Anda di halaman 1dari 17

TEKNOLOGI MIGAS DAN BATUBARA

(ANALISIS KIMIA DAN PENGUJIAN SIFAT FISIK


BATUBARA)

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3 (3 KC)

1. AHMAD AZIIZAN M (061830400900)

2. BAYU HADI WIJAYA (061830400904)

3. LIZZY EVANS R (061830401031)

DOSEN PEMBIMBING : Taufiq Jauhari, S.T., M.T.

JURUSAN TEKNIK KIMIA


POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
TAHUN PELAJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah mengenai “ANALISIS KIMIA DAN
PENGUJIAN SIFAT FISIK BATUBARA” dengan baik. Walaupun tidak
sedikit hambatan yang penulis hadapi, namun penulis menyadari bahwa
kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan, dorongan,
dan bimbingan dari berbagai pihak.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :


1. Taufiq Jauhari, S.T., M.T. selaku dosen mata kuliah TEKNOLOGI
MIGAS DAN BATUBARA
2. Rekan satu kelompok yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari


sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan wawasan dan peningkatan
ilmu pengetahuan di kalangan mahasiswa beserta masyarakat luas.

Palembang, Maret 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii

DAFTAR ISI....................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..................................................................................... 5

1.2 Tujuan.................................................................................................. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisis Batubara………………......................................................... 7

2.2 Pengujian Sifat Fisik Batubara........................................................... 12

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan........................................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Batubara merupakan salah satu bahan galian dari alam. Batubara


dapat didefinisikan sebagai Batuan sedimen yang terbentuk dari dekomposisi
tumpukan Tanaman selama kira-kira 300 Juta tahun.
Dekomposisi tanaman ini terjadi karena proses biologi dengan
mikroba dimana banyak oksigen dalam selulosa diubah menjadi
karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Perubahan yang terjadi dalam
kandungan bahan tersebut disebabkan oleh adanya tekanan, pemanasan yang
kemudian membentuk lapisan tebal sebagai akibat pengaruh panas bumi
dalam jangka waktu berjuta-juta tahun, sehingga lapisan tersebut akhirnya
memadat dan mengeras (Mutasim, 2007).
Pola yang terlihat dari proses perubahan bentuk tumbuh – tumbuhan
hingga menjadi batubara yaitu dengan terbentuknya karbon. Kenaikan
kandungan karbon dapat menunjukkan tingkatan batubara. Dimana tingkatan
batubara yang paling tinggi adalah antrasit,sedangkan tingkatan Yang lebih
rendah dari antrasit akan lebih banyak mengandung hidrogen dan oksigen
(Yunita, 2000).

Pada dasarnya terdapat dua jenis material yang membentuk batubara,


yaitu:
1. Combustible Material, yaitu bahan atau material yang dapat
dibakar/dioksidasi oleh oksigen. Material tersebut umumnya terdiri dari
karbon padat (fixed carbon), senyawa hidrokarbon, total sulfur, senyawa
hidrogen, dan beberapa senyawa lainnya dalam jumlah kecil.
2. Non Combustible Material, yaitu bahan atau material yang tidak dapat
dibakar/dioksidasi oleh oksigen. Material tersebut umumnya terdiri dan
senyawa anorganik (SiO2, A12O3, Fe2O3, TiO2, Mn3O4, CaO, MgO,
Na2O, K2O dan senyawa logam lainnya dalam jumlah kecil) yang akan
membentuk abu dalam batubara. Kandungan non combustible material ini
umumnya tidak diingini karena akan mengurangi nilai bakarnya.

