TUGAS AKHIR II
Oleh
Zaenal Abbidin Kamarullah
NIM : 711106072
Menyetujui
Pembimbing II Pembimbing I
Mengetahui :
Kaprodi Teknik Pertambangan
ii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Sekiranya saya mengucap banyak syukur dan pujian sebesar-besarnya kepada Allah
SWT karena dengan nikmat dan karuniaNYA yang diberikan kepada saya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir 2 ini dengan baik.
Tak lupa pula salawat dan salam saya haturkan keharibaan junjungan Nabi besar
Muhammad SAW beserta keluar, sahabat dan pengikut beliau yang merupakan
panutan bagi kaum muslimin dan muslimat
Karya Tulis ini Kupersembahkan Kepada
1. Kedua orang tuaku tercinta Ibu Farida Mukarram dan Ayah Umayyah
Kamarullah yang telah melahirkan, membesarkan dan mendidikku yang
tidak sanggup penulis gantikan dengan apapun.
2. Adik-adik tercinta (Ridwan Kamarullah, Nurhafni Kamarullah dan
Nurhasanah Kamarullah) terima kasih atas dukungan dan support
selama ini.
3. Istri dan Anak-anak tercinta (Zaitum Marichar Sahib, Nurul Chalwa
Luqyana, Alfiah Fairus) yang juga meberikan semangat dan dorongan
serta doanya dalam suka dan duka.
ii
Zulfi 02, Ode 07, Utam 04, Beni 04, Al 04, Lia 06, Non 02, Marito 07,
Lalu 08, Alfi 07, Oyong 09 serta semua anggota HMTA yang tidak
dapat disebtkan satu persatu, Selalu dalam loyalitas HMTA, viva
tambang yes.
iii
SARI
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena
dengan karunia dan inayahNYA penulis dapat menyelesaikan tugas akhir II ini
dengan baik.
Tujuan penulisan tugas akhir II ini dengan judul Perhitungan Cadangan
Nikel Menggunakan Metode Penampang Tegak dan Metode Daerah Pengatuh
Pada Bukit TLC-3 Tambang Tengah di PT. ANTAM UBPN Pomalaa Kolaka
Sulawesi Tenggara, adalah sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
sarjana teknik pada Program Studi Teknik Pertambangan Sekolah Tinggi
Teknologi Nasional Yogyakarta.
Penulisan tugas akhir II ini berdasarkan data yang tersedia dari peta
kemajuan tambang pada tanggal 31 Oktober 2008.
Atas segala bantuan, bimbingan serta saran-saran dalam penyusunan tugas
akhir ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Imron Rosyidin ST Selaku Manajer, Staf Pomalaa Mining
Manager.
2. Bapak Wiwit Setiawan ST, selaku pembimbing penulis selama
melakukan penelitian.
3. Bapak Ir. H. Ircham, M.T selaku Ketua Sekolah Tinggi Teknologi
Nasional Yogyakarta.
4. Bapak Ir. Ag. Isjudarto, M.T selaku Ketua Program Studi Teknik
Pertambangan, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta, dan
juga selaku Dosen Pembimbing I
5. Bapak Ir. St. Soebantijo, Msi selaku Dosen Pembimbing II.
6. Serta semua pihak yang telah membantu penulis selama proses
penyusunan sampai selesainya tugas akhir II ini.
v
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan
tugas akhir II ini, oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan dari
pembaca sekalian. semoga kritik dan salam dapat memberikan motifasi kepada
penulis untuk lebih baik lagi kedepan.
Dan semoga tugas akhir II ini dapat bermanfaat bagi kita semua Amin
Yogyakarta,.2011
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN.. ii
HALAMAN PERSEMBAHAN.. iii
SARI.. v
KATA PENGANTAR. vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah 1
1.2. Perumusan Masalah. 2
1.3. Batasan Masalah.. 2
1.4. Tujuan Penelitian. 2
1.5. Metode Penelitian 3
1.6. Manfaat Penelitian... 4
vii
2.5. Penambangan Bijih Nikel. 21
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Perhitungan Cadangan.. 49
5.1.1. Metode Penampang Tegak 49
5.1.2. Metode Daerah Pengaruh. 49
5.2. Kesalahan Perhitungan.. 50
DAFTAR PUSTAKA. 52
LAMPIRAN 53
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1. Peta Lokasi Penelitian 6
2.2. Stratigrafi Lembar Kolaka. 12
2.3. Peta Geologi Daerah Pomalaa 13
2.4. Penampang Endapan Nikel Sulfida 16
2.5. Penampang Endapan Nikel Laterit. 17
2.6. Skema Pembentukan NIkel Laterit. 19
2.7. Grafik Rata-Rata Curah Hujan... 20
2.8. Grafik Rata-Rata Hari Hujan.. 21
2.9. Kegiatan Pemboran. 22
2.10. Pengukuran Kemajuan Tambang 22
2.11. Persiapan Daerah Penambangan. 24
2.12. Kegiatan Pereparasi Conto. 26
2.13. Alat Analisis Kadar Pada Bijih Nikel 26
2.14. Proses Pengolahan dan Pemurnian Bijih Nikel.. 28
3.1. Diagram Alir Tahap-Tahap Kegiatan Pertambangan. 31
3.2. Metode Eksplorasi.. 32
3.3. Klasifikasi Cadangan.. 35
3.4. Metoda Penampang Standar... 39
3.5. Metoda Daerah Pengaruh 41
F.1. Peta Lubang Bor dan Sayatan. 119
G.1. Peta Lubang Bor dan Daerah Pengaruh.. 120
ix
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1. Mineral Utama yang Mengandung Nikel... 13
4.1. Perhitungan Metoda Penampang Standar.................................. 44
4.2. Perhitungan Cadangan Dengan Metode Penampang Tegak...... 45
4.3. Perhitungan Cadangan Menggunakan Metode Daerah Pengaruh 47
A.1. Data Curah Hujan dan Hari Hujan............................................. 53
B.1. Data Analisa Titik Bor dan Kadar.............................................. 54
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
A. Data Curah Hujan dan Hari Hujan.............................................. 53
B. Data Analisa Titik Bor dan Kadar............................................... 54
C. Perhitungan Luas Sayatan Metode Penampang Tegak................ 80
D. Perhitungan Cadangan Dengan Metode Penampang Tegak........ 94
E. Perhitungan Cadangan Dengan Metode Daerah Pengaruh.......... 100
F. Peta Lubang Bor dan Sayatan....................................................... 119
G. Peta Lubang Bor dan Daerah Pengaruh........................................ 120
xi
BAB I
PENDAHULUAN
1
cara untuk menyelidiki cadangan nikel yang lebih banyak, diperlukan suatu
metode eksplorasi yang lebih akurat dan sesuai.
Untuk menentukan estimasi cadangan diperlukan metode estimasi yang
sesuai dengan kodisi geologi, genesa, dan mineralisasi pada daerah penelitian,
maka penulis mencoba untuk menghitung nilai evaluasi cadangan bijih nikel di
PT. Aneka Tambang (Tbk) Unit Bisnis Pertambangan Nikel Operasi Pomalaa,
(PT.Antam Tbk UBPN) Sulawesi Tenggara terutama di tambang tengah pada
bukit TLC 3 dengan membandingkan Metode penampang tegak dengan metode
daerah pengaruh.
2
mengestimasi cadangan bijih nikel di PT. Antam (Tbk) UBPN Operasi Pomalaa
pada tambang tengah di bukit TLC 3, ini dengan tinjauan geologi, genesa, dan
mineralisasinya dengan mengunakan metode penampang tegak dan metode
daerah pengruh dengan cara membandingkan kedua metode tersebut, mana yang
lebih sesuai.
3
1.6 Manfaat Penilitian
Manfaat yang diperoleh dari penilitian ini adalah :
A. Mengetahui pola sebaran endapan nikel.
B. Sebagai masukan metode mana yang sesuai dengan perhitungan cadangan
nikel.
4
BAB II
TINJAUAN UMUM
5
Keterangan:
: Jalan
U : Sungai
: Gunung
Skala : Ibukota propinsi
0 14 28 : Ibukota Kabupaten
: Lokasi Penelitian
6
2.2 Keadaan Geologi Penelitian
2.2.1. Geologi Umum Sulawesi
Sulawesi dan sekitarnya merupakan daerah dengan tatanan geologi yang
sangat kompleks. Hal ini disebabkan karena Sulawesi terletak pada zona
konvergen antara 3 lempeng litosfer, yaitu Lempeng Australia di bagian utara,
pergerakan ke barat Lempeng Pasifik dan Lempeng Eurasia di bagian selatan-
tenggara (Herman dan Hasan Sidi, 2000 dalam arsip PT. Antam, Tbk UBPN
Operasi pomalaa). Pulau Sulawesi dan sekitarnya terdiri dari 3 Mandala Geologi
yaitu:
A. Mandala Geologi Sulawesi Barat, dicirikan oleh adanya jalur gunung api
paleogen, intrusi neogen dan sedimen mesozoikum.
