Anda di halaman 1dari 123

DESAIN PIT PENAMBANGAN NIKEL BLOK A PIT A3 PADA

PT. JAGAD RAYATAMA SITE PALANGGA DAN PALANGGA


SELATAN KABUPATEN KONAWE SELATAN

SKRIPSI

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN


MENCAPAI DERAJAT SARJANA (S1)

DIAJUKAN OLEH:

MUHAMMAD ISRAJUDDIN
R1D115127

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat

rahmat dan hidayah-Nya yang begitu besar kepada penulis sehingga skripsi ini

yang berjudul “Desain Pit Penambangan Nikel Blok A Pit A3 Pada PT. Jagad

Rayatama Site Palangga dan Palangga Selatan Kabupaten Konawe Selatan” dapat

diselesaikan dengan baik. Melalui skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada Bapak Deniyatno, S.Si., M.T., selaku pembimbing

I dan Bapak Marwan Zam Mili, ST., M.T., selaku pembimbing II yang telah

meluangkan waktu, tenaga serta ilmu untuk memberikan bimbingan kepada

penulis. Terima kasih atas segala bimbingannya selama ini.

Ter-Istimewa penulis ucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan tak

terhingga kepada Ayahanda H. Bustang, S.Pd., dan Ibunda Alm. Hj. Baderia,

S.Pd., atas limpahan cinta, kasih sayang, doa restu serta dukungan moril dan

materi kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan

skripsi ini.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada berbagai pihak yang

langsung maupun tidak langsung membantu penulis, terutama kepada:

1) Bapak Prof. Dr. Muhammad Zamrun F, S.Si., M.Sc., selaku Rektor

Universitas Halu Oleo.

2) Bapak Mulidin, S.Si., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi

Kebumian Universitas Halu Oleo.


3) Bapak Erwin Anshari S.Si, M.Eng selaku Ketua Jurusan Teknik

Pertambangan Universitas Halu Oleo.

4) Bapak Wahab S.Si., M.T., selaku Sekretaris Jurusan Teknik Pertambangan

yang selalu memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis, mulai dari

proposal, hasil, dan skripsi.

5) Bapak Drs. Firdaus, M.Si., Bapak Erwin Anshari, S.Si., M.Eng., dan Ibu Wd.

Rizky Awaliah Nafiu ST., M.T., selaku dosen-dosen penguji yang telah

memberikan saran dan masukan untuk penulis mulai dari ujian proposal,

ujian seminar hasil, dan ujian akhir (skripsi).

6) Dosen-dosen Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Ilmu dan Teknologi

Kebumian yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan.

7) Bapak Kresna Perwira Yudha selaku Kepala Teknik Tambang PT. Jagad

Rayatama, Bapak Muhammad Ridho Ardian selaku Site Manager, dan kak

Sri Wulandari Agustin yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

untuk melakukan kegiatan Tugas Akhir (TA), dan sekaligus memberikan

bimbingan di lokasi penelitian.

8) PT. Macika Mada Madana yang telah memberikan kesempatan untuk

melakukan kegiatan kerja praktek.

9) Saudara-saudara kandung penulis yaitu Adriana Sasmita, S.Kom.,

Islahbuddin, S.Pd., Muhammad Iswanuddin, dan Muhammad Isharuddin yang

tiada hentinya mendoakan dan memberikan dukungan materi dan moril

kepada penulis.
10) Sahabat penulis yaitu Muh. Agung Mulianto dan Arif Tryono, S.A.P., yang

selalu bersama-sama penulis baik disaat senang maupun susah, selalu

memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.

11) Elma Yani, Amd.Gz yang selalu mendoakan dan menemani dengan penuh

kesabaran.

12) Sahabat-sahabat grup Pejuang ST yaitu Achmad Zulhijjah, ST., Asman, Muh.

Ferdian Amzain, Muhammad Haris, ST., Zainul Fitri, ST., Andi Deddy

Setiawan, Ilham Jaya Saputra, Syarif, Muh. Isnan, dan Adriansah yang selalu

saling mendukung satu sama lain.

13) Nurfaizah Haling, Raihan Batara Haling, dan Rifal Mappa Haling.

14) Teman-teman Teknik Pertambangan angkatan 2015 yaitu Muh. Ferry

Rahadiansyah, Indri Darmayanti, Zayadi Syaban, Agrydya Munandar, I Made

Warniti, Fatmawati, Indra Ajab, Muh. Adji Ramadhan, ST., Supriadi Dinata,

ST., Intan Wahyudi, ST., dan masih banyak yang tidak bisa disebutkan.

15) Senior dan Junior HMTP UHO yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

16) Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan yang telah banyak

membantu dalam menyelesaikan penulisan tugas akhir ini.

Penulis memohon maaf atas segala kekurangan yang terdapat di dalam

skripsi ini. Semoga penulisan ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu

pengetahuan dan untuk semua pihak yang bersangkutan.

Kendari, 18 Februari 2021

Muhammad Israjuddin
DESAIN PIT PENAMBANGAN NIKEL BLOK A PIT A3 PADA
PT. JAGAD RAYATAMA SITE PALANGGA DAN PALANGGA
SELATAN KABUPATEN KONAWE SELATAN
Muhammad Israjuddin

Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian,


Universitas Halu Oleo

muhammadisrajddn24@gmail.com

ABSTRAK

PT. Jagad Rayatama adalah salah satu perusahaan yang bergerak pada
sektor pertambangan bijih nikel yang berlokasi di Kecamatan Palangga dan
Palangga Selatan, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Metode penambangan yang dilakukan adalah sistem tambang terbuka dengan
metode penambangan open pit. PT. Jagad Rayatama akan melakukan
penambangan pada beberapa blok dan pit baru yang akan dibuka di blok A, salah
satunya pada pit A3. Desain pit penambangan dibuat sesuai dengan parameter
geoteknik, bentuk endapan dan nilai Cut off Grade, diperoleh bukaan pit dengan
elevasi tertinggi yaitu 180 mdpl dan elevasi terendah 141 mdpl. Geometri jenjang
yang digunakan memiliki nilai FK 1,79. CoG yang ditetapkan adalah 1,4 % Ni.
Jumlah cadangan nikel berdasarkan pit limit yang dirancang adalah 572.632 ton
dengan kadar 1,66% Ni dan overburden sebesar 1.033.025 ton, menghasilkan nilai
stripping ratio yaitu 1,8:1. Sequence penambangan dibagi berdasarkan target
produksi perbulan yaitu 70.000 ton/bulan dan menghasilkan 8 sequence
penambangan. Sequence pertama diperoleh ore sebesar 74.447 ton dengan kadar
1,84% Ni, sequence kedua diperoleh ore sebesar 76.209 ton dengan kadar 1,88%
Ni, sequence ketiga diperoleh ore sebesar 76.309 ton dengan kadar 1,53% Ni,
sequence keempat diperoleh ore sebesar 75.378 ton kadar 1,54% Ni, sequence
kelima diperoleh ore sebesar 73.416 ton dengan kadar 1,65% Ni, sequence
keenam diperoleh ore sebesar 75.112 ton dengan kadar 1,59% Ni, sequence
ketujuh diperoleh ore sebesar 74.413 ton dengan kadar 1,61% Ni, dan sequence
kedelapan diperoleh ore sebesar 47.348 ton dengan kadar 1,68% Ni.

Kata Kunci: Desain Pit, Perancangan Tambang, Sequence Penambangan


DESIGN OF LATERITE NICKEL MINING PIT BLOCK A PIT A3 AT PT.
JAGAD RAYATAMA SITE PALANGGA AND SOUTH PALANGGA
REGENCY SOUTH KONAWE

Muhammad Israjuddin

Mining Engineering Departement, Faculty of Earth Sciences and Technology


Halu Oleo University

muhammadisrajddn24@gmail.com

ABSTRACT
PT. Jagad Rayatama is a company engaged in the nickel ore mining sector,
located in Palangga and South Palangga Districts, South Konawe Regency,
Southeast Sulawesi Province. The mining method used is an open pit mining
system with the open pit mining method. PT. Jagad Rayatama will conduct mining
in several blocks and new pits will be opened in block A, one of which is pit A3.
The design of the mining pit is made in accordance with geotechnical parameters,
sediment shape and cut off grade values, obtained by the pit openings with the
highest elevation of 180 masl and the lowest elevation of 141 masl. The geometric
level used has a FK value of 1.79. The defined CoG is 1.4% Ni. The amount of
nickel reserves based on the designed pit limit was 572,632 tons with a grade of
1.66% Ni and overburden of 1,033,025 tons, resulting in a stripping ratio value of
1.8:1. The mining sequence is divided based on the monthly production target of
70,000 tons / month and produces 8 mining sequences. The first sequence
obtained 74,447 tonnes of ore with a content of 1.84% Ni, the second sequence
obtained 76,209 tonnes of ore with a content of 1.88% Ni, the third sequence
obtained 76,309 tonnes of ore with a content of 1.53% Ni, the fourth sequence
obtained ore of 75,378 tonnes with a content of 1.54% Ni, the fifth sequence
obtained 73,416 tonnes of ore with a content of 1.65% Ni, the sixth sequence
obtained 75,112 tonnes of ore with a content of 1.59% Ni, the seventh sequence
obtained 74,413 tonnes of ore with a grade of 1, 61% Ni, and the eighth sequence
obtained 47,348 tons of ore with a content of 1.68% Ni.

Keywords: Pit Design, Mine Design, Mining Sequence


DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
ABSTRAK vi
ABSTRACT vii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii

I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penelitian 3
D. Manfaat Penelitian 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 4


A. Perancangan Tambang (Mine Design) 4
B. Profil Endapan Nikel Laterit 5
1. Top Soil 5
2. Zona Limonit 6
3. Zona Lapisan antara atau “Silica Boxwork” 6
4. Zona Saprolit 6
5. Zona Bedrock 6
C. Analisis Geostatistik 7
D. Sumber Daya dan Cadangan 11
1. Sumber Daya 11
2. Cadangan 12
E. Geometri Jenjang 13
1. Crest dan Toe 14
2. Jenjang Kerja 15
3. Jenjang Penangkap 16
F. Aturan Dalam Penerapan Jenjang Penambangan 17
G. Jalan Tambang 20
1. Letak Jalan Keluar Tambang 20
2. Lebar Jalan 20
3. Kemiringan Jalan 21
H. Block Model 21
I. Pentahapan Penambangan (sequence) 22

III. METODE PENELITIAN 26


A. Waktu dan Lokasi Penelitian 26
B. Instrumen Penelitian 28
C. Tahapan kegiatan penelitian 28
1. Studi Literatur 28
2. Pengamatan Lapangan 29
3. Pengambilan dan Pengumpulan data 29
4. Pengolahan dan Analisa Data 29
D. Bagan Alir Penelitian 32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 34


A. Sebaran dan Model Endapan Bijih Nikel Laterit 34
B. Sumber Daya Bijih Nikel 36
1. Analisis Statistik Dasar 37
2. Analisis Geostatistik 38
C. Model Blok 39
D. Desain Pit Penambangan Pit A3 41
1. Geometri Jenjang dan Jalan 42
2. Pit Limit 43
E. Sequence Penambangan 45
1. Sequence Pertama 46
2. Sequence Kedua 48
3. Sequence Ketiga 50
4. Sequence Keempat 52
5. Sequence Kelima 54
6. Sequence Keenam 56
7. Sequence Ketujuh 58
8. Sequence Kedelapan 60

V. PENUTUP 62
A. Kesimpulan 62
B. Saran 62

DAFTAR PUSTAKA 64

LAMPIRAN 66
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Profil Endapan Nikel Laterit 7
Gambar 2. Bagian-Bagian Jenjang 15
Gambar 3. Working Bench dan Safety Bench 16
Gambar 4. Jenjang Penangkap 17
Gambar 5. Tampilan 3D Blok Matriks 22
Gambar 6. Pushback Penambangan 24
Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian 27
Gambar 8. Bagan Alir Penelitian 33
Gambar 9. Sebaran Titik Bor Pit A3 35
Gambar 10. Model Endapan Bahan Galian Nikel Laterit Pit A3 36
Gambar 11. Grafik Histogram Sebaran Ni 38
Gambar 12. Block Model 40
Gambar 13. Geometri Jenjang 42
Gambar 14. Batas Penambangan Pit A3 44
Gambar 15. Sequence Penambangan Bulan Pertama 47
Gambar 16. Penampang Sequence Penambangan Bulan Pertama 47
Gambar 17. Sequence Penambangan Bulan Kedua 49
Gambar 18. Penampang Sequence Penambangan Bulan Kedua 49
Gambar 19. Sequence Penambangan Bulan Ketiga 51
Gambar 20. Penampang Sequence Penambangan Bulan Ketiga 51
Gambar 21. Sequence Penambangan Bulan Keempat 53
Gambar 22. Penampang Sequence Penambangan Bulan Keempat 53
Gambar 23. Sequence Penambangan Bulan Kelima 55
Gambar 24. Penampang Sequence Penambangan Bulan Kelima 55
Gambar 25. Sequence Penambangan Bulan Keenam 57
Gambar 26. Penampang Sequence Penambangan Bulan Keenam 57
Gambar 27. Sequence Penambangan Bulan Ketujuh 59
Gambar 28. Penampang Sequence Penambangan Bulan Ketujuh 59
Gambar 29. Sequence Penambangan Bulan Kedelapan 61
Gambar 30. Penampang Sequence Penambangan Bulan Kedelapan 61
Gambar 31. Variogram Horizontal 95
Gambar 32. Variogram Vertikal 96
Gambar 33. Variogram Sumbu Anisotropi 97
Gambar 34. Sketsa Irisan Jenjang 98
Gambar 35. Dump Truck Hino 260 105
Gambar 36. Keadaan Lapangan Dekat Pit A3 108
Gambar 37. Kegiatan Survey Topografi 108
Gambar 38. Alat Muat 109
Gambar 39. Pengambilan Sampel Tanah 109
Gambar 40. Pengujian Direct Shear 110
Gambar 41. Pengujian Berat Jenis 110
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Tabel Dasar Pemilihan Metode Estimasi 9
Tabel 2. Tingkat Nilai FK dalam Praktek 14
Tabel 3. Instrumen Penelitian 28
Tabel 4. Analisis Statistik Dasar 37
Tabel 5. Nilai Variogram 39
Tabel 6. Warna Atribut Block Model Berdasarkan Kadar Ni 41
Tabel 7. Sumber Daya Pit A3 41
Tabel 8. Komponen Dasar Geometri Jenjang 43
Tabel 9. Hasil Perhitungan Cadangan Berdasarkan Pit Limit 45
Tabel 10. Sequence Penambangan Bulan Pertama 46
Tabel 11. Sequence Penambangan Bulan Kedua 48
Tabel 12. Sequence Penambangan Bulan Ketiga 50
Tabel 13. Sequence Penambangan Bulan Keempat 52
Tabel 14. Sequence Penambangan Bulan Kelima 54
Tabel 15. Sequence Penambangan Bulan Keenam 56
Tabel 16. Sequence Penambangan Bulan Ketujuh 58
Tabel 17. Sequence Penambangan Bulan Kedelapan 60
Tabel 18. Nilai Variogram 97
Tabel 19. Faktor Keamanan Lapisan Limonite 99
Tabel 20. Faktor Keamanan Lapisan Saprolite 100
Tabel 21. Spesifikasi Dump Truck Hino 260 106
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Data Bor Pit A3 67


Lampiran 2 Analisis Geostatistik 95
Lampiran 3 Simulasi Rancangan Stabilitas Lereng 98
Lampiran 4 Perhitungan Lebar Jalan 105
Lampiran 5 Dokumentasi 108
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya mineral dan batubara.

Salah satu sumber daya mineral yang terdapat di Indonesia adalah komoditas

nikel. Berdasarkan data dari Kementerian ESDM pada Juli 2019, sisa cadangan

komoditas nikel di Indonesia adalah sebanyak 3,57 miliar ton. Potensi cadangan

nikel paling banyak ditemukan di Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan

Maluku Utara. Perusahaan tambang nikel di Indonesia, khususnya di Sulawesi

Tenggara umumnya menggunakan metode tambang terbuka dalam kegiatan

penambangannya.

Metode tambang terbuka merupakan kegiatan penambangan yang dilakukan

pada endapan yang terletak dekat dengan permukaan. Selain cadangan, faktor lain

yang juga menjadi pertimbangan adalah masalah ekonomi, lingkungan, keamanan

serta teknik penambangan yang di dalamnya termasuk desain pit juga menjadi

faktor yang penting dalam kegiatan perencanaan tambang terbuka.

Salah satu perusahaan yang menggunakan metode tambang terbuka adalah

PT. Jagad Rayatama. PT. Jagad Rayatama adalah salah satu perusahaan yang

bergerak pada sektor pertambangan bijih nikel yang berlokasi di Kecamatan

Palangga dan Palangga Selatan, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi

Tenggara. PT. Jagad Rayatama akan melakukan penambangan pada beberapa blok

dan pit baru yang akan dibuka, salah satunya pada pit A3 yang merupakan pit baru

dan akan ditambang.

1
2

Untuk melakukan proses penambangan itu sendiri, terlebih dahulu harus

dilakukan perencanaan tambang agar dapat dipertimbangkan sisi teknis, ekonomi

dan lingkungan untuk menghindari kerugian sampai pada proses berlangsungnya

penambangan itu sendiri, karena sifat dari penyebaran kadar ore yang relatif tidak

merata. Salah satunya adalah membuat desain pit penambangan sesuai dengan

bentuk endapan dan nilai cut off grade sebagai acuan sebelum terjadinya proses

penambangan. Hal tersebut tentu memerlukan rancangan serta kajian teknis yang

baik untuk dapat mencapai target sesuai yang diinginkan. Namun pada PT. Jagad

Rayatama, biasanya hanya menggunakan peta batas lokasi dan data bor yang akan

dilakukan penambangan sebagai acuan, tanpa adanya rancangan desain pit

penambangan.

