Anda di halaman 1dari 14

BAB IV

GEOTEKNIK

4.1 Dasar Teori Geoteknik

Aspek geoteknik bertujuan untuk menentukan sifat fisik dan mekanik batuan
yang menyusun material penutup (overburden), batuan dasar dan lapisan pyrolusit.
Pengkajian data hasil pengujian geoteknik akan menghasilkan data sifat material yang
akan digunakan untuk perancangan tambang, terutama dalam penentuan dimensi
lereng (sudut dan tinggi jenjang) yang aman/mantap untuk lereng penggalian
pyrolusit dan lereng timbunan tanah penutup.

Berdasarkan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 55, Tahun


1995, diantaranya menyatakan bahwa untuk lereng bukaan tambang yang tinggi
keseluruhan (overall) lebih besar dari 15 meter, maka harus ada analisis geoteknik
yang didukung hasil penelitian, yang menyatakan bahwa bukaan tersebut dalam
keadaan mantap dan aman.

Masalah kemantapan lereng di dalam suatu pekerjaan yang melibatkan


kegiatan penggalian maupun kegiatan penimbunan merupakan masalah yang penting,
karena ini menyangkut masalah keselamatan pekerja dan peralatan serta manusia dan
bangunan yang berada di sekitar lereng tersebut. Dalam pekerjaan penambangan
dengan cara tambang terbuka, lereng yang tidak mantap akan dapat mengganggu
kelancaran produksi.

Di alam tanah dan bangunan umumnya berada dalam keadaan setimbang,


artinya keadaan distribusi tegangan pada tanah atau batuan tersebut dalam keadaan
mantap. Apabila pada tanah atau batuan tersebut ada kegiatan penggalian,
penimbunan, penurunan, pengangkutan, erosi, atau aktivitas lain, sehingga
menyebabkan keseimbangannya terganggu, maka tanah atau batuan itu akan berusaha
untuk mencapai keseimbangan baru dengan cara pengurangan beban, terutama dalam
bentuk longsoran.

Untuk menganalisis kemantapan lereng perlu terlebih dahulu diketahui system


tegangan yang bekerja pada tanah atau batuan serta sifat fisik dan mekaniknya.
Tegangan di dalam massa tanah atau batuan dalam keadaan alamiahnya adalah
tegangan vertikal, tegangan horizontal, dan tekanan air pori. Sedangkan sifat fisik dan
mekaniknya antara lain adalah bobot isi, kohesi, dan sudut geser dalam. Faktor ini
secara langsung turut mempengaruhi kemantapan dari suatu lereng.

