A. PENDAHULUAN
B. Latar Belakang
PT. Sinar Jaya Sultra Utama (SJSU) merupakan salah satu perusahaan
pertambangan nikel yang melakukan kegiatan penambangan bijih nikel laterit pada
terbuka (open mine), dengan luasan IUP Operasi Produksi ± 301 Ha yang terdiri
dari 8 blok. Namun saat ini PT. Sinar Jaya Sultra Utama telah melakukan kegiatan
dengan luasan 17 Ha serta pada Blok C dengan luasan 20 Ha. Dengan sistem dan
PT. Sinar Jaya Sultra Utama melakukan kegiatan penambangan yang meliputi
PT. Sinar Jaya Sultra Utama yang perlu diperhatikan, dimana tanah penutup yang
dan kriteria teknik untuk mencapai sasaran serta urutan teknis pengerjaannya. Salah
2
overburden dan material lain dari tambang. Disposal biasanya dibuat pada lubang-
lubang bekas penambangan yang kemudian apabila lubangnya sudah penuh, maka
permukaan dari disposal ini akan ditutupi dengan lapisan tanah penutup untuk
pada saat pengoperasian disposal berupa tabrakan antar alat berat maupun terjatuh
loose material apabila terjadi hujan. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis
pada PT. Sinar Jaya Sultra Utama Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi
Tenggara”
C. Rumusan Masalah
1. Berapa jumlah volume overburden pada Blok D PT. Sinar Jaya Sultra Utama ?
3. Bagaimana model desain disposal pada Blok D PT. Sinar Jaya Sultra Utama ?
3
D. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui jumlah volume overburden pada Blok D PT. Sinar Jaya Sultra
Utama.
3. Menentukan desain model disposal pada Blok D PT. Sinar Jaya Sultra Utama.
E. Manfaat Penelitian
1. Menghasilkan rancangan desain disposal pada Blok D PT. Sinar Jaya Sultra
Utama, dimana dapat menjadi rujukan dan masukan kepada perusahaan dalam
I. TINJAUAN PUSTAKA
untuk menghasilkan keputusan apakah suatu endapan layak atau tidak layak
dengan metode-metode tertentu. Salah satu bentuk model endapan dapat dibuat
berdasarkan penampang vertikal yang dibuat dari estimasi data pemboran. Data
korelasi yang dibuat dapat mendekati kondisi yang sebenarnya (Salinita, 2014).
B. Kegiatan Penambangan
dan Batubara, pada pasal 1 dijelaskan bahwa Pertambangan adalah sebagian atau
bagian kegiatan usaha pertambangan untuk memproduksi mineral dan atau batubara
dan Batubara, pada pasal 1 dijelaskan bahwa Operasi Produksi adalah tahapan
dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan. Dapat disimpulkan bahwa,
produksi dikenal istilah IUP Operasi Produksi, dimana IUP Operasi Produksi
adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk
tanah atau batuan yang berada diatas cadangan bahan galian, agar bahan galian
lapisan tanah penutup yang baik diperlukan alat yang mendukung dan sistimatika
kegiatan yang mutlak harus dikerjakan pada pertambangan terutama pada kegiatan
Tanah penutup atau overburden adalah semua material yang menutup bijih
nikel yang bernilai ekonomis. Ketebalan dari overburden pada setiap blok tidak
menetap, mulai dari 1 meter hingga puluhan. Tujuan dari pengupasan overburden
ini adalah agar ore nikel tersingkap di permukaan sehingga ore yang digali tidak
6
(Raemaka, 2018).
bisa berupa tanah, batu lunak dan keras. Berbagai peralatan yang besar dapat
D. Definisi Disposal
Waste dump atau disposal adalah daerah pada suatu operasi tambang terbuka
yang dijadikan tempat membuang material kadar rendah atau material bukan bijih.
Material tersebut perlu digali dari pit demi memperoleh bijih atau material kadar
material lain dari tambang. Disposal biasanya dibuat pada lubang-lubang bekas
lubangnya sudah penuh, maka permukaan dari disposal ini akan ditutupi dengan
pengoperasian disposal berupa tabrakan antar alat berat maupun terjatuh dari
Lereng tambang yang tidak stabil akan mengalami longsoran sampai lereng
tersebut menemukan keseimbangan yang baru dan menjadi stabil. Kekuatan yang
menyebabkan ketidakstabilan dalam hal ini hanya berat tanah itu sendiri, dan gaya
menolak yang berasal dari kekuatan geser dari tanah. Kekuatan eksternal biasanya
tidak terlibat. Cara kegagalan akan terjadi tidak pasti dan biasanya tidak dapat
longsoran busur, longsoran bidang, longsoran baji, dan longsoran guling (Irwandy,
2016).
Longsoran jenis ini banyak terjadi pada lereng tanah dan batuan lapuk atau
longsoran busur, sesuai dengan namanya, akan menyerupai busur bila digambarkan
Longsoran busur banyak terjadi pada lereng batuan lapuk atau sangat
busur, sesuai namanya, akan menyerupai busur bila digambarkan pada penampang
melintang. Longsoran jenis ini juga sering terjadi jika ukuran fragmen tanah atau
massa batuan sangat kecil dibandingkan dengan ukuran lereng. Oleh karena itu,
lereng yang tersusun dari material pasir, lanau, atau partikel lain yang ukurannya
Hoek dan Bray. Cara ini merupakan cara yang sangat mudah, cepat dan hasilnya
pada:
1) Jenis tanah dan batuan, dalam hal ini tanah dan batuan dianggap homogen dan
kontinu.
