Anda di halaman 1dari 20

BAB III

DASAR TEORI

3.1 Daur Hidrologi


Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hayat hidup orang banyak,
bahkan oleh semua makluk hidup. Pergerakan dan siklulasi air diakibatkan oleh
adanya uap air (evaporasi), pergerakan air dalam tanah (perkolasi) dan air limpasan
(run off). Air tawar terutama terdapat di sungai, danau, air tanah, dan gunung es.
Semua badan air di daratan dihubungkan dengan laut dan atmosfer melalui daur
hidrologi yang berlangsung secara kontinue. Di bawah ini adalah gambaran daur
siklus hidrologi (Gambar 3.1).

(Sumber : Buku Panduan Belajar Hidrologi)


Gambar 3.1
Siklus Hidrologi

Daur hidrologi adalah sikulasi air yang berjalan secara kontinue mulai dari atmosfer
ke bumi dan kembali melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi.
Adanya proses pemanasan oleh energi panas matahari dan faktor-faktor iklim

20
21

lainnya yang menyebabkan terjadinya proses evaporasi pada permukaan vegetasi


dan tanah, di laut atau badanbadan air lainnya. Uap air hasil proses evaporasi akan
terbawa oleh angin melintasi daratan yang bergunung maupun datar, dan apabila
keadaan atmosfer memungkinkan, sebagian dari uap air tersebut akan terkondensasi
dan kemudian jatuh (presipitasi) dalam bentuk hujan, salju, hujan es, ataupun kabut.
Air yang jatuh menuju bumi dapat berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh
kemudian diuapkan oleh tanaman sebelum jatuh ke tanah.

Infiltrasi atau perkolasi adalah masuknya air ke dalam tanah melalui celah-celah
dan pori-pori tanah dan menuju ke muka air tanah. Air tersebut dapat bergerak
akibat adanya aksi kapiler yang bergerak secara vertikal ataupun horizontal di
bawah permukaan tanah sehingga air tersebut masuk kembali ke dalam sistem air
permukaan. Air limpasan merupakan pergerakan air di atas permukaan tanah yang
dekat dengan aliran utama, dimana semakin landai suatu permukaan tanah dan
semakin sedikit pori-pori tanah, maka aliran permukaan semakin besar. Air
permukaan baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk) dan
sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk
komponen hidrologi yang membentuk sistem daerah aliran sungai (DAS).

Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai
dari mata air sampai muara dengan di batasi kanan dan kirinya serta sepanjang
pengalirannya oleh garis sempadan (Bisri, 2009). Menurut undang-undang dasar
nomor 7 tahun 2007 pasal 1 yaitu wilayah sungai yang dimaksud adalah kesatuan
wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai
atau pulaupulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2000 km2.

Sedangkan daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan wilayah dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke
danau atau ke laut secara alami, di mana batas di darat merupakan pemisah
topografis dan batas laut sampai daerah perairan yang masih terpengaruh akitivitas
daratan. Menurut Chay Asdak (2007), dalam literatur geologi, sistem aliran sungai
diklasifikasi menjadi:
22

1. Sistem aliran influent yaitu aliran sungai yang memasok atau memberi
masukan air tanah
2. Sistem aliran effluent yaitu aliran sungai yang berasal dari air tanah. Pada
sistem ini umumnya berlangsung sepanjang tahun, oleh karena itu sering juga
disebut aliran tahunan atau perennial stream
3. Sistem aliran intermittent yaitu aliran sungai yang berlangsung segera setelah
terjadi hujan besar, dimana jenis aliran inilah yang umumnya menjadi sumber
air dari apa yang dikenal dengan sebagai air tanah musiman.

3.2. Kualitas Air


Kualitas air menyatakan tingkat konsentrasi air terhadap penggunaan tertentu dalam
memenuhi kebutuhan hidup manusia, mulai dari air untuk kebutuhan langsung yaitu
air minum, mandi, dan cuci, air irigasi atau pertanian, peternakan, perikanan,
rekreasi dan transportasi (Suripin, 2001). Kualitas air mencakup tiga karakteristik
yaitu fisik, kimia dan biologi.

