III - 1
Gamba
r 3.1
Proses Desain Lereng (John Read and Peter Stacey,1942)
III - 2
pada
Keputusan
Nomor:555.K/26/M.PE/1995
tentang
Menteri
Pertambangan
Keselamatan
dan
dan
Energi
Kesehatan
Kerja
III - 3
rekahan
atau
tanda-tanda
tekanan
atau
tanda-tanda
kelemahanlainnya.
3.1.1. Uji laboratorium
Dari hasil pengujian batu basalt dilaboratorium maka diperoleh data sebagai
berikut :
1. Sifat Fisik
Pengujian sifat fisik yang telah dilakukan pada tanggal 06 September 2016
di Laboratorium Mekanika Batuan, dengan melakukan pengujian untuk beberapa
parameter seperti berat asli, berat jenuh, berat tergantung dan berat kering.
Berdasarkan hasil pengujian sampel di Laboratorium Mekanika Batuan Jurusan
Teknik Pertambangan, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta, batu basalt
yang diambil di Dusun Tempel, Desa Pendoworejo, Kecamatan Girimulyo, Kab.
Kulon Progo mempunyai sifat fisik seperti dalam Tabel 3.1 berikut :
III - 4
Tabel 3.1
Hasil Uji Sifat Fisik Basalt
Sifat Fisik
batuan
Berat Asli/Wn
(gr)
Berat jenuh/Ww
(gr)
Berat
Tergantung/ Ws
(gr)
Berat
Kering/Wo (gr)
Bobot Isi asli
(gr/cm)
Bobot isi kering
(gr/cm)
Bobot isi jenuh
(gr/cm)
Apperent
spesifik gravity
True spesifik
gravity
Kadar air asli
(%)
Kadar air jenuh
(%)
Derajat
kejenuhan (%)
Sampe
l1
Sampel
2
Sampel
3
Sampel
4
Sampel
5
Sampel
6
Sampel
7
Sampel
8
Sampel
9
Sampel
10
Sampel
11
Sampel
12
Sampel
13
548
547
550
547
544
541
545
546
544
546
549
546
542
556
558.6
559.3
557.1
557.8
556.6
559.2
555.4
558.4
556.2
553.9
559.3
557.7
336.8
334.9
335.5
337.8
339.3
336.9
338.4
337.2
336.7
336.5
334.9
338.2
337.6
524.2
527.3
525.5
523.6
528.3
526.1
522.8
523.6
527.1
525.2
524.4
524
526.9
2.500
2.445
2.458
2.467
2.490
2.462
2.468
2.502
2.454
2.485
2.507
2.469
2.463
2.391
2.357
2.348
2.388
2.418
2.395
2.368
2.400
2.378
2.391
2.395
2.370
2.394
2.536
2.497
2.499
2.540
2.553
2.533
2.533
2.545
2.519
2.532
2.529
2.530
2.534
2.391
2.357
2.348
2.388
2.418
2.395
2.368
2.400
2.378
2.391
2.395
2.370
2.394
2.797
2.741
2.766
2.818
2.795
2.781
2.835
2.809
2.768
2.783
2.767
2.820
2.783
4.540
3.736
4.662
3.323
2.972
2.832
4.246
4.278
3.206
3.960
4.691
4.198
2.866
6.066
5.936
6.432
6.398
5.584
5.797
6.963
6.073
5.938
5.903
5.625
6.737
5.846
74.843
62.939
72.485
51.940
53.220
48.852
60.989
70.440
53.994
67.097
83.390
62.323
49.026
Porositas (%)
14.507
13.992
15.103
15.276
13.501
13.883
16.486
14.574
14.118
14.110
13.470
15.966
13.994
Angka pori
0.170
0.163
0.178
0.180
0.156
0.161
0.197
0.171
0.164
0.164
0.156
0.190
0.163
III - 5
2. Sifat Mekanik
Pengujian sifat mekanik terbagi dalam dua segmen, yaitu uji kuat tekan
uniaksial dan uji kuat geser. Pengujian kuat tekan uniaksial dilakukan percobaan
uji sampel pada satu sampel batuan saja. Sedangkan pengujian kuat geser
dilakukan percobaan uji sampel untuk tiga sampel batuan.
