Anda di halaman 1dari 19

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Perencanaan

Perencanaan (planning) adalah penentuan persyaratan teknik untuk

mencapai tujuan dan sasaran kegiatan yang sangat penting serta urutan teknis

pelaksanaannya. Oleh sebab itu perencanaan merupakan gagasan pada saat awal

kegiatan untuk menetapkan apa dan mengapa harus dikerjakan, oleh siapa, kapan,

di mana dan bagaimana melaksanakannya. (Pratama, 2014).

Menurut Pratama (2014) Fungsi perencanaan tergantung dari jenis

perencanaan yang digunakan dan sasaran yang dituju, tetapi secara umum fungsi

perencanaan dapat dikatakan antara lain :

1. Pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan dalam

pencapaian tujuan

2. Perkiraan terhadap masalah pelaksanaan, kemampuan, harapan, hambatan, dan

kegagalan yang mungkin terjadi

3. Usaha untuk mengurangi ketidakpastian

4. Kesempatan untuk memilih kemungkinan terbaik

5. Penyusunan urutan kepentingan tujuan

6. Alat pengukur atau dasar ukuran dalam pengawasan dan penilaian

7. Cara penggunaan dan penempatan sumber daya secara berdaya guna dan

berhasil guna

3
B. Pasca Tambang

Kegiatan pertambangan merupakan kegiatan yang dilakukan pada suatu

tempat yang sifatnya sementara atau dilakukan selama adanya bahan galian yang

dapat diekploitasi secara menguntungkan. Dengan adanya Undang-Undang

Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara maka setiap

perusahaan pertambangan diwajibkan melakukan reklamasi dan pascatambang.

Pascatambang adalah kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir

sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi

lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah

penambangan. Kegiatan pasca tambang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan

reklamasi.

Berikut peraturan-peraturan yang mengatur tentang reklamasi dan pasca

tambang :

1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan

Batubara.

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2010 tentang

Reklamasi dan Pascatambang.

3. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2008

tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang.

Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha

pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan

dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya. Dalam upaya

penutupan tambang harus memenuhi prinsip- prinsip yaitu prinsip perlindungan

4
dan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan, prinsip keselamatan dan

kesehatan kerja serta prinsip konservasi mineral dan batubara. Hal ini mengingat

kegiatan pertambangan berpotensi mengubah bentangan alam, sehingga

diperlukan upaya untuk menjamin pemanfaatan lahan di wilayah bekas kegiatan

pertambangan agar sesuai peruntukannya setelah kegiatan pertambangan selesai.

Untuk itu, setiap perusahaan pertambangan wajib menjalankan peraturan

perundangan-undangan sebagaimana tersebut dengan tujuan untuk meminimalkan

lubang bukaan bekas tambang.

C. Tambang Terbuka

Tambang terbuka adalah metode penambangan yang segala aktivitas

penambangannya dilakukan di atas atau relatif dekat dengan permukaan bumi, dan

tempat kerjanya berhubungan langsung dengan udara bebas. Tambang terbuka

(surface mining) merupakan satu dari dua sistem penambangan yang dikenal,

yaitu tambang terbuka dimana segala kegiatan atau aktivitas penambangan

dilakukan di atas atau relatif dekat permukaan bumi dan tempat kerja

berhubungan langsung dengan dunia luar. (Nurhakim, 2005).

Beberapa keuntungan yang diperoleh bila menggunakan tambang terbuka

diantaranya yaitu:

1. Produksi tinggi

2. Konsentrasi operasi (kegiatan) tinggi

3. Ongkos operasi per ton bijih yang ditambang rendah

4. Kegiatan eksplorasi dan keadaan geologi lebih mudah

5. Leluasa dalam pemilihan alat gali/muat.

5
6. Recovery tinggi

7. Perencanaan lebih sederhana

8. Kondisi kerja lebih baik /karena berhubungan dengan udara luar

9. Relatif lebih aman

1. Open Pit Mining

Open pit adalah salah satu jenis tambang permukaan yang digunakan untuk

menambang bijih. Open pit umumnya dipergunakan pada bijih yang letaknya

tidak terlalu dalam dari permukaan bumi. Metode ini cocok dipakai untuk ore

bodies yang berbentuk horizontal yang memungkinkan produksi tinggi dengan

ongkos rendah.  Walaupun “stripping” dan “quarrying” termasuk ke dalam open

pit mining, namun strip mining biasanya dipakai untuk penambangan batubara

dan quarry mining yang berhubungan dengan produksi non-metallic minerals

seperti dimension stone, rock aggregates, dll. (Farhan, dkk. 2016).

