Anda di halaman 1dari 125

RANCANGAN SEQUENCE PENAMBANGAN PADA BLOK F

DI PT. SINAR JAYA SULTRA UTAMA KABUPATEN


KONAWE UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

SKRIPSI

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN


MENCAPAI DERAJAT SARJANA (S1)

DIAJUKAN OLEH

ZULJANNAH
R1D115143

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020

1
ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat

rahmat dan hidayah-Nya yang begitu besar kepada penulis sehingga skripsi ini yang

berjudul “Rancangan Sequence Penambangan pada Blok F di PT. Sinar Jaya Sultra

Utama Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara” dapat diselesaikan

dengan baik. Melalui skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada Bapak Drs. Firdaus, M.Si., selaku pembimbing I dan Bapak

Marwan Zam Mili, ST., MT selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu,

tenaga serta ilmu untuk memberikan bimbingan kepada penulis. Terima kasih atas

segala bimbingannya selama ini.

Teristimewah penulis ucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan tak

terhingga kepada Ayahanda Almarhum Isram Ladau dan Ibunda Gusnawati atas

limpahan cinta, kasih sayang, doa restu serta dukungan moril dan materi kepada

penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada berbagai pihak yang

langsung maupun tidak langsung membantu penulis, terutama kepada:

1) Bapak Prof. Dr. Muhammad Zamrun F, S.Si., M.Sc., selaku Rektor Universitas

Halu Oleo.

2) Bapak Mulidin, S.Si., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi

Kebumian Universitas Halu Oleo.

3) Bapak Erwin Anshari S.Si, M.Eng selaku Ketua Jurusan Teknik Pertambangan

Universitas Halu Oleo.

iii
4) Bapak Wahab S.Si., MT, selaku Sekretaris Jurusan Teknik Pertambangan yang

selalu memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis, mulai dari

proposal, hasil, dan skripsi.

5) Bapak Deniyatno, S.Si., MT., Bapak Erwin Anshari, S.Si., M.Eng., dan Ibu

Wd. Rizky Awaliah Nafiu ST., MT selaku dosen-dosen penguji yang telah

memberikan saran dan masukan untuk penulis mulai dari ujian proposal, ujian

seminar hasil, dan ujian akhir (skripsi).

6) Dosen-dosen Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Ilmu dan Teknologi

Kebumian yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan.

7) Bapak Muh. Ihsan, ST selaku Kepala Teknik Tambang PT. Sinar Jaya Sultra

Utama yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan

kegiatan Tugas Akhir (TA) dan sekaligus memberikan bimbingan di lokasi

penelitian.

8) Bapak Yoyok Arum selaku Wakil Kepala Teknik Tambang di PT. Sinar Jaya

Sultra Utama, Ibu Sri Adriani, B.S, ST selaku Mine Plan, Muh. Zulfikar A. ST,

selaku junior Mine Plan, Ibu Algiyul Belo Patiung, ST, selaku Geodatabase

dan pembimbing teknis lapangan di PT. Sinar Jaya Sultra Utama

9) Ibu Fitrani Amin ST., MT, yang selalu memberikan ilmu pengetahuan yang

begitu banyak, selalu membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini mulai

dari pengumpulan data sampai proses konsultasi

10) Saudara-saudara kandung penulis yang sangat penulis cintai yaitu Suridno,

Sutriani S.Kep, Rifal Isram, dan Novi Isram yang selalu memberikan cinta kasih

iv
kepada penulis, tiada hentinya mendoakan dan memberikan dukungan materi

dan moril kepada penulis.

11) Sahabat penulis yang sangat dicintai yaitu Nur Afni Pratiwi. A yang selalu

bersama-sama penulis baik disaat senang maupun susah, selalu memberikan

semangat dan motivasi kepada penulis, selalu mendengarkan setiap keluh

kesah, yang selalu setia menolong penulis mulai awal perkuliahan di tahun 2015

hingga saat ini

12) Sahabat-sahabat grup Kepompong yaitu Indri Damayanti, Supriadi Dinata, La

Ode Muh. Zayadi Syaban, Andi Deddi Setiawan, Agrydya Munandar Alfaizy,

Ilham Jaya Saputra Iman, dan Muh. Isnan Yusuf yang selalu memberikan

bantuan tanpa pamrih, memberikan dorongan moril maupun materil, yang

selalu ada disaat susah maupun senang

13) Sahabat-sahabatku Eks Tambang C terkhusus Zainul fitri, Muhammad Ferry

Rahadiansyah, Muh. Bayu Adji Ramadhan, ST., Arum, Salna, Haris, Syarif,

Muh. Israjuddin, Ferdi, Dandy, Afan, Leris, adriansyah, Opung, Reni, Yaya,

Tutut, Ayu, Anti, Windi, Rosmini,

14) Kawan- kawan Teknik Pertambangan angkatan 2015 terkhusus Haris,

Asman, Maul, Yayat, Anto, Intan Wahyudi, yang selalu membantu penulis

dalam menyelesaikan skripsi serta selalu memberikan kritik dan saran terhadap

penulisan skripsi

15) Kepada Achmad Zulhijjah yang selalu menolong penulis yang selalu bisa

diharapkan dan selalu memberikan motivasi kepada penulis

v
16) Sahabat-sahabat KKN (Kuliah Kerja Nyata) penulis yang tergabung dalam

Atari Squad yaitu Nasrin Hamid, S.Pd., Alzaka, S.Ap., Mizan Rezki Arisandi,

Salmiati, S.Pd., Haslinda Said, S.Sos., Rialdin, S.KM., Meilan Suprawijaya S.

Pd., Madu Arum Rusman, Febrianti, Suhartini, S.Ak., dan Yuslan S.Stat

17) Kepada Senior kak Dita Aulia Sari, ST dan kak Wa Ode Rasmawati, ST yang

selalu membantu penulis selama di lapangan dan selalu memotivasi penulis

Penulis memohon maaf atas segala kekurangan yang terdapat di dalam skripsi

ini. Semoga penulisan ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan

untuk semua pihak yang bersangkutan.

Kendari, 19 Maret 2020

Zuljannah

vi
RANCANGAN SEQUENCE PENAMBANGAN PADA BLOK F DI
PT. SINAR JAYA SULTRA UTAMA KABUPATEN KONAWE UTARA
PROVINSI SULAWESI TENGGARA

Zuljannah

Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian,


Universitas Halu Oleo

zuljannahisram96@gmail.com

ABSTRAK

PT. Sinar Jaya Sultra Utama merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di
bidang usaha pertambangan nikel yang berlokasi di Kabupaten Konawe Utara.
Metode penambangan yang dilakukan adalah sistem tambang terbuka dengan
metode penambangan open pit. PT. Sinar Jaya Sultra Utama akan membuka front
penambangan baru yaitu blok F. Desain tambang yang dibuat dengan
memperhatikan parameter geotek dari perusahaan. Stripping ratio yang ditetapkan
yaitu 1.5 : 1 dan CoG yang ditetapkan adalah 1,4 % Ni dengan kadar permintaan
pasar adalah 1,7 % Ni. Jumlah cadangan nikel berdasarkan pit limit yang dirancang
adalah 375.347 ton dengan overburden sebesar 426.681,4 ton. Faktor loosing saat
penambangan adalah 5% dengan perolehan tambang 95%. Rancangan sequence
dibagi berdasarkan target produksi perbulan yaitu 70.000 ton/bulan dan
menghasilkan 5 sequence penambangan. Pada sequence bulan pertama jumlah ore
yang akan dibuka sebesar 75.246,7 ton dan OB 103.440 ton dengan kadar Ni 1,80
%. Sequence bulan ke dua jumlah ore yang akan dibuka sebesar 85.066,5 ton dan
OB 119.724,2 ton dengan kadar Ni 1,83 %. Sequence bulan ke tiga jumlah ore yang
akan dibuka sebesar 74.737,5 ton dan OB 44.497,5 ton dengan kadar Ni 1,85 %.
Sequence bulan ke empat jumlah ore yang akan dibuka sebesar 82.171,2 ton dan
OB 107.899 ton dengan kadar Ni 1,73 %. Sequence bulan ke lima jumlah ore yang
akan dibuka sebesar 58.125 ton dan OB 51.120,7 ton dengan kadar Ni 1,73 %.

Kata Kunci: Rancangan tambang, CoG, Perolehan tambang, Sequence


Penambangan

vii
PLANNING OF MINING SEQUENCE IN BLOCK F
ON PT. SINAR JAYA SULTRA UTAMA REGENCY NORTH KONAWE
PROVINCE SOUTH SULAWESI

Zuljannah

Mining Engineering Departement, Faculty of Earth Sciences and Technology


Halu Oleo University

zuljannahisram96@gmail.com

ABSTRACT

PT. Sinar Jaya Sultra Utama is one of the companies engaged in the nickel mining
which is located in North Konawe District. The mining system used is surface
mining system using open pit mining method. PT. Sinar Jaya Sultra Utama will
open a new mining front, namely Block F. Mine planning was made by considering
geotechnical parameters provided by the company. Stripping ratio was set to be
1,5: 1 and CoG 1,4% Ni with the demand grade was of 1,75% Ni. Nickel reserves
based on the pit limit was designed to be 375.347 tons with overburden of 426.681,4
tons. Loosing factor of mining was 5% with mining recovery was 95%. The
sequence planing was divided based on monthly production target, approximately
70.000 tons/month and generated 5 mine sequences. The number of ore to be
opened for the sequence of the first month was 75.246,7 tons and OB 103.440 tons
with 1,80 % Ni. The number of ore to be opened for the sequence of the second
month was 85.066,5 tons and OB was 119.724,2 tons with 1,83 % Ni. The number
of ore to be opened for the sequence of the third month was 74.737,5 tons and OB
was 44.497,5 tons with 1,85 % Ni. The number of ore to be opened for the sequence
of the fourth month was 82.171,2 tons and OB was 107.899 tons with 1,73 % Ni.
The number of ore to be opened for the sequence of the fifth month was 58.125 tons
and OB was 51.120,7 tons with 1,73 % Ni.

Keywords : Mine planning, CoG, Mining recovery, Mine Sequence

viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
ABSTRACT ......................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 3

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Nikel Laterit ............................................................................................ 4
B. Metode Estimasi Sumberdaya dan Cadangan ......................................... 7
1. Metode Invers Distance Weighting (IDW) ....................................... 7
2. Metode Geostatistik dan Kriging ...................................................... 9
3. Metode Poligon (Area of Influence) .................................................. 12
C. Perencanaan Tambang (Mine Design) .................................................... 12
D. Sistem Tambang Terbuka ...................................................................... 14
E. Umur Tambang ....................................................................................... 15
F. Parameter Desain Pit Penambangan ....................................................... 16
1. Geometri Jenjang .............................................................................. 17
2. Batas Penambangan .......................................................................... 31
3. Nisbah Pengupasan (Stripping Ratio) ............................................... 32
G. Model Blok ............................................................................................. 34
H. Batas Penambangan (Pit Limit)............................................................... 35
I. Sequence Penambangan (Mining Sequence) ........................................... 37

III. METODE PENELITIAN


A. Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................................. 42
B. Metode Penelitian .................................................................................. 45
C. Instrumen Penelitian .............................................................................. 45

ix
D. Prosedur Penelitian 45
1. Studi Literatur .................................................................................. 46
2. Pengamatan Lapangan ..................................................................... 46
3. Pengambilan dan Pengumpulan data ............................................... 46
4. Pengolahan dan analisis data ........................................................... 46
E. Bagan Alir Penelitian............................................................................. 48

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 49


A. Sebaran dan Model Endapan Bijih Nikel Laterit................................... 49
B. Model Blok ............................................................................................ 52
C. Desain Pit Limit Penambangan Daerah Blok F ..................................... 55
1. Geometri Jenjang ............................................................................. 55
2. Pit Limit Blok F ............................................................................... 57
3. Jumlah Cadangan ............................................................................. 58
4. Umur Tambang ............................................................................... 59
D. Sequence Penambangan ......................................................................... 59
1. Rancangan Sequence Penambangan Pertama .................................. 62
2. Rancangan Sequence Penambangan Kedua .................................... 64
3. Rancangan Sequence Penambangan Ketiga .................................... 66
4. Rancangan Sequence Penambangan Keempat ................................ 68
5. Rancangan Sequence Penambangan Kelima ................................... 70

V. PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................ 74
B. Saran ...................................................................................................... 75

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Profil endapan nikel laterit .............................................................. 6
Gambar 2. Plot semivariogram eksperimental .................................................. 11
Gambar 3. Hubungan sudut pada metode penambangan open pit .................... 17
Gambar 4. Bagian-bagian Jenjang .................................................................... 19
Gambar 5. Working bench and safety bench ..................................................... 21
Gambar 6. Jenjang penangkap (catch bench) ................................................... 23
Gambar 7. Bagian-bagian dalam geometri lereng tambang .............................. 24
Gambar 8. Overall slope angle pada lereng pit tambang .................................. 25
Gambar 9. Overall slope angle dengan access ramp ........................................ 26
Gambar 10. Overall slope angle dengan working bench .................................... 27
Gambar 11. Overall slope angle dengan working bench dan ramp .................... 28
Gambar 12. Overall slope angle dengan dua (2) working bench ....................... 29
Gambar 13. Lebar jalan untuk dua jalur............................................................. 31
Gambar 14. Batasan penambangan pada tambang terbuka ................................ 32
Gambar 15. Tampilan 3D blok matriks.............................................................. 35
Gambar 16. Pit limit pada superposisi mineral .................................................. 37
Gambar 17. Pushback penambangan ................................................................. 39
Gambar 18. Peta administrasi daerah penelitian ................................................ 43
Gambar 19. Peta IUP daerah penelitian ............................................................. 44
Gambar 20. Bagan alir penelitian....................................................................... 48
Gambar 21. Sebaran titik bor blok F spasi 25 meter .......................................... 50
Gambar 22. Model endapan bahan galian nikel laterit blok F ........................... 51
Gambar 23. Blokmodel ore 3D dan Blokmodel ore 2D ................................... 53
Gambar 24. Bentuk geometri jenjang desain pit daerah blok F ......................... 56
Gambar 25. Pit limit blok F ............................................................................... 58
Gambar 26. Sequence keseluruhan blok tampak samping ................................. 61
Gambar 27. Sequence keseluruhan blok tampak atas ........................................ 61
Gambar 28. Sequence penambangan bulan pertama .......................................... 64
Gambar 29. Sequence penambangan bulan kedua ............................................. 66
Gambar 30. Sequence penambangan bulan ketiga ............................................. 68
Gambar 31. Sequence penambangan bulan keempat ......................................... 70
Gambar 32. Sequence penambangan bulan kelima ............................................ 72

xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Instrumen penelitian............................................................................. 45
Tabel 2. Warna atribut blok model berdasarkan kadar Ni ................................. 54
Tabel 3. Sumberdaya blok F .............................................................................. 54
Tabel 4. Komponen dasar jenjang rancangan pit penambangan ........................ 56
Tabel 5. Hasil perhitungan cadangan berdasarkan pit limit ............................... 59
Tabel 6. Rancangan sequence bulan pertama .................................................... 62
Tabel 7. Sequence penambangan bulan kedua ................................................... 65
Tabel 8. Sequence penambangan bulan ketiga ................................................... 67
Tabel 9. Sequence penambangan bulan keempat ............................................... 68
Tabel 10. Sequence penambangan bulan kelima.................................................. 71
Tabel 11. Jumlah OB dan ore keseluruhan sequence .......................................... 73

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data titik bor blok F PT. Sinar Jaya Sultra Utama
Lampiran 2 Hasil simulasi rancangan stabilitas lereng PT. Sinar Jaya Sultra Utama
Lampiran 3 Kemajuan Tambang
Lampiran 4 Data dokumentasi lapangan

xiii
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Potensi bijih nikel yang berada di Provinsi Sulawesi Tenggara mendorong

salah satu perusahaan pertambangan yaitu PT. Sinar Jaya Sultra Utama yang

merupakan perusahaan swasta berinisiatif melakukan kegiatan penambangan bijih

nikel yang berlokasi di Desa Waturambaha, Kecamatan Lasolo Kepulauan,

Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara. Untuk dapat melakukan

aktifitas pertambangan dalam status Kawasan Hutan Produksi Terbatas, maka pihak

pemegang IUP Operasi Produksi dalam hal ini PT. Sinar Jaya Sultra Utama telah

memperoleh Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk Hutan Produksi

Terbatas dari Kementerian Kehutanan melalui Surat Keputusan Kementerian

Kehutanan Republik Indonesia No. S.499/Menhut-VIII/2013 Tanggal 28 Agustus

2013 dengan areal IPPKH seluas 301 Ha.

Sistem penambangan bijih nikel yang diterapkan oleh PT. Sinar Jaya Sultra

Utama adalah sistem open pit mining atau sistem tambang terbuka karena endapan

bijih nikel terletak dekat dengan permukaan. Penerapan metode ini

mempertimbangkan masalah ekonomi, lingkungan, keamanan serta teknik

penambangan yang di dalamnya termasuk desain pit.

Tambang terbuka (surface mining) membutuhkan perencanaan rinci mulai dari

tahapan awal sampai penutupan tambang. Bentuk dari perecanaan tambang salah

satunya adalah rancangan bentuk penambangan. Rancangan atau design berperan

sebagai penentu persyaratan, spesifikasi, dan kriteria teknik untuk mencapai sasaran

serta urutan teknis pengerjaannya. Salah satu hasil rancangan pada perencanaan

1
2

tambang adalah batas akhir penambangan (pit limit). Pit limit yang dirancang

selanjutnya akan dibagi kedalam unit-unit yang lebih kecil (sequence).

PT. Sinar Jaya Sultra Utama memiliki luasan IUP Operasi Produksi ± 301 Ha

yang terdiri dari 8 blok, namun hanya melakukan kegiatan penambangan pada pit

A dengan luasan 23 Ha yang terdapat di Blok A dan pada Blok B dengan luasan 18

Ha. Saat ini, PT. Sinar Jaya Sultra Utama berencana akan melakukan kegiatan

penambangan di blok baru yaitu blok F, untuk memenuhi target produksi bulanan

yaitu sebanyak 70.000 ton/bulan dengan CoG 1,4 % Ni dan kadar permintaan pasar

sebesar 1,8 % Ni. Blok tersebut mempunyai luas area 26 Ha atau 26.000 m2. Untuk

memaksimalkan kegiatan penambangan, diperlukan perancangan desain pit dan

sequence penambangan dalam memenuhi rencana target produksi bulanan sehingga

dapat memudahkan proses penambangan dan memaksimalkan perolehan bijih yang

ditambang. Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka membuka pit baru

perlu perancangan desain pit untuk menentukan sequence penambangan. Dengan

demikian, perlu dilakukan penelitian mengenai “Rancangan sequence

penambangan pada Blok F di PT. Sinar Jaya Sultra Utama Kabupaten Konawe

Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diangkat dalam kegiatan penelitian ini,

berikut adalah rumusan masalah penelitian:

1. Bagaimana rancangan pit limit berdasarkan geometri penambangan

menggunakan bantuan software Surpac 6.3?

2. Berapa jumlah cadangan tertambang berdasarkan pit limit penambangan?


3

3. Berapa umur tambang blok F di PT. Sinar Jaya Sultra Utama?

4. Bagaimana rancangan sequence penambangan berdasarkan target produksi di

PT. Sinar Jaya Sultra Utama?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diangkat dalam kegiatan penelitian ini,

berikut adalah tujuan kegiatan penelitian:

1. Membuat rancangan pit limit penambangan endapan Nikel pada blok F di

lokasi penelitian.

2. Menghitung cadangan tertambang berdasarkan pit limit penambangan yang

dirancang.

3. Menentukan umur tambang blok F di PT. Sinar Jaya Sultra Utama.

4. Membuat perencanaan sequence penambangan berdasarkan target produksi di

PT. Sinar Jaya Sultra Utama.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan pada hasil penelitian ini adalah dapat memberikan

pengetahuan tentang rancangan sequence penambangan sehingga model

penambangan dapat dilakukan sesuai rancangan urutan penambangan dengan

mempertimbangan segi teknisnya.


4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Nikel Laterit

Laterit adalah produk sisa dari pelapukan kimia batuan di permukaan bumi,

dimana berbagai mineral asli atau primer mengalami ketidakstabilan karena adanya

air, kemudian larut atau pecah dan membentuk mineral baru yang lebih stabil.

Laterit penting sebagai batuan induk untuk endapan bijih ekonomi. Proses

terbentuknya nikel laterit dimulai adanya pelapukan yang intensif pada batuan

peridotit/batuan induk. Batuan induk akan terjadi perubahan menjadi serpentinit

akibat adanya larutan hidrotermal pada waktu pembekuan magma/proses

serpentinisasi. Kemudian terjadi pelapukan (kimia dan fisika ) menyebabkan terjadi

dekomposisi pada batuan induk. Sebagian unsur Ca, Mg, dan Si akan mengalami

dekomposisi dan beberapa terkayakan secara supergen ( Ni, Mn, Co, Zn) atau

terkayakan secara relatif ( Fe, Cr, Al, Ti, S, dan Cu).

Air resapan yang mengandung CO2 yang berasal dari udara meresap sampai ke

permukaan tanah melindi mineral primer seperti olivin, serpentin, dan piroksen. Air

meresap secara perlahan sampai batas antara zona limonit dan zona saprolit,

kemudian mengalir secara lateral, kemudian lebih banyak didominasi oleh

transportasi larutan secara horizontal. Untuk bahan-bahan yang sukar atau tidak

mudah larut akan tinggal pada tempatnya dan sebagian turun ke bawah bersama

larutan sebagai larutan koloid. Batuan-batuan seperti Fe, Ni, Dan Co akan

membentuk konsentrasi residual dan konsentrasi celah pada zona yang disebut

dengan zona saprolit, berwarna coklat kuning kemerahan (Rosana, dkk, 2017).
5

Menurut Ahmad dalam Rosana, 2017 profil nikel laterit pada umumnya adalah

terdiri dari 4 zona gradasi sebagai berikut:

1. Tanah Penutup atau Top soil (biasanya disebut “Iron Capping”) tanah residu

berwarna merah tua yang merupakan hasil oksidasi yang terdiri dari masa

hematit, geotit serta limonit. Kadar besi yang terkandung sangat tinggi dengan

kelimpahan unsur Ni yang sangat rendah.

2. Zona Limonit berwarna merah coklat atau kuning, berukuran butir halus hingga

lempungan, lapisan kaya besi dari limonit soil yang menyelimuti seluruh area.

3. Zona lapisan antara atau “Silica Boxwork” Zona ini jarang terdapat pada batuan

dasar (bedrock) yang serpentinisasi. Berwarna putih – orange chert, quartz,

mengisi sepanjang rekahan dan sebagian menggantikan zona terluar dari

unserpentine fragmen peridotit, sebagian mengawetkan struktur dan tekstur

dari batuan asal. Terkadang terdapat mineral opal, magnesit. Akumulasi dari

garnierit-pimelit di dalam boxwork mungkin berasal dari nikel ore yang kaya

akan silika.

4. Zona saprolit merupakan campuran dari sisa – sisa batuan, bersifat pasiran,

saprolitic rims, vein dari garnierite, nickeliferous quartz, mangan dan pada

beberapa kasus terdapat silika bozwork, bentukan dari suatu zona transisi dari

limonit ke bedrock. Terkadang terdapat mineral quartz yang mengisi rekahan,

mineral-mineral primer yang terlapukan, chlorit. Garnierit di lapangan

biasanya diidentifikasi sebagai “colloidal talk” dengan lebih atau kurang

nickeliferous serpentin. Struktur dan tekstur batuan asal masih terlihat.