B. Mandala Geologi Sulawesi Timur, dicirikan oleh batuan ofiolit yang berupa
batuan ultramafik peridotit, harzburgit, dunit, piroksenit dan serpentinit yang
diperkirakan berumur kapur.
C. Mandala Geologi Banggai Sula, dicirikan oleh batuan dasar berupa batuan
metamorf Permo-Karbon, batuan Plutonik yang bersifat granites berumur
Trias dan batuan sedimen Mesozoikum.
2.2.2. Morfologi
Menurut Hasanudin dkk, 1992 (arsip PT. Antam,Tbk UBPN Operasi
Pomalaa), daerah penelitian termasuk dalam morfologi Lembar Kolaka, yang
dapat dibedakan menjadi beberapa satuan morfologi, yaitu: morfologi
pegunungan, perbukitan, daerah karst dan morfologi dataran rendah.
Berdasarkan pembagian morfologi Lembar Kolaka, morfologi daerah
Pomalaa terbagi 2, yaitu perbukitan dan dataran rendah. Daerah konsesi
pertambangan PT. Aneka Tambang, Tbk UBPN Operasi Pomalaa termasuk dalam
morfologi perbukitan. Daerah perbukitan menempati hampir seluruh daerah
pertambangan yang meliputi daerah Tambang Utara, Tambang Tengah dan
Tambang Selatan dengan ketinggian rata-rata daerah mencapai 250 meter di atas
permukaan air laut dengan tingkat kelerengan landai sampai sedang.
7
2.2.3. Fisiografi
Sulawesi dan pulau-pulau kecil disekitarnya secara fisiografis oleh Van
Bemmelen 1994 (Arsip PT. Antam Tbk UBPN Pomalaa) dikelompokkan menjadi
tujuh system, yaitu :
A. Sangihe-Minahasa System.
B. Northern Part of Celebes Orogen.
C. Central Part of Celebas Orogen.
D. Southern Part of Celebes Orogen.
E. The Makasar System.
F. The Buton System.
G. System of The Lesser Surda Island.
Menurut Rusmana dkk 1998 (Arsip PT. ANTAM Tbk UBPN Pomalaa),
Sulawesi Tenggara adalah daerah lembar Kendari dan Kolaka morfologinya dapat
dibedakan menjadi empat satuan yaitu,satuan pegunungan, satuan perbukitan,
satuan karst, dan dataran rendah.
Satuan pegunungan sebagian besar menenpati daerah di Tengah dan Barat
lembar, dengan arah punggungnya memanjang Barat Laut- Tenggara. Pegunungan
tersebut antara lain, Pegunungan Mekongga, Pegunungan Abuki, Pegunungan
Tangkelomboke, dan Pegunungan Matarombeo. Daerah ini umumnya bertonjolan
halus sampai kasar dan berlereng sedang sampai curam. Ketinggian puncak-
puncaknya berkisar antara 750 meter samapai 3000 meter atas permukaan laut.
Satuan perbukitan terdapat dibagian Barat dan Timur lembar sekitar kaki
perbukitan. Satuan ini membentuk perbukitan bergelombang dengan ketinggian
berkisar antara 75 meter samapai 750 meter atas permukaan air laut.
Satuan Karst, sebagian terdapat dibagian Utara Perbukitan Matarombeo,
sebagian diantara Perbukitan Mekongga dan Perbukitan Tangkelomboke, serta
sebagian lagi di bagian Barat Kendari.
Satuan dataran rendah terdapat didaerah muara-muara sungai besar seperti,
Sungai Konaweha, Sungai Lahumbuti, Sungai Sampera, dan lain-lain. Ketinggian
berkisar dari beberapa meter sampai 75 meter atas permukaan air laut.
8
2.2.4. Stratigrafi Daerah Penelitian
Menurut Van Bemmelen, 1949 dan Hutchison, 1983 (arsip PT. Antam,
Tbk UBPN Operasi Pomalaa), pada lengan tenggara Pulau Sulawesi, batuan
ultramafik kebanyakan masif peridotit, sebagian besar harzburgit, dunit dan
sedikit berasosiasi dengan gabro dan basalt. Menurut Hasanudin dkk, 1992 (arsip
PT. Antam,Tbk UBPN Operasi Pomalaa), secara regional satuan batuan di
Lembar Kolaka dapat dikelompokkan menjadi 2 Mandala Geologi Sulawesi
Timur dan Mandala Geologi Banggai Sula. Mandala Geologi Sulawesi Timur
dicirikan oleh gabungan batuan ultramafik, mafik dan malihan. Sedangkan
Mandala Geologi Banggai Sula dicirikan oleh kelompok batuan sedimen malih.
Menurut Simanjuntak dkk, 1994 (arsip PT. Antam,Tbk UBPN Operasi
pomalaa), Stratigrafi Lembar Kolaka juga dapat dikelompokkan menjadi 2
Mandala, yaitu:
1. Mandala Geologi Sulawesi Timur
Mandala geologi sulawesi timur disebut juga lajur ofiolit Sulawesi Timur,
tersusun oleh batuan ultramafik, mafik, malihan dan sedikit batuan sedimen
pelagos, berturut-turut dari tua ke muda adalah sebagai berikut:
a. Kompleks Ultramafik
Satuan ini terdiri dari: Harzburgit, dunit, serpentinit, gabro, mikrogabro basal,
dolerit dan setempat-setempat gabro malihan dan amfibolit. Batuan ultramafik
ini diperkirakan batuan tertua dan menjadi alas di Mandala Sulawesi Timur,
diduga berumur Kapur Awal.
b. Formasi Pompangeo (Kompleks Pompangeo)
Formasi ini tersusun oleh berbagai jenis sekis, diantaranya sekis mika, sekis
klorit, sekis kuarsa-mika dan setempat geneis, hornfels dan ekologit.
Kompleks Pompangeo ini bersentuhan tektonik dengan batuan ultramafik dan
mafik (ofiolit Sulawesi Timur), umur satuan ini belum diketahui secara pasti,
tetapi diduga tidak lebih tua dari Trias Awal-Kapur Akhir.
9
c. Pualam
Satuan ini terdapat secara setempat-setempat dengan ketebalan dari beberapa
meter sampai puluhan meter. Kedudukannya melensa dan setempat menjari
dengan batuan asal sedimen di Formasi Pompangeo.
d. Formasi Mantano
Formasi ini tersusun oleh kalsiluit dengan sisipan rijang dan batu sabak,
satuan ini diperkirakan berumur Kapur Akhir. Formasi Matano
dikelompokkan menjadi lajur ofiolit Sulawesi Timur.
Hubungan antara batuan ultramafik dan mafik dengan batuan malihan adalah
berhubungan secara tektonik.
2. Mandala Tukang Besi-Buton
Mandala Tukang Besi-Buton tersusun oleh formasi yang berturut-turut dari
tua ke muda yaitu:
a. Kompleks Mekongga
Kompleks ini tersusun oleh sekis, geneis dan kuarsit, umumnya diperkirakan
berumur lebih tua dari Trias, bahkan mungkin Permo-Karbon. Kompleks ini
tertindih tak selaras oleh Formasi Meluhu dan Formasi Laonti.
b. Formasi Meluhu
Formasi ini tersusun oleh filit, batusabak, batupasir terubah, kuarsit, serpih
dan batugamping malihan. Formasi Meluhu merupakan satuan tertua pada
Mandala Arjung Tukang Besi-Buton yang tersingkap disini dan menjadi alas
batuan tersier dengan Formasi Laonti hubungannya menjari.
c. Formasi Laonti
Tersusun oleh batugamping malihan, pualam dan filit. Kedudukan formasi
laonti menjari dengan formasi meluhu dan menunjukkan bahwa umurnya
Trias Atas.
Kedua Mandala tersebut tertindih oleh kelompok Molasa Sulawesi, sedimen
klastik pasca Orogenesa Neogen. Kelompok tersebut berturut-turut dari tua ke
muda:
10
Formasi Langkowala
Formasi ini tersusun oleh batupasir, serpih dan konglomerat. Formasi ini
tertindih secara tak selaras oleh Formasi Boepinang dan selaras dengan
Formasi Eimiko. Umur Formasi Langkolawa ialah Miosen Akhir atau
Akhir Miosen Tengah.
Formasi Emoiko
Formasi ini tersusun oleh kalkarenit, batugamping koral, batupasir dan
napal. Berdasarkan kedudukan stratigrafinya yang selaras di atas Formasi
Langkolawa, tertindih pula secara tak selaras oleh Formasi Buara dan
Formasi Alangga.