Gambar 1. Open pit mining (Farhan, dkk. 2016)

6
2. Open Cast mining

Open cast mining yang hampir sama metodenya dengan open pit mining,

tetapi berbeda pada satu hal dimana tanah penutup tidak dibuang ke daerah

pembuangan tetapi diangkut langsung ke daerah yang berbatasan dan telah

ditambang (Nurhakim, 2005).

Gambar 2. Open cast mining (Nurhakim, 2005)

D. Pit Limit

Pit limit merupakan batasan akhir dari suatu kegiatan penambangan.

Perancangan pit limit penambangan menggunakan data sumberdaya terukur dan

parameter-parameter geoteknik yang ditetapkan oleh perusahaan. Perancangan pit

limit juga harus memperhatikan nilai nisbah pengupasan yang ditetapkan. Batas

akhir penambangan (Pit Limit) merupakan batas wilayah layak tambang dari

cadangan.

7
Pit limit penambangan menentukan berapa besar cadangan yang akan di

tambang yang memaksimalkan nilai bersih total dari bijih tersebut. Nilai waktu

dari cost belum di perhitungkan dalam penentuan batas akhir pit. Batas akhir atau

paling luar dari suatu tambang terbuka yang masih diperbolehkan dengan

kemiringan lereng yang masih aman. (Aryanda, dkk. 2014).

Metode untuk merancang sebuah batas tambang terbuka (ultimate open pit)

dibedakan oleh ukuran deposit, kuantitas dan kualitas data, kemampuan analisis,

dan asumsi dari seorang engineer tersebut. Langkah pertama untuk perencanaan

jangka panjang atau pendek adalah menentukan batas dari tambang (baik terbuka

maupun bawah tanah). Batas ini menunjukkan jumlah batubara yang dapat

ditambang, dan jumlah material buangan (overburden) yang harus dipindahkan

selama operasi penambangan berlangsung. Ukuran, geometri, dan lokasi dari

tambang utama sangat penting dalam perencanaan tempat penimbunan tanah

penutup (overburden), jalan masuk, stockpile, dan semua fasilitas lain pada

tambang tersebut. Pengetahuan tambahan dari rancangan batas tambang juga

berguna dalam membantu pekerjaan eksplorasi mendatang. (Tribudi, 2015).

E. Metode Backfilling

Backfill adalah istilah pada material yang digunakan untuk mengisi lubang

bukaan (bahan tambang telah selesai diambil) yang dihasilkan oleh aktivitas

penambangan. Backfilling pada tambang terbuka ini sangat berkaitan erat dengan

reklamasi dan pasca tambang dan ini diatur dalam peraturan perundangan-

undangan pemerintah republik Indonesia. (Wibowo, dkk. 2014).

8
Ditinjau dari sisi teknis backfilling dapat dilakukan dengan syarat :

1. Adanya lubang bukaan bekas tambang yang telah selesai diambil bahan

tambangnya.

2. Antara front penimbunan inpit dump dengan front penggalian lapisan tanah

penutup atau batubara terdapat jarak yang aman sehingga tidak mengganggu

kegiatan produksi.

3. Adanya kesesuaian antara volume lubang bukaan bekas tambang dengan

volume overburden yang akan di lakukan inpit dump.

Pada cara ini tanah penutup di buang ke tempat yang bahan galiannya sudah

digali. Peralatan yang banyak digunakan adalah Excavator, Power Shovel atau

Dragline. Metode backfilling cocok untuk tanah penutup yang bersifat: Tidak

diselangi oleh berlapis-lapis endapan bijih ( hanya ada satu lapis), Material atau

batuannya lunak, Letaknya mendatar atau horizontal. (Sahrul, 2017).

