Anda di halaman 1dari 123

RANCANGAN TAMBANG BIJIH NIKEL BLOK BIII-A3

MORONOPO, PT. ANEKA TAMBANG (Persero) Tbk,


UBP NIKEL MALUKU UTARA, KABUPATEN
HALMAHERA TIMUR,PROVINSI
MALUKU UTARA

SKRIPSI

Oleh :

WISYNU PRADANA SUNU ATMADJA


112060132

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2012
RANCANGAN TAMBANG BIJIH NIKEL BLOK BIII-A3
MORONOPO, PT. ANEKA TAMBANG (Persero) Tbk,
UBP NIKEL MALUKU UTARA, KABUPATEN
HALMAHERA TIMUR,PROVINSI
MALUKU UTARA

SKRIPSI

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Teknik dari Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Oleh :

WISYNU PRADANA SUNU ATMADJA


112060132

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2012
RANCANGAN TAMBANG BIJIH NIKEL BLOK BIII-A3
MORONOPO, PT. ANEKA TAMBANG (Persero) Tbk,
UBP NIKEL MALUKU UTARA, KABUPATEN
HALMAHERA TIMUR,PROVINSI
MALUKU UTARA

Oleh
WISYNU PRADANA SUNU ATMADJA
112060132

Disetujui untuk
Program Studi Teknik Pertambangan
Fakultas Teknologi Mineral
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
Tanggal : ……………………

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Priyo Widodo, MT. Dr.Ir.Eddy Winarno,SSi, MT.


HALAMAN PERSEMBAHAN

ِ‫َﻤ ِﻦﺣ ْﯿﻢِ ﺑ ِﺴ ِﻢ ﷲ‬ ‫اﻟﺮ‬


‫اﻟﺮﺣ‬
Dengan Mengucapkan syukur Alhamdulillah, kupersembahkan karya tulisku ini
untuk orang-orang yang kusayangi

Kupersembahkan kepada kedua orang tua dan saudaraku


Buat Bapak dan Ibuku terima kasih atas bimbingan
Dan kepercayanya yang telah diberikan

Buat dek hanung dan dek diah terima kasih atas dukungannya

Spesial buat lala


Terima kasih atas perhatian , kasih sayang

Dan dukungannya

Teman – teman Teknik Pertambangan angkatan 06

yang selalu memberi bantuan dalam semua hal


RINGKASAN

Penambangan bijih nikel ini dimulai dari atas menuju ke bawah dengan sistem
penambangannya yaitu tambang terbuka dengan metode Open Cut . Metode Open
Cut dengan penambangan secara berurutan yang diterapkan untuk penambangan
bahan galian bijih (ore).

Desain yang dibuat untuk mencapai target produksi 1.000.000 ton/tahun


sebanyak lima front. Untuk mendapatkan endapan nikel yang memiliki kadar
yang tinggi, maka dalam merancang harus di perhatikan letak dari endapan nikel
tersebut. Dimensi penambangan direncanakan yaitu: Tinggi jenjang tunggal
maksimum adalah 6 metar sesuai dengan persyaratan yang di tetapkan, dengan
kemiringan 60° terhadap permukaan tanah, Lebar jenjang ditetapkan 3 meter,
Permukaan teras jenjang dibuat miring sebesar 2% kearah jenjang (toe) agar air
dapat di konsentrasikan ketempat saluran di jenjang.

Berdasarkan hasil rancangan untuk mencapai target produksi 1.000.000


ton/tahun di daerah Moronopo pada blok BIII-A3, dalam penambangannya harus
membuka 5 front dengan berdasarkan analisa simulasi perhitungan COG Ni 1,5 %
dan Fe < 25% diperoleh cadangan sebesar 856.231 ton dengan waste yang di
bongkar sebanyak 782.081,73 Ton dan top soil 273.483,60 BCM. Nilai Stripping
Ratio yang ditetapkan adalah 1,5:1dari hasil perhitungan Stripping Ratio sebesar
1,2:1.

Rencana yang telah dibuat belum memenuhi target produksi maka dilakukan
perluasan pada front 3 dari 28.762 m2 menjadi 37.653 m2, cadangan yang di dapat
sebesar 357.118,20 ton. Cadangan dari front 1,2,3,4, dan 5 di dapat sebesar
1.053.801 ton bijh nikel. Rancangan yang bibuat juga menggunakan perhitungan
dengan Cut Off Grade kadar rata–rata terendah 1,5 % di dapat cadangan bijih
nikel sebesar 1.375.312 ton dengan rancangan yang dibuat 4 front dan Striping
Ratio 0,6:1 dari target produksi 1.000.000 ton/tahun yang telah ditetapkan.

Setelah dilakukan rancangan desain pada ablok BIII-A3 hanya mampu


memproduksi 853.231 ton bijih nikel dari target produksi 1.000.000 ton/tahun dan
nilai Stripping Ratio 1,2:1 , sehingga disarankan memperluas area tambang pada
front 3 dari 28.762 m2 menjadi 37.653 m2 maka cadangan yang di dapat sebesar
1.053.801 ton bijh nikel dengan nilai Stripping Ratio 1,2:1. Perhitungaan
cadangan nikel sebaiknya menggunakan cut off grade kadar rata-rata terendah
1,5% Ni agar cadangan yang didapat lebih banyak.

v
RANCANGAN TAMBANG BIJIH NIKEL BLOK BIII-A3
MORONOPO,PT. ANEKA TAMBANG (Persero) Tbk,
UBP NIKEL MALUKU UTARA, KABUPATEN.
HALMAHERA TIMUR,PROVINSI
MALUKU UTARA

Oleh:
Wisynu Pradana Sunu Atmadja
Jurusan Teknik Pertambangan UPN “V” Yogyakarta
No. Hp : 082134979700, email : inuyazha.fu@yahoo.com

Abstrac
Nickel ore mining starts from the top toward the bottom with a system that is
open pit mining Open Cut method. Open Cut mining method to sequentially
applied to the extraction of mineral ore (ore). The designs are made to achieve the
target production 1,000,000 tons / year five fronts. To get a nickel precipitate that
has high levels, then the design should note the location of the nickel deposition.
Planned mining dimensions are: High levels of a single maximum is 6 METAR
accordance with the requirements in the set, with a slope of 60 ° to the surface of
the soil, level set width of 3 meters, the terrace surface levels sloped towards the
2% level (toe) so that water can be in concentrate on the ladder to place the
channel. Based on the results of the design to achieve the production target of
1,000,000 tons / year in the area of the block Moronopo BIII-A3, the mining
should open 5 front with calculations based on the analysis of simulation COG
1.5% Ni and Fe <25% obtained a reserve of 856,231 tons with much waste in the
loading and top soil Ton 782,081.73 273,483.60 BCM. Stripping Ratio values are
determined from the calculation Stripping 1.5:1 Ratio 1,2:1. Plans have been
made yet to meet production targets expansion is carried out in the front third of
the 28,762 m2 to 37,653 m2, which reserves amounted to 357,118.20 tons.
Substitutes of front 1,2,3,4, and 5 in the can for 1,053,801 tonnes of nickel bijh.
Bibuat design that also uses calculations with Cut Off Grade levels lowest average
at 1.5% nickel ore reserves amounted to 1,375,312 tons with a design that made 4
front and Striping Ratio 0,6:1 production target of 1,000,000 tons / year have been
set. After the draft design on ablok BIII-A3 is only capable of producing 853,231
tonnes of nickel ore production target of 1,000,000 tons / year and the value
Stripping Ratio 1,2:1, so it is recommended to expand the mine area in front 3 of
28 762 m2 to 37 653 m2 then reserves which amounted to 1,053,801 tons with a
value of nickel bijh Stripping Ratio 1,2:1. Reserve calculation nickel cut-off grade
should use the lowest average grade of 1.5% Ni in order to get more reserves.

Keywords :Open Cut, Selective Mining COG, Ni 15%, Sriping Ratio

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena


dengan rahmat dan karunia-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan judul Rancangan Tambang Bijih Nikel Blok BIII-A3 Moronopo, PT.
Aneka Tambang (Persero) Tbk, UBP Nikel Maluku Utara, Kabupaten Halmahera
Timur, Provinsi Maluku Utara. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Yogyakarta.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :


1. Ir. Sukristiyawan, selaku Vice President PT. Antam (Persero) Tbk. UBPN
Maluku Utara.
2. M. Irfan, ST. selaku Spesialis Tambang.
3. Agung Antikajati Asmara, ST. selaku Spesialis Tambang.
4. Prof.Dr.H. Didit Welly Udjianto, MS, Rektor UPN “Veteran” Yogyakarta.
5. Dr.Ir. S. Koesnaryo, MSc, Dekan Fakultas Teknologi Mineral UPN “Veteran”
Yogyakarta.
6. Ir. Anton Sudiyanto, MT , Ketua Program Studi Teknik Pertambangan UPN
“Veteran” Yogyakarta.
7. Ir. Priyo Widodo, MT, selaku Pembimbing I.
8. Dr.Ir.Eddy Winarno,SSi, MT, selaku Pembimbing II.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya
yang berhubungan dengan bidang pertambangan.

Yogyakarta, Agustus 2012 Penulis

Wisynu Pradana S. A

vii
DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN .......................................................................................... iv
ABSTRAK .............................................................................................. v
KATA PENGANTAR ............................................................................. vi
DAFTAR ISI .......................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. ix
DAFTAR TABEL .................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xii
BAB
I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2. Tujuan Penelitian ................................................................. 2
1.3. Batasan Masalah ................................................................... 2
1.4. Metode Penelitian ................................................................ 2
1.5. Manfaat Yang Didapat ......................................................... 3

II TINJAUAN UMUM ...................................................................... 4


2.1. Lokasi dan Kesampain Daerah .............................................. 4
2.2. Iklim dan Curah Hujan ......................................................... 6
2.3. Keadaan Topografi ........................................... ..................... 7
2.4. Vegetasi ................................................................................. 7
2.5. Geologi Lokal Daerah Penelitian .......................................... 8
2.6. Ganesa Endapan Nikel Laterit .............................................. 10
2.7. Kegiatan Penambangan ........................................................ 14

III DASAR TEORI ............................................................................. 18


3.1. Perhitungan Cadangan ......................................................... 18
3.2. Cut Off Grade (COG) .......................................................... 20
3.3. Sistem Penambangan(Open Pit/Open Cut/Open Mine/
Open Cast) .......................................................................... 21
3.4. Parameter – parameter Rancangan ....................................... 22
3.5. Dasar – Dasar Perancangan Tambang Terbuka .................... 26
3.6. Jalan Tambang ..................................................................... 30
3.7. Perancangan Timbunan ........................................................ 34

Halaman
viii
IV RANCANGAN PENAMBANGAN ............................................... 40
4.1. Disain Tambang Pada Blok B3-Aiii ..................................... 40
4.2. Perhitungan Cadangan Dengan Menggunakan Metode
Nearest Neigborhood Point .................................................. 41
4.3. Pemodelan Perencanaan Tambang........................................ 42
4.4. Jalan Tambang ..................................................................... 44
4.5. Target Produksi ................................................................... 44
4.6. Urutan Penambangan ........................................................... 46
4.7. Stiping Ratio (SR) ................................................................ 48

V PEMBAHASAN ............................................................................ 50
5.1. Teknis Penambangan ........................................................... 50
5.2. Cadangan Tertambang ......................................................... 52

VI KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 55


6.1. Kesimpulan ......................................................................... 55
6.2. Saran ................................................................................... 56

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 57


LAMPIRAN ............................................................................................ 58

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
2.1. Lokasi Daerah Penelitian ......................................................................... 5
2.2. Grafik Curah Hujan di Moronopo rata-rata perbulan
dari tahun 2002 s/d 2007 ......................................................................... 6
2.3. Grafik rata-rata hari hujan tiap bulan di Moronopo tahun 2002 ................ 7
2.4. Morfologi Gaerah Perbukitan dengan kemiringan Lereng Sedang ........... 9
2.5. Profil Endapan Nikel Laterit ................................................................... 13
2.6. Sistem Penambangan (Open Cut) dengan Sistem Berjenjang.................... 14
2.7. Diagram Alir Kegiatan Penambangan di daerah Penelitian ...................... 17
3.1. Metode Open Pit ..................................................................................... 21
3.2. Metode Open Cut..................................................................................... 22
3.3. Bagian-bagian Jenjang ............................................................................ 27
3.4. Working bench dan safety bench ............................................................. 27
3.5. Jenjang Penagkap .................................................................................... 28
3.6. Face Angle .............................................................................................. 28
3.7. Overall Slopoe Angle .............................................................................. 29
3.8. Overal Slope AngleSith ramp .................................................................. 29
3.9. Interrenp Slope Angle .............................................................................. 30
3.10. Overall slope angle with working bench ................................................ 30
3.11. Lebar Jalan Angkut Lurus ..................................................................... 31
3.12. Lebar Jalan Pada Tikungan .................................................................... 32
3.13. Radius Tikungan Jalan Angkut .............................................................. 33
3.14. Superelevasi Tikungan Jalan Angkut...................................................... 33
3.15. Penampang Melintang Jalan Angkut ...................................................... 34
3.16. Kemiringan Jalan Angkut ...................................................................... 34
3.17. Jenis Timbunan Valley fill atau Crest Dump ........................................... 36
3.18. Jenis Timbunan Terraced Dump............................................................. 47

x
Gambar Halaman

3.19. Cara Penggusuran Down Hill Dozing ..................................................... 38


3.20. Cara Penggusuran High Wall atau Float Dozing..................................... 38
3.21. Cara Penggusuran Trench atau Sloat Dozing .......................................... 39
4.1. Peta Topografi Blok BIII-A3 ................................................................... 40
4.2. Cadangan Blok Model Pada Block BIII-A3 ............................................. 41
4.3. Peta Topogarfi Daerah Moronopo ........................................................... 43
4.4. Geometri Jenjang .................................................................................... 44

xi
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
2.1. Unsur Yang Terkandung Dalam Batuan Beku ................................. 10
4.1. Total Tonage Blok BIII-A3 .............................................................. 42
4.2. Produksi pada zone HGSO ............................................................... 45
4.3. Produksi pada zone LGSO ................................................................ 45
4.4. Produksi pada zone Limonite ............................................................ 46
5.1. Cadangan Dengan Cut Off Garde Terendah 1,5 % Ni........................ 51
5.2. Cadangan Dengan Cut Off Garde Terendah 1,5 % Ni
Dengan Perubahan Luasa Pada Front 3 ............................................. 52
5.3. Cadangan Dengan Cut Off Garde Rata-Rata Terendah 1,5 % Ni ....... 53

xii
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN Halaman
A. DATA CURAH HUJAN .................................................................. 58
B. CADANGAN PADA BLOCK BIII-A3 ............................................ 59
C. CADANGAN PERFRONT .............................................................. 60
D. CADANGAN PADA FRONT 3 YANG TELAH DI PERLUAS ...... 68
E. PERHITUNGAN CADANGAN MENGGUNAKA COG
KADAR RATA – RATA TERENDAH 1,5 % .................................. 69
F. TOTAL VOLUME YANG TERBONGKAR ................................... 75
G. SPESIFIKASI ALAT ANGKUT ...................................................... 77
H. SPESIFIKASI ALAT MUAT............................................................ 78
I. SPESIFIKASI ALAT BONGKAR ................................................... 79
J. DIMENSI JALAN TAMBANG ....................................................... 80
K. PETA PENYEBARAN TITIK BOR ................................................ 84
L. PETA PENYEBARAN BIJIH NIKEL ............................................. 85
M. URUTAN PENAMBANGAN .......................................................... 86
N. RANCANGAN PIT PADA BLOK BIII/A3 ..................................... 107
O. RANCANGAN PIT PADA BLOK BIII/A3 DAN PERLUASAN
FRONT 3 ......................................................................................... 108
P. RANCANGAN TAMBANG BLOK BIII-A3 DENGAN COG
KADAR RATA – RATA TERANDAH 1,5 %.................................. 109
Q. SAYATAN PENIMBUNAN WASTE ............................................. 110

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


PT Aneka Tambang (Persero) Tbk adalah perusahan nasional yang bergerak
dalam bisnis penambangan bijih nikel, emas, bauksit. Proses bisnis penambangan
ini dimulai dari kegiatan eksplorasi, developmen, penambangan serta kegiatan
pengolahan. PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk, memiliki beberapa unit bisnis
penambangan, yang salah satunya yaitu di daerah Moronopo Kabupaten
Halmahera Timur yang melakukan penambangan bijih nikel.
Daerah penambangan operasi Maluku Utara sangat memberikan pemasukan
cukup besar bagi PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk. Penambangan yang sudah
dilakukan sekitar 11 tahun terakhir sangat memberikan hasil yang signifikan.
Salah satunya adalah daerah Moronopo yang kegiatannya sejak Tahun 2005 juga
memberikan pemasukan yang besar bagi PT. Antam (Persero) Tbk. Hal ini
didukung dari sistem penambangan yang terarah berdasarkan rencana
penambangan yang baik.
Sistem penambangan yang dilakukan di daerah Moronopo pada blok BIII-A3
oleh PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk. menggunakan sistem tambang terbuka
(Surface Mining) dengan sistem jenjang atau Bench. Target produksi yang
ditetapkan yaitu 1.000.000 ton per tahun. Rancangan penambangan yang dibuat
pada Blok BIII-A3 merupakan rancangan jangka pendek dengan Cut Of Grade Ni
1,5 %. Rancangan yang dibuat saat ini melanjutkan rancangan penambangan yang
sudah ada sebelumnya dengan Cut Of Grade yang sama.
Adanya rencana penambangan di blok BIII-A3, maka perlu dipersiapkan
desain penambangan yang baik. Hal ini dapat dicapai jika penyusunan
perencanaannya sesuai dengan kaidah desain penambangan yang baik dan benar.

1
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menyusun suatu rancangan teknis penambangan
(Design Pit) pada blok BIII-A3 berdasarkan Cut Off Grade kadar terendah 1,5%
dan pencapaian target produksi 1.000.000 juta ton/tahun yang telah ditetapkan
dengan melanjutkan rancangan jangka pendek yang sudah ada.

1.3. Batasan Masalah


Batasan masalah yang diambil pada penelitian ini yaitu
a. Rancangan teknis penambangan pada blok BIII- A3 sampai pada dengan
batas pit limit.
b. Perhitungan Striping Ratio dibatasi sampai dengan Striping Ratio 1,5:1.