Secara prinsip, pada suatu lereng sebenarnya berlaku dua macam gaya, yaitu
gaya penahan dan gaya penggerak. Gaya penahan, yaitu gaya yang menahan massa
dari pergerakan sedangkan gaya penggerak adalah gaya yang menyebabkan massa
bergerak. Lereng akan longsor jika gaya penggeraknya lebih besar dari gaya penahan.
4.1.1 Metode Empirik
Adalah metode rancangan berdasarkan analisa statistik, yaitu melalui
pendekatan empirik dari banyak pekerjaan serupa sebelumnya. Pendekatan empirik
yang paling baik ialah klasifikasi masa batuan, contohnya adalah Klasifikasi Rock
Mass Rating dan Slope Mass Rating.
Klasifikasi Rock Mass Rating (RMR= Klasifikasi Geomekanika) dibuat
pertama kali oleh Bieniawski (1973). Sistem klasifikasi ini telah dimodifikasi
beberapa kali, terakhir pada tahun 1989. Modifikasi selalu dengan data yang baru
agar dapat digunakan untuk berbagai kepentingan dan disesuaikan dengan standard
Internasional.
Klasifikasi massa batuan Rock Mass Rating menggunakan parameter berikut
ini (Lihat table 4.1):
1. Kuat teka unuaksial dari material batuan
2. Rock quality design (RQD)
3. Sepasi Ketidak-menerusan
4. Kondisi rekahan, meliputi : Kekerasan (rougness), lebar celah (aperture) dan
ketebalan bahan pemisah/pengisi celah (width filled/gouge), tingkat
pelapukan (weathered) dan kemenerusan kekar/terminasi (extension).
5. Kondisi air tanah
6. Orientasi ketidak-menerusan
Parameter ke-6 (orientasi ketidak-menerusan pemakaian dan penerapannya
disesuaikan dengan pengguanan RMR untuk rekayasa batuan. Terkait denagan materi
yang dibahas, yaitu lereng, maka paremeter ke-6 tersebut disesuaikan untuk
keperluan analisis kestabilan lereng seperti yang dikemukakan oleh Romana (1985).
4.1.2 Metode Analitik
Metode anlitaik adalah metode rancangan berdasarkan analisis tegangan-
tegangan dan deformasi-deformasi yang terjadi di lokasi sekitar penggalian (lereng).
Selain perhitungan anlitik konvensional, teknik lain yang sering digunakan adalah
dengan perhitungan numeric.
Adannya kegiatan penggalian yang dilakukan di permukaan tananh akan
mengakibatkan perubahan distribusi tegangan, terutama disekitar dan di dekat lokasi
penggalian, sehingga akhirnya akan terjadi keseimbangan yang baru. Besarnya
tegangan yang terjadi di sekitar lokasi penggalian dapat dihitung secara analitik
maupun numeric.
Perhitungan numeric dilakukan untuk membantu menyelesaikan perhitungan
secaara analitik karena seringkali di jumpai perhitungan yang sangat panjang. Pada
umumnya perhitungan di lakukan dengan bantuan paket progam yang sudah ada
seperti micosoft ecel, slope w, galena dan sebagainya. Untuk analisis kemantapan
lereng maka paket progam yang digunakan harus disesuaikan dengan jenis longsoran
yang mungkin terjadi.
PENYELIDIKAN GEOTEKNIK UNTUK RANCANGAN
TAMBANG TERBUKA