Backfilling adalah pengisian bekas lubang pit dengan material overburden

yang diambil dari lubang pit selanjutnya. Backfilling sangat dianjurkan pada

tambang terbuka. Backfilling merupakan metode yang digunakan jika daerah

dekat dengan pemukiman, jika bekas tambang termasuk dalam lokasi penggalian

backfill, rencana reklamasi memerlukan perencanaan bagaimana dan kapan

material backfill dikerjakan. (Widiyanto, 2016).

9
Hal-hal yang berhubungan dengan backfill meliputi :

1. Adanya kontaminasi material seperti bekas bahan bakar, aspal, dan limbah

padat, harus di buang dari tempat yang akan dilakukan backfilling.

2. Kontruksi dan puing-puing hasil pembongkaran tidak seharusnya digunakan

sebagai material backfill

3. Pencegahan keruntuhan material backfill

4. Perkiraan pemadatan, kecepatan pengendapan dan bagaimana dampak

penggunaan lahan dimasa yang akan datang.

Metode backfilling adalah suatu metode penimbunan kembali material

overburden didalam lubang bukaan bekas tambang dimana bahan galian tambang

telah selesai di ambil. Keuntungan menggunakan metode backfilling yaitu; dapat

mengurangi biaya pengangkutan overburden dan biaya reklamasi tambang. Agar

backfilling digging dapat berjalan dengan lancar, maka hal yang perlu

diperhatikan yaitu dengan menghitung volume material tanah timbunan.

(Noviyanti, 2009. dkk).

Menurut McGinn (1991) Metode penimbunan material sendiri ada beberapa

macam yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Jenis metode penimbunannya

antara lain:

1. Valley fill / crest dumps

Metode ini dapat diterapkan di daerah yang mempunyai topografi curam.

Elevasi puncak (dump crest) ditetapkan pada awal pembuatan dump. Truck

membawa muatannya ke elevasi ini dan membuang muatannya ke lembah di

bawahnya. Elevasi crest ini dipertahankan sepanjang umur tambang.

10
Dump dibangun dengan besarnya sudut kemiringan lereng sama dengan

angle of repose. Kerugiannya pada daerah dengan topografi curam akan

membutuhkan biaya yang mahal. Dumping akan mulai pada kaki (toe) dari dump

final, yang berarti pengangkutan truck yang panjang pada awal proyek serta

diperlukan usaha yang cukup besar untuk pemadatan yang memenuhi persyaratan

reklamasi.

2. Terraced dump

Dapat diterapkan jika topografi tidak begitu curam pada lokasi timbunan.

Timbunan dibangun dari bawah ke atas dan tiap lift biasanya 20–40 meter

tingginya. Ada untung ruginya dari segi ekonomi antara jarak horisontal untuk

perluasan lift terhadap kapan memulai suatu lift baru. Lift-lift berikutnya terletak

lebih ke belakang sehingga sudut lereng keseluruhan (overall slope angle)

mendekati yang dibutuhkan untuk reklamasi.

Tempat penimbunan dapat dibagi menjadi dua, yaitu waste dump dan

stockpile : 

1. Waste dump adalah suatu daerah dimana suatu operasi tambang terbuka dapat

membuang material kadar rendah atau material bukan bijih yang harus digali

dari pit untuk memperoleh bijih/material kadar tinggi.

2. Stockpile digunakan untuk menyimpan material yang akan digunakan pada saat

yang akan datang, material yang akan disimpan dibagi menjadi bijih kadar

rendah yang akan diproses pada saat yang akan dating.