Kriteria mutu air bersih berdasarkan kandungan unsur kimia utama (Ca, Mg, Cl,
HCO3-, CO32-, SO42-, Na, K, Fe, NO3, Mn, pH, TDS, DHL) diperoleh dengan
membandingkan hasil analisa dengan parameter-parameter unsur yang ada. Dari
perbandingan unsur tersebut, didapatkan hasil yang dapat dibagi menjadi 3 (tiga)
kelas yakni:
1. Baik, jika kandungan unsur/senyawa anorganik yang berada di bawah nilai
maksimum disarankan.
2. Sedang, jika kandungan unsur/senyawa anorganik berada di antara nilai
maksimum yang disarankan dan nilai maksimum yang diperbolehkan.
3. Buruk, jika kandungan unsur/senyawa anorganik berada di atas nilai maksimum
yang diperbolehkan.
23

3.2.1. Karakteristik Fisika


Berkaitan dengan standar fisika air tampak adanya persyaratan meliputi; suhu, rasa,
bau, dan residu tersuspensi. Dalam telaah ini akan diperoleh lebih jauh tentang
unsur-unsur tersebut, khususnya dalam hubungan dengan unsur dalam standar
persyaratan kualitas air.

1. Suhu.
Dalam kegiatan seringkali suatu proses disertai dengan timbulnya panas reaksi
atau panas dari suatu gerakan partikel. Air yang panas akibat suatu aktivitas
kemudian dibuang ke perairan akan menyebabkan suhu air menjadi naik,
sehingga akan menganggu kehidupan hewan air dan organisme lainnya karena
mempengaruhi kadar oksigen terlarut. Padahal setiap kehidupan memerlukan
oksigen untuk bernafas. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari udara
yang secara lambat terdifusi ke dalam air. Makin tinggi kenaikan suhu air
makin sedikit oksigen yang terlarut di dalamnya (Slamet, 2004). Kondisi ini
akan berpengaruh terhadap kehidupan biota terutama ikan, pada umumnya ikan
hanya menerima perubahan suhu pada batas toleransi kecil. Jika suhu berbeda
jauh dari kondisi optimumnya, maka ikan akan mati atau bermigrasi ke tempat
yang baru. Selisih suhu 5°C sudah menyebabkan kematian pada ikan, terutama
secara bersamaan akibat pembuangan limbah, suhu ini disebut suhu mematikan
(methaltemperature). Suhu berbeda untuk setiap anggota dalam suatu spesies
tertentu, sehingga pengaruh populasi termal menimbulkan pengertian median
toleransi (Sastrawijaya, 1991). Suhu air akan mempengaruhi penerimaan
masyarakat terhadap air dan mempengaruhi reaksi kimia dalam air serta
pertumbuhan mikroorganisme. Kelarutan bahan padat dalam air akan
meningkat dengan kenaikan suhu.

Metode analisa yang digunakan acuan SNI 06-6989.23-2005 yang merupakan hasil
kaji ulang dari pasal 3.1 pada SNI 19-2413-1991, Metode pengujian kualitas fisika air
pasal tentang suhu, SNI ini menggunakan referensi dari metode standarinternasional
yaitu Standard Methods for the Examination Of Water and Wastewater, 20 th Edition
(1998), metode ini telah melalui uji coba di laboratorium pengujian dalam
24

rangkavalidasi dan verifikasi metode serta dikonsensuskan oleh Subpanitia Teknis


Kualitas Air dari Panitia Teknis 207S, Panitia Teknis Sistem Manajemen Lingkungan
dengan para pihakterkait.

2. Rasa
Kualitas air bersih yang baik adalah tidak berasa. Timbulnya rasa yang
menyimpang biasanya disebabkan adanya gas terlarut misalnya H2S,
Organisme hidup misalnya ganggang, adanya limbah padat dan limbah cair
misalnya hasil buangan dari rumah tangga, adanya organisme pembusuk
limbah, dan kemungkinan adanya sisa-sisa bahan yang digunakan untuk
disinfeksi misalnya Chlor yang masuk ke badan air.

3. Bau
Kualitas air bersih yang baik adalah tidak berbau. Bau ini dapat ditimbulkan
oleh benda asing yang masuk ke dalam air, seperti bangkai binatang, bahan
buangan, maupun disebabkan oleh proses penguraian senyawa organik dan
bakteri. Pada peristiwa penguraian senyawa organik yang dilakukan oleh
bakteri tersebut dihasilkan gas-gas berbau menyengat bahkan ada yang beracun
seperti H2S, NH3, dan gas-gas lainnya. Pada peristiwa penguraian zat organik
berakibat meningkatnya penggunaan oksigen terlarut di air (Biological Oxygen
Demand) oleh bakteri, dan mengurangi kandungan kualitas oksigen terlarut
(Disvolved Oxygen) dalam air, sehingga di dalam air minum tidak ada bau
yang merugikan penggunaan air.

