Anda di halaman 1dari 34

ANALISIS PENENTUAN BATAS DUMPING DAN ELEVASI

TIMBUNAN TERHADAP KESTABILAN LERENG DISPOSAL


PADA PT. VALE INDONESIA TBK
(Studi Kasus Area Disposal Nickel Hill 15, Nickel Hill 16 dan Anoa North 13)

PROPOSAL TUGAS AKHIR

OLEH
NUZUL HIDAYAT
D621 13 012

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

GOWA
2017
1
PERMOHONAN TUGAS AKHIR
ANALISIS PENENTUAN BATAS DUMPING DAN ELEVASI TIMBUNAN
TERHADAP KESTABILAN LERENG DISPOSAL
PT. VALE INDONESIA TBK
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS HASANUDDIN

Nama : Nuzul Hidayat


NIM : D621 13 012
Usulan Judul : Analisis Penentuan Batas Dumping dan Elevasi
Timbunan terhadap Kestabilan Lereng Disposal PT.
Vale Indonesia Tbk.

Gowa, 9 Mei 2017

Mahasiswa Bersangkutan

Nuzul Hidayat
D621 13 012

Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi Koordinator LBE
Teknik Pertambangan Geomekanika

Dr. Sufriadin, S.T., M.T Ir. H. Djamaluddin, MT.


NIP. 1966081720012 1 001 NIP. 19560412 198703 1 001

2
A. JUDUL PENELITIAN

ANALISIS PENENTUAN BATAS DUMPING DAN ELEVASI TIMBUNAN TERHADAP


KESTABILAN LERENG DISPOSAL PADA PT. VALE INDONESIA TBK

B. LATAR BELAKANG MASALAH

Kemantapan lereng disposal sangat penting dalam operasional penambangan.


Hal ini terkait dengan keamanan dan kelancaran sekuen pembuangan material
overburden yang berimbas kepada kelancaran produksi. Untuk mencapai target produksi
top soil maupun overburden yang akan dikupas harus disediakan tempat untuk
penimbunan tanah tersebut.
Disposal atau tempat penimbunan ini harus direncanakan dengan baik agar
timbunan tanah tersebut berada dalam kondisi stabil. Stabilitas lereng disposal
tergantung pada faktor utama karakteristik material timbunan. Karakteristik material ini
memuat perilaku material yang berbeda dengan perilaku batuan, sehingga stabilitas
lereng disposal akan berbeda dengan stabilitas lereng batuan pada lokasi penambangan.
Karakteristik material timbunan terdiri dari jenis material, macam penyebaran,
hubungan antar material serta daya dukung dan kekuatan material yang ada di daerah
penyelidikan. Faktor lain yang memengaruhi stabilitas lereng disposal adalah gaya-gaya
dari luar yang bekerja pada lereng disposal. Gaya-gaya dari luar yang memengaruhi
kestabilan lereng disposal berupa getaran-getaran yang diakibatkan oleh kegiatan
peledakan dan dari alat-alat yang bekerja pada daerah tersebut.
Kestabilan lereng disposal pada PT. Vale Indonesia Tbk telah menjadi masalah
yang membutuhkan perhatian yang lebih bagi kelangsungan kegiatan penambangan dan
menjadi hal yang penting untuk melakukan studi teknis. Kelongsoran pada lereng
disposal dapat menyebabkan banyak kerugian yaitu terhambatnya jalan angkut utama
maupun instalasi penting yang berada di sekitar disposal yang akan menyebabkan
gangguan pada proses pengangkutan dan produksi yang dilakukan oleh PT. Vale
Indonesia Tbk.

3
C. PERUMUSAN MASALAH

Kestabilan lereng disposal sangatlah penting dalam operasional penambangan,


kaitannya dengan keamanan dan sekuen pembuangan material pada area tersebut.
Pada area disposal, banyak faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan lereng disposal
itu sendiri. Salah satu faktor yang paling mempengaruhi yaitu material dan beban yang
diakibatkan oleh alat berat yang bekerja pada area tersebut. Maka dari itu perlu
ditentukan batas dumping dan elevasi dari disposal untuk menghindari terjadinya
kecelakaan pada area diposal.

D. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menghitung nilai faktor keamanan dari lereng timbunan pada area disposal Nickel
Hill 15, Nickel Hill 16 dan Anoa North 13.
2. Mengetahui pengaruh geometri terhadap kestabilan lereng disposal Nickel Hill 15,
Nickel Hill 16 dan Anoa North 13
3. Menganalisis pengaruh elevasi timbunan dan batas dumping terhadap kestabilan
lereng disposal Nickel Hill 15, Nickel Hill 16 dan Anoa North 13
4. Menentukan elevasi timbunan dan batas dumping pada lereng disposal Nickel Hill
15, Nickel Hill 16 dan Anoa North 13
E. KEGUNAAN PENELITIAN
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh elevasi
timbunan dan batas dumping terhadap nilai faktor keamanan serta menentukan jarak
dan ketinggian aman disposal dengan menggunakan ketentuan nilai faktor keamanan
sebesar 1.3.