Untuk pengujian kuat tekan uniaksial dan uji kuat geser sampel tersebut
diambil dari lokasi pertama. Berdasarkan pengujian sampel yang dilakukan di
Laboratorium Mekanika Batuan Jurusan Teknik Pertambangan, Sekolah Tinggi
Teknologi Nasional Yogyakarta dan kemudian diuji menggunakan Software
Roclab 1.0 maka didapat hasil pegujian seperti Tabel 3.2 ini.
Tabel 3.2
Hasil Pemgujian Sampel Menggunakan Software Rocklab 1.0
No.
UCS
RMR
GSI
Mi
Tinggi
lereng
C
(MPa)
(o)
77
77
72
72
25
1.0
10
1.847
66.67
25
1.0
10
2.236
66.99
77
72
25
1.0
10
0.549
63.36
77
72
25
1.0
10
0.941
65.16
77
72
25
1.0
0.670
64.10
190.263
231.454
5
52.505
94.3257
1
65.1678
9
51.5242
77
72
25
1.0
0.540
63.29
88.297
77
72
25
1.0
0.884
64.99
138.446
77
72
25
1.0
1.355
66.06
46.495
77
72
25
1.0
0.493
62.92
10
91.191
77
72
25
1.0
12
0.913
65.08
11
129.264
77
72
25
1.0
12
1.270
65.92
12
31.630
77
72
25
1.0
12
0.355
61.35
13
33.743
77
72
25
1.0
12
0.373
62.62
RataRata
95.716
77
72
25
1.0
9.47
0.956
62.62
2
3
4
5
III - 6
: 62.62
2. Kohesi (c)
: 0.956 Mpa
Point Load
Indexs, is
(Kg/Cm2)
Kuat Tekan
Uniaksial
(Kg/Cm2)
Basalt
2300
82,273
190,263
Basalt
220
100,632
231,4545
Basalt
700
22,828
52,505
Basalt
2200
41,011
94,32571
Basalt
900
28,334
65,16789
Basalt
1000
22,402
51,5242
Basalt
1100
38,390
88,297
Basalt
2400
60,194
138,446
Basalt
800
20,125
46,495
10
Basalt
800
39,648
91,191
11
Basalt
2400
56,202
129,264
12
Basalt
600
13,752
31,630
13
Basalt
800
14,671
33,743
No.
Sampel
Nama
Batuan
Diameter
D (m)
Beban (P)
Lb
Average
95,716
III - 7
Koordinat
411415;
9144225,178
411394;
9144229,176
411352;
9144282,172
411350;
9144270,181
411282;
9143971,161
411185;
9144272,200
411329;
9144297,181
411464;
9143880,145
411099;
9144323,202
411185;
9144165,159
411185;
9144272,202
411362;
9144062,164
411144;
9143831,167
Gambar 3.2
Jenis Longsoran ( Hoek and Brown, 1989 )
III - 8
A. Longsoran Bidang
Longsoran bidang merupakan suatu longsoran batuan yang terjadi sepanjang
bidang luncur yang dianggap rata. Bidang luncur tersebut dapat berupa bidang
kekar, rekahan (joint) maupun bidang perlapisan batuan. Syarat-syarat terjadinya
longsoran bidang :
1. Terdapat bidang lincir bebas (daylight) berarti kemiringan bidang lurus lebih
kecil daripada kemiringan lereng.
2. Arah bidang perlapisan (bidang lemah) sejajar atau mendekati dengan arah
lereng (200).
3. Kemiringan bidang luncur atau lebih besar daripada sudut geser dalam
batuannya.
