Anda di halaman 1dari 39

PENENTUAN KOORDINAT SECARA TELITI SEBAGAI TITIK IKAT

PADA GUNUNG ANAK KRAKATAU MENGGUNAKAN


MENGGUNAKAN PERANGKAT
LUNAK GAMIT/GLOBK 10.7

(Proposal Tugas Akhir)

Oleh :
FAJAR WAHANA AGUSFIRA

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK SURVEY DAN PEMETAAN


JURUSAN TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan rahmat serta

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Tugas Akhir yang

berjudul “Penentuan Koordinat Secara Teliti Sebagai Titik Ikat Pada

Gunung Anak Krakatau Menggunakan Perangkat Lunak Gamit/Globk

10.7” dengan baik. Proposal Tugas Akhir ini dibuat bertujuan untuk memenuhi

syarat mendapatkan gelar Ahli Madya pada Program Studi D3 Teknik Survey dan

Pemetaan, Jurusan Teknik Geodesi Geomatika, Fakultas Teknik Universitas

Lampung.

Dalam penulisan proposal ini, penulis menyadari bahwa masih banyak

kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap bahwa

adanya kritik dan saran yang dapat memotivasi agar lebih baik lagi untuk

kesempatan yang akan datang.

Demikian yang penulis dapat antarkan, semoga Proposal Tugas Akhir ini dapat

bermanfaat dan digunakan dengan baik sebagaimana mestinya.

Bandar Lampung, Juni 2020


Penulis,

Fajar Wahana Agusfira


NPM. 1705061017
DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL.............................................................................................................. i

KATA PENGANTAR..................................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN............................................................................. iii

DAFTAR ISI.................................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR........................................................................................ v

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang........................................................................................ 1

B. Maksud dan Tujuan................................................................................. 2

1. Maksud............................................................................................... 2

2. Tujuan................................................................................................. 2

C. Manfaat................................................................................................... 3

D. Batasan Masalah..................................................................................... 3

E. Ruang Lingkup Pekerjaan....................................................................... 3

1. Lokasi Pekerjaan................................................................................ 3

2. Lingkup Wilayah................................................................................ 4

F. Sistematika Penulisan.............................................................................. 6
II LANDASAN TEORI

A. Gunung Krakatau....................................................................................... 6

1. Perkembangan Gunung Krakatau......................................................... 6

1.1 Gunung Krakatau Purba................................................................. 6

1.2 Munculnya Gunung Krakatau........................................................ 7

1.3 Erupsi 1883.................................................................................... 8

1.4 Gunung Anak Krakatau................................................ ................. 9

1.5 Erupsi Desembser 2018.................................................................. 13

B. Global Positioning System (GPS).............................................................. 15

1. Penentuan Posisi Dengan GPS.............................................................. 18

2. Penentuan Tinggi dan Beda Tinggi Menggunakan GPS....................... 19

C. GAMIT / GLOBK..................................................................................... 23

III PELAKSANAAN KERJA PRAKTIK

A. Identifikasi Masalah................................................................................... 27

1. Studi Literatur....................................................................................... 27

2. Lokasi Pekerjaan.................................................................................... 27

B. Persiapan.................................................................................................. 28

1. Peralatan dan Bahan.............................................................................. 28

C. Pengumpulan Data................................................................................... 28

D. Pengolahan Data...................................................................................... 29

1. Transformasi Data RINEX.................................................................... 30

2. Pembuatan Direktori Kerja..................................................................... 30


3. Editing Control File................................................................................ 31

4. Pengolahan Data Menggunakan GAMIT............................................... 31

5. Pengolahan Data Menggunakan GLOBK.............................................. 31

BAB IV PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 1. Gunung Anak Krakatau Secara Geografis....................................... 4

Gambar 2. Gunung Anak Krakatau Secara Administratif Pemerintahan........... 4

Gambar 3. Letusan Abu Yang Sering Terjadi di Gunung Anak Krakatau......... 11

Gambar 4. Perubahan Topografi Gunung Anak Krakatau.................................. 12

Gambar 5. Prinsip Dasar Penentuan Posisi dengan GPS..................................... 19

Gambar 6. Prinsip Pengamatan Beberapa Satelit................................................. 19

Gambar 7. Transformasi Tinggi Ellipsoid ke Tinggi Orthometrik...................... 21

Gambar 8. Penentuan Tinggi Secara Differensial............................................... 22

Gambar 9. Diagram Alir Pelaksanaan Tugas Akhir............................................ 26

Gambar 10. Diagram Alir Tahap Pengolahan Data............................................. 29


I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang berada di lingkaran cincin api (Ring of

Fire). Akibat letak geologisnya, menyebabkan Indonesia banyak memiliki

gunung api baik gunung berapi yang tidak aktif maupun yang masih sangat

aktif dan salah satunya adalah Krakatau. Krakatau merupakan legenda

kegunungapian yang ada di Indonesia diantara puluhan gunung api aktif

lainnya.

Pada abad ke-5 Masehi, Gunung Batuwara meledak hebat dan menimbulkan

tsunami besar. Sebagian tanah ambles membentuk Selat Sunda serta

membelah sebagian Pulau Jawa yang melahirkan Pulau Sumatera. Beberapa

ahli geologi kala itu menyimpulkan Gunung Batuwara, yang disebut-sebut

dalam naskah kuno Jawa, adalah Gunung Krakatau Purba dengan tinggi

mencapai 2.000 meter di atas permukaan laut dan lingkaran pantainya

mencapai 11 kilometer. Letusan ini mengakibatkan Gunung Krakatau Purba

hancur dengan menyisakan kaldera (kawah besar) di bawah laut yang dewasa

ini disebut Gunung Anak Krakatau, yang mana tepi kawahnya membentuk

tiga pulau, yaitu Pulau Rakata, Pulau Panjang (Pulau Rakata Kecil), dan

Pulau Sertung.

1
Pada tahun 1927 atau kurang lebih 40 tahun setelah meletusnya Gunung

Krakatau, muncul gunung api yang dikenal sebagai Anak Krakatau dari

kawasan kaldera purba tersebut yang masih aktif dan tetap bertambah

tingginya.