6

5. Batuan dasar (bedrock) tersusun atas bongkahan atau blok dari batuan induk

yang secara umum sudah tidak mengandung mineral ekonomis (kadarnya

sudah mendekati atau sama dengan batuan dasar). Bagian ini merupakan

bagian terbawah dari profil laterit.

Gambar 1. Profil endapan nikel laterit (Rosana dkk, 2017)

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan bijih laterit nikel ini adalah

sebagai berikut:

1. Batuan asal, untuk terbentuknya endapan nikel laterit adalah batuan ultra basa.

Terdapat elemen Ni pada olivin dan piroksen

2. Struktur yang umum dijumpai pada zona laterit nikel adalah struktur kekar

(joint)

3. Iklim, yaitu pergantian musim kemarau dan musim penghujan dimana terjadi

kenaikan dan penurunan permukaan air tanah juga dapat menyebabkan

terjadinya proses pemisahan dan akumulasi unsur-unsur.

4. Proses pelarutan kimia dan vegetasi, adalah unsur-unsur dan senyawa-

senyawa yang membantu mempercepat proses pelapukan batuan menjadi soil.


7

Air tanah yang mengandung CO2 memegang peranan penting di dalam proses

pelapukan kimia.

5. Topografi yang landai akan mempunyai kesempatan untuk mengadakan

penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau pori-pori batuan.

6. Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup intensif

karena akumulasi unsur nikel cukup tinggi. Waktu lateritisasi tiap ketebalan

1 mm membutuhkan waktu sekitar 100 tahun (Rosana, dkk 2017).

B. Metode Estimasi Sumberdaya dan Cadangan

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI), Amandemen I SNI13-4726-

1998, sumber daya mineral (mineral resource) adalah endapan mineral yang

diharapkan dapat dimanfaatkan secara nyata. Sumberdaya mineral dengan

keyakinan geologi tertentu dapat berubah menjadi cadangan setelah dilakukan

pengkajian kelayakan tambang dan memenuhi kriteria layak tambang. Sedangkan

cadangan (reserve) adalah endapan mineral yang telah diketahui ukuran, bentuk,

sebaran, kuantitas dan kualitasnya dan yang secara ekonomis, teknis, hukum,

lingkungan dan sosial dapat ditambang pada saat perhitungan dilakukan.

Menghitung sumber daya dan cengan terdapat beberapa metode, yaitu:

1. Metode Invers Distance Weighting (IDW)

Metode inverse distance weighting (IDW) adalah salah satu dari metode

penaksiran dengan pendekatan blok model yang sederhana dengan

mempertimbangkan titik disekitarnya. Asumsi dari metode ini adalah nilai

interpolasi akan lebih mirip pada data sampel yang dekat daripada yang lebih jauh.

Bobot (weight) akan berubah secara linier sesuai dengan jaraknya dengan data
8

sampel. Bobot ini tidak akan dipengaruhi oleh letak dari data sampel. Metode ini

biasanya digunakan dalam industri pertambangan karena mudah untuk digunakan.

Pemilihan nilai pada power sangat mempengaruhi hasil interpolasi. Nilai power

yang tinggi akan memberikan hasil seperti menggunakan interpolasi nearest

neighbor dimana nilai yang didapatkan merupakan nilai dari data point terdekat.

Penjelasan interpolasi menggunakan inverse distance weight adalah sebagai

berikut:

a) Suatu cara penaksiran di mana harga rata - rata suatu blok merupakan kombinasi

linier atau harga rata-rata berbobot (wieghted average) dari data lubang bor di

sekitar blok tersebut. Data di dekat blok memperoleh bobot lebih besar,

sedangkan data yang jauh dari blok bobotnya lebih kecil. Bobot ini berbanding

terbalik dengan jarak data dari blok yang ditaksir.

b) Untuk mendapatkan efek penghalusan (pemerataan) data dilakukan faktor

pangkat. Pilihan dari pangkat yang digunakan (ID1, ID2, ID3, …) berpengaruh

terhadap hasil taksiran, semakin tinggi pangkat yang digunakan, hasilnya akan

mendekati metode polygon conto terdekat.

c) Sifat atau perilaku anisotropik dari cebakan mineral dapat diperhitungkan

(space warping)

Kerugian dari metode IDW adalah nilai hasil interpolasi terbatas pada nilai

yang ada pada data sampel. Pengaruh dari data sampel terhadap hasil interpolasi

disebut sebagi isotropik . Dengan kata lain, karena metode ini menggunakan rata-

rata dari data sampel sehingga nilainya tidak bisa lebih kecil dari minimum atau

lebih besar dari data sampel. Jadi, puncak bukit atau lembah terdalam tidak dapat
9

ditampilkan dari hasil interpolasi model ini. Untuk mendapatkan hasil yang baik,

sampel data yang digunakan harus rapat yang berhubungan dengan variasi lokal.

Jika sampelnya agak jarang dan tidak merata, hasilnya kemungkinan besar tidak

sesuai dengan yang diinginkan (Rafsanjani dkk,2016)

Adapun persamaan metode inverse distance weighting adalah:

1
𝑤𝑗 = 𝑑𝑖 𝑛 (1)
1
∑𝑖=𝑛
𝑑𝑖 𝑛

Keterangan :
W𝑗 = bobot yang ditaksir
𝑑𝑖 = jarak
n = Pangkat

Metoda seperjarak ini mempunyai batasan. Metode ini hanya memperhatikan

jarak saja dan belum memperhatikan efek pengelompokan data, sehingga data

dengan jarak yang sama namun mempunyai pola sebaran yang berbeda masih akan

memberikan hasil yang sama. Atau dengan kata lain metode ini belum memberikan

korelasi ruang antara titik data dengan titik data yang lain. (Hustrulid dkk, 2013)

2. Metode Geostatistik dan Kriging

a. Statistik

Kontribusi utama terkait dengan penaksiran kadar mineral adalah parameter

variogram digunakan untuk memperkirakan nilai variabel spasial pada lokasi yang

tidak memiliki data (Margaret et.al 2015).

Variogram merupakan perangkat dasar dari statistik ruang (geostatistik) yang

digunakan untuk mengkuantifikasi korelasi ruang antar contoh. Variogram

eksperimental adalah variogram yang diperoleh dari data yang diamati atau data
10

hasil pengukuran, sedangkan variogram model merupakan model matematis secara

teoritis. Variogram merupakan suatu fungsi vektor yang dapat mengkuantifikasikan

tingkat kemiripan antara dua contoh yang terpisah oleh jarak h. Variogram

eksperimental didefinisikan sebagai setengah rerata penjumlahan selisih kuadrat

pasangan data yang di nyatakan dengan persamaan berikut.

(ℎ)
∑𝑁
𝑖=1[𝑧(𝑥1 − 𝑧(𝑥𝑖+ℎ )]
2
𝑦 = (2)
2𝑁9(ℎ)

Dimana :
γ(h) = variogram untuk arah tertentu dalam jarak h
h = 1d, 2d, 3d, 4d (d = jarak antara conto)
z(xi) = nilai data pada titik xi
z(xi+h) = data pada titik yang berjarak h dari xi
N(h) = jumlah pasangan data

Hubungan antara variogram eksperimental dan variogram model adalah

merupakan parameter kecocokan. Langkah yang dilakukan untuk mendapatkan

hubungan antara variogram eksperimental dan variogram model sehingga diperoleh

nilai parameter kecocokan adalah dengan cara fitting (pencocokan) variogram.

Proses pencocokan ini disebut dengan analisis struktural (structural analysis).

Gambar plot semivariogram eksperimental adalah sebagai berikut:


11

Gambar 2. Plot Semivariogram Eksperimental, Sumber: (Margaret et.al 2015)

b. Kriging

Kriging adalah penaksir geostatistik yang dirancang untuk penaksiran kadar

blok sebagai kombinasi linier dari sampel yang berada di sekitar blok, sedemikian

rupa sehingga taksiran ini tidak bias dan memiliki varians minimum. Metode ini

mengkombinasikan antara pembobotan rata-rata dengan linier dari data titik bor

yang berada disekitarnya, dan juga mengkorelasikan antar sampel sesuai dengan

jarak. Metode ini merupakan metode yang paling umum dipakai dalam penaksiran

kualitas/kadar blok dalam suatu model cadangan. Dengan teknik rata-rata

tertimbang (weighted average), kriging akan memberikan bobot yang tinggi untuk

sampel di dekat blok, dan sebaliknya bobot yang rendah untuk sampel yang jauh

letaknya. Metode kriging yang digunakan adalah teknik linier (ordinary kriging).

Ordinary kriging cenderung menghasilkan taksiran blok yang lebih merata atau

kurang bervariasi dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (smoothing effect).

Pemodelan pada endapan berlapis misalnya batubara atau lainnya akan lebih sesuai

jika dilakukan dengan cara gridded seam model (Sujiman, 2015).


12

3. Metode Poligon (Area Of Influence)

Metode ini merupakan suatu metode taksiran yang konvensional, yang

biasanya dapat diterapkan pada bahan galian dengan homogenitas dan kontinuitas

yang tinggi serta kondisi geologi yang sederhana. Kadar pada suatu luasan di

dalam poligon ditaksir dengan nilai sampel yang berada di tengah-tengah poligon

sehingga metoda ini sering disebut dengan metoda poligon daerah pengaruh

(Husaini, dkk, 2019).

C. Perencanaan Tambang (Mine design)

Rancangan (design) adalah penentuan persyaratan, spesifikasi dan kriteria

teknik yang rinci dan pasti untuk mencapai tujuan dan sasaran kegiatan serta urutan

teknis pelaksanaannya. Di Industri pertambangan juga dikenal rancangan tambang

(mine design) yang mencakup pula kegiatan-kegiatan seperti yang ada pada

perencanaan tambang, tetapi semua data dan informasinya sudah rinci (pemodelan

geologi, pit potensial, pit limit, geoteknik, stripping ratio, dan data pendukung

lainnya).

Perencanaan tambang merupakan suatu rancangan tambang untuk mencapai

batas akhir penambangan dalam jangka waktu tertentu sacara aman dan

menguntungkan. Dimana di dalamnya mencakup penjadwalan produksi dan

rancangan tahapan desain penambangan tahunan/bulanan. Sehingga perencanaan

tambang memiliki tujuan membuat suatu rencana produksi tambang untuk

menghasilkan tingkat produksi yang telah ditentukan (Adnannst dkk, 2015).

Menurut Zainassolihin (2015), ada beberapa macam perencanaan antara lain:


13

1. Perencanaan jangka panjang, yaitu suatu perencanaan yang jangka waktunya

lebih dari 5 tahun secara berkesinambungan.

2. Perencanaan jangka menengah, yaitu suatu perencanaan kerja untuk jangka

waktu antara 1 – 5 tahun.

3. Perencanaan jangka pendek, yaitu suatu perencanaan aktivitas untuk jangka

waktu kurang dari setahun demi kelancaran perencanaan jangka menengah dan

panjang.

4. Perencanaan penyangga atau alternatif, bagaimanapun baiknya suatu

perencanaan telah disusun, kadang-kadang terjadi hal-hal yang tak terduga atau

ada perubahan data dan informasi atau timbul hambatan yang sulit untuk

diatasi, sehingga dapat menyebabkan kegagalan maka harus diadakan

perubahan dalam perencanaan.

Pada umumnya ada dua tingkat rancangan, yaitu:

1. Rancangan konsep (conceptual design), yaitu suatu rancangan awal atau titik

tolak rancangan yang dibuat atas dasar analisis dan perhitungan secara garis

besar dan baru dipandang dari beberapa segi yang terpenting, kemudian akan

dikembangkan agar sesuai dengan keadaan nyata di lapangan.

2. Rancangan rekayasa atau rekacipta (engineering design), adalah suatu

rancangan lanjutan dari rancangan konsep yang disusun dengan rinci dan

lengkap berdasarkan data dan informasi hasil penelitian laboratorium serta

literatur dilengkapi dengan hasil-hasil pemeriksaan keadaan lapangan

(Prinandi, 2015).
14

D. Sistem Tambang Terbuka

Sistem penambangan terbuka didefinisikan sebagai penggalian yang dimulai

dari seluruh permukaan awal alam dan tidak memerlukan pembangunan

terowongan / tunnel atau shaft. Kebanyakan, model mineralisasi akan berdampak

pada metode penambangan permukaan, terutama karakter dan ketebalan lapisan

penutup / overburden. (Darling, 2011)

Sistem tambang terbuka akan menyebabkan perubahan rona atau bentuk

topografi suatu daerah menjadi sebuah front penambangan. Tambang terbuka

menghasilkan ekstraksi mineralisasi yang dilakukan pada dengan metode

panambangan di permukaan tanah, dimana dapat dilakukan ekstraksi mekanis

ataupun secara aqueous extraction. Ada juga tipe detail yang digunakan dalam

tambang terbuka, namun hanya dilakukan dengan beberapa teknik saja dan lebih

mudah dipahami.

Berdasarkan hal tersebut, ada empat ekstraksi mekanis utama dalam metode

penambangan untuk mendapatkan mineral pada tambang terbuka:

a) Metode open-pit

b) Metode strip (open cast) mine

c) Metode quarry mine

d) Metode auger mine

Pembagian metode ekstraksi mekanik jelas memiliki keterkaitan dengan

komoditas yang ditambang. Metode open pit digunakan pada penambangan logam

dan intan. Quarry mine difokuskan pada insdutri mineral dan batuan, serta metode
15

strip mine dan auger mine adalah metode yang sering diterapkan pada endapan batu

bara.

Metode open pit dan strip mine adalah dua metode penambangan permukaan

yang paling dominan di dunia, terhitung sekitar 90% dari total tonase mineral di

tambang terbuka. Keuntungan dan kerugian dari satu jenis penambangan

permukaan dibandingkan yang lain, sering terkait dengan peralatan yang digunakan

dan biaya serta manfaat terkait yang berasal dari penggunaannya.

E. Umur Tambang

Umur tambang (life of mine, mine life ) adalah waktu yang dihitung dari jumlah

cadangan dibagi dengan produksi tambang per tahun. Umur tambang sangat

dipengaruhi oleh jumlah cadangan yang bisa ditambang dan tingkat produksi per

tahun. Perhitungan umur tambang dapat dirumuskan sebagai berikut :

Cadangan (ton)
Umur Tambang (tahun) = (3)
Produksi (ton/tahun )

Umur tambang dibuat tidak terlalu cepat ataupun terlalu lama, tergantung dari

kemampuan perusahaan dalam menentukan tingkat produksi. Terlalu rendah

tingkat produksi berarti keuntungan yang diperoleh akan lama (balik modalnya

akan terhitung lama), sedangkan terlalu tinggi tingkat produksinya maka biaya

investasi bisa terlalu besar sehingga kemungkinan kemampuan keuangan

perusahaan tidak akan sanggup mengatasi (Hustrulid dkk., 2013).


16

F. Parameter Desain Pit Penambangan

Proses desain penambangan lebih mengarah pada pertimbangan hasil nilai

kadar yang diperoleh pada masing-masing pemboran untuk melakukan penaksiran

kedalaman lapisan ore sehingga rancangan desain pit dilakukan bukan hanya

berdasarkan pada kedalaman lapisan namun ukuran jarak antar titik bor. Ketentuan

dalam membuat rancangan pushback pit penambangan dengan metode panel, strip

dan block menurut Hustrulid dkk., (2013) adalah:

a. Penentuan design pit total (ultimate pit limit).

b. Pentahapan penambangan (pushback pit) mengacu pada stripping ratio dan

target tonase produksi, kecenderungan yang digunakan adalah mengacu

kepada keseragaman stripping ratio, target tonase dan perubahan yang

beraturan.

c. Pembentukan desain pushback. Hal yang harus diperhatikan adalah lebar

jenjang kerja minimal, slope dan ketinggian jenjang serta lebar jalan. Lebar

pushback sangat ditentukan oleh ukuran unit operasi yang dipergunakan.

Rancangan pushback/tahapan penambangan dalam metode cebakan bijih yang

perlu diperhatikan yaitu sebagai berikut:

a. Peta penampang horizontal tampak atas (plan / level map) memperlihatkan

bentuk pit pada akhir tiap tahap dengan ditandai setiap perubahannya.

b. Peta penampang horizontal yang menunjukkan batas seluruh pushback pada

satu atau dua elevasi jenjang.

c. Peta penampang vertikal tampak samping (cross section) yang menunjukkan

geometri seluruh pushback.


17

d. Tabel jumlah ton bahan galian, kadarnya, jumlah material total dan nisbah

pengupasan untuk setiap pushback. Tabulasi jumlah dan kadar material per

jenjang untuk tiap pushback diperlukan untuk penjadwalan produksi

(Hustrulid dkk., 2013).

Suatu perancangan pushback mengacu pada beberapa parameter. Parameter-

parameter tersebut termasuk didalamnya adalah desain geometri lereng berdasarkan

model cebakan bijih dan metode panel, strip dan block yaitu sebagai berikut:

1. Geometri jenjang

Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam membuat rancangan

desain pushback pit tambang adalah geometri jenjang termasuk di dalamnya

kemiringan lereng (slope), lebar jenjang (bench width, berm), tinggi jenjang (bench

height), dan jalan masuk untuk operasional (ramp) dan dapat dilihat pada gambar 3

untuk hubungan antar sudut pit. Pit limit merupakan batas akhir dari penambangan

yang dipengaruhi oleh parameter SR (Stripping Ratio), geoteknik (kemantapan

lereng) dan kondisi geologi ore (Hustrulid dkk., 2013).

Gambar 3. Hubungan sudut pada metode penambangan open pit antara overall slope
angle, inter-ramp angle, dan bench face angle (Hustrulid dkk., 2013)
18

Ada tiga komponen utama dari desain pada sudut lereng metode tambang open

pit berdasarkan Wyllie dan Mash (2004) adalah sebagai berikut:

a) Sudut kemiringan pit / overall pit slope keseluruhan dari crest ke toe, ramp dan

jenjang. Kemiringan komposit dengan kemiringan yang lebih datar dalam

material surficial yang lebih lemah, dan lereng yang lebih curam pada

kedalaman tertentu. Selain itu, sudut kemiringan dapat bervariasi di sekitar pit

untuk mengikuti bentuk endapan yang berbeda dan tata letak ramp.

b) Sudut inter-ramp adalah kemiringan, atau lereng, terletak di antara setiap jalan

yang akan bergantung pada jumlah ramp dan lebarnya.

c) Nilai sudut jenjang / bench face angle tergantung pada jarak vertikal antar

jenjang, atau gabungan beberapa jenjang, dan lebar jenjang yang diperlukan

untuk menahan jatuhnya batuan kecil (Wyllie dan Mash, 2004).

Komponen dasar pada open pit adalah jenjang. Beberapa bagian-bagian

jenjang adalah sebagai berikut :

a. Crest dan toe

Crest dan toe merupakan salah satu komponen geometri jenjang dalam

pembuatan desain pit penambangan. Crest adalah titik tertinggi pada suatu jenjang

/ penampang suatu antiklin yang merupakan titik singgung dengan garis horizontal.

Sedangkan toe adalah batas bagian bawah / kaki / dasar suatu jenjang penampang.

Bagian-bagian jenjang dapat dilihat pada gambar 4 (Hustrulid dkk., 2013).


19

Gambar 4. Bagian-bagian jenjang (Hustrulid, dkk., 2013)

Setiap jenjang tunggal memiliki titik tertinggi dan titik terendah yang

terpisahkan oleh jarak yang sama pada tinggi jenjang. Oleh karena itu, tinggi

jenjang tunggal adalah jarak vertikal antara dua titik antara dari titik tertinggi

jenjang (crest) dan titik terendah jenjang (toe) (Bullock, 2018).

b. Tinggi Jenjang

Kemiringan jenjang tergantung dari kandungan air material. Material kering

biasanya memungkinkan kemiringan jenjang lebih besar, umumnya tinggi jenjang

berkisar antara 12 – 15 m. Ukuran tinggi jenjang berdasarkan Hustrulid dkk., (2013)

pada endapan mineral dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

L = Lm × SF (4)

Keterangan :

L : Tinggi jenjang (m)


Lm : Maksimum cutting/dumping height dan tinggi alat muat (m)
SF : Swell Factor
20

c. Lebar jenjang

Menurut L., Shevyakov (2009) ukuran dimensi lebar jenjang pada tipe

material lunak dapat dilihat pada persamaan (3) berikut ini.

B = N + L + L1 + L2 (5)

Keterangan :

B : Lebar jenjang (m)


N : Lebar yang dibutuhkan untuk material yang runtuh (m)
L : Jarak antar sisi jenjang (bench) (m)
L1 : Lebar alat angkut (m)
L2 : Jarak untuk menjaga agar tidak longsor (m)

d) Jenjang kerja

Permukaan jenjang yang tersingkap paling bawah disebut dasar jenjang

(catch bench), lebarnya adalah jarak antara crest dan toe yang diukur sepanjang

permukaan jenjang bagian atas. Lebar jenjang adalah proyeksi horizontal dari muka

kerja. Jenjang kerja adalah suatu jenjang dimana dilakukan proses penambangan.

Lebar yang digali dari jenjang kerja disebut cut. (Hustrulid dkk., 2013)

Menurut Darling (2011), beberapa jenjang dapat dikerjakan secara bersamaan

pada elevasi berbeda. Tinggi jenjang adalah jarak vertikal antara titik tertinggi

(crest) dan terendah (toe). Kemiringan jenjang (bench slope) adalah sudut antara

garis horizontal dan garis muka jenjang, biasanya dinyatakan dalam derajat (°).

Adapun gambar working bench dan safety bench dapat dilihat pada gambar 5.
21

Keterangan :
SB : Safety bench
WB : Working bench (jenjang kerja)
WW : cut (galian yang diambil)

Gambar 5. Working bench dan safety bench (Hustrulid, dkk, 2013)

Metode penambangan open pit, badan bijih dan waste yang diambil dari atas

ke bawah di beberapa lapisan horizontal dengan ketebalan yang sama yang disebut

bench / jenjang. Dengan demikian, jenjang adalah komponen utama pada sistem

penambangan terbuka (khususnya open pit). Jenjang sangat penting dalam operasi

penambangan karena dapat mengakomodasi area pengeboran aktif serta penggalian

(Bullock, 2018).

Setiap jenjang memiliki permukaan atas dan bawah yang dipisahkan oleh

jarak yang sama dengan tinggi jenjang. Dengan demikian, tinggi jenjang adalah

jarak vertikal antara titik tertinggi dari jenjang (crest) dan titik bawah (toe).

Lebar jenjang disesuaikan dengan sasaran produksi dan keadaan topografi

lokasi penambangan. Lebar jenjang adalah jarak horisontal yang diukur dari ujung

lantai jenjang sampai batas belakang lantai jenjang. Lebar minimum yang akan

dibuat harus dapat menampung material hasil bongkaran dan peralatan yang

digunakan.
22

Lebar jenjang minimum sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

1) Jenis dan kemampuan alat

2) Posisi kerja dari peralatan yang sedang beroperasi di lantai yang sama

3) Lebar dari tumpukan hasil pembongkaran

4) Kapasitas produksi yang akan dipakai (Hustrulid dkk, 2013).

e) Jenjang penangkap (catch bench)

Muka jenjang biasanya dibuat pada penambangan, seterjal mungkin dengan

harapan dapat menahan runtuhan batuan pada ukuran jenjang yang telah diskalakan.

