Anda di halaman 1dari 41

1

RANCANGAN LOKASI DAN GEOMETRI LERENG DISPOSAL


MENGGUNAKAN METODE BISHOP DAN FELLENIUS
STUDI KASUS PADA BLOK F PT. JAGAD RAYATAMA

PROPOSAL PENELITIAN

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN


MENCAPAI DERAJAT SARJANA (S1)

DIAJUKAN OLEH

ADI YUSWANTO
R1D1 15 144

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
2

Halaman Persetujuan

Proposal Penelitian

RANCANGAN LOKASI DAN GEOMETRI LERENG DISPOSAL


MENGGUNAKAN METODE BISHOP DAN FELLENIUS
STUDI KASUS PADA BLOK F PT. JAGAD RAYATAMA

Diajukan oleh:

ADI YUSWANTO
R1D1 15 144

Telah disetujui oleh:

Pembimbing I, Pembimbing II,


3

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia memiliki banyak sumberdaya mineral yang bernilai ekonomis,

sumberdaya mineral tersebut membuat banyak investor membuka usaha

pertambangan di berbagai wilayah di Indonesia. Untuk mendapatkan bahan galian

tersebut maka dilakukan proses penggalian baik dengan metode tambang terbuka

maupun tambang bawa tanah. Pada metode tambang terb`uka agar mendapatkan

bahan galian yang diinginkan, perlu melakukan pembongkaran overburden atau

lapisan tanah penutup yang merupakan lapisan batuan yang tidak mengandung

mineral berharga.

Perusahaan tambang PT. Jagad Rayatama adalah salah satu perusahaan

yang bergerak dalam bidang industri pertambangan yang melakukan kegiatan

penambangan bijih nikel laterit menggunakan sistem tambang terbuka (Surface

Mining), metode Open Pit Mining. Perusahaan ini berencana akan membuka

sebuah pit baru disalah satu wilayah Izin Usaha Pertambangan yang berada di

Kecamatan Palangga Selatan, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi

Tenggara, yaitu pada blok F. Pembukaan pit baru ini dilakukan untuk

meningkatkan produksi nikel laterit, target produksi, serta untuk memenuhi

permintaan pasar.

Blok F merupakan salah satu blok yang ada di PT. Jagad Rayatama yang

memiliki luas area ± 7 Ha., dan akan memulai pembukaan pit baru. Oleh karena

itu untuk kegiatan awal penambangannya yaitu memindahkan tanah penutup atau
4

overburden perlu mencari lokasi yang aman dan efesien yang berada di area blok

F sehingga tidak menutupi area yang masih mengandung bahan galian yang

ekonomis. Lokasi ini disebut dengan disposal atau dumping area. Dalam

menentukan suatu area menjadi lokasi disposal, maka haruslah memenuhi kriteria

dan pertimbangan yang matang agar lokasi tersebut aman, dapat meminimalisir

penggunaan lahan serta dapat menampung keseluruhan material overburden yang

dipindahkan dari pit. Kemudian pada kegiatan penambangan sering kali terjadi

masalah kecelakaan kerja akibat kegagalan kemantapan lereng yang terjadi pada

lereng disposal, sehingga menyebabkan disposal tersebut runtuh atau longsor. Hal

ini disebabkan karena rancangan geometri lereng disposal tersebut tidak

memenuhi standar Faktor Keamanan (FK) yang telah ditetapkan. Faktor

keamanan ini merupakan perbandingan antara gaya penahan dan gaya dorong

tanah yang menentukan apakah suatu lereng berada pada kondisi stabil, kritis dan

labil pada suatu bidang longsoran.

Faktor Keamanaan (FK) lereng dapat dihitung dengan berbagai metode.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode Bishop dan Fellenius.

Metode Bishop dan Fellenius adalah metode yang paling umum digunakan untuk

menganalisis kestabilan lereng pada tanah laterit yang didasarkan pada metode

irisan dimana asumsi yang dipakai untuk bidang longsoran yaitu berbentuk busur

lingkaran. Namun keduannya berbeda dalam menentukan kesetimbangan pada

model irisan untuk menganlisis faktor keamanannya. Metode Bishop dalam

analisisnya memperhitungkan kesetimbangan momen dan gaya antara irisan yang

bekerja secara vertikal sedangkan metode Fellenius hanya memperhitungkan


5

kesetimbangan momen saja dan mengabaikan gaya-gaya antara irisan. Oleh

karena itu hasil perhitungannya dapat menjadi sebuah perbandingan mana yang

lebih efesien penggunaan metodenya untuk menghitung kemantapan lereng

disposal. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik melakukan penelitian

dengan judul “Rancangan Lokasi dan Geometri Lereng Disposal Menggunakan

Metode Bishop dan Fellenius Studi Kasus Pada Blok F PT. Jagad Rayatama”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana rancangan lokasi disposal yang sesuai untuk menampung volume

overburden pada Blok F PT. Jagad Rayatama ?

2. Bagaimana geometri lereng disposal yang aman untuk jenis material

overburden Blok F PT. Jagad Rayatama menggunakan Metode Bishop dan

Fellenius ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari pelaksanaan penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1. Menentukan rancangan lokasi disposal yang sesuai untuk menampung

volume overburden pada Blok F PT. Jagad Rayatama

2. Menentukan geometri lereng disposal yang aman untuk jenis material

overburden Blok F PT. Jagad Rayatama menggunakan Metode Bishop dan

Fellenius
6

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat menambah

pengetahuan dan wawasan bagi peneliti serta dapat membandingkan secara

langsung teori yang didapatkan diperkuliahan dengan kondisi yang ada di

lapangan terutama dalam kegiatan perencanaan disposal tambang.


7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kegiatan Penambangan

Menurut Undang-Undang nomor 3 tahun 2020 yang merupakan perubahan

atas Undang-Undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan

Batubara, pada pasal 1 dijelaskan bahwa Pertambangan adalah sebagian atau

seluruh tahapan kegiatan dalam rangka, pengelolaan dan pengusahaan mineral

atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan,

konstruksi, penambangan, pengolahan dan/atau pemurnian atau pengembangan

dan/atau pemanfaatan, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.

Sedangkan Penambangan adalah kegiatan untuk memproduksi Mineral dan/atau

Batubara dan Mineral ikutannya.