11
Tanah penutup atau tanah pucuk yang dapat digunakan untuk reklamasi.

Tahap pertama dalam merancang tempat penimbunana tanah penutup, adalah

melakukan pemilihan lokasi. Pemilihan lokasi waste dump yang akan digunakan

harus mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu :

1. Lokasi dan ukuran pit sebagai fungsi waktu

2. Topografi

3. Volume waste rock sebagai fungsi waktu dan sumber

4. Batas KP

5. Jalur penirisan yang ada

6. Persyaratan reklamasi

7. Kondisi pondasi

8. Peralatan penanganan materi

F. Perhitungan Volume Timbunan

Menghitung besarnya volume kapasitas tanah timbunan dan besarnya nilai

faktor keamanan sehingga dapat diketahui nilai faktor keamanan dalam

pembuatan geometri jenjang tanah timbunan agar tidak terjadi longsor dan

bagaimana bentuk sequence penimbunannya. Perhitungan volume kapasitas inpit

dump menggunakan rumus perhitungan volume piramida terpancung karena

bentuk timbunan memiliki bentuk umum yang sama dengan volume piramida

terpancung. (Pendra, dkk. 2009).

12
perhitungan volume piramida terpancung yaitu:

1
Volume= h( A 1+ A 2+√ A 1. A 2)..........................................................1
2

Dimana:

H = tinggi (m)

A1 = luas alas satu (m2)

A2 = luas alas dua (m2)

Gambar dari piramida terpancung ditunjukkan oleh gambar seperti berikut:

Gambar 3. Piramida Terpancung (Pendra, dkk. 2009)

G. Rancangan Teknis Penimbunan

Pembuatan rancangan teknis penimbunan sangat penting, agar proses

penambangan dapat berjalan dengan lancar. Pembuatan rancangan penimbunan

material penutup dipengaruhi beberapa faktor penting antara lain: lokasi

penimbunan adalah in pit dump bekas penambangan terdahulu, rekomendasi

geoteknik untuk tinggi jenjang penimbunan sebesar 8 m, rekomendasi geoteknik

untuk lebar jenjang penimbunan sebesar 4 m, sudut lereng tunggal penimbunan

sebesar 450.

13
Penentuan lokasi penimbunan material penutup direncanakan sebagai

berikut dimana jarak dari permukan kerja (front penambangan) masih ekonomis,

tidak ada lapisan batubara di bawah lokasi yang dipilih atau cadangan batubara di

daerah tersebut tidak ekonomis, tidak mengganggu daerah yang akan ditambang,

sungai atau jalan, dan topografi permukaan diupayakan berupa lembah, material

pucuk dan material penutup yang telah dibongkar akan ditimbun kembali di area

bekas penambangan. (Waterman, 2014).

Letak endapan tambang pada umumnya berada di bawah permukaan dan

tertutup oleh lapisan tanah penutup, maka untuk mencapai lapisan endapan

tersebut, biasanya dibuat jenjang/bench. Suatu jenjang yang dibuat harus mampu

menampung dan mempermudah pergerakan alat-alat mekanis pada saat aktivitas

pengupasan tanah penutup dan pengambilan bijih. Dimensi suatu jenjang dapat di

tentukan dengan mengetahui data prosuksi yang di inginkan, peralatan mekanis

yang digunakan, material yang digali, jenis pembongkarang dan penggalian yang

digunakan dan batas kedalaman penggalian atau tebalnya lapisan endapan, serta

data sifat mekanik dan sifat fisik batuan untuk kestabilan lereng.

Menurut Surahman (2015) dimensi dari jenjang sebagai berikut :

1. Sudut lereng jenjang

Sudut lereng jenjang; merupakan parameter dimensi yang penting yang

memiliki dampak ekonomi yang signifikan. Penggalian oleh alat gali mekanis

seperti loader atau shovel dipermukaan jenjang pada umumnya akan

menghasilkan sudut lereng antara 60-65 derajat. Sudut lereng yang lebih curam

biasanya memerlukan peledakan pre-splitting.

14
Dalam pelaksanaan penambangan, pengontrolan sudut lereng jenjang

biasanya dilakukan dengan menandai lokasi pucuk jenjang (crest) sesuai dengan

desain yang telah dibuat menggunakan bendera kecil. Operator alat mekanis

diharapkan dapat menggali sampai batas lokasi bendera tersebut. Lokasi lobang

tembak dapat pula menjadi pedoman. Penggalian sebaliknya dilakukan dari

bagian atas material, agar berada pada posisi kerja yang aman.