GEOFISIKA HIDROLOGI & PEMETAAN PEMBORAN INTI


GEOLOGI
HIDROGEOLOGI

S G
Karakteristik Core loging
E E
Akuifer
I O

S L
Bulk Samping Core Sampling
M I

I S
R
K T
E
I PENGUJIAN
S
R LABORATORIUM
I
I Petograf
S
K Sifat Fisik
T

I Kuat Tekan Unuaksial

V Uji Geser Langsung


Vp

Vs I

T
Ed
I

Gambar 4.1 Bagan Alir Penyelidikan Geoteknik untuk Rancangan Tambang Terbuka
4.2 Kajian Geoteknik
Peranan geoteknik dalam perancangan tambang adalah melakukan pendekatan
kepada kondisi massa tanah dan batuan yang kompleks, menggunakan teknik-teknik
dan instrument-instrument yang tersedia dlam rekayasa geoteknik, sehingga sifat-sifat
dan perilaku massa tanah dan batuan betul-betul telah dikuasai, sepenuhnya sebelum
membangun suatu struktur (lereng, terowongan, sumuran) pada massa tanah dan
batuan tersebut.
Tujuan utama program penyelidikan geoteknik dalam suatu proyek pertambangan
adalah untuk :
5 Memperoleh data kuantitatif kondisi geologi, hidrologi, hidrogeologi,sifat fisik
dan mekanik.
6 Mengetahui karakteristik massa batuan atau tanah sebagai dasar perancangan
penambangan.
7 Menyusun suatu klasifikasi dari berbagai tipe urutan stratigrafi batuan atap atau
lantai, dan untuk mengkaji stabilitas relatifnya di bawah tegangan terinduksi
akibat penambangan.
8 Mengembangkan rancangan lereng yang stabil untuk tambang terbuka atau
rancangan masuk/pilar (untuk tambang bawah tanah) untuk penambangan yang
akan datang berdasarkan analisis sensitivitas terhadap kondisi geoteknik dari
strata atau kedalaman overburden.
Menurut Kepmen Pertambangan dan Energi Nomor :
555K/26/M.PE/1995 Pasal 241
Tinggi permukaan kerja dan lebar teras kerja :
1. Kemiringan, tinggi dan lebar teras harus dibuat dengan baik dan aman untuk
keselamatan para pekerja agar terhindar dari material atau benda jatuh.
2. Tinggi jenjang (bench) untuk pekerjaan yang dilakukan pada lapisan yang
mengandung pasir, tanah liat, kerikil, dan material lepas lainnya harus:
a. Tidak boleh lebih dari 2,5 meter apabila dilakukan secara manual;
b. Tidak boleh lebih dari 6 meter apabila dilakukan secara mekanik dan
c. Tidak boleh lebih dari 20 meter apabila dilakukan dengan menggunakan
clamshell, dragline, bucket wheel excavator atau alat sejenis kecuali
mendapat persetujuan Kepala Pelaksanaan Inspeksi Tambang.
3. Tinggi jenjang untuk pekerjaan yang dilakukan pada material kompak tidak
boleh lebih dari 6 meter, apabila dilakukan secara manual.
4. Dalam hal penggalian dilakukan sepenuhnya dengan alat mekanis yang
dilengkapi dengan kabin pengaman yang kuat, maka tinggi jenjang
maksimum untuk semua jenis material kompak 15 meter, kecuali mendapat
persetujuan Kepala Pelaksanaan Inspeksi Tambang.
5. Studi kemantapan lereng harus dibuat apabila:
a. Tinggi jenjang keseluruhan pada sistem penambangan berjenjang lebih
dari 15 meter, dan
b. Tinggi setiap jenjang lebih dari 15 meter
6. Lebar lantai teras kerja sekurang-kurangnya 1,5 kali tinggi jenjang atau
disesuaikan dengan alat-alat yang digunakan sehingga dapat bekerja dengan
aman dan harus dilengkapi dengan tanggul pengaman (safety bem) pada
tebing yang terbuka dan diperiksa pada setiap gilir kerja dari kemungkinan
adanya rekahan, tekanan, atau kelemahan lainnya.

4.3 Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Kemantapan Lereng


Faktor – faktor yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kemantapan
lereng adalah sebagai berikut :

a. Penyebaran batuan
Macam tanah atau batuan yang terdapat di daerah penyelidikan harus
diketahui, demikian juga penyebaran serta hubungan antar batuan. Ini perlu
dilakukan karena sifat-sifat fisik dan mekanis suatu tanah atau batuan berbeda
dengan tanah atau batuan lain sehingga kekuatan menahan bebannya sendiri
juga berbeda.
b. Relief permukaan bumi
Faktor ini mempengaruhi laju erosi dan pengendapan serta
menentukan arah aliran air permukaan dan air tanah. Hal ini disebabkan untuk
daerah yang curam, kecepatan aliran air permukaan tinggi dan mengakibatkan
pengikisan lebih intensif dibandingkan pada daerah yang landai. Karena erosi
yang intensif, banyak dijumpai singkapan tanah atau batuan dan ini
menyebabkan pelapukan yang lebih cepat. Batuan yang lapuk mempunyai
kekuatan yang rendah sehingga kemantapan lereng berkurang.
c. Struktur geologi
Struktur geologi yang perlu dicatat adalah sesar, kekar, bidang
perlapisan, ketidakselarasan, dan sebagainya. Ini merupakan hal yang penting
di dalam analisis kemantapan lereng karena struktur merupakan bidang lemah
di dalam massa batuan dan dapat menurunkan kemantapan lereng. Hal ini
dikaitkan dengan orientasi lereng dan diskontinuitas batuan.