Pengembangan jenjang penangkap (catch bench) di lereng tambang diperlukan di

daerah-daerah yang rawan terjadi failure (runtuhan), jika dirancang dengan benar,

akan mencegah teradinya runtuhan dari bagian atas lereng pit ke wilayah-wilayah

kerja tempat dan peralatan berada (Darling, 2011).

Tujuan pembuatan jenjang penangkap (catch bench) menurut Hustrulid dkk.,

(2013):

a) Untuk mengumpulkan material yang runtuh dari jenjang yang ada diatasnya

b) Untuk memberhentikan boulder yang bergerak ke bawah.

Secara umum lebar jenjang penangkap adalah 2/3 tinggi jenjang sedangkan

pada akhir umur tambang lebar jenjang penangkap dikurangi sampai 1/3 tinggi

jenjang. Jenjang penangkap (catch bench) dapat dilihat pada gambar 6.


23

Keterangan:
CB: Catch bench
C : cut ( material yang lepas)

Gambar 6. Jenjang penangkap (catch bench) (Hustrulid, dkk, 2013)

f) Geometri kemiringan lereng

Sudut lereng antar jalan (inter-ramp slope angle) adalah sudut lereng gabungan

beberapa jenjang diantara dua jalan angkut. Penetapan sudut lereng jenjang tunggal

(face angle) dan lebar jenjang penangkap (catch bench) berdasarkan sudut lereng

antar jalan tersebut. Sudut lereng keseluruhan (overall slope angle) adalah sudut

yang sebenarnya dari dinding pit keseluruhan, dengan memperhitungkan lebar jalan

angkut, jenjang penangkap dan semua profil lain di pit wall.

Kemiringan lereng (slope) sangat penting dalam pembuatan rancangan

tambang, sangat berpengaruh terhadap besarnya stripping ratio, semakin landai

lereng semakin banyak material yang harus dikupas, ini berarti stripping ratio

semakin besar. Bagian – bagian dalam geometri lereng tambang dapat dilihat pada

gambar 7 (Hustrulid dkk., 2013).


24

Catch bench

Gambar 7. Bagian – bagian dalam geometri lereng tambang (Bullock, 2018)


Besar sudut kemiringan untuk geometri lereng adalah:

c) Batuan beku : 70° - 80°

d) Batuan sedimen : 50° - 60°

e) Pasir kering : 40° - 50°

f) Batuan argilacous : 35° - 45°

Penjelasan pada gambar 7 berkaitan dengan rumus penentuan geometri

jenjang suatu lereng menurut Hustrulid dkk., (2013) adalah dapat dilihat pada

beberapa overall slope berikut :

1) Overall slope angle

Perhitungan kemiringan lereng (overall slope angle) ditujukan untuk

menentukan sudut kemiringan keseluruhan yang dibuat pada front penambangan.

kemiringan ini diukur dari crest paling atas sampai dengan toe paling akhir dari

front penambangan. Gambar kemiringan lereng (overall slope angle) dapat dilihat

pada gambar 8.
25

H
BH
α°

CB

ß°

Gambar 8. Overall slope angle pada lereng pit tambang

H = BH × n (6)

BH
D = CB × (n – 1) + n × ( ) (7)
tan α°

H
Tan ß° = (8)
D

n × BH
Tan ß° = BH (9)
CB ×(n-1)+n ×(tan α°)

Keterangan :

ß° : Overall slope, sudut keseluruhan lereng (°)


α° : Sudut lereng jenjang (°)
BH : Tinggi jenjang (m)
CB : Jenjang penangkap (m)
n : Jumlah jenjang
H : Kedalaman pit (m)
D : Jarak vertikal dari titik tertinggi (crest) ke titik terendah (toe) (m)
26

2) Overall slope angle dengan access ramp

Merupakan sudut kemiringan dari keseluruhan jenjang, namun dipertengahan

overall slope diberi salah satu jenjang yang dimensi ukurannya lebih lebar dan

digunakan sebagai jalan angkut. Overall slope angle dengan access ramp dapat

dilihat pada gambar 9.

R
H

CB
BH
α°
L

ß°

Gambar 9. Overall slope angle dengan access ramp

n × BH
Tan ß° = n × BH (10)
nCB × CB + ( tan α° )+R

Keterangan :

ß° : Overall slope, sudut keseluruhan lereng (°)


α° : Sudut lereng jenjang (°)
BH : Tinggi jenjang (m)
CB : Lebar jenjang penangkap (m)
n : Jumlah jenjang
nCB : Jumlah lebar jenjang penangkap
R : Ramp (m)
H : Kedalaman pit (m)
D : Jarak vertikal dari titik tertinggi (crest) ke titik terendah (toe) (m)
27

3) Overall slope angle dengan working bench

Overall slope angle pada jenjang kerja dan beberapa jenjang lain diukur dari

crest sampai toe. Berikut persamaan overall slope angle dengan working bench

dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 10.

WB

H
BH
α°
CB
L

ß°

Gambar 10. Overall slope angle dengan working bench

nBH × BH
Tan ß° = n × BH (11)
WB + (nCB × CB) + ( BH
tan α°
)

Keterangan :

ß° : Overall slope, sudut keseluruhan lereng (°)


α° : Sudut lereng jenjang (°)
BH : Tinggi jenjang (m)
CB : Lebar jenjang penangkap (m)
n : Jumlah jenjang
nBH : Jumlah lebar jenjang penangkap
WB : Working Bench (m)
H : Kedalaman pit (m)
D : Jarak vertikal dari titik tertinggi (crest) ke titik terendah (toe) (m)
28

4) Overall slope angle dengan working bench dan ramp

Overall slope terdapat satu jenjang kerja dan satu jenjang untuk jalan angkut

(ramp), lebarnya lebih besar daripada jenjang biasa. Kemiringan jenjang diukur dari

masing-masing crest dan toe pada working bench dan ramp. Overall slope angle

dapat dilihat pada gambar 11.

WB

R
H

CB
BH
α°
L

ß°

Gambar 11. Overall slope angle dengan working bench dan ramp

nBH ×BH
Tan ß° = n × BH (12)
WB + (nCB × CB) + R + ( BH
tan α°
)

Keterangan :

ß° : Overall slope, sudut keseluruhan lereng (°)


α° : Sudut lereng jenjang (°)
BH : Tinggi jenjang (m)
CB : Lebar jenjang penangkap (m)
n : Jumlah jenjang
nBH : Jumlah lebar jenjang penangkap
WB : Working Bench (m)
R : Ramp (m)
H : Kedalaman pit (m)
D : Jarak vertikal dari titik tertinggi (crest) ke titik terendah (toe) (m)
29

5) Overall slope angle dengan dua (2) working bench atau working bench

dan safety bench

Overall slope yang ada pada beberapa (dua) bagian jenjangnya digunakan

sebagai working bench. Kemiringan sudutnya diukur dari crest paling atas sampai

toe paling bawah dari jenjang yang ada. Overall slope angle dengan dua (2) working

bench atau working bench dan safety bench dapat dilihat pada gambar 12 berikut

ini.

WB1 / SB1

H WB2 / SB2
BH
α°
CB
L

ß°

Gambar 12. Overall slope angle dengan dua (2) working bench atau working
bench dan safety bench

nBH ×BH
Tan ß° = n ×BH (13)
(nCB × CB) + (WB1 + WB2) +( BH
tan α°
)

nBH ×BH
Tan ß° = n ×BH (14)
(nCB × CB) + (WB1 + SB1) +( BH
tan α°
)

Keterangan :

ß° : Overall slope, sudut keseluruhan lereng (°)


α° : Sudut lereng jenjang (°)
BH : Tinggi jenjang (m)
CB : Lebar jenjang penangkap (m)
n : Jumlah jenjang
30

nCB : Jumlah lebar jenjang penangkap


WB : Working Bench (m)
SB : Safety Bench (m)
R : Ramp (m)
H : Kedalaman pit (m)
D : Jarak vertikal dari titik tertinggi (crest) ke titik terendah (toe) (m)

g) Ramp (Road Access Mining Road)

Ramp adalah jalan yang digunakan di dalam daerah pit penambangan (bench)

dan akan digunakan sesuai dengan arah kemajuan penambangan. Berikut adalah

parameter pembuatan desain ramp berdasarkan Hustrulid dkk., (2013)

1) Lebar berm, yaitu jarak antara kaki lereng atas (toe) dengan kepala lereng

bawah (crest) yang didesain pada elevasi yang sama.

2) Tinggi lereng keseluruhan (overall slope height), adalah tinggi total dari lereng

dari permukaan topografi sampai kedalaman terbawah dari desain tambang (pit

bottom).

3) Kermiringan lereng keseluruhan (overall slope), adalah sudut total dari lereng

sampai kedalaman terbawah dari desain tambang (pit bottom).

Lebar ramp didesain berdasarkan perhitungan geometri jalan menurut

Hustrulid dkk., (2013) pada persamaan berikut :

1
L min = n × Wt + (n + 1) × ( × Wt) (15)
2

Keterangan :

Lmin = Lebar minimum jalan tambang (ramp) (m)


n = Jumlah jalur
Wt = Lebar dump truck (m)
31

Gambar 13. Lebar jalan untuk dua jalur (Bullock, 2018)

Berdasarkan lokasi dan penggunaannya, jalan angkut umumnya sekitar 3 – 3,5

kali lebih lebar dari ukuran truk pada dua arah lurus. Untuk jalan angkut satu arah,

lebar 2 – 2,5 kali dari ukuran truk. Setiap perubahan lebar jalan akan secara

langsung mempengaruhi kemiringan dinding pit secara keseluruhan dan

meningkatkan nilai striping ratio secara drastis.

Desain tambang merupakan intepretasi dari data-data geologi mengenai

bentuk, ukuran, dimensi, letak dari suatu cebakan mineral yang di batasi dengan

berbagai aspek teknis dan memberikan gambaran dari keadaan mineral setempat.

2. Batas Penambangan

Untuk merancang sebuah batas tambang terbuka disebut ultimate open pit,

metodenya dibedakan oleh ukuran deposit, kuantitas dan kualitas data kemampuan

analisis, dan asumsi dari seorang engineer tersebut. Batas ini menunjukkan jumlah

batubara yang dapat ditambang dan jumlah material buangan (overburden) yang

harus dipindahkan selama operasi penambangan berlangsung.


32

Ukuran, geometri dan lokasi dari tambang utama sangat penting dalam

perencanaan tempat penimbunan tanah penutup (overburden). Jalan masuk,

stockpile, dan semua fasilitas lain pada tambang tersebut. Pengetahuan tambahan

dari rancangan batas tambang juga berguna dalam membantu pekerjaan eksplorasi

mendatang.

Gambar 14. Batasan penambangan pada tambang terbuka (Purwaningsih,


2017)

3. Nisbah Pengupasan (Stripping ratio)

Salah satu cara menggambarkan efisiensi geometri (geometrical efficiency)

dalam kegiatan penambangan adalah dengan istilah “Stripping ratio” atau nisbah

pengupasan. Stripping Ratio (SR) menunjukkan jumlah overburden yang harus

dipindahkan untuk memperoleh sejumlah batubara yang diinginkan. Dari nilai

stripping ratio yang diperoleh dan dibandingkan dengan nilai BESR (Break Even

Stripping Ratio) yang telah dihitung sebelumnya, maka akan diperoleh bahwa
33

secara teknis batasan kegiatan penambangan dalam pit adalah sampai nilai BESR

yang dicapai dalam perhitungan stripping ratio (Purwaningsih, 2017).

Desain inpit penambangan dan penjadwalan penambangan merupakan

parameter penting. Stripping ratio umumnya meningkat berdasarkan kedalaman

lubang bukaan dan tergantung pada batas ekonomis dari tambang terbuka. Nisbah

pengupasan untuk tambang logam biasanya antara 1 : 1 dan 3 : 1 tetapi bisa melebihi

10 : 1 di tambang dengan bijih berkadar tinggi (high grade) (Stevens, 2010).

Pengupasan material waste dan overburden untuk memperoleh bijih dikenal

sebagai pengupasan / stripping. Oleh karena itu, stripping ratio (kunci utama untuk

perusahaan pertambangan dan hampir secara universal digunakan) merupakan

merepresentasikan jumlah material yang tidak ekonomis atau waste yang harus

dibuang untuk mengekstrak satu unit / (ukuran volume atau ton) bijih. Rasio

umumnya dinyatakan sebagai meter kubik / meter kubik, ton / ton, atau bahkan

dalam meter kubik / ton untuk beberapa mineral. Jika waste dan bijih memiliki

kerapatan yang sama untuk memperkirakan rasio pengupasan dalam meter kubik /

meter kubik atau ton / ton (Revuelta, 2018).

Salah satu cara untuk menguraikan secara geometri pushback dengan efisien

dalam sebuah produksi penambangan menggunakan “stripping ratio”. Ini

menunjukkan jumlah dari waste yang harus dipindahkan dan jumlah secara

kuantitas ore yang akan ditambang. Ratio atau perumusan berdasarkan Hustrulid

dkk., (2013) untuk perhitungan stripping ratio terlihat pada persamaan (16) dan

(17) berikut :

Waste (ton)
Stripping Ratio = (16)
Ore (ton)
34

Waste (volume)
Stripping Ratio = (17)
Ore (volume)

Perbedaan kedua persamaan diatas terletak pada pemberian densitas untuk

menghitung jumlah tonasenya. Sedangkan volume masih dalam keadaan Bank

Cubic Metric (Hustrulid dkk., 2013).

G. Konsep Model blok

Permodelan dan penaksiran sumberdaya mineral secara komputer didasarkan

pada kerangka model blok. Ukuran blok merupakan fungsi geometri mineralisasi

di daerah penelitian dan sistem penambangan yang akan digunakan. Sketsa model

blok 3D. Variabel yang diperlukan untuk pemodelan adalah topografi daerah

penelitian (topo), informasi geologi, kadar mineral, jenis batuan (rock), masa jenis

(density), persentase blok sebagai sebagai bagian bijih (%ore), dan tonase setiap

blok.

Model blok adalah model komputer yang membagi cebakan bijih menjadi

blok-blok yang seragam. Permodelan dan penaksiran sumberdaya mineral secara

komputer didasarkan pada kerangka model blok. Model berbentuk balok dengan

dimensi tertentu yang diperoleh dari data lubang bor. Blok memberi informasi yang

diperoleh dari data lubang bor, seperti kadar logam, tipe batuan, density, dan nilai

blok. Blok umumnya berbentuk balok dengan panjang sesi ½ sampai 1/3 jarak

lubang bor. Blok dapat berukuran 25 x 25 x 1 meter.

Model blok adalah sebuah bentuk referensi database spasial yang

menyediakan sarana untuk pemodelan tubuh 3D dari titik dan interval data seperti

data sampel drillhole. Model blok terdiri dari nilai interpolasi pengukuran yang
35

benar. Model blok menyediakan metode estimasi volume, tonase, dan nilai rata-

rata dari tubuh 3D dari data lubang bor.

Pusat dari setiap blok mendefinisikan dimensi geometris di setiap sumbu,

yaitu koordinat, Y, X, dan Z. Setiap blok berisi atribut untuk masing-masing

properti yang akan dimodelkan. Properti atau atribut mungkin berisi nilai string

numerik atau karakter. Blok dari berbagai ukuran ditentukan oleh pengguna setelah

model blok dibuat.

Gambar 15. Tampilan 3D blok matriks (Sumber: Hustrulid, dkk, 2013)

H. Batas Penambangan (Pit limit)

Batas pit / pit limit secara jelas memberikan ukuran umur tambang. Pit limit

pada metode open pit harus ditetapkan berdasarkan tahap perencanaan (pushback)

dan jumlah mineralisasi yang ditambang, kandungan logam, dan jumlah waste.

Istilah serupa lainnya untuk konsep ini adalah garis besar pit atau kontur pit.

Pit adalah lubang tambang, kuari, atau penggalian yang dikerjakan dengan

metode tambang terbuka untuk memperoleh bahan galian berharga. Perancangan


36

open pit dilakukan dalam beberapa tahap yang secara teknis terdiri atas perencanaan

atau pengaturan rencana alternatif, diikuti dengan evaluasi dan pemilihan rencana

optimum. Rancangan batas pit tergantung faktor-faktor yang umumnya tidak dapat

diatur oleh perancang batas-batas geometri badan bijih, sebaran bijih dalam badan

bijih, topografi, sudut lereng maksimum yang aman, dan sebagainya sementara

ekonomi rencana penambangan tergantung penentuan rasio penambangan, laju

produksi, peralatan, dan hal lainnya yang dapat ditentukan perancang (Hustrulid

dkk., 2013).

Desain pit limit dapat dilihat pada gambar 16, dimana tergantung pada analisis

awal yang terdiri dari beberapa hal berikut ini:

a) Model tubuh bijih dimana deposit didiskritisasi ke dalam grid blok, yang

masing-masing terdiri dari volume material dan sifat mineral yang sesuai

b) Nilai setiap blok, yang ditentukan dengan membandingkan harga pasar bijih

dengan biaya ekstraksi dan pengolahan

c) Model geometrik dari deposit. Model blok yang diproduksi dalam berbagai

cara tergantung pada struktur tubuh bijih. Model blok ini dapat

mempertimbangkan jutaan blok berdasarkan ukuran badan bijih / endapan

(Newman dkk., 2010).


37

Material Tertambang

Mineral
inventory
Pit Limit

Gambar 16. Pit limit pada superposisi mineral (Hustrulid dkk., 2013)

Metode yang digunakan dalam merancang ultimate pit limit adalah metode

manual vertical section dimana:

1) Penampang yang bersilang (cross section) berada pada interval biasa sejajar

satu dengan yang lain dan terhadap sumbu panjang badan bijih.

2) Penampang yang membujur (longitudinal section ) sepanjang sumbu panjang

badan bijih untuk membantu mengetahui batas pit diakhir badan bijih.

3) Penampang radial (radial section) membantu mengetahui batas pit diakhir

badan bijih seperti yang terlihat pada Gambar 16.

I. Sequence Penambangan ( Mine Sequence)

Mine sequence merupakan bentuk-bentuk penambangan yang menunjukkan

bagaimana suatu pit akan ditambang dari titik awal masuk hingga bentuk akhir pit.

Mine sequence disebut juga phase, slice, stage, dan pushback.

Tujuan umum dari mining sequence adalah untuk membagi seluruh volume

yang ada dalam pit ke dalam unit-unit perencanaan yang lebih kecil sehingga
38

mudah ditangani. Adanya mine sequence yang direncanakan dengan baik akan

memudahkan perancangan tambang yang amat kompleks menjadi lebih sederhana.

Penentuan sequence atau urutan dalam penambangan ditentukan berdasarkan

target produksi yang ingin dicapai dalam waktu tertentu biasa tiap bulan. Hal yang

menjadi penentuan dalam menentukan sequence adalah kadar persen rata-rata Ni

berdasarakan total dari tonnase yang dinginkan untuk ditambang dengan

menggunakan metode block model.

Geometri dari pushback sangat bergantung dari keadaan lokasi tambang dan

faktor-faktor lain termasuk geometri tubuh bijih, target finansial, pertimbangan

geoteknik, peralatan tambang, target produksi, dan perencanaan jangka panjang.

Perencanaan pushback dapat berupa conventional atau sequential. Kedua metode

pushback ini membagi final pit dengan jarak horisontal yang sama. Sequential

pushback membagi blok penambangan dengan ukuran yang relatif lebih kecil dan

operasi penambangan dilakukan secara bersamaan pada beberapa jenjang (level)

yang berbeda. Pada conventional pushback penambangan dilakukan pada sebuah

jenjang secara horisontal sebelum berpindah pada jenjang (level) selanjutnya.

Parameter waktu perlu untuk diperhitungkan dalam perancangan pushback

karena waktu merupakan parameter yang sangat berpengaruh. Tahapan-tahapan

penambangan yang dirancang secara baik akan memberikan akses ke semua daerah

kerja dan menyediakan ruang kerja yang cukup untuk operasi peralatan kerja

tambang. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam merencanakan suatu

pushback, seperti faktor geologi, geoteknik, desain jalan angkut, ekonomi,


39

pemilihan alat berat, hidrologi, target produksi, dan masalah lingkungan (Reza,

2018) .

Gambar 17. Pushback penambangan (Reza, dkk, 2018).

Dalam setiap periode, terdapat target yang digunakan sebagai acuan untuk

dicapai pada akhir periode penambangan. Target tersebut meliputi target tonase dan

target kualitas.

1. Target Tonase

Setiap blok berisi tonase tertentu dari logam yang diinginkan. Blok juga dapat

terdiri dari batuan sisa yang tidak akan diperhitungkan dalam mencapai target.

2. Target Kualitas

Semua blok penambangan memiliki bijih logam dari kualitas yang berbeda.

Pada proses pemasaran, konsumen menginginkan bijih dengan kualitas yang telah

ditetapkan. Hal ini berarti bahwa pada setiap periode penambangan, satu set blok
40

yang digali dan setelah pencampuran (blending), kualitas bijih harus mendekati atau

mencapai kualitas yang diinginkan.

Terdapat dua strategi untuk desain pushback, yaitu:

1. Menentukan pushback dengan asumsi bahwa bijih terbaik adalah bijih yang

memiliki kadar paling tinggi dan harus memiliki nilai stripping ratio yang

sangat rendah untuk ditambang. Metode penentuan parameter ekonomi perlu

dilakukan untuk menentukan kelompok bijih tersebut. Pada metode tersebut,

serangkaian pit dibuat dengan menerapkan algoritma ultimate pit limit (Learch

and Grossman’s algorithm) pada block model ekonomis cadangan. Model

ekonomi tersebut dapat dihasilkan dengan mengubah beberapa parameter

ekonomi, seperti harga komoditas, cut off grade, atau biaya pengolahan dan

penambangan.

2. Menentukan pushback dengan asumsi bahwa bijih terbaik adalah bijih yang

memiliki kadar tinggi dan proses penambangannya harus memiliki total

pengupasan waste yang paling sedikit. Algoritma ini menentukan desain

pushback yang memiliki nilai stripping ratio terkecil dari semua kemungkinan

desain pushback pada ukuran yang sama (Meagher, 2014).

Dalam penentuan kegiatan push back sebelumnya perlu dilakukan 3 tahapan

berikut ini:

a) Model blok dibentuk berdasarkan batas deposit, dari blok model ini telah

diketahui bentuk dari batasan penambangan.

b) Mempertimbangkan nilai cut off grade (COG), untuk setiap tingkatan COG

berbeda-beda, dalam suatu pit terdiri dari berbagai macam kandungan logam
41

di dalamnya dan memungkinkan pada pit tersebut terdapat kandungan logam

yang sama.

c) Mendesain pushback dengan memperhatikan net present value (NPV)

(Newman dkk., 2010).


42

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Waktu penelitian dilakukan selama kurang lebih satu bulan di PT. Sinar Jaya

Sultra Utama. Lokasi penelitian berada pada wilayah administrasi Desa

Waturambaha, Kecamatan Lasolo Kepulauan, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi

Sulawesi Tenggara. Lokasi ini dapat dengan mudah dijangkau dengan berbagai

sarana transportasi yang ada baik lewat darat, laut, ataupun udara. Lokasi ini dapat

dicapai dengan menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat dari Kota

Kendari ke arah utara melalui jalan poros lintas Sulawesi menuju ke Langgikima

ibukota Kecamatan Langgikima selama ± 5 jam, dan dilanjutkan dengan perjalanan

melalui jalan pengerasan kawasan perkebunan sawit dan jalan pertambangan

selama 2 jam menuju Site Waturambaha.