4. Terdapat bidang geser (tidak terdapat gaya penahan) pada kedua sisi
longsoran.
Gambar 3.3
Bentuk Longsoran Bidang (Hoek, 1970)
III - 9
B. Longsoran Baji
Longsoran baji dapat terjadi pada suatu batuan jika lebih dari satu bidang
lemah yang bebas dan saling berpotongan. Sudut perpotongan antara bidang
lemah tersebut lebih besar dari sudut geser dalam batuannya. Bidang lemah ini
dapat berupa bidang sesar, rekahan (joint) maupun bidang perlapisan. Cara
longsoran baji dapat melalui satu atau beberapa bidang lemahnya maupun melalui
garis perpotongan kedua bidang lemahnya. Longsoran baji dapat terjadi dengan
syarat geometri sebagai berikut :
1. Sudut lereng lebih kecil daripada sudut longsoran dan sudut longsoran lebih
kecil daripada sudut gesek dalam.
2. Arah penunjaman garis potong harus lebih kecil daripada sudut kemiringan
lereng.
3. Bentuk longsoran dibatasi oleh muka lereng, bagian atas lereng dan kedua
bidang lemah.
Gambar 3.4
Bentuk Longsoran Baji (Hoek & Bray, 1977)
III - 10
C. Longsoran Busur
Longsoran busur adalah yang paling umum terjadi di alam, terutama pada
batuan yang lunak (tanah). Pada batuan yang keras longsoran busur hanya terjadi
jika batuan tersebut sudah mengalami pelapukan dan mempunyai bidang-bidang
lemah (rekahan) yang sangat rapat dan tidak dapat dikenali lagi kedudukannya.
Pada longsoran bidang dan baji, kelongsoran dipengaruhi oleh struktur bidang
perlapisan dan kekar yang membagi tubuh batuan kedalam massa diskontinuitas.
Pada tanah pola strukturnya tidak menentu dan bidang gelincir bebas mencari
posisi yang paling kecil hambatannya.
Longsoran busur akan terjadi jika partikel individu pada suatu tanah atau
massa batuan sangat kecil dan tidak saling mengikat. Oleh karena itu, batuan yang
telah lapuk cenderung bersifat seperti tanah. Tanda pertama suatu longsoran busur
biasanya berupa suatu rekahan tarik permukaan atas atau muka lereng, kadangkadang disertai dengan menurunnya sebagian permukaan atas lereng yang berada
disamping rekahan. Penurunan ini menandakan adanya gerakan lereng yang
padaakhirnya akan terjadi kelongsoran lereng, hanya dapat dilakukan apabila
belum terjadi gerakan lereng tersebut.
Gambar 3.5
Bentuk Longsoran Busur (Hoek & Bray, 1977)
D. Longsoran Toppling (Guling)
Longsoran guling terjadi pada batuan yang keras dan memiliki lereng terjal
dengan bidang-bidang lemah yang tegak atau hampir tegak dan arahnya
berlawanan dengan arah kemiringan lereng. Longsoran ini bisa berbentuk blok
III - 11
atau bertingkat. Kondisi untuk menggelincir atau meluncur ditentukan oleh sudut
geser dalam dan kemiringan bidang luncurnya, tinggi balok dan lebar balok
terletak pada bidang miring.