3) Tinggi permukaan air tanah pada lereng seperti pada gambar 3, antara lain:
b) Kondisi air tanah nomor 2 yaitu air permukaan 8 kali dari ketinggian lereng
c) Kondisi air tanah nomor 3 yaitu air permukaan 4 kali dari ketinggian lereng
d) Kondisi air tanah nomor 4 yaitu air permukaan 2 kali dari ketinggian lereng
Hoek dan Bray membuat 5 buah diagram untuk tiap-tiap kondisi air tertentu,
mulai dari sangat kering hingga jenuh. Cara perhitungannya adalah sebagai berikut:
1) Tentukan kondisi air tanah yang ada dan sesuaikan dengan gambar 3 untuk
memilih diagram yang akan digunakan. Pilih yang paling tepat atau paling
mendekati.
c
2) Hitung angka , kemudian cocokan angka tersebut pada lingkaran
γH tan ɸ
3) Ikuti jari-jari mulai dari angka yang diperoleh pada langkah sebelumnya
4) Dari titik pada langkah ketiga, kemudian ditarik ke kiri dan ke bawah untuk
tan ɸ c
mencari angka-angka dan
FK γ·H ·FK
5) Hitung faktor keamanan (FK) dari kedua angka yang diperoleh dari langkah
Longsoran bidang relatif jarang terjadi. Namun, jika ada kondisi yang
menunjang terjadinya longsoran bidang, longsoran yang terjadi mungkin akan lebih
besar (secara volume) dari pada longsoran lain. Longsoran ini disebabkan oleh
adanya struktur geologi yang berkembang, seperti kekar (joint) ataupun patahan
1) Bidang gelincir mempunyai strike sejajar atau hampir sejajar (maksimal 20º)
2) Jejak bagian bawah bidang lemah yang menjadi bidang gelincir harus muncul
di muka lereng. Dengan kata lain, kemiringan bidang gelincir lebih kecil
4) Harus ada bidang release yang menjadi pembatas di kanan dan kiri blok yang
menggelincir.
tegak lurus dengan garis muka lereng. Oleh karena itu, bidang gelincir dapat
dipresentasikan sebagai garis kemiringan tertentu dan blok yang menggelincir dapat
dipresentasikan sebagai suatu luasan pada penampang vertikal tegak lurus dengan
strike lereng. Kondisi umum longsoran bidang dapat dilihat pada gambar 5 berikut.
Keterangan:
ѱ𝑝 = Sudut kemiringan lereng (°)
ѱ𝑓 = Sudut kemiringan bidang lemah (°)
ɸ = Sudut gesek dalam (°)
Posisi rekahan tarik perlu diperhatikan dalam analisis longsoran ini. Asumsi-
1. Bidang gelincir dan rekahan tarik memiliki strike yang sejajar dengan strike
lereng
2. Posisi rekahan pada bidang adalah vertikal dan terisi air sedalam Zw
3. Air membasahi bidang gelincir lewat bagian bawah bidang rekahan tarik dan
4. Gaya W (berat blok yang menggelincir), U (gaya angkat oleh air), dan V (gaya
tekan air di dalam rekahan tarik) bekerja di titik pusat blok sehingga
6. Terdapat bidang release di sisi kanan dan kiri blok sehingga tak ada hambatan
di bagian kanan dan kiri blok yang menggelincir.
Gambar 6. Posisi Rekahan Tarik (Tension Crack) pada Lereng Batuan (Wyllie, 2005)
berikut:
Dengan:
Keterangan:
H = Tinggi lereng
z = Kedalaman rekahan tarik
b = Jarak antara kepala lereng (crest) dan rekahan tarik
Ѱs = Kemiringan lereng yang berada diatas kepala lereng
1
𝑈= . 𝛾𝑤 . 𝑧𝑤 (𝐻 + 𝑏. 𝑡𝑎𝑛ѱ𝑠 − 𝑧)𝑐𝑜𝑠𝑒𝑐 ѱ𝑝 (3)
2
Keterangan:
γw = Berat jenis air
zw = Kedalaman air dalam rekahan
1 2
𝑉= 𝛾 .𝑧 . (4)
2 𝑤 𝑤
1 2 1
𝑊 = 𝛾𝑟 [(1 − 𝑐𝑜𝑡ѱ𝑓 𝑡𝑎𝑛ѱ𝑝 ) (𝑏𝐻 + 𝐻 𝑐𝑜𝑡ѱ𝑓 ) + 𝐵2 (𝑡𝑎𝑛ѱ𝑠 − 𝑡𝑎𝑛ѱ𝑝 )]
2 2
(untuk rekahan tarik dibelakang crest) (5)
1 𝑧 2
𝑊 = 2 𝛾𝑟 . 𝐻 2 [(1 − ℎ) . 𝑐𝑜𝑡ѱ𝑃 (𝑐𝑜𝑡ѱ𝑃 . 𝑡𝑎𝑛ѱ𝑓 − 1)]
dalam rekahan tarik, dan pengaruh dari kuat geser yang berbeda, persamaan (1)
2𝐶
( )𝑃+(𝑄 𝑐𝑜𝑡ѱ𝑝 −𝑅 (𝑃 +𝑆)) 𝑡𝑎𝑛ɸ
𝛾𝐻
F= (7)
𝑄 + 𝑅𝑆 . 𝑐𝑜𝑡ѱ𝑝
Dengan:
𝑧
𝑃 = (1 − 𝐻) 𝑐𝑜𝑠 𝑒𝑐ѱ𝑝 (8)
15
𝑧 2
𝑄 = [(1 − (𝐻) ) 𝑐𝑜𝑡ѱ𝑝 − 𝑐𝑜𝑡ѱ𝑓 ] 𝑠𝑖𝑛ѱ𝑝
𝑧 2
𝑄 = {(1 − ) 𝑐𝑜𝑠ѱ𝑝 ( 𝑐𝑜𝑡ѱ𝑝 𝑡𝑎𝑛ѱ𝑓 − 1)}
𝐻
𝛾𝑤 · 𝑍𝑤 ·𝑍
𝑅= (11)
𝛾 ·𝑍 ·𝐻
Jika lereng batuan tersebut berada di daerah rawan gempa dan percepatan