Masih pada pasal yang sama dijelaskan bahwa Operasi Produksi adalah

tahapan kegiatan Usaha Pertambangan yang meliputi konstruksi, penambangan,

pengolahan dan/atau pemurnian atau pengembangan dan/atau pemanfaatan,

termasuk pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak

lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan. Konstruksi adalah kegiatan

Usaha Pertambangan untuk melakukan pembangunan seluruh fasilitas operasi

produksi, termasuk pengendalian dampak lingkungan. Adapun Pengolahan adalah

upaya meningkatkan mutu komoditas tambang Mineral untuk menghasilkan

produk dengan sifat fisik dan kimia yang tidak berubah dari sifat komoditas

tambang asal untuk dilakukan pemurnian atau menjadi bahan baku industri.
8

B. Disposal (Waste Dump)

Hardianto dan Bambang, (2018), menjelaskan Waste dump atau disposal

merupakan daerah pada suatu operasi tambang terbuka yang digunakan sebagai

tempat membuang material kadar rendah dan atau material bukan bijih. Material

tersebut harus digali dari pit agar dapat memperoleh bijih/material kadar tinggi.

1. Pemilihan lokasi disposal

Pemilihan lokasi disposal mempertimbangkan beberapa faktor antara lain

adalah topografi permukaan. Area topografi yang sebaiknya dipilih adalah berupa

lembah. Pada lokasi dengan permukaan berupa lembah akan dapat menampung

overburden lebih banyak dan cenderung tidak luas. Permukaan area rencana

penempatan disposal sebaiknya merupakan dataran yang kering. Hal ini bertujuan

untuk menjaga agar timbunan tidak longsor dikemudian hari karena apabila

didirikan pada daerah genangan air yang cukup luas dapat mengakibatkan

longsornya timbunan. (Nurhakim, dkk., 2016)

Bargawa, (2018) menjelaskan pemilihan lokasi waste dump tergantung

pada beberapa faktor yaitu lokasi dan ukuran pit sebagai fungsi waktu, topografi,

volume waste rock sebagai fungsi waktu, batas konsesi pertambangan, jalur

penirisan, persyaratan reklamasi, kondisi fondasi dan peralatan penanganan

material.

2. Faktor pengembangan material disposal (Swell Factor)

Menurut Bargawa, (2018), rancangan waste dump sangat penting untuk

menentukan perhitungan keekonomian. Lokasi dan bentuk dari waste dump akan

mempengaruhi terhadap jumlah gilir-kerja (shift) yang diperlukan, demikian pula


9

biaya operasi dan jumlah truk yang diperlukan. Pada umumnya luas daerah yang

diperlukan untuk area waste dump adalah dua sampai tiga kali dari daerah

penambangan (pit). Hal ini disebabkan oleh material yang telah dibongkar (loose

material) berkembang 30-45% dibandingakan dengan material insitu, sudut

kemiringan untuk setiap dump umumnya lebih landai dari pit dan material pada

umumnya tidak dapat ditimbun setinggi kedalaman dari pit.

Volume material pada umumnya akan meningkat pada saat digali.

Peningkatan volume ini diakibatkan oleh lepasnya ikatan antar partikel tanah yang

kemudian diisi udara. Perubahan volume ini disebut dengan pengembangan

(swell). Hubungan antara kondisi tanah asli dengan tanah lepas ditentukan oleh

faktor pemuatan atau load factor (LF) dan presentase pengembangan atau swell

percentage (Sw ). Persamaan yang dipakai adalah :

1
LF= (1)
1+S w

Vb
LF= (2)
Vl

untuk menghitung Swell Factor dapat digunakan rumus sebagai berikut :

Sw =
( Wb
Wl )
-1 ×100 (3)

Keterangan :

Sw = Sweel Factor (%)


W b = Volume asli (bcm)
W l = Volume gembur (lcm)

Adapun presentase pengembangan (Sw ) dan faktor pemuatan (LF) dapat

dilihat pada Tabel 1


10

Tabel 1 Sw dan LF untuk beberapa jenis tanah


Jenis Tanah Presentase Mengembang (%) Faktor Pemuatan
Lempung Kering 35 0,74
Lempung Basah 35 0,74
Tanah Kering 25 0,80
Tanah Basah 25 0,80
Tanah dan Kerikil 20 0,83
Kerikil Kering 12 0,89
Kerikil Basah 14 0,88
Batu Kapur 60 0,63
Batu Hasil Peledakan 60 0,63
Pasir Kering 15 0,87
Pasir Basah 15 0,87
Batuan Sedimen 40 0,71
Sumber: (Rostiyanti, 2008)

3. Jenis –jenis disposal (waste dump)

Berdasarkan alasan politik, banyak perusahaan menjauhi nama waste

dump. Istilah yang lebih populer adalah waste rock, storage area, rock piles, dan

lain-lain

Adapun Jenis disposal atau waste dump dibedakan menjadi dua yaitu:

a) Pengisian lembah atau penimbunan puncak (valley fill)

1. Dapat diterapkan di daerah yang mempunyai topografi curam

2. Elevasi puncak (dump crest) ditetapkan pada awal pembuatan dump. Truk

membawa muatan ke elevasi ini dan membuang muatan ke lembah di

bawahnya.

3. Dump dibangun berdasarkan angle of repose

4. Dumping akan mulai pada kaki dari dump final sehingga pada awal proyek

jarak pegangkutan truk lebih panjang.

Adapun jenis disposal tipe pengisian lembah dapat dilihat pada Gambar 1
11

Gambar 1. Pengisian lembah atau penimbunan puncak (Sumber: Bargawa, 2018)

b) Penimbunan berteras (terraced dump) yaitu timbunan yang dirancang ke atas

(dalam lift)

1. Dapat diterapkan jika topografi tidak begitu curam pada lokasi timbunan

2. Timbunan dirancang dari bawah ke atas. Tinggi tiap lift biasanya 20-40 m

3. Lift-lift berikutnya terletak di belakang sehingga sudut keseluruhan

(overall slope angle) mendekati yang dibutuhkan untuk reklamasi.

Adapun jenis disposal Penimbunan berteras dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2. Penimbunan berteras ( terraced dump) (Sumber: Nurhakim, dkk.,


2016)
12

C. Rancangan Geometri Lereng

Geometri lereng terdiri dari lereng tunggal (single slope) dan lereng

keseluruhan (overall slope) dengan dimensi tinggi dan sudut tertentu. Dimensi

dari geometri lereng meliputi tinggi lereng, sudut lereng dan ramp. Tinggi lereng

adalah jarak vertikal dari bidang kaki (toe) hingga puncak lereng (crest),

sedangkan sudut lereng adalah sudut yang dibuat antara garis yang

menghubungkan kaki dan puncak lereng dengan garis horizontal. Pada lereng

keseluruhan juga terdapat daerah yang menghubungkan antar lereng dikenal

dengan jenjang penahan (catch berm) dan bagian lereng untuk jalan tambang yang

disebut ramp (Hardianto dan Bambang, 2018).

