Besi) maksimum 50 ppm;
Pb (Timbal) maksimum 100 ppm.
d. TINPB050, Sn (Timah) minimum 99.90%; Fe (Besi) maksimum 50 ppm;
Pb (Timbal) maksimum 50 ppm.
e. TIN4NINE, Sn (Timah) minimum 99.99%; Fe (Besi) maksimum 10 ppm;
Pb (Timbal) maksimum 24 ppm
PT. BKDI melaksanakan perdagangan perdana pasar fisik timah yang
dikenal dengan nama INATIN pada tanggal 1 Februari 2012. Harapan dari
dibentuknya INATIN supaya bisa bersaing dengan LME dan KLTM untuk
bisa menjadi acuan harga timah dunia (Bappebti, 2012). INATIN diharapkan
dapat mendukung kebijakan pemerintah dalam peningkatan hilirisasi industri
timah di Indonesia. Selain itu INATIN diharapkan dapat meminimalisir pelarian
modal ke luar negeri (capital out flow). Para investor dalam negeri maupun

56
Perdagangan Timah di Dalam Negeri

asing akan memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam membuka


perusahaan pengolah timah sehingga bisa membuka lapangan kerja yang
lebih luas, meningkatkan nilai tambah timah dan pada akhirnya meningkatkan
pertumbuhan ekonomi nasional. INATIN juga diharapkan bisa menjadi model
percontohan bagi sistem perdagangan komoditas unggulan Indonesia lainnya
(Bappebti, 2012).
Berdasarkan catatan PT. BKDI (Bappebti, 2014), sejak 30 Agustus 2014
hingga 30 Juni 2014, pendapatan pemerintah dari royalti timah sebesar USD
4.818.021 atau setara dengan Rp 55,4 miliar (kurs Rp 11.500/USD). Pada
kurun waktu yang sama juga terjadi peningkatan harga timah dalam negeri
dari sebelumnya hanya USD 20.000/ton menjadi USD 23.175/ton. Target
BKDI untuk jangka panjang adalah menciptakan likuiditas yang tinggi dari
perdagangan timah dimana semakin banyak jumlah pembeli dan penjual
maka likuiditas bursa timah dapat meningkat (Kemendag, 2014).
Perdagangan timah untuk ekspor melalui BKDI memiliki tujuan untuk
meningkatkan harga dan daya saing timah Indonesia. Seiring perkembangan
perdagangan timah melalui BKDI, Kementerian Perdagangan menerbitkan
Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 44 Tahun 2014 sebagai
revisi atas peraturan sebelumnya, yaitu Permendag No. 32 Tahun 2013. Revisi
terhadap Permendag No. 32 Tahun 2013 memiliki beberapa tujuan, yaitu:
a. Menciptakan kepastian hukum dan iklim usaha yang kondusif;
b. Mendukung kelancaran ekspor timah;
c. Memenuhi kebutuhan bahan baku timah untuk industri dalam negeri;
d. Meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta pengawasan ekspor
timah.
Permendag No. 44 Tahun 2014 mengatur spesifikasi teknis dan bentuk
timah yang diekspor. Dalam Permendag tersebut timah yang diperdagangkan
dikelompokkan menjadi empat, yaitu:
a. Timah Murni Batangan, timah murni dengan kandungan Stannum (Sn)
paling rendah 99,9% yang merupakan hasil dari kegiatan pengolahan dan
pemurnian bijih timah oleh Smelter.
b. Timah Murni Bukan Batangan, yaitu timah murni dengan kandungan
Stannum (Sn) paling rendah 99,93% dalam bentuk selain batangan atau
dalam bentuk lainnya yang berbahan baku timah murni batangan.
c. Timah Solder, yaitu timah paduan dengan kandungan Stannum (Sn)
paling tinggi 99,7% dalam bentuk batangan atau bentuk lainnya yang
digunakan untuk menyolder dan mengelas.
d. Timah Paduan Bukan Solder, yaitu timah paduan dengan kandungan
Stannum (Sn) paling tinggi 96% dalam bentuk batangan atau bentuk
lainnya yang tidak digunakan untuk menyolder dan mengelas.

57
Riska Pujiati

Saat ini, anggota BKDI yang aktif melakukan pembelian dan penjualan
timah di Indonesia berjumlah 60 anggota, berkembang dari semula hanya
12 anggota pada awal pembentukan BKDI (ICDX & ICH, 2015). Untuk
menjadi anggota BKDI perusahaan mendaftar kepada Badan Pengawas
Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Kementerian Perdagangan.
Perbandingan antara jumlah seller dengan buyer timah menjadi salah satu
penentu tingginya likuiditas suatu bursa. Dengan tingginya likuiditas suatu
bursa, maka bursa akan efektif berfungsi sebagai sarana pembentukan
harga. Jumlah buyer timah yang lebih banyak dibandingkan dengan seller
akan membuat likuiditas Bursa Timah BKDI semakin baik. Berikut adalah
daftar perusahaan yang memperjualbelikan timah melalui BKDI:

Tabel 4.1 Daftar Penjual Timah di Bursa Komoditi dan Derivatif


Indonesia, 2013-2016

No. Nama Perusahaan No. Nama Perusahaan

1. Timah (Persero) Tbk, PT 17. Serumpun Sebalai, CV


2. Refined Bangka Tin, PT 18. Venus Inti Perkasa, CV
3. Mitra Stania Prima, PT 19. Bangka Tin Industry, PT
4. Inti Stania Prima, PT 20. Wahana Perkit Jaya, PT
5. Prima Timah Utama, PT 21. Panca Mega Persada, PT
6. Eunindo Usaha Mandiri, PT 22. Billitin Makmur Lestari, PT
7. Bukit Timah, PT 23. Atd Makmur Mandiri, PT
8. Babel Inti Perkasa, PT 24. Cipta Persada Mulia, PT
9. United Smelting, CV 25. Aries Kencana Sejahtera, PT
10. Sariwiguna Binasentosa, PT 26 Gita Pesona, CV
11. DS Jaya A badi, PT 27. Sumber Jaya Indah, PT
12. Stanindointi Perkasa, PT 28. Tommy Utama, PT
13. Belitung Industri Sejahtera, PT 29. Bangka Prima Tin, PT
14. Artha Cipta Langgeng, PT 30. Ayi Jaya, CV
15. Karimunmining, PT 31. Sukses Inti Makmur, PT
16. Tinindo Inter Nusa, PT

Sumber: PT. BKDI (2016a)

58
Perdagangan Timah di Dalam Negeri

Tabel 4.2 Daftar Pembeli Timah di Bursa Komoditi dan Derivatif


Indonesia, 2013-2016

No. Nama Perusahaan No. Nama Perusahaan


1 H Monde Inc. D/A 3h Co., Ltd 17 Lotus Sg Pte Ltd
2 Noble Resources Intl. Pte. Ltd 18 Lomasasta Singapore Pte Ltd
3 Purple Products Pvt Ltd 19 Yuntinic Resources Gmbh
4 Toyota Tsusho Corporation 20 Hilander Pte Ltd
5 Gold Matrix Resources Pte 21 Lg International Pte Ltd
Ltd
6 Comexindo International 22 RRT Minmetals (Non-Ferrous)
Metals Co.Ltd
7 Daewoo International Corp. 23 Tf Exchange Pte Ltd
8 Great Force Trading 24 Jyl International Co., Ltd
9 Unibros Metal Pte Ltd 25 Fonerco Pte Ltd
10 Indometal (London) Limited 26 Btg Pactual Commodities
(Singapore) Pte Ltd
11 Westin Trade Global Limited 27 Crown Exports (Singapore)
Pte Ltd
12 Eco Tropical Resources Pte 28 Multi Gold Co., Ltd
Ltd
13 My United Traders Pte Ltd 29 Dominion Global Corp
14 Amalgameted Metal Cor. Plc
15 Tcc Trading Corporation
16 Quanzhou Zhongquan Min.
Co.Ltd
Sumber: PT. BKDI (2016a)

Volume transaksi timah sejak diperdagangkan melalui BKDI mengalami


fluktuasi dari waktu ke waktu. Volume transaksi timah yang terjadi di BKDI
dapat dilihat dalam Gambar 4.2.

59
Riska Pujiati

9,000.00
8,000.00
7,000.00
6,000.00
5,000.00
Ton
4,000.00
3,000.00
2,000.00
1,000.00
Aug-13

Oct-13

Dec-13

Feb-14

Apr-14

Jun-14

Aug-14

Oct-14

Dec-14

Feb-15

Apr-15

Jun-15

Aug-15

Oct-15

Dec-15

Feb-15
Bulan

Gambar 4.1 Volume Transaksi Timah BKDI.

Sumber: PT. BKDI (2016b), diolah

Jumlah timah yang diperdagangkan melalui BKDI sampai Bulan Februari


2016 mencapai 150.998 Metrik Ton (MTon), meningkat dari hari pertama
transaksi sebesar 25 ton. Selama periode Agustus 2013-Desember 2013,
transaksi timah yang tercatat di BKDI adalah sebesar 18.289 MTon. Selama
tahun 2014, volume timah yang ditransaksikan mencapai 57.010 MTon,
tumbuh dua kali lipat dibandingkan transaksi pada periode sebelumnya.
Selama tahun 2015, PT. BKDI mencatat transaksi timah yang terjadi
mencapai 67.562 MTon tumbuh 18 % dari transaksi timah pada tahun 2014.
Peningkatan volume transaksi disebabkan oleh bertambahnya penjual timah
di bursa. Kontrak Timah PB300 menjadi timah yang banyak diperdagangkan
dibandingkan dengan kontrak timah jenis lainnya (BKDI, 2016). Volume
transaksi timah berdasarkan kontrak timah dapat dilihat pada Gambar 4.2.

60
Perdagangan Timah di Dalam Negeri

40000.0

35000.0
Volume Transaksi (MTton)

30000.0

25000.0 TINPB300
TINPB200
20000.0
TINPB100
15000.0 TINPB050
TIN4NINE
10000.0

5000.0

-
2013 2014 2015 2016
Periode

Gambar 4.2 Volume Transaksi Timah Berdasarkan Kontrak.

Sumber: PT. BKDI (2016b), diolah

4.3 Mekanisme Perdagangan Timah di PT. BKDI


Dalam memperdagangkan timah di bursa, mekanisme penjualan dan
pembelian timah terbagi menjadi 3 tahap utama yaitu pre trade, trade, dan
post trade. Bagi penjual, dalam tahap pre trade, sebelum melakukan transaksi,
pihak penjual harus mendaftar dan membayar iuran keanggotaan terhadap
BKDI, setelah itu, timah yang dijual harus diverifikasi terlebih dahulu tentang
asal dan kualitas bijih timahnya. Verifikasi timah diatur dalam Peraturan
Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Nomor
122 Tahun 2015, peraturan tersebut mengatur bahwa timah murni batangan
yang diperdagangkan di bursa wajib diverifikasi terlebih dahulu oleh surveyor
mengenai kejelasan asal bahan baku timah murni batangan dan kualitasnya.
Tujuan dari verifikasi asal bahan baku bijih timah adalah untuk menjaga
keberlanjutan sumber daya alam dan kelestarian lingkungan hidup, serta
mendukung terciptanya good mining practices melalui proses sertifikasi
Clear and Clean (CnC). Sertifikat ini membuktikan bahwa timah yang
diperdagangkan adalah timah legal yang berasal dari pertambangan yang
memiliki IUP (Izin Usaha Pertambangan) atau IPR (Izin Pertambangan
Rakyat), IUP Operasi produksi untuk pemurnian dan pengolahan, serta IUI
(Izin Usaha Industri) untuk usaha pengolahan timah. Persyaratan sertifikat
IUP dapat mencegah penambangan timah secara liar, dan dapat digunakan

61
Riska Pujiati

sebagai alat dalam merencanakan produksi agar tidak terjadi over supply
di pasar (BPPKP, 2014). Langkah selanjutnya adalah penjual menyerahkan
timah ke gudang yang telah bekerjasama dengan PT. BKDI dan menerima
dokumen CTD (Certificate of Tin Deposit).
Dalam tahap “trade”, saat melaksanakan perdagangan melalui sistem
online, penjual mengajukan penawaran harga timah, lalu menerima notifikasi
mengenai alokasi timah yang dapat diperdagangkan. Proses perdagangan
berakhir saat penjual menerima pernyataan dari lembaga kliring.
Tahap post trade perdagangan timah di bursa ditandai dengan penerbitan
invoice dan pembayaran royalti pembayaran. Terkait royalti, dalam Permendag
No. 33 Tahun 2015 menyatakan bahwa timah dapat diekspor jika telah
membayar iuran/produksi royalti yang telah diverifikasi oleh Dirjen Minerba
ESDM, dilengkapi Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB). Pembagian
royalti tersebut diatur dalam Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
royalti untuk pemerintah pusat adalah sebesar 20% dan pemerintah daerah
sebesar 80%. Royalti yang diterima pemerintah daerah dirinci sebagai berikut,
pemerintah propinsi sebesar 16%, pemerintah Kabupaten/kota penghasil
sebesar 32%, dan pemerintah kabupaten/kota lainnya dalam propinsi yang
bersangkutan sebesar 32%. Tahap selanjutnya yaitu penjual menerima
pembayaran sebesar 70% dari nilai transaksi, kemudian menyiapkan
dokumen ekspor, dan menerima sisa pembayaran sebesar 30%.
Bagi pembeli, tahap pre trade adalah mendaftar dan membayar iuran
pendaftaran, kemudian melakukan pembayaran uang muka sebesar 30%.
Saat tahap perdagangan, pembeli menetapkan besar harga timah yang ingin
dibeli, tahap selanjutnya adalah menerima notifikasi mengenai jatah pembelian
timah. Kemudian pembeli menerima pernyataan dari lembaga kliring. Pada
tahap post trade, pembeli timah mengajukan identitas penerima barang bila
penerima timah berbeda dengan pembeli, setelah melunasi pembayaran,
pembeli mengajukan intruksi pengiriman dan menerima timah di pelabuhan.
Berikut adalah skema perdagangan timah yang diterapkan kepada penjual
timah yang terdaftar di BKDI.

62
Perdagangan Timah di Dalam Negeri

PRE-TRADE TRADE POST TRADE

Penerbitan Invoice dan


Melengkapi Formulir Mengajukan Penawaran
Keanggotaan Harga
Pembayaran

Verifikasi Detil tentang Menerima Pembayaran


asal dan kualitas bijih alokasi (jatah) sebesar 70%
perdagangan

mah ke Menerima Pernyataan Menyiapkan dokumen ekspor


gudang penyimpanan dari lembaga Kliring

Menerima dokumen CTD


(CERTIFICATE OF TIN Menerima Pembayaran 30%
DEPOSIT)

PRE - TRADE TRADE POST TRADE

Melengkapi Formulir Menetapkan harga


Keanggotaan pembelian Barang (Bila berbeda dengan
pembeli)

Membayar Margin alokasi (jatah) Melunasi Pembayaran


Deposit (Uang Muka) perdagangan

Mengajukan
Menerima Pernyataan
Instruksi Pengiriman
dari lembaga Kliring

pelabuhan

Gambar 4.3 Skema Perdagangan Timah di BKDI.

Sumber: ICDX & ICH (2015)

63
Riska Pujiati

4.4 Perkembangan Harga Timah


Harga timah Indonesia yang diperdagangkan melalui BKDI mengalami
fluktuasi selama periode tahun 2013–2016. Berikut adalah pergerakan harga
timah bulanan yang tercatat sejak diperdagangkan melalui BKDI:

30,000

25,000

20,000
USD/Ton

15,000

10,000

5,000

-
3 3 3 4 4 4 4 4 15 5 5 5 5 5 16 6
-1 -1 -1 -1 -1 l-1 -1 -1 n- -1 -1 l-1 -1 -1 n- -1
ug ct ec ar ay Ju ep ov ar ay Ju ep ov ar
A -O D M M 2- S N Ja M M 2- S N Ja M
0- 30 0- 2- 2- 2- 2- 2- 2- 2- 2- 2- 2- 2-
3 3

Gambar 4.4 Harga Timah Bulanan Indonesia.

Sumber: Bappebti (2016)

Berdasarkan data dari Bappebti (2016), harga timah turun sebesar


28% dari 21.510 USD/ton pada Agustus 2013 menjadi 16.100 USD/ton di
bulan Februari 2016. Harga penjualan timah tertinggi terjadi pada bulan
April 2014, harga timah saat itu mencapai 23.765 USD/ton, dan harga timah
terendah tercatat pada Bulan Agustus 2015, harga timah hanya mencapai
14.400 USD/ton. Kecenderungan penurunan harga timah dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain penurunan harga timah di pasar internasional
yang disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi dunia yang berjalan lambat.
Perlambatan ekonomi menurunkan permintaan terhadap timah.
Harga timah yang diperdagangkan di BKDI dengan harga timah
internasional memiliki perbedaan. Selama beberapa periode, harga di BKDI
lebih tinggi dibanding harga internasional dan sebaliknya, pada periode
waktu tertentu, harga BKDI lebih rendah jika dibandingkan dengan harga
internasional. Berikut adalah grafik perbandingan antara harga timah di BKDI
dan di pasar internasional.

64
Perdagangan Timah di Dalam Negeri

25,000

20,000

15,000
USD/Ton

10,000

5,000

-
30-Aug-13
30-Sep-13
30-Oct-13
30-Nov-13
30-Dec-13
30-Jan-14
2-Mar-14
2-Apr-14
2-May-14
2-Jun-14
2-Jul-14
2-Aug-14
2-Sep-14
2-Oct-14
2-Nov-14
2-Dec-14
2-Jan-15
2-Feb-15
2-Mar-15
2-Apr-15
2-May-15
2-Jun-15
2-Jul-15
2-Aug-15
2-Sep-15
2-Oct-15
2-Nov-15
2-Dec-15
Bulan

Harga BKDI Harga Internasional

Gambar 4.5 Harga Timah Internasional dan BKDI Bulanan, 2013-2015.

Sumber: Bappebti (2016) & World Bank (2015), diolah

Pembentukan BKDI bertujuan untuk meningkatkan harga jual timah


Indonesia, diharapkan harga timah yang terbentuk di BKDI lebih tinggi
dibandingkan harga yang terbentuk di LME dan Kuala Lumpur Tin Market
(KLTM). Pelaku perdagangan di BKDI didominasi oleh produsen atau smelter
yang menginginkan harga relatif tinggi. Di Bursa LME dan KLTM (Kuala
Lumpur Tin Market), pelaku lebih didominasi oleh trader dan end user yang
menginginkan harga rendah. Hal ini berdampak pada pembentukan harga
yang lebih tinggi di BKDI. Sebagai lembaga yang memiliki tujuan jangka
panjang menjadi referensi harga, BKDI menentukan harga melalui proses
lelang (bid-offer). Meskipun harga ditentukan oleh mekanisme pasar (supply
dan demand), harga minimum masih perlu ditetapkan agar dapat memberi
keuntungan bagi smelter. Biaya produksi timah memiliki perbedaan bagi
tiap smelter, yang bergantung pada cadangan timah di wilayah tambang
masing-masing produsen atau smelter (BPPKP, 2014).
Saat ini di BKDI ada beberapa jenis kontrak fisik timah batangan,
diantaranya dengan kode TINPB300, TIPB200, TINPB100, TINPB050 dan
TIN4NINE. Berdasarkan kualitas maka jenis TIN4NINE merupakan jenis
timah terbaik dibandingkan jenis timah lain yang diperdagangkan di BKDI.
Meskipun secara umum kandungan timah putih (Sn) diharuskan 99,9% murni
untuk kelima jenis timah tersebut, ternyata kandungan 0,1% ternyata cukup
mempengaruhi jumlah permintaan timah karena spesifikasinya berbeda
terutama untuk kandungan timbal (Pb) dan kandungan zat berbahaya lainnya.

65
Riska Pujiati

USD/Ton Lot

30,000 1,600
Harga Timah (TINPB300)
1,411 1,400
25,000 23,381

1,200

20,000
1,00

15,000 800
Volume Timah 14,300 13,886
(Sumber Kanan)
600
10,000

400

5,000
200

38
- -
13 3 3 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 6 6
g- -1 c-
1
b-
1 r-1 n-
1
g-
1 -1 c-
1
b-
1 r-1 n-
1
g-
1 -1 c-
1
b-
1
ct ct ct
Au O D
e Fe Ap Ju Au O D
e Fe Ap Ju Au O D
e Fe

Gambar 4.6 Perdagangan Timah (TINPB300) di BKDI.

