Oleh
MEIDIANSYAH PRATAMA
710016006
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mengambil Skripsi Pada Program
Studi Teknik Pertambangan S1 Fakultas Teknologi Mineral
Institut Teknologi Nasional Yogyakarta
Oleh :
MEIDIANSYAH PRATAMA
710016006
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Dewan Penguji :
Mengetahui, 0 Mengetahui, 05
iii
KATA PENGANTAR
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
I JUDUL ......................................................................................................1
V TUJUAN PENELITIAN............................................................................5
v
8.7.1 Alat Gali Muat ................................................................................28
8.7.2 Alat Angkut ....................................................................................29
8.8 Ketersediaan Alat .................................................................................29
IX PELAKSANAAN SKRIPSI .....................................................................32
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
8.4 Pola Gali Muat Single Back Up dan Double Back Up ................................ 17
vii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
viii
I. JUDUL
1
kepentingan dalam negeri dan mengurangi ekspor batubara. Batubara Indonesia
akan dijadikan sekitar 33% dari total energi Indonesia pada tahun 2025.
Hampir semua metode penambangan batubara Indonesia adalah tambang
terbuka. Hal ini dilakukan karena biaya tambang terbuka lebih murah
dibandingkan tambang bawah tanah. Pemerintah mempunyai regulasi yang ketat
terhadap tambang batubara seperti ini. Diantaranya kewajiban mereklamasi dan
pengajuan rencana penutupan tambang. Kebijakan ini ada karena ketakutan
masyarakat terhadap efek negative yang terimbas secara langsung. Pemerintah
mewajibkan perusahaan tambang melakukan corporate social responsibility
(CSR) terhadap masyarakat sekitar. Intinya, saat tambang batubara itu berdiri dan
nantinya ditutup, masyarakat akan menerima manfaat langsung dari kehadirannya
serta tidak merasa lingkungannya dirusak saat tambang itu selesai beroperasi.
Dengan kata lain, tambang ikut membangun daerah itu secara berkelanjutan.
Pertambangan tidak hanya mengambil barang tambang, tapi memajukan daerah
itu.
Kegiatan pertambangan adalah industri yang penuh risiko. Di usaha
pertambangan dikenal berbagai macam risiko, seperti risiko alami, risiko geologi,
risiko ekonomi, risiko teknologi, risiko hukum, risiko politik, risiko keamanan,
dan risiko lingkungan. Eksplorasi menjadi ‘akar’ yang digunakan untuk menekan
risiko dalam usaha pertambangan itu. Eksplorasi adalah kegiatan untuk
mengetahui potensi sumber daya mineral atau bahan galian lain yang ada, serta
mengidentifikasi kendala alami maupun lingkungan yang mungkin ada di
kemudian hari. Memiliki informasi dari eksplorasi yang dilakukan dapat
memberikan gambaran kondisi endapan atau cebakan dengan tingkat keyakinan
tertentu.
Dalam memenuhi tujuan memperkecil risiko, eksplorasi dilakukan secara
bertahap. Kesukseskan eksplorasi tergantung pada ketiga komponen, yaitu
explorer, money, dan luck. Eksplorasi berbeda dengan menambang. Kegiatan ini
dapat dilakukan dengan banyak metode, tapi berbeda target eksplorasi dan
tujuannya, jadi desain metode pun bisa berbeda. Oleh jarean itu, dibutuhkan
manajemen ekplorasi yang sistematis dalam pelaksanaannya.
2
Menurut UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara, Pasal 1 ayat 15, eksplorasi adalah tahapa kegiatan usaha pertambangan
untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk,
dimensi, sebaran, kualitas, serta sumber daya terukur dari bahan galian, dan
informasi mengenai lingkungan hidup.
Kegatan penambangan batubara merupakan rangkaian proses pemindahan
material batubara dari permukaan ataupun bawah permukaan. Kegiatan
penambangan dapat mulai dilakukan bila studi kelayakan dari sumber daya
batubara hasil penyelidikan dan eksplorasi yng telah dilakukan memberikan
gambaran yang cukp menarik bagi investor, baik dari segiteknis, ekonomis,
maupun pemasaran, serta tidak bermasalah dengan aspek lingkungan hidup. Studi
komprehensif secara keekonomian, teknis, dan pengolahan perlu dilakukan
sebelum sampai proses penambangan.
