2011
M ZAIM NURHIDAYAT
Survey Superintendet
PT ADARO INDONESIA
Sebagai Bahan Kuliah
Umum, Pelatihan dan
Workshop serta
Training
PETA ............................................................................................................................................................................ 9
Penentuan titik bore dan pengukuran setelah pengukuran bore .................................................. 31
BAB VII PRINSIP DASAR PEKERJAAN SURVEY DAN PEMETAAN ......................................... 52
BAB I
SURVEY PADA TAMBANG TERBUKA
Menurut Suyartono dalam buku Good Mining Practiase, 2004, Pada kegiatan penambangan
disebutkan tahapan-‐tahapan yang dilakukan dalam proses tersebut, yaitu
1. Eksplorasi
2. Studi Geoteknik dan Geohidrologi/hidrologi.
3. Studi Kelayakan
4. Perencanaan Tambang
5. Penambangan (Produksi Ȃ Pengolahan Ȃ Pemurnian )-‐ Eksploitasi
6. Pengangkutan dan Penjualan
7. Penutupan tambang.
Pada setiap tahap tersebut, peranan tenaga survey dan pemetaan sangat diperlukan,
khususnya dalam tahap Eksplorasi dan Eksploitasi. Dalam tahapan eksplorasi, peran tenaga
survey dan pemetaan antara lain, penyediaan peta-‐peta kerja geologi dan peta untuk
perijinan penambangan, pengukuran topografi original, dan penentuan posisi titik bor
geologi. Dalam tahapan eksploitasi peran tenaga surveyor juga diperlukan untuk
pelaksanaan konstruksi insfrastruktur tambang (bangunan, jalan,Pelabuhan dan
transmisi/jaringan) serta implementasi dari design tambang dengan memasang patok-‐patok
acuan design.
Dalam kata lain, Mengapa survey diperlukan dalam kegiatan penambangan, karena beberapa
hal dibawah ini ;
1. Penambangan dilakukan dalam area yang cukup luas
2. Penambangan dilakuakan dengan ruang dimensi terukur
3. Penambangan dilakukan pada bumi dengan segala sifat fisiknya (bulat)
4. Penambangan dilakukan dengan integrasi beberapa disiplin ilmu yang memerlukan
standar ukuran.
Pekerjaan survey pada survey tambang terbuka dapat dikategorikan sebagai pekerjaan
Geodesi Rendah (Plane Geodesi). Pada umumnya wilayah tambang tidak mencakup areal
yang terlalu luas sehingga kelengkungan bumi dapat diabaikan (dalam beberapa area
tambang, kelengkungan bumi tetap diperhitungkan).
Aspek ketelitian survey dan pemetaan pada kegiatan penambang, yang diharapkan masih
dalam ketelitian fraksi desimeter-‐meter, kecuali untuk pekerjaan yang berhubungan dengan
konstruksi infrastruktur/bangunan dan pengukuran deformasi lereng. Walapun wilayah
pekerjaan penambangan relatif tidak terlalu luas, namun konsistensi sistem koordinat dan
jangka waktu penambangan yang lama pada kegiatan penambangan diperlukan suatu jaring
titik kontrol yang baik dan confrom antar titik.
Perkembang teknologi dan pemetaan yang dalam kurun waktu terakhir meningkat sangat
cepat juga menuntut beberapa dunia tambang untuk meningkatkan produktifitas
penambangannya, dengan cara melakukan perbaikan-‐perbaikan pada bidang survey
pemetaan, misalnya :
x pemetaan topografi original menggunakan teknologi Laser Scanner.
x pengunaan satelit positioning selain GPS untuk pemetaan pada model tambang dalam
untuk tambang bijih.
x Pengunaan teknologi Robotic Monitirong Sistem untuk pemantaunan kestabilan
lereng.
x Penggunaan teknologi GIS dan GPS untuk memantau posisi dan kondisi alat
produksi.
x Penggunaan GIS untuk membantu kegiatan pembebasan lahan, pemantauan
lingkungan dari aspek penambangan and penamtauan Community Development.
Dalam kerangka aplikasi praktis, kesalahan dalam pekerjaan survey dan pemetaan di
tambang terbuka akan sangat erat dengan tujuan penambangan (tujuan ekonomi), yakni
dalam pelaksanaan investigasi kandungan tambang (eksplorasi) dan tahap pengambilan
material tambang (eksploitasi).
Kesalahan-‐kesalahan pekerjaan survey yang dilakukan oleh survey dalam pekerjaan
tambang akan menyebabkan beberapa hal dibawah ini:
1. Kesalahan data-‐data survey dalam kegiatan eksplorasi akan menyebabkan kesalahan
dalam membuat model cadangan bahan tambang, serta menentukan besaran
cadangan terkira dan terukur suatu tambang.
2. Kesalahan penentuan besaran cadangan terkira dan terukur ini akan menyebabkan
analisa dalam studi kelayakan tambang, dan analisa ekomoni tambang.
3. Kesalahan dalam pembuatan model cadangan bahan tambang akan mengakibatkan
kesalahan pada kesalahan pembuatan design dan kesalahan pada penentuan metode
penambangan.
4. Kesalahan dalam pengukuran untuk pemeteaan material tambang, akan
menyebabkan kesalahan dalam pengelolaan material yang menyebabkan degradasi
lingkungan, misal material potensi asam tambang.
5. Kesalahan pada pembuatan model akan mengakibatkan kesalahan dalam
perencanaan tambang dan produksi penambangan sehingga cadangan yang berada
dibawah tanah tidak didapat diambil seluruhnya.
6. Kesalahan dalam pengukuran pemasangan design oleh survey akan meyebabkan
salahnya penggalian yang berdampak pada
a. Volume galian perencaan tidak sama dengan aktual sehingga cost dari
penambanga akan bertambah.
b. TERGANGGUNYA Stabilitas/kemantapan lereng karena perubahan geometri
lereng.
c. Pengambilan material yang salah sehingga kualitas material tidak sesuai
dengan perencanaan.
d. Terganggunya sekuen penambangan (blasting, digging) sehingga target
produksi mengalami perlambatan.
7. Kesalahan dalam melakukan pit kontrol, atau monitoring penambangan maka akan
menyebabakan :
a. Kesalahan dalam kegiatan penyaliran tambang.
b. Kurang efisiensinya penggunaan alat produksi (misal penentuan elevasi mine
sekuen dan pengukuran titik-‐titik untuk blasting)
c. Tidak tercapainya pengelolaan tambang yang aman (misal pengukuran grade
Jalan)
Kaidah teknik (Standar Operating Prosedur) dan etika profesi survey dalam dunia
pertambangan harus diterapkan sebaik mungkin untuk menghindari kesalahan-‐kesalahan
survey dan pemetaan tersebut diatas. Kompetensi surveyor tambang yang baik akan
menghindari kesalahan dalam pekerjaan survey tambang.
Bukan hanya kaidah dan teknik yang benar, keberhasilan survey dan pemetaan ditambang
juga harus ditunjang dengan pengetahuan safety dan enviroment (lingkungan) yang baik
bagi surveyor. Karena dpaat dikatakan 80 % pekerjaan survey dan pemetaan dilakuan di
lapangan dan hasil pemetaaan surveyor digunakan untuk analisa lingkungan dan
pelaksanaan reklamansi dan rehabilitasi lingkungan secara langsung (misal; management
penyaliran air tambang)
Dalam materi ini, kita akan jelaskan langkah perlangkah apa yang dilakukan oleh surveyor
dalam kegiatan penambangan, khsususnya tambang terbuka.
BAB II
BISNIS PROSES PENAMBANGAN DAN PERAN SURVEYOR.
Seperti yang sudah dijelaskan dimuka, bahwa peran surveyor dalam penambangan cukup
erat. Dalam bagian ini, kita akan menjelaskan tahapan penambangan/bisnis proses dan
peran surveyor secara lebih detail.
Untuk lebih singkat menjelaskan bisnis proses penambangan dengan peran surveyor, dapat
dilihat dalam flowchart ini,
Mining Proses
Penyelidikan Umum
PetaSebaran
Sistem Koodinat Peta- Geografi
cadangan
Peta Demografi
Peta Rupa Bumi Peta-Sosial Budaya
Foto Udara Peta Penggunalan Lahan Perijinan dan
Peta Peta Fungsi Kawasan Sosialisasi
Titik Rencana
Survey Analisa
Drilling Survey
Titik Geoteknik B
Survey-Geolistrik Eksplorasi /Test Topografi
Kontrol Geohidrologi
Eksplorasi
Stake Out
Pembangunan Design
Design
insfrastruktur Infrastruktur
Konstruksi
Evaluasi
Konstruksi & Eksploitasi
Dalam flow chart Gambar 2.1 diatas, peran Surveyor tambang dalam kegiatan tambang di
perlukan untuk
1. Mengembangkan sistem koordinat dan jaring titik kontrol untuk pemetaan kawasan
2. Menyediakan peta data dan profile topografi area tambang dalam tahap peyelidikan
umum dan eksplorasi
3. Membantu team geologist untuk menentukan titik lokasi pengeboran eksplorasi yang
lebih detil setelah dilakukan perkiraan dan dugaan cadangan bahan tambang.
4. Melakukan pemetaan secara berkala untuk kemajuan tambang dan penghitungan
mine out volume (material yang sudah ditambang).
5. Melakukan survey untuk mementukan batas-‐batas dan arah penambangan, serta
titik-‐titik penempatan alat tambang dan rencana peledakan pada penambangan.
6. melakukan kegiatan survey monitoring untuk kontrol dimensi tambang/machine
kontrol.
7. Melakukan pengukuran volume untuk dilakukan rekonsiliasi volume dalam setiap
proses tambang (pengalian-‐penimbunan-‐produksi-‐dan penyimpanan).
Menurut ISM (International Society for Mine Survying ISM) Survey tambang dan kegiatannya
adalah (website ISM):
Mine surveying is a branch of mining science and technology. It includes all
measurements, calculations and mapping which serve the purpose of ascertaining and
documenting information at all stages from prospecting to exploitation and utilizing
mineral deposits both by surface and underground working.
The following are the principal activities of Mine surveying:
x The interpretation of the geology of mineral deposits in relation to the economic
exploitation thereof
x The investigation and negotiation of mineral mining rights
x Making and recording, and calculations of mine surveying measurements
x Mining cartography
x Investigation and prediction of effects of mine working on the surface and
underground strata
x Mine planning in the context of local environment and subsequent rehabilitation
The activities involve:
x The location, structure, configuration, dimensions and characteristics of the
mineral deposits and of the adjoining rocks and overlying strata. The assessment
of mineral resreves and the economics of their exploitation
x The acquisitation, sale, lease and management of mineral properties
x Providing the basis of the planning, direction and kontrol of mine workings to
ensure economical and safe mining operations
x The study of rock and ground movements caused by mining operations, their
prediction, and the precautions and remedial treatment of subsidence damage
x Assisting in planning and rehabilitation of land affected by mineral operations
and collaborating with local government planning authorities
Di Indonesia, Surveyor tambang dikenal dengan istilah Juru Ukur Tambang, walaupun
isitilah ini diberian untuk pendefinisian yang cukup luas (bukan hanya surveyor pemeteaan
saja). Hal mengenai peta dan juru ukur diterangkan dalam Keputusan Menteri Pertambangan
dan Energi Nomor : 555.K/26/M.PE/1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pertambangan Umum pada Bagian Empat yakni menerangkan Juru Ukur Dan Peta Tambang,
sebagai berikut
1. Juru ukur tambang bertanggung jawab untuk menunjuk atau menentukan
arah dan batas-‐batas yang akan digali sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan.