Pada tanggal 22 Desember 2018, Gunung Anak Krakatau yang terletak di

Selat Sunda, Desa Pulau Sebesi, Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung

Selatan, Provinsi Lampung ini terjadi erupsi yang mengakibatkan perubahan

vegetasi dan topografi yang berbeda dari sebelumnya.

Penulis melakukan pengolahan data koordinat secara teliti yang digunakan

sebagai titik ikat pada Gunung Anak Krakatau menggunakan perangkat lunak

Gamit Glove 10.17 melalui kegiatan Tugas Akhir yang berjudul “Penentuan

Koordinat Secara Teliti Sebagai Titik Ikat Pada Gunung Anak Krakatau

Menggunakan Perangkat Lunak Gamit/Globk 10.7”

B. Maksud dan Tujuan


1. Maksud

Adapun maksud dari kegiatan Tugas Akhir ini adalah melakukan

pengolahan data pengamatan GPS Geodetik sebagai titik ikat pada

Gunung Anak Krakatau.

2. Tujuan

Adapun tujuan dari kegiatan Tugas Akhir ini adalah menghasilkan

koordinat dengan Geodetic Coordinate System dan Universal Transverse

Mercator (UTM) Coordinate System secara teliti pada Gunung Anak

Krakatau.

2
C. Manfaat
Adapun manfaat dari kegiatan Tugas Akhir ini adalah memberikan informasi

koordinat dengan Geodetic Coordinate System dan Universal Transverse

Mercator (UTM) Coordinate System secara teliti sebagai titik ikat Gunung

Anak Krakatau.

D. Batasan Masalah
Adapun batasan - batasan masalah dalam menyelesaikan kegiatan Tugas

Akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Daerah dalam kegiatan Tugas Akhir ini adalah Cagar Alam Gunung Anak

Krakatau yang termasuk kedalam wilayah Desa Pulau Sebesi, Kecamatan

Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung

2. Teknik yang digunakan dalam kegiatan ini adalah pengamatan GPS

Geodetik metode statik yang menghasilkan koordinat dengan Geodetic

Coordinate System dan Universal Transverse Mercator (UTM)

Coordinate System secara teliti sebagai titik ikat Gunung Anak Krakatau.

E. Ruang Lingkup Pekerjaan


1. Lokasi Pekerjaan
Kegiatan Tugas Akhir ini berlokasikan di Cagar Alam Gunung Anak

Krakatau, Desa Pulau Sebesi, Kecamatan Kalianda, Kabupaten

Lampung Selatan, Provinsi Lampung, sedangkan untuk pengolahan data

koordinat berada di CV Palapa Sembilan yang beralamat pada Jl.

Sukardani Hamdani Gg. Palapa 9 No.9 RT./RW. 010/- Kecamatan

Labuhan Ratu, Kota Bandar Lampung.

3
2. Lingkup Wilayah

Ruang lingkup wilayah Cagar Alam Gunung Anak Krakatau ini secara

geografis berada di 6º05’53” Lintang Selatan (LS) dan 105º25’26” Bujur

Timur (BT), sedangkan secara administratif pemerintahan berada di Desa

Pulau Sebesi, Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan,

Provinsi Lampung.

Gambar 1. Gunung Anak Krakatau Secara Geografis.


Sumber : Google Earth Pro

Gambar 2. Gunung Anak Krakatau Secara Administratif Pemerintahan


Sumber : Peta Rupa Bumi Indonesia

4
F. Sistematika Penulisan

Adapun sistem penulisan laporan ini adalah sebagai berikut :

1. BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini membahas latar belakang, maksud dan tujuan, manfaat,

batasan masalah, ruang lingkup pekerjaan hingga sistem penulisan

laporan.

2. BAB II LANDASAN TEORI

Pada bab ini membahas segala teori yang berkaitan dengan kegiatan

Tugas Akhir ini, mulai dari sejarah Gunung Anank Krakatau hingga

aspek pendukung lainnya seperti perangkat serta metode yang digunakan.

3. BAB III METODOLOGI

Pada bab ini membahas semua kegiatan yang dilakukan, mulai dari

identifikasi masalah, persiapan, pengumpulan data dan pengolahan data.

4. BAB IV PENUTUP

Pada bab ini membahas harapan penulis dari hasil dari kegiatan Tugas

Akhir ini dapat bermanfaat.

5
II. LANDASAN TEORI

A. Gunung Krakatau

1. Perkembangan Gunung Krakatau

1.1 Gunung Krakatau Purba

Melihat kawasan Gunung Krakatau di Selat Sunda, para ahli

memperkirakan bahwa pada masa purba terdapat gunung yang

sangat besar di Selat Sunda yang akhirnya meletus dahsyat yang

menyisakan sebuah kaldera (kawah besar) yang disebut Gunung

Krakatau Purba, yang merupakan induk dari Gunung Krakatau yang

meletus pada 1883. Gunung ini disusun dari bebatuan andesitik.

Menurut Pustaka Raja Purwa, tinggi Krakatau Purba ini mencapai

2.000 meter di atas permukaan laut, dan lingkaran pantainya

mencapai 11 kilometer.

Akibat ledakan yang hebat itu, tiga per empat tubuh Krakatau Purba

hancur menyisakan kaldera (kawah besar) di Selat Sunda. Sisi-sisi

atau tepi kawahnya dikenal sebagai Pulau Rakata, Pulau Panjang

(Rakata Kecil) dan Pulau Sertung.

Ledakan Krakatau Purba diperkirakan berlangsung selama 10 hari

dengan perkiraan kecepatan muntahan massa mencapai 1 juta ton per

6
detik. Ledakan tersebut telah membentuk perisai atmosfer setebal

20-150 meter, menurunkan temperatur sebesar 5-10 derajat selama

10-20 tahun.

1.2 Munculnya Gunung Krakatau

Pulau Rakata, yang merupakan satu dari tiga pulau sisa Gunung

Krakatau Purba kemudian tumbuh sesuai dengan dorongan vulkanik

dari dalam perut bumi yang dikenal sebagai Gunung Krakatau (atau

Gunung Rakata) yang terbuat dari batuan basaltik. Kemudian, dua

gunung api muncul dari tengah kawah, bernama Gunung Danan dan

Gunung Perbuwatan yang kemudian menyatu dengan Gunung

Rakata yang muncul terlebih dahulu. Persatuan ketiga gunung api ini

lah yang disebut Gunung Krakatau.