4
F. TINJAUAN PUSTAKA

1. Disposal secara umum

Suatu kegiatan pertambangan umumnya memindahkan tanah penutup untuk


mengambil bahan galian yang berada didalam bumi. Oleh karena itu, diperlukan suatu
area tertentu untuk membuang material tanah penutup tersebut sehingga tidak
menutupi area yang masih mengandung bahan galian yang ekonomis. Tempat
penimbunan dapat dibagi menjadi dua, yaitu waste dump/disposal dan stockpile. Waste
dump/disposal adalah daerah pada usatu operasi tambang terbuka yang dijadikan
tempat membuang kadar rendah dan/atau material bukan bijih. Material tersebut perlu
digali dari pit demi memperoleh bijih/material kadar tinggi, sedangkan stockpile
digunakan untuk menyimpan material yang akan digunakan pada saat yang akan dating.
Stockpile juga dapat berfungsi sebagai tempat penyimpanan bijih kadar rendah yang
dapat diproses pada saat yang akan datang maupun tanah penutup atau tanah pucuk
yang dapat digunakan untuk reklamasi.
Berdasarkan alasan sosiologis di masyarakat, banyak perusahaan menjauhi nama
waste dump. Istilah yang dipakai adalah disposal area, waste rock storage area, rock
piles dan lain-lain.
Disposal biasanya dapat dibuat pada lubang-lubang bekas penambangan
ataupun bekas penambangan kuar, seperti yang terlihat pada gambar 6.1. Ketika lubang
tersebut telah penuh, maka permukaan dari disposal ini akan dututupi dengan lapisan
tanah penutup (top soil) untuk dijadikan daerah penghijauan. Sudah menjadi tanggung
jawab tiap perusahaan penambangan untuk melakukan penghijauan kembali setelah
area penambangan ditutup. Oleh karena itu, suatu area yang berupa lubang atau lereng
bekas penambangan harus disiapkan untuk menjadi disposal area.

5
Gambar 1 Pemindahan lapisan tanah penutup

Rancangan disposal sangat penting untuk perhitungan keekonomian. Lokasi dan


bentuk dari disposal akan berpengaruh terhadap jumlah gilir truk, biaya operasi dan
jumlah truk dalam satu armada yang diperlukan. Pada umumnya daerah yang diperlukan
untuk disposal luasnya berkisar antara 2-3 kali dari daerah penambangan (pit). Hal ini
berdasarkan pertimbangan diantaranya:
a. Material yang telah dibongkar (loose material) berkembang 30-45%
dibandingkan dengan material in situ.
b. Sudut kemiringan untuk suatu dump umumnya lebih landau dari pit.
c. Material pada umumnya tidak dapat ditumpuk setinggi kedalaman dari pit.

2. Tipe-tipe disposal

Lokasi disposal adalah mined out area (di dalam daerah Bluezone) atau areal
lain sebagai tempat penumpukan tanah penutup, waste, reject, atau material lain yang
tidak ekonomis untuk diproses, yang telah mendapat persetujuan oleh QA, Mining
Engineering Control dan STP. Lereng disposal termasuk kedalam lereng timbunan
(embankment). Sifat teknis tanah timbunan dipengaruhi oleh cara penimbunan dan
derajat kepadatan tanah. Ada tiga tipe disposal di PT. VALE Indonesia Sorowako, yaitu:
Induced Flow, Semi Induced Flow dan Finger disposal
a. Finger Disposal
Finger Disposal adalah disposal yang dibuat maju dengan bantuan dozer.
Disposal tipe ini memiliki ciri-ciri yaitu ketinggian kurang dari 15 meter dengan
kemiringan lereng yang landai kurang dari 400. Dibutuhkan kontinuitas dari material sipil
6
sebagai landasan Dump Truck agar tidak terjadi longsoran. Jika diperlukan dapat dibuat
dyke untuk melindungi area yang belum terganggu dan juga untuk meningkatkan
kapasitas disposalnya. Sama seperti tipe dumping semi induced flow, material didorong
dengan dozer hingga ujung lereng. Dozer mendorong material buangan dari jarak 7,5
mater dari crest yang merupakan posisi truk menongkang muatannya.

Gambar 2 Rancangan Finger Disposal

Karena kemiringannya yang landai, pengaruh gaya gravitasi tidaklah terlalu besar
sehingga dibutuhkan dozer yang lebih banyak untuk mendorong material. Disposal ini
dapat bergerak maju setelah dilakukan pembatuan dengan menggunakan material sipil
seperti slag, material reject, dan material kuari. Kelebihan dari jenis ini yaitu dapat
memaksimalkan kapasitas disposal itu sendiri. Sedangkan kerugiannya, membutuhkan
biaya untuk pembatuan atau kontinuitas material sipil.
b. Disposal Tipe Induced Flow
Induced Flow Disposal adalah tipe disposal yang memanfaatkan beda ketinggial
> 15 meter untuk mendamping material, dengan sudut kemiringan antara 500
maksimum 700. Disposal tipe ini dibangun di atas tanah asli yang stabil (original), pada
area blue zone atau pada area yang direkomendasikan oleh Engineer geoteknik. Disposal
ini juga dilengkapi dengan backstop sebagai dudukannya (bund wall) setinggi setengah
ban roda truk yang terletak pada ujung crest seperti yang terlihat pada gambar 6.3 dan
6.4. Untuk mendorong material yang cukup pada ke bawah bisa dengan air. Selain itu,
juga diperlukan instalasi alat pemnatauan untuk mengamati ada tidaknya pergerakan

7
tanah pada lereng, alatnya berupa inclinometer. Alat ini dipasang menggunakan bor dan
ditanam kedalam tanah, kedalaman tergantung kondisi lereng yang akan diperiksa
pergerakannya.