2. Juru ukur harus segera melapor kepada petugas yang bertanggung jawab
atas pekerjaan penggalian apabila mendekati (tidak kurang 50meter) dari
tempat-‐ tempat yang mempunyai potensi bahaya seperti kantong-‐
kantong air, gas-‐gas berbahaya, semburan batu (rock burst), dan
permukaan tanah atau penyangga-‐ penyangga yang dapat
membahayakan penggalian tersebut.
3. Selama tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Keputusan ini, juru
ukur tambang tidak bertanggung jawab akan ketepatan pengukuran yang
telah dilaksanakan atau disahkan oleh juru ukur tambang sebelumnya
atau pengukuran-‐ pengukuran yang disahkan sebagai koreksi oleh juru
ukur lainnya, tetapi juru ukur tersebut harus :
4. sedapat mungkin mengambil langkah-‐langkah untuk membuat ketepatan
dari setiap peta-‐peta, gambar-‐gambar atas peta penampang yang belum
dibuat olehnya atau yang dibawah pengawasannya dan
5. harus melaporkan kepada Kepala Teknik Tambang, apabila ada keragu-‐
raguan akan ketepatan dari setiap peta, gambar-‐gambar atau peta
penampang dari tambang yang tidak dapat dibuat oleh atau di bawah
pengawas juru ukur tambang, yang mungkin menimbulkan dampaak
terhadap pekerjaan dan kegiatan tambang atau keselamatan orang-‐orang
ditambang.
Pasal 19 -‐Peta
Kepala Teknik Tambang harus menyediakan :
1. peta situasi yang menunjukan batas wilayah tambang, semua pekerjaan
di atas tanah, gedung-‐gedung, sirkit listrik, jalan darat, rel kereta api,
danau-‐danau, sungai-‐sungai, tempat pembuangan tailing, terowongan
utama (adit), dan sumuran-‐ sumuran serta keterangan-‐keterangan
lainnya yang ditentukan oleh Kepala Pelaksanan Inspeksi Tambang,
sedangkan untuk pekerjaan di bawah tanah menunjukan semua
pekerjaan-‐pekerjaan di bawah tanah termasuk sumuran, terowongan,
bendungan, dan pintu angin, atau air;
2. peta rencana tambang untuk tambang permukaan menunjukan rencana
situasi permukaan yang meliputi lokasi penambanagn dan sarana
permukaan. Peta rencana tambang bawah tanah menunjukan bagian-‐
bagian lapisan horisotal termasuk kegiatan bawah tanah, bukaan-‐bukaan,
sumuran, dan sarana-‐saranan dalam tambang bawah tanah serta
keterangan lain dengan skala peta yang ditetapkan oleh Kepala Pelaksana
Inspeksi Tambang dan harus menunjukan situasi 6 (enam) bulan
terakhir;
3. peta geologi yang menunjukan batas-‐batas lapisan tanah atas dan
endapan aluvial yang berada dalam daerah tersebut dan
4. peta tambang yang menunjukan jalan-‐jalan utama dan jalan keluar dari
setiap penembangan ke permukaan dan tempat telpon atau alat
komunikasi lainnya di atas tanah atau bawah tanah, yang dengan mudah
dapat dilihat dan dibaca setiap orang.
Dengan dua pengertian diatas, baik dari ISM dan Kepmen 555.K/26/M.PE/1995, Fungsi
survey dan suryor dapat dengan mudah kami gambarkan dengan ilustrasi dalam gambar
2.2, dibawah ini.
BAB III
PETA-‐PARAMETER KETELITIAN-‐KODE INFORMASI
& ALAT SURVEY
x Peta
PETA
PETA adalah :
¾ Gambaran Permukaan Bumi Yang Diproyeksikan ke Bidang Datar dengan skala
tertentu.
¾ Bagaimana Obyek Permukaan Bumi digambarkan ?
- Obyek digambarkan dengan simbol
- Bentuk Permukaan Bumi digambarkan dengan Proyeksi Peta
- Detail informasi obyek ditentukan dengan skala
- Jenis informasi digambarkan berdasarkan tema
Sebelu Dz
dzǡ
ǡ-‐peta kerja yang
biasa dihasilkan oleh surveyor tambang maupun yang digunakan oleh surveyor tambang
untuk bekerja.
DalamKepmen PE No. 555.K/26/M.PE/95 :
Pasal 17 Juru Ukur dan Peta Tambang
Hanya orang yang memiliki sertifikasi juru ukur tambang yang diakui Ka. PIT
dapat diangkat menjadi Juru Ukur Tambang.
Pasal 18 Kewajiban Juru Ukur;
Juru Ukur Tambang bertanggung jawab untuk menunjuk atau menentukan
arah dan batas-‐batas yang akan digali sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan
Pasal 19 Kepala Teknik Tambang harus menyediakan
a. Peta Situasi;
b. Peta Rencana Tambang;
c. Peta Geologi;
d. Peta Tambang
Perlu diketahui bahwa skala peta juga berkaitan dengan informasi yang ditampilkan,
semakin besar skala peta maka akan semakin detik informasi yang dimunculkan.
Penulis berpedoman bahwa skala peta yang ideal yang dapat digunakan dalam peta-‐peta
tambang adalah jika setiap informasi yang akan di tampilkan dalam peta dilakukan sampel
data lapangan dengan kemunculan beda jarak di peta minimal 1 cm.
Dimisalkan, akan memunculkan sebarang rencana titik bore, sebaran titik bore dilapangan
adalah per 50 meter, dalam hal ini skala terkecil
Berikut Peta peta yang dihasilkan dan harus disediakan oleh surveyor tambang untuk
kegiatan penambangan dapat dilihat dalam tabel 3.1
No Judul Peta Skala Informasi
1 Peta acuan Penyelidikan Umum / 25.000 -50.000 Garis kontur (interval per >10m)
rencana kerja eksplorasi Sungai
Jalan
Pemukiman bangunan
3 Peta topografi keperluan FS 1:10.000-1:50.000 Garis kontur (interval per >5m)
Sungai
Jalan
Pemukiman bangunan
Batas-batas administratif
4 Peta topografi perencanaan/design 1:1000-1:5000 Garis kontur (interval per < 2 m)
tambang, design insfrastruktur dan Anak sungai dan sungai.
sarana penunjang (kantor, fasilitas Jalan
pengolahan, fasilitas perumahan Pengggunaan lahan.
dan mess karyasan, jalan, jaringan Bangunan
listrik/air dan fasilitas pengolahan
limbah
3 Peta acuan pemasangan design ± 1:500 -1:2000 Titik dan Garis Design (beserta koordinatnya
Peta ini adalah peta yang digunakan Garis Design
oleh team survey dilapangan yang Garis Kontur actual
digunakan untuk membantu team Titik Kontrol dilapangan
survey melakukan stake out.
4 Peta Progres tambang ± adalah 1:1000-1:5000 Garis kontur
peta kemajuan tambang yang akan Garis Crest dan Toe
digunakan untuk perencanaan Fasilitas dan Infrastruktur penambangan
mingguan dan bulanan atau Jaringan listrik/air
tahunan Posisi Alat alat pendukung penambagan yang
tidak bergerak (pompa air, tower lamp, pit stop
dll)
5 Peta rencana kerja, adalah peta 1:1000-1:5000 Garis kontur
rencana kerja yang secara periodik Garis Crest dan Toe progress tambang.
dalam skala waktu terkecil berubah Garis rencana design (lebih diutamakan)
(misal rencana kerja mingguan) Posisi alat-alat berat dalam perencanaan.
Posisi pembuangan material waste
Rencana Jalur pengangkutan material produk
dan waste
Fasilitas dan Infrastruktur penambangan
Jaringan listrik/air
Posisi Alat alat pendukung penambagan yang
tidak bergerak
Area ketersediaan lahan untuk penambangan.
6 Peta Rencana Peledakan 1:500-1:5000 Geometri peledakan
Posisi titik tembak peledakan (beserta
pengamannya)
Radius jarak aman (manusia dan mesin dari
area peledakan
Rangkaian peledakan.
7 Peta Ijin lokasi, adalah peta yang 1:5000-1:25.000 Peta dasar adalah peta topografi.
digunakan untuk kegiatan ijin lokasi Batas rencana kerja dan titik koordinatnya.
tambang dan rencana untuk Batas rencana penggunaan lahan untuk
penggunaan lahan penambangan dan infrastruktur/fasilitas
tambang.
8 Peta Laporan Tahunan, adalah peta 1:5000-1:25.000 Peta dasarnya adalah peta progress tambang
yang berisikan kemajuan tambang Dilengkapi dengan :
secara periodik yang dikeluarkan x area rencana penambangan
oleh perusahaan tambang dalam x area yang direklamasi
rangka laporan kepada Instansi x titik pemantuan /pengelolaan
pemerintah. lingkungan.
x Area pembuangan/ penimbunan dan
pengolahan limbah dan material
waste
x Batas batas ijin lokasi dan
No Judul Peta Skala Informasi
9 PETA PENGELOLAAN Disesuaikan Batas Teknis/Proyek; dimana kegiatan
LINGKUNGAN rencana tambang
Batas Ekologis; dampak melalui media udara
dan air
Batas Sosial; daerah terjadi interaksi antara
rencana tambang dan penduduk
Batas administratif; berdasarkan peta topografi
rencana tambang dan sarana masuk adm.
Kec. Dan Kab. Dimana kegiatan berlangsung
SKETSA KECELAKAAN TAMBANG
Sketsa adalah hasil suatu pekerjaan penggambaran dengan tangan dari suatu peristiwa, yang
diwujudkan dalam suatu bidang datar atau kertas dengan bantuan daya imajinasi. Sketsa
kecelakaan tambang adalah hasil dari sketsa suatu kecelakaan Tambang.
1. Pembuatan Sketsa Kecelakaan tambang
Sketsa dibuat sebelum suatu kecelakaan berubah tempat dan bentuk, yang dibuat oleh
Juru Ukur tambang atau Staf gambarnnya yang telah ditunjuk.
Dalam pelaksanaan pembuatan sketsa kecelakaan Tambang dibantu dengan Foto.
2. Tahapan Pekerjaan
a. Sebelum Pembuatan Sketsa
Pengukuran lokasi kecelakaan dimulai dengan pengukuran titik ikat dari patok ukur
yang mempunyai nilai koordinat (x,y,z). dengan menggunakan peralatan sbb :
- Theodolit/T.SǥǥǤǤ
-
ǤǥǥǤ
- Roll Meter Panjang
- Roll Meter Pendek
- Tongkat Ukur
- Disto Meter (untuk kondisi rawan)
- Alat Tulis
b. Pengambilan Data Sketsa
- Posisi sebelum kecelakaan
- Posisi setelah kecelakaan
- Pandangan samping/penampang memanjang
- Pandangan belakang, depan/penampang melintang
- Situasi (dilihat dari pandang atas)
- Tanggal, Bulan, Tahun, Jam kejadian.
- Nama-‐nama, Umur, Bagian/pekerjaan
- Posisi Saksi-‐saksi.
