Anda di halaman 1dari 77

1

RANCANGAN LOKASI DAN GEOMETRI LERENG DISPOSAL


MENGGUNAKAN METODE BISHOP DAN FELLENIUS
STUDI KASUS PADA BLOK F PT. JAGAD RAYATAMA

HASIL PENELITIAN

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN MENCAPAI


DERJAT SARJANA (S1)

DIAJUKAN OLEH

ADI YUSWANTO
R1D115144

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
2

DAFTAR ISI

Hal
HALAMAN SAMPUL………………………………………………………….....................i
HALAMAN PERSETUJUAN……………………………………………………………...ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………….iii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………………..….iv
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………………………..v

.PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................3
C. Tujuan Penelitian..........................................................................................4
D. Manfaat Penelitian........................................................................................4

II.TINJAUAN PUSTAKA
A. Kegiatan Penambangan.................................................................................5
B. Disposal (Waste Dump)................................................................................6
1. Pemilihan lokasi disposal.............................................................................6
2. Faktor pengembangan material disposal......................................................6
3. Jenis –jenis disposal (waste dump)..............................................................8
C. Rancangan Geometri Lereng......................................................................10
1. Geometri jenjang........................................................................................10
2. Aturan dalam penerapan jenjang penambangan……………………………….11
D. Stabilitas Lereng.........................................................................................12
1. Analisis kestabilan lereng..........................................................................13
2. Standar faktor keamanan lereng.................................................................13
3. Parameter analisis kestabilan lereng..........................................................14
4. Pengujian parameter tanah.........................................................................15
5. Analisis kestabilan lereng Metode Irisan...................................................17
6. Metode Bishop yang disederhanakan........................................................19
7. Metode Fellenius........................................................................................23

III. METODE PENELITIAN


A. Waktu dan Lokasi Penelitian......................................................................27
B. Jenis Penelitian............................................................................................27
C. Instrumen Penelitian...................................................................................27
D. Prosedur Penelitian.....................................................................................28
E. Bagan Alir Penelitian..................................................................................37
3

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Pengujian Laboratorium Mekanika Tanah…………………………………………35
B. Perhitungan Volume Overburden.................................................................39
C. Rancangan Lokasi Disposal.........................................................................40
D. Analisis Kesatabilan Lereng........................................................................41
1. Perhitungan Metode Bishop......................................................................42
2. Perhitungan Metode Fellenius..................................................................42
E. Pemodelan Disposal....................................................................................47
F. Rancangan Geometri Lereng........................................................................50

V. PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………………………….….53
B. Saran………………………………………………………………...…………………...54

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
4

DAFTAR TABEL

Hal
Tabel 1. Sw dan LF untuk beberapa jenis tanah
Tabel 2. Klasifikasi faktor keamanan
Tabel 3. Kesetimbangan gaya beberapa metode irisan
Tabel 4. Alat dan bahan beserta kegunaannya
Tabel 5. Hasil pengambilan sampel tanah
Table 6. Hasil pengujian bobot isi tanah
Tabel 7. Hasil pengujian sifat mekanika tanah
Tabel 8. Tabulasi perhitungan faktor keamanan metode Bishop
Tabel 9. Nilai FK pada setiap percobaan
Tabel 10. Nilai iterasi kelima dengan nilai F coba-coba 2,28
Tabel 11. Tabulasi perhitungan faktor keamanan metode Fellenius
Tabel 12. Rencana penimbunan overburden
Tabel 13. Hasil pengujian sifat fisik tanah
Tabel 14. Hasil pengujian sifat mekanik tanah
Tabel 15. Perhitungan luas setiap irisan
Tabel 16. Tabulasi perhitungan faktor keamanan metode Bishop
Tabel 17. Iterasi 1 dengan nilai F coba-coba 1,5
Tabel 18. Iterasi 2 dengan nilai F coba-coba 2,08
Tabel 19. Iterasi 3 dengan nilai F coba-coba 2,24
Tabel 20. Iterasi 4 dengan nilai F coba-coba 2,27
Tabel 21. Iterasi 5 dengan nilai F coba-coba 2,28
5

DAFTAR GAMBAR

Hal
Gambar 1. Pengisian lembah atau penimbunan puncak
Gambar 2. Penimbunan berteras ( terraced dump)
Gambar 3. Diagram sudut jenjang, kemiringan, puncak dan kaki lereng
Gambar 4. Uji geser dan plot kekuatan puncak Mohr
Gambar 5. Skema Alat Uji Geser Langsung
Gambar 6. Metode Irisan (Ordinary Method of Slice).
Gambar 7 Gaya-gaya yang bekerja pada suatu potongan
Gambar 8. Lereng dengan busur lingkaran bidang longsor
Gambar 9. Peta Lokasi Penelitian…………………………………………………………..27
Gambar 10. Pengambilan sampel tanah
Gambar 11. Membungkus sampel dengan selotip
Gambar 12. Mencetak dan meratakan sampel
Gambar 13. Penimbangan cetakan
Gambar 14. Penimbangan benda uji
Gambar 15. Memasukan benda uji pada kotak geser
Gambar 16. Alat pembebanan vertikal
Gambar 17. Bagan Alir Penelitian
Gambar 18. Blcok model dari blok F tampak samping
Gambar 19. Topografi dan letak area disposal blok F
Gambar 20. Geometri lereng disposal
Gambar 21. Disposal area blok F
Gambar 22. Peta rancangan disposal
Gambar 23. Geometri lereng disposal keseluruhan
Gambar 24. Squence penimbunan overburden
Gambar 25. Pembagian irisan pada bidang longsor
6

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia memiliki banyak sumberdaya mineral yang bernilai ekonomis,

sumberdaya mineral tersebut membuat banyak investor membuka usaha

pertambangan di berbagai wilayah di Indonesia. Untuk mendapatkan bahan galian

tersebut maka dilakukan proses penggalian baik dengan metode tambang terbuka

maupun tambang bawa tanah. Pada metode tambang terbuka agar mendapatkan

bahan galian yang diinginkan, perlu melakukan pembongkaran overburden atau

lapisan tanah penutup yang merupakan lapisan batuan yang tidak mengandung

mineral berharga.

Perusahaan tambang PT. Jagad Rayatama adalah salah satu perusahaan

yang bergerak dalam bidang industri pertambangan yang melakukan kegiatan

penambangan bijih nikel laterit menggunakan sistem tambang terbuka (Surface

Mining), metode Open Pit Mining. Perusahaan ini berencana akan membuka

sebuah pit baru disalah satu wilayah Izin Usaha Pertambangan yang berada di

Kecamatan Palangga Selatan, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi

Tenggara, yaitu pada blok F. Pembukaan pit baru ini dilakukan untuk
7

meningkatkan produksi nikel laterit, target produksi, serta untuk memenuhi

permintaan pasar.

Blok F merupakan salah satu blok yang ada di PT. Jagad Rayatama yang

memiliki luas area ± 10 Ha., dan akan memulai pembukaan pit baru. Oleh karena

itu untuk kegiatan awal penambangannya yaitu memindahkan tanah penutup atau

overburden perlu mencari lokasi yang aman dan efesien yang berada di area blok

F sehingga tidak menutupi area yang masih mengandung bahan galian yang

ekonomis. Lokasi ini disebut dengan disposal atau dumping area. Dalam

menentukan suatu area menjadi lokasi disposal, maka haruslah memenuhi kriteria

dan pertimbangan yang matang agar lokasi tersebut aman, dapat meminimalisir

penggunaan lahan serta dapat menampung keseluruhan material overburden yang

dipindahkan dari pit. Kemudian pada kegiatan penambangan sering kali terjadi

masalah kecelakaan kerja akibat kegagalan kemantapan lereng yang terjadi pada

lereng disposal, sehingga menyebabkan disposal tersebut runtuh atau longsor. Hal

ini disebabkan karena rancangan geometri lereng disposal tersebut tidak

memenuhi standar Faktor keamanan (FK) yang telah ditetapkan. Faktor keamanan

ini merupakan perbandingan antara gaya penahan dan gaya dorong tanah yang

menentukan apakah suatu lereng berada pada kondisi stabil, kritis dan labil pada

suatu bidang longsoran.

Faktor keamanaan (FK) lereng dapat dihitung dengan berbagai metode.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode Bishop dan Fellenius.

Metode Bishop dan Fellenius adalah metode yang paling umum digunakan untuk

menganalisis kestabilan lereng pada material tanah yang didasarkan pada metode
8

irisan dimana asumsi yang dipakai untuk bidang longsoran yaitu berbentuk busur

lingkaran. Namun keduannya berbeda dalam menentukan kesetimbangan pada

model irisan untuk menganlisis faktor keamanannya. Metode Bishop dalam

analisisnya dilakuakan dengan cara coba–coba ( trial and error ), karena nilai

faktor aman F nampak di kedua sisi persamaannya. Dalam prakteknya diperlukan

untuk memasukan nilai coba-coba secara berulang kali sampai menemukan

bidang longsor dengan nilai faktor aman yang terkecil pada kedua sisinya,

shingga cukup rumit dalam penggunaanya, namun hasilnya lebih akurat dan

mendekati kondisi sebenarnya. Adapun Metode Fellenius juga didasarkan pada

metode irisan namun pada penggunaanya lebih sederhana dan hasilnya langsung

dapat dihitung tanpa perlu melakukan coba-coba seperti pada metode Bishop.

Oleh karena itu hasil perhitungannya dapat menjadi sebuah perbandingan

mana yang lebih efesien penggunaan metodenya untuk menghitung kemantapan

lereng disposal serta menjadi penguat kevalidan dari hasil perhitungan faktor

keamanan ( FK ) apabila digunanakan lebih dari satu metode. Berdasarkan uraian

tersebut, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “Rancangan

Lokasi dan Geometri Lereng Disposal Menggunakan Metode Bishop dan

Fellenius Studi Kasus Pada Blok F PT. Jagad Rayatama”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Berapa jumlah volume overburden pada blok F PT. Jagad Rayatama ?


9

2. Bagaimana rancangan lokasi disposal yang sesuai untuk menampung volume

overburden pada Blok F PT. Jagad Rayatama ?

3. Bagaimana geometri lereng disposal yang aman untuk jenis material

overburden Blok F PT. Jagad Rayatama menggunakan Metode Bishop dan

Fellenius ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari pelaksanaan penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1. Menentukan jumlah volume overburden pada blok F PT. Jagad Rayatama

2. Menentukan rancangan lokasi disposal yang sesuai untuk menampung

volume overburden pada Blok F PT. Jagad Rayatama

3. Menentukan geometri lereng disposal yang aman untuk jenis material

overburden Blok F PT. Jagad Rayatama menggunakan Metode Bishop dan

Fellenius

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat menambah

pengetahuan dan wawasan bagi peneliti serta dapat membandingkan secara

langsung teori yang didapatkan diperkuliahan dengan kondisi yang ada di

lapangan terutama dalam kegiatan perencanaan disposal tambang.


