Anda di halaman 1dari 33

ANALISIS KESTABILAN LERENG DISPOSAL PADA AREA

BEKAS TAMBANG DI PIT DIAMOND PT. CERIA NUGRAHA


INDOTAMA DESA PONREWARU KECAMATAN WOLO
KABUPATEN KOLAKA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

PROPOSAL PENELITIAN

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN


MENCAPAI DERAJAT SARJANA (S1)

DIAJUKAN OLEH:

HARDIANSYAH
R1D115034

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
i

Halaman Persetujuan

Proposal Penelitian

ANALISIS KESTABILAN LERENG DISPOSAL PADA AREA


BEKAS TAMBANG DI PIT DIAMOND PT. CERIA NUGRAHA
INDOTAMA DESA PONREWARU KECAMATAN WOLO
KABUPATEN KOLAKA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

Diajukan oleh:

HARDIANSYAH
R1D115034

Telah disetujui oleh:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Firdaus, M.Si Marwan Zam Mili, ST.,MT


NIP. 19661231 199103 1 022 NIP. 19900608 201903 2 017

Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik Pertambangan

Erwin Anshari, S.Si., M.Eng


NIP. 19880828 201504 1 001
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia memiliki banyak sumber daya mineral yang bernilai ekonomis.
Sumber daya mineral tersebut membuat banyak investor membuka usaha
pertambangan diberbagai tempat di indonesia, salah satunya adalah PT. Ceria
Nugraha Indotama yang merupakan perusahaan yang bergerak dibidang
pertambangan nikel. Saat ini perusahaan sedang melakukan kegiatan
pertambangan nikel laterit pada daerah Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka,
Provinsi Sulawesi Tenggara. Pertambangan yang dilakukan PT. CNI yaitu
menggunakan sistem tambang terbuka (Open Mine), dalam hal ini metode yang
digunakan cat and fill. Seperti yang kita ketahui bahwa penerapan metode tersebut
akan menghasilkan jenjang-jenjang atau bench yang akan membentuk suatu
lereng tambang.
Disposal atau tempat penimbunan ini harus direncanakan secara baik agar
timbunan tanah dan batuan tersebut berada dalam kondisi yang stabil. Serta ini
merupakan peranan sebagai penentu persyaratan, spesifikasi, dan kreteria teknik
untuk mencapai sasaran serta urutan teknis pengerjaannya. Salah satu hasil
rancangan pada perencanaan tambang adalah perencanaan tempat penimbunan top
soil dan overburden (OB). Disposal merupakan tempat pembungan yang
dirancang/direncanakan untuk menampung material buangan Overburden (OB)
dan material lain dari tambang. Disposal biasanya dibuat pada lubang-lubang
bekas penambangan yang kemudian apabila lubangnya sudah penuh, maka
permukaan dari disposal ini akan ditutupi dengan lapisan tanah penutup untuk
dijadikan daerah penghijauan.
Permasalahan yang harus dihadapi adalah tidak amannya rancana desain
disposal tersebut. Hal itu disebabkan banyak faktor diantaranya terdapat bidang
lemah pada dasar disposal berupa lumpur, pembebanan yang besar pada bidang
lemah, kondisi geometri lereng, serta properties material timbunan yang kurang
baik. Lumpur pada dasar disposal berasal dari material yang masuk bersamaan
2

dengan air ke area penelitian kemudian bermuara pada elevasi yang paling rendah
yaitu ex-sump. Berdasarkan hal ini menyebabkan ketidakstabilan pada disposal.
Sehingga memicu terjadinya longsor pada area disposal
Oleh karna itu,berdasarkan urain diatas maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kestabilan Lereng Disposal Pada
Area Bekas Tambang Di Pit Diamond PT. Ceria Nugraha Indotama”.
Sehingga dapat memberikan dasar acuan dalam pembentukan disposal tersebut
serta mencegah terjadinya longsor dan dampak buruk lainnya.

1.2. Batasan Masalah


Adapun batasan masalah dalam penelitian ini yaitu, penelitian ini hanya
dilakukan pada satu area disposal di PT. Ceria Nugraha Indotama, penelitian ini
menganalisis pengaruh material disposal terhadap kestabilan timbunan lereng
disposal, analisis dilakukan terhadap material disposal, dan lokasi penelitian
dilakukan pada disposal pit Diamond PT. Ceria Nugraha Indotama.

1.3. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana geometri lereng pada titik pengamatan di lereng bekas disposal
PT. Ceria Nugraha Indotama (CNI)?
2. Berapa nilai faktor keamanan lereng pada area disposal blok Babarina PT.
Ceria Nugraha Indotama (CNI)?

1.4. Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan penelitian yang hendak di capai
yaitu:
1. Memperoleh geometri lereng disposal pada PT. Ceria Nugraha Indotama
(CNI).
2. Mengetahui dan menganalisis Nilai Faktor Keamanan Lereng disposal pada
blok Babarina PT. Ceria Nugraha Indotama (CNI).
3

1.5. Manfaat Penelitian


Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
kepada peneliti dan perusahaan, diantaranya: .
1. Menambah ilmu dan wawasan tentang kegiatan penambangan serta
megaplikasikan secara langsung teori yang didapatkan dibangku
perkuliahan dengan kondisi yang ada di lapangan terutama dalam kegiatan
desain lereng disposal tambang.
2. Memberikan rekomendasi desain lereng disposal kepada perusahaan dan
diharapkan dapat menjadi rujukan serta masukan kepada perusahaan dalam
melakukan penambahan kapasitas disposal pada blok yang diteliti.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Disposal (Waste Dump)