Sumber: Bappebti (2016)

Gambar 4.6 merupakan perbandingan antara harga timah dan volume


timah bulanan yang diambil dari data bulanan perdagangan BKDI dari tahun
2013 sampai 2016. Berdasarkan Gambar 4.7 terlihat bahwa harga timah untuk
jenis TINPB300 mengalami tren penurunan dari sejak diperdagangkan di BKDI
sampai dengan Februari 2016. Harga tertinggi yaitu sebesar USD 23.381/ton
yang terjadi pada bulan Mei 2014, sedangkan harga terendah yaitu sebesar
USD 13.886/ton yang terjadi pada Januari 2016.
Salah satu faktor penyebab turunnya harga timah ini yaitu permintaan
timah di luar negeri sedang menurun. Meskipun demikian ternyata volume
timah yang diperdagangkan di BKDI mengalami tren peningkatan dari sejak
Agustus 2013 sampai dengan Februari 2016. Volume timah tertinggi terjadi
pada bulan Desember 2013 dengan jumlah timah yang dijual BKDI untuk
TINPB300 sebesar 1.411 lot atau 7.055 ton dalam waktu sebulan. Volume
timah terendah terjadi pada bulan September 2014 dengan jumlah timah
TINPB300 yang diperdagangkan hanya sebesar 38 lot atau 190 ton dalam
waktu sebulan. Perubahan volume timah yang diperdagangkan ini cenderung
dipengaruhi oleh permintaan ekspor timah ke luar negeri karena mayoritas
timah yang diperdagangkan di BKDI merupakan timah untuk diekspor.

66
Perdagangan Timah di Dalam Negeri

USD/Ton
Lot
30,000 600
Harga Timah
(TIN PB200)
25,000 23,420 500

20,000 400

15,000 300
14,422 14,020

10,000 200

5,000 100
Volume Timah
(Sumber Kanan)
- -
3 3 3 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 6 6
t-1 -1 -1 r-1 -1 -1 t-1 -1 -1 r-1 -1 -1 t-1 -1 -1
c ec Fe
b
Ap Ju
n g c ec b
Ap
n g c ec b
O D Au O D Fe Ju Au O D Fe

Gambar 4.7 Perdagangan Timah (TINPB200) di BKDI.

Sumber: Bappebti (2016)

Berdasarkan Gambar 4.7 terlihat bahwa harga timah TINPB200 mengalami


penurunan harga dari awal diperdagangkan di BKDI. Harga timah tertinggi
yaitu sebesar USD 23.420/ton yang terjadi pada bulan Mei 2014. Harga ini
lebih tinggi sebesar USD 39/ton dibandingkan dengan jenis timah TINPB300,
dikarenakan kualitas timah TINPB200 lebih baik dengan kadar timbal (Pb)
hanya sebesar 200 ppm. Harga terendah yaitu sebesar USD 14.020/ton yang
terjadi pada bulan Januari 2016. Harga ini juga lebih tinggi sebesar USD 134/
ton dibandingkan dengan jenis timah TINPB300. Apabila industri memberikan
nilai tambah terhadap jenis timah TINPB300 (kadar timbal 300 ppm) menjadi
TINPB200 (kadar timbal 200 ppm) atau dengan kata lain mengurangi kadar
timbal, maka diperkirakan akan terjadi peningkatan harga timah antara USD
39–134/ton. Gambar 4.7 memperlihatkan bahwa perdagangan timah untuk
jenis TINPB200 menurun selama periode tahun 2013-2016. Volume timah
tertinggi terjadi pada bulan Juni 2015 yaitu sebesar 517 lot atau 2.585 ton.
Sedangkan volume timah terendah terjadi pada September 2014 yaitu hanya
sebesar 9 lot atau 45 ton.

67
Riska Pujiati

4.5 Penutup
Perdagangan timah Indonesia yang sebagian besar dijual untuk memenuhi
kebutuhan pasar internasional saat ini dilakukan melalui Bursa Komoditi dan
Derivatif Indonesia (BKDI). Sampai saat ini Indonesia belum menjadi penentu
harga (price maker) di pasar internasional. Pembentukan BKDI bertujuan
untuk merekam seberapa besar timah yang ditransaksikan secara resmi di
pasar sehingga diharapkan mampu meminimalisir ekspor timah yang tidak
tercatat selama beberapa tahun terakhir. Dengan kata lain, perdagangan
timah untuk ekspor melalui BKDI diharapkan mampu meningkatkan harga
dan daya saing timah Indonesia. Dalam memperdagangkan timah di bursa,
mekanisme penjualan dan pembelian timah terbagi menjadi 3 tahap utama
yaitu pre trade, trade, dan post trade. Perkembangan harga dan volume
transaksi timah Indonesia menunjukkan berfluktuasi dalam beberapa periode.
Diharapkan di masa depan harga timah yang terbentuk di BKDI mampu
menjadi acuan para pelaku usaha timah dalam menentukan harga dunia.

DAFTAR PUSTAKA

Bappebti.
(2012). “INATIN Acuan Harga Timah Dunia”. Bulletin Bappebti/
Mjl/131/XI/2012/Edisi Februari, Kementerian Perdagangan.
Bappebti. (2013). “Bursa Timah Rujukan Dunia”. Bulletin Bappebti/Mjl/148/
XII/2013/Edisi Juli.
Bappebti. (2014). “Era Baru Perdagangan Timah”. Buletin Bappebti/Mjil/158/
VI/2014/ Edisi Juni 2014, Kementerian Perdagangan.
Bappebti. (2016). “Data Harga dan Volume Perdagangan Timah”. Laporan
dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi.
BPPKP. (2014). “Analisis Dampak Kebijakan Ekspor Timah Terhadap Kinerja
Timah Indonesia”. Laporan Penelitian Badan Pengkajian dan
Pengembangan Kebijakan Perdagangan (BPPKP), Kementerian
Perdagangan.
Indonesia Commodty & Derivative Exchange (ICDX) and Indonesia Clearing
House (ICH). (2015). “New Era of Indonesia Tin, Transforming Tin
Industry, Enhancing Indonesia’s Competitiveness. Tin Hand Book
Kementerian Perdagangan. (2014). Siaran Pers Kemendag Terbitkan
Permendag No. 44 Tahun 2014 Tentang Ketentuan Ekspor Timah.
[Online]. Tersedia: http://www.kemendag.go.id/id/news/2014/07/25/
kemendag-terbitkan-permendag-no-44-tahun-2014-tentang-
ketentuan-ekspor-timah-[25Juli 2014]

68
Perdagangan Timah di Dalam Negeri

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Tentang Perubahan Atas


Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44/M-DAG/PER/7/2014
Tentang Ketentuan Ekspor Timah, Permendag No. 33 Tahun 2015
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Tentang Tentang
Ketentuan Ekspor Timah, Permendag No. 44 Tahun 2014
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Tentang Tentang
Ketentuan Ekspor Timah, Permendag No. 78 Tahun 2012
PT BKDI.(2016a). Data Pembeli dan Penjual Timah, PT BKDI. Laporan dari
PT Bursa Komiditi Derivatif Indonesia
PT BKDI.(2016b). Data Historis Transaksi Timah, PT BKDI. Laporan dari PT
Bursa Komiditi Derivatif Indonesia
PT Timah (Persero) Tbk. (2015). Laporan Tahunan PT Timah Tahun 2014.
Kementerian Perdagangan. (2014). Siaran Pers Kemendag Terbitkan
Permendag No. 44 Tahun 2014 Tentang Ketentuan Ekspor Timah.
[Online]. Tersedia: http://www.kemendag.go.id/id/news/2014/07/25/
kemendag-terbitkan-permendag-no-44-tahun-2014-tentang-
ketentuan-ekspor-timah-[25Juli 2014].
Undang – Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
World Bank. (2015). “Commodity Market Outlook: April 2015”. A World Bank
Quarterly Report, World Bank Group, diakses pada 28 April 2016
dari https://www.worldbank.org/content/dam/Worldbank/GEP/
GEPcommodities/GEP2015b_commodity_Apr2015.pdf.

69
Riska Pujiati

70
Perdagangan Timah di Luar Negeri

BAB V
PERDAGANGAN TIMAH DI LUAR NEGERI
Ridho Meyrandoyo Hastjarjo

5.1 Pendahuluan
Asia Tenggara merupakan kawasan yang memberikan kontribusi besar
di dunia sebagai kawasan penghasil timah. Memiliki letak geografis yang
strategis sebagai produsen timah, kawasan Asia Tenggara dikenal dengan
sebutan The Southeast Asian Tin Belt atau sabuk timah yang melewati
kawasan Asia Tenggara. Secara keseluruhan, kawasan ini menghasilkan 9,6
juta ton timah, ekuivalen dengan 54% dari total produksi dunia. Sabuk timah ini,
menjadi keuntungan bagi Asia Tenggara khususnya Indonesia untuk menjadi
negara eksportir timah utama di dunia (Schwartz, 1995). Timah merupakan
salah satu komoditas ekspor andalan Indonesia di bidang pertambangan.
Indonesia juga dikenal sebagai Tin Islands, yaitu kawasan penghasil timah
yang melewati wilayah Pulau Karimun, Kundur, Singkep dan sebagian di
daratan Sumatera, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, dan bagian
barat Kalimantan.
Cadangan timah di Indonesia menduduki peringkat ke-5 dunia, dengan
proporsi 8,1% dari cadangan timah yang tersebar di Bangkinang (Riau),
Dabo (Pulau Singkep), Manggar (Pulau Belitung), dan Sungai liat (Pulau
Bangka) (Dwiarto, 2014).Sebagai eksportir timah terbesar di dunia, Indonesia
menguasai kurang lebih 30% pasar timah global dari total ekspor USD 14
miliar. Timah Indonesia banyak dipakai oleh produsen elektronika dunia seperti
Jepang, Tiongkok, hingga Korea Selatan (Detik Finance, 2014). Namun,
banyaknya penambangan timah ilegal serta maraknya penyelundupan timah
ke luar negeri menyebabkan harga timah serta daya saing timah Indonesia
semakin lama semakin menurun (Neraca.co.id, 2016).

5.2 Dinamika Harga Timah di Pasar Internasional


Dinamika harga timah internasional dari tahun ke tahun terus mengalami
fluktuasi seiring dengan perkembangan kebutuhan timah dunia ataupun
kondisi perekonomian secara global. Dilihat dari Gambar 5.1 harga timah
internasional dari awal Januari 2005 hingga akhir 2015 mengalami fluktuasi
yang cukup signifikan, meskipun tren harga masih menunjukkan sinyal
positif. Data World Bank (2015), mencatat harga timah pada Januari tahun
2005 adalah sebesar USD 7.706/MTon. Harga tersebut terus merangkak
naik hingga mencapai nilai sebesar USD 23.854/MTon pada bulan Mei 2008.

71
Ridho Meyrandoyo Hastjarjo

Setelah periode tersebut, harga timah internasional menurun drastis pada


level USD 10.689/MTon pada Maret 2009. Dalam kurun waktu 10 bulan,
harga timah internasional mengalami penurunan signifikan hingga mencapai
55,18%. Gejolak perekonomian global yang terjadi pada tahun 2008, menjadi
faktor pemicu turunnya harga timah internasional.

35,000

30,000

25,000

20,000

15,000 Harga Timah


10,000

5,000

0
Jan-05-
Jun-05
Nov-05
Apr-06
Sep-06
Feb-07
Jul-07
Dec-07
May-08
Oct-08
Mar-09
Aug-09
Jan-10
Jun-10
Nov-10
Apr-11
Sep-11
Feb-12
Jul-12
Dec-12
May-13
Oct-13
Mar-14
Aug-14
Jan-15
Jun-15
Nov-15
Gambar 5.1 Harga Timah Dunia (USD/MTon).

Sumber: World Bank (2015), diolah

Harga timah dunia menunjukkan adanya pemulihan setelah krisis


global 2008. Pada semester I 2011, situasi perekonomian dunia membaik,
permintaan logam timah mulai meningkat, dan harga timah bergerak naik dari
kisaran USD 25.000/MTon ke USD 33.000/MTon. Perubahan kurs rata-rata
dari Rp 9.182/USD pada tahun 2010 menjadi Rp 8.757/USD pada tahun 2011
turut mempengaruhi peningkatan harga timah. Akan tetapi, pada semester
II 2011, dampak krisis ekonomi di Eropa mendorong harga timah turun
pada kisaran USD 19.000-22.000/MTon (PT. Timah, 2011). Pemberlakuan
Peraturan Menteri Perdagangan No. 32 Tahun 2013, yang mengatur bahwa
seluruh ekspor logam timah hanya dapat dilakukan melalui Bursa Komoditi
dan Derivatif Indonesia (BKDI) juga turut mempengaruhi harga timah pada
periode 2013 hingga kini.

5.3 Kinerja Ekspor dan Impor Timah dan Produk Olahannya


Perdagangan timah terdiri dari (Trade Map, 2016): bijih timah dan
konsentratnya atau tin ores and concentrate (HS 2609); preparat bersifat
asam untuk permukaan logam; flux dan preparat tambahan lainnya untuk
menyolder, mematri atau mengelas; bubuk dan pasta untuk menyolder,
mematri atau mengelas atau pickling preparations for metal surfaces;
powders, pastes, coating (HS 3810); timah tidak ditempa atau unwrought tin

72
Perdagangan Timah di Luar Negeri

(HS 8001); sisa dan skrap timah atau tin waste and scrap (HS 8002); batang,
batang kecil, profil dan kawat timah atau tin bars, rods, profiles and wire (HS
8003); piring kaleng, lembaran dan strip, ketebalan melebihi 0,2 mm atau tin
plates, sheets and strips, of thickness exceeding 0,2 mm (HS 8004); timah,
dengan ketebalan tidak melebihi 0,2 mm; serbuk timah & serpihan atau tin
foil, of a thickness not exceeding 0,2 mm; tin powders & flake (HS 8005);
tabung timah, pipa & tabung/ pipa fitting atau tin tubes, pipes & tube/pipe
fittings (HS 8006); barang lainnya dari timah atau tin articles, nes (HS 8007);
dan kawat, batang kecil, pembuluh, pelat, elektroda dan produk semacam itu
yang digunakan untuk menyolder, mematri, mengelas atau mengendapkan
logam atau karbida logam atau wire/rod, etc of base metal/ weld of metal
carbide (HS 8311).
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia
No. 33/M-DAG/PER/5/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Perdagangan no. 44/M-DAG/PER/7/2014 tentang Ketentuan Ekspor
Timah disebutkan bahwa untuk kode HS 8001 digolongkan dalam kategori
“timah murni batangan”. Bagi kode HS 3810, 8003, dan 8311 dikategorikan
dalam jenis “timah solder”. Sementara untuk timah dengan kode HS 8007
dikategorikan sebagai “barang lainnya dari timah”.
Untuk jenis timah dengan kode HS 8004, 8005, dan 8006 tidak disebutkan
di dalam permendag ini. Namun, apabila dilihat dari Pasal 2 ayat 1 dan 2,
disebutkan bahwa “Timah yang dapat diekspor hanya Timah Murni Batangan,
Timah Solder, dan Barang Lainnya Dari Timah sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
ini”. Ayat 2 disebutkan bahwa “Timah yang tidak tercantum dalam Lampiran I
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk diekspor”, maka dapat
dikatakan bahwa HS 8004, 8005, dan 8006 dilarang ekspornya.
Bagaimana dengan kode HS 8002? HS 8002 memang tidak disebutkan
dalam lampiran I pada Permendag No. 33/M-DAG/PER/5/2015, akan tetapi
bukan berarti komoditas ini dilarang ekspornya. Pada Permendag No.
45/M-DAG/PER/7/2012 Pasal 2 ayat 1 disebutkan “Sisa dan Skrap Logam
yang dibatasi ekspornya tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Sementara pada Pasal 3 ayat
1 disebutkan “Sisa dan Skrap Logam sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 ayat 1 hanya dapat diekspor oleh Eksportir yang telah mendapatkan SPE
Sisa dan Skrap Logam”. Oleh karena itu, HS 8002 boleh diekspor tetapi
sangat dibatasi.

73
Ridho Meyrandoyo Hastjarjo

Tabel 5.1 Kategori Timah Menurut Permendag No. 33 Tahun 2015

No. Uraian Barang Pos Tarif/ HS


1. Timah Murni Batangan ex. 8001.10.00.00
2. Timah Solder ex. 8003.00.10.00
ex. 8003.00.90.00
ex. 8311.30.90.10
ex. 8311.30.90.90
ex. 8311.90.00.00
ex. 3810.10.00.00
3. Barang Lainnya Dari Timah ex. 8007.00.20.00
ex. 8007.00.30.00
ex. 8007.00.40.00
ex. 8007.00.91.00
ex. 8007.00.92.00
ex. 8007.00.99.10
ex. 8007.00.99.90

Sumber: Permendag No. 33 (2015)

Pada gambar 5.2, secara umum, kinerja ekspor dan impor untuk komoditas
timah di Indonesia selama kurun waktu 10 tahun terakhir selalu menunjukkan
surplus perdagangan. Kinerja perdagangan timah Indonesia menunjukkan
ekspor rata-rata pada tahun 2005 hingga 2007 tidak melebihi USD 1 miliar.
Perubahan mencolok terjadi pada perdagangan timah tahun 2008, dimana
ekspor menunjukkan angka sebesar USD 2,06 miliar atau meningkat 91,8%
dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan ekspor ini juga berkontribusi
positif terhadap neraca perdagangan sebesar USD 1,8 miliar, meningkat 88%
dari tahun sebelumnya. Setelah tahun 2008, perdagangan timah Indonesia
cenderung fluktuatif. Pada tahun 2011, ekspor timah Indonesia mencapai nilai
tertinggi selama 10 tahun terakhir, dimana ekspor mencapai nilai sebesar
USD 2,56 miliar dengan neraca perdagangan sebesar USD 2,3 miliar. Pada
tahun 2012 hingga 2014, tren ekspor cenderung negatif.

74
Perdagangan Timah di Luar Negeri

3,000,000

2,500,000

2,000,000
Ekspor
1,500,000
Impor

1,000,000 Neraca Perdagangan

500,000

0
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Gambar 5.2 Kinerja Ekspor-Impor Timah, 2005-2014 (USD Ribu).

Sumber: Trade Map (2016), diolah

Berdasarkan Data Trade Map (2016), komoditas ekspor timah Indonesia


tertinggi merupakan timah jenis unwrought tin atau timah tidak ditempa (HS
8001). Komoditas ini memiliki rata-rata ekspor sebesar USD 1,57 miliar dalam
kurun waktu 10 tahun terakhir. Lonjakan ekspor terjadi pada periode 2007
dan 2008. Pada saat itu ekspor timah tidak ditempa tercatat sebesar USD
1,96 miliar atau meningkat 94% dari tahun 2007. Setelah tahun 2008, ekspor
untuk timah tidak ditempa kembali menurun akibat krisis global pada tahun
2008. Pada periode 2009 ekspor Indonesia untuk komoditas timah tidak
ditempa sebesar USD 1,24 miliar. Ekspor tertinggi Indonesia untuk komoditas
ini adalah pada tahun 2011, mencapai USD 2,4 miliar. Setelah tahun 2011,
ekspor timah tidak ditempa kembali menurun. Pada periode 3 tahun terakhir,
ekpsor Indonesia menunjukkan tren negatif.

3,000,000

2,500,000

2,000,000

1,500,000
Timah tidak ditempa

1,000,000

500,000

0
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Gambar 5.3 Kinerja Ekspor Timah Tidak Ditempa, 2005-2014.

