Disusun oleh:
NPM. 1804108010054
2022
LEMB/\ R PENGESAH/\N PANITI/\ SEM INAR
Proposa l pcneliti an yang be1judul "E valuasi Geometri Pcl edakan Berdasarkan
Kara kleri stik Material untuk Mendapatkan Hasi l Ledak yang Ideal denga n Desa in pada Bukaan
Terowongan di Pertambangan Bawah Tanah "yang disusun oleh :
Telah diseminarkan pada tingkat jurusan yang dilakukan pada hari Selasa, 5 April
2022/14 .00 - 15.45 WlB
Pembahas fl ,
1/'
a arisman S.T. M.En .Sc. Ir. T. Zul kar M.T.
198311102018031001 NIP 1958 9122017011101
Ketua Seminar,
Pertama-tama segala puja dan puji penulis berikan kepada Tuhan yang
mahakuasa atas segala kebaikan yang diberikan sehingga penulis dapat
mengerjakan Laporan Proposal Penelitian ini dengan kondisi prima, karena jika
bukan darinya Laporan ini akan mustahil untuk dikerjakan
Banyak terima kasih juga penulis sampaikan untuk sang ayah Saipullah,
ibu Marliana abbas dan adik Ghaitsa zahira untuk bantuan moril dan materiil yang
tak henti-hentinya diberikan. Tak lupa pula penulis menyampaikan terimakasih
kepada:
tak ayal penulis juga manusia yang tak luput dari salah maka dari itu penulis
meminta maaf atas segala kekeliruan dalam penulisan laporan ini, segala bentuk
saran yang bersifat membangun akan sangat dibutuhkan untuk membantu
menyempurnakan laporan ini. dan besar harapan penulis, laporan ini bisa
bermanfaat dan dan tidak akan habis dimakan waktu
i
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................. vi
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
ii
2.3.3 Parameter Penting Dalam Pengeboran ............................................ 20
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
ABSTRAK
vi
ABSTRACT
Underground mining is a mining method that works under the surface of the earth
that is filled with various types, conditions and characteristics of different
materials, thus miners are challenged to be able to make effective and cheap tunnels
in the most efficient way that is possible. In the tunnel development blasting still
become the most commonly used because blasting is fullfilling the criteria of needs
in its application in underground mine. But every advantages will cost any risk that
have to be accepted, the rest is how miner can accept and adapt. The problem is
there are various types, conditions and characteristics of different materials that
affecting density and blast damage that is not in line with the expectation, this will
cause the results of explosions that are commonly called overbreak and
underbreak. Rock Mass ranting (RMR) is a method that can be used to evaluate
blast damage, RMR is used for miner to be able to know the condition of tunnel
face, when combining explosive geometry counting with RMR and other paramters
it will help miners to control the blast damage and give more safety work
enviroment
Keyword: Blast damage, Overbreak, Rock Mass Rati
vii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
2
untuk menyempurnakan solusi terhadap masalah yang diangkat dalam
penelitian ini.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan hasil yang ideal, yang mana
merupakan hasil yang terbaik, tetapi untuk memfokuskan masalah, penelitian ini
akan terbatas pada beberapa hal yaitu:
Pada riset yang peneliti lakukan terdapat jurnal dengan judul “Over Break
Control in Underground Mines” disusun oleh Singh, S. P. (2018), yang membahas
tentang overbreak pada tambang bawah tanah, yang masalah utamanya tetap
terdapat pada dampak ledak yang terkendala karena adanya perbedaan material
batuan pada tambang bawah tanah. Bedanya dengan penelitian ini adalah
pendapatan solusi terhadap masalah yang sama tapi terfokus pada bukaan
terowongan pada pertambangan tambang bawah tanah
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Dikarenakan banyaknya variasi yang bisa digunakan dalam operasi
penambangan, banyak masalah kecil yang belum teratasi yang mana jika masalah
tersebut bisa dieliminasi dampaknya bisa sangat signifikan dalam proses
pertambangan, seperti contoh yang dibahas dalam
5
Sumber: Diesloc, 2009
Gambar 2. 1 Full Face Method
Berbeda dengan metode full face motode ini bekerja dengan membagi dua
proses ekskavasi dengan menjadi dua bagian yaitu heading dan bench, proses
ekskavasi ini pertama dengan meledakan bagian heading dengan menggunakan
pola pengeboran wedge cut atau fan cut lalu dilanjutkan pada bagian bench proses
peledakan ini biasa digunakan pada bukaan terowongan yang lebar (dimensi lebih
besar dari 3m), batuan keras dan tidak cocok pada batuan yang tidak stabil.