Disposal merupakan timbunan material tidak berharga, baik itu material
dengan kadar rendah atau lapisan penutup (Overbarden) yang ditempatkan
disuatu tempat dekat dengan lokasi penambangan.
Disposal adalah tempat pembuangan yang dirancang/direncanakan untuk
menampung material buangan overburden dan material lain dari tambang.
Disposal biasanya dibuat pada lubang-lubang bekas penambangan ataupun bekas
penambangan quarry yang kemudian apabila lubangnya sudah penuh, maka
permukaan dari disposal ini akan ditutupi dengan lapisan tanah penutup untuk di
jadikan daerah penghijauan. Tujuan dari perancangan disposal adalah mencegah
terjadinya kecelakaan pada saat pengoperasian disposal berupa tabrakan antar alat
berat maupun terjatuh dari ketinggian karena kegagalan kestabilan di disposal
(Nurwaskito, 2017).
Menurut Mulyanti dkk (2017), disposal adalah daerah pada suatu operasi
tambang terbuka yang dijadikan tempat membuang material kadar rendah atau
material bukan bijih. Material tersebut perlu digali dari pit demi memperoleh bijih
atau material kadar tinggi, sedangkan stockpile digunakan untuk menyimpan
material yang akan digunakan pada saat yang akan datang. Stockpile juga dapat
berfungsi sebagai tempat penyimpanan bijih kadar rendah yang dapat diproses
pada saat yang akan datang maupun tanah penutup atau tanah pucuk yang dapat
digunakan untuk reklamasi.
Suatu kegiatan pertambangan umumnya memindahkan tanah penutup untuk
mengambil bahan galian yang berada di dalam bumi.Oleh karena itu diperlukan
suatu area tertentu untuk membuang material tanah penutup tersebut sehingga
tidak menutupi area yang masi mengandung bahan galian yang ekonomis. Tempat
penimbunan dapat dibagi menjadi dua, yaitu waste dump atau disposal dan
stockpile.
5

2.2. Lereng
Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut kemiringan tertentu
dengan bidang horizontal. Lereng dapat terbentuk secara alami maupun buatan
manusia. Lereng yang terbentuk secara alami misalnya: lereng bukit dan tebing
sungai, sedangkan lereng buatan manusia antara lain: galian dan timbunan tanggul
dan dinding tambang terbuka.
Dilihat dari material penyusunnya, terdapat dua macam lereng, yaitu lereng
tanah dan lereng batuan. Dalam analisis penentuan jenis tindakan pengamannya,
lereng tanah tidak dapat disamakan dengan lereng batuan karena parameter
material dan jenis penyebab longsor kedua material pembentk lereng tersebut
sangat jauh berbeda (Heriyadi dkk, 2019).
Lereng terbagi menjadi dua yaitu lereng alamiah dan lereng buatan, lereng
alamiah adalah lereng yang terbentuk karena adanya proses geologi, miaslnya
tebing sungai dan lereng bukit. Lereng buatan adalah lereng yang terbentuk
karena adanya proses timbunn dan galian (Sudarmono dkk, 2017).
Lereng alamiah yang terbentuk dari proses alam seperti gerakan tanah,
pengikisan dan sebagainya. Kegiatan manusia yang dilakukan secara sengaja guna
keperluan tertentu, seperti penggalian, pemotongan dan penimbunan tanah.
(Turangan dkk, 2014) mengatakan ada tiga macam lereng yang perlu mendapat
perhatian dari ahli-ahli geoteknik, yaitu: (a) Lereng alam, yaitu lereng yang
terbentuk akibat kegiatan alam seperti erosi, gerakan tektonik dan sebagainya. (b)
Lereng yang dibuat manusia, akibat penggalian atau pemotongan pada tanah asli
untuk pembuatan jalan atau keperluan irigasi. (c) Lereng timbunan tanah, seperti
urugan untuk jalan raya atau bendungan tanah.
Pangemanan ddk, mengemukakan bahwa Lereng adalah suatu permukaan
yang menghubungkan suatu permukaan tanah yang lebih tinggi dengan
permukaan tanah yang lebih rendah. Dengan kata lain lereng merupakan tanah
yang membentuk sudut kemiringan tertentu dengan bidang horizontal.
Sampouw dkk, (2019), mengemukakan bahwa selain itu, lereng juga dapat
dibedakan menjadi lereng tak terhingga (lereng bukit) dan lereng terbatas
(tanggul, bendungan, dan sebagainya). Salunkhe, (2017) juga menyebutkan ada 2
6

jenis utama pada lereng, yaitu: (1) Lereng tak terbatas, jika kemiringan mewakili
permukaan batas dari massa tanah semi tak terbatas dan sifat tanah untuk semua
kedalaman identik di bawah permukaan adalah konstan. (2) Lereng terbatas, jika
kemiringannya terbatas pada bentangannya.
Pada setiap lereng ini kemungkinan terjadinya gerakan tanah selalu ada dan
apabila perlu,, harus dilakukan pemeriksaan atau penelitian terhadap lereng
tersebut untuk mengetahui apakah mempunyai potensi gerakan tanah atau tidak.
Kestabilan lereng baik lereng alam maupun lereng buatan sangat penting untuk
diketahui karena gerakan tanah atau runtuhnya lereng-lereng tersebut akan
menimbulkan bencana bagi manusia. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu
analisa tentang kestabilan lereng.
Kestabilan lereng, baik lereng alami maupun lereng buatan (buatan
manusia) serta lereng timbunan, dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat
dinyatakan secara sederhana sebagai gaya-gaya penahan dan gaya-gaya penggerak
yang berhubungan dengan kestabilan lereng tersebut (Hasan dkk, 2018)
Stabilitas lereng didasarkan pada interaksi antara dua jenis gaya yaitu gaya
penggerak dan gaya penahan. Mengontrol gaya menimbulkan gerakan kemiringan
material, sedangkan kekuatan penahan menghalangi gerakan. Jadi, saat
mengontrol gaya dapat mengatasi gaya penahan, kemiringan tidak stabil dan
mengakibatkan kegagalan lereng. Konsep dasar dari kedua jenis gaya cukup
sederhana. Interaksi antara gaya penggerak dan gaya penahan dialami di lereng
yang curam. Kekuatan pendorong utama di sebagian besar gerakan tanah adalah
gravitasi. Gaya resistif utama adalah kekuatan geser material (Pushpa dkk, 2016).
Kemantapan atau kestabilan suatu lereng tergantung pada besarnya gaya
penahan dan gaya penggerak yang terdapat pada bidang gelincirnya. Gaya
penahan adalah gaya yang menahan terjadinya suatu longsoran sedangkan gaya
penggerak merupakan gaya yang menyebabkan terjadinya longsoran. Kestabilan
suatu lereng dapat dinyatakan dengan nilai Faktor Keamanan (FK) yang
merupakan perbandingan antara gaya penahan dengan gaya penggerak (Arif dkk,
2018).
7

Kemantapan lereng, baik lereng alami maupun lereng buatan dipengaruhi


oleh beberapa faktor yang dapat dinyatakan secara sederhana sebagai gaya-gaya
penahan dan gaya-gaya penggerak yang bertanggung jawab terhadap kemantapan
lereng tersebut (Azim dkk, 2021).
Tujuan utama dalam analisa kestabilan lereng adalah untuk memberikan
suatu tinjauan dan perencanaan lereng yang aman dan ekonomis. Metode analisa
untuk kestabilan lereng tidak dapat dilepaskan dari pengetahuan mengenai
mekanisme dari keruntuhan lereng, jenis material dan asal usulnya, topografi dan
kondisi geologi setempat (Hasan dkk, 2018).
Analisis kestabilan lereng ini dilakukan untuk mengecek keamanan dari
lereng alam dan lereng galian. Dalam melakukan analisis ini tidak mudah karena
terdapat banyak faktor yang sangat mempengaruhi hasil hitungannya.