4
Proses pembentukan batubara terdiri atas dua tahap, yaitu:

1. Tahap biokimia(penggambutan) adalah tahap ketika sisa-sisa tumbuhan


yang terakumulasi tersimpan dalam kondisi bebas oksigen (anaeorobik)
di daerah rawa dengan sistem penisiran (drainage system) yang buruk
dan selalu tergenang air beberapa inci dari permukaan air rawa. Material
tumbuhan yang busuk tersebut melepaskan unsur H, N, O, dan C dalam
bentuk senyawa CO2, H2O dan NH3untuk menjadi humus. Selanjutnya
oleh bakteri anaerobik danfungi, material tumbuhan itu diubah menjadi
gambut. (Stach, 1982, opcit. Susilawati 1992).
2. Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan proses diagenesis
terhadap komponen organik dari gambut yang menimbulkan peningkatan
temperatur dan tekanan sebagai gabungan proses biokimia, kimia dan
fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan sedimen yang
menutupinya dalam kurun waktu geologi. Pada tahap tersebut, persentase
karbon akan meningkat, sedangkan persentase hidrogen dan oksigen
akan berkurang sehingga menghasilkan batubara dalam berbagai tingkat
maturitas material organiknya. (Fischer, 1927, op cit. Susilawati 1992).
Teori yang menerangkan terjadinya batubara yaitu :

a. Teori In-situ

Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan
di tempat dimana batubara tersebut. Batubara yang terbentuk biasanya
terjadi di hutan basah dan berawa, sehingga pohon-pohon di hutan
tersebut pada saat mati dan roboh, langsung tenggelam ke dalam rawa
tersebut dan sisa tumbuhan tersebut tidakmengalami pembusukan
secara sempurna dan akhirnya menjadi fosil tumbuhan yang
membentuk sedimen organik.

b. Teori Drift

Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan
yang bukan ditempat dimana batubara tersebut. Batubara yang
terbentuk biasanya terjadi di delta mempunyai ciri-ciri lapisannya yaitu
tipis, tidak menerus (splitting), banyak lapisannya (multiple seam),
banyak pengotor (kandungan abu cenderung tinggi).

5
1.2 Tujuan
1. Dapat mengetahui berbagai macam analisis kimia pada batubara.
2. Dapat mengetahui jenis jenis pengujian fisik pada batubara.

6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Analisis Batubara

Secara garis besar, analisis dan pengujian batubara dibagi menjadi


tiga kelompok, yaitu :
1. Analisa Proksimat (Analisa pendekatan)
Analisis proksimat batubara bertujuan untuk menentukan kadar moisture (air
dalam batubara) kadar moisture ini mencakup pula nilai free moisture
serta total moisture, ash(abu), volatile matters (zat terbang), dan fixed carbon
(karbon tertambat). Moisture ialah kandungan air yang terdapat dalam
batubara sedangkan ash (abu) merupakan kandungan residu non-combustible
yang umumnya terdiri dari senyawa-senyawa silika oksida (SiO 2), kalsium
dioksida (CaO), karbonat, dan mineral-mineral lainnya.
Volatile matters adalah kandungan batubara yang terbebaskan pada
temperatur tinggi tanpa keadaan oksigen (misalkanya CxHy, H2, SOx, dan
sebagainya). Fixed carbon ialah kadar karbon tetap yang terdapat dalam
batubara setelah volatile matters dipisahkan dari batubara. Kadar fixed carbon
ini berada dengan kadar karbon (C) hasil analisis ultimat karena sebagian
karbon berikatan membentuk senyawa hidrokarbon volatile.

2. Analisa Ultimat (Analisa Elementer)


Analisa Ultimat dilakukan untuk menentukan kadar karbon (C),
hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), dan sulfur (S) dalam batubara.
Seiring dengan perkembangan teknologi, analisis ultimat batubara sekarang
sudah dapat dilakukan dengan cepat dan mudah. Analisa ultimat ini
sepenuhnya dilakukan oleh alat yang sudah terhubung dengan komputer.
Prosedur analisis ultimat ini cukup ringkas, cukup dengan memasukkan
sampel batubara ke dalam alat dan hasil analisis akan muncul kemudian pada
layar komputer.

3. Analisa Lain-Lain
Analisa lain-lain adalah analisa untuk menentukan calorfic value (nilai
kalor), total sulfur, ash (susunan kandungan abu), ash fusion temperature
(AFT) (titik leleh abu), hardgrove grindability index (HGI) dan lain-lain.
7
Penyajian data kualitas batubara harus berdasarkan dasar atau basis-basis
tertentu, antara lain :
a. As Received (ar), adalah suatu analisis yang didasarkan pada kondisi
dimana batubara diasumsikan seperti dalam keadaan diterima.
b. Air Dried Base (adb), adalah suatu analisis yang dinyatakan pada basis
contoh batubara dengan kandungan air dalam kesetimbangan dengan
atmosfir laboratorium.
c. Dry Based (db), adalah suatu analisis yang didasarkan pada kondisi dimana
batubara diasumsikan bebas air total.