- Ukur semua data-‐data yang tarakhir
- Lebar, Panjang
- Luas, Volume dan sebagainya
3. Penggambaran/sketsa Kecelakaan Tambang
Setiap kecelakaan yang berada dalam wilayah KP Usaha Pertambangan dan memenuhi 5
unsur berdasarkan Kepmen. NO.555.K/26/MPE/1995 Pasal 39 untuk dijadikan sebagai
Kecelakaan Tambang (Mining Accident) harus memenuhi 5 (lima) unsur sebagai berikut:
1. Sketsa Kecelakaan :
-‐ Tanpa Skala
-‐ Posisi korban sebelum dan sesudah kecelakaan
-‐ Nama Korban
-‐ Tanggal/Jam
-‐ Shift
-‐ Lokasi
-‐ Sketsa Bagian yang celaka
-‐ Peta Situasi (skala 1:1000)
2. Peta Petunjuk :
-‐ Skala (1:10.000; 1:1000)
-‐ Lokasi Kecelakaan
-‐ Lokasi Kegiatan Kerja
3. Peta Topografi :
-‐ Batas KP
-‐ Lokasi Skala
-‐ Lokasi Kecelakaan
-‐ JalanKota/Kampung
4. Peta Penampang:
-‐ Sketsa
-‐ Skala (1:250)
-‐ Penampang Memanjang
-‐ Penampang Melintang
5. Peta Geologi
-‐ Skala
-‐ Formasi Batuan
-‐ Strike/Dip. Patahan dsp.
Pengukuran posisi kecelakaan juga untuk membuktikan apakah kecelakaan yang terjadi
berada dalam area penambangan, project area atau area yang dimintakan untuk kegiatan
penambangan.
Kegiatan pengukuran yang dilakukan oleh surveyor tidak terlepas dari aspek ketelitian yang
dihasilkan. Aspek ketelitian pekerjaan survey dan pemetaan harus direncanakan sehingga
pekerjaan surveyor dapat dikontrol dan diuji kebenarannya.
Parameter ketelitian juga diperlukan untuk membantu pemilihan metode, alat dan wahana
survey dan pemetaan. Baik metode untuk pengukuran titik kontrol maupun metode untuk
pengukuran detilnya.
Parameter ketelitian juga diperlukan untuk menentukan skala peta yang dihasilkan dari hasil
pengukuran dan juga untuk menentukan sampai nilai akurasi dalam pemasangan patok atau
stake out.
Selain parameter ketelitian, disebut juga beberapa Paramater-‐parameter dalam survey dan
pemetaan yang diperlukan antara lain.
x Ketelitian titik kontrol dan metode pengukurannnya
x Skala peta dan penggunaannya (kartografi peta)
x Teknik pengukuran dan data sample pengukuran
x Kode pengukuran
x Standar informasi dan kode lapangan.
Salah satu contoh parameter ketelitian yang diaplikasi untuk survey dan pemetaan tambang
dapat dilihat dalam tabel 3.2 untuk parameter ketelitian kegiatan survey tambang dan pada
table 3.3 adalah table standar orde titik kontrol survey.
Pada table 3.3 dapat dilihat bahwa ketelitian titik kontrol pemetaan tambang mempunyai
tingkatan ketelitian untuk aplikasi yang berbeda-‐beda. Tingkatan/orde ketelitian
pengukuran titik kontrol ini digunakan untuk mempertahankan jaring ketelitian hasil
pengukuran dan konsistensi pengukuran pada masing masing survey area agar konsisten
dan meminimalkan kesalahan pada suatu area tambang yang luas.
Aplikasi pengunaan orde titik kontrol pemetaan dalam dilihat dalam gambar 4.1
Kegiatan Nilai Ketelitian
Akurasi Stake out untuk titik bore 2 meter
Stakue out untuk pemasangan design H > 5 cm & V >10 cm
o
Akurasi pemasangan Slope dengan klinometer 1
Koreksi sound velocity untuk pengukuran bathimeteri 0.1 m
Pengukuran tinggi alat dan tinggi target atau tinggi antena GPS 1 cm
Tabel 3.2 Parameter ketelitian kegiatan survey
STANDAR ORDE TITIK KONTROL SURVEY
Orde Metode Pengukuran Syarat Keteletian Jarak Antar Titik dan Dimensi titik Fungsi dan Aplikasi
Orde 0 Titik Kontrol Bakosurtanal Orde 1 (N1.xxxx) atau titik Pemetaan setingkat yang diturunkan dari titik Orde 0 Milik Bakosurtanal. (Milik BPN-PERTAMINA)
Orde 1 GPS Statik Survey Lihat Informasi dibawah tabel - Per 5 Km - perataan jaring kerangka kontrol project
- Differensil Survey - Dimensi 30x30x80cm, - pengukuran profil memanjang dan melintang
- Diikatkan pada Orde 0 concrete cat warna oranye - pengukuran shooting bor
- GPS Dual Frekuensi - pengukuran pemasangan as built konstruksi
- /DPD3HQJDPDWDQ!´
- SamplLQJUDWH´
Pengukuran jarring Vertikal Mengunakan Waterpass Digital Kesalahan Vertikal = 10 D
/Automatic
Orde 2 POLIGON TERTUTP / TERIKAT SEMPURNA - selisih sudut hasil ukuran B dan LB - 2.5 Km - Pengukuran shooting bor
pengukuran jarak dan Sudut 2 seri rangkap. tidak lebih dari 2x ketelitian alat - 25x25x80cm, concrete cat - pengukuran topografi kemajuan tambang
- Alat total station : Kesalahan Penutup Sudut 10 D warna biru - pengukuran untuk penghitungan volume
o Akurasi Sudut 2 detik (Bacaan terNHFLO´ Kesalahan Linier 1:10000 material
o Akurasi Jarak 3mm+ 3 ppm - pengukuran topografi original
Kesalahan Vertikal 20 D
- terikat di titik orde nol atau satu - pengukuran kapling lahn untuk kompensasi
Pengukuran jarring Vertikal Mengunakan Waterpass Digital
/Automatic
Orde 3 POLIGON TERTUTP / TERIKAT SEMPURNA - selisih sudut hasil ukuran B dan LB - 2.5 Km - Pengukuran shooting bor
- pengukuran jarak dan Sudut 2 seri rangkap. tidak lebih dari 2x ketelitian alat - 25x25x80cm, concrete cat - pengukuran topografi kemajuan tambang
- Alat total station : Kesalahan Penutup Sudut 10 D warna biru - pengukuran untuk penghitungan volume
o $NXUDVL6XGXWGHWLN%DFDDQWHUNHFLO´ Kesalahan Linier 1:5000 material
o Akurasi Jarak 3mm+ 3 ppm - pengukuran topografi original
Kesalahan Vertikal 30 D
- terikat di titik orde nol atau satu - pengukuran kapling lahn untuk kompensasi
SYARAT KETELITIAN GPS SURVEY
Syarat dan ketelitian pada pengukuran GPS diuji pada beberapa tahapan, mulai dari
ketelitian penghitungan Baseline, Ketelitian Loop closure (jaring tertutup) dan ketelitian
adjustment network.
Software yang digunakan untuk processing RAW dari GPS disyaratkan memenuhi :
1. Harus dapat melaporkan nilai deviasi hasil pengolahan dari nilai akurasi standart
yang sudah ditentukan
2. harus dapat melaporan relative koordinat posisi , hubunngan statistic untuk varian
covarians,
3. Dapat digunakan untuk input 3D network adjustment.
Ketelitian baseline pengukuran GPS ditentukan dengan satuan Ratio, RMS dan Reference
varian hasil pengukuran. Nilai nilai ini pada berubah sesuai dengan orde jaring titik
kontrol. Contoh Standart ketelitian pengolahan baseline dapat dilihat pada table 3.4.
Contoh Penghitungan adjustment Network juga mempunyai nilai standart ketelitian yang
dapat dilihat pada tabel 3.4 .
Parameter
Jenis Spesifikasi
Orde 1 Orde 2 Orde 3
Quality Baseline
RMS < 0.05 m < 0.08 m < 0.1
Ratio > 3 > 3 > 3
Reference Varians < 8 < 10 < 10
Adjusment Network
Ketelitian Adjustment 1:100000 1:50000 1:5000
Network Adjustment Minimum Constraint dan Full Constraint
Network Adjustment Style Level Of Confidence 95% (1), 92% (2)
-‐ General/Residual Tolerance To End iteration 0.00001
Final Corvegensi Cutoff 0.005
-‐ General/Sigma scalars Univariate 1.960
Bivariate 2.447
-‐ General/Iteration Maksimum Iteration 10
Tabel 3.4 Contoh Standar ketelitian pengolahan GPS (Baseline dan adjustment)
Loop Closure dan perbedaan multi baseline pada pengukuran GPS harus di check untuk
setiap kesalahan untuk mengetahui nilia estimasi adanya ketidak sesuaian jarring GPS.
Untuk mengetahui kualitas jaringan GPS, minimal harus diikatkan dengan satu stasiun orde
0 (minimally constrained 3-‐D adjustment) dengan latitude -‐localongitude dan ellipsoidal
height, kualitas uji jaringan adalah Full constraine 3-‐D least squares adjustment pada the 2-‐
sigma (95%) level
Untuk membentuk jaring pengolahan (network adjustment) dilakuan perancangan Loop
Closure dengan persyaratan sebagai berikut:
1. Minimal Ketelitian loop closure untuk survey static dan rapidstatic untuk titik
kontrol adalah 0.03 m (Horisontal) dan 0.05m 9 vertikal)
2. Setiap loop harus mempunyai satu common baseline dengan loop yang lain.
3. Loop closure yang dibentuk dari base-‐base line yang diukur dalam satu sesiso tidak
boleh digunakan dalam process network adjustment.
4. Masing-‐masing loop harus mempunyai baseline dari dua sesi yang independent
(berbeda loop)
Baseline dalam loop harus dibentuk minimal dari 2 pengamatan yang berbeda harus
memmenuhi persyaratan:
1. Baseline dalam satu loop tidak boleh lebih dari 10 baseline. Dan Loop Length tidak
lebih dari 100 km
2. Perbandingan jumlah baseline yang tidak memenuhi criteria dengan yang
memenuhi syarat baseline sebesar 20%
3. Pada setiap komponen (X. Y, Z) nilai maksimum misclosure tidak lebih 25 cm.
4. Pada setiap komponen (X, Y, Z) nilai maksimum misclosure untuk masing-‐masing
panjangbaseline tidak lebih dari 12.5 ppm.
5. Pada setiap komponen (X, Y, Z) nilai rata misclosure misclosure untuk masing-‐
masing tidak lebih dari 8 ppm.
6. Perbedaan Multibase Baseline : Kumulatif Panjang total baseline tidak lebih dari
250 Km dan untuk semua komponen (X,Y,Z) nilai perbedaan maksimum untuk
masing-‐masing baseline <20 ppm.
Dalam pengukuran pemetaan, pada saat pengambilan data, unsur-‐unsur data lapangan
atau feature topografi direkam dengan kode-‐kode khusus. Maksud dari pengkodenan ini
adalah untuk menyederhanakan perekaman data sehingga pengukuran lebih efektif dan
cepat. Kode-‐kode ini juga dikalsifikasi dan disimbolkan dapat pembuatan peta nantinya.
Dalam tabel 3.5 dibawah ini adalah contoh kode untuk salah satu tambang yang
digunakannya. Kode titik survey adalah kode pengukuran yang digunakan untuk
memberikan informasi informasi pada draftman dan user data survey sehingga data
tersebut dapat mewakili keadaan dilapangan.