6
1. Top drift
2. Center drift
3. Bottom drift
4. Side drift
Metode ini menggali sekaligus dua drift pada sisi dinding terowongan
Proses selanjutnya adalah penggalian bagian arch (lengkungan pada atas
terowongan) yang dilanjutkan pada pemasangan penyangga sementara
7
Sumber: Diesloc, 2009
a. V-cut
Biasa disebut juga wedge cut, Merupakan pola pengeboran yang dibor
miring ± 60° terhadap bidang bebas. Pola pemboran ini bisa digunakan di segala
jenis batuan tapi tidak efektif untuk batuan keras.
8
Sumber: R. More, 2019
Gambar 2. 4 Wedge Cut atau V-Cut
b. Fan cut
Merupakan pola Wedge Cut atau V-Cut tapi penggunaanya hanya setengah
dari wedge cut. Pola ini bisa diaplikasikan pada vein yang tipis dan juga untuk
belokan pada terowongan.
c. Burn cut
9
Sumber: REVEY Associates, 2010
Gambar 2. 6 Burn Cut dan Cut Hole
𝑉𝑉
𝑉= .................................................................................................... (2.1)
𝑉𝑠
Dimana:
𝑉𝑉 = Volume of void
𝑉𝑠 = Volume of solids
10
Menurut Langefors dan Kihlstrom (1978), grafik dibawah (Gambar 2.7)
Menunjukan hasil peledakan menggunakan rasio antara burden dan diameter
lubang kosong
11
2.3.2 Penentu Pola Pemboran
12
b. Sifat Bahan Peledak
Merupakan sifat yang terlihat ketika bahan peledak diledakkan. Sifat bahan
peledak akan berbeda beda dan bahan peledak yang akan digunakan akan
menentukan penggunaan pola pengeboran. Sifat bahan peledak terbagi atas:
1. Sifat fisik
Densitas
Densitas bahan peledak adalah berat bahan peledak per unit volume, berikut
Tabel 2.1 yang menyatakan densitas berbagai macam bahan peledak menurut
Holmberg-Persson (1994)
13
Keterangan:
Qv = Panas akibat peledakan 1 kg bahan peledak yang dinilai, (MJ/kg)
V = Volume gas yang dilepaskan 1 kg bahan peledak yang dinilai
pada STP, (m³/kg)
𝑆𝐿𝐹𝐵 = Weight strength relatif terhadap bahan peledak acuan (dynamite)
𝑆𝐴𝑁𝐹𝑂 = Relative Weight Strength ANFO terhadap bahan peledak acuan
(dynamite)
Sensitivitas
Merupakan sifat tentang kemudahan inisiasi dari suatu bahan peledak atau
kemudahan suatu reaksi kimia bahan peledak untuk terinisiasi oleh api dan menjalar
ke seluruh muatan, sensitivitas bahan peledak akan bervariasi berdasarkan pada
komposisi dari bahan kimia penyusun di bahan peledak, diameter, dan temperature
Ketahanan air dari suatu bahan peledak bermakna bahwa kemampuan bahan
peledak tidak akan hilang jika terkontaminasi oleh air. Terdapat dua kategori
dimana yang pertama merupakan bahan peledak yang larut jika terkena air dalam
waktu yang pendek (mudah larut), berarti bahan peledak tersebut dikategorikan
mempunyai ketahanan terhadap air yang buruk atau poor. Sebaliknya bila tidak
larut dalam air akan dikategorikan sangat baik atau excellent.
Kestabilan kimiawi
14
2. Karakteristik detonasi bahan peledak
𝑎𝑤𝑠 ℎ𝑎𝑛𝑑𝑎𝑘
𝑅𝑊𝑆 𝐻𝑎𝑛𝑑𝑎𝑘 = × 100% ................................................. (2.2)
𝑎𝑤𝑠 𝐴𝑁𝐹𝑂
Dimana:
RWS Handak = Relative Weight Strength Bahan Peledak (%)
AWS Handak = Absolute Weight Strength Bahan Peledak (Joule/gr)
AWS ANFO = Absolute Weight Strength ANFO (Joule/gr)
15
Merupakan energi yang dihasilkan oleh bahan peledak per volume yang
dalam hal ini menggunakan satuan joule per cubic centimeter (joule/cc). Nilai ABS
dapat ditentukan dengan persamaan dibawah (persamaan 2.3).