1.4. Metode Penelitian


Metodologi yang dilakukan adalah dengan pengambilan data primer dan
pengumpulan data skunder yang akurat. Adapun penelitian yang dilakukan
adalah:
a. Studi Literatur.
Studi ini dilakukan dengan cara mecari bahan pustaka pada literatur atau buku
rujukan yang berhubungan dengan penelitian ini.
b. Observasi Lapangan
Kegiatan yang dilakukan adalah peninjauan singkat yang dilakukan pada batas-
batas daerah penelitian. Pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan
kegiatan penambangan, penimbunan, pengolahan, pengkapalan.
c. Pengumpulan Data
Adapun data yang dikumpulkan yaitu:
1. Peta Topografi
2. Geologi regional dan curah hujan
3. Data lubang bor
4. Laporan Penelitian terdahulu
d. Pengolahan Data
Dilakukan dengan cara perhitungan dan penggambaran , untuk memenuhi
sasaran produksi yang telah ditetapkan :

2
1. Penentuan rancangan jalan tambang.
2. Pembuatan rancangan tambang
3. Penambangan sampai dengan Pit Limit dan Stipping Ratio pada kapasitas
penggalian nikel.
e. Analisa Hasil Pengolahan Data
Menganalisa data hasil pengolahan untuk mengambil kesimpulan.

1.5. Manfaat Yang Didapat


Manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah dapat mengetahui secara
teknis penambangan bijih nikel yang akan di tambang berdasarkan Cut Off Grade
kadar terendah 1,5%.

3
BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1. Lokasi Dan kesampaian Daerah


Secara astronomis lokasi daerah penambangan bijih nikel di Moronopo
terletak di pulau Halmahera pada garis bujur 128º4'5'' BT – 128º41'00'' BT dan
garis lintang 0º17' 00'' LU – 0º40' 00'' LU. Secara administratif, wilayah
Moronopo terletak di Kecamatan Maba, Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi
Maluku Utara. (lihat Gambar 2.1)
Daerah penyelidakan operasi penambangan bijih nikel di Moronopo
berbatasan dengan :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Teluk Kao (wilayah Kabupaten Halmahera
Utara).
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Teluk Buli, Lautan Halmahera dan Samudra
Pasifik.
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Patani dan Kecamatan Weda,
Kabupaten Halmahera Tengah.
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Teluk Kao (wilayah Kabupaten Halmahera
Utara) dan Kota Tidore Kepulauan.
Untuk mencapai lokasi penelitian dapat ditempuh dengan rute sebagai
berikut :
a. Yogyakarta – Makasar – Ternate
Menggunakan pesawat udara dengan waktu tempuh sekitar 3.5 jam.
b. Ternate – Buli
Dapat di tempuh melalui jalur darat, laut, dan udara. Jalur darat (Sofifi–Buli)
dapat di tempuh dalam waktu sekitar 6 jam dengan kondisi jalan masih belum

4
baik menggunakan kendaraan roda empat setelah menyebrang dari Ternate ke
Sofifi selama 25 menit melalui jalur laut menggunakan kapal feri. Jalur laut
dapat ditempuh dengan menggunakan kapal dengan waktu sekitar 24 jam. Jalur
udara mengunakan pesawat jenis Cassa 212 di tempuh sekitra 30 menit.
c. Buli – Mornopo
Ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda empat dengan waktu tempuh
sekitar 1 jam. Jalan darat yang dilalui menuju daerah tambang relatife sulit
dilalui pada saat hujan. Jika ditempuh dengan menggunakan jalur laut
menggunakan perahu kecil ( Bodi ) ± 1.5 jam

Gambar 2.1
Lokasi Daerah Penelitian

5
2.2. Iklim dan Curah Hujan
Seperti daerah di Indonesia pada umumnya, daerah Moronopo beriklim
tropis, sehingga mengalami dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan.
Daerah Moronopo mempunyai curah hujan yang tinggi pada musim penghujan.
Kondisi tersebut mempengaruhi kegiatan penambangan sebab jika musim
penghujan, maka pada daerah yang rendah akan terjadi dilusi (pengotoran), front
penambangan akan tergenang air, dan jalan akan menjadi becek. Hal itu
disebabkan oleh aliran air dari daerah yang lebih tinggi akan mengalir kebawah.
Sedangkan pada musim kemarau, jalan akan berdebu, sehingga proses kerja akan
terhambat karena jarak pandang operator terbatas.
Berdasarkan data curah hujan tahun 2002 s/d 2007 rata – rata curah hujan di
daerah Moronopo per bulan sebesar 184, 1 mm/hari. Pada bulan Agustus –
September curah hujan relatife kecil. Curah hujan terkecil terjadi di bulan Agustus
yaitu 89,3 mm/hari. Jumlah hari hujan dalam satu bulan rata- rata 14 hari. Pada
bulan Juli paling sering terjadi hujan yaitu 18 hari dan paling sedikit terjadi di
bulan Agustus yaitu 8 hari.(lihat Gambar 2.2)

Gambar 2.2
Grafik Curah hujan di Moronopo rata – rata per bulan dari tahun 2002 s/d 2007

6
Gambar 2.3
Grafik rata – rata hari hujan tiap bulan di Moronopo tahun 2002

2.3. Keadaan Topografi


Topografi di Moronopo adalah perbukitan dengan kemiringan lereng landai
sampai curam. Kondisi hutan di sekitar lokasi tambang sangat lebat dan di pinggir
pantai ditumbuhi pohon bakau. Didaerah ini terdapat beberapa punggungan besar
dengan kemiringan lereng yang curam berada di wilayah yang berdekatan dengan
garis pantai. Perbukitan dengan kemiringan lereng sedang berada di wilayah barat
memanjang dari utara sampai ke selatan. Selain itu, di Moronopo banyak
ditemukan sungai kecil di sekitar lembah dengan kemiringan curam. Sedangkan
sungai besar yaitu sungai Sangaji mengalir di wilayah utara. Pada daerah sekitar
aliran sungai Sangaji tersusun dari endapan alluvial sungai yang dicirikan oleh
topografi landai.

2.4. Vegetasi
Daerah penelitian banak ditumbuhi berbagai jenis vegetasi yang lebat
sebagai ciri khas dari daerah beiklim tropis dengan curah hujan dan kelembaban
tinggi. Ada 3 tipe komunitas vegetasi yang tumbuh di daerah ini, antara lain :
vegetasi hutan daratan tumbuh pada kondisi tanah yang banyak mengandung

7
mineral logam seperti Aluminium dan Nikel, komunitas hutan mangrove ( bakau )
dengan habitat berupa endapan lumpur dan pasir, serta komunitas hutan pantai.
Pembagian tipe komunitas ini juga dilakukan berdasarkan perbedaan elevasi
tempat tumbuh tiap komunitas vegetasi.
Di sepanjang garis pantai daerah penelitian terdapat vegetasi hutan pantai
maupun vegetasi Mangrove. Vegetasi hutan pantai terdiri dari jenis Pandan,
Kelapa, dan pohon Nyamplung. Vegetasi Mangrove pohon terdiri dari tumbuhan
bakau jenis Rhizopora stylosa, Rhizopora mucranata, Bruguiera sp, dan
Xylocarpus granatum dengan tempat tumbuh berupa endapan lumpur dan pasir.
Vegetasi hutan pegunungan, tumbuh di daerah dengan kandungan mineral
logam seperti Aluminium dan Nikel, didominasi oleh tumbuhan berdauan jarum
dan tumbuhan bawah atau tumbuhan tidak berkayu. Tumbuhan berdaun jarum
seperti : Gaharu, Linggua, Kayu Kina, Bintang Samudra, Kenari Hutan, Kayu
Besi, Cemara, Pinus, Bintagor, dan sebagian kecil tumbuhan yang berdaun lebar.
Tumbuhan bawah terdiri dari tumbuhan Pandan, rumput – rumputan, alang –
alang, dan sejenis liana berdauan lebar. Tumbuhan bawah dibedakan menjadi dua
tipe berdasarkan daerah tumbuhnya, yaitu tumbuhan bawah pada daerah
punggungan gunung seperti : jenis Pakis, Pinang, Kantong Semar, Anggrek,dan
Bunga Delima. Sedangkan, pada daerah lembab seperti : Rotan, Pandan hutan,
jenis Anggrek, Pinang dan sebagian jenis rumput – rumputan.

(2)
2.5. Geologi Lokal Daerah Penelitian
2.5.1. Geomorfologi
Daerah Moronopo adalah bagian dari mendala fisiografi Halmahera Timur.
Morfologi daerah ini sebagian besar terdiri dari pegunungan dengan lereng curam
hingga sedang dengan torehan sungai yang dalam, pada beberapa bagian lain
mempunyai morfologi karst. Morfologi pegunungan dengan lereng terjal hingga
sedang (Gambar 2.4) sebagai cerminan sebaran batuan ultrabasa yang mempunyai
ketinggian 50 – 600 m di atas permukaan laut serta berupa dataran alluvial yang
terdapat di sekitar Sungai Sangaji.

8
Gambar 2.4
Morfologi Daerah Perbukitan dengan Kemiringan Lereng Sedang

2.5.2. Statigrafi
Daerah Moronopo didominasi oleh batuan Ultramafik dan Mafik yang
terdiri dari peridotit dan dunit ( gambar 2.10 ). Dunit berwarna hijau – hijau
kekuningan, ukuran butir halus – sedang, dengan komposisi mineral olivin 85%,
piroksen 10% dan mineral asesoris 5%. Mineral garnierite dan krisopas ditemukan
berupa fragmen – fragmen dalam laterit atau mengisi rekahan – rekahan pada
batuan. Peridotit berwarna abu – abu gelap dengan tekstur kristalin, faneritik
kadang – kadang terbreksikan dan terserpentinitkan, komposisi terdiri dari
piroksen 80%, olivine 15% dan mineral assoris kurang lebih 5%. Pada satuan
batuan ini sering dijumpai fragmen – fragmen dari gabro dan basalt tertanam pada
batuan serpentinit, batuan ini tersingkap cukup jelas sepanjang punggungan timur
dan menerus mengikuti jalur sesar.
2.5.3. Stuktur Geologi
Struktur geologi di Moronopo berupa kekar dan sesar berarah Barat Laut –
Tenggara searah dengan pantai. Batuan yang tersesarkan berupa peridotit, gabro,
basalt, dan serpentinit. Tektonik di daerah ini sangat kuat yang mengakibatkan
batuan yang ada hancur berupa bongkah – bongkah gabro diabas yang
membentuk bodinase di dalam masa serpentinit termilonitkan.

9
2.6. Genesa Endapan Nikel Laterit (2)
2.6.1. Proses Terbentuknya Endapan
Endapan nikel yang ada di daerah penelitian adalah jenis nikel laterit, yang
merupakan hasil pelapukan batuan ultrabasa. Menurut Vinogradov, batuan
ultrabasa pada awalnya mempunyai kandungan nikel rata-rata sebesar 0,2 %.

Tabel 2.1
Unsur yang Terkandung dalam Batuan Beku

Sumber: Erwin Raswan D, Tesis

Proses terbentuknya nikel laterit dimulai dari peridotit sebagai batuan induk.
Batuan induk ini akan berubah menjadi serpentin akibat pengaruh larutan
hidrotermal atau larutan residual pada waktu proses pembentukan magma (proses
serpentinisasi) dan akan merubah batuan peridotit menjadi batuan Serpentinit atau
batuan Serpentinit Peridotit.
Selanjutnya terjadi proses pelapukan yang menghasilkan serpentin dan
peridotit lapuk. Adanya proses kimia dan fisika dari udara, air, serta pergantian
panas dan dingin yang kontinu, akan menyebabkan disintegrasi dan dekomposisi
pada batuan induk. Batuan asal yang mengandung unsur-unsur Ca, Mg, Si, Cr, Mn,
Ni, dan Co akan mengalami dekomposisi.
2.6.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Endapan
Proses dan kondisi yang mengendalikan proses lateritisasi batuan ultramafik
sangat beragam dengan ukuran yang berbeda sehingga membentuk sifat profil
yang beragam antara satu tempat ke tempat lain, dalam komposisi kimia dan
mineral, dan dalam perkembangan relatif tiap zona profil. Faktor yang
mempengaruhi efisiensi dan tingkat pelapukan kimia yang pada akhirnya
mempengaruhi pembentukan endapan adalah:

10
1. Iklim
Iklim yang sesuai untuk pembentukan endapan laterit adalah iklim tropis dan
sub tropis, di mana curah hujan dan sinar matahari memegang peranan penting
dalam proses pelapukan dan pelarutan unsur-unsur yang terdapat pada batuan asal.
Sinar matahari yang intensif dan curah hujan yang tinggi menimbulkan perubahan
besar yang menyebabkan batuan akan terpecah-pecah, disebut pelapukan mekanis,
terutama dialami oleh batuan yang dekat permukaan bumi.Secara spesifik, curah
hujan akan mempengaruhi jumlah air yang melewati tanah, yang mempengaruhi
intensitas pelarutan dan perpindahan komponen yang dapat dilarutkan. Sebagai
tambahan, keefektifan curah hujan juga penting. Suhu tanah (suhu permukaan
udara) yang lebih tinggi menambah energi kinetic proses pelapukan.
2. Topografi
Geometri relief dan lereng akan mempengaruhi proses pengaliran dan sirkulasi
air serta reagen-reagen lain. Secara teoritis, relief yang baik untuk pengendapan
bijih nikel adalah punggung-punggung bukit yang landai dengan kemiringan antara
10°-30°. Pada daerah yang curam, air hujan yang jatuh ke permukaan lebih banyak
yang mengalir (run-off) dari pada yang meresap kedalam tanah, sehingga yang
terjadi adalah pelapukan yang kurang intensif. Pada daerah ini sedikit terjadi
pelapukan kimia sehingga menghasilkan endapan nikel yang tipis. Sedangkan pada
daerah yang landai, air hujan bergerak perlahan-lahan sehingga mempunyai
kesempatan untuk mengadakan penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan
atau pori-pori batuan dan mengakibatkan terjadinya pelapukan kimiawi secara
intensif. Akumulasi andapan umumnya terdapat pada daerah - daerah yang landai
sampai kemiringan sedang, hal ini menerangkan bahwa ketebalan pelapukan
mengikuti bentuk topografi.

3. Tipe Batuan Asal


Adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya endapan nikel
laterit. Batuan asalnya adalah jenis batuan ultrabasa dengan kadar Ni 0.2-0.3 %,
merupakan batuan dengan elemen Ni yang paling banyak di antara batuan lainnya,
mempunyai mineral-mineral yang paling mudah lapuk atau tidak stabil (seperti
Olivin dan Piroksen), mempunyai komponen-komponen yang mudah larut, serta
akan memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel. Mineralogi

11
batuan asal akan menentukan tingkat kerapuhan batuan terhadap pelapukan dan
elemen yang tersedia untuk penyusunan ulang mineral baru.
4. Struktur
Struktur geologi yang penting dalam pembentukan endapan laterit adalah
rekahan (joint) dan patahan (fault) . Adanya rekahan dan patahan ini akan
mempermudah rembesan air ke dalam tanah dan mempercepat proses pelapukan
terhadap batuan induk. Selain itu rekahan dan patahan akan dapat pula berfungsi
sebagai tempat pengendapan larutan-larutan yang mengandung Ni sebagai vein -
vein. Seperti diketahui bahwa jenis batuan beku mempunyai porositas dan
permeabilitas yang kecil sekali sehingga penetrasi air sangat sulit, maka dengan
adanya rekahan-rekahan tersebut lebih memudahkan masuknya air dan proses
pelapukan yang terjadi akan lebih intensif.
5. Reagen – Reagen Kimia dan Vegetasi
Reagen-reagen kimia adalah unsur-unsur dan senyawa-senyawa yang
membantu mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang mengandung CO2
memegang peranan paling penting di dalam proses pelapukan secara kimia. Asam-
asam humus (asam organik) yang berasal dari pembusukan sisa-sisa tumbuhan
akan menyebabkan dekomposisi batuan, merubah pH larutan, serta membantu
proses pelarutan beberapa unsur dari batuan induk. Asam-asam humus ini erat
kaitannya dengan kondisi vegetasi daerah. Dalam hal ini, vegetasi akan
mengakibatkan penetrasi air lebih dalam dan lebih mudah dengan mengikuti jalur
akar pohon-pohonan, meningkatkan akumulasi air hujan, serta menebalkan lapisan
humus. Keadaan ini merupakan suatu petunjuk, dimana kondisi hutan yang lebat
pada lingkungan yang baik akan membentuk endapan nikel yang lebih tebal
dengan kadar yang lebih tinggi. Selain itu, vegetasi juga dapat berfungsi untuk
menjaga hasil pelapukan terhadap erosi mekanis.
6. Waktu
Waktu merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pelapukan,
transportasi, dan konsentrasi endapan pada suatu tempat. Untuk terbentuknya
endapan nikel laterit membutuhkan waktu yang lama, mungkin ribuan atau jutaan
tahun. Bila waktu pelapukan terlalu muda maka terbentuk endapan yang tipis.
Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup intensif

12
karena akumulasi unsur nikel cukup tinggi.
Banyak dari faktor di atas yang saling berhubungan dan karakteristik profil di
satu tempat dapat digambarkan sebagai efek gabungan dari semua faktor terpisah
yang terjadi melewati waktu, ketimbang didominasi oleh sebuah faktor saja.
2.6.3. Profil Endapan Nikel Laterit
Profil endapan nikel laterit yang terbentuk dari hasil pelapukan batuan
ultrabasa.