Sesuai dengan pemaparan di atas, penulis bermaksud mengambil judul tugas

akhir tentang “Desain Pit Penambangan Nikel Blok A Pit A3 Pada PT. Jagad

Rayatama, Site Palangga dan Palangga Selatan, Kabupaten Konawe Selatan”.

Penelitian ini dibatasi dalam perancangan pit dan pembuatan sequence

penambangan, tanpa memperhitungkan kajian ekonomis penambangan dan biaya

produksi.

B. Rumusan Masalah

Adapun masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana desain pit penambangan pada pit A3 PT. Jagad Rayatama?

2. Bagaimana rancangan sequence penambangan pit A3 berdasarkan target

produksi pada PT. Jagad Rayatama?


3

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari pelaksanaan Penelitian Tugas akhir ini adalah untuk

mengetahui :

1. Menentukan desain pit penambangan pada pit A3 PT. Jagad Rayatama.

2. Menentukan rancangan sequence penambangan pit A3 berdasarkan target

produksi pada PT. Jagad Rayatama.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan pada hasil penelitian ini adalah dapat memberikan

pengetahuan tentang rancangan pit penambangan sehingga model penambangan

dapat dilakukan sesuai rancangan urutan penambangan dengan mempertimbangan

segi teknisnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Perancangan Tambang (Mine Design)

Rancangan (design) adalah penentuan persyaratan, spesifikasi dan kriteria

teknik yang rinci dan pasti untuk mencapai tujuan dan sasaran kegiatan serta

urutan teknis pelaksanaannya. Di industri pertambangan juga dikenal perancangan

tambang (mine design) yang mencakup pula kegiatan-kegiatan seperti yang ada

pada perencanaan tambang, tetapi semua data dan informasinya sudah rinci

(pemodelan geologi, pit potensial, pit limit, geoteknik, stripping ratio, dan data

pendukung lainnya). Pada umumnya ada dua tingkat rancangan, yaitu :

1. Rancangan konsep (conceptual design), yaitu suatu rancangan awal atau titik

tolak rancangan yang dibuat atas dasar analisis dan perhitungan secara garis

besar dan baru dipandang dari beberapa segi yang terpenting, kemudian akan

dikembangkan agar sesuai dengan keadaan (condition) nyata dilapangan.

2. Rancangan rekayasa atau rekacipta (engineering design), adalah suatu

rancangan lanjutan dari rancangan konsep yang disusun dengan rinci dan

lengkap berdasarkan data dan informasi hasil laboratorium serta literatur

dilengkapi dengan hasil-hasil pemeriksaan keadaan lapangan.

Rancangan konsep pada umumnya digunakan untuk perhitungan teknis dan

penentuan urutan kegiatan sampai tahap studi kelayakan (feasibility study),

sedangkan rancangan rekayasa dipakai sebagai dasar acuan atau pegangan dari

pelaksanaan kegiatan sebenarnya di lapangan yang meliputi rancangan batas akhir

tambang, tahapan penambangan (mining stages/ mining phase pushback),

penjadwalan produksi dan material buangan (waste). Rancangan rekayasa tersebut

4
5

biasanya juga diperjelas menjadi rancangan bulanan, mingguan dan harian

(Prinandi, 2015).

William Hustrulid dalam Yarhamka (2016) mengemukakan bahwa suatu

perancangan tambang mengacu pada beberapa parameter desain sebagai berikut:

1. Penentuan pit potensial.

2. Konsep nisbah kupas (Stripping Ratio).

3. Geometri lereng penambangan.

4. Geometri jalan tambang (Ramp).

B. Profil Endapan Laterit

Nikel laterit adalah mineral logam hasil dari proses pelapukan dan

pengayaan mineral pada batuan ultramafik. Geologi di daerah Palangga, Provinsi

Sulawesi Tenggara, disusun oleh batugamping dari Formasi Eimoko dan Formasi

Langkolawa yang memiliki hubungan ketidakselarasan dengan batuan ultramafik

di bawahnya sebagai pembawa endapan nikel laterit. Proses pelapukan pada

batuan ultramafik menghasilkan karakter dan profil nikel laterit yang berbeda

(Lintjewas dkk., 2019).

Profil nikel laterit pada umumnya adalah terdiri dari 4 zona gradasi sebagai

berikut:

1. Top soil

Tanah residu berwarna merah tua yang merupakan hasil oksidasi yang

terdiri dari masa hematite, geothit serta limonit. Kadar besi yang terkandung

sangat tinggi dengan kelimpahan unsur Ni yang sangat rendah.


6

2. Zona limonit

Zona limonit berwarna merah coklat atau kuning, berukuran butir halus

hingga lempungan, lapisan kaya besi dari limonit soil yang menyelimuti seluruh

area.

3. Zona lapisan antara atau “Silica Boxwork”

Zona ini jarang terdapat pada batuan dasar (bedrock) yang serpentinisasi.

Berwarna putih – orangechert, quartz, mengisi sepanjang rekahan dan sebagian

menggantikan zona terluar dari unserpentine fragmen peridotit, sebagian

mengawetkan struktur dan tekstur dari batuan asal. Terkadang terdapat mineral

opal, magnesit. Akumulasi dari garnierit-pimelit di dalam boxwork mungkin

berasal dari nikel ore yang kaya akan silika.

4. Zona saprolit

Zona saprolit merupakan campuran dari sisa–sisa batuan, bersifat pasiran,

saprolitic rims, vein dari garnierite, nickeliferous quartz, mangan dan pada

beberapa kasus terdapat silika boxwork, bentukan dari suatu zona transisi dari

limonit ke bedrock. Terkadang terdapat mineral quartz yang mengisi rekahan,

mineral mineral primer yang terlapukan, chlorit. Garnierite di lapangan biasanya

diidentifikasi sebagai “colloidal talk” dengan lebih atau kurang nickeliferous

serpentine. Struktur dan tekstur batuan asal masih terlihat.

5. Zona bedrock

Batuan dasar (Bedrock) Tersusun atas bongkahan atau blok dari batuan

induk yang secara umum sudah tidak mengandung mineral ekonomis (kadarnya
7

sudah mendekati atau sama dengan batuan dasar). Bagian ini merupakan bagian

terbawah dari profil laterit. Profil endapan laterit dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Profil endapan nikel laterit (Sumber: Kurniadi dkk., 2017)

C. Analisis Statistik Dasar

Analisis statistik dasar dan evaluasi distribusi kadar merupakan tahap

analisis pertama yang dilakukan untuk mendapatkan laporan sebaran data, dimana

analisis yang dilakukan berupa menghitung nilai kadar rata-rata, varians, standar

deviasi serta nilai coeffisient of variance dan mempresentasikan distribusi sebaran

dari kadar nikel. Hasil analisis sebaran data akan menentukan tingkat analisis

statistik, jika sebaran data terdistribusi dengan normal maka analisis statistik yang

dilakukan adalah analisis statistik parametrik, begitu juga sebaliknya jika data

tidak terdistribusi dengan normal maka pendekatan statistik yang dilakukan adalah

analisis statistik non parametrik.

Statistik dasar harus dihitung untuk sampel dan / atau nilai komposit di

setiap domain geologi yang dicurigai memiliki karakteristik yang berbeda. Ini

mungkin termasuk berbeda litologi, jenis perubahan, domain struktural, zona


8

kelas, atau pengelompokan data lain yang telah dikenali (atau dicurigai) memiliki

distribusi kelas yang berbeda (Darling, 2011).

Dimana persamaan-persamaan statistik dasar dapat dilihat di bawah

(Hamzah dkk., 2016):

Keterangan:

x = Nilai Rata-Rata
Xi = Nilai sampel ke-i
S2 = Varians
S = Standar Deviasi
N = Jumlah Sampel
CV = Coeffesient of Varience

Nilai coeffisient of variance akan menentukan analisis selanjutnya antara

lain akan dilakukanya metode top cut atau tidak, dimana top cut akan dilakukan

jika nilai coeffisient of variance diatas 1,2.

Hubungan antara nilai coefficient of variance dan geometri endapan dapat di

jadikan acuan perkiraan penentuan metode estimasi awal yang kemudian akan di

validasi kembali dengan menggunakan parameter geostatistik (Darling, 2011).


9

Tabel 1. Tabel dasar pemilihan metode estimasi (Sumber: Darling, 2011)


CV Rendah CV Sedang CV Tinggi
(COV < 0.25) (COV 0.25-075) (CV ˃ 0.75)

Geometri Sederhana
Deskripsi Kadar dan ketebalan Tabular, ukuran Tabular, bijih
Endapan yang menerus. Dip bijih besar. Kadar kecil. Highly
stabil atau konstan tersebar sedang variable grade

Contoh  Gamping  Stratiform  Emas vein


Endapan  Batubara copper  Emas placers
 Sedimentary iron  Mississippi  New Maxico
valley lead Uranium
 Simple porphyry  Intan Aluvial
copper,
molybdenum
Geometri Sedang

Deskripsi Sederhana, kadar Geometri Geometri


endpan seragam tapi sederhana 3D sederhana 3-D 2-
ketebalannya tidak Kelas variabel D dengan ore
menentu, lipatan sedang yang lebih
dan patahan yang sedikit dan tidak
sederhana menentu, lipatan
sederhana,
patahan.

Contoh  Bauxite (variable  Porphyry copper  Stockwork and


thickness)  Porphyry carling-type gold
 Nikel laterit molybdenum  Volcanogenic
(variable  Nikel Laterit base metals
thickness) (variable
 Salt dome thickness)
Metode Menggunakan Metode IDW atau Inverse Distance
Estimasi metode 2-D. tetapi kriging dengan Weighting atau
Harus pengontrol yg Kriging
mendefinisikan mendefinisikan
struktur geologi bentuk dan arah
(patahan dan sebaran kadar.
lipatan ) Metode poligonal
variabilitas dan cross-
sectional
10

Tabel 1. (lanjutan)
CV Rendah CV Sedang CV Tinggi
(COV < 0.25) (COV 0.25-075) (CV ˃ 0.75)
Geometri Sedang
ketebalan yang dapat digunakan
mungkin sulit di namun memerlukan
prediksi koreksi koreksi
volume dan dilusi
Geometri Rumit
Deskripsi Endapan yang Endapan yang Endapan dengan
Endapan memiliki lipatan dan memiliki lipatan dan varians tinggi,
patahan yang sangat patahan yang sangat memiliki bentuk
tidak beraturan tidak beraturan serta ore yang rumit.
dikontrol dengan
mineralisasi.
Contoh  Talc  Tungsten skarns  Archean Gold
Endapan  Gypsum (folding/faulting) deposits
(terdeformasi)  Base metal skarns  Roll-front
(erratic shape) uraniu
 Copper porphyry
combined with
local skarns or
replacement.
Metode Metode cross- Metode Estimasi sangat
Estimasi sectional dengan crosssectional sulit. Ukuran,
mendeskripsikan dengan inputan rinci bentuk dan grade
secara detail struktur untuk tidak bisa
geologi menggambarkan diprediksi .
struktur geologi dan Metode cross-
zona bijih. Metode sectional, area out
geostatistika line, indikator
mungkin tepat tapi kriging berlaku.
sulit Kesalahan 50%
diimplementasikan sampai 100%
dengan geometris tidak biasa.
secara kompleks. Tonase sering over
estimated karena
model geologi
yang salah
11

D. Sumber Daya Dan Cadangan

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) (2011) tentang Klasifikasi

Sumberdaya Mineral dan Cadangan, menjelaskan bahwa sumberdaya mineral

(mineral resource) adalah suatu konsentrasi atau keterjadian dari material yang

memiliki nilai ekonomis pada atau di atas kerak bumi, dengan bentuk, kualitas

dan kuantitas tertentu yang memiliki keprospekan yang beralasan untuk pada

akhirnya dapat diekstraksi secara ekonomis. Sedangkan cadangan mineral

(mineral reserve) adalah cebakan bahan galian yang telah diketahui ukuran,

bentuk, sebaran, kualitas dan kuantitasnya dan secara ekonomi, teknik, hukum,

lingkungan dan sosial dapat ditambang pada saat perhitungan dilakukan.

Sumberdaya mineral dan cadangan dalam SNI tentang Klasifikasi

Sumberdaya Mineral dan Cadangan dibagi menjadi beberapa bagian, sebagai

berikut:

1. Sumberdaya

a. Sumberdaya mineral tereka (inferred mineral resource) adalah sumberdaya

mineral yang tonase, kadar, dan kandungan mineral dapat diestimasi dengan

tingkat keyakinan geologi (geological assurance) rendah.

b. Sumberdaya mineral tertunjuk (indicated mineral resource) adalah sumberdaya

mineral yang tonase, densitas, bentuk, dimensi, kimia, kadar dan kandungan

mineral dapat diestimasi dengan tingkat keyakian geologi (geological

assurance) medium.

c. Sumberdaya mineral terukur (measured mineral resource) adalah sumberdaya

mineral yang tonase, densitas, bentuk, dimensi, kimia, kadar dan kandungan
12

mineral dapat diestimasi dengan tingkat keyakian geologi (geological

assurance) tinggi.

2. Cadangan

a. Cadangan bijih terkira (probable ore reserve) adalah sumberdaya mineral

tertunjuk yang ekonomis untuk ditambang, dan dalam beberapa kondisi, juga

merupakan bagian dari sumberdaya terukur.

b. Cadangan bijih terbukti (proved ore recerve) adalah bagian dari sumberdaya

terukur yang ekonomis untuk ditambang.

Metode Inverse Distance Weighting merupakan suatu cara penaksiran yang

telah memperhitungkan adanya hubungan letak ruang (jarak), merupakan

kombinasi linear atau harga rata-rata pembobotan (weighting average) dari titk-

titik data yang ada di sekitarnya (Anshariah dkk., 2016).

Dalam melakukan perhitungan cadangan diperlukan data diantaranya yaitu

(Widodo dkk., 2015) :

a. Data assay adalah merupakan data hasil analisis kadar nikel.

b. Data collar adalah data koordinat dan elevasi titik bor.

c. Data litologi adalah data litologi profil nikel laterit titik bor.

d. Data survey adalah data total kedalaman titik bor.

Metode seperjarak (inverse distance) merupakan kombinasi linier atau

harga rerata tertimbang (weigthed average) dari kadar komposit di sekitar

blok. Prinsip dasar metode ini adalah menentukan bobot conto (Wi) sebagai

fungsi dari jarak conto terhadap blok yang ditaksir (Bargawa, 2015) :
13

n
Z = ∑ Wi Zi
*
(5)
i=1

Keterangan:

Z* = kadar yang ditaksir


Wi = bobot conto (weighted average)
Zi = kadar conto

E. Geometri Jenjang

Geometri jenjang terdiri dari tinggi jenjang, sudut lereng jenjang tunggal,

dan lebar dari jenjang penangkap (catch bench). Rancangan geoteknik jenjang

biasanya dinyatakan dalam bentuk parameter-parameter untuk ketiga aspek

tersebut (Bargawa, 2018).

1. Tinggi jenjang: biasanya alat muat yang digunakan harus mampu pula

mencapai pucuk atau bagian atas jenjang. Tingkat produksi atau faktor lain

sering mengharuskan ketinggian jenjang tertentu, sehingga alat muat harus

menyesuaikan.

2. Sudut lereng jenjang: penggalian oleh alat mekanis seperti loader atau shovel

dipermuka jenjang pada umumnya akan menghasilkan sudut lereng 60-65

derajat. Sudut lereng yang lebih curam biasanya memerlukan peledakan pre-

splitting.

3. Lebar jenjang penangkap: ditentukan oleh pertimbangan keamanan. Tujuannya

adalah menangkap batu-batuan yang jatuh, perlu bulldozer kecil atau grader

untuk membersihkan catch bench ini secara berkala. Jenjang penangkap ini

biasanya dibuat lebih lebar dibandingkan jenjang tunggal.


14

Kestabilan lereng merupakan faktor vital dalam perencanaan dan

operasional tambang terbuka dan kuari. Dalam penyusunan suatu rencana

tambang selain faktor cadangan, teknis penambangan, ekonomi dan lingkungan,

faktor kestabilan lereng juga menjadi faktor penting yang harus diperhatikan

dengan seksama (Putra dan Heriyadi, 2018).

Faktor keamanan terhadap longsoran didefinisikan sebagai perbandingan

kekuatan geser maksimum yang dimiliki tanah di bidang longsor yang diandaikan

(s) dengan tahanan geser yang diperlukan untuk keseimbangan (𝜏), atau FK .

Penentuan tingkat nilai faktor keamanan secara praktek dapat dilihat pada Tabel

2.

Tabel 2. Tingkat nilai FK dalam praktek (Sumber:


Rajagukguk dkk., 2014)
FK Keterangan
> 1,5 Stabil
1,07 < Fk < 1,5 Kritis
< 1,07 Labil

Komponen dasar pada pit adalah jenjang dengan bagian-bagian:

1. Crest dan toe

Crest dan toe merupakan salah satu komponen geometri jenjang dalam

pembuatan desain pit penambangan. Crest adalah titik tertinggi pada suatu jenjang

/ penampang suatu antiklin yang merupakan titik singgung dengan garis

horizontal. Sedangkan toe adalah batas bagian bawah / kaki / dasar suatu jenjang

penampang. Bagian-bagian jenjang dapat dilihat pada Gambar 2 (Hustrulid dkk.,

2013).
15

Gambar 2. Bagian-bagian jenjang (Sumber: Hustrulid dkk., 2013)

2. Jenjang Kerja

Permukaan jenjang yang tersingkap paling bawah disebut dasar jenjang

(catch bench), lebarnya adalah jarak antara crest dan toe yang diukur sepanjang

permukaan jenjang bagian atas. Lebar jenjang adalah proyeksi horizontal dari

muka kerja. Jenjang kerja adalah suatu jenjang dimana dilakukan proses

penambangan. Lebar yang digali dari jenjang kerja disebut cut (Hustrulid dkk.,

2013).