10

I. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kegiatan Penambangan

Menurut Undang-Undang nomor 3 tahun 2020 yang merupakan perubahan

atas Undang-Undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan

Batubara, pada pasal 1 dijelaskan bahwa Pertambangan adalah sebagian atau

seluruh tahapan kegiatan dalam rangka, pengelolaan dan pengusahaan mineral

atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan,

konstruksi, penambangan, pengolahan dan/atau pemurnian atau pengembangan

dan/atau pemanfaatan, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.

Sedangkan penambangan adalah kegiatan untuk memproduksi mineral dan/atau

batubara dan mineral ikutannya.

Masih pada pasal yang sama dijelaskan bahwa operasi produksi adalah

tahapan kegiatan usaha pertambangan yang meliputi konstruksi, penambangan,

pengolahan dan/atau pemurnian atau pengembangan dan/atau pemanfaatan,

termasuk pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak

lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan. Konstruksi adalah kegiatan usaha

pertambangan untuk melakukan pembangunan seluruh fasilitas operasi produksi,

termasuk pengendalian dampak lingkungan. Adapun pengolahan adalah upaya

meningkatkan mutu komoditas tambang mineral untuk menghasilkan produk

dengan sifat fisik dan kimia yang tidak berubah dari sifat komoditas tambang asal

untuk dilakukan pemurnian atau menjadi bahan baku industri.


11

B. Disposal (Waste Dump)

Hardianto dan Bambang, (2018), menjelaskan Waste dump atau disposal

merupakan daerah pada suatu operasi tambang terbuka yang digunakan sebagai

tempat membuang material kadar rendah dan atau material bukan bijih. Material

tersebut harus digali dari pit agar dapat memperoleh bijih/material kadar tinggi.

1. Pemilihan lokasi disposal

Bargawa, (2018) menjelaskan pemilihan lokasi waste dump tergantung

pada beberapa faktor yaitu lokasi dan ukuran pit sebagai fungsi waktu, topografi,

volume waste rock sebagai fungsi waktu, batas konsesi pertambangan, jalur

penirisan, persyaratan reklamasi, kondisi fondasi dan peralatan penanganan

material. Rancangan waste dump sangat penting untuk menentukan perhitungan

keekonomian. Lokasi dan bentuk dari waste dump akan mempengaruhi terhadap

jumlah gilir-kerja (shift) yang diperlukan, demikian pula biaya operasi dan jumlah

truk yang diperlukan. Pada umumnya luas daerah yang diperlukan untuk area

waste dump adalah dua sampai tiga kali dari daerah penambangan (pit). Hal ini

disebabkan oleh material yang telah dibongkar (loose material) berkembang 30-

45% dibandingakan dengan material insitu, sudut kemiringan untuk setiap dump

umumnya lebih landai dari pit dan material pada umumnya tidak dapat ditimbun

setinggi kedalaman dari pit.

2. Faktor pengembangan material disposal (Swell Factor)

Rostiyanti, (2008) menjelaskan volume material pada umumnya akan

meningkat pada saat digali. Peningkatan volume ini diakibatkan oleh lepasnya

ikatan antar partikel tanah yang kemudian diisi udara. Perubahan volume ini
12

disebut dengan pengembangan (swell). Hubungan antara kondisi tanah asli dengan

tanah lepas ditentukan oleh faktor pemuatan atau load factor (LF) dan presentase

pengembangan atau swell percentage (Sw ). Persamaan yang dipakai adalah :

1
LF= (1)
1+S w

Vb
LF= (2)
Vl

untuk menghitung Swell Factor dapat digunakan rumus sebagai berikut :

Sw =
( Wb
Wl )
-1 ×100 (3)

Keterangan :

Sw = Sweel Factor (%)


W b = Volume asli (bcm)
W l = Volume gembur (lcm)

Adapun presentase pengembangan (Sw ) dan faktor pemuatan (LF) dapat

dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Sw dan LF untuk beberapa jenis tanah


Jenis Tanah Presentase Mengembang (%) Faktor Pemuatan
Lempung Kering 35 0,74
Lempung Basah 35 0,74
Tanah Kering 25 0,80
Tanah Basah 25 0,80
Tanah dan Kerikil 20 0,83
Kerikil Kering 12 0,89
Kerikil Basah 14 0,88
Batu Kapur 60 0,63
Batu Hasil Peledakan 60 0,63
Pasir Kering 15 0,87
Pasir Basah 15 0,87
Batuan Sedimen 40 0,71
Sumber: (Rostiyanti, 2008)
13

3. Jenis –jenis disposal (waste dump)

Berdasarkan alasan politik, banyak perusahaan menjauhi nama waste

dump. Istilah yang lebih populer adalah waste rock, storage area, rock piles, dan

lain-lain

Adapun Jenis disposal atau waste dump dibedakan menjadi dua yaitu:

a) Pengisian lembah atau penimbunan puncak (valley fill)

1. Dapat diterapkan di daerah yang mempunyai topografi curam

2. Elevasi puncak (dump crest) ditetapkan pada awal pembuatan dump. Truk

membawa muatan ke elevasi ini dan membuang muatan ke lembah di

bawahnya.

3. Dump dibangun berdasarkan angle of repose

4. Dumping akan mulai pada kaki dari dump final sehingga pada awal proyek

jarak pegangkutan truk lebih panjang.

Adapun jenis disposal tipe pengisian lembah dapat dilihat pada Gambar 1

Gambar 1. Pengisian lembah atau penimbunan puncak (Sumber: Bargawa, 2018)


14

b) Penimbunan berteras (terraced dump) yaitu timbunan yang dirancang ke atas

(dalam lift)

1. Dapat diterapkan jika topografi tidak begitu curam pada lokasi timbunan

2. Timbunan dirancang dari bawah ke atas. Tinggi tiap lift biasanya 20-40 m

3. Lift-lift berikutnya terletak di belakang sehingga sudut keseluruhan

(overall slope angle) mendekati yang dibutuhkan untuk reklamasi.

Adapun jenis disposal Penimbunan berteras dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2. Penimbunan berteras ( terraced dump) (Sumber: Bargawa, 2018)

C. Rancangan Geometri Lereng

Geometri lereng terdiri dari lereng tunggal (single slope) dan lereng

keseluruhan (overall slope) dengan dimensi tinggi dan sudut tertentu. Dimensi

dari geometri lereng meliputi tinggi lereng, sudut lereng dan ramp. Tinggi lereng

adalah jarak vertikal dari bidang kaki (toe) hingga puncak lereng (crest),

sedangkan sudut lereng adalah sudut yang dibuat antara garis yang

menghubungkan kaki dan puncak lereng dengan garis horizontal. Pada lereng

keseluruhan juga terdapat daerah yang menghubungkan antar lereng dikenal


15

dengan jenjang penahan (catch berm) dan bagian lereng untuk jalan tambang yang

disebut ramp (Hardianto dan Bambang, 2018).

1. Geometri jenjang

Bargawa (2018), menjelaskan rancangan geometri jenjang biasanya

dinyatakan dalam bentuk parameter-parameter untuk ketiga aspek ini:

a) Tinggi jenjang (bench height)

Biasanya alat muat yang digunakan harus mampu mencapai crest (bagian

atas jenjang). Pertimbangan penentuan dimensi tinggi jenjang penambangan

ditentukan antra lain sifat fisik batuan, sifat mekanik batuan, keadaan struktur

geologi perlapisan batuan, dan kemampuan alat yang digunakan. Apabila

diinginkan peningkatan dimensi jenjang maka ukuran alat muat harus

menyesuaikan dengan pertimbangan tersebut.

b) Sudut lereng jenjang (face angle)

Pada umumnya pekerjaan penggalian yang dilakukan memakai alat gali

mekanis seperti backhoe atau shovel dipermukaan jenjang akan menghasilkan

sudut lereng antara 60 derajad – 65 derajad. Biasanya sudut lereng yang lebih

curam memerlukan peledakan pre-splitting.

c) Lebar jenjang (bench width)

Lebar jenjang ditentukan berdasarkan faktor keamanan. Tujuan pembuatan

jenjang adalah untuk menahan tanah atau batuan yang runtuh. Pembersihan

berkala pada jenjang ini dilakukan menggunakan bulldozer kecil atau

motorgrader.

d) Overall slope angle


16

Merupakan sudut kemiringan dari keseluruhan jenjang yang dibuat pada

front (muka kerja) penambangan. Kemiringan ini diukur dari crest paling atas

sampai dengan toe paling akhir dari front penambangan. Adapun bagian-bagian

geometri jenjang apat dilihat pada Gambar 3

Gambar 3. Diagram menunjukkan sudut jenjang, sudut kemiringan, puncak


dan kaki lereng (Sumber: Kumar dan Prakash, 2015)

2. Aturan dalam penerapan jenjang penambangan

Berdasarkan ketetapan penerapan jenjang penambangan (bench) yang diatur

dalam Kepmen ESDM (1995) nomor 555.K/26/M.PE/1995 tentang “Keselamatan

dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum” Pasal 241 tentang Tinggi Permuka

Kerja dan Lebar Teras Kerja, menjelaskan bahwa:

a) Kemiringan, tinggi dan lebar teras harus dibuat dengan baik dan aman untuk

keselamatan para pekerja agar terhindar dari material atau benda jatuh.

b) Tinggi jenjang (bench) untuk pekerjaan yang dilakukan pada lapisan yang

mengandung pasir, tanah liat, krikil, dan material lepas lainnya harus:

1. Tidak boleh lebih dari 2,5 meter apabila dilakukan secara manual.

2. Tidak boleh lebih dari 6 meter apabila dilakukan secara mekanik.


17

3. Tidak boleh lebih dari 20 meter apabila dilakukan dengan menggunakan

clamshell, dragline, bucket wheel excavator atau alat sejenis kecuali

mendapat persetujuan Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang.

c) Tinggi jenjang untuk pekerjaan yang dilakukan pada material kompak tidak

boleh lebih dari 6 meter, apabila dilakukan secara manual.

d) Dalam hal penggalian dilakukan sepenuhnya dengan alat mekanis yang

dilengkapi dengan kabin pengaman yang kuat, maka tinggi jenjang

maksimum untuk semua jenis material kompak 15 meter, kecuali mendapat

persetujuan Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang.

e) Studi kemantapan lereng harus dibuat apabila:

1. Tinggi jenjang keseluruhan pada sistem penambangan berjenjang lebih

dari 15 meter, dan

2. Tinggi setiap jenjang lebih dari 15 meter.

f) Lebar lantai kerja sekurang-kurangnya 1,5 kali tinggi jenjang atau

disesuaikan dengan alat-alat yang digunakan sehingga dapat bekerja dengan

aman dan harus dilengkapi dengan tanggul pengaman (safety berm) pada

tebing yang terbuka dan diperiksa pada setiap gilir kerja dari kemungkinan

adanya rekahan atau tanda-tanda tekanan atau tanda-tanda kelemahan lainnya.