Sumber: Trade Map (2016), diolah

75
Ridho Meyrandoyo Hastjarjo

Selain ekspor unwrought tin atau timah tidak ditempa, ekspor jenis timah
lainnya juga mengalami fluktuasi. Data Trade Map (2016) pada Gambar 5.4
dapat dilihat bahwa terdapat jenis timah yang mengalami fluktuasi cukup
signifikan, yakni kawat, batang kecil, pembuluh, pelat, elektroda dan produk
semacam itu yang digunakan untuk menyolder, mematri, mengelas atau
mengendapkan logam atau karbida logam(HS 8311); batang, batang kecil,
profil dan kawat timah(HS 8003); dan barang lainnya dari timah(HS 8007).
Untuk ekspor komoditas kawat, batang kecil, pembuluh, pelat, elektroda
dan produk semacam itu yang digunakan untuk menyolder, mematri,
mengelas atau mengendapkan logam atau karbida logam dapat dilihat bahwa
pada periode 2005 hingga 2011 terus meningkat hingga mencapai USD 122,5
juta. Ekspor komoditas ini kemudian turun drastis pada angka USD 25,7 juta
di tahun 2012.
Bertolak belakang, ekspor barang lainnya dari timah justru meningkat
signifikan pada tahun 2012. Selama periode 2005 hingga 2011, rata-rata
ekspor Indonesia untuk produk barang lainnya dari timah sebesar USD 2,61
juta. Sementara pada tahun 2012, ekspor Indonesia untuk jenis timah ini
mencapai USD 63,5 juta. Ekspor batang, batang kecil, profil dan kawat
timah di tahun 2012 juga mengalami fluktuasi yang signifikan. Ekspor
tercatat sebesar USD 15,7 juta pada 2011, dan kemudian meningkat
menjadi USD 154,5 juta.

180,000 Kawat, batang kecil, pembuluh, pelat,


elektroda dan produk semacam itu yang
digunakan untuk menyolder, mematri,
160,000
mengelas atau mengendapkan logam atau
karbida logam
140,000
Batang, batang kecil, profil dan kawat timah

120,000

100,000 Barang lainnya dari timah

80,000
Preparat bersifat asam untuk permukaan
60,000 logam; flux dan preparat tambahan lainnya
untuk menyolder, mematri atau mengelas;
bubuk dan pasta untuk menyolder, mematri
40,000 atau mengelas
Sisa dan skrap timah
20,000

0
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Gambar 5.4 Ekspor Timah Menurut Jenisnya, 2005-2014 (USD Ribu).

Sumber: Trade Map (2016), diolah

76
Perdagangan Timah di Luar Negeri

Selain ketiga jenis komoditas di atas, komoditas jenis timah yang


lainnya tidak mengalami fluktuasi yang signifikan, bahkan ekspor komoditas-
komoditas tersebut cenderung stabil. Perlu diperhatikan juga bahwa tin ores
and concentrate (HS 2609) atau bijih timah dan konsentratnya semenjak
tahun 2008 tercatat sebesar USD 0 atau tidak ada ekspor. Sebetulnya, ekspor
bijih timah dan konsentratnya sudah dilarang dari tahun 2005. Larangan ini
tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 07/M-DAG/PER/4/2005
Tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor. Pada Peraturan Menteri
Perdagangan tersebut, disebutkan bahwa terdapat beberapa komoditas yang
diatur ekspornya, diawasi ekspornya, dan dilarang ekspornya. Salah satu
komoditas pertambangan yang dilarang ekspornya adalah bijih timah dan
konsentratnya. Meskipun setelah tahun 2005 masih tercatat adanya ekspor
bijih timah, namun kemungkinan ekspor tersebut bersifat ilegal dan jumlahnya
tidak banyak.
160,000 Kawat, batang kecil, pembuluh, pelat, elektroda
dan produk semacam itu yang digunakan untuk
menyolder, mematri, mengelas atau
140,000 mengendapkan logam atau karbida logam
Preparat bersifat asam untuk permukaan logam;
flux dan preparat tambahan lainnya untuk
120,000
menyolder, mematri atau mengelas; bubuk dan
pasta untuk menyolder, mematri atau mengelas
100,000 Batang, batang kecil, profil dan kawat timah

80,000
Timah tidak ditempa

60,000

40,000 Barang lainnya dari timah

20,000
Bijih timah dan konsentratnya
0
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Gambar 5.5 Impor Timah Menurut Jenisnya, 2005-2014 (USD Ribu).

Sumber: Trade Map (2016), diolah

Pada Gambar 5.6 dapat dilihat bahwa negara tujuan ekspor timah
Indonesia terbesar adalah Singapura dengan pangsa ekspor sebesar 35%
pada tahun 2014. Jumlah ini bisa dibilang fantastis apabila dibandingkan
dengan negara lain yang juga merupakan tujuan ekspor timah Indonesia.
Ekspor timah Indonesia ke Singapura jumlahnya mencapai hampir sembilan
kali lipat ekspor Indonesia ke Belanda.
Setelah Singapura, tujuan ekspor timah terbesar kedua adalah Belanda
dengan ekspor sebesar 4%; lalu Jepang dan Malaysia dengan jumlah
masing-masing sebesar 2%; kemudian Taiwan, Amerika Serikat, Inggris,

77
Ridho Meyrandoyo Hastjarjo

Korea Selatan, India dan Italia yang masing-masing sebesar 1%. Data Trade
Map (2016) menunjukkan bahwa jumlah ekspor Indonesia ke Singapura
mencapai USD 1,38 miliar. Sementara ekspor Indonesia ke Belanda, Jepang,
dan Malaysia berturut-turut hanya mencapai nilai USD 141,9 juta, USD 94
juta, dan USD 72 juta.

India Italia
1% 1%

Korea Selatan
1% Negara Lain
51%
Inggris
1%

Amerika Serikat
1%
Taiwan
1%

Malaysia
2% Singapura
Jepang 35%
2% Belanda
4%

Gambar 5.6 Negara Tujuan Ekspor Timah Indonesia Tahun 2014.

Sumber: Trade Map (2016), diolah

Tingginya permintaan timah di Singapura dikarenakan bahan baku


tersebut digunakan untuk keperluan industri hilirnya serta untuk diekspor
kembali. Sebelum digunakan untuk kebutuhan industri, impor timah yang
berasal dari Indonesia dimurnikan kembali dengan kadar 99,95% hingga
99,99% (antaranews.com, 2016). Di Singapura, bahan baku timah yang
sudah dimurnikan kembali salah satunya banyak digunakan untuk keperluan
industri kimia.
Maraknya ekspor ilegal kepada negara-negara tetangga Indonesia,
juga menjadi faktor tingginya ekspor Indonesia ke Singapura.Hal ini
ditunjukkan dari data mirror dari Trade Map Tahun 2014 yang mencatat
adanya selisih ekspor bijih timah antara Indonesia dan Singapura sebesar
USD 17,3 juta. Minimnya kesejahteraan masyarakat di Bangka Belitung
menyebabkan munculnya penambang-penambang ilegal yang minim akan
pengetahuan dan kepedulian terhadap lingkungan. Tak hanya itu, berita dari

78
Perdagangan Timah di Luar Negeri

Sinarharapan.co (2014) menyebutkan bahwa harga timah di Indonesia tahun


2014 lebih murah dibandingkan harga timah di Singapura. Harga pasir timah
di tingkat penambang di Kepulauan Riau maupun di Bangka Rp 25.000 sampai
Rp 30.000/kg. Sedangkan, harga rata-rata di Singapura Rp 75.000/kg, kata
sumber tersebut.

Belgia
Belanda 5%
5%

Jerman
6%
Indonesia
23%

Peru
7%
Singapura
17%
Jepang
7%
Malaysia
Amerika Serikat RRT 11%
9% 10%

Gambar 5.7 Negara Eksportir Timah Dunia.

Sumber: Trade Map (2016), diolah

Secara global, ekspor timah Indonesia menempati urutan pertama


sebagai pemasok utama timah di seluruh dunia. Gambar 5.7 menunjukkan
di antara 10 eksportir terbesar dunia, Indonesia mengambil share sebesar
23% atau setara dengan nilai sebesar USD 1,96 miliar pada tahun 2014.
Posisi Indonesia diikuti oleh Singapura dengan share sebesar 17% (USD
1.386 miliar); Malaysia sebesar 11% (USD 944.9 juta); dan RRT sebesar 10%
(USD 802.1 juta). Meskipun Indonesia menempatkan posisi pertama sebagai
penghasil timah terbesar di dunia, sayangnya sebagian besar hanya diekspor
ke Singapura seperti dijelaskan pada Gambar 5.6. sebelumnya.
Hal menarik yang perlu diperhatikan pada Gambar 5.7 adalah negara
yang menempatkan posisi ke-2 dan ke-3, yakni Singapura dan Malaysia.
Singapura mampu menorehkan share 17% produksi dunia, sementara
Singapura tidak memiliki tambang timah. seperti halnya dengan Malaysia
dengan Malaysia. Seperti yang dikutip dari Okezone.com (2015): “Presiden
Joko Widodo mengetahui jika ada negara-negara tetangga yang tidak
memiliki tambang timah, tetapi dapat melakukan ekspor. Negara tersebut

79
Ridho Meyrandoyo Hastjarjo

seperti Malaysia dan Singapura yang melakukan ekspor timah sekitar 20 ribu
ton per tahun”. Menjamurnya penambang-penambang ilegal menjadi faktor
utama yang sebagian besar memenuhi kebutuhan timah di Malaysia dan
Singapura. Medan Bisnis (2015) memberitakan bahwa di Propinsi Kepulauan
Bangka Belitung setidaknya terdapat 1.640 penambang ilegal yang memasok
timah ke Malaysia. Dalam sehari, para penambang ilegal tersebut mampu
memproduksi kurang lebih 950 ton timah dalam setahun untuk dikirim ke
Malaysia.
Berbeda kondisinya dengan ekspor, tren impor timah Indonesia justru
menunjukkan nilai yang positif pada periode 2005 hingga 2014. Pada tahun
2005, impor timah menunjukkan angka sebesar USD 52,7 juta, sedangkan
pada tahun 2014 impor menunjukkan angka USD 200 juta atau meningkat
lebih dari 250%. Peningkatan impor yang signifikan, menunjukkan adanya
peningkatan kebutuhan akan produk timah di dalam negeri.
Kinerja impor Indonesia untuk produk timah, secara total tercatat sebesar
USD 200,2 juta dari nilai total ekspor USD 1,9 miliar pada tahun 2014. Impor
terbesar Indonesia untuk jenis timahnya adalah kawat, batang kecil, pembuluh,
pelat, elektroda dan produk semacam itu yang digunakan untuk menyolder,
mematri, mengelas atau mengendapkan logam atau karbida logam (HS
8311), yaitu menyumbangkan USD 145,2 juta pada tahun 2014, diikuti oleh
impor batang, batang kecil, profil dan kawat timah (HS 8003) sebesar USD
125,8 juta, dan barang lainnya dari timah (HS 8007) sebesar USD 107,1 juta.
Tingginya permintaan kawat, batang kecil, pembuluh, pelat, elektroda dan
produk semacam itu yang digunakan untuk menyolder, mematri, mengelas
atau mengendapkan logam atau karbida logam di Indonesia dikarenakan
produk tersebut digunakan untuk kebutuhan dalam industri listrik, otomotif
dan juga elektronik. Solder sering digunakan untuk menyambung beberapa
lapisan perangkat yang membutuhkan kabel atau logam lain pada sirkuit
khusus (manfaat.co.id, 2016).

5.4 Peta Perdagangan Timah Internasional


Lebih dari 93% produk timah Indonesia yang diekspor pada tahun 2015
masuk dalam kategori timah murni batangan atau kode HS 8001000000.
Data Trade Map pada Tabel 5.2 menunjukkan perkembangan ekspor timah
pada periode 2010-2015. Volume ekspor tahun 2014 untuk timah batangan
sebesar 69.804 ton atau sebesar 93.15% dari total ekspor timah Indonesia.
Sementara untuk produk timah dengan kategori timah solder, yakni kode HS
3810100000 dan kode HS 8311900000 memiliki volume ekspor sebesar 243
ton (0,33%) dan barang lainnya dari timah memiliki volume ekspor sebesar
4.893 ton (6,53%).

80
Perdagangan Timah di Luar Negeri

Tabel 5.2 Ekspor Timah Indonesia, 2010-2015 (Kg)

Kode HS Produk Timah Volume Ekspor Timah Indonesia (Kg) Pangsa


2010 2011 2012 2013 2014 2015 (%)

TIMAH 106.937.144 114.171.504 101.526.356 89.020.161 70.996.910 74.940.792

Timah Murni Batangan


8001100000 Timah tidak ditempa,
bukan paduan 92.277.009 97.403.634 101.236.490 88.441.468 70.238.161 69.804.145 93,15

Timah Solder
3810100000 Preparat bersifat asam
untuk permukaan logam;
bubuk atau pasta untuk
menyolder, memateri dan
mengelas terdiri dari
logam dan bahan lain 17.885 86.923 106.730 44.899 56.674 3.967 0,01
8311900000 Selain cored wire dari baja
paduan, mengandung
karbon 4,5% atau lebih dan
kromium 20% atau lebih
menurut beratnya 14.437.457 16.605.035 159.779 344.753 347.247 239.054 0,32

Barang Lainnya dari Timah


8007002000 Pelat, lembaran dan strip,
dengan ketebalan
melebihi 0,2 mm 204.465 72.697 20.686 184.933 12.892 0 0,00
8007003000 Foil (dicetak atau diberi
alas kertas, kertas karton,
plastik atau bahan alas
semacam itu, maupun tidak),
dengan ketebalan tidak
melebihi 0,2 mm
(tidak termasuk alasnya);
bubuk dan serpih 1 0 295 0 0 41 0,00
8007004000 Pembuluh, pipa dan alat
kelengkapan pembuluh atau
kelengkapan pipa (misalnya,
penyambung, siku-siku,
selongsong) 327 3.215 2.376 4.108 341.936 4.893.585 6,53

Sumber: BPS (2016), diolah

81
Ridho Meyrandoyo Hastjarjo

5.4.1 Timah Murni Batangan


Jenis timah yang dikategorikan sebagai timah murni batangan atau
berdasarkan BKTI (Buku Kepabeanan Tarif Indonesia) sebagai timah tidak
ditempa, bukan paduan (HS 8001100000) merupakan produk timah yang
banyak diekspor oleh Indonesia. Jenis timah ini biasanya digunakan sebagai
bahan dasar dalam industri baja, otomotif, dan telekomunikasi. Gambar
5.8 menunjukkan bahwa pada tahun 2014 Indonesia merupakan eksportir
utama dunia untuk timah murni batangan. Pada tahun 2014, lebih dari 29%
kebutuhan dunia jenis timah tidak ditempa, bukan paduan atau tin, not alloyed
unwrought ini disuplai oleh Indonesia sendiri. Setelah Indonesia, negara yang
memberikan kontribusi cukup signifikan terhadap kebutuhan dunia akan jenis
timah ini adalah Malaysia sebesar 14%, Singapura sebesar 13%, dan Peru
sebesar 10%. Sementara itu negara lainnya mengekspor kurang dari 10%
pada tahun 2014.

Gambar 5.8 Negara Eksportir Timah Murni Batangan.

Sumber: Trade Map (2016), diolah

Berdasarkan data Trade Map (2016), timah murni batangan atau timah
tidak ditempa, bukan paduan (HS 8001100000) pada tahun 2014 sebagian
besar diimpor oleh negara-negara maju seperti Singapura, Amerika Serikat,
Jepang, Jerman, dsb. Pasar untuk jenis timah ini juga tersebar pada negara-
negara berkembang yang cenderung memiliki industri yang padat karya
seperti India dan RRT. Jenis timah ini biasa digunakan sebagai bahan dasar

82
Perdagangan Timah di Luar Negeri

untuk industri manufaktur yang membutuhkan teknologi dan tenaga kerja


banyak.
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa pasar timah murni batangan terbesar
adalah Singapura dengan nilai impor sebesar USD 807,9 juta pada tahun
2014. Pasar terbesar kedua adalah Amerika Serikat dengan nilai impor
sebesar USD 775,6 juta, diikuti oleh Jepang (USD 580,4 juta), Jerman (USD
463,5 juta), Korea Selatan (USD 328,1 juta), Belanda (USD 255,6 juta),
India (USD 199,9 juta), Taiwan (USD 190,8 juta), Malaysia (USD 150,3 juta),
dan RRT (USD 175,7 juta). Perlu diketahui bahwa Singapura merupakan
pengimpor timah terbesar dan sekaligus salah satu negara pengekspor
terbesar di dunia. Tabel 5.3. juga memperlihatkan bahwa rasio antara nilai
impor dengan volume yang diimpor oleh Singapura berbeda jauh dengan rasio
negara-negara lain yang juga bertindak sebagai importir. Data dari Trade Map
(2016) tersebut memperlihatkan bahwa nilai timah dengan kode HS 800110
yang diimpor Singapura sebesar USD 807,9 juta dengan volume kebutuhan
sebesar 415,7 ribu ton. Berbeda dengan Amerika Serikat yang memiliki nilai
impor sebesar USD 775,6 juta dengan volume kebutuhan hanya sebesar
35,1 ribu ton pada tahun 2014. Kondisi sebaliknya ditunjukkan oleh data
Amerika Serikat. Selain faktor jarak yang jauh antara Amerika Serikat dengan
penghasil timah terbesar yang cenderung terkonsentrasi di Indonesia, data ini
juga menunjukkan bahwa telah terjadi pertambangan ilegal antara Singapura
dan Indonesia.
Tabel 5.3 Pasar Impor Timah Murni Batangan Tahun 2014
Nilai Volume
Negara
Pengimpor Juta Dollar Pangsa Pangsa
Ribu Ton
(USD) 2014 (%) 2014 (%)
Dunia 5.264,97   616,81  
Singapura 807,96 15,35 415,71 67,4
Amerika Serikat 775,62 14,73 35,12 5,69
Jepang 580,42 11,02 25,48 4,13
Jerman 463,52 8,8 20,56 3,33
Korea Selatan 328,12 6,23 14,45 2,34
Belanda 255,68 4,86 11,28 1,83
India 199,91 3,8 8,88 1,44
Taiwan 190,82 3,62 8,44 1,37
Malaysia 150,3 2,85 8,18 1,33
RRT 175,7 3,34 7,77 1,26

Sumber: Trade Map (2016), diolah

83
Ridho Meyrandoyo Hastjarjo

5.4.2 Timah Solder


Selain jenis timah murni batangan yang diekspor oleh Indonesia, kategori
timah solder juga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap total ekspor
timah Indonesia. Jenis timah ini biasanya digunakan pada industri listrik,
otomotif dan juga elektronik (Roddy, 1995). Timah solder sering digunakan
untuk menyambung beberapa lapisan perangkat yang membutuhkan kabel
atau logam lain pada sirkuit khusus. Gambar 5.9 menunjukkan bahwa untuk
jenis timah solder pada tahun 2014, ekspor Indonesia masih tertinggal
dengan beberapa negara seperti Singapura, Jepang, dan Amerika Serikat.
Pada tahun 2014, lebih dari 23% kebutuhan dunia jenis timah solder disupply
oleh Singapura. Setelah Singapura, negara yang memberikan kontribusi
cukup signifikan terhadap kebutuhan dunia akan jenis timah ini adalah Jepang
sebesar 14%, dan Amerika Serikat sebesar 12%. Sementara Indonesia dan
RRT sama-sama memberikan kontribusi 11% terhadap kebutuhan dunia.

Gambar 5.9 Negara Eksportir Timah Solder.

Sumber: Trade Map (2016), diolah

Berdasarkan data yang diperoleh dari Trade Map (2016), pasar timah
solder pada tahun 2014 sebagian besar adalah negara-negara Asia seperti RRT,
Singapura, Thailand, dan Malaysia. Tabel 5.4 menunjukkan bahwa pasar timah
solder terbesar adalah RRT dengan nilai impor sebesar USD 414,78 juta pada
tahun 2014. Pasar terbesar ke-dua adalah Singapura dengan nilai impor sebesar
USD 282,4 juta, diikuti oleh Thailand (USD 263,26 juta), Malaysia (USD 189,45

84
Perdagangan Timah di Luar Negeri

juta), Mexico (USD 188,75 juta), Hong Kong (USD 163,74 juta), Amerika Serikat
(USD 151,72 juta), Indonesia (USD 103,48 juta), Taiwan (USD 102.92 juta), dan
Korea (USD 95,56 juta).

