Anda di halaman 1dari 31

BAB III

GEOTEKNIK DAN METODE PEMBONGKARAN

3.1. Kajian Geoteknik


Geoteknik adalah ilmu yang membahas tentang proses analisis kesetabilan
lereng, mulai dari definisi ilmu rekayasa geoteknik, prinsip kestabilan lereng
tambang, sampai pemantauan lereng (Prof. Dr. Ir. Irwandy Arif, M.Sc, 2002).
Salah satu potensi bahaya yang umum dan sering dihadapi pada tambang terbuka
adalah bahaya kelongsoran lereng, baik yang terjadi pada single bench, double
bench, atau dalam ukuran yang lebih besar yaitu pada overall bench.
Untuk menjaga kondisi stabilitas lereng bukaan tambang selama operasi
penambangan, dan pada level resiko yang terkontrol, maka perlu ada suatu
sistem pengendalian stabilitas lereng yang komprehensif sejak proses desain
sampai implementasi/operasi penambangan, termasuk sistem pemantauan dan
evaluasi, untuk mendukung upaya perbaikan secara berkesinambungan. Agar
sistem dapat berjalan dengan baik, dan tambang dapat beroperasi dengan aman,
efektif sesuai desain, khususnya untuk tambang terbuka, maka para pelaksana
kunci dari pengelolaan suatu tambang, mulai dari Kepala Teknik, Manager
Tambang, Perencana Tambang, dan Pengawas Operasi Tambang, termasuk
Pengawas dari Dinas Pertambangan daerah, perlu mempunyai wawasan
pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang masalah-masalah geoteknik
tambang khususnya masalah stabilitas atau instabilitas lereng bukaan tambang
termasuk sistem pengendaliannya. Sistem pengendalian terutama adanya
kemungkinan terjadi kelongsoran akibat pemakaian alat berat dan adanya kegiatan
peledakan menambah pentingnya pengawasan geoteknik kaitannya dengan
keselamatan kerja dalam proses penambangan.
Dengan bertambahnya kedalaman tambang maka ukuran relatif blok-blok
struktur yang menyusun lereng semakin kecil dibandingkan dengan batuan
seluruhnya, sehingga mekanisme runtuhan dapat berubah dari satu struktur ke
struktur yahg dikendalikan oleh karakter dari masa yang besar. Diagram

III - 1

penyelidikan geoteknik untuk rancangan tambang terbuka dapat dilihat pada


Diagram penyelidikan geoteknik untuk rancangan tambang terbuka dapat dilihat
pada Gambar 3.1 berikut ini:

Gamba
r 3.1
Proses Desain Lereng (John Read and Peter Stacey,1942)

III - 2

Peranan geoteknik dalam perancangan tambang adalah melakukan


pendekatan kepada kondisi massa tanah dan batuan yang kompleks,
menggunakan teknik dan instrument yang tersedia dalam rekayasa geoteknik,
sehingga sifat-sifat dan perilaku masa tanah dan batuan dapat diketahui
sepenuhnya sebelum membangun kontruksi (bias lereng, terowongan, sumuran)
pada massa tanah dan batuan tersebut.
Tujuan utama program penyelidikan geoteknik dalam suatu proyek
pertambangan adalah untuk:
1. Memperoleh data kuantitatif kondisi geologi, hidrologi, hidrogeologi,
sifatfisik dan sifat mekanik.
2. Mengetahui karakteristik massa batuan atau tanah sebagai dasar
perancangan penambangan.
3. Menyusun suatu klasifikasi dari berbagai tipe urutan stratigrafi batuan atap
atau lantai, dan untuk mengkaji stabilitas relatifnya dibawah tegangan
terinduksi akibat penambangan.
4. Mengembangkan rancangan lereng yang stabil untuk tambang terbuka atau
rancangan masuk/pilar (tambang bawah tanah) untuk penambangan yang
akan datang berdasarkan analisis sensitivitas terhadap kondisi geoteknik
dari strata atau kedalaman overburden.
Berdasarkan

pada

Keputusan

Nomor:555.K/26/M.PE/1995

tentang

Menteri

Pertambangan

Keselamatan

dan

dan

Energi

Kesehatan

Kerja

Perambangan Umum pada pasal 241 membahas mengenai Tinggi Permukaan


Kerja dan Lebar Teras Kerja. Penjabaran dari pasal 241 adalah sebagai berikut:
Pasal 241
Tinggi Permukaan Kerja Dan Lebar Terasa Kerja :
1. Kemiringan, tinggi dan lebar teras harus dibuat dengan baik dan aman untuk
keselamatan para pekerja agar terhindar dari material atau benda jatuh.
2. Tinggi jenjang (bench) untuk pekerjaan yang dilakukan pada lapisan yang
mengandung pasir,tanah liat, kerikil, dan material lepas lainnya harus :
a. Tidak boleh lebih dari 2,5 meter apabila dilakukan secara manual
b. Tidak boleh lebih dari 6 meter apabila dilakukan secara mekanik dan