Gambar 3.6
Bentuk Longsoran Guling (Hoek & Bray, 1977)
Kondisi geometri yang diperlukan untuk terjadinya longsoran guling, antara
lain :
1. Balok akan tetap mantap bila < dan b/h > tan .
2. Balok akan meluncur bila > dan b/h > tan .
3. Balok akan tergelincir,kemudian mengguling apabila > dan b/h< tan .
4. Balok akan langsung mengguling bila < dan b/h < tan .
3.1.3
AnalisisKemantapanLereng
A. Metode Kinematika
Dari data lapangan yang berupa arah dan kemiringan lereng yang terbentuk
(dip /dip direction), sudut geser dalam dan dip/dipdirection dari pengukuran kekar
di lapangan, kemudian dilakukan pengolahan atau analisis data dengan
menggunakan bantuan software dips. Berikut ini adalah hasil percobaan analisis
longsoran pada 620/ N 2460 E dan lereng 440/ N 1220 ( lihat gambar 3.9 )
III - 12
Gambar 3.7
Analisa Longsoran Topling pada 440/ N 1220 E
B. Hasil Analisa Longsoran Topling pada 440/ N 1220 E
Berdasarkan hasil analisiskinematika( gambar 3.9 ) didapatkan arah umum
kekar pada 620/ N 2460 E dan lereng 440/ N 1220 E dengan potensi longsoran
toppling karena:
1) Sudut gesek dalam < perpotongan dua (2) bidang diskontinu < sudut lereng.
(450< 550< 900), sehingga memenuhi syarat terjadinya longsor Topling.
2) Arah bidang lereng tidak searah dengan arah longsoran. Pada Gambar 3.9
arah lereng berada antara W dan N, sedangkan arah longsoran berada antara
arah S dan W, sehingga berpotensi longsoran Topling.
Kesimpulan analisis potensi longsoran dari analisis kinematika yang
dilakukan pada kedudukan lereng pada 440/ N 1220 E dan 360/ N 1190 E tidak
berpotensi terjadi longsoran topling. Untuk lebih jelasnya, jenis longsoran dari ke
percobaan diatas dapat dilihat pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4
Hasil Analisis Data Kekar
Lereng
No.
1.
Dip
Direction
Dip
N 122 E
44
Jumlah
Data
Kekar
Sudut
Gesek
Dalam
()
51
35
III - 13
Set 1
Set 2
Set 3
Potensi
Longsor
Tidak
Ada
empiris
yang
digunakan
didalam
rekayasa
batuan,
UCS/ uniaxial
Point Load
compressive strength
Rating
Strength(MPa)
(MPa)
>250
>8
15
100 -250
48
12
50-100
2 4
Kuat (strong)
Sedang (average)
25-50
1 2
4
Lemah (weak)
5-25
Penggunaan
2
Sangat lemah (veryweak)
1 -5
1
UCS lebih
dianjurkan
Sangat
lemah
<1
0
sekali(extremelyweak)
At compressive strength of rock material less than 1.0 MPa many rock materials
would be regarded as soil.
(Sumber : Bieniawski, 1979)
Qualitative
Description
Excellent
Good
Fair
Poor
Very Poor
RQD (%)
Rating
90 1000
75 90
50 75
25 50
<25
20
17
13
8
3
S
b
r
B
e
niawski , 1979)
Rating
>2
20
Lebar (wide)
0.6 - 2
15
Sedang(moderate)
0.2 - 0.6
10
Rapat (close)
0.006 - 0.2
< 0.006
III - 16
bidang diskontinu. Celah tersebut berupa material pengisi (infilling) atau tidak.
2. Kekasaran kekar (roughness)
Tingkat kekasaran permukaan kekar dapat dilihat dari bentuk gelombang
permukaannya. Gelombang ini diukur relatif dari permukaan datar dari kekar.
Semakin besar kekasaran dapat menambah kuat geser kekar dan dapat juga
mengubah kemiringan pada bagian tertentu dari kekar tersebut.
3. Material pengisi (infilling/gouge)
Material pengisi berada pada celah antara dua dinding bidang kekar yang
berdekatan. Sifat material pengisi biasanya lebih lemah dari sifat batuan induknya.