Formasi Boepinang
Formasi ini tersusun oleh batu lempung pasiran, napal pasiran dan
batupasir, umumnya berkisar antara Miosen Akhir-Pliosen. Formasi ini
mempunyai hubungan menjari dengan Formasi Eimoko, menindih selaras
dan setempat tak selaras oleh Formasi Langkolawa, tertindih pula secara
tak selaras oleh Formasi Buara dan Formasi Alangga.
Formasi Alangga
Formasi ini tersusun oleh konglomerat dan batupasir. Formasi ini
menindih tak selaras formasi Eimoko dan Boepinang, formasi ini berumur
plistosen.
Formasi Buara
Formasi ini tersusun oleh terumbu koral, setempat terdapat konglomerat
dan batupasir yang belum padat. Formasi ini masih memperlihatkan
hubungan yang menerus dengan pertumbuhan terumbu pada pantai yang
berumur Resen.
2.2.5. Struktur Geologi
Struktur geologi daerah penelitian merupakan jalur batuan beku ultra basa.
Jalur batuan beku ultrabasa di Sulawesi Tenggara mulai daerah Pomalaa. Jalur ini
terbagi 2 kelompok, kelompok pertama menyebar kearah timur, sedangkan
kelompok kedua menyebar kearah tenggara mulai Gunung Watumohae dan
Bombakau sampai ke Torobulu. Kemudian kedua kelompok ini bergabung lagi ke
11
ujung tenggara di Sulawesi Tenggara. Di daerah Pomalaa singkapan batuan
ultrabasa ini umumnya telah mengalami pelapukan, berwarna kuning-coklat
berbintik hitam atau abu-abu putih dengan warna kehijauan pada bagian luar
tepi/pinggirnya, terlihat juga batuan ultrabasa di Pomalaa ini telah mengalami
proses serpentinisasi yang cukup kuat. Untuk menentukan jenis batuan ultrabasa
Pomalaa ini perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis atas sejumlah conto batuan
yang dianggap belum begitu lapuk dari beberapa bukit yang telah ditambang.
Conto diambil dari beberapa rock sample dan core sample.
UMUR FORMASI/SATUAN
Aluvium Aluvium Endapan
Kuarter
Tengah
Awal
Oligosen
Eosen
Paleosen
Paleozoikum Mesozoikum
Kapur Formasi
Kabaena Formasi Formasi
Jura Boroboro Laonti
Trias Pualam
Komplek
Perm Ultramafik mafik
Pompangeo
12
0 500 1000
( Bag. Pengukuran & Ekploras PT. ANTAM, Tbk UBPN POMALAA 2008)
Arsenida
Nikolit NiAs 43,92
13
Maucherit Ni11As8 51,85
Rammelsbergit NiAs2 28,15
Gersdorfit NiAsS 35,42
Antimonida
Breithauptit NiSb 32,53
Arsenat
Annabergit Ni3As2O8.8H2O 29,40
Silikat dan oksida
Garnierit (Ni,Mg)6Si4O10(OH)8 Berkisar sampai 47%
Limonit bernikel (Fe,Ni)O(OH).nH2O Rendah tapi beragam
Inti bumi diperkirakan terdiri atas besi dengan kandungan nikel sekitar
7%. Zone diantara kerak bumi dan inti bumi, yaitu yang disebut mantel (mantle),
diperkirakan tebalnya 2.898 km dan mengandung 0,1% - 0,3% nikel. Deposit
nikel pada umumnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu nickel-
copper sulfida, nickel silicate dan laterites and serpentines (Kajian nikel Dept
ESDM 1985).
Deposit nikel yang mengandung sulfida terdapat pada atau dekat peridotit
atau intrusi norit yang diperkirakan saling berkaitan. Deposit tersebut tersebar
dalam badan yang masif atau terkonsentrasi di dalam urat bijih (vein), balok
(stringers) dan celah yang kosong (fissure filling) di sekitar induk batuan beku.
Badan bijih pada umumnya berbentuk memanjang (elongated), lensa (lenticular)
atau lembaran (sheetlike), dengan panjang beberapa ratus meter sampai ribuan
meter.
Formasi deposit nikel sulfida diperkirakan merupakan hasil dari proses
pemisahan magma (magmatic segregation). Tetesan cairan sulfida diperkirakan
memisah dari keluarga magma mafis atau ultra mafis magma selama kristalisasi.
Tetesan sulfida yang jatuh bersama-sama itu, kemudian membentuk zone sulfida
di bagian dasar intrusi.
Endapan laterit dibentuk oleh pelapukan dan erosi pada periode waktu
yang lama. Pelapukan tersebut akan menyingkap peridotit, dunit, piroksenit atau
serpentin sehingga akan menghasilkan formasi laterit yang kaya akan besi dan
14
nikel. Laterit-laterit yang dibentuk dari pelapukan serpentin biasanya kaya akan
kandungan besi (45% - 55%) dan mengandung nikel sekitar 1%.
Tipe kedua dari nickelferous iron laterite adalah nikel silikat. Disebut
nikel silikat karena nikel terdapat sebagai hydrosilicate garnierite atau sebagai
nickel-bearing talc atau antigorit. Tipe laterit ini dihasilkan dari pelapukan pada
batuan peridotit segar, dunit dan piroksenit. Nikel silikat mengandung besi kurang
dari 30% dan kandungan nikelnya mencapai 1,5%.
Berdasarkan cara terjadinya, endapan nikel dapat digolongkan menjadi
dua macam, yaitu: endapan bijih nikel primer/sulfida dan endapan bijih nikel
sekunder/laterit.
2.3.1 Endapan bijih nikel primer atau sulfida
Endapan nikel dalam bentuk sulfida terdapat pada atau dekat suatu badan
batuan yang kandungan besinya tinggi, mengandung magnesium dan silikon nisbi
rendah, bervariasi dari gabro yang dikenal dari norit sampai peridotit. Endapan
tersebut adalah batuan beku intrusi di permukaan bumi yang berasal dari
terobosan magma pijar. Intrusi ini membentuk sekelompok massa yang pada
keadaan tertentu menyebar dengan membentuk lapisan-lapisan serta di lain saat
membentuk suatu bentuk yang tidak teratur.
Bijih nikel yang utama adalah mineral phyrotit (Fe7S8), yang di dalamnya
terdapat mineral pentlandit ((Ni, Fe)9S8) dan khalkopirit (CuFeS2). Deposit
mineral ini terbentuk sewaktu dan setelah proses pendinginan magma gabro dan
norit (ultra basa/ultra mafis), yaitu ketika magma mencari jalan ke atas dan
mengadakan intrusi di bagian atas kerak bumi (tanpa sampai ke permukaan bumi).
Badan bijih biasanya mencapai panjang beberapa antara beberapa ratus sampai
ribuan meter. Mengingat proses terjadinya jauh di bawah permukaan bumi, maka
penambangan bijih nikel sulfida dilakukan dengan cara tambang dalam.
Penampang endapan nikel sulfida dapat dilihat pada gambar 2.4.
15
(Sumber : Kajian nikel Dept ESDM 1985)
Gambar : 2.4 Penampang endapan nikel sulfida
16
dengan oksida dan mengendap sebagai ferri hidroksida. Akhirnya endapan ini
akan menghilangkan air dengan membentuk mineral-mineral seperti karat, yaitu
geothit FeO(OH), Hematit (Fe2O3) dan kobalt dalam jumlah kecil. Jadi besi
oksida akan mengendap dekat dengan permukaan tanah. Sedang magnesium,
nikel silika tertinggal di dalam larutan selama air masih asam. Tetapi jika
dinetralisasi karena adanya reaksi dengan batuan dan tanah, maka zat-zat tersebut
akan cenderung mengendap sebagai hydrosilikat.
Nikel mempunyai sifat kurang kelarutannya dibandingkan magnesium.
Perbandingan antara nikel dengan magnesium di dalam endapan lebih besar dari
pada larutan, karena ada sedikit magnesium yang terbawa oleh air tanah. Kadang-
kadang olivin di dalam batuan diubah menjadi serpentin sebelum tersingkap di
permukaan. Serpentin terurai ke dalam komponen-komponennya bersama-sama
dengan terurainya olivin.
Adanya erosi air tanah asam dan erosi di permukaan bumi, akan
menyerang nikel-nikel yang telah diendapkan. Zat-zat tersebut dibawa ke tempat
yang lebih dalam, selanjutnya diendapakan sehingga terjadi pengayaaan pada bijih
nikel. Kandungan nikel pada zat terendapkan akan semakin bertambah banyak
dan selama itu magnesium tersebar pada aliran air tanah. Dalam hal ini proses
pengayaan bersifat kumulatif (lihat Gambar 2.5.).