Sumber: Erwin Raswan D, Tesis


Gambar 2.5
Profil Endapan Nikel Laterit

1. Lapisan Tanah Penutup


Lapisan tanah penutup biasa disebut iron capping. Material lapisan berukuran
lempung, berwarna coklat kemerahan, dan biasanya terdapat juga sisa-sisa
tumbuhan. Pengkayaan Fe terjadi pada zona ini karena terdiri dari konkresi Fe
Oksida (mineral Hematite dan Goethite), dan Chromiferous dengan kandungan
nikel relatif rendah. Tebal lapisan bervariasi antara 0-2 meter. Tekstur batuan asal
sudah tidak dapat dikenali lagi.
2. Zona Limonit
Merupakan lapisan berwarna coklat muda, ukuran butir lempung sampai pasir,
tekstur batuan asal mulai dapat diamati walaupun masih sangat sulit, dengan tebal
lapisan berkisar antara 1-10 meter. Lapisan ini tipis pada daerah yang terjal, dan
sempat hilang karena erosi. Pada zone limonit hampir seluruh unsur yang mudah
larut hilang terlindi, kadar MgO hanya tinggal kurang dari 2 % berat dan kadar

13
SiO2 berkisar 2-5 % berat. Sebaliknya kadar Fe2O3 menjadi sekitar 60 - -80 % berat
dan kadar Al2O3 maksimum7 % berat. Zona ini didominasi oleh mineral Geothiy,
disampin juga terdapat Magnetit, Hematit, Kromit, serta Kuarsa sekunder. Pada
Geothit terikat Nikel, Chrom, Cobalt, Vanadium, serta Aluminium.
3. Zona Saprolit
Merupakan lapisan dari batuan dasar yang sudah lapuk, berupa bongkah -
bongkah lunak berwarna coklat kekuningan sampai kehijauan. Struktur dan tekstur
batuan asal masih terlihat. Perubahan geokimia zone saprolit yang terletak di atas
batuan asal ini tidak banyak, H2O dan Nikel bertambah, dengan kadar Ni
keseluruhan lapisan antara 2 - 4 %, sedangkan Magnesium dan Silikon hanya
sedikit yang hilang terlindi. Zona ini terdiri dari vein-vein Garnierite, Mangan,
Serpentin, Kuarsa sekunder bertekstur boxwork. Ni-Kalsedon, dan di beberapa
tempat sudah terbentuk limonit yang mengandung Fe-hidroksida.
4. Bad Rock
Merupakan bagian terbawah dari profil nikel laterit, berwarna hitam kehijauan,
terdiri dari bongkah - bongkah batuan dasar dengan ukuran > 75 cm, dan secara
umum sudah tidak mengandung mineral ekonomis. Kadar mineral mendekati atau
sama dengan batuan asal, yaitu dengan kadar Fe ± 5% serta Ni dan Co antara 0.01
- 0.30 %.

(9)
2.7. Kegiatan Penambangan
Metode penambangan yang akan di gunakan adalah metode tambang terbuka
(Open Cut) dengan sistem berjejang

Gambar 2.6
Sistem penambangan (open cut) dengan system berjenjang

14
Tahapan – tahapan penambangan yang dilakukan meliputi :
1. Pembersihan Lahan ( Land Clearing )
Land Clearing adalah pekerjaan pembersihan atau pembebasan lokasi
penambangan dari semak belukar dan pepohonan yang tumbuh diatasnya.
Kemudian dilakukan pengupasan tanah penutup.
2. Pengupasan Tanah Penutup ( Overburden Stripping )
Stripping adalah pekerjaan yang bertujuan mengupas lapisan tanah penutup (
Overburden ). Tanah penutup yang berada langsung di atas laterit adalah tanah
pucuk ( top soil ) ditempatkan pada lahan tersendiri untuk kemudian
digunakan sebagai tanah reklamasi tambang.
3. Penggalian dan Pemuatan ( Digging and Hauling )
Penggalian bijh dimulai dari level yang paling atas hingga ke level paling
bawah. Kegiatan penggalian dan pemuatan dengan menggunakan hydraulic
excavator .
4. Pengangkutan ( Hauling )
Kegiatan pengangkutan adalah pemindahan lapisan penutup atau bijh dari
lokasi pengalian ke lokasi penimbunan. Pengangkutan bijih dengan
menggunakan articulated dump truck.
Terdapar beberapa macam kegiatan pengangkutan, baik untuk pengangkutan
bijih untuk tanah pucuk dan tanah penutup, yaitu :
 Pengangkutan dari front tambang ke ETO ( exportable transito ore)
Kegiatan pengankutan dari front tambang ke ETO dilakukan untuk
memindahkan bijih nikel hasil penambangan untuk ditampung dan
selanjutnya dilakukan perawatan dan pengeringan. Sebelum penambangan
dilakukan terlebih dahulu analisis sampel untuk mengetahui kisaran nilai
kadarnya.. Setelah masuk ETO dilakukan juga sampling untuk mengetahui
nilai pasti kadar bijih.
 Pengangkutan dari ETO ( exportable transito ore ) ke grizzly
Material yang telah diketahui kadarnya dan layak untuk diturunkan
kemudian diangkut menuju grizzly untuk dilakukan penyaringan. Pada
stationary grizzly dilakukan penyaringan ( screening ) denagn ukuran 20
cm. Material – 20 cm akan dimuat dengan hydraulic excavator dan

15
diangkut oleh ADT (Articulated Dump Truck) ke EFO. Sedangkan
material + 20 cm akan di crushing kembali.
 Pengangkutan dari grizzly ke EFO ( exportable fine ore )
Bijih nikel hasil penyaringan kemudian diangkut lagi menuju EFO untuk
digabung ( blending ) dengan tumpukan – tumpukan lain dengan kadar
yang sama, Pada stockyard EFO ini juga dilakukan sampling untuk
memastikan nilai kadar tiap tumpukan biji.
 Pengangkutan dari EFO ( exportable fine ore ) ke dermaga curah
Pemuatan dan pengangkutan di EFO adalah untuk memindahkan bijih
nikel ke dermaga untuk dikapalkan ( shipping ). Bijih nikel yang
dikapalkan adalah bijih yang sudah memenuhi standar. Alat muat yang
digunakan adalah Hidraulic Excavator dan pengangkutan oleh Dump
Truck. Sebelum material masuk tongkang ( tug – boat ) dilakukan
sampling akhir.
 Pengangkutan OB dan top soil
Pengangkutan OB dan top soil yang nantinya digunakan untuk reklamasi
tambang menggunakan ADT (Articulated Dump Truck) dikarenakan
memiliki mobilatas kerja yang tinggi.
5. Penyaring ( Grizzly ) dan Pemberaian ( Crushing Plant )
Produk bijih hasil penyariangan terdiri dari oversize dan undersize. Bijih nikel
hasil penyaringan dengan ukuran – 25 cm ( undersize ) ditumpukkan untuk
sementara di transito yang lokasinaya tidak terpisah denagn unit penyarinagn.
Tumpukan bijih di transito ini selanjutnya segera diangkut ke stockyard untuk
ditimbun sesuai dengan spesifikasi bijih hasil analisis pengambilan sample di
penyaringan. Untuk oversize + 25 cm diangkut ke unit crushing plant untuk
diberai menjadi ukuran – 25 cm yang selanjutnya di blending dengan
tumpukan hasil undersize sebelumnya.
6. Penimbunan dan Blending
Penimbunan bijih nikel di stockyard merupakan undersize dari penyaringan
dan produk crushing plant. Setiap tumpukan bijih dibatasi antara 4.000 –
5.000 Wmt, hal ini untuk memudahkan dalam tahap blending sehingga jika

16
ada tumpukan yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan dapat di
blending dengan tumpukan lainnya.
7. Pengapalan
Kegiatan pengapalan meliputi pekerjaan pemuatan bijih ke tongkang,
pengangkutan bijih dengan tongkang dan tug boat ke kapal ekspor serta
pemuatan ke kapal ekspor.

Sumber: Laporan Rencana Produksi PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk.UPBN Operasi Buli
Tahun 2009
Gambar 2.7
Diagram Alir Kegiatan Penambangan di Daerah Penelitian

17
BAB III
DASAR TEORI

Perencanaan tambang merupakan suatu tahap penting dalam rencana operasi


penambangan. Perencanaan tambang yang modern memerlukan pemodelan dari
sumberdaya yang akan ditambang. Dua aspek penting dalam pekerjaan
perencanaan tambang yaitu penentuan batas akhir penambangan, dan penjadwalan
produksi.
Ada berbagai macam perencanaan berdasarkan waktu , yaitu :
a. Perencanaan jangka panjang, yaitu suatu perencanaan kegiatan yang jangka
waktunya lebih dari 5 tahun secara berkesinambungan.
b. Perencanaan jangka menengah, yaitu suatu perencanaan kerja untuk jangka
waktu antara 1 – 5 tahun.
c. Perencanaan jangka pendek, yaitu suatu perencanaan aktivitas untuk jangka
waktu kurang dari setahun demi kelancaran perencanaan jangka menengah
dan panjang.
d. Perencanaan penyangga atau alternatif ; bagaimanapun baiknya suatu
perencanaan telah disusun, kadang-kadang karena kemudian terjadi hal-hal tak
terduga atau ada perubahan data dan informasi atau timbul hambatan
(kendala) yang sulit untuk diatasi, sehingga dapat menyebabkan kegagalan,
maka harus diadakan perubahan dalam perencanaannya.

3.1. Perhitungan Cadangan


3.1.1. Metode Cross Section
Metode penampang tegak (Cross Section) adalah salah satu metode
perhitungan cadangan secara konvensional. Prinsip dari metode ini adalah dengan
cara membagi endapan menjadi layer-layer dengan interval tertentu, dengan jarak

18
yang sama atau berbeda sesuai dengan keadaan geologi dan kebutuhan
penambangan karena dibagi menjadi layer-layer. Maka akan terdapat banyak
penampang, penampang–penampang tersebut dapat disolidkan atau disatukan
menjadi ore body dan dapat menghitung cadangan dengan bantuan program
computer (perangkat lunak surpac). Pada perhitungan sumberdaya dengan metode
Cross Section linear yaitu metode yang berpedoman pada titik terdekat (rule of
nearest point) dengan membuat batas terluar andapan secara linear. Panjang garis
linear sama dengan batas blok, setengah jarak antara dua titik. Pada
perhitungannya terdapat dua cadangan yang akan ditentukan, yaitu cadangan nikel
saprolite dan limonite.
3.1.2. Metode Nearest Neigborhood Point
Sebelum melakukan penambangan harus diketahui dahulu cadangan dari
bahan galian yang akan ditambang, yaitu bertujuan untuk mengetahui jumlah dan
penyebarannya.
Neigborhood Nearest Point adalah salah satu metode perhitungan cadangan
dengan memperhitungkan nilai di suatu blok didasarkan oleh nilai titik yang
paling dekat dengan blok tersebut.
Dalam kerangka model blok, dikenal jenis penaksiran poligon dengan jarak
titik terdekat (rule of nearest point), yaitu nilai hasil penaksiran hanya dipengaruhi
oleh nilai conto yang terdekat, atau dengan kata lain titik (blok) terdekat
memberikan nilai pembobotan satu untuk satu titik yang ditaksir, sedangkan titik
(blok) yang lebih jauh memberikan nilai pembobotan nol (tidak mempunyai
pengaruh)
a. Penentuan Luas
Penentuan luas blok dihitung dengan cara membagi menjadi beberapa
segiempat dengan rumus :
A = l x p ............................................................... (3.1)
Dimana :
A = Luas blok (m2)
l = Lebar blok (m)
p = Panjang blok (m)

19
b. Penentuan Tebal
Untuk setiap blok, ketebalan dan kadar terwakili dari ketebalan dan kadar yang
berada dalam blok. Sehingga, masing-masing memberikan ketebalan yang
sama pada titik X ditengah-tengah titik A dan B.
c. Penentuan Volume
Volume blok atau daerah pengaruh dihitung dengan mengalikan luas blok atau
daerah pengaruh dengan ketebalan blok. Rumus perhitungannya adalah sebagai
berikut :
V = A x T ........................................................... (3.2)
Dimana :
V = Volume blok atau dearah pengaruh (m3)
A = Luas blok atau daerah pengaruh (m2)
T = Ketebalan blok (m)
Sedangkan Tonase didapatkan dengan cara mengalikan volume dengan tonase
factor nikel.
t = V x γ............................................................ (3.3)
Dimana:
t = Tonase (ton)
V = Volume (m3)
γ = Tonage factor (ton/m3)

3.2. Cut Off Grade (COG)


Cut Off Grade (COG) mempunyai dua pengertian yaitu :
1. Kadar endapan bahan galian yang masih memberikan keuntungan apabila
endapan ditambang ( tidak diperlukan pencampuran endapan bahan galian )
2. Kadar rata-rata terendah dari endapan bahan galian yang masih memberikan
keuntungan apabila endapan ditambang ( diperlukan pencampuran
mixing/blending )
Cut Off Grade akan menentukan batas-batas cadangan sehingga dapat
dihitung besar cadangan oleh karena itu akan berakibat umur cadangan makin
lama.

20
3.3. Metode Penambangan (Open Pit/ Open Cut/Open Mine/ Open Cast)
Penambangan dengan sistem tambang terbuka menyebabkan adanya
perubahan rona/bentuk dari suatu daerah yang akan ditambang menjadi sebuah
front penambangan.
Penambangan dengan metoda tambang terbuka adalah suatu kegiatan
penggalian bahan galian seperti batubara, ore (bijih), batu dan sebagainya di mana
para pekerja berhubungan langsung dengan udara luar.
a. Open Pit
Metode open pit Penambangan dengan cara open pit adalah penambangan
terbuka yang dilakukan untuk menggali endapan-endapan bijih metal seperti
endapan bijih nikel, endapan bijih besi, endapan bijih tembaga, dan sebagainya.
Penambangan dengan cara open pit biasanya dilakukan untuk endapan bijih atau
mineral yang terdapat pada daerah datar atau daerah lembah. Tanah akan digali ke
bagian bawah sehingga akan membentuk cekungan atau pit.

Sumber : Partanto Prodjosumerto Buku Tambang Terbuka


Gambar 3.1
Metode Open Pit

b. Open Cut
Metode Open Cut pada umumnya penambangan dimulai dari memotong
punggung bukit kea rah bawah dengan membuat jenjang (bench) sehingga
terbentuk bukaan yang sesuai dengan kebutuhan penambangan.

21
Sumber : Partanto Prodjosumerto Buku Tambang Terbuka
Gambar 3.2
Metode open cut

3.4. Parameter-parameter Rancangan


3.4.1. Informasi Topografi Permukaan (Surface)
Peta topografi yaitu peta yang menggambarkan bentuk relief (tinggi
rendahnya) permukaan bumi. Dalam peta topografi digunakan garis kontur
(countur line) yaitu garis yang menghubungkan tempat-tempat yang mempunyai
ketinggian sama.
Informasi ini dapat dalam bentuk kontur hasil digitasi yang tersimpan dalam
file komputer, atau berupa file survey titik-titik ketinggian, termasuk drillhole
collars. Alternatif lain yaitu memodelkan permukaan dari data titik-titik
ketinggian menggunakan Digital Terrain Modelling (DTM) yang dibangun secara
efektif dengan metode triangulasi.
3.4.2. Kemiringan Jenjang (Batter)
Kemiringan jenjang dibuat berdasarkan informasi geoteknik dari material
yang ada dalam pit tersebut. Overal slope dapat diatur pada kemiringan 30 - 35º
untuk overburden, meningkat hingga 35 - 40º untuk batuan yang lapuk, dan
hingga 55º untuk batuan fresh. Menurut Robert, Hook dan Fish (1972) dalam
Galih Cahyanto (2010) sebaiknya kemiringan lereng kurang dari 60º pada

22
kedalaman 65 m dan kurang dari 40º pada kedalaman 300 m. Kemiringan jenjang
juga ditentukan berdasarkan hasil kajian geoteknik, yang menghasilkan
rekomendasi besar sudut single slope dan overal slope untuk menjaga kesetabilan
lereng.
3.4.3. Tinggi Jenjang
Ketinggian jenjang berbeda-beda untuk setiap pit. Tergantung pada peralatan
yang digunakan, kedalaman pit dan pada geologi lokal atau derajat iklimnya.
Lereng pada overburden yang lemah atau tak terkonsolidasi, atau pada tanah yang
terekpos; relatif lebih tipis, kurang lebih 2-5m. Sebuah survey yang dilakukan
Canadian Mining Journal (1988) menunjukkan bahwa untuk range yang lebar dari
beberapa badan endapan, lereng-lereng bervariasi tingginya dari 6-20m. Pada
operasi tambang yang besar, yang berproduksi 10.000 ton/hari; penambangan
dapat dioperasikan pada lereng dengan ketinggian 9 m. Pada Continental Pit,
Butte, Montana, terdapat lereng berketinggian 12m pada alluvium hingga 24m
pada batuan kompeten. Operasi-operasi tambang yang lebih kecil biasanya
menggunakan lereng dengan ketinggian 6-8m.
3.4.4. Permuka Lereng (Berm Face)
Kemiringan dari lereng dapat dibedakan menurut jenis dari lereng tersebut.
Misalnya sebuah lereng aktif atau lereng kerja (working bench) dapat
menggunakan pedoman stabilitas jangka pendek yaitu lereng dapat dibuat relatif
lebih terjal. Namun untuk lereng permanen, pertimbangan utama yang digunakan
adalah jangka panjang. Kemiringan lereng dapat ditentukan dan dicapai dengan
pemilihan alat yang tepat. Menurut Walton & Atkinson (1978), loading shovel
dapat membentuk lereng dengan kemiringan 60º-80º, hydraulic shovel excavator
untuk 45º-90º kemiringan, sedang hydraulic backhoe dapat membentuk 30º-90º
dan front end loaders untuk lereng 30º-80º. Sebuah desain pit atau quarry terdiri
dari kontur-kontur yang menggambarkan crest dan toe dari tiap lerengnya.
3.4.5. Lebar Berm
Lebar jenjang disesuaikan dengan ultimate slope dan single slope pada
ketinggian yang ditentukan. Namun, jika pit semakin dalam, maka lebar jenjang
juga semakin lebar. Berm dapat pula merefleksikan ukuran ore deposit. Misalnya
berm yang lebar untuk tembaga porfiri dan berm yang lebih kecil untuk urat emas.