2.3. Faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Lereng


Kemiringan lereng pada sebuah tambang merupakan salah satu elemen
utama yang mempengaruhi ukuran dan bentuk pit. Kemiringan lereng biasanya
diukur dalam derajat dari bidang horizontal dan dapat bervariasi tergantung pada
kualitas batuan. Kemiringan lereng membantu menentukan jumlah limbah untuk
eksplorasi penambangan yang harus dibuang (Mondol dkk., 2013).
Dalam menentukan kestabilan atau kemantapan lereng dikenal istilah faktor
keamanan (safety factor) yang merupakan perbandingan antara gaya-gaya yang
menahan gerakan terhadap gaya-gaya yang menggerakkan tanah.

2.3.1. Faktor-Faktor Pembentuk Gaya Penahan


Berikut adalah faktor-faktor pembentuk gaya penahan :
1. Jenis Batuan.
2. Kekuatan Batuan.
3. Penyebaran Batuan.
8

2.3.2. Faktor-Faktor Pembentuk Gaya Penggerak


Faktor-faktor pembentuk gaya penggerak adalah sebagai berikut:
1. Sudut Lereng Dan Tinggi Lereng (Geometri Lereng).
2. Bobot isi.
3. Kandungan air tanah (u), Metriani dkk, 2018)

2.3.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kestabilan Lereng


Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lereng yaitu sebagai berikut:
1. Geometri Lereng
Geometri lereng mencakup tinggi dan sudut kemiringan lereng.
Semakin besar kemiringan dan tinggi lereng, kestabilan lereng akan
semakin berkurang sehingga lereng cenderung semakin mudah longsor.
2. Aktifitas manusia
Aktifitas seperti pengalian, pembuatan jalan tambang, dan bendungan
menyebabkan perubahan keseimbangan gaya-gaya dalam sehingga akan
menyebabkan bertambahnya gaya geser dan mengurangi kestabilan lereng.
3. Struktur geologi
Struktur yang dimaksud meliputi sesar (fault), kekar (joint), perlipatan
(fold), bidang perlapisan (bedding plane), dan rekahan (crack). Struktur
merupakan bidang-bidang lemah sekaligus sebagai tempat merembesnya air
sehingga dapat menurunkan kestabilan lereng.
4. Keberadaan Air
Keberadaan air, terutama air tanah (ground water) sangat mempengaruhi
kestabilan suatu lereng. Air tanah memiliki tekanan air pori (pore water
pressure) yang dapat menimbulkan gaya angkat (uplift force) sehingga
menurunkan kekuatan geser dan mengakibatkan lereng mudah longsor.
5. Sifat Fisik Dan Mekanik Tanah Dan Batuan
Sifat fisik yang mempengaruhi kestabilan lereng antara lain bobot isi,
porositas, dan kandungan air. Selain dipengaruhi oleh sifat fisik, kestabilan
lereng juga dipengaruhi oleh sifat mekanik tanah dan batuan, seperti
kuattekan, kuat tarik, dan kuat geser. Semakin besar kekuatan tanah dan
9

batuan, maka lereng akan semakin stabil dan tidak mudah longsor. Dalam
mengetahui sifat fisik dan mekanik batuan dilakukan dengan pengujian di
laboratorium untuk mendapatkan angka bobot isi, kohesi dan sudut geser
dalam pada lokasi penelitian.
6. Bobot isi
Bobot isi mempengaruhi besarnya beban pada permukaan bidang
longsor. Semakin bobot isi semakin besar gaya penggerak yang
menyebabkan lereng tidak stabil.
7. Porositas
Material yang memiliki porositas besar memiliki kemampuan besar
untuk menyerap air sehingga mengalami peningkatan bobot isi. Peningkatan
bobot isi akan menurunkan kestabilan lereng.
8. Kandungan Air
Kandungan air berpengaruh terhadap tekanan air pori. Semakin besar
kandungan air, tekanan air pori akan semakin besar sehingga menurunkan
kekuatan geser dan mengakibatkan lereng mudah longsor.
Selain dipengaruhi oleh sifat fisik, kestabilan lereng juga dipengaruhi
oleh sifat mekanik tanah dan batuan, seperti kuat tekan, kuat tarik, dan kuat
geser. Semakin besar kekuatan tanah dan batuan, maka lereng akan semakin
stabil dan tidak mudah longsor.
9. Iklim
Iklim berpengaruh terhadap kestabilan lereng karena iklim mempengaruhi
perubahan temperatur. Temperatur yang cepat berubah dalam waktu yang
singkat akan mempercepat proses pelapukan batuan. Untuk daerah tropis
pelapukan lebih cepat dibandingkan dengan daerah dingin, oleh karena itu
singkapan batuan pada lereng di daerah tropis akan lebih cepat lapuk dan ini
akan mengakibatkan lereng mudah tererosi dan terjadi kelongsoran.
10. Gaya-gaya Luar
Gaya luar yang mempengaruhi kestabilan lereng penambangan adalah
beban alat mekanis yang beroperasi diatas lereng, getaran yang diakibatkan
oleh kegiatan peledakan, dll (Marini dkk, 2019).
10