Pada kolom function pada tabel 3.5, terdapat beberapa isitilah, Spotheight dan breakline
adalah unsur data yang digunakan untuk membuat DTM, sedangkan Point, Line, dan area
adalah unsur data yang tidak digunakan untuk membentuk DTM dan ditampilkan dalam
peta tambang.
String Number adalah kode yang digunakan oleh software untuk mengidentifikasi masing
masing feature string/ elemen data
Point Format dan CAD Color Code, adalah nilai dan bentuk data dalam bentuk dispay di
software suprac atau CAD.
String Point
Kode Feature Function CAD Color CODE Color
Number Format
OBSH Over Burden Spot Hight SpotHeight 310 9 170.92.0 Gold
OBCL Over Burden Crest line Breakline 350 U 244.94.77 Melon
OBTL Over Burden Toe line Breakline 351 3 0.0.0 Black
OBTC Over Burden Toe line Corner Cornerline 351 3 0.0.0 Black
OBCC Over Burden Crest line Corner Cornerline 350 U 244.94.77 Melon
OBCT Over Burden Crest Toe Breakline 350 U 244.94.77 Melon
ECSH Coal Spot Hight SpotHeight 411 z 255.0.0 Red
ECCL Coal Crest Line Breakline 301 S 206.9.0 Bittersweet
ECTL Coal Toe Line Breakline 302 0.0.255 Blue
ECTC Coal Toe Line Corner Cornerline 302 0.0.255 Blue
ECCC Coal Crest Line Breakline 301 S 206.9.0 Bittersweet
ECCT Coal Crest Toe Breakline 301 S 206.9.0 Bittersweet
ECLS Ecoblimit Spot SpotHeight 307 255.89.133 Pink
String Point
Kode Feature Function CAD Color CODE Color
Number Format
JLSL Batas Pinggir Jalan Breakline 303 0.91.22 Forest Green
JLCL As Jalan Breakline 305 0.165.101 Jungle Green
JLCL As Jalan / Design Breakline 304 124.124.0 Olive Green
STRC Structure Line 311 7 22.0.30 Purple
CULVT Gorong - Gorong Line 313 7 22.0.30 Purple
GRAVES Kuburan Point 316 z 132.53.0 Copper
SUSH As Sungai / Creek Breakline 306 0.240.213 Aquamarine
CGSH Pinggir Atas Sungai Breakline 309 179.40.0 Tan
OBLS Over Burden Ecolimit Breakline 1 ª 0.0.0 Black
FASH Floor Of Coal Breakline 307 255.89.133 Pink
RASH Roof Of Coal Breakline 411 z 255.0.0 Red
T3- Pilar Kayu Point 333 U 255.0.155 Magenta
T1- Pilar Beton Point 331 [ 50.7.0 Brown
T0- Patok batas Legalitas Point 300 ª 0.91.22 Forest Green
CTMA Contour Mayor Contour 52 ª 81.37.0 Raw Umber
CTMI Contour Minor Contour 24 ª 179.78.0 Burnt Orange
BTHN Batas Penghijauan Area 5 7 0.91.22 Forest Green
LCRG Land Clearing Area 352 ª 41.117.165 Blue Grey
BTSP Batas Project Area 2 ª 255.0.0 Red
WTRG Water Area Area 20 ª 0.240.213 Aquamarine
COAL Coal Area 29 ª 183.183.183 Silver
DRJL Jalur Drainage Line 334 > 255.58.0 Yellow Orenge
ECJL Jalur Batubara Line 500 , 255.101.0 Tangerine
OBJL Jalur OB Line 501 U 255.30.0 Orange
LODG Loading Point Point 502 3 0.0.255 Blue
DUMP Dumping Poit Point 503 9 24.0.63 Blue Violet
ARBL Area blasting Area 504 S 127.0.58 Maroon
SHBL Shetker Blasting Point 505 64.0.101 Royal Purple
TLMP Tower Lamp Point 507 8 193.0.119 Mulberry
VWPN View Point Point 508 . 255.171.0 Maize
FULT Feul Tank Point 412 ª 255.163.126 Peach
PLDW Jalur Pipa Dewatering Line 413 U 137.0.111 Plum
PUMP Pumping Point 414 ª 147.56.3 Raw Sienna
CHSA Change shift area Area 415 ª 161.2.0 Brick Red
WTRF Waterfill Area 421 z 79.79.142 Cadet Blue
Tabel 3.5 Kode Unsur peta-‐ Fungsi dan Simbol kartografi
Pada peta, bentuk-‐bentuk permukaan bumi yang perIu digambarkan yang disesuaikan
dengan maksud pembuatan peta tersebut haruslah dipilih berdasarkan skala yang diminta
dan dinyatakan dalam bentuk gambar yang mudah dibaca serta mudah dimengerti.
Peraturan yang detail untuk penentuan gambar-‐gambar dalam rangka pembuatan peta
disebut simbol. Adapun hal-‐hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan dan
membuat komposisi simbol-‐simbol adalah sebagai berikut :
a) Rencana simbol-‐simbol untuk peta topografi
Hal-‐hal yang perIu diperhatikan dalam perencanaan simbol-‐simbol untuk
pembuatan peta adalah sebagai berikut:
1. perubahan bentuk simbol dari skala besar ke skala kecil. Contoh: jalan dengan
simbol dua garis pada skala 1:1.000 akan digambarkan dengan simbol satu
garis pada skala 1:10.000.
2. terjadinya pergeseran (exageration) atau perubahan tata letak karena
perubahan skala
3. terjadinya generalisasi (generalitation) atau perubahan bentuk simbol yang
digabung karena perubahan skala. Contoh: rumah-‐rumah yang disimbolkan
dalam bentuk asli pada skala 1:1.000 akan digambarkan berupa kampung
yang diblok pada skala 1:10.000.
4. nilai interval kontur akan berubah sesuai dengan perubahan skala yang
mengakibatkan adanya bentuk morfologi yang hilang. Garis-‐garis kontur
dengan interval tertentu digambarkan berbeda ketebalannya untuk
mempermudah pembacaan.
5. Garis Grid atau kisi-‐kisi akan berubah sesuai dengan perubahan skala. Contoh:
pada skala 1:1000, jarak garis grid 5 cm di peta = 50 m di lapangan, sedangkan
pada skala 1:10000, jarak 5 cm di peta = 500 m di lapangan.
6. Ukuran huruf dan garis harus disesuaikan dengan skala. Pemakaian garis
penuh dan garis putus-‐putus disesuaikan dengan kaidah-‐kaidah pemetaan.
7. Semua keterangan penjelasan sebagai pedoman penggunaan atau pembacaan
peta ditempatkan pada tepi masing-‐masing lembar peta.
b) Komposisi simbol pada peta topografi
Mengingat penggunaan peta topografi sangat luas, maka peta haruslah dibuat
seinformatif mungkin mengenai semua bentuk-‐bentuk penting yang terdapat pada
permukaan bumi. Supaya tidak terjadi perbedaan persepsi diantara para aktifis
pertambangan dalam membaca dan mengintrepestasikan peta, penggunaan
simbol-‐simbol harus mengikuti standar yang sudah baku, baik secara internasional
maupun nasional (lihat Gambar 3.1 dan 1.6). Penggunaan simbol lokal hanya bisa
dipegunakan untuk keperluan surveyor sendiri, misal adalah symbol untuk
pertambangan.
Dibawah ini dalah contoh klasifikasi simbul sebagai unur peta tambang
Timbunan
Proyeksi Kerangka Pelabuhan
Tempat penggalian
Bentuk-bentuk Front Penambangan
Planimetris Daerah Reklamasi
Tanggul
Kampung
Fasilitas Lalu Lintas
Batas - batas
Detail Garis Pantai, Sungai
Simbol Simbol lubang bukaan
Simbol bangunan
Simbol titik-titik pada tanah
Simbol Simbol titik kontrol
Simbol kedaan daerah
Simbol tanaman
Simbol daerah perairan
Simbol K3
Simbol Bahaya
Bentuk ± bentuk Garis ± garis countour permukaan
Topografis tanah yang tidak rata
Simbol dan warna yang digunakan harus menunjang fungsi utama dari peta, yaitu
menyajikan data secara jelas, benar dan tepat, dan menarik untuk dibaca. Contoh simbol
dapat dilihat pada Gambar 3.2 dan 3.3
Kampung Waduk
Sawah Sungai
Perkebunan Dorodon
Jalan
Tegalan
Jalan kereta api
Kebun campuran
Daerah pariwisata
Hutan
Jaring terapung
Daerah bekas quarry
Simbol rumah sakit (simbol/titik kualitatif/piktorial)
Simbol titik kontrol tinggi TTG (simbol titik kualitatif/abstrak)
Au Simbol tambang mas (simbol titik kualitatif/huruf)
Simbol sawah (simbol luas kualitatif/deskriptif
Simbol daerah pemukiman (simbol luas kualitatif/abstrak)
Simbol sungai (simbol garis kualitatif/deskriptif)
Simbol batas administrasi (simbol garis kualitatif/abstrak)
T.95
1995
Simbol titik triangulasi T.95
Ketinggian=1995 m (simbol titik kuantitatif/dengan indikasi harga)
Simbol kota berpenduduk X juta jiwa (simbol titik kuantitatif/dengan satuan harga)
Simbol daerah yang mempunyai pendapatan rendah (simbol luas kuantitatif)
Simbol kontur dengan ketinggian 10 m (simbol garis kuantitatif/isoline)
10
A
B
Simbol frekuensi pelayaran kapal di pelabuhan (simbol garis kuantitatif/flow line)
C
Tebal tipisnya garis sebanding dengan jumlahnya
Simbol frekuensi perpindahan penduduk ke suatu kota (simbol garis kuantitatif/simbol panah)
Tebal tipisnya panah sebanding dengan jumlahnya
Simbol rumah makan (simbol titik kualitatif/piktorial)
Simbol kota berpenduduk nX juta jiwa (simbol titik kuantitatif/dengan satuan harga)
Simbol daerah yang mempunyai pendapatan tinggi (simbol luas kuantitatif)
Hasil pemetaan dengan kode-‐kode unsur tadi dapat dilihat dalam contoh peta pada gambar
3.4 dan 3.5 dibawah ini.
Gambar 3.4 Peta Kawasan Tambang
Gambar 3.5 Peta Kawasan Tambang
Selain menggunakan Kode informasi dalam bentuk peta, surveyor juga menginformasikan
batas-‐batas rencana penambangan hasil pematokan dengan beberapa cara. Yang paling
umum adalah menggunakan patok kayu yang dilengkapi dengan Pita survey (flagging
survey tape) dengan warna khusus yang sudah disepakati oleh surveyor dengan team
produksi atau department lain yang memerlukan informasi tersebut.
Beberapa aplikasi kode informasi untuk komunikasi dilapangan antara surveyor dan
department lain di kegiatan penambangan:
1. Patok dan Pita.
Patok dan pita digunakan untuk menginformasikan dimensi garis dan titik , misal garis
as jalan, batas rencana kegiatan peledakan, titik rencana titik bore, titik rencana
pemasangan peralatan monitoring, dll
2. Bowplan.
Bowplan digunakan untuk menginformasikan garis-‐garis pada kegiatan konstruksi
yang bersifat siku-‐siku
3. Patok dengan cat khusus dan kode
Patok dengan model cat khusus dengan kode biasanya diaplikasikan pada kegiatan
konstruksi pada saat pembentukan jalan tambang khususnya untuk menginformasikan
posisi arae cut dan fill serta batas pembentukan slope.
