Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan sumber energi fosil
maupun non fosil. Peran sumber energi fosil, khususnya minyak bumi, yang
merupakan sumber energi tidak terbarukan, masih sangat dominan bahkan
diberbagai aspek penggunaan belum tergantikan, sementara itu sumber daya dan
cadangan minyak bumi dari waktu ke waktu semakin menipis.
Impor Bahan Bakar Minyak (BBM) semakin meningkat dan saat ini
harganya melambung yang mengakibatkan subsidi semakin membengkak,
sehingga pemerintah melalui Menteri Keuangan mengajukan tambahan subsidi
energi senilai Rp 103,5 triliun dari pagu Rp 202,4 triliun. Sehingga total subsidi
energi tahun 2012 mencapai Rp 305,9 triliun atau 20% dari volume belanja
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Kompas, 2012). Energi gas bumi dan
batubara yang menjadi andalan yang potensial untuk menyubstitusi minyak bumi
belum dikelola secara optimal. Demikian pula sumber energi non fosil atau
sumber energi terbarukan tersedia dalam jumlah cukup banyak, tetapi belum
dikelola secara optimal, sehingga belum mampu menggantikan energi fosil.
Di masa mendatang, batubara diharapkan dapat berperan sebagai
pengganti bahan bakar minyak, tentunya dengan berbagai upaya pengembangan
teknologi dan diversifikasi dan ditunjang pula oleh sumber daya yang cukup
besar. Berdasarkan informasi yang diperoleh, jumlah sumber daya batubara
Indonesia pada tahun 2012 diperkirakan mencapai 120,34 miliar ton (PSDG,
2012).
Potensi sumber daya batubara di Indonesia tersebar di Pulau Sumatera
dengan jumlah sumberdaya sebesar 62,199 miliar ton, di Pulau Kalimantan
jumlah sumberdaya sebesar 55,362 miliar ton, di Pulau Sulawesi jumlah
sumberdaya sebesar 0,233 miliar ton, di Papua sebesar 0,131 miliar ton, di

1
Maluku sebesar 0,002 milyar ton, dan sisanya ada di Pulau Jawa sebesar 0,02
miliar ton.
Seiring kemajuan teknologi, kebutuhan akan listrik menjadi kebutuhan
utama bagi keberlangsungan hidup manusia. PT PLN (Persero) sebagai
perusahaan negara yang bertugas menyediakan kebutuhan listrik mencanangkan
Program Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik.

Dengan dibangunnya proyek PLTU ini sekaligus memanfaatkan potensi


batubara kalori rendah (low rank coal), dikarenakan batubara digunakan sebagai
bahan bakar utama PLTU. Dalam hal ini PLTU menggunakan batubara sebagai
bahan bakar, Dari penggunaan bahan bakar batubara ini, penghematan yang bisa
diperoleh dari pengurangan bahan bakar minyak (BBM) adalah sekitar Rp 4
triliun per tahun. (Kementrian ESDM, 2007)

Adanya rencana pembangunan PLTU baru di dalam dan luar Pulau Jawa
dengan total kapasitas 10.000 MW, meningkatnya produksi semen setiap tahun,
dan semakin berkembangnya industri-industri lain seperti industri kertas (pulp)
dan industri tekstil merupakan indikasi permintaan dalam negeri akan semakin
meningkat. Demikian pula halnya dengan permintaan batubara dari negara-negara
pengimpor mengakibatkan produksi akan semakin meningkat pula.
Terkait dengan hal tersebut, pemerintah mengeluarkan Kebijakan Energi
Nasional (KEN) melalui PP No.5 Tahun 2006 sebagai pembaruan Kebijaksanaan
Umum Bidang Energi (KUBE) tahun 1998. KEN mempunyai tujuan utama untuk
menciptakan keamanan pasokan energi nasional secara berkelanjutan dan
pemanfaatan energi secara efisien, serta terwujudnya bauran energi (energy mix)
yang optimal pada tahun 2025.Untuk itu ketergantungan terhadap satu jenis
sumber energi seperti BBM harus dikurangi dengan memanfaatkan sumber energi
alternatif di antaranya batubara. Untuk mendukung pencapaian sasaran bauran
energi nasional yang dicanangkanpemerintah, salah satunya adalah melakukan
kajian batubara secara nasional untuk mengetahui kondisi sumberdaya,
pengusahaan, dan pemanfaatan batubara, serta permasalahannya, yang dapat
digunakan untuk membuat langkah-langkah yang diperlukan.
2
1.2 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Batubara dapat menjadi sumber daya energi alternatif
2. Mengetahui pemanfaatan batubara sebagai bahan bakar PLTU
3. Menjelaskan aplikasi penerapan sumber daya energi Batubara dalam konversi
energi

1.3 Manfaat Penulisan


1. Dapat Mengetahui Batubara dapat menjadi sumber daya energi alternatif
1. Dapat mengetahui pemanfaatan batubara sebagai bahan bakar PLTU
3. Dapat Menjelaskan aplikasi penerapan sumber daya energi Batubara dalam
konversi energi

1.4 Perumusan Masalah


1. Mengapa Batubara dapat menjadi sumber daya energi alternatif ?
2. Bagaimana pemanfaatan batubara sebagai bahan bakar PLTU?
3. Bagaimana aplikasi penerapan sumber daya energi Batubara dalam konversi
energi ?