17
Proses pengkayaan dimulai dari suatu batuan yang mengandung 0,25%
nikel, sehingga akan dihasilkan 1,50% bijih nikel. Keadaan ini merupakan suatu
kadar yang sudah dapat ditambang. Waktu yang diperlukan untuk proses
pengayaan tersebut mungkin dalam beberapa ribu atau bahkan berjuta-juta tahun.
Bijih nikel pada endapan laterit yang mempunyai kadar paling tinggi terdapat
dengan dasar zone pelapukan dan diendapkan pada retakan-retakan di bagian atas
dari lapisan dasar (bedrock). Perlu ditambahkan bahwa endapan nikel laterit
terletak pada lapisan bumi yang kaya akan besi. Pembagian yang sempurna dari
besi dan nikel ke dalam zone-zone yang berbeda, tidak pernah ada. Pengayaan
besi dan nikel terjadi melalui pemindahan magnesium dan silika. Besi dalam
material ini paling banyak berbentuk mineral ferri oksida yang pada umumnya
membentuk gumpalan (disebut limonit). Sehingga endapan nikel dapat
ditunjukkan dengan adanya jenis limonit tersebut atau sebagai nickelferous iron
ore. Hal ini berlawanan dengan endapan nikel yang bertipe silikat (kadang-kadang
disebut sebagai bijih serpentin); pemisahan nikel dari besi lebih baik. Skema
pembentukan endapan nikel daerah Pomalaa sebagai berikut:
18
Skema Pembentukan Nikel Laterit
Proses Serpentinisasi
Peridotit serpentinit
Konsentrasi residu
Terlarut sebagai larutan Ca Terbawa sebagai partikel Fe oksidasi
Mg karbonat koloidal Al hidroksida
Ni - Co
Urat urat :
Magnesit (MgCO3) Fe, Ni, Co Ni, SiO2, MgO
Dolomit (CaMg)CO3 Saprolit Urat urat garnierite
Kalsit (CaCO3) Soft Brown Ore Urat urat krisopras
Hard Brown Ore
19
2.4 Kondisi Iklim dan Curah Hujan
Salah satu ciri tambang terbuka yang membedakannya dengan tambang
bawah tanah adalah pengaruh iklim pada kegiatan penambangan. Elemen-elemen
iklim seperti hujan, temperatur serta tekanan udara dapat mempengaruhi kondisi
tempat kerja, efisiensi alat dan kondisi pekerja.
Pada PT. Aneka tambang, Tbk UBPN Operasi Pomalaa, curah hujan yang
turun tiap tahun rata-rata cukup tinggi. Dari stasiun pengamatan curah hujan PT.
Aneka Tambang, Tbk UBPN Operasi Pomalaa diketahui curah hujan tertinggi
dalam kurun waktu 5 tahun (2002-2007) terjadi pada bulan April sebesar 372,266
mm/bln. Sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar
58,564 mm/bln. Hari hujan terbesar pada bulan April dan hari hujan terendah pada
bulan Agustus. Grafik curah hujan dan hari hujan wilayah Pomalaa ditunjukkan
pada gambar 2.7 dan gambar 2.8.
400
350
300
Curah hujan
250
150
100
50
0
r
ei
r
et
i
ri
ni
er
ril
li
s
ar
be
be
be
Ju
tu
ua
M
Ap
Ju
ar
ob
nu
us
em
em
em
br
kt
Ja
Ag
Fe
ov
es
pt
Se
Bulan
20
Grafik Rata-rata hari hujan
14
12
10
Hari hujan
8
Rata-rata hari hujan
6
r
ri
ei
ni
r
et
i
ril
li
er
ar
be
be
be
Ju
tu
ua
Ju
M
Ap
ar
ob
nu
us
em
em
em
br
kt
Ja
Ag
Fe
ov
es
pt
Se
D
Bulan
21
Kegiatan pemboran pada PT. Aneka Tambang, Tbk UBPN Operasi
Pomalaa dilakukan oleh CV. Cipta Utama
22
2. Kegiatan Penambangan
Kegiatan penambangan bijih nikel di PT. Aneka Tambang, Tbk UBPN
Operasi Pomalaa dilakukan secara tambang terbuka dengan sistem open cut
(selective mining).
Tahapan pada kegiatan penambangan adalah:
a. Persiapan daerah penambangan
Merupakan persiapan awal sebelum melakukan kegiatan penambangan.
Pekerjaan tersebut meliputi:
Pioneering (pembuatan jalan produksi)
Jalan produksi adalah jalan yang digunakan oleh dump truck untuk
mengangkut bijih nikel ke tempat penimbunan bijih (stock yard) dari
front penambangan atau sebaliknya.
Berdasarkan perbedaan kondisi jalan, dikenal dua macam jalan, yaitu
jalan utama yang menghubungkan tempat penimbunan dari kaki bukit
dan cabang jalan utama yang menghubungkan kaki bukit ke front
penambangan.
Land Clearing (Pembabatan)
Pekerjaan pembabatan dilakukan setelah lokasi penambangan telah
ditentukan. Pekerjaan ini meliputi pembersihan daerah rencana
penambangan dari semak-semak dan pohon-pohon. Alat yang
digunakan adalah Bulldozer D85E-SS.
Stripping of over burden
Kegiatan ini dilakukan apabila pekerjaan pembabatan selesai. Alat
yang digunakan adalah Bulldozer D85E-SS.
Pengontrolan terhadap hasil stripping adalah dengan jalan mengadakan
pengukuran terhadap tempat-tempat yang sudah dikerjakan, sambil
memasang patok-patok kembali. Dari hasil pengukuran inilah dapat
diketahui stripping sudah selesai atau perlu dilanjutkan lagi.
23
Gambar 2.11. Persiapan daerah penambangan
b. Penambangan
Sistem penambangan yang digunakan adalah open cut dengan metode
selective mining. Sistem selective mining digunakan karena sistem ini dianggap
cukup efektif dalam memenuhi target produksi bijih nikel untuk saat ini. Kegiatan
penambangan pada PT. Aneka Tambang, Tbk UBPN Operasi Pomalaa dilakukan
oleh pihak beberapa pihak kontraktor antara lain PT. Sumber Setia Budi (SSB),
PT. Jembatan Mas dan PT. Setia Budi Guna Abadi (SBGA). Alat muat yang
digunakan adalah Backhoe Komatsu PC 200 sedangkan untuk pengangkutan dari
lokasi tambang ke stock yard menggunakan Dump Truck Nissan Diesel CWM 432
HTRA yang berkapasitas 20 ton.
3. Pengapalan
Pelabuhan yang ada di PT. Aneka Tambang, Tbk UBPN Operasi Pomalaa
terdiri dari Pelabuhan Pomalaa dan Pelabuhan Tanjung Leppe. Pada kedua
pelabuhan tersebut kapal tidak dapat merapat ke pantai karena dangkal. Oleh
karena itu untuk mengangkut bijih nikel ke ore ship digunakan tongkang yang
ditarik oleh tug boat. Ore ship yang berlabuh berasal dari beberapa negara yaitu
Australia, Jepang dan Cina. Untuk memindahkan bijih nikel dari stock yard ke ore
ship dibutuhkan peralatan darat dan peralatan laut.
24
a. Peralatan darat
Yang dimaksud dengan peralatan darat adalah segala macam alat yang
digunakan untuk kepentingan pemuatan bijih yang operasinya di darat.
Macam-macam peralatan yang dipakai berdasarkan sistem yang digunakan
adalah:
Bijih Nikel diangkut secara langsung oleh dump truck ke dalam
tongkang. Alat muat yang digunakan adalah Wheel Loader.
Bijih Nikel diangkut dengan dump truck kemudian ditumpahkan pada
feeder yang telah disiapkan pada pelabuhan. Tongkang diletakkan di
bawah feeder sehingga bijih nikel tersebut akan langsung menuju
tongkang. Alat muat yang digunakan adalah Wheel Loader.
b. Peralatan Laut
Yang dimaksud dengan peralatan laut adalah segala macam alat yang
digunakan untuk pemuatan bijih ke ore ship yang beroperasi di laut.
Macam-macam peralatan yang dipakai adalah:
Tug boat dipergunakan untuk menarik tongkang yang telah berisi bijih
nikel untuk dibawa ke ore ship. Untuk menarik sebuah tongkang
digunakan 1 tug boat.
Tongkang dipergunakan untuk membawa bijih nikel ke ore ship.
Kapasitas tongkang yang digunakan adalah 500 ton.
4. Preparasi conto
Preparasi conto adalah pekerjaan mempersiapkan conto baik dalam hal
ukuran maupun jumlah sebelum conto tersebut dikirim ke laboratorium untuk
dianalisa. Kegiatan preparasi conto meliputi conto eksplorasi, conto produksi dan
conto pengapalan. Kegiatan preparasi conto ini dikerjakan oleh pihak kontaktor
yaitu CV. Putra Mekongga.