Bargawa (2018), menjelaskan rancangan geometri jenjang biasanya

dinyatakan dalam bentuk parameter-parameter untuk ketiga aspek ini:

1. Tinggi jenjang (bench height)

Biasanya alat muat yang digunakan harus mampu mencapai crest (bagian

atas jenjang). Pertimbangan penentuan dimensi tinggi jenjang penambangan

ditentukan antra lain sifat fisik batuan, sifat mekanik batuan, keadaan struktur

geologi perlapisan batuan, dan kemampuan alat yang digunakan. Apabila

diinginkan peningkatan dimensi jenjang maka ukuran alat muat harus

menyesuaikan dengan pertimbangan tersebut.

2. Sudut lereng jenjang (face angle)

Pada umumnya pekerjaan penggalian yang dilakukan memakai alat gali

mekanis seperti backhoe atau shovel dipermukaan jenjang akan menghasilkan


13

sudut lereng antara 60 derajad – 65 derajad. Biasanya sudut lereng yang lebih

curam memerlukan peledakan pre-splitting.

3. Lebar jenjang (bench width)

Lebar jenjang ditentukan berdasarkan faktor keamanan. Tujuan pembuatan

jenjang adalah untuk menahan tanah atau batuan yang runtuh. Pembersihan

berkala pada jenjang ini dilakukan menggunakan bulldozer kecil atau

motorgrader.

4. Overall slope angle

Merupakan sudut kemiringan dari keseluruhan jenjang yang dibuat pada

front (muka kerja) penambangan. Kemiringan ini diukur dari crest paling atas

sampai dengan toe paling akhir dari front penambangan. Adapun bagian-bagian

geometri jenjang apat dilihat pada Gambar 3

Gambar 3. Diagram menunjukkan sudut jenjang, sudut kemiringan, puncak


dan kaki lereng (Sumber: Kumar dan Prakash, 2015)

D. Stabilitas Lereng

Rajagukguk dkk. (2014) menjelaskan lereng adalah bidang miring yang

menghubungkan bidang-bidang lain yang mempunyai elevasi yang berbeda.


14

Lereng terbentuk secara alamiah maupun dengan bantuan manusia. Ditinjau dari

jenisnya, secara umum lereng terbagi atas tiga bagian yaitu :

1. Lereng alam yaitu lereng yang terjadi akibat proses-proses alamiah, misalnya

lereng pada perbukitan.

2. Lereng yang dibuat dalam pada tanah asli misalnya bilamana tanah dipotong

untuk pembuatan jalan atau saluran air irigasi.

3. Lereng yang dibuat dari tanah yang dipadatkan misalnya tanggul atau

bendungan urugan tanah.

1. Analisis kestabilan lereng

Menurut Andriyan, dkk., (2018), prinsip dasar dari analisis kestabilan

lereng secara sederhana meliputi peran dua hal, yaitu gaya-gaya penahan

(kekuatan yang dimiliki lereng agar tidak longsor), dan gaya-gaya pendorong

(gaya yang menyebabkan terjadinya longsor). Jika gaya penahan lebih besar dari

gaya pendorong maka lereng tersebut akan stabil, begitu pula sebaliknya jika gaya

pendorong lebih besar dari pada gaya penahan maka akan terjadi longsor.

2. Standar faktor keamanan lereng

Kestabilan lereng biasa dinyatakan dalam bentuk faktor keamanan (FK)

yang didefinisikan sebagai berikut :

Gaya Penahan
Faktor Keamanan (FK) =
Gaya Penggerak

(4)

Apabila nilai FK untuk suatu lereng > 1,0 (gaya penahan > gaya penggerak),

lereng tersebut berada dalam kondisi stabil. Namun, apabila harga FK < 1,0 (gaya
15

penahan < gaya penggerak), lereng tersebut berada dalam kondisi tidak stabil dan

mungkin akan terjadi longsoran pada lereng tersebut. ( Zudri dan Anaperta, 2018)

Menurut Andriyan, dkk., (2018), faktor keamanan dapat disesuaikan

dengan keperluan sebagaimana yang dikemukakan oleh Bowles. Adapun

klasifikasi faktor keamanan dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2. Klasifikasi faktor keamanan


Faktor keamanan Kondisi
F kurang dari 1,07 Labil (longsor terjadi)
F antara 1,07 sampai 1,25 Kritis (longsor pernah terjadi)
F di atas 1,25 Stabil (longsor jarang terjadi)
Sumber : (Andriyan, dkk., 2018)

3. Parameter analisis kestabilan lereng

Noorchayo, dkk., (2019) menjelaskan sifat fisik dan mekanik batuan atau

tanah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kestabilan dari lereng

karena berkaitan dengan besar kecilnya nilai kekuatan geser dimana kerobohan

yang dialami pada lereng merupakan peristiwa keruntuhan geser. Berikut ini sifat

fisik dan mekanik tanah yang dibutuhkan dalam melakukan analisa kestabilan

lereng sebagai berikut :

a) Sifat mekanik tanah

1. Sudut geser dalam (φ), yaitu sudut yang terbentuk dari hubungan antara

tegangan geser dengan tegangan normal dalam material tanah

2. Kohesi (c), adalah kuat tarik menarik antara butiran tanah yang dinyatakan

dalam satuan berat persatuan luas. Bila kuat gesernya semakin besar, maka

semakin besar pula harga kohesi dari tanah tersebut

b) Sifat fisik tanah (Bulk Density)


16

Bulk density atau bobot isi adalah nilai perbandingan antara berat tanah

dengan volume tanah termasuk volume pori-pori tanah. Bulk density

merupakan petunjuk kepadatan tanah. Makin padat suatu tanah makin tinggi

bulk density, yang berarti makin sulit meneruskan air atau menembus akar

tanaman. Adapun untuk analisis bobot isi tanah dapat menggunakan rumus

sebagai berikut :

WS
Berat isi tanah =γ= (5)
V

( W 2 -W 1 )
γ=
V

(6)

Keterangan:

γ ¿ Bobot isi tanah (gram/cm3)


W S ¿ Massa tanah (gram)
W 1 ¿ Massa tanah + ring sampel (gram)
W 2 ¿Massa ring sampel (gram)
V ¿Volume ring sampel (cm3). (Abdillah dan Anaperta, 2018)

4. Pengujian parameter tanah dengan uji geser langsung (Direct Shear Test)

Haras, dkk., (2017) menjelaskan percobaan geser langsung merupakan

salah satu pengujian tertua dan sangat sederhana untuk menentukan parameter kuat

geser tanah (shear strength parameter), yaitu kohesi (c) dan sudut geser dalam (ϕ).