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batubara

2.1.1 Definisi Batubara

Batu bara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah
batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya
adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-
unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batu bara juga adalah
batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang
dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisis unsur memberikan rumus formula
empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.
Pembentukan batu bara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi
pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon, kira-kira 340 juta
tahun yang lalu, merupakan masa pembentukan batu bara yang paling produktif
dimana hampir seluruh deposit batu bara (black coal) yang ekonomis di belahan
bumi bagian utara terbentuk. Pada Zaman Permian, kira-kira 270 jtl, juga
terbentuk endapan-endapan batu bara yang ekonomis di belahan bumi bagian
selatan, seperti Australia, dan berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier (70 - 13
jtl) di berbagai belahan bumi lain. Hampir seluruh pembentuk batubara berasal
dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk batu bara dan umurnya menurut
Diessel (1981) adalah sebagai berikut :
 Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal.
Sangat sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
 Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari
alga. Sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
 Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama
pembentuk batu bara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan
tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.

4
 Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur
Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus,
mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti
gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batu bara Permian seperti
di Australia, India dan Afrika.
 Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan
modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang
bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat
terawetkan.

2.1.2 Tingkatan Batubara


Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan,
panas dan waktu, batu bara umumnya dibagi dalam lima kelas yaitu antrasit,
bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut.
 Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan
(luster) metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar
air kurang dari 8%.
 Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-
10% dari beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di Australia.
 Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh
karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan
bituminus.
 Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang
mengandung air 35-75% dari beratnya.
 Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang
paling rendah.

5
2.2 Pembentukan batu bara
Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batu bara
disebut dengan istilah pembatu baraan (coalification). Secara ringkas ada 2 tahap
proses yang terjadi, yakni :

 Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman


terdeposisi hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses
perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat
menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik
serta membentuk gambut.
 Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit
menjadi bituminus dan akhirnya antrasit.

2.3 Sumber daya Batubara


Potensi sumberdaya batu bara di Indonesia sangat melimpah, terutama di
Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat
dijumpai batu bara walaupun dalam jumlah kecil dan belum dapat ditentukan
keekonomisannya, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi.
Badan Geologi Nasional memperkirakan Indonesia masih memiliki 160 miliar ton
cadangan batu bara yang belum dieksplorasi. Cadangan tersebut sebagian besar
berada di Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan. Namun upaya eksplorasi batu
bara kerap terkendala status lahan tambang. Daerah-daerah tempat cadangan batu
bara sebagian besar berada di kawasan hutan konservasi. Rata-rata produksi
pertambangan batu bara di Indonesia mencapai 300 juta ton per tahun. Dari
jumlah itu, sekitar 10 persen digunakan untuk kebutuhan energi dalam negeri, dan
sebagian besar sisanya (90 persen lebih) diekspor ke luar.
Di Indonesia, batu bara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel
fuel) yang telah umum digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batu
bara jauh lebih hemat dibandingkan solar, dengan perbandingan sebagai berikut:

6
Solar Rp 0,74/kilokalori sedangkan batu bara hanya Rp 0,09/kilokalori,
(berdasarkan harga solar industri Rp. 6.200/liter).
Dari segi kuantitas batu bara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi
Indonesia. Jumlahnya sangat berlimpah, mencapai puluhan milyar ton. Jumlah ini
sebenarnya cukup untuk memasok kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun
ke depan. Sayangnya, Indonesia tidak mungkin membakar habis batu bara dan
mengubahnya menjadi energis listrik melalui PLTU. Selain mengotori lingkungan
melalui polutan CO2, SO2, NOx dan CxHy cara ini dinilai kurang efisien dan
kurang memberi nilai tambah tinggi.
Batu bara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih bermakna dan
efisien jika dikonversi menjadi migas sintetis, atau bahan petrokimia lain yang
bernilai ekonomi tinggi. Dua cara yang dipertimbangkan dalam hal ini adalah
likuifikasi (pencairan) dan gasifikasi (penyubliman) batu bara.
Membakar batu bara secara langsung (direct burning) telah dikembangkan
teknologinya secara continue, yang bertujuan untuk mencapai efisiensi
pembakaran yang maksimum, cara-cara pembakaran langsung seperti: fixed grate,
chain grate, fluidized bed, pulverized, dan lain-lain, masing-masing mempunyai
kelebihan dan kelemahannya.