4. Batterpeg.
Batterpeg mirip dengan bowplan, namun lebih sederhana, dan biasanya batterpeg
digunakan di tambang untuk memberikan informasi kemiringan dari slope dari design.
5. Cat semprot.
Pada penambangan terbuka dengan material batu, seperti pada tambang emang dan
tembaga, dimana dinding tambang berupa hardrock. Cat semprot dengan bahan khusus
(flourecense) dapat digunakan untuk memberikan tanda pada titik-‐titik posisi bore
untuk drill& Blasting, maupun untuk memberikan informasi deviasi actual dengan
design tambang.
BAB IV
SURVEY EKSPLORASI
x Pengukuran topografi
x pembuatan peta
Sistem koordinat tambang dalam tahapan eksplorasi dan eksploitasi menjadi salam satu
yang harus dipertimbangkan dalam kegiatan penambangan. Pemilihan dan penentuan
sistem koordinat dalam penambangan akan menghasilkan:
1. Muka peta penambangan yang lebih mudah dan simple dalam hal kartografi peta
tambang.
2. Efisiensi dalam data penyimpanan data survey dan data geologi
3. Keamanan dalam penyimpanan data tambang karena sifat koordinat tambang
adalah eksklusif
4. Efisiensi dalam pencetakan peta penambangan karena dengan muka peta yang
tidak maksimal dan pencetakan peta penambangan yang berulang akan membuat
pemborosan dalam pencetakan peta tambang.
Surveyor dalam menentukan sistem koordinat tambang perlu memperhatikan beberapa
hal sebagai berikut:
1. Arah dan sebarang cadangan tambang, sehingga muka peta tambang dapat bisa
efektif dalam pencetakkannya.
2. Sumber cadangan yang sama, dibuat dalam satu koordinat yang sama, misal dalam
penambangan kelompok seam batubara yang sama, dibuat dalam satu sistem
koordinat yang sama.
3. Transformasi dengan sistem koordinat global (baik titik kontrol dan
transformasinya)
4. Rencana design tambang, design waste dump dan rencana insfrastruktur secara
kasar sebelum dilakukan FS
5. Jumlah site tambang yang akan di buka dan transformasi koordinat antar site.
6. Kesatuan kegiatan dalam setiap site dalam satu sistem koordinat yang sama
(misalnya, area waste dump dan infrastruktur tambang harus dalam satu koordinat
dengan site penambangan)
Perlu diketahui , dalam kegiatan eksplorasi dan penyelidikan umum, dapat digunakan
dahulu sistem koordinat global, setelah dilakukan investigasi sebarang cadangan dan
kegiatan FS, surveyor dapat menentukan sistem koordinat masing masing site agar muka
peta masing masing tambang dapat efektif.
Dalam penyelidikan umum oleh team geologi, sistem koordinat masih menggunakan sistem
koordinat global yang sesuai dengan peta dasar pemetaan yang sudah ada (jika di
Indonesia adalah Peta Rupa Bumi Indonesia yang dikeluarkan oleh Badan koordinasi
Survey dan PEmetaan nasional). Namun saat dilakukan eksplorasi detil dengan kegiatan
pengeboran, surveyor harus mulai membuat design untuk survey dan pemetaan kawasan,
khususnya untuk kegiatan survey Topografi dan survey untuk geologi. Survey geology
dalam eksplorasi antara lain; menentukan posisi titik bore (istilah dalam kegiatan survey
adalah stake) out)dan melakukukan survey kembali titik bore setelah di bore.
Dalam melakukan design untuk survey pemetaan kawasan. Survey harus menentukan
jaringan titik kontrol yang akan digunakan untuk survey-‐survey geologi.
Dalam menentukan design jarring titik kontrol, ada beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan oleh surveyor:
1. Luas area pemetaan (sebarang cadangan tambang dan rencana infrastruktur).
2. Ketersediaan titik kontrol
3. Metode pengukuran dan alat yang akan digunakan untuk melakukan titik kontrol
4. Ketelitian jaringan yang diharapkan untuk hasil akhir ketelitian peta dan
penggunaan jarring pengukuran.
5. Metode pemetaan yang dilakukan setelah jarring titik kontrol tersedia, (terrestrial
suvey, GPS survey, Laser/lidar survey).
Dalam melakukan design jaringan untuk pemetaan, maka harus menaati prinsip dan kaidah
pengukuran titik kontrol, yaitu.
1. Jaringan titik kontrol harus mencakup seluruh pemetaan
2. Jaring titik kontrol yang mencakup seluruh area pemetaan adalah jarring dengan
orde paling tinggi.
3. Jaring titik kontrol untuk pengukuran area yang lebih kecil dan spesifik adalah
jaringin titik kontol yang paling rendah
4. Jaring titik kontrol yang lebih tinggi mempunyai ketelitian yang lebih tinggi dan
pengukurannya menggunakan alat yang lebih teliti.
5. Jaringin pengukuran yang lebih rendah harus diikatkan pada jarring titik kontrol
yang lebih tinggi (bukan satu derajat ketelitian)
6. Pelaksaan pemetaan / pemgukuran detil dapat menggunakan orde yang lebih tinggi
sebagai titik ikat pengukuran (titik station).
Ilustrasi kaidah titik kontrol dapat dilihat dalam gambar 4.1
Karena dalam pengukuran dan design jarring titik kontrol kita harus memperhatian
ketelitian jaringan yang dikaitkan dengan ketelitian hasil akhir peta dan pengunaan jarring
pengukuran, maka pemilihan alat dan metode menjadi sangat penting. Misal pengukuran
jaring titik kontrol untuk kegiatan pemetaan topografi (ketelitian frasksi centimeter) akan
berbeda dengan jarring pengukuran untuk kegiatan konstruksi bangunan (ketelitian fraksi
millimeter).
Gar is Bas eline Pen
gukuran GPS
Titik Kontrol Orde 1
S
GP
ran d e 3 Jen is P
S
ku Or
e 1 GP
o li
n gu de 1 ol
go
Pe l Or
Ord ran
nt r
n
ne ro
Terb
Ko
eli ont
trol uku
s
Ba tik K
Titik
uka
Kon Peng
r is Ti
Ga
Ti tik eli ne
Bas
S
Pengukuran GP
r is
n
ti o
Ga
Sta
de 1
Po
ligo
nC
ab tal
Titik Kontrol Or
ang
k 2x)
To
( ma
n
ura
uk
Orde 3 Jeni s
Ko ntrol
ontrol Orde 2 Pe ng
Poli
T itik go
Ga
r is
e rt
Ba i tik K
u tu
T
s e on
p
li n tro
eP lO
en rd
gu e 1
ku
K
ran
Titik
GP
Po
li g
S
ring
on Ca
b
Ja
G PS ang ( mak
e Pengukuran
G ar is Baselin rol Orde 1
Ti tik Ko nt
2x
))
PS
G
Ga an
r is ur
Bas g uk e 1
Ti tik eli ne n rd
Pe l O
Kon Peng i ne ntro
trol uku l
Ord ran s e Ko
e 1 GP Ba ik
S is Ti t
ar
G
Gambar 4.1 Ilustrasi penggunaan sistem koordinat
Titik Kontrol Orde 1 (Pilar Beton Ukuran 30 x 30 berwarna Orange ) Kode patok AD-xxx ±
Diukur Penggunakan Alat GPS ± Tersebar di area Project adaro ± Diturunkan dari Titik
BakoSurtanal atau Titik Survey Generasi 1 Adaro
Luasan area pemetaan akan menentukan jumlah dan model jaringan titik kontrol. Semakin
Titik Kontrol Orde 2 (Pilar Beton Ukuran 25 x 25 berwarna Biru ) Kode patok ADR-xxx ±
luas area yang Diukur
akan di petakan,
Penggunakan Alat maka
GPS atausemakin
alat Total banyak titik kontrol
Station ± Tersebar di Project yang akan di pasang
adaro yang
untuk pemetaan. aktif. Diturunkan dari Titik Orde 1
Titik Kontrol Orde 3 (Pilar Kayu Ukuran 7x 7 cm dengan Pita Orange ) Kode patok T3-xxx ±
Diukur Penggunakan alat Total Station ± Tersebar di Project adaro yang aktif.
Metode pengukuran dan akurasi yang biasa digunakan ditambang dapat dilihat dalam table
Diturunkan dari Titik Orde 1 dan Orde 2
3.3. Perkiraan Poligon
jarak pemasangan
Cabang titik kontrol
(Pilar Kayu Ukuran dan metode
5 x 5 cm dengan yang
Pita Biru ) Kode dihubungkan
patok T3-xxx ± alat dengan
rencana penggunaan aplikasi survey setelahnya, tabel 4.1
Total Station tanpa adjusment Poligon ± berada pada aktif area survey aktif.diturunkan dari
titik kontrol orde yang lebih tinggi.
Penggunaan Orde Jarak Antar Titik Metode Alat
Titik Kontrol Utama Pemetaan 1 5 km GPS Statik GPS Statik
tambang Survey
Titik Kontrol Utama Pemetaan 2 2 km Terestris Ȃ Total Station &
tambang Levelling Waterpass
Titik Kontrol Utama Pemetaan 3 500 m dengan 50 m Terestris Total Station
tambang pasangan
Titk Kontrol untuk Jaring Pemetaan 1 10 km GPS statik GPS
wahana udara (LIDAR-‐ Geomagnet-‐
Gravimetri Dll
Survey Geology dengan GPS RTK 1 5 km GPS Statik GPS
Base Station GPS 1 10 km GPS Statik GPS
Titik Kontrol untuk Site calibration 2 2 km GPS Statik & GPS & Total
GPS Terestris Ȃ Station &
Levelling Waterpass
Survey bathimetri / Hidrografi 1 10 Km GPS Statik GPS
Tabel 4.1 Penggunaan alat dan metode survey untuk masih masing Penggunaan
PENGUKURAN TOPOGRAFI
Dalam pemetaan dengan tekmologi LIDAR yang mampu mendapatkan ketelitian peta
dengan akurasi kurang dari 1:2000 dengan biaya yang murah untuk area yang cukup luas,
surveyor tambang tentu tidak melakukan sendiri kegiatan ini, karena inventasinya cukup
besar. Pengukuran lidar di dunia pertambang tentunya akan dilaksakan oleh pihak
kontrktor atau perusahaan survey yang mempunyai kompetensi untuk melakukannya.
Sebagai seorang surveyor tambang, dalam melakukan pengawasan dan membuat
perencanaan kegiatan untuk pekerjaan survey lidar harus memperhatikan beberapa hal
dibawah ini.
1. Dalam pembuatan kontrak kerja, surveyor harus mengetahui produk akhir kegiatan
lidar, apakah hanya LIDAR POINT atau dengan Feature extract yang didapatkan
dari overlay dengan pengukuran Image/Photogrametri secara simultan.
2. Surveyor tambang harus mengetahui target akurasi dari peta yang diingginkan
karena akan menentukan tinggi terbang dan jumlah ground check point.
