Anda di halaman 1dari 35

DESAIN PIT PENAMBANGAN NIKEL LATERIT PADA BLOK 1

PADA PT CITRA LAMPIA MANDIRI KECAMATAN MALILI


KABUPATEN LUWU TIMUR

PROPOSAL PENELITIAN

MUH. FIRLI MUCHLIS


09320160180

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR
2022
HALAMAN PENGESAHAN

DESAIN PIT PENAMBANGAN NIKEL LATERIT PADA BLOK 1


PADA PT CITRA LAMPIA MANDIRI KECAMATAN MALILI
KABUPATEN LUWU TIMUR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik (S-1)
pada program studi Teknik Pertambangan Fakultas Teknologi Industri Universitas
Muslim Indonesia

Disetujui Oleh,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Abdul Salam Munir, S.T., M.T Ir. Citra Aulian Chalik, S.T., M.T
Nips. 109 17 1485 Nips. 109 20 1571

Mengetahui,
Ketua Program Studi Teknik Pertambangan

Ir. Firman Nullah Yusuf, S.T., M.T., IPP


Nips. 109 10 1032
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.


Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia serta
nikmat-Nya yang diberikan kepada kita baik itu berupa nikmat keislaman, nikmat
kesehatan serta nikmat kesempatan. Sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal
penelitian tugas akhir yang berjudul “Desain Pit Penambangan Menggunakan Program
Gemcom Surpac 6.5.1 Pada Blok 1 Pada Pt. Citra Lampia Mandiri Kecamatan Malili
Kabupaten Luwu Timur” yang kemudian menjadi salah satu bukti telah melaksanakan
proposal penelitian tugas akhir dan syarat kelulusan untuk mata kuliah tugas akhir serta
syarat untuk menyelesaikan program studi strata satu (S1) pada Program Studi Teknik
Pertambangan Fakultas Teknologi Industri Universitas Muslim Indonesia. Ucapan
terimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Ir. Firman Nullah Yusuf, S.T., M.T., IPP., selaku Ketua Program Studi
Teknik Pertambangan Fakultas Teknologi Industri Universitas Muslim
Indonesia.
2. Bapak Ir. Abdul Salam Munir, S.T., MT., selaku Pembimbing Pertama dalam
penelitian tugas akhir
3. Ir. Citra Aulian Khalik, S.T., M.T selaku Pembimbing Kedua dalam penelitian
tugas akhir.
4. Para Dosen Program Studi Teknik Pertambangan yang telah mendampingi,
membimbing dan membantu dalam penelitian tugas akhir.
5. Teman-Teman Mahasiswa Teknik Pertambangan Angkatan 2016 Universitas
Muslim Indonesia yang selalu setia membantu baik dalam suka maupun duka.
6. Orang Tua tercinta yang telah memberikan dukungan doa, materi, dan moral.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan laporan ini masih jauh dari titik
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan dukungan dan berupa kritik
dan saran yang membangun demi kesempurnaan laporan ini.
Billahi Taufik Walhidayah, Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatu.
Makassar, Mei 2022