2.4 Kebijakan Energi

Untuk mencapai sasaran bauran energi nasional 2025, yakni pemakaian


batubara diharapkan mencapai 33% (Gambar 2.21), pemerintah telah
mengeluarkan peraturan yang digunakan sebagai landasan di dalam kebijakan
pengusahaan batubara, antara lain :

1) Kepmen ESDM No.1128 Tahun 2004, tentang Kebijakan


Batubara Nasional.

2) Perpres No.5 Tahun 2006 tentang Kebijakan


Energi Nasional.

7
Di dalam sasaran bauran energi nasional tersebut, batubara menempati
urutan pertama di dalam penggunaan energi. Hal tersebut dikarenakan oleh :

a. Sumber daya batubara nasional cukup banyak, yaitu 104,8 miliar ton,
dengan jumlah cadangan sebesar 22,2 miliar ton (Pusat Sumber Daya Geologi,
2008).

b. Dapat digunakan langsung dalam bentuk padat, atau dikonversi menjadi gas
(gasifikasi) dan cair (pencairan).

c. Harga batubara kompetitif dibandingkan energi lain

d. Teknologi pemanfaatan batubara yang ramah lingkungan telah


berkembang pesat, yang dikenal sebagai Teknologi Batubara Bersih (Clean Coal
Technology

8
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Batubara sebagai sumber daya energi alternatif

Energi alternatif adalah istilah yang merujuk kepada semua energi yang
dapat digunakan yang bertujuan untuk menggantikan bahan bakar konvensional
tanpa akibat yang tidak diharapkan dari hal tersebut. Salah satu yang dapat
dijadikan energi alternatif ialah batubara.

Pemanfaatan batubara sebagai sumber energi alternatif BBM perlu


dilakukan mengingat Indonesia memiliki cadangan sumber batubara yang cukup
banyak, yaitu mencapai sekitar 19,3 miliar ton, sementara cadangan dan produksi
minyak bumi nasional dari tahun ke tahun cenderung menurun. Namun ternyata
porsi pemanfaatan batu bara di dalam negeri selama ini masih relatif kecil. Dari
produksi batubara nasional rata-rata per tahun sebesar 131,72 juta ton, yang
dimanfaatkan di dalam negeri baru 32,91 juta ton/tahun, sedangkan selebihnya,
yaitu sebanyak 92,5 juta ton diekspor ke luar negeri.

Kondisi tersebut sangat ironis mengingat biaya penggunaan batubara


sebetulnya jauh lebih murah ketimbang penggunaan BBM. Sebagai perbandingan,
untuk memproduksi 1 ton steam jenuh 5 bar/jam dengan menggunakan batubara
sebagai bahan bakar akan menghemat pengeluaran perusahaan sebesar Rp
415.119.048/tahun (20 jam produksi/hari, 300 hari operasi /tahun). Adanya
kebijakan energi nasional mengenai diversifikasi energi, telah memacu
pemanfaatan batubara di berbagai segmen pasar di wilayah Indonesia, baik di
sektor industri terlebih pada PLTU yang telah menjadi kebijakan pemerintah di
Sektor Kelistrikan

3.2 Pemanfaatan Batu Bara Sebagai Bahan Bakar PLTU

Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang kaya akan sumber daya
alamnya. Salah satu potensi sumber daya alam yang ada di Indonesia adalah
9
batubara. Berdasarkan data dari hasil riset Departemen ESDM, Total sumber daya
batubara di Indonesia diperkirakan mencapai 105 miliar ton, dimana cadangan
batu bara diperkirakan 21 miliar ton. Tambang batubara utama berlokasi di
Sumatera Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Produksi batubara
meningkat sebesar 16% per tahun selama 5 tahun terakhir. Saat ini, 75% dari total
produksi batubara diekspor, terutama ke Jepang, Taiwan, Korea Selatan dan
Eropa.

Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) adalah pembangkit yang


mengandalkan energi kinetik dari uap untuk menghasilkan energi listrik. Bentuk
utama dari pembangkit listrik jenis ini adalah Generator yang dihubungkan ke
turbin yang digerakkan oleh tenaga kinetik dari uap panas/kering. Pembangkit
listrik tenaga uap menggunakan berbagai macam bahan bakar terutama batu bara
dan minyak bakar serta MFO untuk start up awal.

PLTU batubara, bahan bakar yang digunakan adalah batubara uap yang
terdiri dari kelas sub bituminus dan bituminus. Lignit juga mulai mendapat tempat
sebagai bahan bakar pada PLTU belakangan ini, seiring dengan perkembangan
teknologi pembangkitan yang mampu mengakomodasi batubara berkualitas
rendah.