𝐴𝐵𝑆 𝐻𝑎𝑛𝑑𝑎𝑘
𝑅𝐵𝑆 𝐻𝑎𝑛𝑑𝑎𝑘 = × 100%.................................................. (2.4)
𝐴𝐵𝑆 𝐴𝑁𝐹𝑂
Dimana:
16
apabila bahan peledak tersebut diledakkan dalam keadaan terbuka. Karena bahan
peledak umumnya digunakan dalam kondisi yang tak tentu, maka kecepatan
detonasi dalam keadaan terbuka menjadi sangat berpengaruh.
17
Sumber: Kramadibrata, (2010)
Gambar 2. 9 Bidang Chapman-Jouguet
Pada proses ledakan bahan peledak berubah menjadi gas yang akan
memberikan tekanan terhadap lubang ledak, sampai gas berhenti berekspansi di
titik seimbangnya. Biasa tekanan gas pada dinding lubang ledak sekitar 50% dari
tekanan detonasi. Nilai Pe dapat ditentukan dengan persamaan dibawah (persamaan
2.6).
Energi peledakan
𝜀 ′ = 𝜀 × 1 × 2 ................................................................................... (2.7)
Dimana:
18
𝜀′ = Energi yang diteruskan ke batuan (MJ)
𝜀 = Energi ANFO (MJ)
1 = Faktor impedansi
2 = Faktor coupling
Untuk mendapatkan hasil energi ledak terdapat hal yang harus diketahui
yaitu faktor impedansi (persamaan 2.8) dan faktor coupling (persamaan 2.9) dengan
menggunakan persamaan berikut.
(𝐼𝑒 −𝐼𝑟 )2
1 = 1 − .................................................................................... (2.8)
(𝐼𝑒 −𝐼𝑟 )2
1
2 = ϕ𝑟 .......................................................................................... (2.9)
1−𝑒+𝑒 ϕ𝐶
Dimana:
𝐼𝑒 =impedansi bahan peledak
𝐼𝑟 = impedansi batuan
e =bilangan natural logaritma (2,72)
ϕ𝑟
=rasio antara diameter luang ledak dengan diameter isian bahan peledak
ϕ𝐶
19
2.3.3 Parameter Penting Dalam Pengeboran
Dalam pemboran untuk mendapatkan dampak ledak yang sesuai dan tidak
menghasilkan overbreak atau underbreak dalam penambangan bawah tanah yaitu:
a. Kemampuan operator
b. Diameter
c. Kemiringan
Kemiringan yang dimaksud dalam hal ini ialah kemiringan yang tak sesuai
dari pola pemboran yang disebabkan dari kurangnya kemampuan operator dimana
dampak dari kemiringan yang terjadi akan mengakibatkan kurangnya dampak ledak
di arah yang berlawanan dengan arah kemiringannya.
20
dan lemparan fragmentasi yang tidak terkontrol. Untuk mengatasi masalah tersebut
dibuatlah bidang bebas kedua yang dinamakan cut. Cut sendiri bisa dibagi menjadi
beberapa persegi empat.
Jinemo (1995), Apabila lubang kosong yang dipakai lebih dari satu buah
lubang kosong, maka diameter lubang samaran (D2 ) dapat dihitung dengan
persamaan berikut ini (persamaan 2.12):
Rancangan desain cut digambarkan terlebih dahulu pada area cut bidang
ledak sebagai patokan untuk segiempat selanjutnya. Letak lubang kosong berada di
persegi pertama. Berikut ini merupakan komponen-komponen yang dihitung dalam
pembuatan segiempat pertama cut:
21
Burden maksimum merupakan batas maksimal yang diperbolehkan antara
diameter lubang kosong ( Empty Hole, ɸ ) dengan lubang ledak (d). Nilai 𝑎 dapat
ditentukan sesuai persamaan berikut ini (persamaan 2.13).
Burden pertama (𝐵1) merupakan Jarak tegak lurus antara lubang kosong (Empty
Hole) dengan lubang tembak dalam segiempat pertama. Nilai 𝐵1 dapat dihitung
dengan persamaan dibawah (persamaan 2.15).