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Maksud Dan Tujuan Penelitian
1.4 Batasan Masalah
1.5 Manfaat Penelitian
1.6 Alat Dan Bahan
1.7 Waktu, Lokasi Dan Kesampaian Daerah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Design Tambang Terbuka
2.2 Stripping Ratio (Nisbah Pengupasan)
2.3 Geometri Jenjang Menurut Keputusan Menteri Pertambangan Dan Energi No.
555 Pasal 24
2.4 Geometri Jalan Tambang
2.5 Rancangan Sistem Penyaliran Tambang
2.6 Rancangan Disposal
BAB III TAHAPAN DAN METODOLOGI PENILTIAN
3.1 Tahap Persiapan
3.2 Tahap Pengambilan Data
3.3 Tahap Pengolaan Data
3.4 Tahap Penyajian Data
3.5 Penyusunan Laporan Dan Seminar
BAB IV RENCANA ANGGARAN DAN JADWAL KEGIATAN
4.1 Rencana Anggaran Biaya
4.2 Rencana Jadwal Kegiatan
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
Gambar 1.1 Lokasi Penelitian
Gambar 2.1 Bagian-Bagian Dari “Bench” (Hustrulid.W. & Kuchta.M.)
Gambar 2.2 Overall slope angle
Gambar 2.3. Overall slope angle with ramp
Gambar 2.4 Inter ramp slope angle
Gambar 2.5 Inter slope angle dengan satu working bench
Gambar 2.6. Overall slope angle dengan working bench dan ramp
Gambar 2.7 Inter ramp slope angle dengan working bench dan ramp
Gambar 2.8. Overall slope angle dengan dua working bench
Gambar 2.9 Batasan penambangan berdasarkan nilai Stripping Ratio
dan BESR
Gambar 2.10 Lebar Jalan Angkut dalam Keadaan Lurus
Gambar 2.11 Lebar Jalan Angkut padaTikungan untuk 2 Jalur
Gambar 2.12 Sudut Malsimum Penyimpangan Kendaraan
Gambar 2.13 Gaya Sentrifugal pada Tikungan
Gambar 2.14 Perhitungan Kemiringan Jalan
Gambar 2.15 Penampang Melintang Jalan Angkut
Gambar 2.16 Bentuk Penampang Saluran Terbuka
Gambar 2.17 Bentuk Kolam Pengendapan (Huisman,1977)
Gambar 2.18 Limas Terpancung
Gambar 3.2 Diagram Alur Metodologi
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
Tabel 4.1 Rencana Anggaran Biaya
Tabel 4.2 Rencana Jadwal Kegiatan
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara penghasil nikel terbesar di dunia,
mempunyai peran sangat penting dalam penyediaan bahan baku industri logam.
Sebagai negara berkembang, Indonesia dipandang perlu manajemen pengelolaan
sumber daya mineral yang baik agar dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat dan bangsa Indonesia. Penyebaran potensi nikel ini sangat
banyak dijumpai di Pulau Sulawesi seperti Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tengah dan Sulawesi Tenggara.
PT. Citra Lampia Malili sebagai salah satu perusahaan swasta nasional
merupakan suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha pertambangan.
Usaha pertambangan yang dilakukan saat ini adalah eksplorasi endapan nikel lateritik
atas suatu wilayah di Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan. Eksplorasi
regional yang telah dilakukan kemudian disusul dengan eksplorasi detail atas suatu
wilayah Izin Usaha Pertambangan di Kabupaten Luwu Timur sangat memungkinkan
keterdapatan endapan nikel yang ekonomis untuk di tambang.
Oleh karena kebutuhan akan nikel oleh industri logam, maka akan dilakukan
kegiatan penambangan nikel di wilayah konsesi yang diberikan oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten Luwu Timur dengan tetap mempertimbangkan aspek lingkungan
dan sosial budaya masyarakat setempat sehingga diharapkan dapat memacu
pertumbuhan ekonomi dari sektor pertambangan terutama pendapatan asli daerah
(PAD) serta membuka lapangan kerja baru di wilayah setempat.
Masalah perencanaan tambang merupakan masalah yang kompleks karena
merupakan problem geometric tiga dimensi yang selalu berubah dengan waktu.
Pengkajian tahapan penambangan merupakan salah satu bagian penting dalam
perencanaan suatu pekerjaan tambang, Karena menyangkut aspek teknis suatu
proyek penambangan. Aspek teknis meliputi rancangan teknis metode penambangan,
kebutuhan alat utama dan pendukung.
Untuk melakukan proses eksploitasi, terlebih dahulu harus dilakukan
perencanaan tambang yang terukur dan akurat, salah satunya adalah desain pit
penambangan. Perencanaan yang akan dibuat dalam mendesain pit penambangan
adalah menghitung jumlah cadangan bijih, volume Pit, Over Burden, menentukan
batas penambangan dan Stripping Ratio, serta umur tambang sehingga dapat
dirancang pit penambangan yang aman.
Sesuai dengan pemaparan di atas, maka peneliti bermaksud mengambil judul
kegiatan penelitian tugas akhir tentang Desain Pit Penambangan Menggunakan
Surpac 6.5.1 pada PT. Citra Lampia Malili.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Identifikasi Masalah
Dalam pelaksanaan penelitian ini diidentifikasi beberapa masalah antara lain :
1. Merancang desain tambang (PIT) berdasarkan penyebaran endapan yang layak
diproduksi dengan mempertimbangkan stripping ratio dan geometri lereng
yang aman dan stabil.
2. Menghitung jumlah cadangan bijih dari pit yang didesain.
1.2.2 Permasalahan
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan maka yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana merancang desain tambang (PIT) berdasarkan penyebaran endapan
yang layak diproduksi dengan mempertimbangkan stripping ratio dan geometri
lereng yang aman dan stabil.
2. Berapa jumlah sumedaya bijih nikel laterit dari pit yang didesain.

1.3 Maksud Dan Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dan tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk merancang desain pit dengan geometri lereng yang aman dan stabil.
2. Untuk mengetahui tonase overburden dan cadangan bijih dari PIT yang
didesain.

1.4 Batasan Masalah


Dari identifikasi masalah di atas, ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada
masalah dan pembuatan desain pit penambangan dan jumlah cadangan bijih pada PT.
Citra Lampia Malili.

1.5 Manfaat Penelitian


1. Menerapkan teori perkuliahan yang didapatkan di kampus khususnya yang
berkaitan dengan perencanaan tambang yang dikombinasikan dengan aplikasi
program tambang.
2. Mengetahui situasi dan kondisi actual di perusahaan demi untuk persiapan
memasuki dunia kerja.
3. Sebagai bahan kajian dalam tahapan penambangan yang terukur dan akurat,
salah satunya adalah desain pit penambangan.

1.6 Alat Dan Bahan


a. Alat
Peralatan yang digunakan saat penelitian, yaitu :
1. Alat tulis menulis;
2. Kalkulator;
3. Laptop;
4. Perlengkapan Safety;
5. Software Microsoft Office
6. Software Surpac 6.5.1.
b. Bahan Bahan yang digunakan dalam penyusunan skripsi, yaitu :
1. Kerta Hvs A4;
2. Tinta Print.

1.7 Waktu, Lokasi Dan Kesampaian Daerah


Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal 1 Maret sampai pada 1 Apeil 2022 di
PT. CITRA LAMPIA MANDIRI. Secara administratif wilayah penambangan
terletak di Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan. Secara
geografis terletak pada Garis Lintang Selatan dan Garis Bujur Timur 02º 46' 14.9" LS
121º 09'54" BT BT .Untuk mencapai daerah penelitian dapat dilakukan melalui
perjalanan darat lintas Trans Sulawesi dari Kota Makassar Sulawesi Selatan ke arah
utara menuju Kabupaten Luwu Timur Provinsi Sulawesi Selatan. Jarak Makassar
hingga Morowali ±722 km yang ditempuh selama ±13 jam melalui perjalanan darat .
peta tunjuk lokasi dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Design Tambang Terbuka


2.1.1 Geometri Jenjang
Pembentukan lereng dipengaruhi oleh karakteristik batuan, bentuk cadangan,
stripping ratio. Sudut muka jenjang dapat bervariasi tergantung dari karakteristik
batuan.Umumnya, pada batuan masif sudut lereng antara 55 o- 80o. Sedangkan batuan
sedimen sudut lerengnya 50o- 60o dengan tinggi jenjang 12 – 15 m. adapun bagian
bagian jenjang dapat dilihat pada gambar1 di bawah ini.