Studi kelayakan penambangan umumnya menggambarkan data dan
informasi factual mengenai sumber daya dan kualitas batubara yang akan
ditambang seperti jenis, kondisi, tebal, dan karakteristik massa batuan overburden,
interburden, serta lapisan batubara, jurus dan kemiringan, kekontinuitasan lapsan
dan identifikasi struktur geologi sekitar, jumlah lapisan batubara yang terdapat di
daerah rencana penambangan, serta batasan cadangan yang masih bisa ditambang
secara ekonomis. Selain itu, konsep penting lainnya adalah desain penambangan
yang meliputi target produksi,metode penambangan, peralatan yang digunakan
beserta jumlahnya, infrastuktur, serta perhitungan biaya.
Dalam pelaksanaannya, usaha pertambangan sebaiknya menjadi suatu usaha
yang berkelajutan. Pada praktiknya, good mining practice adalah seluruh proses
penambangan yang dilakukan dari awal hingga kahir penambangan yang harus
dilakukan dengan baik dengan mengikuti standar yang telah ditetapkan, mengikuti
norma dan peraturan yang berlaku sehingga dapat dicapai tujuan pertambangan
yang efisien.
Kriteria yang umum digunakan sebagai acuan dalam pemilihan metode
penambangan antara tambang terbuka dan tambang bawah tanah adalah
perbandingan stripping ratio. Stripping ratio adalah perbandingan antara volume
3
tanah (bank cubic meter – bcm) yang harus dibongkar untuk mendapatkan satu
ton batubara yang dapat ditambang. Selama stripping ratio masih memberikan
margin keuntungan yang dapat diterima, maka metode tambang terbuka dianggap
masih ekonomis untuk diterapkan. Namun, bila stripping ratio sudah memberikan
nilai yang tidak ekonomis untuk ditambang karena biaya pengupasan tanah
penutup yang sangat besar, tambang bawah tanah menjadi metode alternatif yang
dapat diterapkan.
PT. Putra Perkasa Abadi merupakan salah satu perusahaan swasta yang
bergerak dibidang jasa kontraktor pertambangan batubara. PT. Putra Perkasa
Abadi memiliki delapan wilayah pertambangan salah satunya yaitu site Surya
Kalimantan Sejati yang terletak di Desa Tumbang Kajuei, Kecamatan Rungan,
Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah. Kegiatan produksi tersebut
dilakukan dalam rangka eksploitasi bahan galian batubara. Sebelum dilakukan
penambangan batubara, terlebih dahulu dilakuakan pengupasan lapisan tanah dan
batuan yang berada diatas lapisan batubara. Lapisan tanah dan batuan yang
terletak diatas lapisan batubara disebut overburden.
Kegiatan pengupasan material penutup merupakan suatu proses yang
bertujuan untuk mengambil bahan galian yang berada dibawahnya, dan juga
merupakan suatu aktifitas tahapan awal dari penambangan, dimana pada suatu
perusahaan yang hendak melakukan pertambangan maka harus dilakukan dahulu
kegiatan tersebut. Penting dan perlunya kegiatan tersebut diikuti adalah untuk
mengetahui bagaimana cara dan proses kegiatannya dan juga sebagai bahan
pembelajaran dan pengetahuan untuk kedepannya.
Adapun hal yang menurunkan produksi dari alat gali muat (Excavator) dan
alat angkut (hauler) disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya karena
efektifitas kinerja (Efective Utilization) alat mekanis yang rendah, dikarenakan
kondisi alat, lingkungan, dan kemampuan dari operatornya sendiri (man power),
yang mengakibatkan menurunkan produksi dari alat mekanis tersebut.
Match Factor (MF) tidak bisa untuk meningkatkan produksi tetapi untuk
menyelaraskan antara Excavator dengan Hauler berdasarkan target produksi yang
ditetapkan.