25
Gambar 2.12. Kegiatan preparasi conto
5. Analisis Kadar
Analisa kadar dilakukan dengan menggunakan X-Ray Spectrometer
Simultix 12 (Rigaku). Penentuan kadar/unsur-unsur tidak hanya dilakukan
untuk ore tetapi juga untuk metal, batu kapur dan slag.
26
nikel tersebut adalah Feni 1, Feni 2 dan Feni 3. Bagan proses pengolahan,
peleburan dan pemurnian bijih nikel dapat dilihat pada gambar 2.14.
7. Reklamasi
Salah satu kegiatan yang sangat penting dalam industri pertambangan
adalah reklamasi pada lahan tambang. Kegiatan reklamasi pada lahan tambang ini
terdiri dari:
a. Pembuatan sistem penyaliran dan kolam pengendapan.
Hal ini berfungsi untuk mengatur aliran air dan mengurangi kekeruhan air
khususnya air hujan sebelum dialirkan ke sungai atau ke laut dan
mengantisipasi terjadinya genangan air hujan pada lubang-lubang bekas
penambangan dan jalan tambang .
b. Penghijauan daerah bekas tambang
Sistem penghijauan pada daerah bekas tambang tersebut disesuaikan
dengan lingkungan daerah bekas tambang tersebut.
Beberapa cara penghijauan yaitu:
Sistem Pot: Sistem ini digunakan pada daerah bekas tambang yang
lokasinya berbatu-batu dan sulit untuk mendapatkan tanah humus.
Sistem Teras: Sistem ini digunakan pada daerah bekas tambang yang
topografinya landai serta mudah mendapatkan tanah humus.
27
Bijih Nikel Batubara Antrasit Batu Kapur
Pencampuran
Umpan Panas
Peleburan
Desulfurisasi
Deoksidasi
Pemurnian
Pencetakan
Pengerjaan Akhir
Fe-Ni
28
BAB III
DASAR TEORI
29
Analisa data sekunder dan peninjauan lapangan, untuk menentukan layak atau
tidaknya dilakukan eksplorasi.
C. Penyelidikan Pendahuluan
Mempersempit daerah prospek dengan cara pemetaan geologi, geokimia, atau
geofisika udara untuk sasaran eksplorasi. Hasil yang didapat adalah endapan
yang mungkin ekonomis dan masih merupakan cadangan tereka.
D. Eksplorasi Detil
Melanjutkan penyelidikan pada sasaran-sasaran eksplorasi dan mendapatkan
cadangan yang merupakan cadangan terindikasi.
E. Eksplorasi Lanjut
Penentan secara pasti sifat-sifat yang diperlukan sebagai data persiapan
penambangan dan persiapan produksi. Hasil yang didapat adalah endapan
ekonomis dan sudah didapat cadangan terukur.
Dan metode dari eksplorasi itu sendiri terdiri dari :
1. Metode Langsung
Menghasilkan gejala geologi tersebut dapat diamati dengan mata geologist ;
metode geologist.
2. Metode Tidak Langsung
Menghasilkan suatu anomali yang dapat ditafsirkan sebagai gejala geologi
yang dilacak dengan; metode geofisika dan metode geokimia.
30
Prospeksi
Tidak ada
Ada
Ekplorasi
Pendahuluan Stop
Eksplo Eksplorasi Eksplorasi
Detail rasi Lanjut
Evaluasi
Studi Kelayakan
Tidak Layak
Layak
Stop
Development
Arsip
Penambangan
Pengolahan/Ekstraks
i
Pemasaran
31
Metoda Eksplorasi
Pemboran Eksplorasi SP EM
32
3.2 Pengertian Cadangan
Menurut Mc. Kelvey yang dimaksud dengan cadangan (reserves) adalah
bagian dari sumber daya terindikasi dari suatu komoditas mineral yang dapat
diperoleh secara ekonomis dan tidak bertentangan dengan hukum dan
kebijaksanaan pemerintah pada saat itu. Suatu cadangan mineral biasanya
digolongkan berdasarkan ketelitian dari eksplorasinya. Klasifikasi cadangan di
Amerika menurut US Berau Of Mine and US Geological Survey (USBM and
USGS) dan usulan Mc. Kelvey, 1973 sebagai berikut :
A. Cadangan Terukur
Cadangan terukur adalah cadangan yang kuantitasnya dihitung dari
pengukuran nyata, misalnya dari pemboran, singkapan dan paritan, sedangkan
kadarnya diperoleh dari hasil analisa conto. Jarak titik-titik pengambilan conto
dan pengukuran sangat dekat dan terperinci, sehingga model geologi endpan
mineral dapat diketahui dengan jelas. Struktur, jenis , komposisi, kadar, ketebalan,
kedudukan , dan kelanjutan endapan mineral serta batas penyebarannya dapat
ditentukan dengan tepat. Batas kesalahan perhitungan baik kuantitas maupun
kualitas tidak boleh lebih dari 20%.
B. Cadangan Terkira/Teridikasi (indicated)
Cadangan terkira adalah cadangan yang jumlah tonase dan kadarnya
sebagian diperoleh dari hasil perhitungan pemercontoan dan sebagian lagi
dihitung sebagai proyeksi untuk jarak tertentu berdasarkan keadaan geologi
setempat titik-titik pemerconto dan pengukuran jaraknya tidak perlu rapat
sehingga struktur, kadar, ketebalan, kedudukan, dan kelanjutan endapan mineral
serta batas penyebarannya belum dapat dihitung secara tepat dan baru
disimpulkan/dinyatakan berdasar indikasi. Batas kesalahan baik kuantitas maupun
kualitas 20% - 40%.
C. Cadangan Terduga/Tereka (infered)
Cadangan terduga adalah cadangan yang diperhitungkan kuantitasnya
berdasarakan pengetahuan geologi, kelanjutan endapan mineral, serta batas dari
penyebaran. Ini diperhitungkan dari beberapa titik conto, sebagian besar
perhitungannya didasarkan kepada kadar dan kelanjutan endapan mineral yang
33
mempunyai ciri endapan sama. Toleransi penyimpangan kesalahan terhadap
perhitungan cadangan adalah 60%.
Di Indonesia mengikuti klasifikasi cadangan menurut Mc. Kelvey, karena
dianggap paling detil, mempertimbangkan keadaan geologi, ekonomi, dan
memiliki wawasan luas tentang klasifikasi cadangan. Klasifikasi cadangan yang
diusulkan Mc. Kelvey ini berdasarkan pada :
a. Kenaikan tingkat keyakinan geologi.
b. Kenaikan tingkat kelayakan ekonomi.
Kriteria keyakinan geologi didasarkan tingkat keyakinan mengenai
endapan mineral yang meliputi ukuran, bentuk, sebaran, kuantitasnya sesuai
dengan tahap eksplorasinya. Kriteria kelayakan ekonomi didasarkan pada faktor-
faktor ekonomi layak atau tidaknya berdasarkan kondisi ekonomi pada saat itu.
Tingkat kesalahan adalah penyimpangan kesalahan baik kuantitas maupun
kualitas cadangan yang masih bisa diterima sesuai dengan tahap ekplorasinya.
Selain itu juga Mc. Kelvey membagi cadangan didasarkan pada kenaikan
tingkat pelaksanaan ekonomi dan tingkat keyakinan geologi yang dapat dilihat
pada gambar 3.3
34
Total Resources
Totalitas Sumber Daya Mineral
Identified Undiscovered
Teridikasi Tak Terindikasi
Demontrated Hypothermal Speculatives
Resources
Sub Economic
(Sumber : Mc. Kelvey dalam Abdul Rauf Perhitungan cadangan endapan mineral, 1998)
Gambar 3.3 Klasifikasi Cadangan dan Sumber Daya Mineral
35
A. Observasi Lapangan
Merupakan gambaran praktis kondisi dan keadaan dilapangan meliputi
pengambilan data geografi dan demografi.
B. Pemetaan
Tidak mutlak dilaksanakan, untuk pengambilan topografi, bentang alam, dan
lereng awal jika peta telah tersedia maka hanya dilakukan ploting.
C. Pengambilan Conto
Dapat berupa air, tanah, endapan, singkapan sesuai dengan metodenya.
D. Pengambilan Data Geologi
Dapat dilakukan dengan studi literatur dan pengecekkan langsung dilapangan.
E. Pengolahan Data
Dilakukan di lapangan (pengecekkan mudah) atau dikirim ke kantor termasuk
pekerjaan studio, uji laboratorium dan analisa.
