PROPOSAL PENELITIAN
MAKASSAR
2022
HALAMAN PENGESAHAN
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik (S-1)
pada program studi Teknik Pertambangan Fakultas Teknologi Industri Universitas
Muslim Indonesia
Disetujui Oleh,
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Abdul Salam Munir, S.T., M.T Ir. Citra Aulian Chalik, S.T., M.T
Nips. 109 17 1485 Nips. 109 20 1571
Mengetahui,
Ketua Program Studi Teknik Pertambangan
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Maksud Dan Tujuan Penelitian
1.4 Batasan Masalah
1.5 Manfaat Penelitian
1.6 Alat Dan Bahan
1.7 Waktu, Lokasi Dan Kesampaian Daerah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Design Tambang Terbuka
2.2 Stripping Ratio (Nisbah Pengupasan)
2.3 Geometri Jenjang Menurut Keputusan Menteri Pertambangan Dan Energi No.
555 Pasal 24
2.4 Geometri Jalan Tambang
2.5 Rancangan Sistem Penyaliran Tambang
2.6 Rancangan Disposal
BAB III TAHAPAN DAN METODOLOGI PENILTIAN
3.1 Tahap Persiapan
3.2 Tahap Pengambilan Data
3.3 Tahap Pengolaan Data
3.4 Tahap Penyajian Data
3.5 Penyusunan Laporan Dan Seminar
BAB IV RENCANA ANGGARAN DAN JADWAL KEGIATAN
4.1 Rencana Anggaran Biaya
4.2 Rencana Jadwal Kegiatan
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 1.1 Lokasi Penelitian
Gambar 2.1 Bagian-Bagian Dari “Bench” (Hustrulid.W. & Kuchta.M.)
Gambar 2.2 Overall slope angle
Gambar 2.3. Overall slope angle with ramp
Gambar 2.4 Inter ramp slope angle
Gambar 2.5 Inter slope angle dengan satu working bench
Gambar 2.6. Overall slope angle dengan working bench dan ramp
Gambar 2.7 Inter ramp slope angle dengan working bench dan ramp
Gambar 2.8. Overall slope angle dengan dua working bench
Gambar 2.9 Batasan penambangan berdasarkan nilai Stripping Ratio
dan BESR
Gambar 2.10 Lebar Jalan Angkut dalam Keadaan Lurus
Gambar 2.11 Lebar Jalan Angkut padaTikungan untuk 2 Jalur
Gambar 2.12 Sudut Malsimum Penyimpangan Kendaraan
Gambar 2.13 Gaya Sentrifugal pada Tikungan
Gambar 2.14 Perhitungan Kemiringan Jalan
Gambar 2.15 Penampang Melintang Jalan Angkut
Gambar 2.16 Bentuk Penampang Saluran Terbuka
Gambar 2.17 Bentuk Kolam Pengendapan (Huisman,1977)
Gambar 2.18 Limas Terpancung
Gambar 3.2 Diagram Alur Metodologi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 4.1 Rencana Anggaran Biaya
Tabel 4.2 Rencana Jadwal Kegiatan
BAB I
PENDAHULUAN
Gambar 2.6. Overall slope angle dengan working bench dan ramp
f. Inter ramp slope angle dengan working bench dan ramp
Kemiringan jenjang diukur dari masing-masing crest dan toe pada working
bench dan ramp (Gambar 2.7).
Gambar 2.7 Inter ramp slope angle dengan working bench dan ramp
g. Overall slope angle dengan dua working bench
Overall slope yang pada beberapa (dua) bagian jenjangnya diguanakan
sebagai working bench. Kemiringan sudutnya diukur dari crest paling atas sampai
toe paling bawah dari jenjang yang ada (Gambar 2.8).
Fa = Ad x sin α
Fb = Ab x sin α
Lebar jalan angkut pada tikungan untuk dua jalur dapat dilihatpada gambar
11 berikut,
Dalam pembuatan jalan menikung, jari-jari tikungan harus dibuat lebih besar
dari jari-jari lintasan alat angkut atau minimal sama. Jari-jari tikungan jalan angkut
juga harus memenuhi keselamatan kerja di tambang atau memenuhi faktor keamanan
yang dimaksud adalah jarak pandang bagi pengemudi di tikungan, baik horizontal
maupun vertikal terhadap kedudukan suatu penghalang pada jalan tersebut yang
diukur dari mata pengemudi. Hal lain yang tidak bisa diabaikan dalam pembuatan
tikungan adalah superelevasi, yaitu kemiringan melintang jalan pada tikungan.