III - 3

c. Tidak boleh lebih dari 20 meter apabila dilakukan dengan menggunakan


clamshell, dragline, bucket wheel excavator atau alat sejenis kecuali
mendapat persetujuan Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang.
3. Tinggi jenjang untuk pekerjaan yang dilakukan pada material kompak tidak
boleh lebih dari 6 meter, apabila dilakukan secara manual.
4. Dalam hal penggalian dilakukan sepenuhnya dengan alat mekanis yang
dilengkapi dengan kabin pengaman yang kuat, maka tinggi jenjang
maksimum untuk semua jenis material kompak 15 meter, kecuali mendapat
persetujuan Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang.
5. Studi kemantapan lereng harus dibuat apabila :
a. Tinggi jenjang keseluruhan pada system penambangan berjenjang lebih dari
15 meter dan
b. Tinggi setiap jenjang lebih dari 15 meter.
6. Lebar lantai teras kerja sekurang-kurangnya 1,5 kali tinggi jenjang atau
disesuaikan dengan alat-alat yang digunakan sehingga dapat bekerja dengan
aman dan harus dilengkapi dengan tanggul pengaman (safety bench) pada
tebing yang terbuka dan diperiksa pada setiap gilir kerja dari kemungkinan
adanya

rekahan

atau

tanda-tanda

tekanan

atau

tanda-tanda

kelemahanlainnya.
3.1.1. Uji laboratorium
Dari hasil pengujian batu basalt dilaboratorium maka diperoleh data sebagai
berikut :
1. Sifat Fisik
Pengujian sifat fisik yang telah dilakukan pada tanggal 06 September 2016
di Laboratorium Mekanika Batuan, dengan melakukan pengujian untuk beberapa
parameter seperti berat asli, berat jenuh, berat tergantung dan berat kering.
Berdasarkan hasil pengujian sampel di Laboratorium Mekanika Batuan Jurusan
Teknik Pertambangan, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta, batu basalt
yang diambil di Dusun Tempel, Desa Pendoworejo, Kecamatan Girimulyo, Kab.
Kulon Progo mempunyai sifat fisik seperti dalam Tabel 3.1 berikut :

III - 4

Tabel 3.1
Hasil Uji Sifat Fisik Basalt
Sifat Fisik
batuan
Berat Asli/Wn
(gr)
Berat jenuh/Ww
(gr)
Berat
Tergantung/ Ws
(gr)
Berat
Kering/Wo (gr)
Bobot Isi asli
(gr/cm)
Bobot isi kering
(gr/cm)
Bobot isi jenuh
(gr/cm)
Apperent
spesifik gravity
True spesifik
gravity
Kadar air asli
(%)
Kadar air jenuh
(%)
Derajat
kejenuhan (%)

Sampe
l1

Sampel
2

Sampel
3

Sampel
4

Sampel
5

Sampel
6

Sampel
7

Sampel
8

Sampel
9

Sampel
10

Sampel
11

Sampel
12

Sampel
13

548

547

550

547

544

541

545

546

544

546

549

546

542

556

558.6

559.3

557.1

557.8

556.6

559.2

555.4

558.4

556.2

553.9

559.3

557.7

336.8

334.9

335.5

337.8

339.3

336.9

338.4

337.2

336.7

336.5

334.9

338.2

337.6

524.2

527.3

525.5

523.6

528.3

526.1

522.8

523.6

527.1

525.2

524.4

524

526.9

2.500

2.445

2.458

2.467

2.490

2.462

2.468

2.502

2.454

2.485

2.507

2.469

2.463

2.391

2.357

2.348

2.388

2.418

2.395

2.368

2.400

2.378

2.391

2.395

2.370

2.394

2.536

2.497

2.499

2.540

2.553

2.533

2.533

2.545

2.519

2.532

2.529

2.530

2.534

2.391

2.357

2.348

2.388

2.418

2.395

2.368

2.400

2.378

2.391

2.395

2.370

2.394

2.797

2.741

2.766

2.818

2.795

2.781

2.835

2.809

2.768

2.783

2.767

2.820

2.783

4.540

3.736

4.662

3.323

2.972

2.832

4.246

4.278

3.206

3.960

4.691

4.198

2.866

6.066

5.936

6.432

6.398

5.584

5.797

6.963

6.073

5.938

5.903

5.625

6.737

5.846

74.843

62.939

72.485

51.940

53.220

48.852

60.989

70.440

53.994

67.097

83.390

62.323

49.026

Porositas (%)

14.507

13.992

15.103

15.276

13.501

13.883

16.486

14.574

14.118

14.110

13.470

15.966

13.994

Angka pori

0.170

0.163

0.178

0.180

0.156

0.161

0.197

0.171

0.164

0.164

0.156

0.190

0.163

III - 5

2. Sifat Mekanik
Pengujian sifat mekanik terbagi dalam dua segmen, yaitu uji kuat tekan
uniaksial dan uji kuat geser. Pengujian kuat tekan uniaksial dilakukan percobaan
uji sampel pada satu sampel batuan saja. Sedangkan pengujian kuat geser
dilakukan percobaan uji sampel untuk tiga sampel batuan.
Untuk pengujian kuat tekan uniaksial dan uji kuat geser sampel tersebut
diambil dari lokasi pertama. Berdasarkan pengujian sampel yang dilakukan di
Laboratorium Mekanika Batuan Jurusan Teknik Pertambangan, Sekolah Tinggi
Teknologi Nasional Yogyakarta dan kemudian diuji menggunakan Software
Roclab 1.0 maka didapat hasil pegujian seperti Tabel 3.2 ini.
Tabel 3.2
Hasil Pemgujian Sampel Menggunakan Software Rocklab 1.0
No.