yang ditimbulkan gempa dapat dimodelkan menjadi statis 𝛼W, perhitungan faktor
Keterangan:
F = Safety factor
A = Luas bidang kontak (m)
U = Gaya angkat oleh air (t/m)
V = Gaya tekan air dalam rekahan (t/m)
W = Berat blok yang tergelincir (t/m)
H = Tinggi lereng (m)
C = Kohesi (Mpa atau t/m2)
Ѱf = Sudut kemiringan lereng (°)
Ѱp = Sudut kemiringan bidang lemah (°)
ɸ = Sudut gesek dalam (°)
Z = Kedalaman rekahan tarik
Zw = Kedalaman rekahan tarik yang terisi air
γr = Berat jenis batuan (t/m3)
γw = Berat jenis air (t/m3), 1 t/m3
α = Faktor gempa
16
Sama halnya dengan longsoran bidang, longsoran baji juga diakibatkan oleh adanya
struktur geologi yang berkembang. Perbedaan pada longsoran baji adalah adanya
Berbeda dengan longsoran bidang, longsoran baji akan terjadi bila ada dua
bidang lemah atau lebih yang saling berpotongan sedemikian rupa sehingga
membentuk baji terhadap lereng (Gambar 8). Persyaratan lain yang harus terpenuhi
untuk terjadinya longsoran baji adalah bila sudut yang dibentuk garis potong kedua
bidang lemah tersebut dengan bidang horizontal lebih kecil dari sudut lerengnya
dan sudut garis kedua bidang lemah tersebut lebih besar daripada sudut gesek
dalamnya.
17
hanya tergantung pada friksi (tanpa kohesi), penentuan faktor keamanan (FS) dapat
(𝑅𝐴 + 𝑅𝐵 ) tan ɸ
Faktor keamanan (FS) = (13)
𝑊 𝑆𝑖𝑛ѱ 𝑖
Dengan membuat penampang tegak lurus garis potong kedua bidang lemah
1 1
𝑅𝐴 sin (𝛽 − ξ) = 𝑅𝐵 sin (𝛽 + ξ) (14)
2 2
18
1 1
𝑅𝐴 cos (𝛽 − ξ) + 𝑅𝐵 cos (𝛽 + ξ) = 𝑊 cos ѱ𝑖 (15)
2 2
𝑊 cos ѱ𝑖 sin 𝛽
𝑅𝐴 + 𝑅𝐵 = 1 (16)
sin ξ
2
sin 𝛽 tan ɸ
FS = 1 (17)
sin ξ tan ѱ𝑖
2
kohesi dan dijumpai pula adanya rembesan air di bidang-bidang lemah tersebut,
Dengan membuat asumsi untuk air bahwa air hanya masuk di sepanjang garis
potong bidang lemah dengan muka atas lereng dan merembes keluar di sepanjang
19
garis potong bidang lemah dengan muka lereng, serta baji bersifat impermeabel,
persamaan yang digunakan untuk menentukan faktor keamanan (Hook et al., 1993)
sebagai berikut:
3 γ𝑤 γ𝑤
FS = γ (𝑐𝐴 𝑋 + 𝑐𝐵 𝑌) + (𝐴 − ) tan ɸ𝐴 + (𝐵 − 𝑌) tan ɸ𝐵 (18)
𝑟𝐻 2γ𝑟 2γ
Longsoran guling umumnya terjadi pada lereng yang terjal dan pada batuan
yang keras, dimana struktur bidang lemahnya berbentuk kolom. Longsoran guling
ini terjadi apabila bidang-bidang lemah yang terdapat pada lereng mempunyai
Longsoran guling umumnya terjadi pada lereng yang terjal dan pada batuan
yang keras dengan sttuktur bidang lemahnya yang berbentuk kolom. Longsoran
guling ini terjadi apabila bidang-bidang lemah yang hadir di lereng mempunyai
Gambar 11. Bentuk Umum dari Longsoran Guling: (a) Block Toppling, (b) Flexural
Toppling, dan (c) Block-flexure Toppling (Wyllie, 2005)
mempunyai n buat balok yang berbentuk teratur dan lebar Δx dan tinggi 𝑦𝑛 . Untuk
keperluan analisis, penomoran blok dimulai dari bawah ke atas. Sudut kemiringan
lereng adalah ѱ𝑓 dan kemiringan muka atas lereng ѱ𝑏 , sedangkan dip dari bidang-
𝑎1 = ∆𝑥 · tan(ѱ𝑓 − ѱ𝑝 ) (19)
𝑎2 = ∆𝑥 · tan(ѱp − ѱs ) (20)
b = ∆𝑥 tan(ѱ𝑏 − ѱ𝑝 ) (21)
21
Gambar 12. Mode Longsoran Guling untuk Model Kesetimbangan Batas (Wyllie, 2005)
Berdasarkan model pada gambar diatas terdapat 3 grup blok yang mempunyai
1. Satu set blok yang stabil (di bagian atas), ketika sudut gesek dalam material
3. Satu set blok di daerah toe, yang terdorong oleh blok toppling di atasnya. Blok
ini mungkin stabil, terguling atau tergelincir (slide), tergantung dari kemiringan
dan geometri blok. Dengan geometri yang berbeda mungkin saja set blok yang
Gambar 13. Kondisi Kesetimbangan Batas Blok ke-n yang Akan Terguling dan
Tergelincir (Wyllie, 2005)
Kestabilan lereng, baik lereng alami maupun lereng buatan (buatan manusia)