23
Lebar dari jalan angkut yang umumnya mengikuti berm, ditentukan oleh ukuran
truk yang digunakan, yang relatif terhadap ukuran ore body dan kapasitas
produksi yang diharapkan.
3.4.6. Kedalaman Pit Bottom
Penentuan pit bottom (dasar pit) sangat tergantung pada banyak faktor seperti
perubahan stripping ratio, naiknya biaya produksi dan pengangkutan, nilai
mineral yang ditambang, ukuran (jumlah) deposit, serta kapasitas mill dan
produksi. Batas kedalaman penambangan dapat dioptimisasi menggunakan
prosedur-prosedur optimisasi design seperti Lerchs and Grossman.
3.4.7. Jalan angkut (haul road)
Faktor ini biasanya mengikuti proses design setelah kedalaman pit bottom
didefinisikan. Jalan angkut dirancang pada jenjang dasar kemudian mengikuti
naiknya jenjang ke arah permukaan dengan gradien (kemiringan) berkisar antara 8-
12%. Ramp ini dapat berupa jalan lingkar yang melingkar keatas melalui dinding
pit atau switchback yang hanya melalui salah satu dinding pit (kemungkinan
keberadaannya dikarenakan kekuatan material pada dinding tersebut atau kapasitas
muat angkutnya yang cukup baik).
3.4.8. Faktor-faktor lain Dalam Parameter Desain
a) Informasi geoteknik
Hal ini termasuk detil dari kekuatan batuan, diskontinuitas pada massa
batuan dan hubungannya terhadap orientasi tiap face penambangan yang akan
dirancang (potensi munculnya longsoran).
b) Informasi hidrogeologi
Informasi hidrogeologi antara lain curah hujan tahunan, daerah tangkapan
hujan, sumbangan air tanah, kedalaman muka air tanah, dan fluktuasinya
seperti; tekanan piezometrik, gradien hidrolik, porositas, permeabilitas pada
lapisan-lapisan yang akan ditambang, drainase alami pada permukaan,
kemungkinan keberadaan lapisan akuifer dan aquiclude, lokasi daerah yang
pernah banjir, dan lain sebagainya.
c) Overburden
Hal yang harus diketahui antara lain kedalaman overburden yang harus
dikupas.

24
d) Kapasitas produksi
e) Lokasi waste dump dan stockpile
f) Sistem transportasi dan overburden

”Berdasarkan kepmen Nomor 555.K/26/M.PE/1995pasal 241 mengenai Tinggi


Permuka Kerja Dan Lebar Teras Kerja”
1. Kemiringan, tinggi dan lebar teras harus dibuat dengan baik dan aman untuk
keselamatan para pekerja agar terhindar dari material atau benda jatuh
2. Tinggi jenjang (bench) untuk pekerjaan yang dilakukan pada lapisan yang
mengandung pasir, tanah liat, kerikil, dan material lepas lainnya harus :
a. tidak boleh lebih dari 2,5 meter apabila dilakukan secara manual
b. tidak boleh lebih dari 6 meter apabila dilakukan secara mekanik dan
c. tidak boleh lebih dari 20 meter apabila dilakukan dengan menggunakan
clamshell, dragline, bucket wheel excavator atau alat sejenis kecuali
mendapat persetujuan Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang
3. Tinggi jenjang untuk pekerjaan yang dilakukan pada material kompak tidak
boleh lebih dari 6 meter, apabila dilakukan secara manual
4. Dalam hal penggalian dilakukan sepenuhnya dengan alat mekanis yang
dilengkapi dengan kabin pengaman yang kuat, maka tinggi jenjang
maksimum untuk semua jenis material kompak 15 meter, kecuali mendapat
persetujuan Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang
5. Studi kemantapan lereng harus dibuat apabila :
a. tinggi jenjang keseluruhan pada sistem penambangan berjenjang lebih
dari 15 meter dan
b. tinggi setiap jenjang lebih dari 15 meter
6. Lebar lantai teras kerja sekurang-kurangnya 1,5 kali tinggi jenjang atau
disesuaikan dengan alat-alat yang digunakan sehingga dapat bekerja dengan
aman dan harus dilengkapi dengan tanggul pengaman (safety bem) pada
tebing yang terbuka dan diperiksa pada setiap gilir kerja dari kemungkinan
adanya rekanan atau tanda-tanda tekanan atau tanda-tanda kelemahan
lainnya.

25
3.5. Dasar – Dasar Perancangan Tambang Terbuka
3.5.1. Geometri Jenjang
Geometri jenjang terdiri dari tinggi jenjang, sudut lereng jenjang tunggal, dan
lebar dari jenjang penangkap (catch bench). Rancangan geoteknik jenjang
biasanya dinyatakan dalam bentuk parameter-parameter untuk ketiga aspek ini.
Dalam pelaksanaan penambangan, pengontrolan sudut lereng biasanya
dilakukan dengan menandai lokasi pucuk jenjang (crest) yang diinginkan
menggunakan bendera kecil. Operator shovel diperintahkan untuk menggali
sampai mangkuknya lokasi bendera tersebut. Lokasi lubang-lubang tembak dapat
pula menjadi pedoman.
Beberapa faktor pertimbangan dalam pembuatan geometri jenjang :
1. Tinggi jenjang disesuaikan dengan rencana geometri peledakan yang
diterapkan dan jangkauan alat muatnya.
2. Panjang jenjang disesuaikan sasaran produksi dan keadaan topografi
lokasi penambangan
a. Tinggi Jenjang
Tinggi jenjang adalah jarak yang diukur tegak lurus dari lantai
jenjang (toe) hingga ujung jenjang bagian atas (crest). Tinggi jenjang
yang dibuat sangat dipengaruhi oleh sifat fisik, dan mekanik batuan,
rencana dimensi bongkaran serta peralatan mekanis yang dipergunakan.
b. Lebar Jenjang.
Lebar jenjang adalah jarak horizontal yang diukur dari ujung
lantai jenjang sampai batas belakang lantai jenjang. Lebar minimum
yang akan dibuat harus dapat menampung material hasil
bongkaran/peledakan dan peralatan yang digunakan (sedang beroperasi)
pada lantai yang sama.
Lebar jenjang minimum sangat dipengaruhi :
 Jenis dan dimensi peralatan.
 Posisi kerja dari peralatan yang sedang beroperasi dilantai yang
sama.
 Lebar dari tumpukan material hasil pembongkaran.
 Lebar dari daerah yang dibor jika masih dilantai yang sama.

26
Geometri jenjang terdiri dari tinggi jenjang, sudut lereng jenjang
tunggal, dan lebar dari jenjang penangkap Rancangan geoteknik jenjang
biasanya dinyatakan dalam bentuk parameter-parameter untuk ketiga
aspek ini.
Komponen dasar pada tambang terbuka adalah jenjang. Bagian
jenjang adalah:
a. Crest dan toe

Sumber : Dr.Ir.Waterman SulistyanaB.,MT Buku Perencanaan Tambang 1


Gambar 3.3
Bagian-bagian Jenjang
b. Jenjang kerja
Jenjang kerja merupakan bagian dari jenjang yang berfungsi sebagai
tempat bekerja bagi peralatan tambang seperti : power shovel, back hoe,
dan sebagainya

Sumber : Dr.Ir.Waterman SulistyanaB.,MT Buku Perencanaan Tambang 1


Gambar 3.4
Working bench dan safety bench

27
c. Jenjang Penangkap
Jenjang penangkap merupakan jenjang yang berada diantara
jenjang utama yang dibuat guna menangkap material yang jatuh atau
runtuh dari jenjang sebelumnya. Ukuran dari jenjang ini relatif lebih
kecil dari jenjang utamanya.

Sumber : Buku Dr.Ir.Waterman SulistyanaB.,MT Buku Perencanaan Tambang 1


Gambar 3.5
Jenjang Penangkap

d. Pit slope geometry


Pit slope geometry disebut juga geometri kemiringan dari front
penambangan. Face angle adalah sudut lereng jenjang tunggal.

α
T
Keterangan :
α : sudut kemiringan jenjang tunggal
C : crest
T : toe
Sumber : Dr.Ir.Waterman SulistyanaB.,MT Buku Perencanaan Tambang 1
Gambar 3.6
Face angle

3.5.2. Sudut Lereng Interramp dan Overall


Sudut lereng antar jalan (Interramp dan Overall) adalah sudut lereng
gabungan beberapa jenjang diantara dua jalan angkut. Inilah yang dihasilkan

28
oleh ahli – ahli geoteknik sewaktu mereka menempatkan sudut lereng
jenjang tunggal (face angel) dan lebar jenjang penangkap (catch bench).
Sudut lereng keseluruhan (overall slope angel) adalah sudut yang
sebenarnya dari dinding pit keseluruhan, dengan memperhitungkan jalan
angkut, jenjang penagkap dan semua profil lain di pit wall.
Berikut ini adalah definisi overall slope dan interramp slope angle:
a. Overall slope angle
Overall slope angle merupakan sudut kemiringan dari keseluruhan
jenjang yang dibuat pada front penambangan. Kemiringan ini diukur dari
crest paling atas sampai dengan toe paling akhir dari front penambangan.

upper most crest

overall slope
angle

lowest most toe

Sumber : Dr.Ir.Waterman SulistyanaB.,MT Buku Perencanaan Tambang 1


Gambar 3.7
Overall slope angle

b. Overall slope angle with ramp

Sumber : Dr.Ir.Waterman SulistyanaB.,MT Buku Perencanaan Tambang 1


Gambar 3.8
Overall slope angle with ramp

29
c. Interramp slope angle
Interramp slope angle merupakan sudut yang berada di antara ramp
yang diukur dari crest sampai dengan toe pada ramp.

Sumber : Dr.Ir.Waterman SulistyanaB.,MT Buku Perencanaan Tambang 1


Gambar 3.9
Interramp slope angle

d. Overall slope angle with working bench


Overall slope angle pada jenjang kerja dan beberapa jenjang lain
diukur dari crest sampai toe.

C θωR1 WB
Keterangan: WT WC
θωR1 : Interramp slope working bench 1
θωR2 : Interramp slope working bench 2
WB : Working bench
WT : Working bench toe
WC : Working bench crest
C : Crest
T : Toe

θωR2

Sumber : Dr.Ir.Waterman SulistyanaB.,MT Buku Perencanaan Tambang 1


Gambar 3.10
Overall slope angle with working bench

3.6. Jalan tambang


3.6.1. Geometri Jalan Tambang
Umumnya pola akses material tambang dibagi menjadi dua, yaitu :
pengangkutan overburden ke lokasi penimbunan (waste dump), dan pengangkutan
bahan galian ke lokasi pengolahan. Akses material ini memerlukan rancangan

30
jalan angkut tambang. Ada beberapa geometri yang harus diperhatikan dan
dipenuhi untuk menunjang kelancaran dalam operasi pengangkutan antara lain :
3.6.1.1. Lebar Jalan Pada Jalan Lurus
Penentuan lebar jalan angkut minimum untuk jalan lurus (Gambar 3.18)
didasarkan Rule of Thumb yang kemukakan Aasho Manual Rural high-
way

Sumber : Ir.Yanto Indonesianto, M.Sc Buku Panduan Praktek Tambang


Gambar 3.11
Lebar jalan angkut lurus

Design adalah :
Lmin =n.Wt+ (n + 1)(0,5 . W .......................................................... (3.4)
dengan :
Lmin = Lebar jalan angkut minimum (m)
n = Jumlah jalur.
Wt = Lebar alat angkut total (m).
Perumusan di atas hanya digunakan untuk lebar jalan dua jalur (n), nilai
0,5 artinya adalah lebar terbesar dari alat angkut yang digunakan dari
ukuran masing-masing kendaraan di tepi kiri-kanan jalan.
3.6.1.2. Lebar Jalan Pada Tikungan
Lebar jalan angkut pada tikungan (Gambar 3.19) selalu lebih besar dari
pada jalan lurus.

31
Sumber : Ir.Yanto Indonesianto, M.Sc Buku Panduan Praktek Tambang
Gambar 3.12
Lebar jalan pada tikungan

Lebar jalan angkut pada tikungan dapat dihitung dengan menggunakan


rumus:
W = n ( U + Fa + Fb + Z ) + C ......................................................... (3.5)
C = Z = ½ ( U + Fa + Fb )................................................................. (3.6)
dengan :
W = Lebar jalan angkut pada tikungan (m).
n = Jumlah jalur.
U = Jarak jejak roda kendaraan (m).
Fa = Lebar juntai depan (m).
Fb = Lebar juntai belakang (m).
C = Jarak antara dua alat angkut yang akan bersimpangan (m)
Z = Jarak sisi luar angkut ke tepi jalan (m).
3.6.1.3. Superelevasi
Superelevasi (Gambar 3.21) merupakan kemiringan jalan pada tikungan
yang terbentuk oleh batas antara tepi jalan terdalam karena perbedaan
ketinggian. Bagian tikungan jalan diberi superelevasi dengan cara
meninggikan jala pada sisi luar tikungan. Hal tersebut bertujuan untuk
menghindari dan mencegah kendaraan agar tidak tergelincir kelua jalan
atau terguling. Selain itu, kendaraan dapat mempertahankan kecepatan
saat melewati tikungan.

32
90°

Sumber : Ir.Yanto Indonesianto, M.Sc Buku Panduan Praktek Tambang


Gambar 3.13
Radius Tikungan Jalan Angkut

Gambar 3.14
Superelevasi tikungan jalan angkut
Besarnya angka superelevasi dapat dihitung dengan rumur
sebagai berikut :
V2
e  f  ......... ......... ......... ......... ......... ......... ......... ......... ...(3.7)
127.R
keterangan :
e = superelevasi
V = kecepatan kendaraan (km/jam)
R = radius/jari-jai tikungan (m)
f = koefesien gesekan melintang
3.6.1.4. Kemiringan Melintang (Cross Slope)
Untuk menghindari agar pada saat hujan air tidak tergenang pada jalan,
maka pembuatan kemiringan melintang (cross slope) dilakukan dengan
cara membuat bagian tengah jalan lebih tinggi dari bagian tepi jalan

33
(Gambar 3.22). Nilai umum dari kemiringan melintang (cross slope)
yang direkomendasikan adalah 20 sampai 40 mm/m jarak bagian tepi
jalan ke bagian tengah/pusat jalan.

Sumber : Ir.Yanto Indonesianto, M.Sc Buku Panduan Praktek Tambang


Gambar 3.15
Penampang melintang jalan masuk

3.6.1.5. Kemiringan Jalan


Kemiringan atau grade (Gambar 3.23) jalan angkut merupakan salah
satu faktor penting yang harus diamati secara detail dalam suatu kajian
terhadap kondisi jalan tambang karena akan mempengaruhi kinerja alat
angkut yang melaluinya. Kemiringan jalan angkut biasanya dinyatakan
dalam persen (%). Kemiringan dapat dihitung dengan rumus :
h .............................................................
Grade ( ) 0  ArcTg (3.8)
x
dengan :
∆h = beda tinggi antara dua titik yang diukur (m)
∆x = jarak datar antara dua titik yang diukur (m)

Sumber : Ir.Yanto Indonesianto, M.Sc Buku Panduan Praktek Tambang


Gambar 3.16
Kemiringan jalan angkut
3.7. Perancangan Timbunan
Perancangan timbunan merupakan upaya penentuan lokasi tempat timbunan
material hasil penggalian dan pengangkutan material, baik yang berharga maupun

34
tidak berharga, termasuk di dalamnya adalah penentuan volume atau tonasenya,
perancangan bentuk timbunan dan waktu pelaksanaanya.
3.7.1. Parameter Rancangan Timbunan
Proses penimbunan material, baik material berharga maupun tidak berharga
harus mempertimbangkan beberapa factor yang mempengaruhi, antara lain :
a. Sudut lereng timbunan (angle of repose)
Batuan kering ROM (run of mine) pada umunya mempunyai sudut lereng
timbunan antara 340 – 370. Sudut ini dipengaruhi tinggi timbunan,
ketidakteraturan bongkah batuan dan kecepatan dumping. Pengukuran ini
dapat dibuat pada sudut lereng yang ada di daerah tersebut.
b. Faktor pengembangan material (swell factor)
Faktor pengembangan pada batuan keras umunya antara 30% - 45% pada 1 m3
material insitu akan mengembang menjadi 1,3 – 1,45 m3 material lepas (loose
material). Material dapat dipadatkan sekitar 5% - 15%. Material yang
ditumpahkan oleh dump truck akan menjadi lebih kompak daripada material
yang ditumpahkan oleh belt conveyor.
c. Jarak dari pit limit
Jarak minimum merupakan ruangan yang cukup untuk jalan angkut antara pit
limit dan kaki timbunan (dump toe). Kestabilan pit akibat adanya timbunan
harus diperhitungkan. Jarak yang sama atau lebih besar dari kedalaman pit
akan mengurangi resiko yang berhubungan dengan kestabilan lereng pit.
d. Tanjakan ke arah dump crest
Menurut Bohnet dan Kunze dalam Waterman (2004) merekomendasikan
sedikit tanjakan ke arah dump crest dengan pertimbangan penyaliran dan
keamanan. Limpasan air hujan dirancang menjauhi crest. Dump truck harus
menggunakan tenaga mesin untuk menuju crest dan bukan meluncur bebas.
Hal ini juga akan mengurangi resiko kendaraan yang diparkir meluncur jatuh
dari puncak waste dump (crest).
3.7.2. Lokasi Penimbunan
Penentuan lokasi penimbunan material didasarkan pada jenis material yang
ditimbun dan maksud dari penimbunan material. Berdasarkan jenis material dan
maksud penimbunannya, lokasi penimbunan antara lain :

35
a. Stockpile / Stockyard
Stockpile atau stockyard merupakan suatu tempat yang digunakan untuk
menyimpan timbunan material berharga yang akan dioleh atau material
berharga yang akan dipakai kembali pada suatu saat. Stockpile atau stockyard
biasanya terletak di dekat lokasi pengolahan atau pelabuhan.
b. Waste dump
Waste dump meruapakan suatu lokasi yang digunakan untuk menimbun
material overburden atau material tidak berharga yang harus digali dari lokasi
penambangan untuk memperoleh material berharga. Waste dump biasanya
ditempatkan pada daerah yang tidak ditambang.
3.7.3. Jenis Timbunan
Proses penimbunan material, baik material berharga maupun tidak
berharga, dapat dilakukan dengan beberapa jenis timbunan, antara lain :
a. Valley fill atau crest dump
Jenis timbunan valley fill atau crest dump dapat diterapkan di daerah yang
mempunyai topografi curam dan biasanya dibangun pada sebuah lereng
dengan menetapkan elevasi puncak (dump crest) pada awal pembuatan
timbunan (Gambar 3.24). Dump truck yang mengangkut muatannya ke elevasi
ini akan menumpahkan muatannya pada bagian atas lereng, kemudian
bulldozer akan menggusur material ini. Elevasi dump crest ini akan
dipertahankan selama proses penimbunan.