Secara administrasi daerah penelitian sebelah Utara berbatasan dengan laut

Banda, sebelah Selatan berbatasan dengan desa Boenaga, sebelah Barat berbatasan

dengan Marombo Tubumeita, dan sebelah Timur berbatasan dengan Laut banda.
Gambar 18. Peta administrasi daerah penelitian

43
44

Gambar 19. Peta lokasi daerah penelitian


45

B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode

eksperimen. Dimana metode ini membuat rangkaian proses dan langkah-langkah

dalam merencanakan objek penelitian yang masih bersifat baru dan belum

dilakukan penelitian pada lokasi yang diteliti. Dalam hal ini, yang menjadi objek

penelitian adalah perancangan sequence penambangan / pentahapan penambangan.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen yang akan digunakan penulis saat penelitian, yakni:

Tabel 1. Instrumen penelitian


No Nama Alat Kegunaan

1 GPS Untuk menentukan titik kordinat


penelitian
2 Alat bor (tipe Magic Untuk melakukan proses pengeboran
drill) agar mengetahui litologi yang berada
di bawah permukaan tanah
2 Kamera Untuk dokumentasi
3 Software Surpac 6.3 Untuk membuat desain pit
4 software ArcGIS 10.2 Untuk membuat peta
5 Software Microsoft Untuk pengolahan data
Office Excel 2007

D. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap yaitu tahap studi literatur,

pengamatan lapangan, tahap pengambilan dan pengumpulan data serta tahap

pengolahan dan analisa data. Berikut adalah tahapan kegiatan penelitian yang di

maksud:
46

1. Studi Literatur

Pada tahap studi literatur dilakukan pembelajaran dan pendalaman literatur

terkait kondisi geologi lokal daerah penelitian serta hal-hal yang terkait dengan

nikel laterit. Pada tahap ini juga dilakukan pendalaman materi mengenai desain pit

penambangan serta faktor-faktor yang menjadi parameter perancangan baik dari

segi teknis dan ekonomis serta mempelajari materi tentang sequence penambangan.

2. Pengamatan Lapangan

Pengamatan lapangan pada tahap ini dilakukan dengan observasi daerah

penelitian terhadap kondisi geologi lokal lokasi penelitian serta melakukan

pengumpulan data yang menunjang kegiatan penelitian.

3. Pengambilan dan Pengumpulan Data

Pengambilan dan pengumpulan data ini dilakukan dengan data sekunder

berupa gambaran umum daerah penelitian seperti data kondisi topografi, kondisi

geoteknik dan hidrologi, dan lokasi batas IUP PT. Sinar Jaya Sultra Utama. Selain

itu, mengumpulkan data sekunder yang akan digunakan dalam pembuatan desain

pit dan perencanaan sequence penambangan di blok F seperti data bor blok F, data

blok model, peta topografi dan data rekomendasi geometri lereng.

4. Pengolahan dan Analisa Data

Setelah data terkumpul, kemudian dilakukan perancangan desain pit pada

penambangan bijih nikel blok F PT. Sinar Jaya Sultra Utama dengan

mempertimbangkan faktor teknis dan ekonomis yang menjadi parameter

perancangan agar menjadi efisien.

Adapun tahap pengolahan dan analisis data dari daerah penelitian adalah:
47

1. Mengolah data sekunder yaitu data pemboran dan data topografi blok F PT.

Sinar Jaya Sultra Utama menggunakan bantuan software Surpac 6.3. Tahap ini

bertujuan untuk menampilkan sebaran titik bor dan pembuatan blok model.

2. Pembuatan desain pit limit penambangan menggunakan software Surpac 6.3

dilakukan dengan mempertimbangkan parameter yang ditetapkan perusahaan

seperti geometri jenjang dan geometri jalan angkut. Kemudian untuk membuat

desain pit dimulai dari sebaran bijih terendah yang akan menjadi pit limitnya.

Pembuatan desain dimulai dari batas kedalaman minimum sampai batas atas

maksimum yang telah ditentukan.

3. Melakukan analisis perhitungan cadangan tertambang dilakukan dengan

mengestimasi cadangan yang tertambangan berdasarkan pit limit terhadap

cadangan total yang ada. Analisis perhitungan cadangan tertambang ini

menggunakan bantuan software Surpac 6.3 dengan acuan data cadangan total

dan rancangan pit limit.

4. Menghitung umur tambang berdasarkan jumlah cadangan yang diperoleh dari

software Surpac 6.3. Pembuatan sequence, dilakukan setelah diketahui pit

limitnya kemudian membagi pit tersebut menjadi beberapa unit blok

berdasarkan target produksi perbulan.


48

E. Bagan Alir Penelitian


Mulai

Studi Literatur

Pengumpulan Data

Data Primer: Data Sekunder:


1. Data bor blok F 1. Data topografi
2. Data dokumentasi 2. Data CoG (Cut off grade)
lapangan 3. Data rekomendasi geometri
jenjang
4. Data dokumentasi lapangan

Pengolahan Data
1. Menginput data bor ke dalam software Surpac 6.3
2. Menginput data topografi ke dalam software Surpac 6.3
3. membuat block model
4. Membuat pit berdasarkan parameter geoteknik

Analisis data
1. Merancang pit limit penambangan
2. Mengitung cadangan tertambang berdasarkan pit limit Blok
F
3. Membuat sequence penambangan berdasarkan target
produksi bulanan

1. Pit limit penambangan


2. Umur tambang
3. Sequence penambangan
perbulan

Selesai

Gambar 20. Bagan alir penelitian


49

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam membuat suatu rancangan penambangan diperlukan suatu perencanaan

yang baik. Parameter-parameter yang harus diperhatikan agar rancangan yang

dibuat sesuai yang diharapkan yaitu kondisi dan situasi daerah penambangan,

mengetahui cadangan yang berada pada lokasi yang akan ditambang, keadaan

topografi dan geologi, target produksi, jam kerja, metode penambangan, dan

rencana peralatan mekanis yang akan digunakan. Tujuan yang ingin dicapai dalam

perancangan tambang adalah menentukan batas-batas penambangan pada suatu

cebakan bijih (jumlah cadangan), yang akan memaksimalkan nilai bersih total dari

cebakan bijih tersebut sebelum memasukkan faktor nilai waktu dari uang.

A. Sebaran dan Model Endapan Bijih Nikel Laterit

Hasil eksplorasi yang dilakukan oleh PT. Sinar Jaya Sultra Utama pada Blok F

menggunakan sistem drilling (pengeboran) pada titik-titik lokasi yang telah

diperkirakan dengan jarak spasi 100, spasi 50, hingga spasi 25 (ekplorasi rinci)

diperoleh hasil bahwa blok tersebut memiliki prospek dengan kadar yang sesuai

standar perusahaan untuk ditindak lanjuti.


50

Gambar 21. Sebaran titik bor blok F spasi 25 meter


51

Bentuk sebaran endapan bijih nikel memberikan informasi mengenai kondisi

bentuk badan bijih nikel pada batasan-batasan tertentu terkait sebaran secara

horizontal maupun sebaran secara vertikal, sehingga dapat memberikan informasi

batasan kedalaman maksimum bijih nikel yang terendapkan pada suatu daerah.

Nikel laterit merupakan hasil pelapukan dari batuan beku ultrabasa, kemudian

mengalami proses laterisasi dengan perlapisannya terdiri dari lapisan limonit

(waste) dan lapisan saprolit (ore).

Bentuk dari perlapisan endapan nikel laterit umumnya mengikuti bentuk dari

keadaan morfologi pada blok F PT. Sinar Jaya Sultra Utama yaitu memiliki

geomorfologi bukit bergelombang. Lapisan badan bijih nikel laterit di daerah Blok

F terdiri atas overburden, limonit, saprolit (ore) dan bedrock. Secara umum, model

dan sebaran badan bijih menyebar secara tidak merata pada punggungan bukit dapat

dilihat pada gambar 22 berikut.

Topografi Overburden (OB) Ore

(b)
(a)
Gambar 22. Model endapan bahan galian nikel laterit blok F (a) tampak samping
(b) tampang atas
52

Gambar diatas merupakan sebaran bahan galian nikel dari arah Timur ke Barat

yang berada pada elevasi tertinggi yaitu 234 meter di atas permukaan air laut (mdpl)

dan elevasi terendah 119 meter di atas permukaan air laut. Bagian Timur, badan

bijih (ore) memiliki ketebalan yang tipis karena morfologi lereng (terjal) hal ini

disebabkan karena air hujan yang turun akan segera dialirkan ke bawah lereng

akibatnya sebagian air hujan dibagian puncak lereng tidak sempat meresap secara

vertikal ke bawah sehingga proses pelapukan berjalan sangat lambat atau tidak ada

sama sekali. Hal ini berbeda dengan lokasi topografi yang relatif landai ketika

mendapatkan kiriman air hujan dari atas lereng, air tersebut akan mengalir secara

lateral dengan pergerakan yang sangat lambat dan akan meresap secara vertikal ke

bawah permukaan dengan cepat, sampai bedrock sehingga akan mempercepat

proses pelapukan yang merupakan salah satu faktor terbentuknya zona limonit dan

saprolit.

B. Model blok

Block modelling/pemodelan 3D blok merupakan salah satu tahapan dalam

memodelkan badan bijih dimana bagian-bagian blok-blok yang seragam

dimodelkan secara dinamis sesuai dengan perintah dan data yang ada. Adanya data

topografi dalam model blok 3D bertujuan untuk memberi batasan model cadangan

bijih yang diplot pada peta topografi daerah tersebut. Sehingga untuk setiap elevasi

permukaan masing-masing blok dalam model dapat diperkirakan. Model blok

bertujuan untuk mengestimasi sumberdaya yang selanjutnya akan menjadi dasar

untuk melakukan desain pit.


53

Endapan nikel laterit yang ditaksir sebagai ore memiliki keberagaman kadar.

PT. Sinar Jaya Sultra Utama menetapkan kadar rata-rata nikel yang masih dapat

ditambang atau Cut of Grade (CoG) sebesar 1,4% Ni dengan grade untuk standar

penjualan sebesar 1,7% Ni.

Ukuran block model yang digunakan yaitu 12,5 × 12,5 × 1 meter, perbedaan

warna pada block model menunjukkan distribusi nikel dengan perbedaan grade

sesuai warna yang diperlihatkan. Pembagian warna dibagi atas kelas ore

berdasarkan kadar nikel laterit. Berikut ini gambar blokmodel untuk blok F.

= < 1,4 % Ni
= 1,4 - 1,69 % Ni
= 1,70 - 1,79 % Ni
= 1,8 – 1,99 % Ni
= ≥ 2,00 % Ni

(a)

(b)
Gambar 23. (a) Block model ore 3D (b) Block model ore 2D

Gambar 23 di atas merupakan penampakan distribusi ore jika telah dilakukan

kegiatan pengupasan overburden secara keseluruhan. Untuk blokmodel dengan

bentuk 3 dimensi dapat dilihat pada gambar bagian (a), sedangkan untuk tampak 2

dimensi dapat dilihat pada bagian (b). Blok model di atas menunjukkan cadangan

bijih nikel dengan tingkat gradasi warna berbeda yang telah diklasifikasikan ke

dalam beberapa kelas kadar Ni. Pemberian warna blok pada gambar di atas sesuai
54

dengan klasifikasi warna yang ditetapkan perusahaan. Pengkelasan ore terdiri dari

BLUEZONE, LGS1, LGS2, HGS1, HGS2.

Tabel 2. Warna atribut blok model berdasarkan kadar Ni


No Colour Attribute Value Kadar Ni (%)

1. BLUEZONE < 1,4

2. LGS2 1,4 – 1,69

3. LGS1 1,7 – 1,79

4. HGS2 1,8 – 1,99

5. HGS1 >1,99

Berdasarkan data hasil eksplorasi secara horizontal dan hasil estimasi

berdasarkan pada block model dengan menggunakan metode Inverse Distance

Weighted (IDW) menghasilkan jumlah cadangan sebesar 376.390 ton dengan arah

penyebaran dari timur ke barat. Sumberdaya nikel laterit pada lokasi penelitian

terendapkan dengan elevasi terendah yaitu 119 meter di atas permukaan laut (mdpl)

dan elevasi tertinggi 234 mdpl dengan total sumberdaya sebesar 829.261,74 ton

dengan kadar rata-rata Ni 0,88 %.

Tabel 3. Sumberdaya blok F


Ni (%) Volume (m3) Tonase (ton) Ni (%) Fe (%)

0,0 – 0,1 84.913 135.011,67 0,08 6,23


0,2 – 0,3 70.250 111.697,5 0,29 7,13
1,0 – 1,1 60.520 96.226,8 1,08 19,5
1,1 – 1,2 22.575 35.894,25 1,17 18,81
1,2 – 1,3 26.275 41.777,25 1,25 25,35
1,3 – 1,4 20.292 32.264,28 1,36 21,64
1,4 – 1,5 23.115 36.752,85 1,45 23,34
55

Ni (%) Volume (m3) Tonase (ton) Ni (%) Fe (%)


1,5 – 1,6 51.305 81.574,95 1,56 24,15
1,6 – 1,7 40.625 64.593,75 1,66 23,16
1,7 – 1,8 35.412,4 56.305,71 1,75 21,99
1,8 – 1,9 13.700,87 21.784,38 1,95 22,93
1,9 – 2,0 27.625 43.923,75 2,04 21,43
2,0 – 2,1 18.725 29.772,75 2,04 33,56
2,1 – 2,2 19.775 31.442,25 2,14 19,73
2,2 – 2,3 4.565 7.258,35 2,24 19,13
2,3 – 2,4 1.875 2981,25 2,34 20,9
Total 521.548 829.261,74 0,88 14,47

C. Desain Pit limit Penambangan daerah blok F

Pit limit merupakan batasan akhir dari suatu kegiatan penambangan.

Perancangan pit limit penambangan menggunakan data sumberdaya terukur dan

parameter-parameter dalam penetuan dimensi jenjang yang ditetapkan oleh

perusahaan. Perancangan pit limit juga harus memperhatikan nilai stripping ratio

yang ditetapkan yaitu maksimal 1,5 : 1. Nilai stripping ratio menunjukkan

perbandingan antara tonase overburden yang akan dikupas dan tonase ore yang

akan diambil. Sedangkan untuk nilai Cut off Grade (CoG) yang ditetapkan oleh

perusahaan berdasarkan nilai ekononis adalah 1,4% Ni.

1. Geometri Jenjang

Desain pit yang dimodelkan memiliki beberapa perhitungan geometri dengan

pertimbangan komponen dasar jenjang dan geometri kemiringan lereng.

Perhitungan geometri desain pit terkait komponen dasar jenjang yaitu tinggi

jenjang, lebar jenjang penangkap (catch bench), crest dan toe, geometri kemiringan
56

lereng (overall slope angle dan single slope), serta ramp (road acces mining road)

dihitung berdasarkan beberapa rujukan referensi. Bentuk geometri jenjang desain

pit Blok F PT. SJSU dapat dilihat pada gambar 24 berikut.

A’
A

Tinggi Jenjang: 6 Meter

Crest
Toe

Lebar Berm: 2 Meter

Single Slope: 550

Gambar 24. Bentuk geometri jenjang desain pit daerah blok F

Tabel berikut merupakan rekomendasi geoteknik geometri jenjang untuk

rancangan pit penambangan daerah blok F.

Tabel 4. Komponen dasar jenjang rancangan pit penambangan

No. Komponen Dasar Jenjang Rekomendasi Geoteknik


1. Tinggi jenjang 6m
2. Lebar jenjang 2m
3. Sudut Jenjang Tunggal 55°
Sumber: PT. Sinar Jaya Sultra Utama

Standar yang ditetapkan oleh perusahaan dalam perancangan pit limit yang

dibuat memiliki tinggi jenjang 6 m, dengan sudut lereng jenjang (single slope) 55°,

dan sudut lereng keseluruhan (overall slope) 45°, sementara untuk lebar jenjang

penangkap (catch bench) sebesar 2 m (lihat lampiran 2). Ketentuan perameter yang

ditetapkan telah melalui kajian teknis dan ekonomis oleh perusahaan untuk
57

memaksimalkan kegiatan operasi produksi, dimana tinggi jenjang disesuaikan oleh

kapasitas maksimal alat berat excavator dalam menjangkau objek material/ bahan

galian. Desain kemiringan sebesar 550 ini dilakukan dengan tujuan untuk

memaksimalkan perolehan bijih nikel pada saat kegiatan penambangan, karena

apabila dibuat dengan kemiringan single slope yang lebih curam yang melewati

kemiringan, maka besar kemungkinan akan menyebabkan material-material yang

lebih besar runtuh, dan apabila melewati 60⁰ kemungkinan besar akan terjadi

insiden pergerakan tanah berupa longsor akibat tidak memperhatikan kajian

geoteknik dari pihak perusahaan.

2. Pit limit blok F

Rancangan pit limit merupakan gabungan keseluruhan jenjang yang dibuat

dengan memperhitungankan faktor keekonomisan dimana suatu keterdapatan

bijih/ore masih dianggap ekonomis untuk ditambang dan mempertimbangkan

faktor keamanan yaitu suatu jenjang masih dapat dilanjutkan ke tahap jenjang

selanjutnya dengan perkiraan bahwa jenjang tersebut masih dalam posisi aman

(tidak rawan terjadinya longsor).

Hasil perhitungan geometri jenjang serta analisis awal dengan

mempertimbangkan bentuk badan bijih, dan keadaan morfologi daerah penelitian,

menunjukkan pit limit pada blok F berada pada ketinggian 234 mdpl. Adapun

bentuk akhir pit limit blok F dapat dilihat pada gambar 25.
58

Gambar 25. Pit limit blok F

Berdasarkan SOP (Standard Operational Procedure) perusahaan menetapkan

nilai batas kadar ekonomis/CoG (Cut off Grade) yaitu sebesar Ni ≥ 1,40%, maka

hasil yang diperoleh berdasarkan rancangan ultimate pit limit, didapatkan cadangan

yang terbukti yaitu 375.347,04 ton dengan tonase overburden sebesar 484.202 ton,

sehingga diperoleh nilai stripping ratio sebesar 1,22 dengan kadar rata-rata Ni

1,78% dan Fe 22,47 %. Luas rancangan pit limit adalah 9,91 hektar.

3. Jumlah cadangan

Berdasarkan pit limit yang telah dirancang didapatkan rincian hasil perhitungan

cadangan yang ditunjukkan pada tabel 5, dimana hasil estimasi cadangan pada pit

limit diestimasi menggunakan metode Inverse Distance Weighted (IDW) dan

menghasilkan jumlah cadangan dengan Cut off Grade Ni > 1,4 % adalah

375.347,04 ton.
59

Tabel 5. Hasil perhitungan cadangan berdasarkan pit limit

Ni (%) Volume (m3) Tonase (ton) Ni (%) Fe (%)


1,4 – 1,5 37.695 59.935,05 1,45 23,34
1,5 – 1,6 32.059 50.973,81 1,56 24,15
1,6 – 1,7 36.698 58.349,82 1,66 23,16
1,7 – 1,8 36.134 54.259 1,75 21,99
1,8 – 1,9 32.150 51.119 1,95 22,93
1,9 – 2,0 27.625 43.924 2,04 21,43
2,0 – 2,1 18.725 29.770 2,04 33,56
2,1 – 2,2 9.775 15.542 2,14 19,73
2,2 – 2,3 6.150 9.779 2,24 19,13
2,3 – 2,4 1.875 2.981 2,34 20,9
Total 232.950 375.347,04 1,78 23,47

4. Umur Tambang

Rencana umur tambang bertujuan untuk mengetahui berapa lama waktu

produksi untuk satu pit. Dengan memperhatikan berapa jumlah ore per ton dan

berapa target produksi. Hasil perhitungan umur tambang pada lokasi penelitian

adalah selama 5 bulan dengan jumlah cadangan 375.347,04 ton dengan target

produksi perbulan yaitu 70.000 ton. Perhitungan umur tambang dilakukan dengan

cara sebagai berikut :

Umur tambang = Jumlah cadangan (ton)


Target produksi (ton/bulan)

= 375.347,04 ton
70.000 ton/bulan

= 5,36 bulan

= 5 bulan 11 Hari
60

D. Sequence Penambangan

Sequence penambangan merupakan bentuk-bentuk penambangan yang

menunjukkan bagaimana suatu pit akan ditambang dari tahap awal hingga tahap

akhir rancangan tambang (pit limit). Tujuan utama dari rancangan sequence

penambangan adalah untuk memudahkan penambangan dengan menyederhanakan

seluruh volume yang ada dalam overall pit ke dalam unit-unit pit penambangan

yang lebih kecil sehingga memudahkan penanganannya.

Rancangan pentahapan (sequence) penambangan dibuat untuk efisiensi

pekerjaan penambangan, maka dilakukan pengukuran kemajuan tambang untuk

mengetahui berapa besar perubahan penurunan level, volume material yang

tertambang, posisi dan batas penambangan.

Rancangan sequence penambangan mengacu pada model pit limit. Jumlah

material pada rancangan pit limit terdiri dari material ore sebesar 375.347,04 ton

dan material overburden sebesar 484.202 ton. Rancangan pit limit selanjutnya

dibagi menjadi unit-unit yang lebih kecil (sequence). Perencanaan sequence ini

dibuat berdasarkan elevasi dan menggunakan metode trial all error (metode coba-

coba) dengan cara menampilkan jumlah material tiap jenjang dan menjumlahkan

beberapa jenjang hingga memenuhi target produksi yakni 70.000 ton/bulan.

Berdasarkan rencana target produksi, sequence penambangan bijih nikel dibagi

menjadi 5 sequence penambangan.


61

Gambar 26. Sequence keseluruhan blok tampak samping

Keterangan:
= Sequence 1
= Sequence 2
= Sequence 3
= Sequence 4
= Sequence 5

Gambar 27. Sequence keseluruhan blok tampak atas


62

Masing-masing sequence menunjukkan arah penambangan yang teratur pada

setiap kemajuan penambangannya yang dimulai dari sequence 1 sampai sequence

5. Setiap sequence juga akan menunjukkan jumlah tonase ore dan overburden yang

akan terbongkar dengan perolehan kadar rata-rata Ni dan Fe yang berbeda-beda.

1. Rancangan Sequence Penambangan Pertama

Sequence penambangan pertama merupakan bagian awal yang akan ditambang

pada blok F. Luas bukaan tambang adalah 2,28 hektar dan akan dilakukan

pengupasan overburden dan produksi ore. Rincian tonase dan volume

penambangan pada sequence pertama ditunjukkan pada tabel 6.