Dalam percobaan ini dapat dilakukan pengukuran secara langsung dan cepat,

untuk menentukan nilai kekuatan geser tanah dengan kondisi tanpa pengaliran

(undrained) atau dalam konsep tegangan total (total stress). Kekuatan geser ini

dirumuskan oleh Mohr-Coulomb dengan persamaan sebagai berikut :

S ¿c + σ n tan φ (7)
17

Keterangan :

S ¿ Kekuatan geser maximum (kg/cm 2)


c ¿ Kohesi (kg/cm 2)
σ n ¿ Tegangan normal (kg/cm2)
φ=¿ sudut geser dalam (…° )

Menurut Abdillah dan Anaperta (2018) kuat geser tanah merupakan

kemampuan tanah melawan tegangan geser yang terjadi pada saat terbebani.

Sedangkan nilai tegangan normal dan tegangan geser dihitung dengan rumus :

Beban Geser (S)


Tegangan geser (τ ) = (kg/ cm 2)
Luas Cetakan (A)

(8)

Beban Normal (N) 2


Tegangan Normal (σ ) = (kg/ cm ) (9)
Luas Cetakan (A)

Adapun hubungan antara tegangan geser dan tegangan normal pada uji geser dapat

dilihat pada Gambar 4


Geser
Tegangan

Gambar 4. Uji geser dan plot kekuatan puncak Mohr (Sumber: Hoek dan
Bray, 1981)

Menurut Darwis, (2018) pengujian dilakukan pada sampel tanah yang

dibatasi pada kotak logam penampang persegi yang terbelah horizontal pada

ketinggian pertengahan. Sebuah beban normal (normal load) diberikan untuk


18

sebatas dipertahankan posisi kedua belah kotak sebelum digeser. Selanjutnya

tanah digeser sepanjang bidang yang telah ditentukan dengan menggerakkan

bagian atas, dengan gaya geser (shear force). Kotak biasanya persegi dalam

rencana ukuran 60 mm x 60 mm. Adapun kotak geser ditampilkan seperti pada

Gambar 5

Gambar 5. Skema Alat Uji Geser Langsung (Sumber: Darwis, 2018)

5. Analisis kestabilan lereng Metode Irisan (Method of Slice)

Darwis (2018), menjelaskan pada metode irisan gaya normal yang bekerja

pada suatu titik dilingkaran bidang longsor, terutama dipengaruhi oleh berat

sendiri tanah di atas titik longsor tersebut. Dengan metode irisan, massa tanah

yang longsor dipecah-pecah menjadi beberapa irisan vertikal. Kemudian,

keseimbangan dari tiap-tiap irisan dianalisis.

Pada gambar berikut, diperlihatkan satu irisan dengan gaya-gaya yang

bekerja pada irisannya. Gaya-gaya tersebut terdiri atas gaya geser (Xr dan Xi),

serta gaya normal efektif (Er dan Ei), yang bekerja disepanjang sisi irisannya.

Juga ada resultan gaya geser efektif (Ti), serta resultan gaya normal efektif (Ni),
19

yang bekerja disepanjang dasar irisannya. Pada irisannya, tekanan air pori Ui dan

Ur bekerja di kedua sisinya, dan tekanan air pori Ui bekerja pada dasar irisannya.

Dianggap bahwa tekanan air pori sudah diketahui sebelumnya. Adapun asumsi

gay-gaya yang bekerja pada irisan dapat dilihat pada Gambar 6

Gambar 6. Metode Irisan (Ordinary Method of Slice). (Sumber: Barraq, 2019)

Keterangan :

O ¿ Titik pusat rotasi


Xr dan Xi ¿Gaya geser
Er dan Ei ¿Gaya normal efektif
Ti ¿Resultan gaya geser efektif
Ni ¿Resultan gaya normal efektif
Ui dan Ur ¿Tekanan air pori bekerja di kedua sisi
Ui ¿Tekanan air pori yang bekerja pada dasar irisan

Adapun kesetimbangan gaya pada beberapa model metode irisan dapat

dilihat pada Tabel 3

Tabel 3. Kesetimbangan gaya beberapa metode irisan


Kesetimbangan
Metode
Gaya Vertikal Gaya Horizontal Momen
Irisan biasa (Fellenius) Tidak Tidak Ya
Bishop yang
Ya Tidak Ya
disederhanakan
Janbu yang
Ya Ya Tidak
disederhanakan
20

Janbu yang umum Ya Ya Tidak


Lowe-Karafiath Ya Ya Tidak
Corps of Engineer Ya Ya Tidak
Spencer Ya Ya Ya
Morgenstern – Price Ya Ya Ya
Kesetimbangan Batas Ya Ya Ya
Sumber : (Noorchayo, dkk., 2019)

6. Metode Bishop yang disederhanakan ( Bishop Simplified Method )

Menurut Zudri dan Anaperta, (2018), metode Bishop yang disederhanakan

merupakan metode yang paling populer dalam analisis kestabilan lereng. Asumsi

yang digunakan dalam metode ini yaitu besarnya gaya geser antar-irisan sama

dengan nol (X = 0), dan bidang runtuh berbentuk sebuah busur lingkaran.

Kondisi kesetimbangan yang dapat dipenuhi oleh metode ini adalah

kesetimbangan gaya dalam arah vertikal untuk setiap irisan dan kesetimbangan

momen pada pusat lingkaran runtuh untuk semua irisan. Sedangkan

kesetimbangan gaya dalam arah horisontal tidak dapat dipenuhi. Adapun gaya-

gaya yang bekerja pada suatu potongan irisan dapat dilihat pada Gambar 7

Gambar 7 Gaya-gaya yang bekerja pada suatu potongan (Sumber:


Rajagukguk, dkk., 2014)
21

Keterangan :

W = Berat total pada irisan


EL, ER = Gaya antar irisan yang bekerja secara
horisontal pada penampang kiri dan kanan
XL, XR = Gaya antar irisan yang bekerja secara
vertikal pada penampang kiri dan kanan
P = Gaya normal total pada irisan
T = Gaya geser pada dasar irisan
b = Lebar dari irisan
l = Panjang dari irisan
α = Sudut Kemiringan lereng

Metode Bishop pada dasarnya sama dengan metode swedia, tetapi dengan

memperhitungkan adanya gaya-gaya antar irisan yang ada. Pertama yang harus

diketahui adalah geometri dari lereng dan juga titik pusat busur lingkaran bidang

luncur, serta letak rekahan. Adapun untuk menentukan titik pusat busur lingkaran

bidang luncur dan letak rekahan pada longsoran busur dipergunakan grafik.

Metode Bishop yang disederhanakan merupakan metode sangat popular

dalam analisis kestabilan lereng dikarenakan perhitungannya yang sederhana,

cepat dan memberikan hasil perhitungan faktor keamanan yang cukup teliti.