2.4. Standar Faktor Keamanan Lereng


Kestabilan lereng, baik lereng alami maupun lereng buatan (buatan
manusia) serta lereng timbunan, dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat
dinyatakan secara sederhana sebagai gaya-gaya penahan dan gaya-gaya penggerak
yang bertanggung jawab terhadap kestabilan lereng tersebut. Kestabilan lereng
merupakan faktor vital dalam perencanaan dan operasional tambang terbuka dan
kuari. Dalam penyusunan suatu rencana tambang selain faktor cadangan, teknis
penambangan, ekonomi dan lingkungan, faktor kestabilan lereng juga menjadi
faktor penting yang harus diperhatikan dengan seksama (Heriyadi, 2018).
Pada kondisi gaya penahan (terhadap longsoran) lebih besar dari gaya
penggerak, lereng tersebut akan berada dalam kondisi yang stabil (aman). Namun
apabila gaya penahan menjadi lebih kecil dari gaya penggeraknya, lereng tersebut
akan menjadi tidak stabil dan akan terjadi longsoran.
Potensi geser dari waste dump adalah parameter kritis dalam analisis
stabilitas lereng. Dimana, Material pada lereng yang lemah biasanya memiliki
kekuatan geser yang rendah tetapi meningkatkan kekuatan seiring waktu menjadi
lebih kompak. Oleh karena itu, evaluasi kekuatan geser dengan ketetapan rasioal
adalah suatu kondisi untuk analisis stabilitas lereng.
Salah satu perameter tanah yang penting adalah kuat geser tanah, dimana
perameter ini diperlukan untuk menghitung daya dukung tanah, tegangan tanah
pada dinding penahan serta kestabilan lereng
Adapun rekomendasi geometri lereng didasarkan pada nilai FK yang aman
yaitu FK= 1,25 untuk lereng timbunan dengan material batuan lunak atau tanah
penutup. Secara umum klasifikasi faktor keamanan terbagi menjadi labil, kritis,
dan stabil. Berdasarkan besaran nilai perhitungan faktor keamanannya seperti
yang diperlihatkan pada tabel hubungan nilai faktor keamanan lereng dan
intensitas longsor sebagai berikut :
11

Tabel 2.1. Klasifikasi Faktor Keamanan Lereng


Faktor Keaman Kondisi
<1.07 Labil (Longsor Terjadi)

1.07 – 1.25 Kritis (Longsor Pernah Terjadi)

>1.25 Stabil (Longsor Jarang Terjadi)


(Noorchayo dkk, 2019)

Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan dan studi-studi yang


menyeluruh tentang keruntuhan lereng, maka dibagi 3 kelompok rentang Nilai
Faktor Keamanan (FK) ditinjau dari intensitas kelongsorannya, seperti yang
diperlihatkan pada tabel 2.2 :
Tabel 2.2. Nilai Faktor keamanan lereng dan Probabilitas Longsor Lereng
Tambang
Kriteria Dapat Diterima (Acceptance Criteria)
Keparahan
Longsor Faktor
Jenis Faktor Probabilitas
(Consequence Keamanan Keamanan
Lereng Longsor (Probability
s of (FK)
(FK) Statis of Failure) (maks)
Failure/CoF) Dinamis
(Min) PoF (FK ≤1)
(min)

Lereng
Tungga Rendah-Tinggi 1,1 Tidak ada 25-50%
l

Rendah 1,15-1,2 1,0 25%


Inter-
Menengah 1,2-1,3 1,0 20%
ramp
Tinggi 1,2-1,3 1,1 10%

Rendah 1,2-1,3 1,0 15%-20%


Lereng
Keselu Menengah 1,3 1,05 10%
ruhan
Tinggi 1,3-1,5 1,1 5%

Sumber : PERMEN No.1827K/30/MEM/2018


12

Kriteria keparahan longsor (consequences of failure) :


1. Tinggi bila ada konsekuensi terhadap :
1) Kematian manusia;
2) Cidera berat manusia lebih dari 3 (tiga) orang;
3) Kerusakan sarana dan prasarana pertambangan lebih dari 50% (lima puluh
persen);
4) Terhentinya produksi lebih dari 24 (dua puluh empat) jam;
5) Cadangan hilang dan tidak bisa diambil; dan/atau
6) Kerusakan lingkungan yang berdampak sampai ke luar wilayah IUP
termasuk Pemukiman;
2. Menengah bila ada konsekuensi terhadap:
1) Cidera berat manusia;
2) Kerusakan sarana dan prasarana pertambangan dari 25% (dua puluh lima
persen) Sampai 50% (lima puluh persen);
3) Terhentinya produksi lebih dari 12 (dua belas) jam sampai kurang dari 24
(dua puluh empat) jam;
4) Cadangan tertimbun tetapi masih diambil; dan/atau
5) Kerusakan lingkungan di dalam wilayah IUP
3. Rendah bila ada konsekuensi terhadap:
1) Cidera ringan manusia;
2) Kerusakan sarana dan prasarana pertambangan kurang dari 25% (dua
puluh lima Persen); dan/atau
3) Terhentinya produksi kurang dari 12 (dua belas) jam;

Karakteristik lainnya yaitu geometri dari bidang gelinciran harus ditentukan


atau diasumsikan terlebih dahulu. Untuk menyederhanakan perhitungan, bidang
runtuh biasanya dianggap berbentuk sebuah busur lingkaran, gabungan busur
lingkaran dengan garis lurus, atau gabungan dari beberapa segmen garis lurus.
13

Ilustrasi beberapa bentuk bidang runtuh tersebut dan gaya-gaya yang bekerja pada
setiap irisan.
Setelah geometri dari bidang runtuh ditentukan kemudian selanjutnya massa
di atas bidang runtuh dibagi ke dalam sejumlah irisan tertentu. Tujuan dari
pembagian tersebut adalah untuk mempertimbangkan terdapatnya variasi
kekuatan geser dan tekanan air pori sepanjang bidang runtuh.