Beberapa material yang dapat mengisi celah diantaranya
Parameter
Panjang kekar
(persistence/continuity)
Jarak antar permukaan
kekar
(separation/aperture)
<1m
6
Tidakada
6
Kekasaran
kekar(roughness)
Sangatkasar
Material pengisi
(infilling/gouge)
Tidakada
Kelapukan (weathering)
1-3m
4
<0.1mm
0.1-1mm
4
Sedikitkasa
r
3
Kasar
5
Keras
<5mm
4
Tidaklapuk Sedikitla
puk
6
5
III - 17
10-20m
>20m
1-5mm
>5mm
Halus
1
Slickenside
d
0
Lunak
>5mm
<5mm
>5mm
2
Sangatlapu
k
1
Lapuk
3
Hancur
0
Kering
(completelydry)
Terdapat
tetesan air
(dripping)
Lembab
(damp)
Basah
(wet)
Tidak ada
<10
1025
25-125
>125
<0.1
0.1-0.2
0.2-0.5
>0.5
15
Rating
10
Terdapat aliran
air (flowing)
6. Orientasi Lereng
Parameter
ini
merupakan
penambahan
terhadap
kelima
parameter
sebelumnya. Bobot yang diberikan untuk parameter ini sangat tergantung pada
hubungan antara orientasi kekar-kekar yang ada dengan metode penggalian yang
dilakukan. Oleh karena itu dalam perhitungan, bobot parameter ini biasanya
dilakukan terpisah dari lima parameter lainnya. Hubungan Joint Orientations
dengan beberapa aspek dapat dilihat pada Tabel 3.9 dan Tabel 3.10.
Tabel 3.9
Assessment of joint Orientation effect on Tunnels
Strike perpendicular to tunnel axis
Drive with dip
Drive against dip
Dip
Dip
Dip
Dip
450 - 900
200 - 450
450 - 900
200 - 450
III - 18
Dip
450 - 900
Irrespective
of strike
Dip
00 - 200
Very
favorable
Favorable
Fair
Unfavor
able
Fair
Very
unfavora
ble
Fair
Tabel 3.10
Adjusment of joint Orientation
Joint
Orientation
Assessmentfor
Very
Favorabl
e
Favorabl
e
Fair
Unfavorabl
e
Very
Unfavorabl
e
Tunnels
-2
-5
-10
-12
Raft Foundation
-2
-7
-15
-25
Slopes*
-5
-25
-50
-60
(kekar/m)
RQD(%)
1,15811
99,3717
III - 19
Gambar 3.8
Histogram Jarak Diskontinuiti
4. Air Tanah Pada Kekar
Dari kondisi umum kekar di lapangan secara visual terlihat kering,kemudian
setelah disentuh tidak terdapat rembesan air di tangan, sehingga pembobotannya
adalah 15 karena kondisi kekarnya kering.
Gambar 3.9
Histogram Air Tanah Pada Kekar
5. Kekasaran
Dari data lapangan setelah dianalisa dengan cara disentuh kemudian
dikompilasi dengan software dips didapatkan kondisi kekasaran kekar adalah
sedikit kasar, sehingga pembobotannya adalah 3.
III - 20
Gambar 3.10
Histogram Kekasaran
6. Pelapukan/kekuatan bidang
Dari hasil pengamatan di lapangan kemudian dikompilasi menggunakan
software dips didapatkan hasil weathered, sehingga pembobotannya adalah 3.
Gambar 3.11
Histogram Pelapukan/Kekuatan Bidang
7. Isian
Dari data pengamatan di lapangan kondisi kekar yang terlihat tidak terdapat
isian, kemudian data dari lapangan dikompilasi menggunakan software dips
didapatkan hasil pembobotan 6.