Gunung Krakatau pernah meletus pada tahun 1680 menghasilkan

lava andesitik asam. Lalu pada tahun 1880, Gunung Perbuwatan

aktif mengeluarkan lava meskipun tidak meletus. Setelah masa itu,

tidak ada lagi aktivitas vulkanis di Krakatau hingga 20 Mei 1883.

Pada hari itu, setelah 200 tahun tertidur, terjadi ledakan kecil pada

Gunung Krakatau. Itulah tanda-tanda awal bakal terjadinya letusan

dahsyat di Selat Sunda. Ledakan kecil ini kemudian disusul dengan

letusan-letusan kecil yang puncaknya terjadi pada 26-27 Agustus

1883.

7
1.3 Erupsi 1883

Pada hari Senin, 27 Agustus 1883, tepat jam 10.20, terjadi ledakan

pada gunung tersebut. Menurut Simon Winchester, ahli geologi

lulusan Universitas Oxford Inggris yang juga penulis National

Geographic mengatakan bahwa ledakan itu adalah yang paling besar,

suara paling keras dan peristiwa vulkanik yang paling

meluluhlantakkan dalam sejarah manusia modern. Suara letusannya

terdengar sampai 4.600 km dari pusat letusan dan bahkan dapat

didengar oleh 1/8 penduduk bumi saat itu.

Menurut para peneliti di University of North Dakota, ledakan

Krakatau bersama ledakan Tambora (1815) mencatatkan nilai

Volcanic Explosivity Index (VEI) terbesar dalam sejarah modern.

The Guiness Book of Records mencatat ledakan Krakatau sebagai

ledakan yang paling hebat yang terekam dalam sejarah.

Ledakan Krakatau telah melemparkan batu - batu apung dan abu

vulkanik dengan volume 18 kilometer kubik. Semburan debu

vulkanisnya mencapai 80 km. Benda - benda keras yang

berhamburan ke udara itu jatuh di dataran pulau Jawa dan Sumatra

bahkan sampai ke Sri Lanka, India, Pakistan, Australia dan Selandia

Baru.

Letusan itu menghancurkan Gunung Danan, Gunung Perbuwatan

serta sebagian Gunung Rakata di mana setengah kerucutnya hilang,

membuat cekungan selebar 7 km dan sedalam 250 meter. Tsunami

8
(gelombang laut) naik setinggi 40 meter menghancurkan desa-desa

dan apa saja yang berada di pesisir pantai. Tsunami ini timbul bukan

hanya karena letusan tetapi juga longsoran bawah laut.

Tercatat jumlah korban yang tewas mencapai 36.417 orang berasal

dari 295 kampung kawasan pantai mulai dari Merak di Kota Cilegon

hingga Cilamaya di Karawang, pantai barat Banten hingga Tanjung

Layar di Pulau Panaitan (Ujung Kulon serta Sumatra Bagian

selatan). Di Ujungkulon, air bahkan masuk sampai 15 km ke arah

barat. Keesokan harinya sampai beberapa hari kemudian, penduduk

Jakarta dan Lampung pedalaman tidak lagi melihat matahari.

Gelombang Tsunami yang ditimbulkan bahkan merambat hingga ke

pantai Hawaii, pantai barat Amerika Tengah dan Semenanjung Arab

yang jauhnya 7 ribu kilometer.

1.4 Gunung Anak Krakatau

Mulai pada tahun 1927 atau kurang lebih 40 tahun setelah

meletusnya Gunung Krakatau, muncul gunung api yang dikenal

sebagai Anak Krakatau dari kawasan kaldera purba tersebut yang

masih aktif dan tetap bertambah tingginya. Kecepatan pertumbuhan

tingginya sekitar 0.5 meter (20 inci) per bulan. Setiap tahun ia

menjadi lebih tinggi sekitar 6 meter (20 kaki) dan lebih lebar 12

meter (40 kaki). Catatan lain menyebutkan penambahan tinggi

sekitar 4 cm per tahun dan jika dihitung, maka dalam waktu 25 tahun

penambahan tinggi anak Rakata mencapai 190 meter (7.500 inci atau

500 kaki) lebih tinggi dari 25 tahun sebelumnya. Penyebab tingginya

9
gunung itu disebabkan oleh material yang keluar dari perut gunung

baru itu. Saat ini ketinggian Anak Krakatau mencapai sekitar 230

meter di atas permukaan laut, sementara Gunung Krakatau

sebelumnya memiliki tinggi 813 meter dari permukaan laut.

Setelah melewati masa istirahat kedua, mulai 1884 sampai Desember

1927, pada 29 Desember 1927 terjadi letusan bawah laut. Letusan

tersebut menyemburkan air laut di pusat Kompleks Gunung Api

Krakatau, menyerupai air mancur yang terjadi terus menerus sampai

15 Januari 1929. Ia sebagai seorang ahli gunung api memperhatikan

bahwa pada 20 Januari 1929 muncul di permukaan tumpukan

material di samping tiang asap yang membentuk satu pulau kecil,

yang kemudian dikenal sebagai kelahiran Gunung Api Anak

Krakatau.

Pertumbuhan Gunung Api Anak Krakatau yang terletak di pusat

Kawasan Krakatau, tumbuh dari kedalaman laut 180 meter, dan

muncul di permukaan laut pada tahun 1929. Sejak lahirnya, Gunung

Api Anak Krakatau tumbuh cukup cepat akibat seringnya terjadi

letusan hampir setiap tahun. Masa istirahat kegiatan letusannya

berkisar antara 1 sampai 8 tahun dan rata-rata terjadi letusan 4 tahun

sekali. Pada tahun 2000 dilakukan pengukuran dimensi Pulau Anak

Krakatau, yaitu tingginya mencapai 315 meter di atas permukaan

laut dan volumenya mencapai 5,52 km3.