2.5. Faktor Keamanan Lereng


Faktor keamanan adalah perbandingan antara kekuatan geser yang
diperlukan agar setimbang terhadap kekuatan geser yang tersedia. Secara prinsip,
pada suatu lereng berlaku dua macam gaya, yaitu gaya penahan dan gaya
penggerak. Gaya penahan yaitu gaya yang menahan massa dari pergerakan,
sedangkan gaya penggerak adalah gaya yang menyebabkan massa bergerak.
Lereng akan longsor jika gaya penggeraknya lebih besar dari gaya penahan.
Untuk menjaga agar benda dilereng tidak jatuh (failure), diperlukan perhitungan
terhadap kemiringan sesuai dengan faktor keamanan yang diinginkan. Secara
mekanik sederhana, Faktor Keamanan (FK) dapat dirumuskan sebagai berikut
(Arif, 2016):

Gaya Penahan
FK = (2.1)
Gaya Penggerak

Metode kesetimbangan batas menerangkan bahwa faktor keamanan (FK),


adalah nilai tetap di sepanjang permukaan geser. Mirip dengan faktor keamanan,
nilai kohesi dan sudut gesekan internal juga ditentukan. Analisis stabilitas lereng
juga memiliki tugas menemukan permukaan geser, yang memberikan nilai faktor
keamanan minimum (Liu dkk, 2018).
Pada penelitian ini metode analisis kemantapan lerengnya adalah metode
bishop. Metode bishop dipakai untuk menganalisis permukaan gelincir (slip
surface) yang berbentuk lingkaran. Dalam metode ini diasumsikan bahwa gaya-
gaya normal total berada/bekerja dipusat alas potongan dan bisa dikerjakan
mengurai gaya-gaya pada potongan secara vertical atau normal. Persyaratan
keseimbangan dipakai pada potongan-potongan yang membentuk lereng tersebut.
14

Metode bishop menganggap bahwa gaya-gaya yang bekerja pada irisan


mempunyai resultan nol pada arah vertical. Maka diperlukan asumsi sebanyak
(2n - n) agar masalah bisa diselesaikan secara statis tertentu (Rajagukguk dkk,
2014).
Tabel 2.3. Asumsi Umum Persamaan Pada Metode Bishop
No Asumsi Umum Jumlah
1. Posisi gaya normal pada pusat Slice N
2. Gaya antar slice vertical adalah nol n–1
Total 2n – 1
Sumber: Rajagukguk dkk, 2014)

Menurut Rajagukguk dkk, 2014)secara umum ada tiga macam asumsi yang
dapat dibuat :
a. Asumsi mengenai distribusi tegangan normal sepanjang permukaan gelincir.
b. Asumsi mengenai inklinasi dari gaya-gaya antar potongan.
c. Asumsi mengenai posisi garis resultan gaya-gaya antar potongan.
Pada sebagian besar metode analisis, gaya normal diasumsi bekerja dipusat
alas dari tiap potongan, sebab potongan tipis. Metode bishop ini menggunakan
asumsi sebanyak (2n – 1), prinsip dasarnya sebagai berikut :
a. Kekuatan geser didefinisikan dengan menggunakan linear Mohr-Coulomb.
b. Menggunakan keseimbangan normal.
c. Menggunakan keseimbangan tengensial.
d. Menggunakan keseimbangan momen

2.6. Jenis – Jenis Longsoran


Secara umum longsoran terdiri dari 4 jenis. Adapun 4 jenis longsoran
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Longsoran Busur (Sircular Failure)
Jenis longsoran ini adalah yang paling umum terjadi di alam (tipikal
longsoran tanah/soil). Pada batuan yang keras jenis longsoran ini hanya dapat
terjadi jika batuan tersebut sudah lapuk dan mempunyai bidang-bidang diskontinu
15

yang rapat (heavily jointed), atau menerus sepanjang sebagian lereng sehingga
menyebabkan longsoran geser dipermukaan.
2. Longsoran Bidang (Plane Failure)
Longsoran jenis ini terjadi pada batuan yang mempunyai bidang luncur
bebas (day light) yang mengarah ke lereng dan bidang luncurnya pada bidang
diskontinu seperti: sesar, kekar, liniasi atau bidang perlapisan. Fenomena lainnya
yang memicu longsoran jenis ini yaitu bila sudut lereng lebih besar dari sudut
bidang luncur serta sudut geser dalam lebih kecil dari sudut bidang luncurnya.
3. Longsoran Baji (Wedge Failure)
Model longsoran ini hanya bisa terjadi pada batuan yang mempunyai lebih
dari satu bidang lemah atau bidang diskontinu yang bebas, dengan sudut antara
kedua bidang tersebut membentuk sudut yang lebih besar dari sudut geser
dalamnya. Fenomena yang paling sering terjadi adalah garis perpotongan dua
bidang kekar mempunyai kemiringan ke arah kemiringan lereng.
4. Longsoran Guling (Toppling Failure)
Longsoran topling akan terjadi pada lereng yang terjal pada batuan keras
dengan bidang - bidang diskontinu yang hampir tegak atau tegak, dan longsoran
dapat berbentuk blok atau bertingkat. Bila longsoran terjadi pada massa batuan
yang kuat dengan fenomena kekar yang relatif tegak, maka rekahan tariknya akan
melendut terus dan miring ke arah kemiringan lereng (Prinanda dan Anaperta,
2020).

2.7. Analisis Kestabilan Lereng dengan Metode Irisan


Metode irisan merupakan metode yang sangat populer dan rutin dipakai
dalam analisis kestabilan lereng untuk longsoran translasional dan rotasional
karena metode ini relatif sederhana, mudah digunakan, serta telah terbukti
kehandalannya selama bertahun-tahun. Dalam analisisnya, metode kesetimbangan
batas menggunakan kondisi kesetimbangan statik dan mengabaikan adanya
hubungan regangan tegangan pada lereng. Menggunakan metode ini, geometri
bidang runtuh harus diketahui atau ditentukan terlebih dahulu (Hardianto dan
Heriyadi 2019).
16

Salah satu karakteristik metode irisan yaitu geometri dari bidang runtuh
harus ditentukan atau diasumsikan terlebih dahulu. Untuk menyederhanakan
perhitungan, bidang runtuh biasanya dianggap berupa sebuah busur lingkaran,
gabungan busur lingkaran dengan garis lurus, atau gabungan dari beberapa garis
lurus. Setelah geometri dari bidang runtuh ditentukan, massa diatas bidang runtuh
dibagi menjadi sejumlah irisan tertentu. Tujuannya untuk mempertimbangkan
adanya variasi kekuatan geser dan tekanan air pori sepanjang bidang runtuh
(Suedi dkk, 2018).