𝐵1 = 𝑎 − 𝐹 ........................................................................................... (2.15)
Dimana:
𝐵1 = Burden Pertama (m)
a = Jarak antara lubang ledak dan lubang kosong (m)
F = Deviasi Maksimum Lubang Tembak (m)
22
Jarak antara lubang ledak pada segiempat pertama (𝑊1′ ) dapat dicari dengan
persamaan dibawah ini(persamaan 2.16).
Besarnya panjang yang tidak diisi bahan peledak dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut (persamaan 2.17):
𝑇 = 10 × 𝑑 ....................................................................................... (2.17)
Dimana:
T = Stemming (m)
𝑑 = Diameter lubang ledak (m)
𝑊2 ×I×𝑆𝐴𝑁𝐹𝑂
𝐵" = 8,8 × 10−2 × √ ......................................................... (2.19)
d×c
Dimana:
𝑊2 = Jarak antara Cut Hole I dengan Cut Hole II (m)
𝐵′′ = Burden Maksimum Cut Hole II (m)
𝐼 = Charge Concentration (Kg/m² )
23
𝑆𝐴𝑁𝐹𝑂 = Relative Weight Strength ANFO (%)
d = Diameter lubang ledak (m)
c = Konstanta batuan (Kg/m³ )
𝑊2 = 𝐵 ′′ − 𝐹 .................................................................................... (2.20)
Dimana:
𝐵2 = Burden Cut Hole II (m)
B” = Burden Maksimum Cut Hole II (m)
F = Deviasi Maksimum Lubang Ledak (m)
𝑊1′
𝑊2′ = (𝐵2 + ( )) × √2 ................................................................. (2.21)
2
Dimana:
𝐵2 = Burden Cut Hole II (m)
𝑊1′ =Jarak lubang ledak Cut Hole I (m)
𝑊2′ = Jarak lubang ledak Cut Hole II (m)
𝑊1′
𝑊3 = (𝐵2 + ( ) − 𝐹) × √2 .............................................................. (2.22)
2
Dimana:
𝑊3 = Jarak antara Cut Hole II dengan Cut Hole III (m)
𝑊1′ = Jarak lubang ledak Cut Hole I (m)
𝐵2 = Burden Cut Hole II (m)
F = Deviasi Maksimum Lubang Ledak (m)
𝑊3 ×I×𝑆𝐴𝑁𝐹𝑂
𝐵’’’ = 8,8 × 10−2 × √ ....................................................... (2.23)
d×c
24
Dimana:
𝐵’’’ = Burden Maksimum Cut Hole III (m)
𝑊3 = Jarak antara Cut Hole II dengan Cut Hole III (m)
𝐼 = Charge Concentration (Kg/m² )
𝑆𝐴𝑁𝐹𝑂 = Relative Weight Strength ANFO (%)
d = Diameter lubang ledak (m)
c = Konstanta batuan (Kg/m³ )
𝑊2′
𝑊3′ = (𝐵3 + ( )) × √2 .................................................................... (2.25)
2
Dimana:
𝑊3′ = Jarak Lubang Ledak Cut Hole III (m)
𝐵3 = Burden Cut Hole III (m)
𝑊2′ = Jarak lubang ledak Cut Hole II (m)
𝐵′
𝑊4 = (𝐵3 + ( 22 ) − 𝐹) × √2 ............................................................... (2.26)
Dimana:
𝑊4 = Jarak antara Cut Hole III dengan Cut Hole IV (m)
𝐵3 = Burden Cut Hole III (m)
𝑊2′ = Jarak lubang ledak Cut Hole II (m)
25
F = Deviasi Maksimum Lubang Ledak (m)
𝑊4 ×I×𝑆𝐴𝑁𝐹𝑂
𝐵’’’’ = 8,8 × 10−2 × √ ...................................................... (2.27)
d×c
Dimana:
𝐵′′′′ = Burden Maksimum Cut Hole IV (m)
𝑊4 = Jarak antara Cut Hole III dengan Cut Hole IV (m)
𝐼 = Charge Concentration (Kg/m² )
𝑆𝐴𝑁𝐹𝑂 = Relative Weight Strength ANFO (%)
d = Diameter lubang ledak (m)
c = Konstanta batuan (Kg/m³ )
𝑊3′
𝑊4′ = (𝐵4 + ( )) × √2..................................................................... (2.29)
2
Dimana:
𝑊4′ = Jarak Lubang Ledak Cut Hole IV (m)
𝑊3′ = Jarak Lubang Ledak Cut Hole III (m)
𝐵4 = Burden Cut Hole IV (m)
26
Sumber: C. Lopez Jimeno, (1995)
Gambar 2. 10 Contoh Desain Cut
proses lanjutannya memakai tabel diatas (Tabel 2.1) perhitungan lanjutannya ialah