serta lereng timbunan, dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat dinyatakan
faktor vital dalam perencanaan dan operasional tambang terbuka dan kuari. Dalam
ekonomi dan lingkungan, faktor kestabilan lereng juga menjadi faktor penting yang
Potensi geser dari waste dump adalah parameter kritis dalam analisis stabilitas
lereng. Dimana, Material pada lereng yang lemah biasanya memiliki kekuatan geser
yang rendah tetapi meningkatkan kekuatan seiring waktu menjadi lebih kompak.
23
Oleh karena itu, evaluasi kekuatan geser dengan ketetapan rasioal adalah suatu
kestabilan lereng. Metode ini telah terbukti sangat berguna dan dapat diandalkan
dalam praktek rekayasa serta membutuhkan data yang relatif sedikit dibandingkan
dengan metode lainnya, seperti metode elemen hingga (finite element), metode beda
hingga (finite difference) atau metode elemen diskrit (discrete element). Salah satu
karakteristik metode irisan yaitu geometri dari bidang gelinciran harus ditentukan
berupa sebuah busur lingkaran, gabungan busur lingkaran dengan garis lurus, atau
gabungan dari beberapa garis lurus. Setelah geometri dari bidang runtuh ditentukan,
massa diatas bidang runtuh dibagi menjadi sejumlah irisan tertentu. Tujuannya
24
untuk mempertimbangkan adanya variasi kekuatan geser dan tekanan air pori
Sketsa model lereng untuk bidang runtuh yang berupa sebuah busur
Gambar 14. Model Lereng dengan Bidang Runtuh yang Berbentuk Sebuah Busur
Lingkaran (Krahn, 2004)
25
ini didasarkan pada prinsip membatasi keseimbangan dan metode irisan (Sarma,
1. Metode yang tidak memenuhi semua kondisi kesetimbangan gaya dan momen,
antara lain yaitu metode irisan biasa (Fellenius), metode Bishop yang
2. Metode yang memenuhi semua kondisi kesetimbangan gaya dan momen, antara
oleh Fellenius (1927,1936) bahwa gaya memiliki sudut kemiringan paralel dengan
menganggap gaya-gaya yang bekerja pada sisi kanan-kiri dari sembarang irisan
keruntuhan terjadi melalui rotasi dari suatu blok tanah pada permukaan longsor
berbentuk lingkaran (sirkuler) dengan titik O sebagai titik pusat rotasi. Metode ini
Diasumsikan juga bahwa resultan gaya-gaya antar irisan pada tiap irisan adalah
sama dengan nol, atau dengan kata lain bahwa resultan gaya-gaya antar irisan
diabaikan.
nol : n – 1
Total : 2n – 1
momen untuk seluruh irisan terhadap titik pusat rotasi dan diperoleh suatu nilai
Faktor Keamanan.
Pada gambar 15, diperlihatkan suatu lereng dengan sistem irisan untuk berat
sendiri massa tanah (W) serta analisis komponen gaya-gaya yang timbul dari berat
massa tanah tersebut, yang terdiri dari gaya-gaya antar irisan yang bekerja di
samping kanan irisan (Er dan Xt). Pada bagian alas irisan, gaya berat (W) diuraikan
menjadi gaya reaksi normal Pw yang bekerja tegak lurus alas irisan dan gaya
tangensial Tw yang bekerja sejajar irisan. Besarnya lengan gaya (W) adalah x = R
sin α, dimana R adalah jari-jari lingkaran longsor dan sudut α adalah sudut pada
titik O yang dibentuk antara garis vertikal dengan jari-jari lingkaran longsor.
s = c’ + σ’ tan Ø’ (24)
Dengan:
s = Kuat geser tanah
c’ = Kohesi tanah efektif
σ’ = Tegangan normal efektif
Ø’ = sudut geser dalam tanah efektif
σ’= σ - u (25)
Dengan:
σ = Tegangan normal total
u = Tekanan air pori
Kemudian tegangan normal total yang bekerja pada bidang longsor dinyatakan
sebagai:
𝑃𝑤
σ= (26)
𝑙·1
29
Dengan:
Pw = Gaya normal akibat berat sendiri tanah
𝑙 = lebar alas irisan
1 = satu satuan lebar bidang longsor
s = c’ + (σ – u) tan Ø’ (27)
𝑃𝑤
s = c’ + ( 𝑙·1 − u ) tan Ø (28)
mengakibatkan longsor haruslah lebih kecil dari pada gaya-gaya yang ada sehingga
faktor keamanan akan menjadi lebih besar atau sama dengan satu.