Sumber : Dr.Ir.Waterman SulistyanaB.,MT Buku Perencanaan Tambang 1

Gambar 3.17
Jenis Timbunan Valley fill atau Crest Dump

36
b. Terraced dump atau timbunan yang dibangun ke atas (dalam lift)
Jenis timbunan terrace dump diterapkan jika kondisi topografinya tidak begitu
curam. Jenis timbunan ini dibangun dari bawah ke atas. Tinggi lift biasanya
disesuaikan dengan rekomendasi jenjang penimbunan (Gambar 3.25).
Kerugian cara ini adalah jarak angkut yang lebih panjang untuk perluasan lift
pada saat memulai suatu lift baru. Keuntungan dari jenis timbunan ini, lif-lift
yang dibangun berikutnya terletak lebih ke belakang sehingga sudut lereng
keselurahan (overall slope angle) mendekat sudut yang dibutuhkan untuk
reklamasi.

Sumber : Dr.Ir.Waterman SulistyanaB.,MT Buku Perencanaan Tambang 1

Gambar 3.18
Jenis Timbunan Terraced Dump

3.7.4. Cara Penimbunan


Material dibawa ke lokasi penimbunan yang sudah ditentukan dan akan
ditangani oleh alat bantu untuk melakukan pemadatan dan penempatannya. Pada
kegiatan ini digunakan alat bantu berupa bulldozer. Bulldozer akan menggusur
overburden yang telah ditumpahkan oleh dump truck. Pada pelaksanaannya, alat
ini bekerja dengan beberapa cara sesuai kondisi yang ada, antara lain :
a) Down Hill Dozing
Pada metode ini bulldozer selalu mendorong ke bawah. Dengan menggunakan
metode ini akan mengambil keuntungan dari bantuan gravitasi untuk
menambah tenaga dan kecepatan(Gambar 3.26).

37
Sumber : Ir.Yanto Indonesianto, M.Sc Buku Pemindahan Tanah Mekanis

Gambar 3.19
Cara Penggusuran Down Hill Dozing

b) High wall atau float dozing


Bulldozer menggali beberapa kali kemudian mengumpulkan galian menjadi
satu dan mendorong dengan hati-hati pada lereng curam. Sebelum seluruh
tanah habis meluncur ke lereng, bulldozer harus direm agar tidak terjungkir
(Gambar 3.27).

Sumber : Ir.Yanto Indonesianto, M.Sc Buku Pemindahan Tanah Mekanis

Gambar 3.20
Cara Penggusuran High Wall atau Float Dozing

38
c) Trench atau sloat dozing
Bulldozer yang menggusur melalui satu jalan yang sama akan menyebabkan
terbentuk semacam dinding pada kiri dan kanan bilah yang disebut spillages.
Sehingga pada pendorongan tanah berikutnya tidak ada tanah yang keluar dari
samping bilah (Gambar 3.28).

Sumber : Www.Google.Com Penelusuran Gambar


Gambar 3.21
Cara Penggusuran Trench atau Sloat Dozing

39
BAB IV
RANCANGAN PENAMBANGAN

4.1. Disain Tambang Pada Blok BIII-A3


Daerah moronopo pada blok BIII-A3 pada awalnya sudah dilakuakan
rancangan penambangan. Sistem penambangan yang dilakukan pada blok BIII-A3
oleh PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk. menggunakan sistem tambang terbuka
(Surface Mining) dengan sistem jenjang atau bench. Rancangan yang dibuat saat
ini pada Blok B3-Aiii merupakan rancangan jangka pendek sebagai kelanjutan
dari disain yang sudah ada dengan cut of grade yang sama yaitu Ni 1.5 %.

Gambar 4.1
Peta Topogarfi Block BIII-A3

40
4.2. Perhitungan Cadangan Dengan Metode Nearest Neigborhood Point
Perhitungan cadangan dilakukan dengan menggunakan media Komputer
dengan perangkat lunak Microsoft Excell untuk mempermudah perhitungan data
yang banyak. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan keakuratan perhitungan data.
Data yang digunakan adalah data lubang bor (Log Bor), dimana terdapat data
tenetang kode area, field, koordinat, elevasi titik, level pengambilan sampel yang
dianalisis, kadar Ni, Co, Fe, SiO2, CaO, MgO serta keterangan zona ore lainnya.
Dalam perhitungan cadangan di batasi oleh cut of grade yaitu : Ni 1.5 %.
Hasil perhitungan cadangannya berdasarkan Cut of Grade seperti di bawah
ini :
 Hight Grade Saprolite Ore (HGSO) : Ni > 2.0% - Fe < 25%
 Low Grade Saprolite Ore (LGSO) : Ni 1.8% - 2 .0% Fe < 25%
 Limonite : Ni 1.5% - 1.8% Fe > 25%

Gambar 4.2
Cadangan Blok Model Pada Block BIII-A3

41
Berdasarkan simulasi perhitungan COG Ni 1.5 % dan FE < 25% diperoleh
total tonase cadangan sebesar 856.231 ton. Untuk memperoleh material dengan
kadar tersebut, tidak terlepas pula bahwa ada material lain dengan kadar yang
lebih rendah ikut terambil pemuatan. Total material yang harus digali berdasarkan
perhitungan simulasi di sajikan pada table 4.1.

Tabel 4.1
Total Tonnage Blok BIII-A3

Tonnase

Front HGSO LGSO Limonite Top soil Waste

1 147.334 47.520 79.094,40 77.673,00 98.792,73


2 39.111 17.929 79.164,60 31.171,50 398.791,43

3 30.527 13.593 23.711,80 57.525,96 94.493,31

4 92.607 27.041 39.969,60 74.417,46 161.178,14

5 70.459 44.385 103.784,60 32.695,68 29.826,12

Total 380.038 150.468 325.725,00 273.483,59 782.081,73

4.3. Pemodelan Perencanaan Tambang


Pemodelan Perencanaan Tambang di buat dengan menggunakan
komputerisai software menggunakan data pengukuran dan log bor. Tahapan
pemodelan rencana penambangan dilakukan dengan cara :
 Input data pengukuran topografi dan log bor.
 Pebuatan peta kontur dengan interval kontur 5 m.
 Penyusunan data koordinat dan kedudukan (elevasi) titik bor.
 Analisis perhitungan cadangan
 Penentuan pit limit.
4.3.1. Pemodelan Peta Topografi dan Titik Bor
Pemodelan peta topografi mengunakan data pengukuran topografi, hasil
pembuatan peta topografi seperti pada gambar 4.3.

42
Gambar 4.3
Peta Topografi Daerah Moronopo

Penyebaran titik bor dibuat berdasarkan data log bor, dengan menggunakan
nilai koordinat pengukuran X, Y dan elevasi. Penyebaran titik bor ini hanya
mengacu kepada titik bor yang akan diproduksi setelah di analisis sesuai cut of
grade yang sudah ditetepkan.
4.3.2. Penentuan Pit Limit
Berdasarkan data penyebaran bijih nikel maka kegiatan penambangan
dilakukan pada daerah – daerah yang potensial.
Daerah penambangan dibagi menjadi beberapa front untuk mencapai target
produksi yang di tentukan. Daerah penambangan mengikuti lintasan titik bor yang
telah dibuat. Pembagian daerah dimaksudkan agar lebih mudah dalam merancang
front penambangan.
Berdasrkan rekomendasi geoteknik dimensi jenjang penambangan
direncanakan sebagai berikut:
 Tinggi jenjang tunggal maksimum adalah 6 metar sesuai dengan persyaratan
yang di tetapkan dengan kemiringan 60° terhadap permukaan tanah.
 Lebar jenjang ditetapkan 3 meter.

43
 Permukaan teras jenjang dibuat miring sebesar 2% kearah jenjang (toe) agar
air dapat di konsentrasikan ketempat saluran di kaki jenjang.

Gambar 4.4
Geometri jenjang

4.4. Jalan Tambang


Fungsi utama jalan angkut dalam usaha penambangan adalah untuk
menunjang kelancaran operasi tambang terutama kegiatan pengangkutan.
Jalan yang di disain merupakan jalan utama (mine acces) masuk ke
front kerja penambangan dengan ukuran dimensinya direncanakan sebagai
berikut:
 Kemiringan ramp maksimum 10 %.
 Lebar jalan minimum 9 m.
 Lebar jalan pada tikungan 14 m
 Jari – jari pada tikunga 12 m
 Superelevasi 1,26 m
 Cross slope 18 cm
 Tinggi berm 1 m.1

4.5. Target Produksi


Berdasarkan faktor – faktor yang mempengaruhi dalam penambangan nikel
laterit di daerah Moronopo pada blok BIII-A3 yaitu:

44
1. Posisi endapan limonite dan saprolitenya
2. Permintaan pembeli
3. Efektifitas kerja
4. Faktor ekonomi (SR)
5. Faktor kenamanan lereng
Sehinga dalam mencapai target produksi 1 juta ton/tahun yang ditetapkan oleh
perusahaan, maka dalam desain penambangannya akan di buka senbanyak 5 front,
dengan tiap front mempunyai zona limonite, LGSO dan HGSO.
4.5.1. Zone HGSO (Hight Grade Saprolite Ore)
Produksi material pada zona HGSO dari 5 front sebesar 380.038 ton dengan
kandungan HGSO : Ni > 2.0% Fe < 25%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel 4.2 :
Table 4.2
Produksi pada zone HGSO
HGSO
Front Volume Tonnes Ni Co Fe Sio2 Cao Mgo
1 98,222.00 147,334.00 2.46 0.04 12.35 38.58 0.14 27.17
2 26,074.00 39,111.00 2.46 0.04 11.51 40.74 0.14 27.22
3 20,352.00 30,527.00 2.54 0.03 9.64 42.93 0.18 29.20
4 61,738.00 92,607.00 2.50 0.04 12.63 37.66 0.08 28.05
5 46,973.00 70,459.00 2.48 0.04 11.38 41.14 0.12 27.77
Total 253,359.00 380,038.00 2.48 0.04 11.93 39.40 0.13 27.67

4.5.2. Zone LGSO (Low Grade Saprolite Ore)


Produksi material pada zona LGSO dari 5 front sebesar 150.468 ton dengan
kandungan Ni 1.8% - 2 .0% Fe < 25%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel 4.3:
Table 4.3
Produksi pada zone LGSO
LGSO
Front Volume Tonnes Ni Co Fe Sio2 Cao Mgo
1 31,680.00 47,520.00 1.89 0.05 13.01 39.55 0.15 26.82
2 11,953.00 17,929.00 1.99 0.04 10.30 41.38 0.13 28.63
3 9,062.00 13,593.00 2.02 0.04 10.49 42.35 0.21 29.06
4 18,027.00 27,041.00 1.88 0.05 11.71 37.08 0.11 29.36
5 29,589.00 44,385.00 2.02 0.05 14.43 39.52 0.14 24.67
Total 100,311.00 150,468.00 1.95 0.05 12.64 39.57 0.14 27.06

45
4.5.3. Zone Limonite
Produksi material pada zona limonite dari 5 front sebesar 325.725 ton dengan
kandungan Ni 1.5% - 1.8% Fe > 25%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel 4.4:
Table 4.4
Produksi pada zone Limonite
Limonite
Front Volume Tonnes Ni Co Fe Sio2 Cao Mgo
1 49,434.00 79,094.40 1.65 0.06 14.43 38.50 0.15 25.44
2 50,098.00 79,164.60 1.66 0.05 11.99 40.28 0.14 27.09
3 15,079.00 23,711.80 1.68 0.05 12.95 39.66 0.24 26.69
4 24,981.00 39,969.60 1.67 0.06 15.74 34.75 0.09 25.98
5 65,606.00 103,784.60 1.67 0.08 17.36 35.65 0.11 22.78
Total 205,198.00 325,725.00 1.66 0.06 14.83 37.65 0.14 25.15

Dari hasil hasi perhitungan di atas di dapatkan jumlah limonite sebesar


325.725 ton, LGSO sebesar 150.468 ton, HGSO sebesar 380.038 ton dengan
jumlah sebesar 856.231 ton.

4.6. Urutan Penambangan


a) Penggalian bijih nikel dan waste pada bulan ke-1
Penggalian bijih nikel dan waste pada bulan ke -1 dilakukan pada Front 1
dengan elevasi 518 - 506 mdpl. Hasil dari perhitungan bijih nikel dan waste
yang terbongkar adalah sebesar 129.071 m3, sedangkan bijih nikel yang
terbongkar adalah 58.438,40 m3. Specific Gravity (SG) bijih nikel adalah 1,5
sehingga diperoleh bijih nikel tertambang sebesar 87.657,6 ton. Stripping
ratio (SR) bulan ke-1 adalah 0,8:1.
b) Penggalian bijih nikel dan waste pada bulan ke-2
Penggalian bijih nikel dan waste pada bulan ke -2 dilakukan pada Front 1
dengan elevasi 506 - 500 mdpl. Hasil dari perhitungan bijih nikel dan waste
yang terbongkar adalah sebesar 73.863 m3, sedangkan bijih nikel yang
terbongkar adalah 50.123,47 m3. Specific Gravity (SG) bijih nikel adalah 1,5
sehingga diperoleh bijih nikel tertambang sebesar 75.185,2 ton. Stripping
ratio (SR) bulan ke-2 adalah 0,3:1.

46
c) Penggalian bijih nikel dan waste pada bulan ke-3
Penggalian bijih nikel dan waste pada bulan ke -3 dilakukan pada Front 1
dengan elevasi 500 - 496 mdpl. Hasil dari perhitungan bijih nikel dan waste
yang terbongkar adalah sebesar 156.164 m3, sedangkan bijih nikel yang
terbongkar adalah 74.070,4 m3. Specific Gravity (SG) bijih nikel adalah 1,5
sehingga diperoleh bijih nikel tertambang sebesar 111.105,6 ton. Stripping
ratio (SR) bulan ke-3 adalah 0,7:1.
d) Penggalian bijih nikel dan waste pada bulan ke-4
Penggalian bijih nikel dan waste pada bulan ke -4 dilakukan pada Front 2
dengan elevasi 541- 522 mdpl. Hasil dari perhitungan bijih nikel dan waste
yang terbongkar adalah sebesar 289.228 m3, sedangkan bijih nikel yang
terbongkar adalah 49.143,73 m3. Specific Gravity (SG) bijih nikel adalah 1,5
sehingga diperoleh bijih nikel tertambang sebesar 73.715,6 ton. Stripping
ratio (SR) bulan ke-4 adalah 3,2:1.
e) Penggalian bijih nikel dan waste pada bulan ke-5
Penggalian bijih nikel dan waste pada bulan ke -5 dilakukan pada Front 2
dan Fornt 3 dengan elevasi 522- 508 mdpl. Hasil dari perhitungan bijih nikel
dan waste yang terbongkar adalah sebesar 329.962 m3, sedangkan bijih nikel
yang terbongkar adalah 71.806,13 m3. Specific Gravity (SG) bijih nikel adalah
1,5 sehingga diperoleh bijih nikel tertambang sebesar 107.709,2 ton.
Stripping ratio (SR) bulan ke-5 adalah 2,4:1.
f) Penggalian bijih nikel dan waste pada bulan ke-6
Penggalian bijih nikel dan waste pada bulan ke -6 dilakukan pada Front 3
dengan elevasi 508 - 490 mdpl. Hasil dari perhitungan bijih nikel dan waste
yang terbongkar adalah sebesar 144.096 m3, sedangkan bijih nikel yang
terbongkar adalah 58.603,47 m3. Specific Gravity (SG) bijih nikel adalah 1,5
sehingga diperoleh bijih nikel tertambang sebesar 87.905,2 ton. Stripping
ratio (SR) bulan ke-6 adalah 0,9 :1.
g) Penggalian bijih nikel dan waste pada bulan ke-7
Penggalian bijih nikel dan waste pada bulan ke -7 dilakukan pada Front 3
dan Front 4 dengan elevasi 490 - 484 mdpl dan elevasi 519 - 507 mdpl . Hasil
dari perhitungan bijih nikel dan waste yang terbongkar adalah sebesar 169.757

47
m3, sedangkan bijih nikel yang terbongkar adalah 50.317,47 m3. Specific
Gravity (SG) bijih nikel adalah 1,5 sehingga diperoleh bijih nikel tertambang
sebesar 75.476,2 ton. Stripping ratio (SR) bulan ke-7 adalah 1,6:1.
h) Penggalian bijih nikel dan waste pada bulan ke-8
Penggalian bijih nikel dan waste pada bulan ke -8 dilakukan pada Front 4
dengan elevasi 507 - 495 mdpl. Hasil dari perhitungan bijih nikel dan waste
yang terbongkar adalah sebesar 171.993 m3, sedangkan bijih nikel yang
terbongkar adalah 60.586,67 m3. Specific Gravity (SG) bijih nikel adalah 1,5
sehingga diperoleh bijih nikel tertambang sebesar 90.880 ton. Stripping ratio
(SR) bulan ke-8 adalah 1,2:1.
i) Penggalian bijih nikel dan waste pada bulan ke-9
Penggalian bijih nikel dan waste pada bulan ke -9 dilakukan pada Front 4
dan fr dengan elevasi 495 - 483 mdpl. Hasil dari perhitungan bijih nikel dan
waste yang terbongkar adalah sebesar 54.519 m3, sedangkan bijih nikel yang
terbongkar adalah 52.510,4 m3. Specific Gravity (SG) bijih nikel adalah 1,5
sehingga diperoleh bijih nikel tertambang sebesar 78.765,6 ton. Stripping ratio
(SR) bulan ke-9 adalah 0,1 :1.
j) Penggalian bijih nikel dan waste pada bulan ke-10
Penggalian bijih nikel dan waste pada bulan ke -1 dilakukan pada Front 5
dengan elevasi 521 - 500 mdpl. Hasil dari perhitungan bijih nikel dan waste
yang terbongkar adalah sebesar 107.743 m3, sedangkan bijih nikel yang
terbongkar adalah 45.221,20 m3. Specific Gravity (SG) bijih nikel adalah 1,5
sehingga diperoleh bijih nikel tertambang sebesar 67.831,8 ton. Stripping
ratio (SR) bulan ke-1 adalah 0,9:1.