Pembangkit Listrik Tenaga Uap batubara untuk memanaskan boiler yang


menghasilkan uap air bertekanan 2 kWh/kg = 350,4 ribu ton batubara / tahun.
Maka 1 kg bahan bakar batubara akan menghasilkan banyak pengukuran proses
listrik tenaga uap batubara berkapasitas 50 MW

10
Gambar 3.1 Skema PLTU Bahan Bakar Batubara

3.3 Tahapan Pembakaran dalam Pengolahan Batubara Sebagai Bahan Bakar


PLTU :

 Pembakaran Lapisan Tetap


Metode lapisan tetap menggunakan stoker boiler untuk proses
pembakarannya. Sebagai bahan bakarnya adalah batubara dengan kadar abu yang
tidak terlalu rendah danberukuran maksimum sekitar 30mm. Selain itu, karena
adanya pembatasan sebaran ukuran butiran batubara yang digunakan, maka perlu
dilakukan pengurangan jumlah fine coal yang ikut tercampur ke dalam batubara
tersebut. Alasan tidak digunakannya batubara dengan kadar abu yang terlalu
rendah adalah karena pada metode pembakaran ini, batubara dibakar di atas
lapisan abu tebal yang terbentuk di atas kisi api (traveling fire grate) pada stoker
boiler.

Gambar 3.2 Stoker Boiler


11
 Pembakaran Batubara Serbuk Coal Combustion/PCC

Pada PCC, batubara diremuk dulu dengan menggunakan coal pulverizer


(coal mill) sampai berukuran 200 mesh (diameter 74μm), kemudian bersama –
sama dengan udara pembakaran disemprotkan ke boiler untuk dibakar.
Pembakaran metode ini sensitif terhadap kualitas batubara yang digunakan,
terutama sifat ketergerusan (grindability), sifat slagging, sifat fauling, dan kadar
air (moisture content). Batubara yang disukai untuk boiler PCC adalah yang
memiliki sifat ketergerusan dengan HGI (Hardgrove Grindability Index) di atas 40
dan kadar air kurang dari 30%, serta rasio bahan bakar (fuel ratio) kurang dari 2.
Pembakaran dengan metode PCC ini akan menghasilkan abu yang terdiri diri dari
clinker ash sebanyak 15% dan sisanya berupa fly ash.

Gambar 3.3 PCC Boiler

o Pembakaran Lapisan Mengambang (Fluidized Bed


Combustion/FBC)

12
Pada pembakaran dengan metode FBC, batubara diremuk terlebih dulu
dengan menggunakan crusher sampai berukuran maksimum 25mm. Tidak seperti
pembakaran menggunakan stoker yang menempatkan batubara di atas kisi api
selama pembakaran atau metode PCC yang menyemprotkan campuran batubara
dan udara pada saat pembakaran, butiran batubara dijaga agar dalam posisi
mengambang, dengan cara melewatkan angin berkecepatan tertentu dari bagian
bawah boiler.

Gambar 3.4 Tipikal boiler FBC

o PFBC
Pada PFBC, selain dihasilkan panas yang digunakan untuk memanaskan air
menjadi uap untuk memutar turbin uap, dihasilkan pula gas hasil pembakaran
yang memiliki tekanan tinggi yang dapat memutar turbin gas, sehingga PLTU
yang menggunakan PFBC memiliki efisiensi pembangkitan yang lebih baik
dibandingkan dengan AFBC karena mekanisme kombinasi (combined cycle) ini.
Nilai efisiensi bruto pembangkitan (gross efficiency) dapat mencapai 43%.

13
Gambar 3.5 Prinsip kerja PFBC

o Peningkatan efisiensi panas


Untuk lebih meningkatkan efisiensi panas, unit gasifikasi sebagian (partial
gasifier) yang menggunakan teknologi gasifikasi lapisan mengambang (fluidized
bed gasification) kemudian ditambahkan pada unit PFBC. Dengan kombinasi
teknologi gasifikasi ini maka upaya peningkatan suhu gas pada pintu masuk
(inlet) turbin gas memungkinkan untuk dilakukan.

Pada proses gasifikasi di partial gasifier tersebut, konversi karbon yang


dicapai adalah sekitar 85%. Nilai ini dapat ditingkatkan menjadi 100% melalui
kombinasi dengan pengoksidasi (oxidizer). Pengembangan lebih lanjut dari PFBC
ini dinamakan dengan Advanced PFBC (A-PFBC), yang prinsip kerjanya
ditampilkan pada gambar 10 di bawah ini. Efisiensi netto pembangkitan (net
efficiency) yang dihasilkan pada A-PFBC ini sangat tinggi, dapat mencapai 46%.