Gambar 3 Rancangan Induced Flow

Gambar 4 Rancangan Backstop Induced Flow

Kekurangan tipe dumping ini yaitu tidak dapat diterapkan pada semua slope
karena batuan landasannya harus cukup kuat untuk menahan live road dari truk beserta
muatannya hingga ke crest-nya, kapasitas disposal-nya kurang maksimal dan
membutuhkan banyak biaya untuk pengadaan backstop.
c. Disposal Tipe semi Induced Flow
Disposal Semi Induced Flow, umumnya sama atau memiliki kemiripan dengan
induced flow tetapi truk hanya bisa dumping pada jarak tertentu yang diperbolehkan
yaitu 12.5 m dari original crest. Setelah itu tanah penutup di dorong oleh dozer hingga

8
ujung crest. Crest ke toe adalah 30 meter dengan kemiringan lereng antara 260 360.
Semi Induced Flow membutuhkan pembatuan material sipil pada landasan truk yang
akan menongkang untuk menambah daya dukung tanah agar tidak terjadi longsoran
(subsidence). Karena kemiringannya lebih besar, disposal tipe ini membutuhkan dozer
yang lebih sedikit dari pada Finger flow. Namun batas dorongan dozer pada disposal
jenis ini tidak bergerak maju. Sebagai langkah antisipasi kelongsoran, perlu dilakukan
pemantauan dengan alat extensometer.
Kelebihan dari jenis ini yaitu tidak mengeluarkan biaya untuk melakukan
pembatuan di dumping area. Kekurangannya disbanding Disposal Induced Fow adalah
mengeluarkan biaya untuk pengadaan dozer dan apabila dibandingkan dengan finger
disposal, kapasitas disposal-nya kurang maksimal.

Gambar 5 Semi induced flow disposal

9
Gambar 6 Pendorongan material oleh Dozer

Dari jenis-jenis disposal dapat diketahui bahwa material sipil digunakan sebagai
bahan untuk perkuatan, baik itu perkuatan untuk jalan dozer, maupun sebagai landasan
untuk tempat backstop. Landasan dozer dibutuhkan agar nantinya dozer yang digunakan
tidak terperosok. Pada backstop, perkuatan dilakukan agar cukup kuat untuk menahan
beban sehingga tidak terjadi longsor.

3. Penentuan Parameter Tanah

Penentuan parameter tanah merupakan tahap yang paling penting dalam


perencanaan pembuatan disposal. Kesalahan dalam menentukan parameter tanah yang
digunakan dalam perencanaan disposal dapat berakibat fatal. Oleh karena itu, parameter
tanah yang digunakan harus se akurat mungkin menggambarkan karakter tanah dimana
bangunan akan didirikan. Untuk memperoleh nilai-nilai parameter tanah yang
dibutuhkan tersebut dapat dilakukan dengan du acara, yaitu pengujian di lapangan (in
situ test) dan pengujian di laboratorium.
A. Uji Sondir (Cone Penetration Test)
Uji sondir dikenal dan berkembang sejak 70 tahun yang lalu. Uji sondir ini
dibandingkan dengan uji geoteknik lapangan lainnya relatif murah dan cepat
memberikan hasil data yang cukup akurat dan detail. Namun kerugiannya antara
lain tidak dapat diperoleh sampel untuk uji laboratorium maupun untuk klasifikasi
visual dan tidak dapat menembus lapisan batu maupun lapisan keras (akan
menunjukkan tekanan konus yang besar, dan bahkan tidak dapat diteruskan

10
sehingga tidak dapat memberikan informasi mengenai lapisan keras tersebut
misalnya mengenai ketebalannya, jenisnya, dan kemenerusannya).

Gambar 7 Alat Uji Cone Penetration Test

Komponen utama sondir adalah konus yang dalam pengujiannya dimasukkan ke


dalam tanah dengan cara ditekan. Tekanan pada ujung konus pada saat konus
bergerak ke bawah dan tekanan geser pada dinding konus pada saat dinding
konus bergeser turun ke bawah diukur dan hasilnya akan terbaca pada
manometer. Tekanan dari atas pada konus, disalurkan melalui batang baja yang
berada di dalam pipa sondir. Demikian juga tekanan yang diderita konus saat
ditekan masuk ke dalam tanah, diteruskan melalui batang baja dalam pipa sondir
tersebut ke atas, ke alat baca (manometer).

1) Tahanan Ujung Konus (qc)


Pada waktu konus ditekan ke dalam tanah melalui lapisan tanah dengan
berbagai kepadatan yang ditunjukkan dengan kurva hasil uji sondir yang
menunjukkan besarnya tahanan konus qc.
2) Tahanan Geser Lokal (LF) dan Rasio Geser (FR)
Dengan konus tersebut, selain dapat diukur tahanan ujung konus, juga dapat
diukur tahanan pada silinder geser yang disebut tahanan geser lokal. Dari
diketahuinya tahanan geser lokal dan tahanan konus dapat diperoleh

11
besaran Rasio Geser (Friction Ratio = FR) yaitu rasio antara tahanan geser
lokal dengan tahanan konus pada kedalaman yang sama.