D. Stabilitas Lereng

Rajagukguk dkk. (2014) menjelaskan lereng adalah bidang miring yang

menghubungkan bidang-bidang lain yang mempunyai elevasi yang berbeda.

Lereng terbentuk secara alamiah maupun dengan bantuan manusia. Ditinjau dari

jenisnya, secara umum lereng terbagi atas tiga bagian yaitu :


18

1. Lereng alam yaitu lereng yang terjadi akibat proses-proses alamiah, misalnya

lereng pada perbukitan.

2. Lereng yang dibuat dalam pada tanah asli misalnya bilamana tanah dipotong

untuk pembuatan jalan atau saluran air irigasi.

3. Lereng yang dibuat dari tanah yang dipadatkan misalnya tanggul atau

bendungan urugan tanah.

1. Analisis kestabilan lereng

Menurut Andriyan, dkk., (2018), prinsip dasar dari analisis kestabilan

lereng secara sederhana meliputi peran dua hal, yaitu gaya-gaya penahan

(kekuatan yang dimiliki lereng agar tidak longsor), dan gaya-gaya pendorong

(gaya yang menyebabkan terjadinya longsor). Jika gaya penahan lebih besar dari

gaya pendorong maka lereng tersebut akan stabil, begitu pula sebaliknya jika gaya

pendorong lebih besar dari pada gaya penahan maka akan terjadi longsor.

2. Standar faktor keamanan lereng

Kestabilan lereng biasa dinyatakan dalam bentuk faktor keamanan (FK)

yang didefinisikan sebagai berikut :

Gaya Penahan
Faktor Keamanan (FK) =
Gaya Penggerak

(4)

Apabila nilai FK untuk suatu lereng > 1,0 (gaya penahan > gaya penggerak),

lereng tersebut berada dalam kondisi stabil. Namun, apabila harga FK < 1,0 (gaya

penahan < gaya penggerak), lereng tersebut berada dalam kondisi tidak stabil dan

mungkin akan terjadi longsoran pada lereng tersebut. ( Zudri dan Anaperta, 2018)

Menurut Andriyan, dkk., (2018), faktor keamanan dapat disesuaikan


19

dengan keperluan sebagaimana yang dikemukakan oleh Bowles. Adapun

klasifikasi faktor keamanan dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2. Klasifikasi faktor keamanan


Faktor keamanan Kondisi
F kurang dari 1,07 Labil (longsor terjadi)
F antara 1,07 sampai 1,25 Kritis (longsor pernah terjadi)
F di atas 1,25 Stabil (longsor jarang terjadi)
Sumber : (Andriyan, dkk., 2018)

3. Parameter analisis kestabilan lereng

Noorchayo, dkk., (2019) menjelaskan sifat fisik dan mekanik batuan atau

tanah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kestabilan dari lereng

karena berkaitan dengan besar kecilnya nilai kekuatan geser dimana kerobohan

yang dialami pada lereng merupakan peristiwa keruntuhan geser. Berikut ini sifat

fisik dan mekanik tanah yang dibutuhkan dalam melakukan analisa kestabilan

lereng sebagai berikut :

a) Sifat mekanik tanah

1. Sudut geser dalam (Φ ), yaitu sudut yang terbentuk dari hubungan antara

tegangan geser dengan tegangan normal dalam material tanah

2. Kohesi (c), adalah kuat tarik menarik antara butiran tanah yang dinyatakan

dalam satuan berat persatuan luas. Bila kuat gesernya semakin besar, maka

semakin besar pula harga kohesi dari tanah tersebut

b) Sifat fisik tanah (Bulk Density)

Bulk density atau bobot isi adalah nilai perbandingan antara berat tanah

dengan volume tanah termasuk volume pori-pori tanah. Bulk density


20

merupakan petunjuk kepadatan tanah. Makin padat suatu tanah makin tinggi

bulk density, yang berarti makin sulit meneruskan air atau menembus akar

tanaman. Adapun untuk analisis bobot isi tanah dapat menggunakan rumus

sebagai berikut :

WS
Berat isi tanah =γ= (5)
V

( W 2 -W 1 )
γ=
V

(6)

Keterangan:

γ ¿ Bobot isi tanah (gram/cm3)


W S ¿ Massa tanah (gram)
W 1 ¿ Massa tanah + ring sampel (gram)
W 2 ¿Massa ring sampel (gram)
V ¿Volume ring sampel (cm3). (Abdillah dan Anaperta, 2018)

4. Pengujian parameter tanah dengan uji geser langsung (Direct Shear Test)

Haras, dkk., (2017) menjelaskan percobaan geser langsung merupakan

salah satu pengujian tertua dan sangat sederhana untuk menentukan parameter kuat

geser tanah (shear strength parameter), yaitu kohesi (c) dan sudut geser dalam (Φ

). Dalam percobaan ini dapat dilakukan pengukuran secara langsung dan cepat,

untuk menentukan nilai kekuatan geser tanah dengan kondisi tanpa pengaliran

(undrained) atau dalam konsep tegangan total (total stress). Kekuatan geser ini

dirumuskan oleh Mohr-Coulomb dengan persamaan sebagai berikut :

S ¿c + σ n tan Φ (7)

Keterangan :

S ¿ Kekuatan geser maximum (kg/cm2)


21

c ¿ Kohesi (kg/cm 2)
σ n ¿ Tegangan normal (kg/cm2
Φ=¿ sudut geser dalam (° )

Menurut Abdillah dan Anaperta (2018) kuat geser tanah merupakan

kemampuan tanah melawan tegangan geser yang terjadi pada saat terbebani.

Sedangkan nilai tegangan normal dan tegangan geser dihitung dengan rumus :

Beban Geser (S) 2


Tegangan geser (τ ) = (kg/ cm ) (8)
Luas Cetakan (A)

Beban Normal (N) 2


Tegangan Normal (σ ) = (kg/ cm ) (9)
Luas Cetakan (A)

Adapun hubungan antara tegangan geser dan tegangan normal pada uji geser dapat
dilihat pada Gambar 4

Gambar 4. Uji geser dan plot kekuatan puncak Mohr (Sumber: Hoek dan
Bray, 1981)

Menurut Darwis, (2018) pengujian dilakukan pada sampel tanah yang

dibatasi pada kotak logam penampang persegi yang terbelah horizontal pada

ketinggian pertengahan. Sebuah beban normal (normal load) diberikan untuk

sebatas dipertahankan posisi kedua belah kotak sebelum digeser. Selanjutnya

tanah digeser sepanjang bidang yang telah ditentukan dengan menggerakkan


22

bagian atas, dengan gaya geser (shear force). Kotak biasanya persegi dalam

rencana ukuran 60 mm x 60 mm. Adapun kotak geser ditampilkan seperti pada

Gambar 5 berikut.

Gambar 5. Skema Alat Uji Geser Langsung (Sumber: Darwis, 2018)

5. Analisis kestabilan lereng Metode Irisan (Method of Slice)

Darwis (2018), menjelaskan pada metode irisan gaya normal yang bekerja

pada suatu titik dilingkaran bidang longsor, terutama dipengaruhi oleh berat

sendiri tanah di atas titik longsor tersebut. Dengan metode irisan, massa tanah

yang longsor dipecah-pecah menjadi beberapa irisan vertikal. Kemudian,

keseimbangan dari tiap-tiap irisan dianalisis.

Pada gambar berikut, diperlihatkan satu irisan dengan gaya-gaya yang

bekerja pada irisannya. Gaya-gaya tersebut terdiri atas gaya geser (Xr dan Xi),

serta gaya normal efektif (Er dan Ei), yang bekerja disepanjang sisi irisannya.

Juga ada resultan gaya geser efektif (Ti), serta resultan gaya normal efektif (Ni),

yang bekerja disepanjang dasar irisannya. Pada irisannya, tekanan air pori Ui dan

Ur bekerja di kedua sisinya, dan tekanan air pori Ui bekerja pada dasar irisannya.

Adapun asumsi gay-gaya yang bekerja pada irisan dapat dilihat pada Gambar 6
23

Gambar 6. Metode Irisan (Ordinary Method of Slice). (Sumber: Barraq, 2019)

Keterangan :

O ¿ Titik pusat rotasi


Xr dan Xi ¿Gaya geser
Er dan Ei ¿Gaya normal efektif
Ti ¿Resultan gaya geser efektif
Ni ¿Resultan gaya normal efektif
Ui dan Ur ¿Tekanan air pori bekerja di kedua sisi
Ui ¿Tekanan air pori yang bekerja pada dasar irisan

Adapun kesetimbangan gaya pada beberapa model metode irisan dapat

dilihat pada Tabel 3

Tabel 3. Kesetimbangan gaya beberapa metode irisan


Kesetimbangan
Metode Gaya Gaya
Momen
Vertikal Horizontal
Irisan biasa (Fellenius) Tidak Tidak Ya
Bishop yang
Ya Tidak Ya
disederhanakan
Janbu yang
Ya Ya Tidak
disederhanakan
Janbu yang umum Ya Ya Tidak
Lowe-Karafiath Ya Ya Tidak
Corps of Engineer Ya Ya Tidak
Spencer Ya Ya Ya
Morgenstern – Price Ya Ya Ya
Kesetimbangan Batas Ya Ya Ya
Sumber : (Noorchayo, dkk., 2019)
24

6. Metode Bishop yang disederhanakan ( Bishop Simplified Method )

Menurut Zudri dan Anaperta, (2018), metode Bishop yang disederhanakan

merupakan metode yang paling populer dalam analisis kestabilan lereng. Asumsi

yang digunakan dalam metode ini yaitu besarnya gaya geser antar-irisan sama

dengan nol (X = 0), dan bidang runtuh berbentuk sebuah busur lingkaran.

Kondisi kesetimbangan yang dapat dipenuhi oleh metode ini adalah

kesetimbangan gaya dalam arah vertikal untuk setiap irisan dan kesetimbangan

momen pada pusat lingkaran runtuh untuk semua irisan. Sedangkan

kesetimbangan gaya dalam arah horisontal tidak dapat dipenuhi. Adapun gaya-

gaya yang bekerja pada suatu potongan irisan dapat dilihat pada Gambar 7

Gambar 7. Gaya-gaya yang bekerja pada suatu potongan (Sumber:


Rajagukguk, dkk., 2014)
Keterangan :

W = Berat total pada irisan


EL, ER = Gaya antar irisan yang bekerja secara
horisontal pada penampang kiri dan kanan
XL, XR = Gaya antar irisan yang bekerja secara
vertikal pada penampang kiri dan kanan
P = Gaya normal total pada irisan
T = Gaya geser pada dasar irisan
B = Lebar dari irisan
25

l = Panjang dari irisan


α = Sudut Kemiringan lereng

Metode Bishop pada dasarnya sama dengan metode swedia, tetapi dengan

memperhitungkan adanya gaya-gaya antar irisan yang ada. Pertama yang harus

diketahui adalah geometri dari lereng dan juga titik pusat busur lingkaran bidang

luncur, serta letak rekahan. Adapun untuk menentukan titik pusat busur lingkaran

bidang luncur dan letak rekahan pada longsoran busur dipergunakan grafik.