Sebelum terjadi penghancuran tubuhnya tahun 1883, di Kawasan

Krakatau tumbuh tiga gunung api,yaitu Gunung Api Rakata (+822

10
m), Gunung Api Danan (+450 m) dan Gunung Api Perbuwatan

(+120 m). Kalau melihat besar dan tinggi masing – masing tubuh

gunung api tersebut tidak termasuk skala besar, walaupun mereka

tumbuh dari kedalaman 200 meter di bawah permukaan laut, tetapi

dampak penghancuran tubuhnya telah mengakibatkan gelombang

tsunami sangat tinggi yang melanda wilayah Lampung dan Jawa

Bagian Barat, dan memakan korban cukup banyak pada saat itu.

Segala aspek yang menjadi faktor pendorong peningkatan bahaya

atau risiko bagi masyarakat jika terjadi letusan patut diperhitungkan.

Salah satu contoh adalah pertumbuhan Gunung Api Anak Krakatau

yang hingga sekarang ini berlangsung dengan cepat, karena sering

kali terjadi letusan.

Gambar 3. Letusan abu yang sering terjadi di Gunung Anak


Krakatau
Sejak tahun 1927 sampai dengan 1981 volumenya mencapai 2,35

km3 jika dihitung dari dasar laut. Pada tahun 1983 volume Gunung

Api Anak Krakatau menjadi 2,87 km3, kemudian pada tahun 1990

volume Gunung Api Anak Krakatau mencapai 3,25 km3 dan pada

tahun 2000 volume tubuh Gunung Api Anak Krakatau mencapai 5,52

11
km3. Dengan melihat pertumbuhan kerucut Gunung Api Anak

Krakatau yang sangat cepat, semakin tinggi dan besar, kemungkinan

dapat terjadi periode penghancuran berikutnya, sekurang -

kurangnya terjadi seperti letusan 1883, maka ancaman bahayanya

pada abad modern ini akan melanda kawasan Selat Sunda yang

sangat padat penduduk dan menjadi kawasan industri.

Gambar 4. Perubahan Topografi Gunung Anak Krakatau

Kegiatan letusan Gunung Api Anak Krakatau saat ini tidak

menimbulkan bencana bagi penduduk di sekitar Selat Sunda maupun

bagi pelayaran yang melewati Selat Sunda, karena jangkauan

lontaran batu (pijar) terbatas di dalam kompleks Gunung Api

Krakatau atau beradius 3 km dari pusat erupsi, tinggi tiang asap

berkisar antara 100 sampai 1000 m. Yang dikhawatirkan dalam hal

12
ini adalah abu yang diterbangkan angin sehingga mencapai jalur

pesawat terbang yang apabila terhisap mesin jet, maka akan merusak

mesin tersebut.

Seringnya Gunung Api Anak Krakatau meletus, menyebabkan

tumbuhan yang tumbuh di kaki atau lereng gunung api ini sering

musnah akibat hujan abu atau pasir dan leleran lava. Hal tersebut

menyebabkan vegetasi di Pulau Anak Krakatau selalu mengalami

suksesi tumbuhan yang tidak pernah mencapai klimaks.

Meskipun Gunung Api Anak Krakatau masih sering meletus, daerah

tertentu seperti di tepi pantai timur masih banyak ditumbuhi

vegetasi, sedangkan bagian lereng sampai ke atas masih gundul

karena suhu rembesan gas cukup tinggi dan kekurangan air.

1.5 Erupsi Desembser 2018

Aktivitas vulkanik di Gunung Anak Krakatau mulai meningkat sejak

Juni 2018 yang meningkatkan status menjadi level II (waspada).

Frekuensi erupsi semakin meningkat pada bulan Oktober hingga

November, dengan munculnya letusan yang disertai lontaran lava

pijar, batu, serta awan panas. Setelah sempat mereda, pada

pertengahan Desember aktivitas kembali meningkat.

Pada tanggal 22 Desember, gunung Anak Krakatau seperti

mengalami rangkaian letusan dengan tinggi asap berkisar 300 - 1500

meter di atas puncak kawah dan mencatatkan gempa tremor terus -

menerus dengan amplitudo overscale (58 mm). Letusan yang terjadi

pada pukul 21.03 WIB yang tak teramati secara visual maupun

13
terdeteksi oleh alat pencatat kegempaan tektonik, menimbulkan

peristiwa luar biasa berupa longsoran tubuh gunung yang masuk ke

laut yang berakibat fatal. Selang beberapa menit dilaporkan terjadi

tsunami di beberapa pantai barat Banten dan selatan Lampung.

Longsoran yang menyebabkan tsunami ini dikonfirmasi berdasarkan

citra satelit yang diterima oleh PVMBG sehari setelah tsunami

terjadi. Diperkirakan ada luasan minimal 64 hektare yang hilang

diukur melalui tafsiran citra satelit sehari setelah laporan tsunami.

Aktivitas erupsi setelah longsor besar tetap berlangsung dengan

frekuensi tinggi, tetapi tipe erupsi tidak lagi bertipe Stromboli

melainkan tipe Surtsey, yaitu bercampurnya magma dengan air laut.

Pada tanggal 26 Desember 2018 terjadi hujan debu vulkanik di

kawasan Cilegon (Banten) yang telah dikonfirmasi. Sejak pukul

06.00 WIB tanggal 27 Desember 2018 menaikkan status Gunung

Anak Krakatau menjadi level III (Siaga). Level ini adalah level

bahaya tertinggi, dimana semua aktivitas pada radius 5 km dari

puncak harus ditiadakan.

Pengamatan visual berdasarkan citra satelit yang dilakukan pada

tanggal 28 Desember 2018 menunjukkan perubahan morfologi besar.

Ketinggian puncak Gunung Anak Krakatau tinggal 110 m dari muka

laut dan volume daratan yang longsor kedalam laut diperkirakan 150

juta sampai 180 juta meter kubik menyisakan bagian daratan sebesar

40 juta sampai 70 juta meter kubik.