Jenjang kerja merupakan bagian dari jenjang yang berfungsi sebagai

tempat bekerja bagi peralatan tambang seperti: power shovel, back hoe, dan

sebagainya.
16

Safety bench

Gambar 3. Working bench dan safety bench (Sumber: Bargawa, 2018)

3. Jenjang Penangkap (Catch Bench)

Jenjang penangkap merupakan jenjang yang berada di antara jenjang utama

yang dibuat guna menangkap material yang jatuh atau runtuh dari jenjang

sebelumnya. Ukuran dari jenjang ini biasanya relatif kecil dari jenjang utamanya.

Secara umum lebar jenjang penangkap adalah 2/3 tinggi jenjang sedangkan

pada akhir umur tambang lebar jenjang penangkap dikurangi sampai 1/3 tinggi

jenjang (Bargawa, 2018).

Tujuan pembuatan jenjang penangkap (catch bench) menurut Hustrulid

dkk., (2013):

a. Untuk mengumpulkan material yang runtuh dari jenjang yang ada di atasnya

b. Untuk memberhentikan boulder yang bergerak ke bawah.


17

Gambar 4. Jenjang penangkap (Sumber: Bargawa, 2018)

F. Aturan Dalam Penerapan Jenjang Penambangan

Berdasarkan ketetapan penerapan jenjang penambangan (bench) yang diatur

dalam Kepmen ESDM (1995) nomor 555.K/26/M.PE/1995 tentang “Keselamatan

dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum” Pasal 241 tentang Tinggi Permuka

Kerja dan Lebar Teras Kerja, menjelaskan bahwa:

1. Kemiringan, tinggi dan lebar teras harus dibuat dengan baik dan aman untuk

keselamatan para pekerja agar terhindar dari material atau benda jatuh.

2. Tinggi jenjang (bench) untuk pekerjaan yang dilakukan pada lapisan yang

mengandung pasir, tanah liat, krikil, dan material lepas lainnya harus:

a. Tidak boleh lebih dari 2,5 meter apabila dilakukan secara manual.

b. Tidak boleh lebih dari 6 meter apabila dilakukan secara mekanik.

c. Tidak boleh lebih dari 20 meter apabila dilakukan dengan menggunakan

clamshell, dragline, bucket wheel excavator atau alat sejenis kecuali mendapat

persetujuan Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang.


18

3. Tinggi jenjang untuk pekerjaan yang dilakukan pada material kompak tidak

boleh lebih dari 6 meter, apabila dilakukan secara manual.

4. Dalam hal penggalian dilakukan sepenuhnya dengan alat mekanis yang

dilengkapi dengan kabin pengaman yang kuat, maka tinggi jenjang maksimum

untuk semua jenis material kompak 15 meter, kecuali mendapat persetujuan

Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang.

5. Studi kemantapan lereng harus dibuat apabila:

a. Tinggi jenjang keseluruhan pada sistem penambangan berjenjang lebih dari 15

meter, dan

b. Tinggi setiap jenjang lebih dari 15 meter.

6. Lebar lantai kerja sekurang-kurangnya 1,5 kali tinggi jenjang atau disesuaikan

dengan alat-alat yang digunakan sehingga dapat bekerja dengan aman dan

harus dilengkapi dengan tanggul pengaman (safety berm) pada tebing yang

terbuka dan diperiksa pada setiap gilir kerja dari kemungkinan adanya rekahan

atau tanda-tanda tekanan atau tanda-tanda kelemahan lainnya.

Aturan tentang lereng akhir penambangan diatur dalam Kepmen ESDM

(2018) nomor 1827 K/30/MEM/2018 tentang “Pedoman Pelaksanaan Kaidah

Teknik Pertambangan Yang Baik”. Aturan ini menjelaskan bahwa:

1. Pengaturan lereng akhir penambangan sesuai dengan dokumen studi kelayakan

yang telah disetujui.

2. Dalam hal lereng akhir penambangan tidak sesuai dengan rencana, dilakukan

berdasarkan hasil kajian teknis untuk memastikan kestabilan lereng dan batas

akhir penambangan.
19

3. Dalam hal proses pembentukan lereng akhir penambangan menggunakan

peledakan dicegah terjadinya overbreak akibat peledakan dan baris terakhir

lubang ledak sekurang-kurangnya berjarak 2 (dua) kali tinggi lereng tunggal

dari rencana lereng akhir penambangan atau berdasarkan hasil kajian teknis.

4. Pemantuan kestabilan lereng akhir penambangan dilakukan secara terus

menerus dengan menggunakan alat pantau yang memadai.

5. Kepala Teknik Tambang menetapkan kriteria hasil pemantauan kestabilan

lereng akhir penambangan dan langkah tindak lanjut.

6. Dalam hal untuk tujuan tertentu kendaraan digunakan disediakan akses paling

kurang satu setengah kali lebar alat yang digunakan.

7. Akses dilengkapi dengan tanggul pengaman dengan tinggi paling kurang ¾

(tiga perempat) roda terbesar kendaraan yang digunakan.

8. Ada crest lereng diberikan tanggul pengaman yang berfungsi untuk menahan

batuan yang jatuh dengan tinggi paling kurang 1 (satu) meter ditambah 4%

(empat persen) dari tinggi lereng.

9. Lebar bukaan tambang paling kurang 1 (satu) kali total tebal lapisan termasuk

interburden ditambah dengan kedalaman akhir dibagi tangen sudut keseluruhan

(overall slope angle) hasil kajian kemantapan lereng, dikali 2 (dua).

10. Dalam hal kedalaman akhir penambangan lebih dari 45 (empat puluh lima)

meter maka tersedia dua akses untuk jalan masuk dan jalan keluar.

11. Dalam hal nilai faktor keamanan dan probabilitas longsor lereng akhir

tambang tidak memenuhi nilai dalam studi kelayakan maka berdasarkan hasil

kajian teknis yang sekurang-kurangnya mencakup geometri dan dimensi


20

lereng akhir tambang, factor keamanan lereng akhir tambang, upaya

penguatan lereng akhir tambang, rencana pemantauan dan tindak lanjut, serta

analisis risiko.

12. Kajian teknis berkaitan dengan lereng akhir penambangan disampaikan dalam

laporan khusus kepada Kepala Inspektur Tambang.

G. Jalan Tambang

1. Letak jalan keluar tambang

Untuk suatu tambang yang baru, penting diperhitungkan dimana letak jalan-

jalan keluar dari tambang. Biasanya diinginkan akses yang baik kelokasi

pembuangan tanah penutup (waste dump) dan peremuk bijih (crusher). Topografi

merupakan faktor yang penting, sulit sekali bagi truk untuk keluar dari pit ke

medan yang curam (Bargawa, 2018).

2. Lebar jalan

Lebar jalan minimum pada jalan lurus dengan lajur ganda atau lebih,

menurut The American Association Of Stage Highway And Transportation

Official (AASHTO) Manual High Way Design 1973, harus ditambah dengan

setengan lebar alat angkut pada bagian tepi kanan dan kiri jalan. Lebar jalan

minimum pada jalan lurus dihitung dengan menggunakan rumus (Azwari, 2015):

L(m) = n.Wt + ( n + 1 ) ( 1/2.Wt ) (6)

Keterangan :

L(m) = Lebar jalan angkut minimum (m)


n = Jumlah jalur
Wt = Lebar alat angkut (m)
21

3. Kemiringan jalan

Kemiringan jalan umumnya dinyatakan dalam persen (%). Kemiringan jalan

maksimum yang dapat dilalui dengan baik oleh alat angkut truck berkisar antara

10% - 15% atau sekitar 6°–8,50°. Akan tetapi untuk jalan naik atau turun pada

lereng bukit lebih aman bila kemiringan jalan maksimum sekitar 8% (4,50 o)

(Azwari, 2015).

H. Block Model

Permodelan dan penaksiran sumber daya mineral secara komputer

didasarkan kerangka model blok. Ukuran blok merupakan fungsi geometri

mineralisasi di daerah telitian dan sistem penambangan yang akan digunakan.

Variabel yang diperlukan untuk pemodelan adalah topografi daerah penelitian

(topo), informasi geologi, kadar mineral, jenis batuan (rock), masa jenis (density),

persentase blok sebagai bagian bijih (%ore), dan tonase setiap blok.

Pusat dari setiap blok mendefinisikan dimensi geometris di setiap sumbu,

yaitu koordinat, Y, X, dan Z. Setiap blok berisi atribut untuk masing-masing

properti yang akan dimodelkan. Properti atau atribut mungkin berisi nilai string

numerik atau karakter. Blok dari berbagai ukuran ditentukan oleh pengguna

setelah model blok dibuat.


22

Gambar 5. Tampilan 3D blok matriks (Sumber: Hustrulid dkk., 2013)

Model blok adalah model komputer yang membagi cebakan bijih menjadi

blok-blok yang seragam. Pemodelan dan penaksiran sumber daya mineral secara

komputer didasarkan pada kerangka model blok. Model berbentuk balok dengan

dimensi tertentu yang diperoleh dari data lubang bor. Blok memberi informasi

yang diperoleh dari data lubang bor, seperti kadar logam, tipe batuan, densitas dan

nilai blok. Blok umumnya berbentuk balok dengan panjang sisi +1/2-1/3 jarak

lubang bor. Blok dapat berukuran 25x25x15m (15m umumnya tinggi jenjang

penambangan) (Bargawa, 2018).

I. Pentahapan Penambangan (Sequence)

Bentuk dari perencanaan tambang salah satunya adalah rancanga bentuk

penambangan penambangan. Rancangan atau design berperan sebagai penentu

persyaratan, spesifikasi, dan kriteria teknik untuk mencapai sasaran serta urutan

teknis pengerjaannya. Salah satu hasil rancangan pada perencanaan tambang


23

adalah batas akhir penambangan (pit limit). Pit limit yang dirancang selanjutnya

akan dibagi kedalam unit-unit yang lebih kecil (sequence).

Sequence penambangan merupakan bentuk-bentuk penambangan yang

menunjukkan bagaimana suatu pit akan ditambang dari tahap awal hingga tahap

akhir rancangan tambang (pit limit). Tujuan dari pembuatan sequence yaitu

untuk membagi seluruh volume yang ada dalam pit limit ke dalam unit-unit

perencanaan yang lebih kecil sehingga lebih mudah ditangani. Rancangan

sequence penambangan mengacu pada model pit limit yang telah dirancang. Dasar

pembagian sequence penambangan adalah rencana target produksi dan nilai

nisbah pengupasan (Aryanda dkk., 2014).

Geometri dari pushback sangat bergantung dari keadaan lokasi tambang dan

faktor-faktor lain termasuk geometri tubuh bijih, target finansial, pertimbangan

geoteknik, peralatan tambang, target produksi, dan perencanaan jangka panjang.

Perencanaan pushback dapat berupa conventional atau sequential (McCarter,

1992). Kedua metode pushback ini membagi final pit dengan jarak horisontal

yang sama. Sequential pushback membagi blok penambangan dengan ukuran

yang relatif lebih kecil dan operasi penambangan dilakukan secara bersamaan

pada beberapa jenjang (level) yang berbeda. Pada conventional pushback

penambangan dilakukan pada sebuah jenjang secara horisontal sebelum berpindah

pada jenjang (level) selanjutnya.

Gambaran mengenai conventional pushback dan sequential pushback dapat

dilihat pada Gambar 6 berikut.


24

Gambar 6. Pushback penambangan (Sumber: Darling, 2011)

Rancangan tahapan desain merupakan bentuk-bentuk penambangan yang

menunjukkan bagaimana suatu tambang akan ditambang, dari titik awal hingga

bentuk akhir tambang. Tahapan-tahapan penambangan yang dirancang secara baik

akan memberikan akses ke semua daerah kerja yang cukup untuk operasi

peralatan yang efisien. Dengan demikian, problem perancangan tambang tiga

dimensi yang amat kompleks ini dapat disederhanakan. Selain itu, elemen waktu

dapat mulai diperhitungkan dalam rancangan karena tahapan penambangan tiap-

tiap penambangan merupakan pertimbangan yang penting (Adnannst dkk., 2015).

Menurut Irwandy Arif dalam Adnannst dkk. (2015) dalam merancang

tahapan penambangan ada suatu kriteria-kriteria, diantaranya:

1. Harus cukup lebar agar peralatan tambang dapat bekerja dengan baik. Lebar

tambang minimum 10-100 meter.

2. Memperhatikan sekurang-kurangnya memiliki satu jalan angkut untuk setiap

tahapan, dengan memperhitungkan jumlah material yang terlibat dan


25

memungkinkannya akses keluar. Jalan angkut ini harus menunjukkan pula

akses ke seluruh permukaan kerja.

3. Penambahan jalan pada suatu tahapan akan mengurangi lebar daerah kerja.

4. Tambang tidak akan pernah sama bentuknya dengan rancangan tahap-tahap

penambangan, karena dalam kenyataannya beberapa tahapan dapat saja

dikerjakan secara bersamaan.


III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Secara administrasi, IUP PT. Jagad Rayatama terletak di Kecamatan

Palangga dan Palangga Selatan, Kabupaten Konawe Selatan yang berjarak ±90

km dari Kota Kendari yang dapat ditempuh melalui jalur darat baik itu

menggunakan roda dua maupun roda empat. Perjalanan dari Kota Kendari menuju

lokasi penambangan ditempuh dalam waktu ±2 jam.

Batas – batas lokasi kegiatan adalah sebagai berikut :

1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Palangga.

2. Sebelah timur berbatasan dengan lokasi penambangan nikel PT. Generasi

Agung Perkasa dan PT. Avry Raya.

3. Sebelah barat berbatasan dengan lokasi penambangn nikel PT. Macika Mada

Madana.

4. Sebelah Selatan berbatasan dengan perkebunan masyarakat desa Watudemba.

Penelitian telah dilakukan pada blok A pit A3 dalam kurun waktu ±2 bulan.

Adapun lokasi penelitian yang dimaksud dapat dilihat pada Gambar 7.

26
27

Gambar 7. Peta lokasi penelitian


28

B. Instrumen Penelitian

Adapun instrument atau alat yang akan digunakan penulis dalam penelitian,

adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Instrumen penelitian

No Nama Alat Kegunaan


1 GPS Untuk menentukan titik
kordinat pengambilan
sampel tanah.
2 Tabung besi Untuk mengambil sampel
tanah
3 Kamera Untuk dokumentasi
4 Software Pemodelan Untuk membuat desain
pit dan sequence
penambangan.
5 Software Pemetaan Untuk membuat peta
6 Software Microsoft Office Untuk pengolahan data

C. Tahapan Kegiatan Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap yaitu tahap studi literatur,

pengamatan lapangan, tahap pengambilan dan pengumpulan data serta tahap

pengolahan dan analisa data. Berikut adalah tahapan kegiatan penelitian yang di

maksud :

1. Studi literatur

Pada tahap studi literatur dilakukan pembelajaran dan pendalaman literatur

terkait kondisi geologi lokal daerah penelitian serta hal-hal yang terkait dengan

nikel laterit. Pada tahap ini juga dilakukan pendalaman materi mengenai desain pit

penambangan serta faktor-faktor yang menjadi parameter perancangan baik dari

segi teknis dan ekonomis. Selanjutnya dilakukan pembuatan dan penyetoran


29

proposal kepada pihak PT. Jagad Rayatama kemudian melakukan persiapan

kelengkapan yang dibutuhkan terkait dengan proses yang akan dilakukan selama

penelitian berlangsung.

2. Pengamatan lapangan

Pengamatan lapangan pada tahap ini dilakukan dengan melakukan observasi

daerah penelitian terhadap kondisi geologi lokal lokasi penelitian serta melakukan

pengumpulan data yang menunjang kegiatan penelitian.

3. Pengambilan dan Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, data-data yang dibutuhkan berupa data primer dan data

sekunder. Data primer yang dibutuhkan adalah nilai kohesi, sudut geser dalam,

dan bobot isi dari sampel tanah daerah penelitian. Data sekunder yang dibutuhkan

berupa gambaran umum daerah penelitian seperti data kondisi topografi, kondisi

struktur geologi, lokasi batas IUP PT. Jagad Rayatama dan data pemboran pada

pit A3.

4. Pengolahan dan Analisa Data

Setelah data terkumpul, kemudian dilakukan desain pit pada penambangan

bijih nikel pit A3 PT. Jagad Rayatama dengan mempertimbangkan bentuk

endapan, dan nilai cut off grade serta geometri jenjang yang telah ditentukan

terlebih dahulu untuk menjadi parameter perancangan desain pit penambangan.

Pengolahan dan analisa data ini menggunakan bantuan software pemodelan

untuk perencanaan desain pit penambangan bijih nikel blok A pit A3 PT. Jagad

Rayatama. Serta Microsoft office untuk membantu proses pengolahan data serta

pembuatan laporan hasil penelitian.


30

Adapun tahap pengolahan dan analisa data dari daerah penelitian adalah :

1. Data bor yang sudah ada dipisahkan menjadi 4, yang terdiri dari data collar,

data survey, data geologi, dan data assay. Hal ini dilakukan untuk membuat

database lubang bor.

2. Mengolah data bor dan data topografi pit A3 menggunakan bantuan software

pemodelan. Tahap ini bertujuan untuk mengetahui block model endapan..

3. Menghitung sumber daya pada pit A3 menggunakan metode Inverse Distance

Weighting.

4. Menentukan geometri jalan tambang yang akan digunakan pada perancangan

pit penambangan. Lebar jalan yang akan digunakan dihitung menggunakan

Persamaan 6.

5. Menentukan geometri jenjang yang akan digunakan dalam perancangan

(desain) pit penambangan pada pit A3. Sampel tanah yang diambil dari daerah

penelitian akan dilakukan pengujian Direct Shear dan berat isi tanah untuk

mengetahui geometri jenjang yang aman untuk digunakan pada daerah

penelitian dengan menggunakan perhitungan FK (Faktor Keamanan).