Tabel 5.4 Pasar Impor Timah Solder Tahun 2014


Nilai Volume
Negara
Juta
Pangsa Pangsa
Pengimpor Dollar Ribu Ton
2014 (%) 2014 (%)
(USD)
Dunia 3.273,45   370,44  
RRT 414,78 12,67 26,82 7,24
Singapura 282,4 8,63 17,08 4,61
Thailand 263,26 8,04 12,75 3,44
Malaysia 189,45 5,79 18,2 4,91
Mesiko 188,75 5,77 15,58 4,21
Hong Kong 163,74 5.00 8,23 2,22
Amerika Serikat 151,72 4,63 13,03 3,52
Indonesia 103,48 3,16 25,99 7,01
Taiwan 102,92 3,14 4,23 1,14
Korea Selatan 95,56 2,92 12,3 3,32

Sumber: Trade Map (2016), diolah

5.4.3 Barang Lainnya Dari Timah


Jenis timah yang dikategorikan sebagai barang lainnya dari timah
merupakan salah satu produk timah yang memberikan kontribusi besar
terhadap ekspor Indonesia. Jenis timah ini biasanya berbentuk pelat,
lembaran, strip, foil, pembuluh, pipa, alat kelengkapan pembuluh atau
kelengkapan pipa, tempat atau kotak sigaret, asbak, peralatan rumah tangga
lainnya, dan tabung yang dapat dilipat (Permendag No. 33 Tahun 2015).
Gambar 5.10 menunjukkan bahwa berdasarkan data Trade Map (2016), pada
tahun 2014, Indonesia merupakan eksportir utama dunia untuk jenis barang
lainnya dari timah. Lebih dari 23% kebutuhan dunia jenis barang lainnya dari
timah ini disupply oleh Indonesia. Setelah Indonesia, negara yang memberikan
kontribusi cukup signifikan terhadap kebutuhan dunia akan jenis timah ini
adalah RRT sebesar 21%, Jepang sebesar 10%, dan Nigeria sebesar 9%.

85
Ridho Meyrandoyo Hastjarjo

Gambar 5.10 Negara Eksportir Barang Lainnya dari Timah Tahun 2014.
Sumber: Trade Map (2016), diolah

Tabel 5.5 menujukkan bahwa pasar barang lainnya dari timah terbesar
adalah Amerika Serikat dengan nilai impor sebesar USD 53 juta pada tahun
2014. Pasar terbesar ke-dua adalah RRT dengan nilai impor sebesar USD
46,25 juta, diikuti oleh Singapura (USD 32,19 juta), Taiwan (USD 28,71 juta),
Selandia Baru (USD 27,94 juta), Inggris (USD 26.25 juta), Uni Emirat Arab
(USD 16,95 juta), Korea Selatan (USD 15,95 juta), dan Belgia (USD 15,85 juta).

Tabel 5.5 Pasar Barang Lainnya dari Timah Tahun 2014


Nilai Volume
Negara Pengimpor Juta Dollar Pangsa 2014 Pangsa 2014
Ribu Ton
(USD) (%) (%)

Dunia 469,76 64,24


Amerika Serikat 53,00 11,28 4,54 7,07
RRT 46,25 9,85 1,20 1,87
Singpura 32,19 6,85 1,54 2,39
Taiwan 28,71 6,11 0,54 0,84
Selandia Baru 27,94 5,95 21,04 32,75
Inggris 26,25 5,59 4,27 6,65
Uni Emirat Arab 16,95 3,61 0,90 1,39
Malaysia 16,65 3,54 2,48 3,86
Korea Selatan 15,95 3,40 1,08 1,68
Belgia 15,85 3,37 0,76 1,18

Sumber: Trade Map (2016), diolah

86
Perdagangan Timah di Luar Negeri

5.5 Daya Saing Timah di Pasar Internasional


Timah Indonesia sudah memberikan kontribusi yang besar terhadap
pemenuhan kebutuhan timah di dunia. Data Trade Map (2016) memperlihatkan
sekitar 30% kebutuhan timah di pasar Internasional disuplai oleh Indonesia.
Seiring dengan berkembangnya teknologi serta meningkatnya kebutuhan
akan timah di pasar global, maka Indonesia harus terus mengembangkan
produk-produk timahnya agar mampu bersaing secara kompetitif dengan
negara-negara penghasil timah lainnya.
Untuk mengetahui tingkat daya saing produk-produk timah Indonesia
di pasar internasional, maka digunakan perhitungan menggunakan metode
Revealed Comparative Advantage (RCA). RCA merupakan salah satu
metode yang digunakan untuk mengukur keunggulan komparatif di suatu
wilayah. Pengukuran metode ini adalah kinerja suatu produk dari suatu
negara diukur dengan menghitung pangsa nilai ekspor suatu produk terhadap
total ekspor suatu negara dibandingkan dengan pangsa nilai produk tersebut
dalam perdagangan dunia. Penghitungan RCA produk timah Indonesia
pada nantinya bisa digunakan untuk menilai jenis timah apa yang bisa
dikembangkan Indonesia.
Tabel 5.6 Produk Timah Indonesia yang Berdaya Saing di Pasar
Global, 2010-2014
Kode RCA
Produk
HS 2010 2011 2012 2013 2014
TOTAL Semua Produk 1 1 1 1 1

  Timah Murni Batangan

‘800110 Timah bukan paduan, tidak ditempa 32,144 30,401 35,678 34,333 31,227

‘800120 Timah paduan, tidak ditempa 0 0 0,002 0 1,947


Timah Solder
Pickling preparations for metal surfaces; soldering,
‘381010 0,005 0,024 0,017 0,007 0,012
brazing or welding pastes & powders

‘800300 Tin bars, rods, profiles and wire 2,712 2,176 1,612 17,193 11,987
Coated rods & cored wire, of base metal, for soldering,
‘831130 0,438 0,1 0,138 1,589 20,45
brazing, or welding by flame
Wire, rods, tubes, plates, electrodes and the like, of base
metal or of metal carbides, coated or cored with flux
material, for soldering, brazing, welding or deposition
‘831190 14,132 13,815 0,112 0,349 0,516
of metal or metal carbides, n.e.s, and wire and rods of
agglomerated base metal powder, for metal spraying,
n.e.s
  Barang Lainnya Dari Timah
‘800700 Barang lainnya 0,966 1,596 14,393 3,69 19,14

  Ekspor Terbatas
‘800200 Limbah timah dan scrap 0,683 0,5 0,856 0,757 0,441

Sumber: Trade Map (2016), diolah

87
Ridho Meyrandoyo Hastjarjo

Berdasarkan perhitungan nilai RCA pada Tabel 5.6, timah Indonesia yang
berdaya saing (bernilai ≥ 1) pada tahun 2014 berjumlah lima jenis produk
timah, artinya lima produk tersebut yang merupakan produk unggulan timah
Indonesia di pasar Internasional. Lima produk timah Indonesia yang berdaya
saing antara lain adalah HS 8001.10 (Tin not alloyed unwrought atau Timah
Murni Batangan), HS 8311.30 (Coated rods & cord wire of base metal for
soldering, brazing/ weldging by flame atau Timah Solder), HS 8003.00 (Tin
bars, rods, profiles and wire atau Timah Solder), HS 8001.20 (Tin alloys
unwrought atau Timah Murni Batangan), dan HS 8007.00 (Tin articles nes
atau Barang Lainnya Dari Timah).
Apabila melihat daya saing produk timah jenis Tin not alloyed unwrought,
maka dapat diketahui bahwa daya saing jenis produk timah ini sangat
baik dengan nilai indeks sebesar 31,22 pada tahun 2014. Namun apabila
dibandingkan tahun sebelumnya, daya saing Tin not alloyed unwrought
selama tiga tahun terakhir mengalami penurunan. Berbeda dengan produk
Coated rods & cord wire of base metal for soldering, brazing/welding by flame,
dan juga produk Tin articles nes yang menunjukkan adanya tren peningkatan
daya saing dari tahun ke tahun. Produk Coated rods & cord wire of base
metal for soldering, brazing/welding by flame, pada tahun 2014, memiliki
indeks sebesar 20,45 padahal tahun-tahun sebelumnya produk ini berdaya
saing sangat rendah. Sama halnya dengan produk Tin articles nes yang
menunjukkan adanya peningkatan indeks daya saing yang signifikan.

5.6 Permasalahan Terkait Timah Indonesia


Ekspor Timah Ilegal
Permasalahan terkait ekspor timah adalah maraknya kegiatan
penambangan timah ilegal yang ekspornya tidak melaui pencatatan resmi
oleh kepabeanan atau bea cukai. Kegiatan illegal mining terhadap bahan
baku timah masih kerap terjadi di Indonesia. Dikutip dari Jawapos.com
(2016), pada tanggal 17 Maret 2016 lalu telah terjadi upaya penyelundupan
timah dari Belitung ke luar negeri. Kemudian pada tanggal 8 April 2016,
kembali terjadi upaya penyelundupan 14 ton pasir timah ke Singapura
(Tribunnews.com, 2016).
Pada tahun 2014, Indonesia Corruption Watch mencatat data ekspor
ilegal yang terjadi di Indonesia dalam kurun waktu 2004–2013. Gambar 5.11
menjelaskan kegiatan ekspor ilegal timah untuk kode HS 8001 (timah tidak
ditempa) dengan membandingkan data negara eksportir dengan data negara
importir. Selisih antara data eksportir dengan importir diasumsikan sebagai
jumlah ekspor timah ilegal. Gambar 5.11 menunjukkan bahwa kegiatan ekspor
timah ilegal untuk kode HS 8001 masih terus terjadi dari tahun ke tahun. Angka

88
Perdagangan Timah di Luar Negeri

ekspor tertinggi tercatat pada tahun 2004 dan 2006, yaitu masing-masing
sebesar 41.759 MT (Metrik Ton) dan 44.829 MT. Pada tahun 2013, ekspor
ilegal tercatat menurun yakni 18.341 MT. Secara total, dari kurun waktu 2004
– 2013, tercatat ekspor ilegal sebesar 301.800 MT.

200,000

150,000

100,000

50,000

-
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
(50,000)

100,000)
Data Resmi Pemerintah RI Data Resmi Negara Pembeli Selisih (Ilegal)

Gambar 5.11 Perbandingan Ekspor Timah Tidak Ditempa HS 8001


(MTon), Data Negara Eksportir vs Data Negara Importir.

Sumber: Indonesia Corruption Watch (2014)

Besarnya ekspor timah ilegal tentunya menimbulkan kerugian besar bagi


Indonesia, terutama pada sisi pendapatan royalti serta pajak penghasilan
badan (PPh badan). Jika dihitung dari jumlah pendapatan royalti dan pajak
yang hilang, maka diperkirakan dalam kurun waktu 2004 – 2013, jumlah
kerugian yang dialami Indonesia adalah sebesar USD 362,750 juta atau
setara dengan Rp 4,171 triliun (dengan asumsi kurs USD 1 adalah Rp 11.500).

Peran BKDI (Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia)


Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) berdiri sejak tahun 2009
melalui keputusan Kepala Bappebti No.26/BAPPEBTI/KP/6/2009. Dengan
kehadiran BKDI sebagai bursa berjangka yang baru, maka hingga saat ini
di Indonesia telah terbentuk 2 Bursa Berjangka yaitu PT. Bursa Berjangka
Jakarta (BBJ) yang sudah beroperasi sejak Desember 2000 dan PT. Bursa
Komoditi dan Derivatif Indonesia. Kehadiran BKDI tersebut, diharapkan
akan memberikan dampak positif bagi pengembangan industri Perdagangan
Berjangka Komoditi (PBK) di Indonesia, di mana akan terjadi persaingan
yang sehat di antara BBJ dan BKDI. Dengan demikian, para pelaku usaha
mempunyai pilihan dalam melakukan kegiatan lindung nilai, investasi,
dan mendapatkan referensi harga yang sangat dibutuhkannya dalam
meningkatkan daya saing di pasar global.

89
Ridho Meyrandoyo Hastjarjo

Salah satu fungsi keberadaan BKDI pada komoditas timah adalah


untuk mencegah terjadinya perdagangan timah ilegal. Semua perdagangan
timah kini harus melalui BKDI dengan harapan harga timah dalam negeri
akan terbentuk melalui bursa tersebut sehingga bisa digunakan sebagai
acuan untuk harga nasional dan global. Namun, keberadaan BKDI belum
sepenuhnya dirasakan manfaatnya bagi perusahaan-perusahaan timah di
Indonesia karena sejumlah aturan dan mekanisme yang tidak sesuai dengan
harapan.
Salah satu yang dikeluhkan adalah perbedaan harga timah antara
PT. BKDI dengan LME (London Metal Exchange). Mengutip berita dari Kontan.
co.id (2015),harga terendah timah jenis TINPB300 pada bulan September
2015 sebesar USD 21.515/MTon. Harga ini lebih mahal dibandingkan
kontrak pengiriman timah tiga bulan di LME yang merupakan bursa acuan
internasional, yakni USD 21.250/MTon. Terdapat selisih harga yang cukup
jauh, yakni mencapai USD 265/MTon.

Tingginya Biaya Penerbitan Laporan Surveyor dalam Peraturan Menteri


Perdagangan No. 33 Tahun 2015
Terbitnya Permendag No.33 tahun 2015 merupakan revisi atas peraturan
sebelumnya yaitu Permendag No. 44 tahun 2014 yang mengatur tentang
Ekspor Timah. Tujuan penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan No. 33
Tahun 2015 pada dasarnya adalah:
1. Dalam rangka menjaga keberlanjutan sumber daya alam dan kelestarian
lingkungan hidup, mendorong peningkatan nilai tambah dan kegiatan
ekonomi serta kesejahteraan masyarakat, perlu dilakukan upaya untuk
mengoptimalkan manfaat ekspor timah;
2. Dalam rangka meningkatkan nilai ekspor dan peran Indonesia dalam
penentuan harga timah dunia, perlu mengatur mekanisme perdagangan
timah Indonesia.
Sayangnya, kedua tujuan tersebut masih banyak yang belum dirasakan
manfaatnya oleh pelaku usaha timah, justru sebaliknya mereka sering kali
merasa dibebani oleh biaya penerbitan Laporan Surveyor (LS) yang diwajibkan
dalam Permendag No.33 Tahun 2015 ini. Dikutip dari Bangkanews.co.id
(2015), salah satu pasal yang dianggap merugikan adalah Pasal 23 yang
menyebutkan bahwa surveyor adalah perusahaan survei yang mendapat
otoritas untuk melakukan verifikasi atau penelusuran teknis, serta surveyor
merupakan pihak yang berhak untuk mengeluarakan LS. Hal ini dinilai
menghambat pelaku usaha untuk mengekspor produk timah, karena selama
ini yang mengeluarkan LS adalah pemerintah daerah.

90
Perdagangan Timah di Luar Negeri

Tingginya biaya penerbitan LS juga dikeluhkan oleh Asosiasi Solder


Indonesia. Menurut asosiasi tersebut, biaya LS sangat membebani kegiatan
ekspor solder semenjak diberlakukan Permendag No.33 Tahun 2015.
Meskipun fungsi surveyor diantaranya adalah menghimpun keterangan
mengenai kandungan logam timah (Stannum/Sn); dimensi ukuran, berat,
bentuk, pengemasan; dan jumlah, jenis timah, dan nomor pos tariff/ HS,
seharusnya keterangan yg dibutuhkan oleh surveyor sudah ter-cover di dalam
bukti (receipt) pembelian dari BKDI. Selain itu, kepemilikan sertifikat Clear
and Clean (CnC) dari pelaku usaha seharusnya sudah cukup mewakili asal
usul bijih timah maupun rekam jejak perusahaan timah tersebut.
Untuk mendapatkan hasil laporan surveyor, para pelaku usaha harus
mengeluarkan biaya yang cukup besar (Rp 1,5 juta/sampling; Rp 500 ribu/
analisa; Rp 3,3 juta/verifikasi). Biaya ini dikeluhkan oleh Asosiasi Solder
Indonesia yang menjadi salah satu faktor penghambat untuk ekspor timah
ke luar negeri, berhubung biaya ini harus dikeluarkan per pengiriman. Oleh
karena itu, sebaiknya pemerintah mengevaluasi kembali biaya surveyor
tersebut agar tidak membebani para pelaku usaha untuk mengembangkan
usahanya, serta untuk mendukung hilirisasi timah nasional.

5.7 Penutup
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki cadangan timah
terbesar di dunia. Letak geografis Indonesia di jalur timah asia, membuat
Indonesia sangat diuntungkan untuk mengembangkan produk hulu maupun
hilir timah. Sayangnya, produk timah Indonesia yang masih diunggulkan untuk
ekspor dan berdaya saing adalah timah jenis timah murni batangan semata.
Masih banyak produk turunan timah yang memiliki tingkat competitiveness
rendah. Hilirisasi produk timah sejatinya menjadi prioritas pemerintah
Indonesia agar produk timah mendapatkan nilai tambah (value added) yang
besar.
Cita-cita para pelaku usaha timah untuk mengembangkan bahkan untuk
ekspansi produk hilir timah ke luar negeri masih kesulitan karena dibebani oleh
biaya, aturan dan regulasi yang berlaku. Salah satunya adalah biaya Laporan
Surveyor, yang diwajibkan dalam Permendag No. 33 Tahun 2015. Peraturan
yang awalnya dibentuk untuk mengendalikan ekspor timah Indonesia sehingga
dapat ikut mendongkrak harga timah dunia, dinilai menambah beban para
pelaku usaha. Tata niaga perdagangan yang mengatur jenis, ukuran, hingga
bentuk timah yang diperbolehkan untuk diekspor, semakin membatasi pelaku
usaha untuk melakukan ekspor. Sementara, penyerapan timah dalam negeri
sangat sedikit dibandingkan kebutuhan dunia.

91
Ridho Meyrandoyo Hastjarjo

Sebagai tindak lanjut, ada baiknya biaya untuk memperoleh LS yang


diwajibkan dalam Permendag No.33 Tahun 2015 dikaji ulang sebagai
upaya untuk mendukung hilirisasi produk timah, serta meningkatkan surplus
perdagangan Indonesia melalui ekspor timah yang sustainable. Berbagai
hambatan mulai dari regulasi hingga kegiatan ekspor timah ilegal perlu segera
diselesaikan, agar niat pemerintah untuk mempengaruhi harga timah dunia
dapat segera terwujud.

DAFTAR PUSTAKA
Antaranews.com. (2007). “Kendala Bahan Baku Paksa Singapura Revisi
Target ProduksiTimah”. Diakses pada 17 Februari 2016 dari http://
www.antaranews.com/berita/79178/kendala-bahan-baku-paksa-
singapura-revisi-target-produksi-timah.
Beritasatu.com. (2015). “Industri Smelter Butuh Tax Holiday”. Diakses tanggal
12 Februari 2016 dari http://www.beritasatu.com/ekonomi/326424-
industri-smelter-butuh-tax-holiday.html.
BPPKP. (2014). “Analisis Dampak Kebijakan Ekspor Timah Terhadap Kinerja
Timah Indonesia”.Laporan Penelitian dari Badan Pengkajian dan
Pengembangan Kebijakan Perdaagangan (BPPKP), Kementerian
Perdagangan.
BPPKP. (2015). “Pemetaan Produk Timah Terkait Unsur Komersial Maupun
Unsur Teknis”.Laporan Penelitian dari Badan Pengkajian dan
Pengembangan Kebijakan Perdaagangan (BPPKP), Kementerian
Perdagangan.
BPS. (2016). “Realisasi Ekspor Impor Timah Indonesia ke Dunia”. Laporan
Statistik, BPS Jakarta.
Detik Finance. (2014). “RI Jadi Eksportir Timah Terbesar Kalahkan Tiongkok”.
Diakses tanggal 16 Februari 2016 dari http://finance.detik.com/re
ad/2014/10/17/122450/2721668/4/ri-jadi-eksportir-timah-terbesar-
kalahkan-tiongkok.
Dwiarto, D. 2014. “Potensi dan Tantangan Pertambangan di Indonesia”.
Makalah Ilmiah, Asosiasi Pertambangan Indonesia.
Indonesia Corruption Watch (ICW). (2014). “Membongkar Mafia Ekspor
Timah Ilegal Indonesia”.Kajian Ekspor Timah Ilegal ICW. Indonesia
Corruption Watch, 2 Mei 2014. Jakarta.

