Anda di halaman 1dari 140

KAJIAN TEKNIS GEOMETRI JALAN ANGKUT TAMBANG

PADA KEGIATAN PENGANGKUTAN BATUBARA


DARI PIT LIMIT 02 MENUJU STOCK ROM
PT. MASLAPITA, KAB. BARITO TIMUR,
KALIMANTAN TENGAH

SKRIPSI

Oleh :
ENDRY HIMAWAN BUDI SASONGKO
112140163

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK PERTAMBANGAN


JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2019
KAJIAN TEKNIS GEOMETRI JALAN ANGKUT TAMBANG
PADA KEGIATAN PENGANGKUTAN BATUBARA
DARI PIT LIMIT 02 MENUJU STOCK ROM
PT. MASLAPITA, KAB. BARITO TIMUR,
KALIMANTAN TENGAH

SKRIPSI
Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik dari
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Oleh:
ENDRY HIMAWAN BUDI SASONGKO
112140163

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK PERTAMBANGAN


JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2019
W|ÑxÜáxÅut{~tÇ âÇàâ~ UtÑt~? \uâ?
Tw|~? áxÜàt ^xÄâtÜzt UxátÜ~â gxÜv|ÇàtA
RINGKASAN

PT. Maslapita merupakan perusahaan pertambangan batubara yang berlokasi


di Kecamatan Patangkep Tutui, Provinsi Kalimantan Tengah. Sistem penambangan
yang diterapkan ialah tambang terbuka dengan metode block mining. Aktivitas
penambangan yang dikerjakan meliputi pembersihan lahan, pengupasan
overburden, penggalian, pemuatan dan pengangkutan batubara dari front
penambangan ke stock ROM. Kegiatan pengangkutan batubara erat kaitannya
dengan kondisi jalan angkut itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
ukuran standar geometri jalan angkut yang ideal, menganalisa faktor-faktor
pendukung keselamatan yang ada, dan mengestimasi perubahan waktu edar dan
produktivitas pengangkutan setelah dilakukan perbaikan. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian langsung (pengamatan di lapangan) dan tidak
langsung (pengolahan data yang sudah ada).
Berdasarkan hasil perhitungan, syarat lebar jalan minimum 9 m untuk jalan
lurus dan 15 m untuk tikungan. Lebar jalan pada segmen B-C, D-E, E-F, I-J, J-K,
N-O, dan P-Q perlu diperlebar untuk memenuhi syarat minimum. Setelah lebar
jalan tikungan diperbaiki, perlu dibuat superelevasi 0,02 m/m. Cross slope dibuat
dengan perbedaan elevasi paling kecil 18 cm dan paling besar 24,6 cm. Pada
segmen N-O dibuat tanggul karena berbatasan dengan genangan air dan
penambahan rambu-rambu wajib membunyikan klakson pada titik rawan seperti
segmen D-E dan segmen K. Saluran penyaliran pada segmen G-H-I-J disarankan
diperbesar dengan luas minimum 0,608 m2, dan pada segmen C-D-E dan J-K-L
perlu dibuat saluran penyaliran mengingat adanya potensi limpasan dari lereng di
sisi jalan. Alternatif perbaikan kemiringan jalan dibuat maksimum 8%, setelah
dihitung perubahan kecepatan berdasarkan spesifikasi mesin alat angkut didapat
peningkatan produktivitas pengangkutan secara teoritis menjadi 112,08 ton/jam
dengan waktu edar selama 1.790,86 detik dibandingkan dengan waktu edar aktual
mula-mula selama 2.166 detik dengan produktivitas sebesar 92,64 ton/jam.

Kata kunci: Geometri Jalan, Produktivitas, Kemiringan Jalan, Waktu Edar, Rimpull

v
SUMMARY

PT. Maslapita is a coal mining company located in Patangkep Tutui District,


Central Kalimantan Province. The applied mining system is surface mining with
block mining method. Mining activities carried out include land clearing,
overburden stripping, extracting, loading and transporting coal from the loading
front to stock ROM. Coal transportation activities are closely related to the
conditions of the haul road. This study aims to determine the ideal standard
geometry of the haul road, analyze the supporting factors of safety, and estimate
the changes in cycle time and hauling productivity after alternative solutions are
theoretically made. This study uses direct research methods (field observations)
and indirect method (existing data processing).
Based on the calculation results, the minimum road width requirement is 9 m
for straight roads and 15 m for bends. The road width in the B-C, D-E, E-F, I-J, J-
K, N-O, and P-Q segments need to be widened to meet the minimum requirements.
After the width of the bend road has been improved, superelevation of 0.02 m/m
needs to be made. Cross slope is made with the least elevation difference is 18 cm
and the largest is 24,6 cm. In the N-O segment ditch are supposed to be made
because they are bordered by water basins and the addition of signs to honk the
horn are recommended to be placed at vulnerable points such as the D-E segment
and K segment. The ditch in the G-H-I-J segment are suggested to be enlarged with
a minimum area of 0.608 m2, and in the C-D-E and J-K-L segments, a drainage
ditch needs to be made considering the potential runoff from the slope on the side
of the roads. Alternative road slope improvement is made at a maximum of 8%,
after calculating the speed change based on the engine specification of the dump
truck obtained hauling productivity as much as 112,08 tonnes / hour with a cycle
time of 1.790,86 seconds compared to the existing cycle time around 2.166 seconds
with the hauling productivity of 92,64 tonnes / hour.

Keywords: Road Geometry, Productivity, Road Grade, Cycle Time, Rimpull

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Kajian Teknis Geometri Jalan
Angkut Tambang pada Kegiatan Pengangkutan Batubara dari Pit Limit 02 menuju
Stock ROM PT. Maslapita, Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah”
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta. Skripsi ini disusun berdasarkan
hasil penelitian yang dilaksanakan pada tanggal 1 Juli hingga 31 Agustus 2018.
Penulis menyadari akan besarnya bantuan dari berbagai pihak untuk
penyusunan skripsi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Muhammad Irhas Effendi, M.S., Rektor Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Yogyakarta.
2. Bapak Dr. Edy Nursanto, ST, MT, Ketua Jurusan Teknik Pertambangan.
3. Ibu Ir. Wawong Dwi Ratminah, MT, Koordinator Program Studi Sarjana
Teknik Pertambangan.
4. Bapak Dr. Edy Nursanto, ST, MT, dosen pembimbing I.
5. Bapak Ir. Ketut Gunawan, MT, dosen pembimbing II.
6. Bapak Ir. Priyo Widodo, MT, dosen pembahas I.
7. Bapak Dr. Tedy Agung Cahyadi, ST, MT, IPM., dosen pembahas II.
8. Seluruh staf dan karyawan PT. Maslapita.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan perkembangan
ilmu pengetahuan di bidang pertambangan.

Yogyakarta, Januari 2019 Penulis

Endry H.B. Sasongko

vii
DAFTAR ISI

Halaman
RINGKASAN .................................................................................................. v
SUMMARY ...................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2. Permasalahan .................................................................................. 2
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................ 2
1.4. Batasan Masalah ............................................................................ 2
1.5. Metode Penelitian ........................................................................... 2
1.6. Manfaat Penelitian .......................................................................... 6
II TINJAUAN UMUM
2.1. Profil Perusahaan ............................................................................. 7
2.2. Lokasi dan Kesampaian Daerah ..................................................... 7
2.3. Keadaan Geologi Regional .............................................................. 10
2.4. Iklim dan Curah Hujan ................................................................... 14
2.5. Waktu Kerja .................................................................................... 15
2.6. Persiapan Penambangan ................................................................. 15
2.7. Pengupasan dan Pengangkutan Tanah Pucuk .................................. 17
2.8. Pembongkaran dan Pengangkutan Material Penutup ...................... 18
2.9. Pembongkaran dan Pengangkutan Batubara .................................. 19
2.10.Penyiraman Jalan Angkut .............................................................. 20
III DASAR TEORI
3.1. Geometri Jalan Tambang ................................................................ 22
3.2. Kemiringan Jalan Angkut (Grade) dan Tahanan Kemiringan ....... 29
3.3. Kemampuan Alat Angkut dalam Mengatasi Tanjakan.................... 31
3.4. Fasilitas Pendukung Kelancaran dan Keselamatan Kerja ............... 32
3.5. Drainase Jalan Angkut ..................................................................... 37
3.6. Waktu Edar Alat Gali Muat dan Alat Angkut ................................. 41

viii
3.7. Faktor Pengisian ............................................................................. 42
3.8. Efisiensi Kerja ................................................................................ 42
3.9. Produksi Alat Gali Muat dan Alat Angkut ..................................... 43
3.10.Penelitian Sejenis ............................................................................ 43
IV HASIL PENELITIAN
4.1. Tinjauan Teknis Terhadap Geometri Jalan Angkut ......................... 45
4.2. Faktor Pendukung Keselamatan Kerja pada Jalan Angkut ............ 47
4.3. Operasi Pengangkutan .................................................................... 49
4.4. Produktivitas ................................................................................... 50
V PEMBAHASAN
5.1. Geometri Jalan Angkut .................................................................. 51
5.2. Faktor Pendukung Keselamatan Kerja pada Jalan Angkut ............ 59
5.3. Produktivitas Pengangkutan ........................................................... 62
VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan ...................................................................................... 64
6.2. Saran ............................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 66
LAMPIRAN .................................................................................................. 68

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1.1. Tahapan Penelitian ............................................................................. 5
2.1. Peta IUP Operasi Produksi PT. Maslapita .......................................... 8
2.2. Peta Kesampaian Daerah ................................................................... 9
2.3. Stratigrafi Daerah Penelitian ............................................................. 13
2.4. Peta Geologi Daerah Penelitian ......................................................... 14
2.5. Grafik Curah Hujan Rata-Rata Tahun 2009-2017.............................. 15
2.6. Bulldozer Komatsu D85E-SS ............................................................ 16
2.7. Pit 02 PT. Maslapita ........................................................................... 16
2.8. Motor Grader Komatsu GD535 ......................................................... 17
2.9. Pengupasan Top Soil........................................................................... 17
2.10. Crawler Rock Drill Furukawa PCR200 ............................................. 18
2.11. Proses Pembongkaran dan Pengangkutan Batubara ........................... 19
2.12. Kapasitas Bucket Komatsu PC200 ..................................................... 19
2.13. Dump truck FAW FD 336 DT ............................................................ 20
2.14. Loader Crusher Yutong 956H............................................................ 20
2.15. Water Truck ........................................................................................ 21
3.1. Lebar Jalan Angkut dalam Keadaan Lurus ........................................ 24
3.2. Lebar Jalan Angkut pada Tikungan untuk 2 Jalur .............................. 25
3.3. Sudut Penyimpangan Kendaraan ....................................................... 26
3.4. Gaya Sentrifugal Akibat Adanya Tikungan ....................................... 27
3.5. Penampang Melintang Jalan Angkut ................................................. 29
3.6. Penentuan Tahanan Kemiringan......................................................... 30
3.7. Koefisien Gesekan Memanjang Berdasarkan pada Kecepatan .......... 35
3.8. Penampang Saluran Penyaliran Berbentuk Trapesium ....................... 40
4.1. Kondisi Jalan Tanpa Cross Slope ....................................................... 47
4.2. Pemasangan Rambu pada Jalan Angkut ............................................ 48
4.3. Tanggul Pengaman pada Segmen B-C .............................................. 48

x
4.4. Saluran Penyaliran .............................................................................. 49
5.1. Ilustrasi Segmen Jalan H-I.................................................................. 51
5.2. Perbandingan Lebar Aktual dengan Lebar Minimum Segmen Jalan.. 52
5.3. Grafik Perbandingan Lebar dan Radius Tikungan Aktual dengan
Rekomendasi Perbaikan ..................................................................... 54
5.4. Superelevasi Setelah Perbaikan Lebar Jalan Tikungan ...................... 55
5.5. Rekomendasi Perbaikan Cross Slope ................................................. 56
5.6. Grafik Batang Grade Rata-Rata Tiap Segmen Jalan .......................... 57
5.7. Perbandingan Grade Aktual dengan Alternatif Grade Perbaikan ...... 58
5.8. Ilustrasi Penampang Saluran Terbuka ................................................ 61
5.9. Perbandingan Waktu Edar Aktual dengan Waktu Edar Perbaikan
Teoritis ................................................................................................ 62
5.10. Perbandingan Produktivitas Alat Angkut ........................................... 63

xi
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
2.1. Koordinat Batas IUP PT. Maslapita ................................................... 9
3.1. Nilai Superelevasi yang Diizinkan .................................................... 28
3.2. Tahanan Gulir .................................................................................... 31
3.3. Koefisien Gesekan Jalan Berdasarkan Permukaan Jalan .................. 34
3.4. Periode Ulang Hujan untuk Sarana Penyaliran Tambang .................. 37
3.5. Koefisien Limpasan ............................................................................ 37
3.6. Harga Koefisien Manning untuk Saluran Terbuka ............................. 40
4.1. Lebar dan Grade Jalan Angkut........................................................... 46
5.1. Lebar Jalan Angkut Sebelum dan Sesudah Perbaikan ...................... 53
5.2. Perbaikan, Lebar, Radius, dan Superelevasi Tikungan ..................... 54
5.3. Cross Slope Perbaikan ....................................................................... 56
5.4. Alternatif Perbaikan Grade Jalan ...................................................... 58
5.5. Luas, Koefisien, dan Debit Air Limpasan Tiap DTH ........................ 60

xii
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN Halaman
A. PERHITUNGAN CURAH HUJAN RENCANA ............................. 69
B. SPESIFIKASI BACKHOE KOMATSU PC 200 ............................... 74
C. SPESIFIKASI ALAT ANGKUT ...................................................... 79
D. DATA AKTUAL DAN DOKUMENTASI JALAN ......................... 82
E. PERHITUNGAN LEBAR JALAN ................................................... 85
F. PERHITUNGAN CROSS SLOPE ...................................................... 86
G. PERHITUNGAN JARAK HENTI ALAT ANGKUT ...................... 88
H. KEMAMPUAN TANJAK ALAT ANGKUT ................................... 89
I. PERHITUNGAN SUPERELEVASI DAN JARI-JARI TIKUNGAN
JALAN ANGKUT.............................................................................. 91
J. PERHITUNGAN FAKTOR PENGEMBANGAN BATUBARA ..... 92
K. PERHITUNGAN BUCKET FILL FACTOR ...................................... 93
L. PERHITUNGAN EFISIENSI WAKTU KERJA ALAT ................... 94
M. WAKTU EDAR ALAT MUAT ........................................................ 100
N. WAKTU EDAR ALAT ANGKUT .................................................... 103
O. PERHITUNGAN PRODUKTIVITAS ALAT MUAT ..................... 109
P. PERHITUNGAN FAKTOR KESERASIAN KERJA ...................... 110
Q. SIMULASI WAKTU EDAR DENGAN PERBAIKAN GRADE
JALAN MAKSIMUM 8% ................................................................. 111
R. PERHITUNGAN PRODUKTIVITAS ALAT ANGKUT SETELAH
PERBAIKAN .................................................................................... 116
S. PERHITUNGAN DIMENSI SALURAN PENYALIRAN ............... 117
T. PERHITUNGAN STATIC ROLLING RADIUS ................................ 124
U. PETA SITUASI PENAMBANGAN .................................................. 125
V. PENAMPANG MEMANJANG JALAN ANGKUT TAMBANG .... 126
W. PETA DAERAH TANGKAPAN HUJAN ........................................ 127

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


PT. Maslapita merupakan anak perusahaan milik Grup Sinarmas yang
merupakan perusahaan pertambangan batubara yang berlokasi di Kecamatan
Patangkep Tutui, Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah. Sistem
penambangan yang diterapkan ialah tambang terbuka dengan metode block
mining. Aktivitas penambangan yang dikerjakan meliputi pembersihan
lahan, pengupasan overburden, penggalian, pemuatan dan pengangkutan batubara
dari front penambangan ke stock ROM. Kegiatan pengangkutan batubara erat
kaitannya dengan kondisi jalan angkut itu sendiri. Jalan angkut yang baik akan
menunjang kinerja alat angkut yang melewatinya. Untuk kegiatan pengangkutan
batubara dari front loading menuju stock ROM, PT. Maslapita menggunakan
dump truck FAW FD 336 DT dengan kapasitas maksimal 30 ton. Untuk
mengetahui layak tidaknya jalan angkut yang ada, perlu dilakukan pengamatan
dan penilaian kondisi jalan angkut tersebut.
Kondisi jalan angkut yang baik yaitu jalan yang memenuhi persyaratan-
persyaratan teknis yang ditetapkan. Kajian teknis terhadap beberapa parameter
jalan angkut yang penting, meliputi geometri jalan, sistem penyaliran, dan
perlengkapan jalan seperti rambu-rambu jalan serta lampu penerangan.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, beberapa segmen jalan yang
menghubungkan antara front loading dengan stock ROM PT. Maslapita masih
belum memenuhi standar jalan tambang yang ideal. Hal ini menyebabkan kegiatan
pengangkutan batubara menuju stock ROM menjadi kurang optimal.
Oleh karena itu diperlukan pengkajian terhadap jalan angkut untuk
memenuhi syarat kondisi jalan yang baik dan dapat menunjang kelancaran operasi
pengangkutan serta menjamin faktor keselamatan dan keamanan kerja para
karyawan.

1
1.2. Permasalahan
Permasalahan yang dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Terdapat geometri jalan angkut yang belum memenuhi standar yang
ditetapkan.
b. Beberapa segmen jalan angkut belum memiliki faktor-faktor pendukung
untuk menunjang keselamatan kerja.
c. Produktivitas pengangkutan yang belum optimal dikarenakan kemiringan
(grade) beberapa segmen jalan yang sangat tinggi.

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Menentukan ukuran geometri jalan angkut yang mengacu pada dimensi alat
angkut terbesar yang beroperasi, meliputi: lebar jalan, kemiringan jalan, jari-
jari tikungan, superelevasi, dan cross slope.
b. Mengetahui apakah faktor-faktor pendukung yang tersedia sudah cukup
aman bagi pengemudi dalam mengoperasikan alat angkut dengan kecepatan
tertentu seperti rambu-rambu jalan, tanggul pengaman, dan saluran
penyaliran.
c. Mengetahui estimasi cycle time (waktu edar) dan produktivitas perbaikan
secara teoritis alat angkut batubara setelah dilakukannya alternatif-alternatif
perbaikan.

1.4. Batasan Masalah


Penelitian ini dibatasi hal-hal sebagai berikut :
a. Menggunakan data curah hujan selama sembilan tahun yaitu 2009 – 2017.
b. Penelitian difokuskan pada jalan angkut dari PIT 02 menuju area stock ROM
PT. Maslapita.
c. Penelitian dilakukan pada alat muat excavator Komatsu PC200-8M0 dan
alat angkut dump truck FAW FD 336 DT.
d. Analisis tidak memperhitungkan biaya perbaikan jalan.

1.5. Metode Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua metode penelitian yaitu
penelitian langsung (primer) di lapangan dan penelitian tidak langsung (sekunder)

2
dengan pencarian, pengumpulan, dan pengolahan data yang bertujuan untuk
memperoleh hasil yang diinginkan. Tahapan penelitian yang dilakukan adalah
sebagai berikut:

1.5.1. Studi Literatur


Studi Literatur dilakukan dengan cara mencari bahan-bahan pustaka yang
berhubungan dengan penelitian dari buku-buku dan laporan penelitian yang telah
ada dan menggabungkan antara teori dengan data yang telah didapatkan. Bahan-
bahan tersebut diperoleh dari instansi yang terkait dengan penelitian ini,
perpustakaan kampus yang mana dapat berupa :
a. Laporan penelitian yang terdahulu
b. Peta dasar, peta geologi, topografi dan litologi
1.5.2. Penelitian Langsung di Lapangan
Data yang diperoleh dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara
cermat dan sistematis secara nyata di lapangan.
1.5.3. Pengambilan Data
Pengambilan data diperoleh dari perusahaan yang bersangkutan. Data
yang diperoleh dapat berupa :
a. Data primer
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari hasil
pengamatan di lapangan. Data primer yang didapatkan pada saat penelitian
adalah :
1) Data waktu edar alat muat dan alat angkut pada kegiatan coal getting
(pengangkutan batubara)
2) Data waktu hambatan pada alat muat dan alat angkut.
3) Profil dan geometri jalan angkut tambang serta membagi jalan ke dalam
beberapa segmen berdasarkan perbedaan grade yang signifikan dari pit
hingga stock ROM.
4) Foto-foto lapangan

b. Data sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung, yaitu
dapat menyalin atau mengutip dari data yang sudah ada. Data sekunder yang
didapatkan pada saat penelitian adalah :

3
1) Data curah hujan.
2) Data spesifikasi alat muat dan alat angkut.
3) Data densitas material.
4) Data geologi daerah penelitian.
5) Peta lokasi penambangan
6) Peta kesampaian daerah.
7) Peta topografi daerah penelitian.
8) Literatur-literatur yang berhubungan dengan jalan angkut.
1.5.4. Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan melakukan perhitungan-perhitungan
secara teoritis, kemudian menganalisis hasil olahan data tersebut.
1.5.5.Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan diperoleh berdasarkan dari hasil pengolahan data yang ada dan
hasil analisa dari data aktual dengan data hasil perhitungan. Kemudian memberi
alternatif solusi maupun saran.

4
Permasalahan
1. Terdapat geometri jalan angkut yang belum sesuai standar pada beberapa segmen jalan
2. Beberapa segmen jalan angkut belum terdapat faktor-faktor pendukung keselamatan kerja
yang sesuai
3. Produktivitas kegiatan pengangkutan yang kurang optimal akibat geometri jalan yang kurang
memadai

Tujuan
1. Mengetahui ukuran standar geometri jalan angkut yang seharusnya diterapkan sesuai dengan
kondisi lokasi penelitian meliputi lebar jalan minimum, kemiringan jalan, superelevasi, radius
tikungan, cross slope, maupun paritan
2. Mengetahui apakah faktor-faktor pendukung keselamatan yang ada sudah memadai
3. Mengestimasi perubahan waktu edar alat angkut dan peningkatan produktivitas pengangkutan
secara teoritis berdasarkan alternatif perbaikan yang disarankan

Batasan Masalah
1. Menggunakan data curah hujan selama 9 tahun terakhir (2009-2017)
2. Penelitian hanya mengkaji alat muat backhoe Komatsu PC200 dan dumptruck FAW
FD336DT
3. Segmen jalan angkut yang dikaji dimulai dari area dekat stock ROM hingga area dekat pit
limit dari Pit 02 PT. Maslapita
4. Tidak memperhitungkan biaya perbaikan jalan
5. Tidak memperhitungkan penggunaan bahan bakar

Studi Literatur

Pengambilan Data

Data Primer
Data Sekunder
1. Lebar jalan
1. Curah hujan
2. Dimensi tanggul
2. Spesifikasi alat
3. Dimensi paritan
3. Peta topografi
4. Waktu edar alat muat dan alat angkut
4. Densitas material
5. Waktu hambatan
5. Peta geologi
6. Dokumentasi lapangan

Pengolahan Data
1. Perhitungan geometri jalan angkut standar dan geometri jalan aktual
2. Alternatif profil kemiringan jalan angkut
3. Perhitungan waktu edar dan produktivitas pengangkutan aktual
4. Perhitungan perbaikan waktu edar dan produktivitas pengangkutan secara teoritis

Belum Sesuai
Kriteria Kajian
Teoritis vs Kondisi
Aktual

Sesuai

Kesimpulan dan Saran

Gambar 1.1
Tahapan Penelitian

5
1.6. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk :
a. Memberikan acuan geometri jalan angkut yang sesuai standar yang diakui.
b. Memperdalam pemahaman terhadap kegiatan pertambangan khususnya
mengenai jalan angkut.
c. Dapat memberikan dasar pertimbangan untuk perusahaan dalam membuat
jalan angkut.