6. Pembuatan desain pit penambangan pada pit A3 menggunakan software

pemodelan dilakukan dengan mempertimbangkan parameter geometri jenjang

yang telah ditentukan berdasarkan hasil perhitungan Faktor Keamanan (FK)

jenjang. Kemudian untuk membuat desain pit dimulai dari sebaran bijih

terendah yang akan menjadi pit limitnya. Pembuatan desain dimulai dari batas

kedalaman maksimum sampai batas atas maksimum mengikuti bentuk

endapan.
31

7. Menghitung jumlah volume dan tonase cadangan tertambang di dalam pit

penambangan.

8. Pembuatan sequence penambangan, dilakukan setelah diketahui pit limit

kemudian membagi pit tersebut menjadi beberapa sequence penambangan

berdasarkan target produksi.


32

D. Bagan Alir Penelitian

Mulai

Studi Literatur

Pengumpulan Data

Data Primer Data Sekunder


1. Pengamatan 1. Data topografi
lapangan 2. Data batas IUP
2. Nilai kohesi, Perusahaan
sudut geser 3. Data pemboran
dalam, dan 4. Cut off grade
bobot isi dan density
5. Spesifikasi alat
angkut

Pengolahan Data
1. Menginput data topografi dan data pemboran
ke dalam software pemodelan
2. Membuat block model
3. Mengestimasi sumber daya bijih nikel.
4. Menentukan geometri jalan pada pit
5. Menentukan geometri jenjang
6. Merancang pit penambangan berdasarkan
bentuk endapan dan geometri jenjang
7. Mengestimasi cadangan tertambang

i
33

Mine Design
1. Pembuatan desain pit penambangan
2. Pembuatan sequence penambangan

Hasil
1. Desain pit penambangan pit A3
2. Sequence penambangan pit A3

Selesai

Gambar 8. Bagan alir penelitian


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sebaran dan Model Endapan Bijih Nikel Laterit

Sumber daya terukur merupakan sumber daya dengan tingkat keyakinan

geologi yang tinggi berdasarkan kajian eksplorasi yang dilakukan. Penentuan

sumber daya terukur dilakukan dengan maksud untuk lebih meningkatkan prospek

terhadap bahan galian yang akan diupayakan.

Secara umum kondisi morfologi daerah penelitian termasuk dalam kategori

pedataran hingga perbukitan bergelombang lemah dengan kemiringan lereng 0-

15%. Pada daerah penelitian dijumpai litologi berupa batuan ultramafik

(peridotit). Berdasarkan keterangan dari kepala geologi pihak perusahaan, kondisi

morfologi dan struktur geologi pada daerah penelitian tidak memiliki tingkat

pengaruh yang tinggi dalam penyebaran kadar nikel laterit sehingga dalam

kegiatan pengeboran dapat digunakan spasi bor 50 meter.

Perhitungan sumber daya nikel pada daerah penelitian dilakukan

berdasarkan data hasil pengeboran eksplorasi rinci yang telah dilakukan oleh PT.

Jagad Rayatama. Pengeboran dilakukan dengan jumlah titik bor sebanyak 34 titik

dengan spasi 50 meter yang tersebar di seluruh area pit A3. Hasil pengeboran

yang telah dilakukan menunjukan bahwa pit A3 memiliki prospek dengan kadar

yang sesuai standar perusahaan untuk ditindak lanjuti. Berikut peta penyebaran

titik bor pit A3.

34
35

Gambar 9. Sebaran titik bor pit A3


Bentuk sebaran endapan bijih nikel memberikan informasi mengenai

kondisi bentuk badan bijih nikel pada batasan-batasan tertentu terkait sebaran

secara horizontal maupun secara vertikal, sehingga dapat memberikan informasi

batasan kedalaman maksimum bijih nikel yang terendapkan pada suatu daerah.

Bentuk dari perlapisan endapan nikel laterit umumnya mengikuti bentuk

dari keadaan morfologi pada pit A3 yaitu memiliki geomorfologi yang cenderung

landai dan bukit bergelombang lemah. Lapisan badan bijih nikel laterit di daerah

pit A3 terdiri atas overburden, limonit, saprolit dan bedrock.


36

U OB Limonit
Saprolit

(a)

BL

(b)
T

Gambar 10. Model endapan bahan galian nikel laterit pit A3

Model endapan nikel laterit di daerah pit A3 tersebar dari arah Barat Laut

mengarah ke Tenggara. Lapisan tersebut terdiri atas overburden, limonit, dan

saprolit yang berada pada elevasi tertinggi yaitu 180 mdpl dan elevasi terendah

140 mdpl. Secara umum, model dan sebaran badan bijih menyebar secara tidak

merata mengikuti morfologi perbukitan yang ada pada daerah tersebut.

B. Sumber Daya Nikel Laterit

Dalam perhitungan sumber daya dilakukan dengan menggunakan software

pemodelan. Jumlah sumber daya dihitung dengan menggunakan block model.

Sebelum dilakukan estimasi sumber daya, data pengeboran perlu dianalisis

statistik dan analisis geostatistik dengan menggunakan variogram agar hasil

estimasi yang didapatkan lebih akurat.


37

1. Analisis Statistik Dasar

Data yang dianalisis adalah data kadar nikel untuk setiap data bor yang

selanjutnya digunakan untuk estimasi sumber daya. Analisis statistik dapat

dilakukan dengan bantuan software pemodelan. Hasil analisis statistik dasar pada

penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Analisis statistik dasar


Analisis Nilai
Number of samples 384
Minimum value 0,08
Maximum value 4,07
Mean 1,40
Median 1,42
Variance 0,27
Standard Deviation 0,52
Coefficient of variation 0,37

Berdasarkan tabel analisis statistik dasar tersebut, menjelaskan bahwa

jumlah sampel terdiri atas 384, dengan nilai kadar Ni terendah 0,08 serta nilai

kadar Ni tertinggi adalah 4,07. Dari analisis data statistik dasar tersebut

menunjukkan nilai rata- rata 1,40 dengan median atau data tengah 1,42 memiliki

nilai variance 0,27 dengan nilai standar deviasi 0,52 serta memiliki nilai

coefficient of variation sebesar 0,37. Berdasarkan analisis data statistik dasar

tersebut maka dapat digambarkan bentuk dari grafik histogramnya sebagai

berikut:
38

Gambar 11. Grafik histogram sebaran Ni

Gambar tersebut menunjukkan penyebaran data yang terdistribusi secara

normal, hal tersebut ditunjukan dengan garis distribusi yang membentuk satu

puncak (bell-shaped) dan puncak histogram mendekati nilai 0. Distribusi normal

juga dicirikan oleh nilai puncak kurva yang hampir sama dengan nilai mean

(mean = 1,4).

2. Analisis Geostatistik

Anisotropisme ditentukan dengan analisis geostatistik menggunakan

variogram. Pada penelitian ini, variogram dibuat dengan software pemodelan.

Elipsoid anisotropisme memiliki tiga sumbu yang saling tegak lurus, yaitu sumbu

mayor, semi-mayor, dan minor. Sumbu mayor memiliki jangkauan pengaruh yang

paling besar, diikuti oleh sumbu semi-mayor dan minor. Ketiga sumbu tersebut

membentuk sebuah elipsoid anisotropisme yang memiliki arah bearing, dip, dan

plunge. Penentuan arah tersebut dilakukan dengan menggunakan variogram map


39

dan variogram eksperimental. Untuk analisis geostatistik pada penelitian ini dapat

dilihat pada Lampiran 2.

Berikut adalah tabel nilai-nilai yang didapatkan dari hasil analisis

geostatistik yang akan digunakan dalam mengestimasi sumber daya.

Tabel 5. Nilai variogram


No. Parameter Nilai
1 Bearing 283,1277
2 Plunge -9,0590
3 Dip -0,0003
4 Major/Semi-major 1,198
5 Major/Minor 19,100

C. Model blok

Block model bertujuan untuk mengestimasi sumber daya yang selanjutnya

akan menjadi dasar untuk melakukan desain pit. Sumber daya dimodelkan

menjadi kumpulan blok-blok yang memiliki ukuran dan nilai atribut tertentu.

Ukuran blok yang diterapkan oleh perusahaan di tempat penelitian yaitu 5 x 5 x 1

m. Atribut tiap blok diisi berdasarkan data hasil pemboran dan proses estimasi.

Metode estimasi yang digunakan adalah metode Inverse Distance Weighted

(IDW), Karena nilai coefficient of variation 0,37 dan termasuk kedalam geometri

sedang (Kadar seragam tapi ketebalannya tidak menentu).

Cut off Grade (COG) adalah kadar rata-rata atau kadar terendah Ni yang

masih menguntungkan apabila ditambang. Cut off Grade (COG) yang ditetapkan

oleh perusahaan adalah 1,4%. Gambar 12 merupakan block model dengan ukuran

5 x 5 x 1. Densitas nikel di daerah penelitian yang digunakan yaitu 1,4 ton/m3.


40

(b)

Gambar 12. Block model

Gambar 12 di atas merupakan penampakan distribusi ore jika telah

dilakukan kegiatan pengupasan overburden secara keseluruhan. Pemberian warna

blok pada gambar berdasarkan pengkelasan ore. Pengkelasan ore terdiri dari

BLUEZONE, LGS1, LGS2, HGS1, HGS2. BLUEZONE yaitu kadar dibawah cut

off grade (COG) 1,4% dan diberi warna biru, LGS2 yaitu kadar 1,40%-1,69% dan

diberi warna merah, LGS1 yaitu kadar 1,70%-1,79% diberi warna kuning, untuk

HGS2 yaitu kadar 1,80%-1,99%, dan diberi warna hijau, dan HGS2 yaitu kadar di

atas 1,99% diberi warna biru muda.


41

Tabel 6. Warna atribut block model berdasarkan kadar Ni

No. Colour Attribute Value Kadar Ni (%)


1 BLUEZONE < 1,4
2 LGS2 1,4 – 1,69
3 LGS1 1,7 – 1,79
4 HGS2 1,8 – 1,99
5 HGS1 >1,99

Berdasarkan hasil estimasi sumber daya terukur pada block model dengan

menggunakan metode Inverse Distance Weighted (IDW) menghasilkan jumlah

sumber daya sebesar 603.400 ton dengan kadar rata-rata Ni 1,66%.

Tabel 7. Sumber daya pit A3


Tonase
Range kadar (%) Volume (m3) Ni(%) Fe(%)
(ton)
1,0 -> 1,5 161.850 226.590 1,45 2959
1,5 -> 2,0 225.700 315.980 1,65 26,75
2,0 -> 2,5 26.400 36.960 2,22 20,07
2,5 -> 3,0 9.875 13.825 2,65 19,50
3,0 -> 3,5 5.475 7.665 3,22 15,85
3,5 -> 4,0 1.700 2.380 3,62 15,89
Total 431.000 603.400 1,66 27,06

D. Desain Pit Penambangan Pit A3

Perencanaan kegiatan penambangan endapan bijih nikel yang berada di

bawah permukaan tanah sangat memerlukan pertimbangan-pertimbangan tertentu

baik dari segi teknis maupun ekonomis, berdasarkan data yang telah diperoleh

serta melakukan kompilasi dari beberapa data terkait kondisi daerah penelitian,

endapan bijih nikel yang berada pada pit A3 PT. Jagad Rayatama akan dilakukan

dengan metode tambang terbuka dengan membuat suatu pit penambangan.


42

Desain pit yang aman serta efisien dalam segi teknis dan ekonomis sangat

penting. Oleh karena itu, dalam membuat geometri pit penambangan haruslah

memperhatikan beberapa hal berikut :

1. Geometri Jenjang dan Jalan

Desain pit yang dimodelkan memiliki beberapa perhitungan geometri

dengan pertimbangan komponen dasar jenjang dan geometri kemiringan lereng.

Perhitungan geometri desain pit terkait komponen dasar jenjang yaitu tinggi

jenjang, crest dan toe, geometri kemiringan lereng, serta jalan (acces mining road)

dihitung berdasarkan beberapa rujukan referensi. Bentuk geometri jenjang yang

digunakan pada pit A3 dapat dilihat pada Gambar 13 berikut.

Crest Berm
Ramp
Toe

Gambar 13. Geometri jenjang

Komponen geometri jenjang yang digunakan untuk rancangan pit

penambangan pada pit A3 dapat dilihat pada Tabel 8.


43

Tabel 8. Komponen Dasar Geometri Jenjang


No. Komponen Nilai
1 Tinggi jenjang 6 meter
2 Lebar jenjang 2 meter
3 Kemiringan jenjang 60o
4 Lebar jalan 8,6 meter

Setelah dilakukan perhitungan faktor keamanan jenjang berdasarkan nilai

dari pengujian sampel tanah yang telah dilakukan sebelumnya, kemiringan

maksimal yang dapat digunakan dalam perancangan pit A3 yaitu sebesar 60⁰

dengan lebar jenjang minimal 2 meter. Tinggi jenjang maksimal yang

digunakan yaitu sebesar 6 meter. Nilai faktor keamanan terendah dari geometri

jenjang yang telah ditentukan yaitu 1,79. Untuk hasil perhitungan faktor

keamanan dapat dilihat pada Lampiran 3.

Untuk lebar jalan yang digunakan pada pit A3 yaitu 8,6 meter. Hal ini

dipengaruhi oleh jenis alat angkut yang digunakan dan jumlah jalur. Alat angkut

yang digunakan adalah Dump Truck Hino 260 yang memiliki lebar total 2,45

meter. Jumlah jalur yang akan digunakan yaitu 2 jalur. Perhitungan lebar jalan

yang akan digunakan dapat dilihat pada Lampiran 4.

2. Pit Limit

Pit limit merupakan batas akhir penambangan yang dirancang berdasarkan

acuan sumber daya terukur dengan cut off grade (CoG) yang telah ditetapkan

berdasarkan nilai kelayakan ekonomis suatu bahan galian, nilai CoG yang

ditetapkan oleh perusahaan dalam memperoleh bahan galian Ni adalah 1,4%.


44

Pit limit yang dibuat dengan acuan bentuk endapan serta geometri jenjang,

diperoleh bukaan pit dengan elevasi tertinggi yaitu 180 mdpl dan elevasi terendah

141 mdpl. Adapun bentuk akhir pit A3 dapat dilihat pada Gambar 14.

U
BL

(a)

A’
A A’
(b)
Gambar 14. Batas penambangan pit A3

Gambar 14 di atas merupakan batas penambangan pit A3. Untuk pit limit

dapat dilihat pada gambar bagian (a), sedangkan untuk penampang 2 dimensinya

dapat dilihat pada bagian (b). Pit A3 akan dibuka mulai dari arah tenggara kearah

barat laut. Berdasarkan model pit limit penambangan yang dirancang, diperoleh

jumlah material tertambang sebesar 1.635.795 ton, yang terbagi atas cadangan

bijih nikel sebesar 602.770 ton dan material waste sebesar 1.033.025 ton sehingga

diperoleh nilai stripping ratio dari pemodelan pit limit ini yaitu 1,71 : 1 dengan

kadar rata-rata Ni 1,66% dan Fe 27,07%. Luas daerah pit limit adalah 9 ha.
45

Tabel 9. Hasil perhitungan cadangan berdasarkan pit limit


Volume Tonase
Range kadar Ni(%) Fe(%)
(m3) (ton)
1,4 -> 1,8 355.775 497.175 1,56 28,33
1,8 -> 2,2 44.125 61.775 2,00 22,53
2,6 -> 3,0 5.225 7.315 2,80 22,38
3,0 -> 3,4 4.725 6.615 3,20 16,75
3,4 -> 3,8 2.450 3.430 3,59 16,11
Total 430.550 602.770 1,66 27,07

E. Sequence Penambangan

Sequence penambangan merupakan bentuk-bentuk penambangan yang

menunjukkan bagaimana suatu pit akan ditambang dari tahap awal hingga tahap

akhir rancangan tambang (pit limit). Perancangan sequence merupakan

perancangan dalam menentukan arah, serta titik lokasi penambangan yang akan

dilakukan dengan membagi lokasi penambangan secara umum menjadi bagian

yang lebih kecil untuk mempermudah dalam melakukan kegiatan penambangan

dimana pushback akhir penambangan merupakan pit limit penambangan.

Perencanaan sequence ini dibuat berdasarkan elevasi dan menggunakan

metode Trial and Error (metode coba-coba) dengan cara menampilkan jumlah

material tiap jenjang dan menjumlahkan beberapa jenjang hingga memenuhi

target produksi yakni 70.000 ton/bulan.

Sequence penambangan pada pit A3 dibagi dalam kegiatan perbulannya,

dikarenakan umur tambang yang diestimasikan berjangka pendek. Rancangan

sequence penambangan dibagi menjadi 8 sequence penambangan. Kegiatan

penambangan dilakukan dengan menggunakan sistem bench atau mengikuti level

penambangan berdasarkan target produksi perbulannya.


46

1. Sequence Pertama

Sequence penambangan pada bulan pertama dimulai dari elevasi 179 mdpl

hingga elevasi 144 mdpl dengan luas area ±2 ha. Rincian jumlah material ore dan

overburden yang tertambang dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Sequence penambangan bulan pertama


Elevasi
Overburden Ore
(mdpl)
SR
Volume Tonase Volume Tonase
From To Ni(%) Fe(%)
(m3) (ton) (m3) (ton)
179 173 17.725 24.815 0 0 0 0
173 167 53.675 75.145 2.550 3.570 1,45 28,11
167 161 62.400 87.360 12.025 16.835 1,48 28,40
161 155 35.975 50.365 24.550 34.370 1,61 39,51 3,4 : 1
155 149 16.075 22.505 15.675 21.945 2,35 19,9
149 144 8.600 12.040 1.175 1.645 1,56 21,17
Total 194.450 272.230 55.975 78.365 1,84 30,28
Mining Recovery 95% 74.447

Berdasarkan Tabel 10 di atas, material overburden yang akan dipindahkan

sebesar 272.230 ton dan ore yang akan diambil sebesar 74.447 ton dengan

mengasumsikan mining recovery (perolehan penambangan) ketika di lapangan

hanya 95 % untuk mengantisipasi loose material (material yang hilang) pada

proses penambangan. Nilai stripping ratio pada sequence pertama yaitu 3,4 : 1

dengan kadar rata-rata Ni yaitu 1,84%. Desain penambangan sequence pertama

dapat dilihat pada Gambar 15.