2.8. Metode Bishop


Metode bishop mengunakan perhitungan stabilitas berdasarkan prinsip
keseimbangan batas, yaitu menghitung besarnya kekuatan geser yang akan
mempertahankan stabilitas, dibandingkan dengan besarnya tegangan geser yang
bekerja harga perbandingan ini disebut faktor stabilitas atau faktor keamanan
(FK). Diantara metode irisan lainnya, metode Bishop yang disederhanakan
merupakan metode yang paling populer dalam analisis kestabilan lereng. Asumsi
yang digunakan dalam metode ini yaitu besarnya gaya geser antar-irisan sama
dengan nol (X=0) dan bidang runtuh berbentuk sebuah busur lingkaran. Kondisi
kesetimbangan yang dapat dipenuhi oleh metode ini adalah kesetimbangan gaya
dalam arah vertikal untuk setiap irisan dan kesetimbangan momen pada pusat
lingkaran runtuh untuk semua irisan, sedangkan kesetimbangan gaya dalam arah
horisontal tidak dapat dipenuhi. Seperti pada gambar berikut :
17

bi

Xl+ Xr
1
El+ Er
11
Wi

S
m

Ni

Gambar 2.1. Gaya-gaya yang bekerja pada tiap irisan (Zudri dkk., 2018)

Dimana :
Xl, Xr = gaya geser efektif disepanjang sisi irisan
El, Er = gaya normal efektif disepanjang sisi irisan
Sm = resultan gaya geser efektif yang bekerja sepanjang dasar irisan
Ni = resultan gaya normal efektif yang bekerja sepanjang dasar irisan
β = lebar alas irisan
bi = lebar irisan

Bishop memperkenalkan suatu penyelesaian yang lebih teliti dari pada


metode irisan yang sederhana. Dalam metode ini, pengaruh gaya-gaya pada sisi
tepi tiap irisan diperhitungkan. Gaya-gaya yang bekerja pada irisan nomor i, yang
disajikan dalam gambar 1 yang selanjutnyairisan tersebut disajikan pada 3. jika
misalkan Er – El+1 = βE ; Xr – Xl+1 = βx (Sampaouw dkk., 2019). Dan untuk
mengetahui nilai dari F maka dilakukan pada persamaan pada berikut:
Persamaan gaya normal efektif (Das dan Sobhan, 2018) :

1
N i= ( c +tan ∅ ) β
F
1
¿
F
( c β +tan Sm ∅ ) (2.2)
18

Persamaan gaya geser efektif (Sampouw dkk., 2019) :

W i + β x =S m cos α i+ [ Sm tan ∅ c β
F
+
F ]
sin α i (2.3)

atau :

W i+ β X − sin α i
F
Sm = (2.4)
tan ∅ ∙sin α i
cos α i +
F

Untuk keseimbangan lereng (Sampouw dkk., 2019) :

i i

∑ W i sin α i=∑ N i (2.5)


i=1 i=1

Dengan memasukan persamaan (2.2) dan (2.4) ke dalam persamaaan (2.5),


didapatkan (Das dan Sobhan, 2013):

∑ ( c bi +W i tan ∅+ β X tan ∅ ) m1
i=1 α (i)
FK = i
(2.6)
∑ W i sin αi
i=1

dengan (Gunawan, dkk., 2014):

m α (n )=cos α i ( 1+ tan α i tan Φ' /F ) ( 2.7 )

Untuk penyederhanaan, bila kita mengumpamakan βX = 0, maka


Persamaan (2.6) berubah menjadi persamaan (2.7) (Das dan Sobhan, 2013):

( )
i-n
1
∑ [ c ' bi +( W i - u i bi ) tan Φ' ]
i-l cos ɸi ( 1+ tan ɸi tan Φ' /F )
FK = i-n
(2.8)
∑ W i sin ɸi
i-l
19

Dimana :
FK = faktor keamanan
C’ = kohesi tanah afektif (kN/m2)
Φ' = sudut geser dalam tanah efektif (o)
bi = lebar irisan Ke-i
Wi = berat irisan tanah ke-i (kN)
ɸi = sudut irisan
ui = tekanan air pori pada irisan ke-i (kN/m2)

Untuk bermacam-macam harga αn. Seperti pada metode irisan sederhana,


beberapa bidang longsor harus diselidiki untuk mendapatkan bidang longsor yang
paling kritis yang akan memberikan angka keamanan minimum.
Metode Bishop yang disederhanakan merupakan metode sangat populer
dalam analisis kestabilan lereng dikarenakan perhitungannya yang sederhana,
cepat dan memberikan hasil perhitungan faktor keamanan yang cukup teliti.
Kesalahan metode ini apabila dibandingkan dengan metode lainnya yang
memenuhi semua kondisi kesetimbangan seperti Metode Spencer atau Metode
Kesetimbangan Batas Umum, jarang lebih besar dari 5%. Metode ini sangat cocok
digunakan untuk pencarian secara otomatis bidang runtuh kritis yang berbentuk
busur lingkaran untuk mencari faktor keamanan minimum (Zudri dkk, 2018).

2.9. Pengujian Laboratorium Mekanika Tanah Standar Nasional Indonesia


(SNI)
2.9.1. Sifat fisik tanah (SNI 03-3637-1994)
Bobot isi tanah merupakan perbandingan antara berat tanah basah dengan
volume cetakan (Zudri dkk, 2019). Bobot isi tanah (γ) dapat dicari dengan rumus:
Untuk menghitung bobot isi tanah dan bobot isi kering digunakan rumus:

1. Bobot isi (Ifnanta dan Anaperta, 2020):

W 2 −W 1
y= (2.9)
V

Dimana :
γ = bobot isi (gram/cm3)
20

W2 = berat cincin + tanah (gram)


W1 = berat cincin kosong (gram)
V = volume cincin (cm3)

2. Sedangkan untuk bobot isi kering digunakan rumus (Ifnanta dan


Anaperta,2020) :

y
yd = (2.10)
1+ ω

Dimana :
γd = bobot isi kering (gram/cm3)
γ = bobot isi (gram/cm3)
ω = kadar air (cm3)

Data yang diperoleh dari hasil pengujian akan memiliki satuan gram/cm3.
Data tersebut kemudian dikonversi kedalam satuan kN/m3.