UCS

RMR

GSI

Mi

Tinggi
lereng

C
(MPa)

(o)

77
77

72
72

25

1.0

10

1.847

66.67

25

1.0

10

2.236

66.99

77

72

25

1.0

10

0.549

63.36

77

72

25

1.0

10

0.941

65.16

77

72

25

1.0

0.670

64.10

190.263
231.454
5
52.505
94.3257
1
65.1678
9
51.5242

77

72

25

1.0

0.540

63.29

88.297

77

72

25

1.0

0.884

64.99

138.446

77

72

25

1.0

1.355

66.06

46.495

77

72

25

1.0

0.493

62.92

10

91.191

77

72

25

1.0

12

0.913

65.08

11

129.264

77

72

25

1.0

12

1.270

65.92

12

31.630

77

72

25

1.0

12

0.355

61.35

13

33.743

77

72

25

1.0

12

0.373

62.62

RataRata

95.716

77

72

25

1.0

9.47

0.956

62.62

2
3
4
5

Sumber: (Data PT. Progo Basalt Resources, 2016)

III - 6

Berdasarkan analisis dengan menggunakan software roclab 1.0 di atas


didapatkan hasil pengujian rata-rata sebagai berikut:
1. Sudut gesek dalam ()

: 62.62

2. Kohesi (c)

: 0.956 Mpa

a. Pengujian Point Load Test


Hasil dari pengujian point load terhadap 13 buah sampel yang didapatkan
dari lapangan dan penhujian yang dilakukan di Kampus Lapangan Sekolah Tinggi
Teknologi Nasional Yogyakkarta, hasil uji sampel batuan basalt adalah sebagai
berikut tabel 3.2
Tabel 3.1
Hasil Uji Sampel Batuan
Kg

Point Load
Indexs, is
(Kg/Cm2)

Kuat Tekan
Uniaksial
(Kg/Cm2)

Basalt

2300

82,273

190,263

Basalt

220

100,632

231,4545

Basalt

700

22,828

52,505

Basalt

2200

41,011

94,32571

Basalt

900

28,334

65,16789

Basalt

1000

22,402

51,5242

Basalt

1100

38,390

88,297

Basalt

2400

60,194

138,446

Basalt

800

20,125

46,495

10

Basalt

800

39,648

91,191

11

Basalt

2400

56,202

129,264

12

Basalt

600

13,752

31,630

13

Basalt

800

14,671

33,743

No.
Sampel

Nama
Batuan

Diameter
D (m)

Beban (P)
Lb

Average

95,716

III - 7

Koordinat
411415;
9144225,178
411394;
9144229,176
411352;
9144282,172
411350;
9144270,181
411282;
9143971,161
411185;
9144272,200
411329;
9144297,181
411464;
9143880,145
411099;
9144323,202
411185;
9144165,159
411185;
9144272,202
411362;
9144062,164
411144;
9143831,167

3.1.2 Analisis Longsoran


Analisa longsoran pada tambang terbuka sangat penting dilakukan oleh
suatu perusahan tambang. Terdapat beberapa parameter yang dibutuhkan dalam
penentuan jenis longsoran adalah :
1. Arah umum bidang lemah dan kemiringannya (Dip/Dipdirection).
2. Arah umum lereng dan kemiringannya (Dip/Dipdirection).
3. Sudut gesek dalam batuan ().
Selain ke tiga parameter diatas, maka kita harus mengetahui jenis-jenis
longsoran. Terdapat 4 jenis longsoran yang ada dalam tambang terbuka yaitu
Longsoran bidang, Longsoran baji, Longsoran busur dan Longsoran guling. Maka
untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.4 berikut:

Gambar 3.2
Jenis Longsoran ( Hoek and Brown, 1989 )
III - 8

A. Longsoran Bidang
Longsoran bidang merupakan suatu longsoran batuan yang terjadi sepanjang
bidang luncur yang dianggap rata. Bidang luncur tersebut dapat berupa bidang
kekar, rekahan (joint) maupun bidang perlapisan batuan. Syarat-syarat terjadinya
longsoran bidang :
1. Terdapat bidang lincir bebas (daylight) berarti kemiringan bidang lurus lebih
kecil daripada kemiringan lereng.
2. Arah bidang perlapisan (bidang lemah) sejajar atau mendekati dengan arah
lereng (200).
3. Kemiringan bidang luncur atau lebih besar daripada sudut geser dalam
batuannya.
4. Terdapat bidang geser (tidak terdapat gaya penahan) pada kedua sisi
longsoran.

Gambar 3.3
Bentuk Longsoran Bidang (Hoek, 1970)

III - 9

B. Longsoran Baji
Longsoran baji dapat terjadi pada suatu batuan jika lebih dari satu bidang
lemah yang bebas dan saling berpotongan. Sudut perpotongan antara bidang
lemah tersebut lebih besar dari sudut geser dalam batuannya. Bidang lemah ini
dapat berupa bidang sesar, rekahan (joint) maupun bidang perlapisan. Cara
longsoran baji dapat melalui satu atau beberapa bidang lemahnya maupun melalui
garis perpotongan kedua bidang lemahnya. Longsoran baji dapat terjadi dengan
syarat geometri sebagai berikut :
1. Sudut lereng lebih kecil daripada sudut longsoran dan sudut longsoran lebih
kecil daripada sudut gesek dalam.
2. Arah penunjaman garis potong harus lebih kecil daripada sudut kemiringan
lereng.
3. Bentuk longsoran dibatasi oleh muka lereng, bagian atas lereng dan kedua
bidang lemah.

Gambar 3.4
Bentuk Longsoran Baji (Hoek & Bray, 1977)

III - 10

C. Longsoran Busur
Longsoran busur adalah yang paling umum terjadi di alam, terutama pada
batuan yang lunak (tanah). Pada batuan yang keras longsoran busur hanya terjadi
jika batuan tersebut sudah mengalami pelapukan dan mempunyai bidang-bidang
lemah (rekahan) yang sangat rapat dan tidak dapat dikenali lagi kedudukannya.
Pada longsoran bidang dan baji, kelongsoran dipengaruhi oleh struktur bidang
perlapisan dan kekar yang membagi tubuh batuan kedalam massa diskontinuitas.
Pada tanah pola strukturnya tidak menentu dan bidang gelincir bebas mencari
posisi yang paling kecil hambatannya.
Longsoran busur akan terjadi jika partikel individu pada suatu tanah atau
massa batuan sangat kecil dan tidak saling mengikat. Oleh karena itu, batuan yang
telah lapuk cenderung bersifat seperti tanah. Tanda pertama suatu longsoran busur
biasanya berupa suatu rekahan tarik permukaan atas atau muka lereng, kadangkadang disertai dengan menurunnya sebagian permukaan atas lereng yang berada
disamping rekahan. Penurunan ini menandakan adanya gerakan lereng yang
padaakhirnya akan terjadi kelongsoran lereng, hanya dapat dilakukan apabila
belum terjadi gerakan lereng tersebut.