2. Lebar Jenjang

Lebar jenjang disesuaikan dengan sasaran produksi dan keadaan topografi

lokasi penambangan. Lebar jenjang adalah jarak horisontal yang diukur dari ujung

lantai jenjang sampai batas belakang lantai jenjang. Lebar minimum yang akan

dibuat harus dapat menampung material hasil bongkaran/peledakan dan peralatan

yang digunakan.

Lebar jenjang penangkap ditentukan oleh pertimbangan keamanan.

Tujuannya adalah menangkap batu-batuan yang jatuh, perlu bulldozer kecil atau

grader untuk membersihkan catch bench ini secara berkala. Di beberapa tambang

terkadang digunakan konfigurasi multijenjang (double/triple bench), pada

umumnya untuk jenjang yang tingginya 5-8 meter. Dalam hal ini jenjang dibuat

setiap dua atau tiga jenjang dengan tujuan untuk menerjalkan sudut lereng

keseluruhan. Jenjang penangkap ini biasanya dibuat lebih lebar dibandingkan

untuk jenjang tunggal.

15
3. Tinggi Jenjang

Tinggi jenjang disesuaikan dengan rencana dimensi peledakan yang

diterapkan dan jangkauan alat muatnya. Tinggi jenjang adalah jarak yang diukur

tegak lurus dari lantai jenjang (toe) hingga ujung jenjang bagian atas (crest).

Tinggi jenjang yang dibuat sangat dipengaruhi oleh sifat fisik, dan mekanik

batuan, rencana dimensi bongkaran serta peralatan mekanis yang dipergunakan.

Tinggi jenjang biasanya alat muat yang digunakan harus mampu pula

mencapai pucuk atau bagian atas jenjang. Jika tingkat produksi atau faktor lain

mengharuskan ketingggian jenjang tertentu, maka alat muat yang digunakan harus

disesuaikan pula ukurannya.

Gambar 4. Bagian-bagian jenjang (Surahman, 2015)

16
H. Pertimbangan Desain Timbunan

Menurut McGinn (1991) ada lima hal mendasar sebagai pertimbangan

dalam merencanakan desain dan skema penimbunan overburden yaitu faktor

pertambangan, kendala fisik, dampak lingkungan, stabilitas jangka pendek, jangka

panjang, dan dampak sosial. Faktor- faktor tersebut saling berkaitan dan terkadang

terjadi konflik atau tidak keselarasan faktor-faktor tersebut. Yang harus dicapai

adalah terjadinya keseimbangan antara faktor-faktor tersebut melalui analisa

teknik ekonomi, analisis resiko, dan teknik rekayasa.

1. Faktor Penambangan
Faktor-faktor yang termasuk di dalam bagian ini adalah aspek yang

berkaitan dengan penanganan material, transportasi dan penjadwalan tambang.

Tarnsportasi merupakan salah satu bagian aktivitas yang memakan banyak biaya

untuk pengangkutan dan penimbunan disposal.

Fleksibilitas penjadwalan juga sangat diperlukan terutama pada

penambangan skala besar yang membutuhkan beberapa dumping area. Kebutuhan

peralatan juga sangat penting yang bergantung pada tipe dan lokasi timbunan

2. Kendala Fisik

Jumlah overburden yang akan ditimbun, bentuk, lokasi penimbunan dan

kapasitas dump site merupakan kendala fisik yang penting dalam merencanakan

desain timbunan. Akses menuju dump site mungkin dibatasi oleh topografi yang

kompleks. Namum perencanaan teknik konstruksi yang optimal bisa mengatasi

masalah ini.

17
3. Dampak Lingkungan

Potensi akan dampak lingkungan sangat berpengaruh. Faktor penting yang

harus diperhatikan untuk meminimalisir dampak lingkungan ini adalah desain dari

dump site tersebut. Rancangan drainase untuk mengontrol air asam tambang yang

berasal dari acid rock yang bereaksi dengan air.

4. Stabilitas Timbunan Jangka Pendek dan Jangka Panjang

Stabilitas timbunan bergantung pada desain timbunan, lokasi, bentuk dan

kondisi pondasi, karakteristik dari material timbunan, dan cara penimbunan.