Gambar 2.1 Bagian-Bagian Dari “Bench” (Hustrulid.W. & Kuchta.M.)


Pada tambang terbuka, jenjang digambarkan dengan kaki lereng (toe), puncak
(crest) dan sudut muka jenjang (face angle) dan lebar jenjang (bench width).
Permukaan bagian atas dan bagian bawah jenjang dipisahkanoleh jarak (H) yang
disebut dengan tinggi jenjang. Lebar bank adalah proyeksi horizontal dari muka
jenjang. Sumber: Open Pit Mine Planning & Design, W. Hustrulid, M, Kuchta and
R. Martin (2013:291) Beberapa parameter penentuan dimensi jenjang, yaitu :
a. Sasaran produksi dan stripping ratio
b. Kondisi overburden
c. Kondisi dan karakter cebakan batubara
d. Peralatan yang digunakan
e. Penimbunan material
yang diperhitungkan meliputi lebar, panjang, tinggi jenjang. Ukuran panjang
dan lebar jenjang ditentukan oleh metode pembongkaran material (menggunakan alat
mekanis atau peledakan), kemampuan alat muat, pola gerak alat muat dan alat
angkut.
2.1.2 Sudut Lereng Inter-ramp dan overall
Sudut lereng antar jalan (inter-ramp slope angle) adalah sudut lerenggabungan
beberapa jenjang diantara dua jalan angkut. Sudut lereng keseluruhan (overall slope
angle) adalah sudut yang sebenarnya dari dinding pit keseluruhan, dengan
memperhitungkan jalan angkut, jenjang penangkap dan semua profil lain di dinding
jenjang.
Berikut ini adalah definisi overall slope dan interramp slope angle:
a. Overall slope angle
Overall slope angle merupakan sudut kemiringan dari keseluruhan jenjang
yang dibuat pada front penambangan. Kemiringan ini diukur dari crest paling atas
sampai dengan toe paling akhir dari front penambangan seperti gambar 2.2 di bawah
ini.

Gambar 2.2 Overall slope angle


Pada awalnya sebuah design pit dibuat dengan overall slope sebesar 450 dan
kemudian dimodifikasi berdasarkan informasi geoteknikdari material yang ada dalam
pit tersebut. Batter dapat diatur padakemiringan 30-350 untuk overburden,
meningkat 35-400 untuk batuan yang lapuk dan hingga 550 untuk batuan fresh.
Menurut Robert, Hook dan Fish (1972) sebaiknya kemiringan lereng kurang dari 60 0
pada kedalaman 65 m dan kurang dari 400 pada kedalaman 300 m.
b. Overall slope angle with ramp
Pengertiaannya sama, namun pada bagian pertengahan Overall slope diberi
salah satu jenjang yang dimensi ukurannya lebih lebar dan digunakan sebagai jalan
angkut seperti pada gambar 2.3 di bawah ini.

Gambar 2.3. Overall slope angle with ramp


c. Inte ramp slope angle
Inte ramp slope angle merupakan sudut yang berada diantara ramp yang diukur
dari crest sampai dengan toe pada ramp, lihat gambar 2.4.

Gambar 2.4 Inter ramp slope angle


d. Inter slope angle dengan satu working bench
Kemiringan jenjang diukur dari crest pada bench yang sejajar jenjang
kerja sampai toe, seperti pada gambar 2.5 di bawah ini.

Gambar 2.5 Inter slope angle dengan satu working bench


e. Overall slope angle dengan working bench dan ramp
Kemiringan sudutnya diukur dari crest jenjang yang terletak diatas jenjang
kerja sampai toe pada jenjang paling akhir (lihat gambar 2.6)

Gambar 2.6. Overall slope angle dengan working bench dan ramp
f. Inter ramp slope angle dengan working bench dan ramp
Kemiringan jenjang diukur dari masing-masing crest dan toe pada working
bench dan ramp (Gambar 2.7).

Gambar 2.7 Inter ramp slope angle dengan working bench dan ramp
g. Overall slope angle dengan dua working bench
Overall slope yang pada beberapa (dua) bagian jenjangnya diguanakan
sebagai working bench. Kemiringan sudutnya diukur dari crest paling atas sampai
toe paling bawah dari jenjang yang ada (Gambar 2.8).

Gambar 2.8. Overall slope angle dengan dua working bench

2.2 Stripping Ratio (nisbah pengupasan)


Salah satu cara menggambarkan efisiensi geometri (geometrical efficiency)
dalam kegiatan penambangan adalah dengan istilah “Stripping Ratio” atau nisbah
pengupasan. Stripping ratio (SR) menunjukkan jumlah overburden yang harus
dipindahkan untuk memperoleh sejumlah batubara yang diinginkan. Ratio ini secara
umum digambarkan sebagai berikut :
𝑂𝑣𝑒𝑟𝑏𝑢𝑟𝑑𝑒𝑛 (𝑚3)
SR = 𝑐𝑜𝑎𝑙 (𝑡𝑜𝑛𝑠)
Dari nilai stripping ratio yang diperoleh dan dibandingkan dengan nilai BESR
(Break Even Stripping Ratio) yang telah dihitung sebelumnya, maka akan diperoleh
bahwa secara teknis batasan kegiatan penambangan dalam pit adalah sampai nilai
BESR yang dicapai dalam perhitungan stripping ratio. Sebagai contoh dapat dilihat
pada gambar 2.9.