4. Padatan Tersuspensi Total (TSS)


TSS adalah jumlah berat dalam mg/liter kering lumpur yang ada dalam limbah
setelah mengalami penyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikron
(Sugiharto, 1987). Penentuan zat padat tersuspensi (TSS) berguna untuk
mengetahui kekuatan pencemaran air limbah domestik dan juga berguna untuk
penentuan efisiensi unit pengolahan air.

Padatan tersuspensi total suatu contoh air ialah jumlah bobot bahan yang
tersuspensi dalam suatu volume tertentu, biasanya dinyatakan dalam
miligram/liter. Rupa air dalam sungai, kolam, dan danau tidak tetap. Sehabis
25

hujan, kecoklatan karena banyak partikel tersuspensi yang terbawa masuk.


Pada musim kemarau banyak yang kelihatan kehijauan karena banyak
ganggang tumbuh. Perubahan rupa disebabkan oleh bahan tersuspensi dan
terlarut dalam air.

Ahli biologi air ingin mengetahui padatan tersuspensi dan terlarut total dalam
air karena dua alasan. Pertama untuk penentuan produktivitas, yakni
kemampuan mendukung kehidupan. Jika bahan yang terlarut itu nutrien
tanaman seperti fosfat dan nitrat, maka air akan mempunyai produktivitas
untuk kehidupan tanaman. Kedua untuk menetapkan norma untuk air, dengan
mengukur kepekaan total bahan tersuspensi dan terlarut (Sastrawijaya, 1991).

Pelarutan bahan buangan padat di dalam air akan disertai dengan perubahan
warna air. Air yang mengandung larutan pekat dan berwarna gelap akan
mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam air. Akibatnya proses fotosintesa
tanaman air akan terganggu sehingga jumlah oksigen di dalam air akan
berkurang.

Pengendapan bahan buangan padat di dasar sungai sangat menganggu


kehidupan organisme di dalam air karena endapan akan menutup permukaan
dasar sungai yang mengandung telur ikan, akibatnya tidak dapat menetas.
Padatan yang tersuspensi dalam air umumnya terdiri dari fitoplanton,
zooplankton, kotoran manusia, kotoran hewan, lumpur sisa tanaman dan
hewan, dan limbah industri.

Metode aalisa menggunakan acuan APHA 2540-D, Ed 22, 2012 yang merupakan
metode yang digunakan untuk menentukan kadar padatan terlarut total dalam air
limbah secara gravimetri.

3.2.2. Karakteristik Kimia


Berdasarkan standar kualitas air dapat dilihat adanya unsur-unsur yang tercantum
dalam standar kualitas untuk parameter kimia pada air golongan III. Telaah
terhadap setiap unsur dalam standar persyaratan kualitas air memberikan gambaran
tentang pengaruh unsur tersebut, sumber dan akibat yang dapat ditimbulkan apabila
konsentrasi melebihi ambang baku mutu :
26

1. Derajat Keasaman (pH)


Sebagai pengukur sifat keasaman dan kebasaan air dinyatakan dengan nilai pH,
yang didefinisikan sebagai logaritma dari konsentrasi ion-hidrogen dalam
molper liter. Air murni pada 24o C ditimbang berkenaan dengan ion-ion H+ dan
ion-ion OH- masing-masing mempunyai kandungan 10-7 mol per liter.
Demikian pH air murni adalah 7, Air dengan pH di atas 7 bersifat basa, dan pH
dibawah 7 bersifat asam. Nilai pH air diukur dengan Potensiometer, yaitu
mengukur potensi listrik yang dibangkitkan oleh ion ion H+ atau dengan bahan
celup penunjuk warna, misalnya methyl orange atau phenolphthalein (Suripin,
2001). Dalam air murni konsentrasi [ H+ ] sama dengan konsentrasi [OH] atau
[ + ] = [OH] = 10-7. Keadaan ini dianggap sebagai keadaan netral karena tidak
ada pengaruh dari zat lain. Nilai pH dapat diperkirakan dengan indikator
selama titrasi asam basa atau dengan pH meter.