6
BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1. Profil Perusahaan


PT. Maslapita merupakan salah satu anak perusahaan Grup Sinarmas, sebuah
perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan batubara. Kegiatan
pertambangan batubara yang dilakukan oleh PT. Maslapita didasarkan atas Surat
Keputusan Bupati Barito Timur Nomor : 626 Tahun 2009 tentang Persetujuan
Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha
Pertambangan Operasi Produksi Kepada PT. Maslapita, 31 Desember 2009 dengan
luas areal 1.001 Ha, berlokasi di Kecamatan Patangkep Tutui, Kabupaten Barito
Timur, Provinsi Kalimantan Tengah dan Keputusan Kepala Dinas Pertambangan
dan Energi Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah Nomor.
540/40/2008 Tentang Persetujuan Studi Kelayakan PT. Maslapita.

2.2. Lokasi dan Kesampaian Daerah


Lokasi Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Maslapita secara administratif
berada di Desa Kotam, Desa Lalap, dan Desa Mawani, Kecamatan Patangkep Tutui,
Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah membentang dari 01°56’31
- 01°59’45 Lintang Selatan dan 115°21’52,5” - 115°24’08” Bujur Timur.
Secara administrasi, batas-batas wilayah Kecamatan Patangkep Tutui adalah
sebagai berikut:
Sebelah utara : Kecamatan Bintang Ara, Kab. Tabalong, Kalimantan Selatan
Sebelah selatan : Kecamatan Benua Lima, Kab. Barito Timur, Kalimantan
Tengah
Sebelah timur : Kecamatan Tanjung, Kab. Tabalong, Kalimantan Selatan
Sebelah barat : Kecamatan Awang dan Kecamatan Dusun Timur, Kab. Barito
Timur, Kalimantan Tengah
Poligon batas dari IUP milik PT. Maslapita dapat dilihat pada Gambar 2.1 di
bawah ini.

7
Gambar 2.1
Peta IUP Operasi Produksi PT. Maslapita
(Peta Rupa Bumi Indonesia, 2018)
Sedangkan secara geografis, batas titik-titik koordinat IUP yang dimiliki
perusahaan dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1
Koordinat Batas IUP PT. Maslapita
(Surat Keputusan Bupati Barito Timur Nomor 626, 2009)
Garis Bujur Garis Lintang
No. BT LU/LS
° ' " ° ' "
1 115 23 08,00 BT 1 56 31,00 LS
2 115 24 08,00 BT 1 56 31,00 LS
3 115 24 08,00 BT 1 56 59,00 LS
4 115 23 55,00 BT 1 56 59,00 LS
5 115 23 55,00 BT 1 57 38,00 LS
6 115 23 42,00 BT 1 57 38,00 LS
7 115 23 42,00 BT 1 58 07,00 LS
8 115 23 26,00 BT 1 58 07,00 LS
9 115 23 26,00 BT 1 58 30,00 LS
10 115 23 03,00 BT 1 58 30,00 LS
11 115 23 03,00 BT 1 58 53,00 LS
12 115 22 45,00 BT 1 58 53,00 LS
13 115 22 45,00 BT 1 59 22,00 LS
14 115 22 27,00 BT 1 59 22,00 LS
15 115 22 27,00 BT 1 59 45,00 LS
16 115 21 52,50 BT 1 59 45,00 LS
17 115 21 52,50 BT 1 58 10,00 LS
18 115 23 00,00 BT 1 58 10,00 LS
19 115 23 00,00 BT 1 57 53,00 LS
20 115 23 08,00 BT 1 57 53,00 LS

8
Perjalanan menuju lokasi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT.
Maslapita (Gambar 2.2) dapat ditempuh dengan beberapa alternatif rute perjalanan,
antara lain:
1. Melalui rute Palangkaraya :
a. Yogyakarta – Surabaya – Palangkaraya, rute ini dapat dijangkau dengan
menggunakan pesawat terbang dengan waktu tempuh ± 2 jam.
b. Palangkaraya – Tamiang Layang, Rute ini dapat dijangkau menggunakan
kendaraan roda empat dengan waktu tempuh ± 5,5 jam sejauh 282 km.
c. Tamiang Layang – Kotam/Lokasi IUP, Rute ini dapat dijangkau dengan
menggunakan kendaraan roda empat melalui jalan tanah dengan waktu
tempuh ± 1,5 jam.
2. Melalui rute Banjarmasin :
a. Yogyakarta – Surabaya – Banjarmasin, Rute ini dapat dijangkau dengan
menggunakan pesawat terbang dengan waktu tempuh ± 2 jam.
b. Banjarmasin – Tanjung, Rute ini berjarak sekitar 231 km dapat dijangkau
menggunakan kendaraan roda empat dengan waktu tempuh ± 6 jam.
c. Tanjung – Kotam/Lokasi IUP, rute ini dapat dijangkau menggunakan
kendaraan roda empat dengan waktu tempuh ± 1 jam

Gambar 2.2
Peta Kesampaian Daerah
(Openstreetmap, 2018)

9
2.3. Keadaan Geologi Regional
Keadaan geologi daerah penelitian berdasarkan sejarah geologi, morfologi,
stratigrafi, dan struktur geologi adalah:
2.3.1.Keadaan Fisiografi
Secara fisiografi, daerah penelitian terletak pada zona cekungan Barito
Timur. Topografi pada Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Maslapita membentuk
morfologi perbukitan daerah perbukitan bergelombang rendah sampai sedang.
Morfologi perbukitan bergelombang sedang dengan ketinggian antara 100 – 213 m
di atas permukaan air laut dengan kemiringan lereng landau sampai terjal
menempati pada bagian tengah sampai utara dari daerah penyelidikan, sedangkan
morfologi bergelombang rendah dengan ketinggian antara 50 – 100 m di atas
permukaan air laut dengan kemiringan lereng landai menempati bagian selatan.
Pada aliran sungai pada daerah penyelidikan adalah subparallel dimana hulu
sungai terdapat di daerah perbukitan sedangkan muaranya ke Sungai Patangkep
untuk bagian Barat, sedangkan bagian Utara daerah penyelidikan bermuara ke
Sungai Tabalong Kiwa. Pada daerah yang lebih rendah dipenuhi oleh perkebunan
karet dan perkebunan kelapa sawit.
Secara litologi, batuan penyusun di daerah penelitian pada umumnya berupa
batupasir, batulempung, dan sisipan batubara. Batubara berwana hitam kilap kaca
sampai tanah (bright to dull), getas, mengandung pirit, ketebalan 0,10 – 1,10 m,
batas lapisan tegas.
2.3.2. Stratigrafi
Berdasarkan Peta Geologi Regional Lembar Buntok (Soetrisno dkk, 1994)
untuk daerah Kabupaten Barito Timur dan sekitarnya, formasi batuan yang tersusun
adalah:
1. Endapan Permukaan
Aluvium (Qa) : Lumpur kelabu-hitam, lempung bersisipan limonit dan
gambut, pasir, kerikil, kerakal dan bongkahan batuan yang lebih tua yang
merupakan hasil endapan sungai atau dataran banjir. Tebal dari endapan mencapai
10 m.
 Batuan Sedimen
Formasi Dahor (TQd) : Batupasir kurang padat sampai lepas, bersisipan

10
batulanau, serpih, lignit, dan limonit. Terendapkan dalam lingkungan
peralihan dengan tebal mencapai 300 m. Umumnya diduga Plio-Plistosen.
Fomasi ini tidak selaras diatas formasi-formasi dibawahnya, dan umumnya
berada pada morfologi dataran rendah yang kadang-kadang sulit dipisahkan
dengan endapan permukaan.
 Formasi Warukin (Tmw) : Batupasir kasar-sedang, sebagian konglomerat,
bersisipan batulanau dan serpih, setengah padat, berlapis dan berstruktur
perarian silang-siur dan lapisan tersusun. Struktur lipatan terbuka dengan
kemiringan lapisan sekitar 10°. Formasi ini berumur Miosen Tengah-Miosen
Atas, dengan tebal bisa mencapai 500 m, dan diendapkan di daerah transisi.
Formasi Warukin berada selaras di atas Formasi Berai dan Montalat. Sesuai
dengan sifat fisiknya formasi ini menempati daerah dataran menggelombang
landai.
 Formasi Berai (Tomb) : Batugamping berlapis dengan batulempung, napal
dan batubara, sebagian tersilikakan dan mengandung limolit. Batugamping
berfosil foram besar, antara lain: Spiroclypeous sp, Lepidocyclina sp, Borelis
sp, Cyeloclypeous sp, Nummulites fichtelli (Michelotti), Lepidocyclina
(Eulepidina) ephipiodes Jones & Chapman, Operculina sp, Spiroclypeous
tidoengensis Van Der Vlerk, Heterostegina sp, dan Amphistegina sp,yang
menunjukkan umur Oligosen Tengah-Oligosen Akhir (Td-e). Disamping itu
juga berfosil foram bentos. Formasi ini diendapkan di laut dangkal dengan
tebal mencapai 1.250 m, serta menempati morfologi perbukitan kars yang
terjal.
 Formasi Montalat (Tomm) : Batupasir Kuarsa putih berstruktur silang siur,
sebagian gampingan, bersisipan batulanau/serpih dan batubara. Berfosil
foram kecil, antara lain : Globigerina venezuelana Hedberg, Globigerina
tripatita Koch, Globigerina selli (Borsetti), Globigerina phaebulloides Blow,
Globigerina angustumbilicata Bolli, Globigerina offcinalis suboptima,
Globigerina sp, Globigerina spp, Globorotalia opima Bolli,
Globorotalianana Bolli, dan Casigerinella chipolensis (Cushman & Potton),
yang berumur Oligosen (P19-N3). Diendapkan dilaut dangkal terbuka,
dengan tebal mencapai 1.400 m. Formasi ini menjemari dengan Formasi

11
Berai dan selaras dengan Formasi Tanjung, jenis perlipatan mirip dengan
Formasi Tanjung tetapi sedikit lebih terbuka. Sebarannya menempati
Morfologi perbukitan.
 Formasi Tanjung (Tet) : Bagian bawah perselingan antara batupasir, serpih,
batulanau, dan konglomerat aneka bahan, sebagian bersifat gampingan.
Komponen konglomerat antara lain : Kuarsa, feldspar, granit, sekis, gabro,
dan basal. Didalam batupasir kuarsa dijumpai komponen glaukonit. Bagian
atas, perselingan antara batupasir kuarsa bermika, batulanau, batugamping,
dan batubara. Batulanau berfosil foram plankton, antara lain :Globigerina
tripatita Koch, Globigerina ochitaensis Howe & Wallace, Globigerina spp,
dan Globorotalia spp, yang menunjukkan umur Eosen-Oligosen (P16-N3);
sedang batugampingnya berforam besar, antara lain: Operculina sp,
Discocyelina sp, dan Biplanispira, yang berumur Eosen Akhir (Tb). Formasi
ini tidak selaras diatas batuan Mesozoikum, terlipat hampir utara selatan
dengan kemiringan lapisan umumnya 20°, serta mempunya tebal sekitar 1300
m, serta tersebar di daerah perbukitan.
 Batuan sedimen dan vulkanik tak terpisahkan, yang tersusun berlapisan.
Batuan sedimen : Batulanau kelabu tua, batugamping kristalin kelabu tua,
batupasir-halus kelabu, serpih merah dan serpih napalan;tebal lapisan antara
20 cm – 300 cm, sebagian terlipat. batuan vulkanik : andesit, basal dan
ampibolit. andesit dan basal berupa leleran berwarna kelabu hijau, terubah
menjadi mineral lempung, kalsit ataupun klorit, berpiroksen & porfiritik.
Basal bertekstur pilotaksit dan amigdaloid. Ampibolit pecah-pecah berupa
lensa didalam basal, tebal mencapai 40 cm. Unit ini menempati daerah
morfologi perbukitan tinggi dan kasar. ketebalan bisa mencapai 100 m. Untuk
keperluan praktis serta kesinambungannya dengan lembar disekitarnya, unit
ini disebandingkan dengan formasi pitap yang berumur kapur akhir (Ksp).
2. Batuan Terobosan
Granit Kapur (Kgr) : Granit biotit berwarna kelabu muda, sebagian
terkekarkan. Singkapannya berasosiasi dengan Formasi Pitap dan Haruyan, dan
tersebar di daerah bermorfologi perbukitan tinggi. Variasi batuan ini antara lain :

12
granodiorit biotit, adamelit biotit, granit genes, sebagian bertekstur grafik dan
mirmekit. Batuan ini menerobos Formasi Pitap, dan umumnya diduga Kapur Akhir.
3. Batuan Vulkanik
Batuan vulkanik Kasele : Berupa retas, sumbat, “stocks”, yang umumnya
terdiri dari basal piroksen kelabu hijau, porfiritik sampai pilotaksit. Sebagian besar
terubah membentuk mineral lempung, klorit, dan kalsit. Unit ini mencapai tebal 50
m, dan menempati daerah morfologi perbukitan tinggi dan kasar, serta
dikorelasikan dengan Formasi Haruyan yang berumur Kapur Atas (Kvh).
Stratigrafi daerah penelitian dari lapisan tertua ke lapisan yang lebih muda
dapat dilihat pada Gambar 2.3 di bawah ini:

Gambar 2.3
Stratigafi Daerah Penelitian
(Soetrisno dkk, 1994)

13
2.3.3. Struktur Geologi
Struktur geologi yang terdapat pada daerah ini terdiri atas kelurusan, lipatan
dan sesar yang berarah Timur Laut-Barat Daya. Jenis sesar belum dapat ditentukan,
namun diduga berupa sesar geser, dan sesar normal. Kegiatan tektonik yang baru
diketahui dengan jelas adalah pada pasca miosen. Namun diduga kegiatan tersebut
telah berlangsung sebelum tersier.
Dari penyelidikan yang telah dilakukan, maka keterdapatan dan penyebaran
lapisan batubara pada wilayah IUP PT. Maslapita terdapat pada Formasi Tanjung
dan Formasi Berai.

Gambar 2.4
Peta Geologi Daerah Penelitian
(Departemen Geologi PT. Maslapita)
2.4. Iklim dan Curah Hujan
Kabupaten Barito Timur memiliki iklim tropis dengan dua musim yakni
musim kemarau dan musim penghujan dalam satu tahun. Suhu rata-rata berkisar
antara 22,23°C – 34,68°C dengan kelembapan relatif 54,92 – 98,58%. Data curah
hujan rata – rata Kabupaten Barito Timur dan sekitarnya untuk tahun 2009 – 2017
dapat dilihat pada Gambar 2.5.

14
Nilai curah hujan rata-rata 174,94 mm/bulan, dimana nilai curah hujan
maksimum 343,13 mm/bulan pada bulan Desember dan nilai curah hujan minimum
106,45 mm/bulan pada bulan Agustus (lihat Lampiran A).

Gambar 2.5
Grafik Curah Hujan Rata-Rata Tahun 2009-2017
2.5. Waktu Kerja
Waktu kerja pada PT Maslapita terbagi menjadi dua shift kerja. Untuk setiap
shift kerja terdiri dari 11 jam kerja. Shift kerja pertama dimulai pada jam 07.00
WITA sampai dengan 18.00 WITA, shift kedua dimulai pukul 19.00 WITA Sampai
dengan 06.00 WITA. Untuk waktu istirahat kerja, dimulai pada pukul 12.00 WIB –
13.00 WIB, dan Pukul 00.00 – 01.00WIB. Namun, pada hari Jumat istirahat kerja
dimulai pada pukul 11.30 – 13.30 WIB. Khusus untuk kegiatan pengangkutan
batubara perusahaan menetapkan jadwal hanya pada shift pertama yakni di waktu
siang hari.
2.6. Persiapan Penambangan
Kondisi awal area yang akan ditambang banyak ditumbuhi tumbuhan liar dan
semak belukar. Sebelum penambangan dimulai, perusahaan melakukan kegiatan
land clearing (pembersihan lahan) menggunakan bulldozer Komatsu D85E-SS
untuk menyingkirkan semak belukar dan pepohonan dari area yang akan ditambang
(Gambar 2.6).

15
Bulldozer Komatsu D85E-SS juga dipakai untuk maintenance front loading
dan jalan angkut dengan cara menggusur material-material yang terkadang tumpah
sewaktu diangkut ataupun sisa-sisa material yang tidak termuat oleh alat muat.
Kegiatan penambangan batubara PT. Maslapita pada Pit 02 menggunakan
sistem tambang terbuka dengan metode block mining menggunakan alat mekanis
(Gambar 2.7). Kegiatan penggalian menggunakan alat berat berupa backhoe,
sedangkan pengangkutan menuju stock ROM menggunakan dump truck.

Gambar 2.6
Bulldozer Komatsu D85E-SS (Sasongko, 2018)

Gambar 2.7
Pit 02 PT. Maslapita (Sasongko, 2018)
Untuk meratakan jalan angkut maupun front loading point, alat berat yang
digunakan berupa motor grader merk Komatsu seri GD535 (Gambar 2.8). Sewaktu
kondisi sehabis hujan, motor grader juga dipakai untuk maintenance jalan angkut.

16
Gambar 2.8
Motor Grader Komatsu GD535 (Sasongko, 2018)
2.7. Pengupasan dan Pengangkutan Tanah Pucuk
Top soil atau tanah pucuk merupakan lapisan tanah penutup yang banyak
mengandung unsur hara dimana zat tersebut diperlukan tanaman untuk tumbuh.
Lapisan dengan ketebalan 50 – 100 cm ini digali dan dimuat dengan menggunakan
excavator backhoe Komatsu PC-400LC lalu diangkut menggunakan dump truck
Scania P360 menuju top soil bank (Gambar 2.9). Material tanah pucuk ini akan
digunakan kembali sewaktu kegiatan reklamasi.

Gambar 2.9
Pengupasan Top Soil (Sasongko, 2018)

17
2.8. Pembongkaran dan Pengangkutan Material Penutup
Sebagian besar material penutup yang dibongkar merupakan jenis
batulempung, karena karakteristik lapisan batulempung yang keras maka
perusahaan menggunakan metode peledakan demi meningkatkan efisiensi.
Pengeboran dilakukan menggunakan satu unit Crawler Rock Drill Furukawa model
PCR200 (Gambar 2.10). Mata bor yang digunakan berjenis button bit dengan
diameter 3,5 inch.

Gambar 2.10
Crawler Rock Drill Furukawa PCR200 (Sasongko, 2018)
Pola pengeboran yang diterapkan ialah model selang-seling (staggered
pattern) dengan kedalaman lubang ledak sedalam 6 m. Jadwal peledakan
dilaksanakan setiap pukul antara 12.00 – 13.00 WITA pada hari-hari tertentu
menyesuaikan dengan kondisi material di lapangan saat itu.
Pemuatan overburden dilakukan oleh backhoe Komatsu PC-400LC dengan
kapasitas bucket 2,6 m3. Armada pengangkutan material overburden menggunakan
kombinasi dumptruck Scania P360 dan FAW FD 336 DT. Pada masa awal kegiatan
penambangan, material overburden diangkut menuju area disposal yang berjarak
300 m dari pit limit. Akan tetapi, seiring dengan kemajuan tambang perusahaan
menyesuaikan kembali perencanaan pembuangan disposal demi optimasi
penggunaan bahan bakar, sehingga lokasi pembuangan disposal saat ini berada
pada blok yang sudah selesai ditambang (in pit dump).

18
2.9. Pembongkaran dan Pengangkutan Batubara
Sebelum kegiatan penggalian dan pengangkutan batubara (coal getting)
dilaksanakan, terlebih dulu dilakukan pembersihan batubara (coal cleaning) dari
sisa-sisa material overburden. Kegiatan coal cleaning dilakukan dengan cara
menggunakan backhoe Komatsu PC-200-8M0.

Gambar 2.11
Proses Pembongkaran dan Pengangkutan Batubara (Sasongko, 2018)

Gambar 2.12
Kapasitas Bucket Komatsu PC200 (Sasongko, 2018)
Setelah kegiatan pembersihan dan pencacahan batubara selesai dilakukan
selanjutnya dilakukan pengangkutan menggunakan backhoe Komatsu PC-200-8M0
dengan kapasitas bucket 1 m3 (Gambar 2.11). Alat angkut yang digunakan adalah
dump truck FAW FD 336 DT yang berkapasitas maksimal 30 ton (Gambar 2.13).

19
Gambar 2.13
Dump truck FAW FD 336DT (Sasongko, 2018)
Batubara dari loading point akan diangkut menuju stock ROM yang
selanjutnya akan diremuk menggunakan crusher bucket wheel loader Yutong 956H
(Gambar 2.14) sebelum diangkut ke pelabuhan.

Gambar 2.14
Loader Crusher Yutong 956H (Sasongko, 2018)

2.10. Penyiraman Jalan Angkut


Kegiatan pengangkutan material ketika melewati jalan angkut pada kondisi
cuaca cerah akan menimbulkan banyak debu. Debu-debu yang berterbangan ini
tentu akan sangat mengganggu proses pengangkutan bahkan berpotensi
menyebabkan kecelakaan kerja karena mengurangi jarak pandang. Untuk
mengatasi hal ini perusahaan menggunakan water truck (truk penyiraman) untuk
melakukan kegiatan penyiraman jalan (Gambar 2.15).

20
Gambar 2.15
Water Truck (Sasongko, 2018)

21
BAB III
DASAR TEORI

Setiap operasi penambangan memerlukan jalan tambang sebagai sarana


infrastruktur yang vital di dalam lokasi penambangan dan sekitarnya. Jalan
tambang berfungsi sebagai penghubung lokasi-lokasi penting, antara lain lokasi
tambang dengan area crushing plant, pengolahan bahan galian, perkantoran,
perumahan karyawan dan tempat-tempat lain di wilayah penambangan.
Konstruksi jalan tambang secara garis besar sama dengan jalan angkut di
kota. Perbedaan yang khas terletak pada permukaan jalannya (road surface) yang
jarang sekali dilapisi oleh aspal atau beton seperti pada jalan angkut di kota,
karena jalan tambang sering dilalui oleh peralatan mekanis yang memakai crawler
track, misal bulldozer, excavator, crawler rock drill, track loader dan sebagainya.
Seperti halnya jalan angkut di kota, jalan angkut di tambang pun harus
dilengkapai penyaliran (drainage) yang ukurannya memadai. Sistem penyaliran
harus mampu menampung air hujan pada kondisi curah hujan yang tinggi dan
harus mampu pula mengatasi luncuran partikel-partikel kerikil atau tanah pelapis
permukaan jalan yang terseret oleh arus air hujan menuju penyaliran. Apabila
jalan tambang melalui sungai atau parit, maka harus dibuat jembatan yang
konstruksinya mengikuti persyaratan yang biasa diterapkan pada konstruksi
jembatan umum di jalan kota. Parit yang dilalui jalan tambang mungkin dapat
diatasi dengan pemasangan gorong-gorong (culvert), kemudian dilapisi oleh
campuran tanah dan batu sampai pada ketinggian jalan yang dikehendaki
(Suwandhi, 2004).

3.1. Geometri Jalan Tambang


Geometri jalan yang harus diperhatikan sama seperti jalan raya pada
umumnya, yaitu lebar jalan angkut dan kemiringan jalan. Alat angkut atau truk-
truk tambang umumnya berdimensi lebih besar, panjang dan lebih berat dibanding
kendaraan angkut yang bergerak di jalan raya. Oleh sebab itu, geometri jalan

22
harus sesuai dengan dimensi alat angkut yang digunakan agar alat angkut tersebut
dapat bergerak leluasa pada kecepatan normal dan aman. Geometri jalan angkut
selalu didasarkan pada dimensi kendaraan angkut yang digunakan. Dalam proses
penambangan terbuka di PT. Maslapita, alat angkut yang digunakan adalah dump
truck. Adapun faktor-faktor yang merupakan geometri penting yang akan
mempengaruhi keadaan jalan angkut adalah sebagai berikut:
3.1.1. Lebar Jalan
Lebar jalan angkut pada tambang pada umumnya dibuat untuk pemakaian
jalur ganda dengan lalu lintas satu arah atau dua arah. Dalam kenyataanya,
semakin lebar jalan angkut maka akan semakin baik proses pengangkutan dan lalu
lintas pengangkutan semakin aman dan lancar. Akan tetapi semakin lebar jalan
angkut, biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan dan perawatan juga akan
semakin besar. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi agar keduanya bisa optimal.
a. Lebar Jalan Angkut pada Kondisi Lurus
Lebar jalan minimum pada jalan lurus dengan jalur ganda atau lebih,
menurut AASHTO (American Association of State Highway and Transportation
Officials) Manual Rural Highway Design, lebar jalan dikali jumlah jalur dan
ditambah dengan setengah lebar alat angkut pada bagian tepi kiri dan kanan jalan.
. 1 0,5. ............................................................... (3.1)
Keterangan:
L = Lebar jalang angkut minimum, (m)
n = Jumlah jalur
Wt = Lebar jalan angkut, (m)
Nilai 0,5 merupakan faktor pengali terhadap lebar truk terbesar dari truk
yang digunakan dan ukuran aman masing-masing kendaraan di bagian kanan kiri
tepi jalan. Pada Gambar 3.1. dapat dilihat contoh penampang melintang dari
rancangan lebar jalan angkut yang umum diterapkan pada tambang terbuka untuk
dua jalur lalu-lintas jalan.
Ukuran lebar kendaraan terbesar yang akan melintas pada suatu jalan angkut
mendapat perhatian terbesar dalam penentuan lebar minimum jalan angkut
tersebut. Dengan alat terbesar sebagai acuan, maka untuk kendaraan yang lebih
kecil sudah pasti dapat melewati jalan tersebut dengan aman.