14
Gambar 3.6 Prinsip kerja A-PFBC

o ICFBC
Ruang pembakaran utama (primary combustion chamber) dan ruang
pengambilan panas (heat recovery chamber) dipisahkan oleh dinding penghalang
yang terpasang miring. Kemudian, karena pipa pemanas (heat exchange tube)
tidak terpasang langsung pada ruang pembakaran utama, maka tidak ada
kekhawatiran terhadap keausan pipa sehingga pasir silika digunakan sebagai
pengganti batu kapur untuk media FBC. Batu kapur masih tetap digunakan
sebagai bahan pereduksi SOx, hanya jumlahnya ditekan sesuai dengan keperluan
saja.

Gambar 3.7 ICFBC

15
o IGCC
pada sistem ini terdapat alat gasifikasi (gasifier) yang digunakan untuk
menghasilkan gas, umumnya bertipe entrained flow. Yang tersedia di pasaran saat
ini untuk tipe tersebut misalnya Chevron Texaco (lisensinya sekarang dimiliki GE
Energy), E-Gas (lisensinya dulu dimiliki Dow, kemudian Destec, dan terakhir
Conoco Phillips ), dan Shell. Prinsip kerja ketiga alat tersebut adalah sama, yaitu
batubara dan oksigen berkadar tinggi dimasukkan kedalamnya kemudian
dilakukan reaksi berupa oksidasi sebagian (partial oxidation) untuk menghasilkan
gas sintetis (syngas), yang 85% lebih komposisinya terdiri dari H2 dan CO.
Karena reaksi berlangsung pada suhu tinggi, abu pada batubara akan melebur dan
membentuk slag dalam kondisi meleleh (glassy slag). Adapun panas yang
ditimbulkan oleh proses gasifikasi dapat digunakan untuk menghasilkan uap
bertekanan tinggi, yang selanjutnya dialirkan ke turbin uap.

Gambar 3.8 Tipikal IGCC

 Pembangkitan Kombinasi Dengan Gasifikasi Batubara


Peningkatan efisiensi pembangkitan dengan mekanisme kombinasi melalui
pemanfaatan gas sintetis hasil proses gasifikasi seperti pada A-PFBC, selanjutnya
16
mengarahkan teknologi pembangkitan untuk lebih mengintensifkan penggunaan
teknologi gasifikasi batubara ke dalam sistem pembangkitan. Upaya ini akhirnya
menghasilkan sistem pembangkitan yang disebut dengan Integrated Coal
Gasification Combined Cycle (IGCC).

3.4 Gambaran umum PLTU batubara

Seperti kita ketahui bahwa PLTU batu bara merupakan jenis pembangkit
terbesar yang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia (PLN) untuk mengatasi
kekurangan pasokan listrik dan untuk mengurangi ketergantungan BBM pada
PLTD (Diesel). Ini tercermin pada program percepatan listrik nasional tahap
pertama dan kedua, walaupun porsinya dikurangi di tahap kedua. Untuk itu,
berikut ini singkat sistem kerja PLTU batubara yang ada dan berdasar pada
referensi. Prinsip kerja PLTU batubara secara umum dapat dilihat pada gambar
dibawah ini :

Gambar 3.9 Prinsip kerja PLTU


17
Keterangan gambar :
1. Cooling tower
2. Cooling water pump

3. Transimission line 3 phase


4. Transformer 3-phase

5. Generator Listrik 3-phase


6. Low pressure turbine
7. Boiler feed pump
8. Condenser
9. Intermediate pressure turbine
10. Steam governor valve
11. High pressure turbine
12. Deaerator
13. Feed heater
14. Conveyor batubara
15. Penampung batubara
16. Pemecah batubara
17. Tabung Boiler

18. Penampung abu batubara


19. Pemanas
20. Forced draught fan
21. Preheater
22. combustion air intake
23. Economizer
24. Air preheater
25. Precipitator
26. Induced air fan
27. Cerobong

18
Prinsip kerja PLTU batubara adalah sebagai berikut :

1. Batubara dari luar dialirkan ke penampung batubara dengan conveyor


(14) kemudian dihancurkan dengan the pulverized fuel mill (16) sehingga menjadi
tepung batubara.

2. Kemudian batubara halus tersebut dicampur dengan udara panas (24) oleh
forced draught fan (20) sehingga menjadi campuran udara panas dan bahan bakar
(batu bara).

3. Dengan tekanan yang tinggi, campuran udara panas dan batu bara
disemprotkan kedalam Boiler sehingga akan terbakar dengan cepat seperti
semburan api.

4. Kemudian air dialirkan keatas melalui pipa yang ada dinding Boiler, air
tersebut akan dimasak dan menjadi uap, dan uap tersebut dialirkan ke tabung
boiler (17) untuk memisahkan uap dari air yang terbawa.