Gambar 3.5
Bentuk Longsoran Busur (Hoek & Bray, 1977)
D. Longsoran Toppling (Guling)
Longsoran guling terjadi pada batuan yang keras dan memiliki lereng terjal
dengan bidang-bidang lemah yang tegak atau hampir tegak dan arahnya
berlawanan dengan arah kemiringan lereng. Longsoran ini bisa berbentuk blok
III - 11

atau bertingkat. Kondisi untuk menggelincir atau meluncur ditentukan oleh sudut
geser dalam dan kemiringan bidang luncurnya, tinggi balok dan lebar balok
terletak pada bidang miring.

Gambar 3.6
Bentuk Longsoran Guling (Hoek & Bray, 1977)
Kondisi geometri yang diperlukan untuk terjadinya longsoran guling, antara
lain :
1. Balok akan tetap mantap bila < dan b/h > tan .
2. Balok akan meluncur bila > dan b/h > tan .
3. Balok akan tergelincir,kemudian mengguling apabila > dan b/h< tan .
4. Balok akan langsung mengguling bila < dan b/h < tan .
3.1.3

AnalisisKemantapanLereng

A. Metode Kinematika
Dari data lapangan yang berupa arah dan kemiringan lereng yang terbentuk
(dip /dip direction), sudut geser dalam dan dip/dipdirection dari pengukuran kekar
di lapangan, kemudian dilakukan pengolahan atau analisis data dengan
menggunakan bantuan software dips. Berikut ini adalah hasil percobaan analisis
longsoran pada 620/ N 2460 E dan lereng 440/ N 1220 ( lihat gambar 3.9 )

III - 12

Gambar 3.7
Analisa Longsoran Topling pada 440/ N 1220 E
B. Hasil Analisa Longsoran Topling pada 440/ N 1220 E
Berdasarkan hasil analisiskinematika( gambar 3.9 ) didapatkan arah umum
kekar pada 620/ N 2460 E dan lereng 440/ N 1220 E dengan potensi longsoran
toppling karena:
1) Sudut gesek dalam < perpotongan dua (2) bidang diskontinu < sudut lereng.
(450< 550< 900), sehingga memenuhi syarat terjadinya longsor Topling.
2) Arah bidang lereng tidak searah dengan arah longsoran. Pada Gambar 3.9
arah lereng berada antara W dan N, sedangkan arah longsoran berada antara
arah S dan W, sehingga berpotensi longsoran Topling.
Kesimpulan analisis potensi longsoran dari analisis kinematika yang
dilakukan pada kedudukan lereng pada 440/ N 1220 E dan 360/ N 1190 E tidak
berpotensi terjadi longsoran topling. Untuk lebih jelasnya, jenis longsoran dari ke
percobaan diatas dapat dilihat pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4
Hasil Analisis Data Kekar
Lereng
No.

1.

Dip
Direction

Dip

N 122 E

44

Jumlah
Data
Kekar

Sudut
Gesek
Dalam
()

51

35

Arah Umum Bidang Kekar


Dip/Dip Direction ()/(N
E)

III - 13

Set 1

Set 2

Set 3

Potensi
Longsor
Tidak
Ada

C. Metode Klasifikasi Massa Batuan


Metode klasifikasi massa batuan merupakan cikal bakal bakal dari
.pendekatanmetode

empiris

yang

digunakan

didalam

rekayasa

batuan,

contohnyaadalahKlasifikasi Rock Mass Ratting.


Klasifikasi Rock Massa Ratting dibuatpertama kali olehBieniawski pada
tahun 1973. Modifikasi dilakukan menggunakan data yang baru agar dapat
digunakan untuk berbagai kepentingan dan disesuaikan dengan standar
internasional. Klasifikasi Rock Massa Ratting (RMR) tahun 1989 menggunakan
parameter sebagai berikut:
1. Kuat tekan uniaksial dari material batuan
Kuat tekan batuan utuh dapat diperoleh dari Uji Kuat Tekan Uniaksial
(Uniaxial Compressive Strength, UCS) serta dapat diperoleh dari Uji Point Load
(Point Load Index, PLI). UCS menggunakan mesin tekan untuk menekan sampel
batuan dari satu arah (uniaxial). Sampel batuan yang diuji dalam bentuk silinder
(tabung) dengan perbandingan antara tinggi dan diameter (/D) tertentu.
Perbandingan ini sangat berpengaruh pada nilai UCS yang dihasilkan.
Parameter kekuatan batuan utuh diberi bobot berdasarkan nilai UCS atau
nilai PLI-nya seperti tertera pada Tabel 3.4 dibawah ini:
Tabel 3.4.
Strength of Intact Rock Material
`
Sangat kuat sekali(exception all
strong)

UCS/ uniaxial
Point Load
compressive strength
Rating
Strength(MPa)
(MPa)
>250
>8
15

Sangat kuat (verystrong)

100 -250

48

12

50-100

2 4

Kuat (strong)

Sedang (average)
25-50
1 2
4
Lemah (weak)
5-25
Penggunaan
2
Sangat lemah (veryweak)
1 -5
1
UCS lebih
dianjurkan
Sangat
lemah
<1
0
sekali(extremelyweak)
At compressive strength of rock material less than 1.0 MPa many rock materials
would be regarded as soil.
(Sumber : Bieniawski, 1979)