47

= 1,4 - 1,69 % Ni
= 1,70 - 1,79 % Ni
= 1,8 – 1,99 % Ni
= ≥ 2,00 % Ni
(a)

A A’

(b)

Gambar 15. Sequence bulan pertama


Sequence pertama terdiri dari 6 level jenjang untuk memenuhi target

produksi yaitu 70.000 ton. Setiap jenjang memiliki tinggi 6 meter, lebar minimal 2

meter dan kemiringan jenjang 60 o. Seiring kegiatan proses pengupasan

overburden dan kegiatan penambangan ore, juga dilakukan proses pembuatan

akses jalan tambang dalam pit. Penampang sequence pertama dapat dilihat pada

Gambar 16.

Topografi 179 mdpl


A’

Jenjang
A Jalan
144 mdpl

Gambar 16. Penampang sequence bulan pertama


48

2. Sequence Kedua

Pada sequence penambangan kedua luas bukaan tambang adalah ±1 ha,

dimulai dari elevasi 167 mdpl hingga elevasi 141 mdpl. Rincian jumlah material

ore dan overburden yang tertambang dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Sequence penambangan bulan kedua


Elevasi
OverBurden Ore
(mdpl)
SR
Volume Tonase Volume Tonase
From To Ni(%) Fe(%)
(m3) (ton) (m3) (ton)
167 161 5.150 7.210 50 70 1,42 44,77
161 155 32.725 45.815 3.200 4.480 1,59 42,41
155 149 21.550 30.170 25.425 35.595 2,18 26,11
1,2:1
149 144 10.125 14.175 22.700 31.780 1,60 16,21
144 141 3.800 5.320 5.925 8.295 2,03 14,50
Total 73.350 102.690 57.300 80.220 1,88 21,45
Mining Recovery 95% 76.209

Berdasarkan Tabel 11 di atas dapat diketahui bahwa material overburden

yang akan dipindahkan pada sequence kedua yaitu sebesar 102.690 ton dan

material ore yang diperoleh sebesar 76.209 ton dengan mengasumsikan mining

recovery (perolehan penambangan) ketika di lapangan hanya 95 %. Nilai stripping

ratio yang diperoleh yaitu 1,2 : 1 dengan kadar rata-rata 1,88%. Desain

penambangan sequence kedua dapat dilihat pada Gambar 17.


49

= 1,4 - 1,69 % Ni
= 1,70 - 1,79 % Ni
= 1,8 – 1,99 % Ni
= ≥ 2,00 % Ni
(a)

(b)

A A’

Gambar 17. Sequence penambangan bulan kedua

Sequence kedua mengalami perluasan area dari sequence pertama seluas ±1

ha. Sequence kedua juga terdiri dari 5 level jenjang untuk memenuhi target

produksi, yaitu dari elevasi tertinggi 167 mdpl hingga elevasi 141 mdpl. Jenjang

yang digunakan memiliki tinggi maksimum 6 meter, lebar minimal 2 meter dan

kemiringan jenjang 60 o. Penampang sequence kedua dapat dilihat pada Gambar

18.

167 mdpl
Topografi
A’
A
Jalan

141 mdpl
Jenjang

Gambar 18. Penampang sequence penambangan bulan kedua


50

3. Sequence Ketiga

Pada sequence penambangan ketiga luas bukaan tambang adalah ±1 ha,

dimulai dari elevasi 180 mdpl hingga elevasi 141 mdpl. Rincian jumlah

overburden dan material ore yang dapat diperoleh dari sequence penambangan

ketiga dapat dilihat pada Tabel 12 berikut.

Tabel 12. Sequence penambangan bulan ketiga


Elevasi
Overburden Ore
(mdpl)
SR
Volume Tonase Volume Tonase
From To Ni(%) Fe(%)
(m3) (ton) (m3) (ton)
180 179 250 350 0 0 0 0
179 173 3.950 5.530 0 0 0 0
173 167 8.775 12.285 0 0 0 0
167 161 13.900 19.460 3.925 5.495 1,44 26,76
161 155 8.525 11.935 15.100 21.140 1,53 24,99 0,92:1
155 149 13.075 18.305 16.775 23.485 1,53 35,36
149 144 1.825 2.555 14.925 20.895 1,50 24,20
144 141 2.825 3.955 6.650 9.310 1,62 20,29
Total 53.125 74.375 57.375 80.325 1,53 30,3
Mining Recovery 95% 76.309

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa material overburden yang

akan dipindahkan pada sequence ketiga yaitu sebesar 74.375 ton dan material ore

yang diperoleh sebesar 76.309 ton dengan mengasumsikan mining recovery

(perolehan penambangan) ketika di lapangan hanya 95 %. Nilai stripping ratio

yang diperoleh yaitu 0,92: 1 dengan kadar rata-rata 1,53%. Desain penambangan

sequence ketiga dapat dilihat pada Gambar 19.


51

= 1,4 - 1,69 % Ni
(a) = 1,70 - 1,79 % Ni
= 1,8 – 1,99 % Ni
= ≥ 2,00 % Ni

(b)

Gambar 19. Sequence penambangan bulan ketiga

Pada sequence ketiga, untuk memenuhi target produksi bulanan maka

dilakukan perluasan area dari sequence sebelumnya seluas ±1 ha dari elevasi

tertinggi 180 mdpl hingga elevasi 141 mdpl. Sequence ini terdiri dari 8 level

jenjang, tinggi maksimal setiap jenjang yaitu 6 meter, lebar minimal 2 meter, dan

kemiringan maksimal 60o.

180 mdpl
A’

Topografi
A

Jenjang
141 mdpl

Gambar 20. Penampang sequence penambangan bulan ketiga


52

4. Sequence Keempat

Sequence penambangan keempat diperoleh luas bukaan tambang ±1 ha,

dengan elevasi tertinggi yaitu 180 mdpl hingga elevasi 141 mdpl. Rincian

penambangan pada sequence kedua ditunjukkan pada Tabel 13.

Tabel 13. Sequence penambangan bulan keempat


Elevasi
Overburden Ore
(mdpl)
SR
Volume Tonase Volume Tonase
From To Ni(%) Fe(%)
(m3) (ton) (m3) (ton)
180 179 1.050 1.470 0 0 0 0
179 173 13.200 18.450 0 0 0 0
173 167 14.750 20.650 650 910 1,63 42,60
167 161 12.450 17.430 14.975 20.965 1,49 34,67
161 155 22.675 31.745 11.275 15.785 1,53 27,98 1,59:1
155 149 18.525 25.935 12.575 17.605 1,60 25,34
149 144 4.675 6.545 14.825 20.755 1,54 23,52
144 141 3.075 4.305 2.375 3.325 1,51 24,15
Total 90.400 126.560 56.675 79.345 1,54 26,86
Mining Recovery 95% 75.378

Dari tabel rincian penambangan pada sequence keempat, diperoleh material

overburden sebesar 126.560 ton dan tonase ore 75.378 ton dengan

mengasumsikan mining recovery (perolehan penambangan) ketika di lapangan

hanya 95 %. Nilai stripping ratio pada sequence ini adalah 1,59 : 1 dengan kadar

rata-rata Ni 1,54%. Desain penambangan sequence keempat dapat dilihat pada

Gambar 21.
53

= 1,4 - 1,69 % Ni
A’ = 1,70 - 1,79 % Ni
= 1,8 – 1,99 % Ni
= ≥ 2,00 % Ni
(a)

(b)

Gambar 21. Sequence penambangan bulan keempat

Pada sequence penambangan keempat, dilakukan sedikit senambahan luas

pada sequence sebelumnya dengan luas area ±1 ha untuk memenuhi target

produksi bulanan. Komponen jenjang yang digunakan antara lain, tinggi jenjang

maksimal sebesar 6 meter, lebar jenjang minimal 2 meter, dan kemiringan jenjang

sebesar 60o.

180 mdpl

A’
Topografi

A
Jenjang
141 mdpl

Gambar 22. Penampang sequence penambangan bulan keempat


54

5. Sequence Kelima

Proses penambangan pada bulan kelima akan dilakukan dengan memperluas

area dari sequence sebelumnya dengan total luas ±1 ha untuk mencapai target

produksi bulanan. Rincian penambangan pada sequence kelima dapat dilihat dari

Tabel 14 berikut.

Tabel 14. Sequence penambangan bulan kelima


Elevasi
Overburden Ore
(mdpl)
SR
Volume Tonase Volume Tonase
From To Ni(%) Fe(%)
(m3) (ton) (m3) (ton)
174 173 100 140 0 0 0 0
173 167 9.275 12.985 1.700 2.380 1,75 42,44
167 161 21.475 30.065 15.575 21.805 1,61 39,09
161 155 25.950 36.330 20.800 29.120 1,54 25,84
1,80:1
155 149 22.725 31.815 13.325 18.655 1,66 17,19
149 144 17.075 23.905 3.350 4.690 1,58 25,13
144 141 2.875 4.025 450 630 1,02 18,30
Total 99.475 139.265 55.200 77.280 1,60 27,48
Mining Recovery 95% 73.416

Sequence kelima dimulai dari elevasi tertinggi yaitu 174 mdpl hingga

elevasi 141 mdp. Material overburden yang harus dipindahkan sebesar 139.265

ton dan material ore yang diperoleh sebesar 73.416 ton dengan mengasumsikan

mining recovery (perolehan penambangan) ketika di lapangan hanya 95 %. Nilai

stripping ratio yang dihasilkan yaitu 1,80:1 dengan kadar rata-rata 1,60%. Desain

penambangan sequence kelima dapat dilihat pada Gambar 23.


55

= 1,4 - 1,69 % Ni
= 1,70 - 1,79 % Ni
(a) A’ = 1,8 – 1,99 % Ni
= ≥ 2,00 % Ni

(b)

Gambar 23. Sequence penambangan bulan kelima

Pada sequence penambangan kelima, dilakukan sedikit penambahan luas

pada sequence sebelumnya dengan total luas area ±1 ha untuk memenuhi target

produksi bulanan. Komponen jenjang yang digunakan antara lain, tinggi jenjang

maksimal sebesar 6 meter, lebar jenjang minimal 2 meter, dan kemiringan jenjang

sebesar 60o.

A’
Topografi

Jenjang

Gambar 24. Penampang sequence penambangan bulan kelima


56

6. Sequence Keenam

Proses penambangan pada sequence keenam akan dilakukan dengan

memperluas area pada sequence sebelumnya dengan total penambahan luasan ±1

ha dimulai dari elevasi 174 mdpl hingga elevasi 141 mdpl. Rincian perolehan

material ore dan material overburden pada sequence keenam dapat dilihat dari

Tabel 15.

Tabel 15. Sequence penambangan bulan keenam


Elevasi
Overburden Ore
(mdpl)
SR
Volume Tonase Volume Tonase
From To 3 3 Ni(%) Fe(%)
(m ) (ton) (m ) (ton)
174 173 100 140 0 0 0 0
173 167 9.275 12.985 150 210 1,83 43,58
167 161 21.475 30.065 5.600 7.840 1,68 38,48
161 155 25.950 36.330 23.550 32.970 1,55 23,49
1,76 : 1
155 149 22.725 31.815 23.075 32.305 1,57 20,42
149 144 17.075 23.905 3.000 4.200 1,61 35,48
144 141 2.875 4.025 1.100 1.540 1,97 34,67
Total 99.475 139.265 56.475 79.065 1,59 23,84
Mining Recovery 95% 75.112

Pada sequence keenam Material overburden yang harus dipindahkan sebesar

139.265 ton dan material ore yang diperoleh sebesar 75.112 ton dengan

mengasumsikan mining recovery (perolehan penambangan) ketika di lapangan

hanya 95 %. Nilai stripping ratio yang dihasilkan yaitu 1,76 : 1 dengan kadar

rata-rata Ni 1,59%. Desain penambangan sequence keenam dapat dilihat pada

Gambar 25.
57

= 1,4 - 1,69 % Ni
= 1,70 - 1,79 % Ni
(a) A’ = 1,8 – 1,99 % Ni
= ≥ 2,00 % Ni

A (b)

Gambar 25. Sequence penambangan bulan keenam

Pada sequence penambangan keenam, dilakukan penambahan luas pada

sequence sebelumnya dengan total luas area ±1 ha untuk memenuhi target

produksi bulanan. Komponen jenjang yang digunakan antara lain, tinggi jenjang

maksimal sebesar 6 meter, lebar jenjang minimal 2 meter, dan kemiringan jenjang

sebesar 60o.

Topografi 174 mdpl


A’

Jenjang
141 mdpl
Jalan

Gambar 26. Penampang sequence penambangan bulan keenam


58

7. Sequence Ketujuh

Proses penambangan pada sequence keenam akan dilakukan dengan

memperluas area pada sequence sebelumnya dengan total penambahan luasan ±1

ha. Rincian jumlah material Ore dan Overburden yang tertambang dapat dilihat

pada Tabel 16.

Tabel 16. Sequence penambangan bulan ketujuh


Elevasi
Overburden Ore
(mdpl)
SR
Volume Tonase Volume Tonase
From To 3 3 Ni(%) Fe(%)
(m ) (ton) (m ) (ton)
165 161 8.975 12.565 0 0 0 0
161 155 23.300 32.620 10.475 14.665 1,49 29,40
155 149 17.425 24.395 26.950 37.730 1,65 24,57
1,09 : 1
149 144 7.375 10.325 13.275 18.585 1,57 38,41
144 141 4.075 5.705 5.250 7.350 1,71 24,64
Total 61.150 85.610 55.950 78.330 1,61 28,35
Mining Recovery 95% 74.413

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa sequence ketujuh memiliki

elevasi tertinggi yaitu 165 mdpl dan elevasi terendah 141 mdpl. Material

overburden yang harus dipindahkan sebesar 85.610 ton dan material ore yang

diperoleh sebesar 74.413 ton dengan mengasumsikan mining recovery (perolehan

penambangan) ketika di lapangan hanya 95 %. Nilai stripping ratio yang

dihasilkan yaitu 1,09:1 dengan kadar rata-rata Ni 1,61%. Desain penambangan

sequence ketujuh dapat dilihat pada Gambar 27.


59

= 1,4 - 1,69 % Ni
= 1,70 - 1,79 % Ni
A’
= 1,8 – 1,99 % Ni
= ≥ 2,00 % Ni
(a)

A (b)

Gambar 27. Sequence penambangan bulan ketujuh

Pada sequence penambangan ketujuh, dilakukan penambahan luas pada

sequence sebelumnya dengan total luas area ±1 ha untuk memenuhi target

produksi bulanan. Komponen jenjang yang digunakan antara lain, tinggi jenjang

maksimal sebesar 6 meter, lebar jenjang minimal 2 meter, dan kemiringan jenjang

sebesar 60o.

Topografi A’
A 165 mdpl

Jenjang
141 mdpl

Gambar 28. Penampang sequence penambangan bulan ketujuh


60

8. Sequence Kedelapan

Proses penambangan pada sequence kedelapan akan dilakukan dengan

memperluas area pada sequence sebelumnya dengan total penambahan luasan ±1

ha. Rincian jumlah material ore dan overburden yang tertambang dapat dilihat

pada Tabel 17.

Tabel 17. Sequence penambangan bulan kedelapan


Elevasi
Overburden Ore
(mdpl)
SR
Volume Tonase Volume Tonase
From To Ni(%) Fe(%)
(m3) (ton) (m3) (ton)
172 167 3.550 4.970 0 0 0 0
167 161 22.900 32.060 1.525 2.135 1,45 35,65
161 155 34.750 48.650 9.125 12.775 1,46 46,69
155 149 24.675 34.545 18.625 26.075 1,84 19,49 2,56:1
149 144 3.875 5.425 4.850 6.790 1,61 38,29
144 141 1.375 1.925 1.475 2.065 1,48 19,76
Total 91.125 127.575 35.600 49.840 1,68 28,65
Mining Recovery 95% 47.348

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa sequence kedelapan

dimulai dari elevasi tertinggi yaitu 172 mdpl hingga elevasi 141 mdpl. Material

overburden yang harus dipindahkan sebesar 127.575 ton dan material ore yang

diperoleh sebesar 47.348 ton dengan mengasumsikan mining recovery (perolehan

penambangan) ketika di lapangan hanya 95 %. Nilai stripping ratio yang

dihasilkan yaitu 2,56:1 dengan kadar rata-rata Ni 1,68%. Desain penambangan

sequence kedelapan dapat dilihat pada Gambar 29.


61

A’ = 1,4 - 1,69 % Ni
= 1,70 - 1,79 % Ni
= 1,8 – 1,99 % Ni
= ≥ 2,00 % Ni

Gambar 29. Sequence penambangan bulan kedelapan

Pada sequence penambangan kedelapan, dilakukan penambahan luas pada

sequence sebelumnya dengan total luas area ±1 ha untuk memenuhi target

produksi bulanan. Komponen jenjang yang digunakan antara lain, tinggi jenjang

maksimal sebesar 6 meter, lebar jenjang minimal 2 meter, dan kemiringan jenjang

sebesar 60o.

Topografi
A’
A 172 mdpl

141 mdpl Jenjang

Gambar 30. Penampang sequence penambangan bulan kedelapan


V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan apa yang telah di bahas sebelumnya mengenai desain pit

penambangan bijih nikel laterit blok A pit A3 pada PT. Jagad Rayatama, berikut

adalah kesimpulan dari hasil kegiatan penelitian :

1. Desain pit penambangan blok A pit A3 pada PT. Jagad Rayatama berdasarkan

pertimbangan teknis dengan geometri tinggi jenjang maksimal sebesar 6 meter

dan lebar jenjang minimal 2 meter dengan kemiringan 60 o menghasilkan luas

bukaan sebesar 9 ha dengan total cadangan yang ditambang sebesar 572.632

ton dengan kadar rata-rata nikel 1,66% dan overburden sebesar 1.033.025 ton.