23
Gambar 3.1
Lebar Jalan Angkut dalam Keadaan Lurus
(Suwandhi, 2004)
b. Lebar Jalan Angkut pada Tikungan
Lebar jalan angkut pada tikungan selalu dibuat lebih besar dari pada jalan
lurus. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi adanya penyimpangan lebar alat
angkut yang disebabkan oleh sudut yang dibentuk oleh roda depan dengan badan
truk saat melintasi tikungan. Untuk jalur ganda, lebar jalan minimum pada
tikungan dihitung berdasarkan pada:
 Lebar jejak roda
 Lebar juntai atau tonjolan (overhang) alat angkut bagian depan dan
belakang pada saat membelok
 Jarak antar alat angkut saat bersimpangan
 Jarak alat angkut terhadap tepi jalan
Rumus yang digunakan untuk menghitung lebar jalan angkut minimum pada
tikungan adalah sebagai berikut:

  ............................................................ (3.2)

0,5  ................................................................. (3.3)

Keterangan:
W = Lebar jalan angkut pada tikungan, (m)
U = Lebar jejak roda, (m)
n = Jumlah jalur ( 2 jalur)

24
Fa = Lebar juntai depan dikoreksi dengan sudut penyimpangan roda, (m)
Fb = Lebar juntai belakang dikoreksi dengan sudut penyimpangan roda, (m)
C = Jarak antara dua truk yang akan bersimpangan, (m)
Z = Jarak sisi luar truk ke tepi jalan, (m)
Lebar jalan angkut pada tikungan untuk dua jalur dapat dilihat pada Gambar
3.2 berikut,

Gambar 3.2
Lebar Jalan Angkut pada Tikungan untuk 2 Jalur
(Suwandhi, 2004)
Keterangan:
Wmin = lebar jalan pada belokan (m)
n = jumlah jalur
U = lebar jejak roda (centre to centre tyre) (m)
F = lebar juntai (overhang) depan (m)
B = lebar juntai belakang (m)
Z = lebar bagian tepi jalan (m)
C = jarak antar kendaraan (m)
Ad = jarak as roda depan dengan bagian depan dump truck (m)
Ab =ijarak as roda belakang dengan bagian belakang dump truck (m)
= sudut penyimpangan (belok) roda depan (o)
Pada Gambar 3.3 berikut merupakan bentuk sudut penyimpangan
kendaraan,

25
Gambar 3.3
Sudut Penyimpangan Kendaraan
(Suwandhi, 2004)
3.1.2. Jari–jari Tikungan
Kemampuan alat angkut dump truck untuk melewati tikungan terbatas,
maka dalam pembuatan tikungan harus memperhatikan besarnya jari-jari tikungan
jalan. Masing-masing jenis dump truck mempunyai jari-jari lintasan jalan yang
berbeda. Perbedaan ini dikarenakan sudut penyimpangan roda depan pada setiap
dump truck belum tentu sama.
Semakin kecil sudut penyimpangan roda depan maka jari-jari lintasan akan
terbentuk semakin besar. Dengan semakin besarnya jari-jari lintasan maka
kemampuan truk untuk melintasi tikungan tajam berkurang. Selain itu, jari-jari
tikungan sangat tergantung dari kecepatan kendaraan karena semakin tinggi
kecepatan maka jari-jari tikungan yang dibuat juga harus besar.
Untuk menentukan nilai Jari-jari tikungan minimum dengan
mempertimbangkan kecepatan (V), gesekan roda (f) dan superelevasi, maka rumus
yang digunakan adalah:

 ................................................. (3.4)
   

Keterangan:
R = Jari-jari belokan (m)

26
VR = Kecepatan rencana (km/jam)
e = superelevasi (mm/m)
f = gesekan roda (friction factor)
Bina marga menganjurkan superelevasi maksimum 10% untuk kecepatan
rencana >30 km/jam dan 8% untuk kecepatan rencana 30 km/jam, sedangkan
untuk jalan kota dapat dipergunakan superelevasi maksimum 6%.
Untuk kecepatan rencana <80 km/jam, berlaku :
f = -0,00065 V + 0,192 .......................................................................... (3.5)
Untuk kecepatan rencana yaitu senilai antara 80–112 km/jam, berlaku:
f = -0,00125 V + 0,24 ............................................................................. (3.6)
3.1.3. Superelevasi
Untuk mengatasi gaya sentrifugal yang bekerja pada alat angkut yang
sedang melewati tikungan jalan ada dua cara yang dapat dilakukan, yaitu pertama
dengan mengurangi kecepatan dan, kedua adalah membuat kemiringan ke arah
titik pusat jari-jari tikungan, yaitu dengan membuat elevasi yang lebih rendah ke
arah pusat jari-jari tikungan dan membuat elevasi yang lebih tinggi ke arah terluar
jari-jari tikungan yang dinamakan sebagai superelevasi. Kemiringan ini berfungsi
untuk menjaga alat angkut tidak terguling saat melewati tikungan dengan
kecepatan tertentu.

Gambar 3.4
Gaya Sentrifugal Akibat Adanya Tikungan
(Sukirman, 1999)
Cara pertama sangat tidak efisien karena waktu hilang yang ditimbulkan
akan besar, oleh karena itu cara kedua dianggap lebih baik. Apabila suatu

27
kendaraan bergerak dengan kecepatan tetap pada bidang datar atau miring dengan
lintasan berbentuk lengkung seperti lingkaran, maka pada kendaraan tersebut
bekerja gaya sentrifugal mendorong kendaraan secara radial keluar dari jalur
jalannya, berarah tegak lurus terhadap kecepatan.
Untuk perencanaan AASHTO menganjurkan pemakaian beberapa nilai
superelevasi yaitu 0,02, 0,04, 0,06, 0,08, 0,01, dan 0,012. Untuk daerah tambang
yang berupa pegunungan umumnya mengambil 0,02 karena kendaraan relatif
lambat. Sedangkan nilai superelevasi yang diizinkan menurut Kaufman dan Ault
(1977) tertera pada Tabel 3.1 di bawah ini.
Tabel 3.1
Nilai Superelevasi yang Diizinkan (m/m)
(Kaufman dan Ault,1977)

Radius Tikungan Kecepatan Kendaraan (Km/Jam)


(m) 16,1 24,15 32,2 40,25 48,3 56,35
15,2 0,04 0,04
30,4 0,04 0,04 0,04
45,7 0,04 0,04 0,04 0,05
76,3 0,04 0,04 0,04 0,04 0,05
91,5 0,04 0,04 0,04 0,04 0,06 0,06
183,0 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,05
305,0 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04
3.1.4. Kemiringan Melintang (Cross Slope)
Cross slope adalah sudut yang dibentuk oleh dua sisi permukaan jalan
terhadap bidang horizontal. Pada umumnya jalan angkut tambang mempunyai
bentuk penampang melintang cembung. Dibuat demikian, dengan tujuan
untuk memperlancar penyaliran. Apabila turun hujan atau sebab lain, maka air
yang ada pada permukaan jalan akan segera mengalir ke tepi jalan, tidak
berhenti dan mengumpul pada permukaan jalan. Hal ini penting karena air yang
menggenang pada permukaan jalan angkut tambang akan membahayakan
kendaraan yang lewat dan mempercepat kerusakan jalan.
Angka cross slope dinyatakan dalam perbandingan jarak vertikal dan
horizontal dengan satuan mm/m atau m/m. Nilai yang umum dari kemiringan
melintang (crossislope) yang direkomendasikan adalah sebesar 20-40 mm/m, dan
jarak bagian tepi jalan ke bagian tengah atau pusat jalan disesuaikan dengan
kondisi yang ada.

28
Gambar 3.5
Penampang Melintang Jalan Angkut
(Suwandhi, 2004)
3.2. Kemiringan Jalan Angkut (Grade) dan Tahanan Kemiringan
Grade atau kemiringan jalan angkut berhubungan langsung dengan
kemampuan alat angkut dalam pengereman ataupun dalam mengatasi tanjakan.
Secara umum kemiringan jalan angkut dinyatakan dalam persen (%). Dalam
pengertiannya, kemiringan 1% berarti jalan tersebut naik atau turun 1 m untuk
setiap jarak mendatar sebesar 100 m.
Kemiringan atau grade jalan angkut dapat dihitung dengan menggunakan
rumu sebagai berikut:

    100% ............................................................... (3.7)

Keterangan:
h : Beda tinggi antara dua titik segmen yang diukur (m)
x : Jarak datar antara dua titik segmen jalan diukur (m)
Pengaruh yang akan timbul akibat adanya kemiringan jalan yang terlalu
tinggi antara lain:
 Kendaraan sulit dikontrol pada kondisi basah
 Erosi karena air meningkat
 Kecepatan kendaraan menurun maka produktivitas akan turun

Tahanan kemiringan (grade resistance) ialah besarnya gaya berat yang


melewati atau membantu gerak kendaraan karena kemiringan jalur jalan yang
dilaluinya. Tahan kemiringan tergantung pada dua faktor yaitu:

29
 Besarnya kemiringan yang umumnya dinyatakan dalam persen (%)
 Berat kendaraan itu sendiri yang dinyatakan dalam ton
Besarnya tahanan kemiringan rata-rata dinyatakan dalam 20 lbs dari rimpull
untuk setiap gross ton berat kendaraan beserta isinya pada tiap kemiringan 1%.
Untuk mengetahui tahanan kemiringan suatu kendaraan dapat dihitung sebagai
berikut:

Keterangan:
A,B,C : Titik-titik sudut segitiga
P : Tahanan kemiringan
W : Berat kendaraan
F : Gerakan
N : Gaya normal
fN : Gaya gesek

Gambar 3.6
Penentuan Tahanan Kemiringan
Berdasarkan Gambar 3.6 dapat dilihat bahwa ΔDEF sebangun dengan
ΔABC, maka:

 ⇒   ⇒   .

cos        
cos
.
  ......................................................................................................... (3.8)

Bila W = 1 ton = 2000 lbs, sedangkan 1% = 1:100 maka persamaan di atas


menjadi:

2000 .


2000 .
%

30
....................................................................................................... (3.9)
%

Jadi P (tahanan kemiringan) dapat dinyatakan dengan 20 lb/ton /%.

3.3. Kemampuan Alat Angkut dalam Mengatasi Tanjakan


Kemampuan suatu alat angkut dalam mengatasi tanjakan sangat bergantung
pada gaya tarik maksimum yang bisa disediakan oleh mesin untuk menarik beban
yang ada pada alat angkut tersebut. Suatu gaya tarik maksimum yang bisa
disediakan oleh mesin disebut rimpull. Rimpull merupakan suatu istilah yang
hanya diterapkan pada peralatan yang beroda ban (rubber tired equipment). Besar
kecilnya rimpull tergantung pada kecepatan gear yang dipakai.
Tabel 3.2
Tahanan Gulir (Partanto, 1993)
Kondisi Jalan Lb/ton Kg/ton
Jalan permukaan yang keras, halus, stabil, tanpa 40 20
penetrasi di bawah beban, disiram, dirawat
Jalan raya yang kokoh, halus, bergulir dengan 65 35
permukaan yang berdebu atau ringan, melentur sedikit di
bawah beban atau bergelombang, dirawat secara
teratur, disiram
Bersalju Menempel 50 25
Lepas 90 45
Jalan tanah, berlubang, tertekuk di bawah beban, sedikit 100 50
perawatan, tanpa air, penetrasi ban 1 "atau 2"

Jalan tanah yang kotor, lunak, tidak ada perawatan, 150 75


tidak ada stabilisasi, penetrasi ban 4 "sampai 6"

Pasir lepas atau kerikil 200 100


Jalan yang lunak, berlumpur, rusak, tidak ada perawatan 200 - 400 100 -
200
Untuk menghitung besarnya rimpull dapat digunakan rumus di bawah ini:
   
  ....................................................................................... (3.10)

Keterangan:
RP : Rimpull, lbs
HP : Daya mesin, HP
EM : Efisiensi mekanis
v : Kecepatan Alat, mph

31
Ketika truk berjalan terdapat tahanan yang berusaha menahan putaran roda
akibat gesekan antara bagian luar ban dengan medan yang dilalui, tahanan ini
dinamakan tahanan gulir (Rolling Resistance). Rolling resistance tergantung dari:
 Keadaan jalan, yaitu kekerasan dan kehalusan permukaannya, semakin keras
dan halus jalan tersebut maka semakin kecil rolling resistance-nya
 Keadaan bagian jalan yang bersentuhan dengan jalan: ukuran ban, tekanan
dan keadaan permukaan ban (masih baru atau sudah gundul)

3.4. Fasilitas Pendukung Kelancaran dan Keselamatan Kerja


Ada beberapa factor yang diperlukan untuk keamanan dan keselamatan
pengangkutan di sepanjang jalur jalan angkut, yaitu:
1. Jarak pandang dan jarak berhenti
2. Tanggul pengaman (Safety Berm)
3. Rambu-rambu lalu lintas
4. Penerangan
3.4.1. Jarak Pandang dan Jarak Berhenti
Jarak pandang diartikan sebagai jarak yang dapat dilihat oleh operator
kendaraan. Keamanan dan kenyamanan pengemudi alat angkut dapat melihat
dengan jelas dan menyadari situasinya pada saat mengemudi tergantung pada
jarak yang dapat dilihat dari tempat kedudukannya. Sedangkan jarak berhenti
adalah jarak yang ditempuh pengemudi selama menyadari adanya rintangan
sampai menginjak rem ditambah jarak pengereman.
Jarak pandang aman adalah jarak yang diperlukan oleh pengemudi untuk
melihat ke depan secara bebas pada suatu tikungan, baik pandangan horizontal
maupun vertical. Jarak pandang yang aman adalah minimum sama dengan jarak
berhenti dari kendaraan yang sedang bergerak yang secara tiba-tiba direm.
Pengemudi membutuhkan waktu dari saat dia menyadari adanya rintangan
sampai dia mengambil keputusan. Besarnya waktu ini dipengaruhi oleh kondisi
jalan, mental pengemudi, kebiasaan, keadaan cuaca, dan kondisi fisik pengemudi.
Untuk perencanaan AASHTO ’90 mengambil waktu yang dibutuhkan pengemudi
dari menyadari rintangan sampai dia mengambil keputusan adalah sebesar 1,5
detik.

32
Setelah pengemudi mengambil keputusan untuk menginjak rem, maka
pengemudi membutuhkan waktu sampai dia menginjak pedal rem. Rata-rata
membutuhkan waktu 1 detik. Untuk perencanaan diambil waktu 1 detik, sehingga
totaol waktu yang dibutuhkan dari saat dia melihat rintangan sampai menginjak
pedal rem, disebut sebagai waktu reaksi adalah 2,5 detik.
Jarak yang ditempuh selama waktu tersebut adalah:
Jarak = kecepatan x waktu
Jika:
= jarak dari saat melihat rintangan sampai menginjak pedal rem, (m)
V = kecepatan, (km/jam)
t = waktu reaksi = 2,5 (detik)
maka:
= 0,278 . V . t .................................................................................. (3.11)
Jarak mengerem ( ) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan dari saat
menginjak pedal rem sampai kendaraan itu berhenti. Jarak pengereman ini
dipengaruhi oleh system pengereman itu sendiri, faktor ban, kecepatan kendaraan,
kondisi muka jalan dan kondisi perkerasan jalan. Untuk perencanaan hanya
diperhitungkan akibat adanya gesekan antara ban dengan muka jalan.
.
. .    →   ............................................................... (3.12)
. . .

Jika:
= jarak mengerem, (m)
f = koefisien gesekan antara ban dan muka jalan dalam arah memanjang jalan
V = kecepatan kendaraan, (km/jam)
g = gravitasi, (9,81 m/detik2)
W = berat kendaraan, (ton)

33
Tabel 3.3
Koefisien Gesekan Jalan Berdasarkan Permukaan Jalan
(Kaufman dan Ault, 1977)
Koefisien Gesekan Jalan
Permukaan Jalan
Roda Karet Roda Besi
Beton 0,9 0,45
Kerikil 0,36 0,5
Tanah Padat 0,55 0,9
Tanah Biasa 0,45 0,6
Tanah Liat Kering 0,55 0,9
Tanah Liat Basah 0,45 0,7
Pasir Kering 0,2 0,3
Pasir Basah 0,4 0,53
Salju 0,2 0,25
Es 0,2 0,12
Sehingga jarak mengerem:
  .......................................................................................................... (3.13)
.

Jadi rumus dari jarak berhenti minimum, yaitu jarak yang ditempuh
pengemudi selama menyadari adanya rintangan sampai menginjak rem ditambah
dengan jarak mengerem yang mana formula matematisnya dapat dilihat pada
rumus di bawah ini:
d= +

d = 0,278 . V . t + .................................................................... (3.14)


 

Keterangan:
L = kemiringan jalan maksimum dalam decimal
+ = untuk jalan menanjak
- = untuk jalan menurun

34
Gambar 3.7
Koefisien Gesekan Memanjang Berdasarkan pada Kecepatan (Sukirman,1999)
1) Jarak Pandang Vertikal
Jarak pandang vertikal adalah jarak bebas pandangan pengemudi untuk
mampu melihat kendaraan yang berlawanan arah maupun yang berada didepannya
di daerah tanjakan. Jarak pandang yang terlalu pendek akan mengurangi
kecepatan dump truck, selain itu juga akan berpengaruh pada masalah
keselamatan karena banyak dump truck yang akan terjebak dan kaget saat melihat
kendaraan lain dari depan. Dalam perencanaan jarak pandang pengemudi, harus
diperhitungkan terhadap kendaraan terkecil yang akan lewat agar faktor
keamanan dapat terjamin.
2) Jarak Pandang Horizontal
Jarak pandang horizontal adalah jarak bebas pandangan pengemudi untuk
mampu melihat kendaraan yang berlawanan arah maupun yang berada didepannya
terutama di daerah tikungan.

35
3.4.2. Tanggul Pengaman (Safety Berm)
Tanggul pengaman (safety berm) berfungsi sebagai pengaman jalan untuk
menghindari tergulingnya kendaraan ke tepi jalan dan juga untuk menghindari
segala bahaya yang dapat mengancam keselamatan pekerja dan peralatan. Dengan
demikian secara tidak langsung tanggul tersebut dapat mengembalikan posisi
kendaraan pada badan jalan dan menjauhkannya dari tepi-tepi jalan yang
berbahaya.
Tanggul yang umum digunakan adalah tanggul berbentuk triangular. Untuk
tanggul tersebut, pedoman untuk rancangannya adalah paling tidak tingginya
harus sama atau lebih besar dari nilai static rolling radius (SRR) roda kendaraan.
Persamaan untuk menghitung besarnyua nilai SRR dapat digunakan persamaan
sebagai berikut:
  .......................................................................................... (3.15)
,

Keterangan:
SRR = static rolling radius, (inch)
TH = tinggi roda alat angkut, (inch)
3.4.3. Rambu-rambu Jalan Angkut
Untuk lebih menjamin keamanan sehubungan dengan dioperasikannya jalan
angkut tambang, maka perlu dipasang rambu-rambu lalu lintas, rambu-rambu
yang perlu dipasang antara lain:
a) Tanda belokan
b) Tanda persimpangan jalan
c) Peringatan adanya tanjakan maupun jalan menurun
d) Kecepatan maksimum yang diizinkan
e) Tanda peringatan karena ada jalan yang licin, jembatan
3.4.4. Lampu Penerangan
Lampu penerangan mutlak harus dipasang apabila jalan angkut tambang
digunakan pada malam hari. Biasanya pemasangan sarana penerangan dilakukan
berdasarkan interval jarak dan tingkat bahayanya. Lampu-lampu tersebut dipasang
antara lain pada:
a) Belokan
b) Persimpangan jalan

36
c) Tanjakan atau turunan tajam
d) Jalan yang berbatasan langsung dengan tebing

3.5. Drainase Jalan Angkut


Di dalam pembuatan jalan angkut diperlukan adanya saluran air untuk
mengalirkan air dari permukaan jalan yang dapat memberikan pengaruh buruk
terhadap jalan angkut. Air yang berasal dari hujan jatuh di atas permukaan jalan
dan air yang mengalir dari daerah yang tinggi ke rendah harus diantisipasi
sehingga jalan angkut dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Oleh karena itu data
curah hujan yang akurat sangat diperlukan untuk rancangan pembuatan saluran
penyaliran.
Tabel 3.4
Periode Ulang Hujan untuk Sarana Penyaliran Tambang (Sosrodarsono dan
Takeda, 1983)
Letak/Fungsi Periode Ulang Hujan (Tahun)
Daerah Terbuka 0-5
Sarana Tambang 2-5
Lereng Tambang dan Penimbunan 5-10
Sumuran Utama 10-25
Penirisan Keliling Tambang 25
Pemindahan Aliran Sungai 100

Dalam menentukan dimensi saluran penyaliran harus diperhitungkan


periode ulang hujan, yaitu berulangnya hujan dengan intensitas yang sama pada
masa mendatang. Terdapatnya beberapa harga acuan periode ulang hujan dalam
merancang saluran penyaliran pada tambang terbuka, seperti terlihat pada tabel
3.4. Periode ulang hujan ini berguna untuk memperkirakan besarnya curah hujan
harian maksimum yang mungkin terjadi, berdasarkan data curah hujan yang telah
ada.
Tabel 3.5
Koefisien Limpasan (Gautama, 1999)
Kemiringan Tutupan Koefisien Limpasan

<3% Sawah 0,2

Hutan, perkebunan 0,3

Perumahan dengan kebun 0,4

37
Lanjutan Tabel 3.5

3%-5% Hutan, perkebunan 0,4

Perumahan 0,5

Tumbuhan yang jarang 0,6

Tanpa tumbuhan, daerah penimbunan 0,7

>15% Hutan 0,6

Perumahan, kebun 0,7

Tumbuhan yang jarang 0,8

Tanpa tumbuhan, daerah penambangan 0,9

Berdasarkan data curah hujan yang ada maka dapat dilakukan pengolahan
data curah hujan yang langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1. Penentuan harga rata-rata tinggi curah hujan maksimum

  ......................................................................................... (3.16)

Keterangan:
: curah hujan rata-rata maksimum, (mm/hr)
∑x : jumlah curah hujan maksimum, (mm/bulan)
n : jumlah hari/bulan
2. Penentuan curah hujan harian maksimum
 
  ......................................................................... (3.17)
 

Keterangan:
Xr : curah hujan harian maksimum, (mm/hari)
X : curah hujan rata-rata maksimum, (mm/hari)
δx : standar deviasi
δn : expected standart of deviation
Yr : variasi reduksi
Yn : expected mean
3. Perhitungan intensias curah hujan

   .................................................................................. (3.18)

Keterangan:

38
Xr : Curah hujan harian maksimum, (mm/hari)
t : Lama waktu hujan atau waktu konstan (Jam)
4. Perhitungan debit air limpasan
Q = 0,278 . C . I . A............................................................................ (3.19)
Keterangan:
Q : debit air limpasan, (m3/detik)
C : koefisien limpasan
I : intensitas curah hujan, (mm/jam)
A : luas daerah tangkapan hujan, (km2)
5. Perhitungan diameter paritan

    ............................................................................. (3.20)