Charge Concentration (𝐼) dan 𝑆𝐴𝑁𝐹𝑂
1
𝐼 = 4 𝜋𝑑 2 × 𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐻𝑎𝑛𝑑𝑎𝑘 .......................................................... (2.30)
Dimana:
𝐼 = Charge Concentration (Kg/m²)
22
𝜋 = 3,14 atau
7
Dimana:
𝑆𝐴𝑁𝐹𝑂 = Relative Weight Strength acuan (%)
27
2.5 Peledakan
Disisi lain ada cara yang bisa diaplikasikan untuk mengontrol dampak ledak
dengan mengurangi waktu penskalaan dan pengenceran, mengizinkan instalasi
pendukung yang lebih mudah dan efektif sehingga meningkatkan keamanan
lingkungan kerja. Padahal jika pengendalian dampak ledak di pertambangan bisa
dilakukan, para penambang bisa memberikan manfaat dan keamanan yang
signifikan lebih baik lagi.
28
yang direncanakan tetapi juga kelonggaran, dislokasi, dan gangguan yang tidak
diinginkan pada massa batuan.
Karakteristik material akan sangat banyak jika diteliti per jenis material,
pada dasarnya penelitian karakteristik material bertujuan untuk mengetahui fitur
yang dimiliki batuan dalam berbagai hal seperti tegangan, karakteristik hidrologi
dan lain lain. Maka untuk mempermudah penelitian karakteristik material dibuat
klasifikasi massa batuan yang merupakan sistem yang berguna untuk
mengkelompokan material berdasarkan kesamaan fitur yang dimilikinya. Berikut
merupakan sistem klasifikasi massa batuan yang biasa digunakan dalam
pertambangan.
Sistem ini dikemukakan oleh Bieniawski pada tahun 1973, sejak saat itu
perkembangan akan sistem ini terus berlanjut seiring banyaknya penelitian yang
telah dilakukan. Rock Mass Rating sendiri adalah suatu metode empiris untuk
menentukan pembobotan dari suatu massa batuan, yang digunakan untuk
mengevaluasi ketahanan massa batuan sebagai salah satu cara untuk menentukan
kemiringan lereng maksimum yang bisa diaplikasikan untuk hal pembuatan
terowongan (Bieniawski, 1973). Rock mass rating juga berfungsi sebagai bentuk
komunikasi para ahli untuk menyelesaikan permasalahan geoteknik. Seperti
memperkirakan sifat-sifat dari massa batuan dan dapat juga merencanakan stabilitas
terowongan atau lereng. Menurut Bieniawski untuk mengetahui dan bisa
mengklasifikasi massa batuan menggunakan sistem RMR terdapat 6 (enam)
29
parameter dengan 5 (lima) parameter pertama yang dibagi dikarenakan berbagai
parameter memiliki signifikansi yang berbeda untuk klasifikasi keseluruhan massa
batuan, rentang nilai yang berbeda dari parameter telah ditetapkan berdasarkan
kepentingannya; nilai yang lebih tinggi mewakili kondisi massa batuan yang lebih
baik.
kekuatan suatu batuan secara utuh dapat diperoleh dari Point Load Strength
Index atau Uniaxial Compressive Strengh. Bieniawski menggunakan klasifikasi
Uniaxial Compressive Strength (UCS) yang telah diusulkan oleh Deere & Miller,
1968. Kekuatan batuan utuh adalah kekuatan suatu batuan untuk bertahan menahan
suatu gaya hingga pecah. Kekuatan batuan dapat dibentuk oleh suatu ikatan adhesi
antar butir mineral atau tingkat sementasi pada batuan tersebut, serta kekerasan
mineral yang membentuknya. Hal ini akan sangat berhubungan dengan genesa,
30
komposisi, tekstur, dan struktur batuan. Berikut merupakan tabel yang digunakan
dalam perhitungan RMR berdasarkan UCS.