4
III. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini meliputi :
1. Bagaimana produktivitas dari alat gali muat dan alat angkut yang
digunakan pada kegiatan pemindahan dan pengangkutan overburden ?
2. Apa saja faktor hambatan pada waktu kerja alat gali muat dan alat
angkut?
3. Bagaimana upaya peningkatan produksi pengupasan lapisan overburden
agar target yang telah ditentukan dapat dicapai ?
4. Bagaimana faktor keserasian alat gali muat dan alat angkut pada kegiatan
pemindahan dan pengangkutan overburden?
V. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui produktivitas alat gali muat dan alat angkut yang digunakan
pada kegiatan pemindahan dan pengangkutan overburden.
2. Mengetahui faktor-faktor yang menghambat waktu kerja alat gali muat
dan alat angkut dalam upaya memenuhi target produksi.
3. Melakukan upaya perbaikan untuk mencapai target produksi pengupasan
overburden agar target produksi yang telah ditentukan dapat tercapai.
5
4. Mengetahui faktor keserasian antara alat gali muat dan alat angkut pada
kegiatan pengupasan overburden.
6
saja yang diambil dari lokasi penelitian untuk keperluan penelitian
selanjutnya.
4. Pengumpulan data yang meliputi:
a. Data primer, yaitu data yang diambil atau didapat secara langsung dari
hasil pengamatan di lapangan. Data primer antara lain :
1) Pola pemuatan
2) Bucket fill factor
3) Jumlah alat yang beroperasi
4) Cycle time alat muat excavator Komatsu PC-400
5) Cycle time alat angkut dump truck Scania P410 XT
6) Jumlah curah pengisian
7) Waktu hambatan aktual alat
8) Dokumentasi lapangan
b. Data sekunder, merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung,
yaitu dapat menyalin atau mengutip dari data yang sudah ada. Data
sekunder antara lain meliputi :
1) Spesifiksi alat
2) Target pengupasan overburden
3) Waktu kerja tersedia alat
4) Ketersediaan alat mekanis
5) Kondisi jalan angkut dan daya dukung tanah
6) Jarak jalan angkut
7) Peta geologi regional
8) Peta kesampaian daerah
9) Data curah hujan daerah penelitian
10) Swell factor
5. Pengolahan dan analisis data
Data yang diperoleh dari lapangan kemudian dikelompokkan sesuai
dengan kegunaannya. Spesifikasi alat muat dan alat angkut, data cycle time
alat muat dan alat angkut, data bucket fill factor, swell factor, data waktu
hambatan kerja diolah menggunakan Microsoft Excel, lalu hasil pengolahan
7
data digunakan untuk mengetahui kemampuan produksi alat muat dan alat
angkut. Spesifikasi alat angkut digunakan untuk mengetahui kapasitas
bucket alat muat, kapasitas vessel alat angkut, mengetahui luas beban kontak
dan distribusi beban pada ban, nilai daya dukung tanah digunakan untuk
menetahui kemampuan jalan untuk menahan beban yang ada di atasnya,
kemudian menentukan faktor - faktor penyebab tidak tercapainya target
produksi. Setelah diketahui penyebabnya, kegiatan selanjutnya menentukan
upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi dengan cara
melakukan penambahan jumlah curah bucket alat muat pada pengisian
vessel untuk mengoptimalkan kapasitas vessel, namun dengan cara tersebut
diperlukan adanya rekayasa pemadatan jalan angkut agar tidak terjadi
amblasan pada jalan yang belum memenuhi standar minimal yang
ditentukan.
6. Kesimpulan dan saran
Dari hasil pengolahan data akan diketahui bahwa terdapat faktor-faktor
yang mempengaruhi jumlah produksi pada perusahaan. Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan perbaikan untuk meningkatkan produksi pada
perusahaan dan dapat dijadikan sebagai saran serta salah satu acuan dalam
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh perusahaan.