III - 21
Gambar 3.12
Histogram Pengisian
Tabel 3.12
Parameter Klasifikasi dan Pembobotanya Dalam Sistem RMR
2
3
Parameter
Kuat
PLI (MPa)
Tekan
Batuan
UCS (MPa)
Utuh
Bobot
RQD (%)
Bobot
Jarak Diskontinuiti (m)
Bobot
Aliran/10m
panjang tunnel
Air
(ltr/menit)
tanah
Tek. Air pada
pada
kekar/maks
keka
tegangan utama
r
(MPa)
Kondisi Umum
Bobot
Panjang kekar
(persistence/continuity)
Selang Nilai
Untuk kuat tekan
rendah perlu UCS
>10
4-10
2-4
1-2
>250
100-250
50-100
25-50
5-25
15
90-100
20
>2
20
12
75-90
17
0.6-2
15
7
50-75
13
0.2-0.6
10
4
25-50
8
0.06-0.2
8
None
<10
10-25
25-125
>125
<0.1
0.1- 0.2
0.2-0.5
>0.5
Kering
15
Lembab
10
Basah
7
Menetes
4
Mengalir
0
1-3
m
4
Tida
k ada
6
<0.1
mm
5
<1m
Kekasaran
kekar(roughness)
Sangat
kasar
6
Material pengisi
Tidak
Kasar
3-10 m
2
0.1-1 mm
4
Sedikit kasar
3
Keras
III - 22
10-20 m
<1
1
<25
3
<0.06
5
>20 m
1-5 mm
>5 mm
1
Halus
1-5
0
Slickensided
0
Lunak
ada
(infilling/gouge)
6
Tidak
lapuk
Kelapukan (weathering)
<5mm
>5mm
<5mm
>5mm
Sedikit lapuk
Lapuk
2
Sangat
lapuk
0
Hanc
r
Dip
450 - 900
Dip
200 - 450
Dip
450 - 900
Dip
200 - 450
Dip
200 - 450
Very
favorable
Favora
ble
Fair
Unfavor
able
Fair
-5
-25
-50
Orientasi Lereng
Tabel 3.13
Perhitungan RMR System Pada Lokasi X
Keterangan
Nilai
Bobot
KuatTekanBatuan (MPa)
95,716
RQD (%)
99,3717
20
Diskontinuitas
0,7
15
KondisiDiskontinuiti
20
Air Tanah
Lembab
15
Total RMR
77
Berdasarkan nilai RMR diatas, maka dapat ditentukan kelas dari basalt
tersebut. Kelas tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.14 dibawah ini:
Tabel 3.14
RMR Rock Class
RMR (Rock Class)
No
1
100 - 81
80 61
60 - 41
40 - 21
< 20
Sangat Baik
Baik
Sedang
Jelek
Sangat Jelek
III - 23
Dip
450 - 900
Very
unfavora
ble
-60
Irrespec
ve of
strike
Dip
00 - 200
Fair
Parameter
Nilai
Unit Weight
24.22
Strength Type
Gen. Hoek-Brown
UCS Intact
95,716
1.0
GSI
72
mi
25
mb
3.3833
0.0094
0.5011
10
Seicmic Load
0.3
11
Distributed Load
294.2 kN/m
Dalam penentuan demensi bench penambangan ada beberapa hal yang harus
diperhatikan,
berdasarkan
Keputusan
Mentri
III - 24
Pertambangan
dan
Energi
: 10 meter
Lebar jenjang
: 6 meter
Sudut lereng
: 900
Gambar 3.13
Analisi faktor keamanan single bench
b. Multi bench
H (tinggi jenjang)
: 10 meter
Lebar jenjang
: 6 meter
: 900
: 680
III - 25
Gambar 3.14
Analisis faktor keamanan lereng multiple bench
c. Inter-ramp slope
H (tinggi jenjang)
: 10 meter
Lebar jenjang
: 6 meter
Lebar ramp
: 14 meter
: 900
:0
Gambar 3.15
Inter-Ramp and Overall Bench
Nilai FK dari keseluruhan analisis diatas baik untuk Single slope maupun
Overall Slope dapat dilihat pada Tabel 3.22 berikut ini :
III - 26
Geometri bench
IRA 1
n
o
BFA
Bench
height
Bench
width
Bench
config
FK
90
10
Single
11.663
90
10
Multi
bench
5.430
90
10
Interramp
slope
3.426
Angle
FK
IRA 2
Angle
590
FK
6.786
Overall
Angle
FK
68
5.43
58
3.426
Tabel 3.22
Hasil Analisi Software Slide Terhadap Dimensi Jenjang
Kesimpulan dari percobaan analisa dengan menggunakan software slide
diatas dapat disimpulkan untuk dimensi jenjang single slope dengan tinggi jenjang
10 m, lebar jenjang 6 m, dalam keadaan jenuh dan menggunakan metode Bishop
memiliki nilai FK yang aman yaitu 1,638. Sedangkan untuk dimensi jenjang
overall slope, memiliki batas maksimum yaitu 7 slope dengan nilai FK 1,558.