3. Surveyor harus bisa menyediakan topografi skala kecil untuk area survey sebagai
dasar perencanaan jalur terbang dan tinggi terbang, agar tidak ada area yang tidak
terekam atau blank data dan agar pengambilan data lebih efektif dimana area
overlap antar strip efisien mungkin. Surveyor juga harus mengetahui rencana jalur
terbang sebelum dilakukan pengambilan data
4. Surveyor sebisa mungkin menyediakan data titik kontrol dalam sistem koordinat
WGS untuk Ground point base, dan sebisa mungkin berada dalam area kerja yang
akan dilakukan pengukuran lidar (atau sedekat mungkin). Jumlah titik tersebut
lebih dari satu biji.
5. Surveyor hendaknya mengetahui nilai-‐nilai kalibrasi dan offset peralatan dalam
pesawat (GPS, IMU, sensor Lidar).
6. Surveyor seyogyanya mengetahui nilai kalibrasi untuk test flight sehingga surveyor
dapat mengetahui nilai-‐nilai koreksi untuk data processing-‐nya. Dan surveyor
harus mengetahui area yang digunakan untuk test flight.
7. Untuk memastikan bahwa data processing lidar dan pelaksanaan feature extract
menghasilkan data yang benar, surveyor harus melakukan Ground Check point.
Semakin banyak dan distribusinya semakin menyebar di seluruh area pengukuran
lidar makan akan didapatkan analisa ketelitian yang baik.
8. Untuk pengukuran Ground check point dapat dilakukan dengan pengukuran GPS
fast static atau RTK jika di daerah tersebut telah diterima data koreksi GPS RTK
9. Untuk memastikan hasil feature extract, maka ground check point dapat dilakukan
pada beberapa feature yang berupa garis atau bangunan.
Pengambilan data topografi dengan metod terestrial adalah metode pengambilan data
topografi dengan alat ukur sudut dan jarak, atau lebih kita kenal dengan alat theodollite
dan total station.
Metode pengambilan data yang dapat dilakukan dengan metode terestria antara lain ;
1. Metode Polar Ȃ metode polar dilakukan pada area yang benar-‐benar terbuka dan
tidak ada penghalang dari station alat ke titik sample data, misal di tambang dan
disposal)
2. Metode sket base topografi, metode ini digunakan untuk lokasi yang sudah banyak
bangunan dan feature kontruksi buatan manusia.Pada metode ini surveyor
membuat sketsa bangunan dan detil topografi sebelum dilakukan pengukuran dan
dilanjutkan dengan proses pengukura detil sesuai dengan sektsa dan feature yang
ada.
3. Metode Array (jalur polygon), metode array dilakukan pada area yang masih
banyak tanaman atau penghalang berupa tanaman, misal di hutan dan perkebunan.
Model pengukuran dengan metode array ini membuat jalur pengukuran poligon
dengan jarak tertentu sesuai dengan skala peta yang akan dilakukan sampel.
Jarak antar array adalah 3 x jarak antar sample.
Pengambilan data topografi dilakukan dengan asumsi nilai untuk jarak antar titik sample
data adalah 1 cm tercetak di peta. Untuk Peta skala 1:1000 maka jarak antar sample titik
adalah 10 meter.
Gambar 4.3 Pengambilan Detail Jalan
Gambar 4.4 Pengambilan Detail Sungai Kurang dari 3 meter
Gambar 4.5 Pengambilan Detail Sungai lebih dari 3 meter
PENENTUAN TITIK BORE DAN PENGUKURAN SETELAH PENGUKURAN
BORE
Dari hasil penyelidikan umum, team geologist akan melakukan survey eksplorasi detil,
dimana akan dilakukan pengeboran dan trenching. Team geologist akan menentukan
posisi-‐posisi pengeboran.
Salah satu tugas surveyor dalam kegiatan eksplorasi detil adalah membantu team geologis
untuk menentukan posisi di lapangan atas titik eksplorasi, bore & treching dengan metode
stake out. Biasanya kegiatan ini disebut dengan staking out bore
Dalam kegiatan pengeboran, terkadang posisi yang ditentukan oleh team geologis bukan
tempat yang tepat untuk pengeboran, dan kemudian team drilling dan geologis akan
memindah posisi pengeboran. Dalam hal ini, team survey akan melakukan pengukuran lagi
koordinat hasil pengeboran secara tepat. Biasanya kegiatan ini disebut dengan shooting
bore
Dalam analisa pengunaan alat survey, kegiatan staking out bore, team survey dapat
menggunakan alat survey yang relative kurang teliti, missal dengan GPS stand alone (tanpa
koreksi) dibandingkan dengan pengukuran untuk shooting bore yang harus teliti untuk
mengakomodasi pemodelan cadangan mineral, missal menggunakan Total station dengan
titik kontrol yang terverifikasi atau GPS dengan metode RTK/Static survey.
PEMBUATAN PETA
Peta ialah gambaran sebagian atau seluruh permukaan bumi di atas bidang datar (bidang
yang dapat didatarkan) yang dibuat dalam skala dan metode tertentu yang dilengkapi
dengan keterangan-‐keterangan untuk identifikasi.
Jenis peta
Seperti telah kita ketahui bahwa peta merupakan bentuk penyajian data sebagian atau
seluruh permukaan bumi di atas bidang datar yang digambarkan dengan skala dan
proyeksi tertentu. Peta terdiri atas beberapa jenis, sesuai dengan fungsinya antara lain
adalah : peta topografi, geologi, tambang, dan peta gabungan.
1). Peta Topografi (lihat modul Kartografi)
Contoh peta topografi adalah Peta Rupa Bumi terbitan Badan Koordinasi Survei
dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) (lihat gambar 4.6), Peta Topografi terbitan
Direktorat Topografi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD), dan
peta-‐peta teknik untuk perencanaan teknik sipil.
Gambar 4.6 Peta Rupa Bumi Pamenang Kabupaten Lombok Barat Skala 1
: 25.000 (Terbitan Bakosurtanal, 1992)
2). Peta geologi
Secara umum peta geologi terdiri dari dua jenis yaitu :
Peta geologi sistematik
Peta geologi tematik
3). Peta Tambang
Peta tambang ini biasanya digambar dengan menggunakan peta dasar yang berupa
peta topografi (Gambar 4.7 dan 4.8).
Gambar 4.7 Contoh Peta Penambangan
Dalam peta tambang ini juga biasanya digambarkan letak atau lokasi kolam pembuangan,
lokasi penimbunan tanah pucuk maupun overburden, jenjang, jalan tambang, dan sarana
pendukung lainnya.
4).
Peta Gabungan (Composite Map)
Untuk keperluan tertentu, biasa juga di dalam sebuah peta terdiri dari gabungan
beberapa jenis peta contohnya gabungan peta-‐peta topografi, geologi, dan
tambang.
Jenis-‐jenis peta yang dihasilkan oleh surveyor tambang dalam rangka kegiatan
penambangan dapat dilihat di tabel.
Tahapan kerja pada kegiatan pembuatan peta dapat dilihat dalam diagram sebagai berikut:
TUJUAN PEMBUATAN PETA
CETAK COBA
REPRODUKSI
Penjelasan dari diagram di atas adalah sebagai berikut:
a. Tujuan Pembuatan Peta
Peta dibuat untuk memberikan informasi kepada yang akan menggunakannya
sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu persyaratan yang diminta pengguna peta
harus diperhatikan dalam mendesain peta.
Tujuan pembuatan peta dan skala peta saling berkaitan.
Kita ambil contoh dalam suatu kegiatan pembangunan.
Pada tahap awal (pra perencanaan) diperlukan peta yang skalanya cukup kecil
biasanya digunakan peta dengan skala 1:50.000 atau 1:25.000, tetapi pada waktu
pelaksanaan pembangunan diperlukan peta yang rinci atau skala besar biasanya
digunakan 1:1.000 kadangȂkadang sampai 1: 250.
b. Penentuan Skala Peta
Skala Peta adalah angka perbandingan antara jarak dua titik di peta dengan jarak
dua titik tersebut di lapangan.
Skala peta secara nasional mempunyai beberapa skala standar yang telah
ditentukan yaitu 1:25.000; 1:50.000; 1:100.000; 1:200.000; 1:250.000; 1:500.000;
1:1.000.000.
Untuk peta skala standar, aturan-‐aturan pembuatan peta telah ditentukan secara
nasional sedangkan untuk peta-‐peta berskala besar ditentukan berdasarkan
kebutuhan masing-‐masing pengguna.
c. Penentuan Proyeksi Peta
Penentuan Proyeksi Peta merupakan proses memilih dan menentukan proyeksi
peta yang digunakan pada pembuatan peta. HalȂhal yang harus dipertimbangkan
pada penentuan proyeksi peta ialah :
1) Luas area yang akan dipetakan
2) Kegunaan peta (temporer atau permanen)
3) Kaitannya dengan sistem pemetaan nasional
4) Ketelitian peta yang diharapkan
5) Persyaratan Peta, yaitu:
-‐ luas di peta sama dengan di lapangan (equivalent)
-‐ jarak di peta sama dengan jarak di lapangan (equidistant)
-‐ bentuk di peta sama dengan bentuk di lapangan (conform)
d. Desain dan simbol
Pada kegiatan ini direncanakan mengenai:
1) Ukuran peta, huruf, garis
2) Tata letak informasi tepi peta
3) Bentuk dan macam simbol yang akan digunakan
Rencana simbol-‐simbol untuk peta topografi
Hal-‐hal yang perIu diperhatikan dalam perencanaan simbol-‐simbol untuk pembuatan
peta adalah sebagai berikut:
1) perubahan bentuk simbol dari skala besar ke skala kecil. Contoh: jalan dengan
simbol dua garis pada skala 1:1.000 akan digambarkan dengan simbol satu
garis pada skala 1:10.000.
2) terjadinya pergeseran (exageration) atau perubahan tata letak karena
perubahan skala
3) terjadinya generalisasi (generalitation) atau perubahan bentuk simbol yang
digabung karena perubahan skala. Contoh: rumah-‐rumah yang disimbolkan
dalam bentuk asli pada skala 1:1.000 akan digambarkan berupa kampung
yang diblok pada skala 1:10.000.
4) nilai interval kontur akan berubah sesuai dengan perubahan skala yang
mengakibatkan adanya bentuk morfologi yang hilang. Garis-‐garis kontur
dengan interval tertentu digambarkan berbeda ketebalannya untuk
mempermudah pembacaan.
5) Garis Grid atau kisi-‐kisi akan berubah sesuai dengan perubahan skala. Contoh:
pada skala 1:1000, jarak garis grid 5 cm di peta = 50 m di lapangan, sedangkan
pada skala 1:10000, jarak 5 cm di peta = 500 m di lapangan.
6) Ukuran huruf dan garis harus disesuaikan dengan skala. Pemakaian garis
penuh dan garis putus-‐putus disesuaikan dengan kaidah-‐kaidah pemetaan.
7) Semua keterangan penjelasan sebagai pedoman penggunaan atau pembacaan
peta ditempatkan pada tepi masing-‐masing lembar peta.
BAB V
SURVEY EKSPLOITASI MEMBERIKAN INFORMASI
x Rekonsiliasi volume.