Tabel 6. Rancangan sequence bulan pertama


Elevasi
Overburden Ore
(Mdpl)
SR
Volume Tonase Volume Tonase Ni Fe
From To
(m3) (ton) (m3) (ton) (%) (%)
228 234 2.023 3.439 1.300 2.067 1,84 22,63
222 228 2.716 4.617 1.075 1.709 1,75 21,21
216 222 3.085 5.244 546 868 1,64 24,46
210 216 2.948 5.011 210 333 1,78 23,00
204 210 3.614 6.143 1.100 1.749 1,80 23,94
198 204 5.582 9.489 1.022 1.624 1,89 31,46
192 198 3.867 6.575 4.100 6.519 1,85 18,68
186 192 5.276 8.970 5.557 8.835 1,86 22,44 1,3 : 1
180 186 8.092 13.757 7.078 11.254 1,87 25,66
174 180 8.333 14.165 11.009 17.504 1,71 20,80
168 174 9.281 15.778 6.129 9.745 1,80 18,62
162 168 5.286 8.987 4.225 6.718 1,75 29.22
156 162 744 1.265 3.974 6.318 1,79 28.19
Total 60.847 103.440 47.325 75.246 1,80 23,04
Mining Recovery 95 % 71.485
Keterangan : Density PT. Sinar Jaya Sultra Utama : 1,59 ton/m3
63

Berdasarkan tabel 6 di atas, material overburden yang akan dipindahkan

sebesar 103.440 ton dan ore yang akan diambil sebesar 71.485 ton dengan

mengasumsikan mining recovery (perolehan penambangan) ketika di lapangan

hanya 95 % karena untuk mengantisipasi pada proses penambangan nantinya akan

terjadi loose material (material yang hilang) atau kesalahan yang dilakukan

operator pada saat pengambilan bahan galian (ore getting), pada saat proses

pengangkutan, dan pada saat dumping (menumpahkan material). Nilai stripping

ratio pada sequence ini adalah 1,3 : 1. Berdasarkan hasil blending dari setiap

jenjang diperoleh kadar rata-rata sebesar 1,8 % Ni.

Parameter geometris rancangan penambangan adalah tinggi jenjang 6 m, lebar

jenjang minimum 2 m, dan sudut kemiringan (single slope) 55o . Titik tertinggi

pada rancangan ini adalah 234 meter diatas permukaan laut (mdpl) dan titik

terendah adalah 156 mdpl. Dalam kegiatan pengupasan dilakukan seiring dengan

pembuatan akses jalan tambang dalam pit. Pada penambangan pertama terdiri dari

13 jenjang untuk memenuhi target produksi yaitu 70.000 ton/bulan.


64

= ≤ 1,4
= 1,4 - 1,69
= 1,70 - 1,79
= 1,8 – 1,99
= ≥ 2,00
A

A’

Gambar 28. Sequence bulan pertama

2. Rancangan Sequence Penambangan Kedua

Pada sequence kedua luas bukaan tambang adalah 2,53 hektar, material

overburden yang akan dipindahkan sebesar 119.212,5 ton dan tonase ore 76.093,1

ton, dengan mengasumsikan mining recovery 95 % nilai stripping ratio pada

sequence ini adalah 1,48 : 1. Rincian tonase dan volume penambangan pada

sequence kedua ditunjukkan pada tabel 7.


65

Tabel 7. Sequence penambangan bulan ke dua


Elevasi
Overburden Ore
(mdpl)
SR
Volume Tonase Volume Tonase Ni Fe
From To
(m3) (ton) (m3) (ton) (%) (%)
168 174 9.947 16.910
162 168 28.549 24.971 8 13 1,76 29,11
156 162 22.314 48.167 717 1.140 1,72 27,04
150 156 6871 20.180 2.380 3.784 1,48 18,03 1,40 : 1
144 150 4892 8.316 10.545 16.766 1,86 25,71
138 144 353 600 39.851 63.363 1,85 24,02
Total 48.086 119.146 53.501 85.066 1,83 24,12
Mining Recovery 95% 80.813
Keterangan : Density PT. Sinar Jaya Sultra Utama : 1,59 ton/m3

Berdasarkan tabel 7 di atas, material overburden yang akan dipindahkan pada

sequence kedua ini lebih besar daripada sequence pertama, karena pada sequence

ini topografinya sudah cenderung landai sehingga mempunyai kesempatan untuk

mengadakan penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau pori-pori batuan

sehingga dapat terjadi pelapukan yang cukup intensif. Dengan topografi landai

menyebabkan batuan induk (ultrabasa) mengalami pengkayaan diri (supergen

enrichment).

Penurunan elevasi pada kegiatan penambangan bulan pertama

memungkinkan dalam pembuatan jalan baru sehingga pada bulan kedua dibuat

jalan baru. Kegiatan produksi ore dilakukan pada elevasi 174 – 138 meter di atas

permukaan air laut. Parameter geometris rancangan penambangan adalah tinggi

jenjang 6 m, lebar jenjang minimum 2 m, dan sudut kemiringan (single slope) 55o.
66

= ≤ 1,4
= 1,4 - 1,69
= 1,70 - 1,79
= 1,8 – 1,99
= ≥ 2,00

Gambar 29. Sequence penambangan 2

3. Rancangan Sequence Penambangan Ketiga

Sequence ketiga luas bukaan tambang adalah 2,99 hektar, material overburden

yang akan dipindahkan sebesar 44.497,5 ton dan jumlah ore yang akan diambil

adalah sebesar 71.715 ton dengan mengasumsikan mining recovery 95%, nilai

stripping ratio pada sequence ini adalah 0,59 : 1. Rincian tonase dan volume

penambangan pada sequence kedua ditunjukkan pada tabel 8.


67

. Tabel 8. Sequence penambangan bulan ketiga


Elevasi
Overburden Ore
(mdpl)
SR
Volume Tonase Volume Tonase Ni Fe
From To
(m3) (ton) (m3) (ton) (%) (%)
132 138 26.175 44.497 49.625 74.437 1,85 20,3 0,59 : 1

Mining recovery 95 % 70.715


Keterangan : Density PT. Sinar Jaya Sultra Utama : 1,59 ton/m3

Berdasarkan tabel 8 di atas, material overburden yang akan dipindahkan

sudah sangat kecil. Kegiatan pengupasan Overburden dilakukan hanya pada elevasi

137-138 mdpl dan untuk produksi ore dilakukan pada elevasi 136-133 mdpl. Pada

sequence ini hanya mengupas satu jenjang saja dan telah memenuhi target produksi

perbulan dan memiliki rata-rata kadar 1,85 % Ni.

Titik tertinggi pada rancangan ini adalah 138 mdpl dan titik terendah adalah

132 mdpl. Parameter geometris rancangan penambangan adalah tinggi jenjang 6 m,

lebar jenjang minimum 2 m, dan sudut kemiringan (single slope) 55o.

= ≤ 1,4
= 1,4 - 1,69
= 1,70 - 1,79
= 1,8 – 1,99
= ≥ 2,00
68

Gambar 30. Sequence Penambangan 3

4. Rancangan Sequence Penambangan Keempat

Sequence keempat luas bukaan tambang adalah 3,8 hektar, material

overburden yang akan dipindahkan sebesar 107.899 ton dan tonase ore 78.062,6

ton dengan mengasumsikan mining recovery 95%, nilai stripping ratio pada

sequence ini adalah 1,3 : 1. Rincian penambangan pada sequence kedua ditunjukkan

pada tabel 9.

Tabel 9. Sequence penambangan bulan ke empat


Elevasi
Overburden Ore
(mdpl)
SR
Volume Tonase Volume Tonase Ni Fe
From To
(m3) (ton) (m3) (ton) (%) (%)
125 131 23.998 38.156,82 1,85 17,93
119 125 2.402 3.819,18 1,57 19,33
204 210 21.306 16.906,5
198 204 20.989 7.556,5 630 1.001,7 1,80 20,33
192 198 9.945 11.534,5 2.015 3.203,85 1,71 24,08 1,3 : 1
186 192 6.785 35.681,3 8.864 14.093,76 1,69 25,62
180 186 4.445 36.220,2 13.771 21.895,89 1,60 29,04
Total 63.470 107.899 51.680 82.171,2 1,73 22,54
Mining recovery 95 % 78.062
Keterangan : Density PT. Sinar Jaya Sultra Utama : 1,59 ton/m3
69

Berdasarkan tabel 9 di atas, kegiatan produksi waste dan ore terdiri dari 2 sub

blok. Untuk sub blok yang pertama terletak pada elevasi 119 – 131 meter di atas

permukaan air laut dan untuk sub blok ke dua terletak pada elevasi 180 – 204 meter

di atas permukaan air laut. Pada sub blok pertama, material overburden sudah tidak

ada karena telah habis pada saat pengupasan overburden pada sequence bulan ke

tiga, sedangkan ore yang dihasilkan pada elevasi ini yaitu 41.976 ton karena sub

blok ini merupakan sisa bukaan dari sequence 1 hingga sequence 3. Pada sub blok

pertama ini tidak dapat memenuhi target produksi perbulan, sehingga untuk

memenuhi target, maka dilakukan penambangan pada sub blok kedua. Untuk sub

blok kedua material overburden yang akan dipindahkan sebesar 107.899 ton dan

ore yang akan diambil adalah sebesar 40.195,2 ton. Sehingga jika dijumlahkan ore

pada sub blok pertama dan kedua adalah sebesar 82.171,2 ton, berdasarkan hasil

blending dari setiap jenjang diperoleh rata-rata kadar 1,73% Ni.

Titik tertinggi pada rancangan ini adalah 204 mdpl dan titik terendah adalah

125 mdpl. Parameter geometris rancangan penambangan adalah tinggi jenjang 6 m,

lebar jenjang minimum 2 m, dan sudut kemiringan (single slope) 55o.


70

= ≤ 1,4
= 1,4 - 1,69
= 1,70 - 1,79
= 1,8 – 1,99
= ≥ 2,00

Gambar 31. Sequence penambangan 4

5. Rancangan Sequence Penambangan Kelima

Bulan ke lima merupakan bulan terakhir penambangan atau dapat dikatakan

mine out. Dalam hal ini yang tertinggal hanya volume ore sisa, sehingga untuk

volume ore pada sequence ini tidak mencapai target produksi bulanan. Sequence

pada bulan ke lima dapat dilihat pada tabel 10 berikut.


71

Tabel 10. Sequence penambangan ke lima


Elevasi
Overburden Ore
(mdpl)
SR
Volume Tonase Volume Tonase Ni Fe
From To
(m3) (ton) (m3) (ton) (%) (%)
174 180 1.634 2.777,8 24.197 38.475 1,82 24,76
168 174 9.700 16.490 10.703 17.018 1,75 32,2
0,87:1
162 168 18.737 31.852,9 1.655 2.632 1,74 24,22
Total 30.071 51.120 36.555 58.125 1,79 26,91
Mining recovery 95 % 55.219
Keterangan : Density PT. Sinar Jaya Sultra Utama : 1,59 ton/m3

Berdasarkan tabel 10 di atas material overburden yang akan dipindahkan

sebesar 51.120 ton dan jumlah material ore yang akan diambil sebesar 55.219 ton

dengan mengasumsikan mining recovery 95%, nilai stripping ratio pada sequence

ini sudah sangat kecil yaitu 0,87 : 1, hal ini terjadi karena jumlah overburden yang

akan dibuka tinggal sedikit karena telah dilakukan pengupasan sebelumnya pada

sequence bulan ke empat. Berdasarkan hasil blending setiap jenjang diperoleh nilai

kadar rata-rata 1,79 % Ni.

Pada sequence kelima luas bukaan tambang adalah 1,3 hektar, Titik

tertinggi pada rancangan ini berada pada elevasi 180 meter di atas permukaan air

laut dan titik terendah pada elevasi 162 meter di atas permukaan air laut. Parameter

geometris rancangan penambangan adalah tinggi jenjang 6 meter, lebar jenjang

minimum 2 meter, dan sudut kemiringan (single slope) 55o.


72

= ≤ 1,4
= 1,4 - 1,69
= 1,70 - 1,79
= 1,8 – 1,99
= ≥ 2,00

Gambar 32. Sequence penambangan 5

Secara keseluruhan, untuk jumlah overburden yang dibongkar dan jumlah

ore yang akan diambil pada tiap sequence (tiap bulan) dapat dilihat pada tabel 11

di bawah ini.
73

Tabel 11. Jumlah OB dan ore keseluruhan sequence

Overburden (OB) Ore


Sequence/ Ni
Volume Tonase Volume Tonase Recovery SR
Bulan (%)
(m3) (ton) (m3) (ton) 95% (ton)
1 60.847 103.440 47.325 75.246,7 71.484,4 1,80 1,3:1

2 70.426 119.724,2 53.501 85.066,5 80.813,2 1,83 1,40:1

3 26.175 44.497,5 49.825 74.737,5 71.000,6 1,85 0,59:1

4 63.470 107.899 51.680 82.171,2 78.062,6 1,73 1,3:1

5 30.071 51.120,7 36.555 58.125 55.218,7 I,79 0,87:1

Total 250.989 426.681,4 238.886 375.347 356.579,6 1,80 1,1 : 1

Dalam rancangan sequence penambangan tiap bulannya memiliki nilai

stripping ratio (SR) yang berbeda, dimana nilai stripping ratio tertinggi yaitu pada

bulan kedua dikarenakan dalam bulan ini topografi cenderung landai sehingga

sehingga mempunyai kesempatan untuk mengadakan penetrasi lebih dalam melalui

rekahan-rekahan atau pori-pori batuan sehingga dapat terjadi pelapukan yang cukup

intensif. Dengan demikian volume overburden di sequence ini lebih banyak.

Volume waste untuk tiap bulannya bervariasi dengan mempertimbangkan nilai

kadar nikel, setelah diketahuinya volume waste dan volume ore maka untuk nilai

stripping ratio secara keseluruhan untuk blok F yaitu 1,1 : 1, dimana masih masuk

dalam standard operational procedure (SOP) dari PT. Sinar Jaya Sultra Utama

yaitu maksimal stripping ratio adalah 1,5:1.


74

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan tetang rancangan sequence

penambangan pada Blok F PT. Sinar Jaya Sultra Utama, berikut adalah kesimpulan

dari hasil kegiatan penelitian :

1. Desain pit limit penambangan di blok Blok F PT. Sinar Jaya Sultra Utama

berdasarkan geometri yang diberikan oleh perusahaan dengan pertimbangan

teknis dan ekonomis, geometri tinggi jenjang sebesar 6 meter dan lebar jenjang

2 meter dengan kemiringan 55⁰ menghasilkan luas bukaan sebesar 9,91 Ha.

2. Berdasarkan pit limit yang telah dibuat, total cadangan yang ditambang sebesar

375.347 ton dan overburden sebesar 426.681,4 ton dengan stripping ratio (SR)

yang dihasilkan adalah 1,1 : 1.

3. Berdasarkan total cadangan yang telah di dapatkan, yaitu sebesar 375.347 ton

dan target produksi sebesar 70.000 ton/bulan, maka umur tambang di blok F

adalah 5 bulan.

4. Berdasarkan desain pit yang telah dibuat menghasilkan 5 sequence

penambangan. Sequence 1 akan dikerjakan pada bulan pertama dengan total

cadangan sebesar 71.484,4 ton, sequence ke 2 dengan total cadangan sebesar

80.813,2 ton, sequence ke 3 dengan total cadangan sebesar 71.000,6 ton,

sequence ke 4 dengan total cadangan sebesar 78.062,6 ton, dan sequence ke 5

dengan total cadangan sebesar 55.218,7 ton dengan mengasumsikan bahwa

mining recovery (perolehan tambang) pada proses penambangan hanya 95 %.


75

B. Saran

Penelitian ini hanya membahas tentang pentahapan tambang, sehingga perlu

dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kebutuhan alat yang akan digunakan dan

mengestimasi biaya penambangan di blok F PT. Sinar Jaya Sultra Utama.


DAFTAR PUSTAKA

Adnannst,. Maryanto,. dan Guntoro, D. 2015. Rencana Tahapan Penambangan


Untuk Menentukan Jadwal Produksi PT Cipta Kridatama Kecamatan
Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh. Prosiding Teknik
Pertambangan, ISSN:2460-6499, Aceh.

Asy’ari, L., Hidayatullah, R., dan Zulfadli, A., 2013, Geologi dan Estimasi Sumber
Daya Nikel Laterit Menggunakan Metode Ordinary Kriging di PT. Aneka
Tambang, tbk. Jurnal Intekna, tahun XIII, No. 1, Mei 2013 : 7-5, Hal. 10

Bullock, R. L. (2018). Mineral Property Evaluation : Handbpook for Feasibility


Studies and Due Diligence. United State of America: The Society for
Mining, Metallurgy and Exploration (SME).

Darling, P. (2011). SME Mining Engineering Handbook Third Edition. United


States if America: Society for Mining, Metallurgy, adn Exploration. INC.

Efendi, R., Yulhendra. D., 2017, Quarterly Plan Penambangan Nikel Tahun 2020
pada Pit X PT. Elit Kharisma Utama Menggunakan Software Maptec
Vulcan 9.1, Jurnal Bina Tambang , Vol.4, No.1

Husaini, A.F., Maryanto., Guntoro, D., 2019, Penjadwalan Produksi dan


Pentahapan Tambang (Mine Sequence) Kuari Batu Gamping pada IUP OP
412 Ha di PT. Semen Padang, Kelurahan Batu Gadang, Kecamatan Lubuk
Kilangan, Kotamadya Padang, Provinsi Sumatera Barat, Prosiding Teknik
Pertambangan, Vol. 5, No. 1, ISSN 2460-6499

Hustrulid. M., Kuchta, R., Martin. 2013, Open pit Mine Planning & Design. CRC
Press/Balkema : London

Khairul, A., Maryanto, dan Usman, D.N., 2017, Perancangan Tambang (Pit
Design) dan Pentahapan Tambang Batubara Pit Blok 3 dengan Stripping
ratio 7 : 1 di PT Inti Bara Perdana, Desa Lubuk Sini, Kecamatan Taba
Penanjung, Kabupaten Bengkulu Tengah, Provinsi Bengkulu, Prosiding
Teknik Pertambangan, vol. 3, no. 2, ISSN 2460-6499, Hal. 696.

Meagher, C., Dimitrakopoulos, R., Avis, D., 2014, Optimized Open pit Mine
design, Pushbacks and the Gap Problem-A Review, Journal of Mining
Science, Vol. 50 No. 3, ISSN 1062-7391, Hal. 508-526.

Margaret, A. Oliver, and Webster, R., 2015. “Basic Steps in Geostatistics: The
Variogram and Kriging”, Journal of Soil Science, 32, 643–654.

51
52

Newman, A.M., Rubio, E., Caro, R., Weintraub, A., Eurek, K., 2010, A Review or
Operation Research in Mine Planning, Journal Interfaces INFORM, Vol. 40
No. 3. ISSN 0092-2102, Hal. 222-245.

Pasaribu, J. M., Haryani, N. S., 2012. Perbandingan Teknik Interpolasi DEM


SRTM dengan Metode Inverse Distance Weighted (IDW), Natural Neighbor
dan Spline. Jurnal Penginderaan Jauh, Vol. 9 No. 2, pp126-239. LAPAN.

Prinandi, A., 2015, Perencanaan (Desain) Pit Elf Pada Penambangan Batubara Di
PT Milagro Indonesia Miningdesa Sungai Merdeka, Kecamatan Kamboja,
Kabupaten Kutai Kartainegara Provinsi Kalimantan Timur, prosiding
teknik pertambangan, vol. 1, no. 1, ISSN: 2460-6499, Hal. 102-103.

Purwaningsih, D.A., dan Mamas, 2017 Rancangan Teknis Desain Push Back pada
Penambangan Batubara Pit 10 Dan Pit 13 PT. Kayan Putra Utama Coal
Kabupaten Kutai Kartanegara Kalimantan Timur Vol. 1, No. 21

Rafsanjani, M.R., Djamaluddin., Bakri. H, 2016, Estimasi Sumber Daya Bijih Nikel
dengan Menggunakan Metode IDW di Provinsi Sulawesi Tenggara,
Prosiding Teknik Pertambangan, Jurnal Geomina, vol. 04, No. 1, Hal. 20

Revuelta, M. B. (2018). Mineral Resources From Exploration to Sustainability


Assessment. Switzerland: Springer Nature.

Reza A.W, Yuliadi, dan Maryanto, 2018, Perencanaan Pentahapan Kemajuan


Tambang Batubara Dan Perencanaan Fleet Di PT Bukit Intan Indoperkasa,
Desa Batang Kulur Kiri, Kecamaatn Sungai Raya, Kabupaten Hulu Sungai
Selatan, Provinsi Kalimantan Selatan, Prosiding Teknik Pertambangan, vol.
4, no. 1, ISSN 2460-6499, Hal. 353-354.

Rosana, M.F., Yuningsih, E.T., Pambudi, L., 2017, Karakteristik Batuan Asal
Pembentukan Endapan Nikel Laterit di Daerah Madang dan Serakam
Tengah, Padjajaran Geoscience Journal, Vol. 01 No.2, Oktober 2017, ISSN
2597-4033
Sujiman, 2015, Kajian Perhitungan Cadangan Batubara Menggunakan Metode
Block model 2 Dimensi dan Cross Section di Software Surpac Pada PT.
Tanito Harum Kalimantan Timur, Prosiding Teknik Pertambangan, Jurnal
Geologi Pertambangan, vol.1 No. 17 , Februari 2015, Hal. 5

Wyllie, D. C., & Mash, C. W. (2004). Rock Slope Engineering Civil and Mining
4thEdition. USA: Spon Press