d. Iklim
Iklim berpengaruh terhadap kemantapan lereng karena iklim
mempengaruhi perubahan temperatur. Temperatur yang cepat sekali berubah
dalam waktu yang singkat akan mempercepat proses pelapukan batuan. Untuk
daerah tropis pelapukan lebih cepat dibandingkan daerah dingin. Oleh karena
itu singkapan batuan pada lereng daerah tropis akan lebih cepat lapuk dan ini
mengakibatkan lereng mudah longsor.
e. Geometri lereng
Geometri lereng mencakup tinggi lereng, dan sudut kemiringan lereng.
Lereng yang terlalu tinggi akan mengakibatkan menjadi tidak mantap, dan
cenderung lebih mudah longsor dibandingkan lereng yang tidak terlalu tinggi
bila susunan batuannya sama. Lereng menjadi semakin kurang mantap jika
kemiringannya besar. Muka air tanah yang dangkal menjadikan lereng
sebagian besar basah dan batuannya mempunyai kandungan air yang tinggi.
Batuan dengan kandungan air yang tingi kekuatannya menjadi rendah
sehingga lereng lebih mudah longsor. Hal ini dikarenakan air yang terkandung
dalam tanah atau batuan akan menambah beban batuan tersebut.
f. Gaya luar
Gaya luar sedikit banyak dapat mempengaruhi kemantapan suatu
lereng. Gaya ini berupa getaran-getaran yang berasal dari sumber-sumber
yang berada di dekat lereng tersebut. Getaran ini misalnya ditimbulkan oleh
peledakan, lalu lintas kendaraan, dan sebagainya.
4.4 Data Sebagai Dasar Analisis
Data utama sebagai dasar analisis kemantapan suatu lereng adalah : geometri
lereng, struktur geologi, serta sifat fisik dan sifat mekanik.

a. Geometri Lereng
Geometri lereng yang perlu diketahui adalah :

1. Orientasi lereng (jurus/kemiringan)


2. Tinggi dan kemiringan lereng (tiap jenjang maupun total)
3. Lebar jenjang (berm)

b. Struktur Batuan
Struktur batuan yang mempengaruhi kemantapan suatu lereng adalah adanya
bidang – bidang lemah, bidang-bidang sesar, perlapisan dan rekahan.

c. Sifat Fisik
Sifat fisik batuan yang diperlukan sebagai dasar analisis kemantapan lereng
adalah :

1. Bobot isi batuan


2. Porositas batuan
3. Kandungan air dalam batuan

d. Sifat Mekanik
Sifat mekanik yang diperlukan diantaranya adalah kuat tekan dan kuat tarik
batuan untuk memperoleh nilai kohesi, sudut geser dalam, poisson ratio, dan
modulus elastisitas.

4.5 Jenis – Jenis Longsoran


Longsoran merupakan suatu proses pergerakan massa tanah dan atau massa
hancuran batuan penyusun lereng yang bergerak menuruni lerengnya akibat dari
terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut.
Masalah kelongsoran khususnya di Indonesia, sering terjadi disebabkan
keadaan geografi yang dibeberapa tempat memiliki curah hujan cukup tinggi dan
daerah potensi gempa. Curah hujan yang tinggi dianggap sebagai faktor utama
kelongsoran karena air dapat mengikis suatu lapisan pasir, melumasi batuan ataupun
meningkatkan kadar air suatu lempung sehingga mengurangi kekuatan geser.
Kemungkinan longsor akibat hujan masih harus dikaitkan dengan beberapa faktor
antara lain topografi daerah setempat, struktur geologi, sifat kerembesan tanah dan
morfologi perkembangannya.
Jenis atau bentuk longsoran tergantung pada jenis material penyusun dari
suatu lereng dan juga struktur geologi yang berkembang di daerah tersebut. Karena
batuan mempunyai sifat yang berbeda, maka jenis longsorannya pun akan berbeda
pula.