Awal tahun 2019, tercatat aktivitas letusan yang meskipun masih

14
tinggi, namun semakin melemah. Aktivitas yang tinggi ini

menyulitkan pengamatan morfologi pulau karena asap dan abu tebal

menghalangi pandangan mata. Di bekas runtuhan gunung sempat

terbentuk laguna kedalam, tetapi kemudian laguna itu terpotong

daratan baru sehingga terbentuk semacam danau kawah yang

terbentuk dari kerusakan vegetasi yang ditimbulkan oleh longsoran,

tsunami, dan letusan tanggal 22 Desember 2018 di pulau – pulau

anggota gugus Krakatau.

Sejak 25 Maret 2019, level bahaya Gunung Anak Krakatau

diturunkan ke level II (waspada) karena aktivitas yang semakin

menurun. pada tanggal 1 Mei dan beberapa hari berikutnya

seismometer (yang telah dipasang kembali di pulau) mencatat

aktivitas kegempaan vulkanik dari Gunung Anak Krakatau. Aktivitas

ini tidak mengubah status bahaya gunung api tersebut.

B. Global Positioning System (GPS)

Global Positioning System (GPS) adalah sistem untuk menentukan letak di

permukaan bumi dengan bantuan penyelarasan (synchronization) sinyal

satelit. Sistem ini menggunakan 24 satelit yang mengirimkan sinyal

gelombang mikro ke Bumi. Sinyal ini diterima oleh alat penerima di

permukaan, dan digunakan untuk menentukan letak, kecepatan, arah, dan

waktu. Sistem yang serupa dengan GPS antara lain GLONASS Rusia, Galileo

Uni Eropa, IRNSS India.

15
Sistem ini dikembangkan oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat

(Department of Defence, USA). Secara resmi dioperasionalkan pada tahun

1994. Sistem yang dapat digunakan oleh banyak orang sekaligus dalam

segala cuaca ini, didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga

dimensi yang teliti, dan juga informasi mengenai waktu, secara kontinudi

seluruh dunia.

Dibandingkan dengan sistem penentuan posisi lainnya, sistem GPS ini

memiliki beberapa keuntungan, diantaranya :

a. Dapat memberikan informasi tentang posisi, kecepatan, dan percepatan

tiga dimensi, maupun informasi waktu, secara cepat, kapan saja dan

dimana saja di dunia ini dalam segala cuaca, dengan ketelitian yang

relatif tinggi

b. Tersedia untuk semua orang secara gratis (tidak dikenakan biaya

pemakaian sistem)

c. Prinsip penggunaan GPS untuk penentuan informasi tersebut relatif

mudah dan tidak memakan banyak tenaga

d. Memberikan posisi dan kecepatan yang bereferensi ke satu global datum

yaitu WGS’84 (World Geodetic System 1984)

e. Penentuan posisi tidak memerlukan saling keterlihatan antar titik

f. Alat penerima (receiver) GPS cenderung semakin kecil ukurannya,

semakin murah harganya, dan semakin tinggi tingkat keandalannya

g. Perangkat lunak (software) untuk pemrosesan data GPS semakinbanyak

dan semakin canggih

16
Dalam hal penentuan posisi, GPS dapat memberikan ketelitian posisi yang

spektrumnya cukup luas. Dari yang sangat teliti (orde millimeter, relatif)

sampai yang biasa - biasa saja (orde puluhan meter, absolut). Ketelitian posisi

yang diperoleh secara umum akan bergantung pada empat faktor, yaitu

ketelitian data, geometri satelit, metode penentuan posisi, dan strategi

pemrosesan data.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketelitian komponen tinggi GPS

umumnya 2 - 3 kali lebih rendah dibandingkan ketelitian komponen

horizontalnya. Misalkan saat ini ketelitian horizontal sudah dapat mencapai 2

milimeter, maka komponen tingginya menjadi 3 kali lipatnya, yaitu mencapai

6 milimeter. Ada dua penyebab utama dalam hal ini, yaitu :

a. Satelit – satelit GPS yang bisa diamati hanya yang berada di atas horizon

(one - sided geometry). Pada dasarnya hal ini secara geometrik tidak

optimal, juga karena tidak ada satelit di atas dan di bawah pengamat,

maka tidak akan ada efek pengeliminasian kesalahan seperti halnya

dalam kasus komponen horizontal. Pada komponen horizontal, adanya

satelit di sebelah timur dan barat ataupun di utara dan selatan dari

pengamat akan memungkinkan adanya pengeliminasian tersebut.

b. Efek kesalahan dan bias (ionosfer, troposfer, dan orbit) umumnya adalah

pada jarak, yaitu menyebabkan jarak menjadi semakin panjang atau dapat

juga menjadi semakin pendek. Dalam hal ini maka yang paling

terpengaruh adalah komponen tinggi.

17
Dalam perjalanan sinyal GPS, dari satelit sampai pengamat pasti tidak

terlepas dari berbagai kesalahan dan bias. Kesalahan dan bias GPS tersebut

dapat terkait dengan :

a. Satelit, seperti kesalahan ephemeris, jam satelit, dan selective availability

(SA).

b. Medium propagasi, seperti bias ionosfer dan bias troposfer.

c. Receiver GPS, seperti kesalahan jam receiver, kesalahan yang terkait

dengan antena, dan noise (derau).

d. Data pengamatan, seperti ambiguitas fase dan cycle slips.

e. Lingkungan sekitar GPS receiver seperti multipath dan imaging.

1. Penentuan Posisi Dengan GPS

Pada dasarnya konsep dasar penentuan posisi dengan GPS adalah reseksi

(pengikatan ke belakang) dengan jarak, yaitu dengan pengukuran jarak

secara simultan ke beberapa satelit GPS. Prinsip dasar penentuan posisi

dengan GPS diperlihatkan oleh gambar 5. Parameter yang akan

ditentukan adalah vektor posisi geosentrik pengamat (R). Sedangkan

vektor posisi geosentrik satelit GPS (r) diketahui, maka perlu dilakukan

pengukuran untuk mendapatkan posisi toposentris satelit terhadap

pengamat (ρ). Namun pada pengukuran dengan GPS hanya bisa

didapatkan jarak antara satelit dengan pengamat, sehingga rumus pada

gambar 7 tidak dapat diterapkan. Sehingga perlu dilakukan pengamatan

pada beberapa satelit secara simultan, seperti pada gambar 6.