Untuk Estimasi cadangan tidak lepas dari metode yang akan digunakan,
adapun metode perhitungan cadangan dapat dikategorikan menjadi :
1. Metode Konvesional
a. Tertua dan paling umum digunakan.
b. Mudah diterapkan, dikomunikasikan, dan dipahami.
c. Mudah di adaptasi dengan semua edapan mineral.
d. Kelemahannya sering menghasilkan perkiraan salah, karena cendrung
menilai kadar tinggi saja.
e. Kadar suatu luasan diasumsikan konstan sehingga tidak optimal secara
matematika.
f. Untuk endapan yang terpencar dapat terjadi penafsiran yang salah.
2. Metode Non Konvensional.
a. Pengembangan teori matematik dan statistik.
b. Secara teoritis akan lebih optimal.
c. Kelemahannya rumit data terbatas tidak optimal.
36
3.4 Metode Perhitungan Cadangan
Dalam melakukan metode perhitungan cadangan haruslah ideal dan
sederhana, cepat dalam pengerjaan dan dapat dipercaya sesuai dengan keperluan
dan kegunaan. Metode perhitungan harus dipilih secara hati-hati dan rumusan
yang dipilih harus sederhana dan mempermudah perhitungan sehingga dapat
menghasilkan tingakat ketepatan yang sama dengan metode yang komplek. Maka
tingkat kebenaran perhitungan cadangan tergantung pada ketepatan dan
kesempurnaan pengetahuan atas endapan mineral seperti asumsi-asumsi yang
digunakan untuk menginterprestasikan variabel-veriabel pada batas-batas endapan
dan pada perumusan matematika.
Pemilihan metode untuk perhitungan cadangan tergantung pada :
A. Keadaan Geologi dari Endapan Mineral
Topografi daerah penelitian berupa perbukitan bergelombang
B. Ketersediaan Data
Tidak adanya data lubang bor yang menunjukkan ketebalan endapan bijih
nikel sehingga data merupakan indikasi secara geologi saja.
C. Jenis Bahan Galian.
Bijih nikel merupakan jenis bahan galian golongan B yang mempunyai bentuk
dan geometri yang sederhana, dan memiliki assosiasi dengan mineral-mineral
lainnya.
Secara umum endapan-endapan bahan galian dapat dikategorikan atas
sederhana (simple) atau kompleks (complex) tergantung dari distribusi kadar dan
bentuk geometrinya. Kriteria untuk mengkategorikan endapan bahan galian ini
didasarkan atas pendekatan geologi. Untuk kategori kompleks dicirikan dengan
kadar pada batas endapan dan pada tubuh bijihnya sangat bervariasi serta bentuk
geometrinya yang kompleks, sedangkan untuk kategori sederhana dicirikan
dengan bentuk geometri yang sederhana dan kadar pada batas endapan maupun
pada badan bijih relatif homogen.
37
3.4.1. Metode Penampang Tegak (Cross Section)
Prinsip dari metode ini yaitu pembuata sayatan pada badan bijih, dalam hal
ini adalah nikel. Kemudian dihitung luasan masing-masing badan bijih tersebut,
dan untuk menghitung volumenya digunakan jarak antar penampang.
Untuk perhitungan volume dapat menggunakan rumus sebagai berikut :
A. Rumus luas rata-rata
1. Volume penampang yang sejajar
V : Volume Cadangan
S1 : Luas Penampang Satu
S2 : Luas Penampang Dua
L : Jarak Antar Penampang
Rumus Prismoida
V = (S1 + 4M + S2)
38
3. Rumus Kerucut Terpancung
k
S1 : Luas Penampang Atas
S2 : Luas Penampang Bawah
L : Jarak Antara S1 dan S2
V : Volume Cadangan
39
titik conto bervariasi, dan luas daerah pengaruh setiap titik dihitung dengan
membagi jarak antara dua titik conto yang berdekatan menjadi dua.
Metode ini umumnya menggunakan nilai titik conto yang berada dipusat
blok sebagai pengganti terbaik nilai rata-rata luas tertentu didalam blok tersebut
tanpa mempertimbangkan pengaruh, hubungan letak, dan ruang titk conto di
sekelilingnya. Pada metode daerah pengaruh ini semua faktor ditentukan untuk
titik tertentu pada endapan mineral, diekstensikan (perluasan) sejauh setengah
jarak dari titik-titik sekitarnya yang membentuk daera pengaruh.
Ukuran blok yang ditentukan oleh tiap-tiap titik conto dipengaruhi
langsung oleh spasi conto. Jika spasi rapat maka ukuran blok akan semakin kecil
begitu juga sebaliknya, maka ukuran blok dibatasi. Ukuran blok dapat ditantukan
secara subyektif berdasarkan pengalaman dan perhitungan cadangan sejenis yang
pernah dilakukan sebelumnya.
Dengan demikian pengaruh dari tiap-tiap titik akan membentuk suatu
poligon tertutup, dimana bagian dari endapan yang akan diestimasi cadangannya
diganti oleh beberapa prisma poligon, setiap prisma poligon atau blok
menggambarkan volume daerah pengaruh suatu titik conto,
Dengan demikian untuk mengestimasi volume daerah pengaruh tiap-tiap
poligon, dilakukan dengan cara mengkalikan luas daerah pengaruh tiap-tiap
poligon dengan tebal bijih pada daerah pengaruh tersebut (tebal pada tiap-tiap
poligon)
Volume dari masing-masing daerah pengaruh dapat diestimasi dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :
V=axt
Keterangan :
V = Volume daerah pengaruh (m3)
a = Luas daerah pengaruh (m2)
t = Tebal bijih (m)
Sedangkan untuk mengestimasi volume total dari masing-masing poligon
digunakan persamaan sebagai berikut :
Vtotal = V1 + V2 + V3 + + Vn atau
40
= a1 x t1 + a2 x t2 + a3 x t3 + + an x tn
Keterangan :
V1, V2, V3, Vn = Volume masing-masing poligon (m3)
a1, a2, a3, an = Luas daerah pengaruh dari masing-masing poligon (m2)
t1, t2, t3, tn = Tebal bijih dari masing-masing poligon (m)
Untuk estimasi tonase bijih total digunakan persamaan sebagai berikut :
T = T1 + T2 + T3 + + Tn
= (V1 x x C1) + (V2 x x C2) + (V3 x x C3) + (Vn x x Cn)
Sedangkan rata-rata diestimasi dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut :
CAV = C1V1 + C2V2 + C3V3 + + CnVn
V1 + V2 + V3 + Vn
Keterangan :
T = Tonase bijih total dari cadangan (WMT)
T1, T2, T3, ,Tn = Tonase bijih dari masing-masing poligon (WMT)
= Densitas Batuan (Ton/m3)
V1, V2, V3, ,Vn = Volume dari masing-masing poligon (m3)
42
BAB IV
HASIL PENELITIAN
1. KW 98PP0213 = 1584,00 Ha
2. KW 98PP0214 = 2372,00 Ha
3. KW 98PP0215 = 599,40 Ha
4. KW 98PP0216 = 3759,00 Ha +
Total Kuasa Wilayah = 8314,40 Ha
Di mana lokasi tambang tengah terletak di KW 98 PP0216. Di PT. Antam
(Tbk) UBPN Operasi Pomala membutuhkan kualitas pasar yang terbagi atas 2
kualitas yaitu:
1. High Grade
a. High Grade Saprolit Ore (HGSO)
Dimana nikel yang mempunyai kualitas ekspor dengan kadar berkisar
2,0% Up atas permintaan dari Negara Jepang, Eropa, Thailland, dan
Korea Selatan.
b. High Grade Pabrik
Kualitas ini untuk memenuhi kebutuhan akan pabrik FeNi 1 dan 2 yang
dikelola PT. Antam (Tbk) sendiri yang akan menghasilkan Ferro-nikel
sebagai bahan setengah jadi untuk dapat diproses selanjutnya
2. Low Grade Saprolit Ore (LGSO)
Kualitas nikel untuk LGSO ini memiliki kualitas yang kadar Ni rendah, yaitu
antara 1,60% sampai 2,0% dengan kadar besi (Fe) > 5% dan Bassisity > 50%.
Kualitas LGSO ini merupakan permintaan akan negara Australia dimana
selain nikel, mereka juga akan mengolah besi (Fe) sebagai mineral asosiasi.
43
4.1. Perhitungan Cadangan Dengan Metode Penampang Tegak
c. Perhitungan volume.
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
44
3. Menghitung volume antar sayatan yang stu dengan yang lain berdasarkan
blok-blok.
45
4.2. Perhitungan Cadangan Dengan Metode Daerah Pengaruh
a. Memasukkan data no blok, luas, ketebalan tanah penutup, dan ketebalan bijih
nikel ke dalam lajur tabel yang telah dibuat..
b. Kemudian untuk mendapatkan volume dari masing-masing poligon, dilakukan
dengan jalan mengkalikan luas dari tiap-tiap poligon dengan tebal bijih dari
masing-masing poligon tersebut.