Dengan:
FK > 1,5 menunjukkan lereng stabil
FK = 1,5 kemungkinan lereng tidak stabil
FK < 1,5 menunjukkan lereng tidak stabil
S=τ.l.1 (32)
Dengan:
s = Tegangan geser
S = Gaya geser
30
𝑠 ·𝑙 ·1
S= (33)
𝐹
Atau:
1
S = 𝐹 (s . l) (34)
1 𝑃𝑤
S =[𝐹 (𝑐´ + { − 𝑢} tan Ø´ ) l] (35)
𝑙
1 𝑃𝑤·l
S =[𝐹 (𝑐´ · 𝑙 + { − 𝑢 · 𝑙} tan Ø´ )] (36)
𝑙
1
S = [𝐹 (𝑐´ · 𝑙 + {𝑃𝑤 − 𝑢 · 𝑙}tan Ø´ )] (37)
Komponen gaya tangensial atau gaya yang bekerja sejajar irisan (Tw) adalah:
Tw = τ . l . 1 (38)
sebagai:
Tw = S (40)
Dengan memasukkan harga s dari persamaan (37) maka persamaan (40) dapat
1
Tw = [𝐹 (𝑐´ · 𝑙 + {𝑃𝑤 − 𝑢 · 𝑙}tan Ø´ )] (41)
Komponen gaya normal (Pw) yang bekerja pada pusat alas irisan akibat berat
Pw = W · cos α (42)
31
Tw = W · sin α (43)
titik pusat rotasi yaitu titik O maka diperoleh suatu bentuk persamaan:
∑M = 0 (44)
∑ W · lw − ∑ Tw · R = 0 (45)
Dengan: lw = x = R. sin α
1
Tw =[𝐹 (𝑐´ · 𝑙 + {𝑃𝑤 − 𝑢 · 𝑙}tan Ø´ )] (46)
1
Σ W · R sin α - Σ [𝐹 (𝑐´ · 𝑙 + {𝑃𝑤 − 𝑢 · 𝑙}tan Ø´ )] R= 0 (47)
1
Σ W · R sin α = Σ [𝐹 (𝑐´ · 𝑙 + {𝑃𝑤 − 𝑢 · 𝑙}tan Ø´ )] R (48)
1
Σ W · sin α = 𝐹 Σ [(𝑐´ · 𝑙 + {𝑃𝑤 − 𝑢 · 𝑙}tan Ø´ )] (49)
longsor yaitu Σ W sin α maka diperoleh suatu persamaan Faktor Keamanan sebagai
berikut:
akibat berat tanah (W) pada persamaan (42) ke dalam persamaan (50) maka
diperoleh Persamaan Faktor Keamanan akibat berat tanah (W) sebagai berikut:
Ini merupakan rumus dasar Faktor Keamanan akibat berat sendiri tanah (W)
yang dirumuskan oleh Fellenius yang didapat dengan cara meninjau kesetimbangan
Nilai Faktor Keamanan ini adalah sama dengan perbandingan antara seluruh
(Pangemanan, 2014)
Jika terdapat gaya–gaya selain berat lereng tanahnya sendiri, seperti beban
bangunan di atas lereng, maka momen akibat beban ini diperhitungkan sebagai Md.
Cara ini telah banyak digunakan dalam prakteknya. Karena cara hitungannya yang
sederhana dan kesalahan yang terjadi pada sisi yang aman (Hardiyatmo, 2010).
dengan baik, tetapi bila digali atau diberai akan terjadi pengembangan volume.
Perbandingan antara volume alam (insitu) dengan volume berai (loose volume)
(swell factor).