Zainassolihin, A.A., 2015. Penjadwalan Tambang (Mine Scheduling) Untuk


Mencapai Target Produksi Batubara 25000 ton/bulan di PT Milargo
Indonesia Minning Desa Bukit Merdeka. Prosiding Teknik Pertambangan,
ISSN : 2460-6499, Kutai Kartanegara, Kalimantan TimuR
LAMPIRAN

xiii
LAMPIRAN I
DATA TITIK BOR BLOK F
Max
NO. Hole_id From To y x z Ni Fe Layer
depth
TB C007F 0 1 0,89 41,36 OB
TB C007F 1 1,5 1,01 38,39 OB
1 TB C007F 1,5 2 4 9626299.2 426325,5 139,67 0,3 7,01 BRK
TB C007F 2 3 0,32 7,13 BRK
TB C007F 3 4 0,25 6,57 BRK
TB C008F 0 0,4 0,97 29,28 OB
TB C008F 0,4 1 2,07 17,42 ORE
TB C008F 1 2 1,58 19,38 ORE
TB C008F 2 3 2,1 14,73 ORE
TB C008F 3 4 2,33 21,03 ORE
TB C008F 4 5 1,86 25,87 ORE
2 9,5 9626301.4 426373,7 139,65
TB C008F 5 6 2,35 20,15 ORE
TB C008F 6 6,5 0,52 6,48 ORE
TB C008F 6,5 7 2,12 15,92 ORE
TB C008F 7 8 1,26 16,27 BRK
TB C008F 8 9 0,45 6,68 BRK
TB C008F 9 9,5 0,28 6,47 BRK
TB C009F 0 1 0,83 42,25 OB
TB C009F 1 2 0,93 42,44 OB
TB C009F 2 3 1,03 41,33 OB
TB C009F 3 4 0,99 41,68 OB
TB C009F 4 5 1,08 27,61 OB
TB C009F 5 6 1,48 35,31 ORE
TB C009F 6 7 1,71 30,78 ORE
TB C009F 7 8 1,93 30,85 ORE
TB C009F 8 9 1,82 30,6 ORE
3 16 9626300.7 426425,1 154,1
TB C009F 9 10 2,36 16,96 ORE
TB C009F 10 11 2,35 22,07 ORE
TB C009F 11 12 2,65 26,24 ORE
TB C009F 12 12,7 2,99 21,79 ORE
TB C009F 12,7 13 0,62 6,01 BRK
TB C009F 13 14 0,66 6,73 BRK
TB C009F 14 14,4 1,69 15,95 BRK
TB C009F 14,4 15 0,54 6,45 BRK
TB C009F 15 16 0,26 6,5 BRK
TB C010F 0 1 0,79 41,4 OB
TB C010F 1 2 0,85 42,03 OB
4 TB C010F 2 3 9 9626300.4 426474,8 163,85 1,08 37,27 OB
TB C010F 3 4 1,18 35,01 OB
TB C010F 4 5 1,23 20,15 OB

xiii
Max
NO. Hole_id From To y x z Ni Fe Layer
depth
TB C010F 5 6 1,11 13,83 BRK
TB C010F 6 7 1,33 16,27 BRK
4 TB C010F 7 8 9 9626300.4 426474,8 163,85 0,3 6,79 BRK
TB C010F 8 9 0,22 6,41 BRK
TB C011F 0 1 0,68 42,72 OB
TB C011F 1 2 0,75 44,1 OB
TB C011F 2 3 0,84 43,43 OB
TB C011F 3 4 0,94 41,6 OB
5 TB C011F 4 4,25 8 9626299.2 426524,9 178,42 1,03 41,52 OB
TB C011F 4,25 5 0,39 7,39 BRK
TB C011F 5 6 0,41 7,46 BRK
TB C011F 6 7 0,34 6,68 BRK
TB C011F 7 8 0,21 5,94 BRK
TB C012F 0 1 1,07 41,25 OB
TB C012F 1 2 1,15 41,07 OB
TB C012F 2 3 1,33 41,96 OB
TB C012F 3 4 1,56 37,28 ORE
TB C012F 4 5 1,62 36,35 ORE
TB C012F 5 6 3,06 20,7 ORE
TB C012F 6 7 2,96 29,37 ORE
TB C012F 7 8 1,9 33,28 ORE
TB C012F 8 9 1,26 38,77 ORE
TB C012F 9 10 1,19 40,16 ORE
TB C012F 10 11 1,46 35,82 ORE
TB C012F 11 12 1,66 29,89 ORE
TB C012F 12 13 1,81 25,71 ORE
TB C012F 13 14 1,95 20,36 ORE
TB C012F 14 15 1,71 24,59 ORE
6 TB C012F 15 16 30,5 9626300.3 426575,1 194,95 1,92 22,69 ORE
TB C012F 16 17 1,68 26,84 ORE
TB C012F 17 18 1,7 23,16 ORE
TB C012F 18 19 1,97 20,79 ORE
TB C012F 19 20 1,82 13,02 ORE
TB C012F 20 21 1,84 15,43 ORE
TB C012F 21 22 1,73 20,38 ORE
TB C012F 22 23 1,25 19,94 ORE
TB C012F 23 24 1,43 21,92 ORE
TB C012F 24 25 1,77 21,41 ORE
TB C012F 25 26 2,13 17,5 ORE
TB C012F 26 27 1,22 13,12 ORE
TB C012F 27 28 1,21 15,86 ORE
TB C012F 28 29 1,48 20,7 ORE
TB C012F 29 30 1,49 16,75 ORE
TB C012F 30 30,5 1,23 7,31 BRK

xiii
Max
NO. Hole_id From To y x z Ni Fe Layer
depth
TB C013F 0 1 1,23 40,38 OB
TB C013F 1 1,6 1,22 29,59 OB
TB C013F 1,6 2 1 18,17 OB
TB C013F 2 2,35 0,29 7,01 OB
TB C013F 2,35 3 0,36 7,47 OB
TB C013F 3 4 1,53 28,96 ORE
7 TB C013F 4 5 9,5 9626299.9 426624,9 212,34 1,83 33,44 ORE
TB C013F 5 6 0,45 7,71 ORE
TB C013F 6 7 1,98 32,83 ORE
TB C013F 7 8 2,38 34,52 ORE
TB C013F 8 8,25 2,23 32,24 ORE
TB C013F 8,25 9 0,44 8,1 BRK
TB C013F 9 9,5 0,28 6,71 BRK
TB C014F 0 1 1,34 38,06 OB
TB C014F 1 2 1,74 26,67 ORE
TB C014F 2 3 1,77 17,31 ORE
8 TB C014F 3 4 7 9626301.1 426676,1 232,78 1,47 16,31 ORE
TB C014F 4 5 0,46 7,88 BRK
TB C014F 5 6 0,58 8,32 BRK
TB C014F 6 7 0,43 7,26 BRK
TB C029F 0 1 0,89 42,18 OB
TB C029F 1 2 0,97 43,3 OB
TB C029F 2 3 0,96 42,73 OB
TB C029F 3 4 1,05 41,96 OB
TB C029F 4 5 1,02 27,74 OB
TB C029F 5 6 1,23 36,44 OB
9 TB C029F 6 6,5 10,5 9626274.9 426299,4 138,11 1,24 32,48 OB
TB C029F 6,5 7 0,42 8,19 BRK
TB C029F 7 8 0,33 7,05 BRK
TB C029F 8 8,6 0,65 9,28 BRK
TB C029F 8,6 9 1,88 18,07 BRK
TB C029F 9 10 0,34 6,97 BRK
TB C029F 10 10,5 0,33 7,28 BRK
TB C030F 0 1 0,9 41,64 OB
TB C030F 1 2 0,95 42,63 OB
TB C030F 2 3 1,01 41,98 OB
TB C030F 3 4 1,06 40,9 OB
TB C030F 4 5 0,98 42,38 OB
10 TB C030F 5 6 19 9626275.3 426324,2 143,83 1,37 40,49 OB
TB C030F 6 7 1,49 35,95 ORE
TB C030F 7 7,5 0,49 8,05 ORE
TB C030F 7,5 8 1,21 26,98 ORE
TB C030F 8 9 1,84 26,01 ORE
TB C030F 9 10 1,85 22,8 ORE
xiii
xiv

Max
NO. Hole_id From To y x z Ni Fe Layer
depth
TB C030F 10 11 0,67 7,74 ORE
TB C030F 11 12 1,94 13,63 ORE
TB C030F 12 12,5 1,97 15,13 ORE
TB C030F 12,5 13 1 7,17 ORE
TB C030F 13 13,4 0,41 6,67 ORE
TB C030F 13,4 14 1,34 19,82 ORE
10 19 9626275.3 426324,2 143,82
TB C030F 14 15 1,38 15,03 ORE
TB C030F 15 16 1,65 12,75 ORE
TB C030F 16 17 1,74 21,93 ORE
TB C030F 17 17,3 2,02 16,46 ORE
TB C030F 17,3 18 0,57 6,76 BRK
TB C030F 18 19 0,26 6,21 BRK
TB C031F 0 1 1 40,16 OB
TB C031F 1 2 1,13 38,69 OB
TB C031F 2 3 1,15 38,95 OB
TB C031F 3 4 1,46 37,01 ORE
TB C031F 4 5 1,49 34,13 ORE
TB C031F 5 6 2,26 29,43 ORE
TB C031F 6 7 2,18 25,93 ORE
TB C031F 7 8 1,95 19,92 ORE
TB C031F 8 9 2,03 20,68 ORE
TB C031F 9 10 2,52 25,75 ORE
TB C031F 10 11 2,47 16,18 ORE
TB C031F 11 12 2,25 16,69 ORE
TB C031F 12 13 2,36 15,91 ORE
11 TB C031F 13 14 26 9626277 426350,3 142,15 2,16 18,02 ORE
TB C031F 14 15 2,22 20,22 ORE
TB C031F 15 16 1,7 18,36 ORE
TB C031F 16 17 1,48 19,91 ORE
TB C031F 17 18 1,48 21,27 ORE
TB C031F 18 19 1,64 19,05 ORE
TB C031F 19 20 1,59 18,79 ORE
TB C031F 20 21 1,57 16,42 ORE
TB C031F 21 22 1,53 20,07 ORE
TB C031F 22 23 1,59 21,07 ORE
TB C031F 23 24 1,64 23,24 ORE
TB C031F 24 24,3 2,05 18,43 ORE
TB C031F 24,3 25 1,46 9,72 ORE
TB C031F 25 26 0,63 7,06 BRK
TB C032F 0 1 1,02 35,07 OB
TB C032F 1 2 1,68 19,94 ORE
12 TB C032F 2 2,5 17,5 9626273.4 426376,3 145,44 1,22 9,98 ORE
TB C032F 2,5 3 0,69 7,01 ORE
TB C032F 3 3,3 0,88 9,17 ORE
xv

Max
NO. Hole_id From To y x z Ni Fe Layer
depth
TB C030F 10 11 0,67 7,74 ORE
TB C030F 11 12 1,94 13,63 ORE
TB C030F 12 12,5 1,97 15,13 ORE
TB C030F 12,5 13 1 7,17 ORE
TB C030F 13 13,4 0,41 6,67 ORE
TB C030F 13,4 14 1,34 19,82 ORE
10 19 9626275.3 426324,2 143,82
TB C030F 14 15 1,38 15,03 ORE
TB C030F 15 16 1,65 12,75 ORE
TB C030F 16 17 1,74 21,93 ORE
TB C030F 17 17,3 2,02 16,46 ORE
TB C030F 17,3 18 0,57 6,76 BRK
TB C030F 18 19 0,26 6,21 BRK
TB C031F 0 1 1 40,16 OB
TB C031F 1 2 1,13 38,69 OB
TB C031F 2 3 1,15 38,95 OB
TB C031F 3 4 1,46 37,01 ORE
TB C031F 4 5 1,49 34,13 ORE
TB C031F 5 6 2,26 29,43 ORE
TB C031F 6 7 2,18 25,93 ORE
TB C031F 7 8 1,95 19,92 ORE
TB C031F 8 9 2,03 20,68 ORE
TB C031F 9 10 2,52 25,75 ORE
TB C031F 10 11 2,47 16,18 ORE
TB C031F 11 12 2,25 16,69 ORE
TB C031F 12 13 2,36 15,91 ORE
11 TB C031F 13 14 26 9626277 426350,3 142,15 2,16 18,02 ORE
TB C031F 14 15 2,22 20,22 ORE
TB C031F 15 16 1,7 18,36 ORE
TB C031F 16 17 1,48 19,91 ORE
TB C031F 17 18 1,48 21,27 ORE
TB C031F 18 19 1,64 19,05 ORE
TB C031F 19 20 1,59 18,79 ORE
TB C031F 20 21 1,57 16,42 ORE
TB C031F 21 22 1,53 20,07 ORE
TB C031F 22 23 1,59 21,07 ORE
TB C031F 23 24 1,64 23,24 ORE
TB C031F 24 24,3 2,05 18,43 ORE
TB C031F 24,3 25 1,46 9,72 ORE
TB C031F 25 26 0,63 7,06 BRK
TB C032F 0 1 1,02 35,07 OB
TB C032F 1 2 1,68 19,94 ORE
12 TB C032F 2 2,5 17,5 9626273.4 426376,3 145,44 1,22 9,98 ORE
TB C032F 2,5 3 0,69 7,01 ORE
TB C032F 3 3,3 0,88 9,17 ORE
Max
NO. Hole_id From To y x z Ni Fe Layer
depth
TB C032F 3,3 4 1,38 18,26 ORE
TB C032F 4 5 0,8 7,15 ORE
TB C032F 5 6 1,37 16,14 ORE
TB C032F 6 6,55 1,25 15,36 ORE
TB C032F 6,55 7 0,43 6,86 ORE
TB C032F 7 8 1,38 16,96 ORE
TB C032F 8 9 2,1 17,68 ORE
TB C032F 9 10 1,84 19,5 ORE
12 17,5 9626273.4 426376,3 145,45
TB C032F 10 11 2,11 18,59 ORE
TB C032F 11 12 2,14 17,88 ORE
TB C032F 12 13 1,85 15,61 ORE
TB C032F 13 14 1,63 17,6 ORE
TB C032F 14 15 1,19 13,18 BRK
TB C032F 15 16 1,35 12,68 BRK
TB C032F 16 17 0,46 6,78 BRK
TB C032F 17 17,5 0,37 7,05 BRK
TB C033F 0 1 1,05 41,03 OB
TB C033F 1 2 1,02 40,8 OB
TB C033F 2 3 1,07 39,7 OB
TB C033F 3 4 1,03 38,4 OB
TB C033F 4 5 1,6 29,72 ORE
TB C033F 5 6 1,79 26,28 ORE
TB C033F 6 7 1,68 23,58 ORE
TB C033F 7 8 2,26 22,43 ORE
TB C033F 8 9 2,15 18,58 ORE
TB C033F 9 10 2,17 18,85 ORE
TB C033F 10 11 1,81 18,35 ORE
TB C033F 11 12 2,01 21,03 ORE
TB C033F 12 13 1,89 22,45 ORE
TB C033F 13 14 1,87 19,1 ORE
13 28 9626273.1 426399,9 150,28
TB C033F 14 15 2 17,64 ORE
TB C033F 15 16 2,29 15,41 ORE
TB C033F 16 16,6 2,14 15,36 ORE
TB C033F 16,6 17 1,19 7,92 ORE
TB C033F 17 18 1,84 20,12 ORE
TB C033F 18 19 1,93 19,05 ORE
TB C033F 19 20 2,22 19,11 ORE
TB C033F 20 21 1,84 18,4 ORE
TB C033F 21 22 2,21 21,68 ORE
TB C033F 22 23 2,03 19,02 ORE
TB C033F 23 24 1,77 16,85 ORE
TB C033F 24 25 1,86 17,3 ORE
TB C033F 25 26 1,5 15,97 ORE
TB C033F 26 26,6 0,55 7,95 BRK
xiii
Max
NO. Hole_id From To y x z Ni Fe Layer
depth
TB C033F 26,6 27 0,28 6,17 BRK
13 28 9626273.1 426399,9 150,28
TB C033F 27 28 0,25 6,3 BRK
TB C035F 0 1 1,15 37,71 OB
TB C035F 1 1,7 1,14 37,69 OB
TB C035F 1,7 2 1,26 18,94 ORE
TB C035F 2 3 1,51 16,5 ORE
14 7 9626275.5 426448,8 153,65
TB C035F 3 4 1,54 15,25 ORE
TB C035F 4 5 0,54 8,44 BRK
TB C035F 5 6 0,3 7,06 BRK
TB C035F 6 7 0,24 6,48 BRK
TB C036F 0 1 0,95 33,55 OB
TB C036F 1 1,75 1,09 12,9 OB
TB C036F 1,75 2 0,34 6,69 OB
TB C036F 2 3 0,38 6,88 OB
15 7 9626274 426475,5 162,03
TB C036F 3 4 1,18 15,18 OB
TB C036F 4 5 1,3 15,57 OB
TB C036F 5 6 0,41 6,51 BRK
TB C036F 6 7 0,3 6,67 BRK
TB C037F 0 1 0,76 39,97 OB
16 15 9626275.5 426499,4 167,79
TB C037F 1 2 0,98 40,22 OB
TB C037F 2 3 1,48 32,41 ORE
TB C037F 3 4 1,57 30,01 ORE
TB C037F 4 5 1,63 29,31 ORE
TB C037F 5 6 1,72 30,49 ORE
TB C037F 6 7 1,8 27,72 ORE
TB C037F 7 8 1,83 26,98 ORE
TB C037F 8 9 1,82 24,94 ORE
16 15 9626275.5 426499,4 167,79
TB C037F 9 10 1,68 29,67 ORE
TB C037F 10 11 1,34 26,6 ORE
TB C037F 11 12 1,55 20,55 ORE
TB C037F 12 12,6 1,58 18,52 ORE
TB C037F 12,6 13 0,31 6,38 BRK
TB C037F 13 14 0,23 6,63 BRK
TB C037F 14 15 0,19 6,03 BRK
TB C038F 0 0,7 0,72 29,67 OB
TB C038F 0,7 1 0,91 15,07 BRK
17 3 9626274.4 426526,1 179,26
TB C038F 1 2 0,31 7,37 BRK
TB C038F 2 3 0,25 7,3 BRK
TB C039F 0 1 0,86 41,09 OB
TB C039F 1 2 1,04 41,69 OB
TB C039F 2 3 1,12 39,78 OB
18 13 9626274.4 426550,4 184,95
TB C039F 3 4 1,05 39,58 OB
TB C039F 4 4,6 1,18 37,04 OB
TB C039F 4,6 5 1,4 14,23 ORE
xiii
Max
NO. Hole_id From To y x z Ni Fe Layer
depth
TB C039F 5 6 1,45 23,83 ORE
TB C039F 6 7 1,23 28,76 BRK
TB C039F 7 8 0,47 6,95 BRK
TB C039F 8 8,3 0,44 7,58 BRK
18 TB C039F 8,3 9 13 9626274.4 426550,4 184,94 0,8 11,73 BRK
TB C039F 9 10 0,47 8,82 BRK
TB C039F 10 11 0,35 6,66 BRK
TB C039F 11 12 0,44 6,4 BRK
TB C039F 12 13 0,44 6,44 BRK
TB C040F 0 1 0,86 42,89 OB
TB C040F 1 2 0,85 43,29 OB
TB C040F 2 3 0,84 42,62 OB
TB C040F 3 4 0,86 42,42 OB
TB C040F 4 5 0,91 40,88 OB
TB C040F 5 5,5 0,99 40,43 OB
TB C040F 5,5 6 1,13 37,55 OB
TB C040F 6 7 1,62 32,46 ORE
TB C040F 7 8 1,91 25,23 ORE
TB C040F 8 8,5 2,12 21,83 ORE
TB C040F 8,5 9 1,83 11,51 ORE
TB C040F 9 10 1,47 10,28 ORE
TB C040F 10 11 1,14 7,92 ORE
TB C040F 11 11,5 1,09 7,83 ORE
TB C040F 11,5 12 1,18 10,9 ORE
19 TB C040F 12 12,5 25 9626275.8 42657,6 191,24 1,95 13,89 ORE
TB C040F 12,5 13 0,99 7,1 ORE
TB C040F 13 14 1,87 13,5 ORE
TB C040F 14 15 1,55 22,79 ORE
TB C040F 15 16 1,33 19,25 ORE
TB C040F 16 17 0,56 16,16 ORE
TB C040F 17 18 1,34 19,77 ORE
TB C040F 18 19 1,44 7,45 ORE
TB C040F 19 19,5 1,92 9,41 ORE
TB C040F 19,5 20 1,78 19,06 ORE
TB C040F 20 21 1,57 17,5 ORE
TB C040F 21 22 1,48 23,08 ORE
TB C040F 22 23 1,6 20,15 ORE
TB C040F 23 23,4 1,31 19,48 BRK
TB C040F 23,4 24 0,58 8,1 BRK
TB C040F 24 25 0,34 7,07 BRK
TB C041F 0 1 1,01 41,08 OB
20 TB C041F 1 2 6 9626272.4 426600,5 197,44 1,04 38,65 OB
TB C041F 2 2,75 1,18 16,94 OB