Keterangan:
Q : debit air yang mengalir
A : luas permukaan paritan (1/4 π d2)
n : koefisien manning untuk aliran saluran terbuka
6. Perhitungan tinggi jagaan (freeboard)
  0,5  ....................................................................................... (3.21)
Keterangan:
F : tinggi jagaan
d : kedalaman saluran
Setelah debit air limpasan yang mungkin terjadi diketahui, maka dimensi
saluran penyaliran yang akan digunakan dapat ditentukan. Untuk menentukan
dimensi saluran penyaliran berbentuk trapesium dapat digunakan rumus sebagai
berikut:

.  . ............................................................................... (3.22)

Keterangan:
Q : debit air limpasan, (m3/detik)
n : koefisien kekasaran dinding saluran
r : jari-jari hidrolis, (m)
α : kemiringan dasar saluran, (%)
A : luas penampang saluran, (m2)

39
Tabel 3.6
Harga Koefisien Manning untuk Saluran Terbuka (Gautama, 1999)
Bahan Koefisien Manning (n)
Besi tuang dilapis 0,014
Kaca 0,01
Saluran beton 0,013
Bata dilapis mortar 0,015
Pasangan batu disemen 0,025
Saluran tanah bersih 0,022
Saluran tanah 0,03
Saluran dengan dasar batu dan 0,04
tebing rumput
Saluran pada galian batu padas 0,04

d : kedalaman saluran
b : lebar dasar saluran
a : panjang sisi saluran
B : lebar permukaan aliran
β : kemiringan dinding saluran

Gambar 3.8
Penampang Saluran Penyaliran Berbentuk Trapesium
Simbol-simbol pada Gambar 3.8 di atas mempunyai hubungan yang
dinyatakan dengan persamaan:
b/d= 2 [(1 + m2)1/2 – m ] ............................................................... (3.23)
A = b . d + m . d2
r = 0,5 . d
B =b+2.m.d
Dimana m = cotg β

40
3.6. Waktu Edar Alat Gali Muat dan Alat Angkut
Waktu edar atau cycle time yaitu istilah untuk menjelaskan berapa besar
waktu yang diperlukan sebuah alat mekanis untuk menyelesaikan satu kali siklus
pekerjaan yang berulang. Apabila mengharapkan produktivitas yang tinggi, maka
waktu edar setiap alat mekanis harus dibuat seminimal mungkin dengan
memperhatikan kemampuan mekanisnya.
3.6.1. Waktu Edar Alat Gali Muat
Merupakan total waktu pada alat gali muat, yang dimulai dari pengisian
bucket sampai dengan menumpahkan muatan ke dalam alat angkut dan kembali
kosong. Persamaan waktu edar alat gali muat (Prodjosumarto, 1993):
    .......................................................................... (3.24)

Keterangan :
CTm = Waktu edar alat gali muat (menit)
Tm1 = Waktu menggali material (detik)
Tm2 = Waktu berputar (swing) dengan bucket terisi muatan (detik)
Tm3 = Waktu menumpahkan muatan (detik)
Tm4 = Waktu berputar (swing) dengan bucket kosong (detik)
3.6.2. Waktu Edar Alat Angkut
Waktu edar alat angkut (dumptruck) pada umumnya terdiri dari waktu
menunggu alat untuk dimuati, waktu mengatur posisi untuk dimuati, waktu diisi
muatan, waktu mengangkut muatan, waktu dumping, dan waktu kembali kosong.
Persamaan waktu edar alat angkut (Prodjosumarto, 1993):
............................................................... (3.25)

Keterangan :
Cta = Waktu edar alat angkut (menit)
Ta1 = Waktu mengambil posisi untuk siap dimuati (detik)
Ta2 = Waktu diisi muatan (detik)
Ta3 = Waktu mengangkut muatan (detik)
Ta4 = Waktu mengambil posisi untuk penumpahan (detik)
Ta5 = Waktu muatan ditumpahkan (dumping) (detik)
Ta6 = Waktu kembali kosong (detik)

41
3.7. Faktor Pengisian
Faktor pengisian adalah perbandingan antara kapasitas nyata muat dengan
kapasitas baku alat muat yang dinyatakan dalam persen. Semakin besar faktor
pengisian maka semakin besar pula kapasitas nyata dari alat tersebut. Untuk
menghitung faktor pengisian digunakan persamaan sebagai berikut :
Vb
Fp  x100 % …............…………………….………................. (3.26)
Vd
Keterangan :
Fp = Faktor pengisian
Vb = Kapasitas nyata alat muat, (m3)
Vd = Kapasitas teoritis alat muat, (m3)
3.8. Efisiensi Kerja
Efisiensi kerja adalah perbandingan antara waktu kerja efektif dengan waktu
kerja yang tersedia, dinyatakan dalam persen (%). Faktor manusia, mesin (alat),
keadaan cuaca dan kondisi kerja secara keseluruhan akan menentukan besarnya
efisiensi kerja. Efisiensi kerja dapat digunakan untuk menilai kinerja dari setiap
pelaksanaan pekerjaan. Efisiensi kerja yang rendah perlu dikaji penyebabnya
karena berpengaruh ke produksi yang akan dicapai.
Dalam pelaksanaannya tidak semua waktu kerja yang tersedia dapat
digunakan sepenuhnya, ada beberapa hambatan yang sering terjadi dalam
pengoperasian alat. Waktu kerja efektif dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :
Hwt  He  ( Hds  Hdm  Hdu )
Hwt
Ek  x100 % ................................................................................(3.27)
He
Keterangan :
Hwt = Waktu kerja efektif, (menit.)
He = Waktu kerja tersedia, (menit)
Hds = Waktu hambatan yang tidak dapat ditekan, (menit)
Hdm = Waktu hambatan mekanis, (menit)
Hdu = Waktu hambatan operasi, (menit)
Ek = Efisiensi kerja, (%)

42
3.9. Produksi Alat Gali Muat dan Alat Angkut
Untuk mengetahui produksi backhoe dapat menggunakan persamaan :
KPm = 60 . . / ……………………………….. (3.28)
Keterangan :
KPm = Kemampuan produksi alat muat (Ton/jam)
Kb = Kapasitas bucket alat muat (m3)
Bff = Faktor pengisian bucket ( bucket fill factor) (%)
Ek = Efisiensi Kerja (%)
SF = Swell factor
D = Densitas material insitu (ton/m3)
Ctm = Waktu edar alat muat sekali pemuatan (menit)
Untuk menghitung produksi dumptruck dapat menggunakan persamaan :
KPa = Na x 60 . / …………. …………………………….….(3.29)
Keterangan :
KPa = Kemampuan produksi alat angkut (Ton/jam)
Na = Jumlah alat angkut (Unit)
Cta = Waktu edar alat angkut (Menit)
Kt = Kapasitas bak alat angkut (m3) = n x Kb x Bff
n = Jumlah pengisian bucket alat muat untuk penuhi bak alat angkut
Ek = Efisiensi kerja (%)

3.10. Penelitian Sejenis


No. Penulis Tahun Judul Hasil
1 Rudy Azwari 2015 Evaluasi Jalan Angkut Beberapa segmen
dari Front Tambang perlu pelebaran
Batubara menuju badan jalan,
Stockpile Block B pada beberapa tikungan
Penambangan Batubara di perlu dibuat
PT. Minemex Indonesia, superelevasi, dan
Desa Talang Serdang, cross slope dibuat
Kecamatan Mandiangin, dengan beda tinggi
Sorolangun, Jambi sebesar 18,75 cm.
2 Aldiyansyah, 2016 Analisis Geometri Jalan di Perlu penambahan
dkk. Tambang Utara pada PT. lebar jalan pada
Ifishdeco, Kecamatan STA 57-58 dan
Tinanggea, Kabiupaten grade pada STA 9-
Konawe Selatan, Provinsi 10 diturunkan
Sulawesi Tenggara menjadi 10%.

43
Lanjutan tabel sebelumnya
3 Rizki Saputra 2012 Kajuan Teknis Jalan Perlu pelebaran
Angkut untuk Pengupasan geometri jalan
Overburden pada lurus, superelevasi
Penambangan Batubara di perlu dibuat, cross
Pit 5 PT. Kalimantan slope perlu dibuat,
Prima Persada Job Site daya dukung
Tanjung Alam, material jalan sudah
Kalimantan Selatan memadai, faktor
pendukung
keselamatan sudah
sesuai, perlu dibuat
saluran penyaliran,
kecepatan alat
angkut yang ada
dapat ditingkatkan
4 Thoni 2016 Evaluasi Jalan Tambang Geometri jalan dan
Riyanto, dkk. Berdasarkan Geometri daya dukung tanah
dan Daya Dukung pada belum memenuhi
Lapisan Tanah Dasar Pit standar, selisih
Tutupan Area Highwall waktu tempuh
antara aktual dan
simulasi saat
bermuatan 0,67
menit dan 1,31
menit saat kosong,
perlunya
rekonstruksi ulang
geometri jalan dan
pemeliharaan jalan
terjadwal
5 Ady Winarko 2014 Evaluasi Teknis Geometri Beberapa segmen
Jalan Angkut Overburden jalan belum
untuk Mencapai Target memenuhi lebar
Produksi 240.000 jalan minimal,
BCM/Bulan di Site dengan grade masih
Project Mas Lahat PT. ada yang diatas
Ulima Nitra, Sumatera 10%, belum
Selatan terdapat cross slope,
belum terdapat
superelevasi, serta
paritan. Setelah
dilakukan perbaikan
terhadap
peningkatan
produksi sebesar
56%.

44
BAB IV
HASIL PENELITIAN

Kegiatan penambangan batubara yang sedang aktif dikerjakan oleh PT.


Maslapita ialah Pit 02. Jalan merupakan sarana yang sangat penting dalam
kelangsungan suatu proses penambangan terutama pada kegiatan pengangkutan.
Jalan tambang yang dibahas merupakan jalan angkut yang menghubungkan antara
batas Pit 02 dengan area stock ROM PT. Maslapita sejauh ± 2 km. Jalan ini
digunakan untuk pengangkutan material batubara, bahan bakar, perlengkapan serta
bahan peledak, juga untuk transportasi karyawan.

4.1. Tinjauan Teknis Terhadap Geometri Jalan Angkut


Untuk mengetahui kemampauan jalan dalam melayani operasi pengangkutan,
perlu dilakukan tinjauan secara teknis terhadap keadaan jalan tersebut. Hal ini
dilakukan dengan cara melihat sejauh mana kondisi jalan yang ada memenuhi
persyaratan-persyaratan yang ditentukan. Tujuan yang diharapkan adalah untuk
menjamin kelancaran dan keamanan operasi pengangkutan pada jalan tersebut,
guna meningkatkan produksi.
Berdasarkan pengamatan, terdapat beberapa kondisi geometri jalan yang
belum sesuai dengan alat angkut yang melintas pada jalan tersebut. Hal tersebut
akan berakibat kurang lancarnya kegiatan pengangkutan dan kurang terjaminnya
kenyamanan dan keselamatan kerja. Untuk memudahkan dalam pengamatan dan
perhitungan, maka jalan angkut yang dikaji hanyalah pada bagian Pit 02 menuju
stock ROM dan sebaliknya, sedangkan jalan angkut pada front penambangan tidak
dilakukan pengamatan dan perhitungan dikarenakan sering mengalami perubahan.
4.1.1. Lebar Jalan Angkut
. Hasil pengamatan terhadap lebar jalan angkut yang menghubungkan antara
stock ROM menuju pit limit dari Pit 02 dapat dilihat pada Tabel 4.1. Pada tabel
tersebut dapat dilihat segmen mana yang berupa jalan lurus dan segmen mana yang
berupa jalan tikungan.

45
Tabel 4.1
Lebar dan Grade Jalan Angkut
No Segmen Lebar Jalan (m) Keterangan Grade (%)
1 A-B 9,2 Lurus -14,61
2 B-C 5,66 Tikungan 4,63
3 C-D 12,3 Lurus 6,4
4 D-E 13,2 Tikungan 13,25
5 E-F 7,8 Lurus 9,82
6 F-G 11,8 Lurus 2,26
7 G-H 11,5 Lurus -11,07
8 H-I 9,5 Lurus -4,67
9 I-J 9 Tikungan -3,45
10 J-K 8,2 Lurus 16,39
11 K-L 11,5 Lurus -9,23
12 L-M 12,3 Lurus 1,74
13 M-N 13,5 Lurus -12,93
14 N-O 6 Lurus -4,62
15 O-P 10 Lurus -1,75
16 P-Q 4,55 Tikungan -4,43
4.1.2. Superelevasi Jalan Angkut
Superlevasi adalah kemiringan jalan tidak normal yang dibuat untuk
mengimbangi gaya sentrifugal yang timbul akibat kendaraan bergerak di tikungan.
Perbedaan ketinggian bagian dalam dan bagian luar jalan tikungan yang ada di
lapangan adalah sebesar -11,8 mm/m untuk segmen B-C, untuk segmen D-E
sebesar 37,88 mm/m, untuk segmen I-J sebesar 55,56 mm/m, dan superelevasi
untuk segmen P-Q sebesar 24 mm/m (Lampiran D).
4.1.3. Jari-jari Tikungan
Jari-jari tikungan merupakan jari-jari lingkaran yang dijalani oleh roda
belakang dan roda depan alat angkut. Jari-jari tikungan jalan angkut berhubungan
dengan konstruksi alat angkut yang digunakan. Jari-jari tikungan yang tersedia di
lapangan adalah sebesar 17,2 m untuk segmen B-C, 96,3 m untuk segmen D-E, 33,5
m untuk segmen I-J, dan 31,7 untuk segmen P-Q.
4.1.4. Kemiringan Jalan (Grade)
Secara teoritis kemiringan jalan yang dapat dilalui dengan baik oleh alat
angkut berkisar antara 10% - 18%, sedangkan untuk jalan naik atau jalan turun pada
medan perbukitan lebih aman menggunakan kemiringan jalan maksimum sebesar
8%. Keadaan topografi di daerah penelitian merupakan daerah berbukit.

46
Kemiringan jalan angkut berhubungan dengan keamanan jalan angkut, baik
dalam mengatasi pengereman maupun tanjakan. Kemiringan jalan (grade)
dinyatakan dalam persen (%) dengan pengertian kemiringan 1% adalah jalan
angkut tersebut naik atau turun 1 meter atau 1 feet dengan jarak mendatar sebesar
100 m atau 100 feet.
Kemiringan jalan angkut terbesar pada daerah penelitian sebesar 16,4%
yakni pada segmen J-K (Lampiran D). Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel
4.1.
4.1.5. Kemiringan Melintang
Kemiringan melintang (cross slope) adalah perbedaan ketinggian sisi jalan
dengan bagian tengah permukaan jalan angkut. Berdasarkan hasil pengamatan di
lapangan pada jalan angkut yang menghubungkan antara stock ROM dengan Pit 02
tidak terdapat cross slope yang jelas dimana bagian tengah/as jalan seharusnya lebih
tinggi dibandingkan sisi paling tepi dari segmen jalan tersebut. Pada sebagian besar
segmen jalan titik tertinggi berada di salah satu tepi jalan dengan bagian terendah
di sisi tepi yang lain seperti yang terlihat pada Gambar 4.1.

Cross Slope Seharusnya

α α

Keterangan
α: cross slope

Gambar 4.1
Kondisi Jalan Tanpa Cross Slope (Sasongko, 2018)

4.2. Faktor Pendukung Keselamatan Kerja pada Jalan Angkut


Faktor-faktor pendukung keselamatan kerja yang dimaksud adalah sesuatu
yang berkaitan antara keadaan jalan dengan pengangkutan. Faktor-faktor yang
menunjang seperti rambu-rambu jalan, pengaman tepi jalan, serta jarak pandang
dan jarak berhenti dari operator alat transportasi dalam hal ini adalah dump truck.

47
4.2.1. Rambu-rambu Jalan Angkut
Rambu-rambu ini dibuat dengan maksud agar dalam kegiatan pengangkutan
pada jalan angkut keselamatan kerja tetap terjamin. Dengan adanya rambu-rambu
jalan angkut, pengemudi akan lebih waspada saat melewati jalan tersebut.
Berdasarkan pengamatan, terdapat rambu-rambu tikungan di segmen A-B, rambu-
rambu tanda penyempitan jalan di segmen A-B dan juga segmen D-C, serta rambu-
rambu tanda batas kecepatan maksimum 40 km/jam di ujung segmen F-G.

Gambar 4.2
Pemasangan Rambu pada Jalan Angkut (Sasongko, 2018)
4.2.2. Tanggul Pengaman (Safety Berm)
Untuk menghindari tergulingnya alat angkut pada tepi jalan dan untuk
menghindari segala bahaya yang dapat mengancam keselamatan pekerja dan
peralatan, tanggul pengaman ini biasanya dipasang pada tepi jalan yang
berdampingan dengan tebing, jurang, atau areal yang relatif curam.

Gambar 4.3
Tanggul Pengaman pada Segmen B-C (Sasongko, 2018)

48
Berdasarkan pengamatan di lapangan, pada segmen B-D terdapat tanggul
pengaman setinggi 0,96 m, pada segmen E-F terdapat tanggul setinggi 0,7 m,
segmen G-H terdapat tanggul setinggi 0,5 m, segmen H-I terdapat tanggul setinggi
0,65 m, dan segmen P-Q terdapat tanggul setinggi 0,9 m.
4.2.3. Saluran Penyaliran

Gambar 4.4.
Saluran Penyaliran (Sasongko, 2018)
Saluran penyaliran berfungsi untuk menghindarkan jalan angkut dari potensi
genangan. Berdasarkan pengamatan di lapangan, terdapat saluran penyaliran
dengan kedalaman 1,2 m lebar atas 2,2 m, lebar bawah 0,8 m pada segmen A-B,
kedalaman 1 m lebar atas 1,6 m, lebar bawah 0,4 m pada segmen E-G, dan
kedalaman 0,3 m lebar atas 0,7 m, lebar bawah 0,4 m pada segmen H-I.
4.2.4. Lampu Penerangan
Di sepanjang jalan pengangkutan di luar pit tidak disediakan penerangan jalan
dengan alasan minimnya aktivitas lalu lintas kendaraan di waktu malam atau shift
2. Penerangan hanya terdapat pada jalan yang berada di dalam pit dan juga area
disposal.

4.3. Operasi Pengangkutan


Kegiatan pemuatan dan pengangkutan batubara di PT. Maslapita
menggunakan 3 unit dump truck FAW FD 336 DT dengan muatan maksimum 30
ton dan 1 unit excavator Komatsu PC-200-8M0 dengan kapasitas bucket sebesar 1
m3. Umur alat yang ada kurang lebih sudah 1 tahun mengingat operasi

49
penambangan dimulai dari Oktober 2017.
Jadwal waktu kerja harian dari peralatan tersebut dilakukan dalam waktu 1
gulir kerja (11 jam/shift). Waktu kerja kegiatan pemuatan dan pengangkutan
batubara dimulai dari pukul 07.00 WITA – 18.00 WITA.

4.4. Produktivitas
4.4.1. Waktu Edar Alat Muat dan Alat Angkut
Waktu edar atau cycle time yaitu istilah untuk menjelaskan berapa besar
waktu yang diperlukan sebuah alat mekanis untuk menyelesaikan satu kali siklus
pekerjaan yang berulang. Kondisi permuka kerja dan kondisi alat mekanis itu
sendiri sangat berpengaruh terhadap besarnya waktu edar. Pengamatan terhadap
waktu edar alat muat dan alat angkut dilakukan sebanyak 30 siklus.
Hasil pengamatan dan perhitungan waktu edar rata-rata alat muat pada
kegiatan coal getting didapat sebesar 14,83 detik atau setara dengan 0,247 menit
dengan jumlah curah bucket rata-rata sekitar 28 kali (Lampiran K dan M).
Sedangkan untuk waktu edar alat angkut rata-rata dari front loading hingga stock
ROM didapat 2166,1 detik atau sekitar 36,1 menit (Lampiran N).
4.4.2. Hambatan Kerja
Dalam pelaksanaannya tidak semua waktu kerja yang tersedia dapat
digunakan secara optimal, ada beberapa hambatan yang sering terjadi dalam
bekerja. Berdasarkan pengamatan di lapangan selama 14 hari kerja pada kegiatan
pengangkutan batubara dari front loading menuju stock ROM, didapatkan waktu
hambatan 168,86 menit tiap shift dengan rincian 41,57 menit waktu hambatan yang
dapat dihindari dan 127,29 menit untuk waktu hambatan yang tidak dapat dihindari.
Dengan adanya waktu hambatan tentu waktu kerja yang tersedia tidak
sepenuhnya dapat digunakan alat mekanis untuk bekerja sepenuhnya. Waktu kerja
efektif yang ada sebesar 491,14 menit atau didapat efisiensi kerja dari alat angkut
sebesar 74,4% (Lampiran L).
4.4.3. Produktivitas Pengangkutan
Produktivitas untuk pengangkutan batubara yang dapat dicapai dengan
kombinasi 1 unit excavator Komatsu PC-200 dengan 3 unit dump truck FAW FD
336 DT saat ini adalah sebesar 92,64 ton/jam (Lampiran P).

50
BAB V
PEMBAHASAN

Pengamatan dan penilaian terhadap kondisi jalan bertujuan untuk mengetahui


layak tidaknya jalan angkut tersebut dalam melayani kegiatan pengangkutan.
Dalam penerapannya, dilakukan perbandingan antara kondisi jalan angkut yang ada
di lapangan dengan kondisi jalan angkut secara teknis. Dari hal tersebut dapat
diketahui seberapa tinggi tingkat kondisi jalan yang ada dalam memenuhi
persyaratan teknis jalan yang ditetapkan guna meningkatkan produksi
penambangan.

5.1. Geometri Jalan Angkut


5.1.1. Lebar Jalan Angkut
Pada gambar 5.1, diilustrasikan bagaimana kondisi pada salah satu segmen
yakni segmen H-I ketika dua dump truck melewati segmen tersebut secara bersama-
sama. Apabila lebar jalan memadai, tentunya kedua kendaraan dapat melewati
segmen tersebut tanpa harus mengurangi kecepatannya.

Segmen H-I

Gambar 5.1
Ilustrasi Segmen Jalan H-I

51
Kondisi jalan angkut yang menghubungkan antara Pit 02 dengan stock ROM,
tidak seluruhnya memenuhi kriteria standar jalan pengangkutan yang baik dan
benar. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 5.2 dimana lebar jalan lurus pada segmen
E-F, segmen J-K, dan segmen N-O. Ketiga segmen jalan pengangkutan tersebut
belum memenuhi lebar standar minimum menurut AASHTO (American Association
of State Highway and Transportation Officials). Untuk jalan lurus hasil dari
perhitungan yang didapat yakni sebesar 9 m (Lampiran E).