Gambar 2.9 Batasan penambangan berdasarkan nilai Stripping Ratio dan


BESR

2.3 Geometri Jenjang Menurut Keputusan Menteri Pertambangan dan


Energi No. 555 Pasal 241
Kemiringan, tinggi dan lebar teras harus dibuat dengan baik dan aman
untuk Keselamatan para pekerja agar terhindar dari material atau benda jatuh.
Tinggi jenjang (bench) untuk pekerjaan yang dilakukan pada lapisan yang
mengandung pasir, tanah liat, kerikil, dan material lepas lainnya harus :
a. Tidak boleh lebih dari 2,5 m apabila dilakukan secara manual
b. Tidak boleh lebih dari 6 m apabilah dilakukan secara mekanik dan
c. Tidak boleh lebih dari 20 m apabila dilakukan dengan menggunakan
chamsell, dragline, bucket whell excavator atau alat sejenis kecuali
mendapat persetujuan Kepala Inspeksi Tambang.
Tinggi jenjang untuk pekerjaan yang dilakukan pada material kompak tidak
boleh lebih dari 6 m apabilah dilakukan secara manual.
Dalam hal penggalian dilakukan sepenuhnya dengan alat mekanis yang dilengkapi
dengan kabin pengaman yang kuat, maka tinggi jenjang maksimum untuk material
kompak 15m, kecuali mendapat persetujuan. Kepala Pelaksanaan Inspeksi Tambang.
Studi kemantapan lereng harus dibuat apabila :Tinggi jenjang keseluruhan pada
system penambangan berjenjang lebihdari 15 m dan tinggi setiap jenjang lebih dari
15 m.
Lebar lantai teras kerja sekurang-kurangnya 1,5 kali tinggi jenjang atau
disesuaikan dengan alat-alat yang digunakan sehingga dapat bekerjadengan aman dan
harus dilengkapi dengan tanggul pengaman (safetyberm) pada tebing yang terbuka
dan diperiksa pada setiap gilir kerja dari kemungkinan adanya rekahan atau tanda-
tanda tekanan atau tanda-tanda kelemahan lainnya.

2.4 Geometri Jalan Tambang


Geometri jalan angkut selalu didasarkan pada dimensi kendaraanangkut yang
digunakan, dalam proses penambangan terbuka, alat angkut yang digunakan adalah
dump truck. Menurut (Awang suwandhi, 2004: 4). geometri jalan harus sesuai
dengan dimensi alat angkut yang digunakan.
2.4.1 Lebar Jalan
Lebar jalan angkut pada tambang pada umumnya dibuat untuk pemakaian jalur
ganda dengan lalu lintas satu arah atau dua arah.
a. Lebar Jalan Angkut pada Kondisi Lurus.
Lebar jalan minimum pada jalan lurus dengan jalur ganda atau lebih, menurut
AASHTO manual rular hing way design, lebar jalan dikali jumlah jalur dan ditambah
dengan setengah lebar alat angkut pada bagian tepi kiri dan kanan jalan.
Lebar jalan angkut dalam keadaan lurus dapat dilihat pada gambar 10 dibawah ini.

Gambar 2.10 Lebar Jalan Angkut dalam Keadaan Lurus Keterangan:


Lmin = Lebar jalan angkut minimum (m)
n = Jumlah jalur
Wt = Lebar alat angkut (m)
b. Lebar Jalan Angkut pada Tikungan
Lebar jalan angkut pada tikungan selalu dibuat lebih besar dari pada jalan
lurus. Rumus yang digunakan untuk menghitung lebar jalan angkut minimum pada
belokan adalah:

Fa = Ad x sin α
Fb = Ab x sin α
Lebar jalan angkut pada tikungan untuk dua jalur dapat dilihatpada gambar
11 berikut,

Gambar 2.11 Lebar Jalan Angkut padaTikungan untuk 2 Jalur Keterangan:


Wmin = lebar jalan pada belokan (m)
n = jumlah jalur
U = lebar jejak roda (centre to centre tyre) (m)
Fa = lebar juntai (overhang) depan (m)
Fb = lebar juntai belakang (m)
Z = lebar bagian tepi jalan (m)
C = jarak antar kendaraan (m)
Ad = jarak as roda depan dengan bagian depandump truck (m)
Ab = jarak as roda belakang dengan bagianbelakang dump truck (m)
α = sudut penyimpangan (belok) roda depan(o)
Pada gambar 2 . 12 berikut adalah bentuk sudut penyimpangan kendaraan,

Gambar 2.12 Sudut Malsimum Penyimpangan Kendaraan

2.4.2 Jari – jari dan Superelevasi (Kemiringan Jalan pada Tikungan)


Masing-masing jenis dumptruck mempunyai jari-jari lintasan jalanyang
berbeda. Perbedaan ini dikarenakan sudut penyimpangan roda depan pada setiap
dumptruck belum tentu sama. Semakin kecil sudut penyimpangan roda depan maka
jari-jari lintasan akan terbentuk semakin besar. Dengan semakin besarnya jari-jari
lintasan maka kemampuan truk untuk melintasi tikungan tajam berkurang. Selain itu,
jari-jari tikungan sangat tergantung dari kecepatan kendaraan karena semakin tinggi
kecepatan maka jari-jari tikungan yang dibuat juga harus besar. Untuk menentukan
nilai Jari-jari tikungan minimum dengan mempertimbangkan kecepatan (V), gesekan
roda (f) dan superelevasi, maka rumus yang digunakan adalah:
Keterangan:
R = Jari-jari belokan (m) VR = Kecepatan (km/jam)
e = superelevasi f = gesekan roda (friction factor)
Hubungan jari-jari tikungan dengan kecepatan untuk e.max = 10%
yang direncanakan dalam keadaan jalan datar terlihat pada tabel 1 berikut:
Tabel 2.1 Jari-jari Tikungan Minimum untuk KecepatanRencana 30 km/jam