Kekurangan metode ini apabila dibandingkan dengan metode lainnya yang

memenuhi semua kondisi kesetimbangan seperti Metode Spencer atau Metode

Kesetimbangan Batas Umum, jarang lebih besar dari 5%. Metode ini sangat cocok

digunakan untuk mendapatkan secara otomatis bidang runtuh kritis yang

berbentuk busur lingkaran dan untuk mencari faktor keamanan minimum.

(Analiser dan Nurhakiki, 2019).

Darwis (2018) menjelaskan Metode Bishop yang disederhanakan juga

didasarkan pada metode irisan yang telah dikembangkan sebelumnya. Adapun

persamaanya dapat ditulis sebagai berikut :


22

c' tan Φ'


τ = + ( σ-u ) (10)
SF SF

Yang mana : σ = tegangan normal total pada bidang longsor

u= tekanan air pori

Untuk irisan ke-i, maka nilai σi=τ . α iyaitu nilai gaya geser yang berkembang

pada bidang longsor untuk keseimbangan batas. Oleh karena itu, maka dapat

ditulis sebagai berikut :

c ' αi tan Φ'


σi= + ( Ni -u. α i )
SF SF

(11)

Kondisi keseimbangan momen terhadap pusat rotasi O antara berat massa tanah

yang akan longsor dengan gaya geser total pada dasar bidang longsornya dapat

dinyatakan oleh :

∑ W i xi = ∑ σ i R

(12)

Yang mana : xi = jarak Wi ke pusat rotasi O dari persamaan di atas, dapat

diperoleh:
i-n

∑ [ c' ai+ ( N i -uiai ) tan Φ' ]


i-l
SF = i-n (13)
∑ W i xi
i-l

Dari kondisi keseimbangan vertikal, jika X 1 = Xi dan X r = X i+1

N i cos θ i + σi sin Φi = W i +Xi - Xi+1maka:

W i +X i - Xi+1 - σ i sin θ
Ni= (14)
cos θ
23

Dengan N i ' = N i – ui a i substitusi Persamaan sebelumnya, sehingga dapat

diperoleh persamaan :

Ni=
'
W i +Xi - X i+1 - u i a i cos Φ- c a i sin (θSF )
i

(15)
( )
'
Φ
cos Φ+ sinΦ tan
SF

Substitusi nilai Ni ke persamaan faktor keamanan, diperoleh :

[ ]
i-n '
W i +X i - Xi+1 - u i a i cos Φ- c a i sin /SF
R ∑ c ai+tan Φ
' '

i-l cos Φ i + sin Φi tan θ' /SF


SF =
i-n

∑ Wi xi
i-l

(16)

Untuk penyederhanaan dianggap X i - X i+1 = 0, dan dengan mengambil :

x i =R sin θi

bi = a i cos θi

Substitusi nilai xi dan bi kepersamaan di atas, diperoleh persamaan faktor

keamanan sebagai berikut :

( )
i-n
1
R ∑ [ c' bi+ ( W i - u i b i ) tan Φ' ]
i-l cos Φi ( 1+ tan Φi tan Φ' /F )
SF = i-n

∑ W i sin Φi
i-l

(17)

Keterangan :

SF = faktor keamanan
c’ = kohesi tanah efektif
Φ’ = sudut gesek dalam tanah efektif
bi = lebar irisan ke – i
W i = lebar irisan tanah ke – i
24

Φ i = sudut yang didefinisikan


W i = tekanan air pori pada irisan ke – i

Nilai perbandingan tekanan pori ( pore pressure ratio), didefinisikan sebagai:

ub u
ru = W = γh (18)

Keterangan:

ru = nilai banding tekanan pori


u = tekan air pori
b = lebar irisan
γ = berat volume tanah
h = tinggi irisan rata-rata

Sehingga dapat persamaan faktor keamanan dapat dituliskan dalam bentuk lain

untuk analisis stabilitas lereng cara Bishop yang disederhanakan adalah :

( )
i-n
1
R ∑ [ c' bi+ W i ( 1-ru ) tan Φ' ]
i-l cos Φi ( 1+ tan Φi tan Φ' /F )
SF = i-n

∑ W i sin Φi
i-l

(19)

Tahapan masukan data dalam menganalisis kestabilan lereng dengan

metode Bishop disederhanakan dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a) Pembuatan geometri dari lereng yang ditinjau

b) Pemasukan nilai propertis material pada lereng

c) Kalkulasi parameter keruntuhan lereng

d) Pembuatan busur keruntuhan lereng dan

e) Tahapan kalkulasi.

Kalkulasi data dengan menggunakan metode Bishop yang disederhanakan

dilakukan dengan tahapan, bidang busur lingkaran yang terbentuk dibagi dalam
25

beberapa irisan dengan lebar setiap irisan adalah sama. Perhitungan gaya yang

bekerja pada setiap irisan dapat dilakukan dengan mencari variabel, sebagai

berikut:

a) Berat irisan tanah (W), dihitung berdasarkan perkalian antara luas irisan (A)

dengan berat isi tanah ( γ tanah ) yang dirumuskan W = A × γ tanah

b) Panjang dasar irisan (β) adalah lebar irisan (b) sec α

c) Faktor iterasi angka keamanan ( m a ) ditunjukkan dengan Persamaan:

ma=¿ cos α+¿ (sinF α. tan θ )


lama

(20)

d) Gaya normal total yang bekerja pada setiap irisan (N) ditunjukkan dengan

Persamaan:

N=
1
ma (
W-
c' β sin α-u βsin α tan θ'
Flama )
(21)

Faktor keamanan dari bidang busur lingkaran adalah perbandingan momen

penahan dengan momen guling. Apabila faktor keamanan yang diperoleh tidak

memenuhi persyaratan aman, maka dilakukan kembali perubahan geometri

kemiringan lereng dengan metode trial and error hingga diperoleh faktor

keamanan yang memenuhi persyaratan aman. (Gunawan, dkk., 2014)

7. Metode Fellenius (Ordinary Method of Slice)

Pangemanan, dkk., (2014) menjelaskan Metode Fellenius (Ordinary

Method of Slice) diperkenalkan pertama oleh Fellenius (1927,1936) berdasarkan

bahwa gaya memiliki sudut kemiringan paralel dengan dasar irisan FK dihitung
26

dengan keseimbangan momen. Fellenius mengemukakan metodenya dengan

menyatakan asumsi bahwa keruntuhan terjadi melalui rotasi dari suatu blok tanah

pada permukaan longsor berbentuk lingkaran (sirkuler) dengan titik O sebagai

titik pusat rotasi. Metode ini juga menganggap bahwa gaya normal P bekerja

ditengah-tengah slice. Diasumsikan juga bahwa resultan gaya-gaya antar irisan

pada tiap irisan adalah sama dengan nol, atau dengan kata lain bahwa resultan

gaya-gaya antar irisan diabaikan. Jadi total asumsi yang dibuat oleh metode ini

adalah:

a) Posisi gaya normal P terletak di tengah alas irisan : n

b) Resultan gaya antar irisan sama dengan nol : n – 1, total : 2n – 1

Dengan anggapan-anggapan ini maka dapat diuji persamaan keseimbangan

momen untuk seluruh irisan terhadap titik pusat rotasi dan diperoleh suatu nilai

Faktor Keamanan. Adapun sistem irisan lereng pada bidang longsor lingkaran

dapat dilihat pada Gambar 8

Gambar 8. Lereng dengan busur lingkaran bidang longsor (Sumber:


Pangemanan, dkk., 2014)

Keterangan :
27

W ¿Berat sendiri massa tanah


b ¿ Lebar irisan
Er dan Xl ¿Gaya-gaya antar irisan yang bekerja di samping kanan irisan
Pw ¿Gaya reaksi normal yang bekerja tegak lurus alas irisan
Tw ¿Gaya tangensial yang bekerja sejajar irisan

Pada Gambar 8 diperlihatkan suatu lereng dengan sistem irisan untuk

berat sendiri massa tanah (W) serta analisis komponen gaya-gaya yang timbul dari

berat massa tanah tersebut, yang terdiri dari gaya-gaya antar irisan yang bekerja di

samping kanan irisan (Er dan Xl). Pada bagian alas irisan, gaya berat (W)

diuraikan menjadi gaya reaksi normal Pw yang bekerja tegak lurus alas irisan dan

gaya tangensial Tw yang bekerja sejajar irisan. Besarnya lengan gaya (W) adalah

x = R sin α, dimana R adalah jari-jari lingkaran longsor dan sudut α adalah sudut

pada titik O yang dibentuk antara garis vertikal dengan jari-jari lingkaran longsor.

Barraq, (2019), menjelaskan Fellenius hanya memperhitungkan

kesetimbangan momen atau hanya gaya arah vertikal saja dengan memperhatikan

tekanan air pori dengan anggapan ini keseimbangan arah vertikal dan gaya-gaya

yang bekerja dengan memperhatikan tekanan air pori adalah sebagai berikut:

N i + Ui = W i cos θi

(22)

atau,

N i = W i cos θi - Ui

N i = W i cos θi - μi a i (23)

Faktor aman didefinisikan:

jumlah momen tahanan geser sepanjang bidang longsor


FK =
Jumlah momen berat massa tanah yang longsor
28

FK=
∑ Mr
∑ Md
(24)

Lengan momen dari berat massa tanah tiap irisan adalah R sin θ, maka momen

dari massa tanah yang akan longsor adalah:


i=n

∑ Md =R ∑ W i Sin θi (25)
i=1

dimana:

R = Jari-jari lingkaran bidang longsor (m)


n = Jumlah irisan
Wi = Berat massa tanah irisan ke-I (kN)
θi = Sudut yang didefinisikan (º)
sehingga persamaan untuk faktor keamanan menjadi:

i=n
R ∑ (ca i + Ni Tanϕ)
i=1
FK= i=n
(26)
R ∑ W i Sin θi
i=1

Bila terdapat air pada lereng akibat pengaruh tekanan air pori, maka persamaan

menjadi:
i=n
R ∑ ( ca i +W i Cos θi - Ui . Tan Φ )
i=1
FK= i=n
(27)
∑ W i Sin θi
i=1

keterangan:

FK = faktor Keamanan
c = kohesi tanah (kN/m2)
ϕ = sudut gesekan dalam tanah (º)
ai = panjang lengkung lingkaran pada irisan ke-i (m)
Wi = berat irisan tanah ke-i (kN)
μi = tekanan air pori pada irisan ke-i (kN/m2)
29

θi = sudut yang didefinisikan (º)

Bila ditemukan keberadaan air pada lereng tersebut maka tekanan air pori pada

bidang longsor tidak berpengaruh pada momen akibat gaya berat massa tanah

tersebut ( M d ). Karena resultan gaya akibat tekanan air pori tidak melewati titik

pusat lingkaran.

Jika terdapat gaya-gaya selain berat lereng tanahnya sendiri, seperti adanya

beban bangunan di atas lereng, maka momen akibat beban ini diperhitungkan

sebagai momen dorong (Md). Metode Fellinius memberikan faktor keamanan

yang relatif lebih rendah dari cara hitungan yang lebih teliti. Batas-batas nilai

kesalahan dari metode Fellinius dapat mencapai kira-kira 5 sampai 40%,

tergantung dari faktor keamanan, sudut pusat lingkaran yang dipilih, dan besarnya

tekanan air pori yang ada. Walaupun analisisnya ditinjau dalam tinjauan tegangan

total, kesalahan masih merupakan fungsi dari faktor keamanan dan sudut pusat

dari lingkarannya. Cara ini telah banyak digunakan dalam praktek rekayasa pada

konstruksi lereng. Karena cara hitungannya yang sederhana dan kesalahan yang

terjadi masih dianggap berada pada sisi yang aman. (Darwis, 2018)
30

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Secara administratif PT. Jagad Rayatama terletak di Kecamatan

Palangga Selatan, Kabupaten Konawe Selatan yang berjarak ± 90 km dari

kota Kendari yang dapat ditempuh melalui jalur darat baik itu

menggunakan roda dua maupun roda empat. Perjalanan dari kota Kendari

menuju lokasi penambangan ditempuh dalam waktu ± 2 jam. Penelitian

akan dilakukan pada blok F dalam kurun waktu ± 2 bulan. Adapun lokasi

penelitian yang di maksud dapat dilihat pada Gambar 9

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dan termasuk ke dalam jenis

penelitian

kuantitatif. Penelitian ini lebih terarah ke penelitian terapan (Applied Research),

yaitu salah satu jenis penelitian yang bertujuan untuk mengaplikasikan ilmu yang

diperoleh. Pelaksanaan penelitian ini menggunakan data yang didapat dari

perusahaan yang kemudian dikembangkan sesuai dengan tujuan penelitian,

dimana kegiatan yang dilakukan yaitu meliputi observasi langsung di lapangan

berdasarkan keadaan aktual serta pengambilan data lapangan.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini merupakan

instrumen yang sifatnya membantu penulis dalam proses pengumpulan


31

data dan pengolahan hasil penelitian. Instrumen yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu dapat dilihat pada

Tabel 4
32

Gambar 9. Peta Lokasi Penelitian ( Sumber : PT. Jagad Rayatama )