92
Perdagangan Timah di Luar Negeri

Jawapos.com. (2016). “4 Ton Timah Ilegal gagal Masuk Singapura, 2 Warga


Bangka Tersangka”. Diakses tanggal 27 April 2016 dari http://www.
jawapos.com/read/2016/03/19/21454/4-ton-timah-ilegal-gagal-
masuk-singapura-2-warga-bangka-tersangka.
Kontan.co.id. (2014). “Harga Timah BKDI Memicu Polemik”. Diakses tanggal
9 Mei 2016 dari http://investasi.kontan.co.id/news/harga-timah-bkdi-
memicu-polemik.
Manfaat.co.id. (2015). “Manfaat Timah Dalam Kehidupan Sehari Hari”.
Diakses tanggal 8 April 2016 dari http://manfaat.co.id/22-manfaat-
timah-dalam-kehidupan-sehari-hari.
Mongabay.co.id. (2016). “Nasib Keindahan Puau Bangka Belitung Kala
Tertimpa “Kutukan” Timah”. Diakses tanggal 15 Februari 2016 dari
http://www.mongabay.co.id/tag/timah/.
Neraca.co.id. (2016). Pendapatan PT Timah Terkoreksi 8,5% Harga Timah
Anjlok. Diakses tanggal 19 April 2016 dari http://www.neraca.co.id/
article/66529/pendapatan-pt-timah-terkoreksi-85-harga-timah-
anjlok.
Okezone.com. (2015). “Tak Punya Tambang Malaysia & Singapura Malah
Ekspor Timah”. Diakses tanggal 12 Februari 2016 dari http://
economy.okezone.com/read/2015/06/26/320/1171914/tak-punya-
tambang-malaysia-singapura-malah-ekspor-timah.
PT Timah (Persero) Tbk. (2011).“Go Offshore, Go Deeper”. Laporan Tahunan
PT Timah Tahun 2011. PT Timah (persero) Tbk. Jakarta.
Roddy, Peter. (1995). “The International Tin Trade”. Woodhead Publishing
Limited, Cambridge England.
Schwartz, M. O. dan Rajah, S.S. (1995). “Southeast Asian Tin Belt”. Earth
Science Reviews, Volume 38, Issue 2, p. 95-293.
Sindonews.com. (2015). “Ini Instruksi Jokowi Berantas Tambang Ilegal”.
Diakses tanggal 17 Februari 2016 dari http://ekbis.sindonews.com/
read/1016989/34/ini-instruksi-jokowi-berantas-tambang-timah-
ilegal-1435242646.
Trade Map. (2016). Data Ekspor Impor Timah Indonesia Periode 2005-2014.
Diakses tanggal 16 Februari dari http://www.Trade Map.org.
Tribunnews.com. (2015). “Harga Anjlok Dua Smelter Timah Bertahan”.
Diakses tanggal 7 Maret 2016 dari http://belitung.tribunnews.
com/2015/07/14/harga-anjlok-dua-smelter-timah-bertahan.

93
Ridho Meyrandoyo Hastjarjo

Tribunnews.com. (2016). “Modus Ekspor Arang Ternyata PT. WPS Bawa Pasir
Timah Ilegal Asal Bangka”. Diakses tanggal 27 April 2016 dari http://
bangka.tribunnews.com/2016/04/12/modus-ekspor-arang-ternyata-
pt-wps-bawa-pasir-timah-ilegal-asal-bangka.
World Bank. (2015). “Commodity Price Data”. Diakses tanggal 16 Februari
dari http://data.worldbank.org/data-catalog/commodity-price-data.

94
Prospek Pasar dan Perdagangan Timah: Peluang dan Tantangan

BAB VI
PROSPEK PASAR DAN PERDAGANGAN TIMAH:
PELUANG DAN TANTANGAN
Kumara Jati

6.1 Pendahuluan
Komoditas timah di Indonesia sudah mendunia sejak abad ke tujuh
di zaman kejayaan Kerajaan Sriwijaya (Bappebti, 2013). Hingga saat ini,
timah merupakan salah satu produk potensial pertambangan dan ekspor di
Indonesia. Adanya peningkatan permintaan atas produk timah dan olahannya
di pasar domestik maupun internasional menjadikan timah sebagai komoditas
yang bernilai ekonomis tinggi dan bisa diandalkan sebagai komoditas ekspor
unggulan.
Disamping kondisi pasar yang bersifat dinamis, ada beberapa tantangan
yang didapat oleh pebisnis komoditas timah. Tantangan utamanya yaitu relatif
rendahnya kualitas timah yang ditambang dan diolah di Indonesia sehingga
sulit untuk memenuhi ketentuan negara tujuan ekspor. Tantangan lain adalah
masalah pertambangan, pemberian nilai tambah, relatif sulitnya mendapat
bahan baku, dan permintaan industri dalam negeri yang masih rendah.
Semakin berkurangnya cadangan timah di Indonesia merupakan
salah satu konsekuensi dari eksploitasi tambang timah yang berlebihan
berakibat pada produksi timah yang berkelanjutan sulit untuk dicapai. Dalam
mengatasi hal ini, pemerintah pusat, pemerintah daerah, penambang serta
pengusaha timah dapat berkoordinasi dan berupaya menyusun rancangan
dan perencanaan yang matang dalam rangka mengelola komoditas timah
sehingga dapat memberikan pasokan bahan baku kepada industri dalam
negeri dan tetap dapat meraih serta mempertahankan pangsa pasar timah
di luar negeri.
Bagian ini membahas tentang prospek perdagangan dalam negeri dan
prospek perdagangan luar negeri yang terdiri dari prospek produksi, konsumsi,
tantangan, peluang serta strategi komoditas timah. Pembahasan mengenai
prospek timah di masa depan akan sangat penting untuk memprediksi potensi
yang bisa dikembangkan oleh stakeholder supaya bisa berguna bagi bangsa
dan negara.

95
Kumara Jati

6.2 Prospek Perdagangan Timah Dalam Negeri


6.2.1 Produksi Timah di Dalam Negeri
Perkembangan produksi timah di Indonesia relatif menurun dari tahun
2002 ke tahun 2012 lalu meningkat drastis di tahun 2013, tetapi turun lagi di
tahun 2014. Tren penurunan produksi dari tahun 2002 ke 2014 hanya sebesar
2,31%, penurunan lebih besar terjadi dari tahun 2002 ke 2012 sebesar
7,61%, dan penurunan produksi terbesar terjadi tahun 2013 ke 2014 sebesar
11,76%. Kondisi produksi timah tahun 2013 dan tahun 2014 relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan tahun sebelumnya seiring dengan peningkatan harga
timah dunia. Apabila harga timah dunia tinggi maka ada insentif bagi produksi
timah dunia untuk meningkat karena mayoritas produksi timah Indonesia
merupakan produk ekspor.
Tren produksi timah di Indonesia dari tahun 2002 sampai dengan tahun
2014 menunjukkan penurunan sebesar 0,02%. Dengan angka ini maka bisa
diprediksi produksi timah di Indonesia pada tahun 2015-2020 diperkirakan
akan menurun berturut-turut menjadi sebesar 82.062 metrik ton, 80.169
metrik ton, 78.319 metrik ton, 76.512 metrik ton, 74.747 metrik ton, dan
73.022 metrik ton. Meskipun demikian, ternyata tren perkembangan harga
timah dunia dalam periode 2002-2014 menunjukkan tren yang meningkat.
Prediksi harga timah dunia pada tahun 2017 akan meningkat berdasarkan
prediksi Bank Dunia dan EIU Economic and Commodity Forecast (2015).
Apabila regulasi, penegakan hukum, pelaku usaha, konsumsi timah dalam
negeri naik dan permintaan timah dunia meningkat maka bisa saja prediksi
produksi timah hingga tahun 2020 yang menurun ternyata dapat meningkat
seiring dengan peningkatan harga timah dunia.

96
Prospek Pasar dan Perdagangan Timah: Peluang dan Tantangan

Ton
100.000 Produksi Timah 30.000
95.200 USD/Ton
Indonesia
90.000 26.051 82.062
Harga Timah 80.169
78.319
25.000
80.000 Dunia (RHS) 76.512
74.747 73.022

70.000
20.000

60.000

50.000 15.000

40.000
10.000
30.000

20.000
5.000

10.000

- -
02

03

04

05

06

07

08

09

10

11

12

13

14

20 f

20 f

20 f
f
15

16

17

18

19

20
20
20

20

20

20

20

20

20

20

20

20

20

20
20

20

20

Gambar 6.1 Produksi Timah Indonesia, 2002-2014 dan Prediksi


Produksi Timah tahun 2015-2020 dibandingkan harga
Timah Dunia.

Sumber: USGS (2014) dan LME (2015), diolah

6.2.2 Strategi Mengatasi Hambatan Sekaligus Meraih Peluang


Berdasarkan beberapa peraturan seperti UU No.4 tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara, Permen ESDM No.8 tahun 2015
tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan
Pemurnian Mineral di Dalam Negeri, serta Permendag No.33 Tahun 2015
tentang Perubahan atas Permendag No.44 Tahun 2014 tentang Ketentuan
Ekspor Timah terlihat bahwa rencana jangka panjang pemerintah yaitu ingin
memberikan nilai tambah terhadap timah yang diekspor dan membangun
industri hilir timah. Ada beberapa hambatan dalam mensukseskan rencana
besar pemerintah ini diantaranya yaitu: belum siapnya teknologi dan
infrastruktur di dalam negeri, investasi yang dibutuhkan untuk membangun
industri hilir timah cukup besar, dan proporsi ekspor timah terhadap PDRB
Propinsi Bangka Belitung cukup tinggi yaitu 49% (BPS, 2015). Hambatan ini
sebenarnya apabila dapat ditangkap oleh pelaku usaha serta investor dalam
atau luar negeri bisa menjadi peluang dan prospek bisnis yang luar biasa.

97
Kumara Jati

6.3 Prospek Perdagangan Luar Negeri


Harga timah internasional yang terbentuk merupakan hasil interaksi
dari penawaran dan permintaan timah. Harga ini dipengaruhi oleh jumlah
timah yang ditransaksikan. Dari posisi pembeli/demand, semakin banyak
timah yang ingin dibeli maka dapat meningkatkan harga timah. Sementara
dari sisi penjual/supply, semakin banyak timah yang ingin dijual maka dapat
menurunkan harga timah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sisi supply komoditas timah relatif
sulit untuk dikendalikan. Ada banyak penelitian yang sudah dilakukan tentang
faktor yang mempengaruhi pembentukan harga komoditas timah, yaitu:
permintaan timah, penawaran timah, kondisi ekonomi dunia, persediaan
timah dan industri timah di Indonesia (Adeyanju, 2014).

USD/Ton
32.347

30.000

25.000

20.000

15.000
14.745

10.000

5.000

0
Nov-85
Oct-86
Sep-87
Aug-88
Jul-89
Jun-90
May-91
Apr-92
Mar-93
Feb-94
Jan-95
Dec-95
Nov-96
Oct-97
Sep-98
Aug-99
Jul-00
Jun-01
May-02
Apr-03
Mar-04
Feb-05
Jan-06
Dec-06
Nov-07
Oct-08
Sep-09
Aug-10
Jul-11
Jun-12
May-13
Apr-14
Mar-15

Gambar 6.2 Harga Timah Internasional, 1985-2015 (MTon).

Sumber: World Bank (2015)

Berdasarkan penelitian dari Shanghai Futures Exchange (SHFE, 2014),


ada lima faktor utama yang mempengaruhi harga timah, yaitu: hubungan
pasokan dan permintaan, perkembangan ekonomi domestik dan global,
kebijakan impor dan ekspor, biaya produksi dan nilai tukar. Penelitian ini bisa
menjelaskan secara sederhana apa yang menyebabkan harga timah seperti
Gambar 6.2. Pada tahun 2008, terdapat kasus krisis finansial global sehingga
pertumbuhan ekonomi dunia menurun. Turunnya pertumbuhan ekonomi ini

98
Prospek Pasar dan Perdagangan Timah: Peluang dan Tantangan

menyebabkan daya beli dan permintaan akan timah menurun sehingga harga
timah juga turun pada tahun 2008. Hal yang sama terjadi pada tahun 2015,
dimana perekonomian dunia melambat sehingga menyebabkan permintaan
industri yang biasa membeli timah berkurang sehingga harga timah di tahun
2015 cenderung menurun.

Tabel 6.1 Harga Timah dan Minyak Mentah Internasional serta


Prediksinya, 2012-2019

Perub. Tren

Harga 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 ‘19/’15 (%)

(%)

Timah 19,2 20,2 19,8 14,6 15,2 17,0 18,0 17,8 21,9 -0,02
(000 USD/MTon)

Minyak Mentah 105 104,1 96,2 50,8 29,9 35,8 39,7 43,1 -15,2 -0,16
(USD/barrel)

Sumber: Prediksi harga timah dari EIU (2015) dan prediksi harga minyak
dari Commodity Price Forecasts IMF (2016), diolah

Harga timah internasional selama kurun waktu 2012-2015 sebesar


rata-rata USD 18.450/MTon. Berdasarkan prediksi Economist Intelligence
Unit and Commodity Forecast (EIU, 2015) harga timah internasional rata-
rata untuk tahun 2016-2019 akan turun menjadi USD 17.000/MTon. Dengan
demikian secara rata-rata harga timah internasional antara tahun 2012-2019
akan menjadi USD 17.725/MTon.
Prediksi harga timah ini sebenarnya memberikan secercah harapan
karena harga timah pada tahun 2015 sebesar USD 14.600/MTon merupakan
yang terendah sejak tahun 2009 dimana harga timah hanya USD 13.573/MTon.
Pada tahun 2016, diharapkan harga timah akan mencapai USD 15.200/MTon
atau diperkirakan akan terjadi kenaikan sebesar 4,1% dibandingkan tahun
2015. Peningkatan harga timah juga diperkirakan terjadi pada tahun 2017
dan 2018. Namun pada tahun 2019 diperkirakan harga timah akan turun 1,1%
menjadi USD 17.800/MTon dibandingkan 2018. Apabila dilihat dalam kurun
waktu 8 tahun dari 2012-2019, terjadi tren penurunan harga timah sebesar
0,02. Hal yang hampir sama terjadi pada harga minyak mentah, dimana
dalam kurun waktu 8 tahun juga terjadi tren penurunan harga sebesar 0,16.

99
Kumara Jati

Tabel 6.2 Prediksi Harga Internasional Timah dan Komoditas Logam


Lain, 2016-2023 (ribu USD/metrik ton)

Perub. Tren

Harga 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 ‘23/’16 (%)

(%)
Timah 18,8 19,2 19,6 20,1 20,5 21,0 21,5 21,9 16,5 0,02
Nikel 14,5 14,8 15,2 15,6 15,9 16,3 16,7 17,1 17,9 0,02
Tembaga 5,9 6 6,1 6,2 6,3 6,4 6,5 6,6 11,9 0,02
Timbal 1,8 1,9 1,96 2,02 2,07 2,13 2,2 2,26 25,6 0,03
Seng 2,05 2,1 2,14 2,19 2,24 2,29 2,34 2,39 16,6 0,02

Sumber: World Bank (2015), diolah

Selain EIU (2015) dan IMF (2016), World Bank (2015) juga mengeluarkan
prediksi harga internasional timah dan komoditi logam lainnya termasuk
nikel, tembaga, timbal dan seng. Harga timah termasuk paling mahal jika
dibandingkan dengan komoditas logam lainnya (kategori bukan logam
berharga) seperti nikel, tembaga, timbal dan seng. Prediksi dari Bank Dunia
ini sedikit berbeda dengan prediksi EIU dan IMF karena tren harga timah
diperkirakan memiliki tren meningkat dari tahun 2016 sampai dengan tahun
2023.
Peningkatan harga timah selama kurun waktu 8 tahun ke depan
ternyata seiring dengan peningkatan harga komoditi logam lainnya dengan
tren relatif sama sekitar 0,02-0,03%. Prediksi harga timah dari Bank Dunia
relatif lebih tinggi (optimis) dibandingkan dengan prediksi harga timah dari
EIU dan IMF dengan perbedaan harga sekitar USD 3.600/MTon di tahun
2016, USD 2.200/MTon di tahun 2017, USD 1.600/MTon di tahun 2018, dan
USD 2.300/MTon di tahun 2019. Ekspektasi harga timah tahun 2016-2019
oleh Bank Dunia relatif lebih tinggi dari EIU dan IMF diperkirakan salah
satunya karena pertumbuhan konsumsi metal dunia dan konsumsi metal
olahan RRT memiliki tren yang terus meningkat.
Perkiraan peningkatan harga komoditas timah dari tahun 2016 ke 2023
relatif lebih rendah dibandingkan peningkatan harga timbal, nikel dan seng.
Harga timbal diharapkan naik sebesar 25,6%, harga nikel naik 17,9%, harga
seng naik 16,6% dan harga timah naik sebesar 16,5%. Apabila harga timah
tahun 2023 sebesar USD 21.900/MTon ini benar terjadi maka harga ini
merupakan yang tertinggi sejak Agustus 2014 sebesar USD 22.231/MTon.
Namun, harga timah sepanjang sejarah tetap tertinggi pada bulan April 2011
yaitu sebesar USD 32.348/MTon.

100
Prospek Pasar dan Perdagangan Timah: Peluang dan Tantangan

6.3.1 Produksi dan Konsumsi Timah di Pasar Internasional

350.000
Total: 321.956
TON Total: 296.000 Total: 304.051
Total: 282.000
Total: 294.000 Total: 291.762
300.000
Total: 279.000 Total: 284.551
Negara Negara
Lainnya Lainnya
Negara Negara Negara Negara Negara
250.000 65.100 63.300 Negara
Lainnya Lainnya Lainnya Lainnya Lainnya
Lainnya
Peru Peru 116.795 137.788 162.555 191.774
23.700 94.000 99.000
23.700
200.000
Peru Peru
Peru
84.000 18.000 15.000
12722 Peru
95.200
150.000 10790 Peru
Indonesia
Indonesia 9151 Peru
70.000 69.000
61517
Indonesia Indonesia Indonesia 54845
48897
100.000 Indonesia Indonesia 43594
RRT Indonesia
RRT
RRT
RRT RRT RRT RRT
125.000 RRT
50.000 110.000
97.000 99.000 93518 88339 83447 78826

-
2013 2014 2015f 2016f 2017f 2018f 2019f 2020f

Gambar 6.3 Produksi Negara Utama Penghasil Tambang Timah,


2013 -2020 (MTon).
Sumber: USGS (2015) dan Roskill (2015), diolah

Gambar 6.3 memperlihatkan produksi tiga negara utama penghasil


tambang timah tahun 2013-2020. Produksi timah dunia riil paling tinggi tahun
2014 sebesar 296.000 metrik ton dimana kontribusi RRT merupakan terbesar
yaitu 125.000 metrik ton atau 42,2% produksi dunia dan Indonesia diurutan
kedua yaitu 84.000 metrik ton atau 28,4%. Namun, produksi timah dunia ini
diperkirakan akan turun 5,7% menjadi hanya 279.000 metrik ton di tahun 2015
jika dibandingkan tahun 2014. Penurunan produksi timah dunia ini salah satu
penyebabnya diperkirakan terjadi karena turunnya produksi timah di RRT dan
Indonesia sebesar 22,4% dan 16,7%. Selanjutnya, seiring dengan harapan
meningkatnya pertumbuhan ekonomi dunia, maka prediksi produksi timah
dunia juga meningkat sebesar 1,1% menjadi 282.000 metrik ton di tahun
2016 jika dibandingkan tahun 2015.
Produksi timah dunia paling tinggi diperkirakan tahun 2020 sebesar
321.956 metrik ton dimana kontribusi RRT merupakan yang terbesar yaitu
78.826 metrik ton atau 42,2% produksi dunia dan Indonesia diurutan kedua
yaitu 43.594 metrik ton atau 28,4%. Data ini cukup menarik karena seiring
dengan waktu terlihat bahwa proporsi produksi timah di RRT, Indonesia

101
Kumara Jati

dan Peru turun sedangkan proporsi produksi negara lain penghasil timah
meningkat.
Jika produksi timah dunia ini dibagi berdasarkan benua maka ada 3
besar benua yang mendominasinya yaitu: Asia (83%), Amerika (14%) dan
Eropa (3%). Meskipun Eropa hanya menguasai minoritas dari produksi dunia,
tetapi bursa timah di London Exchange Market (LME) masih menentukan
harga timah dipasar internasional. Padahal Asia menguasai mayoritas dari
produksi timah dunia. Berdasarkan penelitian BPPKP (2014), harga timah di
bursa LME hari ini akan mempengaruhi harga timah di bursa BKDI keesokan
harinya atau harga timah di bursa BKDI dipengaruhi oleh harga timah di
LME kemarin.dengan Direktur Utama PT. Timah Tbk, ada optimisme bahwa
Indonesia harus bisa menjadi negara penentu harga timah internasional.
Ribu USD/MTon
400 25
Konsumsi Timah O lahan 394
(ribu ton)
Harga Timah (RHS)
390 389
386 387
384 383 20
380 378

15
370
366

360
10
353

350

5
340

330 0
2012 2013 2014 2015 2016f 2017f 2018f 2019f 2020f

Gambar 6.4 Prediksi Konsumsi Timah Olahan dan Harga Timah Dunia.