2. Rock Quality Designation (RQD)


III - 14

Pada tahun 1967 D.U. Deere memperkenalkan Rock Quality Designation


(RQD) sebagai petunjuk untuk memperkirakan kualitas dari massa batuan secara
kuantitatif. RQD didefinisikan sebagai persentasi perolehan inti bor (core) yang
secara tidak langsung didasarkan pada jumlah bidang lemah dan jumlah bagian
yang lunak dari massa batuan yang diamati dari intibor (core). Hanya bagian yang
utuh dengan panjang lebih besar dari 100 mm (4 inchi) yang dijumlahkan
kemudian dibagipanjang total pengeboran (core run) (Deere, 1967). Diameter inti
bor (core) harus berukuran minimal NW (54.7 mm atau 2.15 inchi) dan harus
berasal dari pemboran menggunakan double-tube core barrel.
RQD(%) = 100 e-0,1 (0,1+1)....................................................... (3.1)
Keterangan :
= Frekuensi Kekar (m)
RQD dilihat sebagai sebuah petunjuk kualitas batuan dimana permasalahan
pada batuan seperti tingkat kelapukan yang tinggi, lunak, hancur, tergerus dan
terkekarkan diperhitungkan sebagai bagian dari massa batuan (Deere, 1988).
Dengan kata lain, RQD adalah ukuran sederhana dari persentasi perolehan batuan
yang baik dari sebuah interval kedalaman lubang bor. Hubungan antara nilai RQD
dan kualitas dari suatu massa batuan diperkenalkan oleh Deere (1967) seperti
Tabel 3.5 berikut ini :
Tabel 3.5
Rock Quality Designation Rating
(
u
m
e
:
i

Qualitative
Description
Excellent
Good
Fair
Poor
Very Poor

RQD (%)

Rating

90 1000
75 90
50 75
25 50
<25

20
17
13
8
3

S
b
r
B
e

niawski , 1979)

3. Jarak antar kekar


Terdapat beberapa definisi dari jarak antar kekar (Joint Spacing),
diantaranya yaitu :
III - 15

a. Didefinisikan sebagai jarak tegak lurus antara dua kekarberurutan sepanjang


garis pengukuran yang dibuat sembarang.
b. Sen dan Eissa (1991) mendefinisikan spasi kekar sebagai suatu panjang utuh
pada suatu selang pengamatan.
c. ISRM, jarak antar (spasi) kekar adalah jarak tegak lurus antara bidang kekar
yang berdekatan dalam satu set kekar.
Parameter jarak antar kekar diberi bobot berdasarkan nilai spasi kekar-nya
seperti pada Tabel 3.6 dibawah ini:
Tabel 3.6
Spacing of Discontinuities
Description
Spacing (m)

Rating

Sangat lebar(very wide)

>2

20

Lebar (wide)

0.6 - 2

15

Sedang(moderate)

0.2 - 0.6

10

Rapat (close)

0.006 - 0.2

Sangat rapat (very close)

< 0.006

(Sumber : Bieniawski , 1979)

4. Kondisi kekar (Condition of discontinuities)


Adalimakarakteristikkekaryangmasuk dalam pengertian kondisi kekar,
meliputi:
A. Kemenerusan (Persistence/Continuity)
Panjang dari suatu kekar dapat dinilai secara kasar yaitu dengan mengamati
panjang jejak kekar pada suatu bukaan. Pengukuran dengan cara ini masih sangat
kasar dan belum mencerminkan kondisi kemenerusan kekar sesungguhnya.
Seringkali panjang jejak kekar pada suatu bukaan lebih kecil dari panjang kekar
sesungguhnya, sehingga kemenerusan yang sesungguhnya hanya dapat ditebak
atau tidak dapat dipastikan. Jika jejak sebuah kekar pada suatu bukaan berhenti
atau terpotong kekar lain atau terpotong oleh solid/massive rock ini menunjukkan
adanya kemenerusan.
1. Jarak antar permukaan kekar atau celah (separation/aperture)
Merupakan jarak tegak lurus antar dinding batuan yang berdekatan pada

III - 16

bidang diskontinu. Celah tersebut berupa material pengisi (infilling) atau tidak.
2. Kekasaran kekar (roughness)
Tingkat kekasaran permukaan kekar dapat dilihat dari bentuk gelombang
permukaannya. Gelombang ini diukur relatif dari permukaan datar dari kekar.
Semakin besar kekasaran dapat menambah kuat geser kekar dan dapat juga
mengubah kemiringan pada bagian tertentu dari kekar tersebut.
3. Material pengisi (infilling/gouge)
Material pengisi berada pada celah antara dua dinding bidang kekar yang
berdekatan. Sifat material pengisi biasanya lebih lemah dari sifat batuan induknya.
Beberapa material yang dapat mengisi celah diantaranya

breccia, clay, silt,

mylonite, gouge, sand, quartz dan calcite.