Metode penelitian menggunakan acuan SNI 06-6989.11-2004 yang merupakan


hasil kaji ulang dari SNI yang telah kadaluarsa dan merupakan hasil referensi dari
metode ASTM. Metode ini telah melalui uji coba di laboratorium pengujian dalam
rangka validasi dan verifikasi metode serta dikonsentrasikan oleh Panitia Teknis 207S,
Bidang menejemen Lingkungan dengan para pihak trkait. Setandar ini telah disepakati
dan disetujui dalam rapat konsensus dengan peserta rapat yang mewakili produsen,
konsumen, ilmuwan, instansi teknis, pemerintah terkait dari pusat maupun daerah
pada tanggal 31 januari 2004 di Serpong, Tanggerang Banten.

2. Besi (Fe)
Besi merupakan unsur penting dalam air permukaan dan air tanah. Untuk
keperluan rumah tangga tidak diinginkan, karena dapat menimbulkan bekas
karat pada pakaian. Pada konsentrasi Fe2+ yang tinggi dapat menimbulkan rasa
tidak enak pada air minum.

Metode analisa mengunakan acuan APHA 3111 B, Ed 22, 2012 yang merupakan
metode analisa kualitas kimia air.
27

3. Mangan (Mn)
Mangan merupakan logam keras, berwarna abu-abu ke-merah mudaan, logam
ini sulit mencair, tapi mudah teroksidasi. Mangan murni bersifat amat reaktif
dan dalam bentuk bubuk akan terbakar dengan oksigen, serta larut dalam asam
encer.

Mangan juga merupakan elemen penting bagi semua spesies makhluk hidup,
beberapa organisme seperti diatom, maluska, dan spons mengakumulasi
mangan. Ikan dapat memiliki hingga 5 ppm dan mamalia hingga 3 ppm mangan
dalam jaringan mereka, meskipun biasanya tidak melebihi sekitar 1 ppm.

Metode analisa mengunakan acuan APHA 3111 B, Ed 22, 2012 yang merupakan
metode analisa kualitas kimia air.

4. Chemical Oxygen Demand (COD)


Chemical Oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimia adalah
jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis
yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana digunakan K2Cr2O7 sebagai
pengoksidasi. Nilai COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat - zat
organis yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis
dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air. Warna larutan
air lingkungan yang mengandung bahan buangan organik sebelum reaksi
oksidasi adalah kuning. Setelah reaksi oksidasi selesai maka akan berubah
menjadi hijau. Jumlah oksigen yang diperlukan untuk reaksi oksidasi terhadap
bahan buangan organik sama dengan jumlah kalium bichromat yang dipakai
pada reaksi tersebut.
COD yang terdapat di dalam air bisa berasal dari:
a. Alam : minyak tumbuh-tumbuhan, serat minyak dan lemak hewan,
sellulose.
b. Sintesa : berbagai persenyawaan yang dihasilkan dari proses pabrik.
c. Fermentasi : alkohol, aceton, glyserol, antibiotik, asam-asam dan sejenisnya
yang berasal dari kegiatan mikroorganisme terhadap bahan-bahan organik.
28

Metode analisa menggunakan acuan APHA 5220 C, Ed 22, 2012 yang merupakan
pengujian COD untuk mementukan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi sejumlah total senyawa organik dalam sampel (APHA 2012).

5. Biological Oxygen Demand (BOD)

Biological Oxygen Demand atau kebutuhan oksigen biologis adalah jumlah


oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan untuk
memecah (mendegradasi) bahan buangan organik yang ada dalam lingkungan
air tersebut. Jumlah mikroorganisme di dalam air tergantung pada tingkat
kebersihan air. Air yang jernih atau bersih biasanya mengandung
mikroorganisme yang relatif lebih sedikit dari air yang tercemar.