𝐵𝑎𝑛𝑘 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
Swell Factor (SF) =( ) (53)
𝐿𝑜𝑜𝑠𝑒 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
Densitas 𝐿𝑜𝑜𝑠𝑒
Swell Factor (SF) =( ) (54)
Densitas 𝐵𝑎𝑛𝑘
34
di PT. Sinar Jaya Sultra Utama. Lokasi PT. Sinar Jaya Sultra Utama secara
sebelah Utara dengan Teluk Matarappe, sebelah Selatan dengan Hutan Lindung,
sebelah Barat dengan perairan Laut Teluk Dalam serta sebelah Timur dengan Teluk
Untuk mencapai wilayah penelitian tersebut, jarak tempuh dari Kota Kendari
menuju lokasi penelitian dapat ditempuh melalui jalur darat. Dari Kota Kendari
menuju ibu kota Wanggudu dengan jarak tempuh ± 120 Km dapat ditempuh dengan
waktu ± 3 sampai 4 jam dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda
empat, sedangkan dari ibu kota Wanggudu menuju lokasi penelitian ditempuh
dengan jarak tempuh ± 100 Km waktu sekitar ± 3 jam menggunakan roda dua
B. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dan termasuk ke dalam jenis penelitian
yaitu salah satu jenis penelitian yang bertujuan untuk mengaplikasikan ilmu yang
C. Instrumen Penelitian
sifatnya membantu penulis dalam proses pengumpulan data dan pengolahan hasil
penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
D. Prosedur Penelitian
berikut:
1. Studi literatur
Dimana literatur dapat berupa buku terkait judul penelitian, jurnal-jurnal serta
laporan penelitian yang menyangkut masalah yang sama, serta sumber lainnya yang
2. Pengambilan Data
primer dan data sekunder. Berdasarkan kegiatan ini akan didapatkan beberapa data
berupa:
a. Data Primer
1) Sampel Tanah
yaitu pada tiga tempat meliputi Blok D, disposal yang sudah ada dan pada pit B2
yang telah mine out dengan menggunakan tabung/pipa besi, sampel tanah yang
sampel tanah tidak lupa dilakukan pengambilan data koordinat. Adapun tahapan
dipukul menggunakan palu besi. Sampel tanah yang dibutuhkan untuk analisis
c) Tabung diangkat dengan cara tanah yang berada disekitar tabung digali
b. Data Sekunder
2) Data Topografi
Cut off Grade atau kadar batas terendah yang masih bisa ditolerir. Data ini
merupakan ketentuan kadar batas dari unsur Ni yang telah ditetapkan oleh
perusahaan.
pengambilan data primer yang bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dan mekanik
Sifat fisik tanah yang dibutuhkan berupa nilai bobot isi tanah (γ). Adapun
1) Peralatan
a) Timbangan yang sesuai dengan cetakan benda uji dengan ketelitian 0,01
gram untuk kapasitas lebih kecil atau sama dengan 500 gram.
b) Cetakan benda uji yang memiliki diameter 6,302 cm dan tinggi 2,019 cm.
2) Cara Uji
c) Mencetak sampel tanah menggunakan cetakan benda uji dan sampel tanah
Geser Langsung (Direct Shear test). Sifat mekanik tanah yang dibutuhkan berupa
nilai kohesi tanah (c) dan nilai sudut geser dalam (∅). Adapun prosedur pengujian
1) Peralatan
a) Kotak geser
b) Cetakan uji
c) Pisau pemotong
d) Batu pori
e) Pelat begerigi
2) Cara Uji
a) Cetak benda uji dan meratakan bagian atas dengan bagian bawah dengan
b) Memasang baut pengunci agar kotak geser bagian atas dan bawah menjadi
satu, memasukkan pelat bergerigi pada bagian bawah kotak geser dan
pengeluar benda uji yang ditekan, kemudian pasanga kertas filter, batu pori
bagian atas dan bagian bawah dapat bergeser, disetel cincin pembebanan
agar menempel pada kotak geser, setel arloji berada pada posisi nol, diputar
g) Mengulangi langkah di atas pada sampel tanah yang baru dan beban vertikal
h) Percobaan dilakukan tiga kali dangan beban vertikal yang berbeda pada tiap
4. Pengolahan Data
Keterangan:
FK = Faktor keamanan
c = Kohesi tanah
l = Panjang sisi miring irisan
W = Berat irisan tanah ke – i (W = luas irisan × bobot isi )
∅ = Sudut geser dalam
𝛼 = Sudut kemiringan bidang gelincir pada irisan dasar ke – i
surpac 6.3
47
Studi Literatur
Pengambilan Data
Pengolahan Data
a. Perhitungan volume overburden berdasarkan data block model
menggunakan bantuan software surpac 6.3
b. Perhitungan nilai faktor keamanan lereng
c. Pembuatan model desain disposal menggunakan bantuan software
surpac 6.3
Analisis Data
a. Analisis volume overburden
b. Analisis faktor keamanan disposal
c. Analisis model desain disposal
Selesai
dilakukan berdasarkan data hasil pengeboran rinci dengan spasi 25 yang dilakukan
atau sama dengan 1.39 % merupakan material overburden dan ditandai dengan
warna biru, sedangkan range kadar Ni diatas atau sama dengan 1.40 % merupakan
ore dimana ditandai dengan warna merah muda. Berdasarkan batas kadar rata-rata
kekuatan yang diperlukan dalam menahan dengan gaya dorong yang ada. Jika nilai
faktor keamanan suatu lereng lebih besar daripada nilai faktor keamanan minimum
yang telah disyaratkan, maka lereng tersebut dapat dikategorikan aman. Begitupun
sebaliknya, jika nilai faktor keamanan suatu lereng lebih kecil daripada nilai faktor
mekanika tanah yang meliputi, bobot isi tanah (γ), kohesi (c), serta sudut geser
dalam (∅). Dimana parameter tersebut diperoleh dari pengambilan sampel tanah.
dan mekanik tanah pada lereng timbunan disposal. Pengambilan sampel tanah
dilakukan pada 1 titik yaitu pada pit B2 yang merupakan daerah yang direncanakan
sebagai tempat disposal OB dari blok penelitian. Hasil pengambilan sampel tanah
Pengujian sifat fisik tanah adalah untuk menentukan nilai bobot isi tanah.