4. Tingkat kelapukan (weathering)
Penentuan tingkat kelapukan kekar didasarkan pada perubahan warna pada
batuannya dan terdekomposisinya batuan atau tidak. Semakin besar tingkat
perubahan warna dan tingkat terdekomposisi, batuan semakin lapuk. Parameter
diatas diberi bobot masing- masing, kemudian dijumlahkan sebagai bobot total
kondisi kekar. Nilai parameter kondisi kekar dapat dilihat pada Tabel 3.7 berikut:
Tabel 3.7
Guidelines for Classification of Discontinuity Conditions
Rati
ng
3-10m

Parameter
Panjang kekar
(persistence/continuity)
Jarak antar permukaan
kekar
(separation/aperture)

<1m
6
Tidakada
6

Kekasaran
kekar(roughness)

Sangatkasar

Material pengisi
(infilling/gouge)

Tidakada

Kelapukan (weathering)

1-3m
4

<0.1mm

0.1-1mm

4
Sedikitkasa
r
3

Kasar
5

Keras
<5mm

4
Tidaklapuk Sedikitla
puk
6
5

III - 17

10-20m

>20m

1-5mm

>5mm

Halus
1

Slickenside
d
0

Lunak

>5mm

<5mm

>5mm

2
Sangatlapu
k
1

Lapuk
3

Hancur
0

(Sumber : Bieniawski, 1989)

5. Kondisi air tanah (Groundwater conditions)


Kondisi air tanah adalah keadaan air yang terdapat dalam lapisan tanah atau
bebatuan dibawah permukaan tanah. Terdapat 5 jenis kondisi air tanah yang
ditemukan padapengukuran kekar yaitu: kering(completelydry), lembab(damp),
basah (wet), terdapat tetesan air (dripping), atau terdapat aliran air (flowing).
Parameter kondisi air tanah (groundwater conditions) diberi bobot berdasarkan
Tabel 3.8 dibawah:
Tabel 3.8
Condition Groundwater
Kondisi Umum

Kering
(completelydry)

Debit air tiap10m


panjang
terowongan
(liter/menit)
Tekanan air pada
kekar/
Tegangan principal
mayor

Terdapat
tetesan air
(dripping)

Lembab
(damp)

Basah
(wet)

Tidak ada

<10

1025

25-125

>125

<0.1

0.1-0.2

0.2-0.5

>0.5

15

Rating

10

Terdapat aliran
air (flowing)

(Sumber : Bieniawski , 1989)

6. Orientasi Lereng
Parameter

ini

merupakan

penambahan

terhadap

kelima

parameter

sebelumnya. Bobot yang diberikan untuk parameter ini sangat tergantung pada
hubungan antara orientasi kekar-kekar yang ada dengan metode penggalian yang
dilakukan. Oleh karena itu dalam perhitungan, bobot parameter ini biasanya
dilakukan terpisah dari lima parameter lainnya. Hubungan Joint Orientations
dengan beberapa aspek dapat dilihat pada Tabel 3.9 dan Tabel 3.10.
Tabel 3.9
Assessment of joint Orientation effect on Tunnels
Strike perpendicular to tunnel axis
Drive with dip
Drive against dip
Dip
Dip
Dip
Dip
450 - 900
200 - 450
450 - 900
200 - 450

III - 18

Strike parallel to axis


Dip
200 - 450

Dip
450 - 900

Irrespective
of strike
Dip
00 - 200

Very
favorable

Favorable

Fair

Unfavor
able

Fair

Very
unfavora
ble

Fair

(Sumber : Bieniawski, 1989)

Tabel 3.10
Adjusment of joint Orientation
Joint
Orientation
Assessmentfor

Very
Favorabl
e

Favorabl
e

Fair

Unfavorabl
e

Very
Unfavorabl
e

Tunnels

-2

-5

-10

-12

Raft Foundation

-2

-7

-15

-25

Slopes*

-5

-25

-50

-60

*It is recommended to use slope mass rating


(Sumber : Bieniawski ,1989)

Parameter (orientasi ketidakmenerusan) pemakaian dan penerapanya


disesuaikan dengan penggunaan RMR untuk rekayasa batuan.
Tabel 3.11
Hasil Analisa Kekar dan RQD
LOKASI

(kekar/m)

RQD(%)

1,15811

99,3717

(Sumber : Bieniawski, 1984)

Tabel 3.12 Parameter Klasifikasi dan Pembobotanya Dalam Sistem RMR


dari tabel diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Kuat Tekan Batuan Utuh
Dari pengujian point load index didapatkan nilai uji kuat tekan uniaksial
sebesar 95,716 Mpa, sehingga pembobotannya adalah 7 karena berada pada range
50-100.
2. RQD (Rock Quality Designation)
Data preparai didapatkan RQD (Rock Quality Density) sebesar 99,3717 %,
sehingga pembobotannya adalah 20 karena berada range 90-100.
3. Jarak Diskontinuiti

III - 19

Dari data lapangan kemudian dikompilasi menggunakan software dips


didapatkan data diskontinuiti rata rata sebesar 0,86348, sehingga pembobotannya
adalah 15 karena berada pada range 0,6-2.

Gambar 3.8
Histogram Jarak Diskontinuiti
4. Air Tanah Pada Kekar
Dari kondisi umum kekar di lapangan secara visual terlihat kering,kemudian
setelah disentuh tidak terdapat rembesan air di tangan, sehingga pembobotannya
adalah 15 karena kondisi kekarnya kering.

Gambar 3.9
Histogram Air Tanah Pada Kekar
5. Kekasaran
Dari data lapangan setelah dianalisa dengan cara disentuh kemudian
dikompilasi dengan software dips didapatkan kondisi kekasaran kekar adalah
sedikit kasar, sehingga pembobotannya adalah 3.

III - 20

Gambar 3.10
Histogram Kekasaran
6. Pelapukan/kekuatan bidang
Dari hasil pengamatan di lapangan kemudian dikompilasi menggunakan
software dips didapatkan hasil weathered, sehingga pembobotannya adalah 3.

Gambar 3.11
Histogram Pelapukan/Kekuatan Bidang
7. Isian
Dari data pengamatan di lapangan kondisi kekar yang terlihat tidak terdapat
isian, kemudian data dari lapangan dikompilasi menggunakan software dips
didapatkan hasil pembobotan 6.