d. Dry Ash Free (daf), adalah suatu analisis yang dinyatakan pada kondisi
dimana batubara diasumsikan bebas air total dan kadar abu.
e. Dry Mineral Matter Free (dmmf), adalah suatu analisis yang dinyatakan
pada kondisi dimana batubara diasumsikan bebas air total dan bahan
mineral. Dasar analisis pengujian kualitas batubara dapat dilihat pada

Total Moisture Free Moisture

Inherent Moisture

Ash
Mineral
Matter Volatile
Mineral ar
Matter adb
Volatile Volatile db
Matter Organic daf
Pure Coal Matter
dmmf
Fixed Carbon

Gambar 2.

Gambar 2. Diagram Dasar Analisis Pengujian Kualitas


Batubara

8
Dalam menghitung kandungan air bawaan secara garis besar adalah dengan membakar
sample batubara + 1 gram yang telah digerus kira-kira sebesar 200 mesh. Masukkan
sample tersebut dalam oven dengan suhu 105°-110° C selama 1,5 jam. Dengan asumsi
bahwa air akan menguap semua setelah dipanaskan dalam suhu 105°-110°. Kemudian
dengan rumus seperti dibawah ini akan diketahui persentase berat air bawaan pada
batubara tersebut.

Keterangan :

IM : Inherent Moisture (Air Bawaan)

m1 : berat wadah

m2 : berat wadah + sample

m3 : berat wadah + sample (setelah dari oven)

Komponen analisis proksimat lainnya adalah menghitung kandungan abu. Secara garis
besar sama dengan menghitung kandungan air bawaan, tetapi suhu yang digunakan
adalah lebih tinggi. Panggang sample dengan suhu 500°C selama 30 menit, lalu naikkan
suhu menjadi 750°C kemudian diamkan hingga 1,5 jam. Setelah selesai, dengan
menggunakan rumus di bawah ini akan didapat persentase kandungan abu pada sample
batubara tersebut.

Keterangan :

Ash : Ash Content (Kadar Abu)

m1 : berat wadah

m2 : berat wadah + sample

m3 : berat wadah + sample (setelah dari oven)


9
m4 : berat wadah bersih (setelah dari oven)

Perhitungan selanjutnya adalah perhitungan kandungan zat terbang pada batubara. Pada
pengujian ini masih menggunakan 1 gram sample batubara, namun pembakaran
dilakukan dengan suhu 900°C selama 7 menit dan tanpa kontak udara (ventilasi
oven/furnace ditutup). Setelah selesai, gunakan rumus dibawah ini untuk menghitung
persentase zat terbang batubara tersebut.

Keterangan :

VM : Volatile Matters (Zat terbang)

m1 : berat wadah

m2 : berat wadah + sample

m3 : berat wadah + sample (setelah dari oven)

Setelah kandungan air bawaan, kandungan abu, dan zat terbang telah berhasil didapat,
maka perhitungan terakhir dalam analisis proksimat adalah menghitung karbon tertambat
(fixed carbon). Rumusnya adalah sebagai berikut :

Keterangan :

FC : Fixed Carbon, %

IM : Inherent Moisture, %

AC : Ash Content, %

VM : Volatile Matters, %

10
Fixed Carbon tidak dapat dihitung dengan pengujian secara langsung di laboratorium,
melainkan dengan pengurangan kandungan pengotornya, yaitu kadar air, kadar abu, dan
zat terbang.

Berikut beberapa istilah dalam perhitungan energy :

1. BCURA (British Coal Utilisation Research Association) Yaitu rumus untuk


menghitung bahan mineral dalam batubara (MM/Mineral Matter (%) = 1,1A
(Ash) + 0,053S (Sulphur) + 0,74 CO2 – 0,36.

2. BOE (Barrel of Oil Equivalen) Yaitu konversi barrel minyak terhadap batubara. 1


BOE setara dengan 0,2004 Ton Batubara.