V=at
Keterangan : V : volume daerah pengaruh (m3)
a : luas daerah pengaruh (m2)
t : tebal endapan nikel (m)
c. Tonase bijih nikel didapatkan dari hasil perkalian antara volume poligon
dengan densitas batuan yang mempunyai kadar Ni.
T = V BJ
Keterangan : T : tonase (WMT)
V : volume (m3)
BJ: densitas batuan (ton/m3)
d. Total tonase bijih nikel diperoleh dengan menjumlahkan seluruh tonase bijih
nikel dari tiap-tiap blok/poligon.
46
Maka dengan langkah perhitungan diatas didapat hasil perhitungan volume
sebesar 386.875 m3, dan jumlah tonase sebesar 742.800 WMT (lampiran E)
47
529A 625 8 1.92 5000 9600
528B 625 13 1.92 8125 15600
528A 625 9 1.92 5625 10800
527A 625 10 1.92 6250 12000
505A 625 6 1.92 3750 7200
506A 625 14 1.92 8750 16800
507A 625 11 1.92 6875 13200
508A 625 14 1.92 8750 16800
494C 625 12 1.92 7500 14400
493A 625 16 1.92 10000 19200
492A 625 10 1.92 6250 12000
473F 625 10 1.92 6250 12000
473E 625 16 1.92 10000 19200
473A 625 20 1.92 12500 24000
473B 625 17 1.92 10625 20400
473D 625 7 1.92 4375 8400
475A 625 10 1.92 6250 12000
471F 625 7 1.92 4375 8400
470D 625 6 1.92 3750 7200
472B 625 18 1.92 11250 21600
471A 625 11 1.92 6875 13200
470A 625 12 1.92 7500 14400
469A 625 9 1.92 5625 10800
449 625 7 1.92 4375 8400
450A 625 8 1.92 5000 9600
TOTAL 386875 742800
48
BAB V
PEMBAHASAN
49
5.2. Kesalahan Perhitungan
Hasil perhitunga yang didapat dari kedua metode ini memiliki selisih
perbedaan besar cadangan. Jumlah cadangan nikel yang didapat mempunyai
jumlah selisih sebesar 82.844,15 WMT. Dari perhitungan kedua metode tersebut
didapatkan persen kesalahan sebesar 13 %. nilai ini didapat dengan rumus
dibawah ini :
= 13%.
Persen kesalahan tersebut menunjukan bahwa kesalahan perhitungan
cadangan yang dilakukan relatif rendah. ini didasarkan pada klasifikasi cadangan
menurut Mc. Kelvey dengan toleransi tingkat kesalahan perhitungan untuk
cadangan terukur yaitu 20%.
Terdapatnya perbedaan jumlah dari perhitungan cadangan dengan dua
metode tersebut dari kedua bentuk metode menunjukan perbedaan perhitungan.
Faktor kesalahan lainnya adalah tingkat ketelitian dari program Autocad,
Quicksurf dan Surfer dalam menentukan luas daerahnya.
50
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan-perhitungan yang dilakukan maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut
a. Besarnya cadangan nikel dihitung dengan merode penampang tegak
sebesar 659.955,8515 WMT, dan untuk metode daerah pengaruh
sebesar 742.800 WMT.
b. Persen kesalahan perhitungan cadangan adalah sebesar 13%.
6.2. Saran
Saran yang dapat penulis berikan berdasarkan hasil perhitungan cadangan
nikel menggunakan metode penampang tegak dan metode daerah pengaruh yaitu :
a. Kedua metode tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Kelebihannya yaitu : sederhana, murah dan dapat diterapkan secara umum,
sedangkan kekurangan dari kedua metode tersebut adalah dalam
menghitung luasan menggunakan Autocad, quicksurf dan surfer
diperlukan ketelitian dalam penggambaran.
b. Perbedaan hasil perhitungan diharapkan dapat saling melengkapi.
c. Dalam kegiatan lebih lanjut (penambangan) sebaiknya menggunakan
perkiraan jumlah cadangan dengan jumlah nilai cadangan yang kecil.
51
DAFTAR PUSTAKA
5. J.E. Gill, R.A. Blais, V.A. Haw. Ore Reserve Estimation and Grade
Control, The Canadian Institute Of Mining and Metalurgy, 1968
8. -----, Kajian Nikel, Dep Energi dan Sumber Daya Mineral, 1985
52
LMPIRAN A
T A HU N
2002 2003 2004 2005 2006 2007
Bulan
C. H C. H C. H C. H C.H C. Hujan
Hari Hari Hari Hari Hari Hari
(mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)
Januari 33.41 13 6.55 4 9.2 9 40.6 14 22.4 10 23.6 10
Februari 5.46 8 0 0 24.2 18 7.6 4 9,32 7.5 172.3 13
Maret 23.62 12 10.65 7 40.5 8 34.7 10 27.37 9.25 323.25 16
April 40.2 14 18.41 19 27.9 14 15.5 7 25.5 13.5 251.05 18
Mei 37.68 7 27.74 15 14.8 5 19.7 7 24.98 8.5 404.65 23
Juni 9.24 7 11.91 12 0 0 24.3 3 11.36 5.5 144.8 16
Juli 0.71 1 15.54 11 0.97 1 13.5 4 7.68 1.5 264.05 24
Agustus 0 0 7.67 8 0 0 1.6 1 2.32 2.25 63 9
September 16.21 1 2.96 2 0 0 0 0 4.79 5.75 35.95 5
Oktober 1.64 1 16.76 7 0.8 2 44.5 13 15.93 7 116.8 5
November 10.81 4 25.5 10 2.5 8 10.6 6 12.35 7 78.3 9
Desember 42.74 9 30.3 20 56.17 13 32.6 10 40.45 13 97.55 19
221.72 77 173.99 115 177.04 78 245.2 79 172.73 90.75 1975.3 167
LAMPIRAN B
DATA ANALISA TITIK BOR DAN KADAR
Tabel B.1 Data analisa titik bor dan kadar
1. Penampang A-A
L = 0.67 x [1002]
L = 671.34
79
2. Penampang B-B
L = 0.83 x [778]
L = 645.74
80
3. Penampang C-C
L = 1.167 x [818]
L = 954.606
81
4. Penampang D-D
L = 1.167 x [1282]
L = 1496.09
82
5. Penampang E-E
L = 0.83 x [1143]
L = 948.69
83
6. Penampang F-F
L = 0.5 x [822]
L = 411
84
7. Penampang G-G
L = 0.5 x [748]
L = 374
85
8. Penampang H-H
L = 0.5 x [754]
L = 377
86
9. Penampang I-I
L = 0.3 x [1098]
L = 329.4
87
10. Penampang J-J
L = 0.83 x [246]
L = 204.18
88
11. Penampang K-K
L = 0.5 x [1706]
L = 853
89
12. Penampang L=L
L = 0.83 x [332]
L = 275.56
90
13. Penampang M-M
L = 0.5 x [1496]
L = 748
91
14. Penampang N-N
L = 0.416 x [317]
L = 131.872
92
LAMPIRAN D
Pada peta cadangan nikel dibagi menjadi 13 blok, dan dihitung berdasarkan
sayatan. Untuk mendapatkan jumlah cadangan pada masing-masing blok
dilakukan dengan cara mengalikan jumlah volume dengan densitas material yakni
1,92 ton/m3.
V = 32958.34 m3
T = V BJ
T = 63280.0128 ton
V = 48376.04 m3
T = V BJ
T = 92881.9968 ton
93
Blok 3 : C-C dengan D-D
V = 75759.106 m3
T = V BJ
T = 145457.4835 ton
V = 48930.59 m3
T = V BJ
T = 93946.7328 ton
V = 21498.69 m3
T = V BJ
T = 41277.4848 ton
94
V = 19111 m3
T = V BJ
T = 36693.12 ton
V = 19224 m3
T = V BJ
T = 36910.08 ton
V = 16847 m3
T = 32346.24 ton
V = 5433.9 m3
T = V BJ
T = 10433.088 ton
95
Blok 10 : J-J dengan K-K
V = 21529.18 m3
T = V BJ
T = 41336.0256 ton
V = 7742 m3
T = V BJ
T = 14864.64 ton
V = 18975.56 m3
T = V BJ
T = 36433.0752 ton
96
V = 7341.6 m3
T = V BJ
T = 14095.872 ton
= Blok (1 + 2 +3 + 4 + 5 + 6 + 7 + 8 + 9 + 10 + 11 + 12 + 13)
= 343.727m3
= 659.955,8515 ton
98
LAMPIRAN E
TB 651A
Ketebalan = 10 m
Volume = 625 m2 10
= 6250 m3
= 12000 ton
TB 650A
Ketebalan = 12 m
Volume = 625 m2 12
= 7500 m3
= 14400 ton
TB 649A
Ketebalan = 12 m
Volume = 625 m2 12
99
= 7500 m3
= 27648 ton
TB 648B
Ketebalan =5m
Volume = 625 m2 5
= 3125 m3
= 6000 ton
TB 641A
Ketebalan = 10 m
Volume = 625 m2 10
= 6250 m3
= 12000 ton
TB 641B
Ketebalan = 15 m
Volume = 625 m2 15
= 9375 m3
= 18000 ton
100
TB 642A
Ketebalan =7m
Volume = 625 m2 7
= 4375 m3
= 8400 ton
TB 643A
Ketebalan =7m
Volume = 625 m2 7
= 4375 m3
= 8400 ton
TB 645A
Ketebalan = 10 m
Volume = 625 m2 10
= 6250 m3
= 12000 ton
TB 645B
Ketebalan =7m
Volume = 625 m2 7
101
= 4375 m3
= 8400 ton
TB 619A
Ketebalan = 11 m
= 6875 m3
= 13200 ton
TB 617A
Ketebalan =9m
Volume = 625 m2 9m
= 5625 m3
= 10800 ton
TB 617B
Ketebalan =9m
Volume = 625 m2 9m
= 5625 m3
= 10800 ton
102
TB 615A
Ketebalan = 10 m
= 6250 m3
= 12000 ton
TB 612A
Ketebalan =5m
Volume = 625 m2 5m
= 3125 m3
= 6000 ton
TB 592A
Ketebalan = 18 m
= 11250 m3
= 21600 ton
TB 592B
Ketebalan =9m
Volume = 625 m2 9m
103
= 5625 m3
= 10800 ton
TB 593A
Ketebalan =8m
Volume = 625 m2 8 m
= 5000 m3
= 9600 ton
TB 594A
Ketebalan = 14 m
Volume = 625 m2 14 m
= 8750 m3
= 16800 ton
TB 596A
Ketebalan = 18 m
Volume = 625 m2 18 m
= 11250 m3
= 21600 ton
104
TB 596B
Ketebalan =7m
Volume = 625 m2 7m
= 4375 m3
= 8400 ton
TB 598A
Ketebalan =8m
Volume = 625 m2 8 m
= 5000 m3
= 9600 ton
TB 598A
Ketebalan =6m
Volume = 625 m2 6 m
= 3750 m3
= 1.152 ton
TB 574A
Ketebalan = 13 m
Volume = 625 m2 13 m
105
= 8125 m3
= 15600 ton
TB 573A
Ketebalan =9m
Volume = 625 m2 9 m
= 5625 m3
= 10800 ton
TB 572A
Ketebalan =9m
Volume = 625 m2 9 m
= 5625 m3
= 10800 ton
TB 571A
Ketebalan = 16 m
Volume = 625 m2 16 m
= 10000 m3
= 19200 ton
106
TB 570A
Ketebalan = 14 m
Volume = 625 m2 14 m
= 8750 m3
= 16800 ton
TB 569A
Ketebalan = 11 m
Volume = 625 m2 11 m
= 6875 m3
= 13200 ton
TB 546B
Ketebalan = 10 m
Volume = 625 m2 10 m
= 6250 m3
= 12000 ton
TB 547A
Ketebalan = 14 m
Volume = 625 m2 14 m
107
= 8750 m3
= 16800 ton
TB 548A
Ketebalan =9m
Volume = 625 m2 9 m
= 5625 m3
= 10800 ton
TB 549A
Ketebalan =6m
Volume = 625 m2 6 m
= 3750 m3
= 7200 ton
TB 529A
Ketebalan =8m
Volume = 625 m2 8 m
= 5000 m3
= 9600 ton
108
TB 528B
Ketebalan = 13 m
Volume = 625 m2 13 m
= 8125 m3
= 15600 ton
TB 528A
Ketebalan =9m
Volume = 625 m2 9 m
= 5625 m3
= 10800 ton
TB 527A
Ketebalan = 10 m
Volume = 625 m2 10 m
= 6250 m3
= 12000 ton
TB 505A
Ketebalan =6m
Volume = 625 m2 6 m
109
= 3750 m3
= 7200 ton
TB 506A
Ketebalan = 14 m
Volume = 625 m2 14 m
= 8750 m3
= 16800 ton
TB 507A
Ketebalan = 11 m
Volume = 625 m2 11 m
= 6875 m3
= 13200 ton
TB 508A
Ketebalan = 14 m
Volume = 625 m2 14 m
= 8750 m3
= 16800 ton
110
TB 494C
Ketebalan = 12 m
Volume = 625 m2 12 m
= 7500 m3
= 14400 ton
TB 493A
Ketebalan = 16 m
Volume = 625 m2 16
= 10000 m3
= 19200 ton
TB 492A
Ketebalan = 10 m
Volume = 625 m2 10 m
= 6250 m3
= 12000 ton
TB 473F
Ketebalan = 10 m
Volume = 625 m2 10 m
111
= 6250 m3
= 12000 ton
TB 473E
Ketebalan = 16 m
Volume = 625 m2 16 m
= 10000 m3
= 19200 ton
TB 473A
Ketebalan = 20 m
Volume = 625 m2 20 m
= 12500 m3
= 24000 ton
TB 473B
Ketebalan = 17 m
Volume = 625 m2 17 m
= 10625 m3
= 20400 ton
112
TB 473D
Ketebalan =7m
Volume = 625 m2 7
= 4375 m3
= 8400 ton
TB 475A
Ketebalan = 10 m
Volume = 625 m2 10 m
= 6250 m3
= 12000 ton
TB 471F
Ketebalan =7m
Volume = 625 m2 7 m
= 4375 m3
= 8400 ton
TB 470D
Ketebalan =6m
Volume = 625 m2 6 m
113
= 3750 m3
= 7200 ton
TB 472B
Ketebalan = 18 m
Volume = 625 m2 18 m
= 11250 m3
= 21600 ton
TB 471A
Ketebalan = 11 m
Volume = 625 m2 11 m
= 6875 m3
= 13200 ton
TB 470A
Ketebalan = 12 m
Volume = 625 m2 12
= 7500 m3
= 14400 ton
114
TB 469A
Ketebalan =9m
Volume = 625 m2 9 m
= 5625 m3
= 10800 ton
TB 449
Ketebalan =7m
Volume = 625 m2 7 m
= 4375 m3
= 8400 ton
TB 450A
Ketebalan =8m
Volume = 625 m2 8 m
= 5000 m3
= 9600 ton
115
Tabel E.1. Hasil Perhitungan Cadangan Menggunakan Daerah Pengaruh
116
505A 625 6 1.92 3750 7200
506A 625 14 1.92 8750 16800
507A 625 11 1.92 6875 13200
508A 625 14 1.92 8750 16800
494C 625 12 1.92 7500 14400
493A 625 16 1.92 10000 19200
492A 625 10 1.92 6250 12000
473F 625 10 1.92 6250 12000
473E 625 16 1.92 10000 19200
473A 625 20 1.92 12500 24000
473B 625 17 1.92 10625 20400
473D 625 7 1.92 4375 8400
475A 625 10 1.92 6250 12000
471F 625 7 1.92 4375 8400
470D 625 6 1.92 3750 7200
472B 625 18 1.92 11250 21600
471A 625 11 1.92 6875 13200
470A 625 12 1.92 7500 14400
469A 625 9 1.92 5625 10800
449 625 7 1.92 4375 8400
450A 625 8 1.92 5000 9600
TOTAL 386.875 742.800
117
LAMPIRAN F
PETA LUBANG BOR DAN SAYATAN
PETA
-1300 LUBANG BOR & SAYATAN
-1350
N Skala 1 : 500
-1450 H
Garis Kontur (Interval Kontur 3 m)
G Lubang Bor
F
-1500
Sayatan
E
D
-1550 Lokasi : Areal penambangan nikel tambang tengah bukit TLC-3
C
PT. Antam Tbk UBPN Pomalaa,Kab Kolaka, Sulawesi Tenggara
B Oleh
Nama : Zaenal Abbidin Kamarullah
-1600 A No. Mhs : 71106072
Jurusan : Teknik Pertambangan
PETA
-1300 LUBANG BOR & DAERAH PENGARUH
473F 473E
LEGENDA
494C 493A 492A
Daerah Pengaruh
Oleh
Nama : Zaenal Abbidin Kamarullah
-1600 641A 641B 642A 643A 645A 645B
No. Mhs : 71106072
Jurusan : Teknik Pertambangan
651A 650A 649A 648B