Gambar 5.2
Perbandingan Lebar Aktual dengan Lebar Minimum Segmen Jalan
Untuk segmen jalan di area tikungan, hasil perhitungan lebar jalan minimum
hasil dari perhitungan sesuai standar AASHTO adalah sebesar 15 meter (Lampiran
E). Sedangkan hasil dari penelitian, lebar rata-rata untuk jalan tikungan di segmen
B-C, segmen D-E, segmen I-J, dan juga segmen P-Q belum memenuhi standar lebar
jalan yang diakui.
Kondisi semacam ini tentu akan berpengaruh terhadap kegiatan operasi
pengangkutan yang ada. Jalan dengan lebar yang tidak sesuai standar akan
menyebabkan terjadinya bottleneck (kemacetan) akibat salah satu dari dua
kendaraan yang kebetulan saling berpapasan harus mengurangi kecepatan bahkan
harus berhenti sejenak. Dari pengamatan di lapangan, dump truck yang bermuatan
barubara diprioritaskan untuk lewat terlebih dahulu sedangkan yang tidak
bermuatan harus menepi dan menurunkan kecepatannya. Selain itu, kondisi lebar

52
jalan yang sempit juga akan meningkatkan resiko terjadinya gesekan antar dua
kendaraan berat yang saling berlawanan arah.
Tabel 5.1
Lebar Jalan Angkut Sebelum dan Sesudah Perbaikan
Lebar Jalan Angkut
No Sebelum Perbaikan Setelah Perbaikan Segmen Keterangan
(m) (m)
1 9,2 9,2 A-B Sesuai
2 5,66 15 B-C Perlu Perbaikan
3 12,3 12,3 C-D Sesuai
4 13,2 15 D-E Perlu Perbaikan
5 7,8 9 E-F Perlu Perbaikan
6 11,8 11,8 F-G Sesuai
7 11,5 11,5 G-H Sesuai
8 9,5 9,5 H-I Sesuai
9 9 15 I-J Perlu Perbaikan
10 8,2 9 J-K Perlu Perbaikan
11 11,5 11,5 K-L Sesuai
12 12,3 12,3 L-M Sesuai
13 13,5 13,5 M-N Sesuai
14 6 9 N-O Perlu Perbaikan
15 10 10 O-P Sesuai
16 4,55 15 P-Q Perlu Perbaikan

Dengan membandingkan antara kondisi lebar jalan aktual di lapangan dengan


lebar jalan minimum yang seharusnya dibuat secara teoritis maka didapatkan angka
rekomendasi lebar jalan untuk tiap-tiap segmen seperti yang tertera pada tabel 5.1.
Beberapa segmen tidak perlu rekomendasi pengubahan karena sudah melampaui
batas minimum lebar jalan seperti pada segmen A-B, C-D, F-G, G-H, H-I, K-L, L-
M, M-N, dan O-P. Sedangkan segmen-segmen lainnya direkomendasikan untuk
diperlebar demi optimalnya operasi pengangkutan.
Pada kondisi jalan yang idealpun, resiko untuk terjadinya accident
(kecelakaan) tetap ada utamanya pada segmen jalan tikungan. Oleh sebab itu, untuk
mengurangi potensi bahaya tersebut sebaiknya driver dari alat berat yang akan
melewati tikungan supaya membunyikan klakson.

53
5.1.2. Superelevasi dan Jari-jari Tikungan
Superelevasi erat kaitannya dengan jari-jari tikungan. Keadaan daerah
penelitian yang berupa perbukitan pada umumnya digunakan superelevasi
maksimum sebesar 0,02 m/m. Kondisi lebar, superelevasi, dan radius tikungan
secara aktual dan secara hasil perhitungan teoritis dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2
Perbaikan Lebar, Radius, dan Superelevasi Tikungan
Beda
Lebar Rata-rata (m) Superelevasi (m/m) Radius Tikungan (m)
Segmen Tinggi
Aktual Perbaikan Aktual Perbaikan (m) Aktual Perbaikan
B-C 5,66 15 -0,0118 0,02 0,29 17,2 67,7
D-E 13,2 15 0,0379 0,02 0,29 96,3 96,3
I-J 9 15 0,055 0,02 0,29 33,5 67,7
P-Q 4,55 15 0,024 0,02 0,29 31,7 67,7

Suatu tikungan dapat dilalui dengan baik oleh alat angkut apabila jari-jari
tikungan pada jalan angkut lebih besar atau minimal sama dengan jari-jari lintasan
yang dibentuk oleh suatu alat angkut pada kecepatan tertentu. Jari-jari lintasan
(turning radius) yang dimiliki oleh alat angkut FAW FD 336 DT dengan sudut
penyimpangan roda depan sebesar 40° adalah 8,65 m (Lampiran E). Sedangkan
besarnya jari-jari tikungan minimum yang dapat dilewati dumptruck FAW FD 336
DT dengan kecepatan rencana 40 km/jam adalah sebesar 67,7 m (Lampiran I).
Secara grafik, perbandingan antara lebar dan radius tikungan aktual dengan kriteria
minimumnya dapat dilihat pada Gambar 5.3.

Perbandingan Lebar dan Radius Tikungan Aktual


dengan Rekomendasi Perbaikan

4,55
P-Q 15 31,7 67,7
Segmen Jalan

9 15
I-J 33,5 Lebar Aktual
67,7
13,2
15 Lebar Perbaikan
D-E 96,3
96,3
5,66 Radius Tikungan Aktual
B-C 15
17,2 67,7 Radius Tikungan Perbaikan
0 50 100
Meter

Gambar 5.3
Grafik Perbandingan Lebar dan Radius Tikungan Aktual dengan Rekomendasi
Perbaikan

54
Berdasarkan pengamatan di lapangan, jari-jari tikungan paling kecil memiliki
radius sebesar 17,2 m yakni pada segmen B-C (Lampiran D). Kondisi seperti ini
kemungkinan besar menyebabkan penurunan kecepatan alat angkut sehingga tidak
sesuai dengan kecepatan yang diharapkan atau direncanakan.
Superelevasi merupakan kemiringan jalan pada tikungan yang dibuat dengan
perbedaan tinggi antara tepi jalan terluar dengan tepi jalan terdalam. Superelevasi
dibuat agar alat angkut pada saat melewati tikungan tidak terlempar keluar dari jalan
pada kecepatan yang direncanakan dan untuk mengalirkan air agar tidak
menggenangi permukaan jalan angkut pada saat hujan. Pada Gambar 5.4,
diilustrasikan superelevasi rekomendasi hasil perhitungan pada jalan tikungan yang
sudah diperbaiki.

Badan Jalan Tikungan

Gambar 5.4
Superelevasi Setelah Perbaikan Lebar Jalan Tikungan
Nilai superelevasi yang terlalu besar dengan kecepatan alat angkut yang
rendah dapat menyebabkan pembebanan gaya berat terhadap alat angkut yang
secara tiba-tiba yang akhirnya per truk akan cepat rusak. Selain itu tidak adanya
superelevasi menyebabkan tidak adanya gaya sentripetal untuk mengimbangi gaya
sentrifugal yang dialami kendaraan ketika melewati tikungan.
5.1.3. Kemiringan Melintang (Cross Slope)
Untuk menghindari genangan air hujan di badan jalan maka perlu dibuat cross
slope. Pembuatan cross slope dilakukan dengan cara membuat bagian tengah jalan
lebih tinggi daripada bagian tepi jalan. Pada kondisi aktual jalan angkut saat ini,
cross slope tidak terbentuk sebagaimana mestinya.
Berdasarkan hasil perhitungan pada Lampiran F, nilai cross slope yang
direkomendasikan untuk masing-masing segmen jalan angkut dapat dilihat pada
Tabel 5.3.

55
Tabel 5.3
Cross Slope Perbaikan
Segmen Lebar (m) Cross Slope (cm)
A-B 9,2 18,4
C-D 12,3 24,6
E-F 9 18
F-G 11,8 23,6
G-H 11,5 23
H-I 9,5 19
J-K 9 18
K-L 11,5 23
L-M 12,3 24,6
M-N 13,5 27
N-O 9 18
O-P 10 20

Nilai cross slope yang diambil sebesar 40 mm/m. Setelah dilakukan


perhitungan menyesuaikan dengan lebar jalan yang ada maka ilustrasi perbedaaan
elevasi permukaan antara as jalan dengan tepi jalan dapat dilihat pada Gambar 5.5.

Gambar 5.5
Rekomendasi Perbaikan Cross Slope

56
Berdasarkan hasil perhitungan kemiringan melintang (cross slope) pada
setiap segmen jalan didapatkan angka perbedaan elevasi antara as jalan dengan
bagian tepi jalan (yang telah dibulatkan) sebesar 18 cm pada segmen A-B, 25 cm
pada C-D, 18 cm pada segmen E-F, 24 cm pada segmen F-G, 23 cm pada segmen
G-H, 19 cm pada segmen H-I, 18 cm pada segmen J-K, 23 cm pada segmen K-L,
25 cm pada segmen L-M, 27 cm pada segmen M-N, 18 cm pada segmen N-O, dan
20 cm pada segmen O-P.
5.1.4. Kemiringan (Grade) Jalan Angkut
Berdasarkan pengamatan di lapangan dan dari pembacaan peta kontur digital
dengan bantuan software AutoCAD, grade aktual terbesar pada jalan angkut
sebesar 16,4% (Lampiran D) sedangkan secara grafis dapat dilihat grade masing-
masing jalan seperti pada Gambar 5.6. Mengingat keadaan topografi daerah
penelitian yang berupa daerah perbukitan dimana grade jalan yang relatif aman
sebesar 8% dan juga anjuran dari Kepmen ESDM No.1827 K/30/MEM/2018
supaya grade jalan tidak melebihi 12%, maka kondisi grade jalan angkut yang ada
melebihi grade yang disarankan untuk melayani kegiatan pengangkutan. Untuk itu
perlu dilakukan penurunan grade pada sebagian segmen jalan angkut. Pada gambar
5.6 ditunjukkan grafik grade masing-masing segmen.

Grafik Grade Rata-Rata Setiap Segmen Jalan


Grade (%)

16,4
13,2
9,8
6,4
4,6
2,3 1,7
Grade

A-B B-C C-D D-E E-F F-G G-H H-I I-J J-K K-L L-M M-N N-O -1,7
O-P P-Q
-4,7 -3,4 -4,6 -4,4
-9,2
-11,1
-12,9
-15,3
Segmen

Gambar 5.6
Grafik Batang Grade Rata-Rata Tiap Segmen Jalan

Kemampuan tanjak alat angkut FAW FD 336 DT pada kondisi bermuatan


batubara mampu mengatasi grade tanjakan hingga 38,94% (Lampiran H), dengan

57
demikian kemiringan aktual dari jalan angkut yang ada di lapangan sebenarnya
mampu diatasi akan tetapi truk harus dalam mode gigi yang sangat rendah yang
tentunya kecepatannya sangat lambat dan pemakaian bahan bakar oleh truk
kemungkinan besar meningkat.

Gambar 5.7
Perbandingan Grade Aktual dengan Alternatif Grade Perbaikan
Untuk mengatasi masalah kemiringan jalan yang ada maka diperlukan suatu
alternatif perbaikan yang sesuai dengan standar peraturan yang berlaku. Pada
alternatif perbaikan kemiringan, digunakan acuan kemiringan maksimal tidak boleh
melebihi 8%. Untuk tabel perbandingan antara grade aktual dengan alternatif grade
perbaikan dapat dilihat pada tabel 5.4, sedangkan untuk ilustrasi perbandingan
penampang memanjang dari kondisi aktual dengan kondisi perbaikan dapat dilihat
pada Gambar 5.7 dan juga Lampiran V.
Tabel 5.4
Alternatif Perbaikan Grade Jalan
Elevasi Aktual (mdpl) Jarak Grade Elevasi Perbaikan (mdpl) Grade
Segmen Datar Aktual Perbaikan
Awal Akhir (m) (%) Awal Akhir (%)
A-B 160,5 122,0 265,5 -14,50 160,5 139,5 -7,91
B-C 122,0 124,0 64,8 3,09 139,5 135,0 -6,94
C-D 124,0 128,5 70,3 6,40 135,0 135,0 0,00
D-E 128,5 144,0 117 13,25 135,0 144,0 7,69
E-F 144,0 161,4 177 9,82 144,0 158,0 7,91
F-G 161,4 164,5 137,81 2,26 158,0 163,0 3,63
G-H 164,5 154,0 94,81 -11,07 163,0 155,5 -7,91
H-I 154,0 149,5 96,85 -4,67 155,5 152,0 -3,61

58
Lanjutan Tabel 5.4
I-J 149,5 147,3 62,66 -3,45 152,0 152,5 0,80
J-K 147,3 160,5 80,4 16,39 152,5 158,5 7,46
K-L 160,5 134,0 287 -9,23 158,5 136,5 -7,67
L-M 134,0 135,4 78,82 1,74 136,5 130,5 -7,61
M-N 135,4 111,4 185 -12,93 130,5 116,0 -7,84
N-O 111,4 108,7 58,58 -4,62 116,0 112,0 -6,83
O-P 108,7 104,6 238,18 -1,75 112,0 104,6 -3,12
P-Q 104,6 101,5 69,5 -4,43 104,6 101,5 -4,43

5.2. Faktor Pendukung Keselamatan Kerja pada Jalan Angkut


Guna menunjang kelancaran dan keselamatan kerja kegiatan pengangkutan
khususnya pada jalan, maka perlengkapan yang mendukung untuk tercapainya
kondisi tersebut harus tersedia. Faktor-faktor pendukung tersebut yaitu jarak
berhenti dan jarak pandang, rambu-rambu jalan angkut, tanggul pengaman serta
saluran penyaliran.
5.2.1. Jarak Pandang dan Jarak Berhenti
Untuk menunjang lancarnya kegiatan pengangkutan terutama ditinjau dari
sisi keselamatan kerja, maka jarak pandang pengemudi terhadap penghalang yang
ada di depannya, minimal harus sama dengan jarak berhenti dari alat angkut ketika
sedang beroperasi. Berdasarkan hasil perhitungan, jarak berhenti kendaraan rata-
rata yaitu 40 m (Lampiran G). Jika jarak pandang dari alat angkut melebihi jarak
berhenti 40 m, maka akan mempermudah pengemudi dalam melakukan
pengereman atau dengan kata lain jarak pandang minimal adalah 40 m.
5.2.2. Tanggul Pengaman (Safety Berm)
Berdasarkan perhitungan pada Lampiran W, didapat nilai static rolling radius
dari dumptruck FAW FD 336 DT sebesar 0,25 m. Dengan slope safety berm sebesar
1,5 : 1 dan berdasarkan nilai tersebut, maka dimensi dari safety berm adalah sebagai
berikut:
- Slope safety berm = 1,5 : 1
- Tinggi safety berm (B) = 0,25 m
- Lebar bagian bawah safety berm (A) = 0,75 m
Diharapkan dengan dibuatnya tanggul pengaman pada tepi jalan dengan
dimensi seperti di atas dapat menghindari segala bahaya yang dapat mengancam

59
keselamatan pekerja dan peralatan, maka pada setiap tepi jalan yang berbatasan
dengan jurang perlu dibuat safety berm. Berdasarkan pengamatan di lapangan,
seluruh tanggul yang ada sudah memenuhi syarat akan tetapi pada segmen N-O
belum terdapat tanggul. Segmen N-O seharusnya dibuat tanggul karena bagian tepi
jalan berbatasan dengan genangan air yang cukup dalam.
5.2.3. Rambu-rambu Jalan
Beberapa rambu-rambu jalan seperti tanda penyempitan jalan, tikungan, dan
kecepatan maksimum sudah terpasang di segmen-segmen jalan tertentu. Untuk
menunjang aspek keselamatan supaya lebih baik maka diperlukan penambahan
rambu-rambu pada segmen-segmen yang rawan terjadi kecelakaan. Berdasarkan
pengamatan, diperlukan penambahan rambu tanda untuk membunyikan klakson
pada tikungan D-E karena jarak pandang yang terhalang sisi lereng dan juga pada
segmen K karena merupakan pertemuan dua jalan yang menanjak cukup curam.
5.2.4. Saluran Penyaliran
Pembuatan saluran penyaliran pada bagian tepi jalan sangat perlu dilakukan
karena dengan adanya saluran penyaliran maka air limpasan yang berasal dari air
hujan dapat dialirkan melalui saluran penyaliran dan tidak menggenangi jalan.
Karena air yang mengalir di permukaan jalan dapat mempengaruhi keadaan jalan
angkut seperti becek, berlumpur, dan licin. Keadaan ini bila dibiarkan terus-
menerus akan mengakibatkan menipisnya lapisan permukaan dan kerusakan pada
badan jalan, sehingga akan mengakibatkan kendaraan sulit melewatinya. Saluran
penyaliran pada sepanjang tepi jalan harus dapat mengantisipasi debit air limpasan
yang mengarah ke jalan. Luas area daerah tangkapan hujan (DTH), koefisien
limpasan, dan debit air yang dilimpaskan dari masing-masing DTH dapat dilihat
pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5
Luas, Koefisien dan Debit Air Limpasan Tiap DTH
No. Area Luas (km2) Koef. Limpasan Debit Air Limpasan (m3/s)
1 DTH 1 0,0197 0,7 0,1382
2 DTH 2 0,0068 0,8 0,0547
3 DTH 3 0,02202 0,6 0,1324
4 DTH 4 0,06047 0,6 0,3636
5 DTH 5 0,00446 0,9 0,0402

60
Intensitas curah hujan yang direncakan sebesar 36,05 mm/jam diperoleh dari
pengolahan data curah hujan 9 tahun terakhir di lokasi yang masih berdekatan
dengan IUP PT. Maslapita (Lampiran A). Pada Gambar 5.8 dapat dilihat ilustrasi
saluran aktual dengan ukuran geometri minimum untuk paritan.

Gambar 5.8
Ilustrasi Penampang Saluran Terbuka

61
Dari analisa terhadap ilustrasi pada Gambar 5.8, didapat informasi bahwa
saluran terbuka existing (yang telah ada) pada segmen A-B dan E-F-G sudah
memenuhi kriteria geometri minimum hasil perhitungan sehingga tidak perlu
perbaikan. Sedangkan saluran yang terdapat pada segmen G-H-I-J disarankan untuk
lebih diperbesar dengan ketentuan minimum seperti yang tertera pada gambar. Pada
segmen C-D-E dan J-K-L terdapat lereng di sebelah badan jalan akan tetapi tidak
terdapat saluran terbuka. Disarankan untuk dibuat saluran terbuka untuk mengatasi
debit air limpasan pada segmen C-D-E dan J-K-L.

5.3. Produktivitas Pengangkutan


5.3.1. Perubahan Waktu Edar secara Teoritis
Perbaikan jalan yang menghubungkan front penambangan dengan stock ROM
pada Pit 02 diharapkan dapat meningkatkan produksi pengangkutan untuk kegiatan
coal getting. Perubahan kecepatan pada alat angkut akibat perbaikan grade tentunya
berpengaruh terhadap produktivitas yang dapat dicapai oleh alat angkut. Rincian
waktu edar baru hasil perhitungan secara teoritis dapat dilihat pada Gambar 5.9.

Perbandingan Waktu Edar Aktual dan Perbaikan

Waktu Edar Perbaikan (Detik)

Waktu Edar Aktual (Detik)

0 500 1000 1500 2000 2500

Waktu Edar Aktual (Detik) Waktu Edar Perbaikan (Detik)


Manuver Sebelum Dimuati 77,9 77,9
Pemuatan 433,52 433,52
Pengangkutan Bermuatan 951,73 691,66
Manuver Sebelum Penumpahan 24,43 24,43
Penumpahan 68,9 68,9
Pengangkutan Tanpa Muatan 609,2 494,45

Gambar 5.9
Perbandingan Waktu Edar Aktual dengan Waktu Edar Perbaikan Teoritis
Setelah dilakukan perhitungan teoritis terhadap perubahan waktu edar alat
angkut dengan mempertimbangkan spesifikasi dari alat angkut FAW FD 336 DT,

62
pada alternatif grade jalan yang baru didapatkan nilai waktu sebesar 691,66 detik
pada saat dump truck melakukan proses pengangkutan berisi muatan batubara dari
Pit 02 menuju stock ROM atau terjadi pengurangan waktu pengangkutan bermuatan
sebesar 260,07 detik. Sedangkan sewaktu dump truck kembali dari stock ROM
menuju Pit 02, waktu yang diperoleh dari hasil perhitungan didapatkan sebesar
494,45 detik atau waktu transportasi kembali dalam keadaan kosong berkurang
sebesar 114,75 detik (Lampiran Q).
5.3.2. Perubahan Produktivitas Alat Angkut secara Teoritis
Perubahan grade jalan tentunya mempengaruhi kecepatan alat angkut dalam
beroperasi. Dengan berubahnya kecepatan maka terjadi perubahan nilai waktu edar
yang nantinya berpengaruh juga ke produktivitas alat angkut. Pada Gambar 5.10
dapat dilihat grafik perbandingan antara produktivitas aktual dengan produktivitas
hasil perbaikan.

PERBANDINGAN PRODUKTIVITAS ALAT


ANGKUT
112,08
92,64
TON/JAM

PRODUKTIVITAS ALAT ANGKUT AKTUAL PRODUKTIVITAS ALAT ANGKUT


PERBAIKAN (TEORITIS)

Gambar 5.10
Perbandingan Produktivitas Alat Angkut
Berdasarkan perhitungan teoritis didapatkan produktivitas alat angkut
menjadi 112,08 ton/jam pada alternatif perbaikan grade jalan maksimum 8%
dibandingkan dengan produktivitas alat angkut semula yang nilainya 92,64 ton/jam
maka terjadi peningkatan sebesar 19,44 ton/jam (Lampiran R).

63
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan serta perhitungan, maka dapat


diambil beberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut:
6.1. Kesimpulan
Kajian teknis yang dilakukan terhadap geometri jalan angkut dari stock ROM
– Pit Limit 02 sebagai berikut:
1. Kajian terhadap geometri jalan yang ada belum sesuai diantaranya:
a) Lebar jalan minimum untuk jalan lurus sebesar 9 m, sedangkan untuk jalan
tikungan sebesar 15 m. Lebar jalan untuk segmen B-C, D-E, E-F, I-J, J-K,
N-O, dan P-Q belum sesuai kriteria minimum.
b) Superelevasi yang diterapkan 0,02 m/m dan didapat perbedaan elevasi
antara tepi luar dan dalam tikungan sebesar 30 cm.
c) Nilai tertinggi grade 16,4%. Grade jalan maksimal yang disarankan untuk
daerah perbukitan maksimal 8%.
d) Cross slope yang direkomendasikan untuk setiap segmen jalan lurus
sebesar 40 mm/m.
2. Diperlukan penambahan rambu-rambu wajib membunyikan klakson di
segmen D-E dan segmen K. Pada segmen jalan N-O seharusnya perlu dibuat
tanggul pengaman. Kondisi saluran terbuka yang ada di lapangan pada
segmen A-B dan E-F-G sudah memenuhi syarat. Sedangkan untuk segmen
G-H-I-J diperlukan perbesaran dan pada segmen C-D-E dan J-K-L idealnya
dibuat saluran penyaliran.
3. Waktu edar alat angkut aktual sebesar 2166,1 detik dengan produktivitas
sebesar 92,64 ton/jam. Setelah dilakukan perbaikan, didapat waktu edar
teoritis alat angkut menjadi 1790,86 detik dengan produktivitas sebesar
112,08 ton/jam.

64
6.2. Saran
Beberapa saran untuk dipertimbangkan supaya operasi pengangkutan lebih
lancar dan optimal antara lain:
1. Hal-hal yang menyangkut keselamatan pekerja khususnya yang terlibat
dalam kegiatan pengangkutan lebih diperhatikan, seperti dibuatnya tanggul
yang memadai dan selalu mengingatkan pentingnya mematuhi batas
kecepatan maksimum.
2. Kegiatan penyiraman dijadwalkan lebih intensif untuk mengurangi
banyaknya debu yang berterbangan khususnya sewaktu musim kemarau.
3. Perlunya pengawasan serta penerapan punishment (hukuman) kepada para
driver yang dengan sengaja memperlambat kecepatan dumptruck secara
keseluruhan sehingga membuat waktu edar menjadi lama.
4. Pentingnya mematuhi kriteria grade maksimum yang berlaku karena grade
yang terlalu tinggi akan mempengaruhi kecepatan dump truck yang berakibat
pada lamanya waktu edar sehingga produktivitas kurang optimal dan
pemakaian bahan bakar yang lebih banyak.
5. Diperlukan uji daya dukung tanah untuk mengetahui kemampuan jalan dalam
menahan beban alat angkut yang beroperasi di atasnya.
6. Penelitian akan lebih baik apabila penggunaan bahan bakar secara aktual juga
dikaji dan dibandingkan dengan penggunaan bahan bakar secara teoritis pada
grade jalan yang baru.

65
DAFTAR PUSTAKA

1. Hustrulid, W., Kuchta, M., and R. Martin, 2013, Open Pit Mine Planning &
Design Volume 1 Fundamentals, CRC Press, Florida.

2. Kaufman, W.W., dan J.C. Ault, 1977, Design of Surface Mine Haulage Roads
– A Manual, USBM IC 8758.

3. Tannant, D.D., and B. Regensburg, 2001, Guidelines for Mine Haul Road
Design, Kelowna, B.C. Canada.

4. Sukirman, Silvia, 1999, Dasar-dasar Perencanaan Geometri Jalan, Nova,


Bandung.

5. Tenriajeng, Andi T., 2003, Pemindahan Tanah Mekanis, Gunadarma, Jakarta.

6. Suwandhi, Awang, 2004, Diklat Perencanaan Tambang Terbuka, Universitas


Islam Bandung.