Metode Bishop yang disederhanakan merupakan metode sangat popular

dalam analisis kestabilan lereng dikarenakan perhitungannya yang sederhana,

cepat dan memberikan hasil perhitungan faktor keamanan yang cukup teliti.

Kekurangan metode ini apabila dibandingkan dengan metode lainnya yang

memenuhi semua kondisi kesetimbangan seperti Metode Spencer atau Metode

Kesetimbangan Batas Umum, jarang lebih besar dari 5%. Metode ini sangat cocok

digunakan untuk mendapatkan secara otomatis bidang runtuh kritis yang

berbentuk busur lingkaran dan untuk mencari faktor keamanan minimum.

(Analiser dan Nurhakiki, 2019).

Darwis (2018) menjelaskan Metode Bishop yang disederhanakan juga

didasarkan pada metode irisan yang telah dikembangkan sebelumnya. Adapun

persamaanya dapat ditulis sebagai berikut :

( )
i-n
1
R ∑ [ c' bi+ ( W i - u i b i ) tan Φ' ]
cos α i ( 1+ tan α i tan Φ /F )
'
i-l
FK = i-n

∑ W i sin αi
i-l

(17)

Keterangan :
26

FK = faktor keamanan
c’ = kohesi tanah efektif
Φ’ = sudut gesek dalam tanah efektif
bi = lebar irisan ke – i
W i = lebar irisan tanah ke – i
α i = sudut yang didefinisikan
W i = tekanan air pori pada irisan ke – i

Nilai perbandingan tekanan pori ( pore pressure ratio), didefinisikan sebagai:

ub u
ru = W = γh (18)

Keterangan:

ru = nilai banding tekanan pori


u = tekan air pori
b = lebar irisan
γ = berat volume tanah
h = tinggi irisan rata-rata

Sehingga dapat persamaan faktor keamanan dapat dituliskan dalam bentuk lain

untuk analisis stabilitas lereng cara Bishop yang disederhanakan adalah :

( )
i-n
1
R ∑ [ c bi+ W i ( 1-ru ) tan Φ ]
' '

i-l cos α i ( 1+ tan α i tan Φ' /F )


FK = i-n
(19)
∑ W i sin α i
i-l

Faktor keamanan dari bidang busur lingkaran adalah perbandingan momen

penahan dengan momen guling. Apabila faktor keamanan yang diperoleh tidak

memenuhi persyaratan aman, maka dilakukan kembali perubahan geometri

kemiringan lereng dengan metode trial and error hingga diperoleh faktor

keamanan yang memenuhi persyaratan aman. (Gunawan, dkk., 2014)

7. Metode Fellenius (Ordinary Method of Slice)

Pangemanan, dkk., (2014) menjelaskan Metode Fellenius (Ordinary

Method of Slice) diperkenalkan pertama oleh Fellenius (1927,1936) berdasarkan


27

bahwa gaya memiliki sudut kemiringan paralel dengan dasar irisan FK dihitung

dengan keseimbangan momen. Fellenius mengemukakan metodenya dengan

menyatakan asumsi bahwa keruntuhan terjadi melalui rotasi dari suatu blok tanah

pada permukaan longsor berbentuk lingkaran (sirkuler) dengan titik O sebagai

titik pusat rotasi. Metode ini juga menganggap bahwa gaya normal P bekerja

ditengah-tengah slice. Adapun sistem irisan lereng pada bidang longsor lingkaran

dapat dilihat pada Gambar 8

Gambar 8. Lereng dengan busur lingkaran bidang longsor (Sumber:


Pangemanan, dkk., 2014)

Keterangan :

W ¿Berat sendiri massa tanah


b ¿ Lebar irisan
Er dan Xl ¿Gaya-gaya antar irisan yang bekerja di samping kanan irisan
Pw ¿Gaya reaksi normal yang bekerja tegak lurus alas irisan
Tw ¿Gaya tangensial yang bekerja sejajar irisan

Pada Gambar 8 diperlihatkan suatu lereng dengan sistem irisan untuk

berat sendiri massa tanah (W) serta analisis komponen gaya-gaya yang timbul dari

berat massa tanah tersebut, yang terdiri dari gaya-gaya antar irisan yang bekerja di

samping kanan irisan (Er dan Xl). Pada bagian alas irisan, gaya berat (W)
28

diuraikan menjadi gaya reaksi normal Pw yang bekerja tegak lurus alas irisan dan

gaya tangensial Tw yang bekerja sejajar irisan. Besarnya lengan gaya (W) adalah

x = R sin α, dimana R adalah jari-jari lingkaran longsor dan sudut α adalah sudut

pada titik O yang dibentuk antara garis vertikal dengan jari-jari lingkaran longsor.

Barraq (2019), menjelaskan metode Fellenius hanya memperhitungkan

kesetimbangan momen atau hanya gaya arah vertikal saja dengan memperhatikan

tekanan air pori dengan anggapan ini keseimbangan arah vertikal dan gaya-gaya

yang bekerja dengan memperhatikan tekanan air pori adalah sebagai berikut:

N i + Ui = W i cos α i

(22)

atau,

N i = W i cos α i - U i

N i = W i cos α i - μ i a i (23)

Faktor aman didefinisikan:

jumlah momen tahanan geser sepanjang bidang longsor


FK =
Jumlah momen berat massa tanah yang longsor

FK=
∑ Mr
∑ Md
(24)

Lengan momen dari berat massa tanah tiap irisan adalah R sin Φ , maka momen

dari massa tanah yang akan longsor adalah:


i-n

∑ Md =R ∑ W i Sin α i (25)
i-1

dimana:
29

R = Jari-jari lingkaran bidang longsor (m)


n = Jumlah irisan
Wi = Berat massa tanah irisan ke-I (kN)
αi = Sudut yang didefinisikan (º)
sehingga persamaan untuk faktor keamanan menjadi:

i-n
R ∑ ( ca i + Ni Tan Φ )
i-1
FK= i-n
(26)
R ∑ W i Sin α i
i-1

Bila terdapat air pada lereng akibat pengaruh tekanan air pori, maka persamaan

menjadi:
i-n
R ∑ ( ca i +W i Cos α i - U i . Tan Φ )
i-1
FK= i-n
(27)
∑ W i Sin α i
i-1

keterangan:

FK = faktor Keamanan
c = kohesi tanah (kN/m2)
Φ = sudut gesekan dalam tanah (º)
ai = panjang lengkung lingkaran pada irisan ke-i (m)
Wi = berat irisan tanah ke-i (kN)
Ui = tekanan air pori pada irisan ke-i (kN/m2)
αi = sudut yang didefinisikan (º)

Bila ditemukan keberadaan air pada lereng tersebut maka tekanan air pori

pada bidang longsor tidak berpengaruh pada momen akibat gaya berat massa

tanah tersebut ( M d ). Karena resultan gaya akibat tekanan air pori tidak melewati

titik pusat lingkaran. Jika terdapat gaya-gaya selain berat lereng tanahnya sendiri,

seperti adanya beban bangunan di atas lereng, maka momen akibat beban ini

diperhitungkan sebagai momen dorong (Md). Metode Fellinius memberikan

faktor keamanan yang relatif lebih rendah dari cara hitungan yang lebih teliti.
30

Batas-batas nilai kesalahan dari metode Fellinius dapat mencapai kira-kira 5

sampai 40%, tergantung dari faktor keamanan, sudut pusat lingkaran yang dipilih,

dan besarnya tekanan air pori yang ada. Walaupun analisisnya ditinjau dalam

tinjauan tegangan total, kesalahan masih merupakan fungsi dari faktor keamanan

dan sudut pusat dari lingkarannya. Cara ini telah banyak digunakan dalam praktek

rekayasa pada konstruksi lereng. Karena cara hitungannya yang sederhana dan

kesalahan yang terjadi masih dianggap berada pada sisi yang aman. (Darwis,

2018)
31

II. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Secara administratif PT. Jagad Rayatama terletak di Kecamatan Palangga

Selatan, Kabupaten Konawe Selatan yang berjarak ± 90 km dari kota Kendari

yang dapat ditempuh melalui jalur darat baik itu menggunakan roda dua maupun

roda empat. Perjalanan dari kota Kendari menuju lokasi penambangan ditempuh

dalam waktu ± 2 jam. Penelitian akan dilakukan pada blok F dalam kurun waktu ±

1 bulan. Adapun lokasi penelitian yang di maksud dapat dilihat pada Gambar 9

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dan termasuk ke dalam jenis penelitian

kuantitatif. Penelitian ini lebih terarah ke penelitian terapan (Applied Research),

yaitu salah satu jenis penelitian yang bertujuan untuk mengaplikasikan ilmu yang

diperoleh. Pelaksanaan penelitian ini menggunakan data yang didapat dari

perusahaan yang kemudian dikembangkan sesuai dengan tujuan penelitian,

dimana kegiatan yang dilakukan yaitu meliputi observasi langsung di lapangan

berdasarkan keadaan aktual serta pengambilan data lapangan.


32

C. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini merupakan instrumen yang

sifatnya membantu penulis dalam proses pengumpulan data dan pengolahan hasil

penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dapat dilihat pada

Tabel 4

Tabel 4. Alat dan Bahan Beserta Kegunaannya

N0 Nama Kegunaan
1 Alat Tulis Menulis Sebagai alat tulis
2 Laptop Sebagai perangkat untuk mengolah data
Sebagai alat untuk mengambil gambar atau
3 Kamera
dokumentasi
4 GPS Untuk menentukan titik koordinat
5 Pipa 3 inchi Sebagai alat untuk mengambil sampel tanah
Sebagai alat untuk mengeluarakan sampel
6 Scoop Ujung Runcing
tanah dalam pipa besi
7 Palu Sebagai alat untuk menumbuk pipa besi
Sebagai alat untuk membungkus sampel
8 Selotip Bening
tanah
Sebagai alat untuk mengukur kedalaman
9 Meteran
sampel
Untuk menghitung volume Overbrden dan
10 Software surpac 6.3
untuk membuat desain/pemodelan disposal
11 Software ArcGIS 10.2 Untuk membuat peta
Software Microsoft Excel
12 Untuk pengolahan data
2010

D. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Studi literatur

Pada tahapan ini yaitu, dilakukan pengumpulan data-data sekunder dengan


33

mengumpulkan berbagai informasi, mempelajari dan membaca berbagai sumber

pustaka, yang terkait dengan judul penelitian, jurnal-jurnal serta laporan penelitian

yang menyangkut masalah yang sama, serta sumber lainnya yang menunjang dan

berhubungan dengan perencanaan rancangan disposal serta untuk pemahaman dan

pendalaman materi.
34

Gambar 9. Peta Lokasi Penelitian Blok F PT. Jagad Rayatama


35

2. Pengamatan lapangan

Pada tahap ini yang dilakukan adalah melakukan pengamatan mengenai

kondisi topografi daerah penelitian dan melakukan pengamatan secara langsung

berbagai situasi yang ada didaerah terkait sehingga dapat menemukan

permasalahan yang menjadi latar belakang penelitian.