Sehingga stripping ratio yang dihasilkan adalah 1,8 : 1.

2. Berdasarkan desain pit yang telah dibuat menghasilkan 8 sequence

penambangan. Sequence ke-1 akan dikerjakan pada bulan pertama dengan total

cadangan sebesar 74.447 ton, sequence ke-2 dengan total cadangan sebesar

76.209 ton, sequence ke-3 dengan total cadangan sebesar 76.309 ton, sequence

ke-4 dengan total cadangan sebesar 75.378 ton, sequence ke-5 dengan total

cadangan sebesar 73.416 ton, sequence ke-6 dengan total cadangan sebesar

75.112 ton, sequence ke-7 dengan total cadangan sebesar 74.413 ton, dan

sequence ke-8 dengan total cadangan sebesar 47.348 ton.

B. Saran

Penelitian ini hanya membahas tentang desain pit penambangan dan

sequence penambangan pada pit A3, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih

62
63

lanjut mengenai kebutuhan alat yang akan digunakan dan mengestimasi biaya

penambangan di pit A3 PT. Jagad Rayatama.


DAFTAR PUSTAKA

Adnannst, Maryanto, dan Guntoro, D., 2015, Rencana Rancangan Tahapan


Penambangan Untuk Menentukan Jadwal Produksi PT. Cipta Kridatama
Meureubo Kabupaten Aceh Barat Provinsi Aceh, Prosiding Teknik
Pertambangan, p.89. ISSN: 2460-6499.
Anshariah., Racman, C.H., Budiman, A.A., 2016, Estimasi Sumberdaya Nikel
Laterit Dengan Metode Inverse Distance Weight Pada Kabupaten
Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara, Jurnal Geomine, 04(1),
ISSN: 2443-2083.
Aryanda, D., Ramli, M., dan Djamaluddin, H., 2014, Perancangan Sequence
Penambangan Batubara Untuk Memenuhi Target Produksi Bulanan
(Studi Kasus: Bara 14 Seam C PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur),
Geosains, 10(2), p.77, ISSN: 1858-3636.
Azwari, R., 2015, Evaluasi Jalan Angkut dari Front Penambangan Batubara
Menuju Stockpile Blok B pada Penambangan Batubara di PT Minemax
Indonesia, Desa Talang Serdang Kecamatan Mandiangin Kabupaten
Sorolangun Provinsi Jambi, Prosiding Teknik Pertambangan, ISSN
2640-6499.
Bargawa, W.S., 2015, Analisis Perbandingan Metode Nnp Dan Idw Pada
Penaksiran Kadar Mineral, Prosiding Seminar Nasional, p.7, ISBN 978-
602-8206-65-5.
Bargawa, W.S., 2018, Perencanaan Tambang Edisi Kedelapan, Kilau Book,
Yogyakarta.
Darling, P., 2011, SME Mining Egineering Hanbook. Third Edition, Society for
Mining, Metallurgy, and Exploration. Inc, p.216.
Hamza, L.M., Awaluddin, I., Maimunah, E., 2016, Pengantar Statistika Ekonomi,
Anugrah Utama Raharja, Bandar Lampung.
Hustrulid, W., Kuchta, M., and Martin, R., 2013, Open Pit Mine Planning and
Design 3rd Edition 1. Fundamental, Balkema, Netherland.
Kepmen ESDM 1827 K/30/MEM/2018, Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik
Pertambangan Yang Baik, Jakarta.
Kepmen ESDM 555.K/26/M.PE/1995, Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pertambangan Umum, Jakarta.
Kurniadi, A., Rosana, M.F., Yuningsih, E.T., Pambudi, L., 2017, Karakteristik
Batuan Asal Pembentukan Endapan Nikel Laterit Di Daerah Madang
Dan Serakaman Tengah, Padjadjaran Geoscience Journal, 1(2), i-ISSN:
2597-4033.

64
65

Lintjewas, L., Setiawan, I., Kausar, A.A., 2019. Profil Endapan Nikel Laterit Di
Daerah Palangga, Provinsi Sulawesi Tenggar, Riset Geologi dan
Pertambangan, 29, ISSN 0125-9849, e-ISSN 2354-6638.
Standar Nasional Indonesia, 2011, Pedoman Pelaporan, Sumberdaya, dan
Cadangan Mineral. SNI 4726:2011, Badan Standarisasi Nasional,
Jakarta.
Putra, S., Heriyadi, B., 2019, Analisis Balik Kestabilan Lereng Penampang A Dan
Penampang B Area Lowwall Tambang Batubara Pada Pit X PT. Kideco
Jaya Agung Kecamatan Batu Sopang Kabupaten Paser Provinsi
Kalimantan Timur, Jurnal Bina Tambang, 4(1), p.59-70, ISSN: 2302-
3333.
Prinandi, A.K., 2015, Perancangan (Desain) Pit Ef Pada Penambangan Batubara
PT. Milagro Indonesia Mining Desa Sungai Merdeka, Kecamatan
Samboja, Kabupaten Kutai Kertanegara, Provinsi Kalimantan Timur,
Prosiding Teknik Pertambangan, ISSN: 2460-6499.
Rajagukguk, O.C.P., Turangan, A.E., dan Monintja, S., 2014, Analisis Kestabilan
Lereng Dengan Metode Bishop, Jurnal Sipil Statistic, 2(3), p.1-8, ISSN:
2337-6732.
Widodo, S., Anshariah, Masulili, F.A., 2015, Studi Perbandingan Antara Metode
Poligon Dan Inverse Distance Pada Perhitungan Cadangan Ni PT. Cipta
Mandiri Putra Perkasa Kabupaten Morowali, Jurnal Geomine, 03, ISSN:
2443-2083.
Yarhamka, I., Maryanto, dan Pramusanto, 2016, Perancangan (Design) Pit dan
Pentahapan Tambang pada Penambangan Batubara di PT Lithoindo Site
PT. Trimata Benua, Kec. Tungkal Ilir, Kab. Banyuasin Provinsi
Sumatera Selatan, Prosiding Teknik Pertambangan, 2(1), p.124, ISSN:
2460-6499.
LAMPIRAN
LAMPIRAN I
DATA BOR PIT A3

No, Hole ID From To Max Depth (m) Y X z Ni(%) Fe(%) Litologi


1 AR.A_0025 0 1 15 9515561,44 428,909,962 156,648 0 0 OB
AR.A_0025 1 2 0 0 OB
AR.A_0025 2 3 0 0 OB
AR.A_0025 3 4 0 0 OB
AR.A_0025 4 5 0 0 OB
AR.A_0025 5 6 0,77 27,35 Limonite
AR.A_0025 6 7 1,71 32,11 Limonite
AR.A_0025 7 8 1,88 44,70 Limonite
AR.A_0025 8 9 1,41 49,51 Limonite
AR.A_0025 9 10 1,93 46,99 Limonite
AR.A_0025 10 11 1,42 46,21 Limonite
AR.A_0025 11 12 1,43 41,05 Limonite
AR.A_0025 12 13 1,54 28,48 Saprolite
AR.A_0025 13 14 1,51 14,05 Saprolite
AR.A_0025 14 15 1,33 13,52 Saprolite
2 AR.A_0027 0 1 18 9515611,44 428,959,962 164,205 0 0 OB
AR.A_0027 1 2 0 0 OB
AR.A_0027 2 3 0 0 OB
AR.A_0027 3 4 0 0 OB

67
68

No, Hole ID From To Max Depth (m) Y X z Ni(%) Fe(%) Litologi

AR.A_0027 4 5 0 0 OB
AR.A_0027 5 6 0 0 OB
AR.A_0027 6 7 1,21 45,289 Limonite
AR.A_0027 7 8 1,37 48,182 Limonite
AR.A_0027 8 9 1,08 48,128 Limonite
AR.A_0027 9 10 1,45 46,333 Limonite
AR.A_0027 10 11 1,61 37,91 Saprolite
AR.A_0027 11 12 1,55 12,223 Saprolite
AR.A_0027 12 13 1,24 9,93 Saprolite
AR.A_0027 13 14 1,41 9,746 Saprolite
AR.A_0027 14 15 1,11 8,283 BRK
AR.A_0027 15 16 1,19 8,61 BRK
AR.A_0027 16 17 1,04 8,56 BRK
AR.A_0027 17 18 0,02 5,85 BRK
3 AR.A_0127 0 1 16 9515561,44 428,959,962 156,027 0,17 14,257 Limonite
AR.A_0127 1 2 0,16 14,344 Limonite
AR.A_0127 2 3 0,08 3,877 Limonite
AR.A_0127 3 4 0,85 14,166 Limonite
AR.A_0127 4 5 1,22 45,173 Limonite
AR.A_0127 5 6 1,42 46,714 Limonite
AR.A_0127 6 7 1,4 47,213 Limonite
69

No, Hole ID From To Max Depth (m) Y X z Ni(%) Fe(%) Litologi

AR.A_0127 7 8 1,72 46,867 Limonite


AR.A_0127 8 9 1,34 45,973 Limonite
AR.A_0127 9 10 1,67 44,124 Limonite
AR.A_0127 10 11 1,41 34,104 Limonite
AR.A_0127 11 12 1,77 23,074 Saprolite
AR.A_0127 12 13 1,41 30,327 Saprolite
AR.A_0127 13 14 1,39 20,836 Saprolite
AR.A_0127 14 15 1,57 25,943 Saprolite
AR.A_0127 15 16 1,59 11,954 Saprolite
4 AR.A_0223 0 1 18,2 9515661,44 429,009,962 167,946 0,53 17,264 Limonite
AR.A_0223 1 2 0,17 11,8 Limonite
AR.A_0223 2 3 0,95 6,576 Limonite
AR.A_0223 3 4 1,58 10,701 Limonite
AR.A_0223 4 5 1,43 37,819 Limonite
AR.A_0223 5 6 1,33 46,514 Limonite
AR.A_0223 6 7 1,46 47,408 Limonite
AR.A_0223 7 8 1,43 48,672 Limonite
AR.A_0223 8 9 1,53 49,311 Limonite
AR.A_0223 9 10 1,52 49,363 Limonite
AR.A_0223 10 11 1,4 48,876 Limonite
AR.A_0223 11 12 1,5 49,184 Limonite
70

No, Hole ID From To Max Depth (m) Y X z Ni(%) Fe(%) Litologi

AR.A_0223 12 13 1,59 46,892 Limonite


AR.A_0223 13 14 3,32 16,026 Saprolite
AR.A_0223 14 15 2,33 11,39 Saprolite
AR.A_0223 15 16 1,77 9,58 Saprolite
AR.A_0223 16 17 1,45 7,91 Saprolite
AR.A_0223 17 18 0,35 6,704 BRK
AR.A_0223 18 18 0,28 6,013 BRK
5 AR.A_0323 0 1 14,3 9515611,44 429,009,962 161,762 0,71 27,271 Limonite
AR.A_0323 1 2 0,82 27,915 Limonite
AR.A_0323 2 3 0,95 26,877 Limonite
AR.A_0323 3 4 1,25 28,227 Limonite
AR.A_0323 4 5 1,12 45,459 Limonite
AR.A_0323 5 6 1,41 49,008 Limonite
AR.A_0323 6 7 1,48 48,289 Limonite
AR.A_0323 7 8 1,47 48,477 Limonite
AR.A_0323 8 9 1,65 46,456 Limonite
AR.A_0323 9 10 1,76 36,874 Saprolite
AR.A_0323 10 11 2,48 30,173 Saprolite
AR.A_0323 11 12 2,85 12,692 Saprolite
AR.A_0323 12 13 1,09 10,352 Saprolite
AR.A_0323 13 14 0,23 6,883 BRK
71

No, Hole ID From To Max Depth (m) Y X z Ni(%) Fe(%) Litologi

AR.A_0323 14 14 0,28 6,733 BRK


6 AR.A_0326 0 1 16 9515561,44 429,009,962 156,506 0,28 25,543 Limonite
AR.A_0326 1 2 0,39 44,605 Limonite
AR.A_0326 2 3 0,7 47,638 Limonite
AR.A_0326 3 4 0,77 47,7 Limonite
AR.A_0326 4 5 1,14 47,152 Limonite
AR.A_0326 5 6 1,63 44,729 Limonite
AR.A_0326 6 7 1,86 42,492 Limonite
AR.A_0326 7 8 1,6 48,268 Limonite
AR.A_0326 8 9 1,33 48,697 Limonite
AR.A_0326 9 10 1,61 48,519 Limonite
AR.A_0326 10 11 1,55 46,408 Limonite
AR.A_0326 11 12 1,32 39,337 Limonite
AR.A_0326 12 13 1,69 47,72 Limonite
AR.A_0326 13 14 1,89 43,068 Saprolite
AR.A_0326 14 15 2,54 15,964 Saprolite
AR.A_0326 15 16 1,45 8,704 Saprolite
7 AR.AA_0033 0 1 13 9515711,44 429,059,962 160,52 0 0 OB
AR.AA_0033 1 2 0 0 OB
AR.AA_0033 2 3 0 0 OB
AR.AA_0033 3 4 0 0 OB
72

No, Hole ID From To Max Depth (m) Y X z Ni(%) Fe(%) Litologi

AR.AA_0033 4 5 0 0 OB
AR.AA_0033 5 6 0 0 OB
AR.AA_0033 6 7 1,42 19,213 Saprolite
AR.AA_0033 7 8 1,43 20,123 Saprolite
AR.AA_0033 8 9 1,54 18,121 Saprolite
AR.AA_0033 9 10 1,44 16,223 Saprolite
AR.AA_0033 10 11 0,98 8,324 BRK
AR.AA_0033 11 12 0,44 9,542 BRK
AR.AA_0033 12 13 0,17 6,24 BRK
8 AR.AA_2725 0 1 17 9515661,44 429,059,962 162,94 0 0 OB
AR.AA_2725 1 2 0 0 OB
AR.AA_2725 2 3 0 0 OB
AR.AA_2725 3 4 0 0 OB
AR.AA_2725 4 5 0 0 OB
AR.AA_2725 5 6 0 0 OB
AR.AA_2725 6 7 1,42 16,068 Saprolite
AR.AA_2725 7 8 1,6 11,076 Saprolite
AR.AA_2725 8 9 1,53 11,178 Saprolite
AR.AA_2725 9 10 1,2 15,919 Saprolite
AR.AA_2725 10 11 1,51 5,951 Saprolite
AR.AA_2725 11 12 1,35 5,537 Saprolite
73

No, Hole ID From To Max Depth (m) Y X z Ni(%) Fe(%) Litologi

AR.AA_2725 12 13 1,18 16,242 Saprolite


AR.AA_2725 13 14 1,07 12,817 Saprolite
AR.AA_2725 14 15 0,71 8,982 BRK
AR.AA_2725 15 16 0,43 6,17 BRK
AR.AA_2725 16 17 0,29 5,605 BRK
9 AR.AA_2728 0 1 13,4 9515611,44 429,059,962 161,334 0 0 OB
AR.AA_2728 1 2 0 0 OB
AR.AA_2728 2 3 0 0 OB
AR.AA_2728 3 4 0 0 OB
AR.AA_2728 4 5 0 0 OB
AR.AA_2728 5 6 0 0 OB
AR.AA_2728 6 7 0,98 35,133 Limonite
AR.AA_2728 7 8 1,4 13,818 Saprolite
AR.AA_2728 8 9 1,57 11,11 Saprolite
AR.AA_2728 9 10 1,2 10,483 BRK
AR.AA_2728 10 11 0,88 11,062 BRK
AR.AA_2728 11 12 0,8 9,966 BRK
AR.AA_2728 12 13 0,79 10,383 BRK
AR.AA_2728 13 13 0,61 11,872 BRK
10 AR.AA_2730 0 1 17 9515561,44 429,059,962 159,212 0 0 OB
AR.AA_2730 1 2 0 0 OB
74

No, Hole ID From To Max Depth (m) Y X z Ni(%) Fe(%) Litologi

AR.AA_2730 2 3 0 0 OB
AR.AA_2730 3 4 0 0 OB
AR.AA_2730 4 5 1,24 20,918 Saprolite
AR.AA_2730 5 6 1,24 26,113 Saprolite
AR.AA_2730 6 7 1,31 21,234 Saprolite
AR.AA_2730 7 8 1,33 31,213 Saprolite
AR.AA_2730 8 9 1,13 15,134 Saprolite
AR.AA_2730 9 10 1,34 19,132 Saprolite
AR.AA_2730 10 11 1,36 17,213 Saprolite
AR.AA_2730 11 12 0,68 7,123 BRK
AR.AA_2730 12 13 0,61 6,23 BRK
AR.AA_2730 13 14 0,77 5,244 BRK
AR.AA_2730 14 15 0,98 8,324 BRK
AR.AA_2730 15 16 0,44 9,542 BRK
AR.AA_2730 16 17 0,17 6,24 BRK
11 AR.AA_2826 0 1 16 9515661,44 429,109,962 163,498 0 0 OB
AR.AA_2826 1 2 0 0 OB
AR.AA_2826 2 3 0 0 OB
AR.AA_2826 3 4 0 0 OB
AR.AA_2826 4 5 1,52 42,94 Saprolite
AR.AA_2826 5 6 1,48 13,286 Saprolite
75