Pada tahun 1967 ahli geologi Deere megembangkan konsep tentang Rock
quality designation (RQD). RQD didefinisikan sebagai presentasi dari potongan
inti utuh yang lebih panjang dari 100 mm (4 inci) dalam total panjang inti yang
memiliki diameter inti 54,7 mm atau 2,15 inci, berikut merupakan gambaran
(Gambar 2.12)pengambilan sampel yang digunakan untuk perhitungan RQD.
40 + 30 + 30 + 30 + 40
𝑅𝑄𝐷 = × 100% = 85%
200
31
3. Jarak diskontinuitas (Discontinuity spacing)
32
Di lapangan, orientasi bidang diskontinuitas dapat diperoleh dengan
mengukur strike/dip kekar menggunakan kompas geologi. Begitu pula dengan arah
lintasan terowongan, dapat diperoleh dengan mengukur azimuth arah lintasan
terowongan menggunakan kompas geologi.
Massa batuan biasa menjadi alasan utama dalam hasil ledak yang dibawah
standar, walau pun alasan utamanya terdapat pada pengaplikasian geometri ledak.
Maka dari itu untuk menyempurnakan dampak ledak, faktor yang mempengaruhi
dampak ledak harus dianalisis secara kritis untuk memutuskan dengan tepat
penyebab utama hasil peledakan di bawah standar. Faktor yang mempengaruhi
dampak ledak bisa dibagi kedalam tiga kategori yaitu:
Sifat massa batuan tidak dapat diubah tetapi pengetahuan terhadap massa
batuan akan memfasilitasi pemilihan karakteristik ledakan dan parameter desain
ledakan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Berikut karakteristik massa batuan
yang mengontrol dampak ledak dan kinerja peledakan
33
Massa batuan material yang heterogen (keadaan berbagai unsur yang
berbeda sifat atau berlainan jenis), fakta yang sering abaikan dalam mendesain
geometri ledak. Pemakaian desain geometri ledak yang standar tanpa
mempertimbangkan variasi massa batuan akan menghasilkan dampak ledak yang
jelek.
Hal ini mengarah pada anggapan bahwa retakan terjadi dengan atenuasi
minimum ketika sudut kekar relatif sejajar, hampir sejajar atau normal. Bisa dilihat
pada gambar dibawah (Gambar 2.14) Overbreak terbesar telah diamati dengan
beberapa sampel dengan 45° orientasi kekar, Worsey (1981). Dapat disimpulkan
bahwa adanya diskontinuitas pada sudut kurang dari 60° terhadap garis perimeter
yang telah dirancang berdampak buruk pada hasil kontrol peledakan. Jika orientasi
diskontinuitas kurang dari 15°, kontrol peledakan tidak menghasilkan perbaikan
dibandingkan peledakan normal
34
Sumber: P.Singh (2004)
Gambar 2. 14 Persentase Overbreak untuk Orientasi Kekar yang Berbeda
2. Diskontinuitas Bukaan
Spasi tipis diantar kekar adalah indikator massa batuan yang sangat retak.
Selama peledakan pada batuan dengan sambungan tidak kompak, faktor utamanya
adalah apakah pola pengeboran lebih lebar dari jarak sambungan atau tidak. Jika
iya, maka masalah kontur dapat diperkirakan. Frekuensi sambungan dalam kisaran
dua sampai tiga bidang sambungan per jarak dapat menghasilkan efek yang
merugikan pada parameter pengontrol
35
4. Kondisi hidrogeologis
Pengurangan kekuatan tekan dan tarik batuan, Obert (1967), karena gesekan
antar partikel lebih rendah.
Pengurangan redaman gelombang kejut dan akibatnya efek kerusakan
ditingkatkan.
Menurunkan kohesi dan sifat gesekan sambungan.
Sambungan diisi dengan air memungkinkan lewatnya gelombang kejut
tanpa membuat spalling (bongkahan kecil) internal. Tetapi ketika massa
batuan dalam keadaan tegang, air termobilisasi, membentuk baji, yang dapat
menghasilkan overbreak.
5. Keadaan saat tertekan
36
ketika tekanan lubang bor mencapai nilai kritis, di luar itu energi ledakan yang
berlebihan digunakan dalam fragmentasi dan hempasan fragmen batuan. Nilai kritis
dari tekanan lubang bor tergantung pada karakteristik batuan, ukuran dan bentuk
bukaan serta arah dan besarnya medan tegangan.