3. Pengambilan dan pengumpulan data

Pengambilan data penelitian dilakukan dengan melakukan pengumpulan

data primer dan data sekunder. Bedasarkan kegiatan ini akan didapatkan beberapa

data berupa :

a. Data primer

1) Sampel tanah

Pengambilan sampel tanah dilakukan secara langsung di area penelitian yaitu

pada lapisan overburden (OB) blok F, dimana diambil pada dua titik lokasi yang

berebeda berdasarkan karakteristik tanahnya yang diberi nama titik sampel 1 dan

sampel 2. Untuk mengambil sampel tanah digunakan tabung/pipa dengan

diameter 3 inchi dan panjangnya ± 35 cm. sampel tanah yang diambil merupakan

tanah yang tidak terganggu dan tidak lupa diambil titik koordinat lokasinya.

Adapun hasil pengambilan sampel tanah di lapangan dapat dilihat pada Tabel 5

berikut.

Table 5. Hasil pengambilan sampel tanah


Sampe Tabun Lokasi Kedalama
l g S E n Tabung
4° 23'23,837 122° 21'27,204
30 cm
1 A " "
2 B 4° 23'22,214 122° 21'33,695 30 cm
36

" "

Adapun tahapan pengambilan sampel tanah, yaitu:

a) Permukaan tanah yang akan diambil sampelnya terlebih dahulu digali untuk

membersihkan bagian yang lapuk dari tanah.

b) Melakukan pengambilan sampel tanah menggunakan tabung/pipa dengan cara

dipukul menggunakan palu besi. Sampel tanah yang dibutuhkan untuk

analisis laborarorium mekanika tanah yaitu ± 30 cm.

Gambar 10. Pengambilan sampel tanah

c) Tabung diangkat dengan cara tanah yang berada disekitar tabung digali

melewati kedalaman tabung. Tujuannya untuk mengurangi gangguan pada

sampel tanah yang diambil.

d) Membungkus sampel yang telah diambil tersebut menggunakan selotip

bening. Tujuannya untuk menjaga keaslian sampel tanah yang diambil.


37

Gambar 11. Membungkus sampel dengan selotip

b. Data sekunder

1) Data block model overburden

Data block model digunakan sebagai data untuk menghitung volume

overburden (OB).

2) Data topografi

Pengambilan data topografi didapat dari kegiatan survei lapangan yang

dilakukan dengan menggunakan peralatan survei oleh pihak perusahaan.

3) COG bijih nikel perusahaan

Cut off grade (COG) merupakan kadar batas terendah yang masih bisa

ditolerir. Data ini merupakan ketentuan kadar batas dari unsur Ni yang telah

ditetapkan oleh perusahaan.

4) Rekomendasi geoteknik

Data rekomendasi geoteknik adalah data rancangan awal geometri lereng

yang direkomendasikan oleh perusahaan yang selanjutnya dianalisis berdasarkan


38

data geoteknik yang diambil langsung dilapangan.

4. Pengolahan dan analisis data

Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan cara menggabungkan data

sekunder dan data primer untuk mendapatkan hasil sesuai tujuan penelitian yang

telah ditetapkan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak

(software) yaitu Surpac 6.3, ArcGIS 10.3 dan Microsoft Excel. Adapun

pengolahan dan analisis data yang dilakukan meliputi:

a) Melakukan pengujian laboratorium mekanika tanah untuk mendapatkan nilai

bobot isi tanah ( γ ¿ menggunakan persamaan (6) dan sifat mekanika tanah

yang meliputi kohesi (c) dan sudut geser dalam ( Φ ) menggunakan metode

direct shear test

b) Menghitung volume overburden dengan menggunakan data hasil pemboran

dan data Cut off Grade (COG) bjih nikel dengan bantuan perangkat lunak

software Surpac 6.3. Kemudian menghitung volume overburden berdasarkan

faktor pengembangan material (sweel factor), menggunakan persamaan (1)

dan (2)

c) Membuat rancangan lokasi disposal dengan melakukan penentuan lokasi

disposal dan menghitung luas area yang diperlukan menggunakan bantuan

perangkat lunak pemodelan software Surpac 6.3, menggunakan beberapa data

sekunder seperti data topografi. Penentuan lokasi disposal mempertimbangkan

beberapa faktor seperti jumlah volume overbarden, jarak disposal dari front

penambangan, topografi, kondisi permukaan lokasi disposal.


39

d) Melakukan analisis nilai faktor keamanan menggunakan perangkat lunak

Software Microsoft Excel 2010 dengan menggunakan Metode Bishop yang

disederhanakan persamaan (17) dan Metode Fellenius persamaan (27) dengan

memasukan parameter geoteknik yang meliputi kohesi (c), sudut geser dalam (

Φ ¿ , dan bobot isi tanah ( γ ).

e) Membuat model desain disposal dengan menggunakan bantuan perangkat

lunak pemodelan software Surpac 6.3

f) Membuat rancangan geometri lereng berdasarkan desain akhir disposal


40

E. Bagan Alir Penelitian

Mulai

Studi Literatur

Pengamatan Lapangan

Pengambilan Data

Data Primer
Data Sekunder
1. Bobot isi tanah ( γ )
2. Kohesi (c) 1. Peta Lokasi Penelitian
3. Sudut geser dalam ( 2. Data Block Model Overburden
Φ) 3. COG Ni Perusahaan
4. Data Topografi
5. Data Rekomendasi Geoteknik

Pengolahan Data

Analisis Laboratorium Mekanika Tanah


1. Penentuan Sifat fisik tanah (bobot isi tanah) persamaan (6)
2. Penentuan sifat mekanik tanah (Kohesi dan sudut geser dalam)

1
41

Analisis Data

1. Perhitungan volume overburden berdasarkan faktor pengembangan material


(sweel factor), persamaan (1) dan (2)
2. Perancangan lokasi disposal berdasarkan data topografi yang disesuaikan
dengan kapasitas jumlah volume overburden
3. Analisis nilai faktor keaamanan (FK) geometri lereng berdasarkan parameter
bobot isi tanah ( γ ), kohesi (c), dan sudut geser dalam (Φ ) menggunakan
Metode persamaan (17) dan Metode Fellenius, persamaan (27)
4. Pembuatan model desain disposal berdasarkan hasil rancangan lokasi dan
rekomendasi geometri lereng
5. Pembuatan rancangan geometri lereng berdasarkan desain akhir disposal

Hasil

1. Rancangan lokasi disposal yang sesuai untuk


menampung volume overburden
2. Rancangan geometri lereng disposal yang
aman sesui dengan karakteristik material
overburden

Selesai

Gambar 17. Bagan Alir Penelitian


42

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengujian laboratorium mekanika tanah

Pengujian laboratorium mekanika tanah merupakan tahap yang dilakukan

setelah pengambilan data primer yang bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dan

mekanik tanah. Pengujian laboratorium mekanika tanah ini meliputi:

1. Sifat fisik tanah

Sifat fisik tanah bertujuan untuk mengetahui nilai bobot isi tanah (γ).

Adapun prosedur pengujian sifat fisik tanah, yaitu:

a) Peralatan

1) Timbangan yang diatur sesuai dengan cetakan benda uji dengan yang

memiliki ketelitian 0,01 gram

2) Cetakan benda uji yang memiliki diameter 6,6 cm dan tinggi 4 cm.

b) Cara uji

1) Mencetak sampel tanah menggunakan cetakan benda uji dan sampel tanah

selanjutnya diratakan berdasarkan ukuran cetakan benda uji.

Gambar 12. Mencetak dan meratakan sampel


43

2) Mempersiapkan formulir pengujian, peralatan dan sampel tanah.

3) Menimbang alat cetakan uji

Gambar 13. Penimbangan cetakan


4) Menimbang cetakan uji beserta benda uji.

Gambar 14. Penimbangan benda uji

Pengujian sifat fisik tanah bertujuan untuk menentukan nilai bobot isi

tanah, dimana bobot isi tanah adalah nilai perbandingan antara berat tanah dengan

volume tanah termasuk volume pori-pori tanah. Adapun hasil dari perhitungan

bobot isi tanah sebagai berikut.

1) Tabung A

Diketahui :

Nomor sampel :1
Berat ring (W1) : 14,46 gr
44

Volume ring (V) : 31,40 cm3


Berat ring + tanah basah (W2) : 74,11 gr
Berat tanah basah (W4) : W2-W1

Nomor sampel :2
Berat ring (W1) : 15,25 gr
Volume ring (V) : 31,40 cm3
Berat ring + tanah basah (W2) : 74,32gr
Berat tanah basah (W4) : W2-W1

Dengan menggunakan persamaan 6 maka penyelesaianya sebagai berikut:

( W 2 -W 1 )
a) γ=
V

( 74,11 - 14,46 )
γ=
31,40

( 59,65 )
γ=
31,40

γ= 1,90 gr/cm3

( W 2 -W 1 )
b) γ=
V

( 74,32 -15,25 )
γ=
31,40

( 59,07 )
γ=
31,40

γ= 1,84 gr/cm3

2) Tabung B

Diketahui :

Nomor sampel :1
Berat ring (W1) : 8,77 gr
Volume ring (V) : 31,40 cm3
Berat ring + tanah basah (W2) : 66,67 gr
Berat tanah basah (W4) : W2-W1
45

Nomor sampel :2
Berat ring (W1) : 13,85 gr
Volume ring (V) : 31,40 cm3
Berat ring + tanah basah (W2) : 73,62 gr
Berat tanah basah (W4) : W2-W1

Dengan menggunakan persamaan 6 maka penyelesaianya sebagai berikut:

( W 2 - W1 )
a) γ=
V

( 66,67 -8,77 )
γ=
31,40

( 59,65 )
γ=
31,40

γ= 1,8 gr/cm3

( W2- W1 )
b) γ=
V

( 73,62 -13,85 )
γ=
31,40

( 59,07 )
γ=
31,40

γ= 1,90 gr/cm3

Adapun hasil pengujian nilai bobot isi tanah dapat dilihat pada Tabel 6

dan Lampiran 3

Table 6. Hasil pengujian bobot isi tanah

Diametr Tinggi Luas Berat


Berat Bobot isi
Tabung Sampel conto conto Conto conto +
ring (gr) rata-rata
(cm) (cm) (cm) ring (gr)
A 1 6,5 2 33,18 74,11 14,46
1,89
2 6,5 2 33,18 74,32 15,25
1 6,5 2 33,18 66,67 8,77
B 1,87
2 6,5 2 33,18 73,62 13,85
46

2. Sifat mekanik tanah

Untuk mengetahui sifat-sifat mekanik tanah maka dilakukan pengujian uji

geser langsung (Direct Shear test). Sifat mekanik tanah yang dibutuhkan berupa

nilai kohesi tanah (c) dan nilai sudut geser dalam (Φ ). Adapun prosedur pengujian

sifat mekanik tanah, yaitu:

a) peralatan

1) Kotak geser

2) Cetakan uji

3) Batu pori

4) Alat pembebanan vertikal

5) Alat uji geser langsung ( Dirct Shear Test )

6) Alat pengukur waktu

b) Cara uji

1) Masukkan batu pori kedalam kotak geser sebagai landasan benda uji

kemudian masukan benda uji, dan tutup benda uji dengan penutup kotak

geser.