No, Hole ID From To Max Depth (m) Y x z Ni(%) Fe(%) Litologi

AR.AA_2826 6 7 1,55 10,463 Saprolite


AR.AA_2826 7 8 1,42 8,75 Saprolite
AR.AA_2826 8 9 1,23 12,681 Saprolite
AR.AA_2826 9 10 1,2 7,42 Saprolite
AR.AA_2826 10 11 1,27 11,495 Saprolite
AR.AA_2826 11 12 0,94 9,492 BRK
AR.AA_2826 12 13 1,15 11,225 BRK
AR.AA_2826 13 14 0,85 8,312 BRK
AR.AA_2826 14 15 0,79 8,567 BRK
AR.AA_2826 15 16 0,47 8,686 BRK
12 AR.AA_2827 0 1 17 9515611,44 429,109,962 166,561 0 0 OB
AR.AA_2827 1 2 0 0 OB
AR.AA_2827 2 3 0 0 OB
AR.AA_2827 3 4 0 0 OB
AR.AA_2827 4 5 0 0 OB
AR.AA_2827 5 6 1,17 42,781 Limonite
AR.AA_2827 6 7 1,47 39,779 Saprolite
AR.AA_2827 7 8 1,91 16,068 Saprolite
AR.AA_2827 8 9 1,6 11,076 Saprolite
AR.AA_2827 9 10 1,53 11,178 Saprolite
AR.AA_2827 10 11 1,24 11,219 Saprolite
76

No, Hole ID From To Max Depth (m) Y x z Ni(%) Fe(%) Litologi

AR.AA_2827 11 12 0,76 7,736 BRK


AR.AA_2827 12 13 0,73 11,969 BRK
AR.AA_2827 13 14 1,09 13 BRK
AR.AA_2827 14 15 1,25 12,231 BRK
AR.AA_2827 15 16 0,46 5,946 BRK
AR.AA_2827 16 17 0,47 5,759 BRK
13 AR.AA_2828 0 1 10 9515511,44 429,059,962 159,779 0,62 21,935 Saprolite
AR.AA_2828 1 2 1,29 28,462 Saprolite
AR.AA_2828 2 2 1,31 21,234 Saprolite
AR.AA_2828 2 3 1,43 31,213 Saprolite
AR.AA_2828 3 4 1,41 15,134 Saprolite
AR.AA_2828 4 5 1,54 19,132 Saprolite
AR.AA_2828 5 6 1,36 17,213 Saprolite
AR.AA_2828 6 7 1,85 20,732 Saprolite
AR.AA_2828 7 8 1,82 21,033 Saprolite
AR.AA_2828 8 8 1,71 20,912 Saprolite
AR.AA_2828 8 9 1,5 12,952 Saprolite
AR.AA_2828 9 10 1,46 74,105 Saprolite
14 AR.AA_2829 0 1 17 9515561,44 429,109,962 164,118 0 0 OB
AR.AA_2829 1 2 0 0 OB
AR.AA_2829 2 3 0 0 OB
77

No, Hole ID From To Max Depth (m) Y x z Ni(%) Fe(%) Litologi

AR.AA_2829 3 4 0,95 26,877 Saprolite


AR.AA_2829 4 5 1,25 28,227 Saprolite
AR.AA_2829 5 6 1,12 45,459 Saprolite
AR.AA_2829 6 7 1,41 49,008 Saprolite
AR.AA_2829 7 8 1,48 48,289 Saprolite
AR.AA_2829 8 9 1,47 48,477 Saprolite
AR.AA_2829 9 10 1,54 20,29 Saprolite
AR.AA_2829 10 11 1,49 17,583 Saprolite
AR.AA_2829 11 12 1,98 18,082 Saprolite
AR.AA_2829 12 13 1,96 15,59 Saprolite
AR.AA_2829 13 14 1,62 11,512 Saprolite
AR.AA_2829 14 15 2,72 14,03 Saprolite
AR.AA_2829 15 16 1,87 13,276 Saprolite
AR.AA_2829 16 17 1,76 13,492 Saprolite
15 AR.AA_2930 0 1 7 9515511,44 429,109,962 160,815 1,27 19,875 Saprolite
AR.AA_2930 1 2 1,8 14,862 Saprolite
AR.AA_2930 2 3 1,72 13,84 Saprolite
AR.AA_2930 3 4 1,41 11,096 Saprolite
AR.AA_2930 4 4 0,31 7,179 BRK
AR.AA_2930 4 5 0,35 7,398 BRK
AR.AA_2930 5 6 0,25 6,683 BRK
78

No, Hole ID From To Max Depth (m) Y x z Ni(%) Fe(%) Litologi

AR.AA_2930 6 7 0,27 6,815 BRK


16 AR.AA_2932 0 1 18 9515461,44 429,109,962 155,857 0,52 41,401 Limonite
AR.AA_2932 1 2 0,97 46,193 Limonite
AR.AA_2932 2 3 1,08 45,489 Limonite
AR.AA_2932 3 4 1,33 39,142 Limonite
AR.AA_2932 4 5 1,45 41,323 Limonite
AR.AA_2932 5 6 1,43 33,694 Limonite
AR.AA_2932 6 7 1,48 32,157 Limonite
AR.AA_2932 7 8 1,61 29,529 Saprolite
AR.AA_2932 8 9 1,55 25,126 Saprolite
AR.AA_2932 9 10 1,64 20,918 Saprolite
AR.AA_2932 10 11 1,44 26,123 Saprolite
AR.AA_2932 11 12 1,61 22,234 Saprolite
AR.AA_2932 12 13 1,55 31,213 Saprolite
AR.AA_2932 13 14 1,43 25,134 Saprolite
AR.AA_2932 14 15 0,6 7,379 BRK
AR.AA_2932 15 16 0,71 7,232 BRK
AR.AA_2932 16 17 0,98 9,127 BRK
AR.AA_2932 17 18 0,86 6,198 BRK
17 AR.AA_3026 0 1 18 9515611,44 429,159,962 174,106 0 0 OB
AR.AA_3026 1 2 0 0 OB
79

No, Hole ID From To Max Depth (m) Y x z Ni(%) Fe(%) Litologi

AR.AA_3026 2 3 0 0 OB
AR.AA_3026 3 4 0 0 OB
AR.AA_3026 4 5 0 0 OB
AR.AA_3026 5 6 0 0 OB
AR.AA_3026 6 7 1,76 41,552 Limonite
AR.AA_3026 7 8 1,91 45,619 Limonite
AR.AA_3026 8 9 1,04 46,494 Limonite
AR.AA_3026 9 10 1,9 44,968 Limonite
AR.AA_3026 10 11 1,73 43,745 Limonite
AR.AA_3026 11 12 2,22 26,394 Saprolite
AR.AA_3026 12 13 1,36 27,645 Saprolite
AR.AA_3026 13 14 1,53 22,903 Saprolite
AR.AA_3026 14 15 1,72 14,346 Saprolite
AR.AA_3026 15 16 1,92 12,163 Saprolite
AR.AA_3026 16 17 1,19 9,363 BRK
AR.AA_3026 17 18 0,76 8,049 BRK
18 AR.AA_3027 0 1 13 9515561,44 429,159,962 169,746 0 0 OB
AR.AA_3027 1 2 0 0 OB
AR.AA_3027 2 3 0 0 OB
AR.AA_3027 3 4 0 0 OB
AR.AA_3027 4 5 0 0 OB
80

No, Hole ID From To Max Depth (m) Y x z Ni(%) Fe(%) Litologi

AR.AA_3027 5 6 0,96 49,686 Limonite


AR.AA_3027 6 7 1,97 46,799 Limonite
AR.AA_3027 7 8 1,95 41,687 Limonite
AR.AA_3027 8 9 1,52 35,249 Limonite
AR.AA_3027 9 10 1,42 33,444 Limonite
AR.AA_3027 10 10 2,19 16,837 Saprolite
AR.AA_3027 10 11 0,71 9,53 BRK
AR.AA_3027 11 12 0,54 7,42 BRK
AR.AA_3027 12 13 0,42 6,367 BRK
19 AR.AA_3029 0 1 18 9515511,44 429,159,962 162,324 0 0 OB
AR.AA_3029 1 2 0 0 OB
AR.AA_3029 2 3 0 0 OB
AR.AA_3029 3 4 1,04 43,862 Limonite
AR.AA_3029 4 5 1,18 44,817 Limonite
AR.AA_3029 5 6 1,03 46,322 Limonite
AR.AA_3029 6 7 1,24 40,459 Limonite
AR.AA_3029 7 8 1,09 27,297 Limonite
AR.AA_3029 8 9 1,4 29,213 Limonite
AR.AA_3029 9 10 1,43 25,213 Limonite
AR.AA_3029 10 11 1,36 27,513 Limonite
AR.AA_3029 11 12 1,37 42,975 Limonite
81

No, Hole ID From To Max Depth (m) Y x z Ni(%) Fe(%) Litologi

AR.AA_3029 12 13 1,43 39,893 Limonite


AR.AA_3029 13 13 1,76 21,785 Saprolite
AR.AA_3029 13 14 1,64 29,149 Saprolite
AR.AA_3029 14 15 1,57 16,18 Saprolite
AR.AA_3029 15 16 1,57 13,149 Saprolite
AR.AA_3029 16 17 1,43 13,146 Saprolite
AR.AA_3029 17 18 1,01 12,585 BRK
20 AR.AA_3030 0 1 20 9515461,44 429,159,962 156,051 0,44 46,403 Limonite
AR.AA_3030 1 2 0,64 45,376 Limonite
AR.AA_3030 2 3 0,71 42,403 Limonite
AR.AA_3030 3 4 0,93 41,376 Limonite
AR.AA_3030 4 5 1,9 40,12 Limonite
AR.AA_3030 5 6 1,48 38,221 Limonite
AR.AA_3030 6 7 1,42 33,232 Limonite
AR.AA_3030 7 8 1,27 32,111 Limonite
AR.AA_3030 8 9 1,42 29,129 Saprolite
AR.AA_3030 9 10 1,26 28,432 Saprolite
AR.AA_3030 10 11 1,49 25,432 Saprolite
AR.AA_3030 11 12 1,5 22,12 Saprolite
AR.AA_3030 12 13 1,65 19,334 Saprolite
AR.AA_3030 13 14 1,44 20,132 Saprolite
82

No, Hole ID From To Max Depth (m) y x z Ni(%) Fe(%) Litologi

AR.AA_3030 14 15 1,55 21,243 Saprolite


AR.AA_3030 15 16 1,42 18,222 Saprolite
AR.AA_3030 16 17 0,4 7,509 BRK
AR.AA_3030 17 18 0,41 7,332 BRK
AR.AA_3030 18 19 0,38 6,657 BRK
AR.AA_3030 19 20 0,42 5,848 BRK
21 AR.AA_3032 0 1 22 9515511,44 429,209,962 163,863 1,01 40,778 Limonite
AR.AA_3032 1 2 0,46 21,563 Limonite
AR.AA_3032 2 3 1,23 41,076 Limonite
AR.AA_3032 3 4 1,42 40,025 Limonite
AR.AA_3032 4 5 1,38 39,123 Limonite
AR.AA_3032 5 6 1,21 33,187 Limonite
AR.AA_3032 6 7 1,7 46,06 Limonite
AR.AA_3032 7 8 1,32 43,743 Limonite
AR.AA_3032 8 9 1,54 43,862 Limonite
AR.AA_3032 9 10 1,48 44,817 Limonite
AR.AA_3032 10 11 1,23 46,322 Limonite
AR.AA_3032 11 12 1,39 40,459 Limonite
AR.AA_3032 12 13 1,86 27,297 Saprolite
AR.AA_3032 13 14 1,4 29,213 Saprolite
AR.AA_3032 14 15 1,31 25,213 Saprolite
83

No, Hole ID From To Max Depth (m) y x z Ni(%) Fe(%) Litologi

AR.AA_3032 15 16 1,26 27,513 Saprolite


AR.AA_3032 16 17 0,81 15,825 Saprolite
AR.AA_3032 17 18 0,76 15,054 Saprolite
AR.AA_3032 18 19 0,4 7,509 BRK
AR.AA_3032 19 20 0,41 7,332 BRK
AR.AA_3032 20 21 0,38 6,657 BRK
AR.AA_3032 21 22 0,42 5,848 BRK
22 AR.AA_3033 0 1 19 9515561,44 429,209,962 173,244 0,54 46,403 Limonite
AR.AA_3033 1 2 0,84 45,376 Limonite
AR.AA_3033 2 3 0,97 42,403 Limonite
AR.AA_3033 3 4 0,93 41,376 Limonite
AR.AA_3033 4 5 1,2 40,12 Limonite
AR.AA_3033 5 6 1,3 38,221 Limonite
AR.AA_3033 6 7 1,22 33,232 Saprolite
AR.AA_3033 7 8 1,37 32,111 Saprolite
AR.AA_3033 8 9 1,42 29,129 Saprolite
AR.AA_3033 9 10 1,41 29,432 Saprolite
AR.AA_3033 10 11 1,39 24,432 Saprolite
AR.AA_3033 11 12 1,5 22,82 Saprolite
AR.AA_3033 12 13 1,45 20,734 Saprolite
AR.AA_3033 13 14 1,49 21,182 Saprolite
84

No, Hole ID From To Max Depth (m) y x z Ni(%) Fe(%) Litologi

AR.AA_3033 14 15 1,64 21,432 Saprolite


AR.AA_3033 15 16 0,5 7,909 BRK
AR.AA_3033 16 17 0,61 7,732 BRK
AR.AA_3033 17 18 0,38 6,157 BRK
AR.AA_3033 18 19 0,66 5,148 BRK
23 AR.AA_3129 0 1 19 9515611,44 429,209,962 179,283 0 0 OB
AR.AA_3129 1 2 0 0 OB
AR.AA_3129 2 3 0 0 OB
AR.AA_3129 3 4 1,1 15,327 Saprolite
AR.AA_3129 4 5 1,23 12,681 Saprolite
AR.AA_3129 5 6 1,42 7,42 Saprolite
AR.AA_3129 6 7 1,27 11,495 Saprolite
AR.AA_3129 7 8 1,32 17,54 Saprolite
AR.AA_3129 8 9 1,2 14,84 Saprolite
AR.AA_3129 9 10 2,12 12,32 Saprolite
AR.AA_3129 10 11 1,51 10,82 Saprolite
AR.AA_3129 11 12 1,47 7,32 Saprolite
AR.AA_3129 12 12 1,29 5,99 Saprolite
AR.AA_3129 12 13 1,36 7,99 Saprolite
AR.AA_3129 13 14 2,2 6,51 Saprolite
AR.AA_3129 14 15 2,94 5,227 Saprolite
85

No, Hole ID From To Max Depth (m) y x z Ni(%) Fe(%) Litologi

AR.AA_3129 15 16 1,29 5,992 Saprolite


AR.AA_3129 16 16 1,68 5,179 Saprolite
AR.AA_3129 16 17 1,8 4,778 Saprolite
AR.AA_3129 17 18 0,21 5,003 BRK
AR.AA_3129 18 19 0,21 4,499 BRK
24 AR.AA_3130 0 1 21 9515461,44 429,209,962 159,098 0 0 OB
AR.AA_3130 1 2 0 0 OB
AR.AA_3130 2 3 0 0 OB
AR.AA_3130 3 4 0 0 OB
AR.AA_3130 4 5 1,04 23,076 Limonite
AR.AA_3130 5 6 1,92 47,661 Limonite
AR.AA_3130 6 7 1,81 41,863 Limonite
AR.AA_3130 7 8 1,1 47,655 Limonite
AR.AA_3130 8 9 1,91 33,232 Limonite
AR.AA_3130 9 10 1,43 32,111 Saprolite
AR.AA_3130 10 11 1,76 29,129 Saprolite
AR.AA_3130 11 12 1,44 29,432 Saprolite
AR.AA_3130 12 13 1,39 24,432 Saprolite
AR.AA_3130 13 14 1,76 22,82 Saprolite
AR.AA_3130 14 15 1,48 20,734 Saprolite
AR.AA_3130 15 16 1,93 21,182 Saprolite
86

No, Hole ID From To Max Depth (m) y x z Ni(%) Fe(%) Litologi

AR.AA_3130 16 17 2,19 21,432 Saprolite


AR.AA_3130 17 18 1,76 7,909 Saprolite
AR.AA_3130 18 19 1,13 7,732 BRK
AR.AA_3130 19 20 0,87 6,157 BRK
AR.AA_3130 20 21 0,89 5,148 BRK
25 AR.AA_3230 0 1 20 9515411,44 429,209,962 158,724 0 0 OB
AR.AA_3230 1 2 0 0 OB
AR.AA_3230 2 3 0 0 OB
AR.AA_3230 3 4 0 0 OB
AR.AA_3230 4 5 0 0 OB
AR.AA_3230 5 6 0,54 36,403 Limonite
AR.AA_3230 6 7 0,84 25,376 Limonite
AR.AA_3230 7 8 0,97 22,403 Limonite
AR.AA_3230 8 9 1,38 13,286 Limonite
AR.AA_3230 9 10 1,65 10,563 Saprolite
AR.AA_3230 10 11 1,42 8,875 Saprolite
AR.AA_3230 11 12 1,53 8,381 Saprolite
AR.AA_3230 12 13 1,34 8,129 Saprolite
AR.AA_3230 13 14 1,46 7,989 Saprolite
AR.AA_3230 14 15 1,05 7,909 Saprolite
AR.AA_3230 15 16 3,08 7,732 Saprolite
87

No, Hole ID From To Max Depth (m) y x z Ni(%) Fe(%) Litologi

AR.AA_3230 16 17 2,27 6,157 Saprolite


AR.AA_3230 17 18 1,19 5,148 BRK
AR.AA_3230 18 19 0,94 6,06 BRK
AR.AA_3230 19 20 0,64 5,19 BRK
26 AR.AA_3325 0 1 18 9515561,44 429,259,962 174,774 0,36 27,866 Limonite
AR.AA_3325 1 2 0,48 27,825 Limonite
AR.AA_3325 2 3 0,45 24,334 Limonite
AR.AA_3325 3 4 0,36 23,388 Limonite
AR.AA_3325 4 5 0,35 21,903 Limonite
AR.AA_3325 5 6 0,3 25,855 Limonite
AR.AA_3325 6 7 0,3 32,408 Limonite
AR.AA_3325 7 8 0,79 46,637 Limonite
AR.AA_3325 8 9 0,48 44,946 Limonite
AR.AA_3325 9 10 0,82 44,844 Limonite
AR.AA_3325 10 11 1,24 47,795 Saprolite
AR.AA_3325 11 12 1,11 45,952 Saprolite
AR.AA_3325 12 13 1,02 47,95 Saprolite
AR.AA_3325 13 14 1,12 48,271 Saprolite
AR.AA_3325 14 15 1,46 49,975 Saprolite
AR.AA_3325 15 16 1,55 47,634 Saprolite
AR.AA_3325 16 17 1,13 35,341 Saprolite
88