Longsoran pada kegiatan pertambangan secara umum diklasifikasikan


menjadi empat bagian, yaitu : longsoran bidang (plane failure), longsoran
guling(toppling failure), longsoran busur (circular failure),dan longsoran baji (wedge
failure).
Pada penambangan bauksit PT. BANUA COAL INDONESI kemungkinan
ada nya longsor adalah longsoran busur
Longsoran busur (circular failure)
Longsoran busur merupakan longsoran yang paling umum terjadi di alam,
terutama pada tanah dan batuan yang telah mengalami pelapukan sehingga hampir
menyerupai tanah. Pada batuan yang keras longsoran busur hanya dapat terjadi jika
batuan tersebut sudah mengalami pelapukan dan mempunyai bidang-bidang lemah
(rekahan) dengan jarak yang sangat rapat kedudukannya.
Dengan demikian longsoran busur juga terjadi pada batuan yang rapuh atau
lunak serta banyak mengandung bidang lemah, maupun pada tumpukan batuan yang
hancur.

Gambar 4.2
Longsoran Busur

4.6 Analisis Kemantapan Lereng

Analisis kemantapan lereng dilakukan bertujuan untuk menentukan geometri


lereng yang mantap dalam bentuk tinggi dan sudut kemiringan lereng. Perhitungan
analisis kemantapan lereng dilakukan berdasarkan Metode Stereografis dengan
perhitungan matematis. Perhitungan dilakukan untuk menganalisis kemantapan
lereng baik individualslope dan overall slope.