III - 21

Gambar 3.12
Histogram Pengisian
Tabel 3.12
Parameter Klasifikasi dan Pembobotanya Dalam Sistem RMR

2
3

Parameter
Kuat
PLI (MPa)
Tekan
Batuan
UCS (MPa)
Utuh
Bobot
RQD (%)
Bobot
Jarak Diskontinuiti (m)
Bobot
Aliran/10m
panjang tunnel
Air
(ltr/menit)
tanah
Tek. Air pada
pada
kekar/maks
keka
tegangan utama
r
(MPa)
Kondisi Umum
Bobot
Panjang kekar
(persistence/continuity)

Jarak antar permukaan


kekar
(separation/aperture)

Selang Nilai
Untuk kuat tekan
rendah perlu UCS

>10

4-10

2-4

1-2

>250

100-250

50-100

25-50

5-25

15
90-100
20
>2
20

12
75-90
17
0.6-2
15

7
50-75
13
0.2-0.6
10

4
25-50
8
0.06-0.2
8

None

<10

10-25

25-125

>125

<0.1

0.1- 0.2

0.2-0.5

>0.5

Kering
15

Lembab
10

Basah
7

Menetes
4

Mengalir
0

1-3
m
4

Tida
k ada
6

<0.1
mm
5

<1m

Kekasaran
kekar(roughness)

Sangat
kasar
6

Material pengisi

Tidak

Kasar

3-10 m
2
0.1-1 mm
4
Sedikit kasar

3
Keras

III - 22

10-20 m

<1

1
<25
3
<0.06
5

>20 m

1-5 mm

>5 mm

1
Halus

1-5

0
Slickensided

0
Lunak

ada

(infilling/gouge)

6
Tidak
lapuk

Kelapukan (weathering)

<5mm

>5mm

<5mm

>5mm

Sedikit lapuk

Lapuk

2
Sangat
lapuk

0
Hanc
r

Strike perpendicular to tunnel axis


Drive with dip
6

Drive against dip

Strike parallel to axis

Dip
450 - 900

Dip
200 - 450

Dip
450 - 900

Dip
200 - 450

Dip
200 - 450

Very
favorable

Favora
ble

Fair

Unfavor
able

Fair

-5

-25

-50

Orientasi Lereng

Tabel 3.13
Perhitungan RMR System Pada Lokasi X
Keterangan

Nilai

Bobot

KuatTekanBatuan (MPa)

95,716

RQD (%)

99,3717

20

Diskontinuitas

0,7

15

KondisiDiskontinuiti

Sedikit kasar , sedikit lapuk,


material pengisi kasar < 5mm

20

Air Tanah

Lembab

15

Total RMR

77

(Sumber :PT.Progo Basalt Resources ,2016)

Berdasarkan nilai RMR diatas, maka dapat ditentukan kelas dari basalt
tersebut. Kelas tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.14 dibawah ini:
Tabel 3.14
RMR Rock Class
RMR (Rock Class)

No
1

100 - 81

80 61

60 - 41

40 - 21

< 20

Sangat Baik

Baik

Sedang

Jelek

Sangat Jelek

III - 23

Dip
450 - 900
Very
unfavora
ble
-60

Irrespec
ve of
strike
Dip
00 - 200
Fair

A. Metode Kesetimbangan Batas


Metode kesetimbangan batas adalah metode yang digunakan dalam analisis
kesetabilan lereng untuk longsoran tipe gelinciran.
Perhitungan faktor keamanan (FK) menggunakan software slide dengan
memasukan nilai bobot isi jenuh, kohesi dan sudut geser dalam yang meliputi
hasil dari Bench face angle, Inter Ramp Angle dan Overall Slope sebagai berikut :
Geometri lereng single slope.
Perhitungan faktor keamanan (FK) menggunakan software slide dengan
memasukan parameter-parameter seperti pada Tabel 3.16
Tabel 3.16
Data Material Properties
No

Parameter

Nilai

Unit Weight

24.22

Strength Type

Gen. Hoek-Brown

UCS Intact

95,716

1.0

GSI

72

mi

25

mb

3.3833

0.0094

0.5011

10

Seicmic Load

0.3

11

Distributed Load

294.2 kN/m

Dalam penentuan demensi bench penambangan ada beberapa hal yang harus
diperhatikan,

berdasarkan

Keputusan

Mentri

III - 24

Pertambangan

dan

Energi

Nomor:555.K/M.PE/1995 pasal 241, dalam perancangan bench untuk penentuan


kemiringan, tinggi dan lebar bench dibuat dengan baik dan aman untuk
keselamatan para pekerja agar terhindar dari material atau benda jatuh. Karena
basalt tergolong ke dalam batuan dengan material kompak, kemudian dikompilasi
menggunakan software dips didapatka geometri lereng sebagai berikut :
a. Geometri lereng untuk single slope
H (tinggi jenjang)

: 10 meter

Lebar jenjang

: 6 meter

Sudut lereng

: 900

Gambar 3.13
Analisi faktor keamanan single bench
b. Multi bench
H (tinggi jenjang)

: 10 meter

Lebar jenjang

: 6 meter

Sudut lereng single bench

: 900

Sudut lereng overall

: 680

III - 25

Gambar 3.14
Analisis faktor keamanan lereng multiple bench
c. Inter-ramp slope
H (tinggi jenjang)

: 10 meter

Lebar jenjang

: 6 meter

Lebar ramp

: 14 meter

Sudut lereng single bench

: 900

Sudut lereng overall

:0

Gambar 3.15
Inter-Ramp and Overall Bench
Nilai FK dari keseluruhan analisis diatas baik untuk Single slope maupun
Overall Slope dapat dilihat pada Tabel 3.22 berikut ini :