No, Hole ID From To Max Depth (m) y x z Ni(%) Fe(%) Litologi

AR.AA_3325 17 18 0,87 24,626 BRK


27 AR.AA_3326 0 1 17 9515511,44 429,259,962 168,237 0,23 17,69 Limonite
AR.AA_3326 1 2 0,29 19,8 Limonite
AR.AA_3326 2 3 0,26 19,14 Limonite
AR.AA_3326 3 5 0,36 29,08 Limonite
AR.AA_3326 5 6 0,71 44,24 Limonite
AR.AA_3326 6 7 1,86 48,72 Limonite
AR.AA_3326 7 8 1,39 45,81 Limonite
AR.AA_3326 8 9 1,48 47,55 Limonite
AR.AA_3326 9 10 1,9 47,6 Limonite
AR.AA_3326 10 11 1,73 45,97 Saprolite
AR.AA_3326 11 12 1,42 43,96 Saprolite
AR.AA_3326 12 13 1,43 39,96 Saprolite
AR.AA_3326 13 14 1,55 40,04 Saprolite
AR.AA_3326 14 15 1,62 31,18 Saprolite
AR.AA_3326 15 16 1,08 21,61 Saprolite
AR.AA_3326 16 17 0,88 7,9 BRK
28 AR.AA_3328 0 1 17 9515461,44 429,309,962 176,496 0 0 OB
AR.AA_3328 1 2 0 0 OB
AR.AA_3328 2 3 0 0 OB
AR.AA_3328 3 4 0 0 OB
89

No, Hole ID From To Max Depth (m) y x z Ni(%) Fe(%) Litologi

AR.AA_3328 4 5 0 0 OB
AR.AA_3328 5 6 1,31 25,213 Saprolite
AR.AA_3328 6 7 1,26 27,513 Saprolite
AR.AA_3328 7 8 0,81 15,825 Saprolite
AR.AA_3328 8 9 1,52 42,94 Saprolite
AR.AA_3328 9 10 1,38 13,286 Saprolite
AR.AA_3328 10 11 1,65 10,563 Saprolite
AR.AA_3328 11 12 1,42 8,875 Saprolite
AR.AA_3328 12 13 1,13 12,381 Saprolite
AR.AA_3328 13 14 0,34 7,629 BRK
AR.AA_3328 14 15 0,46 7,989 BRK
AR.AA_3328 15 16 1,05 9,997 BRK
AR.AA_3328 16 17 0,3 6,066 BRK
29 AR.AA_3330 0 1 22 9515411,44 429,259,962 166,586 1,02 43,4 Limonite
AR.AA_3330 1 2 1,37 44,09 Limonite
AR.AA_3330 2 3 1,48 45,44 Limonite
AR.AA_3330 3 4 0,83 39,84 Limonite
AR.AA_3330 4 5 0,85 40,72 Limonite
AR.AA_3330 5 6 1,03 46,69 Limonite
AR.AA_3330 6 7 1,18 48,46 Limonite
AR.AA_3330 7 8 1,21 48,52 Limonite
90

No, Hole ID From To Max Depth (m) y x z Ni(%) Fe(%) Litologi

AR.AA_3330 8 9 1,25 48,17 Limonite


AR.AA_3330 9 10 1,34 48,62 Limonite
AR.AA_3330 10 11 1,63 45,69 Saprolite
AR.AA_3330 11 12 4,07 18,32 Saprolite
AR.AA_3330 12 13 3,46 13,76 Saprolite
AR.AA_3330 13 14 3,96 15,44 Saprolite
AR.AA_3330 14 15 2,4 9,89 Saprolite
AR.AA_3330 15 16 2,66 11,68 Saprolite
AR.AA_3330 16 17 2,44 12,88 Saprolite
AR.AA_3330 17 18 2,44 11,28 Saprolite
AR.AA_3330 18 19 0,92 7,41 BRK
AR.AA_3330 19 20 1,01 11,14 BRK
AR.AA_3330 20 21 0,35 5,35 BRK
AR.AA_3330 21 22 1,52 8,46 BRK
30 AR.AA_3332 0 1 14,3 9515361,44 429,259,962 160,52 1,01 37,86 Saprolite
AR.AA_3332 1 2 1,56 41,47 Saprolite
AR.AA_3332 2 3 0,94 36,19 Saprolite
AR.AA_3332 3 4 1,32 40,34 Saprolite
AR.AA_3332 4 5 1,41 41,97 Saprolite
AR.AA_3332 5 6 1,52 47,08 Saprolite
AR.AA_3332 6 7 1,53 47,47 Saprolite
91

No, Hole ID From To Max Depth (m) y x z Ni(%) Fe(%) Litologi

AR.AA_3332 7 8 1,5 44,5 Saprolite


AR.AA_3332 8 9 1,53 48,79 Saprolite
AR.AA_3332 9 10 1,7 45,68 Saprolite
AR.AA_3332 10 11 2,78 21,31 Saprolite
AR.AA_3332 11 12 2,6 12,55 Saprolite
AR.AA_3332 12 12 1,49 7,5 Saprolite
AR.AA_3332 12 13 0,46 5,93 BRK
AR.AA_3332 13 14 0,26 5,41 BRK
AR.AA_3332 14 14 0,24 5,11 BRK
31 AR.AA_3333 0 1 17 9515511,44 429,309,962 176,075 0 0 OB
AR.AA_3333 1 2 0 0 OB
AR.AA_3333 2 3 0 0 OB
AR.AA_3333 3 4 0 0 OB
AR.AA_3333 4 5 0 0 OB
AR.AA_3333 5 6 0 0 OB
AR.AA_3333 6 7 1,2 42,12 Limonite
AR.AA_3333 7 8 1,38 42,92 Limonite
AR.AA_3333 8 9 1,54 44,71 Limonite
AR.AA_3333 9 10 1,15 45,27 Limonite
AR.AA_3333 10 11 1,36 43,4 Limonite
AR.AA_3333 11 12 1,67 43,56 Limonite
92

No, Hole ID From To Max Depth (m) y x z Ni(%) Fe(%) Litologi

AR.AA_3333 12 13 1,69 35,79 Saprolite


AR.AA_3333 13 14 1,71 25,96 Saprolite
AR.AA_3333 14 15 1,43 26,2 Saprolite
AR.AA_3333 15 16 1,51 27,34 Saprolite
AR.AA_3333 16 17 1,43 18,01 Saprolite
32 AR.AA_3434 0 1 17 9515461,44 429,259,962 169,678 0,27 19,82 Limonite
AR.AA_3434 1 2 0,44 29,02 Limonite
AR.AA_3434 2 3 0,64 42,89 Limonite
AR.AA_3434 3 4 0,71 46,4 Limonite
AR.AA_3434 4 5 0,73 45,38 Limonite
AR.AA_3434 5 6 0,91 44,89 Limonite
AR.AA_3434 6 7 1,1 47,03 Limonite
AR.AA_3434 7 8 1,05 46,44 Limonite
AR.AA_3434 8 9 1,4 46,54 Saprolite
AR.AA_3434 9 10 1,33 45,91 Saprolite
AR.AA_3434 10 11 1,4 44,24 Saprolite
AR.AA_3434 11 12 1,58 43,62 Saprolite
AR.AA_3434 12 13 1,61 43,16 Saprolite
AR.AA_3434 13 14 1,72 42,45 Saprolite
AR.AA_3434 14 14 2,62 29,25 Saprolite
AR.AA_3434 14 15 2,18 13,82 Saprolite
93

No, Hole ID From To Max Depth (m) y x z Ni(%) Fe(%) Litologi

AR.AA_3434 15 16 1,98 13,05 Saprolite


AR.AA_3434 16 17 0,82 6,34 BRK
33 AR.AA_3533 0 1 19 9515411,44 429,309,962 169,798 0 0 OB
AR.AA_3533 1 2 0 0 OB
AR.AA_3533 2 3 0 0 OB
AR.AA_3533 3 4 0 0 OB
AR.AA_3533 4 5 0 0 OB
AR.AA_3533 5 6 1,54 46,06 Saprolite
AR.AA_3533 6 7 1,48 43,74 Saprolite
AR.AA_3533 7 8 1,23 43,86 Saprolite
AR.AA_3533 8 9 1,04 44,82 Saprolite
AR.AA_3533 9 10 1,09 46,32 Saprolite
AR.AA_3533 10 11 1,4 40,46 Saprolite
AR.AA_3533 11 12 1,67 32,53 Saprolite
AR.AA_3533 12 13 0,41 5,87 BRK
AR.AA_3533 13 14 0,69 6,56 BRK
AR.AA_3533 14 15 1,37 7,24 BRK
AR.AA_3533 15 16 0,81 7,73 BRK
AR.AA_3533 16 17 0,77 7,34 BRK
AR.AA_3533 17 18 0,95 7 BRK
AR.AA_3533 18 19 0,86 5,37 BRK
94

No, Hole ID From To Max Depth (m) y x z Ni(%) Fe(%) Litologi

34 AR.AA_3633 0 1 8 9515461,44 429,359,962 173,245 0 0 OB


AR.AA_3633 1 2 0 0 OB
AR.AA_3633 2 3 1,1 31,54 Limonite
AR.AA_3633 3 4 1,5 41,39 Limonite
AR.AA_3633 4 5 1,8 38,96 Saprolite
AR.AA_3633 5 6 1,75 18,96 Saprolite
AR.AA_3633 6 7 0,2 4,57 BRK
AR.AA_3633 7 8 0,22 5,18 BRK
(sumber: PT. Jagad Rayatama)
LAMPIRAN 2

Analisis Geostatistik

Arah penyebaran kadar dapat ditentukan dengan analisis geostatistik

menggunakan variogram. Pada penelitian ini, variogram dibuat dengan software

pemodelan. Suatu endapan memiliki arah penyebaran yang terdiri arah bearing,

dip, dan plunge. Penentuan arah tersebut dilakukan dengan menggunakan

variogram model dan variogram eksperimental.

Berikut gambar variogram yang dibuat secara horizontal.

Gambar 31. Variogram horizontal

Pemilihan variogram ini dilakukan dengan melihat sill yang terpendek dan

range terpanjang yaitu dengan melihat variogram model pada posisi nilai berapa

variogram tersebut menjadi lurus.

95
96

Berikut adalah gambar variogram secara vertikal.

Gambar 32. Variogram vertikal

Variogram vertikal yang telah dibuat juga dilakukan dengan cara melihat

nilai sill terkecil dan nilai range terjauh.

Kemudian menentukan nilai faktor anisotropi, yaitu dengan cara membuat

model variogram untuk sumbu mayor, semi-mayor, dan minor. Model variogram

dari ketiga sumbu anisotropi ditunjukkan oleh Gambar 33 berikut.


97

Gambar 33. Variogram sumbu anisotropi

Berdasarkan model variogram yang telah dibuat maka didapatkan nilai

sebagai berikut:

Tabel 18. Nilai variogram


No. Parameter Nilai
1 Bearing 283,1277
2 Plunge -9,0590
3 Dip -0,0003
4 Major/Semi-major 1,198
Lampiran 3

Simulasi Rancangan Stabilitas Lereng

A. Sketsa irisan pada rancangan jenjang pit A3

Berm 2m

1
2
3
4
5
6
7

Tinggi 6m
8
9

10

11
12
13

Gambar 34. Sketsa irisan jenjang

B. Perhitungan faktor keamanan pada sampel 1


Sampel pertama diambil pada koordinat y: 9515461,44, x: 429109,962, dan z:

156. Sampel ini diinterpretasikan sebagai lapisan limonit atas arahan dari wellsite

PT. Jagad Ratatama. Berikut hasil perhitungan faktor keamanan pada lapisan

limonit.

 Kohesi (c) = 0,083 kg/cm2

 Tan sudut geser (ɵ) = 2,8o

 Bobot isi = 1,16 gr/cm3

98
99

Tabel 19. Faktor keamanan lapisan limonite


No. L Luas Sudut W
Sin α Cos α W sin α W cos α
irisan (m) (m2) α (luas x y)
1 1 0,13 80 0,98 0,17 0,15 0,14 0,03
2 0,8 0,22 78 0,98 0,21 0,25 0,25 0,05
3 0,6 0,51 74 0,96 0,28 0,59 0,57 0,16
4 0,5 1,38 70 0,94 0,34 1,60 1,50 0,55
5 0,8 1,86 65 0,91 0,42 2,16 1,96 0,91
6 0,35 0,92 60 0,87 0,50 1,07 0,92 0,53
7 0,35 0,99 55 0,82 0,57 1,15 0,94 0,66
8 0,6 3,33 50 0,77 0,64 3,86 2,96 2,48
9 0,6 1,69 48 0,74 0,67 1,96 1,46 1,31
10 0,6 1,3 45 0,71 0,71 1,51 1,07 1,07
11 0,55 1 40 0,64 0,77 1,16 0,75 0,89
12 0,55 0,69 35 0,57 0,82 0,80 0,46 0,66
13 0,7 0,37 20 0,34 0,94 0,43 0,15 0,40
Jumlah 8 13,12 9,70

Fk = c.L+ tan ᵩ. ∑W cos a


∑W sin a
= 2,1 (Stabil)

C. Perhitungan faktor keamanan pada sampel 2

Sampel pertama diambil pada koordinat y: 9515511,44, x: 429109,962, dan z:

161. Sampel ini diinterpretasikan sebagai lapisan saprolit atas arahan dari wellsite

PT. Jagad Ratatama. Berikut hasil perhitungan faktor keamanan pada lapisan

saprolit.

 Kohesi (c) = 0,117 kg/cm2

 Tan sudut geser (ɵ) = 2,3o

 Bobot isi = 1,43 gr/cm3


100

Tabel 20. Faktor keamanan lapisan saprolite


No. L Luas Sudut W
Sin α Cos α W sin α W cos α
irisan (m) (m2) α (luas x y)
1 1 0,13 80 0,98 0,17 0,18 0,18 0,03
2 0,8 0,22 78 0,98 0,21 0,31 0,31 0,07
3 0,6 0,51 74 0,96 0,28 0,73 0,70 0,20
4 0,5 1,38 70 0,94 0,34 1,97 1,85 0,67
5 0,8 1,86 65 0,91 0,42 2,66 2,41 1,13
6 0,35 0,92 60 0,87 0,50 1,31 1,14 0,66
7 0,35 0,99 55 0,82 0,57 1,42 1,16 0,81
8 0,6 3,33 50 0,77 0,64 4,76 3,65 3,06
9 0,6 1,69 48 0,74 0,67 2,42 1,80 1,62
10 0,6 1,3 45 0,71 0,71 1,86 1,31 1,31
11 0,55 1 40 0,64 0,77 1,43 0,92 1,10
12 0,55 0,69 35 0,57 0,82 0,99 0,57 0,81
13 0,7 0,37 20 0,34 0,94 0,53 0,18 0,50
Jumlah 8 16,17 11,96

Fk = c.L+ tan ᵩ. ∑W cos a


∑W sin a
= 1.79 (Stabil)
LAMPIRAN 4

Perhitungan Lebar Jalan

Berikut perhitungan lebar jalan yang akan digunakan.

L(m) = n.Wt + ( n + 1 ) ( 1/2.Wt )

= 2x2,45 + (2+1) (1/2x2,45)

= 4,90 + 3,675

= 8,575

= 8,6 meter.

Keterangan:
L(m) = Lebar jalan angkut minimum (m).
n = Jumlah jalur.
Wt = Lebar alat angkut (m).

Gambar 35. Dump Truck Hino 260

105
106

Tabel 21. Spesifikasi Dump Truck Hino 260 (Sumber: Workshop PT. Jagad
Rayatama)
PERFORMA
Kecepatan Maksimum 86 (KM/H)
Daya Tanjak 469
MODEL
Model j08e uf 2
Model Tipe Mesin Diesel 4 Langkah Segaris
Tenaga Maksimum 260 / 2500 (PS/rpm)
Torsi Maksimum 76 / 1500 (Kgm/rpm)
Jumlah Silinder 6
Diameter x Langkah Piston 112 x 130 (mm)
Isi Silinder 7684 (cc)
TRANSMISI
Tipe zf 9s 1110td
Perbandingan Gigi -
C 12,728
Ke-1 8,289
Ke-2 6,281
Ke-3 4,644
Ke-4 3,478
Ke-5 2,538
Ke-6 1,806
Ke-7 1,335
Ke-8 1,000
Mundur 12,040
Kapasitas tangki BBM 200 lt
DIMENSI
Jarak sumbu roda 4130 + 1300
Panjang bak 6420
Total panjang 8480
Total lebar 2450
Total tinggi 2700
Lebar Jejak Depan FR Tr 1930
Lebar Jejak Belakang RR Tr STD: 1855 ( JIS-8 )
Julur depan FPH 1255
Julur Belakang ROH 1795
107

Tabel 21. (lanjutan)


BERAT CHASISS
2891 (kg)
Belakang 4090 (kg)
Berat Kosong 6981 (kg)
GVWR / GCWR 26000 (kg)
LAMPIRAN 5

Dokumentasi

1. Dokumentasi Lapangan

Gambar 36. Keadaan lapangan dekat pit A3

Gambar 37. Kegiatan survey topograpi

108
109

Gambar 38. Alat muat

Gambar 39. Pengambilan sampel tanah


110

2. Dokumentasi Laboratorium

Gambar 40. Pengujian Direct Shear

Gambar 41. Pengujian Berat Jenis

Anda mungkin juga menyukai