4.7. Striping Ratio (SR)


Proses penambangan pada endapan nikel laterit di awali dengan pengupasan
top soil dan waste. Sehingga dapat di hitung berapa volume pengupasan top soil
dan waste.
1. Pengupasan Top Soil
Jumlah top soil yang dibongkar:
a. Front 1 = 77.673 BCM

48
b. Front 2 = 31.171,50 BCM
c. Front 3 = 57.525,96 BCM
d. Front 4 = 74.417,46 BCM
e. Front 5 = 32.692,68 BCM
2. Pengupasan Waste
Jumlah waste yang dibongkar:
a. Front 1 = 98.792,73 LCM
b. Front 2 = 398.791,43 LCM
c. Front 3 = 93.493,31 LCM
d. Front 4 = 161.178,14 LCM
e. Front 5 = 29.826,12 LCM
Berdasarkan jumlah data diatas maka didapatkan total volume waste dan top
soil sebesar 1.055.565,33 m3 dan total cadang sebesar 856.231 ton, maka di
dapat nilai sriping ratio sebesar 1,2 : 1.

49
BAB V
PEMBAHASAN

Rancangan penambangan merupakan tahap awal dari penambangan yang


sangat penting peranannya. Rancangan yang baik dalam suatu kegiatan
penambangan harus memperhatikan tahapan kelanjutan dari kegiatan yang akan
dilakukan , baik dalam perencanaan jangka pendek maupun jangka panjang.

5.1. Teknis Penambangan


Penambangan bijih nikel ini dimulai dari atas menuju ke bawah dengan
sistem penambangannya yaitu tambang terbuka dengan metode Open Cut .
Metode Open Cut dengan sistem selektif mining yang diterapkan untuk
penambangan bahan galian bijih (ore) dengan Cut Off Grade kadar terendah 1,5
% Ni yang masih bisa di tambang. Penggalian bijih nikel dilakukan dengan
menggunakan excavator PC 300 dengan kapasitas bucket 1,8 m3. Bijih nikel
langsung digali dan dimuat ke dump truck Nissan Diesel CWB 520 dengan
kapasitas 20 ton.

Pembukaan tambang tidak sekaligus dilakukan secara keseluruhan tetapi


pembukaan dilakukan secara bertahap berdasarkan pada rancangan. Setelah di
lakukan rancangan penambangan maka di dapat cadangan bijih nikel sebesar
856.231 ton dengan banyaknya front yg di buka sebanyak 5 front target produksi
sebesar 1.000.000 ton/tahun.
5.1.1. Rancangan Penambangan
Rancangan penambangan untuk masing-masing front yaitu:
a) Penggalian bijih nikel pada front 1 dengan luas 39.304 m2, tinggi jenjang 6 m
dan lebar jenjang 3 m di mulai dari elevasi 518 - 494 mdpl dengan jumlah
jenjang yaitu 4 jenjang. Setalah dilakuakn rancangan maka di dapat cadangan
bijih nikel sebesar 273.948,40 ton.

50
b) Penggalian bijih nikel pada front 2 dengan luas 37.582 m2, tinggi jenjang 6 m
dan lebar jenjang 3 m di mulai dari elevasi elevasi 541 - 513 mdpl dengan
jumlah jenjang yaitu 2 jenjang, karena daerah yang di tambang pada front 2
berbentuk bukit. Setalah dilakuakn rancangan maka di dapat cadagan bijih
nikel sebesar 136.204,60 ton.
c) Penggalian bijih nikel pada front 3 dengan luas 28.762 m2, tinggi jenjang 6 m
dan lebar jenjang 3 m di mulai dari elevasi 520 - 484 mdpl dengan jumlah
jenjang yaitu 6 jenjang. Setalah dilakuakn rancangan maka di dapat cadandan
bijih nikel sebesar 159.617,60 ton.
d) Penggalian bijih nikel pada front 4 dengan luas 37.208 m2, tinggi jenjang 6 m
dan lebar jenjang 3 m di mulai dari elevasi 519 - 484 mdpl dengan jumlah
jenjang yaitu 6 jenjang. Setalah dilakuakn rancangan maka di dapat cadandan
bijih nikel sebesar 218.628,60 ton.
e) Penggalian bijih nikel pada front 5 dengan luas 16.347 m2, tinggi jenjang 6 m
dan lebar jenjang 3 m di mulai dari elevasi 526 - 500 mdpl dengan jumlah
jenjang yaitu 5 jenjang. Setalah dilakuakn rancangan maka di dapat cadandan
bijih nikel sebesar 67.347 ton.
Tabel 5.1
Cadangan Dengan Cut Off Grade Terendah 1,5 % Ni

Bijih Nikel ToP Soil Waste


Front Luas SR
3
(Ton) (m ) (m3)
1 39.304,00 273.948,40 77.673,00 98.792,73 0,6
2 37.582,00 136.204,60 31.171,50 398.791,43 3,2
3 28.762,00 159.617,60 57.525,96 93.493,31 0,9
4 37.208,00 218.628,60 74.417,46 161.178,14 1,1
5 16.347,00 67.831,80 32.695,68 29.826,12 0,9
Total 856.231,00 273.483,59 782.081,73 1,2

5.1.2. Pencapain Target Produksi


Penambangan bijih nikel pada blok biii-a3 terdapat kendala yaitu masalah
perizinan lahan, maka dilakukan rancangan penambangan bijih nikel sebanyak 5
front cadangan yang didapat sebesar 856.231 ton dari target produksi sebesar
1.000.000 ton/tahun yang telah di tetapkan.

51
Sehingga untuk mencapai target produksi 1.000.000 ton/tahun, maka
dilakukukan perluasan pada front 3, karena luas front 3 sebesar 28.762 m2 dengan
cadangan yang di dapat sebesar 159.617,60 ton. Setelah dilakukan perluasan pada
front 3 dari 28.762 m2 menjadi 37.653 m2, maka cadangan yang di dapat sebesar
357.118,20 ton. Cadangan dari front 1,2,3,4, dan 5 di dapat sebesar 1.053.801 ton
bijh nikel.
Tabel 5.2
Cadangan Cut Off Garde Terendah 1,5 % Ni
Dengan Perubahan Luas Pada Front 3
Bijih Nikel ToP Soil Waste
Front Luas SR
(Ton) (m3) (m3)
1 39.304 273.948,40 77.673,00 98.792,73 0,6
2 37.582 136.204,60 31.171,50 398.791,43 3,2
3 37.652 357.188,20 75.305,38 255.657,91 0,9
4 37.208 218.628,60 74.417,46 161.178,14 1,1
5 16.347 67.831,80 32.695,68 29.826,12 0,9
Total 1.053.801,60 291.263,01 944.246,34 1,2

5.2. Cadangan Tertambang


Berdasarkan hasil rancangan untuk mencapai target produksi 83.333
ton/bulan di daerah Moronopo pada blok BIII-A3, dapat diketahui bahwa untuk
rencana penggalian bijih nikel selama 1 (satu) tahun adalah sebesar 1.000.000 ton
bijih nikel, namun berdasarkan pada rancangan tambang yang telah dibuat, bijih
nikel yang terbongkar sebesar 856.321 ton.

5.2.1. Cut Off Grade Kadar Terendah 1,5 %


Penambangan bijih nikel dengan Cut Off Grade kadar terendah 1,5 %
cadangan bijih nikel sebesar 853.231 ton dengan rancangan yang dibuat 5 front
dan Striping Ratio 1,2:1 dari target produksi 1.000.000 ton/tahun yang telah
ditetapkan, hal ini di karenakan bijih nikel dengan kadar di bawah 1,5 % Ni tidak
masuk dalam perhitungan cadangan bijih nikel yang dibuat.
Teknis penambangannya juga sangat sulit karena harus memisahkan antara
bijih nikel yang memiliki kadar di atas 1,5% dengan bijih nikel yang memiliki

52
kadar di bawah 1,5%, dalam hal ini kemampuan operator sangat diperlukan agar
lebih selektif dalam penambangannya dan karyawan grade control menjaga
kualitas bijih nikel agar kemungkinan penurunan kadar dari bijih nikel dapat
diminimalisir (Lihat Tabel 5.1).
5.2.2. Cut Off Grade Kadar Rata-Rata Terendah 1,5 %
Penambangan bijih nikel dengan Cut Off Grade kadar rata–rata terendah 1,5
% cadangan bijih nikel sebesar 1.375.312 ton dengan rancangan yang dibuat 4
front dan Striping Ratio 0,6:1 dari target produksi 1.000.000 ton/tahun yang telah
ditetapkan, hal ini di karenakan bijih nikel dengan kadar dibawah 1,5 % Ni ikut
masuk ke dalam perhitungan cadangan bijih nikel yang dibuat.

Teknis penambangan sama sulitnya karena harus mengetahui kadar nikel


yang memiliki kadar rendah yang masih bias ditambang untuk mencapai cut off
grade kadar rata-rata terendah 1,5%, dalam hal ini kemampuan operator sangat
diperlukan juga agar lebih selektif dalam penambangannya dan karyawan grade
control menjaga kualiatas bijih nikel agar kemungkinan penurunan kadar dari
bijih nikel dapat diminimalisir.

Tabel 5.3
Cadangan Dengan Cut Off Garde Rata-Rata Terendah 1,5 % Ni

Bijih Nikel ToP Soil Waste


Front Luas SR
(Ton) (m3) (m3)
1 39.304,00 420.000,00 77.673,00 104.174,67 0,4
2 37.582,00 248.437,50 31.171,50 324.371,37 1,4
3 28.762,00 278.437,50 57.525,96 68.543,18 0,5
4 37.208,00 428.437,50 74.417,46 152.374,44 0,5
Total 1.375.312,50 241.723,24 649.463,67 0,6

53
54
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari rencana penambangan blok BIII-A3
adalah sebagai berikut :
1. Jumlah cadangan Nikel sebagai berikut :
Cadangan yang tertambang sebesar 856,231 ton.
a. Cadangan pada front 1 sebesar 273.948,40 ton
b. Cadangan pada front 2 sebesar 136.204,60 ton.
c. Cadangan pada front 3 sebesar 159.617,60 ton.
d. Cadangan pada front 4 sebesar 218.628,60 ton.
e. Cadangan pada front 5 sebesar 273.948,40 ton.
2. Setelah dilakukan rancangan desain pada ablok BIII-A3 hanya mampu
memproduksi 853.231 ton bijih nikel dari target produksi 1.000.000
ton/tahun dan nilai Stripping Ratio yang ditetapkan adalah 1,5:1 dengan
jumlah front yg di tambang sebanyak 5 front.
3. Setelah di lakukan perluasan pada front 3 dari 28.762 m2 menjadi 37.653 m2
maka cadangan yang di dapat sebesar 357.118,20 ton. Cadangan dari front
1,2,3,4, dan 5 di dapat sebesar 1.053.801 ton bijh nikel.
4. Penambangan bijih nikel dengan Cut Off Grade kadar terendah 1,5 %
cadangan bijih nikel sebesar 853.231 ton dengan rancangan yang dibuat 5
front dengan Stripping Ratio di dapat sebesar 1,2:1.
5. Penambangan bijih nikel dengan Cut Off Grade kadar rata–rata terendah 1,5
% cadangan bijih nikel sebesar 1.375.312 ton dengan rancangan yang
dibuat 4 front dengan Stripping Ratio di dapat sebesar 0,6:1.

55
6. Rancangan jalan angkut sebagai berikut :
a) Apada kondisi lurus dengan lebar minimum 9 m dan pada tikungan 14 m.
b) Jari –jari tikungan 12 m dan superelevasi 1,26 m atau 126 cm.
c) Cross slope jalan angkut memiliki beda tinggi 18 cm dan kemiringan
jalan tambang di rekomendasikan 10 %, tetapi dalam hal ini alat angkut
masih mampu menanjak sampai dengan kemiringa 30 %.
6.2. Saran
1. Setelah dilakukan rancangan penambangn dengan membuka 5 front hanya
mampu memproduksi 853.231 ton bijih nikel dari target produksi 1.000.000
ton/tahun, sehingga disarankan memperluas area tambang pada front 3 dari
28.762 m2 menjadi 37.653 m2 maka cadangan yang di dapat sebesar
1.053.801 ton bijh nikel.
2. Perhitungaan cadangan nikel sebaiknya menggunakan cut off grade kadar
rata-rata terendah 1,5% Ni agar cadangan yang didapat lebih banyak.

56
DAFTAR PUSTAKA

1. Abdul Rauf. 2000, Perhitungan Cadangan Endapan Mineral. Yogyakarta:


Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral, UPN
“Veteran” Yogyakarta.

2. Erwin Raswan D, 2007, Tesis Geologi Batuan Beku Basa-Ultrabasa


Daerah Buli Dan Sekitarnya, Halmaherah Timur, Maluku Utara, Dalam
Hubungannya Dengan Endapan Nikel Lateri, Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu Dan Teknologi Kebumian,Institut Teknologi
Bandung.

3. Hustrulid W, kuchta m. 1995, Open Pit Mine Planning & Plan Volume 1-
Fundamental, AA Balkema, Rotterdam Brookefield.

4. Partanto Prodjosumerio, 1989, Tambang Terbuka (Surface Mining),


Jurusan Teknik Pertambangan, UPN ”Veteran” Yogyakarta, Yogyakarta.

5. Yanto Indonesianto, 2012, Pemindahan Tanah Mekanis, Jurusan Teknik


Pertambangan, UPN ”Veteran” Yogyakarta, Yogyakarta.

6. Waterman Sulistyana B. 2009. Perencanaan Tambang 2 Jurusan Teknik


Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral, UPN “Veteran” Yogyakarta.

7. _, 2009. Buku Panduan Praktek Tambang Terbuka. Yogyakarta:


Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral, UPN
“Veteran” Yogyakarta.

8. _,Kepmen Nomor 555.K/26/M.PE/1995pasal 241 mengenai Tinggi


Permuka Kerja Dan Lebar Teras Kerja

9. _, 2010, Laporan Rencana Produksi PT. Aneka Tambang (Persero)


Tbk.UPBN Operasi Buli Tahun 2009, Biro Produksi, Buli.

57
LAMPIRAN A
Data Curah Hujan
Tabel.A
Data Curah Hujan

TAHUN 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007


CH (X) Hari CH (X) Hari CH (X) Hari CH (X) Hari CH (X) Hari CH (X) Hari CH (X) Hari
BULAN mm Hujan mm Hujan mm Hujan mm Hujan mm Hujan mm Hujan mm Hujan
JANUARI 497 21 502.55 19 520 18 474.5 18 510.5 17 223.17 18 141.67 13
FEBRUARI 422.6 20 480 18 570.85 18 419.5 19 572.7 24 296.37 24 233.50 15
MARET 504.3 21 500.75 20 540 17 568.7 17 501.5 19 170.3 19 196.47 15
APRIL 523.5 19 530.25 21 585.2 22 572.8 22 656.85 19 204.2 17 275.60 16
MEI 556.2 17 517.9 19 560 20 572 20 712.1 22 255.7 22 229.50 18
JUNI 570.5 20 525.2 17 545.9 17 612.7 18 618.5 18 197.38 16 190.07 17
JULI 450.85 16 500.5 19 500.25 16 559.5 21 704.5 20 55.5 9 195.17 23
AGUSTUS 445.65 16 450.85 16 450 15 550.35 19 629.5 18 47.5 4 353.50 20
SEPTEMBER 438.8 17 476.9 17 435.1 17 495.1 15 439.2 17 127.67 12 94.50 10
OKTOBER 416.5 15 445 17 485 19 506.65 17 506.65 18 25.5 4 63.17 14
NOVEMBER 528 18 490 18 520.45 18 570.7 21 570.7 22 109 7 171.50 19
DESEMBER 505.78 18 520.75 19 560.65 20 619.45 20 487.2 19 174.68 13 191 16
TOTAL 5859.68 218 5940.65 220 6273.4 217 6521.95 227 6909.9 233 1886.97 165 2335.65 196

CH rata-rata 5104.03
Hari Hujan rata-rata 210.8571
210 hari / tahun
17.5 hari / bulan

58
LAMPIRAN B
Cadangan Pada Block BIII-A3

Tabel B.1
Cadangan Pada Block BIII-A3
Ni Volume Tonnes Ni Co Fe Sio2 Cao Mgo
1,5 -> 1,6 489.063,00 782.500,80 1,55 0,07 15,68 36,54 0,15 24,74
1,6 -> 1,7 435.566,00 696.905,60 1,65 0,06 14,07 38,28 0,15 25,82
1,7 -> 1,8 425.625,00 681.000,00 1,75 0,05 13,35 38,81 0,15 26,63
1,8 -> 1,9 443.242,00 664.863,00 1,84 0,04 12,22 39,66 0,15 27,81
1,9 -> 2,0 363.789,00 545.684,00 1,95 0,04 11,45 40,81 0,15 27,86
2,0 -> 5,0 2.168.945,00 3.253.418,00 2,43 0,03 10,62 40,60 0,13 29,10
Grand Tota 4.326.230,00 6.624.371,40 2,08 0,04 12,09 39,62 0,14 27,75

59
LAMPIRAN C
Cadangan Perfront

Tabel C.1
Cadangan Front 1

Ni Volume Tonnes Ni Co Fe Sio2 Cao Mgo


1.5 -> 1.6 18,887.00 30,219.20 1.55 0.06 15.80 37.21 0.16 24.99
1.6 -> 1.7 13,652.00 21,843.20 1.65 0.05 13.02 40.61 0.14 26.36
1.7 -> 1.8 16,895.00 27,032.00 1.75 0.06 14.03 38.24 0.16 25.21
1.8 -> 1.9 20,430.00 30,645.00 1.85 0.04 11.30 41.39 0.15 28.61
1.9 -> 2.0 11,250.00 16,875.00 1.95 0.07 16.11 36.22 0.16 23.58
2.0 -> 2.15 15,605.00 23,408.00 2.07 0.05 13.24 38.77 0.15 26.39
2.15 -> 100.0 82,617.00 123,926.00 2.53 0.04 12.18 38.55 0.14 27.32
Grand Total 179,336.00 273,948.40 2.13 0.05 13.04 38.74 0.15 26.63

HGSO
Ni Volume Tonnes Ni Co Fe Sio2 Cao Mgo BS
2.0 -> 2.15 15,605.00 23,408.00 2.07 0.05 13.24 38.77 0.15 26.39 0.68
2.15 -> 100.0 82,617.00 123,926.00 2.53 0.04 12.18 38.55 0.14 27.32 0.71
Total 98,222.00 147,334.00 2.46 0.04 12.35 38.58 0.14 27.17 0.70
dilusi 15 % 2.09