Metode penelitian menggunakan acuan SNI 6989. 72-2009 yang merupakan revisi
dari SNI 06-2503-1991, Metode pengujian kadar kebutuhan oksigen biokimiawi. SNI
ini menggunakan referensi dari metodestandar internasional yaitu Standard Methods
for the Examination Of Water and Wastewater 21 th Edition, editor L.S.Clesceri,
A.E.Greenberg, A.D.Eaton, APHA, AWWA and WPCF ,Washington DC (2005). SNI
ini telah melalui uji coba di laboratorium pengujian dalam rangka Kualitas Air dari
Panitia Teknis 13-03, Kualitas Lingkungan dan Manajemen Lingkungan dengan para
pihak terkait. SNI ini telah disepakati dan disetujui dalam rapat konsensus dengan peserta
rapat yangmewakili produsen, konsumen, ilmuwan, instansi teknis dan pemerintah terkait
pada tanggal12 Nopember 2007 di Serpong dan telah melalui jajak pendapat pada tanggal
23 Desember 2008 sampai dengan tanggal 23 Februari 2009.
3.3. Pencemaran Air
Menurut peraturan pemerintah nomor 82 tahun 2001 pasal 1 “Pencemaran air
adalah masuknya atau dimasukannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen
lainnya ke dalam air yang dilakukan oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air
turun sampai pada tingkat tertentu dan menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai
dengan peruntukannya”.
a. Menurut Wardhana (2004) dan Djunaidi (2008), dalam menilai adanya suatu
pencemaran air dapat dilakukan dengan melihat seberapa besar indikator dari
air yang telah tercemar, yaitu:
29

1. Adanya perubahan suhu air.


2. Adanya perubahan pH.
3. Adanya perubahan warna, bau, dan rasa air.
4. Timbulnya endapan, koloidal dan bahan pelarut.
b. Menurut Ryadi (1984), pencemaran badan air adalah terdiri dari beberapa fase,
yaitu:
1) Fase zona degradasi (zone of dregradation) Dalam fase ini proses
pencemaran dimulai dan mengalami puncak aktivitasnnya. Benda-benda
asing mulai mengalami degradasi karena terjadi proses dekomposisi atau
penguraian, maka dibutuhkan oksigen sehingga kadar oksigen terlarut
dengan cepat makin berkurang (±40%).
2) Fase zona dekomposisi (zone of active decomposition) Di dalam zona
kedua ini oksigen terlarut berkurang mulai dari 40% - 0%, sudah tidak ada
kehidupan ikan, warna air menjadi keabu-abuan maupun lebih gelap
daripada fase pertama. Di fase ini suasana keracunan sudah demikian
lanjutnya, sebaiknya mikroorganisme yang tergolong organik dekomposer
memulai peranannya dengan aktif.
3) Fase zona rehabilitatif (zone of rehabilitatif) Dalam zone ini kadar oksigen
terlarut meningkat berangsurangsur sebaliknya dari 40% ke atas.
Kehidupan air secara mikroskofis mulai nampak, dimana air menjadi lebih
jernih dibandingkan dengan zone terdahulu. Sedangkan untuk jenis jamur-
jamur mulai hilang dan alga mulai tumbuh kembali. Nitrat, sulfat, fosfat
maupun karbonat dapat ditemukan kembali.
4) Fase zona penjernihan kembali/pemutihan (zone of cleaner water) Dalam
zona ini merupakan fase akhir dari rangkaian proses single pollution yang
ditandai dengan meningkatnya oksigen terlarut secara maksimal sampai
jernih kembali yang diakibatkan oleh berbagai mekanisme yang telah
mampu untuk normal kembali. Baik lewat fotosintesa yang bersamaan
dengan pernafasan yang membebaskan oksigen, maupun kelarutan
oksigen atmosfer ke dalam air kembali yang kini sudah dimungkinkan
secara alamiah.
30

3.3.1. Parameter Kimia


Parameter kimia antara lain pH dan Asiditas. Effendi (2003) mengatakan bahwa
klasifikasi nilai pH adalah :

1. pH = 7 (netral)
2. 7 < pH ≤ 14 (alkalis / basa)
3. 0 < pH < 7 (asam)

Pada dasarnya asiditas (keasaman) tidak sama dengan pH, asiditas melibatkan dua
komponen yaitu jumlah asam, baik asam kuat maupun asam lemah (misalnya asam
karbonat dan asam asetat), dan konsentrasi ion hidrogen. Sebagian besar biota
akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai pH sekitar 7 – 8,5. Nilai pH
sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan
berakhir jika pH rendah. Air limbah dan bahan buangan dari kegiatan industri yang
dibuang ke sungai akan mengubah pH air yang pada akhirnya dapat mengganggu
kehidupan organisme di perairan karena air tersebut dapat berubah menjadi asam
ataupun basa.