Gambar 8 Pengujian Sondir oleh PT. Vale Indonesia Tbk

Dalam pemakaian konus, pembacaan ada dua tahap, yaitu:


Pembacaan pertama, pembacaan tahanan pada ujung konus C (pada tahap
ini, di dalam tanah, hanya bagian ujung konus yang bergerak masuk ke
dalam tanah).
Pembacaan kedua, pembacaan tahanan ujung plus geser C + F (pada tahap
ini, bagian ujung konus beserta selimut geser bersama-sama bergerak
masuk ke dalam tanah).
Selisih bacaan kedua dan bacaan pertama, (C + F) C = F.
Sampel tanah untuk tes laboratorium tidak akan didapatkan melalui uji sondir,
tetapi berbagai percobaan telah memberikan berbagai korelasi antara nilai yang
didapat dari uji sondir terhadap parameter-parameter tanah. Suatu perkiraan
koreksi antara tahanan penetrasi konus dan parameter kekuatan geser yang
diusulkan oleh Meyerhof diberikan pada gambar berikut:

12
Gambar 9 Perkiraan koreksi antara tahanan penetrasi konus dan
parameter kekuatan geser

Parameter kohesi dapat dikorelasikan dengan persamaan berikut :



(/2 ) = (/2 )
20
Untuk melakukan uji laboratorium terlebih dahulu dilakukan pengambilan
sample yang bisa dilakukan dengan pengeboran atau test pit (untuk medan berat yang
susah diakses bagi mesin bor). Terdapat berbagai teknik pengeboran tergantung dari
jenis tanah, beberapa teknik yang dapat dilakukan yaitu antara lain pengeboran manual,
pengeboran bilas, dan pengeboran inti. Berikut adalah uji-uji penyelidikan tanah yang
dilakukan untuk di laboratorium.

Gambar 10 Core Box tempat penyimpan sampel sementara setelah pengeboran

13
a. Penentuan Indeks Properties (Sifat Fisik Tanah)
1) Kadar Air (Water Content)
Kadar air tanah adalah kandungan air tanah yang ditentukan dari perbandingan
antara berat air yang terkandung dalam tanah dengan berat bagian padat (solid)
dari tanah dan dinyatakan dalam persen (%). Komposisi massa dan volume
tanah terdiri dari:

Gambar 11 Komposisi massa dan volume tanah

Percobaan ini dilakukan dengan membandingkan berat tanah basah dengan


berat tanah setelah dikeringkan dalam oven 18-24 jam.
2) Berat Isi (Unit Weight)
Tujuan pengujian ini adalah untuk menentukan berat volume tanah basah. Berat
isi / volume tanah adalah perbandingan antara berat tanah total termasuk air
yang terkandung di dalamnya dengan volume tanah total. Percobaan dilakukan
menggunakan ring, lalu ring ditekan sampai terisi oleh sample. Berat tanah akan
didapat dari pengurangan berat sample dan ring dikurangi berat ring, jika
hasilnya dibagi dengan volume ring maka akan didapat berat isi tanah.
3) Berat Jenis (Specific Gravity)
Uji ini bertujuan untuk mencari harga specific gravity (Gs) dari butiran tanah
dengan alat bantu piknometer, yaitu dengan membandingkan berat isi butir
tanah dan berat air pada suhu tertentu (misal 20o). Jika hasil Gs yang diperoleh
<2,00 maka termasuk tanah organik.
b. Uji Triaksial (Triaxial Test)

14
Uji tekan triaksial digunakan untuk mengukur kuat geser (shear strength) tanah
pada kondisi alir (drainage). Pada uji triaksial dasar, sample silindris dibungkus
dengan membran karet yang diletakkan dapa alat triaksial. Membran tersebut
berguna untuk penekanan dari fluida di sepanjang selimut silindris, sekaligus juga
ditekan dari atas hingga failure.
Dari hasil pengujian triaxial dapat ditentukan hal-hal berikut ini dengan cara
melakukan plot pada grafik berdasarkan hukum Moh-Coulomb:

strength envelope (kurva intrinsic)


kuat geser (shear strength)
sudut geser dalam ()
kohesi (C)
Ada tiga tipe dasar uji tekan triaksial yaitu unconsolidated-undrained (Q test),
consolidated-undrained (R test), dan consolidated-drained (S test).

Gambar 12 Jenis tes triaxial dan prosesnya

a. Uji Q. Pada uji Q, kandungan air dari spesimen yang diuji tidak diijinkan
berubah selama pengaplikasian tekanan terkungkung (confining pressure)
atau selama pembebanan spesimen dengan penambahan tekanan deviator
hingga mencapai failure.

15
Gambar 13 Lingkaran mohr untuk tanah NC pada tes triaxial UU

b. Uji R. Pada uji R, konsolidasi spesimen sempurna diijinkan selama proses


tekanan terkungkung (confining pressure). Kemudian, spesimen diberi beban
hingga failure dengan penambahan tekanan deviator.

Gambar 14 Lingkaran mohr untuk tegangan total dan tegangan efektif tanah normal
konsolidasi pada kondisis undrained (CU)

c. Uji S. Pada uji S, konsolidasi spesimen sempurna diijinkan selama proses


tekanan terkungkung (confining pressure) dan selama spesimen diberi beban
hingga failure dengan penambahan tekanan deviator.