7. Prodjosumarto, Partanto,1993, Pemindahan Tanah Mekanis, Institut


Teknologi Bandung, Bandung.

8. Gautama, Rudy S., 1999, Diktat Kuliah Sistem Penyaliran Tambang, Jurusan
Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral, ITB, Bandung.

9. Sosrosudarsono, Suyono dan Takeda K., 1993, Hidrologi untuk Pengairan,


PT. Pradnya, Jakarta.

10. Gautama, Rudy S., 1999, Sistem Penyaliran Tambang, Institut Teknologi
Bandung.

11. Indonesianto, Yanto, 2014, Pemindahan Tanah Mekanis, CV. Awan Poetih,
Yogyakarta.

12. Soetrisno, S. Supriatna, E. Rustandi, P. Sanyoto, K.Hasan, 1994, Peta Geologi


Lembar Buntok, Kalimatan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.

13. PT. Maslapita, 2018, Laporan Operasional Perusahaan.

66
14. ________________, 2017, Komatsu PC-200 Specification.

15. ________________, 1987, Highway Drainage Guidelines, AASHTO, USA.


16. ________________, 2018, Peta Rupa Bumi Indonesia, Badan Informasi
Geospasial (BIG), Bogor.
17. ________________, 2018, Openstreetmap.org.

67
LAMPIRAN
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN CURAH HUJAN RENCANA

Analisis curah hujan dapat dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya


metode analisis frekuensi. Analisis ini dilakukan untuk menentukan curah hujan
rencana berdasarkan data curah hujan yang tersedia. Jika waktu pengukuran curah
hujan lebih lama atau jumlah data yang didapatkan banyak maka hasil analisis akan
semakin baik. Penentuan curah hujan rencana pada penelitian menggunakan
analisis seri parsial (data curah hujan terbatas).
A.1. Pengolahan Data Curah Hujan
Data yang ada telah diolah dengan menggunakan Distribusi Gumbell.
Sebelum melakukan perhitungan, terlebih dahulu menentukan curah hujan
maksimum di setiap bulannya. Kemudian didapat curah hujan maksimum pada
tahun tersebut. Data curah hujan harian maksimum tahun 2009-2017 dapat dilihat
pada tabel A.1. Rumus untuk menghitung curah hujan rencana adalah seperti di
bawah ini.
Persamaan Gumbell :

Xt = X  Sx (Yr  Yn ) atau
Sn
Xt = X + k . Sd
k = (Yr  Yn ) / Sn
Keterangan :
Xt : Curah hujan rencana maksimum (mm/hari) dengan periode ulang hujan
(PUH) tertentu
X : Curah hujan rata-rata (mm/hari)
Sn : Reduced Standard deviation
Yn : Reduced mean
Yr : Reduced variety
Sd : Standard deviation

69
Tabel A.1
Data Curah Hujan Harian Maksimum Tahun 2009 – 2017
DATA CURAH HUJAN HARIAN MAKSIMUM (mm)
BULAN 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
JANUARI 40 62,5 48,93 47 39,25 48,93 50 43,5 58
FEBRUARI 36 45,5 33,8 47 48,5 33,8 60 100 29
MARET 36 102,5 64 69 44,25 18,6 90 52 26
APRIL 55 110 64 51,5 116,5 27 50 52 46,5
MEI 28 42 67,52 11,5 54,25 55 17 124 50
JUNI 10 59 88,94 27,5 29 20 28 182 43
JULI 12 52,5 29 47,5 44,5 10 2 45 19,5
AGUSTUS 28 31 46,52 78,17 44 7 3 43 50
SEPTEMBER 30 42 55,49 13,17 11,75 7 5 65 50
OKTOBER 38 43,44 24,06 38,67 34 15 5 50 50,5
NOVEMBER 33 61,76 53 87,67 46,25 30 42 70 74
DESEMBER 89 66,5 41,54 123,25 69,75 59 150 42 69
RATA-RATA 36,25 59,89 51,40 53,49 48,50 27,61 41,83 72,38 47,13
MAKSIMUM 89 110 88,94 123,25 116,5 59 150 182 74

1. Periode Ulang dan Resiko Hidrologi


Penentuan periode ulang dan resiko hidrologi dihitung dengan menggunakan
rumus:

= 1− 1− 100%

Keterangan :
Pt = Resiko hidrologi (kemungkinan suatu kejadian akan terjadi minimal satu
kali pada periode ulang tertentu).
Tt = Periode ulang (dalam rancangan ini digunakan periode ulang tahun).
TL = Umur tambang (3 tahun).
Contoh perhitungan:
Tt = 2 tahun

= 1− 1− 100% = 87,5%

Tabel A.2
Resiko Hidrologi Pada Periode Ulang Berbeda

Periode Ulang Hujan ( Tahun ) Resiko Hidrologi


1 100.00
2 87.50
3 70.37

70
2. Perhitungan Reduced Mean, Reduced Variety, dan Reduced Standard
Deviation
a. Reduced Mean (Yn)
Nilai reduced mean didapatkan dengan menggunakan rumus
!
= − ln − ln "#
$ %!
= − ln − ln $ "#
= 0,67
(Perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada Tabel A.3)

Keterangan:
n = jumlah sample
m= urutan sample (1,2,3,...) dari nilai terbesar ke terkecil
b. Reduce Variety (Yt)

= − ln − ln "#
= − ln − ln "#
= 0,37

Keterangan:
T = periode ulang

c. Reduced Standard Deviation (Sn)


Nilai dari reduced standard deviation dapat ditentukan dengan rumus sebagai
berikut:

( = )*
∑ , , -!.
/

0,01
( = )* /
2

( = 0,99
Tabel A.3
Analisis Data Curah Hujan

Tahun Curah Hujan ( Xi-X )² n m Yn ( Yn-Yni )² Sn Sd


Maksimum (Xi)
2009 89 453,64 9 4 0,67 0,03
2010 110 0,09 9 5 0,37 0,02
2011 88,94 456,20 9 3 1,03 0,29

71
Lanjutan Tabel A.3
2012 123,25 167,73 9 7 -0,19 0,46 0,99 38,38
2013 116,5 38,45 9 6 0,09 0,16
2014 59 2631,58 9 1 2,25 3,10
2015 150 1576,18 9 8 -0,48 0,93
2016 182 5141,05 9 9 -0,83 1,75
2017 74 1317,61 9 2 1,50 1,02
jumlah 993 11782,53 4,41 7,76
rata-rata 110,30 0,49

B.2. Perhitungan Data Curah Hujan Rencana


Berdasarkan nilai yang didapatkan dari perhitungan maka didapatkan curah
hujan rata-rata maksimum harian pertahun sebagai berikut :
1. Perhitungan Curah Hujan Harian Rata – Rata

X =
 Xi
n
993
X =
9
X = 110,30 mm
mm
X = 110 dibulatkan!
hari
2. Perhitungan Standard Deviation (Sd)

Nilai dari standard deviation dapat ditentukan dengan rumus sebagai


berikut:

∑ @− !
(> = ?
−1

11782.53
(> = ?
9−1

(> = 38,38
(> = 38 dibulatkan!
Curah hujan rencana dalam periode ulang 2 tahun dengan rumus

Xt = X+ k . Sd
Dimana untuk mendapatkan nilai k yaitu :

72
D−
C=
(
0,37 − 0,49
C=
0,74
C = −0,17
Maka nilai curah hujan harian rencana dengan PUH tahun 2 adalah:
Xt = X + k . Sd

Xt = 110 + (-0,17 x 38,38)


Xt = 103,89 mm/ hari
Xt = 104 mm/hari (dibulatkan)

Tabel A.4
Curah Hujan Rencana Pada Periode Ulang Tahun

Periode Ulang Tahun 2 3 4


Reduce Variate (Yt) 0,37 0,90 1,25
Reduce Mean (Yn) 0,49 0,49 0,49
Reduced Standart Deviasi (Sn) 0,74 0,74 0,74
Faktor Reduced Variate (k) -0,17 0,56 1,02
Standart Deviasi (Sd) 38,38 38,38 38,38
CH Rata-rata (X) 110,30 103,51 103,51
CH Harian Rencana (Xt) 103,89 103,89 103,89

Dari hasil perhitungan di atas, dapat ditentukan intensitas curah hujan per-
jamnya dengan rumus mononobe, sebagai berikut:
G % 24 J
F= H I
24 D
.
K% % L
%
=
= 36,05 mm/jam

73
LAMPIRAN B
SPESIFIKASI BACKHOE KOMATSU PC 200

ENGINE
Model : Komatsu SAA6D107E-1
Type : Water-cooled, 4-cycle, direct
injection
Aspiration : Turbocharged, aftercooled
Number of cylinders : 6
Bore : 107 mm 4.21”
Stroke : 124 mm 4.88”
Piston displacement : 6.69 ltr 408 in3
Horsepower :
SAE J1995 : Gross 116 kW 155 HP
ISO 9249 / SAE J1349 : Net 124 kW 148 HP
Rated rpm : 2000 rpm
Fan drive type : Mechanical
Governor : All-speed control, electronic
HYDRAULICS
Type : HydrauMind (Hydraulic
Mechanical Intelligence New
Design) system, closed-center
system with load sensing valves
and pressure compensates valves
Number of selectable working : 5
modes
Main pump :
Type : Variable displacement piston type
Pumps for : Boom, arm, bucket, swing, and
travel circuits

74
Maximum flow : 439 ltr/min 116 U.S. gal/min
Supply for control circuit : Self-reducing valve
Hydraulic motors :
Travel : 2 x axial piston motors with
parking brake
Swing : 1 x axial piston motor with swing
holding brake
Relief valve setting :
Implement circuit : 37.3 MPa 380 kgf/cm2 5,400 psi
Travel circuit : 37.3 MPa 380 kgf/cm2 5,400 psi
Pilot circuit : 28.9 MPa 295 kgf/cm2 4,190 psi
Hydraulic cylinders : 3.2 MPa 33 kgf/cm2 470 psi
(Number of cylinders – bore x
stroke x rod diameter)
Boom : 2 – 120 mm x 1334 mm x 85 mm
4.7” x 52.5” x 3.3”
Arm : 1 – 135 mm x 1490 mm x 95 mm
5.3” x 58.7” x 3.7”
Bucket : for 2.41 m 7’11” and 2.93 m 9’7”
Arm
1 – 115 mm x 1120 mm x 80 mm
4.5” x 44.1” x 3.2”
for 1.84 m 6’0” Arm
1 – 125 mm x 1110 mm x 85 mm
4.9” x 43.7” x 3.3”
DRIVES AND BRAKES
Steering control : Two levers with pedals
Drive method : Hydrostatic
Maximum drawbar pull : 178 kN 18200 kgf 40,120 lb
Gradeability : 70%, 35o
Maximum travel speed:
High : 5.5 km/h 3.4 mph
Mid : 4.1 km/h 2.5 mph
Low : 3.0 km/h 1.9 mph
Service brake : Hydraulic lock
Parking brake : Mechanical disc brake
SWING SYSTEM
Drive method : Hydrostatic
Swing reduction : Planetary gear
Swing circle lubrication : Grease-bathed
Service brake : Hydraulic lock
Holding brake/Swing lock : Mechanical disc brake
Swing speed : 12.4 rpm
UNDERCARRIAGE
Center frame : X-frame
Track frame : Box-section
Seal of track : Sealed track
Track adjuster : Hydraulic

75
Number of shoes (each side) : 45
Number of carrier rollers : 2 each side
Number of track rollers (each side) : 7
COOLANT AND LUBRICANT
CAPACITY (Refilling)
Fuel tank : 400 ltr 105.7 U.S. gal
Coolant : 20.4 ltr 5.4 U.S gal
Engine : 23.1 ltr 6.1 U.S gal
Final drive, each side : 3.3 ltr 0.9 U.S gal
Swing drive : 6.6 ltr 1.7 U.S gal
Hydraulic tank : 135 ltr 35.7 U.S gal
OPERATING WEIGHT (Approximate)
Shoes 500 mm 20”
Operating Weight : 19400 kg 42,770 lb
Ground Pressure : 53.0 kPa
0.54 kgf/cm2
7.68 psi
Shoes 600 mm 24”
Operating Weight : 19500 kg 42,990 lb
Ground Pressure : 45.1 kPa
0.46 kgf/cm2
6.54 psi
Shoes 700 mm 28”
Operating Weight : 19750 kg 43,540 lb
Ground Pressure : 39.2 kPa
0.40 kgf/cm2
5.69 psi
Shoes 800 mm 31.5”
Operating Weight : 20010 kg 44,110 lb
Ground Pressure : 34.3 kPa
0.35 kgf/cm2
4.98 psi
DIMENSIONS
Arm Length 1840 mm 2410 mm 2925 mm
6’0” 7’11” 9’7”
A Overall length 9480 mm 9495 mm 9425 mm
31’1” 31’2” 30’11”
B Length on ground 6270 mm 5700 mm 4815 mm
(transport): 20’7” 18’8” 15’10”
C Overall height (to 2985 mm 3190 mm 2970 mm
top of boom)* 9’10” 10’6” 9’9”

D Overall width 2800 mm 9’2”


E Overall height (to top of cab)* 3040 mm 10’0”
F Ground clearance, counterweight 1085 mm 3’7”
G Ground clearance (minimum) 440 mm 1’5”
H Tail swing radius 2750 mm 9’0”
I Track length on ground 3275 mm 10’9”

76
J Track length 4070 mm 13’4”
K Track gauge 2200 mm 7’3”
L Width of crawler 2800 mm 9’2”
M Shoe width 600 mm 24”
N Grouser height 26 mm 1.0”
O Mechine cab height 2095 mm 6’10”
P Machine cab width** 2710 mm 8’11”
Q Distance, swing center to rear end 2710 mm 8’11”
* : Including grouser height
** : Including handall

Gambar B.1
Dimensi Backhoe Komatsu PC 300

WORKING RANGE
Arm 1840 mm 6’0” 2410 mm 7’11” 2925 mm 9’7”
A Max. digging 9500 mm 9800 mm 32’2” 10000 mm 32’1”
height 31’2”
B Max. dumping 6630 mm 6890 mm 22’7” 7110 mm 23’4”
height 21’9”
C Max. digging 5380 mm 6095 mm 20’0” 6620 mm 21’9”
depth 17’8”
D Max. vertical 4630 mm 5430 mm 17’1” 5980 mm 19’7”
wall digging 15’2”
depth
E Max. digging 5130 mm 5780 mm 19’0” 6370 mm 20’11”
depth of cut for 16’3”
8’ level
F Max. digging 8850 mm 9380 mm 30’9” 9875 mm 32’5”
reach 29’1”
G Max. digging 8660 mm 3090 mm 10’2” 3040 mm 10’0”
reach at ground 28’5”
level

77
H Min. swing 3010 mm 3090 mm 10’2” 3040 mm 10’0”
radius 9’11”
SAE Bucket digging 157 kN 138 kN 138 kN
rating force at power 16000 14100 kgf/31,080 14100 kgf/31,080
max. kgf/35,270 lb lb lb
Arm crowd 139 kN 124 kN 101 kN
force at power 14200 12600 kgf/27,780 10300 kgf/22,710
max. kgf/31,300 lb lb lb
ISO Bucket digging 177 kN 149 kN 149 kN
rating force at power 18000 15200 kgf/33,510 15200 kgf/33,510
max. kgf/39,680 lb lb lb
Arm crowd 145 kN 127 kN 108 kN
force at power 14800 13000 kgf/28,660 11000 kgf/24,250
max. kgf/32,630 lb lb lb

Gambar B.2
Dimensi Jangkauan Backhoe Komatsu PC 200

78
LAMPIRAN C
SPESIFIKASI ALAT ANGKUT

Gambar C.1
Foto Dump Truck FAW FD 336 DT
Spesifikasi Dump Truck FAW FD 336 DT
Model : FD336DT (CA3256P2K15T1YA80)
Category : Dump Truck
Type : 6x4
Engine
Model : WD615.69
Displacement : 9.726 L
Max. Output Power : 336HP/2200RPM
Max. Torque : 1350 Nm/1400-1500 r/min
Rear Axle
Type : Lc300, Hub Reduction
Reduction Ratio : 5.921

79
Differential Lock
Inter Axle Differential Lock
Inter Wheel Differential Lock
Mass (kg)
Curb Weight of Chassis :9177
Axle Load Distribution : Front: 4713, Rear: 4464
Curb Vehicle Weight : 12470
Axle Load Distribution : Front 5450, Rear: 7020
Gross Vehicle Weight : 32000
Axle Load Distribution : Front: 7500, Rear: 2 x 13000
Performance
Min. Steering Diameter : 17.3 m
Max. Speed : 74 km/h
Max. Grade Ability : 52 tan%
Parking Brake Grade Angle : 18 tan%
Fuel Consumption : 30 L/100 km
Fuel Tank Capacity : 400 L
Transmission
Model : FAW 9T160 (9 speed forward, 1
speed reverse)
Forward Shifts Ratio : 14.34, 10.04, 7.10, 5.05, 3.71, 2.70,
1.92, 1.36, 1.00
Reverse Shift Ratio : 14.36
Dimension
 Overall Dimension
o Length : 7843/8887 mm
o Width : 2490 mm
o Height : 2890/3320 mm

Wheel Base : 4150+1350 mm


Wheel Track : Front: 2004 mm, Rear: 1840 mm
Min. Ground Clearance (under rear axle) : 270 mm
Approach Angle : 25 °

80
Departure Angle : 52 °
Front Overhang : 1493 mm
Rear Overhang : 850/1894 mm
Truck Body
Measurement : 6200x2300x1500 (mm)
Cab
Type : J5P Cab on Engine All Metal Closed, Integral Front Tilting Angle 37 °
Seats : 2
Clutch
Type : Dry type, signle plate, diaphragm spring clutch, hydraulic
controlled and air auxilary power supply
Driven Plate Diameter: 430 mm
Power Steering
Model : Recycle ball type, hydraulic power steering
Pump Max. Pressure : 13000 kPa
Brake System
Rated Working Air Pressure : 784
Driving Brake : Double Circuit – Full Air Brake
Parking Brake : Spring Endergy Storage Type
Auxiliary Brake : Engine Brake
Electrical System
Type : Single Line, negative grounded
Voltage : 24V
Battery : 2-12 V/180 Ah
Frame
Type : Side rails, punching and riveted construction
Main Rail Section : 300x90x8 (mm)
Auxiliary Rail Section : 284x77x5 (mm)
Wheel
Rim : 8.0-20
Tyre : Model : 12.00-20
Air Pressure : 770 ± 10

81
LAMPIRAN D
DATA AKTUAL DAN DOKUMENTASI JALAN

Tabel D.2
Geometri Aktual Jalan Angkut Stock ROM – Pit Limit Pit 02 PT. Maslapita

Segmen Lebar Jalan (m) Grade (%) Jarak Datar (m) Jarak (m) Cross Slope (cm) Superelevasi (mm/m) Jari-jari Tikungan (m) Keterangan
A-B 9,2 -14,5 268 271 - Lurus
B-C 5,66 3 64,8 65 - -11,8 17,2 Tikungan
C-D 12,3 6 70,3 70 - Lurus
D-E 13,2 13 117 118 - 37,88 96,3 Tikungan
E-F 7,8 10 177 178 - Lurus
F-G 11,8 2 137,8 138 - Lurus
G-H 11,5 -11 94,8 95 - Lurus
H-I 9,5 -5 96,9 97 - Lurus
I-J 9 -3 62,7 63 - 55,56 33,5 Tikungan
J-K 8,2 16 80,4 81 - Lurus
K-L 11,5 -9 287 271,11 - Lurus
L-M 12,3 2 78,8 79 - Lurus
M-N 13,5 -13 185 187 - Lurus
N-O 6 -5 58,6 59 - Lurus
O-P 10 -2 238,2 238 - Lurus
P-Q 4,55 -4 69,5 70 - 24 31,7 Tikungan

82
Gambar D.1
Foto Lapangan Segmen Jalan A-I

83
Gambar D.2
Foto Lapangan Segmen Jalan I-Q

84
LAMPIRAN E
PERHITUNGAN LEBAR JALAN

A. Lebar Jalan Angkut Minimum Pada Jalan Lurus


Penentuan lebar jalan angkut minimum untuk jalan lurus didasarkan pada
persamaan 3.1.
L = (2 x 2,49) + (2 + l)(0,5 x 2,49)
= 4,98 + (3 x 1,245)
= 8,715 m ≈ 9 m
B. Lebar Jalan Angkut Minimum Pada Tikungan
Penentuan lebar jalan angkut minimum untuk jalan tikungan didasarkan
pada persamaan 3.2. Berdasarkan spesifikasi alat angkut diperoleh data sebagai
berikut:
a. Jarak poros roda depan dengan bagian depan : 1,493 m
b. Jarak poros roda belakang dengan bagian belakang : 1,894 m
c. jarak antara jejak roda (U) : 2,004 m
d. Turning radius : 8,65 m
Sudut penyimpanan roda depan (α)
sin α=
,
α = sin-1
,

α = 39,48°
Fa = 1,493 x sin 39,48° = 0,95 m
Fb = 1,894 x sin 39,48° = 1,2 m
C = Z = ½ (U + Fa + Fb)
= ½ (2,004 + 0,95 + 1,2)
= 2,079 m
W = n (U + Fa + Fb +Z) + C
= 2 (2,004 + 0,95 + 1,2 + 2,079) + 2,079
= 14,55 m ≈ 15 m

85
LAMPIRAN F
PERHITUNGAN CROSS SLOPE

Gambar F.1
Penampang Melintang Jalan

Jalan angkut yang baik memiliki cross slope 40 mm/m. Hal ini berarti setiap
1 meter jarak mendatar terdapat beda tinggi 40 mm = 4 cm. Berdasarkan data hasil
pengukuran di lapangan dan perhitungan, maka didapatkan perbandingan
kemiringan melintang (cross slope) masing-masing segmen adalah sebagai berikut:
 Segmen A-B memiliki lebar rata-rata 9,2 m
Cross slope = (0,5 x 9,2 m) x 40 mm/m = 184 mm ~ 18,4 cm
 Segmen C-D memiliki lebar rata-rata 12,3 m
Cross slope = (0,5 x 12,3 m) x 40 mm/m = 246 mm ~ 24,6 cm
 Segmen E-F memiliki lebar rata-rata 7,8 m, supaya memenuhi standar
maka lebar minimum 9 m
Cross slope = (0,5 x 9 m) x 40 mm/m = 180 mm ~ 18 cm
 Segmen F-G memiliki lebar rata-rata 11,8 m.
Cross slope = (0,5 x 11,8 m) x 40 mm/m = 236 mm ~ 23,6 cm
 Segmen G-H memiliki lebar rata-rata 11,5 m.
Cross slope = (0,5 x 11,5 m) x 40 mm/m = 230 mm ~ 23 cm

86
 Segmen H-I memiliki lebar rata-rata 9,5 m.
Cross slope = (0,5 x 9,5 m) x 40 mm/m = 190 mm ~ 19 cm
 Segmen J-K memiliki lebar rata-rata 8,2 m, supaya memenuhi standar
maka lebar minimum 9 m
Cross slope = (0,5 x 9 m) x 40 mm/m = 180 mm ~ 18 cm
 Segmen K-L memiliki lebar rata-rata 11,5 m
Cross slope = (0,5 x 11,5 m) x 40 mm/m = 230 mm ~ 23 cm
 Segmen L-M memiliki lebar rata-rata 12,3 m
Cross slope = (0,5 x 12,3 m) x 40 mm/m = 246 mm ~ 24,6 cm
 Segmen M-N memiliki lebar rata-rata 13,5 m
Cross slope = (0,5 x 13,5 m) x 40 mm/m = 270 mm ~ 27 cm
 Segmen N-O memiliki lebar rata-rata 6 m, supaya memenuhi standar maka
lebar minimum 9 m
Cross slope = (0,5 x 9 m) x 40 mm/m = 180 mm ~ 18 cm
 Segmen O-P memiliki lebar rata-rata 10 m
Cross slope = (0,5 x 10 m) x 40 mm/m = 200 mm ~ 20 cm

87
LAMPIRAN G
PERHITUNGAN JARAK HENTI ALAT ANGKUT

Persamaan untuk mengetahui jarak berhenti adalah:

D = 0,278. V. t +
( ± )

Dimana:
D = jarak berhenti (m)
V = kecepatan alat angkut (40 km/jam)
t = waktu untuk menempuh d1 (2,5 detik)
f = koefisien gesekan ban (0,6)
+ = untuk jalan mendaki
- = untuk jalan menurun
L = besarnya landai jalan (%)
fm = koefisien gesekan memanjang jalan
- Berdasarkan kecepatan = 0,38 (Gambar 3.3)
- Berdasarkan kondisi jalan = 0,55 (Tabel 3.7)
, ,
- fm =

= 0,465
Untuk grade maksimum 8%
Jarak berhenti:

d = 0,278 × 40 × 2,5 +
( , , )

= 27,8 + 11,56
= 39,36 ≈ 40 m
Jadi jarak berhenti yang dibutuhkan adalah 40 meter.