Tekanan lubang bor yang dihasilkan oleh bahan peledak berbanding lurus
dengan kecepatan detonasinya. Tapi tekanan lubang bor yang lebih tinggi
menghasilkan lebih banyak kerusakan sedangkan bahan peledak dengan VOD
tinggi menghasilkan lebih sedikit kerusakan dapat dilihat pada gambar di bawah
(Gambar 2.15). Umumnya bahan peledak dengan VOD tinggi dipisahkan dan
menghasilkan energi kejut yang lebih tinggi dan energi gas yang lebih sedikit.
Karena efek decoupling, energi kejut dihamburkan dengan cara yang tidak
terlalu berbahaya dan energi gas yang bekerja lebih lama lebih penting dari sudut
pandang kerusakan.
Hal tersebut terjadi dikarenakan bahan peledak dengan VOD yang tinggi
dipisahkan dan menghasilkan energi kejut (shock energy) yang lebih tinggi dan
energi gas yang lebih sedikit.
37
3. Powder factor
Powder factor merupakan rasio dari berat eksplosif dan volume dari batuan
yang diledakan Umumnya powder factor yang tinggi akan menghasilkan overbreak
dan disisi lain powder factor yang rendah dapat menghasilkan underbreak. Tetapi
dari sudut pandang dampak ledak, perimeter Powder factor lebih penting daripada
keseluruhan Powder factor. Pengaruh perimeter Powder factor pada dampak ledak
ditunjukkan pada Gambar dibawah (Gambar 2.16)
Jika dampak ledak yang melewati lubang parameter dan terjadi karena hasil
peledakan sebelumnya, maka sudah terlambat untuk memperbaiki masalah dengan
perimeter control techniques. Maka dari itu penggunaan teknik ini haruslah
dirancang dan diaplikasikan dari awal untuk bisa memfasilitasi kontrol yang efektif
terhadap dampak ledak. Ada beberapa faktor yang memiliki dampak signifikan
pada dampak ledakan
38
lebih besar. Diameter dan panjang lubang yang optimal tergantung pada
karakteristik massa batuan dan tujuan lubang. Kisaran diameter untuk drift blasting
berkisar antara 38 hingga 52 mm. Secara umum, peningkatan diameter lubang
menyebabkan kerusakan akibat ledakan, fragmentasi yang buruk dan peningkatan
biaya pemuatan. Lubang berdiameter kecil memberikan profil drift yang lebih baik
tetapi dengan biaya yang lebih tinggi untuk pengeboran dan pengisian.
Peledakan dalam sebuah bukaan terowongan dimulai dari bentuk cut karena
memberikan bidang bebas. Bagian ini merupakan bagian paling penting di fase ini
karena sisa lubang hasil peledakan tidak dapat memberikan kedalaman yang cukup
maka dari itu desain cut harus berjalan seperti yang direncanakan. Jika progresif
relief hole tidak tercapai dalam desain cut, maka peledakan selanjutnya akan
dibatasi sehingga memberikan dampak ledak yang lebih tinggi, Singh (1995).
39
pada perimeter bukaan. Idealnya kerusakan dari lubang Buffer holes tidak boleh
melebihi zona ledak dari lubang belakang. Lubang-lubang ini harus dibor secara
paralel dengan lubang perimeter dan burden, jarak dan pengisian harus 0,6-0,75
kali lubang penghenti.
Dalam salah satu ledakan, semua lubang kecuali back hole ditembakkan.
Seperti yang ditunjukkan pada Gambar diatas (Gambar 2.17), jika Buffer holes diisi
dan ditempatkan dengan benar maka dampak ledak pada bagian belakang dapat
diminimalkan. Kontur bagian atas galian setelah peledakan cukup dekat dengan
kontur yang direncanakan. Buffer holes diisi dengan ANFO tetapi jarak,
keselarasan, dan jaraknya dari belakang dikontrol dengan benar.