3.2 Metode Penggalian
Untuk menentukan metode penggalian yang dapat digunakan untuk
membongkar batu basalt di Dusun Tempel, Desa Pendoworejo, Kecamatan
Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta maka
dapat digunakan grafik hubungan Point Load Index (Mpa) dengan Fracture
Indeks m.
Kriteria penggalian ditentukan berdasarkan Indeks Kekuatan Batuan yang
diusulkan oleh Franklin, dkk (1971) dan Pettifer & Fookes, (1994). Klaifikasi
massa batuan berdasarkan dua parameter yaitu :
1. Fracture Index
III - 27
ket
ini
= UCS
23 Is
= 95,716 MPa
Is
= 4,14 MPa
III - 28
Gambar
3.18
KriteriaPenggalian Franklin (1971)
Gambar 3.19
AnalisaPenggalian Pettifer & Fookes (1994)
III - 29
Berdasarkan pada Kriteria penggalian Pettifer & Fookes tahun 1994 maka
maka disimpulkan bahwa batu basalt termasuk dalam bahan galian yang sukar
digali. Sedangkan berdasarkan kriteria penggalian Franklin batu basalt termasuk
bahan galian yang cara pembongkarannya menggunakan metode pemboran
peledakan, namun metode yang digunakan adalah drilling and blasting basalt.
Tujuan utama penambangan basalt adalah memperoleh blok basalt sesuai
dengan spesifikasi alat yang digunakan. Alat yang digunakan dalam penambangan
batu basalt adalah Excavator, Bulldozer, Wheel Loader, peralatan dan
perlengkapan. Cara penambangan sistem kuari berjenjang meliputi :
A. Pembersihan Lokasi
Merupakan serangkaian pekerjaan membersihkan permukaan kerja dari
tumbuh-tumbuhan dan batu-batuan yang ada maupun dari pepohonan dengan
menggunakan alat Bulldozer. Sedangkan untuk pembuatan jalan tambang dan
permukaan kerja dengan menggunakan peralatan mekanis Excavator yang
berfungsi membersihkan lapangan (tempat kerja) dari batuan yang ada (lapuk),
mengisi tempat-tempat yang berlubang yang dianggap dapat mengganggu
aktivitas penambangan nantinya.
B. Pembongkaran
Pembongkaran basalt dari batuan induknya dilakukan dengan pemboran
dan peledakan contoh alat yang digunakan :
1. Pemboran
a. Peralatan
1
Mesin Bor
Stang Bor
Casing
Mata Bor
b. Perlegkapan
1. Lumpur Pengeboran
2. Loging
III - 30
2. Peledakan
a. Peralatan
1
Mesin Bor
Kompresor
Batang Bor
Mata Bor
b. Perlengkapan
1. Detonator Biasa (Plain Detonator)
2. Bahan Peledak
3. Detonator Nonel (In-Hole Delay)
4. Sumbu Api (Safety Fuse)
5. Sumbu Ledak (Detonating Cord)
6. Booster (Pentolite Cash Booster)
7. Dynamite Dayagel Dahana Magnum
III - 31