16
Gambar 15 Keruntuhan mohr coloumb tanah normal konsolidasi pada kondisi drained

Gambar 16 Alat Uji Triaxial

17
4. Analisis Kestabilan lereng dengan Metode Irisan
a. Pendahuluan
Metode irisan merupakan metode yang sangat populer dalam analisa kestabilan
lereng. Metode ini telah terbukti sangat berguna dan dapat diandalkan dalam praktek
rekayasa serta membutuhkan data yang relatif sedikit dibandingkan dengan metode
lainnya, seperti metode elemen hingga (finite element), metode beda hingga (finite
difference) atau metode elemen diskrit (discrete element).
Ide untuk membagi massa di atas bidang runtuh ke dalam sejumlah irisan telah
digunakan sejak awal abad 20. Pada tahun 1916, Peterson melakukan analisis kestabilan
lereng pada beberapa dinding dermaga di Gothenberg, Swedia, dimana bidang runtuh
dianggap berbentuk sebuah busur lingkaran dan kemudian massa di atas bidang runtuh
dibagi ke dalam sejumlah irisan vertikal. Dua puluh tahun kemudian, Fellenius (1936)
memperkenalkan metode irisan biasa. Setelah itu muncul beberapa metode irisan
lainnya, antara lain yang dikembangkan oleh: Janbu (1954, 1957); Bishop (1955);
Morgenstern dan Price (1965); Spencer (1967); Sarma (1973, 1979); Fredlund dan
Krahn (1977), Fredlund, dkk (1981); Chen dan Morgenstern (1983); Zhu, Lee dan Jiang
(2003).
b. Prinsip-prinsip dasar metode irisan
Semua metode irisan menyatakan kondisi kestabilan suatu lereng dinyatakan dalam
suatu indeks yang disebut faktor keamanan (F), yang didefinisikan sebagai berikut:
s kekuatan geser material yang tersedia
F= =
kekuatan geser yang diperlukan agar tepat setimbang
Faktor keamanan diasumsikan mempunyai nilai yang sama untuk setiap irisan.
Kekuatan geser material yang tersedia untuk menahan material sehingga lereng tidak
longsor dinyatakan dalam kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb sebagai berikut:
= + ( )
Dimana,
= kekuatan geser
= kohesi efektif
= tegangan normal total
= tekanan air pori
= sudut gesek efektif
Kekuatan geser tersebut dianggap tidak tergantung pada kondisi tegangan-regangan
yang ada pada lereng.

18
Besarnya tahanan geser yang diperlukan agar lereng berada dalam kondisi tepat
setimbang [Sm] dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

Karakteristik lainnya yaitu geometri dari bidang gelinciran harus ditentukan atau
diasumsikan terlebih dahulu. Untuk menyederhanakan perhitungan, bidang runtuh
biasanya dianggap berbentuk sebuah busur lingkaran, gabungan busur lingkaran
dengan garis lurus, atau gabungan dari beberapa segmen garis lurus. Ilustrasi
beberapa bentuk bidang runtuh tersebut dan gaya-gaya yang bekerja pada setiap
irisan ditunjukkan pada gambar-gambar dibawah ini,

Gambar 17 Model lereng dengan bidang runtuh yang berbentuk sebuah busur lingkaran

19
Gambar 18 Model lereng dengan bidang runtuh yang berupa gabungan dari sebuah busur
lingkaran dengan segmen garis lurus

Gambar 19 Model lereng dengan bidang runtuh yang berupa gabungan dari beberapa segmen
garis lurus (multilinier).

20
Definisi dari variabel-variabel pada gambar-gambar di atas adalah sebagai berikut:
W = Berat total irisan
N = Gaya normal total pada dasar irisan
Sm = Gaya geser pada dasar irisan yang diperlukan agar irisan berada dalam
kondisi tepat setimbang
E = Gaya antar-irisan vertical; titik bawah L dan R menunjukkan masing-masing
untuk sebelah kiri dan kanan dari irisan
X = Gaya antar irisan vertical; titik bawah L dan R menunjukkan masing-masing
untuk sebelah kiri dan kanan dari irisan
kW = Gaya seismic horizontal yang bekerja pada pusat massa irisan, dimana k
adalah koefisien seismik
R = Radius lingkaran untuk bidang runtuh busur lingkaran; atau lengan momen
dari gaya geser Sm terdapat pusat momen untuk bidang runtuh yang bukan
busur lingkaran
f = Jarak tegak lurus dari gaya normal N terhadap pusat momen
x = Jarak horizontal dari pusat massa irisan terhadap pusat momen
e = jarak vertical dari pusat massa irisan terhadap pusat momen
h = tinggi rata-rata irisan
b = lebar irisan
= Panjang dasar irisan ( bsec)
a = Jarak vertical dari gaya hidrostatik terhadap pusat momen
A = Gaya hidrostatik pada retakan Tarik
= Sudut kemiringan dari garis singgung pada titik di tengah dasar irisan
terhadap bidang horizontal. Sudut kemiringan bernilai positif apabila searah
dengan kemiringan lereng, dan bernilai negatif apabila berlawanan arah
dengan kemiringan lereng.
Setelah geometri dari bidang runtuh ditentukan kemudian selanjutnya massa di atas
bidang runtuh dibagi ke dalam sejumlah irisan tertentu. Tujuan dari pembagian tersebut
adalah untuk mempertimbangkan terdapatnya variasi kekuatan geser dan tekanan air
pori sepanjang bidang runtuh.

21
Tabel 3. 1 Asumsi-asumsi yang digunakan oleh beberapa metode irisan

Tabel 3. 2 Kondisi kesetimbangan yang dipenuhi

Kesetimbangan gaya
Metode
Vertikal Horizontal Kesetimbangan momen
Irisan biasa (Fellenius) Tidak Tidak Ya
Bishop yang disederhanakan Ya Tidak Ya
Janbu yang disederhanakan Ya Ya Tidak
Janbu yang umum Ya Ya Tidak
Lowe-Karafiath Ya Ya Tidak
Corps of Engineer Ya Ya Tidak
Spencer Ya Ya Ya
Morgenstern - Price Ya Ya Ya
Kesetimbangan Batas Umum Ya Ya Ya