8
Studi Literatur
Orientasi Lapangan
Pengolahan dan
Analisis Data
Gambar 6.1
Bagan Alir Penelitian
9
VII. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dan kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
a. Sebagai dasar untuk menyelesaikan masalah tentang kinerja alat gali
muat dan alat angkut dalam mencapai target produksi.
b. Sebagai dasar untuk mengurangi terjadinya hambatan kerja alat gali muat
dan alat angkut.
c. Sebagai dasar untuk perbaikan penentuan kombinasi alat gali muat dan
alat angkut agar terbentuknya keserasian kerja alat sehingga target
produksi dapat tercapai.
10
Faktor pengembangan material perlu untuk diketahui karena yang
diperhitungkan dalam penggalian atau pembongkaran selalu didasarkan pada
kondisi material sebelum digali, yang dinyatakan dalam volume insitu (bank
volume). Sedangkan material yang ditangani pada kegiatan pemuatan dan
pengangkutan adalah material pada kondisi loose (loose volume) Angka -
angka swell factor dan percent swell untuk setiap klasifikasi material berbeda
sesuai dengan jenis material itu sendiri, seperti yang ditunjukkan pada rumus
dibawah ini.
Rumus untuk menghitung swell factor dan percent swell ada dua, yaitu
(Nichols, 1999) :
1. Berdasarkan volume pada berat yang sama :
bank volume
Swell Factor = ..................................................(8.1)
loose volume
Percent swell = loose volume bank volume x 100 .................(8.2)
bank volume
loose weight
Swell Factor = .........................................................(8.3)
weight in bank
Percent swell = weight in bank loose weight x 100 % ....................(8.4)
loose weight
b. Berat Material
Berat material adalah suatu sifat yang dimiliki oleh setiap material.
Kemampuan alat mekanis untuk melakukan pekerjaan seperti mendorong,
11
mengangkat, menarik, mengangkut dan lainnya sangat dipengaruhi oleh berat
material tersebut. Pada umumnya setiap alat berat mempunyai batasan
kapasitas dan volume tertentu. Berat material akan berpengaruh terhadap
volume yang diangkat atau didorong dan biasanya dihitung dalam keadaan asli
atau lepas.
c. Densitas
Densitas adalah perbandingan antara berat material seluruhnya dengan
volume material seluruhnya. Material mempunyai densitas yang berbeda
karena dipengaruhi sifat-sifat fisiknya, antara lain : ukuran partikel, kandungan
air, pori-pori dan kondisi sifat-sifat fisik lainnya (Tabel 8.1). Densitas material
tentunya akan berubah akibat adanya penggalian dari kondisi bank ke loose.
Densitas material dihitung menggunakan rumus (Nichols, 1999) :
Berat Material
= (Ton/m3) ....................................................(8.5)
Volume Material
d. Jenis Material
Jenis material akan menentukan nilai besarnya produksi alat dan cara
pengoperasiannya, karena hal ini berhubungan dengan faktor pengembangan
material dan faktor pengisian bucket. Berikut ini merupakan jenis material
dapat dilihat pada tabel 8.1 berdasarkan bobot isi dan faktor
pengembangannya.
Tabel 8.1
Klasifikasi Material Menurut Bobot Isi dan Faktor Pengembangan
Macam Material Density (Lb/Cuyd) Swell Factor
Bauksit 2700 – 4325 0,75
Tanah Liat, Kering 2300 0,85
Tanah Liat, Basah 2800 – 8000 0,82 – 0,80
Antrasit 2200 0,74
Bituminous 1900 0,74
Bijih Tembaga 3800 0,74
Tanah Biasa, Kering 2800 0,85
Tanah Biasa, basah 3370 0,85
12
Macam Material Density (Lb/Cuyd) Swell Factor
Tanah Biasa Bercampur Pasir
3100 0,90
dan Kerikil
Kerikil (Gravel), Kering 3250 0,89
Kerikil (Gravel), Basah 3600 0,88
Granit, pecah-pecah 4500 0,67 – 0,56
Hematit, pecah-pecah 6500 – 8700 0,45
Bijih Besi, pecah-pecah 3600 – 5500 0,45
Batu Kapur, pecah-pecah 2500 – 4200 0,60 – 0,57
Lumpur 2160 – 2970 0,83
Lumpur, sudah ditekan 2970 – 3510 0,83
Pasir, kering 2200 – 3250 0.89
Pasir, basah 3300 – 3600 0,88
Shale 3000 0,75
Slate 4590 – 4860 0,77
(Sumber : Prodjosumarto, P., 1995)
13
c. Kelengketan material
Jika material yang lengket banyak menempel pada bucket baik disisi dalam
maupun luarnya maka akan mengurangi faktor pengisian alat karena volume
bucket menjadi kecil.