2.9.2. Sifat mekanik tanah (SNI 2813:2008)


Uji laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui sifat-sifat mekanik tanah
adalah pengujian Uji Geser Langsung (Direct Shear Test). Uji ini dimaksudkan
untuk menetukan nilai kekuatan geser tanah dengan mengubah-ubah tegangan
axial pada beberapa contoh.
Ada beberapa teori untuk menentukan kekuatan geser tanah, namun yang
umum dipakai adalah metode Mhor-Coulomb. Mhor dan Coulomb menyatakan
bahwa kekuatan geser tanah merupakan fungsi dari kohesi dan sudut geser dalam
tanah. Kekuatan geser tanah dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut
(Das, 2008) :

s=c ' + σ ' tan ∅' (2.11)

Dimana:
s = kuat geser tanah (kN/m2)
c ' = kohesi tanah efektif (kN/m2)
21

'
σ = tegangan normal efektif (kN/m )
2

'
∅ = sudut geser dalam tanah efektif (˚)

Kuat geser adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir tanah
terhadap desakan atau tarikan. Dengan dasar pengertian ini, bila tanah mengalami
pembebanan akan ditahan oleh:
1. Kohesi tanah yang tergantung pada jenis tanah dan kepadatannya, tetapi tidak
tergantung dari tegangan vertikal yang bekerja pada bidang geserannya.
2. Gesekan antara butir-butir yang besarnya berbanding lurus dengan tegangan
vertical pada bidang geserannya.
Parameter kuat geser tanah ditentukan dari pengujian-pengujian
laboratorium pada benda uji yang diambil ambil dari lapangan harus diusahakan
tidak berubah kondisinya, terutama pada contoh asli (undisturb), dimana
masalahnya adalah harus menjaga kadar air dan susunan tanah di lapangannya
supaya tidak berubah.

Tegangan normal (Zudri dkk., 2019):

N
τ= (2.12)
A

Dimana:
τ = tegangan normal (kN/m2)
N = massa (kN)
A = luas cincin (m2)

Tegangan geser (Zudri dkk., 2019):

S
σ= (2.13)
A

Dimana:
σ = tegangan geser (kN/m2)
S = tekanan terbesar (kN)
22

A = luas cincin (m2)

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian


Waktu penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan sejak proposal
penelitian disetujui, penelitian akan dilaksanakan selama kurun satu (1) bulan.
Tempat penelitian dilaksanakan di PT. Ceria Nugraha Indotama (CNI). Secara
administratif berada dalam wilayah Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka,
Provinsi Sulawesi Tenggara. Secara garis besar lokasi kegiatan dibagi menjadi
dua yaitu Blok Lapao-Pao dan Blok Babarina. Dengan total luas IUP + 6.785 Ha.
Untuk mencapai lokasi Penelitian, dapat dijangkau dengan Jarak tempuh
dari Kota Kendari menuju Kolaka dengan menggunakan kendaraan roda dua
maupun roda empat dengan kisaran waktu tempuh ± 5 jam, dan dilanjutkan
23

perjalanan dari Kolaka menuju lokasi Penelitian dapat ditempuh dengan kisaran
waktu tempuh ± 2.
Penelitan akan dilakukan pada Pit Diamond Blok Babaria dalam kurun
waktu ± 2 bulan. Adapun peta lokasi penelitian di PT. Ceria Nugraha Indotama
(CNI) dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 1.1. Peta Lokasi Penelitia


3.2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif. Penelitian ini lebih terarah ke penelitian terapan yaitu salah satu jenis
penelitian yang bertujuan untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh.
Pelaksanaan penelitian ini menggunakan data yang didapat dari perusahaan yang
kemudian dikembangkan sesuai dengan tujuan penelitian. Dimana kegiatan yang
dilakukan yaitu meliputi observasi langsung di lapangan berdasarkan keadaan
aktual serta pengambilan data lapangan.

3.3. Instrumen Penelitian


Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu instrumen yang
sifatnya membantu peneliti dalam proses pengumpulan data serta pengolahan data
24

hasil penelitian. Adapun Instrumen yang di gunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Tabel 3.1. Alat dan Bahan Penelitian Beserta Kegunaan

No Alat dan Bahan Kegunaan


Sebagai alat untuk menulis hasil pengamatan
1. Alat tulis
dilapangan
Sebagai alat untuk dokumentasi kegiatan
2. Kamera
pengamatan dilapangan
Sebagai alat untuk menentukan titik koordinat
3. GPS
pengambilan sampel geotek
Sebagai alat untuk membantu pengolahan data
4. Laptop
dan pembuatan laporan
Sebagai alat untuk mengukur tinggi dan lebar
5. Meteran
jenjang
Sebagai alat untuk mengukur kemiringan dari
6. Kompas Geologi
lereng
7. Aluminium foil Sebagai alat untuk membungkus sampel tanah
8. Pipa paralon 3 inch Sebagai alat untuk membungkus sampel tanah
9. Tabung (shelby tube) Sebagai alat untukmengambil sampel tanah
Sebagai alat untuk mengeluarkan sampel tanah
10. Sample extruder
dalam tabung

3.4. Prosedur Penelitian


Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap yaitu tahap studi literatur,
tahap pengamatan, tahap pengumpulan dan pengambilan data dan sampel, serta
tahap pengolahan dan analisis data. Adapun prosedur atau tahapan-tahapan
tersebut adalah sebagai berikut ini:

3.4.1. Studi literatur


Studi literatur merupakan bagian dari kegiatan penelitian yang bertujuan
untuk memperoleh dan mengumpulkan informasi umum mengenai kegiatan yang
terdapat pada area disposal dengan merujuk pada beberapa buku ataupun jurnal
serta tugas-tugas akhiryang terkait dengan daerahpenelitian dan permasalahan
yang ada pada disposal PT. Ceria Nugraha Indotama (CNI).
25

3.4.2. Studi literatur


Tahapan ini meliputi pengumpulan berbagai macam literatur mengenai
analisis kestabilan bench pit penambangan dengan metode Bishop baik berupa
buku maupun jurnal penelitian.

3.4.3. Pengamatan Lapangan


Pada tahap ini dilakukan pengamatan atau observasi langsung dilapangan
yaitu mengenai masalah yang dialami PT. Ceria Nugraha Indotama (CNI),
khususnya adalah permasalahan terhadap area disposal yang sempat pernah terjadi
longsor.