3.3.2. Logam Berat


Secara umum logam berat telah digunakan secara luas terutama dalam bidang kimia
dan industri. Menurut Palar (1994), secara umum logam berat memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
a. Memiliki kemampuan yang baik sebagai penghantar daya listrik (konduktor);
b. Memiliki rapat massa yang tinggi;
c. Dapat membentuk campuran dengan logam lainnya;
d. Logam yang padat dapat ditempa dan dibentuk.

Unsur-unsur atau kandungan logam yang terdapat dalam atmosfir ditemukan dalam
bentuk partikel atau merupakan senyawa. Unsur logam ditemukan secara luas di
seluruh permukaan bumi yang dapat bersifat toksik yang berbahaya bagi manusia
apabila masuk ke dalam tubuh di mana logam berat tersebut biasanya terdapat
dalam makanan, air dan udara. Logam berat biasanya sangat sedikit dalam air secara
31

ilmiah kurang dari 1 g/L. Kelarutan dari unsur-unsur logam dan logam berat dalam
badan air dikontrol oleh :
1. pH badan air;
2. Jenis dan konsentrasi logam;
3. Keadaan komponen mineral teroksida dan sistem berlingkungan redoks.

Logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat dan mengendap di dasar
perairan dan bersatu dengan sedimen, oleh karena itu kadar logam berat dalam
sedimen lebih tinggi dibandingkan dalam air (Harahap, 1991). Konsentrasi logam
berat pada sedimen tergantung pada beberapa faktor yang berinteraksi. Faktor-
faktor tersebut adalah :
1. Sumber dari mineral sedimen antara sumber alami atau hasil aktifitas manusia;
2. Melalui partikel pada lapisan permukaan atau lapisan dasar sedimen;
3. Melalui partikel yang terbawa sampai ke lapisan dasar;
4. Melalui penyerapan dari logam berat terlarut dari air yang bersentuhan.

Pada kegiatan penambangan batubara, beberapa logam berat yang berbahaya dan
berkemungkinan terlarut dalam air adalah besi (Fe), mangan (Mn). Hal ini
didasarkan pada Peraturan Menteri LH No. 113 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu
Air Limbah Bagi Usaha dan/ Kegiatan Pertambangan Batubara.

3.3.3. Penyebab Penurunan Kualitas Air


Sistem penambangan terbuka menyebabkan pencemaran sungai yang berasal dari
limpasan hujan dengan membawa sedimentasi. Masuknya air limpasan dari
tambang menurunkan kualitas sungai terutama untuk parameter kekeruhan dan total
suspended solid (TSS). Berikut beberapa akifitas yang menyebabkan terjadinya
penurunan kualitas lingkungan air sungai :

1. Kegiatan pembangunan dan peningkatan spesifikasi jalan tambang


2. Kegiatan pembukaan lahan
3. Kegiatan penimbunan tanah penutup
4. Pengupasan tanah penutup
5. Kegiatan penambangan bijih
32

6. Kegiatan pengangkutan kegiatan - kegiatan tersebut menyebabkan terjadinya


erosi, sedimentasi dan air limpasan (run off) yang pada akhirnya menyebabkan
terjadinya penurunan kualitas air sungai.

3.3.4. Komponen Pencemaran Air


Erat kaitannya dengan masalah indikator pencemaran air seperti pada uraian di
atas, ternyata komponen pencemar air ikut menentukan bagaimana indikator
tersebut terjadi. Untuk menanggulangi dampak pencemaran lingkungan, maka
komponen pencemaran air perlu dibahas terlebih dahulu. Komponen pencemaran
air tersebut dikelompokkan sebagai berikut ;
1. Bahan buangan padat
2. Bahan buangan organik
3. Bahan buangan anorganik
4. Bahn buangan olahan bahan makanan.
5. Bahan buangan cairan berminyak
6. Bahan buangan zat kimia
7. Bahan buangan berupa panas

3.4. Baku Mutu Air


Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 pasal 2 “ baku mutu air
adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang
ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di
dalam air”. Selanjutnya untuk baku mutu air minum itu sendiri menurut Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 492 Tahun 2010 pasal 1 yaitu air minum adalah air yang
melalui proses pengolahan ataupun tidak melalui proses pengolahan memenuhi
syarat untuk diminum dan dapat diminum langsung.

Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 pasal 1
yaitu mutu air adalah adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji
berdasarkan parameterparameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan
perundangundangan yang berlaku. Sedangkan status mutu air adalah tingkat
kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi tercemar atau kondisi baik pada suatu
sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air
33

yang ditetapkan. Penentuan dari suatu baku mutu air dapat dilakukan dengan
menggunakan Metode Storet atau Metode Indeks Pencemaran. Metode Storet
adalah salah satu metode untuk menentukan status mutu air yang umum digunakan.
Metode Storet dapat mengetahui parameter-parameter yang telah memenuhi
ataupun melampaui baku mutu air. Secara prinsip Metode Storet adalah
membandingkan data kualitas air dan baku mutu air yang disesuaikan dengan
peruntukannya guna menentukan status dari mutu air tersebut.

Cara penentuan status mutu air dengan menggunakan Metode Storet dilakukan
dengan langkah-langkah di bawah ini:
1. Lakukan pengambilan data kualitas air.
2. Bandingkan data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air dengan
nilai baku mutu yang sesuai dengan kelas air.
3. Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran ≤ baku
mutu), maka diberi bobot 0.
4. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi baku mutu air (hasil pengukuran > baku
mutu), maka diberikan nilai bobot sesuai dengan penjelasan tabel (Tabel 3.1).
5. Jumlah negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status mutunya
dari jumlah skor yang diperoleh dengan menggunakan sistem nilai. Setelah
perhitungan status mutu air menggunakan Metode Storet, maka langkah
selanjutnya adalah menentukan kelas air dengan menggunakan sistem nilai dari
US-EPA (Enviromental Protection Agency) yang menggolongkan mutu air
kedalam empat (4) kelas, yaitu:
1) Kelas A: Baik sekali, dengan bobot = 0 yang berarti memenuhi baku mutu.
2) Kelas B: Baik, dengan bobot = -1 s/d -10 yang berarti tercemar ringan.
3) Kelas C: Sedang, dengan bobot = -11 s/d -30 yang berarti tercemar sedang.
4) Kelas D: Buruk, dengan bobot > -31 yang berarti tercemar berat.
34

Tabel 3.1
Penentuan Sistem Nilai Untuk Menentukan Status Mutu Air
Jumlah Parameter
Nilai
Contoh (1) Fisika Kimia Biologi
Maksimum -1 -2 -3
<10 Minimum -1 -2 -3
Rerta -3 -6 -9
Maksimum -2 -4 -6
≥10 Minimum -2 -4 -6
Rerata -4 -12 -18
(Sumber; KEPMEN LH No. 115 Tahun 2003)

3.4.1. Peraturan Menteri Kesehatan No 492 Pasal 1


Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan
yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Penyelenggara air
minum adalah badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah, koperasi,
badan usaha swasta, usaha perorangan, kelompok masyarakat dan atau individual
yang melakukan penyelenggaraan penyediaan air minum.

Air minum yang aman bagi kesehatan apabila memenuhi persyaratan fisika,
mikrobiologis, kimiawi dan radioaktif yang dimuat dalam parameter wajib dan
paramater tambahan. Parameter wajib sebagaimana dimaksud merupakan
persyaratan kualitas air minum yang wajib diikuti dan ditaati oleh seluruh
penyelenggara air minum.

Untuk menjaga kualitas air minum yang dikonsumsi masyarakat dilakukan


pengawasan kualitas air minum secara eksternal dan secara internal.
Pengawasannya melalui inspeksi sanitasi, pengambilan sampel air, pengujian
kualitas air, analisis hasil pemeriksaan laboratorium rekomendasi dan tindak lanjut.
Pada saat ditetapkannya Peraturan ini tanggal 19 April 2010, maka Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat-syarat dan
Pengawasan Kualitas Air Minum sepanjang mengenai persyaratan kualitas air
minum dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
35

3.4.2. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 113 Tahun 2003


Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pertambangan batu bara
ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi dengan ketentuan sama atau lebih dari
ketentuan. Apabila hasil kajian AMDAL atau hasil kajian Upaya Pengelolaan
Lingkungan (UPL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dari usaha dan/atau
kegiatan pertambangan batu bara mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat,
maka diberlakukan baku mutu air limbah sebagaimana yang dipersyaratkan oleh
AMDL atau UKL dan UPL.

Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pertambangan wajib melakukan


pengolahan air limbah yang berasal dari kegiatan penambangan dan air limbah yang
berasal dari kegiatan pengolahan/pencucian, sehingga mutu air limbah yang
dibuang ke lingkungan tidak melampaui baku mutu air limbah yang telah
ditetapkan.

Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pertambangan batu bara wajib
mengelola air yang terkena dampak dari kegiatan penambangan melalui kolam
pengendapan (pond). Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pertambangan
batu bara wajib melakukan kajian lokasi titik penataan (point of compliance) air
limbah dari kegiatan pertambangan.

Dalam hal terjadi perubahan lokasi usaha dan/atau kegiatan pertambangan dan/atau
karena pertimbangan kondisi lingkungan tertentu, maka penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan wajib melakukan pengkajian ulang dan mengajukan permohonan
kembali kepada Bupati/Walikota untuk memperoleh persetujuan lokasi titik
penataan (point of compliance) yang baru.

Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pertambangan wajib mentaati


ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) Peraturan Pemerintah
Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air.
36

Tabel 3.2
Baku Mutu Air Limbah Kegiatan Penambangan Batubara
Parameter Satuan Kadar Maksimum
pH 6-9
TSS mg/l 400
Besi (Fe) mg/l 7
Mangan (Mn) Total mg/l 4
(Sumber; KEPMEN LH No. 113 Tahun 2003)

Tabel 3.3
Baku Mutu Air Limbah Pengolahan atau Pencucian Batubara
Parameter Satuan Kadar Maksimum
pH 6-9
TSS mg/l 200
Besi (Fe) mg/l 7
Mangan (Mn) Total mg/l 4
(Sumber; KEPMEN LH No. 113 Tahun 2003)

3.5. Pengambilan Sampel


Pengambilan sampel diambil sesuai dengan Prosedur pengambilan sampel air.
1. Menyiapkan wadah sampel
Menyiapkan wadahseperti botol, terutama botol yang terbuat dari beling atau
kaca untuk menyimpan air sampel yang telah di ambil.

(sumber : Dokumentasi Lapangan Penelitian, 2018)


Gambar 3.2
Wadah Sampel Air
37

2. Pengambil sampel sesuai keadaan sekitar.


Pengambilan sampel dilakuakn dengan menggunakan alat sesuai dengan
keadaan sekitar.

a. Sampel A
Pengambilan sampel A dengan kedalaman ± 1-2 m ini lalukan dengan
mengunakan ember kemudian disimpan kedalam wadah penyimpanan.

b. Sampel B
Pengambilan sampel B dengan kedalaman ± 5 m ini mengunakan alat
pompa air (domping atau alkon) yang digunakan untuk mengisi WT
kemudian disimpan kedalam wadah peyimpanan.

(Sumber : Dokumentasi Lapangan Penelitian, 2018)


Gambar 3.3
Alat Pengambilan Sampel
c. Sampel C
Pengambilan sampel C dengan kedalaman ± 8 m ini mengunakan alat
pompa air yang digunakan oleh warga yang kemudian disimpan kedalam
wadah penyimpanan.
38

(Sumber : Dokumentasi Lapangan Penelitian, 2018)


Gambar 3.4
Alat Pengambilan Sampel

3. Mencatat kondisi lapangan.


Kondisi lapangan penelitian sedikit lembab dan bersuhu dingin, memiliki
banyak tanaman tropis disekitarnya seperti pohon karet, semak belukar dan
lain-lain.

(Sumber : Dokumentasi Lapangan Penelitian, 2018)


Gambar 3.5
Kondisi Lapangan
39

4. Memberi label pada wadah sampel.


Setiap wadah atau btol sampel harus memiliki label atau identitas pada luarnya,
guna mempermudah pada saat pemeriksaan pada sampel dan uji laboratorium
pada sampel.

(sumber : Dokumentasi Lapangan Penelitian, 2018)


Gambar 3.6
Label Pada Botol Sampel
5. Mengamankan sampel dan wadah.
Sampel yang telah diambil dan disimpan kedalam wadah atau botol sampel
kemudian diamankan atau untuk kepentingan Uji laboratorium sampel bisa di
simpan di dalam lemari es atau box ice dengan suhu ± 4o C.

Anda mungkin juga menyukai