PENGERTIAN
Deposit komoditas
tambang berbentuk Vein.
Pada awalnya,
penambangan yang
diterapkan adalah Metode
Tambang Terbuka.
Dengan pertimbangan
Keselamatan Kerja, Produksi
yang dihasilkan & Biaya
penambangan.
Penambangan dilanjutkan
dengan Metode Tambang
Bawah Tanah
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN METODE
TAMBANG BAWAH TANAH :
1. Karakteristik Spasial Dari Endapan
Karakteristik geologi, baik dari badan bijih maupun batuan samping, akan
mempengaruhi pemilihan metode penambangan, terutama dalam
pemilihan antara metode selektif
melalui seleksi (penyaringan)
dan nonselektif serta pemilihan system penyanggaan pada system
penambangan bawah tanah. Hidrologi berdampak pada kebutuhan
akan penyaliran dan pemompaan, sedangkan aspek mineralogi akan
menentukan syarat-syarat pengolahan.
1. Unsupported Methods
2. Supported Methods
3. Caving Methods
Metode Tambang Bawah Tanah : Unsupported Methode
Metode Penambangan Bawah Tanah Supported Methode
Metode Penambangan Bawah Tanah Supported Methode ( Cut And Fill)
Metode Tambang Bawah Tanah Caving Methode
(Block Caving)
Bentuk Penampang Lubang
Bukaan Bawah Tanah
Three Pieces
Drainage
❑ Reklamasi
Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha
pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas
lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai
peruntukannya.
❑ Pasca tambang
Kegiatan pascatambang, yang selanjutnya disebut pascatambang, adalah
kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir sebagian atau
seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan
alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah
penambangan.
Kewajiban untuk melakukan reklamasi & pascatambang :
a. Ketentuan K3 pertambangan
b. Keselamatan operasi pertambangan
c. Pengelolaan & pemantauan lingkungan pertambangan
termasuk kegiatan reklamasi dan pasca tambang
d. Upaya konservasi sumberdaya mineral dan batubara
e. Pengelolaan sisa tambang dalam bentuk padat, cair, atau
gas sampai memenuhi standar baku mutu lingkungan
sebelum dilepas ke media lingkungan
Ketentuan Reklamasi dan Pascatambang :
Ligkungan
Hidup
Konservasi
K3
RENCANA REKLAMASI
1. Pendahuluan:
a. Status perizinan
b. Luas wilayah
c. Persetujuan AMDAL/UKL-UPL
d. Lokasi & kesampaian wilayah
2. Tata guna lahan sebelum dan sesudah ditambang
3. Rencana pembukaan lahan.
a.Tambang (lokasi & luas sebaran, metode, umur, peralatan, lokasi & luas lahan
untuk tambang, produksi, stripping ratio, dll)
b.Timbunan :
1). Lokasi & luas utk tanah zona perakaran dan batuan penutup
2). Luas lahan dan lokasi untuk penimbunan
3). Lokasi & luas utk batuan penutup
c. Jalan
d. Kolam sedimen
e. Sarana penunjang
4. Program Reklamasi
a. Lokasi lahan yang akan direklamasi
b.Teknik dan peralatan yang akan digunakan dalam
reklamasi
c. Sumber material pengisi (bila dilakukan backfilling)
d. Revegetasi (jenis dan jumlah tanaman, jarak tanam,
lokasi & luas)
e.Pekerjaan sipil sesuai dengan peruntukan lahan pasca
tambang
f. pemeliharaan
JAMINAN REKLAMASI DAN JAMINAN PASCATAMBANG
A. Jaminan Reklamasi
1. Tahap Eksplorasi
➢ Pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi wajib menyediakan
Jaminan Reklamasi tahap Eksplorasi sesuai dengan penetapan
besaran Jaminan Reklamasi tahap Eksplorasi oleh Direktur Jenderal
atas nama Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya
➢ Jaminan Reklamasi tahap Operasi Produksi untuk periode 5 (lima) tahun pertama
wajib ditempatkan seluruhnya untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
➢ Dalam hal umur tambang kurang dari 5 (lima) tahun, Jaminan Reklamasi tahap
Operasi Produksi ditempatkan sesuai dengan umur tambang,
➢ Jaminan Reklamasi tahap Operasi Produksi untuk periode 5 (lima) tahun berikutnya
dapat ditempatkan seluruhnya untuk jangka waktu 5 (lima) tahun atau setiap
tahun.
➢ Jaminan Pascatambang ditempatkan setiap tahun dan dimuat dalam rencana kerja
dan anggaran biaya Operasi Produksi tahunan.
➢ Penempatan Jaminan Pascatambang wajib dilakukan dalam jangka waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sesuai dengan jadwal penempatan Jaminan
Pascatambang yang ditetapkan dalam persetujuan rencana Pascatambang.
➢ Lahan terganggu meliputi lahan bekas kegiatan Eksplorasi yang tidak digunakan lagi.
➢ Lahan bekas kegiatan Eksplorasi antara lain meliputi lubang pengeboran, sumur uji,
dan parit uji.
➢ Pelaksanaan Reklamasi tahap Eksplorasi wajib dilakukan dalam jangka waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah tidak ada kegiatan Eksplorasi pada lahan
terganggu
2. Pelaksanaan Reklamasi Tahap Operasi Produksi
➢ Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib melaksanakan Reklamasi
tahap Operasi Produksi pada lahan terganggu akibat kegiatan Operasi Produksi.
➢ Lahan terganggu meliputi lahan bekas tambang dan lahan di luar bekas tambang yang tidak
digunakan lagi.
➢ Lahan bekas tambang dengan sistem tambang bawah tanah antara lain shaft, raise, stope,
adit, decline, pit, tunnel, dan/atau final void.
➢ Lahan di luar bekas tambang dengan sistem tambang terbuka antara lain:
a. tempat penimbunan batuan samping dan / atau tanah / batuan penutup;
b. tempat penimbunan tanah zona pengakaran;
c. tempat penimbunan komoditas tambang;
d. jalan tambang dan/atau jalan angkut;
e. instalasi dan fasilitas pengolahan dan/atau pemurnian;
f. fasilitas penunjang;
g. kantor dan perumahan;
h. pelabuhan khusus/dermaga; dan/atau
i. lahan penimbunan dan/atau pengendapan tailing.
➢ Pelaksanaan Reklamasi tahap Operasi Produksi wajib dilakukan paling lambat 30 (tiga
puluh) hari kalender setelah tidak ada kegiatan pada lahan terganggu.
➢ Dalam hal tidak ada kegiatan pada lahan terganggu dan pada wilayah tersebut
direncanakan untuk dilanjutkan kegiatan penambangan kembali, pemegang IUP
Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib melakukan kegiatan Reklamasi
tahap Operasi Produksi dalam rangka pengendalian kualitas air permukaan, erosi,
dan sedimentasi.
➢ Dalam hal area yang sudah direklamasi akan dibuka kembali untuk kegiatan
penambangan, pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPKOperasi Produksi wajib
menyampaikan rencana kegiatan Pertambangan untuk mendapat persetujuan dari
Direktur Jenderal atas nama Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.