Sumber: Statista (2015) dan EIU (2015), diolah

Berdasarkan gambar 6.4 terlihat prediksi konsumsi timah olahan dunia


tertinggi terjadi pada tahun 2020 sebesar USD 394 ribu metrik ton. Rata-rata
dalam waktu 9 tahun, konsumsi timah olahan dunia sebesar USD 380.100
metrik ton. Terjadi peningkatan tren konsumsi timah olahan sebesar 0,014
dari tahun 2012-2017. Angka ini berbanding terbalik dengan tren harga timah
dunia yang turun sebesar 0,04 untuk periode waktu yang sama.
Terjadi peningkatan konsumsi timah olahan tahun 2017 sebesar 7,1%
jika dibandingkan tahun 2012. Keadaan ini berbanding terbalik dengan harga
timah dunia yang pada tahun 2017 diperkirakan turun sebesar 11,5% jika
dibandingkan dengan tahun 2012. Demikian juga terjadi peningkatan konsumsi
timah olahan pada tahun 2020 sebesar 11,7% jika dibandingkan tahun 2012.

102
Prospek Pasar dan Perdagangan Timah: Peluang dan Tantangan

Keadaan ini ternyata berbanding lurus dengan harga timah dunia yang pada
tahun 2020 diperkirakan naik sebesar 7,3% jika dibandingkan dengan tahun
2012. Secara sekilas terlihat bahwa pada tahun 2017 harga timah yang turun
akan berakibat pada konsumsi timah olahan yang meningkat, tetapi seiring
dengan perkembangan waktu ternyata pada tahun 2020 harga timah naik
lagi dan salah satu faktor penariknya diperkirakan yaitu konsumsi timah.
Konsumsi timah olahan dunia ini dapat dibagi dalam 6 sektor penggunaan
timah (ITRI, 2011) yaitu: solder (52%), pelat timah (17%), bahan kimia (15%),
kuningan dan perunggu (5%), industri kaca (2%), serta industri lainnya (10%).

6.3.2 Ekspor Timah di Pasar Dunia


Gambar 6.5 memperlihatkan enam negara utama pengekspor timah
tahun 2011-2016. Berdasarkan data terlihat bahwa ekspor timah dunia
paling tinggi terjadi tahun 2011 sebesar USD 9.294 juta dimana kontribusi
Indonesia merupakan yang terbesar yaitu USD 2.439 juta atau 26% ekspor
timah dunia dan Singapura diurutan kedua yaitu USD 1.190 juta dengan
kontribusi 13% ekspor timah dunia. Data ini sangat menarik karena
berdasarkan data US Geological Survey Mineral Resources Program
(USGS, 2014) negara Singapura tidak tercatat sebagai salah satu produsen
timah. Jadi ada indikasi bahwa Singapura hanya melakukan re-ekspor atau
ilegal ekspor dari negara lain.

Juta US$
10.000
9.294

9.000
7.924
7.655
8.000 7.528
7.061
6.631
7.000 6.066 Lainnya
5.550 Thailand
6.000
5.078
Bolivia
4.646
5.000 Peru
1.168 Malaysia
4.000
868 Singapura
847 833
3.000 1.190 751
677
Indonesia
935 780 620
1.061 567
1.006 519
2.000 955 475
873
799 731 669
2.439
2.132 2.129
1.000 1.814 1.660 1.518 1.389 1.271 1.163 1.064

-
2011 2012 2013 2014 2015f 2016f 2017f 2018f 2019f 2020f

Gambar 6.5 Perkembangan dan Proyeksi Ekspor Timah


dari Negara Utama dan Dunia, 2011-2020.
Ket: HS= timah HS 8001,8002, 8003,8007, f=forecast.
Sumber: Trade Map (2016), diolah

103
Kumara Jati

Rata-rata dalam waktu 10 tahun, ekspor timah Indonesia, Singapura dan


Malaysia berturut-turut sebesar USD 1.658 juta, USD 900 juta dan USD 480
juta. Terjadi penurunan tren ekspor untuk semua negara sebesar rata-rata
0,07% dari tahun 2011-2014. Penurunan ekspor terbesar terjadi pada negara
Thailand sebesar 0,14% dan penurunan ekspor terkecil terjadi pada negara
Bolivia sebesar 0,025%. Penurunan ekspor ini kemungkinan merupakan
salah satu implikasi dari penurunan pertumbuhan ekonomi dunia.

6.3.3 Kebijakan Pemerintah di RRT


Tambang timah di RRT terkonsentrasi di Propinsi Guangxi, Yunnan,
Hunan, Jiangxi dan Mongolia. Proses produksi smelter terdiri dari 4 langkah
utama yaitu: treatment awal timah konsentrat, smelting, refining dan treatment
ash and slag (SHFE, 2014). Sejak tahun 2012 sampai dengan 2015 serta
prediksi 2016, produksi timah yang telah diolah di RRT menunjukkan tren
yang meningkat. Peningkatan ini tidak terlepas dari stabilnya produksi
tambang timah di RRT dan kebijakan mengimpor konsentrat timah sebagai
bahan produksi dari negara lain untuk industri timah di RRT (Roskill, 2015).
Salah satu negara yang mensuplai konsentrat timah ke RRT yaitu Indonesia.
Berdasarkan penelitian Erman (2007), timah yang diproduksi di Bangka juga
diambil dan dipasarkan di Canton RRT.
Konsumsi timah di RRT sebagian besar terkonsentrasi untuk solder,
bahan kimia timah, lempengan timah, campuran timah (perunggu) serta
float glass (SHFE, 2014). Meskipun demikian permintaan timah dunia yang
tidak stabil beberapa tahun belakangan ini mempengaruhi permintaan untuk
mengolah timah di RRT (Roskill, 2015).
Jika dihubungkan dengan kebijakan timah di Indonesia, sejak diberlakukan
Permendag No.44 tahun 2014 tentang Ketentuan Ekspor Timah diperkirakan
turut mempengaruhi penurunan ekspor timah ke RRT. Berdasarkan data
Sucden (2015) terlihat bahwa ekspor timah Indonesia secara total tahun 2014
turun sekitar 17,1% jika dibandingkan tahun 2013. Hal ini merupakan salah
satu hal yang menyebabkan RRT mencari alternatif negara pengekspor timah
lainnya seperti Myanmar.

104
Prospek Pasar dan Perdagangan Timah: Peluang dan Tantangan

6.3.4 Peluang, Hambatan dan Strategi


Tabel 6.3 Peluang, Hambatan dan Strategi Perdagangan Timah

No. Peluang Hambatan Strategi


1. Terbukanya kesempatan Harga Timah Dunia Hilirisasi timah dan
melakukan hilirisasi karena dan Domestik Saat pengembangan industri
meningkatnya produksi ini Turun turunannya seperti elektronik
timah dan lampu
2. Prediksi harga timah tahun Harga timah dunia -Ekspansi usaha untuk PT
2017 akan naik mengacu pada Timah dan perusahaan lainnya.
pasar bursa LME
- Meningkatkan perdagangan
timah di BKDI sehingga dapat
menjadi acuan harga timah
internasional.
3. Pembuatan regulasi Indikasi ekspor -Pembuatan standardisasi dan
SNI timah solder untuk ilegal dari Babel Permendag terkait peningkatan
melindungi pelaku usaha/ kualitas timah solder dan
importir timah solder supaya barang lainnya dari timah.
mendapatkan kualitas timah
solder yang bagus. - Sosialisasi Permendag No 33
Tahun 2015, penegakan hukum
dan pembinaan penambangan
rakyat timah di Babel.

Sumber: Konsep Penulis (2016)

Peluang pertama dalam industri timah adalah terbukanya kesempatan


untuk melakukan hilirisasi karena meningkatnya produksi timah. Semangat
hilirisasi dan penciptaan nilai tambah produk tambang termasuk timah sudah
ada sejak pemerintah dan DPR memberlakukan UU No.4 tahun 1999 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara. Peraturan ini mengatur bahwa mineral
pertambangan di Indonesia merupakan kekayaan alam yang tidak terbarukan
yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang
banyak sehingga pengelolaannya harus dikuasai oleh negara untuk memberi
nilai tambah secara nyata bagi perekonomian. Meskipun Propinsi Bangka
Belitung merupakan daerah yang memiliki dan memproduksi timah terbesar
dibandingkan daerah lain di Indonesia, pemerintah pusat berhak mengatur
perdagangan timah ke luar negeri serta bagaimana supaya timah tersebut
memberikan manfaat lebih besar bagi rakyat Indonesia.
Peluang kedua yaitu adanya prediksi dari Bank Dunia bahwa harga timah
diperkirakan akan naik menjadi sekitar USD 19.200/MTon di tahun 2017 dan
akan terus meningkat harganya mencapai USD 21.900/MTon di tahun 2023.
Peningkatan ini seiring dengan meningkatnya perekonomian dunia dengan
salah satu indikatornya naiknya prediksi harga minyak mentah dunia. Prediksi
peningkatan harga timah ini juga perlu diantisipasi dengan pembuatan regulasi

105
Kumara Jati

seperti pajak ekspor progresif yang telah diterapkan untuk produk kelapa
sawit. Regulasi ini bisa disiapkan konsepnya dari sekarang supaya kita tidak
hanya mengekspor barang setengah jadi seperti timah murni batangan tetapi
bisa mengekspor lebih banyak lagi produk-produk turunan dari timah serta
mengurangi impor timah solder dari negara lain, khususnya dari RRT.
Adanya usulan dari Asosiasi Solder Indonesia untuk membatasi impor
timah solder dari timah perlu ditanggapi serius oleh pemerintah. Apabila
secara terus-menerus Indonesia harus ekspor timah murni batangan saja dan
mengimpor timah solder dari negara lain maka yang menerima value added
hanya negara lain. Alasan industri manufaktur mengimpor timah solder dari
negara lain adalah harga yang lebih murah, tetapi hal ini dapat disikapi dengan
membuat industri solder dalam negeri menjadi lebih efisien. Pemerintah juga
perlu mempertimbangkan pembuatan regulasi terkait SNI timah solder atau
standardisasi solder sehingga pelaku usaha dan konsumen mendapatkan
kualitas timah solder yang bagus.
Hambatan pertama yang terjadi terkait industri timah saat ini yaitu harga
timah domestik dan dunia yang sedang turun. Penurunan harga timah ini terjadi
di tahun 2015 sebesar 27,7% menjadi USD 14.600/MTon dari sebelumnya
sebesar USD 20.200/MTon di tahun 2013. Pelaku usaha yang memiliki modal
besar seperti PT. Timah Tbk dapat menerapkan strategi peningkatan stok
pada waktu harga rendah dan menjual lagi pada saat harga sudah bagus.
Selain itu pelaku usaha juga bisa memberikan nilai tambah pada timah murni
batangan dengan cara mengolahnya lagi menjadi timah solder sehingga
harganya dapat meningkat.
Hambatan yang kedua yaitu harga timah dunia mengacu pada pasar
bursa LME di London dan bukan mengacu pada PT. BKDI yang menjadi
pedagang bursa timah di Indonesia. Hal ini dimungkinkan terjadi karena
timah diperdagangkan di PT. BKDI baru mulai tahun 2013 sedangkan LME
didirikan tahun 1877 dan sudah berumur 139 tahun. Jadi sistem perdagangan,
manajerial, fasilitas, data dan informasi relatif lebih lengkap dibandingkan
dengan bursa timah yang relatif baru berdiri. Meskipun demikian, pelaku timah
di Indonesia yang menguasai pangsa pasar dunia sekitar 80% ikut berperan
menentukan harga timah dunia.
Hambatan yang ketiga yaitu indikasi ekspor ilegal timah dari Babel ke
negara tetangga Indonesia seperti Malaysia, Thailand dan Singapura. Perlu
adanya sosialisasi peraturan perundang-undangan yang berlaku terutama
Permendag No. 33 tahun 2015. Kalau memang sudah disosialisasikan tetap
melakukan pelanggaran dan mengirim timah ke luar negeri secara ilegal
maka perlu penegakan hukum supaya jera. Selain itu juga perlu adanya
pembinaan bagi penambang rakyat timah di Babel dalam hal pelatihan dan

106
Prospek Pasar dan Perdagangan Timah: Peluang dan Tantangan

pendidikan bekerja sama dengan PT. Timah Tbk supaya penambang rakyat
ini bisa menjual timahnya kepada perusahaan di Indonesia untuk diperjual-
belikan secara resmi melalui BKDI.

6.4 Indikasi Ekspor Timah Ilegal
Berdasarkan penelitian BPPKP (2014), Propinsi Bangka Belitung
merupakan tempat yang mampu memproduksi timah Indonesia sebesar
68,5% dari industri smelter. Namun di propinsi ini juga terdapat masalah
ekspor timah ilegal. Dari penelitian Kementerian ESDM (2013), perdagangan
timah dari Bangka Belitung ke luar negeri yang tidak tercatat di Bea Cukai
ini semakin meresahkan. Ada sejumlah royalti dari ekspor timah sebesar
3% yang seharusnya dibayarkan oleh pelaku usaha kepada negara menjadi
hilang. Selain itu ada juga kerugian negara dari kewajiban pembayaran pajak
perusahaan menjadi tidak dibayarkan (ICW, 2014).
Kondisi geografis Propinsi Bangka Belitung yang strategis bisa menjadi
peluang dalam perdagangan timah tetapi juga bisa menjadi tantangan
untuk mencegah ekspor timah ilegal. Relatif dekatnya jarak antara Bangka
Belitung dengan negara Singapura dan Penang di Malaysia membuat
aktifitas perdagangan timah ilegal semakin mudah terjadi. Kondisi Propinsi
Bangka Belitung dengan Propinsi Kepulauan Riau yang terdiri dari ribuan
pulau kecil semakin mempersulit patroli pengawasan laut untuk menangkap
penyelundupan timah yang terjadi. Biasanya penyelundupan ini memanfaatkan
pulau-pulau kecil di Kepri seperti Pulau Lingga sebelum berangkat ke negara
Singapura atau Malaysia (Erman, 2007).

Tabel 6.4 Perbandingan Data Ekspor Timah di BPS dan BKDI (MTon)
Timah Selisih Timah
Ekspor
Periode Diperdagangkan diekspor dan
Timah
di BKDI di BKDI
Januari-Desember 2014 81.489 56.865 24.624
Januari-Oktober 2015 66.480 59.305 7.175

Sumber: Bappebti (2016) dan BPS (2016), diolah

Berdasarkan Tabel 6.4 terlihat bahwa ada perbedaan antara data


ekspor timah dengan timah yang diperdagangkan di BKDI. Ternyata pada
periode Januari-Desember 2014, terjadi perbedaan sebesar 24.624 metrik
ton ekspor timah lebih besar dibandingkan timah yang diperdagangkan di
BKDI. Padahal, mayoritas timah yang diperdagangkan di BKDI merupakan
timah untuk ekspor.

107
Kumara Jati

Tabel 6.5 Perdagangan Timah Indonesia ke Malaysia dan Thailand


Tren
Perdagangan Timah
(ribu USD)
2011 2012 2013 2014 ‘11-’14(%) 2015f 2016f
Malaysia Impor dari
Indonesia 572.190 365.433 268.056 277.630 (0,2) 277.020 276.412
Indonesia Ekspor ke
Malaysia 242.853 265.537 178.176 69.862 (0,3) 69.625 69.389
Selisih Indonesia &
Malaysia 329.337 99.896 89.880 207.768 (0,1) 207.481 207.194
Thailand Impor dari
Indonesia 565.339 452.476 422.120 236.526 (0,2) 235.969 235.414
Indonesia Ekspor ke
Thailand 7.953 9.504 52.171 4.784 0,02 4.785 4.786
Selisih Indonesia &
Thailand 557.386 442.972 369.949 231.742 (0,2) 231.174 230.607
Jumlah Selisih
Perdagangan 886.723 542.868 459.829 439.510 (0,2) 438.617 437.726

Ket: untuk timah HS 8001,8002, 8003,8007,f=forecast


Sumber: Trade Map (2016), diolah

Tabel 6.5 menunjukkan perdagangan timah Indonesia ke negara


Malaysia dan Thailand dari tahun 2011-2014 serta prediksi tahun 2015
dan 2016. Berdasarkan data Trade Map (2016) tersebut terlihat ada selisih
antara data impor timah Malaysia dari Indonesia dengan data ekspor timah
Indonesia ke Malaysia di tahun 2011-2014 sebesar USD 726.881.000. Selain
itu juga terdapat selisih antara data impor timah Thailand dari Indonesia
dengan data ekspor timah Indonesia ke Thailand di tahun 2011-2014 sebesar
USD 1.602.049.000. Jadi apabila dijumlahkan maka terlihat bahwa data
perdagangan timah Indonesia ke Malaysia dan Thailand dari Trade Map di
tahun 2011-2014 terdapat selisih sebesar USD 2.328.930.000. Angka ini
diduga merupakan indikasi dari ekspor timah ilegal.
Apabila data perhitungan dari Trade Map ini dibandingkan dengan
penelitian dari Indonesia Corruption Watch (2014) maka menunjukkan angka
yang mendekati sama. Di tahun 2011-2013, terdapat data indikasi ekspor
timah ilegal berturut-turut sebesar 36.456, 46.971, 18.341 metrik ton timah.
Dari perhitungan data Trade Map (2016), maka terdapat indikasi ekspor ilegal
timah di tahun 2011-2014 berturut-turut sebesar 36.000 metrik ton, 27.000
metrik ton, 21.000 metrik ton dan 20.000 metrik ton (dengan asumsi harga
timah di tahun 2011 sebesar USD 24.680/MTon, tahun 2012 sebesar USD
20.263/MTon, tahun 2013 sebesar USD 22.159/MTon). Jadi apabila data
Trade Map ini disandingkan dengan temuan ICW maka hasil yang didapat
ada persamaan temuan yaitu pada tahun 2011 dengan jumlah indikasi ekspor
ilegal sebesar 36.000 metrik ton timah.

108
Prospek Pasar dan Perdagangan Timah: Peluang dan Tantangan

Secara umum perdagangan timah dari Indonesia ke negara Malaysia


dan Thailand menunjukkan tren penurunan antara 0,1-0,3%, kecuali
data ekspor timah Indonesia ke Thailand menunjukkan tren peningkatan
sebesar 0,02%. Anomali peningkatan data ekspor Indonesia ke Thailand
ini terutama diakibatkan peningkatan ekspor timah di tahun 2013 sebesar
450% dibandingkan tahun 2012, meskipun data ini tidak berlangsung lama
karena pada tahun 2014 ekspor timah turun lagi sebesar 91% dibandingkan
2013. Salah satu penyebab turunnya ekspor timah dari Indonesia yaitu
diberlakukannya Permendag No.44 tahun 2014 yang telah diubah menjadi
Permendag No.33 tahun 2015 tentang ketentuan ekspor timah yang mengatur
tentang pemenuhan kebutuhan bahan baku timah untuk industri dalam negeri
serta peningkatan nilai tambah timah.