Gambar 15. Memasukan benda uji pada kotak geser


47

2) Mengkalibarsi pada pembacaan arloji pengukur deformasi yang ada pada

alat uji geser langsung ( Direct Shear Test) pada posisi 0,5

3) Pemasangan rangka pembeban vertikal dengan beban pertama yang

digunakan yaitu 4 kg.

Gambar 16. Alat pembebanan vertikal

Pengujian sifat mekanik tanah bertujuan untuk menentukan nilai kohesi (c)

dan susdut geser dalam (Φ ) yang merupakan nilai yang menentukan ketahanan

geser tanah dengan mengubah-ubah tegangan geser dan tegangan normal pada

sampel conto dengan memberikan beban vertikal sebesar 4 kg, 8 kg, dan 12 kg.

Adapun hasil pengujian sifat mekanik tanah dapat dilihat pada Tabel 7 dan

Lampiran 3

Tabel 7. Hasil pengujian sifat mekanika tanah


Sampe Sudut Geser Dalam (°
l Tabung Kohesi (kN/cm ) 3
)
1 A 0,301 45,000
2 B 0,309 46,736
48

Hasil pengujian sifat mekanik pada kedua sampel menunjukan bahwa nilai

kohesi dan sudut geser dalam menunjukan hasil yang relatif sama yang artinya

karakteristik tanah pada lapisan overburden Blok F relatif homogen.

B. Perhitungan Volume Overburden

Untuk mengetahui volume overburden pada daerah penelitian yaitu pada

blok F, maka dilakukan perhitungan berdasarkan adanya data block model dengan

ukuran 2×2×1 meter, dan dilanjutkan dengan menghitung volume overburden

dalam kondisi mengembang (sweel factor). Adapun gambaran bclok model dapat

dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Blcok model dari blok F tampak samping

Gambar diatas adalah gambar hasil block model pada aplikasi yang

menunjukkan bahwa range kadar Ni dibawah 1,4 % merupakan material

overburden dan ditandai dengan warna biru, sedangkan range kadar Ni diatas 1,4

% merupakan ore dimana ditandai dengan warna merah. Berdasarkan batas kadar

rata-rata minimum Ni (COG) yang ditetapkan oleh perusahaan sebesar 1,4 %,


49

blok F memiliki total volume overburden sebesar 353.396 BCM atau 441.745

LCM, dan dalam satuan ton sebesar 728.879 ton.

C. Rancangan Lokasi Disposal

Lokasi disposal yang direncanakan nantinya yaitu terletak pada arah barat

dari pit penambangan yang akan dibuka. Adapun jarak disposal dari front

penambangan yaitu 156 meter dengan kondisi topografi permukaan berupa

pedataran dan lembah. Lokasi yang dipilih yaitu area dengan topografi lembah

dengan luasan area 35.264 m2 atau 3,5 hektar, dimana daerah dengan permukaan

berupa lembah akan dapat menampung overburden lebih banyak dan cenderung

tidak luas sehingga area ini sangat layak untuk dijadikan tempat disposal. Adapun

lokasi yang akan direncanakn sebagai tempat disposal pada blok F dapat dilihat

pada Gambar 18

Gambar 18. Topografi dan letak area disposal blok F


E. Analisis Kesatabilan Lereng
50

Prinsip dasar dari analisis kestabilan lereng secara sederhana meliputi

peran dua hal, yaitu gaya-gaya penahan (kekuatan yang dimiliki lereng agar tidak

longsor), dan gaya-gaya pendorong (gaya yang menyebabkan terjadinya longsor).

Jika gaya penahan lebih besar dari gaya pendorong maka lereng tersebut akan

stabil, begitu pula sebaliknya jika gaya pendorong lebih besar dari pada gaya

penahan maka akan terjadi longsor. Penentuan nilai faktor keamanan (FK)

dilakukan dengan parameter data fisik dan mekanika tanah dimana parameter

tersebut diperoleh dari pengambilan sampel tanah.

Untuk analisis awal geometri lereng dari disposal ini didesain berdasarkan

rekomendasi geoteknik dengan tinggi jenjang 10 meter, lebar jenjang 5 meter dan

sudut lereng 40°. Adapun model geometri lerengnya dapat dilihat pada Gambar

19 berikut.

Gambar 19. Geometri lereng disposal

1. Perhitungan metode Bishop


51

Perhitungan metode Bishop dilakuakan dengan cara coba–coba ( trial and

error ), karena nilai faktor aman F nampak di kedua sisi persamaannya. Dalam

prakteknya diperlukan untuk melakukan cara coba-coba dalam menemukan

bidang longsor dengan nilai faktor aman yang terkecil. Adapun perhitunganya

dilakukan secara manual dengan bantuan Software Microsoft Excel 2010, dapat

dilihat pada Tabel 8 berikut.

Tabel 8. Tabulasi perhitungan faktor keamanan metode Bishop


b Sin Cos Tan W(Luas x W Sin c.b
Irisan α (° )
(m) α α α γ) α
1 1,5 -13 -0,22 0,97 -0,23 2,27 -0,51 0,45
2 2 -4 -0,07 1,00 -0,07 9,45 -0,66 0,60
3 1,5 7 0,12 0,99 0,12 11,06 1,35 0,45
4 1,5 16 0,28 0,96 0,29 13,61 3,75 0,45
5 2 26 0,44 0,90 0,49 20,98 9,20 0,60
6 1,5 38 0,62 0,79 0,78 16,44 10,12 0,45
7 1,5 50 0,77 0,64 1,19 15,88 12,16 0,45
8 1,5 66 0,91 0,41 2,25 11,34 10,36 0,45

Adapun perhitungan metode Bishop ini dilakukan dengan lima kali

percobaan ( iterasi ), dimana nilai perbedaan faktor aman terkecil diantara kedua

sisi diperoleh pada percobaan kelima dengan nilai FK 2,28 ( lereng dalam kondisi

stabil). Adapun hasil dari percobaan ( trial and error ) metode Bishop dapat

dilihat pada Tabel 9 dan Lampiran 5

Tabel 9. Nilai FK pada setiap percobaan


Iterasi FK ruas kiri FK ruas kanan (coba-coba)
1 2,08 1,5
2 2,24 2,08
3 2,27 2,24
4 2,28 2,27
5 2,28 2,28

Pada tabel diatas menunjukan bahawa pada percobaan ke 5 nilai faktor

keamanan yang dicari ( ruas kiri ), dengan nilai faktor keamanan coba-coba ( ruas
52

kanan ) telah mencapai nilai yang sama/ faktor aman terkecil diantara kedua sisi,

yang artinya nilai tersebut merupakan nilai faktor keamanan yang sebenarnya dari

hasil akhir perhitungan coba-coba metode Bishop. Adapun nilai perhitungan

percobaan kelima dapat dilihat pada Tabel 10 berikut.

Tabel 10. Nilai iterasi kelima dengan nilai F coba-coba 2,28


Mi RM DM
cos α ( 1 + tan Φ ( c. b + (W-U.b) Tan Φ ) 1/Mi W sin α
. Tan α /F )
0,88 3,04 -0,51
0,97 10,37 -0,66
1,05 11,02 1,35
1,08 13,03 3,75
1,09 19,83 9,20
1,06 15,99 10,12
0,98 16,67 12,16
0,81 14,50 10,36
Total 104,46 45,77

Keterangan :

b : Lebar irisan ke-i


α⁰ : Sudut irisan ke-i
W : Berat irisan, hasil perkalian antara luas irisan dengan bobot isi sampel
Mi : Fungsi yang digunakan untuk menentukan nilai F pada sisi kanan ke-i
RM : Momen penahan tanah agar tetap stabil
DM : Momen guling tanah yang menyebabkan kelongsoran

Diketahui :

Bobot isi tanah ( γ ¿ : 1,89 gr/cm3


Kohesi tanah (c ) : 0,301 kg/cm2
Sudut geser dalam (Φ ¿ : 45,000°
Tan Φ :1

Dengan menggunakan persamaan 17 perhitungan faktor keamanan (FK)


menggunakan metode bishop adalah sebagai berikut :
53

( )
i-n
1
R ∑ [ c bi+ ( W i−u . b¿ tanΦ ]
'

i-l cos α i ( 1+ tan Φ tan α i /F )


FK = i-n

∑ W i sin αi
i-l

RM
FK =
DM
104,46
FK =
45,77

FK = 2,28

2. Perhitungan metode Fellenius

Perhitungan metode fellenius dilakukan dengan menguraikan setiap gaya-

gaya yang bekerja pada setiap irisan, menggunakan bantuan Software Microsoft

Excel 2010, dan selanjutnya hasil faktor keamananya (FK), langsung dapat

dihitung setelah nilai dan akumulasi dari irisannya diketahui. Adapun uraian nilai

dari masing-masing irisan metode Fellenius dapat dilihat pada Table 11.