88
LAMPIRAN H
KEMAMPUAN TANJAK ALAT ANGKUT

Berat rata-rata truk saat bermuatan dan saat kosong aktual diambil dari data
timbangan pada tanggal 3 Agustus 2018 yang dapat dilihat pada Tabel H.1.
Tabel H.1
Sampel Data Timbangan Truk Coal Getting
Berat Truk Bermuatan Berat Truk Kosong
No.
(Kg) (Kg)
1 38360 16020
2 40760 15810
3 41880 15810
4 40130 15830
5 42590 16060
6 42600 15880
7 42690 15810
8 42380 15730
9 41280 16060
10 43280 15860
11 41700 15800
12 42340 15720
13 42640 16030
14 41260 15920
15 39480 15950
16 38980 15780
17 39090 15840
18 39040 15700
19 38860 15960
20 41100 15660
21 39640 15690
22 39640 15830
23 40590 15990
24 40950 15780
25 41960 15860
26 39790 15700
27 40270 15800
28 38540 15810
29 42730 15710
30 37530 15820
∑ 1222080 475220
x̄ 40736 15841

 Berat total bermuatan : 40.736 kg = 40,74 ton


 Berat kosong : 15.841 kg = 15,84 ton
 Tenaga kuda : 336 HP

89
Untuk mengetahui kemampuan tanjak dump truck FAW FD 336 DT dapat
dihitung sebagai berikut:
1. Rimpull yang diperlukan:
a. Rimpull untuk mengatasi tanjakan (misal grade = a%)
40,74 ton x 20 lb/ton x % grade = 814,8 lb x a%
b. Rimpull untuk mengatasi tahanan gulir
40,74 ton x 65 lb/ton = 2648,1 lb
Total rimpull yang diperlukan = (814,8 x a%) lb + 2648,1 lb
2. Rimpull yang tersedia
Jumlah rimpull yang tersedia pada dump truck FAW FD 336 DT dapat
dihitung dengan menggunakan rumus:

Rimpull =

Dengan perhitungan rumus di atas maka dapat ditabelkan sebagai berikut:

Tabel H.2
Rimpull yang Tersedia pada Tiap Gear Dumptruck FAW FD 336 DT
Gear Kecepatan Eff. Mekanis HP Rimpull
(Km/Jam) (Mph) (%) (lb)
C 5,01 3,12 85 336 34377,09
1 7,16 4,45 85 336 24068,75
2 10,13 6,29 85 336 17020,73
3 14,24 8,85 85 336 12106,30
4 19,38 12,04 85 336 8893,93
5 26,63 16,55 85 336 6472,67
6 37,45 23,27 85 336 4602,79
7 52,87 32,85 85 336 3260,31
8 71,90 44,68 85 336 2397,29

Agar truk mampu bergerak, jumlah rimpull yang diperlukan sama dengan
rimpull yang tersedia. Keadaan tersebut akan terjadi apabilan tanjakan (a %) jalan
angkut sebesar:
(814,8 x a%) lb + 2648,1 lb = 34377,09 lb
814,8 x a% = 31729
a% = 38,94 %

90
LAMPIRAN I
PERHITUNGAN SUPERELEVASI DAN JARI-JARI
TIKUNGAN JALAN ANGKUT

Superelevasi
Superelevasi maksimum untuk menghindari slip pada tikungan adalah 0,02
m/m atau 20 mm/m.
 Tikungan segmen B-C
Lebar Jalan : 14,55 m
Superelevasi : 14,55 m x 0,02 m/m = 29,1 cm
 Tikungan segmen D-E
Lebar Jalan : 14,55 m
Superelevasi : 14,55 m x 0,02 m/m = 29,1 cm
 Tikungan segmen I-J
Lebar Jalan : 14,55 m
Superelevasi : 14,55 m x 0,02 m/m = 29,1 cm
 Tikungan segmen P-Q
Lebar Jalan : 14,55 m
Superelevasi : 14,55 m x 0,02 m/m = 29,1 cm

Jari-Jari Tikungan
Jari-jari pada tikungan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 3.4
Diketahui kecepatan kendaraan yang direncanakan sebesar 40 km/jam

f = -0,00065 (V) + 0,192


= -0,00065 (40) + 0,192
= 0,166

R =
( , , )

= 67,7 m

91
LAMPIRAN J
PERHITUNGAN FAKTOR PENGEMBANGAN BATUBARA

Swell adalah pengembangan volume suatu material setelah digali dari


tempatnya. Faktor pengembangan Batubara adalah perbandingan antara volume
pasir batu dalam keadaan alamiah (insitu) dengan volume batubara dalam keadaan
lepas (loose). Perhitungan faktor pengembangan adalah sebagai berikut

 densityinbank  loosedensity 
%Swell =    100%
 loosedensity 
, ,
%Swell = [ ,
] x 100%

%Swell = 34,38%

Untuk swell factor


Rumus yang digunakan juga berdasarkan Density
 loose density 
SF=    100%
 insitu density 
 Bobot isi insitu batubara = 1,29 ton/m3 (Sumber : PT. Maslapita)
 Bobot isi loose batubara = 0,96 ton/m3 (Sumber : PT. Maslapita)
Faktor pengembangan Batubara adalah
,
SF =
,

= 0,74

92
LAMPIRAN K
PERHITUNGAN BUCKET FILL FACTOR

Pada penelitian ini untuk mencari nilai bucket fill factor dengan
membandingkan data volume nyata di lapangan, yang didapat dari berat muatan
batubara pada timbangan dibagi jumlah curah sewaktu pengisian, dengan volume
teoritis, yakni dari jumlah curah dikali volume standar bucket dikali 100%.

Tabel K.1
Bucket Fill Factor Rata-rata
No Jumlah Berat Densitas Volume Volume BFF
Curah Batubara Batubara Aktual (m3) Teoritis (%)
(ton) (ton/m3) (m3)
1 29 26,13 0,96 27,22 29 93,86
2 28 24,84 0,96 25,88 28 92,41
3 27 24,37 0,96 25,39 27 94,02
Rata-rata 93,43
Sumber: Data Timbangan PT Maslapita 1 Agustus 2018

93
LAMPIRAN L
PERHITUNGAN EFISIENSI WAKTU KERJA ALAT

Efisiensi kerja adalah perbandingan antara jam kerja efektif terhadap jam
kerja tersedia. Efisiensi kerja alat muat dan alat angkut dapat dihitung berdasarkan
pengamatan terhadap waktu kerja sesungguhnya di lapangan. Pengamatan
dilakukan dengan menghitung waktu yang hilang karena hambatan-hambatan yang
ada di lapangan, baik itu hambatan yang dapat dihindari maupun hambatan yang
tidak dapat dihindari.
L.1. Efisiensi Kerja Alat Muat
Hasil pengamatan di lapangan mengenai waktu hambatan yang dapat
dihindari alat muat dapat dilihat pada Tabel L.1 dibawah ini:
Tabel L.1
Hambatan Waktu Kerja Alat Muat yang Dapat Dihindari
No Hambatan yang dapat dihindari (menit)
A B C D E F
1 2 40 15 5 0 5
2 0 0 0 10 0 10
3 0 30 47 10 24 5
4 3 60 27 5 0 5
5 2 30 45 5 0 5
6 0 30 30 10 0 5
7 0 30 15 5 0 5
8 2 20 0 5 0 10
9 3 30 15 10 0 5
10 0 30 15 5 26 5
11 4 0 15 10 0 5
12 2 40 15 10 0 5
13 2 0 12 5 0 10
14 3 15 15 10 0 5
Rata-Rata 1,64 25,36 19,00 7,50 3,57 6,07

Sedangkan waktu hambatan kerja alat muat yang tidak dapat dihindari dapat
dilihat pada Tabel L.2 sebagai berikut ini:

94
Tabel L.2
Hambatan Waktu Kerja Alat Muat yang Tidak Dapat Dihindari
No Hambatan yang tidak dapat dihindari (menit)
G H I J K L M N O
1 0 0 7 15 15 0 60 0 0
2 0 0 9 15 12 0 60 0 0
3 0 0 10 10 10 0 0 120 0
4 0 0 8 15 10 0 60 0 0
5 0 0 10 15 15 0 60 0 0
6 0 0 12 15 14 25 60 0 30
7 0 0 14 10 15 0 60 0 0
8 0 0 8 15 13 0 60 0 0
9 0 0 10 10 15 0 60 0 0
10 40 0 7 10 12 0 0 120 0
11 35 0 8 15 15 0 60 0 0
12 0 0 9 15 16 20 60 0 0
13 0 0 10 10 14 0 60 0 30
14 0 0 12 15 15 0 60 0 0
Rata-Rata 5,36 0,00 9,57 13,21 13,64 3,21 51,43 17,14 4,29

Keterangan:
A : Keterlambatan awal shift
B : Berhenti bekerja lebih awal
C : Istirahat terlalu cepat
D : Istirahat terlalu lama
E : Isi bahan bakar
F : Keperluan operator
G : Hujan dan slippery
H : Breakdown atau service
I : P5M (Pembicaraan 5 Menit)
J : P2H (Pemeriksaan dan Pengecekan Harian)
K : Persiapan Kerja/Berangkat menuju front loading
L : Pindah lokasi kerja
M : Istirahat makan siang
N : Ibadah
O : Safety Talk

95
Waktu hambatan kerja tersebut mengarah pada waktu kerja efektif yang
berkurang. Tabel L.3 merupakan kesimpulan dari waktu hambatan alat muat selama
tiap shift.
Waktu kerja produktif adalah waktu kerja yang tersedia dalam satu hari
dikurangi jumlah waktu hambatan.
Wke = Wkt – Wht
= 660 menit – 181 menit
= 479 menit
Eff = (Waktu kerja produktif/Waktu Kerja tersedia) x 100%
= (479/660) x 100%
= 72,57 %
Tabel L.3
Waktu Hambatan Alat Muat
Hambatan yang dapat dihindari Durasi (Menit)

Keterlambatan awal shift (A) 1,64


Berhenti bekerja lebih awal (B) 25,36
Istirahat terlalu cepat (C) 19,00
Istirahat terlalu lama (D) 7,50
Isi bahan bakar (E) 3,57
Keperluan Operator (F) 6,07
Total waktu 63,14
Hambatan yang tidak dapat
Durasi (Menit)
dihindari
Hujan dan slippery (G) 5,36
Breakdown atau service (H) 0,00
P5M (I) 9,57
P2H (J) 13,21
Persiapan kerja (K) 13,64
Pindah lokasi kerja (L) 3,21
Istirahat makan siang (M) 51,43
Ibadah (N) 17,14
Safety Talk (O) 4,29
Total waktu 117,86

M.2. Efisiensi Kerja Alat Angkut


Hasil pengamatan di lapangan mengenai waktu hambatan yang dapat
dihindari alat muat dapat dilihat pada Tabel L.4, sedangkan untuk waktu hambatan
yang tidak dapat dihindari dapat dilihat pada Tabel L.5.

96
Tabel L.4
Hambatan Waktu Kerja Alat Muat yang Dapat Dihindari
No Hambatan yang dapat dihindari (menit)
A B C D E F
1 2 15 0 5 0 5
2 0 20 5 10 0 10
3 0 23 30 10 0 5
4 3 21 20 5 0 10
5 2 26 5 5 0 5
6 0 20 10 10 0 5
7 0 24 15 5 0 5
8 2 20 20 5 0 10
9 3 20 30 10 0 5
10 0 28 0 5 0 10
11 4 29 0 10 0 10
12 2 20 5 10 0 5
13 2 28 30 5 0 10
14 3 30 15 10 0 5
Rata-Rata 1,64 12,07 13,21 7,50 0,00 7,14

Tabel L.5
Hambatan Waktu Kerja Alat Muat yang Tidak Dapat Dihindari
No Hambatan yang tidak dapat dihindari (menit)
G H I J K L M N O
1 0 0 7 15 15 0 60 0 0
2 0 0 9 15 12 0 60 0 0
3 0 0 10 10 10 0 0 120 0
4 0 0 8 15 10 0 60 0 0
5 0 0 10 15 15 0 60 0 0
6 0 82 12 15 14 25 60 0 30
7 0 0 14 10 15 0 60 0 0
8 0 0 8 15 13 0 60 0 0
9 0 0 10 10 15 0 60 0 0
10 40 0 7 10 12 0 0 120 0
11 35 0 8 15 15 0 60 0 0
12 0 30 9 15 16 20 60 0 0
13 0 20 10 10 14 0 60 0 30
14 0 0 12 15 15 0 60 0 0
Rata-Rata 5,36 9,43 9,57 13,21 13,64 3,21 51,43 17,14 4,29

97
Keterangan:
A : Keterlambatan awal shift
B : Berhenti bekerja lebih awal
C : Istirahat terlalu cepat
D : Istirahat terlalu lama
E : Isi bahan bakar
F : Keperluan operator
G : Hujan dan slippery
H : Breakdown atau service
I : P5M (Pembicaraan 5 Menit)
J : P2H (Pemeriksaan dan Pengecekan Harian)
K : Persiapan Kerja/Berangkat menuju front loading
L : Pindah lokasi kerja
M : Istirahat makan siang
N : Ibadah
O : Safety Talk
Waktu hambatan kerja tersebut mengarah pada waktu kerja efektif yang
berkurang. Tabel M.6 merupakan kesimpulan dari waktu hambatan alat muat
selama tiap shift.
Waktu kerja produktif adalah waktu kerja yang tersedia dalam satu hari
dikurangi jumlah waktu hambatan.
Wke = Wkt – Wht
= 660 menit – 168,86 menit
= 491,14 menit
Eff = (Waktu kerja produktif/Waktu Kerja tersedia) x 100%
= (491,14/660) x 100%
= 74,4 %

98
Tabel L.6
Waktu Hambatan Alat Angkut
Durasi
Hambatan yang dapat dihindari
(Menit)
Keterlambatan awal shift (A) 1,64
Berhenti bekerja lebih awal (B) 12,07
Istirahat terlalu cepat (C) 13,21
Istirahat terlalu lama (D) 7,50
Isi bahan bakar (E) 0,00
Keperluan Operator (F) 7,14
Total waktu 41,57
Hambatan yang tidak dapat Durasi
dihindari (Menit)
Hujan dan slippery (G) 5,36
Breakdown atau service (H) 9,43
P5M (I) 9,57
P2H (J) 13,21
Persiapan kerja (K) 13,64
Pindah lokasi kerja (L) 3,21
Istirahat makan siang (M) 51,43
Ibadah (N) 17,14
Safety Talk (O) 4,29
Total waktu 127,29

99
LAMPIRAN M
WAKTU EDAR ALAT MUAT

Rumus waktu edar (cycle time) excavator dapat dilihat pada persamaan
3.24. Dari pengamatan di lapangan didapatkan waktu edar alat muat PC-200-8M0
(lihat Tabel M.1):
Tabel M.1
Waktu Edar Excavator Komatsu PC-200-8M0
No Tm1 Tm2 Tm3 Tm4 CTm
1 4,23 3,25 3,31 3,41 14,2
2 3,95 3,93 3,83 4,25 15,96
3 2,99 3,67 5,96 2,83 15,45
4 6,83 2,97 3,33 3,88 17,01
5 3,42 3,43 2,51 3,12 12,48
6 4,04 3,68 3,26 5,11 16,09
7 6,23 3,23 2,63 3,32 15,41
8 3,13 3,87 3,15 3,66 13,81
9 5,28 3,27 3,76 2,92 15,23
10 3,99 3,08 4,11 3,96 15,14
11 4 4,15 3,32 2,92 14,39
12 4,58 3,95 3,41 3,06 15
13 4,74 3,59 4,63 4,39 17,35
14 4,35 4,03 3,31 4,3 15,99
15 4,66 3,4 3,24 3,97 15,27
16 3,2 3,43 3,47 3,94 14,04
17 2,87 2,9 3,18 2,91 11,86
18 5,4 3,41 4,23 3,1 16,14
19 4,83 3,43 3,12 3,56 14,94
20 4,57 3,55 2,91 3,39 14,42
21 3,11 3,21 3,53 3,25 13,1
22 5,08 3,63 3,74 3,68 16,13
23 3,42 3,84 3,65 3,34 14,25
24 3,16 3,44 2,91 3,47 12,98
25 3,83 4,09 4,01 2,58 14,51
26 3,48 3,16 3,9 2,99 13,53
27 3,24 3,53 3,92 4,5 15,19
28 5,58 4,07 3,2 3,87 16,72
29 4,74 3,39 2,87 3,62 14,62
30 3,37 3,14 3,42 4,19 14,12
MIN 2,87 2,9 2,51 2,58 11,86
MAX 6,83 4,15 5,96 5,11 17,35

1. Rata-rata waktu menggali (Tm1)


Berdasarkan jumlah data dan data pengamatan dengan nilai terbesar dan terkecil
maka diperoleh :
K = 1 + 3,3 log 30 = 5,875  6
IK = ( 6,83 – 2,87 )/ 5,875 = 0,67

100
Tabel M.2
Waktu Edar Tm1 Excavator Komatsu PC-200-8M0
No. Interval Nilai Frekuensi Xi.Fi
Tengah
1 2,87 - 3,54 3,21 11 35,28
2 3,54 - 4,22 3,88 5 19,41
3 4,22 - 4,89 4,56 8 36,44
4 4,89 - 5,57 5,23 3 15,69
5 5,57 - 6,24 5,90 2 11,81
6 6,24 - 6,91 6,58 1 6,58
Total 30 125,1978
Rata-Rata Detik 4,17
Menit 0,069554

2. Rata-rata waktu berputar dengan bucket terisi muatan (Tm2)


Berdasarkan jumlah data dan data pengamatan dengan nilai terbesar dan terkecil
maka diperoleh :
K = 1 + 3,3 log 30 = 5,875  6
IK = ( 4,15 – 2,9 )/ 5,875 = 0,21
Tabel M.3
Waktu Edar Tm2 Excavator Komatsu PC-200-8M0
No. Interval Nilai Frekuensi Xi.Fi
Tengah
1 2,9 - 3,11 3,01 3 9,02
2 3,11 - 3,33 3,22 6 19,32
3 3,33 - 3,54 3,43 8 27,46
4 3,54 - 3,75 3,64 5 18,22
5 3,75 - 3,96 3,86 4 15,43
6 3,96 - 4,18 4,07 4 16,28
Total 30 105,725
Rata-Rata Detik 3,52
Menit 0,058736

3. Rata-rata waktu menumpahkan (Tm3)


Berdasarkan jumlah data dan data pengamatan dengan nilai terbesar dan terkecil
maka diperoleh :
K = 1 + 3,3 log 30 = 5,875  6
IK = ( 5,96 – 2,51 )/ 5,875 = 0,59

101
Tabel M.4
Waktu Edar Tm3 Excavator Komatsu PC-200-8M0
No. Interval Nilai Frekuensi Xi.Fi
Tengah
1 2,51 - 3,10 2,80 5 14,02
2 3,10 - 3,68 3,39 15 50,86
3 3,68 - 4,27 3,98 8 31,83
4 4,27 - 4,86 4,57 1 4,57
5 4,86 - 5,45 5,15 0 0,00
6 5,45 - 6,03 5,74 1 5,74
Total 30 107,0133
Rata-Rata Detik 3,57
Menit 0,059452

4. Rata-rata waktu berputar dengan bucket kosong (T4)


Berdasarkan jumlah data dan data pengamatan dengan nilai terbesar dan terkecil
maka diperoleh :
K = 1 + 3,3 log 30 = 5,875  6
IK = (6,3 – 2,9 )/ 5,875 = 0,58
Tabel M.5
Waktu Edar Tm4 Excavator Komatsu PC-200-8M0
No. Interval Nilai Frekuensi Xi.Fi
Tengah
1 2,58 - 3,01 2,80 6 16,77
2 3,01 - 3,44 3,23 8 25,81
3 3,44 - 3,87 3,66 6 21,94
4 3,87 - 4,30 4,09 7 28,61
5 4,30 - 4,73 4,52 2 9,04
6 4,73 - 5,16 4,95 1 4,95
Total 30 107,1166
Rata-Rata Detik 3,57
Menit 0,059509

Dari data tersebut, maka diperoleh waktu edar rata-rata tiap tahap yaitu:
T1 = 4,17 detik
T2 = 3,52 detik
T3 = 3,57 detik
T4 = 3,57 detik
Maka total waktu edar backhoe Komatsu PC-200-8M0 adalah :
WeB = ( T1 + T2 + T3 + T4 )
= (4,17 + 3,52 + 3,57 + 3,57)
= 14,83 detik ≈ 0,247 menit

102
LAMPIRAN N
WAKTU EDAR ALAT ANGKUT

Waktu edar (cycle time) dump truck dapat dilihat pada persamaan 3.25. Dari
pengamatan di lapangan didapatkan waktu edar alat angkut FAW FD 336 DT (lihat
Tabel N.1):
Tabel N.1
Waktu Edar Dump Truck FAW FD336DT
Ta3 Ta6
No Ta1 Ta2 Ta4 Ta5
A B C D E F G
1 132,00 382,00 288,00 595,00 71,57 26,98 62,81 11,42 72,43 287,35 128,99
2 123,56 645,09 281,10 579,40 72,25 26,85 58,37 36,52 64,68 274,97 226,04
3 156,12 283,91 298,87 632,78 64,92 48,11 73,93 18,96 72,61 263,00 383,84
4 119,00 404,00 284,00 595,00 59,00 13,69 58,00 20,00 78,00 297,40 261,00
5 77,70 399,98 276,59 543,55 51,10 19,05 81,61 118,21 86,82 338,08 128,57
6 57,49 290,96 262,07 543,10 39,45 33,29 69,14 56,09 83,82 303,19 178,77
7 75,64 303,98 282,30 522,29 46,91 26,65 68,93 46,25 70,94 280,24 159,34
8 86,19 290,16 280,92 513,10 52,38 15,87 69,83 87,27 92,23 290,79 145,41
9 82,25 353,58 274,22 555,69 39,86 17,92 94,82 137,23 111,73 284,06 175,00
10 84,07 411,94 286,58 542,85 36,39 18,30 60,22 49,76 48,91 293,00 152,00
11 54,04 328,87 336,55 712,49 62,60 25,90 75,67 13,49 69,22 317,92 161,36
12 52,90 370,67 316,94 677,76 59,22 31,57 59,64 9,66 68,12 306,03 164,72
13 58,77 319,33 327,00 621,70 65,63 23,56 51,54 20,02 61,41 478,83 192,00
14 44,27 321,00 305,00 602,20 48,90 21,77 58,74 47,78 67,48 272,26 180,20
15 53,46 360,27 288,86 659,03 39,73 28,12 59,89 6,03 62,79 287,55 167,48
16 46,51 419,71 292,22 619,96 58,67 25,31 64,54 8,75 62,72 264,44 144,32
17 60,66 406,30 269,38 615,98 43,93 20,91 70,46 45,79 93,99 274,14 126,24
18 63,18 337,71 262,29 600,00 53,10 22,20 72,00 23,90 76,20 296,30 153,80
19 81,00 452,20 252,30 612,20 52,40 21,20 59,89 43,10 70,06 284,20 176,20
20 93,00 465,20 303,10 691,30 53,40 19,20 65,30 29,30 64,85 274,50 192,34
21 56,90 572,10 285,20 609,20 72,10 23,10 72,20 32,10 66,40 392,28 180,20
22 67,51 524,82 235,91 612,00 105,97 34,92 84,62 42,30 84,87 399,33 135,82
23 76,53 495,55 236,84 758,17 60,62 21,22 63,03 46,78 66,53 260,93 125,75
24 66,98 644,55 245,73 578,53 60,20 30,20 51,00 51,26 82,20 284,30 155,30
25 92,45 460,90 343,39 720,47 59,94 18,07 65,70 219,37 89,33 306,19 133,66
26 103,48 596,51 313,49 546,65 54,24 19,52 84,76 184,69 75,71 272,40 164,20