22
c. Metode Irisan Biasa (Metode Fellenius)
Metode irisan biasa (Fellenius, 1936) merupakan metode yang paling sederhana
diantara beberapa metode irisan. Metode ini juga dinamakan sebagai metode lingkaran
Swedia. Asumsi yang digunakan dalam metode ini adalah resultan gaya antar irisan sama
dengan nol dan bekerja sejajar dengan permukaan bidang runtuh, serta bidang runtuh
berupa sebuah busur lingkaran. Kondisi kesetimbangan yang dapat dipenuhi oleh
metode ini hanya kesetimbangan momen untuk semua irisan pada pusat lingkaran
runtuh.
d. Metode Bishop yang disederhanakan (Simplified Bishop Method)
Diantara metode irisan lainnya, metode Bishop yang disederhanakan (Bishop,1955)
merupakan metode yang paling populer dalam analisis kestabilan lereng. Asumsi yang
digunakan dalam metode ini yaitu besarnya gaya geser antar-irisan sama dengan nol
(X=0) dan bidang runtuh berbentuk sebuah busur lingkaran. Kondisi kesetimbangan
yang dapat dipenuhi oleh metode ini adalah kesetimbangan gaya dalam arah vertical
untuk setiap irisan dan kesetimbangan momen pada pusat lingkaran runtuh untuk semua
irisan, sedangkan kesetimbangan gaya dalam arah horisontal tidak dapat dipenuhi.
Metode Bishop yang disederhanakan merupakan metode sangat populer dalam
analisis kestabilan lereng dikarenakan perhitungannya yang sederhana, cepat dan
memberikan hasil perhitungan faktor keamanan yang cukup teliti. Kesalahan metode ini
apabila dibandingkan dengan metode lainnya yang memenuhi semua kondisi
kesetimbangan seperti Metode Spencer atau Metode Kesetimbangan Batas Umum,
jarang lebih besar dari 5%. Metode ini sangat cocok digunakan untuk pencarian secara
otomatis bidang runtuh kritis yang berbentuk busur lingkaran untuk mencari
faktor keamanan minimum.
e. Metode Janbu yang disederhanakan (Simplified Janbu Method)
Metode Janbu yang disederhanakan (Janbu, 1954, 1973) juga termasuk salah
satu metode yang populer dan sering digunakan dalam analisis kestabilan lereng.
Asumsi yang digunakan dalam metode ini yaitu gaya geser antar irisan sama
dengan nol. Metode ini memenuhi kesetimbangan gaya dalam arah vertikal untuk setiap
irisan dan kesetimbangan gaya dalam arah horisontal untuk semua irisan, namun
kesetimbangan momen tidak dapat dipenuhi. Sembarang bentuk bidang runtuh dapat
dianalisis dengan metode ini.
f. Metode Kesetimbangan Batas Umum (Generalized Limit Equilibrium Method)

23
Metode Kesetimbangan Batas Umum dikembangkan oleh Fredlund di tahun 70-an
(Fredlund dan Krahn 1977; Fredlund dkk 1981). Metode ini dapat memenuhi semua
kondisi kesetimbangan dan dapat digunakan untuk gelinciran dengan bidang runtuh
sembarang.
Asumsi yang digunakan oleh metode kesetimbangan batas umum yaitu terdapat
hubungan antara gaya geser antar-irisan dan gaya normal antar-irisan, yang dinyatakan
dengan persamaannya sebagai berikut:
= ()
Dimana;
X = Gaya geser antar irisan
E = Gaya normal antar irisan
= fakktor skala
F(x) = Sebuah fungsi yang diasumsikan

Gambar 20 Bentuk fungsi yang menggambarkan distribusi gaya


antar-irisan

24
g. Metode Morgenstern-Price
Metode Morgenstern-Price (Morgenstern & Price, 1965) dikembangkan terlebih dahulu
daripada metode kesetimbangan batas umum. Metode ini dapat digunakan untuk
semua bentuk bidang runtuh dan telah memenuhi semua kondisi kesetimbangan.
Metode Morgenstern-Price menggunakan asumsi yang sama dengan metode
kesetimbangan batas umum yaitu terdapat hubungan antara gaya geser antar-irisan
dan gaya normal antar-irisan, yang dapat dinyatakan dengan persamaannya sebagai
berikut:
= ()
Bentuk beberapa fungsi f(x) yang dapat digunakan dapat dilihat pada gambar 3.40

Gambar 21 Penguraian gaya pada lereng dengan metode MP

h. Metode Spencer
Spencer (1967) menganggap resultan gaya antar irisan pada semua irisan
mempunyai sudut kemiringan tertentu yang sama. Hal ini secara matematis dapat
dinyatakansebagai berikut:

= tan() =

Dimana adalah sudut kemiringan dari resultan gaya antar-irisan. Oleh karena
itu metode Spencer dapat dianggap sebagai kasus khusus dari metode Morgenstern-
Price dimana f(x) = 1. Metode Spencer dapat digunakan untuk sembarang bentuk bidang
runtuh dan memenuhi semua kondisi kesetimbangan gaya dan kesetimbangan momen
pada setiap irisan.

25
G. METODE PENELITIAN

Kegitan penelitian ini dapat dilakukan melalui pengamatan secara langsung


dilapangan dan pengumpulan informasi dari para ahli/praktisi pertambangan yang
bekerja pada lokasi penelitian. Selain itu penelitian ini juga menggunakan beberapa
literatur, baik berupa buku maupun jurnal penelitian terdahulu yang berkaitan dengan
judul penelitian.

Rancangan kegiatan penelitian ini dapat dilakukan melalui tiga tahap utama
yakni: Tahap Penelitian, tahap pengambilan data dan tahap pengolahan data.