Menurut Sukirman (1999:74) besarnya angka superelevasi dapat dihitung
denganrumus sebagai berikut:
Keterangan:
E = angka superelevasi f = friction factor
V = kecepatan (km/jam) R = jari-jari tikungan (m)
Bina marga menganjurkan superelevasi maksimum 10% untuk kecepatan
rencana > 30 km/jam dan 8% untuk kecepatan rencana 30 km/jam, sedangkan untuk
jalan kota dapat dipergunakan superelevasi maksimum 6%. Untuk kecepatan rencana
< 80 km/jam berlaku f = -0,00065 V + 0,192 dan untuk kecepatan rencana yaitu
senilai antara 80 – 112 km/jam berlaku f = -0,00125 V + 0,24.
Untuk mengatasi gaya sentrifugal yang bekerja pada alat angkut yang sedang
melewati tikungan jalan ada dua cara yang dapat dilakukan, yaitu pertama dengan
mengurangi kecepatan dan, kedua adalah membuat kemiringan ke arah titik pusat jari-
jari tikungan, Untuk dapat mempertahankan kendaraan tersebut tetap pada jalurnya
seperti pada gambar .2.13 berikut ini.
Gambar 2.13 Gaya Sentrifugal pada Tikungan
Maka perlu adanya gaya yang dapat mengimbangi gaya tersebut sehingga
terjadi suatu keseimbangan.
2.4.3 Kemiringan Jalan Angkut
Kemiringan jalan angkut dapat berupa jalan menanjak ataupun jalan menurun,
yang disebabkan perbedaan ketinggian pada jalur jalan. Kemiringan jalan
berhubungan langsung dengan kemampuan alat angkut, baik dalam pengereman
maupun dalam mengatasi tanjakan seperti pada gambar 2.14 berikut,
Δh
Δx
24
Gambar 2.16 Bentuk Penampang Saluran Terbuka
2.5.1 Penentuan Letak dan Dimensi Sumuran
Upaya penyaliran air menuju sumuran dan mencegah genangan airpada jenjang
dilakukan dengan membuat puritan atau saluran terbuka didekat kaki jenjang.
Sedangkan penempatan sumuran diusahakan tidak terlalu dekat dengan daerah kerja
peralatan maupun batas kemajuanback filling. Dimensi sumuran disesuaikan dengan
debit air yang diperkirakan masuk kedalam pit yang tidak mampu bertahan oleh
saluran cicin
2.5.2 Penentuan Letak dan Dimensi Kolam Pengendapan
Kegunaan dari kolam pengendapan adalah untuk mengendapkan material yang
terangkut selama prose mine dewathering, sehingga mengurangi resiko pendangkalan
sungai. Dalam merancang atau menentukan lokasi dan ukuran kolam pengendapan
perlu memperhatikan peta kemajuan tambang dan lokasi awal hingga akhir dari
sumuran penampung air tambang. Bentuk kolam pengendapan umunya hanya
digambarkan secara sederhana, berupa kolam berbentuk empat persegi panjang.
Padahal sebenarnya bentuk kolam pengendapan bermacam-macam tergantung dari
kondisi lapangan dan keperluannya. Walaupun bentuknya bermacam-macam, setiap
kolam pengendapan akan selalu mempunya 4 zona penting yang terbentuk karena
prosespengendapan material padatan ( solid particle).
Empat zona tersebut dapat dilihat pada gambar 2.17 di bawah ini:
25
Gambar 2.17. Bentuk Kolam Pengendapan (Huisman,1977)
A. Zona masukan, tempat dimana air lumpur masuk kedalam kolam pengendapan
dengan asumsi campuran air dan padatan terdistribusi secara seragam. Zona ini
panjangnya 0,5 – 1 kali kedalaman kolam (Huisman,1977)
B. Zona pengendapan, tempat dimana partikel padatan (solid ) akan mengendap.
Panjang zona pengendapan adalah panjang kolam pengendapan dikurangi
panjang zona masuk dan keluaran (Huisman,1977)
C. Zona endapan lumpu, tempat dimana partikel padatan dalam cairan (lumpur)
mengalami pengendapan (terpisah dari cairan) dan terkumpul didasar kolam
pengendapan.
D. Zona keluaran, tempat keluarnya buangan cairan yang jernih.
Panjang zona ini kira-kira sama degan kedalam kolam pengendapa, diukur dari
ujung kolam pengeluaran (Huisman,1977)
1) Kolam pengendapan yang dibuat agar dapat berfungsi lebih efektif, harus
memenuhi beberapa persyaratan teknis, seperti: Sebaiknya kolam pengendapan
dibuat berkelok-kelok, agarkecepatan aliran lumpur relatif rendah, sehingga
partikel padatan cepat mengendap.