d. Ketrampilan dan kemampuan operator, dimana operator yang berpengalaman
dan terampil dapat memperbesar faktor pengisian bucket.
14
Tm4 = Waktu ayunan kosong (menit)
b. Waktu Edar Alat Angkut
Waktu edar alat angkut merupakan penjumlahan dari waktu mengatur posisi,
waktu isi muatan, waktu angkut muatan, waktu mengatur posisi untuk
menumpahkan muatan, waktu tumpah, waktu kembali kosong. Dapat dinyatakan
dalam persamaan (Pfleider, 1972) :
Cta = Ta1 + Ta2 + Ta3 + Ta4 + Ta5 + Ta6 ........................................................(8.8)
Keterangan :
Cta = Total waktu edar alat angkut (menit)
Ta1 = Waktu mengatur posisi untuk diisi muatan (menit)
Ta2 = Waktu diisi muatan (menit)
Ta3 = Waktu mengangkut muatan (menit)
Ta4 = Waktu mengatur posisi untuk menumpahkan muatan (menit)
Ta5 = Waktu menumpahan muatan (menit)
Ta6 = Waktu kembali kosong (menit)
Waktu edar yang diperoleh setiap unit alat mekanis berbeda, hal ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
1. Kekompakan Material
Material yang kompak akan lebih sukar untuk digali atau dikupas oleh alat
mekanis. Hal ini akan berpengaruh pada lamanya waktu edar alat mekanis,
sehingga dapat menurunkan produktivitas alat mekanis.
2. Pola Pemuatan
Untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan sasaran produksi maka pola
pemuatan juga merupakan faktor yang mempengaruhi waktu edar alat. Pola
pemuatan berdasarkan posisi antara alat muat dan alat angkut dapat
dibedakan menjadi dua yaitu :
a) Top loading
Alat muat Backhoe melakukan penggalian dengan menempatkan
dirinya diatas jenjang (Nichols Helbert L, 1955). Cara ini hanya dipakai
pada alat muat yaitu excavator backhoe. Selain itu keuntungan yang bisa
15
diperoleh yaitu operator lebih leluasa untuk melihat bak dan menempatkan
material kedalam dumptruck yang akan dimuatkan.
b) Bottom loading
Posisi truk untuk dimuati hasil galian backhoe dapat berada satu level
atau sama-sama di atas jenjang (Nichols Helbert L, 1955). Posisi alat muat
sama tingginya dengan alat angkut. Apabila alat muat yang digunakan
backhoe maka alat tersebut akan bekerja keras karena bucket akan
terangkat lebih tinggi sehingga menyebabkan cycle time dari backhoe
menjadi lebih besar dibandingkan dengan dengan posisi top loading.
16
a) Single Back Up yaitu truck memposisikan diri untuk dimuati pada satu
tempat (Gambar 8.4).
b) Double Back Up yaitu truck memposisikan diri untuk dimuati pada dua
tempat (Gambar 8.4).
c) Triple Back Up yaitu truck memposisikan diri untuk dimuati pada tiga
tempat (Gambar 8.5).
17
tersebut merupakan hal yang mutlak harus dipenuhi. Beberapa faktor penunjang
dalam pengoperasian peralatan mekanis, khususnya untuk alat angkut adalah
kondisi dan dimensi jalan, yang meliputi lebar, besarnya tikungan maupun
kemiringan dari jalan angkut, serta konstruksi jalan yang digunakan.
Adapun lebar jalan yang harus diperhatikan untuk jalan angkut yaitu:
a. Lebar pada jalan lurus
Penentuan lebar jalan angkut minimum untuk jalan lurus didasarkan pada
rule of thumb yang dikemukakan oleh AASHTO (American Association of State
Highway and Transportation Officials) Manual Rural Highway Design, dengan
persamaan sebagai berikut :
18
Sumber : Suwandhi A, 2004
Gambar 8.6
Lebar Jalan Angkut Lurus untuk Dua Jalur
b. Lebar pada jalan tikungan
Lebar jalan angkut pada tikungan selalu lebih besar daripada lebar pada
jalan lurus (Gambar 8.7). Untuk jalur ganda, lebar minimum pada tikungan
dihitung berdasarkan pada :
1. Lebar jejak ban
2. Lebar juntai atau tonjolan (overhang) alat angkut bagian depan dan
belakang roda saat membelok
3. Jarak antara alat angkut yang bersimpangan
4. Jarak (spasi) alat angkut terhadap tepi jalan.
19
n = Jumlah jalur
U = Jarak jejak roda kendaraan, (meter)
Fa = Lebar juntai depan (meter) = Ad x sin α
Fb = Lebar Juntai belakang (meter) Fb = Ab x sin α
Ad = Jarak as roda depan dengan bagian depan truk (meter)
Ab = Jarak as roda belakang dengan bagian belakang truk (meter)
C = Z = Jarak antara dua truk yang akan bersimpangan (meter)
α = Sudut penyimpangan (belok) roda depan
Gambar 8.8
Kemiringan Jalan Angkut
20
Secara umum kemiringan jalan maksimum yang dapat dilalui dengan baik
oleh alat angkut besarnya berkisar antara (10%-18%). Akan tetapi untuk jalan
menanjak maupun jalan menurun pada daerah perbukitan lebih aman kemiringan
jalan maksimum dibawah 10 % (Couzens,1979). Besar kemiringan jalan pada
tanjakan dapat mempengaruhi hal-hal seperti berikut:
a. Kecepatan kendaraan menurun sehingga produktivitas juga mengalami
penurunan.
b. Beban pada transmisi akan meningkat.
c. Kendaraan sulit dikontrol pada kondisi basah.
21
dukung material dan beban kendaraan. Beban pada roda untuk setiap kendaraan
dapat diketahui berdasarkan spesifikasi dari pabrik pembuatnya, sedang untuk
menghitung luas bidang kontak (contact area) dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut (Walter W. Kaufman and James C. Ault
1977) :
0,9 x Berat pembebanan pada roda (lb)
Contact area (in2) = ......................(8.14)
Tekanan pada ban ( psi )
Setelah luas bidang kontak (contact area) antara roda kendaraan dengan
permukaan jalan diketahui, maka besarnya beban kendaraan yang diterima oleh
permukaan jalan dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
22
8.5. Effisiensi Kerja
Effisiensi kerja merupakan suatu penilaian terhadap pelaksanaan suatu
pekerjaan atau merupakan perbandingan antara waktu yang dipakai untuk bekerja
dengan waktu yang tersedia. Dalam perhitungannya maka digunakan
pengertian persentase waktu kerja efektif (%). Beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi effisiensi kerja adalah :
a. Kondisi Tempat Kerja
Kondisi tempat kerja dalam hal ini adalah lokasi daerah
penambangan dan kondisi jalan angkut sangat berpengaruh pada efisiensi kerja
peralatan mekanis dalam kegiatan penambangan. Dengan kondisi tempat kerja
yang baik maka alat mekanis dapat bekerja dengan optimal, begitu juga
sebaliknya dengan kondisi tempat kerja yang buruk akan mengakibatkan alat tidak
dapat bekerja secara optimal.
b. Kondisi Cuaca
Dalam keadaan cuaca yang panas dan banyak debu sangat mengganggu
kerja dari operator, sehingga dapat mempengaruhi kelincahan gerak peralatannya.
Pada waktu musim hujan, kondisi tempat kerja dan jalan angkut yang tidak
diperkeras akan menjadi berlumpur, sehingga peralatan mekanis yang
dioperasikan tidak dapat bekerja secara optimal.
c. Faktor Manusia
Effisiensi kerja penambangan juga dipengaruhi oleh faktor manusia seperti
kedisiplinan dalam kegiatan pekerjaan. Dengan bekerja pada waktu dan jadwal
yang ditentukan dan diharapkan maka effisiensi akan semakin meningkat
sehingga sasaran produksi produksi dapat tercapai dan sebaliknya. Peralatan
mekanis akan menghasilkan persen pengisian yang tinggi apabila alat tersebut
dioperasikan oleh operator yang terampil dan berpengalaman.
d. Waktu Tunda
Waktu tunda dapat meliputi hambatan yang terjadi selama dilakukan
kegiatan penambangan. Hal tersebut dapat mempengaruhi waktu kerja efektif.
Waktu kerja efektif adalah waktu kerja yang digunakan untuk melakukan kerja
atau waktu kerja yang tersedia yang sudah dikurangai dengan hambatan kerja.
23
Sedangkan waktu kerja tersedia adalah waktu yang di berikan dalam satu shift
kerja secara keseluruhan tanpa memperhitungkan hambatan yang terjadi.
Hambatan yang terjadi dibedakan menjadi 2 yaitu (Peurifoy, 2006):
1. Hambatan yang dapat ditekan, seperti keterlambatan beroperasi, istirahat
terlalu awal, dan lain-lain.
2. Hambatan yang tidak dapat ditekan, seperti hambatan cuaca, kerusakan
alat, dan lain-lain.
Adanya hambatan yang terjadi selama jam kerja akan mengakibatkan
waktu kerja efektif semakin kecil. Adapun rumus persamaannya adalah sebagai
berikut:
Wke = Wkt – Wht........................................................................................ (8.16)
Wke
Ek = x100% .......................................................................................(8.17)
Wkt
Keterangan:
Wke = Waktu Kerja Effektif, menit
Wkt = Waktu Kerja Tersedia, menit
Wht = Waktu Hambatan, menit
Ek = Efisiensi Kerja, menit
Waktu kerja tersedia adalah waktu yang di berikan dalam dua shift kerja
secara keseluruhan tanpa memperhitungkan hambatan yang terjadi. Untuk
keterangan efisiensi kerja dapat dilihat pada tabel 8.3.
Tabel 8.3
Efisiensi Kerja
Pemeliharaan Mesin
Kondisi
Operasi Alat Baik Sekali Baik Sedang Buruk Buruk Sekali
Baik Sekali 0,83 0,81 0,76 0,70 0,63
Baik 0,76 0,75 0,71 0,65 0,60
Sedang 0,72 0,69 0,65 0,60 0,54
Buruk 0,63 0,61 0,57 0,52 0,45
Buruk Sekali 0,52 0,50 0,47 0,42 0,32
Sumber: (Peurifoy, 2006)
24
Tabel 8.4
Hambatan - Hambatan Waktu Kerja Efektif
Hambatan Yang Dapat Hambatan Yang Tidak Dapat
Dihindari Dihindari
Keperluan operator
Slippery time
25
Kombinasi alat gali muat dalam ilmu Pemindahan Tanah Mekanis (PTM)
dikenal dengan istilah nama Match factor atau Faktor Keserasian. Apabila
kombinasi alat gali muat dan alat angkut tidak seimbang maka biaya yang
dikeluarkan untuk pengupasan material lebih tinggi dibandingkan jika
kombinasinya seimbang.
nL × kL
Produksi alat gali muat = ........................................................... (8.18)
cL
nT × kT
Produksi alat angkut = ............................................................. (8.19)
cT
nT × kT × cL
Match = nL × kL × cT .............................................................................. (8.20)
kT × cL
Jika, CL = .................................................................................. (8.21)
kL
nT × CL
MF = nL × cT ................................................................................ (8.22)
Keterangan :
kL = Kapasitas bucket.
nT = Jumlah truk.