III - 26

Geometri bench

IRA 1

n
o

BFA

Bench
height

Bench
width

Bench
config

FK

90

10

Single

11.663

90

10

Multi
bench

5.430

90

10

Interramp
slope

3.426

Angle

FK

IRA 2

Angle

590

FK

6.786

Overall

Angle

FK

68

5.43

58

3.426

Tabel 3.22
Hasil Analisi Software Slide Terhadap Dimensi Jenjang
Kesimpulan dari percobaan analisa dengan menggunakan software slide
diatas dapat disimpulkan untuk dimensi jenjang single slope dengan tinggi jenjang
10 m, lebar jenjang 6 m, dalam keadaan jenuh dan menggunakan metode Bishop
memiliki nilai FK yang aman yaitu 1,638. Sedangkan untuk dimensi jenjang
overall slope, memiliki batas maksimum yaitu 7 slope dengan nilai FK 1,558.
3.2 Metode Penggalian
Untuk menentukan metode penggalian yang dapat digunakan untuk
membongkar batu basalt di Dusun Tempel, Desa Pendoworejo, Kecamatan
Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta maka
dapat digunakan grafik hubungan Point Load Index (Mpa) dengan Fracture
Indeks m.
Kriteria penggalian ditentukan berdasarkan Indeks Kekuatan Batuan yang
diusulkan oleh Franklin, dkk (1971) dan Pettifer & Fookes, (1994). Klaifikasi
massa batuan berdasarkan dua parameter yaitu :
1. Fracture Index

III - 27

ket

Parameter ini digunakan sebagai ukuran karakteristik diskontinu dan


didefinisikan sebagai jarak rata-rata beban dalam sepanjang bor inti atau massa
batuan.
2. Point Load Index (PLI)
Point Load Index atau pengujian titik beban merupakan substansi pengujian
dari faktor kehadiran bidang lemah yang mempengaruhi kecepatan rambat
gelombang ultrasonik dari suatu batuan (spesimen batuan).
Pengujian ini menggunakan masin uji point load dengan sampel berupa
silinder atau bentuk lain yang tidak beraturan. Pengujian point load

ini

merupakan pengujian yang dapat dilakukan langsung dilapangan, dengan


demikian dapat diketahui kekuatan batuan dilapangan sebelum pengujian di
laboratorium dilakukan. Ukuran batuan yang digunakan untuk pengujian
disarankan berbentuk silinder dengan diameter kurang lebih 50 mm.
Hasil pengukuran scanline pada footwall didapatkan fracture index = 0,7 m
(dari hasil scanline) dan Point Load Index = 4.14 Mpa. Nilai Point Load Index
berasal dari :
23 Is

= UCS

23 Is

= 95,716 MPa

Is

= 4,14 MPa

III - 28

Gambar
3.18
KriteriaPenggalian Franklin (1971)

Gambar 3.19
AnalisaPenggalian Pettifer & Fookes (1994)

III - 29

Berdasarkan pada Kriteria penggalian Pettifer & Fookes tahun 1994 maka
maka disimpulkan bahwa batu basalt termasuk dalam bahan galian yang sukar
digali. Sedangkan berdasarkan kriteria penggalian Franklin batu basalt termasuk
bahan galian yang cara pembongkarannya menggunakan metode pemboran
peledakan, namun metode yang digunakan adalah drilling and blasting basalt.
Tujuan utama penambangan basalt adalah memperoleh blok basalt sesuai
dengan spesifikasi alat yang digunakan. Alat yang digunakan dalam penambangan
batu basalt adalah Excavator, Bulldozer, Wheel Loader, peralatan dan
perlengkapan. Cara penambangan sistem kuari berjenjang meliputi :
A. Pembersihan Lokasi
Merupakan serangkaian pekerjaan membersihkan permukaan kerja dari
tumbuh-tumbuhan dan batu-batuan yang ada maupun dari pepohonan dengan
menggunakan alat Bulldozer. Sedangkan untuk pembuatan jalan tambang dan
permukaan kerja dengan menggunakan peralatan mekanis Excavator yang
berfungsi membersihkan lapangan (tempat kerja) dari batuan yang ada (lapuk),
mengisi tempat-tempat yang berlubang yang dianggap dapat mengganggu
aktivitas penambangan nantinya.
B. Pembongkaran
Pembongkaran basalt dari batuan induknya dilakukan dengan pemboran
dan peledakan contoh alat yang digunakan :
1. Pemboran
a. Peralatan
1

Pompa dan Compressor

Mesin Bor

Stang Bor

Casing

Mata Bor

b. Perlegkapan
1. Lumpur Pengeboran
2. Loging

III - 30

2. Peledakan
a. Peralatan
1

Mesin Bor

Kompresor

Batang Bor

Mata Bor

Mobil Mixer/Manufacturing Unit (MMU)

Alat Pengaman Peledakan

b. Perlengkapan
1. Detonator Biasa (Plain Detonator)
2. Bahan Peledak
3. Detonator Nonel (In-Hole Delay)
4. Sumbu Api (Safety Fuse)
5. Sumbu Ledak (Detonating Cord)
6. Booster (Pentolite Cash Booster)
7. Dynamite Dayagel Dahana Magnum

8. Relay Connector (Surface Delay)


9. Relay Connector MS-17
10. Relay Connector MS-42
11. Relay Connector MS-67
Hasil penambangan basalt terlebih dahulu dikumpulkan pada rom stock.
Kemudian setelah terkumpul, batu basalt dimuat ke atas truk dengan
menggunakan Excavator Backhoe yang akan dibawa menuju Stockpile yang
berada dilokasi pabrik pengolahan basalt, yang selanjutnya akan diproses menjadi
produk ornamen dinding dengan ukuran tebal 3 cm dan produk batu split dengan
ukuran 5 cm.

III - 31

Anda mungkin juga menyukai