Jarak dan burden dari lubang perimeter memiliki pengaruh yang signifikan
pada bentuk dan ketepatan. Jarak yang lebih tinggi menghasilkan underbreak antara
lubang ledak sedangkan jarak yang terlalu dekat menyebabkan overbreak. Jarak
optimal antara lubang perimeter tergantung pada jenis batuan dan diameter lubang
bor. Berdasarkan uji lapangan dan pengamatan yang dilakukan oleh P.Singh (2004)
di tambang yang beroperasi, berikut terdapat pendekatan yang melibatkan dua
langkah diusulkan:
𝑄 = 𝑄𝑓 × 𝑑2 ........................................................................................ (2.32)
Dimana:
40
𝑄 = faktor muatan ledakan
𝑄𝑓 = muatan ledakan (kg/m)
𝑆 = 𝑆𝑓 × 𝑑 ............................................................................................ (2.33)
𝐵 = 𝐵𝑓 × 𝑆 .......................................................................................... (2.32)
Dimana:
S = jarak Antara lubang parameter (m)
𝑆𝑓 = faktor jarak
B = burden pada lubang parameter (m)
𝐵𝑓 = faktor burden
41
Pada opsi (1), terkadang pecahan fragmen dari lubang sebelumnya
mematahkan kabel peledak dan semua lubang belakang tidak meledak. Pada opsi
(b), ada hamburan waktu pada delay caps dari angka yang lebih tinggi, yang
biasanya digunakan untuk lubang perimeter. Masalah ini dapat dihindari dengan
menggunakan electronic caps. Pada opsi (c), hasilnya bagus tapi lebih memakan
waktu.
42
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Tahun 2022
No Kegiatan
2 3 4 5 6 7 8
1 Studi Literatur
Pengumpulan Data dan
2
Observasi di Lapangan
3 Pengolahan Data
4 Analisis Hasil
Penyusunan Laporan Tugas
5
Akhir
Tabel 3. 1 Waktu Penelitian
1. Alat Pelindung Diri (APD) merupaka alat pelindung yang digunakan untuk
menghindari bahaya dan meminimalisir dampak kecelakaan
43
2. Buku dan alat tulis digunakan sebagai pendukung dalam pencatatan
pengmabilan data
3. Meteran digunakan untuk mengukur data yang diperlukan.
4. Loading stick berupa pipa digunakan untuk mengukur akurasi dan
kedalaman lubang ledak yang kemudian diukur kembali oleh meteran
melalui pipa tersebut.
5. Busur merupakan alat yang digunakan untuk mengambil data yang
berhubungan dengan kemiringan di lapangan.
6. Kamera digunakan untuk mendokumentasi kegiatan pengambilan data di
lapangan.
7. Laptop digunakan untuk mengolah data penelitian.
8. Microsoft office merupakan software pendukung berfungsi untuk
menganalisis data penelitian
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder, data primer
merupakan data yang akan diambil langsung dilapangan sedangkan data sekunder
ialah data yang sudah diolah terlebih dahulu dan biasanya diambil dari jurnal, buku,
publikasi pemerintah, perusahaan, dan sumber lain yang mendukung. Berikut
merupakan data yang digunakan dalam peneilitian ini:
44
f. Orientasi diskontinuitas
g. Pola pemboran
h. lubang pengoboran
i. Geometri peledakan
j. Jenis dan jumlah bahan peledak
k. Hasil peledakan
a. Karakteristik batuan
b. Jenis-Jenis pola pengeboran
c. Karakteristik bahan peledak
d. Perhitungan geometri peledakan
e. Parameter pengeboran dan peledakan
Pengambilan data primer yang akan digunakan dalam penelitian ini akan
diambil dengan cara:
45
3.5 Prosedur Pengolahan Data
Data yang sudah di akuisisi berupa data primer dan data sekunder
selanjutnya akan dinalisis dengan mencocokan data sekunder dengan hasil yang
terjadi di hasil peledakan, penyajian hasil analisis akan berupa tabel. Hasil yang
terjadi dalam analisis data yang sudah dilakukan akan menjadi rekomendasi
pendekatan yang berguna untuk mengevaluasi proses perhitungan geometri
peledakan.
46
3.6 Diagram Alir
Mulai
Studi Literatur
Rumusan Masalah
Pengambilan Data
Selesai
47
DAFTAR PUSTAKA
Persson, P., Holmberg, R., & Lee, J. (1993). Rock Blasting and Explosives
Engineering (1st ed.). CRC Press.
Singh, S. P., & Xavier, P. (2005). Causes, impact and control of overbreak in
underground excavations. Tunnelling and Underground Space Technology,
20(1), 63–71. https://doi.org/10.1016/j.tust.2004.05.004
Gertsch, R. E., Bullock, R. L., & Society For Mining, M. (1998). Techniques in
Underground Mining. Society for Mining, Metallurgy, and Exploration.
48