3.4.4. Pengambilan data


Pengambilan data ini dilakukan dengan melakukan pengumpulan data
primer dan data sekunder. Berdasarkan kegiatan ini akan didapatkan beberapa
data berupa:
a. Data Primer
1. Pengambilan Sampel Tanah
2. Pengambilan Data Geometri Lereng
3. Foto Lapangan
b. Data Sekunder
1. Peta IUP lokasi penelitian
2. Data rancangan desain Disposal
3. Data Topografi
4. Data Geologi

3.5. Pengolahan data


Pengolahan data dan Analisis laboratorium dilakukan setelah semua data
penelitian telah didapatkan. Dan Data tersebut kemudian di Analisis untuk
mengetahui sifat fisik dan sifat mekanik tanah.

3.5.1. Sifat fisik tanah


26

Sifat fisik tanah yang dibutuhkan berupa nilai bobot isi tanah (γ). Adapun
prosedur pengujian sifat fisik tanah, yaitu :
1. Peralatan
2. Cara Uji
1) Mempersiapkan peralatan pengujian, formulir pengujian dan sampel tanah.
2) Menimbang alat cetakan uji (B1).
3) Mencetak sampel tanah menggunakan cetakan benda uji dan sampel tanah
diratakan berdasarkan cetakan benda uji.
4) Menimbang cetakan uji beserta benda uji (B2).
3. Perhitungan
Perhitungan nilai bobot isi tanah (γ) dapat dilihat pada persamaan (2.16) :

W 2−W 1
γ=
V

3.5.2. Sifat mekanika tanah


Untuk mengetahui sifat-sifat mekanik tanah maka dilakukan pengujian Uji
Geser Langsung (Direct Shear test). Sifat mekanik tanah yang dibutuhkan berupa
nilai kohesi tanah (c) dan nilai sudut geser dalam (ϕ ). Adapun prosedur pengujian
sifat mekanik tanah, yaitu :
1. Perlatan
2. Cara Uji
1) Cetak benda uji dan meratakan bagian atas dan bagian bawah dengan pisau.
2) Memasang baut pengunci agar kotak geser bagian atas dan bawah menjadi
satu, memasukkan pelat bergerigi pada bagian bawah kotak geser dan
diatasnya dipasang batu pori, kemudian dipasang kertas filter.
3) Masukkan benda uji kedalam kotak geser dengan menggunakan alat
pengeluar benda uji yang ditekan, kemudian pasang kertas filter, batu pori
dan landasan pembebanan pelat berlubang.
4) Pemasangan rangka pembeban vertikal dengan beban pertama.
5) Pemasangan arloji ukur diposisikan berada pada posisi nol .
27

6) Tahapan pergeseran benda uji yaitu buka baut pengunci kotak geser agar
bagian atas dan bagian bawah dapat bergeser, disetel cincin pembebanan
agar menempel pada kotak geser, setel arloji berada pada posisi nol, diputar
untuk memulai pergeseran dan dicatat pergeseran tiap waktu 15 detik.
7) Mengulangi langkah 1-7 pada sampel tanah yang baru dan beban vertikal.
8) Percobaan dilakukan tiga kali dangan beban vertikal yang berbeda pada tiap
1 tabung sampel tanah.
3. Perhitungan
Melakukan perhitungan tegangan normal (τ) dan tegangan geser maksimum
(σ) yang terjadi dengan menggunakan rumus (2.19) dan (2.20). Selanjutnya
membuat grafik hubungan antara tegangan normal (τ) dan tegangan geser (σ)
dengan tujuan untuk mengetahui niali kohesi (c) dan sudut geser dalam (ф) tanah.

3.6. Analisis Data


Penentuan Nilai Faktor Keamanan (FK) Menggunakan Metode Bishop Hasil
rancangan lereng akan dilakukan analisis menggunakan metode Bishop, dan yang
menjadi masukan adalah data Kohesi (C), data Sudut Geser Dalam (ϕ ), dan data
Bobot Isi (γ). Menghitung nilai faktor keamanan menggunakan metode Bishop
dapat dilihat pada persamaan (2.8):

( )
i-n
1
∑ [ c ' bi +( W i - u i bi ) tan Φ' ]
cos ɸi ( 1+ tan ɸi tan Φ /F )
'
i-l
FK = i-n
(2.8)
∑ W i sin ɸi
i-l

Dimana :
FK = faktor keamanan
C’ = kohesi tanah afektif (kN/m2)
'
Φ = sudut geser dalam tanah efektif (o)
bi = lebar irisan Ke-i
Wi = berat irisan tanah ke-i (kN)
ɸi = sudut irisan
ui = tekanan air pori pada irisan ke-i (kN/m2)
28

3.7. Diagram Alir Penelitian

Mulai

Studi Literatur

Pengumpulan Data

Data sekunder
Data Primer
 Peta IUP lokasi penelitian
 Sampel Material  Data kondisi lereng aktual
(Kohesi, Sudut geser sebelum longsor
dalam dan Bobot isi)  Data geologi
 Data geometri lereng
29

Pengolahan Data

1. Analisis Laboratorium Mekanika Tanah


 Penentuan sifat fisik tanah (bobot isi tanah)
 Penentuan sifat mekanika tanah ( Kohesi dan sudut geser
dalam) menggunakan perameter tegangan normal (σ) dan
tegangan geser maksimum (τ)
2. Data Geometri Lereng
 Membuat sketsa lereng berdasarkan geometri lereng pada
bench (tinggi, lebar, dan sudut kemiringan
 Menentukan pusat busur longsor dan bidang gelincir
 Membuat beberapa irisan vertikal

Analisis Data

Penentuan nilai FK menggunakan metode Bishop pada


tanah yang basah ataupun kering

X
FK > 1,25
30

Y
Tidak Stabil
Stabil

Penentuan Kemiringan
Membuat Rancangan Desain

Selesai

Gambar 3.2. Diagram Alir Metode Penelitian

3.8. Jadwal Penelitian


Rencana pelaksanaan penelitian akan dilakukan pada bulan Mei – Juni 2022.
Uraian rencana kegiatan penelitian disajikan pada Tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.2 Uraian rencana kegiatan penelitian


Mei Juni
No Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4

1 Surat menyurat/perizinan                

2 Persiapan observasi

3 Observasi lapangan                

4 Persiapan pengambilan data


31

5 Pengambilan data              

6 Pengolahan data

7 Penyusunan laporan                

8 Sidang skripsi

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai