Anda di halaman 1dari 69

EVALUASI KINERJA UNIT PEREMUK BATUBARA

STOCKPILE MAS 01 PT. MITRA AGRO SEMESTA


KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN

SKRIPSI

Oleh :
EGA ANJAS TAFIAN DAVINCI
112170133

PROGRAM SARJANA
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2021
EVALUASI KINERJA UNIT PEREMUK BATUBARA
STOCKPILE MAS 01 PT. MITRA AGRO SEMESTA
KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN

SKRIPSI
Disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik dari
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Oleh :
EGA ANJAS TAFIAN DAVINCI
112170133

PROGRAM SARJANA
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2021
EVALUASI KINERJA UNIT PEREMUK BATUBARA
STOCKPILE MAS 01 PT. MITRA AGRO SEMESTA
KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN

Oleh :
EGA ANJAS TAFIAN DAVINCI
112170133

Disetujui untuk
Program Sarjana
Program Studi Teknik Pertambangan
Jurusan Teknik Pertambangan
Fakultas Teknologi Mineral
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
Tanggal : ......................................

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

( Ir.Dwi Poetranto W. A, MT ) ( Ir.Drs.Abdul Rauf, M.Sc)


Dipersembahkan untuk :
Skripsi ini dipersembahkan kepada kedua Orang Tua
saya Bapak Warsito, S.H. dan Ibu Titik Ariyanti, A.Md.
Keb, kedua Adik saya tercinta Faray Juan Tody dan
Evana Petrina Dewi, dan semua pihak yang telah
membantu dan memberikan semangat serta doa.
RINGKASAN

PT. Mitra Agro Semesta merupakan perusahaan yang bergerak di bidang


pertambangan khususnya pengolahan batubara. Kegiatan peremukan batubara yang
dilakukan bertujuan untuk memperkecil ukuran batubara agar dapat memenuhi
kebutuhan pasar. Pabrik peremuk batubara terletak di Jalan A. Yani KM. 71, Desa
Simpang Empat, Kecamatan Simpang, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.
Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji unit peremuk yang ada di PT. Mitra Agro
Semesta dan melakukan upaya untuk perbaikan.
Unit peremuk batubara terdiri dari hopper, apron feeder, primary crusher,
secondary crusher, dan stacker conveyor, menghasilkan produk ukuran - 50 mm.
PT. Mitra Agro Semesta menetapkan produksi sebesar 160.026 ton perbulan
sedangkan produksi yang dihasilkan pada saat ini sebesar 133.501,6 ton perbulan
pada bulan April 2021 dengan rata – rata produksi 500,26 ton/jam. Target produksi
yang belum tercapai tersebut dikarenakan produksi alat peremuk batubara yang
masih rendah dan karena ada hambatan yang terjadi. Spesifikasi THOR Telescopic
radial stacker conveyor yang kurang sesuai menjadi penyebab terhentinya produksi
crusher untuk sementara waktu karena terdapat pemumpukan material. Total waktu
yang dibutuhkan untuk menghentikan crusher dalam satu hari sebesar 29,02 menit.
Berdasarkan hasil penelitian, untuk mencapai target produksi yang diinginkan maka
perlu dilakukan upaya yang dapat meningkatkan produksi unit peremuk batubara.
Setelah dilakukan penilaian terdapat alternatif-alternatif perbaikan yang dapat
dilakukan yaitu dengan mengganti chute menjadi diverter chute dengan penggerak
pneumatic cylinder dan membuat perencanaan penempatan material hasil crushing.
Alternatif perbaikan dengan mengganti desain chute menjadi diverter chute dan
perencanaan penempatan material hasil crushing yang dilakukan dapat
meningkatkan produksi menjadi 527 ton/jam dan total produksi perbulan sebesar
168.640 ton.

v
SUMMARY

PT. Mitra Agro Semesta is a company engaged in mining, especially coal


processing. The coal crushing activity is carried out with the aim of reducing the
size of the coal in order to meet market needs. The coal crusher plant is located at
Jalan A. Yani KM. 71, Simpang Empat Village, Simpang District, Banjar Regency,
South Kalimantan. This research was conducted to examine the crushing unit in PT.
Mitra Agro Semesta and make efforts for improvement.
The coal crusher unit consists of a hopper, apron feeder, primary crusher,
secondary crusher, and stacker conveyor, producing 1 type of size, namely -50 mm.
PT. Mitra Agro Semesta sets a production of 160,026 tons per month while the
current production is 133,501.6 tons per month in April 2021 with an average
production of 500.26 tons/hour. The production target that has not been achieved
is due to the low production of coal crushers and because there are obstacles that
occur. THOR Telescopic radial stacker conveyor specifications that are not suitable
are the cause of the temporary cessation of crusher production due to accumulation
of material. The total time needed to stop the crusher in one day is 29.02 minutes.
Based on the results of the study, to achieve the desired production target, it is
necessary to make efforts to increase the production of coal crusher units.
After the assessment, there are alternative improvements that can be made,
namely by changing the chute design to a diverter chute with a pneumatic cylinder
drive and planning the placement of the crushing material. Alternative repairs by
changing the chute design and planning for the placement of the crushing material
can increase production to 527 tons/hour and a total monthly production of 168,640
tons.

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga Penyusunan Skripsi dengan judul Evaluasi Kinerja Unit
Peremuk Batubara Di Stockpile MAS 01 PT. Mitra Agro Semesta , Kabupaten
Banjar, Kalimantan Selatan ini dapat diselesaikan. Penelitian dilaksanakan di PT.
Mitra Agro Semesta Site Mataraman, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan
Selatan mulai 17 Maret 2021 sampai dengan 31 Mei 2021. Skripsi ini merupakan
tugas akhir penyusun untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana Teknik.
Atas selesainya penyusunan skripsi ini, diucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Muhammad Irhas Effendi, M.S, Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2. Bapak Dr. Ir. Sutarto, MT, Dekan Fakultas Teknologi Mineral UPN “Veteran”
Yogyakarta
3. Bapak Dr. Ir. Eddy Winarno, S.Si, MT, Ketua Jurusan Teknik Pertambangan
4. Ibu Ir. Wawong Dwi Ratminah, MT, Koordinator Program Studi Sarjana Teknik
Pertambangan
5. Bapak Ir. Dwi Poetranto Waluyo A., MT, Dosen Pembimbing I
6. Bapak Ir. Drs. Abdul Rauf, M.Sc, Dosen Pembimbing II
7. Bapak Ir. Sudaryanto, MT, Dosen Pembahas I
8. Bapak Ir. R. Hariyanto, MT, Dosen Pembahas II
7. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi.
Akhirnya, semoga Skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pada umumnya,
dan khususnya ilmu pertambangan.

Yogyakarta, .............. 2021 Penyusun

( Ega Anjas Tafian Davinci )

vii
DAFTAR ISI

Halaman
RINGKASAN .......................................................................................................... v
SUMMARY .............................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xii
PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
1.3. Tujuan Penelitian.......................................................................................... 2
1.4. Batasan Masalah ........................................................................................... 2
1.5. Metodologi Penelitian .................................................................................. 2
1.6. Manfaat Penelitian........................................................................................ 5
TINJAUAN UMUM ................................................................................... 6
2.1. Lokasi dan Kesampaian Daerah ................................................................... 6
2.2. Iklim dan Curah Hujan ................................................................................. 7
2.3. Kondisi Geologi ........................................................................................... 8
2.4. Proses Penanganan Batubara ...................................................................... 10
DASAR TEORI ....................................................................................... 12
3.1. Peralatan Unit Peremuk Batubara .............................................................. 13
3.2. Produktivitas............................................................................................... 20
3.3. Efisiensi Kerja ............................................................................................ 20
3.4. Efektifitas Penggunaan Alat ....................................................................... 21
HASIL PENELITIAN ............................................................................. 23
4.1. Unit Peremuk.............................................................................................. 23
4.2. Hasil Pengolahan Data ............................................................................... 27
PEMBAHASAN ....................................................................................... 30
5.1. Penilaian Produksi Stacker Conveyor ........................................................ 30
5.2. Upaya Perbaikan yang dilakukan ............................................................... 32

viii
Halaman
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 37
6.1. Kesimpulan................................................................................................. 37
6.2. Saran ........................................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 39
LAMPIRAN ........................................................................................................... 40

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1.1 Diagram Alir Proses Penelitian ....................................................................... 4
2.1 Peta Kesampaian Lokasi ................................................................................. 7
2.2 Curah Hujan Rata-Rata dan Maksimum Bulanan ........................................... 7
2.3 Hari Hujan Maksimum dan Rata-Rata Bulanan.............................................. 8
2.4 Stratigrafi Cekungan Barito (Adaro Resource Report, 1999) ......................... 10
2.5 Proses Penanganan Batubara........................................................................... 11
2.6 Layout Stockpile MAS 01 ............................................................................... 11
3.1 (a) Siklus Terbuka (b) Siklus Tertutup ........................................................... 12
3.2 Penampang Hopper ......................................................................................... 13
3.3 (a) two corrugated shells, (b) one corrugated and one smoth shell,
(c)one step ...................................................................................................... 15
3.4 Roller Screen ................................................................................................... 16
3.5 Penampang Area Belt conveyor ...................................................................... 18
4.1 Pemuatan Batubara ke Hopper........................................................................ 22
4.2 Hopper ............................................................................................................ 23
4.3 Grizzly dan Apron feeder ................................................................................ 23
4.4 Primary Crusher ............................................................................................. 24
4.5 Roller Screen ................................................................................................... 24
4.6 Roller Screen dan Secondary crusher ............................................................. 25
4.7 Belt Conveyor .................................................................................................. 25
4.8 Chute dan Radial Stacker Conveyor ............................................................... 26
4.9 Telescopic Radial Stacker Conveyor .............................................................. 26
4.10 Penumpukan Batubara di THOR .................................................................. 28
5.1 Mengganti Chute menjadi Diverter Chute ...................................................... 32

x
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
2.1 Titik Koordinat lokasi PT. MAS (stockpile 01) .............................................. 6
3.1 Koefisien Belt Conveyor ................................................................................. 19
3.2 Surcharge Angle Material Versi Brigdestone Handbook ............................... 19
3.3 Koefisien Sudut Kemiringan (s) ..................................................................... 20
3.4 Penggolongan Effisiensi dan Waktu Kerja Peralatan ..................................... 20
4.1 Data Produksi Unit Peremuk MAS 01 bulan April 2021 ................................ 27
4.3 Target Produksi Unit Peremuk per bulan ........................................................ 27
4.5 Efektifitas Belt Conveyor Bulan April 2021 ................................................... 27
5.1 Kode dan Kapasitas Timbunan Crush Coal .................................................... 34
5.2 Pencapaian Produksi Setelah Perbaikan.......................................................... 34

xi
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN Halaman
A CURAH HUJAN ............................................................................................... 39
B SPESIFIKASI PERALATAN ........................................................................... 40
C PERRHITUNGAN KAPASITAS UNIT PEREMUK ...................................... 43
D PERHITUNGAN WAKTU KERJA EFEKTIF ................................................ 50
E PENUMPUKAN MATERIAL PADA THOR STACKER CONVEYOR ........... 51
F PERENCANAAN PENEMPATAN CRUSH COAL ......................................... 52
G DESAIN RANCANGAN DIVERTER CHUTE ................................................ 54
H LAYOUT PENEMPATAN CRUSH COAL ..................................................... 55

xii
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam (SDA)
yang melimpah salah satunya adalah batubara. Kalimantan merupakan wilayah
yang paling banyak kandungan batubara di Indonesia. Banyak perusahaan yang
mengeksploitasi batubara di Kalimantan. Pertambangan batubara merupakan salah
satu sumber pemasukan bagi negara, sampai saat ini batubara masih menjadi energi
utama bagi kekayaan industri di dunia terutama sektor Pembangkit Listrik Tenaga
Uap (PLTU), Unit Peleburan dan lain sebagainya.
Potensi batubara di Indonesia sangat menjanjikan, terutama di pulau
Kalimantan. PT. Mitra Agro Semesta merupakan perusahaan swasta dalam negeri
yang bergerak di bidang usaha pertambangan khususnya pengangkutan,
penimbunan dan pengolahan batubara. Untuk wilayah operasional pengangkutan
(hauling road), penumpukan (stockpile) dan pengolahan (crushing) batubara PT.
Mitra Agro Semesta termasuk kedalam area HGU PTPN XIII di Komplek Kebun
Danau Salak No. 02, Desa Bawahan Selan, Kecamatan Mataraman, Kabupaten
Banjar, Kalimantan Selatan. Kegiatan pengangkutan, penimbunan dan pengolahan
batubara PT. Mitra Agro Semesta dikerjakan oleh PT. Plastisindo Bestari Wasesa
dan PT. Talenta Bumi.
Terdapat permasalahan dalam pencapaian target produksi sebesar 160.026 ton
perbulan, sedangkan produksi pada bulan April 2021 adalah 133.501,6 ton dengan
rata – rata produktivitas sebesar 500,26 ton/jam. Kerusakan pada gearbox apron
feeder dan menunggu gearbox pengganti menyebabkan unit peremuk stockpile
MAS 01 berhenti produksi selama 15 shift. Penggunaan 2 stacker conveyor belum
optimal karena terdapat waktu hambatan untuk menghentikan crusher sementara
karena terdapat penumpukan material di mulut THOR telescopic radial stacker
conveyor selama 29,02 menit dalam satu hari.

1
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kinerja stacker conveyor dalam menumpahkan batubara hasil
crushing ke stockpile ?
2. Bagaimana upaya untuk memenuhi target produksi ?

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis kinerja stacker conveyor dalam menumpahkan batubara hasil
crushing ke stockpile.
2. Mengupayakan alternatif – alternatif perbaikan yang dapat dilakukan untuk
meningkatan produksi pada unit peremuk.

1.4. Batasan Masalah


Agar tujuan diatas dapat tercapai, maka diperlukan adanya pembatasan masalah
yang dihadapi, antara lain :
1. Material umpan selalu tersedia.
2. Tidak ada perubahan kecepatan pada belt conveyor.
3. Produksi batubara dari front penambangan masing – masing perusahaan
terpenuhi.
4. Tidak ada perubahan setting primary crusher dan secondary crusher.

1.5. Metodologi Penelitian


Dalam penelitian ini menggunakan beberapa metodologi penelitian yang
dilakukan sebagai berikut :
1. Studi Literatur
Studi literatur dilakukan dengan mencari bahan pustaka yang menunjang penelitian.
Bahan-bahan pustaka tersebut dapat diperoleh antara lain :
a. Buku-buku di perpustakaan yang terkait dengan bidang pertambangan
khususnya pengolahan bahan galian.
b. Peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Katalog alat-alat yang berhubungan dengan proses peremukan.
d. Laporan-laporan penelitian terdahulu dengan topik yang sama.

2
2. Observasi Lapangan
Kegiatan ini dilakukan untuk melihat langsung kondisi daerah penelitian secara
aktual berupa layout peralatan, penanganan peralatan, serta kondisi kerja peralatan
yang ada.
3. Pengambilan Data
Pengambilan data di lapangan yakni pengumpulan data yang berkaitan dengan
kegiatan penelitian, data yang dikelompokkan sebagai berikut :
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diambil langsung dari lapangan penelitian, data
tersebut berupa :
a. Dimensi dari hopper.
b. Kemiringan dan kecepatan belt conveyor.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang dikumpulkan baik data dari perusahaan maupun
literatur yang berkaitan dengan penelitian. Data tersebut seperti :
a. Data dan spesifikasi hopper, apron feeder, double roll crusher, roller screen, belt
conveyor, stacker conveyor.
b. Peta daerah penelitian.
c. Peta rancangan pabrik peremuk.
d. Bulk density batubara.
e. Kapasitas nyata dari tiap peralatan.
f. Waktu dan hambatan saat produktivitas.
g. Target produksi dari perusahaan.
h. Iklim dan data curah hujan.
4. Pengolahan Data
Data yang diperoleh kemudian dilakukan proses pengolahan data yang berkaitan
dengan kegiatan penelitian. Pengolahan data dilakukan menggunakan perangkat
komputer. Teknis pengolahan data yang dilakukan tahap pertama adalah
menghitung data sebelum peningkatan produksi, adapun kegiatan yang dilakukan
sebagai berikut:
a. Menghitung kapasitas unit peremuk.
b. Menghitung efektifitas pada alat peremuk.

3
c. Merancang desain diverter chute dengan penggerak pneumatic cylinder.
d. Menghitung kapasitas timbunan stockpile.
5. Analisis Hasil Pengolahan Data
Analisis data dilakukan untuk memperoleh pemecahan masalah dari permasalahan
yang ada pada rumusan masalah. Analisis dilakukan dengan melakukan pengamatan
dan perhitungan pada kinerja stacker conveyor dalam menumpahkan material hasil
crushing dan efektifitas pada alat peremuk untuk mencari faktor yang dapat
dioptimalkan kemudian dilakukan upaya pengoptimalannya.

Gambar 1.1
Diagram Alir Proses Penelitian

4
1.6. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk :
1. Adanya masukan bermanfaat yang dapat digunakan sebagai sumbangan
pemikiran bagi perusahaan dalam melakukan pertimbangan teknis pada kinerja
alat peremuk.
2. Sebagai bahan studi perbandingan untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan
dengan optimalisasi produksi unit peremuk batubara.
3. Dapat menambah wawasan tentang kegiatan penambangan, khususnya untuk
optimalisasi produksi unit peremuk batubara.

5
TINJAUAN UMUM

2.1. Lokasi dan Kesampaian Daerah


Secara administrasi letak dan posisi lokasi PT. Mitra Agro Semesta berada di
Jalan A. Yani KM. 71, Desa Simpang Empat, Kecamatan Simpang, Kabupaten
Banjar, Kalimantan Selatan. Jarak yang ditempuh menuju lokasi PT. Mitra Agro
Semesta dari Bandar Udara Syamsuddin Noor adalah ± 35 km melalui perjalanan
darat dengan waktu yang dapat ditempuh ± 1 jam dengan menggunakan kendaraan
roda 4. Tabel koordinat lokasi PT. Mitra Agro Semesta dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1
Titik Koordinat lokasi PT. MAS (stockpile 01)
No. Easting (mE) Northing (mN)
1. 279234,59 9640905,52
2. 279313,00 9640456,50
3. 278839,00 9640480,00
4. 278831,25 9640553,14
5. 278731,50 9640471,00
6. 278699,00 9640573,50
7. 278809,24 9640676,63
8. 278855,80 9640695,98
9. 278994,09 9640718,43
10. 278978,10 9640870,79
Sumber : PT. Mitra Agro Semesta 2020

Untuk wilayah pembangunan dan operasional pengangkutan (hauling road),


penumpukan (stockpile) dan pengolahan (crushing) batubara PT. Mitra Agro
Semesta termasuk dalam area HGU PTPN XIII di Komplek Kebun Danau Salak
No. 02, Desa Bawahan Selan, Kecamatan Mataraman, Kabupaten Banjar,
Kalimantan Selatan. Peta kesampaian lokasi dapat dilihat pada Gambar 2.1. Luas
daerah penelitian adalah 25,3 ha berdasarkan Surat Keterangan Izin Usaha

6
Pertambangan Operasi Produksi Khusus Nomor 503/4-IUP.OPK/DS-
DPMPTSP/IV/V/2020.

Gambar 2.1
Peta Kesampaian Lokasi

2.2. Iklim dan Curah Hujan


Lokasi penelitian PT. Mitra Agro Semesta dipengaruhi oleh iklim tropika
basah dengan ciri khas yaitu curah hujan yang cukup tinggi dengan penyebaran
merata sepanjang tahun. Curah hujan rata-rata bulanan pada lokasi penelitian
selama 2008-2017 dapat dilihat pada Gambar 2.2. dan untuk hari hujan bulanan
dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.2
Curah Hujan Rata-Rata dan Maksimum Bulanan (2008-2017)

7
Gambar 2.3
Hari Hujan Maksimum dan Rata-Rata Bulanan (2008-2017)

2.3. Kondisi Geologi


Secara geologis wilayah Kabupaten Banjar terbentuk dari batuan endapan
aluvial, gambut, delta sungai dan rawa yang menyebar hampir disemua kecamatan
kecuali Kecamatan Aranio, Pengaron, Sungai Pinang, Paramasan dan Karang Intan.
Disebelah timur dari utara sampai ke selatan membentang kaki Pegunungan
Meratus yang berbatasan dengan Kecamatan Pengaron, Sungai Pinang, Paramasan,
Aranio, dan Karang Intan. Sedangkan dilihat dari segi kemiringan lereng,
Kabupaten Banjar cukup bervariatif. Hal tersebut dapat dilihat dari kondisi
morfologi wilayah Kabupaten Banjar yang terdiri dataran yang landai,
bergelombang, berbukit, sehingga ke bentuk morfologi pergunungan.
2.3.1. Fisiografi
Area IUP OPK PT. Mitra Agro Semesta termasuk dalam satuan perbukitan
bergelombang lemah sampai pedataran dengan ketinggian antara 18 – 50 mdpl.
Alur-alur sungai yang ada di daerah tambang membentuk pola pengaliran
subdendritik dan sebagian bermuara di Sungai Barito yang merupakan sungai utama
di Kabupaten Banjar.
Secara umum dan sesuai dengan kenampakan lapangan, morfologi daerah
Kecamatan Mataraman dapat dibedakan menjadi 2 (dua) satuan yaitu:
1. Satuan Morfologi Perbukitan Lemah
Batuan pembentuk Morfologi ini adalah Formasi Tanjung dan Formasi Warukin.
Pola aliran yang berkembang adalah pola aliran Dendritik yang mencerminkan
ketahanan batuan terhadap erosi seragam dan termasuk dalam stadium erosi
menjelang dewasa.

8
2. Satuan Morfologi Pedataran
Bantuan penyusun dari morfologi ini sebagaian besar adalah Formasi Dahor dan
hasil pelapukan batuan yang lebih tua dan endapan sungai.
2.3.2. Stratigrafi
Batuan tertua yang tersingkap di Cekungan Barito adalah batuan Pra Tersier
yang merupakan batuan dasar dari Cekungan Barito. Batuan Pra Tersier terdiri dari
batuan beku bersusunan menengah dan sedimen laut dalam, diterobos granit
muskovit berumur Kapur Akhir.
1. Formasi Tanjung (Tet)
Formasi Tanjung terdiri dari batupasir kuarsa, batulempung dengan sisipan batubara
dan konglomerat. Batubara berwarna hitam mengkilat berlapis baik dengan
ketebalan 20 cm – 5 m.
2. Formasi Berai (Tomb)
Batugamping bersisipan napal. Batugamping berwarna putih kecoklatan
mengandung foraminifera besar, koral dan ganggang. Napal berwarna kelabu
kecoklatan berlapis baik dengan ketebalan 20 - 30 cm. Formasi ini menindih secara
selaras dengan Formasi Tanjung diendapkan pada lingkungan neritik dengan
ketebalan sekitar 500 meter. Pada beberapa tempat terdapat sisipan batubara.
3. Formasi Warukin (Tmw)
Formasi ini didominasi oleh perselingan antara batulempung dan batupasir kuarsa
dengan sisipan batubara. Batulempung berwarna kelabu kecoklatan kurang padat,
mengandung kaolin berlapis baik dengan ketebalan 90 cm - 4 m. Tebal formasi ini
sekitar 1.250 meter.
4. Formasi Dahor (Tqd)
Terdiri dari batu pasir kuarsa bersisipan batulempung, lignit, konglomerat setempat
bersisipan limonit, batupasir berwarna putih kelabu, berbutir halus sampai sedang,
terpilah buruk, membundar menyudut tanggung dan belum mengeras.
Komposisinya terdiri dari kuarsa, plagioklas, kaolinit dan ilminit, setempat
mengandung lensa batupasir kuarsa berwarna kuning kemerahan dengan tebal
lapisan sekitar 4 m. Batubara pada formasi ini mempunyai ketebalan dari 20 cm -
lebih dari 10 m. Susunan stratigrafi daerah Kabupaten Banjar dapat dilihat pada
Gambar 2.4.

9
Gambar 2.4
Stratigrafi Cekungan Barito (Adaro Resource Report, 1999)
2.3.3. Struktur Geologi
Mengingat litologi di daerah ini didominasi oleh batuan yang berumur tersier,
diduga kehadiran sesar kelurusan dan lipatan berhubungan erat dengan kegiatan
tektonik yang terjadi pada jaman tersier. Berdasarkan tatanan tektonik regional,
lokasi penelitian merupakan perbatasan kerangka geologi Cekungan Kutai dengan
Cekungan Barito yang terbentuk pada zaman tersier atau dengan kata lain daerah
konsesi ini berada di tepi Cekungan Barito.

2.4. Proses Penanganan Batubara


Lokasi milik HGU PTPN XIII terdapat 8 IUP OP yaitu PT Banjar Bumi
Persada, CV. Hirzan Raya, CV. Akbar, CV. Mitra Mining, CV. Perintis Bara
Bersaudara, CV. Lestari, CV. Cintapuri Pratama dan CV. Rizki Bintang, perusahaan
tersebut penumpukan dan pengolahannya ditangani oleh PT. Mitra Agro Semesta
yang terbagi menjadi 2 stockpile batubara. Proses Penanganan Batubara dapat
dilihat pada Gambar 2.5.

10
Gambar 2.5
Proses Penanganan Batubara
Setelah melewati jembatan timbang selanjutnya batubara ditimbun sementara
di Stockpile MAS 01 dan MAS 02 PT. Mitra Agro Semesta yang kemudian
nantinya dimasukkan ke hopper dengan bantuan wheel Loader. Stockpile MAS 01
mempunyai kapasitas ROM stockpile 100.000 ton dan produk 45.000 ton sedangkan
MAS 02 berkapasitas ROM 30.000 ton dan produk 12.000 ton. Layout stockpile
MAS 01 dapat dilihat pada Gambar 2.6. Dikaitkan dengan rencana pemasaran dan
operasi penambangan batubara, proses pengolahan batubara (Coal Processing
Plant/CPP) bertujuan untuk mengolah batubara menjadi produk batubara (product
area) yang sesuai dengan permintaan pasar. Proses pemuatan menuju tongkang
melalui jalur darat menggunakan trailer double vessel dan trailer single vessel
berkapasitas 80 ton sejauh 41 km menuju jetty milik PT. Talenta Bumi kemudian
dimuat menuju tongkang menggunakan conveyor.

Sumber : PT. Mitra Agro Semesta

Gambar 2.6
Layout Stockpile MAS 01

11
DASAR TEORI

Peremukan material pada dasarnya bertujuan untuk mereduksi ukuran material,


dari ukuran bongkahan besar menjadi pecahan kecil. Kegiatan peremukan
memerlukan beberapa peralatan, seperti roll crusher dan double roll crusher dan
peralatan tambahan lain yang saling berkaitan. Ada 2 macam siklus pada proses
peremukan dapat dilihat pada Gambar 3.1.
a. Primary Crushing
Primary Crushing merupakan tahap penghancuran yang pertama, umpan berupa
bongkah-bongkah besar berukuran ± 500 mm dan produknya berukuran 200 mm,
alat yang digunakan adalah double roll crusher. Berdasarkan rule of thumb
primary crusher memiliki nilai reduction ratio sebesar 2,5. Menurut Currie
(1973), nilai reduction ratio yang baik pada proses peremukan untuk primary
crushing adalah 4 - 7, untuk secondary crushing adalah 14 – 20 dan untuk fine
crushing adalah 50-10.
b. Secondary Crushing
Secondary Crushing merupakan tahapan penghancuran dari kelanjutan primary
crushing umpan berukuran 200 mm atau lebih kecil. Alat yang digunakan adalah
double roll crusher dengan setting 50 mm. Berdasarkan rule of thumb secondary
crusher memiliki nilai reduction ratio sebesar 10.

Sumber : Mineral Processing Technology by Barry A. Wills, Tim Napier-Munn


Gambar 3.1
(a) Siklus Terbuka (b) Siklus Tertutup

12
Untuk memperkecil material hasil penambangan yang umumnya masih
berukuran bongkah digunakan alat peremuk. Material hasil dari peremukan akan
dilakukan pengayakan (screening) yang akan menghasilkan dua macam produk
yaitu produk yang lolos ayakan yang disebut undersize, merupakan produk yang
akan diolah lebih lanjut atau juga sebagai produk akhir. Material yang tidak lolos
ayakan disebut oversize, merupakan produk yang akan dikembalikan lagi ke alat
peremuk untuk dilakukan peremukan lagi. Proses peremukan bisa dilakukan dengan
dua macam siklus, yaitu siklus terbuka dan siklus tertutup.

3.1. Peralatan Unit Peremuk Batubara


Peralatan yang digunakan pada proses peremukan batubara dalam penelitian ini
adalah hopper, apron feeder, double roll primary crusher, double roll secondary
crusher, roller screen, grizzly screen, chute, dan belt conveyor.
3.1.1. Alat Pengumpanan ke Hopper
Alat Pengumpanan berfungsi untuk mengumpan material ke hopper langsung
dari tambang maupun melangsir dari ROM stockpile. Alat yang digunakan yaitu
Wheel Loader dan Dumptruck.
3.1.2. Hopper
Hopper adalah alat yang digunakan untuk menampung sementara komoditas
tambang yang akan dilakukan proses peremukan. Hopper (Gambar 3.2) terbuat dari
baja yang tahan terhadap korosi. Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan ketika
mendesain hopper yang akan digunakan bersama dengan feeder.

Keterangan:
Pa = Panjang atas (m)
Pb = Panjang bawah (m)
la = Lebar atas (m)
lb = Lebar bawah (m)
t = Tinggi (m)

Gambar 3.2
Penampang Hopper

13
Hopper yang digunakan berbentuk gabungan dari balok dan limas terpancung
sehingga, untuk menghitung volume tampung hopper digunakan persamaan
matematika yaitu perhitungan volume trapesium dan volume balok (Oktakusgara
dkk, hal 5).
1
𝑉= 3
𝑥 𝑡 𝑥 (𝐿𝑎 + 𝐿𝑏 + √𝐿𝑎 𝑥 𝐿𝑏 ....................................................................... (3.1)

Keterangan :
V = Volume bagian hopper berbentuk limas terpancung (m3)
t = Tinggi bagian hopper berbentuk limas terpancung (m)
La = Luas Atas = Luas bagian atas hopper berbentuk limas terpancung (m2)
Lb = Luas Bawah = Luas bagian atas hopper berbentuk limas terpancung (m2)
Dari hasil perhitungan volume total hopper dapat dihitung kapasitas hopper
dalam tonase yaitu dengan :
𝑄 = 𝑉 𝑥 𝑦..................................................................................................... (3.2)
Keterangan :
Q = Kapasitas hopper (ton)
V = Volume limas terpancung (m3)
γ = Bobot isi (ton/m3)
3.1.3. Feeder
Feeder digunakan untuk menyediakan sarana kontrol untuk penarikan material
curah dari unit penyimpanan, seperti tempat sampah, bunker, silo, dan hopper.
Fungsi kontrol ini dapat dilakukan dengan benar hanya selama sebagai bahan curah
mengalir dengan gravitasi ke feeder secara seragam dan tanpa gangguan (Maurice
C. Fuerstenau & Kenneth N. Han, 2003).
Apron Feeder merupakan pengumpan yang berupa lembaran baja, masing –
masing dihubungkan oleh roller chain (rantai berputar), feeder ini dirancang untuk
memindahkan material yang berat dan besar dari hopper menuju conveyor atau
crusher.
3.1.4. Alat Peremuk (Crusher)
Double roll crusher adalah produk alat preparasi pertambangan yang berfungsi
untuk menghancurkan batuan/sampel material seperti mineral, bijih nikel dan
batuan tambang lainnya agar bisa menjadi serpihan yang halus dan dapat diatur
sedemikian rupa ketebalan serpihan tersebut. Double roll crusher merupakan jenis

14
crusher yang prinsipnya memecahkan material dengan cara menghimpitkan
material tersebut di antara dua silinder logam, dengan sumbu sejajar satu sama lain
dan dipisahkan dengan spasi sama dengan ukuran produk yang diinginkan.
Menggunakan kompresi untuk menghancurkan material (Mugeni dkk, 2018:22).

Gambar 3.3
(a) two corrugated shells, (b) one corrugated and one smoth shell, (c)one step
tooth and one smooth shell, (d) two step tooth shells synchronized, (e) two smooth
shells

Kapasitas roll crusher sebanding dengan lebarnya (W) diameter roll crusher
(D) dan Kecepatan putaran roll crusher. Dalam kondisi kontinu dan pengumpanan
yang stabil, kapasitas roll crusher (Q) dinyatakan dengan rumus berikut (Ebge dan
Olugboji,2016:513) :
𝑄 = 𝜋 𝑥 60 𝑥 𝜔 𝑥 𝐷 𝑥 𝑊 𝑥 𝑠 𝑥 𝛿.................................................................(3.3)
Keterangan :
Q = Kapasitas roll crusher (ton/jam)
𝜔 = Jumlah putaran (rpm)
D = Diameter roll (m)
W = Lebar permukaan roll (m)
s = Jarak antar roll (m)
𝛿 = Bobot isi (ton/m3)
Hancurnya material pada roll crusher dibedakan menjadi :
1. Choke crushing, yaitu penghancuran material yang tidak saja dilakukan oleh
permukaan roll tetapi juga oleh sesama material. Keuntungan dari choke
crushing adalah:
a. Penghancuran yang terjadi adalah ore on ore juga ore on metal

15
b. Kapasitas lebih besar
2. Free crushing, yaitu material yang masuk langsung dihancurkan oleh roll.
3.1.5. Screen
Ayakan yang dipakai di dunia industri secara garis besar terbagi menjadi
stationary dan dynamic berdasarkan metodenya. Ayakan stationary di tempatkan
dengan sudut antara 0° dan 45° dari garis horizontal. Ayakan dynamic terbagi
berdasarkan cara menghasilkan gerakan seperti berputar, bergoncang, bergetar, dan
bergerak maju mundur (D.V. Subba Rao, 2017).
Roller Screen (Gambar 3.4) terdiri dari gulungan atau disk berputar yang
digerakkan secara paralel. Gulungan tersusun pada jarak yang ditentukan yang
membentuk lubang persegi atau persegi panjang, memungkinkan lolosnya material
yang berukuran undersize dan material oversize diangkut ke secondary crusher.

Gambar 3.4
Roller Screen

Karena rotasi yang rata dari gulungan, bahan umpan mengalami gerakan
bergulir harmonik dan dipisahkan dengan lembut. Jika bahannya sangat lembab,
lengket, atau liat, gulungan dilengkapi dengan pencakar yang membersihkan bagian
bawah gulungan untuk memastikan pemisahan yang efisien. Roller Screen dapat
digunakan untuk aplikasi pengayakan dari 3 hingga 300 mm. Keuntungannya
adalah kapasitas tinggi, tingkat kebisingan rendah, membutuhkan sedikit ruang
kepala dan memungkinkan penyaringan bahan yang sangat lengket (D.V. Subba
Rao, 2017).
3.1.6. Ban Berjalan (Belt Conveyor)
Conveyor adalah alat angkut material secara kesinambungan baik pada keadaan
miring, tegak maupun mendatar berdasarkan penggunaannya dan dapat terbuat dari

16
karet atau logam. Belt conveyor dapat digunakan untuk mengangkut material baik
berupa unit load atau bulk material. Unit load adalah benda yang biasanya dapat
dihitung jumlahnya satu per satu, misal kotak-kotak, kantong, balok dan lain-lain,
sedangkan “bulk material” adalah material berupa butir-butir atau serbuk, seperti
pasir, batubara, semen dan lain-lain.
Belt Conveyor digerakkan oleh motor penggerak yang dipasang pada head
pulley. Belt conveyor akan kembali ke tempat semula karena di belokkan oleh pulley
awal dan pulley akhir. Material yang didistribusikan melalui pengumpan akan
dibawa oleh ban berjalan dan berakhir pada head pulley. Pada saat proses kerja di
unit peremuk dimulai, conveyor harus bergerak lebih dulu sebelum alat peremuk
bekerja. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kelebihan muatan (over load)
pada conveyor.
Pemakaian belt conveyor dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Sifat fisik dan keadaan material
Kemampuan belt conveyor dalam mengangkut material sangat berhubungan
dengan material yang diangkutnya. Kondisi material tersebut antara lain :
a. Ukuran dan bentuk material
b. Kandungan air
c. Komposisi material
2. Keadaan topografi
Kondisi lapangan dapat mempengaruhi penggunaan belt conveyor. Belt
conveyor biasanya digunakan pada daerah yang relatif landai dan kemiringan dari
belt conveyor yang efektif untuk digunakan yaitu tidak melebihi 1800.
3. Jarak pengangkutan
Belt conveyor dapat digunakan untuk mengangkut material jarak dekat maupun
jarak jauh. Kapasitas teoritis belt conveyor sangat dipengaruhi oleh luas penampang
melintang material yang terangkut belt conveyor, kecepatan belt conveyor, dan
bobot isi material yang terangkut.
Bagian-bagian belt conveyor (Gambar 3.5)
1. Sabuk/Belt, untuk membawa material yang diangkut
2. Idler, untuk menahan atau menyangga sabuk
3. Centering device, untuk mencegah agar sabuk tidak meleset dari rollers

17
4. Drive units, alat penggerak pulley belt conveyor
5. Take ups, untuk mengatur tegangan sabuk dan mencegah selip antara sabuk
dengan pulley penggerak karena bertambah panjangnya sabuk
6. Kerangka / frame, sebagai tempat belt conveyor
7. Motor penggerak, untuk menggerakkan drive pulley

Sumber: Bridgestone, Conveyor Belt Design Manual

Gambar 3.5
Penampang Area Belt conveyor

Rumus umum yang digunakan dalam menghitung kapasitas produksi teoritis


adalah (Prodjosumarto, 1993 : 51-52) :
𝑄𝑡 = 3600 𝑥 𝐴 𝑥 𝑣 𝑥 𝛾 𝑥 𝑠.......................................................................... (3.4)
Keterangan:
Qt = Kapasitas teoritis belt conveyor (ton/jam)
A = Luas penampang melintang muatan di atas belt conveyor (m2)
v = Kecepatan Belt (m/detik)
γ = Bobot isi (ton/m3)
s = Koefisien dari incline/decline
Pengertian yang terdapat pada belt conveyor :
1. Cross section area
Untuk perhitungan luas penampang belt conveyor, dengan mengetahui luas
penampang melintang muatan di atas belt conveyor maka kapasitas teoritis dari belt
conveyor dapat dicari dengan menggunakan persamaan versi bridgestone handbook
sebagai berikut :

𝐴 = 𝐾 𝑥 (0,9𝐵 − 0,052 )............................................................................. (3.5)


Keterangan :
A = Luas penampang melintang muatan di atas belt conveyor (m2)

18
K = Koefisien Luas Penampang Belt yang dipengaruhi oleh trough angle
dan surcharge angle disesuaikan dengan lebar Belt (lihat Tabel 3.1)
B = Lebar Belt (m)
2. Surcharge Angle
Surcharge Angle material merupakan sudut angkut material ketika jatuh. Luas
penampang melintang akan tergantung pada lebar sabuk, dalamnya cekungan
sabuk, sudut lereng alam (angle of repose) material terangkut dan mampu dimuati
sampai batas kemampuannya, sedangkan sudut lereng alami material diatas belt
conveyor dipengaruhi oleh jenis dan kondisi material yang diangkut (Tabel 3.2).
Surcharge Angle material pada saat diangkut lebih kecil daripada ketika sedang
tidak diangkut. Koefisien belt conveyor dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1
Koefisien Belt Conveyor

Sumber: Bridgestone, Conveyor Belt Design Manual

Tabel 3. 2
Surcharge Angle Material Versi Brigdestone Handbook

19
3. Koefisien kemiringan belt
Kapasitas muatan belt conveyor tergantung dari kemiringan belt. Semakin besar
sudut kemiringan, maka semakin sedikit jumlah material yang dapat diangkut.
Semakin kecil sudut kemiringannya maka semakin besar jumlah material yang
dapat diangkut. Nilai koefisiennya dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3
Koefisien Sudut Kemiringan (s)

3.2. Produktivitas
Produktivitas crusher dibedakan menjadi dua macam yaitu produktivitas desain
dan produktivitas nyata. Produktivitas desain merupakan kemampuan produksi
yang seharusnya dicapai oleh alat tersebut dan dapat diketahui dari spesifikasi alat
yang dibuat oleh pabrik, sedangkan produktivitas nyata merupakan kemampuan
produksi sesungguhnya yang didasarkan pada system produksi yang diterapkan.
Produksi (ton)
Produksi Nyata = ......................................................... (3.6)
Waktu Operasi (jam)

3.3. Efisiensi Kerja


Efisiensi kerja merupakan penilaian terhadap pelaksanaan suatu pekerjaan atau
merupakan perbandingan antara waktu yang dipakai untuk bekerja dengan waktu
yang tersedia. Dalam perhitungannya digunakan perhitungannya digunakan
persentase kerja efektif (%). Effisiensi alat peremuk dapat digolongkan menjadi
beberapa penggolongan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.4.

20
Tabel 3.4
Penggolongan Effisiensi dan Waktu Kerja Peralatan

Sumber : Peurfoy, RL, 1998


Efisiensi rangkaian alat peremuk didasarkan pada waktu kerja dan waktu
kerja yang tersedia. Waktu kerja efektif dihitung dengan persamaan :
𝑊𝑒 = 𝑊𝑡 − (𝑊𝑡𝑑 + 𝑊ℎ𝑑)........................................................................ (3.7)
Keterangan :
We = Waktu kerja efektif (menit)
Wt = Waktu kerja tersedia (menit)
Wtd = Waktu hambatan yang tidak dapat dihindari (menit)
Whd = Waktu hambatan yang dapat dihindari (menit)
Efisiensi kerja adalah penilaian terhadap pelaksanaan suatu pekerjaan atau
merupakan perbandingan antara waktu produktif dengan waktu kerja yang
tersedia dan dinyatakan dalam persen (Mugeni dkk, 2018:24).
𝑊𝑒
(𝐸𝑘) = 𝑥 100 %................................................................................... (3.8)
𝑊𝑡

Keterangan :
Ek = Efisiensi kerja (%)
We = Waktu kerja efektif (menit)
Wt = Waktu Kerja yang tersedia (menit)

3.4. Efektifitas Penggunaan Alat


Suatu peralatan memiliki kemampuan kerja yang nantinya menjadi salah satu
faktor dalam pemilihan peralatan. Bentuk dari kemampuan kerja tersebut adalah
kapasitas produksi. Kapasitas yang ada yakni berupa kapasitas teoritis. Kapasitas
teoritis suatu peralatan didapat dengan menggunakan rumus serta asumsi pada
kondisi yang sangat ideal. Kenyataannya yang di lapangan, kapasitas nyata suatu
peralatan yang digunakan akan sulit bekerja mencapai kapasitas teoritis. Pada
umumnya kapasitas nyata suatu peralatan yang digunakan akan lebih rendah dari
kapasitas teoritis. Hal ini dapat disebabkan proses kerja yang kurang dapat

21
mendukung peralatan untuk bekerja pada kapasitas teoritis maupun karena
menurunnya kemampuan kerja alat yang disebabkan oleh penggunaan. Efektifitas
alat yaitu perbandingan antara kemampuan / kapasitas secara nyata dengan
kemampuan standar pembuatan / desain pada alat tersebut.
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑁𝑦𝑎𝑡𝑎
𝐸= 𝑥 100 %..................................................................... (3.9)
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐷𝑒𝑠𝑎𝑖𝑛

22
HASIL PENELITIAN

Analisa dilakukan untuk memperbaiki kinerja unit peremuk batubara stockpile


MAS 01 PT. Mitra Agro Semesta meliputi kinerja masing – masing bagian unit
peremuk batubara, distribusi produk dan kapasitas masing – masing alat.
4.1. Unit Peremuk
Proses produksi pada pabrik peremuk batubara di PT. Mitra Agro Semesta
terdapat beberapa tahapan yang saling berkaitan satu dengan yang lain.
4.1.1. Pemuatan Batubara ke Hopper
Batubara yang diangkut dari pit maupun dilangsir dari ROM stockpile
menggunakan dumptruck Hino FM 260JD berkapasitas 25 ton kemudian dimuat ke
dalam hopper menggunakan wheel loader Hitachi ZW220 dengan kapasitas bucket
3,9 m3 atau 3,5 ton dengan densitas batubara sebesar 0,9 ton/m3 (Gambar 4.1).

Gambar 4.1
Pemuatan Batubara ke Hopper
4.1.2. Penampung Umpan (Hopper)
Hopper yang digunakan pada unit peremuk PT. Mitra Agro Semesta
mempunyai ukuran pada bagian atas dengan panjang 5.000 mm dan lebar 3.000 mm
sedangkan pada bagian bawah memiliki ukuran panjang 2.000 mm, lebar 1000 mm

23
dan tinggi 1.000 mm sehingga memiliki kapasitas 27,73 ton dan dipasangkan grizzly
dengan ukuran 500 x 500 mm. Hopper dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2
Hopper

4.1.3. Pengumpan (Feeder)


Proses feeding dilakukan dengan apron feeder, terletak pada dasar hopper,
tempat material akan diumpankan ke primary crusher (double roll rusher). Grizzly
dan Apron feeder dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3
Grizzly dan Apron feeder
Apron feeder terpasang dengan kapasitas desain 650 ton/jam (Lampiran B).
Ukuran material yang masuk ke dalam apron feeder sebesar -500 mm digerakkan
motor berkapasitas 30kw dengan rasio gearbox 1:51,30 dan menggunakan grizzly
dengan ukuran 500 mm x 500 mm.
4.1.4. Peremukan Primer dengan Double Roll Crusher
Alat peremuk yang digunakan di unit peremuk batubara di PT. Mitra Agro
Semesta menggunakan sistem roll crusher dengan jenis double roll yang

24
menggunakan kompresi untuk menghancurkan material. Primary crusher dapat
dilihat pada Gambar 4.4. Pada tahapan ini batubara dari tambang mempunyai
ukuran maksimal 500 mm diremuk menjadi ukuran maksimal 200 mm.

Gambar 4.4
Primary Crusher
4.1.5. Screen
Jenis screen yang digunakan di PT. Mitra Agro Semesta adalah roller screen
(Gambar 4.5) yang mempunyai sistem penyaring batubara berdasarkan ukuran. Alat
ini digerakkan oleh motor yang terhubung rantai ke setiap roller tersebut dan
mempunyai interval 50 mm (antara sisi luar roller atau celah), sehingga material
yang kurang dari 50 mm akan jatuh ke conveyor berikutnya dan material yang lebih
dari 50 mm akan diteruskan ke secondary crusher.

Gambar 4.5
Roller Screen
4.1.6. Peremukan Sekunder dengan Double Roll Crusher
Double roll crusher digunakan untuk meremuk batuan hasil dari primary
crusher. Produk hasil peremukan secondary crusher merupakan hasil akhir atau
produk akhir yang akan langsung dimuat ke tongkang atau diletakkan di stockpile

25
dengan rancangan ukuran produk -50 mm. Roller Screen dan secondary crusher
dapat dilihat pada Gambar 4.6

Gambar 4.6
Roller Screen dan Secondary crusher
4.1.7. Pengangkutan dengan Belt Conveyor
Belt conveyor digunakan untuk seluruh kegiatan pengangkutan material produk
dari hasil permukan. Belt conveyor yang digunakan sebanyak 5 unit, 1 unit radial
stacker conveyor dan 1 unit teleschopic radial stacker conveyor. Belt conveyor
dapat dilihat pada Gambar 4.7. Spesifikasi belt conveyor yang digunakan PT. Mitra
Agro Semesta dapat dilihat pada Lampiran B.

Gambar 4.7
Belt Conveyor
4.1.8. Radial Stacker Conveyor
Stacker Conveyor ini digunakan untuk menumpahkan batubara hasil crushing
ke stockpile, ini bersifat dinamis dan bisa digerakkan memutar sebesar 900 dengan
kemiringan conveyor sebesar 150 dan lebar belt 1.200 mm. Kemudian digunakan

26
chute untuk membagi jalur menuju ke dua stacker conveyor dapat dilihat pada
Gambar 4.8.

Gambar 4.8
Chute dan Radial Stacker Conveyor

4.1.9. Telescopic Radial Stacker Conveyor


Telescopic Radial Stacker Conveyor THOR (Gambar 4.9) digunakan untuk
mengangkut produk batubara dari secondary crusher dan akan menumpahkannya
ke stockpile, akan tetapi lebih dinamis karena selain dapat memutar 2700 juga dapat
diatur panjang dan kemeringan sehingga kapasitas timbunannya lebih luas.
Memiliki tinggi 40 sampai 180, panjang 20.000 mm sampai dengan 35.000 mm.

Gambar 4.9
Telescopic Radial Stacker Conveyor
4.2. Hasil Pengolahan Data
Hasil pengambilan data primer dan data sekunder yang telah dilakukan akan
diolah untuk mencari penyebab permasalahan belum terpenuhinya target produksi
pada bulan April 2021.

27
4.2.1. Kapasitas Unit Peremuk
Berdasarkan data pada unit peremuk stockpile MAS 01, kapasitas produksi
nyata pada bulan April pada unit peremuk adalah 500,26 ton/jam. Data produksi
bulan April 2021 dan target produksi unit peremuk dalam satu bulan dapat dilihat
pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2.

Tabel 4.1
Data Produksi Stockpile MAS 01 bulan April 2021
Crush Coal
No Perusahaan
(ton)
1 PT. Banjar Bumi Persada 107.982,50
2 CV. Hirzan Raya 17.479,10
3 CV. Akbar 8.040,00
Jumlah 133.501,60

Tabel 4.2
Target Produksi Unit Peremuk per bulan
Crush Coal
No Perusahaan
(ton)
1 PT. Banjar Bumi Persada 110.948
2 CV. Hirzan Raya 22.408
3 CV. Akbar 8.504
4 CV. Perintis Bara Bersaudara 7.201
5 CV. Lestari 3.200
6 CV. Cintapuri Pratama 7.765
Jumlah 160.026

4.2.2. Efektifitas Unit Peremuk


Efektifitas peralatan sebagai acuan tingkat penggunaan kapasitas nyata dari
suatu peralatan dibandingkan kapasitas teoritis sehingga efektifitas peralatan pada
pabrik peremuk dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3
Efektifitas Belt Conveyor Bulan April 2021
Produksi Teoritis Produksi Nyata Efektivitas
No Nama Alat
(ton/jam) (ton/jam) (%)
1 Belt Conveyor 1 1836,54 514,81 28,03
2 Belt Conveyor 2 1798,62 506,93 28,18
3 Belt Conveyor 3 1850,07 509,82 27,56
4 Belt Conveyor 4 1850,07 527,05 28,49
5 Belt Conveyor 5 1952,92 527,91 27,03
6 Radial Stacker Conveyor 1757,87 520,63 29,62
7 Telescopic Radial Stacker Conveyor 808,33 480,55 59,45

4.2.3. Penumpukan Material


Spesifikasi stacker conveyor yang digunakan yaitu lebar belt 900 mm dengan
kapasitas produksi sebesar 480,55 ton/jam belum memenuhi produksi dari belt

28
conveyor 5 sebesar 527,91 ton/jam sehingga terdapat penumpukan material
batubara di telescopic radial stacker conveyor dan menyebabkan produksi crusher
terhenti untuk sementara waktu. Waktu hambatan akibat penumpukan batubara
tersebut sebesar 1.741 detik atau 29,02 menit dalam satu hari. Penumpukan batubara
dapat dilihat pada Gambar 4.10. Kondisi material di telescopic radial stacker
conveyor dapat dilihat pada Lampiran E.

Gambar 4.10
Penumpukan Batubara

29
PEMBAHASAN

PT. Mitra Agro Semesta memiliki target produksi batubara 160.026 ton
perbulan sedangkan produksi yang dihasilkan pada saat ini sebesar 133.501,6 ton
perbulan pada bulan April 2021. Proses produksi pada pabrik peremuk batubara di
PT. Mitra Agro Semesta terdapat beberapa tahapan yang saling berkaitan satu
dengan yang lain. Tahapan tahapan tersebut meliputi pemuatan dengan alat angkut
ke hopper dengan menggunakan dumptruck, pengumpanan menggunakan apron
feeder, peremukan untuk memperkecil ukuran tahap primary dan secondary
dilakukan dengan double roll crusher, pengayakan untuk memisahkan material
hasil peremukan dengan pin divergator/roller screen dengan ukuran 50 mm dan
pengangkutan material dengan belt conveyor. Berdasarkan hasil penelitian terdapat
waktu hambatan akibat penumpukan material batubara di telescopic radial stacker
conveyor.
5.1. Penilaian Produksi Stacker Conveyor
Penilaian terhadap produksi unit peremuk ini dilakukan untuk mencari
penyebab tidak tercapainya target produksi unit peremuk stockpile MAS 01 di bulan
April 2021 dan menganalisis alat dalam rangkaian unit peremuk tersebut yang dapat
dioptimalkan. Permasalahan yang ditemui pada rangkaian unit peremuk stockpile
MAS 01 adalah terdapat waktu hambatan penghentian crusher karena adanya
penumpukan material di mulut telescopic radial stacker conveyor. Rangkaian unit
peremuk yang digunakan terdiri dari grizzly berukuran 500 x 500 mm, hopper
dengan kapasitas 27,73 ton, apron feeder digunakan sebagai pengumpan menuju
belt conveyor dengan lebar belt 1.200 mm kemudian dilakukan proses peremukan
primary dan secondary keduanya menggunakan double roll crusher dengan setting
200 mm dan 50 mm dengan kapasitas teori primary crusher sebesar 746,4 ton/jam
dan secondary crusher sebesar 638,85 ton/jam. Sebelum peremukan di secondary
crusher material melalui roller screen untuk disaring berdasarkan ukuran, material

30
dengan ukuran lebih dari 50 mm akan dilakukan peremukan di secondary crusher.
Unit peremuk stockpile MAS 01 PT. Mitra Agro Semesta hanya memiliki satu
ukuran produk yaitu sebesar -50 mm.
Rangkaian unit peremuk ini termasuk ke dalam rangkaian terbuka karena tidak
memiliki beban edar. PT. Mitra Agro Semesta menggunakan 2 jenis stacker
conveyor yaitu radial stacker conveyor dan telescopic radial stacker conveyor.
Radial stacker conveyor memiliki lebar belt 1.200 mm, panjang 30.000 mm dan
memiliki sudut kemiringan conveyor sebesar 150 yang dapat memutar hingga 900.
Telescopic radial stacker conveyor memiliki lebar belt 900 mm, panjang maksimal
35.000 mm dan sudut kemiringan conveyor maksimal 180 yang dapat memutar
hingga 2700.
Kedua stacker conveyor tersebut digunakan untuk mengangkut produk
batubara dari secondary crusher (double roll crusher) kemudian menumpahkannya
ke stockpile. Telescopic radial stacker conveyor digunakan sebagai stacker
conveyor utsama untuk penempatan timbunan hasil dari proses crushing karena
jangkauan penempatan timbunannya lebih luas dari radial stacker conveyor.
Kelebihan tersebut sangat dibutuhkan di stockpile MAS 01 karena meskipun
kualitas batubara relatif sama akan tetapi harus dibedakan penempatannya
berdasarkan kepemilikan dari 6 perusahaan tambang yang berbeda dan
memudahkan dalam penempatan batubara hasil crushing, sehingga tidak perlu
memindahkan batubara setelah crushing karena jangkauan stacker conveyor yang
sempit. Telescopic radial stacker conveyor dengan lebar belt 900 mm belum
memenuhi produksi dari crusher sehingga terdapat penumpukan material batubara
di telescopic radial stacker conveyor. Terkait dengan alasan ekomoni maka
digunakan telescopic radial stacker conveyor merk THOR dengan spesifikasi lebar
belt 900 mm tersebut.
Berdasarkan pengamatan kinerja THOR Telescopic radial stacker conveyor
mengalami penumpukan material yang mengakibatkan crusher berhenti untuk
sementara waktu hingga tidak ada lagi penumpukan material. Total waktu yang
dibutuhkan untuk menghentikan crusher dalam satu hari sebesar 29,02 menit dapat
dilihat pada Lampiran E. Produksi nyata belt conveyor 4 dari secondary crusher
menuju chute dengan panjang 48.000 mm, lebar belt 1.200 mm dan sudut

31
kemiringan conveyor sebesar 60, berdasarkan perhitungan menggunakan berat
sampel sepanjang 1.000 m pada belt conveyor didapatkan produktivitas nyata
sebesar 527,05 ton/jam, radial stacker conveyor sebesar 520,63 ton/jam, belt
conveyor 5 dari chute menuju telescopic radial stacker conveyor dengan panjang
48.000 mm, lebar belt 1.200 mm dan sudut kemiringan conveyor sebesar 70
produksi nyata sebesar 527,91 ton/jam sedangkan produksi nyata telescopic radial
stacker conveyor hanya sebesar 480,55 ton/jam.
Digunakan chute untuk mengatur arah penempatan melalui dua stacker
conveyor berbeda sehingga dapat menyalurkan batubara dari secondary crusher
menuju radial stacker conveyor atau belt conveyor 5 yang selanjutnya menuju
telescopic radial stacker conveyor secara bergantian. Perlu dilakukan perbaikan
agar tidak terjadi penumpukan material batubara di telescopic radial stacker
conveyor yaitu mengganti desain chute dan perencanaan penempatan timbunan
crush coal.

5.2. Upaya Perbaikan yang dilakukan


Berdasarkan pengamatan permasalahan di lapangan dapat dilakukan perbaikan
yang dapat mengoptimalkan rangkaian unit peremuk stockpile MAS 01 PT. Mitra
Agro Semesta sebagai berikut :
5.2.1. Mengganti Chute menjadi Diverter Chute
Chute untuk mengatur arah penempatan melalui dua stacker conveyor berbeda
yang digunakan saat ini merupakan chute yang dapat memutar 900 dengan memutar
secara manual sehingga dapat menyalurkan batubara dari secondary crusher
menuju radial stacker conveyor atau belt conveyor 5 yang selanjutnya menuju
telescopic radial stacker conveyor secara bergantian. Desain chute ini memiliki
kekurangan yaitu tidak bisa membagi jalur menuju kedua stacker conveyor secara
bersamaan. Berdasarkan perhitungan data, telescopic radial stacker conveyor
memiliki produksivitas yang lebih kecil dari radial stacker conveyor sehingga
terdapat penumpukan batubara pada telescopic radial stacker conveyor.
Upaya perbaikan yang dapat dilakukan adalah menyalurkan batubara hasil
crushing ke dua stacker conveyor secara bersamaan agar tidak terdapat
penumpukan material tersebut. Desain chute yang diperlukan untuk menyalurkan
batubara hasil crushing ke kedua stacker conveyor secara bersamaan yaitu diverter

32
chute dengan penggerak pneumatic cylinder yang dapat mengatur besarnya
pembagian kearah radial stacker conveyor maupun belt conveyor 5 yang
selanjutnya menuju telescopic radial stacker conveyor secara bersamaan.
Dimensi diverter chute yang akan digunakan tercantum dalam desain
rancangan pada Gambar 5.1. Pencapain produksi rata - rata pada bulan April 2021
sebesar 500,26 ton/jam dengan total produksi sebesar 133.501,6 ton. Produksi belt
conveyor 5 dengan lebar 1.200 mm, panjang 48.000 mm dan sudut kemiringan
conveyor sebesar 60 sebesar 527,91 ton/jam. Telescopic radial stacker conveyor
dengan produksi nyata sebesar 480,55 ton/jam lebih diutamakan karena jangkauan
timbunannya lebih luas, untuk meringankan beban digunakan radial stacker
conveyor dengan produksi nyata sebesar 520,63 ton/jam yang dioperasikan secara
bersamaan menggunakan diverter chute dengan pengaturan yang bisa diubah sesuai
dengan kebutuhan menggunakan pneumatic cylinder sehingga produksi dapat
meningkat menjadi 527 ton/jam sehingga jumlah produksi dalam satu bulan
menjadi 168.640 ton. Rancangan desain diverter chute yang akan digunakan dapat
dilihat pada Gambar 5.1 dan Lampiran G.

Gambar 5.1
Mengganti Chute menjadi Diverter Chute

5.2.2. Perencanaan Penempatan Batubara Hasil Crushing


Penggunaan diverter chute yang membagi produksi ke kedua stacker conveyor
secara bersamaan sehingga penempatan timbunan batubara hasil crushing terbagi
menjadi dua tempat. Untuk itu perlu dilakukan perencanaan penempatan batubara

33
hasil crushing dan penjadwalannya sesuai dengan target produksi masing – masing
perusahaan tambang.
Telescopic radial stacker conveyor dengan sudut kemiringan conveyor 40 - 180,
lebar belt 900 mm, panjang 20.000 - 35.000 mm pada satu titik stacker conveyor
dengan panjang minimal sampai maksimal dan sudut kemiringan conveyor
maksimal memiliki kapasitas timbunan batubara sebesar 2.042,7 m3, diketahui
densitas batubara 0,9 ton/m3 maka kapasitas untuk material batubara tersebut
sebesar 1.838,43 ton sedangkan radial stacker conveyor dengan sudut kemiringan
conveyor 150, panjang 30.000 mm dan lebar belt 1.200 mm pada satu titik
penempatan timbunan stacker conveyor ini memiliki kapasitas timbunan sebesar
839,28 m3 atau 755,352 ton.
Batubara hasil crushing PT. Mitra Agro Semesta penempatannya dibedakan
menurut kepemilikan material batubara dari masing – masing perusahaan walaupun
dengan kualitas batubara yang relatif sama. Kedua stacker conveyor beroperasi
secara bersamaan karena penggantian chute menjadi diverter chute untuk
peningkatan produksi maka perlu dilakukan perencanaan penempatan untuk
penimbunan crush coal sekaligus penjadwalannya. Perencanaan penempatan
timbunan crush coal sesuai dengan target produksi dari masing – masing
perusahaan dalam satu bulan.
PT. Banjar Bumi Persada dengan target produksi 110.948 ton disediakan
kapasitas timbunan batubara hasil crushing sebesar 860,89 ton dan 7.133,20 ton
dengan kode penimbunan A1, A2 dan B2. CV. Hirzan Raya dengan target produksi
22.408 ton disediakan kapasitas timbunan batubara hasil crushing 773,40 ton dan
1838,43 ton dengan kode penimbunan B1 dan C2. CV. Akbar dengan target
produksi 8.504 ton disediakan kapasitas timbunan batubara hasil crushing sebesar
773,40 ton dan 1.838,43 ton dengan kode penimbunan C1 dan D. CV. Perintis
Bara Bersaudara dengan target produksi 7.201 ton disediakan kapasitas timbunan
batubara hasil crushing 773,40 ton dan 1.838,43 ton dengan kode penimbunan B1
dan E. CV. Lestari dengan target produksi 3.200 ton disediakan kapasitas timbunan
batubara hasil crushing 773,40 ton dan 1.838,43 ton dengan kode penimbunan C1
dan D. CV. Cintapuri Pratama dengan target produksi 7.765 ton disediakan
kapasitas timbunan batubara hasil crushing sebesar 773,40 ton dan 1.838,43 ton

34
dengan kode penimbunan B1 dan C2. Perencanaan penempatan timbunan crush
coal dan layout penempatan crush coal dapat dilihat pada Lampiran F. Kode dan
Kapasitas Timbunan Crush Coal dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1
Kode dan Kapasitas Timbunan Crush Coal
Kode Kapasitas Kapasitas Stacker
Penempatan (m3) (ton) Conveyor
A1 956,54 860,89 Radial
B1 859,33 773,40 Stacker
C1 859,33 773,40 Conveyor
A2 4.087,70 3.678,93
B2 3.045,50 2.740,95 Telescopic
Radial
C2 2.042,70 1.838,43 Stacker
D 2.042,70 1.838,43 Conveyor
E 2.042,70 1.838,43

Perencanaan penempatan timbunan batubara hasil crushing dalam satu bulan


dengan perencanaan 25 hari, waktu kerja efektif 6,4 jam dalam satu shift dengan
produksi sebesar 527 ton/jam setelah adanya penggantian desain chute menjadi
diverter chute dengan penggerak pneumatic cylinder sehingga jumlah produksi unit
peremuk stockpile MAS 01 dalam satu hari sebesar 6.745,60 ton. Pencapaian
produksi unit peremuk setelah perbaikan dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2
Pencapaian Produksi Setelah Perbaikan
Crush
No Perusahaan
Coal (ton)
1 PT. Banjar Bumi Persada 111.302
2 CV. Hirzan Raya 23.610
3 CV. Akbar 10.118
4 CV. Perintis Bara Bersaudara 10.118
5 CV. Lestari 3.373
6 CV. Cintapuri Pratama 10.118
Jumlah 168.640

Perencanaan penempatan timbunan produksi unit peremuk stockpile MAS 01


yaitu PT. Banjar Bumi Persada dengan jumlah produksi sebesar 111.302,4 ton

35
selama 16 hari atau 32 shift. CV. Hirzan Raya dengan jumlah produksi sebesar
23.609,6 ton selama 7 shift. CV. Akbar dengan jumlah produksi 10.118,40 ton
selama 3 shift. CV. Perintis Bara Bersaudara dengan jumlah produksi sebesar
10.118,40 ton selama 3 shift. CV. Lestari dengan jumlah produksi 3.372,80 ton
selama 1 shift. CV. Cintapuri Pratama dengan jumlah produksi 10.118,40 ton
selama 3 shift. Target produksi total pada stockpile MAS 01 sebesar 160.026 ton
perbulan dari enam perusahaan yaitu PT. Banjar Bumi Persada, CV. Hirzan Raya,
CV. Akbar, CV. Perintis Bara Bersaudara, CV. Lestari dan CV. Cintapuri Pratama.
Total produksi setelah dilakukan perbaikan dalam satu bulan sebesar 168.640 ton
dan target produksi unit peremuk dari masing – masing perusahaan tercapai dengan
catatan produksi batubara dari pit terpenuhi.

36
KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil evaluasi dan analisis terhadap rangkaian kegiatan unit peremuk batubata
di PT. Mitra Agro Semesta yang dikaji secara teknis terhadap kegiatan unit
peremuk seperti yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :

6.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari hasil perhitungan dan pembahasan
kinerja unit peremuk adalah :
1. Berdasarkan analisa kinerja stacker conveyor terdapat waktu hambatan
penghentian sementara produksi crusher karena penumpukan batubara pada
telescopic radial stacker conveyor dan terjadi kerusakan gearbox apron feeder
selama 15 shift menyebabkan target produksi unit peremuk belum terpenuhi.
2. Upaya peningkatan produksi yang dapat dilakukan yaitu mengganti chute
menjadi diverter chute agar 2 stacker conveyor dapat beroperasi sekaligus.
Sehingga dapat meningkatkan produktivitas menjadi 527 ton/jam dan dilakukan
perencanaan penempatan crush coal masing – masing perusahaan pada stockpile
MAS 01 dalam satu bulan. Total produksi setelah dilakukan perbaikan yaitu
sebesar 168.640 ton perbulan.

6.2. Saran
Berdasarkan beberapa permasalahan pada unit peremuk batubara, maka saran-
saran yang dapat diberikan untuk PT. Mitra Agro Semesta adalah :
1. Mengganti chute menjadi diverter chute agar kedua stacker conveyor dapat
beroperasi sekaligus sehingga produktivitas stacker conveyor dapat
dioptimalkan dan tidak terjadi penumpukan batubara pada telescopic radial
stacker conveyor.

37
2. Mengupayakan pengurangan waktu hambatan kerja pada unit peremuk dengan
pembersihan jalan yang licin saat jam low supply dan mengurangi waktu
hambatan untuk persiapan crushing perusahaan lain.
3. Melakukan perawatan dan pengecekan alat secara berkala untuk
mempertahankan kinerja yang optimal sehingga tidak menimbulkan hambatan
dalam proses produksi.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Bridgestone, 2007, Conveyor Belt Design Manual, Bridgestone, Japan.


2. Fuerstenau Maurice C., dan Han Kenneth N., 2003, Principles of Mineral
Processing, SME, Colorado. 561 halaman Hal 397
3. Mugeni, M dkk, Evaluasi Crushing Plant Untuk Peningkatan Target Produksi
Pada PT Indonesian Minerals and Coal Mining Kecamatan Kintap Kabupaten
Tanah Laut, Jurnal Himasapta, 3(1) : 21-28.
4. Oktakusgara, Muhammad dkk, Kajian Perbandingan Produktivitas Hopper
dan Alat Angkut Untuk Mengatasi Masalah Alat Angkut dan Meningkatkan
produktivitas hopper TLS 3 Banko Barat PT. Bukit Asam (Persero) TBK,
Universitas Sriwijaya.
5. Peurifoy R.L. Ledbetter W.B. (1998), Perencanaan, Peralatan,
danMetodeKonstruksi, PenerbitErlangga, Jakarta.
6. Ramadani, Bayudi, 2017, Evaluasi Kinerja Unit Crushing Plant Pada
Tambang Andesit Untuk Mencapai Target Produksi 8000 Ton/Bulan Pada
Bulan Mei 2016 Di PT. Ansar Terang Crushindo Kabupaten Limapuluh Kota
Sumatra Barat, JP 1(3) ISSN 2549-1008
7. Rao D.V. Subba, 2017, Textbook of Mineral Processing, Scientific Publishers,
New Delhi. 350 halaman Hal 53-54
8. Wills B.A. (1979), Mineral Processing Technology, 1st Edition, Pergamon
Press, New York

39
LAMPIRAN A
CURAH HUJAN

Tabel A
Curah Hujan Bulanan PT. Mitra Agro Semesta

40
LAMPIRAN B
SPESIFIKASI PERALATAN

B.1. Hopper
Spesifikasi teknis hopper yang digunakan :
Bahan : Plate hardox
Panjang Lebar Tinggi
Bagian
(m) (m) (m)
Atas 6 3
2
Bawah 2 0,8

B.2. Feeder
Spesifikasi teknis pengumpan (feeder) yang digunakan :
Type : Apron feeder
Lebar : 1.200 mm
Panjang : 9000 mm
Diameter pitch : 3,5 inch
Motor : 30 kw
Ratio gear box (ratio) : 1 : 51,30
Feed Opening : 150 mm
Kecepatan Putar : 23 rpm
Head shaft rpm : 27,71
Kecepatan feeder : 781 m/jam
Kapasitas : 650 ton/jam

B.3. Primary Crusher


Type : Primary Crusher
Model : Double roll crusher
Capacity : 600 tph
Panjang : 1300 mm

41
Diameter roll : 800 mm
Lebar permukaan roll : 1000 mm
Jarak antar roll : 200 mm
Putaran : 35 mm/menit

B.4. Roller Screen


Kemiringan : 5 - 10°
Kecepatan roller : 45 rpm
Panjang roll : 1800 mm
Diameter roll : 500 mm
Ukuran lolos : 50 mm
Dimensi Keseluruhan : 5961 mm x 3868 mm x 2050 mm

B.5. Secondary Crusher


Model : Double roll crusher
Capacity : 600 tph
Panjang : 1000 mm
Diameter roll : 500 mm
Lebar permukaan roll : 800 mm
Jarak antar tengah roll : 80 mm
Putaran : 35 mm/menit
Feed size : -400 mm
Produk size : 50 mm x 95%
B.6. Belt Conveyor
Jumlah belt conveyor yang digunakan PT. Mitra Agro Semesta sebanyak 7
buah dengan radial stacker conveyor dan telescopic radial stacker conveyor.
Spesifikasi teknis sabuk berjalan yang digunakan lebar 1200 mm dan 900 mm.
Tabel B.6.1
Spesifikasi Belt Conveyor
Diameter S - Koefisien A (Luas
BC Dari Tujuan Panjang Belt(m) B - Lebar Belt (m)
Pulley (m) Kemiringan Belt penampang BC)m2
BC1 Hopper BC2 23.7 1.2 0.45 0.99 0.0659
BC2 BC1 Primmary Crusher 21 1.2 0.45 0.95 0.0659
BC3 Primmary Crusher Secondary Crusher 46 1.2 0.45 0.98 0.0659
BC4 Secondary Crusher BC5 48 1.2 0.45 0.98 0.0659
BC5 BC4 TOR 48.5 1.2 0.45 0.97 0.0659
BC 7 BC3 Crushed Stock 30 1.2 0.45 0.89 0.0659
BC-TOR BC5 Crushed Stock 35.1 0.9 0.45 0.85 0.072

42
Tabel B.6.2
Spesifikasi Motor Penggerak Belt Conveyor

Belt Conveyor 1

Belt Conveyor 2

Belt Conveyor 3

Belt Conveyor 4

Radial Stacker Conveyor

Telescopic Radial Stacker Conveyor

B.7. THOR Stacker Conveyor

43
LAMPIRAN C
PERRHITUNGAN KAPASITAS UNIT PEREMUK

C.1. Perhitungan Kapasitas Penampung Umpan (Hopper)


Perhitungan volume hopper dimaksudkan untuk mengetahui banyaknya
material yang masuk sebagai umpan ke alat peremuk. Bentuk dari hopper adalah
limas terpancung.
1. Volume Hopper
Luas atas (La) = (6 x 3) m = 24 m2
Luas bawah (Lb) = (2 x 0,8) m = 1,6 m2
1
Volume hopper = 3(La + Lb + √𝐿𝑎 . 𝐿𝑏) t
1
= (24 m2 + 1,6 m2 + √24x1,6 ) 2 m
3

= 30,82 m3
𝜌 = 0,9 ton/m3
Kapasitas hopper= 30,82 m3 x 0,9 ton/m3
= 27,73 ton
C.2. Perhitungan Kapasitas Feeder
K = T x L x V x Bi
Keterangan :
K = Produksi teoritis feeder (ton/jam)
T = Tebal material umpan pada feeder (m)
L = Lebar feeder (m)
V = Kecepatan feeder (m/jam)
Bi = Bobot isi material berai (ton/m3)
Diketahui :
T = 0,7 m
L = 1,2 m
V = 995 m/jam

44
Bi = 0,9 ton/𝑚3
K = T x L x V x Bi
= 0,7 x 1,2 x 995 x 0,9
= 752,22 ton/jam

C.3. Perhitungan Kapasitas Double Roll Crusher


Kapasitas nyata double roll crusher dihitung berdasarkan dari jumlah batubara yang
berada pada feeder sebagai pengumpan pada double roll crusher. Kapasitas nyata double
roll crusher pada bulan April 2021 yaitu 500,26 ton/jam. Untuk kapasitas teoritis dihitung
dengan rumus:
C = 0,0034 N x D x W x G x s
Keterangan:
C = Kapasitas teoritis roll crusher (ton/jam)
N = Jumlah putaran (rpm)
D = Diameter roll (inch)
W = Panjang permukaan roll (inch)
G = Berat jenis material (ton/m3)
s = Jarak roll (inch)
a. Primary Crusher
Diketahui:
N = 25 (rpm)
D = 800mm (31,49 inch)
W = 1000 mm(39,37 inch)
G = 0,9 (ton/m3 )
s = 200 mm (7,87 inch)
C = 0,0034 x N x D x W x G x s
= 0,0034 x 25 x 31,49 x 39,37 x 0,9 x 7,87
= 746,4 ton/jam
b. Secondary Crusher
Diketahui:
N = 125 (rpm)
D = 500mm (19,68 inch)
W = 1100 mm (43,3 inch)

45
G = 0,9 (ton/m3 )
s = 50 mm (1,96 inch)
C = 0,0034 x N x D x W x G x s
= 0,0034 x 125 x 19,68 x 43,3 x 0,9 x 1,96
= 638,85 ton/jam

C.4. Perhitungan Kapasitas Belt Conveyor


a. Perhitungan Kapasitas Teoritis Belt Conveyor
1. Perhitungan Koefisien kemiringan Belt Conveyor
Nilai koefisien Belt Conveyor dapat ditentukan sebagai berikut :
Belt Conveyor Kemiringan Koefisien
Belt Conveyor 1 4,7 0,99
Belt Conveyor 2 9,5 0,95
Belt Conveyor 3 5,8 0,98
Belt Conveyor 4 6,4 0,98
Belt Conveyor 5 7 0,97
Radial Stacker Conveyor 15,6 0,89
Telescopic Radial Stacker 18 0,85
Conveyor

2. Perhitungan Luas Penampang (cross sectional area) Belt Conveyor


Untuk menghitung luas penampang melintang sabuk berjalan digunakan rumus :
A = K (0,9 b – 0,05)2
Keterangan :
A = Luas Area Kerja (m2)
K = Konstanta Luas Penampang Belt yang dipengaruhi oleh trough angel
dan surcharge angle disesuaikan dengan lebar Belt
B = Lebar Belt (m)
a. Belt Conveyor 1
B1 = 1,2 m
K1 = 0,1588
A1 = 0,1588 (0,9 x 1,2 – 0,05)2 = 0,1684 m2

46
b. Belt Conveyor 2
B2 = 1,2 m
K2 = 0,1588
A2 = 0,1588 (0,9 x 1,2 – 0,05)2 = 0,1684 m2
c. Belt Conveyor 3
B3 = 1,2 m
K3 = 0,1588
A3 = 0,1588 (0,9 x 1,2 – 0,05)2 = 0,1684 m2
d. Belt Conveyor 4
B4 = 1,2 m
K4 = 0,1588
A4 = 0,1588 (0,9 x 1,2 – 0,05)2 = 0,1684 m2
e. Belt Conveyor 5
B5 = 1,2 m
K5 = 0,1588
A5 = 0,1588 (0,9 x 1,2 – 0,05)2 = 0,1684 m2
f. Radial Stacker Conveyor
B7 = 1,2 m
K7 = 0,1588
A7 = 0,1588 (0,9 x 1,2 – 0,05)2 = 0,1684 m2
g. Telescopic Radial Stacker Conveyor
B1 = 0,9 m
K1 = 0,1588
A1 = 0,1588 (0,9 x 0,9 – 0,05)2 = 0,092 m2
3. Perhitungan Kapasitas Teoritis
Qt = 3600 x A x v x 𝛾 x s
Keterangan:
Qt = Kapasitas teoritis belt conveyor (ton/jam)
v = Kecepatan Belt (m/detik)
γ = Berat Isi Batuan (ton/m3)
s = Koefisien dari incline/decline
γ = 0,9 ton/m3

47
a. Belt Conveyor 1
A1 = 0.1684 m2
s1 = 0.99
Q1 = 3600 x 0,1684 m2 x 3,4 m/s x 0,9 ton/m3 x 0,99 = 1837 ton/jam
b. Belt Conveyor 2
A2 = 0.1684 m2
s2 = 0.95
Q2 = 3600 x 0,1684 m2 x 3,47 m/s x 0,9 ton/m3 x 0,95 = 1799 ton/jam
c. Belt Conveyor 3
A3 = 0.1684 m2
s3 = 0.98
Q3 = 3600 x 0,1684 m2 x 3,46 m/s x 0,9 ton/m3 x 0,98 = 1850 ton/jam
d. Belt Conveyor 4
A4 = 0.1684 m2
s4 = 0.98
Q4 = 3600 x 0,1684 m2 x 3,46 m/s x 0,9 ton/m3 x 0,98 = 1850 ton/jam
e. Belt Conveyor 5
A5 = 0.1684 m2
s5 = 0.97
Q5 = 3600 x 0,1684 m2 x 3,69 m/s x 0,9 ton/m3 x 0,97 = 1953 ton/jam
f. Radial Stacker Conveyor
A = 0.1684 m2
s = 0.89
Q = 3600 x 0,1684 m2 x 3,62 m/s x 0,9 ton/m3 x 0,89 = 1758 ton/jam
g. Telescopic Radial Stacker Conveyor
A = 0.1684 m2
s = 0.85
Q = 3600 x 0,1684 m2 x 3,2 m/s x 0,9 ton/m3 x 0,85 = 808 ton/jam
b. Perhitungan Kapasitas Aktual Belt Conveyor
Pada pengukuran kapasitas aktual belt conveyor dilakukan pengambilan
sampel pada masing-masing belt conveyor dengan metode stop belt sampling.

48
Langkah kerja:
1. Mengambil sampel pada masing-masing belt conveyor saat bermuatan
batubara sepanjang 1 meter (L) pada titik yang dianggap mewakili.
2. Menimbang sampel batubara yang telah diambil
3. Melakukan pencatatan.
4. Menghitung berat rata-rata sampel.
5. Setelah memperoleh berat sampel dapat dihitung kapasitas actual belt
conveyor dengan persamaan sebagai berikut:
60 𝑥 𝑉 𝑥 𝐺
𝑃=
1000 𝑥 𝐿

Tabel C.3
Tabel Berat Sampel dan Kecepatan Belt Conveyor
Kecepatan Kecepatan
No Belt Conveyor Berat (kg) Produksi nyata
(m/s) (m/menit)
1 Belt Conveyor 1 42,06 3,40 204,00 514,81
2 Belt Conveyor 2 40,58 3,47 208,20 506,93
3 Belt Conveyor 3 40,93 3,46 207,60 509,82
4 Belt Conveyor 4 41,24 3,55 213,00 527,05
5 Belt Conveyor 5 39,74 3,69 221,40 527,91
6 Radial Stacker Conveyor 39,95 3,62 217,20 520,63
7 Telescopic Radial Stacker Conveyor 38,58 3,46 207,60 480,55

C.5. Perhitungan Efektifitas Unit Peremuk


𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑁𝑦𝑎𝑡𝑎
Efektifitas = Kapasitas Teoritis 𝑥 100%

a. Feeder (Apron Feeder)


500.26
Efektifitas = 752,22 𝑥 100%

= 66,5 %
b. Primary Crusher (Double Roll Crusher)
500,26
Efektifitas = 𝑥 100%
746,4

= 67,02 %
c. Secondary Crusher (Double Roll Crusher)
500,26
Efektifitas = 699,41 𝑥 100%

= 71,52 %
d. Belt Conveyor 1
514,81
Efektifitas = 1836,54 𝑥 100%

= 28,03 %

49
e. Belt Conveyor 2
1798,62
Efektifitas = 𝑥 100%
700

= 72,42 %
f. Belt Conveyor 3
509,82
Efektifitas = 1850,07 𝑥 100%

= 27,56 %
g. Belt Conveyor 4
527,05
Efektifitas = 1850,07 𝑥 100%

= 28,49 %
h. Belt Conveyor 5
527,91
Efektifitas = 𝑥 100%
1952,92

= 27,03 %
i. Radial Stacker Conveyor
520,63
Efektifitas = 𝑥 100%
1757,87

= 29,62 %
j. Telescopic Radial Stacker Conveyor
442,48
Efektifitas = 𝑥 100%
808,33

= 54,72 %

50
LAMPIRAN D
PERHITUNGAN WAKTU KERJA EFEKTIF

Production Productivity
Date Shift BD NUS P2H STBNJ STBO STBRT STBR STBS WHNC WHC Total (ton) (ton/hour)
01 Apr 21 D - - - - 5.6 2.0 - - - 4.5 12.0 2,660.00 597.75
01 Apr 21 N - - - - - - - - - - -
02 Apr 21 D - 2.8 - - 1.4 2.0 - - - 5.8 12.0 2,713.00 467.76
02 Apr 21 N 1.4 - - - 1.6 2.0 - - - 7.1 12.0 2,420.00 340.85
03 Apr 21 D 0.3 - 1.1 - 1.8 2.0 0.3 - 0.1 6.4 12.0 2,668.00 417.96
03 Apr 21 N - - - - 1.9 2.0 - - - 8.1 12.0 4,244.50 525.09
04 Apr 21 D - - 0.7 - 1.0 2.0 - - - 8.3 12.0 4,442.00 534.11
04 Apr 21 N - - 0.8 - 1.5 2.0 - - - 7.7 12.0 4,132.50 534.38
05 Apr 21 D - 1.2 0.6 - 1.8 2.0 0.3 - - 6.1 12.0 2,989.00 492.69
05 Apr 21 N - - 0.7 - 3.5 2.0 3.3 - - 2.6 12.0 1,625.00 637.25
06 Apr 21 D 1.3 - 0.9 - 0.3 2.0 - 2.4 - 5.1 12.0 2,846.50 556.32
06 Apr 21 N 3.0 - 0.6 - 1.4 2.0 - - - 5.0 12.0 2,835.00 572.73
07 Apr 21 D - - 0.9 - 0.9 2.0 - 0.7 - 7.5 12.0 3,438.50 458.47
07 Apr 21 N - - 0.6 - 1.5 2.0 - - - 7.9 12.0 3,770.00 476.21
08 Apr 21 D - - 1.0 - 1.2 2.0 - - - 7.8 12.0 3,853.00 493.97
08 Apr 21 N - - - - - - - - - - -
09 Apr 21 D - - 0.8 - 1.5 2.5 - - - 7.3 12.0 3,816.00 523.94
09 Apr 21 N - - - - 1.9 2.0 - - - 8.1 12.0 4,324.50 534.99
10 Apr 21 D - - 0.5 - 1.3 2.0 - - - 8.2 12.0 4,225.00 515.24
10 Apr 21 N - - - - 2.1 3.8 - - - 6.2 12.0 2,455.00 397.04
11 Apr 21 D - - 0.5 - 1.4 2.0 - 0.5 - 7.6 12.0 3,329.00 438.99
11 Apr 21 N - - 1.0 - 1.8 2.0 - - - 7.3 12.0 3,758.00 518.34
12 Apr 21 D - - 0.6 - 2.1 2.0 - - - 7.3 12.0 3,790.00 518.00
12 Apr 21 N 10.0 - - - - 2.0 - - - - 12.0 - -
13 Apr 21 D 10.0 - - - - 2.0 - - - - 12.0 - -
13 Apr 21 N 9.5 - - - - 2.5 - - - - 12.0 - -
14 Apr 21 D 10.0 - - - - 2.0 - - - - 12.0 - -
14 Apr 21 N 9.5 - - - - 2.5 - - - - 12.0 - -
15 Apr 21 D 10.0 - - - - 2.0 - - - - 12.0 - -
15 Apr 21 N - - - - - - - - - -
16 Apr 21 D 10.0 - - - - 2.0 - - - - 12.0 - -
16 Apr 21 N 9.5 - - - - 2.5 - - - - 12.0 - -
17 Apr 21 D 10.0 - - - - 2.0 - - - - 12.0 - -
17 Apr 21 N 9.5 - - - - 2.5 - - - - 12.0 - -
18 Apr 21 D 10.0 - - - - 2.0 - - - - 12.0 - -
18 Apr 21 N 9.5 - - - - 2.5 - - - - 12.0 - -
19 Apr 21 D 10.0 - - - - 2.0 - - - - 12.0 - -
19 Apr 21 N 9.5 - - - - 2.5 - - - - 12.0 - -
20 Apr 21 D 8.5 - - - 0.4 2.0 - - - 1.0 12.0 357.00 351.15
20 Apr 21 N 1.5 - - - 0.6 2.7 - - - 7.2 12.0 3,948.00 549.61
21 Apr 21 D - - 0.8 - 2.2 2.0 - - 0.1 7.0 12.0 4,055.60 582.14
21 Apr 21 N - - 0.6 - 0.9 2.9 - - 0.1 7.5 12.0 3,941.00 524.30
22 Apr 21 D - - 0.8 - 1.5 2.0 - - 0.4 7.4 12.0 4,266.00 577.79
22 Apr 21 N - - - - - - - - - - -
23 Apr 21 D - - 1.0 - 2.2 2.0 - - 0.3 6.5 12.0 3,425.00 528.28
23 Apr 21 N - - - - 3.2 2.9 - - 0.1 5.8 12.0 2,902.00 498.91
24 Apr 21 D - 3.0 0.6 - 0.7 2.0 - - 0.1 5.6 12.0 3,270.00 582.20
24 Apr 21 N - 2.3 - - 2.1 2.8 - - - 4.8 12.0 2,230.00 462.98
25 Apr 21 D - 0.3 0.7 - 1.4 2.0 - - 0.2 7.4 12.0 3,458.50 469.48
25 Apr 21 N - - - - 2.7 3.1 - - 0.0 6.1 12.0 3,074.00 502.56
26 Apr 21 D - - 2.2 - 1.3 2.0 - - 0.2 6.4 12.0 4,075.00 641.73
26 Apr 21 N - - - - 2.0 2.8 - - 0.1 7.1 12.0 3,580.00 506.60
27 Apr 21 D - - 0.5 - 1.2 2.0 - - 0.2 8.1 12.0 4,945.00 613.02
27 Apr 21 N - - - - 2.2 2.8 - - 0.1 6.9 12.0 3,464.00 503.24
28 Apr 21 D 4.6 - - - 0.8 1.0 - - - 5.6 12.0 2,485.00 443.75
28 Apr 21 N 1.3 - - - 1.5 3.1 - - - 6.1 12.0 3,312.00 545.93
29 Apr 21 D 5.0 - - - 2.2 1.5 - - 0.1 3.2 12.0 1,604.50 504.03
29 Apr 21 N - - - - - - - - - - -
30 Apr 21 D - - 0.6 - 2.8 2.0 - - 0.2 6.4 12.0 3,055.50 476.18
30 Apr 21 N - - 1.7 - 1.2 2.1 - - 0.2 6.8 12.0 1,719.00 251.56
Total 164.0 9.6 20.5 - 70.5 121.1 3.9 3.6 2.5 264.4167 660.0 133,501.60 500.26
BD unit breakdown STBRT standby rest time
NUS No unit support STBR standby rain
P2H Pemeriksaan & Pengecekan Harian STBS standby slippery
STBNJ standby no job WHC working hours crushing
STBO standby other WHNC working hours no crushing

𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎
Efisiensi Kerja = 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑇𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎 𝑥 100%

264,41 𝑗𝑎𝑚
= 𝑥 100%
660 𝑗𝑎𝑚
= 40,06 %

51
LAMPIRAN E
PENUMPUKAN MATERIAL PADA THOR STACKER
CONVEYOR

THOR
Hours Hour Kondisi Penuh
Date Shift From R To C IUP Production
Start Finish Total Code (detik)
21 Apr 21 D 7:45 9:00 1,3 WHC HR 565,60 233
21 Apr 21 D 9:00 9:05 0,1 WHNC
21 Apr 21 D 9:05 12:00 2,9 WHC BBP 357
21 Apr 21 D -
21 Apr 21 D -
21 Apr 21 D 12:00 13:00 1,0 STBRT
21 Apr 21 D 13:00 13:33 0,6 STBO
21 Apr 21 D 13:33 15:30 2,0 WHC BBP 145
21 Apr 21 D 15:30 16:22 0,9 STBO
21 Apr 21 D 16:22 17:13 0,8 WHC RB C4 BBP 3.490,00 -
21 Apr 21 D -
21 Apr 21 D 17:13 18:00 0,8 STBO
21 Apr 21 D 18:00 19:00 1,0 STBRT
21 Apr 21 N 19:00 19:35 0,6 P2H
21 Apr 21 N 19:35 21:21 1,8 WHC HR 1.018,50 385
21 Apr 21 N 21:21 21:27 0,1 WHNC
21 Apr 21 N 21:27 0:00 2,6 WHC BBP 411
21 Apr 21 N -
21 Apr 21 N -
21 Apr 21 N -
21 Apr 21 N -
21 Apr 21 N 0:00 0:00 1,0 STBRT
21 Apr 21 N 1:00 1:13 0,2 STBO
21 Apr 21 N 1:13 3:31 2,3 WHC BBP 210
21 Apr 21 N 3:31 4:27 0,9 STBRT
21 Apr 21 N 4:27 5:21 0,9 WHC RB C4 BBP 2.922,50 -
21 Apr 21 N -
21 Apr 21 N -
21 Apr 21 N 5:21 6:00 0,7 STBO
21 Apr 21 N 6:00 7:00 1,0 STBRT

Total 24,0 7.996,60 1.741


BD unit breakdown STBRT standby rest time
NUS No unit support STBR standby rain
P2H Pemeriksaan & Pengecekan Harian STBS standby slippery
STBNJ standby no job WHC working hours crushing
STBO standby other WHNC working hours no crushing

52
LAMPIRAN F
PERENCANAAN PENEMPATAN CRUSH COAL

53
Tabel E
Perencanaan Penempatan Crush Coal Stockpile MAS 01

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Total Produksi
RS A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1
S
TRS A2 A2 B2 A2 B2 A2 B2 A2 B2 A2 B2 A2 B2 A2 B2 A2 B2 A2 B2 A2 B2 A2 B2 A2 B2 A2 B2 A2 B2 A2 B2 A2 B2
BBP 111.302,40
RS A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1
M
TRS A2 B2 A2 B2 A2 B2 A2 B2 A2 B2 A2 B2 A2 B2 A2 B2 A2 B2 A2 B2 A2 B2 A2 B2 A2 B2 A2 B2 A2 B2 A2 B2 A2 B2
RS B1 B1 B1
S
TRS C2 C2 C2
HR 23.609,60
RS B1 B1 B1 B1
M
TRS C2 C2 C2 C2
RS C1 C1
S
TRS D D
AB 10.118,40
RS C1
M
TRS D
RS B1
S
TRS E
PBB 10.118,40
RS B1 B1
M
TRS E E
RS C1
S
TRS D
LES 3.372,80
RS
M
TRS
RS B1
S
TRS C2
CPP 10.118,40
RS B1 B1
M
TRS C2 C2
50.592,00 23.609,60 10.118,40 10.118,40
168.640,00
10.118,40 3.372,80 60.710,40
BBP PT. Banjar Bumi Persada S Siang
HR CV. Hirzan Raya M Malam
AB CV. Akbar RS Radial Stacker Conveyor
PBB CV. Perintis Bara Bersaudara TRS Telescopic Radial Stacker Conveyor
LES CV. Lestari
CPP CV. Cintapuri Pratama

54
LAMPIRAN G
DESAIN RANCANGAN DIVERTER CHUTE

55
LAMPIRAN H
LAYOUT PENEMPATAN CRUSH COAL

56
57

Anda mungkin juga menyukai