5. Selanjutnya uap dialirkan ke superheater(19) untuk melipatgandakan suhu


dan tekanan uap hingga mencapai suhu 570°C dan tekanan sekitar 200 bar yang
meyebabkan pipa ikut berpijar merah.

6. Uap dengan tekanan dan suhu yang tinggi inilah yang menjadi sumber
tenaga turbin tekanan tinggi (11) yang merupakan turbin tingkat pertama dari 3
tingkatan.

7. Untuk mengatur turbin agar mencapai set point, kita dapat menyeting
steam governor valve (10) secara manual maupun otomatis.

8. Suhu dan tekanan uap yang keluar dari Turbin tekanan tinggi (11) akan
sangat berkurang drastis, untuk itu uap ini dialirkan kembali ke boiler re-heater
(21) untuk meningkatkan suhu dan tekanannya kembali.

9. Uap yang sudah dipanaskan kembali tersebut digunakan sebagai


penggerak turbin tingkat kedua atau disebut turbin tekanan sedang (9), dan

19
keluarannya langsung digunakan untuk menggerakkan turbin tingkat 3 atau turbin
tekanan rendah (6).

10. Uap keluaran dari turbin tingkat 3 mempunyai suhu sedikit diatas titik
didih, sehingga perlu di alirkan ke condensor (8) agar menjadi air untuk dimasak
ulang.

11. Air tersebut kemudian dialirkan melalui deaerator (12) oleh feed pump
(7) untuk dimasak ulang. awalnya dipanaskan di feed heater (13) yang panasnya
bersumber dari high pressure set, kemudian ke economiser (23) sebelum di
kembalikan ke tabung boiler(17).

12. Sedangkan Air pendingin dari condensor akan di semprotkan kedalam


cooling tower (1) , dan inilah yang meyebabkan timbulnya asap air pada cooling
tower. kemudian air yang sudah agak dingin dipompa balik ke condensor sebagai
air pendingin ulang.

13. Ketiga turbin di gabung dengan shaft yang sama dengan generator 3
phase (5), Generator ini kemudian membangkitkan listrik tegangan menengah (
20-25 kV).

14. Dengan menggunakan transformer 3 phase (4) , tegangan dinaikkan


menjadi tegangan tinggi berkisar 250-500 kV yang kemudian dialirkan ke sistem
transmisi 3 phase.

15. Sedangkan gas buang dari boiler di isap oleh kipas pengisap(26) agar
melewati electrostatic precipitator (25) untuk mengurangi polusi dan kemudian
gas yg sudah disaring akan dibuang melalui cerobong (27).

20
3.5 Perhitungan PLTU Batubara

1. Dirancang sebuah pembangkit listrik tenaga uap menggunakan batubara


sebagai bahan bakarnya.

– Kadar abunya 8%,


– kadar sulfurnya 0,5%,
– nilai kalornya 11.000 Btu/lb.
– Daya yang akan dibangkitkan sebesar 2.250 MW dengan
– efisiensi thermal sebesar 38%.

• Perkirakan banyaknya partikulat, NO2 dan SO2 yang teremisikan dari


sistem ini.
• Faktor emisi masing-masing polutan akibat terbakarnya batubara (dalam
lb/ton batubara yang terbakar), adalah sebagai berikut :
– partikulat = 16A,
– NO2 = 20;
– SO2 = 38S dengan A dan S adalah prosen abu dan prosen sulfur
dalam bahan bakar. (1 lb = 453,6 gram)

Penyelesaian :

• Energi yang diperlukan untuk menghasilkan daya sebesar 2250 MW


adalah sebesar :
1000 𝑤𝑎𝑡𝑡 𝑏𝑡𝑢
2250 𝑀𝑊 𝑥 | | 3,4114
6 𝑗𝑎𝑚
– 1 𝑀𝑊
= 5921 𝑥 10 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑥 | |
0,38 1 𝑤𝑎𝑡𝑡

𝑏𝑡𝑢
= 20200 𝑥 106
𝑗𝑎𝑚

21
– Kebutuhan energi, dapat diketahui kebutuhan bahan bakarnya
yaitu:
𝑏𝑡𝑢
20200 𝑥 106 𝑙𝑏 𝑡𝑜𝑛
𝑗𝑎𝑚
– 𝑏𝑡𝑢 = 1834 𝑥 103 = 917
11000 𝑗𝑎𝑚 𝑗𝑎𝑚
𝑙𝑏

• Emisi masing-masing polutan dapat diperkirakan sebesar :


𝑙𝑏 𝑡𝑜𝑛 𝑙𝑏
– Partikulat: (16 𝑥 8 ) 𝑥 917 = 117300
𝑡𝑜𝑛 𝑗𝑎𝑚 𝑗𝑎𝑚
𝑙𝑏 𝑡𝑜𝑛 𝑙𝑏
– NO2: ( 20 ) 𝑥 917 = 18340
𝑡𝑜𝑛 𝑗𝑎𝑚 𝑗𝑎𝑚
𝑙𝑏 𝑡𝑜𝑛 𝑙𝑏
– SO2: (38 𝑥 0,5 ) 𝑥 917 = 17400
𝑡𝑜𝑛 𝑗𝑎𝑚 𝑗𝑎𝑚

• Jumlah emisi partikulat dapat dikurangi jika pada sistem tersebut


dilengkapi dengan satuan operasi lain (alat pengendali emisi partikulat)
seperti elektrostatik presipitator misalnya.