Bobot isi tanah dimaksudkan untuk mengetahui perbandingan antara berat tanah
basah dengan volume tanah dalam cetakan. Adapun hasil pengujian nilai bobot isi
Pengujian sifat mekanik tanah adalah untuk menentukan nilai kohesi dan sudut
geser dalam. Adapun hasil pengujian sifat mekanik tanah dapat dilihat pada tabel 7
dan lampiran 3
Hasil pengujian sifat mekanik menunjukan bahwa nilai Kohesi dan Sudut
Geser Dalam menunjukan hasil yang relatif sama (lampiran 3). Hasil ini
disimpulkan bahwa pengaruh antar butir material sangat mempengaruhi besar kecil
nilai Kohesi (c) dan Sudut Geser (∅) yaitu semakin halus antar butir material maka
semakin besar nilai Kohesi (c) dan sebaliknya semakin kasar antar butir material
dilakukan berdasarkan data geometri lereng meliputi, tinggi lereng 10 m, lebar berm
8 m, serta sudut lereng 30°, dimana faktor keamanan (FK) dihitung secara manual
Keterangan:
h : Tinggi irisan ke-i
l : Jumlah dari luas bangun datar pada irisan ke-i
Luas : Jumlah luas bangun datar pada setiap irisan
x : Lebar irisan ke-i
α : Sudut irisan ke-i
Diketahui:
Tan ∅ : 0,533
Boboi isi tanah (γ) : 1,52 gr/cm3
: 1,52 × 9,807 kN/cm3
: 14,91 kN/cm3
Kohesi tanah (c) : 0,100 kg/cm2
: 0,100 × 98,07 kN/cm2
: 9,8 kN/cm3
Sudut geser dalam (∅) : 20,120°
285,4 + 859,0225
FK =
633,498
1.144,4225
FK =
633,498
FK = 1,806
terjadi).
53
pit dan nanti akan digunakan lagi untuk proses backfilling. Pemodelan desain
disposal dibuat berdasarkan lokasi tambang dengan area yang sudah mine out atau
dapat disebut dengan area yang sudah tidak dapat lagi ditambang karena
cadangannya yang sudah habis atau tidak ada revenue lagi sehingga sudah dapat
ditimbun.
terjadi kelongsoran pada tebing disposal. Luas area penambangan yang akan
dilakukan penimbunan sebesar 100.573 m2 atau 10,1 Ha, dengan luasan area
disposal seluas 36.420 m2 atau 3,6 Ha. Lokasi penempatan disposal dapat dilihat
tinggi jenjang 10 m, lebar berm 8 m dan sudut 30°, dimana didapatkan berdasarkan
nilai faktor keamanan (FK) lereng yang telah dihitung sebesar 1,806 pada area pit
dari blok D.
2. Penjadwalan Disposal
dimana berdasarkan topografi dan rekomendasi lereng yang telah dianalisis maka
dapat diketahui bahwa tipe/jenis disposal ini yaitu tipe finger disposal. Lokasi
disposal area yang direncanakan terletak pada blok B pit B2 yang telah mine out
dimana berjarak 628 m dari area blok D yang merupakan lokasi material
overburden yang akan dikupas (stripping). Disposal ini terdiri dari 5 bench dengan
56
kapasitas penampungan pada rancangan disposal yakni 468.298 BCM atau 487,810
diketahui bahwa untuk rencana sequence penimbunan pada lokasi yang telah mine
out, maka akan dilakukan pembuatan sequence penimbunan yang dibagi dalam lima
Tahap pertama rencana penimbunan akan dimulai dari elevasi terendah yaitu
74.589 BCM atau 77.697 LCM dengan luas area 12.353 m2/1,2 Ha. Tahap kedua
memiliki kapasitas timbunan sebesar 108.065 BCM atau 112.568 LCM dengan luas
area 17.010 m2/1,7 Ha. Selanjutnya, tahap ketiga rencana penimbunan dilakukan
sebesar 121.658 BCM atau 126.727 LCM dengan luas area 19.195 m2/1,9 Ha.
dengan elevasi ke 57 yang memiliki kapasitas timbunan sebesar 101.042 BCM atau
105.252 LCM dengan luas area 17.283 m2/1,7 Ha. Serta terakhir, tahap kelima
Data overburden di atas didapatkan dari hasil pemodelan software surpac 6.3
yang volumenya dalam bentuk Bank Cubic Metre (BCM) dan setelah itu harus
dibagi dengan swell factor sebesar 0,96 untuk mengetahui volumenya dalam
keadaan Loose Cubic Metre (LCM). Design disposal baru yang akan diperuntukan
58
untuk penimbunan overburden yang berasal dari blok D PT. Sinar Jaya Sultra
Gambar 32. Desain Disposal Area pada Pit B2 yang Mine Out
59
IV. KESIMPULAN
A. Kesimpulan
sebagai berikut:
1. Volume overburden yang akan dikupas pada blok D dan dipindahkan ke area
2. Faktor keamanan (FK) lereng pada disposal yang direncanakan pada disposal
blok D telah dinyatakan dalam kondisi yang stabil (aman). Nilai faktor
3. Desain disposal dari blok D terdiri dari lima bench, dimana memiliki luasan area
disposal sebesar 36.420 m2 atau 3,6 Ha, dengan total kapasitas penampungan
B. Saran
Adapun saran yang dapat dituangkan pada penelitian ini yaitu sebagai berikut:
mengacu pada apa yang telah dirancang dan direncanakan agar aktifitas
DAFTAR PUSTAKA
Alfat, S., Zulmasri, M. O. L., Asfar, S., Rianse, S. M., Eso, R. 2018. Slope Stability
Analysis Through Variational Slope Geometry using Fellenius Method.