Dalam pembuatan jalan menikung, jari-jari tikungan harus dibuat lebih besar
dari jari-jari lintasan alat angkut atau minimal sama. Jari-jari tikungan jalan angkut
juga harus memenuhi keselamatan kerja di tambang atau memenuhi faktor keamanan
yang dimaksud adalah jarak pandang bagi pengemudi di tikungan, baik horizontal
maupun vertikal terhadap kedudukan suatu penghalang pada jalan tersebut yang
diukur dari mata pengemudi. Hal lain yang tidak bisa diabaikan dalam pembuatan
tikungan adalah superelevasi, yaitu kemiringan melintang jalan pada tikungan.
Menurut Sukirman (1999:74) besarnya angka superelevasi dapat dihitung
denganrumus sebagai berikut:

Keterangan:
E = angka superelevasi f = friction factor
V = kecepatan (km/jam) R = jari-jari tikungan (m)
Bina marga menganjurkan superelevasi maksimum 10% untuk kecepatan
rencana > 30 km/jam dan 8% untuk kecepatan rencana 30 km/jam, sedangkan untuk
jalan kota dapat dipergunakan superelevasi maksimum 6%. Untuk kecepatan rencana
< 80 km/jam berlaku f = -0,00065 V + 0,192 dan untuk kecepatan rencana yaitu
senilai antara 80 – 112 km/jam berlaku f = -0,00125 V + 0,24.
Untuk mengatasi gaya sentrifugal yang bekerja pada alat angkut yang sedang
melewati tikungan jalan ada dua cara yang dapat dilakukan, yaitu pertama dengan
mengurangi kecepatan dan, kedua adalah membuat kemiringan ke arah titik pusat jari-
jari tikungan, Untuk dapat mempertahankan kendaraan tersebut tetap pada jalurnya
seperti pada gambar .2.13 berikut ini.
Gambar 2.13 Gaya Sentrifugal pada Tikungan
Maka perlu adanya gaya yang dapat mengimbangi gaya tersebut sehingga
terjadi suatu keseimbangan.
2.4.3 Kemiringan Jalan Angkut
Kemiringan jalan angkut dapat berupa jalan menanjak ataupun jalan menurun,
yang disebabkan perbedaan ketinggian pada jalur jalan. Kemiringan jalan
berhubungan langsung dengan kemampuan alat angkut, baik dalam pengereman
maupun dalam mengatasi tanjakan seperti pada gambar 2.14 berikut,

Δh

Δx

Gambar 2.14 Perhitungan Kemiringan Jalan


Kemampuan dalam mengatasi tanjakan untuk setiap alat angkut tidak sama,
tergantung pada jenis alat angkut itu sendiri. Sudut kemiringan jalan biasanya
dinyatakan dalam persen, yaitu beda tinggi setiap seratus satuan panjang jarak
mendatar.Kemiringan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan:

Δh : Beda tinggi antara dua titik segmen yang diukur (meter)


Δx : Jarak datar antara dua titik segmen jalan diukur (meter)
2.4.4 Kemiringan Melintang (Cross Slope)
Cross slope adalah sudut yang dibentuk oleh dua sisi permukaan jalan terhadap
bidang horizontal. Pada umumnya jalan angkut mempunyai bentuk penampang
melintang cembung. Dibuat demikian dengan tujuan untuk memperlancar penyaliran.
kendaraan yang lewat dan mempercepat kerusakan jalan.
Angka cross slope dinyatakan dalam perbandingan jarak vertikal dan
horizontal dengan satuan mm/m atau m/m. Jalan angkut yang baik menurut Awang
Suwandhi (2004:12) memiliki cross slope antara 1/50 sampai 1/25 atau 20 mm/m
sampai 40 mm/m atau 2%sampai 4%. Lihat gambar 2.15 di bawah ini.

Gambar 2.15 Penampang Melintang Jalan Angkut

2.5 Rancangan Sistem Penyaliran Tambang


Sistem penyaliran tambang terbuka perlu dipersiapkan dengan baik selama
operasi penambangan berlangsung. Berikut merupakan beberapa bentuk penampang
sistem penyaliran tambang terbuka dapat dilihat pada gambar 2.16 di bawah ini.

24
Gambar 2.16 Bentuk Penampang Saluran Terbuka
2.5.1 Penentuan Letak dan Dimensi Sumuran
Upaya penyaliran air menuju sumuran dan mencegah genangan airpada jenjang
dilakukan dengan membuat puritan atau saluran terbuka didekat kaki jenjang.
Sedangkan penempatan sumuran diusahakan tidak terlalu dekat dengan daerah kerja
peralatan maupun batas kemajuanback filling. Dimensi sumuran disesuaikan dengan
debit air yang diperkirakan masuk kedalam pit yang tidak mampu bertahan oleh
saluran cicin
2.5.2 Penentuan Letak dan Dimensi Kolam Pengendapan
Kegunaan dari kolam pengendapan adalah untuk mengendapkan material yang
terangkut selama prose mine dewathering, sehingga mengurangi resiko pendangkalan
sungai. Dalam merancang atau menentukan lokasi dan ukuran kolam pengendapan
perlu memperhatikan peta kemajuan tambang dan lokasi awal hingga akhir dari
sumuran penampung air tambang. Bentuk kolam pengendapan umunya hanya
digambarkan secara sederhana, berupa kolam berbentuk empat persegi panjang.
Padahal sebenarnya bentuk kolam pengendapan bermacam-macam tergantung dari
kondisi lapangan dan keperluannya. Walaupun bentuknya bermacam-macam, setiap
kolam pengendapan akan selalu mempunya 4 zona penting yang terbentuk karena
prosespengendapan material padatan ( solid particle).
Empat zona tersebut dapat dilihat pada gambar 2.17 di bawah ini:

25
Gambar 2.17. Bentuk Kolam Pengendapan (Huisman,1977)
A. Zona masukan, tempat dimana air lumpur masuk kedalam kolam pengendapan
dengan asumsi campuran air dan padatan terdistribusi secara seragam. Zona ini
panjangnya 0,5 – 1 kali kedalaman kolam (Huisman,1977)
B. Zona pengendapan, tempat dimana partikel padatan (solid ) akan mengendap.
Panjang zona pengendapan adalah panjang kolam pengendapan dikurangi
panjang zona masuk dan keluaran (Huisman,1977)
C. Zona endapan lumpu, tempat dimana partikel padatan dalam cairan (lumpur)
mengalami pengendapan (terpisah dari cairan) dan terkumpul didasar kolam
pengendapan.
D. Zona keluaran, tempat keluarnya buangan cairan yang jernih.
Panjang zona ini kira-kira sama degan kedalam kolam pengendapa, diukur dari
ujung kolam pengeluaran (Huisman,1977)
1) Kolam pengendapan yang dibuat agar dapat berfungsi lebih efektif, harus
memenuhi beberapa persyaratan teknis, seperti: Sebaiknya kolam pengendapan
dibuat berkelok-kelok, agarkecepatan aliran lumpur relatif rendah, sehingga
partikel padatan cepat mengendap.
2) Geometri kolam pengendapa harus disesuaikan dengan ukuran back hoe yang
biasanya dipakai untuk melakukan perawatan kolam pengendapan, sepeti
mengeruk lumpur dalam kolam, memperbaiki tanggul kolam, dan lain
sebagainya.

26
2.6 Rancangan Disposal
Menurut Irwandi Arif dan Gatut S Adisoma (2005) dalam buku “Perencanaan
Tambang”, Rancangan waste dump sangat penting untuk perhitungan keekonomian.
Lokasi dan bentuk dari waste dump akan berpengaruh terhadap jumlah gilir truk yang
diperlukan,demikian pula biaya operasi dan jumlah truk dalam satu armada yang
diperlukan. Pada umumnya daerah yang diperlukan untuk waste dump luasnya
berkisar antara 2–3 kali dari daerah penambangan (pit). Hal ini berdasarkan
pertimbangan diantaranya:
1. Material yang telah dibongkar (loose material) berkembang 30 – 45%
dibandingkan dengan material in situ.
2. Sudut kemiringan untuk suatu dump umumnya lebih landai dari pit.
3. Material pada umumnya tidak dapat ditumpuk setinggi kedalaman dari pit.
2.6.1 Perancangan Timbunan
Perancangan timbunan merupakan upaya penentuan lokasi tempat timbunan
material hasil penggalian dan pengangkutan material, baikyang berharga maupun yang
tidak berharga, termasuk didalamnya adalah penentuan volume atau tonasenya,
perancangan bentuk timbunandan waktu pelaksanaannya.
1. Parameter Perancangan Timbunan
Proses penimbunan material, baik materiam berharga maupun tidak berharga
harus mempertimbangkan beberapa faktor yang mempengaruhi, antara lain:
Sudut lereng timbunan (angle of repose)
Batuan kering ROM (run of mine) pada umunya mempunyai sudut lereng timbunan
antara 340-370. Sudut ini dipengaruhi tinggi timbunan, ketidak teraturan bongkah
batuan dan kecepatan dumping. Pengukuran ini dapat dibuat pada sudut lereng yang
ada di daerah tersebut.
2. Faktor pengembangan material (swell factor)
Faktor pengembangan pada batuan keras umunya antara 30%- 45 % pada 1 m3.
Material insitu akan mengembang menjadi 1,3-1,45m3material lepas (loose material).
Material dapat dipadatkan sekitar 5-15% material yang ditumpahkan oleh dump truk
kan menjadi lebih kompak dari pada material yang ditumpahkan oleh belt conveyor.
3. Jarak dari pit limit
Jarak minimum merupakan ruangan yang cukup untuk jalan angkut antara pit
limit dan kaki timbunan (dump toe). Kestabilan pit akibat adanya timbunan harus