33

Tabel 4. Alat dan Bahan Beserta Kegunaannya

N0 Nama Kegunaan
1 Alat Tulis Menulis Sebagai alat tulis
2 Laptop Sebagai perangkat untuk mengolah data
Sebagai alat untuk mengambil gambar atau
3 Kamera
dokumentasi
4 GPS Untuk menentukan titik koordinat
5 Pipa Besi Sebagai alat untuk mengambil sampel tanah
Sebagai alat untuk mengeluarakan sampel
6 Scoop Ujung Runcing
tanah dalam pipa besi
7 Palu Sebagai alat untuk menumbuk pipa besi
Sebagai alat untuk membungkus sampel
8 Selotip Bening
tanah
Sebagai alat untuk mengukur kedalaman
9 Meteran
sampel
Untuk menghitung volume Overbrden dan
10 Software surpac 6.3
untuk membuat desain/pemodelan disposal
11 Software ArcGIS 10.5 Untuk membuat peta
Software Microsoft Office
12 Untuk pengolahan data
Excel 2016

D. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Studi literatur

Pada tahapan ini yaitu, dilakukan pengumpulan data-data sekunder dengan

mengumpulkan berbagai informasi, mempelajari dan membaca berbagai sumber

pustaka, yang terkait dengan judul penelitian, jurnal-jurnal serta laporan penelitian

yang menyangkut masalah yang sama, serta sumber lainnya yang menunjang dan

berhubungan dengan perencanaan rancangan disposal serta untuk pendalaman dan

pemahaman materi.
34

2. Pengamatan Lapangan

Pada tahap ini yang dilakukan adalah melakukan pengamatan mengenai

kondisi topografi, morfologi daerah penelitian dan melakukan pengamatan secara

langsung berbagai situasi yang ada didaerah terkait sehingga dapat menemukan

permasalahan yang menjadi latar belakang penelitian.

3. Pengambilan dan pengumpulan data

Pengambilan data penelitian dilakukan dengan melakukan pengumpulan

data primer dan data sekunder. Bedasarkan kegiatan ini akan didapatkan beberapa

data berupa :

a. Data primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari lapangan

berupa sampel tanah beserta dokumentasi dan titik koordinat lokasi pengambilan

sampel yang diambil di area penelitian pada blok F PT. Jagad Rayatama.

b. Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari perusahaan dan data

tersebut sudah diolah seperti peta lokasi penelitian, data area prospek, data Block

Model, data Cut off Grade (COG) bijih nikel, data topografi, dan data

rekomendasi geoteknik.

4. Pengolahan dan analisis data

Pengolahan data dilakukan dengan cara menggabungkan data sekunder

dan data primer untuk mendapatkan hasil sesuai tujuan penelitian yang telah

ditetapkan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak


35

(software) yaitu Surpac 6.3, software Minescape, ArcGIS 10.3, Microsoft Word

dan Microsoft Excel.

Melakukan analisis terhadap hasil pengolahan data untuk menarik suatu

kesimpulan dan memberikan masukan yang baik kepada perusahaan tempat

penelitian. pengolahan dan analisis data yang dilakukan meliputi:

a) Pengambilan sampel tanah secara langsung di area penelitian pada beberapa

titik lokasi berdasarkan perbedaan karakteristik sifat fisik material dengan

menggunakan tabung/pipa besi pada tanah yang tidak terganggu serta

pengambilan data koordinat menggunakan GPS. Adapun tahapan

pengambilan sampel tanah, yaitu:

1. Membersihkan terlebih dahulu permukaan tanah yang akan diambil

sampel tanahnya dengan cara menggali bagian yang lapuk dari tanah

menggunakan Scoop ujung runcing.

2. Melakukan pengambilan sampel tanah menggunakan tabung/pipa besi

dengan cara dipukul menggunakan palu besi. Kemudian mengukur

sampel tanah yang dibutuhkan menggunakan meteran. Adapun untuk

analisis laborarorium mekanika tanah yaitu ± 30 cm.

3. Mengangkat tabung/pipa besi dengan cara tanah yang berada disekitar

tabung digali menggunakan Scoop ujung runcing melewati kedalaman

tabung. Tujuannya untuk mengurangi gangguan pada sampel tanah yang

diambil.

4. Membungkus sampel yang telah diambil menggunakan selotip bening.

Tujuannya untuk menjaga keaslian sampel tanah yang diambil.


36

b) Menentukan parameter geoteknik sifat fisik tanah yaitu bobot isi tanah ( γ ),

dan sifat mekanik tanah yaitu kohesi (c), dan sudut geser dalam (φ ), melalui

analisis uji sampel di laboratorium mekanika tanah terhadap sampel tanah

yang diambil di lokasi penelitian, dengan menggunakan metode Uji Geser

Langsung (Direct Shear Test). Penentuan bobot isi tanah ( γ ), menggunakan

persamaan (6), sedangkan sifat nekanika tanah (Kohesi dan sudut geser

dalam) menggunakan parameter tegangan normal (σ) dan tegangan geser

maksimum (τ) menggunakan persamaan (8) dan (9).

c) Menghitung volume overburden dengan menggunakan data Block Model

dan data Cut off Grade (COG) bjih nikel dengan bantuan perangkat lunak

software Surpac 6.3. Kemudian menghitung volume overburden

berdasarkan faktor pengembangan material (sweel factor), menggunakan

persamaan (3). Hasil perhitungan volume overburden dimaksudkan untuk

memperkirakan seberapa besar luas area yang akan dijadikan lokasi

disposal.

d) Membuat rancangan lokasi disposal dengan melakukan penentuan lokasi

disposal dan menghitung luas area yang diperlukan menggunakan bantuan

perangkat lunak pemodelan software Surpac 6.3 menggunakan beberapa

data sekunder seperti data area prospek dan data topografi. Penentuan lokasi

disposal mempertimbangkan beberapa faktor seperti jumlah volume

overbarden, jarak disposal dari front penambangan, topografi, kondisi

permukaan lokasi disposal, dan area yang tidak ekonomis untuk ditambang.
37

e) Membuat pemodelan geometri lereng berdasarkan data rekomendasi

geoteknik, kemudian dilakukan analisis nilai faktor keamanan menggunakan

perangkat lunak Software Microsoft Office Excel 2016 dengan

menggunakan Metode Bishop yang disederhanakan persamaan (17) dan

Metode Fellenius persamaan (27) dengan memasukan parameter geoteknik

yang meliputi kohesi (c), sudut geser dalam (φ ¿ , dan bobot isi tanah ( γ ).