6.5 Hubungan Harga Timah dengan Harga Komoditi Minyak Mentah


dan Emas
Gambar 6.6 terlihat bahwa harga minyak di tahun 1980 menyentuh puncak
harga tertinggi pada waktu itu. Peneliti memprediksi bahwa peningkatan harga
ini akan terus terjadi seiring dengan peningkatan permintaan dan berkurangnya
cadangan sumber daya alam. Sebaliknya, ada grup ekonom yang berargumen
bahwa dalam jangka panjang, teknologi dapat meningkatkan pasokan dengan
mengeksploitasi sumber daya alam yang tidak dapat diakses sebelumnya,
maka harga komoditas akan jatuh (ATKearney, 2015). Para ekonom ini
ternyata benar karena pada tahun 1990an, beberapa harga komoditas seperti
timah turun cukup signifikan. Siklus yang menyerupai juga terjadi pada tahun
2008-2009 dimana harga tiga komoditas ini bergerak naik lalu kemudian
turun lagi. Begitu juga tahun 2014-2015 terjadi siklus harga komoditas naik
kemudian turun lagi. Ada yang menyebut siklus ini sebagai commodity super
cycle. Ada beberapa penjelasan mengenai konsep commodity super cycle ini,
yaitu (Heap, 2005):
(1) Menurut Alan Heap dari Citigroup bahwa super cycle disebabkan oleh
pertumbuhan ekonomi yang intensif di RRT.
(2) Super cycle adalah peningkatan tren jangka panjang (selama satu
dekade) dari harga komoditi riil yang disebabkan oleh urbanisasi dan
industrialisasi dari perekonomian.
(3) Super cycle disebabkan oleh tarikan permintaan.
(4) Ada dua super cycle dalam 150 tahun terakhir yaitu akhir tahun 1800-
awal 1990an yang disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi di Amerika
Serikat, serta dari tahun 1945-1975 sebagai akibat dari rekonstruksi
pasca perang di Eropa dan karena kebangkitan ekonomi Jepang.
Berdasarkan penelitian Erten dan Ocampo (2012), penting untuk

109
Kumara Jati

mempelajari super-cycles dari harga komoditas karena sangat menentukan


kebijakan pemerintah dan pelaku usaha dalam membuat keputusan produksi,
diantaranya: (1) Tren dari harga komoditas telah dipertimbangkan sejak
waktu yang lama sebagai salah satu isu sentral mengambil kebijakan negara
berkembang yang tergantung pada komoditas (seperti di Indonesia), (2)
Keputusan untuk meningkatkan kapasitas produksi dengan investasi modal
baru juga sangat berpengaruh pada harga saat ini dibandingkan dengan
ekspektasi tren harga dimasa yang akan datang. Bahkan diperlukan waktu
sampai 20 tahun bagi investasi baru untuk berhasil dan menghasilkan realisasi
pendapatan (Davis dan Samis, 2006).
Arah penelitian terbaru mengenai super cycle memberikan sudut pandang
yang berbeda. Baffes, dkk (2015) menyebutkan bahwa ada sinyal super cycle
telah berakhir karena turunnya harga minyak mentah secara tajam di tengah
tahun kedua 2014 setelah harga minyak mentah stabil selama 4 tahun di
atas USD105 per barel. Implikasi dari turunnya harga minyak mentah ini yaitu
biaya input turun sehingga harga komoditas lain termasuk timah juga turun.

2.000 140
Emas (USD/troy ounce)
1.800
120
Timah (Ribu USD/ton, RHS)
1.600

1.400 Minyak Mentah (USD/barrel, RHS) 100

1.200
80
1.000
60
800

600 40

400
20
200

- -
1960M01
1961M08
1963M03
1964M10
1966M05
1967M12
1969M07
1971M02
1972M09
1974M04
1975M11
1977M06
1979M01
1980M08
1982M03
1983M10
1985M05
1986M12
1988M07
1990M02
1991M09
1993M04
1994M11
1996M06
1998M01
1999M08
2001M03
2002M10
2004M05
2005M12
2007M07
2009M02
2010M09
2012M04
2013M11
2015M06

Gambar 6.6 Harga Timah, Emas dan Harga Minyak Mentah Dunia.
Sumber: World Bank (2016), diolah

Berdasarkan penelitian Harvey (2007), komoditas emas dan


komoditas metal (termasuk timah) terindikasi memiliki hubungan jangka
panjang meskipun sepertinya hubungan ini akan lebih lemah dibandingkan
hubungan minyak mentah dan emas. Pada saat fase ekspansi siklus
bisnis, ada peningkatan harga timah dan minyak mentah karena naiknya
permintaan keduanya. Meskipun demikian, harga minyak mentah yang

110
Prospek Pasar dan Perdagangan Timah: Peluang dan Tantangan

terlalu tinggi juga bisa mengakibatkan aktivitas ekonomi terhambat


sehingga mengakibatkan resesi. Arah dari naik atau turunnya harga
komoditas energi dan metal sulit diprediksi (Canuto, 2014). Berdasarkan
penjabaran diatas maka terlihat bahwa harga timah selain dipengaruhi
oleh keadaan ekonomi global, juga dipengaruhi oleh harga komoditas
lainnya seperti harga minyak mentah dan emas.

6.6 Penutup
Prediksi produksi timah di Indonesia akan relatif menurun dari tahun
2015 sampai dengan tahun 2017 dikarenakan masih rendahnya permintaan
timah di dalam negeri dan luar negeri. Banyak potensi penggunaan timah
di dalam negeri yang masih dapat dikembangkan termasuk dalam industri
otomotif karena pertumbuhan permintaan timah dalam negeri sangat pesat
seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Prediksi harga timah dunia pada tahun 2017 yang akan meningkat
berdasarkan prediksi Bank Dunia dan Economic and Commodity Forecast
EIU (2015) dapat memberikan harapan bagi pelaku usaha di bidang
pertambangan, industri serta perdagangan timah. Diperkirakan setelah tahun
2017 adanya peningkatan permintaan timah karena pulihnya pertumbuhan
ekonomi dunia setelah mengalami penurunan growth. Naiknya demand ini
merupakan salah satu faktor yang membuat prediksi harga timah 2017-2020
akan meningkat dibandingkan dengan tahun 2015-2016.
RRT merupakan negara penting dalam industri timah dunia. Negara ini
memproduksi 125.000 metrik ton timah atau 42,2% produksi dunia sedangkan
Indonesia ada di nomor kedua dengan 84.000 metrik ton atau 28,4%. Meskipun
demikian, ternyata RRT bukan merupakan salah satu negara pengekspor
timah terbesar. Strategi industrialisasi timah di RRT telah berjalan dengan
relatif lancar dimana sejak tahun 2012 sampai dengan 2016, produksi timah
yang telah diolah di RRT menunjukkan tren yang meningkat.
Ada tiga hambatan dan tiga peluang yang bisa dirangkum dalam industri
timah di Indonesia. Hambatan yang perlu diatasi yaitu: (1) Rendahnya harga
timah dunia dan domestik, (2) Harga timah dunia mengacu pada pasar bursa
LME dan bukan pada BKDI, (3) Adanya indikasi ekspor ilegal dari Babel.
Selain itu peluang yang perlu ditangkap oleh pemerintah dan pelaku usaha
terkait timah yaitu: (1) Terbukanya kesempatan melakukan hilirisasi karena
meningkatnya produksi timah, (2) Prediksi harga timah tahun 2017 akan naik,
dan (3) Pembuatan regulasi SNI timah solder untuk melindungi pelaku usaha/
importir supaya mendapatkan barang yang berkualitas.

111
Kumara Jati

DAFTAR PUSTAKA:
Adeyanju, Craig. (2014). “The Top Factors that Move the Price of Tin”. Laporan
dari futuresknowledge, diakses pada 18 Februari 2016 dari http://
www.futuresknowledge.com/news-and-analysis/metals/the-top-
factors-that-move-the-price-of-tin/.
ATKearney. (2015). “Beware the Oil Price Super Cycle”. Laporan dari A.T.
Kearney, Global Management Consulting Firm.
Baffes, J., Kose, A., Ohnsorge, F., dan Stocker, M. (2015). “Understanding the
Plunge in Oil Prices: Sources and Implications”. Laporan penelitian
dari Global Economic Prospects Januari 2015.
Bappebti. (2012). “INATIN Acuan Harga Timah Dunia”. Bulletin Bappebti/
Mjl/131/XI/2012/Edisi Februari, Kementerian Perdagangan.
Bappebti. (2013). “Bursa Timah Rujukan Dunia”. Bulletin Bappebti/Mjl/148/
XII/2013/Edisi Juli.
Bappebti. (2014a). “Bursa Timah BKDI: Guaranted Supply & Guaranted
Quality”. Buletin Bappebti/Mjil/155/III/2014/ Edisi Maret 2014,
Kementerian Perdagangan.
Bappebti. (2014b). “Era Baru Perdagangan Timah”. Buletin Bappebti/Mjil/158/
VI/2014/ Edisi Juni 2014, Kementerian Perdagangan.
Bappebti. (2016). “Data Ekspor Timah di BKDI”. Laporan dari Bappebti,
Jakarta.
BPPKP. (2014). “Analisis Dampak Kebijakan Ekspor Timah Terhadap Kinerja
Timah Indonesia”. Laporan Penelitian Badan Pengkajian dan
Pengembangan Kebijakan Perdaagangan (BPPKP), Kementerian
Perdagangan.
BPS. (2015). “Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Bangka Belitung Triwulan
I Tahun 2015”. Berita Resmi Statistik, BPS Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung, No.34/05/19/Th.IX, 5 Mei 2015.
Canuto, Otaviano. (2014). “The Commodity Super Cycle: Is This Time
Different?”. Laporan penelitian dari World Bank, June 2014, Number
150.
Davis, Graham dan Samis, Michael. (2006). “Using Real Options to Manage
and Value Exploration”, Society of Economic Geologists Special
Publication, 12 (14): 273-294.
EIU. (2015). “Global Forecasting Service”. Report of Economist Intelligence
Unit (EIU), diakses pada 8 Maret 2016 dari http://gfs.eiu.com/Article.
aspx?articleType=cfh&commodity=Tin.

112
Prospek Pasar dan Perdagangan Timah: Peluang dan Tantangan

Erman, Erwiza. (2007). “Rethinking Legal and Ilegal Economy: A Case Study
of Tin Mining in Bangka Island”. Research Paper dari Institute of
International Studies, University of California Berkeley, USA,
diakses pada 8 Maret 2016 dari http://globetrotter.berkeley.edu/
GreenGovernance/papers/Erman2007. pdf
Erten, B., dan Ocampo, J.A. (2012). “Super-cycles of commodity prices since
the mid-nineteenth century”. DESA Working Paper No.110, ST/
ESA/2012?DWP/110, February 2012.
European Union. (2015). “Trade in Commodities Obstacles to Trade and
Ilegal Trade”. Laporan dari Directorate-General for External Policies,
Policy Department European Parlement, European Union.
Gujarati, Damodar N. (2003). Basic Econometrics: Fourth Edition International
Edition. McGraw-Hill Higher Education. Singapore. 2003.
Harvey, J. (2007). “Metals-Gold Dips as Dollar Rallies, Oil, Metals Ease”.
Laporan dari London South East, 25 Juli 2007. Diakses pada 9
April 2016 dari http://www.lse.co.uk/FinanceNews.asp?ArticleCode
=v2hftahdi039ybi&ArticleHeadline=Metals__Gold_dips_as_dollar_
rallies_oil_metals_ease
Heap, A. (2005). “RRT-the Engine of a Commodities Super Cycle”. Laporan
Penelitian Citrigroup Global Markets/Smith Barney, Sydney,
Australia.
ICW. (2014). “Membongkar Mafia Ekspor Timah Ilegal Indonesia”. Kajian
Ekspor Timah Ilegal ICW. Indonesia Corruption Watch (ICW), 2 Mei
2014. Jakarta.
IMF. (2016). “Commodity Price Forecasts”. Report from International Monetary
Fund (IMF) Primary Commodity Prices Forecasts, diakses pada 9
April 2016 dari http://www.imf.org/external/np/res/commod/index.
aspx.
ITRI. (2012). “Tin for Tomorrow: Contributing to Global Sustainable
Development”. Report of ITRI (International Tin Research Institute).
Kementerian ESDM. (2013). “Kajian Supply Demand Mineral”. Laporan
penelitian dari Pusat Data dan Teknologi Informasi, Energi dan
Sumber Daya Mineral, Kementerian ESDM.
LME. (2015). “LME Tin”. Report from London Metal Exchange, diakses pada
29 Maret 2016 dari http://www.lme.com/metals/non-ferrous/tin/.
Resources. (2013). “Indonesia Must Become Determiner of International Tin
Price” Laporan Interview dari majalah Resources, edition 09, First
Year, October 2013.

113
Kumara Jati

Roskill. (2015). “Roskill Market Outlook Reports – Tin 2015 9th Edition”.
Laporan penelitian dari Roskill.
SHFE. (2014). “Tin in RRT”. Laporan Penelitian dari Shanghai Futures
Exchange of RRT, diakses pada 10 Maret 2016 dari http://www.
shfe.com.cn/content/ni-sn-en/gitt.pdf.
Statista. (2015). “Projected Worldwide Consumption of Refined Tin from
2011 to 2017”. Report from Statista, diakses pada 29 Maret 2016
dari http://www.statista.com/statistics/241199/projected-worldwide-
consumption-of-refined-tin/.
Sucden. (2015). “Quarterly Metals Report: January 2015”. Laporan penelitian
dari Sucden Financial, diakses pada 29 Maret 2016 dari http://www.
bulliondesk.com/wp-content/uploads/2015/08/Sucden_Financial
_Quarterly_Metals_Report_July_2015.pdf.
Trademap. (2016). “Trade Statistics for International Business Development”.
Report of Trademap, diakses pada 29 Maret 2016 dari http://www.
trademap.org/Index.aspx.
USGS. (2013). “Conflict Minerals from the Democratic Republic of the the
Congo-Tin Processing Plants, a Critical Part of the Tins Supply
Chain”. Report of United States Geological Survey (USGS), diakses
pada 29 Maret 2016 dari http://pubs.usgs.gov/fs/2015/3022/
fs20153022.pdf.
USGS. (2014). “Tin Statistics and Information”. Report of Mineral Information
United States Geological Survey (USGS), diakses pada 18 Februari
2016 dari http://minerals.usgs.gov/minerals/pubs/commodity/tin/.
USGS. (2015). “Tin Statistics and Information”. Report of Mineral Information
United States Geological Survey (USGS), diakses pada 9 April 2016
dari http://minerals.usgs.gov/minerals/pubs/commodity/tin/.
World Bank. (2015). “Commodity Market Outlook: April 2015”. A World Bank
Quarterly Report, World Bank Group, diakses pada 28 Maret 2016
dari https://www.worldbank.org/content/dam/Worldbank/GEP/
GEPcommodities/GEP2015b_commodity_Apr2015.pdf.
World Bank. (2016). “Commodity Prices Data”. Report of World Bank, diakses
pada 27 Maret 2016 dari http://www.worldbank.org/en/research/
commodity-markets.

114
Produksi yang Berkelanjutan dan Hilirisasi Timah Sebuah Harapan

BAB VII
PRODUKSI YANG BERKELANJUTAN DAN
HILIRISASI TIMAH SEBUAH HARAPAN
Zamroni Salim

7.1 Pendahuluan
Sebagai bagian yang merupakan perangkai (benang merah) dari bab-
bab sebelumnya, Bab VII ini berusaha memotret beberapa isu-isu strategis
yang ada dalam industri dan perdagangan timah Indonesia. Timah merupakan
komoditas penting yang menjadi andalan ekspor Indonesia, namun sebagian
besar (94%) komoditas timah masih diekspor dalam bentuk timah batangan.
Sebagai timah batangan, komoditas ini bisa dijadikan bahan baku untuk
industri turunannya. Seperti yang telah dijelaskan dalam Bab II, timah bisa
digunakan untuk memproduksi berbagai produk turunan seperti solder,
kaleng dan lainnya. Dalam Bab III dijelaskan bahwa kegunaan timah bisa
dipakai salah satunya sebagai logam paduan (alloy), khususnya dengan
logam tembaga, baja dan juga timbal.
Lalu mengapa timah belum banyak diproses di Indonesia menjadi
produk turunan yang lebih beragam, dengan nilai tambah yang lebih besar,
sesuai dengan kebutuhan industri penggunanya? Selama ini, memang
selalu banyak alasan untuk mengatakan bahwa Indonesia belum siap untuk
mengolah. Kapan Indonesia siap untuk mengolahnya sendiri? Tidak ada yang
tahu jawabannya secara pasti. Pemerintah, sebagai pihak yang mempunyai
kewenangan mengatur dan mengeluarkan kebijakan harusnya memahami
karakteristik, tantangan dan dinamika yang ada pada industri timah.
Dilihat dari konteks lokal/regional, komoditas timah ini banyak
memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah penghasil
timah di Indonesia, terutama Propinsi Bangka Belitung. Propinsi Bangka
Belitung selama beberapa dekade, memperoleh manfaat dari keberadaaan
penambangan timah di daerahnya, namun komoditas ini nyaris tidak
memberikan nilai tambah (value added) yang lebih besar lanjutan bagi
perekonomian Bangka Belitung. Nilai tambah lanjutan yang dimaksudkan
adalah nilai tambah yang bisa diperoleh dalam proses produksi lanjutan timah
batangan.

7.2 Ironi Produksi Timah


Indonesia merupakan salah satu produsen terbesar timah dunia (bersama
dengan RRT, total nilai produksinya adalah sebesar 65% dari total produksi

115
Zamroni Salim

dunia). Indonesia sendiri menyumbang sekitar 30% yaitu sebesar 90.000


metrik ton timah dunia tahun 2014 (seperti diuraikan dalam Bab II). Namun
ada beberapa hal yang ironis, yaitu (1) sebagai pelaku utama, Indonesia
bukanlah penentu harga timah di pasar dunia, (2) sebagai negara produsen
sejak lama, Indonesia belum mampu menghidupkan sektor hilir dari produk
timah/pengolahan produk timah; hanya sekitar 6% produk timah yang dipakai
oleh industri di dalam negeri.
Dilihat dari sisi pelaku usaha yang melakukan produksi, terlihat bahwa
PT. Timah menguasai sekitar 92% dan swasta (termasuk yang berasal dari
penambangan oleh rakyat) sekitar 8% total timah Indonesia (PT. Timah,
2015). PT. Timah memang menghasilkan produk timah lain selain timah
batangan, yaitu tin alloy, tin solder dan tin chemical yang diproduksi oleh anak
perusahaan PT. Timah, namun produk utamanya adalah timah batangan yang
nilai tambahnya relatif kecil.
Keterlibatan rakyat dan swasta lainya (selain PT. Timah) juga ikut
memberikan warna tersendiri bagi industri timah di Indonesia. Aktifitas
penambangan timah oleh rakyat yang dilakukan secara konvensional,
sporadis ikut memperburuk citra industri timah, khususnya terkait dengan
perusakan lingkungan.
Tambang rakyat marak terjadi terutama setelah krisis ekonomi 1997/1998.
Keberadaan tambang rakyat memperoleh legitimasi dari pemerintah daerah
Propinsi Bangka Belitung. Sebagai kegiatan penambangan yang bersifat
tambang rumahan, maka nyaris tidak ada kontrol megenai metode/cara
penambangan, batasan daerah dan waktu penambangan. Kondisi ini tentu
menciptakan kerusakan lingkungan yang masif dan sporadis di berbagai
wilayah di Pulau Bangka Belitung. Masyarakat melihat bahwa jika secara
tidak sengaja menemukan bijih timah di dalam areal pekarangannya
(termasuk area produktif pertanian), maka secara serta merta tanah tersebut
akan langsung ditambang. Tanah produktif tersebut termasuk areal pertanian
lada, yang memang menjadi salah satu unggulan produk pertanian di Pulau
Bangka. Dalam waktu singkat tanaman lada tersebut hilang dan diganti
dengan lubang-ubang bekas tambang.
Komoditas timah ini, yang sebentar lagi diperkirakan habis jangan sampai
hanya menyisakan lubang-lubang tambang yang menunjukkan adanya
kerusakan alam yang dilakukan oleh penambang, baik penambang swasta
nasional/lokal maupun penambang rakyat. Semoga penambangan secara
masif baik oleh perusahaan PT. Timah, perusahaan swasta lainnya dan
masyarakat tidak menciptakan semacam kutukan sumber daya alam (natural
resource-curse) bagi rakyat Bangka Belitung khususnya, juga masyarakat
Indonesia pada umumnya.

116
Produksi yang Berkelanjutan dan Hilirisasi Timah Sebuah Harapan

7.3 Perdagangan Timah dan Tantangannya


Perdagangan timah di Indonesia diharuskan melalui Bursa Komoditi dan
Derivatif Indonesia (BKDI). Kebijakan tentang perdagangan timah melalui BKDI
ini dilakukan sejak Agustus 2013 yang didasarkan pada Peraturan Menteri
Perdagangan No. 32 Tahun 2013. Ada beberapa harapan dengan didirikannya
BKDI (seperti dituliskan dalam Bab IV) salah satunya adalah harapan untuk
bisa mengatasi perdagangan timah ilegal yang terjadi, khususnya bijih timah
ke beberapa negara tetangga. Harapan berikutnya adalah bahwa Indonesia
bisa menjadi penentu harga referensi timah dunia. Harapan lain, terkait
dengan perdagangan internasional, BKDI diharapkan bisa meningkatkan
harga dan daya saing timah Indonesia di pasar Internasional.
Sebenarnya, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah
menerbitkan Permendag Nomor 44 Tahun 2014 yang mengatur spesifikasi
teknis dan bentuk timah yang bisa diekspor, namun demikian kebijakan
tersebut belum mampu sepenuhnya mendukung kebijakan hilirisasi produk
timah di dalam negeri yang dicanangkan oleh pemerintah.
Menurut pengusaha pengolah produk turunan timah, tidak ada perbedaan
antara harga timah batangan yang ditetapkan oleh PT. Timah dengan harga
timah oleh BKDI, sehingga kebijakan perdagangan timah melalui BKDI belum
memberikan insentif mengingat dari segi administrasi kebijakan ini prosesnya
menjadi panjang. Belum lagi yang sering terjadi adalah harga timah di BKDI
lebih tinggi dibandingkan London Metal Exchange (LME). Harga BKDI
yang cenderung lebih mahal dibandingkan LME tentu saja mempengaruhi
daya saing industri pengolah di dalam negeri. Kendala lain adalah adanya
Permendag No. 33 Tahun 2015 terkait dengan rekomendasi ekspor dan
verifikasi/penelusuran teknis yang dilakukan oleh Surveyor pada produk
yang diperdagangkan. Menurut pengusaha, verifikasi yang dilakukan oleh
Surveyor pada bahan baku yang sudah dinyatakan Clean and Clear (CNC)
oleh PT. Timah dan BKDI tidak diperlukan lagi. Survei ini justru menambah
beban (biaya dan waktu) bagi perusahaan.
Dalam Bab V telah diuraikan bahwa pada sisi ekspor, selain masih
dominannya timah batangan sebagai komoditas ekspor, komoditas timah
juga menghadapi permasalahan yaitu perdagangan timah ilegal lintas batas.
Ekspor timah ilegal ini salah satunya berasal dari penambangan timah
ilegal dan tambang rakyat (seperti diuraikan dalam Bab V). Ekspor ilegal/
penyelundupan ini ditujukan untuk sejumlah negara tetangga termasuk
Singapura dan Malaysia (Jawapos.com, 2016; Tribunnews.com, 2016).
Timah Indonesia tahun 2014 sebagian besar (sekitar 35% dari total
ekspor Indonesia ke dunia) diekspor ke Singapura. Di sisi lain, Singapura

117
Zamroni Salim

juga mempunyai nilai ekspor yang tinggi. Singapura bukanlah negara Industri
tetapi mampu melakukan ekspor produk timah, maka bisa diduga apa yang
dilakukan oleh Singapura adalah re-ekspor timah yang diimpor dari sejumlah
negara termasuk dari Indonesia.

7.4 Hilirisasi Produk Timah di Indonesia: Sebuah Harapan


Gambar 7.1 menunjukkan bahwa hilirisasi produk timah belum berjalan
sebagaimana yang diharapkan (hilirisasi ini diulas di beberapa bab dan menjadi
isu sentral produk timah dan olahannya di Indonesia). Sangat tingginya porsi
produksi timah yang diekspor mempengaruhi produksi produk timah olahan.
Berkembang tidaknya industri pengolahan timah, secara langsung ataupun
tidak langsung dipengaruhi oleh tinggi rendahnya pasokan bahan baku timah
(timah batangan di dalam negeri). Kondisi yang ada adalah bahwa industri
pengolah timah di Indonesia masih sangat tergantung pada bahan baku impor,
yang sampai saat ini belum bisa dipenuhi dari dalam negeri. Posisi Indonesia
di pasar dunia dan proses hilirisasi produk timah di Indonesia disarikan dalam
Gambar 7.1.

118
Produksi yang Berkelanjutan dan Hilirisasi Timah Sebuah Harapan

Indonesia
PT. Timah, Perusahan Swasta lainnya
Produksi produksi

BKDI - INATIN

Perdagangan Ekspor Impor

Bahan baku industri


Peningkatan Ekspor 94% -
(USD 0,08M) USD 1,2M (solder, tinfoil, tinplate,
porsi di pasar
(timah batangan solder powder USD
domestik
USD 1,1M, olahan 39,8 juta)
USD 0,1 M
Industri pengguna:
industri otomotif,
Bahan baku industri pengalengan
industri dan makan & industri
Industri Solder (12 produk timah kemasan (tinplate)
perusahaan, produk: solder olahan
berbentuk wire, bar, flux,
pengolahan solvent & Pasta). Ekspor

Satu perusahaan produsen


tinplate, produksi 160.000 ton
(butuh 226.391 ton)

Pengrajin (Pewter): 3 buah


perusahaan kecil di Babel

HILIRISASI

Gambar 7.1 Produksi dan Hilirisasi (Harapan) Produk Timah di


Indonesia.

Keterangan: data pendukung tahun 2015

Sumber: Dirangkum dari berbagai sumber: Kontan (2016); PT. Solder


Indonesia (2016)

Apa yang sebenarnya terjadi? Sebagai contoh, industri pengolah


produk timah (industri otomotif, pengalengan makanan dan minuman)
harus mengimpor bahan baku yang diperlukannya karena industri dalam
negeri tidak mampu menyediakannya/harganya tidak kompetitif). Industri
solder tidak mampu/terbatas produksinya karena bahan baku yang tersedia
dalam negeri terbatas/harganya yang tidak kompetitif. Industri solder/solder
powder melakukan impor bahan baku, karena industri dalam negeri tidak bisa
memproduksi bahan baku yang diperlukannya. Di sisi lain, produsen timah
batangan (PT. Timah dan perusahaan lainnya) memasok timah batangan

119
Zamroni Salim

dengan jumlah yang terbatas dengan alasan pasar dalam negeri yang
terbatas, sehingga logika bisnisnya adalah mencari pasar lain (luar negeri).
Proses hilirisasi seperti benang kusut.
Ada beberapa faktor penghambat hilirisasi produk timah di Indonesia,
khususnya untuk industri solder (sebagaimana diuraikan dalam bab-bab
sebelumnya) diantaranya adalah karena kurangnya pasokan pelat timah,
adanya regulasi yang menghambat aktivitas ekspor solder. Di pihak lain,
industri solder juga menurun dikarenakan menurunnya industri pengguna
produk solder seperti industri elektronika (Asosiasi Solder Indonesia,
2016). Kurang perhatiannya pemerintah/pemerintah daerah kepada industri
pengolah timah, termasuk industri kecil dalam bentuk pengolahan pewter,
juga menjadi alasan tidak berkembangnya industri pengolahan produk
timah. Di Pulau Bangka atau Belitung nyaris tidak ada industri besar yang
mengolah timah batangan ini. Hanya ada tiga perusahaan kecil pengolah
timah (pewter), di Pulau Bangka. PT. Timah (sebagai perusahaan BUMN)
yang sudah beroperasi sejak lama hanya bisa menghasilkan produk timah
batangan (hanya sebagian kecil yang non-batangan). Indonesia memang
masih mengandalkan ekspor produk/komoditas yang masih mentah (raw
material) dengan penciptaan nilai tambah yang masih terbatas, seperti halnya
pada timah. Kondisi ini menunjukkan bahwa hilirisasi timah belum menjadi
perhatian dari pemerintah.
Seperti yang diuraikan dalam Bab VI, prediksi akan adanya kenaikan
harga timah di pasar internasional di tahun 2017 - 2020 (Bank Dunia dan
EIU Economic and Commodity Forecast, 2015) sudah seharusnya bisa
memberikan motivasi kepada pemerintah dan juga pelaku domestik, bukan
untuk menaikkan produksi bijih timah dan ekspor timah batangan, tetapi
mendorong tumbuh kembangnya industri pengolah timah di Indonesia.
Bagaimana kondisi negara lain yang juga produsen timah dunia?
Dalam mengembangkan hilirisasi timah, Indonesia bisa belajar dari RRT.
RRT merupakan produsen utama timah dunia tetapi bukan negara eksportir
timah terbesar. RRT memproduksi sekitar 35% produk timah dunia. Berbeda
dengan Indonesia, RRT menggunakan sebagian besar produksi timahnya
untuk keperluan dalam negeri. Sementara itu impor yang dilakukan oleh
RRT adalah mengimpor produk timah (termasuk timah batangan) yang salah
satunya berasal dari Indonesia. Ekspor timah yang dilakukan oleh RRT sudah
berupa produk timah olahan/sebagai bahan baku Industri. Hasil produk olahan
timah untuk industri ini juga diiimpor oleh Indonesia. Ini menunjukkan bahwa
produk timah yang dihasilkan tidak langsung diekspor, tetapi diolah di dalam
negeri menjadi produk turunan yang lebih beragam dengan nilai tambah yang
lebih besar.

120
Produksi yang Berkelanjutan dan Hilirisasi Timah Sebuah Harapan

Apa sebaiknya yang harus dilakukan oleh pemerintah? Regulasi


adalah langkah awal untuk memutus permasalahan yang menghambat
hilirisasi produk timah di Indonesia. Undang-Undang No.4 tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara sudah diundangkan dan dan
diberlakukan, namun belum mampu mengubah kinerja industri timah secara
nasional. Harapan akan terciptanya nilai tambah yang lebih (dari ekspor bijih
timah), hanya berupa kewajiban untuk melakukan pemurnian.
Untuk industri timah, pemurnian ini sebenarnya sudah dilakukan dengan
adanya regulasi bahwa hanya timah batangan yang bisa diekspor. Posisi
timah batangan ini, bila dilihat dari pohon industri – sebagaimana yang sudah
diuraikan dalam Bab II, masih jauh dari posisi produk akhir timah (misalnya
produk kaleng). Pemerintah harus bisa mendorong atau bahkan mewajibkan
PT. Timah (produsen utama timah) untuk melakukan diversifikasi produk
timah turunan lainnya dalam jumlah yang lebih besar yang mampu menyerap
produk awalnya (timah batangan) untuk diolah. Melalui anak perusahaannya
sebenarnya PT. Timah sudah menunjukkan bahwa hilirisasi produk timah bisa
dilakukan di Indonesia, meski produksinya masih terbatas untuk tin alloy, tin
solder dan tin chemical dengan kapasitas produksi sekitar 4.000 metrik ton
per tahun (Kontan, 2016).
Kontrol terhadap jumlah ekspor timah batangan atau bahkan peningkatan
status kewajiban ekspor timah batangan menjadi produk olahan lainnya
juga bisa dilakukan oleh pemerintah. Upaya peningkatan daya serap timah
batangan oleh industri di dalam negeri, tentu saja juga harus diimbangi oleh
kebijakan lain, berupa kemudahan dalam investasi pada industri pengolah
produk timah. Dengan iklim usaha dan kemudahan dalam berinvestasi,
sebenarnya industri lokal pengolah produk timah (dengan usaha mereka
sendiri tanpa dukungan pemerintah) mampu menghasilkan produk turunan
olahan timah yang mampu berdaya saing.

DAFTAR PUSTAKA
PT Timah (Persero) Tbk. (2015). Laporan Tahunan PT Timah Tahun 2014
Optimalisasi Kekuatan untuk Menghadapi Tantangan Menuju
Pertumbuhan Berkelanjutan
Jawapos.com. (2016). “4 Ton Timah Ilegal gagal Masuk Singapura, 2 Warga
Bangka Tersangka”. Diunduh tanggal 27 April 2016 dari http://www.
jawapos.com/read/2016/03/19/21454/4-ton-timah-ilegal-gagal-
masuk-singapura-2-warga-bangka-tersangka.

121
Zamroni Salim

Tribunnews.com. (2016). “Modus Ekspor Arang Ternyata PT. WPS Bawa


Pasir Timah Ilegal Asal Bangka”. Diunduh tanggal 27 April 2016 dari
http://bangka.tribunnews.com/2016/04/12/modus-ekspor-arang-
ternyata-pt-wps-bawa-pasir-timah-ilegal-asal-bangka.
Kontan. (2016). PT Timah cari mitra bisnis ke RRT. Diunduh tanggal 16
Januari 2016 dari http://industri.kontan.co.id/news/pt-timah-cari-
mitra-bisnis-ke-RRT.
PT Solder Indonesia. (2016). Jumlah Produksi PT Solder Indonesia Tahun
2014-2015.
Asosiasi Solder Indonesia. (2016). Kendala dan Usulan Kebijakan dari Industri
Solder di Indonesia.

122
Bunga Rampai Info Komoditi Timah

INDEKS

A L
Alluvial, 9, 14 lead free solder, 31, 32, 54
Asosiasi Solder Indonesia, 5, 6, 31, 33, 34, London Metal Exchange (LME), 22, 27, 48,
37, 52, 91, 106, 120, 122 55, 90, 113, 117

B P
Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI), Peter, 15, 35, 51, 119, 120
3, 55, 56, 58, 59, 68, 72, 89, 117 pipe fitting, 15, 35, 73
Electroplating Printed Circuit Board (PCB),
C 38
Certificate of Tin Deposit, 62, 63
Clean and Clear (CNC), 50, 117 R
commodity super cycle, 109, 112 Refining, 12, 15, 104
crude tin, 10, 12, 15 Revealed Comparative Advantage (RCA), 87

E S
electrolytic refining, 12 Smelter, 2, 14, 57, 65, 92, 95, 104, 107
eutectic refining, 12 Solvent, 33, 34, 119
solder powder, 37, 38, 41, 45, 119
F solder wire 31, 32, 37, 38, 45, 48, 54
Flux, 33, 34, 37, 38, 43, 45, 72, 76, 77, 119
T
H tetraethyl lead, 1
Hardheard, 10 tin chemical, 21, 34, 35, 116, 121
Hidraulicking, 9 tinfoil 4, 30, 119
Tin Mill Black Plate (TMBP), 32
I Tinplate, 4, 29, 30-32, 35, 36, 39, 41-43, 48,
Izin Usaha Pertambangan (IUP), 9, 23, 61 49, 51, 53, 119
Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), 23 tin alloy, 21, 34, 88, 116, 121
Ingot, 4, 15 tin profile 15, 35, 36
Indium Tin Oxide (ITO), 4, 6, 42, 52 tin powder, 15, 36, 73
tin rod 15, 36
K Transparent Conducting Oxides (TCO), 4, 42
Kapal Isap Produksi (KIP), 9
kettle refining, 12 U
Kuala Lumpur Tin Market (KLTM), 55, 65 unwrought tin, 72, 75, 76

123
Bunga Rampai Info Komoditi TImah

BIOGRAFI SINGKAT PENULIS

Zamroni Salim
Zamroni Salim adalah peneliti pada Pusat Penelitian Ekonomi (P2E), Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sejak 1998. Zamroni memperoleh gelar
S1 Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan dari Fakultas Ekonomi Universitas
Airlangga, Surabaya; Gelar S2 diperoleh dari Massey University, New
Zealand untuk bidang perdagangan internasional, tahun 2003; dan Gelar
PhD diperoleh dari the Graduate School of International Development
(GSID), Nagoya University, Jepang tahun 2009 dalam bidang international
economic and development. Area penelitian yang menjadi bidang kajian
adalah regionalism, economic integration and development, ASEAN and East
Asian Studies. Aktif sebagai anggota Dewan Editor di beberapa jurnal ilmiah
seperti: Indonesia Economic and Business Studies (RIEBS), dan Buletin
Ilmiah Litbang Perdagangan (BILP)-Kementerian Perdagangan. Zamroni
Salim juga merupakan peneliti senior pada the Habibie Center (THC) sejak
2009. Selain melakukan penelitian, yang bersangkutan juga menjadi tenaga
pengajar di Department of International Relations, President University,
Cikarang Indonesia.

Ernawati Munadi
Ernawati Munadi adalah ahli ekonomi internasional dengan pengalaman
lebih dari 10 tahun baik di tingkat lokal, maupun nasional sebagai Konsultan,
Dosen dan Peneliti. Ernawati memulai karir profesionalnya sebagai Konsultan
sejak tahun 2006, ketika bergabung dengan Proyek Bantuan Perdagangan
Indonesia (ITAP) di bawah naungan USAID, sebagai ahli di bidang Ekonomi
Perdagangan. Pada bulan Oktober 2008, dipromosikan sebagai Trade
Economist/Senior Team Leader dalam proyek yang sama. Sejak itu penulis
bekerja sebagai konsultan di berbagai proyek yang dibiayai oleh organisasi
internasional seperti Bank Dunia, AusAid, USAID, dan Uni Eropa. Hingga
kini masih aktif menjadi dosen di Universitas Wijaya Kusuma. Keahliannya
adalah dampak liberalisasi perdagangan pada permintaan ekspor Indonesia
hingga model analisis transmisi siklus bisnis dari Indonesia dan Amerika
Serikat. Dalam 5 tahun terakhir Ernawati mengembangkan keahlian di bidang
perijinan perdagangan (trade license) dan kebijakan bukan tarif (non-tariff
measures). Tulisannya telah banyak diterbitkan diberbagai jurnal penelitian
baik nasional maupun internasional. Ernawati memperoleh gelar S1 di bidang
Agronomi Pertanian dari Universitas Wijaya Kusuma, Surabaya; gelar Master
di bidang Ekonomi Pertanian dari Institut Pertanian Bogor, Indonesia pada

124
Bunga Rampai Info Komoditi Timah

tahun 1997; dan gelar Ph.D di bidang Ekonomi Internasional dari Universitas
Putra Malaysia pada tahun 2004.

Yudha Hadian Nur


Yudha Hadian Nur adalah peneliti pada Pusat Kebijakan Perdagangan
Dalam Negeri, Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP),
Kementerian Perdagangan sejak tahun 2007. Yudha memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi dari Jurusan Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas
Ekonomi, Universitas Padjadjaran (UNPAD) pada tahun 2001 dan Master
Teknik pada tahun 2005 dari Fakultas Teknik dan Manajemen Industri,
Institut Teknologi Bandung (ITB). Saat ini Yudha menekuni area penelitian
bidang kebijakan perdagangan dalam negeri khususnya Lembaga Sarana
Perdagangan dan Pelaku Perdagangan.

Fitria Faradila

Fitria Faradila adalah calon peneliti pada Pusat Pengkajian Perdagangan


Luar Negeri, Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP),
Kementerian Perdagangan sejak tahun 2015. Fitria memperoleh gelar S1
Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan dengan jurusan minor Matematika
Keuangan dan Aktuaria dari Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2010.
Saat ini Fitria menekuni area penelitian perdagangan luar negeri, khususnya
bidang ekspor.

Riska Pujiati
Riska Pujiati adalah calon analis kebijakan pada Pusat Kebijakan Perdagangan
Dalam Negeri, Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan
(BPPP), Kementerian Perdagangan sejak tahun 2014. Riska memperoleh
gelar S1 Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP), Fakultas
Ekonomi, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010. Gelar Master of Science
in Sustainable International Agriculture area of specialitation International
Agribusiness and Rural Development Economics didapatkan dari program
double degree antara Institut Pertanian Bogor dan University of Goettingen,
Jerman pada tahun 2014. Saat ini Riska menekuni penelitian di bidang
perdagangan dalam negeri dengan fokus perlindungan konsumen dan tertib
niaga. Area lain yang menjadi minat penelitiannya adalah international trade
dan sustainable development.

125
Bunga Rampai Info Komoditi TImah

Ridho Meyrandoyo Hastjarjo


Ridho Meyrandoyo Hastjarjo adalah calon analis kebijakan pada Pusat
Pengkajian Kerjasama Perdagangan Internasional, Badan Pengkajian dan
Pengembangan Perdagangan (BPPP), Kementerian Perdagangan sejak
tahun 2015. Ridho memperoleh gelar S1 Jurusan Ekonomi Pembangunan dari
Universitas Katolik Parahyangan pada tahun 2014. Ridho memperoleh gelar
S1 Jurusan Ekonomi Pembangunan dari Universitas Katolik Parahyangan
pada tahun 2014. Saat ini Ridho menekuni analisis di bidang perdagangan
regional, khususnya untuk kawasan non-ASEAN.

Kumara Jati
Kumara Jati adalah calon peneliti pada Badan Pengkajian dan Pengembangan
Perdagangan (BPPP), Kementerian Perdagangan sejak Desember 2009.
Kumara memperoleh gelar S1 Antropologi Sosial dari Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (UI) pada tahun 2006; gelar S2 Ilmu
Ekonomi/Studi Pembangunan dari Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia
(UI) pada tahun 2009; dan gelar S3 Development Economics dari School of
Business and Economics, Universiti Brunei Darussalam (UBD) pada tahun
2015. Area penelitian yang ditekuni adalah perdagangan dalam negeri, komoditi
gula dan beras serta kerjasama perdagangan internasional. Kumara aktif
menjadi penyaji pada seminar di dalam dan luar negeri seperti di The LPEM’s
Conference on Economics and Finance in Indonesia di UI; dan International
Congress on Economics, Social Sciences and Information Management di
Bali; serta International Conference on Financial and Management Science
di Malaysia.

126

Anda mungkin juga menyukai