4.7 Uji Laboratorium


Beberapa metode yang digunakan untuk menguji kualitas batubara sangat
beragam, diantaranya yaitu melakukan pengujian sampel di laboratorium. Dalam uji
laboratorium ini, kita dapat melakukan analisa proksimate untuk mengetahui
kandungan nilai kalori, total moisture, dan ash content pada batubara, dan analisa
ultimat untuk mengetahui kandungan total sulfur.
Langkah-langkahuntukmenentukananalisaproksimite, yaitu :
1. Analisa total moisture, untuk analisa total moisture siapkan batubara yang
telah dipreparasi yang berukuran 13 mm, kemudian timbang tray kosong dan
catat sebagai (m1), timbang 1kg batubara masukkan dalam tray dan ratakan,
catat sebagai (m2). Masukkan batubara yang sudah ditimbang kedalam drying
oven pada temperature 400C selama 2,5-3 jam. Setelah itu timbang batubara
dan tray, catat sebagai (m3). Hitung kadar Free Moisture dengan rumus :
m2−m3
%M= x 100%
m2−m1
Setelah didapat kadar FM lalu batubara dimasukkan kedalam hammer
mill untuk mendapatkan ukuran 3 mm. Kemudian timbang 10 gr batubara
dengan cawan kosong setelah ditimbang masukkan kedalam oven bersuhu
105oC selama 3 jam yang dialiri nitrogen yang berfungsi untuk mengikat uap
air agar batubara benar-benar kering. Setelah 3 jam kadar Moisture In Air-Dry
sample akan muncul pada layark omputer dengan sendirinya. Kemudian
hitung nilai Total Moisture dengan rumus :
FM
1−
TM = FM + M x 100 )
¿
2. Analisa Ash content, batubara yang sudahmengalami proses
pengeringandiambilsampeldanditimbangansebanyak 1 gram untuk dianalisis
kadar abunya. Kemudian batubara yang sudah diambil dan ditimbang tadi
dimasukkan kedalam alat seperti oven yaitu purnice. Suhu awal untuk
melakukan proses pembakaran yaitu 0 - 500°C selama satu jam, lalu satu jam
kemudian suhu dinaikkan sampai 815°C. Setelah selesai pembakaran pada
suhu 815°C suhu diturunkan lagi kesuhu normal yaitu 500°C. Pengujian ini
dilakukan selama ± 120 menit. Batubara yang sudah dibakar kemudian
didinginkan dan ditimbang kembali untuk mengetahui persentase kadar
abunya.
3. Analisa calorivic value, untuk uji kalori siapkan batubara yang telah
ditimbang 1gr, kemudian pasang benang pada alat pengukur. Fungsi benang
adalah sebagai penghantar listrik (pembakar). Setelah benang dipasang
masukkan kedalam alat Parr Calorimeter yang telah dipasang aliran oksigen.
Tunggu hingga 15 menit maka nilai kalori akan muncul dengan sendirinya
pada print hasil pengujian dengan satuan cal/gr. Sebagai factor koreksi, jika
batubara tersebut memiliki kandungan sulfur tinggi maka nilai kalori
dikurangi dengan kadar sulfur yang telah dikalikan 22,47 dan dikurangi lagi
dengan kadar asam nitrat.
4. Cara pengujian total sulfur timbang cawan kosong, kemudian pompa oksigen
dinaikkan sebesar 3,25 l/menit. Timbang batubara sebanyak 0,15 gr tidak
boleh lebih. Masukkan batubara kedalam alat uji sulfur LECO S144DR yang
mengguna kaninfra red. Atur suhu sesuai dengan furnace temperature dan set
point temperature yaitu 1311,90°C. Tunggu beberapa menit, kemudian kadar
sulfur akan muncul pada layar komputer yang telah diatur secara otomatis.
Data yang diperoleh dari sampling batubara di front dan stockpile
dikelompokkan berdasarkan jenis batubara dan parameternya, kemudian dihitung
rata-ratanya dan disajikan dalam bentuk tabel, dan grafik, sehingga dapat dilihat
parameter batubara yang ada di front dan stockpile dan berapa besar penyimpangan
kualitas yang terjadi pada batubara yang ada di front dan stockpile tersebut.
Pada penelitian ini dilakukan analisis proksimat dan ultimat untuk mengetahui
kualitas batubara pada front dan stockpile. Beberapa parameter yang diuji pada uji
laboratorium ini, yaitu :
Tabal 4.1 Parameter Hasil Uji Laboratorium
No Parameter Satuan Hasil
1 Total Moisture (ARB) 35.46
2 Inherent Moisture (ADB) 14.16
3 Ash (ADB) 3.83
4 Volatile Matter (ADB) 42.36
5 Total Sulfur (ADB) 0.13
6 Net Calorific Value (NAR) 3775
7 HGI 59
8 Size 0-50MM 91.19
9 Volatile Matter (ARB) 31.85
10 Ash (ARB) 2.88
11 Total Sulfur (ARB) 0.10
12 Gross Calorific Value (ADB) 5518
Ash Fusion Temperature (AFT)
Reduction Oxsidation
13 Deformation Temperature 1240 1250°C
14 Spherical Temperature 1250 1290°C
15 Hernisphere Temperature 1250 1290°C
16 Flow Temperature 1280 1340°C
Sumber: AlwiMasbait

4.8 Rekomendasi Geoteknik


Berdasarkan hasil perhitungan groteknik, maka geometri lereng
direkomendasikan pada table dibawah ini.
Tabel 4.2 Rekomendasi Geometri Lereng
A. Lereng Penambangan
High Wall
Lereng Keseluruhan (Overall Slope)
Ketinggian Lereng Kemiringan Lereng Lebar Jenjang
Penangkap
(m) (°) (m)
- 45 -
Lereng Tunggal
Ketinggian Lereng Kemiringan Lereng Lebar Jenjang
Penangkap
(m) (°) (m)
10 50 3
Low Wall
Mengikuti Kemiringan Batubara Maksimal 30
B. Lereng Timbun
Lereng Keseluruhan (Overall Slope)
Ketinggian Lereng Kemiringan Lereng Lebar Jenjang
Penangkap
(m) (°) (m)
24 -
Ketinggian Lereng Kemiringan Lereng Lebar Jenjang
Penangkap
(m) (°) (m)
6 30 3

Anda mungkin juga menyukai