xiii
Max
NO. Hole_id From To y x z Ni (%) Fe (%) Layer
depth (m)
TB C041F 2,75 3 0,5 7,44 BRK
TB C041F 3 4 0,77 7,45 BRK
20 6 9626272.4 426600,5 197,44
TB C041F 4 5 0,4 6,87 BRK
TB C041F 5 6 0,34 6,87 BRK
TB C042F 0 1 1,11 37,07 OB
TB C042F 1 2 1,41 21,78 OB
TB C042F 2 2,55 0,51 7,38 OB
TB C042F 2,55 3 1,5 18,95 OB
TB C042F 3 4 1,33 16,08 OB
TB C042F 4 4,6 1,24 12,57 OB
TB C042F 4,6 5 0,46 6,62 OB
TB C042F 5 6 1,42 12,82 OB
TB C042F 6 7 0,46 6,98 OB
21 TB C042F 7 8 17 9626275.9 426620,6 204,66 0,96 8,01 OB
TB C042F 8 9 1,6 19,4 ORE
TB C042F 9 10 1,38 16,31 ORE
TB C042F 10 11 1,87 17,05 ORE
TB C042F 11 12 2,16 16,47 ORE
TB C042F 12 13 2,4 17,09 ORE
TB C042F 13 14 2,39 16,88 ORE
TB C042F 14 15 2,47 13,07 ORE
TB C042F 15 16 1,39 7,52 ORE
TB C042F 16 17 0,46 7,1 BRK
TB C043F 0 1 1,3 34,59 OB
TB C043F 1 2 1,07 20,17 OB
22 4 9626273.5 426650,2 215,67
TB C043F 2 3 0,38 7,22 BRK
TB C043F 3 4 0,27 6,91 BRK
TB C044F 0 1 1,24 33,78 OB
TB C044F 1 2 1,37 21,91 OB
TB C044F 2 3 1,47 19,69 OB
TB C044F 3 4 0,93 12,42 OB
23 8 9626275.3 426675,5 226,52
TB C044F 4 5 1,37 16,64 ORE
TB C044F 5 6 1,46 16,25 ORE
TB C044F 6 7 0,52 8,16 BRK
TB C044F 7 8 0,49 7,44 BRK
TB C058F 0 1 0,74 41,94 OB
TB C058F 1 2 0,78 43,01 OB
TB C058F 2 3 0,77 41,81 OB
TB C058F 3 4 0,84 41,55 OB
24 TB C058F 4 5 11 9626249.6 426324,2 143,51 0,91 40,79 OB
TB C058F 5 6 1,14 36,38 OB
TB C058F 6 7 1,16 28,76 OB
TB C058F 7 8 1 20,9 OB
TB C058F 8 9 0,38 7,21 BRK
xiii
Max
NO. Hole_id From To y x z Ni (%) Fe (%) Layer
depth (m)
TB C058F 9 10 0,23 6,34 BRK
24 11 9626249.6 426324,2 143,51
TB C058F 10 11 0,26 6,23 BRK
TB C059F 0 1 0,88 40,24 OB
TB C059F 1 2 1,05 41,71 OB
TB C059F 2 3 1,15 41,42 OB
TB C059F 3 4 1,28 41,01 ORE
25 TB C059F 4 5 9 9626248.6 426374,2 151,98 1,42 39,34 ORE
TB C059F 5 6 1,88 32,75 ORE
TB C059F 6 7 1,51 19,37 ORE
TB C059F 7 8 0,39 7,04 BRK
TB C059F 8 9 0,26 6,77 BRK
TB C061F 0 1 0,92 34,27 OB
TB C061F 1 2 0,66 14,62 BRK
26 TB C061F 2 3 5 9626250.8 426475,8 163,81 0,73 11,88 BRK
TB C061F 3 4 0,29 6,92 BRK
TB C061F 4 5 0,24 6,76 BRK
TB C062F 0 1 0,87 38,93 OB
TB C062F 1 2 1,08 35,39 OB
TB C062F 2 3 1,61 19,31 ORE
TB C062F 3 4 1,86 15,71 ORE
27 6,5 9626247 426525,1 174,05
TB C062F 4 4,2 1,98 15,74 ORE
TB C062F 4,2 5 1,3 7,79 ORE
TB C062F 5 6 0,48 6,25 BRK
TB C062F 6 6,5 0,25 6,12 BRK
TB C063F 0 0,5 0,97 37,25 OB
TB C063F 0,5 1 1,12 27,18 OB
TB C063F 1 2 1,35 21,26 OB
TB C063F 2 3 1,24 25,58 OB
TB C063F 3 4 0,39 7,28 BRK
28 7,5 9626250.1 426575,5 187,06
TB C063F 4 4,25 0,36 7,01 BRK
TB C063F 4,25 5 1,25 21,07 BRK
TB C063F 5 6 0,38 6,72 BRK
TB C063F 6 7 0,45 7,7 BRK
TB C063F 7 7,5 0,3 6,81 BRK
TB C080F 0 1 1,01 40,31 OB
TB C080F 1 2 1,06 38,2 OB
TB C080F 2 3 0,69 12,36 OB
TB C080F 3 4 0,56 11,23 OB
TB C080F 4 5 1,02 11,47 OB
29 13 9626225.5 426300,1 143,02
TB C080F 5 6 1,89 15,11 ORE
TB C080F 6 7 0,55 6,23 BRK
TB C080F 7 8 1,33 11,18 BRK
TB C080F 8 9 1,16 9,73 BRK
TB C080F 9 10 0,73 6,98 BRK
xiii
Max
NO. Hole_id From To y x z Ni (%) Fe (%) Layer
depth (m)
TB C080F 10 11 2,03 15,45 BRK
29 TB C080F 11 12 13 9626225.5 426300,1 143,02 0,52 6,62 BRK
TB C080F 12 13 0,41 6,35 BRK
TB C081F 0 1 0,87 41,71 OB
TB C081F 1 2 1 42,74 OB
TB C081F 2 3 1,15 42,29 OB
TB C081F 3 4 1,58 37,52 ORE
TB C081F 4 5 1,88 26,3 ORE
TB C081F 5 6 1,5 19,28 ORE
30 12 9626224.6 426324,7 143,07
TB C081F 6 7 1,64 18,3 ORE
TB C081F 7 8 1,36 18,42 ORE
TB C081F 8 9 1,15 15,72 BRK
TB C081F 9 10 0,71 11,07 BRK
TB C081F 10 11 0,35 6,68 BRK
TB C081F 11 12 0,27 6,23 BRK
TB C082F 0 1 0,89 40,69 OB
TB C082F 1 2 1,13 40,94 OB
TB C082F 2 3 1,64 38,14 ORE
TB C082F 3 4 1,82 32,19 ORE
TB C082F 4 5 1,67 30,16 ORE
TB C082F 5 6 1,87 21,96 ORE
TB C082F 6 7 1,4 16,13 ORE
TB C082F 7 8 1,51 16,68 ORE
TB C082F 8 9 1,7 18,42 ORE
TB C082F 9 10 1,62 19,11 ORE
TB C082F 10 11 1,68 18,82 ORE
TB C082F 11 12 2,04 21,77 ORE
TB C082F 12 13 1,79 17,06 ORE
31 TB C082F 13 14 27 9626224.9 426349,2 145,48 1,63 13,13 ORE
TB C082F 14 15 1,68 17,76 ORE
TB C082F 15 16 1,68 17,74 ORE
TB C082F 16 17 1,78 17,8 ORE
TB C082F 17 18 1,46 19,3 ORE
TB C082F 18 19 1,39 15,07 ORE
TB C082F 19 20 1,46 16,14 ORE
TB C082F 20 21 1,18 16,42 BRK
TB C082F 21 22 0,97 18,48 BRK
TB C082F 22 23 0,82 18,12 BRK
TB C082F 23 24 0,91 16,07 BRK
TB C082F 24 25 1,25 12,88 BRK
TB C082F 25 26 0,92 9,62 BRK
TB C082F 26 27 0,63 9,11 BRK
TB C083F 0 1 0,75 41,3 OB
32 15 9626225.1 426374,5 151,90
TB C083F 1 2 0,78 42,2 OB
xiii
Max
NO. Hole_id From To y x z Ni (%) Fe (%) Layer
depth (m)
TB C083F 2 3 0,89 42,41 OB
TB C083F 3 4 1,07 42,34 OB
TB C083F 4 5 1,23 39,56 OB
TB C083F 5 6 0,92 14,23 OB
TB C083F 6 7 0,73 9,11 OB
TB C083F 7 8 1,37 22,06 ORE
32 TB C083F 8 9 15 9626225.1 426374,5 151,90 1,72 20,06 ORE
TB C083F 9 10 1,84 23,83 ORE
TB C083F 10 11 1,51 28,53 ORE
TB C083F 11 12 2,03 21,96 ORE
TB C083F 12 13 0,53 7,41 BRK
TB C083F 13 14 0,48 7,39 BRK
TB C083F 14 15 0,27 6,81 BRK
TB C084F 0 1 0,69 41,76 OB
TB C084F 1 2 0,73 42,47 OB
TB C084F 2 3 0,75 42,45 OB
TB C084F 3 4 0,78 42,82 OB
TB C084F 4 5 0,63 40,84 OB
TB C084F 5 6 0,72 38,74 OB
TB C084F 6 7 1,2 29,3 OB
TB C084F 7 8 1,19 21,91 OB
TB C084F 8 9 1,12 22,64 OB
TB C084F 9 10 1,11 19,83 OB
TB C084F 10 11 0,99 17,61 OB
TB C084F 11 12 1,01 17,56 OB
TB C084F 12 13 0,94 19,99 OB
TB C084F 13 14 0,87 17,33 OB
33 TB C084F 14 15 27 9626225 426400,1 156,74 0,93 16,86 OB
TB C084F 15 16 0,86 17,38 OB
TB C084F 16 17 0,73 13,77 OB
TB C084F 17 18 0,86 16,56 OB
TB C084F 18 19 0,89 15,82 OB
TB C084F 19 19,75 0,76 16,06 OB
TB C084F 19,75 20 0,77 11,75 OB
TB C084F 20 21 0,63 14,26 BRK
TB C084F 21 22 0,6 16,43 BRK
TB C084F 22 23 0,53 14 BRK
TB C084F 23 24 0,43 10,24 BRK
TB C084F 24 24,5 0,42 11,63 BRK
TB C084F 24,5 25 0,45 8,78 BRK
TB C084F 25 26 0,27 7,29 BRK
TB C084F 26 27 0,26 7,08 BRK
TB C085F 0 1 0,8 40,61 OB
34 9 9626225 426425,0 162,55
TB C085F 1 2 0,9 39,42 OB
xiii
Max
NO. Hole_id From To y x z Ni (%) Fe (%) Layer
depth (m)
TB C085F 2 3 1,08 14,12 OB
TB C085F 3 4 0,96 16,09 OB
TB C085F 4 5 0,99 22,66 OB
TB C085F 5 6 1,09 18,06 OB
34 9 9626225 426425,0 162,55
TB C085F 6 6,4 1,22 12,12 OB
TB C085F 6,4 7 0,22 6,08 BRK
TB C085F 7 8 0,26 6,17 BRK
TB C085F 8 9 0,22 6,04 BRK
TB C086F 0 1 0,85 40,15 OB
TB C086F 1 2 0,89 40,92 OB
TB C086F 2 3 0,92 38,96 OB
TB C086F 3 4 1,02 37,04 OB
TB C086F 4 5 1,3 34,29 OB
35 TB C086F 5 6 11 9626225.6 426450,6 167,04 1,16 17,84 OB
TB C086F 6 7 1,59 26,41 ORE
TB C086F 7 8 1,16 18,31 BRK
TB C086F 8 9 1,18 17,42 BRK
TB C086F 9 10 0,31 7,18 BRK
TB C086F 10 11 0,33 7,26 BRK
TB C109F 0 1 0,92 40,54 OB
TB C109F 1 2 1,14 40,19 OB
TB C109F 2 3 1,21 22,75 OB
TB C109F 3 4 0,95 12,18 OB
TB C109F 4 5 0,93 9,35 OB
TB C109F 5 6 1,76 18,99 ORE
TB C109F 6 7 2,2 17,81 ORE
TB C109F 7 8 1,97 19,63 ORE
36 TB C109F 8 9 17 9626200.9 426324,8 148,94 2,04 19,02 ORE
TB C109F 9 10 1,8 18,8 ORE
TB C109F 10 11 2,16 21,22 ORE
TB C109F 11 12 2,19 20,8 ORE
TB C109F 12 13 2,56 24,03 ORE
TB C109F 13 14 2,11 19,37 ORE
TB C109F 14 15 0,67 9,75 BRK
TB C109F 15 16 0,39 7,67 BRK
TB C109F 16 17 0,32 7,13 BRK
TB C110F 0 1 0,76 40,59 OB
TB C110F 1 2 0,87 40,35 OB
TB C110F 2 3 0,9 32,94 OB
TB C110F 3 4 1,44 30,17 ORE
37 36 9626199 426375,3 152,31
TB C110F 4 5 1,59 27,68 ORE
TB C110F 5 6 1,5 26,88 ORE
TB C110F 6 7 1,48 23,18 ORE
TB C110F 7 8 1,37 19,34 BRK
xiii
Max
NO. Hole_id From To y x z Ni (%) Fe (%) Layer
depth (m)
TB C110F 8 9 1,26 21,02 BRK
TB C110F 9 10 0,98 16,82 BRK
TB C110F 10 11 1,13 17,13 BRK
TB C110F 11 12 1,1 16,54 BRK
TB C110F 12 13 0,96 14,97 BRK
TB C110F 13 14 0,99 16,81 BRK
TB C110F 14 15 1,07 15,62 BRK
TB C110F 15 16 1,08 15,85 BRK
TB C110F 16 17 1,19 16,11 BRK
TB C110F 17 18 0,99 14,48 BRK
TB C110F 18 19 0,91 12,77 BRK
TB C110F 19 20 1 13,66 BRK
TB C110F 20 21 1,06 17,07 BRK
TB C110F 21 22 0,78 11,4 BRK
37 36 9626199 426375,3 152,53
TB C110F 22 23 0,58 9,47 BRK
TB C110F 23 24 0,56 8,19 BRK
TB C110F 24 25 1,09 14,05 BRK
TB C110F 25 26 1,24 15,51 BRK
TB C110F 26 27 1,21 14,9 BRK
TB C110F 27 28 1,11 12,47 BRK
TB C110F 28 29 0,93 14,01 BRK
TB C110F 29 30 0,98 12,4 BRK
TB C110F 30 31 1,18 20,5 BRK
TB C110F 31 32 1,22 14,34 BRK
TB C110F 32 33 1,28 14,18 BRK
TB C110F 33 34 1,24 15,34 BRK
TB C110F 34 35 1,13 15,54 BRK
TB C110F 35 36 1,15 13,73 BRK
TB C111F 0 1 0,7 40,9 OB
TB C111F 1 2 0,87 41,72 OB
TB C111F 2 3 1,02 31,17 OB
38 TB C111F 3 4 7 9626200.2 426425,1 164,53 1,01 14,92 OB
TB C111F 4 5 0,28 7,18 BRK
TB C111F 5 6 0,25 7,16 BRK
TB C111F 6 7 0,3 7,37 BRK
TB C112F 0 1 0,91 39,81 OB
TB C112F 1 2 0,99 39,58 OB
TB C112F 2 3 1,08 31,7 OB
39 6 9626199.5 426473,5 173,83
TB C112F 3 4 0,49 8,68 BRK
TB C112F 4 5 0,32 7,36 BRK
TB C112F 5 6 0,29 7,07 BRK
TB C137F 0 1 0,71 40,38 OB
40 TB C137F 1 2 6 9626172.9 426450,2 175,63 0,8 41,1 OB
TB C137F 2 3 0,87 20,67 OB
xiii
Max
NO. Hole_id From To y x z Ni (%) Fe (%) Layer
depth (m)
TB C137F 3 4 0,58 13,79 BRK
40 TB C137F 4 5 6 9626172.9 426450,2 175,63 0,28 7,63 BRK
TB C137F 5 6 0,34 7,77 BRK
TB C138F 0 1 0,83 38,57 OB
TB C138F 1 2 0,9 38,37 OB
TB C138F 2 3 1,15 19,77 OB
TB C138F 3 4 1,03 17,98 OB
TB C138F 4 5 1,15 19,66 OB
41 TB C138F 5 6 11 9626173.1 426476,1 179,64 1,07 19,31 OB
TB C138F 6 7 1,48 25,07 ORE
TB C138F 7 8 1,67 23,25 ORE
TB C138F 8 9 1,39 20,92 ORE
TB C138F 9 10 0,38 7,2 BRK
TB C138F 10 11 0,28 6,76 BRK
TB C139F 0 1 0,91 35,13 OB
TB C139F 1 2 1,02 26,2 OB
TB C139F 2 3 1,41 14,63 ORE
TB C139F 3 4 1,23 17,66 ORE
TB C139F 4 5 1,7 17,65 ORE
TB C139F 5 6 1,7 19,83 ORE
TB C139F 6 7 1,4 22,21 ORE
TB C139F 7 8 1,59 28,3 ORE
TB C139F 8 9 1,73 31,39 ORE
42 18 9626175.6 426501,4 174,05
TB C139F 9 10 1,08 16,9 ORE
TB C139F 10 11 1,55 31,22 ORE
TB C139F 11 12 1,64 31,45 ORE
TB C139F 12 13 1,71 17,27 ORE
TB C139F 13 14 1,26 17,98 BRK
TB C139F 14 15 0,87 13,77 BRK
TB C139F 15 16 0,83 13,83 BRK
TB C139F 16 17 0,49 7,32 BRK
TB C139F 17 18 0,31 6,59 BRK
TB C141F 0 1 0,88 26,7 OB
TB C141F 1 2 0,85 19,41 OB
TB C141F 2 3 1,04 19,57 OB
TB C141F 3 4 1,28 19,43 ORE
TB C141F 4 5 1,04 12,66 ORE
TB C141F 5 6 1,73 19,52 ORE
43 12 9626174.8 426551,2 183,11
TB C141F 6 7 2,29 34,84 ORE
TB C141F 7 8 1,84 32,26 ORE
TB C141F 8 9 1,52 17,27 ORE
TB C141F 9 10 1,65 16,27 ORE
TB C141F 10 11 1,09 14,53 BRK
TB C141F 11 12 1,39 17,71 BRK
xiii
Max
NO. Hole_id From To y x z Ni (%) Fe (%) Layer
depth (m)
TB C162F 0 1 0,74 40,18 OB
TB C162F 1 2 0,98 40,95 OB
TB C162F 2 3 1,04 25,65 OB
TB C162F 3 3,5 1,28 22,83 OB
44 7 9626153.1 426424,5 173,40
TB C162F 3,5 4 0,69 8,1 BRK
TB C162F 4 5 0,47 7,21 BRK
TB C162F 5 6 0,94 13,27 BRK
TB C162F 6 7 0,34 6,88 BRK
TB C163F 0 1 0,88 40,68 OB
TB C163F 1 2 0,95 39,16 OB
TB C163F 2 3 0,97 39,92 OB
TB C163F 3 4 1,53 46,63 ORE
TB C163F 4 5 1,27 38,94 ORE
TB C163F 5 6 1,39 38,85 ORE
TB C163F 6 7 1,39 28,76 ORE
TB C163F 7 8 1,74 41,42 ORE
TB C163F 8 9 1,94 24,07 ORE
TB C163F 9 10 1,73 19,34 ORE
45 16 9626150.1 426475,7 185,85
TB C163F 10 11 1,62 24,86 ORE
TB C163F 11 11,7 1,63 20,17 ORE
TB C163F 11,7 12 0,45 7,31 BRK
TB C163F 12 12,6 0,31 6,87 BRK
TB C163F 12,6 13 1,2 14,81 BRK
TB C163F 13 13,45 0,31 6,97 BRK
TB C163F 13,45 14 1,06 15,14 BRK
TB C163F 14 14,7 1,34 18,08 BRK
TB C163F 14,7 15 0,32 7,06 BRK
TB C163F 15 16 0,26 6,69 BRK
TB C164F 0 1 1,05 34,67 OB
TB C164F 1 2 1,18 24,39 OB
TB C164F 2 3 1,84 31,17 ORE
TB C164F 3 4 1,91 26,99 ORE
TB C164F 4 5 1,22 15,07 BRK
TB C164F 5 6 0,84 11,22 BRK
TB C164F 6 7 1,19 11,93 BRK
TB C164F 7 8 1,4 14,02 BRK
46 22 9626147.7 426520,3 183,10
TB C164F 8 9 1,2 12,54 BRK
TB C164F 9 10 0,4 7,06 BRK
TB C164F 10 11 0,57 9,57 BRK
TB C164F 11 12 1,06 16,31 BRK
TB C164F 12 13 0,9 16,53 BRK
TB C164F 13 14 0,75 15,7 BRK
TB C164F 14 15 0,77 15,24 BRK
TB C164F 15 16 0,71 15,57 BRK
xiii
Max
NO. Hole_id From To y x z Ni (%) Fe (%) Layer
depth (m)
TB C164F 16 17 0,29 7,02 BRK
TB C164F 17 18 0,77 15,31 BRK
TB C164F 18 19 0,81 14,12 BRK
46 TB C164F 19 19,7 22 9626147.7 426520,3 183,10 0,81 14,44 BRK
TB C164F 19,7 20 0,33 6,57 BRK
TB C164F 20 21 0,23 6,39 BRK
TB C164F 21 22 0,22 5,96 BRK
TB C187F 0 1 0,84 38,85 OB
TB C187F 1 2 0,97 40,21 OB
TB C187F 2 3 1,12 27,31 OB
47 6 9626125 426425,1 180,00
TB C187F 3 4 0,61 38,67 BRK
TB C187F 4 5 0,38 27,33 BRK
TB C187F 5 6 0,29 26,91 BRK
TB C188F 0 1 0,83 40,03 OB
TB C188F 1 2 0,99 39,36 OB
TB C188F 2 3 1,03 38,19 OB
TB C188F 3 4 1,12 38,25 OB
TB C188F 4 5 1,1 37,54 OB
TB C188F 5 6 1,13 32,54 OB
TB C188F 6 7 1,39 23,25 OB
48 13 9626125.3 426449,8 185,56
TB C188F 7 8 1,47 24,01 ORE
TB C188F 8 8,4 0,59 7,64 ORE
TB C188F 8,4 9 1,74 21,42 ORE
TB C188F 9 10 1,74 18,74 ORE
TB C188F 10 11 1,53 17,76 ORE
TB C188F 11 12 0,63 8,54 BRK
TB C188F 12 13 0,34 7,49 BRK
TB C189F 0 1 0,84 39,38 OB
TB C189F 1 2 1,08 33,02 OB
TB C189F 2 3 1,38 34,18 OB
TB C189F 3 4 1,56 41,3 ORE
TB C189F 4 5 1,6 40,05 ORE
TB C189F 5 6 1,72 41,35 ORE
TB C189F 6 7 1,2 30,07 ORE
TB C189F 7 8 1,64 38,04 ORE
49 TB C189F 8 9 19 9626123.9 426475,5 189,96 1,73 30,35 ORE
TB C189F 9 10 1,71 27,18 ORE
TB C189F 10 11 1,82 23,85 ORE
TB C189F 11 12 1,78 21,86 ORE
TB C189F 12 13 1,74 22,28 ORE
TB C189F 13 13,75 1,93 17,66 ORE
TB C189F 13,75 14 0,97 8,52 ORE
TB C189F 14 14,45 1,46 12,66 ORE
TB C189F 14,45 15 1,59 29,46 ORE
xiii
Max
NO. Hole_id From To y x z Ni (%) Fe (%) Layer
depth (m)
TB C189F 15 16 1,5 21,76 ORE
TB C189F 16 17 1,38 24,29 ORE
49 TB C189F 17 17,6 19 9626123.9 426475.,5 189,96 1,66 22,97 ORE
TB C189F 17,6 18 0,47 8,2 BRK
TB C189F 18 19 0,27 6,75 BRK
TB C190F 0 1 0,8 41,63 OB
TB C190F 1 2 0,84 42,21 OB
TB C190F 2 3 0,86 42,02 OB
TB C190F 3 4 1,01 41,84 OB
TB C190F 4 4,4 1,03 40,31 OB
TB C190F 4,4 5 0,85 33,37 OB
TB C190F 5 5,6 1,23 31,46 OB
50 11 9626128 426498,8 188,37
TB C190F 5,6 6 0,61 7,15 OB
TB C190F 6 7 1,49 22,08 ORE
TB C190F 7 8 1,37 19,53 ORE
TB C190F 8 8,45 1,4 19,89 ORE
TB C190F 8,45 9 0,6 8,1 BRK
TB C190F 9 10 0,25 6,33 BRK
TB C190F 10 11 0,27 6,4 BRK
TB C191F 0 1 0,78 26,11 OB
TB C191F 1 2 0,39 7,73 OB
TB C191F 2 3 0,74 14,45 OB
TB C191F 3 4 0,32 6,79 OB
TB C191F 4 5 0,24 6,46 OB
TB C191F 5 6 1,2 16,79 OB
TB C191F 6 7 1,4 21,18 ORE
TB C191F 7 7,5 1,43 21,92 ORE
TB C191F 7,5 8 1,16 17,5 BRK
TB C191F 8 9 0,36 6,48 BRK
TB C191F 9 10 1,06 17,72 BRK
TB C191F 10 11 1,28 17,74 BRK
51 TB C191F 11 12 23,5 9626121.6 426523,9 189,00 1,4 21,88 BRK
TB C191F 12 12,5 0,93 16,97 BRK
TB C191F 12,5 13 0,29 6,52 BRK
TB C191F 13 13,25 0,33 6,69 BRK
TB C191F 13,25 14 1,28 19,02 BRK
TB C191F 14 15 1,1 15,82 BRK
TB C191F 15 16 0,82 12,98 BRK
TB C191F 16 16,5 0,58 11,01 BRK
TB C191F 16,5 17 0,47 7,78 BRK
TB C191F 17 18 0,93 14,04 BRK
TB C191F 18 19 0,96 15,02 BRK
TB C191F 19 20 1,11 17,43 BRK
TB C191F 20 21 0,93 15,08 BRK
xiii
Max
NO. Hole_id From To y x z Ni (%) Fe (%) Layer
depth (m)
TB C191F 21 22 0,91 15,6 BRK
51 TB C191F 22 23 23,5 9626121.6 426523,9 189,00 0,27 6,54 BRK
TB C191F 23 23,5 0,23 6,62 BRK
TB C192F 0 1 0,92 34,49 OB
TB C192F 1 2 0,93 17,41 OB
TB C192F 2 3 1,07 18,92 OB
TB C192F 3 4 1,01 17,84 OB
TB C192F 4 5 0,88 18,33 OB
TB C192F 5 6 0,95 17,33 OB
TB C192F 6 7 1,14 20,3 OB
52 12 9626122.3 426548,6 199,09
TB C192F 7 7,55 1,19 20,93 OB
TB C192F 7,55 8 0,28 6,7 BRK
TB C192F 8 9 0,31 7,35 BRK
TB C192F 9 10 0,58 12,04 BRK
TB C192F 10 10,4 0,63 11,44 BRK
TB C192F 10,4 11 0,25 6,81 BRK
TB C192F 11 12 0,21 6,35 BRK
TB C213F 0 1 0,73 40,24 OB
TB C213F 1 2 0,91 40,92 OB
TB C213F 2 3 0,99 40,32 OB
TB C213F 3 4 1,15 39,31 OB
TB C213F 4 5 1,7 26,75 ORE
TB C213F 5 6 1,7 25,65 ORE
TB C213F 6 7 1,62 23,25 ORE
TB C213F 7 8 1,61 22,08 ORE
TB C213F 8 9 1,47 20,88 ORE
53 17 9626100.9 426424,9 179,50
TB C213F 9 10 1,32 18,74 BRK
TB C213F 10 11 0,44 8,14 BRK
TB C213F 11 12 1,12 14,62 BRK
TB C213F 12 12,5 1,35 14,1 BRK
TB C213F 12,5 13 0,38 7,12 BRK
TB C213F 13 14 1,14 14,57 BRK
TB C213F 14 15 0,9 17,83 BRK
TB C213F 15 16 0,39 7,78 BRK
TB C213F 16 17 0,29 6,92 BRK
TB C214F 0 1 0,78 40,9 OB
TB C214F 1 2 0,88 41,52 OB
TB C214F 2 3 0,85 41,17 OB
TB C214F 3 4 0,91 39,11 OB
54 TB C214F 4 5 16 9626099.2 426474,5 192,33 1,03 35,88 OB
TB C214F 5 6 1,31 31,13 OB
TB C214F 6 7 1,48 28,64 ORE
TB C214F 7 8 1,46 28,99 ORE
TB C214F 8 9 1,45 28,61 ORE
xiii
Max
NO. Hole_id From To y x z Ni (%) Fe (%) Layer
depth (m)
TB C214F 9 10 1,49 26,56 ORE
TB C214F 10 11 1,54 26,13 ORE
TB C214F 11 12 1,37 22,64 BRK
TB C214F 12 13 1,37 20,94 BRK
54 16 9626099.2 426474,5 192,33
TB C214F 13 13,6 0,98 15,6 BRK
TB C214F 13,6 14 0,68 10,74 BRK
TB C214F 14 15 0,89 15,37 BRK
TB C214F 15 16 0,51 8,57 BRK
TB C238F 0 1 0,93 41,53 OB
TB C238F 1 2 1,12 42,4 OB
TB C238F 2 3 1,1 26,5 OB
TB C238F 3 4 1,44 23,09 OB
TB C238F 4 5 1,26 23,63 OB
TB C238F 5 5,6 0,38 7,06 BRK
TB C238F 5,6 6 1,19 16,91 BRK
TB C238F 6 6,5 1,08 18,49 BRK
TB C238F 6,5 7 0,5 8,18 BRK
55 13 9626076.3 426426,8 180,79
TB C238F 7 8 1,51 18,08 BRK
TB C238F 8 8,45 1,27 16,63 BRK
TB C238F 8,45 9 0,47 7,99 BRK
TB C238F 9 9,7 1,15 14,92 BRK
TB C238F 9,7 10 0,43 7,78 BRK
TB C238F 10 11 1,54 16,15 BRK
TB C238F 11 11,5 1,35 15,62 BRK
TB C238F 11,5 12 0,52 8,68 BRK
TB C238F 12 13 0,3 6,99 BRK
TB C239F 0 1 0,81 40,52 OB
TB C239F 1 2 0,9 36,7 OB
TB C239F 2 3 1,19 26,6 OB
TB C239F 3 4 1,34 24,4 ORE
56 8 9626073.3 426449,2 184,96
TB C239F 4 5 1,52 25,01 ORE
TB C239F 5 6 1,34 16,64 BRK
TB C239F 6 7 0,47 8,63 BRK
TB C239F 7 8 0,46 6,99 BRK
TB C241F 0 1 0,82 37,72 OB
TB C241F 1 2 0,99 37,68 OB
TB C241F 2 3 0,81 32,28 OB
TB C241F 3 4 0,86 32,53 OB
TB C241F 4 5 1,06 28,68 OB
57 25 9626075.1 426499,1 197,55
TB C241F 5 6 1,42 22,71 ORE
TB C241F 6 7 1,49 25,66 ORE
TB C241F 7 8 1,55 25,81 ORE
TB C241F 8 9 1,52 20,86 ORE
TB C241F 9 10 1,28 20,33 ORE
xiii
Max
NO. Hole_id From To y x z Ni (%) Fe (%) Layer
depth (m)
TB C241F 10 11 1,52 29,42 ORE
TB C241F 11 12 1,49 23,95 ORE
TB C241F 12 13 1,43 23,21 ORE
TB C241F 13 14 1,37 24,75 BRK
TB C241F 14 15 1,25 22,51 BRK
TB C241F 15 16 0,92 16,71 BRK
TB C241F 16 17 0,81 14,96 BRK
58 TB C241F 17 18 25 9626075.1 426499,1 197,55 0,72 12,39 BRK
TB C241F 18 19 0,6 10,49 BRK
TB C241F 19 20 0,72 11,87 BRK
TB C241F 20 21 0,7 12,81 BRK
TB C241F 21 22 1,09 16,38 BRK
TB C241F 22 23 1,41 20,04 BRK
TB C241F 23 24 0,75 10,3 BRK
TB C241F 24 25 0,22 6,31 BRK
TB C242F 0 1 0,77 37,21 OB
TB C242F 1 2 0,84 35,84 OB
TB C242F 2 3 0,97 31,58 OB
TB C242F 3 4 1,1 25,18 OB
TB C242F 4 5 1,03 19,08 OB
TB C242F 5 6 0,95 13,41 BRK
TB C242F 6 7 0,91 16,64 BRK
TB C242F 7 8 0,92 15,74 BRK
TB C242F 8 9 0,72 13,5 BRK
TB C242F 9 10 0,93 18,73 BRK
TB C242F 10 10,6 1,03 19,32 BRK
TB C242F 10,6 11 0,61 11,51 BRK
TB C242F 11 11,4 0,49 9,92 BRK
TB C242F 11,4 12 0,66 14,41 BRK
59 TB C242F 12 13 26 9626075.3 426524,6 200,22 0,76 14,95 BRK
TB C242F 13 14 0,76 13,9 BRK
TB C242F 14,5 15 0,94 14,43 BRK
TB C242F 15 16 0,96 15,98 BRK
TB C242F 16 17 0,76 15,07 BRK
TB C242F 17 18 0,91 16,76 BRK
TB C242F 18 19 0,92 14,73 BRK
TB C242F 19 20 0,94 16,4 BRK
TB C242F 20 21 1,06 18,94 BRK
TB C242F 21 22 0,95 16,57 BRK
TB C242F 22 23 0,89 17,74 BRK
TB C242F 23 24 1,23 24,31 BRK
TB C242F 24 25 1,14 21,47 BRK
TB C242F 25 25,3 1,17 22 BRK
TB C242F 25,3 26 0,36 7,36 BRK
xiii
Max
NO. Hole_id From To y x z Ni (%) Fe (%) Layer
depth (m)
TB C262F 0 1 0,81 38,93 OB
TB C262F 1 2 0,94 37,61 OB
TB C262F 2 3 1,03 31,32 OB
TB C262F 3 4 1,29 25,17 BRK
TB C262F 4 5 1,09 20,47 BRK
TB C262F 5 6 1,18 22,25 BRK
TB C262F 6 7 1,22 23,43 BRK
TB C262F 7 8 0,8 14,37 BRK
TB C262F 8 9 0,36 7,01 BRK
60 TB C262F 9 10 19 9626051.5 426326,5 172,86 1,18 23,92 BRK
TB C262F 10 11 0,98 17,43 BRK
TB C262F 11 12 0,83 13,57 BRK
TB C262F 12 13 0,52 12,81 BRK
TB C262F 13 14 0,28 7,58 BRK
TB C262F 14 15 0,36 8,3 BRK
TB C262F 15 16 0,69 14,95 BRK
TB C262F 16 17 0,82 15,52 BRK
TB C262F 17 18 0,38 8,01 BRK
TB C262F 18 19 0,22 6,52 BRK
TB B006F 0 1 0,91 41,59 OB
TB B006F 1 1,6 1,02 31,71 OB
TB B006F 1,6 2 0,4 8,29 OB
TB B006F 2 3 0,33 7,76 OB
TB B006F 3 4 0,26 6,89 OB
TB B008F 0 1 0,85 40,88 OB
TB B008F 1 2 0,99 40,9 OB
TB B008F 2 3 1,73 30,24 ORE
TB B008F 3 4 1,98 29,44 ORE
TB B008F 4 5 2,03 26,01 ORE
TB B008F 5 6 2,06 30,75 ORE
TB B008F 6 7 1,73 27,04 ORE
61 TB B008F 7 8 20 9626300.9 426398,6 144,43 2,14 25,98 ORE
TB B008F 8 9 2,03 27,23 ORE
TB B008F 9 10 1,94 31,66 ORE
TB B008F 10 11 1,85 20,33 ORE
TB B008F 11 12 1,87 23,36 ORE
TB B008F 12 12,8 1,97 16,98 ORE
TB B008F 12,8 13 0,68 7,03 ORE
TB B008F 13 14 2,65 14,24 ORE
TB B008F 14 14,2 1,45 8,48 ORE
TB B008F 14,2 15 2,26 15,41 ORE
TB B008F 15 16 1,88 18,29 ORE
TB B008F 16 17 0,89 11,03 BRK
TB B008F 17 17,4 0,68 14,54 BRK
xiii
Max
NO. Hole_id From To y x z Ni (%) Fe (%) Layer
depth (m)
TB B008F 17,4 18 0,39 9,95 BRK
TB B008F 18 18,5 0,55 12,89 BRK
61 20 9626300.9 426398,6 144,44
TB B008F 18,5 19 0,37 9,13 BRK
TB B008F 19 20 0,27 7,34 BRK
TB B010F 0 1 0,64 42,5 OB
TB B010F 1 2 0,66 43,35 OB
TB B010F 2 3 0,7 43,34 OB
TB B010F 3 4 0,75 43,53 OB
TB B010F 4 5 0,99 47,03 OB
TB B010F 5 6 1,41 19,06 OB
62 TB B010F 6 7 12 9626300.9 426499,9 171,81 1,12 12,9 BRK
TB B010F 7 8 1,08 18,37 BRK
TB B010F 8 9 0,89 15,09 BRK
TB B010F 9 9,25 0,92 13,52 BRK
TB B010F 9,25 10 0,45 7,08 BRK
TB B010F 10 11 0,3 6,54 BRK
TB B010F 11 12 0,28 6,53 BRK
TB B012F 0 1 1,08 41,43 OB
TB B012F 1 2 1,18 40,48 OB
TB B012F 2 3 1,42 25,88 ORE
TB B012F 3 4 1,96 28,83 ORE
TB B012F 4 5 1,83 22,17 ORE
TB B012F 5 6 1,38 13,1 ORE
TB B012F 6 7 1,05 9,11 ORE
TB B012F 7 8 1,77 19,89 ORE
TB B012F 8 9 1,89 18,31 ORE
63 TB B012F 9 10 18 9626300.2 426599,3 202,25 1,88 19,25 ORE
TB B012F 10 11 2,09 16,89 ORE
TB B012F 11 12 1,76 19,84 ORE
TB B012F 12 13 1,57 16,67 ORE
TB B012F 13 14 1,66 15,18 ORE
TB B012F 14 15 1,88 15,23 ORE
TB B012F 15 16 1,87 20,05 ORE
TB B012F 16 16,35 1,76 15,91 ORE
TB B012F 16,35 17 0,94 7,81 BRK
TB B012F 17 18 0,86 7,23 BRK
TB B014F 0 1 1,47 33,38 ORE
TB B014F 1 2 2,19 18,4 ORE
64 4 9626297.4 426699,1 233,99
TB B014F 2 3 0,58 7,76 BRK
TB B014F 3 4 0,28 6,71 BRK
TB B023F 0 1 0,98 41,22 OB
TB B023F 1 2 0,91 41,65 OB
65 8 9626250.7 426300,4 136,77
TB B023F 2 3 0,99 39,51 OB
TB B023F 3 4 1,25 29,5 OB
xiii
Max
NO. Hole_id From To y x z Ni (%) Fe (%) Layer
depth (m)
TB B023F 4 5 0,96 23,49 BRK
TB B023F 5 5,2 0,74 12,79 BRK
65 TB B023F 5,2 6 8 9626250.7 426300,4 136,77 0,23 6,41 BRK
TB B023F 6 7 0,2 5,89 BRK
TB B023F 7 8 0,21 6,2 BRK
TB B024F 0 1 0,79 40,75 OB
TB B024F 1 2 0,87 41,21 OB
TB B024F 2 3 1,13 41,83 OB
TB B024F 3 4 1,31 40,95 OB
TB B024F 4 5 1,13 39,46 OB
TB B024F 5 6 1,33 37,25 OB
TB B024F 6 7 1,81 31,35 ORE
TB B024F 7 8 2,21 22,28 ORE
TB B024F 8 9 2,24 18,81 ORE
TB B024F 9 10 2,2 15,91 ORE
TB B024F 10 11 2,12 19,2 ORE
TB B024F 11 12 2,01 17,67 ORE
66 23 9626249.8 426350,0 148,00
TB B024F 12 13 1,8 21,07 ORE
TB B024F 13 14 1,66 25,09 ORE
TB B024F 14 15 1,91 13,61 ORE
TB B024F 15 16 1,87 21,64 ORE
TB B024F 16 17 2,04 27,14 ORE
TB B024F 17 18 1,67 21,13 ORE
TB B024F 18 19 1,86 16,66 ORE
TB B024F 19 19,5 1,9 13,89 ORE
TB B024F 19,5 20 0,52 6,66 ORE
TB B024F 20 21 1,56 15,46 ORE
TB B024F 21 22 1,45 14,75 ORE
TB B024F 22 23 0,3 6,57 BRK
TB B027F 0 1 1,27 30,56 OB
TB B027F 1 2 1,57 24,13 ORE
TB B027F 2 3 1,49 18,23 ORE
TB B027F 3 3,45 1,85 19,41 ORE
67 7 9626248.5 426499,9 165,65
TB B027F 3,45 4 0,31 6,46 BRK
TB B027F 4 5 0,18 6,06 BRK
TB B027F 5 6 0,31 6,18 BRK
TB B027F 6 7 0,22 6,64 BRK
TB B028F 0 1 0,96 39,44 OB
TB B028F 1 2 1,2 37,45 ORE
TB B028F 2 2,25 1,23 32,97 ORE
68 TB B028F 2,25 3 13,5 9626249.8 426551,4 179,46 1,35 28,56 ORE
TB B028F 3 4 1,59 24,69 ORE
TB B028F 4 5 1,67 18,82 ORE
TB B028F 5 6 1,51 21,21 ORE
xiii
Max
NO. Hole_id From To y x z Ni (%) Fe (%) Layer
depth (m)
TB B028F 6 6,75 1,41 15,66 ORE
TB B028F 6,75 7 0,73 7,39 ORE
TB B028F 7 8 1,36 20,21 ORE
TB B028F 8 9 1,29 18,88 ORE
TB B028F 9 10 1,43 16,89 ORE
68 13,5 9626249.8 426551,4 179,46
TB B028F 10 11 1,71 21,45 ORE
TB B028F 11 12 1,7 23,58 ORE
TB B028F 12 12,4 1,75 20,46 ORE
TB B028F 12,4 13 0,26 6,7 BRK
TB B028F 13 13,5 0,26 6,95 BRK
TB B040F 0 1 0,89 40,15 OB
TB B040F 1 2 1 39,64 OB
TB B040F 2 3 1,19 37,77 OB
TB B040F 3 4 1,47 31,59 ORE
TB B040F 4 4,3 1,54 10,03 ORE
TB B040F 4,3 5 1,46 6,79 ORE
TB B040F 5 6 1,76 20,17 ORE
TB B040F 6 7 1,41 15,77 ORE
69 15 9626200.3 426299,8 143,55
TB B040F 7 8 1,53 17,23 ORE
TB B040F 8 9 1,46 13,74 ORE
TB B040F 9 10 1,86 15,88 ORE
TB B040F 10 11 0,85 8,45 ORE
TB B040F 11 12 1,42 14,88 ORE
TB B040F 12 13 1,18 13,52 BRK
TB B040F 13 14 0,75 6,85 BRK
TB B040F 14 15 0,38 6,6 BRK
TB B042F 0 1 0,76 40,51 OB
TB B042F 1 2 0,73 39,81 OB
TB B042F 2 3 0,89 33,9 OB
70 TB B042F 3 4 7 9626199.7 426401,1 159,59 0,83 26,5 OB
TB B042F 4 5 0,62 19,92 OB
TB B042F 5 6 0,31 7,75 BRK
TB B042F 6 7 0,28 6,81 BRK
TB B059F 0 1 0,8 40,8 OB
TB B059F 1 2 0,89 41,81 OB
TB B059F 2 3 0,75 17,59 BRK
TB B059F 3 4 0,62 12,32 BRK
TB B059F 4 4,5 0,32 8,26 BRK
71 TB B059F 4,5 5 11 9626151.2 426401,1 168,46 0,54 13,02 BRK
TB B059F 5 6 0,65 11,97 BRK
TB B059F 6 7 0,79 11,45 BRK
TB B059F 7 7,5 0,57 6,99 BRK
TB B059F 7,5 8 1,02 12,78 BRK
TB B059F 8 8,7 0,97 8,63 BRK
xiii
Max
NO. Hole_id From To y x z Ni (%) Fe (%) Layer
depth (m)
TB B059F 8,7 9 1,24 10,77 BRK
71 TB B059F 9 10 11 9626151.2 426401,1 168,46 0,52 8,37 BRK
TB B059F 10 11 0,28 6,83 BRK
TB B060F 0 1 0,77 39,22 OB
TB B060F 1 2 0,81 35,44 OB
TB B060F 2 3 0,24 6,26 OB
TB B060F 3 4 0,83 28,61 OB
TB B060F 4 5 0,85 18,04 OB
72 8,6 9626151.3 426449,9 180,61
TB B060F 5 6 1,07 16,46 OB
TB B060F 6 6,3 0,98 14,16 OB
TB B060F 6,3 7 0,35 7,41 BRK
TB B060F 7 8 0,28 7,03 BRK
TB B060F 8 8,6 0,24 6,63 BRK
TB B061F 0 1 0,93 37,54 OB
TB B061F 1 2 1,16 35,77 OB
TB B061F 2 3 1,31 33,54 ORE
TB B061F 3 4 1,4 30,04 ORE
73 TB B061F 4 5 9 9626148.2 426498,6 183,95 1,55 27,83 ORE
TB B061F 5 6 1,6 17,6 ORE
TB B061F 6 7 1,66 13,7 ORE
TB B061F 7 8 0,36 6,77 BRK
TB B061F 8 9 0,36 6,63 BRK
TB B062F 0 0,6 0,91 26,49 OB
TB B062F 0,6 1 0,48 7,04 OB
TB B062F 1 2 1,03 13,34 OB
TB B062F 2 3 1,26 15,42 OB
TB B062F 3 4 1,34 20,4 OB
TB B062F 4 5 1,28 14,53 OB
TB B062F 5 6 1,05 15,21 OB
TB B062F 6 7 1,21 15,62 OB
74 TB B062F 7 8 14 9626142.9 426552,1 193,35 1,25 19,49 OB
TB B062F 8 9 1,49 29,97 ORE
TB B062F 9 10 1,64 32,58 ORE
TB B062F 10 10,7 1,7 32,77 ORE
TB B062F 10,7 11 1,34 16,86 BRK
TB B062F 11 12 0,42 6,25 BRK
TB B062F 12 12,6 1,47 16,42 BRK
TB B062F 12,6 13 0,53 7,61 BRK
TB B062F 13 14 0,7 10,97 BRK
TB B078F 0 1 0,83 39,04 OB
TB B078F 1 2 0,95 39,88 OB
75 TB B078F 2 3 34 9626100 426498,6 194,30 0,89 35,8 OB
TB B078F 3 4 1,06 34,39 OB
TB B078F 4 5 1,2 33,15 OB
xiii
Max
NO. Hole_id From To y x z Ni (%) Fe (%) Layer
depth (m)
TB B078F 5 6 1,34 34,09 OB
TB B078F 6 7 1,54 47,76 OB
TB B078F 7 8 1,47 32,84 OB
TB B078F 8 9 1,24 28,96 OB
TB B078F 9 10 1,32 27,59 OB
TB B078F 10 11 1,11 19,58 OB
TB B078F 11 12 1,18 19,8 OB
TB B078F 12 12,4 0,97 21,19 OB
TB B078F 12,4 13 0,75 7,62 OB
TB B078F 13 14 1,28 20,06 OB
TB B078F 14 15 1,26 22,64 OB
TB B078F 15 16 1,12 20,72 OB
TB B078F 16 17 1,03 17,97 OB
TB B078F 17 18 1,07 21 OB
TB B078F 18 19 1,08 18,73 OB
75 TB B078F 19 20 34 9626100 426498,6 194,30 0,51 7,69 OB
TB B078F 20 21 1,15 17,29 OB
TB B078F 21 22 1,87 39,55 ORE
TB B078F 22 23 2 38,17 ORE
TB B078F 23 24 1,67 26,57 ORE
TB B078F 24 25 1,53 21,19 ORE
TB B078F 25 26 1,48 16,47 ORE
TB B078F 26 27 1,55 18,94 ORE
TB B078F 27 28 1,55 17,39 ORE
TB B078F 28 29 1,47 12,71 ORE
TB B078F 29 30 1,51 20,49 ORE
TB B078F 30 31 1,41 18,96 ORE
TB B078F 31 32 1,11 24,08 BRK
TB B078F 32 33 1,31 20,71 BRK
TB B078F 33 33,5 0,94 13,22 BRK
TB B078F 33,5 34 1,32 16,43 BRK