1. Tahap Penelitian

Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini diantaranya adalah penetapan orientasi
penelitian yang disesuaikan dengan kondisi di lapangan dan ketersediaan data. Selain
itu, pada tahap ini juga dilakukan studi literatur terkait topik penelitian, wawancara dan
diskusi bersama pihak-pihak terkait serta orientasi lapangan. Adapun bagian-bagian dari
tahapan pendahuluan, yaitu sebagai berikut :
a) Studi literatur (desk study)
Pada tahap ini penulis melakukan pengumpulan dan pengkajian berbagai bahan
bacaan yang berkaitan dengan topik penelitian yang akan dijadikan sebagai dasar
teori guna mempertajam analisis data. Literatur-literatur yang digunakan
terutama berkaitan dengan analisis stabilitas lereng dan penelitian hidrologi.
Keterangan lengkap tentang literatur yang digunakan dapat dilihat pada halaman
Daftar Pustaka.
b) Orientasi lapangan (field orientation)
Pada tahap ini penulis melakukan peninjauan langsung ke lapangan, dalam hal
ini daerah operasi penambangan. Tujuan dari orientasi lapangan ini adalah
sebagai media perkenalan terhadap lingkungan kerja dan lokasi operasi
penambangan PTVI, dan juga memahami situasi dan kondisi daerah penelitian.
Lokasi penelitian akan dijelaskan pada tahapan pengumpulan data.

26
Gambar 22 Orientasi Lapangan di area disposal

c) Wawancara dan Diskusi bersama pihak-pihak yang berhubungan dengan objek


penelitian, diantaranya Mine Engineers, Geotechnical Engineers, para konsultan
dan operator di lapangan.
2. Pengambilan Data
Tahapan pengambilan data lapangan, data topografi daerah penelitian, data
critical cross section, data rencana pit dan data penelitian terdahulu pada lokasi
penelitian. Dalam penelitian ini data yang digunakan terbagi menjadi dua bagian utama
yakni data hasil investigasi lapangan dan data laboratorium.

A. Data Lapangan

a. Data topografi lokasi penelitian


Data topografi lokasi penelitian dilakukan dengan survey lapangan. Data
topografi ini menampilkan keadaan topografi lapangan yang merupakan
geometri lokasi penelitian. Geometri lokasi penelitian termasuk panjang,
lebar, tinggi serta sudut kemiringan lereng. Data tambahan lain yaitu data
topografi lokasi penelitian pada tahun, tahun sebelumnya. Hal ini berfungsi
untuk melihat historikal dari lokasi perencanaan pembuatan disposal.
b. Dumping Point
Dumping point dari topo aktual dapat dilihat di lapangan. Dengan
memperhatikan posisi crest actual, kita dapat menentukan dumping point
awal yang aman untuk memulai pembukaan disposal.

27
c. Elevasi timbunan
Elevasi timbunan actual dapat dilihat dilapangan. Hal ini berfungsi untuk
melihat elevasi awal yang menjadi acuan untuk menentukan elevasi disposal
yang direncanakan.
d. Nilai Kuat Geser
Nilai Kuat Geser ditentukan dengan melakukan pengujian Sondir di lokasi
disposal. Dalam penentuan nilai parameter yang digunakan dalam pengujian,
menggunakan analisis statistik dari pengujian CPT pada lokasi penelitian.

B. Data Laboratorium

Pengujian laboratorium berfungsi untuk menentukan nilai dari parameter


geoteknik. Pengujian ini dilakukan oleh PT. Fugro dengan melakukan pengujian Index
Properties untuk mendapatkan nilai Berat Unit (Unit Weight) dan melakukan pengujian
Mechanical Properties dengan menggunakan pegujian Uniaxial Compression Test dan
pengujian Triaxial baik untuk pengujian CD,CU dan UU
3. Pengolahan Data

Data data yang telah dikumpulkan, selanjutnya diolah untuk persiapan proses analisis.
Adapun apliksi program yang digunakan untuk memudahkan pengerjaan ini yakni Vulcan
7.5 dan GeostudioTM 2012 (SLOPE/W) . Proses pengolahan data terdiri dari beberapa
tahap diantaranya :

1. Pembutan model geometri lereng

Pembuatan model geometri lereng dengan menggunakan aplikasi Vulcan 7.5.


pembuatan model ini dilakukan dengan melakukan penarikan section dari data
topografi yang telah di olah. Pada proses ini kita juga dapat melihat historikal
dari lokasi tersebut. Pada umumnya lokasi dapat dibagi menjadi dua yaitu lokasi
tersebut merupakan original dan lokasi merupakan area penimbunan.

28
Gambar 23 Contoh penarikan garis sayatan pada desain disposal

Gambar 24 Contoh Geometri Lereng pada Pit

2. Penentuan Parameter Geoteknik

Parameter geoteknik yang dianalisis kemudian dimasukkan kedalam geometri


lereng. Pengolahan ini dilakukan dengan menggunakan software Slope/W. pada
umumnya lapisan dapat dibagi menjadi Bluezone, Limonite, Saprolite dan
Dumping Material.