3. BTU (British Thermal Unit) Yaitu jumlah panas yang dibutuhkan untuk


menaikkan suhu 1 pound air sebanyak 1°F, untuk berat jenis maksimum (=1) pada
suhu 39,1°F. 1 BTU ekuivalen dengan 1054,35 Joule atau 0,25199 Kc

11
2.2. Pengujian Sifat Fisik Batubara
Kualitas batubara dapat dinyatakan dengan parameter yang ditunjukkan pada saat
memberikan perlakuan panas terhadap batubara, cara ini biasa disebut analisa proksimat
dan analisa ultimat.

Parameter-parameter yang terukur pada analisa proksimat adalah kandungan abu


(ash), lengas tertambat (inherent moisture), kadar karbon, hidrogen, sulfur, nitrogen dan
oksigen.
Pengujian sifat fisik batubara yang juga sering dilakukan yaitu pengujian nilai
kalor (calorific value), indeks kegerusan hirdgrove (hirdgrove gridability index), analisis
titik leleh abu (ash fusion temperature), pengujian nilai muai bebas (free swelling index)
dan lain-lain.

1. Lengas
a. Lengas permukaan merupakan lengas yang berada pada permukaan
batubara akibat pengaruh dari luar seperti cuaca, iklim, penyemprotan di
stock pile pada saat penimbangan atau pada saat transportasi batubara.
b. Lengas tertambat (inherent moisture) merupakan nilai yang menunjukkan
persentasi jumlah lengas yang terikat secara kimiawi batubara.
c. Lengas total merupakan banyaknya air yang terkandung dalam batubara
sesuai dengan kondisi diterima, baik yang terikat secara kimiawi maupun
akibat pengaruh kondisi luar seperti iklim, ukuran butiran, maupun proses
penambangan.

2. Zat terbang
Zat terbang (volatile matter) merupakan nilai yang menunjukkan persentasi jumlah zat-
zat terbang yang terkandung di dalam batubara, seperti H 2, CO, metana dan uap-uap yang
mengembun seperti gas CO2, dan H2O. Volatile matter sangat erat kaitannya dengan
peringkat batubara, makin tinggi kandungan volatile matter makin rendah kelasnya.
Dalam pembakaran batubara dengan volatile matter tinggi akan mempercepat
pembakaran fixed carbon (karbon tetap). Sebaliknya bila volatile matter rendah
mempersulit proses pembakaran. Volatile matter merupakan salah satu parameter yang
sangat penting dalam klasifikasi batubara dan dipakai sebagai parameter dalam penentuan
proporsi blending (pencampuran).

12
3. Abu
Abu di dalam batubara atau disebut mineral matter yaitu yang dapat dicuci
dari batubara extraneous mineral matter yang tidak dapat dicuci atau dihilangkan dari
batubara. Kandungan abu adalah zat organik yang dihasilkan setelah batubara dibakar.
Kandungan abu dapat dihasilkan dari pengotoran bawaan dalam proses pembentukan
batubara maupun pengotoran yang berasal dari prose s penambangan.
Kandungan abu terutama sodium (Na2O) sangat berpengaruh terhadap titik leleh abu dan
dapat menimbulkan pengotoran atau kerak pada peralatan pembakaran batubara.

4. Karbon tetap (fixed carbon)


Fixed carbon merupakan karbon yang tertinggal sesudah pendeterminasian zat terbang.
Dengan adanya pengeluaran zat terbang dan kandungan air maka, karbon tertap secara
otomatis akan naik sehingga makin tinggi kandungan karbonnya, kelas batubara semakin
baik. Karbon tetap menggambarkan penguraian sisa komponen organik batubara dan
mengandung sebagian kecil unsur kimia nitrogen, belerang, hidrogen dan oksigen atau
terikat secara kimiawi. Perbandingan antara karbon tetap dengan zat terbang disebut fuel
ratio. Berdasarkan fuel ratio tersebut dapat ditentukan derajat batubara.

5. Nilai kalor
Nilai kalor batubara adalah panas yang dihasilkan oleh pembakaran setiap satuan berat
batubara pada kondisi standar. Terdapat 2 macam nilai kalor yaitu:
a. Nilai kalor bersih (net calorific value) yang merupakan nilai kalor pembakaran
dimana semua air (H2O) dihitung dalam keadaan wujud gas.
b. Nilai kalor kotor (gross calorific value) yang merupakan nilai kalor pembakaran
dimana semua air (H2O) dihitung dalam keadaan wujud cair.