xiii
LAMPIRAN 2
HASIL SIMULASI RANCANGAN STABILITAS LERENG
Tabel 11. Hasil simulasi rancangan stabilitas lereng tunggal pada Blok B PT. Sinar
Jaya Sultra Utama pada peneliti sebelumnya menggunakan metode Bishop
Sudut Faktor Keamanan
Tinggi Lebar
Titik Bor tunggal Kondisi
Jenjang(m) berm(m) Software Manual
(o)
Gt.01/3,05
4 2 45 1,32 1,298 Stabil
m-3,35 m
45 1,475 1,473
Gt.01/8,45 4 2
50 1,354 1,326 Stabil
-8,75m
5 2 45 1,337 1,307
45 1,523 1,536
4 2 50 1,398 1,370
Gt.01/13,0 55 1,315 1,267
Stabil
4-13,34 m, 45 1,384 1,367
5 2
50 1,273 1,215
6 2 55 1,288 1,257
45 1,692 1,695
4 2 50 1,551 1,553
55 1,455 1,430
Gt.01/17,3 45 1,541 1,540
Stabil
5-17,65 m 5 2 50 1,415 1,373
55 1,315 1,265
45 1,505 1,412
6 2
55 1,319 1,267
45 1,692 1,695
4 2 50 1,551 1,553
55 1,455 1,430
Gt.02/4,00 45 1,541 1,540
Stabil
-4,30 m 5 2 50 1,415 1,373
55 1,315 1,265
50 1,505 1,412
6 2
55 1,319 1,267
Gt.03/4,70
4 2 45 1,290 1,263 Stabil
-5,00 m
45 1,525 1,538
Gt.03/9,70
4 2 50 1,398 1,374 Stabil
-10,00 m`
55 1,317 1,268

xiii
xiv

Sudut Faktor Keamanan


Tinggi Lebar
Titik Bor tunggal Kondisi
Jenjang(m) berm(m) Software Manual
(o)
5 2 45 1,385 1,371
6 2 45 1,290 1,257
45 1,532 1,525
4 2 50 1,398 1,375
Gt.03/14,5
55 1,312 1,261 Stabil
0-14,80m
5 2 45 1,401 1367
6 2 45 1,313 1,264
45 1,555 1,571
4 2 50 1,428 1,411
Gt.04/4,35
55 1,348 1,303 Stabil
-4,65 m
5 2 45 1,408 1,392
6 2 45 1,305 1,391
45 1,575 1,587
4 2 50 1,445 1,422
Gt.04/9,60 55 1,353 1,315
Stabil
-9,90 m 45 1,433 1,415
5 2
50 1,316 1,262
6 2 45 1,339 1,302

Keterangan :
a) FK > 1,25 = Keruntuhan jarang terjadi (lereng relatif stabil)
b) FK < 1,25 = Keruntuhan pernah terjadi (lereng kritis)
c) FK < 1,07 = keruntuhan biasa terjadi (lereng labil) (bowles, 1999)
xv

LAMPIRAN 3
KEMAJUAN TAMBANG

Sequence 1

Sequence 2
xvi

Sequence 3

Sequence 4
xvii

Sequence 5
xviii

LAMPIRAN 4
DATA DOKUMENTASI LAPANGAN
xix

Anda mungkin juga menyukai