29
Gambar 25 Pembuatan lapisan dengan aplikasi Geostudio 2012

3. Pemberian beban pada model disposal


Beban pertama merupakan beban yang berasal dari Dozer D8RDZ dan
Dumptruck CAT 777 dan CAT 785 yang beroperasi di lokasi penelitian. Beban dari
Dozer sebesar 110 kPa dengan dan beban dari Dumptruck sebesar 250kPa

Gambar 26 Ground Pressure yang diakibatkan oleh alat berat

30
4. Simulasi dan Remodelling
Simulasi dilakukan dengan merunning geoslope setelah memasukkan parameter-
parameter yang dibutuhkan. Nilai faktor keamanan yang muncul akan
merepresentasikan tingkat keamanan dari lereng tersebut. Jika nilai SF <1.3
maka akan dilakukan remodeling dari slope dengan menurunkan elevasi dan
memundurkan batas dumping hingga nilai SF mencapai 1.3
5. Analisis Pengaruh Elevasi Timbunan dan Batas Dumping
Analisis akan dilakukan dengan membuat multivariate hubungan antara elevasi
timbunan dan batas dumping terhadap faktor keamanan. Dari grafik akan terlihat
variabel dengan pengaruh paling besar dan menentukan kombinasi yang paling
tepat untuk desain disposal yang direkomendasikan.

Gambar 27 Contoh Grafik Multivariate

31
Secara umum prosedur penelitian dapat dilihat pada bagan alir berikut :

Analisis Penentuan Batas Dumping Dan Elevasi Timbunan Terhadap


Kestabilan Lereng Disposal PT. Vale Indonesia Tbk

Kemantapan lereng disposal sangat penting dalam operasional penambangan. Hal ini
terkait dengan keamanan dan kelancaran sekuen pembuangan material overburden
yang berimbas pada kelancaran produksi

Kestabilan lereng disposal ditentukan oleh berbagai faktor, diantaranya batas


dumping dan elevasi timbunan. Bagaimana cara menentukan batas dumping dan
elevasi timbunan serta pengaruhnya terhadap kestabilan lereng disposal ?

Studi Literatur

Pengambilan Data

Pengujian Pengujian
Survei Lapangan
Laboratorium Lapangan

In dex Properties Test Triaxial Test Topografi Cone Penetration


Berat Alat Historikal
Lokasi Tes t

Sudut Geser Ground Perlapisan Kuat Geser


Berat Unit Kohesi
Dalam Pressure Lereng Tanah

Pembuatan Sayatan di
Vulcan 7.5

Tinggi Kemiringan Lebar


Lereng Lereng Lereng

Pemodelan Lereng
dengan Geostudio 2012

Analisis Kestabilan Lereng


Disposal dengan Metode
Limit Equilibrium

Penentuan Batas Dumping dan


FK Tidak Elevasi Timbunan dengan metode
trial and error

Ya

Batas Dumping Dumptruck dan Elevasi Timbunan


Disposal yang direkomendasikan

Gambar 28 Bagan Alir Penelitian

(Analisis penulis,2017)

32
H. JADWAL KEGIATAN PROGRAM
Rencana penjadwalan pelaksanaan tugas akhir adalah sebagai berikut:

I. BIAYA
No Kegiatan Biaya Keterangan
1 Transportasi Rp1,000,000.00 Biaya transportasi dari makassar - Sorowako
2 Konsumsi Rp1,500,000.00 Biaya konsumsi selama di lokasi penelitian
3 Penginapan Rp1,500,000.00 Biaya penginapan selama di lokasi penelitian
Total Rp4,000,000.00

J. PENUTUP
Demikian proposal tugas akhir ini, saya ajukan sebagai syarat untuk
melaksanakan tugas akhir. Besar harapan saya agar proposal ini dapat diterima dan saya
sampaikan terima kasih atas perhatian dan bantuan semua pihak demi suksesnya
pelaksanaan tugas akhir ini.

33
K. DAFTAR PUSTAKA

Ariyandi, S. D., & Zakki, D. M. (2013). Perencanaan Perkuatan Pondasi Jembatan Cable
Stayed Menado. Manado: Universitas Sam Ratulangi.
Das, B. M. (1993). Mekanika Tanah II (2nd ed.). Surabaya: The Universty of Texas at El
Paso.
Herman, D. J. (2013). Analisa Stabilitas Lereng dengan Limite Equilibrium dan Finite
Element Method.
Kriteria Keruntuhan Mohr-Coloumb. (2010). Tangerang Selatan: Universitas
Pembangunan Jaya.
Kusuma, R. C. (2014). Evaluasi Desain Tahap 1 Disposal SWD 11 PIT 116 Tambang
Batubara Disrik Baya Desa Separi, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten
Kutai Karta Negara, Kalimantan Timur. Semarang: Universitas Diponegoro.
Lesma, T. (2008). Kestabilan Lereng. Bandung : Digital ITB.
Pangemanan, V. G. (2014). Analisa Kestabilan Lereng dengan Metode Fellenius. ISSN:
2337-6732, II(1), 37-46.
Prasetyo, A. S. (2011). Studi Analisa Kestabilan Lereng Disposal Di D. Rekayasa
Teknologi Industri dan Informasi, VI, 381-387.
S.T., H. (2010). Mekanika Tanah II.
Simatupang, A., & Iskandar, R. (2012). Perbandingan Antara Metode Limit Equilibrium
dan Metode Element dalam Analisa Stabilitas Lereng.
Soedarmo, D., & Purnomo, E. (1993). Mekanika Tanah 1. Malang: Kanisius.
Tbk, P. V. (2013). Pengelolaan Lingkungan PT. Vale Indonesia Tbk. Malili: PT. Vale .
Vidayanti, D., Simatupang, P. T., & Silalahi, S. (2013). Korelasi Nilai N-SPT dengan
Parameter Kuat Geser Tanah Untuk Wilayah Jakarta dan Sekitarnya. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret.
Zufialdi Zakaria, I. M. (2013). Analisis Kestabilan Lereng Tanah. Bandung: Staff
Laboratorium Geologi Teknik.

34

Anda mungkin juga menyukai