Pertimbangan kestabilan timbunan tergantung pada penilaian terhadap potensi

bahaya yang akan ditimbulkan dan periode paparan dari timbunan. Karena itu,

harus dilakukan evaluasi terhadap kemungkinan bahaya terhadap keamanan

operasi dan lingkungan akibat ketidakstabilan timbunan. Perhitungan harus

dilakukan dengan tepat untuk mengurangi resiko ketidakstabilan timbunan.

H. Alat Mekanis Yang Digunakan

Pemilihan dan penggunaan alat mekanis sangat penting, karena alat mekanis

merupakan alat yang digunakan dalam pengupasan konvensional, sehingga perlu

pemilihan alat untuk kegiatan pengupasan tepat dan cepat. Pemilihan alat mekanis

dapat menentukan cepat lambatnya kegiatan pengupasan lapisan tanah penutup

terselesaikan (Widiyanto, 2016).

1. Alat Gali Muat

Untuk menghitung waktu edar dan produktivitas alat gali muat

menggunakan persamaan sebagai berikut (Riki, dkk 2013):

18
a. Waktu Edar Alat Gali Muat

CT = DgT + SLT + Dpt + SET..............................................2

Dimana:

CT = Waktu edar (detik)

Dgt = Waktu penggalian (detik)

SLT = Waktu ayun bermuatan (detik)

Dpt = Waktu penumpahan material (detik)

SET = Waktu ayun kosong (detik)

b. Produksi Per siklus

q = q1 x K............................................................................3

Dimana:

q = Produksi per siklus (m3)

q1 = Kapasitas Munjung (dari spek. Alat) (m3)

K = Faktor Pengisian bucket

c. Produksi Per Jam

q x 3600 x E
Q= ....................................................................4
CT

Dimana:

Q = Produktivitas per jam (m3/jam)

q = Produktivitas per siklus (m3)

CT = Waktu edar (detik)

3600 = Konversi jam → detik

E = Efisiensi kerja (%)

19
2. Bulldozer

Pada dasarnya bulldozer adalah alat mekanis yang menggunakan tractor

sebagai penggerak utama (prime mover) yang dilengkapi dengan dozer

attachment. Bentuk attachmentnya yaitu blade. Bulldozer dirancang sebagai alat

berat yang diberi kemampuan untuk mendorong ke depan. Untuk menghitung

waktu edar dan produktivitas bulldozer menggunakan persamaan sebagai berikut

(Resky, 2018):

a. Waktu Siklus (cycle time)

Cycle time = dozing + reversing + gear shifting...............................5

Dimana:

Dozing = Waktu mendorong material

Reversing = Waktu kembali mundur

Gear shifting = Waktu ganti perseneling

b. Produksi Per siklus

q = q1 x K.............................................................................6

Dimana:

q = Produksi per siklus (m3)

q1 = Kapasitas blade (m3)

a = Faktor mengisi blade

c. Produksi Per jam

60
Q=q x x e x E x p ....................................................................7
Cm

20
Dimana:

Q = Produksi per jam (m3/jam)

Cm = Waktu siklus (menit)

E = Effisiensi kerja

q = Produksi per siklus (m3)

e = Grade factor

p = Density (ton/m3)

3. Kebutuhan Alat

Berdasarkan hasil penelitian Diyah Kesuma Alam, dkk pada tahun 2015

dengan judul kajian perencanaan backfilling kolam bekas tambang pit 1 pada PT.

Surya Jaya Energy Desa Selalselilau Kecamatan Karang Bintang Kabupaten

Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, menyatakan bahwa kebutuhan alat gali dan

bulldozer dengan rumus:

a. Kebutuhan alat gali muat

Produksi = Produktifitas x jam kerja efektif (BCM/Bulan).............................8

Rencana Produksi Perbulan


Jumlah Alat= . .. .. ....... ...... .. .. ...... .. .. ... .. ........ .. ... .. .. .....9
Produksi Alat Perbulan

b. Kebutuhan alat bulldozer

Produksi = Produktifitas x jam kerja efektif (BCM/Bulan)............................10

Rencana Produksi Perbulan


Jumlah Alat= . .... ... ..... ......... ... ... ......... ... ......... ... ... ....11
Produksi Alat Perbulan

21

Anda mungkin juga menyukai