27
diperhitungkan jarak yang sama atau lebih besar dari kedalaman pit akan mengurangi
resiko yang berhubungan dengan kesetabilan lereng pit.
4. Tanjakan kearah dump crest
Menurut Bohnet dan Kunze dalam Waterman (2004) merekomendasikan
sedikit tanjakan kearah dump crest dengan pertimbangan penyaliran dan keamanan.
Limpasan air hujan dirancang menjauhi crest. Dump truk harus menggunakan tenaga
mesin untuk menuju crest dan bukan meluncur bebas. Hal ini juga akan mengurangi
resiko kendaraan yang di parkir meluncur jatuh dari puncak waste dump (crest).
2.6.2 Lokasi Timbunan
Penentuan lokasi penimbunan material didasarkan pada jenis material yang
ditimbun dan maksud dari penimbunan material. Berdasarkan jenis material dan
maksud penimbunannya, lokasi penimbuanan antara lain:
1. Stockpile atau stockyard, Stockpile atau Stockyard merupakan suatu tempat
yangdigunakan untuk menyimpan timbunan material berharga yang akan Jdiolah
atau material berharga yang akan dipakai kembali pada suatu saat. Stockpile
atau stockyard biasanya terletak didekat lokasi pengolahan atau pelabuhan.
2. Waste Dump, Waste Dump merupakan suatu lokasi yang digunakan untuk
menimbun material overburden atau material tidak berharga yang harus digali
dari lokasi penambangan untuk memperoleh material berharga wate dump
biasanya ditempatkan pada daerah yang yang tidak ditambang.
2.6.3 Jenis Timbunan
Proses penimbunan material,J baik material berharga maupun tidakberharga,
dapat dilakukan dengan beberapa jenis timbuanan antara lain:
1. Valley Fill atau Crest Dump, Jenis timbunan Valley Fill atau Crest Dump dapat
diterapkan didaerah yang mempunya topografi curam dan biasanya dibangun
pada sebuah lereng dengan menetapkan elevasi puncak (dump crest) pada awal
pembuatan tibunan. Dan truk yang mengangkut muatannya ke elevasi ini akan
menumpahkan muatannya pada bagian atas lereng, kemudian bulldozer
mengurus material ini. Elevasi dumpcrest ini akan dipertahankan selama proses
penimbunan.
2. Terraced dump atau timbunan yang dibangun keatas, Jenis timbunan Terraced
dump diterapkan jika kondisi topografinya tidak begitu curam. Jenis timbunan
ini dibangun dari bawah keatas. Tinggi lift biasanya disesuaikan dengan

28
rekomendasi jenjang penimbunan. Kerugian cara ini adalah jarak angkut yang
lebih panjang untuk perluasan lift pada saat memulai suatu lift baru.
Keuntungan dari jenis timbunan ini, lift-lift yang dibangun berikutnya terletak
lebih kebelakang sehingga sudut lereng keseluruhan (overall slope angle)
mendekat sudut yang dibutuhkan untuk reklamasi.
2.6.4 Metode Perhitungan Disposal.
1) Shrinkage, Adalah penyusutan volume suatu material setelah mengalami
pengompakan. Misal, apabila “volume in bank” adalah = 1 cu yd, kemudian
setelah dilakukan pemadatan mempunyai “compacted volume” = 0.8 cu yd,
maka % “shrinkage”
Dengan % “shrinkage” dapat diketahui berapa volumematerial sesungguhnya
setelah material tersebut dikompakkan.
2) Perhitungan Volume, Ketika merancang disposal yang bertingkat, maka
akanterbentuk sebuah lereng disposal. Pada lereng disposal, hal yang sangat
perlu diperhatikan adalah keamanan dari lereng tersebut terhadap longsoran.
Maka dari itu, untuk merancang geometri lereng disposal, nilai kestabilan perlu
dianalisa terlebih dahulu(Prayoga Y, dkk. 2014).

Gambar 2.18. Limas Terpancung


3) Penampang Horizontal
a. Ukur luas daerah pada kaki (toe) dan puncak (crest) dari setiap lift.
Rata- ratanya adalah luas lift.
b. Tinggi lift memberikan dimensi ke tiga dan volume untuk lift.
c. Jumlahkan volume untuk tiap lift untuk memperoleh volume total dump.

29
4) Penampang Vertikal
a) Buat beberapa penampang melintang dengan jarak yang sama melalui dump.
b) Ukur luas pada tiap penampang.
c) Luas ini dianggap sama sehingga separuh jalan ke penampang berikutnya
pada kedua sisi untuk memperoleh dimensi ke tiga dan volume untuk setiap
penampang.
d) Jumlahkan volume tiap-tiap penampang untuk memperoleh volume
total dump.
5) Rancangan Dump adalah dengan cara coba-coba (Trial and Error)
a) Gambar rancangan dump secara coba-coba dan hitung volumenya.
Bandingkan volume dump yang diperlukan.
b) Sesuaikan rancangan dan ukur kembali sampai volume yang diinginkan
dicapai. Umumnya 2-3 kali dicoba sudah cukup. Perbedaan antara ukuran
yang diperlukan dan rancangan sampai5% umumnya dapat diterima.

30
BAB III
METODOLOGI PENILTIAN

3.1 Tahap Persiapan


Tahapan ini merupakan kegiatan pendahuluan yang dilakukan dengan tujuan
mempersiapkan segala sesuatu berkaitan dengan penelitian yang akan dilaksanakan,
beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu:
3.1.1 Persiapan Administrasi
Pada tahapan persiapan administrasi berupa pengurusan persyaratan dari
program studi dan fakultas, sebelum penyusunan hasil penelitian serta pengurusan
surat rekomendasi penelitian sebelum melakukan penelitian.
3.1.2 Studi Pustaka
Pada penelitian ini, penulis melakukan beberapa kegiatan guna memperlancar
penyelesaian di dalam penulisan penelitian ini, dengan mempelajari literatur - literatur
yang berhubungan dengan penulisan penelitian dan mengutip hal - hal penting yang
diperlukan dalam penulisan ini.