f) Membuat model desain disposal dengan menggunakan bantuan perangkat

lunak pemodelan software Surpac 6.3


38

A. Bagan Alir Penelitian

Mulai

Studi Literatur

Pengamatan Lapangan

Pengambilan Data

Data Primer
Data Sekunder
1. Bobot isi tanah ( γ )
2. Kohesi (c) 1. Peta Lokasi Penelitian
3. Sudut geser dalam (φ ) 2. Data Block Model
3. COG Ni Perusahaan
4. Data Topografi
5. Data Area Prospek
6. Data Rekomendasi Geoteknik

Pengolahan Data
Analisis Laboratorium Mekanika Tanah
1. Penentuan Sifat fisik tanah (bobot isi tanah) persamaan (6)
2. Penentuan sifat mekanik tanah (Kohesi dan sudut geser dalam)
menggunakan parameter tegangan normal (σ), persamaan (8) dan tegangan
geser maksimum (τ), persamaan (9)

1
39

Analisis Data

1. Perhitungan volume overburden berdasarkan faktor pengembangan material (sweel


factor), persamaan (3)
2. Perancangan lokasi disposal berdasarkan data topografi dan data area prospek
yang disesuaikan dengan kapasitas jumlah volume overburden
3. Pembuatan model geometri lereng berdasarkan rekomendasi geoteknik dan
analisis nilai faktor keaamanan (FK) geometri lereng berdasarkan parameter bobot
isi tanah ( γ ), kohesi (c), dan sudut geser dalam (φ ) menggunakan Metode Bishop
yang disederhanakan persamaan (17) dan Metode Fellenius, persamaan (27)
4. Pembuatan model desain disposal berdasarkan hasil rancangan lokasi dan
rancangan geometri lereng

Hasil

1. Rancangan lokasi disposal yang sesuai untuk


menampung volume overburden
2. Rancangan geometri lereng disposal yang
aman sesui dengan karakteristik material
overburden

Selesai

Gambar 10. Bagan Alir Penelitian


40

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, A., Anaperta, Y.M., 2018, Simulasi Pengaruh Kadar Air Tanah
terhadap Parameter Mekanik untuk Desain Lereng Tanah di Bukit Tui,
Kelurahan Tanah Hitam, Kecamatan Padang Panjang Barat, Kota
Padang Panjang, Provinsi Sumatera Barat, Jurnal Bina Tambang, ISSN:
2302-3333 :Vol. 4, Nomor 1 : Hal. 124-139

Analiser, H., Nurhakiki, 2019, Analisis Kestabilan Lereng Mine Highwall Dengan
Metode Bishop dan Software Rockscience Slide Pada Area
Penambangan Batubara Di Pit 2a Barat Pt. Fontana Resources
Indonesia Kab. Barito Utara Kalimantan Tengah, Jurnal Sains dan
Teknologi, ISSN:2356-0878: Volume 11, Nomor 1: Hal. 35-49

Andriyan, S.H., Hirnawan, F., dan Yuliadi, 2018, Stabilisasi Optimal Lereng
Timbunan Overburden pada Area Disposal PT Insani Baraperkasa
Tambang Loa Janan, Provinsi Kalimantan Timur Dengan Rekayasa
Geoteknik, Prosiding Teknik Pertambangan, ISSN: 2460-6499 : Volume
4, Nomor 2 : Hal. 391-397

Bargawa, W.S., 2018. Edisi Kedelapan Perencanaan Tambang. Yogyakarta :


Kilau Book. ISBN: 978-623-7594-31-4

Barraq, A., 2019, Studi Sensitivitas Paramerter Tanah Pada Program Geostudio
2012: Slope/W Menggunakan Metode Fellenius, Universitas Trisakti,
ISBN : 978-623-91368-0-2

Darwis, 2018, Dasar-Dasar Mekanika Tanah, Nyutran MG II 14020 Yogyakarta,


ISBN : 978-602-429-098-6

Gunawan, H., Chairullah, B., dan Sundary, D., 2014., Analisis Stabilitas Lereng
Pada Ruas Jalan Blangkejeren – Laweaunan Kabupaten Gayolues
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Jurnal Teknik Sipil, ISSN 2088-
9321: Volume 3, Nomor 2: Hal 167-178

Haras, M., Turangan A. E., dan Legrans, R.R.I., 2017, Pengaruh Penambahan
Kapur Terhadap Kuat Geser Tanah Lempung, Tekno, ISSN : 0215-
9617 : Vol.15 Nomor 67 : Hal. 77-86

Hardianto, A. A., Bambang, H., 2018, Analisis Rancangan Lereng Disposal Area
Pit D Pada PT. Aman Toebilah Putra Kabupaten Lahat Provinsi
Sumatera Selatan. Jurnal Bina Tambang, ISSN : 2302-3333 : Vol. 4
Nomor 2 : Hal. 21-30
41

Hoek and Bray, J., 1981, Rock Slope Engineering 4rd Ed., The Institution of
Mining and Metallurgy, London, ISBN : 0-203-49908-5

Kumar, V., Parkash, V., 2015, A Model Study of Slope Stability in Mines Situated
in South India, Advances in Applied Science Research, ISSN: 0976-8610
: Vol. 6 : Nomor 8 : Hal. 82-90

Noorchayo, A., Toha, M.T., dan Bochori, 2019, Stabilitas Lereng Disposal Serelo
Selatan Di Pt. Bumi Merapi Energi, Jurnal Pertambangan. ISSN 2549-
1008 : Vol 3. Nomor 4 : Hal. 44-51

Nurhakim, C.L., Dwiatmoko, M.U., dan Melati, S., 2016, Perencanaan Disposal
Pada Tambang Terbuka Batubara, Jurnal Geosapta, Vol.2, Nomor 1 :
Hal. 49-54

Pangemanan, V.G.M., Turangan, A.E., dan Sompie, O.B.A., 2014, Analisis


Kestabilan Lereng Dengan Metode Fellenius (Studi Kasus: Kawasan
Citraland), Jurnal Sipil Statik, ISSN: 2337-6732: Vol.2, Nomor 1: Hal.
37-46

Rajagukguk, O.C.P., Turangan, A.E., Monintja, S., 2014, Analisis Kestabilan


Lereng dengan Metode Bishop. Jurnal Sipil Statik, ISSN: 2337-6732 :
Vol.2 Nomor 3 : Hal. 140-147

Rostiyanti, S.F., 2008, Alat Berat Untuk Proyek Konstruksi, Rineka Cipta, Jakarta.
ISBN : 978-979-518-850-6

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan


Batubara

Zudri, A.T., Anaperta, Y.M., 2018, Analisis Kestabilan Lereng Jalan Tambang di
Area Zona 4 PT. Bintang Sumatra Pasifik di Koto Alam Kabupaten 50
Kota, Jurnal Bina Tambang, ISSN: 2302-3333 : Vol. 4 , Nomor 4, : Hal.
57-70
.

Anda mungkin juga menyukai