2. Sebuah PLTU menggunakan bahan bakar batu bara menghasilkan daya listrik
720 MW, Hitung :
a. Jumlah batu bara yang dikonsumsi (ton/hari)
b. Jumlah asap dan debu, gas yang dilepaskan (ton/hari)
c. Jumlah air (m3 /s yang diembunkan melalui condenser. Jika ada perubahan
sebesar 10⁰C)
d. Jika diperlukan cooling tower, berapa debet air yang harus ditarik disekitar
lokasi? Dapatkah air itu didaur ulang?

Penyelesaian :

PLTU
a. Jumlah batu bara yang dikonsumsi
= 60 kg⁄s=60 x 24 x 3,6=5184 ton⁄hari
b. Jumlah asap, debu dan gas yang dihasilkan
Kurang lebih 1/10 dari jumlah batu bara yang digunakan maka
= 5184/10=518,4 ton⁄hari
c. Jumlah air (m3/s) yang diembunkan melalui condenser, jika ada perubahan
sebesar 10⁰C
22
= 8 x 60 = 480 kg⁄s = 0,48 m3 /s
d. Jika diperlukan cooling tower, berapa debet air yang harus ditarik disekitar
lokasi, air itu dapat didaur ulang dengan debet
= 320 kg⁄s x 60=19200 kg⁄s = 19,2 m3 /s

3.6 Keuntungan dan Kerugian PLTU Batubara

- Keuntungan PLTU

1. Murah. Energi dari batubara sangat murah, harganya cenderung tidak naik,
bahkan saat sekarang harganya terus menurun. Jauh lebih murah dibandingkan
menggunakan tenaga angin, tenaga surya atau biomassa.
2. Kontinyu, Predictable dan dapat diandalkan. PLTu dapat bekerja 24 jam sehari
secara kontinyu.
3. Berlimpah. Jumlah cadangan batubara di dunia masih sangat melimpah
4. Mudah terbakar, sehingga mudah menghasilkan energi
5. Infrastruktur untuk pertambangan, pemrosesan, transportasi dan penggunaan
batubara sudah tersedia.
6. Batubara gampang di simpan, ditransportasikan dan digunakan, tak seperti jenis
sumber energi primer lain seperti angin dan air.
7. Batubara bisa didapatkan diseluruh dunia dan mudah diakses oleh banyak
orang. Tersedia banyak cadangan batubara di Amerka Utara, Eropa, Asia dan
Australia.
8. Produk akhir sisa dari batubara dapat digunakan oleh industri yang lain seperti
industri semen
9. Load zactor Tinggi. PLTU memiliki load factor yang sangat tinggi, bisa hingga
80%
10. Indonesia bisa menggunakan batubara dari negaranya sendiri tanpa perlu
bergantung kepada negara lain.

23
- Kerugian PLTU

1. Pembakaran batubara menghasilkan campuran banyak zat kimia


berbahaya yang dapat merusak kesehatan seperti sulphur dioxide. Banyak korban
bisa berjatuhan akibat penyakit pernafasan jika pembakaran batubara tidak
terkontrol.

2. Ekstraksi batubara memerlukan biaya dan investasi yang mahal

3. PLTU menghasilkan banyak gas rumah kaca. Turbin angin menghasilkan 8 kali
lebih rendah dibandingkan dengan CO2 dari PLTU.

4. Penambangan batubara berbahaya dan dapat merusak lingkungan

5. PLTU tidak ramah terhadap fauna di sekitar pembangkit.

6. PLTU menghasilkan limbah yang dapat mencemari perairan di sekitar


pembangkit.