Secara Umum pekerjaan survey dalam kegiatan eksploitasi dapat dilihat dalam chart
dibawah ini:
Stake Out
Plan Blasting Rencana
Blasting
Survey
Blasting Inventory
Blasting
Peta
Kemajuan
tambang dan Stake Out
Topo Mine out Design
PROGRESS Volume
MINING
Kontrol
MineDesign
Elevasi dan
Design
Waste
Survey Stock
Untuk
rekonsiliasi
Volume
Topo Progess
WASTEDUMP
WASTEDUMP
REMINING
Gambar 5.1 Flowchart Survey untuk Eksploitasi
PEMATOKAN BATAS PENAMBANGAN / GARIS DESIGN
Setelah dilakukan desgn tambang atau perencanaan tambang, maka surveyor harus
melakukan pematokan dilapamgan untuk batas-‐batas rencana tambang dan design
tambang tesebut.
Pematokan design tambang ini dalam istilah survey disebut dengan stake out design.
Ada beberapa pematokan design atau stake out design yang dilakukan oleh surveyor, yaitu
1. Batas daerah penambangan dan daerah penimbunan .
2. Batas penyimpanan tanah pucuk atau top soil.
3. Garis garis design tambang untuk jenjang (berm) dan slope (bences).
4. Garis garis design untuk ramp/ akses jalan hauling.
5. Garis untuk jalur penyaliran.
Pemasangan design tambang adalah kegiatan surveyor yang bertujuan untuk memberikan
informasi perencaaan tambang kepada personal yang bertanggung jawab atas operasi
penambangan/mine operation. Sehingga diperlukan standar informasi untuk kode dan
metoda setiap batas-‐batas dan garis design yang di patok oleh srveyor.
Pada umumnya, surveyor menggunakan patok kayu dan pita (flaging tape) yang berbeda
warna untuk menyampaikan informasi ini. Ada juga yang menggunakan cat semprot
khusus survey dengan perbedaan warna.
Berikut adalah salah satu contoh kode pita yang digunakan untuk pematokan design
tambang,
Standarisasi Bendera Survey
No Warna Aplikasi Informasi
Patok + batterpeg Garis Crest
1
Patok Titik Kontrol temporary
2 Patok Garis Toe line
3 Patok Garis Toe line Disposal sesuai design
4 Patok Titik Crest Toe
5 Patok Status elevasi on-grade
6 Batterpeg Status Grade jalan normal
7 Batterpeg Status Grade jalan abnormal
8 Patok Pit Limit
9 Patok Batas hijau Disposal/batas serah terima lokasi disposal
10 Patok Rencana as jalan
11 Patok Batas rencana blasting
12 Patok Lokasi rencana titik bore/instrument Geology/Geoteknik
13 Patok / Coal Batas Mineable Coal
14 Pohon Pekerjaan Kompensasi
Orange Putih Hijau Biru Kuning Merah
Gambar 5.2 Contoh Informasi/kode pita untuk pemasangan design
Berikut ini adalah salah satu prosedure contoh bagaimana design tambang dilakukan
pemasangan design.
80 cm
u t :2
$FW««"5/««"FXW«««" Slope ... ?
Gambar 5.3 Prosses pemasangan design
Gambar 5.4 Pemasangan patok Design disposal dengan offset
C. Pemasangan Design Ramp Jalan dan Patok Acuan Drainage
1. Patok As Jalan yg dipasang untuk Mine Haul Road dipasang dengan pita
berwarna Putih biru yg bertuliskan informasi
$FW««"5/««"FXW«««" (akses ramp .....................)
2.
3. Patok As/ rencanan Drainage dipasang dengan pita berwarna Putih biru yg
bertuliskan informasi
$FW««"5/««"FXW«««" (Drainage ke arah ............)
4.
5. Patok pit limit/ crest limit sebagai batas acuan untuk pemotongan pit terluar
dipasang menggunakan pita berwarna orange jarak antar patok maksimal 20
meter
D. Offset Prosedure
Pada pemasangan di posisi topografi original atau pada posisi bench yg mengalami
overcut dan undercut atau ditemukan bahwa elevasi titik stake out berbeda dengan
titik design. Posisi patok crest line harus dilakukan Offset (penggeseran) sesuai
dengan Prosedur seperti dibawah ini.
SURVEY UNTUK PENGEBORAN/DRILLING UNTUK PELEDAKAN
survey
melakukan penghitungan volume S
Burden (B)
Subdrilling (J)
Stemming (T)
Spacing (S)
B B
G
NJAN
AK JE H)
PUNC P BENC
T T (TO
S
B
CREST
B
H
KOLOM LUBANG
H
T
LEDAK ( L )
AS
L ANG
BEB )
CE
L PC Į BID EE FA
PC H (FR
PC
TOE
J J G
NJAN
AI JE NCH)
LANT
J OR BE
(FLO
TEKNIK PENGUKURAN KEMAJUAN TAMBANG
8. Batas area cadangan tambang (batubara-‐mineral) juga dilakukan pengukuran
untuk digunakan dalam updating model cadangan jika batas antara waste dan
cadangan terlihat jelas (seperti pada batubara)
9. Perlu dilakukan pengecekan berkala pada titik orientasi (backsight). Penyimpangan
sudut tidak boleh lebih dari 20 detik dan deviasi posisi tidak boleh dari 5 cm untuk
jarak backsight diatas 50 meter. Jarak maksimal pengukuran detil adalah 1000 m.
Gambar 5.7 Contoh Pengambilan Detail Topografi pada tambang batubara
10. Tempatkan posisi tongkat prisma tempat pada lokasi yang akan diambil data
pengukurannya. (tidak dengan diangkat atau digantungkan) dan informasikan
tinggi tiang prisma kepada Instrumentman
11. Pengukuran pada area Sump, harus mengikuti prosedur keselamatan bekerja di
atas air dan mengikuti prosedur pengukuran bathimetri.
12. Jika lokasi pengukuran sudah masuk pada area front loading dengan radius 40
meter dari alat berat surveyor harus memberikan informasi kepada pengawas
produksi untuk melakukan penyetopan sementara alat produksi beroperasi hal ini
diperlukan untuk memberi kesempatan tim survey melakukan pengambilan data.
13. Pengukuran pada lokasi crest line dan toe line pada material hasil blasting
dilakukan dengan offset pada jarak satu setengah (1.5) tinggi dari dinding front
kerja (Digging face).
15. Pada saat pengukuran di area Ramp Aktif, Surveyor harus menginformasikan
kepada pengawas produksi agar operator unit mine hauling mengurangi kecepatan
menjadi 20 km/jam dan melakukan penyiraman pada areal ramp jalan. Hentikan
pengukuran Jika kondisi Ramp tidak aman
16. Crew survey tidak diperbolehkan memasuki area blasting yang sudah dilakukan
pengisian bahan peledak.
17. Setiap limabelas (15) menit, dilakukan kontrol orientasi sudut horisontal
instrument /alat survey pada titik backsight . Jika kesalahan orientasi pada titik
backsight yang melebihi dari 5 cm, maka harus dilakukan pengukuran ulang pada
data yang telah diambil dalam 15 menit sebelumnya. Kemudian lakukan pencatatan
nomer recordnya, dan harus direject saat editing raw data.Kemudian Lakukan
Reorientasi jika terjadi kesalahan melebihi 3 cm.
REKONSILIASI VOLUME
LOOSES (kehilangan)
Pemisahan Waste dan Produk
Loose
Raw
Produk Stock Market
Stock Produk Pengolahan
TON Pengapalan (TON)
Volume (TON)
Cadangan
Pengangkutan
/ Mineable Produksi
(TON)
Resource
(M3-Bank) Waste Waste
(M3 Compacted) TON
Pengukuran Sample Muatan
ry
Pengukuran Progress
Re
Disposal
g
tin
Blasting Pengalian
s
Bla
Blasted
BLASTING
(M3 Loose)
Stowage Factor
Stowage Factor
Stowage Factor
Stowage Factor
Gambar 5.8 Diagram Rekonsiliasi volume tambang
Karena pada terori kesalahan, bahwa setiap proses penggukuran tidak ada angka yang
eksak, baik dalam proses pengukuran untuk menentukan volume cadangan mineable
maupun proses pengukuran untuk volume proses tambang dan volume-‐volume dalam
rekonsiliasi. Maka suatu organisasi, atau perusahaan tambang harus menentukan nilai
toleransi kehilangan cadangan secara objektif. Nilai toleransi yang objektif ini dimulai
dengan mengevaluasi setiap nilai-‐nilai kesalahan dan ketelitian proses survey dan
pemetaaan geology serta prosedur kerja dan alat kerja dalam operasi penambangan.
BAB VI
ASPEK K3 SURVEY TAMBANG
Kegiatan penambangan adalak kegiatan industri yang padat modal dan mempunyai potensi
resiko dan bahaya untuk menjadi kecelakaan yang cukup tinggi. Sebagai surveyor tambang
yang merupakan bagian dari kegiatan penambangan, maka surveyor mempunya peran
penting dalam pelaksanaan dan pemeliharaan aspek keselamatan dan kesehatan kerja
(K3).
Salah satu kunci keberhasilan dalam pelaksanaan K3 adalah pelaksanaan dan pengelolaan
Potensi Resiko dan identifikasi bahaya. Dalam pekerjaan survey dan pemetaan yang
dilakukan dilapangan, surveyor harus mampu untuk mengetahui resiko dan bahaya agar
dapat dikelola secara individu maupun secara team survey.
Resiko dan bahaya dalam pengukuran dan pemetaan ditambang, baik untuk kegiatan
eksplorasi dan eksplotasi dapat dilihat dalam tabel dibawah ini, berikut juga beberapa
kontrol yang dapat dilakukan untuk mengelola resiko dan bahaya tersebut.
Pengelolaan resiko dan bahaya merupakan suatu kegiatan yang berulang dengan
melakukan kontrol terhadap resiko tersebut sehingga bahaya dan resiko tesebut dapat
diterima.
Assess Resiko
Risk ?
YES
Lakukan Kontrol
Gambar 6.1 Proses Identifikasi Bahaya dan Resiko
Dalam pengelolaan bahaya dan resiko, kita mengenal beberapa kontrol yang secara
bertujuan agar resiko dapat diterima. Berikut adalah tahapan dalam pengelolaan resiko.
1. Primary Kontrol Methods Engineering
Kontrol
Resiko dan bahaya dalam pengukuran dan pemetaan ditambang, baik untuk kegiatan
eksplorasi dan eksplotasi dapat dilihat dalam tabel dibawah ini, berikut juga beberapa
kontrol yang dapat dilakukan untuk mengelola resiko dan bahaya tersebut. Contoh penilain
resiko dan bahaya pada unsur kegiatan, alat dan bahaya untuk kegiatan survey dan
pemeteaan dapat dilihat pada tabel 6.1.
DAFTAR BAHAYA / TEMPAT YANG WAKTU PENGARUH LAIN KONTROL YANG ADA
ASPEK TEPAT
NOMOR
Rincian Deskripsi Menyiapkan Tentukan waktu Bagaimana Jika?:- Bagaimana jika Buat daftar Kontrol yang
Bahaya / Aspek:- Deskripsi Rinci atau shift Orang, Kegiatan atau Kondisi Fisik ada seperti;; Hukum,
Kegiatan, Bahan, tentang Posisi Bahaya yang Berubah? Bagaimana jika Orang atau Regulasi, Standar,
Material tepat terjadinya ada. Alat baru memasuki area? Prosedur, Peraturan &
Bahaya. SOP.