2) Geometri kolam pengendapa harus disesuaikan dengan ukuran back hoe yang
biasanya dipakai untuk melakukan perawatan kolam pengendapan, sepeti
mengeruk lumpur dalam kolam, memperbaiki tanggul kolam, dan lain
sebagainya.
26
2.6 Rancangan Disposal
Menurut Irwandi Arif dan Gatut S Adisoma (2005) dalam buku “Perencanaan
Tambang”, Rancangan waste dump sangat penting untuk perhitungan keekonomian.
Lokasi dan bentuk dari waste dump akan berpengaruh terhadap jumlah gilir truk yang
diperlukan,demikian pula biaya operasi dan jumlah truk dalam satu armada yang
diperlukan. Pada umumnya daerah yang diperlukan untuk waste dump luasnya
berkisar antara 2–3 kali dari daerah penambangan (pit). Hal ini berdasarkan
pertimbangan diantaranya:
1. Material yang telah dibongkar (loose material) berkembang 30 – 45%
dibandingkan dengan material in situ.
2. Sudut kemiringan untuk suatu dump umumnya lebih landai dari pit.
3. Material pada umumnya tidak dapat ditumpuk setinggi kedalaman dari pit.
2.6.1 Perancangan Timbunan
Perancangan timbunan merupakan upaya penentuan lokasi tempat timbunan
material hasil penggalian dan pengangkutan material, baikyang berharga maupun yang
tidak berharga, termasuk didalamnya adalah penentuan volume atau tonasenya,
perancangan bentuk timbunandan waktu pelaksanaannya.
1. Parameter Perancangan Timbunan
Proses penimbunan material, baik materiam berharga maupun tidak berharga
harus mempertimbangkan beberapa faktor yang mempengaruhi, antara lain:
Sudut lereng timbunan (angle of repose)
Batuan kering ROM (run of mine) pada umunya mempunyai sudut lereng timbunan
antara 340-370. Sudut ini dipengaruhi tinggi timbunan, ketidak teraturan bongkah
batuan dan kecepatan dumping. Pengukuran ini dapat dibuat pada sudut lereng yang
ada di daerah tersebut.
2. Faktor pengembangan material (swell factor)
Faktor pengembangan pada batuan keras umunya antara 30%- 45 % pada 1 m3.
Material insitu akan mengembang menjadi 1,3-1,45m3material lepas (loose material).
Material dapat dipadatkan sekitar 5-15% material yang ditumpahkan oleh dump truk
kan menjadi lebih kompak dari pada material yang ditumpahkan oleh belt conveyor.
3. Jarak dari pit limit
Jarak minimum merupakan ruangan yang cukup untuk jalan angkut antara pit
limit dan kaki timbunan (dump toe). Kestabilan pit akibat adanya timbunan harus
27
diperhitungkan jarak yang sama atau lebih besar dari kedalaman pit akan mengurangi
resiko yang berhubungan dengan kesetabilan lereng pit.
4. Tanjakan kearah dump crest
Menurut Bohnet dan Kunze dalam Waterman (2004) merekomendasikan
sedikit tanjakan kearah dump crest dengan pertimbangan penyaliran dan keamanan.
Limpasan air hujan dirancang menjauhi crest. Dump truk harus menggunakan tenaga
mesin untuk menuju crest dan bukan meluncur bebas. Hal ini juga akan mengurangi
resiko kendaraan yang di parkir meluncur jatuh dari puncak waste dump (crest).
2.6.2 Lokasi Timbunan
Penentuan lokasi penimbunan material didasarkan pada jenis material yang
ditimbun dan maksud dari penimbunan material. Berdasarkan jenis material dan
maksud penimbunannya, lokasi penimbuanan antara lain:
1. Stockpile atau stockyard, Stockpile atau Stockyard merupakan suatu tempat
yangdigunakan untuk menyimpan timbunan material berharga yang akan Jdiolah
atau material berharga yang akan dipakai kembali pada suatu saat. Stockpile
atau stockyard biasanya terletak didekat lokasi pengolahan atau pelabuhan.
2. Waste Dump, Waste Dump merupakan suatu lokasi yang digunakan untuk
menimbun material overburden atau material tidak berharga yang harus digali
dari lokasi penambangan untuk memperoleh material berharga wate dump
biasanya ditempatkan pada daerah yang yang tidak ditambang.