26
bekerja 100% sehingga terdapat waktu tunggu bagi alat muat karena
menunggu alat angkut yang belum datang.
b. MF = 1 , artinya alat muat dan angkut bekerja 100%, sehigga tidak terjadi
waktu tunggu dari kedua jenis alat tersebut.
c. MF > 1 , artinya alat muat bekerja 100%, sedangkan alat angkut bekerja
kurang dari 100%, sehingga terdapat waktu tunggu bagi alat angkut karena
menunggu alat angkut lainnya yang sedang dimuati.
Dengan keserasian kerja alat bongkar, muat dan angkut maka dapat
menekan waktu tunggu daripada alat angkut yang berpangaruh langsung terhadap
pencapaian produksi.
Contoh permasalahan untuk pembuatan grafik match factor dan faktor kerja,
dapat dilihat pada Tabel 8.5 dan Gambar 8.10.
Tabel 8.5
Contoh Tabel Match Factor dan Faktor Kerja
A B C D E F
Keterangan :
A = Jumlah truck
B = Waktu muat n truck (menit)
27
C = Waktu tunggu truck atau back hoe (menit)
Tanda (+) artinya back hoe menunggu
Tanda (-) artinya truck yang menunggu
D = Match Factor
minumum 𝑟𝑜𝑢𝑛𝑑 𝑡𝑟𝑖𝑝 𝑐𝑦𝑐𝑙𝑒 𝑡𝑟𝑢𝑐𝑘
E = Faktor kerja truck = x 100% ................. (8.23)
waktu untuk mengisi 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑡𝑟𝑢𝑐𝑘
Truck
Back Hoe
3600
Pm = ( CTm ) x Kb x Ff x Sf x Ef ............................................................ (8.25)
28
CTm = Waktu edar unit alat gali muat (detik)
Kb = Kapasitas bucket unit alat gali muat (m3)
Ff = Fill factor (%)
Sf = Swell factor (%)
Ef = Efisiensi kerja (%)
8.7.2. Alat Angkut
Perhitungan produksi untuk alat angkut adalah : (Rochmanhadi, 1982)
3600
Pa = ( CTa ) x n x Kb x Ff x Sf x Ef ........................................................ (8.26)
29
2. Physical Availability (PA)
Physical availability ialah faktor avalability yang menunjukan berapa
waktu suatu alat dipakai selama jam total kerjanya (scheduled hours).
Physical availability penting untuk menyatakan kerja mechanical alat dan
juga sebagai petunjuk efisiensi mesin dalam program penjadwalan.
Persamaan untuk physical availability:
W+S
PA (%) = x 100 % .............................................................. (8.28)
T
Keterangan:
W = Hours worked atau operation hours (jam kerja atau jam operasi)
dimulai dari operator/crew berada di satu alat atau alat tersebut berada
dalam kondisi operable. Delay time termasuk dalam hours worked.
R = Repair hours (jam perbaikan) adalah waktu yang digunakan untuk
perbaikan alat, waktu menunggi alat diperbaiki, waktu menunggu part
alat, dan waktu yang hilang akibat maintenance / perawatan alat.
S = Stand by hours adalah waktu dimana alat siap pakai (tidak rusak),
tetapi karena satu dan lain hal tidak dipergunakan ketika operasi
penambangan sedang berlangsung. Off shift tidak diperhitungkan
dalam stand-by hours.
30
T = Total hours (jam total) adalah waktu di mana tambang dikerjakan (the
pit is worked). Dan hal ini meliputi T = W + R + S (hours worked +
repair hours + stand by hours).
31
IX. PELAKSANAAN PENELTIAN SKRIPSI
Tabel 9.1
Rencana Pelaksanaan Pernelitian Skripsi
32
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Irwandy. 2014. Batubara Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama .
Hustrulid, W, 1995, “Open Pit Mine Planning And Design”. Colorado School Of
Mine, Golden, Colorado, USA.
Nicols, H.L., and Day D.A, 1999, Moving the Earth – The Workbook of
Excavation 4th ed, McGraw-Hill, New York
Pfleider, E.P., 1972. Surface Mining 1st Edition, America Institute of Minin,
Metallurgical, and Petroleum Engineers, New York.
33