1 Persiapan Alat Survey , Gudang Alat Survey Awal shift kerja Alat jatuh/terbentur,Alat tidak standar JSA- SOP, Engineering-
Periksa alat dan digunakan, Asesoris alat survey runcing administratif
peralatan kerja mengenai anggota badan, Cidera badan
2 Mobilisasi alat survey ke lapangan Siang Hari Kerusakan alat Survey , Jatuh ke Jurang SOP-Administratif
lokasi Pengukuran. , Dehidrasi, Cidera Punggung
3 Persiapan pengukuran Siang hari Tertabrak, Menghisap Debu, Unit sarana SOP-Administratif-
lapangan. tertabrak ,Instrumen Heating, Radiasi Engineering APD
oltraviolet, Alat ukur rusak , Cedera
punggung, Tertusuk kaki statif
4 Pengukuran / Surveying Tambang ± Joint Siang hari dan Terpapar debu tertabrak alat berat, SOP - Administratif
Survey malam hari dehidrasi
5 Pengukuran / Surveying Sekitar alat Berat Siang dan Tertabrak alat berat, kejatuhan material SOP-admnistratif- APD-
(Front malam hari tambang, Substitusi
penambangan dan
konstruksi)
6 Pengukuran / Surveying Mine road Siang Tertabrak, terpapar debu, Dehidrasi, SOP-admnistratif- APD
radiaso ultraviolet, kejatuhan material
tambang.
7 Pengukuran / Surveying Haulroad Siang Tertabrak, terpapar debu, Dehidrasi, SOP-admnistratif- APD
terkena batubara jatuh, radiasi ultraviolet
8 Pengukuran / Surveying Jalan Raya ± Public Siang Tertabrak, SOP-admnistratif- APD
Road
9 Pengukuran / Surveying Hutan (luar Siang Gigitan binatang Serangga, SOP-admnistratif- APD
tambang) Terperosok,terpeleset, Alat rusak ,
Terpotong , Tersasar , Diserang
Binatang, Diserang binatang, Radiasi
oltraviolet, Cedera punggung, Terkena
aliran listrik , Terkena pohon Roboh,
tersambar petir.
10 Pengukuran / Surveying Wilayah berair Siang Tenggelam, alat survey hilang SOP-admnistratif- APD-
Substitusi
11 Pengukuran / Surveying Rawa Tenggelam, alat survey hilang, SOP-admnistratif- APD
terperosok,
12 Pengukuran / Surveying Area Pra Blasting Terperosok, peledekan Dini (Prematur), Administratif Training
DAFTAR BAHAYA / TEMPAT YANG WAKTU PENGARUH LAIN KONTROL YANG ADA
ASPEK TEPAT
NOMOR
Rincian Deskripsi Menyiapkan Tentukan waktu Bagaimana Jika?:- Bagaimana jika Buat daftar Kontrol yang
Bahaya / Aspek:- Deskripsi Rinci atau shift Orang, Kegiatan atau Kondisi Fisik ada seperti;; Hukum,
Kegiatan, Bahan, tentang Posisi Bahaya yang Berubah? Bagaimana jika Orang atau Regulasi, Standar,
Material tepat terjadinya ada. Alat baru memasuki area? Prosedur, Peraturan &
Bahaya. SOP.
rusaknya instalasi Balsting SOP
13 Pengukuran / Surveying Area pasca Blasting Terperosok, ter SOP-admnistratif- APD
14 Pengukuran / Surveying Di atas batu bara Terpapar debu batubara
15 Pengukuran / Surveying Slope dan Candi Terpeleset, terjatuh, tertimpa material. SOP-admnistratif- APD-
Substitusi
17 Pengukuran / Surveying Diatas Stockpile Tertimpa material, tertabrak, terpapar SOP-admnistratif- APD-
debu batubara, terperosok. Substitusi
18 Pengukuran / Surveying Di Conveyor Terjatuh, tergores, terseret. APD- Administratif- SOP-
Substitusi
19 Penyimpanan Alat Gudang Alat Sore (akhir Shift) Alat ukur Rusak, Cedera punggung Administratif, Engineering.
20 Laser Area Pengukuran Siang / malam Mata terpapar Laser Engineeering,
Administratif
21 Pemasangan patok titik Area pengukuran Siang Tergores dan
kontrol lapangan
22 Maintanance dan Office Siang Kesalahan data Administratif dan SOP
kalibrasi alat survey
23 Pengukuran GPS RTK Lapangan Siang Alat Rusak, kesalahan data lapangan, Administratif , SOP-
kesalahan stake out, kesalahan analisis Training
peruntukan data lapangan
24 Pengukuran GPS Static Lapangan Siang malam Kesalahan data Administratif dan SOP
25 Site Kalibrasi GPS Lapangan ± Office Siang Kesalahan data lapangan Administratif - Engineering
26 Antena GPS dan Radio Lapangan dan Siang-malam Tersambar pertir Engineering -Administratif
Office
27 Pengukuran Lapangan Siang Alat Rusak, kesalahan data lapangan, Administratif, SOP,
denganTotal Station kesalahan stake out, kesalahan analisis Training
peruntukan data lapangan
28 Pengukuran dengan Lapangan Siang Alat Rusak, kesalahan data lapangan, Administratif, SOP,
Leveling Training
29 Pemasangan patok Lapangan Siang Kesalahan pemasangan acuan design, SOP, engineering, training
design Terganggunya kestabilan lereng,
Rendahnya Coal Recovery., Kesalahan
penyaliran tambang, Ganguan
Enviromental.
30 Pengukuran titik kontrol Lapangan Siang Kesalahan data lapangan SOP - Administratif
dan base station Training
31 Pengukuran Kesalahan data lapangan, overlapping SOP - Administratif
Kompensasi kepemilikan lahan. Terganggunya
sosiodinamika. Terganggunya sequence
penambangan
32 Pengisian batery Office Siang - malam Overchager, kerusakan batery. Administratif
Kebakaran.
33 Batery Bekas - Siang malam Gangguan lingkungan, gangguan Administratif
kesehatan
34 Proses data Volume Office Siang Kesalahan hasil hitungan SOP ± Administratif
35 Update Peta tambang Office Siang Kesalahan perencanaan Administratif
36 Pembuatan peta tematic Office Siang Kesalahan analisis dan Administratif
perencanaan/Laporan
37 Data manajement Office Siang Data hilang, data redundance Administratif
39 Proses data Office Siang Kesalahan data lapangan SOP ± Administratif
Pengukuran titik kontrol
40 Debu Lapangan Siang malam Terpapar mata, terhirup APD
41 Transformasi Koordinat Office Siang Kesalahan analisis, Administratif
perencanaan/Laporan, kesalahan
pemasangan acuan lapangan
Tabel 6.1 hasil Peniliaan Resiko
Dibawah ini adalah beberapa contoh kontrol yang dapat dilakukan setelah dilakukan
penilaian resiko dan identifikasi bahaya pada pekerjaan survey dan pemetaan dilapangan.
PENGELOLAAN ALAT SURVEY DAN KEAMANAN PENGGUNAAN ALAT SURVEY.
1) Sebelum digunakan alat survey harus dilakukan pengecekan harian, setiap 6 bulan
sekali harus dilakukan kalibrasi. Pastikan setting untuk unit, suhu/tekanan,
konstanta prisma dan
2) Pada saat mobilisasi alat, baik didalam kendaraan maupun tidak, alat survey harus
dimasukkan dalam kotak yang disediakan dan sesuai.
3) Perhatikan tinggi prism, dan antena GPS terhadap fasilitas jaringan listrik, petir,
alat alat yang bisa terjadi nya benturan.
4) Gunakan payung atau atap untuk melindungi alat-‐alat yang menggunakan optik
seperti total station dan teodolit.
5) Sebelum disimpan, alat alat survey harus di bersihkan.
SURVEY BEKERJA DI AREA PENAMBANGAN
1) Sebelum Pelaksanaan survey haus dilakukan inspeksi lapangan untuk
mengidentifikasi potensi bahaya, bila ada kondisi tidak aman segera dilaporkan ke
Bagian Produksi /Tambang untuk dilakukan pengendalian Bahaya.
2) Lakukan Breifing dan P5M harian pada sebelum melakukan Survey. Dan menunjuk
seorang sebagai koordinator regu, yang bertugas untuk mengarahkan dan
mengawasi rekan kerjanya saat pengukuran pada area beresiko tinggi
3) Tingkatkan Kehati-‐hatian ketika berada di sekitar alat-‐alat berat fast Moving
Equipment , terutama di jalan dan mengangkut sekitar peralatan dengan area Blank
Spot operator atau visibilitas terbatas.
4) Jarak aman Surveyor dari alat berat yang bergerak dalah 40 meter. Mintalah izin
untuk mengakses alat berat di dekat dengan daerah kontak dengan operator lewat
radio, meminta untuk menghentikan peralatan jika diperlukan.
5) Jangan bergantung pada operator visibilitas, pertimbangan, atau kemampuan.
Lakukan kontak mata dengan operator sebelum berjalan di depan atau di belakang
setiap bagian dari peralatan.
6) Hentikan kegiatan survei operasi bila tak terkendali dan mengarah pada bahaya.
Kembali bekerja hanya bila kondisi kerja aman telah dipulihkan (contoh konidisi
berdebu/berasap, hujan deras)
7) Dilarang masuk pada area balsitng bila area telah dipasang batas (kecuali staf yang
bersertifikat Magazine Permit dan memiliki ijin dari Blatsing supervisor
8) Bila bahan Peledak telah dimuat ke lubang, Dilarang memasuki area Blasting.
9) Dilarang mekakukan survei atas material pasca Blasting jika tidak memiliki ijin dari
Pengawas Produksi dan Geotechnic.
10) Perhatikan jadual peledakan dan jarak aman areal peledakan.
11) Jarak aman pengukuran garis toe line pada diding front adalah 1.5 tinggi dinding.
(khususnya blasted material)
12) Tidak diperbolehkan melakukan pengukuran dengan menaiki puncak candi yang
tertinggal, Pucak candi diukur dengan menempatkan prism tepat pada crest line
candi.
13) Ketika melakukan pengukuran di posisi slope harus dilengkapi dengan APD untuk
fall body Protector dengan teknik Single Rope Technique (SRT).
14) Jarak aman titik kontrol dari slope adalah 1.5 dengan pagar khusus dari kayu yang
kuat.
2) Informasikan kepada Pengguna Haulroad untuk menurunkan kecepatan.
3) Hentikan pengukuran jika area haulroad berdebu atau berkabut sehingga
mengurangi jarak padang hingga kurang dari 50 meter.
BAB VII
PRINSIP DASAR PEKERJAAN SURVEY DAN PEMETAAN
I. Bekerjalah dari SELURUH AREA DAHULU yang akan dikerjakan, misal Lakukanlah
pengukuran kerangka kontrol untuk seluruh area, baru melakukan pengukuran detil
untuk bagian per bagaian.
II. CHECK dan CHECK, lakukan sebanyak mungkin Check serta sediakan waktu untuk
melakukan pengecekan.
III. Catatan lapangan dan data lapangan harus CLEAR DAN COMPLETE. Data pengukuran
lapangan dicatat dalam sketsa dan kode, secara kasar, nantinya data tersebut akan
diproses oleh draftsman yang tidak pernah melihat kondisi lapangan. Maka semua
informasi dari team lapangan harus dicatat dalam sketsa, dan bukan dihapalkan di
kepala.
IV. JUJUR dalam pengukuran. Baik dalam melakukan pengukuran, memberikan kode
pengukuran dan membuat sketsa.