2.6.3 Jenis Timbunan
Proses penimbunan material,J baik material berharga maupun tidakberharga,
dapat dilakukan dengan beberapa jenis timbuanan antara lain:
1. Valley Fill atau Crest Dump, Jenis timbunan Valley Fill atau Crest Dump dapat
diterapkan didaerah yang mempunya topografi curam dan biasanya dibangun
pada sebuah lereng dengan menetapkan elevasi puncak (dump crest) pada awal
pembuatan tibunan. Dan truk yang mengangkut muatannya ke elevasi ini akan
menumpahkan muatannya pada bagian atas lereng, kemudian bulldozer
mengurus material ini. Elevasi dumpcrest ini akan dipertahankan selama proses
penimbunan.
2. Terraced dump atau timbunan yang dibangun keatas, Jenis timbunan Terraced
dump diterapkan jika kondisi topografinya tidak begitu curam. Jenis timbunan
ini dibangun dari bawah keatas. Tinggi lift biasanya disesuaikan dengan
28
rekomendasi jenjang penimbunan. Kerugian cara ini adalah jarak angkut yang
lebih panjang untuk perluasan lift pada saat memulai suatu lift baru.
Keuntungan dari jenis timbunan ini, lift-lift yang dibangun berikutnya terletak
lebih kebelakang sehingga sudut lereng keseluruhan (overall slope angle)
mendekat sudut yang dibutuhkan untuk reklamasi.
2.6.4 Metode Perhitungan Disposal.
1) Shrinkage, Adalah penyusutan volume suatu material setelah mengalami
pengompakan. Misal, apabila “volume in bank” adalah = 1 cu yd, kemudian
setelah dilakukan pemadatan mempunyai “compacted volume” = 0.8 cu yd,
maka % “shrinkage”
Dengan % “shrinkage” dapat diketahui berapa volumematerial sesungguhnya
setelah material tersebut dikompakkan.
2) Perhitungan Volume, Ketika merancang disposal yang bertingkat, maka
akanterbentuk sebuah lereng disposal. Pada lereng disposal, hal yang sangat
perlu diperhatikan adalah keamanan dari lereng tersebut terhadap longsoran.
Maka dari itu, untuk merancang geometri lereng disposal, nilai kestabilan perlu
dianalisa terlebih dahulu(Prayoga Y, dkk. 2014).
29
4) Penampang Vertikal
a) Buat beberapa penampang melintang dengan jarak yang sama melalui dump.
b) Ukur luas pada tiap penampang.
c) Luas ini dianggap sama sehingga separuh jalan ke penampang berikutnya
pada kedua sisi untuk memperoleh dimensi ke tiga dan volume untuk setiap
penampang.
d) Jumlahkan volume tiap-tiap penampang untuk memperoleh volume
total dump.
5) Rancangan Dump adalah dengan cara coba-coba (Trial and Error)
a) Gambar rancangan dump secara coba-coba dan hitung volumenya.
Bandingkan volume dump yang diperlukan.
b) Sesuaikan rancangan dan ukur kembali sampai volume yang diinginkan
dicapai. Umumnya 2-3 kali dicoba sudah cukup. Perbedaan antara ukuran
yang diperlukan dan rancangan sampai5% umumnya dapat diterima.
30
BAB III
METODOLOGI PENILTIAN
31
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang pengumpulan dan pengolahan dilakukan oleh
orang lain dan pakai sumber data tambahan, antara lain:
a) Peta Lokasi Penelitian
b) Literatur yang berhubungan dengan lokasi penelitian
c) Geomorfologi dan geologi regional daerah penelitian
3.2.2 Sumber Data
Data-data yang digunakan dalam penulisan laporan penelitian ini diperoleh
langsung dari pengamatan di lapangan. Data - data yang sudah ada sebelumnya yang
diperoleh dari perusahaan PT CITRA LAMPIA MANDIRI.
32
METODOLOGI
PENELITIAN
Tahap Administrasi
• Administrasi
• Study literatur
Tahap Pengambilan
Data
Data Primer
Data Sekunder
• Data bor (assay, collar,
survey, lithology) • Peta lokasi daerah penilitan
• Geologi regional daerah
• Data survey topografi
penelitian
• Data densitas bahan galian
• Lebar, tinngi, slope bench
• Lebar dan gradien ramp
Tahap Pengolahan
Data
Tahap Penyusunan
laporan
Presentasi / Seminar
Laporan
Gambar 3.2 Diagram Alur Metodologi
33
BAB IV
RENCANA ANGGARAN DAN JADWAL KEGIATAN
34
DAFTAR PUSTAKA
35