LGSO
Ni Volume Tonnes Ni Co Fe Sio2 Cao Mgo BS
1.8 -> 1.9 20,430.00 30,645.00 1.85 0.04 11.30 41.39 0.15 28.61 0.69
1.9 -> 2.0 11,250.00 16,875.00 1.95 0.07 16.11 36.22 0.16 23.58 0.65
Total 31,680.00 47,520.00 1.89 0.05 13.01 39.55 0.15 26.82 0.68
dilusi 15
1.60
%

60
Limonite
Ni Volume Tonnes Ni Co Fe Sio2 Cao Mgo BS
1.5 -> 1.6 18,887.00 30,219.20 1.55 0.06 15.80 37.21 0.16 24.99 0.67
1.6 -> 1.7 13,652.00 21,843.20 1.65 0.05 13.02 40.61 0.14 26.36 0.65
1.7 -> 1.8 16,895.00 27,032.00 1.75 0.06 14.03 38.24 0.16 25.21 0.66
Total 49,434.00 79,094.40 1.65 0.06 14.43 38.50 0.15 25.44 0.66
dilusi 15 % 1.40

Ni Volume Tonnes Ni Co Fe Sio2 Cao Mgo BS


HGSO 98,222.00 147,334.00 2.46 0.04 12.35 38.58 0.14 27.17 0.70
LGSO 31,680.00 47,520.00 1.89 0.05 13.01 39.55 0.15 26.82 0.68
Limonite 49,434.00 79,094.40 1.65 0.06 14.43 38.50 0.15 25.44 0.66
Total 179,336.00 273,948.40 2.12 0.05 13.06 38.73 0.15 26.61 0.69

Tabel C.2
Cadangan Front 2

Ni Volume Tonnes Ni Co Fe Sio2 Cao Mgo


1.5 -> 1.6 14,414.00 23,062.40 1.54 0.06 15.03 37.93 0.16 24.82
1.6 -> 1.7 18,184.00 29,094.40 1.64 0.05 11.23 40.53 0.15 27.43
1.7 -> 1.8 7,578.00 12,124.80 1.73 0.03 9.47 42.37 0.14 29.35
1.8 -> 1.9 9,922.00 14,883.00 1.84 0.05 10.83 41.74 0.11 28.11
1.9 -> 2.0 3,965.00 5,947.00 1.92 0.02 8.23 43.06 0.12 30.78
2.0 -> 2.15 7,988.00 11,982.00 2.03 0.05 11.32 40.54 0.13 27.56
2.15 -> 100.0 26,074.00 39,111.00 2.46 0.04 11.51 40.74 0.14 27.22
Grand Total 88,125.00 136,204.60 1.95 0.05 11.61 40.58 0.14 27.35

HGSO
Ni Volume Tonnes Ni Co Fe Sio2 Cao Mgo BS
2.15 -> 100.0 26,074.00 39,111.00 2.46 0.04 11.51 40.74 0.14 27.22 0.67

Total 26,074.00 39,111.00 2.46 0.04 11.51 40.74 0.14 27.22 0.67

61
LGSO

Ni Volume Tonnes Ni Co Fe Sio2 Cao Mgo BS

1.9 -> 2.0 3,965.00 5,947.00 1.92 0.02 8.23 43.06 0.12 30.78 0.71

2.0 -> 2.15 7,988.00 11,982.00 2.03 0.05 11.32 40.54 0.13 27.56 0.68

Total 11,953.00 17,929.00 1.99 0.04 10.30 41.38 0.13 28.63 0.69

dilusi 15 % 1.69
dilusi 15 % 2.09

Limonite

Ni Volume Tonnes Ni Co Fe Sio2 Cao Mgo BS


1.5 -> 1.6 14,414.00 23,062.40 1.54 0.06 15.03 37.93 0.16 24.82 0.65

1.6 -> 1.7 18,184.00 29,094.40 1.64 0.05 11.23 40.53 0.15 27.43 0.68

1.7 -> 1.8 7,578.00 12,124.80 1.73 0.03 9.47 42.37 0.14 29.35 0.69
1.8 -> 1.9 9,922.00 14,883.00 1.84 0.05 10.83 41.74 0.11 28.11 0.67

Total 50,098.00 79,164.60 1.66 0.05 11.99 40.28 0.14 27.09 0.67

dilusi 15 % 1.41

Ni Volume Tonnes Ni Co Fe Sio2 Cao Mgo BS

HGSO 26,074.00 39,111.00 2.46 0.04 11.51 40.74 0.14 27.22 0.67

LGSO 11,953.00 17,929.00 1.99 0.04 10.30 41.38 0.13 28.63 0.69

Limonite 50,098.00 79,164.60 1.66 0.05 11.99 40.28 0.14 27.09 0.67

Total 88,125.00 136,204.60 1.93 0.05 11.63 40.56 0.14 27.33 0.67

62
Tabel C.3
Cadangan Front 3

Ni Volume Tonnes Ni Co Fe Sio2 Cao Mgo


1.5 -> 1.6 5,020.00 8,032.00 1.55 0.07 17.82 33.10 0.08 24.79
1.6 -> 1.7 11,406.00 18,249.60 1.65 0.05 12.70 36.55 0.08 28.43
1.7 -> 1.8 8,555.00 13,688.00 1.77 0.08 18.58 33.31 0.10 23.40
1.8 -> 1.9 11,250.00 16,875.00 1.83 0.03 10.38 37.60 0.13 30.15
1.9 -> 2.0 6,777.00 10,166.00 1.96 0.07 13.91 36.23 0.08 28.06
2.0 -> 2.15 8,711.00 13,066.00 2.08 0.05 12.66 39.66 0.08 27.21
2.15 -> 100.0 53,027.00 79,541.00 2.57 0.04 12.62 37.33 0.08 28.19
Grand Total 104,746.00 159,617.60 2.20 0.05 13.21 36.87 0.09 27.78

HGSO
Ni Volume Tonnes Ni Co Fe Sio2 Cao Mgo BS

2.0 -> 2.15 8,711.00 13,066.00 2.08 0.05 12.66 39.66 0.08 27.21 0.69

2.15 -> 100.0 53,027.00 79,541.00 2.57 0.04 12.62 37.33 0.08 28.19 0.76
Total 61,738.00 92,607.00 2.50 0.04 12.63 37.66 0.08 28.05 0.74
dilusi 15
2.13
%

LGSO
Ni Volume Tonnes Ni Co Fe Sio2 Cao Mgo BS

1.8 -> 1.9 11,250.00 16,875.00 1.83 0.03 10.38 37.60 0.13 30.15 0.80

1.9 -> 2.0 6,777.00 10,166.00 1.96 0.07 13.91 36.23 0.08 28.06 0.77
Total 18,027.00 27,041.00 1.88 0.05 11.71 37.08 0.11 29.36 0.79
dilusi 15 % 1.60

63
Limonite
Ni Volume Tonnes Ni Co Fe Sio2 Cao Mgo BS

1.5 -> 1.6 5,020.00 8,032.00 1.55 0.07 17.82 33.10 0.08 24.79 0.75
1.6 -> 1.7 11,406.00 18,249.60 1.65 0.05 12.70 36.55 0.08 28.43 0.78

1.7 -> 1.8 8,555.00 13,688.00 1.77 0.08 18.58 33.31 0.10 23.40 0.70
Total 24,981.00 39,969.60 1.67 0.06 15.74 34.75 0.09 25.98 0.75
dilusi 15 % 1.42

Ni Volume Tonnes Ni Co Fe Sio2 Cao Mgo BS


HGSO 61,738.00 92,607.00 2.50 0.04 12.63 37.66 0.08 28.05 0.74
LGSO 18,027.00 27,041.00 1.88 0.05 11.71 37.08 0.11 29.36 0.79
Limonite 24,981.00 39,969.60 1.67 0.06 15.74 34.75 0.09 25.98 0.75
Total 104,746.00 159,617.60 2.19 0.05 13.25 36.83 0.09 27.75 0.75

Tabel C.4
Cadangan Front 4

Ni Volume Tonnes Ni Co Fe Sio2 Cao Mgo


1.5 -> 1.6 15,977.00 25,563.20 1.54 0.09 19.05 32.96 0.14 21.70
1.6 -> 1.7 22,637.00 36,219.20 1.64 0.08 18.31 35.07 0.10 22.16
1.7 -> 1.8 15,137.00 24,219.20 1.74 0.09 16.29 36.81 0.08 23.47
1.8 -> 1.9 11,855.00 17,783.00 1.84 0.06 14.48 39.13 0.13 24.64
1.9 -> 2.0 10,273.00 15,410.00 1.96 0.04 12.05 42.14 0.15 26.53
2.0 -> 2.15 19,316.00 28,975.00 2.05 0.05 15.70 38.13 0.14 23.68
2.15 -> 100.0 46,973.00 70,459.00 2.48 0.04 11.38 41.14 0.12 27.77
Grand Total 142,168.00 218,628.60 2.01 0.06 14.76 38.29 0.12 24.83

64
HGSO

Ni Volume Tonnes Ni Co Fe Sio2 Cao Mgo BS

2.15 -> 100.0 46,973.00 70,459.00 2.48 0.04 11.38 41.14 0.12 27.77 0.68

Total 46,973.00 70,459.00 2.48 0.04 11.38 41.14 0.12 27.77 0.68

dilusi 15 % 2.11

LGSO
Ni Volume Tonnes Ni Co Fe Sio2 Cao Mgo BS
1.9 -> 2.0 10,273.00 15,410.00 1.96 0.04 12.05 42.14 0.15 26.53 0.63
2.0 -> 2.15 19,316.00 28,975.00 2.05 0.05 15.70 38.13 0.14 23.68 0.62
Total 29,589.00 44,385.00 2.02 0.05 14.43 39.52 0.14 24.67 0.62
dilusi 15 % 1.72

Limonite
Ni Volume Tonnes Ni Co Fe Sio2 Cao Mgo BS
1.5 -> 1.6 15,977.00 25,563.20 1.54 0.09 19.05 32.96 0.14 21.70 0.66
1.6 -> 1.7 22,637.00 36,219.20 1.64 0.08 18.31 35.07 0.10 22.16 0.63
1.7 -> 1.8 15,137.00 24,219.20 1.74 0.09 16.29 36.81 0.08 23.47 0.64
1.8 -> 1.9 11,855.00 17,783.00 1.84 0.06 14.48 39.13 0.13 24.64 0.63
Total 65,606.00 103,784.60 1.67 0.08 17.36 35.65 0.11 22.78 0.64
dilusi 15
1.42
%

Ni Volume Tonnes Ni Co Fe Sio2 Cao Mgo BS


HGSO 46,973.00 70,459.00 2.48 0.04 11.38 41.14 0.12 27.77 0.68
LGSO 29,589.00 44,385.00 2.02 0.05 14.43 39.52 0.14 24.67 0.62
Limonite 65,606.00 103,784.60 1.67 0.08 17.36 35.65 0.11 22.78 0.64
Total 142,168.00 218,628.60 2.00 0.06 14.84 38.21 0.12 24.77 0.65

65
Tabel C.5
Cadangan Front 5

Ni Volume Tonnes Ni Co Fe Sio2 Cao Mgo


1.5 -> 1.6 4,551.00 7,281.60 1.54 0.05 13.13 37.68 0.26 28.09
1.6 -> 1.7 3,574.00 5,718.40 1.67 0.09 18.50 34.23 0.25 19.60
1.7 -> 1.8 2,813.00 4,500.80 1.72 0.04 11.43 42.14 0.21 27.65
1.8 -> 1.9 4,141.00 6,211.00 1.83 0.03 8.72 45.20 0.22 30.89
1.9 -> 2.0 3,320.00 4,980.00 1.94 0.03 8.89 45.90 0.18 29.49
2.0 -> 2.15 5,742.00 8,613.00 2.06 0.04 11.42 40.29 0.22 28.81
2.15 -> 100.0 20,352.00 30,527.00 2.54 0.03 9.64 42.93 0.18 29.20
Grand Total 44,492.00 67,831.80 2.14 0.04 10.91 41.74 0.20 28.34

HGSO
Ni Volume Tonnes Ni Co Fe Sio2 Cao Mgo BS

2.15 -> 100.0 20,352.00 30,527.00 2.54 0.03 9.64 42.93 0.18 29.20 0.68
Total 20,352.00 30,527.00 2.54 0.03 9.64 42.93 0.18 29.20 0.68
dilusi 15
2.16
%

LGSO
Ni Volume Tonnes Ni Co Fe Sio2 Cao Mgo BS

1.9 -> 2.0 3,320.00 4,980.00 1.94 0.03 8.89 45.90 0.18 29.49 0.64

2.0 -> 2.15 5,742.00 8,613.00 2.06 0.04 11.42 40.29 0.22 28.81 0.72
Total 9,062.00 13,593.00 2.02 0.04 10.49 42.35 0.21 29.06 0.69
dilusi 15 % 1.71

66
Limonite
Ni Volume Tonnes Ni Co Fe Sio2 Cao Mgo BS
1.5 -> 1.6 4,551.00 7,281.60 1.54 0.05 13.13 37.68 0.26 28.09 0.75
1.6 -> 1.7 3,574.00 5,718.40 1.67 0.09 18.50 34.23 0.25 19.60 0.57
1.7 -> 1.8 2,813.00 4,500.80 1.72 0.04 11.43 42.14 0.21 27.65 0.66
1.8 -> 1.9 4,141.00 6,211.00 1.83 0.03 8.72 45.20 0.22 30.89 0.68
Total 15,079.00 23,711.80 1.68 0.05 12.95 39.66 0.24 26.69 0.67
dilusi 15 % 1.43

Ni Volume Tonnes Ni Co Fe Sio2 Cao Mgo BS


HGSO 20,352.00 30,527.00 2.54 0.03 9.64 42.93 0.18 29.20 0.68
LGSO 9,062.00 13,593.00 2.02 0.04 10.49 42.35 0.21 29.06 0.69
Limonite 15,079.00 23,711.80 1.68 0.05 12.95 39.66 0.24 26.69 0.67
Total 44,493.00 67,831.80 2.13 0.04 10.97 41.67 0.21 28.30 0.68

67
LAMPIRAN D
Cadangan Pada Front 3 Yang Telah Di Perluas

Tabel. M 1
Cadangan Pada Front 3 Yang Telah Di Perluas
Ni Volume Tonnes Ni Co Fe Sio2 Cao Mgo
1,5 -> 1,6 18.711,00 29.937,60 1,55 0,05 14,47 36,24 0,09 28,11
1,6 -> 1,7 21.934,00 35.094,40 1,65 0,05 13,31 37,11 0,09 27,75
1,7 -> 1,8 16.699,00 25.049,00 1,75 0,10 20,16 31,34 0,10 22,20
1,8 -> 1,9 20.391,00 30.586,00 1,83 0,04 11,22 38,25 0,12 29,15
1,9 -> 2,0 17.207,00 25.811,00 1,95 0,06 14,43 37,20 0,08 26,05
2,0 -> 5,0 143.184,00 214.775,00 2,48 0,04 11,78 38,67 0,09 28,73
Grand Total 238.125,00 361.253,00 2,18 0,29 12,87 37,67 0,09 27,97

68
LAMPIRAN E
Perhitungan Cadangan Menggunakan
COG Kadar Rata-Rata Terandah

Tabel E.1
Perhitungan Cadangan Menggunakan COG Kadar Rata-Rata Terandah
front 1
Lubang bor P L T Berat Jenis Volume Cadangan (ton) Kadar
21_2 25 25 5 1,5 3.125 4.687,50 2,01
21_3 25 25 10 1,5 6.250 9.375,00 1,96
22_3 25 25 16 1,5 10.000 15.000,00 1,83
22_4 25 25 12 1,5 7.500 11.250,00 1,83
23_1 25 25 18 1,5 11.250 16.875,00 1,68
23_2 25 25 15 1,5 9.375 14.062,50 2,04
23_3 25 25 15 1,5 9.375 14.062,50 1,71
23_5 25 25 20 1,5 12.500 18.750,00 1,95
23_6 25 25 9 1,5 5.625 8.437,50 1,62
24_1 25 25 15 1,5 9.375 14.062,50 1,56
24_2 25 25 16 1,5 10.000 15.000,00 1,94
24_3 25 25 14 1,5 8.750 13.125,00 1,68
24_4 25 25 19 1,5 11.875 17.812,50 1,97
24_5 25 25 17 1,5 10.625 15.937,50 1,59
24_6 25 25 8 1,5 5.000 7.500,00 1,56
24_7 25 25 18 1,5 11.250 16.875,00 1,57
25_2 25 25 9 1,5 5.625 8.437,50 1,65
25_3 25 25 17 1,5 10.625 15.937,50 1,63
25_4 25 25 16 1,5 10.000 15.000,00 1,89
25_5 25 25 15 1,5 9.375 14.062,50 1,76
25_6 25 25 14 1,5 8.750 13.125,00 2,56
25_7 25 25 13 1,5 8.125 12.187,50 1,52
25_9 25 25 14 1,5 8.750 13.125,00 1,62
26_1 25 25 7 1,5 4.375 6.562,50 1,61
26_2 25 25 14 1,5 8.750 13.125,00 1,90

69
26_3 25 25 16 1,5 10.000 15.000,00 1,98
26_4 25 25 8 1,5 5.000 7.500,00 1,54
26_5 25 25 5 1,5 3.125 4.687,50 1,74
26_6 25 25 11 1,5 6.875 10.312,50 1,79
26_7 25 25 14 1,5 8.750 13.125,00 1,86
27_3 25 25 11 1,5 6.875 10.312,50 1,64
27_4 25 25 5 1,5 3.125 4.687,50 1,58
27_6 25 25 6 1,5 3.750 5.625,00 1,52
27_7 25 25 11 1,5 6.875 10.312,50 1,57
27_8 25 25 9 1,5 5.625 8.437,50 1,54
27_10 25 25 4 1,5 2.500 3.750,00 1,57
28_11 25 25 2 1,5 1.250 1.875,00 1,57
total 280.000 420.000,00 1,77

front 2
Lubang bor P L T Berat Jenis Volume Cadangan (ton) Kadar
15_8 25 25 6 1,5 3.750 5.625,00 1,53
15_9 25 25 12 1,5 7.500 11.250,00 1,67
15_10 25 25 6 1,5 3.750 5.625,00 1,51
16_8 25 25 14 1,5 8.750 13.125,00 1,56
16_9 25 25 4 1,5 2.500 3.750,00 1,67
16_10 25 25 5 1,5 3.125 4.687,50 1,56
17_8 25 25 8 1,5 5.000 7.500,00 1,51
17_9 25 25 2 1,5 1.250 1.875,00 1,53
17_12 25 25 1 1,5 625 937,50 1,53
18_8 25 25 14 1,5 8.750 13.125,00 2,09
18_9 25 25 3 1,5 1.875 2.812,50 1,52
18_10 25 25 3 1,5 1.875 2.812,50 1,51
18_12 25 25 5 1,5 3.125 4.687,50 1,56
19_8 25 25 8 1,5 5.000 7.500,00 1,52
19_9 25 25 6 1,5 3.750 5.625,00 1,51
19_10 25 25 15 1,5 9.375 14.062,50 1,54