18
Gambar 5. Prinsip Dasar Penentuan Posisi dengan GPS

Gambar 6. Prinsip Pengamatan Beberapa Satelit

Dalam penentuan posisi dengan GPS, bergantung pada mekanisme

pengaplikasiannya, metode penetuan posisi dengan GPS dapat

dikelompokkan menjadi beberapa metode, yaitu absolute, differential,

static, rapid static, pseudokinematic, dan stop-and-go.

2. Penentuan Tinggi dan Beda Tinggi Menggunakan GPS

Ketinggian titik yang diberikan oleh GPS adalah ketinggian titik di atas

permukaan ellipsoid, yaitu ellipsoid WGS (World Geodetic System)

1984. Tinggi ellipsoid (h) tersebut tidak sama dengan tinggi orthometrik

(H) yang umum digunakan untuk keperluan praktis sehari-hari yang

19
biasanya diperoleh dari pengukuran sipat datar (levelling). Tinggi

orthometrik suatu titik adalah tinggi titik tersebut di atas geoid diukur

sepanjang garis gaya berat yang melalui titik tersebut, sedangkan tinggi

ellipsoid suatu titik adalah tinggi titik tersebut di atas ellipsoid dihitung

sepanjang garis normal ellipsoid yang melalui titik tersebut.

Patut dicatat di sini bahwa geoid adalah salah satu bidang ekuipotensial

medan gaya berat Bumi. Untuk keperluan praktis umumnya geoid

dianggap berimpit dengan muka air laut rata-rata (Mean Sea Level,

MSL). Geoid adalah bidang referensi untuk menyatakan tinggi

orthometrik. Secara matematis, geoid adalah suatu permukaan yang

sangat kompleks yang memerlukan sangat banyak parameter untuk

merepresentasikannya. Oleh karena itu untuk merepresentasikan bumi ini

secara matematis serta untuk perhitungan- perhitungan matematis orang

umumnya menggunakan suatu ellipsoid referensi dan bukan geoid.

Ellipsoid referensi dan geoid umumnya tidak berimpit, dan dalam hal ini

ketinggian geoid terhadap ellipsoid dinamakan undulasi geoid (N).

Untuk dapat mentransformasi tinggi ellipsoid hasil ukuran GPS ke tinggi

orthometrik maka diperlukan undulasi geoid di titik yang bersangkutan

tersebut ditunjukkan pada Gambar 7.

20
Permukaan bumi h = tinggi ellipsoid (bereferensi ke
ellipsoid). H = tinggi orthometrik
(bereferensi ke geoid). N = tinggi (undulasi)
ε geoid di atas ellipsoid.
Ellipsoid h
N
H=h-N

Rumus di atas adalah rumus pendekatan.


Cukup teliti untuk keperluan-keperluan
praktis.
Besarnya defleksi vertikal(ε) umumnya
Pusat
bumi tidak melebihi30”.

Gambar 7. Transformasi Tinggi Ellipsoid ke Tinggi Orthometrik.

Ketelitian dari tinggi othometrik yang diperoleh akan tergantung pada

ketelitian dari tinggi GPS serta undulasi geoid. Perlu dicatat di sini

bahwa penentuan undulasi geoid secara teliti (orde ketelitian cm)

bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Disamping diperlukan data gaya

berat yang detil, juga diperlukan data ketinggian topografi permukaan

bumi serta data densitas material dibawah permukaan bumi yang cukup.

Untuk mendapatkan hasil yang relatif teliti, transformasi tinggi GPS ke

tinggi orthometrik umumnya dilakukan secara diferensial, seperti yang

ditunjukkan pada Gambar 8.

Karena dh dapat ditentukan lebih teliti dibandingkan h dan dN dapat

ditentukan lebih teliti dibandingkan N, maka dapat diharapkan bahwa dH

yang diperolehpun akan lebih teliti.

21
GPS
Untuk mendapatkan hasil yang relatif teliti
penentuan tinggi harus dilakukan secara relatif :

dH = dh - dN

B
A
dimana :
HB
HA Geoid
hA hB dH = HB - HA
NB
NA
dh = hB - hA
dN = N - NB A

Gambar 8. Penentuan tinggi secara differensial.

Karena tingkat fleksibilitas operasionalnya yang tinggi serta tingkat

ketelitiannya yang relatif cukup tinggi, dapat diperkirakan bahwa

penentuan tinggi dengan GPS akan punya peran yang cukup besar di

masa mendatang. Beberapa contoh aplikasi yang dapat dipertimbangkan

dalam hal ini adalah :

1. pemantauan perubahan beda tinggi antar titik (berguna untuk

mempelajari deformasi struktur, pergerakan lempeng, survai rekayasa,

dll.nya);

2. penentuan tinggi orthometrik suatu titik (seandainya geoid yang

diketahui);

3. penentuan geoid (seandainya tinggi orthometrik diketahui), dan

4. transfer datum tinggi antar pulau.

22
C. GAMIT / GLOBK

GAMIT adalah paket analisis data GPS yang komprehensif yang

dikembangkan oleh MIT (Massachusetts Institute of Technology) untuk

melakukan perhitungan posisi tiga dimensi dan satelit orbit. Perangkat lunak

GAMIT dikembangkan mulai tahun 1970-an ketika MIT (Massachusetts

Institute of Technology) mengembangkan alat penerima (receiver) GPS.

Setelah pengembangannya, GAMIT bermigrasi dengan platform sistem

operasi Unix pada tahun 1987. Dengan berdirinya IGS (International GPS

Service) pada tahun 1992 semakin memungkinkan pengembangan skema

pengolahan data GPS secara otomatis.

Gamit membutuhkan delapan macam input data, antara lain:

1. RAW data dari data pengamatan GNSS.

2. L-file berisi koordinat dari semua stasiun pengamatan atau titik ikat yang

digunakan. Koordinat yang digunakan menggunakan koordinat geosentrik.

3. File station.info, berisi informasi stasiun-stasiun

4. File session.info, berisi sesi data yang akan diolah, seperti tahun, doy, sesi

pengamatan, sampling rate, banyak epok, dan nomor-nomor satelit. File

ini juga dapat dibuat dengan perintah makexp dari GAMIT.