3.2 Tahap Pengambilan Data


Tahap pengambilan data merupakan tahap kegiatan pengambilan seluruh data
Lapangan yang dibutuhkan untuk pengolahan data penelitian.
3.2.1 Jenis Data
Pada penelitian ini penulis menggunakan metode observasi dengan cara melakukan
pengumpulan data melalui pengamatan langsung atau peninjauan secara cermat di
lokasi penelitian.
Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder.
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung di lapangan pada
objek penelitian, antara lain :
a) Data lubang bor yang terdiri dari Data assay, collar, survey, dan geologi
b) Lebar jalan angkut dalam pit (ramp)
c) Gradient ramp
d) Lebar, tinggi dan kemiringan jenjang (bench)
e) Density material

31
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang pengumpulan dan pengolahan dilakukan oleh
orang lain dan pakai sumber data tambahan, antara lain:
a) Peta Lokasi Penelitian
b) Literatur yang berhubungan dengan lokasi penelitian
c) Geomorfologi dan geologi regional daerah penelitian
3.2.2 Sumber Data
Data-data yang digunakan dalam penulisan laporan penelitian ini diperoleh
langsung dari pengamatan di lapangan. Data - data yang sudah ada sebelumnya yang
diperoleh dari perusahaan PT CITRA LAMPIA MANDIRI.

3.3 Tahap Pengolaan Data


Data yang digunakan dalam penelitian merupakan data dari geoteknik tempat
penelitian, blok model dari tim survey dan data alat penambangan yang akan di olah
untuk membuat desain pit penambangan pada PT. CITRA LAMPIA MANDIRI
kecamatan malili kabupaten luwu timur provinsi Sulawesi selatan.

3.4 Tahap Penyajian Data


Data disajikan dalam bentuk laporan skripsi dan presentasikan didepan dosen
pembimbing dan dosen penguji

3.5 Penyusunan Laporan Dan Seminar


Laporan penelitian dibuat berdasarkan aturan terulis pada buku merah, dan
dipresentasikan ke pembimbing dan penguji seminar kerja praktek. Tahap penulisan
laporan merupakan tahap yang paling akhir dalam proses penelitian yaitu penyusunan
laporan penelitian (skiripsi). Tahap ini di lakukan di lokasi penelitian dan di jurusan
teknik pertambangan Fakultas Teknologi Industri Universitas Muslim Indonesia

32
METODOLOGI
PENELITIAN

Tahap Administrasi
• Administrasi
• Study literatur

Tahap Pengambilan
Data

Data Primer
Data Sekunder
• Data bor (assay, collar,
survey, lithology) • Peta lokasi daerah penilitan
• Geologi regional daerah
• Data survey topografi
penelitian
• Data densitas bahan galian
• Lebar, tinngi, slope bench
• Lebar dan gradien ramp

Tahap Pengolahan
Data

Microsoft Excel Dan Gemcom


Surpac

Tahap Penyusunan
laporan

Presentasi / Seminar
Laporan
Gambar 3.2 Diagram Alur Metodologi

33
BAB IV
RENCANA ANGGARAN DAN JADWAL KEGIATAN

4.1 Rencana Anggaran Biaya


Rencana anggaran biaya yang dibutuhkan selama penelitian didasarkan pada tahap
persiapan hingga penyusunan skripsi adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1 Rencana Anggaran Biaya

No. Uraian Biaya


1 Transportasi Rp. 750.000
2 Konsumsi Rp. 50.000
3 Perlengkapan Rp. 100.000
4 Penyusunan Skripsi Rp. 300.000
5 Biaya Tak Terduga Rp. 80.000
Total Rp. 1.280.000

4.2 Rencana Jadwal Kegiatan


Penelitian ini dilaksanakan pada akhir maret 2022 sampai pada bulan mei 2022
yang dimulai dari tahap persiapan sampai seminar akhir. Jadwal kegiatan dapat dilihat
dalam Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Rencana Jadwal Kegiatan Penelitian.

TAHUN TAHUN 2022


KEGIATAN BULAN mei juni juli
MINGGU 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Persiapan
Study Literatur
Konsultasi Dosen Pembimbing
Penyusunan Proposal
Seminar Proposal
Penelitian
Penyusunan Laporan Penelitian
Seminar Hasil
Ujian Skripsi

34
DAFTAR PUSTAKA

Armstrong, F. S. 2012. “Struktur Geologi Sulawesi”. Institut Teknologi Bandung


(ITB).
Bargawa, W. S. 2018. Edisi Kedelapan Perencanaan Tambang. Yogyakarta: Kilau
Book.
Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral. 2020. “Hilirisasi Nikel Ciptakan Nilai
Tambah dan Daya Tahan Ekonomi”. Diakses pada 15 Juni 2021, dari
https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/hilirisasi-nikel-ciptakan- nilai-
tambah-dan-daya-tahan-ekonomi.
Kurniadi, A., Rosana, M. F., & Yuningsih, E. T. 2018. “Karakteristik Batuan Asal
Pembentukan Endapan Nikel Laterit di Daerah Madang dan Serakaman Tengah”.
Geoscience Journal, 2(3), 221-234.
Purnomo, H., & Sumarjono, E. 2015. “Geologi Dan Estimasi Sumber Daya Nikel
Laterit Menggunakan Metode Ordinary Kriging di Blok R”, Kabupaten Konawe–
Sulawesi Tenggara. ReTII.
Rafsanjani, M. R. 2016. “Estimasi Sumberdaya Bijih Nikel Laterit Dengan
Menggunakan Metode IDW Di Provinsi Sulawesi Tenggara”. Jurnal Geomine, 4(1).
SNI 4726:2019., “Pedoman Pelaporan, Sumberdaya dan Cadangan Mineral”. Badan
Standar Nasional Indonesia
Sukamto, R. 1975. “Geologi daerah Kepulauan Banggai dan Sula”. Geologi Indonesia,
2(3), 23-28

35

Anda mungkin juga menyukai