70
20_8 25 25 2 1,5 1.250 1.875,00 1,57
20_9 25 25 14 1,5 8.750 13.125,00 1,54
20_10 25 25 10 1,5 6.250 9.375,00 1,51
20_12 25 25 6 1,5 3.750 5.625,00 1,50
20_13 25 25 7 1,5 4.375 6.562,50 1,51
21_8 25 25 7 1,5 4.375 6.562,50 1,50
21_10 25 25 14 1,5 8.750 13.125,00 1,52
21_11 25 25 11 1,5 6.875 10.312,50 1,58
21_12 25 25 5 1,5 3.125 4.687,50 1,58
21_13 25 25 9 1,5 5.625 8.437,50 1,62
22_8 25 25 3 1,5 1.875 2.812,50 1,52
22_9 25 25 4 1,5 2.500 3.750,00 1,50
22_10 25 25 6 1,5 3.750 5.625,00 1,52
22_11 25 25 3 1,5 1.875 2.812,50 1,51
22_12 25 25 20 1,5 12.500 18.750,00 1,77
22_13 25 25 10 1,5 6.250 9.375,00 1,53
23_11 25 25 4 1,5 2.500 3.750,00 1,52
24_11 25 25 12 1,5 7.500 11.250,00 1,63
24_14 25 25 6 1,5 3.750 5.625,00 1,70
total 165.625 248.437,50 1,60

front 3
Lubang bor P L T Berat Jenis Volume Cadangan (ton) Kadar
10_12 25 25 1 1,5 625 937,50 1,51
11_11 25 25 4 1,5 2.500 3.750,00 1,56
11_12 25 25 11 1,5 6.875 10.312,50 1,57
11_13 25 25 14 1,5 8.750 13.125,00 1,80
12_9 25 25 9 1,5 5.625 8.437,50 2,11
12_10 25 25 18 1,5 11.250 16.875,00 1,51
12_12 25 25 11 1,5 6.875 10.312,50 1,51
12_14 25 25 2 1,5 1.250 1.875,00 1,54
13_9 25 25 1 1,5 625 937,50 1,63

71
13_10 25 25 7 1,5 4.375 6.562,50 2,62
13_11 25 25 17 1,5 10.625 15.937,50 1,57
13_12 25 25 13 1,5 8.125 12.187,50 2,37
13_13 25 25 10 1,5 6.250 9.375,00 1,53
13_14 25 25 5 1,5 3.125 4.687,50 1,53
14_11 25 25 1 1,5 625 937,50 1,59
14_12 25 25 18 1,5 11.250 16.875,00 1,53
14_13 25 25 24 1,5 15.000 22.500,00 1,67
14_14 25 25 3 1,5 1.875 2.812,50 1,51
14_15 25 25 10 1,5 6.250 9.375,00 1,65
15_12 25 25 8 1,5 5.000 7.500,00 1,51
15_14 25 25 8 1,5 5.000 7.500,00 1,60
15_15 25 25 8 1,5 5.000 7.500,00 1,74
16_13 25 25 6 1,5 3.750 5.625,00 2,06
16_14 25 25 19 1,5 11.875 17.812,50 1,95
16_15 25 25 15 1,5 9.375 14.062,50 1,96
16_16 25 25 4 1,5 2.500 3.750,00 1,54
17_15 25 25 22 1,5 13.750 20.625,00 1,54
17_16 25 25 12 1,5 7.500 11.250,00 2,02
18_15 25 25 6 1,5 3.750 5.625,00 1,56
19_16 25 25 8 1,5 5.000 7.500,00 1,85
20_16 25 25 2 1,5 1.250 1.875,00 1,97
total 185.625 278.437,50 1,74

front 4
Lubang bor P L T Berat Jenis Volume Cadangan (ton) Kadar
20_22 25 25 1 1,5 625 937,50 1,58
20_23 25 25 4 1,5 2.500 3.750,00 1,58
21_22 25 25 1 1,5 625 937,50 1,57
21_23 25 25 14 1,5 8.750 13.125,00 1,57
21_25 25 25 11 1,5 6.875 10.312,50 1,51
21_31 25 25 8 1,5 5.000 7.500,00 1,50
21_32 25 25 3 1,5 1.875 2.812,50 2,02

72
22_23 25 25 10 1,5 6.250 9.375,00 1,54
22_24 25 25 9 1,5 5.625 8.437,50 1,50
22_25 25 25 20 1,5 12.500 18.750,00 1,58
22_26 25 25 14 1,5 8.750 13.125,00 1,61
22_28 25 25 2 1,5 1.250 1.875,00 1,51
22_31 25 25 16 1,5 10.000 15.000,00 1,53
23_23 25 25 19 1,5 11.875 17.812,50 1,76
23_24 25 25 12 1,5 7.500 11.250,00 1,53
23_25 25 25 22 1,5 13.750 20.625,00 1,50
23_26 25 25 4 1,5 2.500 3.750,00 1,50
23_27 25 25 5 1,5 3.125 4.687,50 1,57
23_28 25 25 13 1,5 8.125 12.187,50 1,66
23_31 25 25 8 1,5 5.000 7.500,00 1,57
24_24 25 25 14 1,5 8.750 13.125,00 1,71
24_25 25 25 15 1,5 9.375 14.062,50 1,52
24_26 25 25 14 1,5 8.750 13.125,00 1,59
24_27 25 25 7 1,5 4.375 6.562,50 1,52
24_28 25 25 15 1,5 9.375 14.062,50 1,82
24_30 25 25 12 1,5 7.500 11.250,00 1,58
24_31 25 25 4 1,5 2.500 3.750,00 1,53
24_32 25 25 1 1,5 625 937,50 1,64
25_24 25 25 9 1,5 5.625 8.437,50 1,51
25_25 25 25 25 1,5 15.625 23.437,50 1,59
25_26 25 25 19 1,5 11.875 17.812,50 1,51
25_27 25 25 25 1,5 15.625 23.437,50 1,68
25_30 25 25 12 1,5 7.500 11.250,00 1,50
25_31 25 25 18 1,5 11.250 16.875,00 1,68
26_26 25 25 12 1,5 7.500 11.250,00 1,55
26_27 25 25 16 1,5 10.000 15.000,00 1,68
26_28 25 25 8 1,5 5.000 7.500,00 1,50
26_29 25 25 10 1,5 6.250 9.375,00 1,82
26_30 25 25 14 1,5 8.750 13.125,00 1,54
26_31 25 25 11 1,5 6.875 10.312,50 1,55
total 285.625 428.437,50 1,60

73
Tabel E.2
Cadangan Perfront
Front Volume Ton Kadar
1,00 280.000,00 420.000,00 1,77
2,00 165.625,00 248.437,50 1,60
3,00 185.625,00 278.437,50 1,74
4,00 285.625,00 428.437,50 1,60
Total 916.875,00 1.375.312,50 1,68

74
LAMPIRAN F
Total Volume
Tabel F.1
Total volume yang terbongkar
Front Bijih Nikel Bijih Nikel Total Volume ToP Soil Waste
SR
(m3) (Ton) (Ore+WS+TP)(m3) (m3) (m3)
1 182.632,27 273.948,40 359.098,00 77.673,00 98.792,73 0,6
2 90.803,07 136.204,60 520.766,00 31.171,50 398.791,43 3,2
3 106.411,73 159.617,60 257.431,00 57.525,96 93.493,31 0,9
4 145.752,40 218.628,60 381.348,00 74.417,46 161.178,14 1,1
5 45.221,20 67.831,80 107.743,00 32.695,68 29.826,12 0,9
Total 570.820,67 856.231,00 1.626.386,00 273.483,60 782.081,73 1,2

Tabel F.2
Total volume yang terbongkar setelah dilakukan perluasa pada front 3
Front Bijih Nikel Bijih Nikel Total Volume ToP Soil Waste
SR
3 3 3
(m ) (Ton) (Ore+WS+TP)(m ) (m ) (m3)
1 182.632,27 273.948,40 359.098,00 77.673,00 98.792,73 0,6
2 90.803,07 136.204,60 520.766,00 31.171,50 398.791,43 3,2
3 238.125,47 357.188,20 569.088,76 75.305,38 255.657,91 0,9
4 145.752,40 218.628,60 381.348,00 74.417,46 161.178,14 1,1
5 45.221,20 67.831,80 107.743,00 32.695,68 29.826,12 0,9
Total 702.534,40 1.053.801,60 1.938.043,76 291.263,02 944.246,34 1,2

Tabel F.3
Total volume yang terbongkar dengan perhitungan
Cut off grade rata – rata terendah 1,5 %
Front Bijih Nikel Bijih Nikel Total Volume ToP Soil Waste
SR
(m3) (Ton) (Ore+WS+TP)(m3) (m3) (m3)
1 280.000,00 420.000,00 461.847,67 77.673,00 104.174,67 0,4
2 165.625,00 248.437,50 521.167,87 31.171,50 324.371,37 1,4
3 185.625,00 278.437,50 311.694,14 57.525,96 68.543,18 0,5
4 285.625,00 428.437,50 512.416,90 74.417,46 152.374,44 0,5
Total 916.875,00 1.375.312,50 1.807.126,58 240.787,92 649.463,66 0,6

75
Tabel F.4
Total volume yang terbongkar Perbulan
Bulan Bijih Nikel Bijih Nikel Total Volume Waste
SR
3 3
(m ) (Ton) (Ore+WS+TP)(m ) (m3)
1 58.438,40 87.657,6 129.071 70.632,60 0,8
2 50.123,47 75.185,2 73.863 23.739,53 0,3
3 74.070,40 111.105,6 156.164 82.093,60 0,7
4 49.143,73 73.715,6 289.288 240.144,27 3,2
5 71.806,13 107.709,2 329.962 258.155,87 2,4
6 58.603,47 87.905,2 144.096 85.492,53 0,9
7 50.317,47 75.476,2 169.757 119.439,53 1,6
8 60.586,67 90.880 171.933 111.346,33 1,2
9 52.510,40 78.765,6 54.519 2.008,60 0,1
10 45.221,20 67.831,8 107743 62.521,80 0,9
Total 570.820,67 856.231 1.626.386 1.055.565,33 1,2

76
LAMPIRAN G

SPESIFIKASI ALAT DORONG BULLDOZER CAT D7G

OPERATING WEIGH :
Power Shift 20.094 Kg.
Blade Capacity 5.0 m3
Direct Drive 20.502 mm.
Engine Model 2000
No. of cylinders 6
Bore 121 mm
Stroke 152
Displement 10.5L
Trac Roller :
Width of standard trac shoe 508 mm
Length contac area (W/std.shoe) 2.76 m3
GENERALA DIMENSIONS :
Height (stripped top) 2.27 m
Height (to top of rops) 3.20 m
Overall Length (Width blade) 5.28 m
Without Blade 4.19 m
Ground (W/o trunnion std shoe) 2.55 m
Ground Clearance 3.47 mm
Blade Types and widths :
Strength 3.66 m
Angle 4.27 m
Full Tank Refill Capasity 435L

77
LAMPIRAN H
SPESIFIKASI ALAT GALI/MUAT EXCAVATOR

KOMATSU PC 300

Operating weight : 30.800 kg


Fly wheel : 232 hp
Horse power : 235 ps
Bucket capacity : 1,8 M3
Performance
Swing speed : 10,0 rpm
Max travel speed hi : 5,5 km/h
Mi : 4,5 km/h
Lo : 3,2 km/h
Dimensions
Overall length : 10935 mm
Overall height : 3255 mm
Overall width : 3190 mm
Length of track on grand : 3700 mm
Track gauge : 2590 mm
Tail swing radius : 3300 mm
Ground clearance : 500 mm
Engine
Model : SAA GD 108 E
Hydraulic system : 2 X variable
Hydraulic pump : piston

78
LAMPIRAN I
SPESIFIKASI DUMP TRUCK NISSAN DIESEL CWB 520

 Type : CWB 520


 Tenaga Maksimum : 340 HP
 Kapasitas Bak : 13 m3
 Kapasitas tangki : 300 liter
 Kecepatan maksimum : 91 Km/jam
 Panjang Bak :4m
 Lebar Bak : 2,21 m
 Tinggi Bak : 1,48 m
 Berat kendaraan + Muatan : 22000 Kg
 Berat muatan maksimum : 17,200 Kg
 Kemampuan menanjak : 30o
 Sudut penyimpangan roda 350
 Jarak antar roda ban : 2174 mm
 Jarak antara as depan dengan as belakang : 4050 mm
 Jarak as depan dengan bagian depan : 1450 mm
 Jarak as belakang dengan bagian belakang : 1485 mm
 Tekanan ban : 90 Psi
 Kecepatan maju : Gear I : 10 Km/jam
Gear II : 24 Km/jam
Gear III : 32 Km/jam
Gear IV : 46 Km/jam
Gear V : 65 Km/jam
Gear VI : 91 Km/jam
 Kecepatan mundur : 15 Km/jam

79
LAMPIRAN J
DIMENSI JALAN TAMBANG

1. PERHITUNGAN LEBAR JALAN ANGKUT MINIMUM


A. Lebar Jalan Angkut Minimum Pada Jalan Lurus
Lebar jalan angkut pada jalan lurus dapat di hitung dengan
menggunakan rumus:
Lmin = n Wt + ( n + 1 )( 0,5 x Wt), meter
Keterangan:
1.1.1 L = Lebar jalan angkut minimum, meter
n = Jumlah jalur
1.1.1.1.1.1 Wt = lebar truk
Berdasarkan spesifikasi alat angkut (lampiran ) truk Nissan Diesel
CWB 520 mempunyai lebar = 2,21 meter maka lebar jalan angkut
minimum untuk dua jalur adalah:
Lmin = n x Wt + ( 2 + 1 ) (0,5 x 2,54)
= 2 x 2,21 meter + (2 + 1) (0,5 x 2,21)
= 8,52 meter
 9 meter
B. LEBAR JALAN TIKUNGAN
Lebar jalan minimum pada tikungan dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
Wmin = n ( U + Fa + Fb + Z ) + C , meter
C = Z = 0,5 ( U + Fa + Fb)
Keterangan :
Wmin = Lebar jalan angkut minimum pada tikungan, meter
Fa = Lebar juntai depan, meter
Fb = Lebar juntai belakang, meter
U = Jarak jejak ban alat angkut yang bersimpangan, meter
Z = Jarak alat angkut dengan tepi jalan, meter

80
Berdasarkan spesifikasi teknis alat angkut, diperoleh data sebagai
berikut:
- Jarak antara poros depan dan belakang = 4.050 mm
- Jarak antara poros depan dengan bagian depan = 1.450 mm
- Jarak antara poros belakang dengan bagian belakang= 1.485 mm
- Jarak antara jejak roda ban = 2.174 mm
Bila peyimpangan roda depan saat membelok = 350
Maka lebar jalan angkut minimum pada tikungan untuk satu jalur
adalah:
Fa = 1.450 mm x sin 350 = 832,3 mm
Fb = 1.485 mm x sin 350 = 852,4 mm
Z = 0,5 ( U + Fa + Fb )
= 0,5 ( 2174 + 832,3 + 852,4) mm
= 0,5 x 3858,7 mm
= 1929,4 mm
Jadi lebar jalan angkut minimum pada tikungan
Wmin = n (U + Fa + Fb + Z) + C
= 2 (2174 + 832,3 mm + 852,4 mm + 1929,4 mm) +
1929,4 mm
= 13505,6 mm = 13,5 m  14 m

2. PERHITUNGAN JARI-JARI TIKUNGAN DAN SUPERELEVASI


JALAN
A. Jari-jari Tikungan

R= V2
127 (e  f)

Keterangan :
V : Kecepatan truk, 20 km/jam (pengamatan dilapangan)
R : jari-jari tikungan, m
e : superelevasi, 90 mm/m = 0,09 m/m
f : koefisien gesek melintang, untuk kecepatan < 80 km/jam

81
f = - 0,00065 .V + 0,192
= - 0,00065 (20) + 0,192
= 0,179
202
R=
127 (0,09  0,179)

= 11.70 m ≈ 12 meter.
Jari – jari tikungan minimal yang mampu dilalui oleh truk adalah
sebesar 12 meter.

B. Superelevasi (2 jalur)
Nilai superelevasi : 0,09 m/m (A.T Atkinson D.I.C)
Lebar jalan pada tikungan : 14 meter
Beda tinggi = 0,09 m/m x 14 m
= 1,26 m
= 126 cm
Superelevasi yang dilalui oleh truk adalah sebesar 126 cm.

3. PERHITUNGAN CROSS SLOPE


Jalan angkut yang baik memilikicross slope mm/m. hal ini berarti
setiap 1 meter jarak datar terdapat beda tinggi 40 mm atau 4 cm. sehingga
untuk jalan angkut dengan lebar 9 m mempunyai beda ketinggian pada
poros jalan sebesar.
P = ½ x lebar jalan
=½x9m
= 4,5 m
Sehingga beda tinggi yang harus di buat :
Q = 4.5 x 40 mm/m
= 180 mm/m
= 18 cm
Jadi agar jalan angkut memiliki cross slope yang baik, maka jalan angkut
bagian tengah harus memiliki beda tinggi sebesar 18 cm terhadap sisi
jalan.

82
4. KEMIRINGAN JALAN (GRADE)
Untuk kemiringan jalan angkut di rekomendasikan sebesar 10 %. Hal
ini di lakukan dengan pertimbangan kemampuan alat angkut baik dalam
pengereman maupun dalam mengatasi tanjakan saat melalui jalan tersebut.
Dengan pertimbangan tersebut dapat di harapkan efektifitas kerja alat
menjadi optimal.

83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110

Anda mungkin juga menyukai