5. File Navigasi, berupa RINEX (Receiver Independent Exchange Format),

Navigation Massages maupun ephemeris yang disediakan IGS.

6. File settbl, membuat control table mengenai karakteristik proses yang

dieksekusi oleh GAMIT.

7. File sittbl, berguna untuk memberikan konstrain pada setiap stasiun

pengamatan yang digunakan.

23
8. File GNSS priciese ephimeris yang didapat dari IGS dalam format sp3.

Hasil akhir dari proses pengolahan data pengamatan GNSS menggunakan

perangkat lunak GAMIT adalah sebagai berikut:

1. Q-file, memuat semua hasil informasi hasil pengolahan data pengamatan

GNSS dengan GAMIT yang disajikan dalam dua versi Biases-free

Solution and Biass-fixed Solution.

2. H-file, berisi pengolahan dengan Lossely Constratint Solutions yang

berupa parameter-parameter yang digunakan berupa matriks varian

kovarian pada pengolahan lanjutan dengan GLOBK (Global Kalman

Filter VLBI and GPS Analysis Program).

3. Autcl.summary-file, yang terdiri atas file autcln.prefit.sum dan

autcln.post.sum. kedua file tersebut berisi data statistik hasil editing

dengan autcln.

GLOBK (Global Kalman Filter VLBI and GPS Analysis Program) ialah

perangkat lunak pemfilter data dengan metode kalman filter, yang memiliki

tujuan untuk menggabungkan solusi dari pengolahan data primer dari geodesi

satelit ataupun pengukuran terestris. Pengolahan diterima sebagai data (quasi

observation) yang terkait dengan matriks kovarian untuk koordinat titik,

parameter rotasi bumi, parameter orbit, dan posisi titik hasil dari analisis

obervasi.

Ada tiga fungsi yang biasa dijalakan di dalam GLOBK, yaitu :

1. Mengombinasikan hasil pengolahan harian untuk menghasilkan koordinat

stasiun rata-rata dari pengamatan yang dilakukan lebih dari satu hari.

24
2. Melakukan estimasi koordinat stasiun dari pengamatan harian yang

digunakan untuk menggeneralisasikan data runut waktu (time series) dari

pengamatan teliti harian atau tahunan.

3. Mengombinasikan sesi pengamatan individu dengan koordinat stasiun

dianggap stokastik, hasilnya adalah koordinat repeabilities untuk

mengevaluasi tingkat ketelitian pengukuran harian atau tahunan.

Namun dalam beberapa fungsi GLOBK tidak dapat menjalankannya, antara

lain sebagai berikut :

1. Menghilangkan cycle slips, data buruk dan atmospheric dellay modelling

errors.

2. Melakukan resolving terhadap ambiguitas fase.

3. Membuat model linier, karena proses perataan yang terlalu banyak

dijalankan pada koordinat stasiun dan parameter orbit.

25
III. PELAKSANAAN TUGAS AKHIR

Adapun pelaksanaan pada kegiatan tugas akhir ini meliputi identifikasi masalah,

persiapan, pengumpulan data, pengolahan data dan penyusunan laporan. Secara

skematik metodologi penelitian seperti diagram pada gambar di bawah ini.


Mulai

Identifikasi
Masalah

Persiapan

Persiapan
Alat dan Bahan

Pengumpulan Pengumpulan Data


Data

Pengolahan Pengolahan Data


Data

GAMIT GLOBK

Laporan
Penyusunan
Laporan

Selesai

Gambar 9. Diagram Alir Pelaksanaan Tugas Akhir

26
A. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah merupakan tahap awal untuk menentukan masalah

yang akan diangkat dan diselesaikan dalam penelitian, sehingga dapat

menyususun rumusan masalah dan tujuan pelaksanaan penelitian.

Identifikasi masalah terdiri dari pengumpulan studi literatur dan

penentuan lokasi.

1. Studi Literatur

Dalam tahap ini yang dilakukan adalah mencari referensi teori yang

relevan dengan kasus atau permasalahan yang ditemukan guna

menunjang dalam pelaksanaan Penentuan Koordinat Secara Teliti

Sebagai Titik Ikat Pada Gunung Anak Krakatau Menggunakan Perangkat

Lunak Gamit/Globk 10.7.

Studi literatur adalah cara yang dipakai untuk menghimpun data-data

atau sumber-sumber yang berhubungan dengan topik yang diangkat

dalam suatu penelitian. Studi literatur bisa dipakai dari berbagai sumber,

jurnal, buku, dokumentasi, internet dan pustaka.

2. Lokasi Pekerjaan

Lokasi pekerjaan berada pada wilayah Cagar Alam Gunung Anak

Krakatau secara geografis berada di 6º05’53” Lintang Selatan (LS) dan

105º25’26” Bujur Timur (BT), sedangkan secara administratif

pemerintahan berada di Desa Pulau Sebesi, Kecamatan Kalianda,

Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung.

27
B. Persiapan

Pada saat sebelum melakukan kegiatan Tugas Akhir ini, tentunya ada tahap

persipan yang matang sehingga harus dilakukan agar dapat meminimalisir

kesalahan serta hambatan pada hasil yang ingin dicapai saat melakukan

kegiatan. Hal ini dilakukan pula agar hasil tersebut sesuai dengan tujuan yang

diinginkan.

1. Peralatan dan Bahan

Adapun persiapan peralatan dan bahan dalam kegiatan Tugas Akhir ini

meliputi perangkat keras dan perangkat lunak yang dibutuhkan adalah

sebagai berikut :

1. Perangkat Keras

A. Laptop 1 unit

B. Printer 1 unit

2. Perangkat Lunak

A. Sistem Operasi Linux Ubuntu 16.04

B. GAMIT / GLOBK 10.7

C. Sistem Operasi Windows 7

D. Microsoft Office Word 2007

E. Microsoft Office Power Point 2007

C. Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam kegiatan Tugas Akhir ini berupa data lapangan

yang diperoleh dari kegiatan Kerja Praktik sebelumnya dengan cara

melakukan pengamatan GPS Geodetik menggunakan metode survey statik

28
serta data pendukung berupa data ephemeris yang disesuaikan dengan waktu

pengamatan.

D. Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan tahap dimana seluruh data yang telah didapatkan

akan diolah. Proses pengolahan data yang dilakukan dalam kegiatan Tugas

Akhir ini yaitu pengolahan data pengamatan dengan menggunakan software

GAMIT yang hasilnya berupa file Q, file H dan file L.

Kemudian pengolahan data dengan GLOBK dapat dilakukan dengan perintah

glorg.cmd dan globk.cmd. Hasil akhir pengolahan dengan GLOBK berupa

file *.prt yang merupakan perhitungan akhir terhadap koordinat dan ketelitian

tiap stasiun.
Mulai

RAW Data
Pengamatan

Transformasi
menjadi Data
RINEX

Pembuatan
Direktori
IGS Rinex BRCD Tables Kerja

Pengolahan Data
Editing Control Files
Menggunakan GAMIT

Pengolahan Data Koordinat


Menggunakan GLOBK Selesai
GAK1

Gambar 10. Diagram Alir Tahap Pengolahan Data

29
1. Transformasi Data RINEX

Pada tahap ini, data pengamatan dengan format GNS.File akan

ditransformasikan menjadi data RINEX dengan format *.o menggunakan

perangkat lunak Hi – Target Goedetics Office (HGO).

2. Pembuatan Direktori Kerja

Dalam pengolahan data menggunakan perangkat lunak GAMIT, hal

pertama yang harus dilakukan adalah membuat direktori kerja, yang

berfungsi sebagai tempat untuk melakukan proses pengolahan

selanjutnya.

Direktori kerja (project) tersebut nantinya terdapat folder-folder yang

menyusun struktur kerja dari pengolahan GAMIT, adapun folder tersebut

adalah sebagai berikut :

a. Folder IGS, folder yang digunakan untuk menyimpan file pendukung

yaitu orbit satelit. Pada umumnya file yang digunakan bertipe final

precise Ephemeris dengan format *.sp3.

b. Folder RINEX, folder yang digunakan untuk menyimpan file-file

RINEX observasi baik itu dari titik pengamatan maupun titik ikat.

c. Folder BRDC, folder yang digunakan untuk menyimpan file

pendukung yaitu file navigasi global sesuai dengan doy project yang

akan diolah.

d. Folder Tables, folder yang berisi file-file kontrol dari pengolahan

GAMIT. Folder tables dibuat secara otomatis menggunakan perintah

bawaan dari software GAMIT yaitu “sh_setup –yr [yyyy]”, misalnya

“sh_setup -yr 2019” pada direktori kerja.

30
3. Editing Control File

Pada tahapan ini berfungsi untuk mengatur parameter dari perangkat

lunak GAMIT sesuai kebutuhan pengolahan.

4. Pengolahan Data Menggunakan GAMIT

Kemudian setelah semua data yang berada dalam control files telah siap

ialah melakukan pengolahan data menggunakan perintah “sh_gamit” pada

terminal linux. Pada proses ini data pendukung akan diunduh secara

otomasi sesuai keperluan.

5. Pengolahan Data Menggunakan GLOBK

Langkah selanjutnya adalah melakukan pengolahan matriks varian

kofarian dengan menggunakan GLOBK untuk mendapatkan koordinat

yang dicari menggunakan perintah “sh_glred”.

31
IV. PENUTUP

Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan Penentuan Koordinat Secara Teliti

Sebagai Titik Ikat Pada Gunung Anak Krakatau Menggunakan Perangkat Lunak

Gamit/Globk 10.7 mendapatkan hasil yang baik sehingga dapat memberi

informasi yang bermanfaat sesuai dengan keguanaan yang semestinya.

Penulis juga berharap hasil dari kegiatan Tugas Akhir ini dapat diterima dengan

baik dan disetujui oleh dosen pembimbing serta dosen penguji.

Dengan dibuatnya proposal Tugas Akhir ini, penulis mengucapkan terima kasih

kepada semua pihak yang terlibat.

32
DAFTAR PUSTAKA

Sutawidjaja, Igan Supriatman. 2006. Pertumbuhan Gunung Api Anak Krakatau


setelah letusan katastrofis 1883. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi, Bandung.

Tjandra, Kartono. 2017. Empat Bencana Geologi yang Paling Mematikan. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.

Naula H dkk, Syarifa. 2016. Penggunaan Parameterorientasi Eksternal (EO) untuk


Optimalisasi Digital Triangulasi Fotogrametri untuk Keperluan Ortofoto.
Jurnal Geodesi Undip, Semarang.

Jamil, Abdullah. 2016. Kebijakan Global Navigation Satellite System (GNSS)


Negara Pengguna (Studi Kasus: Australia, Korea dan Indonesia). Pusat
Pengkajian dan Informasi Kedirgantaraan, Jakarta.

Rahmadi, Eko. 2012. Studi Potensi Kegempaan Sesar Aktif di Wilayah Lampung
dan Sekitarnya Serta Implikasinya Berdasarkan Data Pengamatan GPS
Tahun 2006 – 2011. Bandung. Program Studi Teknik Geodesi dan
Geomatika, Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung.

Wikipedia. 2017. Krakatau. Alamat Situs :


https://id.wikipedia.org/wiki/Krakatau#Perkembangan_Gunung_Krakata
u. Diakses pada tanggal 26 Desember 2019.

Kunnuha, Mohammad Hadi. 2017. Pengembangan Program Pengolahan Data


GPS Global Positioning Software. Surabaya. Departemen Teknik
Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi
Sepuluh Nopember.

Fathimah dkk, Siti. 2019. Survei Deformasi Daerah Jembatan Penggaron Dengan
Metode GPS Tahun 2018. Semarang. Departemen Teknik Geodesi
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.

Bimo Bimantara, Muhammad. 2020. Pendefinisian Koordinat ULP2 Terhadap


ITRF 2014 Menggunakan Kombinasi Satelit GPS Dan GLONASS.
Bandar Lampung. Jurusan Teknik Geodesi dan Geomatika, Fakultas
Teknik, Universitas Lampung.

Anda mungkin juga menyukai