Tabel 11. Tabulasi perhitungan faktor keamanan metode Fellenius


Luas ( W(Luas x
Irisan b (m) h (m) α(⁰) Sin α Cos α 2 W cos α W sin α
m) γ)
1 1,5 0,8 -13 -0,22 -0,22 1,2 2,268 2,21 -0,51
2 2 1,6 -4 -0,07 -0,07 5 9,45 9,43 -0,66
3 1,5 1,2 7 0,12 0,12 5,85 11,0565 10,97 1,35
4 1,5 5,2 16 0,28 0,28 7,2 13,608 13,08 3,75
5 2 5,9 26 0,44 0,44 11,1 20,979 18,86 9,20
6 1,5 5,8 38 0,62 0,62 8,7 16,443 12,96 10,12
7 1,5 5,3 50 0,77 0,77 8,4 15,876 10,20 12,16
8 1,5 4 66 0,91 0,91 6 11,34 4,61 10,36
∑ 82,32 45,77

Keterangan :

b : Lebar irisan ke-i


h : Tinggi irisan ke-i
α⁰ : Sudut irisan ke-i
54

L : Luas bangun datar pada setiap irisan


W : Berat irisan, hasil perkalian antara luas irisan dengan bobot isi sampel

Diketahui :

Bobot isi tanah ( γ ¿ : 1,89 gr/cm3


Kohesi tanah (c ) : 0,309 kg/cm2
Sudut geser dalam (Φ ¿ : 46,736°
TanΦ : 1,03
Panjang lengkung lingkaran (a) : 14,48 meter

Dengan menggunakan persamaan 27 perhitungan faktor keamanan (FK)


menggunakan metode fellenius adalah sebagai berikut :

i−n
R ∑ ( ca i +W i Cos α i - U i . Tan Φ )
1 -1
FK = i-n

∑ W i Sin α ii
i-1

( 0,309 .14,48 ) + ( 82,32 -0) . 1,03


FK =
45,77

4,387 + 84,789
FK =
45,77

89,1766
FK =
45,770

FK = 1,94

Intensitas kelongsoran berdasarkan nilai faktor keamanan (safety factor)

menggunakan metode Bishop dan Fellenius (metode irisan biasa) dengan cara

perhitungan manual diperoleh lereng berada dalam kondisi stabil/aman dimana

keruntuhan jarang terjadi ( standar Bowles ).

F. Pemodelan Disposal

Disposal pada dasarnya dibuat untuk menampung overburden yang akan

dikupas dari pit yang nanti akan digunakan lagi untuk proses backfilling.
55

Pemodelan disposal dibuat berdasarkan penentuan lokasi yang berada dekat

dengan area penambangan, dan dapat menampung keseluruhan volume

overburden. Selain itu dalam melakukan pemodelan disposal juga diperhitungkan

faktor keamanannya yang didasarkan pada rekomendasi geoteknik dan telah diuji

kelayakanya agar disposal yang dibangun nantinya tidak mengalami kelongsoran.

Luas area penambangan yang akan dipindahkan overburden-nya yaitu

sebesar 53.221 m2 atau 5,3 hektar, dengan luasan area disposal seluas 35.264 m2

atau 3,5 hektar. Disposal ini terdiri dari 5 bench dengan kapasitas penampungan

pada rancangan disposal yakni 450.657 BCM, atau 743.584 ton yang artinya dapat

menampung keseluruhan overburden dari blok F. Tahapan penimbunan akan

dibagi dalam lima tahapan, dapat dilihat pada Tabel 12 berikut.

Tabel 12. Rencana penimbunan overburden


Elevasi (mdpl) Kapasitas Timbunan Luas Area
Tahap
From To BCM Tonase m2 Ha
1 200 210 23.178 38.243 2.299 0,2
2 210 220 83.504 137.781 8.332 0,8
3 220 230 134.181 221.398 13.400 1,3
4 230 240 150.961 249.085 15.078 1,5
5 240 250 160.730 265.204 16.055 1,6

Tahap pertama rencana penimbunan akan dimulai dari elevasi terendah

yaitu elevasi ke 200 sampai dengan elevasi ke 210 yang memiliki kapasitas

timbunan sebesar 23.178 BCM atau 38.243 ton dengan luas area 2.299 m2/0,2

Hektar, tahap kedua rencana penimbunan dilakukan dari elevasi ke 210 sampai

dengan elevasi ke 220 yang memiliki kapasitas timbunan sebesar 83.504 BCM

atau 137.781 ton dengan luas area 8.332 m2/0,8 Hektar, Selanjutnya, tahap ketiga

rencana penimbunan dilakukan dari elevasi ke 220 sampai dengan elevasi ke 230
56

yang memiliki kapasitas timbunan sebesar 134.181 BCM atau 221.398 ton dengan

luas area 13.400 m2/1,3 Hektar. Tahap keempat rencana penimbunan dilakukan

dari elevasi ke 230 sampai dengan elevasi ke 240 yang memiliki kapasitas

timbunan sebesar 150.961 BCM atau 249.085 ton dengan luas area 15.078 m2/1,5

Hektar, dan terakhir, tahap kelima rencana penimbunan dilakukan dari elevasi ke

240 sampai dengan elevasi maksimum ke 250 yang memiliki kapasitas timbunan

sebesar 160.730 BCM atau 265.204 ton dengan luas area 16.055 m2/1,6 Hektar.

Adapun pemodelan disposal dapat dilihat pada Gambar 20 dan 21 berikut.


57

Gambar 20. Disposal area blok F


58

Gambar 21. Peta rancangan disposal

D. Rancangan Geometri Lereng

Geometri lereng terdiri dari lereng tunggal (single slope) dan lereng

keseluruhan (overall slope) dengan dimensi tinggi dan sudut tertentu. Dimensi

dari geometri lereng meliputi tinggi jenjang, sudut lereng dan lebar jenjang. Hasil

dari rancangan disposal yang meliputi pemodelan geometri lereng dan pemodelan

disposal pada software surpac 6.3 menunjukan bahawa jenis dari disposal yang
59

dirancang adalah disposal penimbunan berteras (terraced dump) yaitu timbunan

yang dirancang ke atas (dalam lift). Adapun model akhir dari geometri lereng

disposal dapat dilihat pada Gambar 22 berikut.

Gambar 22. Geometri lereng disposal keseluruhan


60

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Volume overburden yang akan dikupas pada blok F dan dipindahkan ke area

disposal yaitu sebesar 353.396 BCM atau 441.745 LCM, dan dalam satuan

ton sebesar 728.879 ton.

2. Rancangan lokasi disposal yang direncanakan terletak pada arah barat dari pit

penambangan yang berjarak 156 meter, dengan kondisi topografi permukaan

berupa lembah. Adapun luasan areanya yaitu sebesar 35.264 m 2 atau 3,5

hektar

3. Rancangan geometri lereng disposal berdasarkan hasil analisis faktor

keamanan (FK) yaitu sudut lereng tunggal (single slope) 40° , lereng

keseluruhan (overall slope) 33° , tinggi jenjang tunggal 10 meter, lebar

jenjang 5 meter dan tinggi jenjang keseluruhan yaitu 50 meter. Adapun hasil

perhitungan faktor keamanan menggunakan metode Bishop yaitu 2,33 dan

metode Fellenius yaitu 1,9 yang artinya lereng dalam kondisi stabil ( satandar

Bowles ).
61

B. Saran

Adapun saran yang dapat dituangkan pada penelitian ini yaitu sebagai

berikut:

1. Dalam melakuakan pengambilan sampel tanah sebaiknya dilakukan

pemboran geoteknik agar hasil pengujian sampel tanah yang didapatkan

menggambarkan kondisi fisik dan mekanik yang mendekati kondisi tanah

aslinya dan lebih akurat


62

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, A., Anaperta, Y.M., 2018, Simulasi Pengaruh Kadar Air Tanah
terhadap Parameter Mekanik untuk Desain Lereng Tanah di Bukit Tui,
Kelurahan Tanah Hitam, Kecamatan Padang Panjang Barat, Kota
Padang Panjang, Provinsi Sumatera Barat, Jurnal Bina Tambang, ISSN:
2302-3333 :Vol. 4, Nomor 1 : Hal. 124-139

Andriyan, S.H., Hirnawan, F., dan Yuliadi, 2018, Stabilisasi Optimal Lereng
Timbunan Overburden pada Area Disposal PT Insani Baraperkasa
Tambang Loa Janan, Provinsi Kalimantan Timur Dengan Rekayasa
Geoteknik, Prosiding Teknik Pertambangan, ISSN: 2460-6499 : Volume
4, Nomor 2 : Hal. 391-397

Bargawa, W.S., 2018. Edisi Kedelapan Perencanaan Tambang. Yogyakarta :


Kilau Book. ISBN: 978-623-7594-31-4

Barraq, A., 2019, Studi Sensitivitas Paramerter Tanah Pada Program Geostudio
2012: Slope/W Menggunakan Metode Fellenius, Universitas Trisakti,
ISBN : 978-623-91368-0-2

Darwis, 2018, Dasar-Dasar Mekanika Tanah, Nyutran MG II 14020 Yogyakarta,


ISBN : 978-602-429-098-6

Gunawan, H., Chairullah, B., dan Sundary, D., 2014., Analisis Stabilitas Lereng
Pada Ruas Jalan Blangkejeren – Laweaunan Kabupaten Gayolues
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Jurnal Teknik Sipil, ISSN 2088-
9321: Volume 3, Nomor 2: Hal 167-178

Haras, M., Turangan A. E., dan Legrans, R.R.I., 2017, Pengaruh Penambahan
Kapur Terhadap Kuat Geser Tanah Lempung, Tekno, ISSN : 0215-
9617 : Vol.15 Nomor 67 : Hal. 77-86

Hardianto, A. A., dan Bambang, H., 2018, Analisis Rancangan Lereng Disposal
Area Pit D Pada PT. Aman Toebilah Putra Kabupaten Lahat Provinsi
Sumatera Selatan. Jurnal Bina Tambang, ISSN : 2302-3333 : Vol. 4
Nomor 2 : Hal. 21-30

Hoek and Bray, J., 1981, Rock Slope Engineering 4rd Ed., The Institution of
Mining and Metallurgy, London, ISBN : 0-203-49908-5

Kepmen ESDM 555.K/26/M.PE/1995, Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Pertambangan Umum, Jakarta.
63

Kumar, V., dan Parkash, V., 2015, A Model Study of Slope Stability in Mines
Situated in South India, Advances in Applied Science Research, ISSN:
0976-8610 : Vol. 6 : Nomor 8 : Hal. 82-90

Noorchayo, A., Toha, M.T., dan Bochori, 2019, Stabilitas Lereng Disposal Serelo
Selatan Di Pt. Bumi Merapi Energi, Jurnal Pertambangan. ISSN 2549-
1008 : Vol 3. Nomor 4 : Hal. 44-51

Pangemanan, V.G.M., Turangan, A.E., dan Sompie, O.B.A., 2014, Analisis


Kestabilan Lereng Dengan Metode Fellenius (Studi Kasus: Kawasan
Citraland), Jurnal Sipil Statik, ISSN: 2337-6732: Vol.2, Nomor 1: Hal.
37-46

Rajagukguk, O.C.P., Turangan, A.E., dan Monintja, S., 2014, Analisis Kestabilan
Lereng dengan Metode Bishop. Jurnal Sipil Statik, ISSN: 2337-6732 :
Vol.2 Nomor 3 : Hal. 140-147

Rostiyanti, S.F., 2008, Alat Berat Untuk Proyek Konstruksi, Rineka Cipta, Jakarta.
ISBN : 978-979-518-850-6