Bomb calorimeter adalah salah satu alat yang dipakai untuk mengukur nilai kalor
kotor pada volume konstan, sedangkan nilai kalor yang lain selanjutnya akan dapat
dihitung jika komposisi bahan bakar telah diketahui. Metode penentuan nilai kalor
batubara menggunakan bombcalorimeter dilakukan dengan membakar sejumlah kecil
sampel batubara dalam oksigen didalam sebuah cawan yang ditempatkan dalam bejana
kalorimeter. Selanjutnya bejana beserta isinya ditempatkan didalam bejana berongga
yang lebih besar dimana di dalam rongga dinding bejana diisi dengan air untuk
membentuk jacket, hal ini bertujuan untuk memperkecil transfer panas antara bejana
kalorimeter dengan lingkungan. Kemudian sampel batu bara tersebut dibakar dengan
bantuan pemantik listrik, dan panas yang dilepaskan dari proses pembakaran sampel
tersebut kemudian diukur dengan cara mengukur temperatur air dalam kalorimeter
sebelum dan naiknya suhu dikalikan dengan panas jenis air.
13
Kata gross (kotor) pada penilaian kalor batubara mengandung pengertian bahwa
panas laten penguapan dari air yang terdapat dalam batu bara ditambah panas laten dari
air yang terbentuk selama pembakaran boiler. Kata net (bersih) menandakan bahwa panas
laten untuk membentuk uap air tidak diperhitungkan dalam harga nilai kalor karena panas
laten ini terbuang dalam bentuk uap air. Secara aktual panas laten dari uap air ini tidak
bisa diperoleh kembali dalam kondisi operasi boiler, sehingga pabrik-pabrik pembuat
boiler harus menyatakan harga efisiensi boiler berdasarkan nilai kalor bersih (net
calorofic value),  dan efisiensi ini sekitar 4% lebih tinggi harga efisiensi yang dihitung
berdasarkan nilai kalor kotor (grosscalorofic value).Hal ini harus diperhitungkan bila
akan membandingkan harga efisiensi boiler yang satu dengan boiler yang lain.

Proses pembakaran batu bara dalam sebuah bomb calorimeter berbeda dengan


proses pembakaran batu bara dalam boiler. Proses pembakaran dalam bomb
calorimeter berlangsung pada volume konstan sedang proses pembakaran pada boiler
berlangsung pada tekanan konstan. Bila proses pembakaran berlangsung pada tekanan
konstan, maka gas hasil pembakaran harus bebas memuai sehingga melakukan
kerja (work), dengan demikian nilai kalor kotor pada tekanan konstan akan lebih tinggi
dari pada nilai kalor yang diperoleh dari bomb calorimeter bila panas ekivalen dengan
kerja (work) diperhitungkan. Selain itu ada beberapa rumus yang dipakai untuk
menghitung nilai kalor bahan bakar, tetapi untuk hal ini perlu dilakukan analisa dengan
metode ultimate.

14
BAB III
PENUTUP

1.1. Kesimpulan
Kualitas batubara dapat dinyatakan dengan parameter yang ditunjukkan
pada saat memberikan perlakuan panas terhadap batubara, cara ini biasa disebut
analisa proksimat dan analisa ultimat.

Parameter-parameter yang terukur pada analisa proksimat adalah kandungan


abu (ash), lengas tertambat (inherent moisture), kadar karbon, hidrogen, sulfur,
nitrogen dan oksigen. Pengujian sifat fisik batubara yang juga sering dilakukan
yaitu pengujian nilai kalor (calorific value), indeks kegerusan hirdgrove
(hirdgrove gridability index), analisis titik leleh abu (ash fusion temperature),
pengujian nilai muai bebas (free swelling index) dan lain-lain.

15
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Irwandy, 2014, Batubara Indonesia, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka


Utama.

Buku Petunjuk Praktikum Analisis Kualitas Batubara, UPN Veteran


Yogyakarta, 2009, Yogyakarta.

Sukandarrumidi, 2004, Batubara dan Gambut, Yogyakarta : Gadjah Mada


University Press.

Sukandarrumidi, 2006, Batubara dan Pemanfaatannya, Yogyakarta : Gadjah


Mada University Press.

16
17

Anda mungkin juga menyukai