3.7 Dampak Lingkungan dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara

Dampak yang di timbulkan dalam pembangunan PLTU adalah asap hasil


pembakaran batubara. Apabila terus menerus menghirup asap dari hasil
pembakaran itu, lambat laun akan mengalami kerusakan pernapasan. Unsur
beracun menyebabkan penyakit kulit, gangguan pencernaan, paru- paru dan
penyakit kanker otak. Air sungai tempat buangan limbah apabila digunakan
masyarakat secara terus menerus, gejala penyakit itu biasa akan tampak setelah
bahan beracun terakumulasi dalam tubuh manusia. Masyarakat pada umumnya
hanya mengetahui bahwa pemakaian batubara sebagai bahan bakar dapat
menimbulkan polutan yang mencemari udara berupa CO (karbon monoksida),
NOx (oksida-oksida nitrogen), SOx (oksida-oksida belerang), HC (senyawa-

24
senyawa karbon), fly ash (partikel debu). dan juga partikel-partikel yang
terhambur ke udara sebagai bahan pencemar udara. Partikel-partikel tersebut
antara lain adalah: Karbon dalam bentuk abu atau fly ash (C), Debu-debu silika
(SiO 2 ), Debu-debu alumia (Al 2 O 3 ) dan Oksida-oksida besi (Fe 2 O 3 atau Fe
3 O 4 ) Partikel-partikel tersebut dapat menimbulkan dampak pencemaran
lingkungan, selain timbulnya hujan asam yang dapat merusak hutan dan lahan
pertanian maupun efek rumah kaca yang dapat menyebabkan kenaikan suhu di
permukaan bumi dengan segala efek sampingannya yang disebabkan oleh gas-gas
hasil pembakaran batubara.
Sebagaimana halnya polutan (bahan pencemar) konvensional yang keluar
dari batubara, polutan radioaktif pun dapat dengan mudah masuk kedalam tubuh
manusia melalui udara yang dihirup oleh paru-paru, maupun melalui rantai
makanan yang telah terkontaminasi oleh polutan radioaktif. Polutan radioaktif
yang terakumulasi didalam tubuh dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan
gangguan kesehatan, terutama karena sifat polutan radioaktif yang pada umumnya
adalah carcinogenik atau perangsang timbulnya kanker. Jadi secara jujur dapat
dikatakan bahwa pemakaian batubara juga dapat menaikkan kontribusi zat
radioaktif dilingkungan.
PLTU batubara berkapasitas 1.000 MW akan menghasilkan limbah per
tahunnya berupa CO2 sebanyak 6,5 juta ton, SO2 sebanyak 44.000 ton, NOx
22.000 ton, dan abu 320.000 ton yang mengandung 400 ton racun logam berat,
seperti arsenik, kadmium, merkuri, dan timah. Limbah batubara dibuang ke
biosfer yakni ke udara, air dan tanah, sehingga menjadi berbahaya terhadap
lingkungan.

25
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan mengenai “Pembangkit Listrik


Tenaga Uap (PLTU) Batubara” dapat disimpulkan bahwa :

1.Pengertian batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk


dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui
proses pembatubaraan.
2.Bahan bakar yang digunakan pada PLTU adalah batubara jenis
subbituminus dan bituminus.
3.Pemanfaatan batubara sebagai bahan bakar PLTU merupakan solusi yang
dapat dipilih untuk menghemat penggunaan bahan bakar minyak sebagai sumber
tenaga pembangkit listrik.
4.Dampak yang di timbulkan dalam pembangunan PLTU adalah asap hasil
pembakaran batubara yang dapat menimbulkan polutan yang mencemari udara
berupa CO (karbon monoksida), NOx (oksida-oksida nitrogen), SOx (oksida-
oksida belerang), HC (senyawa-senyawa karbon), fly ash (partikel debu). Partikel-
partikel tersebut dapat menimbulkan dampak pencemaran lingkungan, selain
timbulnya hujan asam yang dapat merusak hutan dan lahan pertanian maupun
efek rumah kaca yang dapat menyebabkan kenaikan suhu di permukaan bumi
dengan segala efek sampingannya yang disebabkan oleh gas-gas hasil
pembakaran batubara.

4.2 Saran
Perlu adanya terobosan baru dalam hal perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi karena dengan perkembangan keduanya maka dengan
sendirinya penanganan abu batubara akan sangat berguna bagi kehidupan manusia
dan tidak lagi menjadi limbah industri
26
DAFTAR PUSTAKA

Anggayana, Komang. 2005. Diktat Kuliah Eksplorasi Batubara-Genesa


Batubara. Departemen Teknik Pertambangan. Bandung

Anonim. 2012. Dampak pltu. http://www.pelita.or.id/baca.php?Id=63498. (Di


akses tanggal 20 Maret 2018)

Ir. Darwin Sitompul, M. Eng. 1985. Principles of Energy Conversion,


Fakultas Teknik Universitas Sumatra Utara, Medan
Ir. Djiteng Marsudi. 2005. Pembangkitan Energi Listrik. Jakarta : Penerbit
Erlangga
Ir. Sukandarumidi, M.Sc., Ph.D. 1995. Batubara dan gambut. Yogyakarta :
Gadjah mada university press
Prof.Dr.Ir.Irwandy Arif, M.Sc. 2014. Batubara Indonesia. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama

27

Anda mungkin juga menyukai