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan


Batubara

Zudri, A.T., Anaperta, Y.M., 2018, Analisis Kestabilan Lereng Jalan Tambang di
Area Zona 4 PT. Bintang Sumatra Pasifik di Koto Alam Kabupaten 50
Kota, Jurnal Bina Tambang, ISSN: 2302-3333 : Vol. 4 , Nomor 4, : Hal.
57-70
.
64

LAMPIRAN
65

LAMPIRAN 1

PERHITUNGAN VOLUME OVERBURDEN BLOK F

1. Hasil report volume material overburden blok F

Material Volume (m3 ¿ Tonase (Ton) Ni (%) Fe (%)


Overburde 353.396 583.103 1,02 32,17
n
Ore 208.379 343.825 1,86 19,55
Total 561.775 928.928 1,44 25,86
Sumber : Block model blok F

2. Hasil report volume disposal pada tiap sequence

Rata-rata
Volume Volume Rata-rata Berat
Dari Ke area Tonase (
potong ( terisi (m3 area terisi voume (
(Mdpl) (Mdpl) 3 potong (m2 3
m)
m ¿ ) (m3) m)
3
)
240 250 7,10 0,71 160730 16055 160548 265204
230 240 2,13 0,21 150961 15078 150778 249085
220 230 0 0 134181 13400 133998 221398
210 220 0 0 83504 8332 83319 137781
200 210 0 0 23178 2299 22989 38243
Total 9,23 450,657 551,632 743,584
Sumber : Rancangan disposal
66

LAMPIRAN 2

PERHITUNGAN SWELL FACTOR

Faktor pengembangan ( swell factor ) dapat ditentukan berdasarkan Tabel

1, yaitu tabel presentase pengembangan dari jenis-jenis tanah. Adapun jenis tanah

material overburden Blok F yaitu jenis tanah kering dengan presentase

mengembang yaitu 25% atau 0,25 sehingga volume overburden dalam kondisi

mengembang ( LCM ) adalah sebagai berikut :

1 Vb
Volume OB = =
1+ Sw V l

1 353.396
Volume OB = =
1+ 0,25 Vl

Volume OB ( LCM ) = 353.396 × 1,25

Volume OB ( LCM ) = 441.745


67

LAMPIRAN 3

HASIL PENGUJIAN LABORATORIUM MEKANIKA TANAH

1. Hasil scan pengujian laboratorium mekanika tanah Laboratorium Survey dan

Pengujian Bahan, Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo, Provinsi Sulawesi

Tenggara
68
69
70
71

LAMPIRAN 4

PERHITUNGAN LUAS IRISAN LERENG

Perhitungan luas setiap irisan dilikukan secara manual setelah bidang

longsor dibagi menjadi 8 irisan (slice) pada media gambar menggunakan kertas

grafik dengan skala 1 : 100 cm, yang artinya 1 cm pada gambar sama dengan 1 m

di lapangan. Adapun bentuk dari pembagian irisan lereng dapat dilihat pada

Gambar 23 berikut

Gambar 23. Pembagian irisan pada bidang longsor

Nilai luas irisan pada perhitungan manual faktor keamanan dengan sudut

lereng 40° dapat dilihat pada Tabel 13berikut.

Tabel 13. Perhitungan luas setiap irisan


72

Irisan Luas Bangun 1 (m2) Luas Bangun 2 (m2) Luas Total (m 2 ¿


L1 = 0,8 x 1,5
1 - 1,2
L1 = 1,2
1
L1= x 2 x 1,6 L2 = 2 x 1,7
2 2 5
L2 = 3,4
L1= 1,6
1
L1= x 1,5 x 1,2 L2 = 3,3 x 1,5
3 2 5,85
L2 = 4,95
L1= 0,9
4,4+ 5,2
L1= x 1,5
4 2 - 7,2
L1= 7,2
5,2+ 5,9
5 L1= 2 x2 - 11,1
L1= 11,1
5,8+5,8
L1= x 1,5
6 2 - 8,7
L1= 8,7
5,9+5,3
L1= x 1,5
7 2 - 8,4
L1= 8,4
L1 = 4 x 1,5
8 - 6
L1 = 6

LAMPIRAN 5
73

PERHITUNGAN FAKTOR KEAMANAN METODE BISHOP

Perhitungan metode Bishop dilakuakan dengan cara coba–coba ( trial and

error ), karena nilai faktor aman F nampak di kedua sisi persamaannya sampai

menemukan bidang longsor dengan nilai faktor aman yang terkecil. Adapun

perhitunganya dilakukan secara manual dengan bantuan Software Microsoft Excel

2010, dapat dilihat pada Tabel 14 berikut.

Tabel 14. Tabulasi perhitungan faktor keamanan metode Bishop


b Sin Cos Tan W(Luas x W Sin c.b
Irisan α (° )
(m) α α α γ) α
1 1,5 -13 -0,22 0,97 -0,23 2,27 -0,51 0,45
2 2 -4 -0,07 1,00 -0,07 9,45 -0,66 0,60
3 1,5 7 0,12 0,99 0,12 11,06 1,35 0,45
4 1,5 16 0,28 0,96 0,29 13,61 3,75 0,45
5 2 26 0,44 0,90 0,49 20,98 9,20 0,60
6 1,5 38 0,62 0,79 0,78 16,44 10,12 0,45
7 1,5 50 0,77 0,64 1,19 15,88 12,16 0,45
8 1,5 66 0,91 0,41 2,25 11,34 10,36 0,45

Keterangan :

b : Lebar irisan ke-i


α⁰ : Sudut irisan ke-i
W : Berat irisan, hasil perkalian antara luas irisan dengan bobot isi sampel
Mi : Fungsi yang digunakan untuk menentukan nilai F pada sisi kanan ke-i
RM : Momen penahan tanah agar tetap stabil
DM : Momen guling tanah yang menyebabkan kelongsoran

Diketahui :

Bobot isi tanah ( γ ¿ : 1,89 gr/cm3


Kohesi tanah (c ) : 0,301 kg/cm2
Sudut geser dalam (Φ ¿ : 45,000°
Tan Φ :1
Adapun perhitungan metode Bishop ini dilakukan dengan lima kali

percobaan ( iterasi ), sebagai berikut.


74

1. Perhitungan nilai faktor keamanan (FK) iterasi 1 dengan nilai F caba-coba 1,5

dapat dilihat pada Tabel 15 berikut

Tabel 15. Iterasi 1 dengan nilai F coba-coba 1,5


Mi RM DM
cos α ( 1 + tan Φ . ( c. b + (W-U.b) Tan Φ ) 1/Mi W sin α
Tan α /F )
0,82 3,20 -0,51
0,95 10,54 -0,66
1,07 10,75 1,35
1,15 12,34 3,75
1,19 18,22 9,20
1,20 14,17 10,12
1,15 14,22 12,16
1,02 11,62 10,36
Total 95,04 45,77

( )
i-n
1
R ∑ [ c' bi+ ( W i−u . b¿ tanΦ ]
i-l cos α i ( 1+ tan Φ tan α i /F )
FK = i-n

∑ W i sin αi
i-l

RM
FK =
DM

95,04
FK =
45,77

FK = 2,08

2. Perhitungan nilai faktor keamanan (FK) iterasi 2 dengan nilai F caba-coba

2,08 dapat dilihat pada Tabel 16 berikut

Tabel 16. Iterasi 2 dengan nilai F coba-coba 2,08


75

Mi RM DM
cos α ( 1 + tan Φ . ( c. b + (W-U.b) Tan Φ ) 1/Mi W sin α
Tan α /F )
0,87 3,07 -0,51
0,96 10,40 -0,66
1,05 10,97 1,35
1,09 12,89 3,75
1,11 19,51 9,20
1,08 15,62 10,12
1,01 16,15 12,16
0,85 13,86 10,36
Total 102,48 45,77

( )
i-n
1
R ∑ [ c' bi+ ( W i−u . b¿ tanΦ ]
i-l cos α i ( 1+ tan Φ tan α i /F )
FK = i-n

∑ W i sin αi
i-l

RM
FK =
DM

102,48
FK =
45,77

FK = 2,24

3. Perhitungan nilai faktor keamanan (FK) iterasi 3 dengan nilai F caba-coba

2,24 dapat dilihat pada Tabel 17berikut

Tabel 17. Iterasi 3 dengan nilai F coba-coba 2,24


Mi RM DM
cos α ( 1 + tan Φ . ( c. b + (W-U.b) Tan Φ ) 1/Mi W sin α
Tan α /F )
0,87 3,05 -0,51
0,97 10,38 -0,66
1,05 11,01 1,35
1,08 13,00 3,75
1,09 19,77 9,20
Lanjutan Tabel 17
76

1,06 15,92 10,12


0,98 16,57 12,16
0,81 14,37 10,36
Total 104.08 45,77

( )
i-n
1
R ∑ [ c' bi+ ( W i−u . b¿ tanΦ ]
i-l cos α i ( 1+ tan Φ tan α i /F )
FK = i-n

∑ W i sin αi
i-l

RM
FK =
DM

104,08
FK =
45,77

FK = 2,27

4. Perhitungan nilai faktor keamanan (FK) iterasi 4 dengan nilai F caba-coba

2,27 dapat dilihat pada Tabel 18 berikut

Tabel 18.. Iterasi 4 dengan nilai F coba-coba 2,27


Mi RM DM
cos α ( 1 + tan Φ . ( c. b + (W-U.b) Tan Φ ) 1/Mi W sin α
Tan α /F )
0,88 3,04 -0,51
0,97 10,38 -0,66
1,05 11,02 1,35
1,08 13,02 3,75
1,09 19,82 9,20
1,06 15,98 10,12
0,98 16,65 12,16
0,81 14,47 10,36
Total 104,36 45,77

( )
i-n
1
R ∑ [ c bi+ ( W i−u . b¿ tanΦ ]
'

i-l cos α i ( 1+ tan Φ tan α i /F )


FK = i-n

∑ W i sin αi
i-l
77

RM
FK =
DM

104,36
FK =
45,77

FK = 2,28

5. Perhitungan nilai faktor keamanan (FK) iterasi 5 dengan nilai F caba-coba

2,28 dapat dilihat pada Tabel 19 berikut

Tabel 19. Iterasi 5 dengan nilai F coba-coba 2,28


Mi RM DM
cos α ( 1 + tan Φ . ( c. b + (W-U.b) Tan Φ ) 1/Mi W sin α
Tan α /F )
0,88 3,04 -0,51
0,97 10,37 -0,66
1,05 11,02 1,35
1,08 13,03 3,75
1,09 19,83 9,20
1,06 15,99 10,12
0,98 16,67 12,16
0,81 14,50 10,36
Total 104.46 45,77

( )
i-n
1
R ∑ [ c bi+ ( W i−u . b¿ tanΦ ]
'

i-l cos α i ( 1+ tan Φ tan α i /F )


FK = i-n

∑ W i sin αi
i-l

RM
FK =
DM

104,46
FK =
45,77

FK = 2,28

Anda mungkin juga menyukai