International Seminar on Science and Technology. IOP Conf. Series:
Journal of Physics: Conf. Series 1242-012020.
Fikri, M. A., Bambang, H. 2018. Analisis Stabilitas Lereng Pada Pit Tambang Air
Laya Barat Section C-C’ PT. Bukit Asam Tbk. Sumatera Selatan. Jurnal
Bina Tambang. Vol 3 No. 2
Kainthola, A., Verma, D., Gupte, S. S., Singh, T. N. 2011. A Coal Mine Dump
Stability Analysis. A Case Study‖, Int.Jour. Geomaterial, 1, pp. 1-13, 2011
Krahn, J., 2004. Stability Modeling with Slop/W, 1st Edition. Geo-Slope/W
International, Ltd. Canada.
Mulyanti, R. W., Yuliadi., Maryanto., 2016. Analisa Teknis dan Ekonomi Strategi
Short Distance Disposal West Block (Anoa South). Prosiding Teknik
Pertambangan. ISSN : 2460-6499
Oggeri, C., Taddeo, M.F., Alberto, G., Raffaele, V. 2019. Overburden Management
in Open Pits: Options and Limits in Large Limestone Quarries.
International Journal of Mining Science and Technology 29. Hal: 218
Pangemanan, M. G. V. 2014. Analisis Kestabilan Lereng dengan Metode Fellenius.
Jurnal Sipil Statik, Vol. 2. No.1 Hal: 37-46. ISSN : 2337-6732
61
Salinita, S., Agus, N. 2014. Pemodelan Bijih Nikel Laterit Untuk Estimasi
Cadangan Pada PT. Anugerah Tompira Nikel Di Daerah Masama,
Kabupaten Banggai. Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Vol. 10 No.
2. Hal 54.
Wyllie, C. D., Mah, W. C. 2005. Rock Slope Engineering-Civil and Mining 4th
Edition. Spon Press Taylor & Francis Group. London, New York.
ISBN : 0-203-49908-5
62
LAMPIRAN
63
LAMPIRAN 1
LAMPIRAN 2
𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐿𝑜𝑜𝑠𝑒
SF =
𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐵𝑎𝑛𝑘
1,63
SF =
1,7
SF = 0,958
SF = 0,96
% SF = 0,96 × 100 %
% SF = 96 %
2. Volume overburden dari kondisi bank diubah menjadi loose diperoleh dengan
Volume OB (BCM)
Volume OB (LCM) =
SF
459.197
Volume OB (LCM) =
0,96
LAMPIRAN 3
Pengujian sifat fisik tanah yang dilakukan dengan tujuan untuk menentukan
nilai bobot isi tanah. Adapun nilai bobot isi tanah secara keseluruhan dapat dilihat
nilai kohesi (c) dan nilai sudut geser dalam tanah (ϕ). Untuk menentukan nilai
tersebut dilakukan pengujian direct shear. Adapun nilai kohesi (c) dan sudut geser
3. Hasil Scan pengujian laboratorium mekanika tanah Dinas Sumberdaya Air dan
Gambar 33. Hasil pengujian laboratorium mekanika tanah Dinas Sumberdaya Air dan
Bina Marga Prov. Sulawesi Tenggara
68
Gambar 34. Hasil pengujian laboratorium mekanika tanah Dinas Sumberdaya Air dan
Bina Marga Prov. Sulawesi Tenggara
69
Gambar 35. Hasil pengujian laboratorium mekanika tanah Dinas Sumberdaya Air dan
Bina Marga Prov. Sulawesi Tenggara
70
Gambar 36. Hasil pengujian laboratorium mekanika tanah Dinas Sumberdaya Air dan
Bina Marga Prov. Sulawesi Tenggara
71
Gambar 37. Hasil pengujian laboratorium mekanika tanah Dinas Sumberdaya Air dan
Bina Marga Prov. Sulawesi Tenggara
72
LAMPIRAN 5
Nilai luas irisan pada perhitungan manual faktor keamanan dengan sudut
Irisan Luas Bangun 1 (m2) Luas Bangun 2 (m2) Luas Bangun 3 (m2) L-Total (m2)
1
L1 = × 1,1 × 1,3 L2 = 6 × 1,3
12 2 - 8,515
L1 = 0,715 L2 = 7,8
1
L1 = × 1,9 × 2,2 L2 = 4,1 × 2,2
13 2 - 11,11
L1 = 2,09 L2 = 9,02
1
L1 = × 1 × 1 L2 = 3 × 1
14 2 - 3,5
L1 = 0,5 L2 = 3
1
L1 = × 1,5 × 1,5 L2 = 1,4× 1,5
15 2 - 3,225
L1 = 1,125 L2 = 2,1
1
L1 = × 1 × 1,4
16 2 - - 0,7
L1 = 0,7