103
Lanjutan Tabel N.1.
27 93,00 536,20 334,10 573,40 52,10 22,30 72,10 39,20 83,08 296,80 154,50
28 57,40 563,20 273,10 581,50 54,20 22,90 92,20 42,10 78,57 286,60 176,80
29 63,00 612,30 285,20 637,40 53,50 30,20 85,10 34,40 124,15 332,10 163,70
30 83,00 512,30 311,10 621,40 60,50 28,30 61,20 32,40 71,37 313,20 192,40
Min 44,27 283,91 235,91 513,10 36,39 13,69 51,00 6,03 48,91 260,93 125,75
Max 156,12 645,09 343,39 758,17 105,97 48,11 94,82 219,37 124,15 478,83 383,84

1. Rata-rata waktu manuver sebelum dimuati (Ta1)


K = 1 + 3,3 log 30 = 5,875  6
IK = (156,12 – 44,27)/ 5,875 = 19,04
Tabel N.2
Waktu Edar Ta1 Dump Truck FAW FD 336 DT
No. Interval Nilai Frekuensi Xi.Fi
Tengah
1 44,27 - 63,31 53,79 12 645,44
2 63,31 - 82,35 72,83 7 509,79
3 82,35 - 101,39 91,87 6 551,21
4 101,39 - 120,43 110,91 2 221,82
5 120,43 - 139,47 129,95 2 259,90
6 139,47 - 158,51 148,99 1 148,99
Total 30 2337,141
Rata-Rata Detik 77,90
Menit 1,298412

2. Rata-rata waktu pemuatan (Ta2)


K = 1 + 3,3 log 30 = 5,875  6
IK = ( 645,09 – 283,91)/ 5,875 = 61,48
Tabel N.3
Waktu Edar Ta2 Dump Truck FAW FD 336 DT
No. Interval Nilai Frekuensi Xi.Fi
Tengah
1 283,91 - 345,39 314,65 8 2517,20
2 345,39 - 406,87 376,13 7 2632,93
3 406,87 - 468,36 437,62 5 2188,08
4 468,36 - 529,84 499,10 3 1497,29
5 529,84 - 591,32 560,58 3 1681,74
6 591,32 - 652,80 622,06 4 2488,25
Total 30 13005,49
Rata-Rata Detik 433,52
Menit 7,225274

104
3. Rata-rata waktu pengangkutan bermuatan (Ta3)
a. Untuk perhitungan waktu tempuh pada jalan di dalam pit (A),
perhitungannya adalah sebagai berikut
K = 1 + 3,3 log 30 = 5,875  6
IK = ( 343,39 – 235,91)/ 5,875 = 18,3
Tabel N.4
Waktu Edar Dump Truck untuk Jalan Angkut di Dalam Pit
No. Interval Nilai Tengah Frekuensi Xi.Fi
1 235,91 - 254,21 245,06 4 980,23
2 254,21 - 272,50 263,35 3 790,06
3 272,50 - 290,80 281,65 12 3379,79
4 290,80 - 309,09 299,95 4 1199,78
5 309,09 - 327,39 318,24 4 1272,97
6 327,39 - 345,69 336,54 3 1009,61
Total 30 8632,447
Rata-Rata Detik 287,75
Menit 4,795804

b. Untuk perhitungan waktu tempuh pada jalan di luar pit (B),


perhitungannya adalah sebagai berikut
K = 1 + 3,3 log 30 = 5,875  6
IK = ( 758,17 – 513,10)/ 5,875 = 41,72
Tabel N.5
Waktu Edar Dump Truck untuk Jalan Angkut di Luar Pit
No. Interval Nilai Frekuensi Xi.Fi
Tengah
1 513,10 - 554,82 533,96 6 3203,75
2 554,82 - 596,54 575,68 7 4029,74
3 596,54 - 638,25 617,39 11 6791,34
4 638,25 - 679,97 659,11 2 1318,23
5 679,97 - 721,69 700,83 3 2102,49
6 721,69 - 763,41 742,55 1 742,55
Total 30 18188,1
Rata-Rata Detik 606,27
Menit 10,1045

c. Untuk perhitungan waktu tempuh pada proses penimbangan (C),


perhitungannya adalah sebagai berikut
K = 1 + 3,3 log 30 = 5,875  6
IK = ( 758,17 – 513,10)/ 5,875 = 41,72

105
Tabel N.6
Waktu Edar Dump Truck untuk Proses Masuk Timbangan
No. Interval Nilai Tengah Frekuensi Xi.Fi
1 36,39 - 48,23 42,31 6 253,87
2 48,23 - 60,08 54,16 14 758,19
3 60,08 - 71,92 66,00 7 462,00
4 71,92 - 83,77 77,84 2 155,69
5 83,77 - 95,61 89,69 0 0,00
6 95,61 - 107,45 101,53 1 101,53
Total 30 1731,28
Rata-Rata Detik 57,71
Menit 0,961822

4. Rata-rata waktu manuver sebelum dumping (Ta4)


K = 1 + 3,3 log 30 = 5,875  6
IK = (48,11 – 13,69)/ 5,875 = 5,86
Tabel N.7
Waktu Edar Ta4 Dump Truck FAW FD 336 DT
No. Interval Nilai Frekuensi Xi.Fi
Tengah
1 13,69 - 19,55 16,62 8 132,96
2 19,55 - 25,41 22,48 10 224,80
3 25,41 - 31,27 28,34 8 226,72
4 31,27 - 37,13 34,20 3 102,60
5 37,13 - 42,99 40,06 0 0,00
6 42,99 - 48,85 45,92 1 45,92
Total 30 733,004
Rata-Rata Detik 24,43
Menit 0,407224

5. Rata-rata waktu dumping (Ta5)


K = 1 + 3,3 log 30 = 5,875  6
IK = (94,82 – 51,00)/ 5,875 = 7,46
Tabel N.8
Waktu Edar Ta5 Dump Truck FAW FD 336 DT
No. Interval Nilai Frekuensi Xi.Fi
Tengah
1 51,00 - 58,46 54,73 4 218,92
2 58,46 - 65,92 62,19 11 684,08
3 65,92 - 73,38 69,65 7 487,54
4 73,38 - 80,84 77,11 2 154,22
5 80,84 - 88,30 84,57 4 338,27
6 88,30 - 95,76 92,03 2 184,05
Total 30 2067,074
Rata-Rata Detik 68,90
Menit 1,148374

106
6. Rata-rata waktu pengangkutan tanpa muatan (Ta6)
a. Untuk perhitungan waktu tempuh pada proses manuver masuk ke
timbangan (D), perhitungannya adalah sebagai berikut
K = 1 + 3,3 log 30 = 5,875  6
IK = (219,37 – 6,03)/ 5,875 = 36,32
Tabel N.9
Waktu Edar Dump Truck menuju Timbangan
No. Interval Nilai Tengah Frekuensi Xi.Fi
1 6,03 - 42,35 24,19 17 411,26
2 42,35 - 78,67 60,51 8 484,06
3 78,67 - 114,98 96,82 1 96,82
4 114,98 - 151,30 133,14 2 266,28
5 151,30 - 187,61 169,45 1 169,45
6 187,61 - 223,93 205,77 1 205,77
Total 30 1633,644
Rata-Rata Detik 54,45
Menit 0,90758
b. Untuk perhitungan waktu tempuh pada proses penimbangan (E),
perhitungannya adalah sebagai berikut
K = 1 + 3,3 log 30 = 5,875  6
IK = (124,15 – 48,91)/ 5,875 = 12,81
Tabel N.10
Waktu Edar Dump Truck pada Proses Penimbangan
No. Interval Nilai Tengah Frekuensi Xi.Fi
1 48,91 - 61,72 55,31 2 110,63
2 61,72 - 74,53 68,12 14 953,71
3 74,53 - 87,33 80,93 9 728,37
4 87,33 - 100,14 93,74 3 281,21
5 100,14 - 112,95 106,55 1 106,55
6 112,95 - 125,76 119,35 1 119,35
Total 30 2299,813
Rata-Rata Detik 76,66
Menit 1,277674
c. Untuk perhitungan waktu tempuh pada proses transport di Luar Pit (F),
perhitungannya adalah sebagai berikut
K = 1 + 3,3 log 30 = 5,875  6
IK = (478,83 – 260,93)/ 5,875 = 37,09

107
Tabel N.11
Waktu Edar Dump Truck pada Proses Transport di Luar Pit
No. Interval Nilai Tengah Frekuensi Xi.Fi
1 260,93 - 298,02 279,48 20 5589,54
2 298,02 - 335,11 316,57 6 1899,41
3 335,11 - 372,21 353,66 1 353,66
4 372,21 - 409,30 390,75 2 781,50
5 409,30 - 446,39 427,84 0 0,00
6 446,39 - 483,48 464,94 1 464,94
Total 30 9089,052
Rata-Rata Detik 302,97
Menit 5,049474
d. Untuk perhitungan waktu tempuh pada proses transport di dalam pit (G),
perhitungannya adalah sebagai berikut
K = 1 + 3,3 log 30 = 5,875  6
IK = (478,83 – 260,93)/ 5,875 = 37,09
Tabel N.12
Waktu Edar Dump Truck pada Proses Transport di Dalam Pit
No. Interval Nilai Tengah Frekuensi Xi.Fi
1 125,75 - 169,69 147,72 18 2658,93
2 169,69 - 213,62 191,65 9 1724,87
3 213,62 - 257,55 235,59 1 235,59
4 257,55 - 301,49 279,52 1 279,52
5 301,49 - 345,42 323,46 0 0,00
6 345,42 - 389,36 367,39 1 367,39
Total 30 5266,296
Rata-Rata Detik 175,54
Menit 2,92572
Dari data tersebut, maka diperoleh waktu edar rata-rata tiap tahap pada dump
truck FAW FD 336 DT, yaitu :
T1 = 77,90 detik
T2 = 433,52 detik
T3 = 287,75 + 606,27 + 57,71 detik
= 951,73 detik
T4 = 24,43 detik
T5 = 68,90 detik
T6 = 54,45 + 76,66 + 302,97 + 175,54 detik = 609,62 detik
Maka total waktu edar dumptruck FAW FD 336 DT adalah :
WeB = ( T1 + T2 + T3 + T4 + T5 + T6)
= (77,9 + 433,52 + 951,73 + 24,43 + 68,9 + 609,62)
= 2166,1 detik = 36,1 menit

108
LAMPIRAN O
PERHITUNGAN PRODUKTIVITAS ALAT MUAT

Produktivitas alat mekanis adalah besarnya material yang dapat dihasilkan


oleh alat tersebut dalam satuan waktu tertentu. Untuk mengetahui produktivitas
dapat dilihat pada persamaan 3.28. Berdasarkan data pengukuran di lapangan maka
didapat produktivitas alat muat sebagai berikut:
Ctm = 0,247 menit
Kb = 1 m3
BFF = 93,43%
Ek = 72,57%
SF = 0,74
Dcoal = 1,29 ton/m3

KPm =

= ,
1 0,9343 0,7257 0,74 1,29

= 157,22 ton/jam

109
LAMPIRAN P
PERHITUNGAN PRODUKTIVITAS ALAT ANGKUT

Produktivitas alat mekanis adalah besarnya material yang dapat dihasilkan


oleh alat tersebut dalam satuan waktu tertentu. Untuk mengetahui produktivitas alat
angkut dapat dilihat pada persamaan 3.29. Berdasarkan data pengukuran di
lapangan maka didapat produktivitas alat angkut sebagai berikut:
Cta = 36,1 menit
E = 74,4%
SF = 0,74
Dcoal = 1,29 ton/m3

KPa = , ton/jam

=3 (28 1 0,9343) 0,744 0,74 1,29


,

= 92,64 ton/jam

110
LAMPIRAN Q
SIMULASI WAKTU EDAR DENGAN PERBAIKAN GRADE JALAN
MAKSIMUM 8%

Peningkatan produksi dapat dilakukan dengan meningkatkan kecepatan alat


angkut yang ada salah satunya dengan memperbaiki grade jalan serta perbaikan
terhadap geometri jalan yang menyebabkan aktivitas pengangkutan kurang optimal.
Tabel Q.1 menunjukkan rekomendasi perbaikan terhadap geometri jalan dengan
grade maksimum jalan menjadi 8%.
Dasar simulasi peningkatan kecepatan alat angkut berdasarkan pada
spesifikasi rimpull alat angkut yang digunakan, berat kendaraan sewaktu kosong
dan bermuatan, serta kondisi jalan angkut yang dilewati. Tabel Q.2 menunjukkan
kecepatan teoritis dump truck FAW FD 336 DT dalam kondisi tanpa muatan dari
lokasi stock ROM menuju PIT-02 setelah perbaikan grade,sedangkan tabel Q.3
menunjukkan kecepatan teoritis dump truck FAW FD 336 DT dalam bermuatan
dari lokasi PIT-02 menuju stock ROM setelah perbaikan grade .
Berdasarkan pengamatan terhadap kondisi jalan di lapangan, maka
didapatkan parameter sebagai berikut (Lampiran H):
• Nilai rolling resistance : 65 lbs/ton
• Nilai grade resistance : 20 lbs/ton%
• Berat dumptruck bermuatan : 40,74 ton
• Berat dumptruck kosong : 15,84 ton

111
Tabel Q.1
Perbaikan Geometri Jalan Maksimum 8%
Segmen Lebar (m) Elevasi Aktual (mdpl) Jarak Grade Elevasi Perbaikan Grade Derajat Jarak
Datar Aktual (mdpl) Perbaikan Kemiringan (m)
Aktual Perbaikan Awal Akhir (m) (%) Awal Akhir (%)
A-B 9,2 9,2 160,5 122,0 265,5 -14,50 160,5 139,5 -7,91 4,52 266,33
B-C 5,66 14,6 122,0 124,0 64,8 3,09 139,5 135,0 -6,94 3,97 64,96
C-D 12,3 12,3 124,0 128,5 70,3 6,40 135,0 135,0 0,00 0,00 70,30
D-E 13,2 14,6 128,5 144,0 117 13,25 135,0 144,0 7,69 4,40 117,35
E-F 7,8 9,0 144,0 161,4 177 9,82 144,0 158,0 7,91 4,52 177,55
F-G 11,8 11,8 161,4 164,5 137,81 2,26 158,0 163,0 3,63 2,08 137,90
G-H 11,5 11,5 164,5 154,0 94,81 -11,07 163,0 155,5 -7,91 4,52 95,11
H-I 9,5 9,5 154,0 149,5 96,85 -4,67 155,5 152,0 -3,61 2,07 96,91
I-J 9 14,6 149,5 147,3 62,66 -3,45 152,0 152,5 0,80 0,46 62,66
J-K 8,2 9,0 147,3 160,5 80,4 16,39 152,5 158,5 7,46 4,27 80,62
K-L 11,5 11,5 160,5 134,0 287 -9,23 158,5 136,5 -7,67 4,38 287,84
L-M 12,3 12,3 134,0 135,4 78,82 1,74 136,5 130,5 -7,61 4,35 79,05
M-N 13,5 13,5 135,4 111,4 185 -12,93 130,5 116,0 -7,84 4,48 185,57
N-O 6 9,0 111,4 108,7 58,58 -4,62 116,0 112,0 -6,83 3,91 58,72
O-P 10 10,0 108,7 104,6 238,18 -1,75 112,0 104,6 -3,12 1,78 238,30
P-Q 4,55 14,6 104,6 101,5 69,5 -4,43 104,6 101,5 -4,43 2,54 69,57

112
Tabel Q.2
Kecepatan dan Waktu Tempuh Teoritis FAW FD 336 DT Tanpa Muatan pada Grade Maximum 8% dari StockROM menuju PIT-02
Segmen Jarak Grade Rimpull yang Dibutuhkan Rimpull Tersedia Sisa Kec. Maximum Durasi
(meter) (%) Rolling Resist. Grade Resist. Total Gigi Kec. (km/h) Rimpull Rimpull yg Diizinkan (Km/h) (menit)
A-B 266,33 -7,91 1043,25 -2538,98 -1495,73 7 58,9 2927,033 4422,766 40 0,40
B-C 64,96 -6,94 1043,25 -2229,17 -1185,92 7 58,9 2927,033 4112,95 40 0,10
C-D 70,30 0,00 1043,25 0,00 1043,25 7 58,9 2927,033 1883,783 40 0,11
D-E 117,35 7,69 1043,25 2469,23 3512,481 6 41,7 4132,282 619,8015 40 0,18
E-F 177,55 7,91 1043,25 2538,98 3582,233 6 41,7 4132,282 550,0492 40 0,27
F-G 137,90 3,63 1043,25 1164,65 2207,897 7 58,9 2927,033 719,1363 40 0,21
G-H 95,11 -7,91 1043,25 -2539,29 -1496,04 7 58,9 2927,033 4423,072 40 0,14
H-I 96,91 -3,61 1043,25 -1160,04 -116,791 7 58,9 2927,033 3043,825 40 0,15
I-J 62,66 0,80 1043,25 256,14 1299,394 7 58,9 2927,033 1627,639 40 0,09
J-K 80,62 7,46 1043,25 2395,52 3438,772 6 41,7 4132,282 693,5099 40 0,12
K-L 287,84 -7,67 1043,25 -2460,63 -1417,38 7 58,9 2927,033 4344,41 40 0,43
L-M 79,05 -7,61 1043,25 -2443,54 -1400,29 7 58,9 2927,033 4327,326 40 0,12
M-N 185,57 -7,84 1043,25 -2515,95 -1472,7 7 58,9 2927,033 4399,729 40 0,28
N-O 58,72 -6,83 1043,25 -2191,87 -1148,62 7 58,9 2927,033 4075,658 40 0,09
O-P 238,30 -3,12 1043,25 -1000,01 43,2416 7 58,9 2927,033 2883,792 40 0,36
P-Q 69,57 -4,43 1043,25 -1422,56 -379,311 7 58,9 2927,033 3306,344 40 0,10
Total waktu tempuh 3,13

113
Tabel Q.3
Kecepatan dan Waktu Tempuh Teoritis FAW FD 336 DT Bermuatan pada Grade Maximum 8% dari PIT-02 menuju StockROM
Segmen Jarak Grade Rimpull yang Dibutuhkan Rimpull Tersedia Sisa Rimpull Kec. Maximum Durasi
(meter) (%) Rolling Grade Total Gigi Kec. Rimpull yang Diizinkan (menit)
Resist. Resist. (km/h) (Km/h)
Q-P 69,6 4,43 2679,95 3654,34 6334,292 4 21,6 7984,775 1650,482 40 0,193369
P-O 238,3 3,12 2679,95 2568,87 5248,819 5 29,7 5811,022 562,203 40 0,482038
O-N 58,7 6,83 2679,95 5630,59 8310,541 3 15,9 10868,76 2558,223 40 0,222153
N-M 185,6 7,84 2679,95 6463,08 9143,031 3 15,9 10868,76 1725,732 40 0,702093
M-L 79,0 7,61 2679,95 6277,09 8957,037 3 15,9 10868,76 1911,726 40 0,299078
L-K 287,8 7,67 2679,95 6320,98 9000,926 3 15,9 10868,76 1867,838 40 1,089048
K-J 80,6 -7,46 2679,95 -6153,73 -3473,78 6 41,7 4132,282 7606,064 40 0,120935
J-I 62,7 -0,80 2679,95 -658,00 2021,954 7 58,9 2927,033 905,0788 40 0,093993
I-H 96,9 3,61 2679,95 2979,97 5659,919 5 29,7 5811,022 151,1029 40 0,196042
H-G 95,1 7,91 2679,95 6523,05 9202,996 3 15,9 10868,76 1665,767 40 0,359834
G-F 137,9 -3,63 2679,95 -2991,80 -311,85 6 41,7 4132,282 4444,133 40 0,206851
F-E 177,6 -7,91 2679,95 -6522,26 -3842,31 6 41,7 4132,282 7974,592 40 0,266329
E-D 117,3 -7,69 2679,95 -6343,08 -3663,13 6 41,7 4132,282 7795,409 40 0,176018
D-C 70,3 0,00 2679,95 0,00 2679,95 6 41,7 4132,282 1452,332 40 0,10545
C-B 65,0 6,94 2679,95 5726,39 8406,339 3 15,9 10868,76 2462,424 40 0,245761
B-A 266,3 7,91 2679,95 6522,26 9202,21 3 15,9 10868,76 1666,553 40 1,007655
Total waktu tempuh 5,77

114
Berdasarkan perhitungan teoritis terhadap perbaikan jalan angkut alternatif grade
maksimal 8% didapatkan total waktu edar dump truck FAW FD 336 DT sebagai berikut :
T1 = 77,90 detik
T2 = 433,52 detik
T3 = 287,75 + 346,2 + 57,71 detik
= 691,66 detik
T4 = 24,43 detik
T5 = 68,90 detik
T6 = 54,45 + 76,66 + 187,8 + 175,54 detik
= 494,45 detik
Maka total waktu edar dumptruck FAW FD 336 DT adalah :
WeB = ( T1 + T2 + T3 + T4 + T5 + T6)
= (77,9 + 433,52 + 691,66 + 24,43 + 68,9 + 494,45)
= 1790,86 detik = 29,84 menit

115
LAMPIRAN R
PERHITUNGAN PRODUKTIVITAS ALAT ANGKUT SETELAH
PERBAIKAN

Setelah dilakukan perhitungan terhadap perubahan waktu tempuh pada


grade jalan yang baru maka produktivitas teoritis dapat diperoleh sebagai berikut:
Cta = 29,84 menit
E = 74,4%
SF = 0,74
Dcoal = 1,29 ton/m3

KPa =

=3 (28 1 0,9343) 0,744 0,74 1,29


,

= 112,08 ton/jam

116
LAMPIRAN S
PERHITUNGAN DIMENSI SALURAN PENYALIRAN

1. Penentuan debit air maksimum


Untuk menghitung debit air maksimum dapat digunakan rumus Rasional pada
persamaan 3.19.Untuk luas DTH dapat dilihat pada peta sebesar 0,019694314 km2
untuk DTH 1, DTH 2 sebesar 0,006821,94 km2, DTH 3 sebesar 0,022018784 km2,
DTH 4 sebesar 0,06047395 km2, dan DTH 5 sebesar 0,004456857 km2. Sehingga
nilai Q adalah:
a. Untuk DTH 1
Q = 0,278 . 0,7 . 36,05 . 0,01969
= 0,1382 m3/detik
b. Untuk DTH 2
Q = 0,278 . 0,8 . 36,05 . 0,00682
= 0,0547 m3/detik
c. Untuk DTH 3
Q = 0,278 . 0,6 . 36,05 . 0,02202
= 0,1324 m3/detik
d. Untuk DTH 4
Q = 0,278 . 0,6 . 36,05 . 0,06047
= 0,3636 m3/detik
e. Untuk DTH 5
Q = 0,278 . 0,9 . 36,05 . 0,00446
= 0,0402 m3/detik
2. Dimensi saluran air
Rumus yang digunakan adalah persamaan 3.22. Nilai α atau kemiringan dasar
saluran adalah 0,25% = 0,0025 yang merupakan syarat agar tidak terjadi
pengendapan partikel padatan. Berdasarkan pada Gambar 3.8 didapatkan pula
persamaan sebagai berikut:
Z = e/d = 1/3 sehingga β = 60°

117
b =2|√ +1− |d
A = |b + Zd| d
R =1 2d
B = b + 2Zd
Dimana Z = cotg β
Data-data yang diketahui:
a. Untuk DTH 1
Q = 0,1382 m3/detik
m = cotg 60°
= 0,58
η = 0,03 (tabel 3.6)
Perhitungan:
Z = cotg 60° = 0,58
b =2|√ +1− |d

= 2 | 0,58 + 1 − 0,58 | d
= 1,1521d
A = |b + Zd| d
=1,1521 d2 + 0,58 d2
= 1,7321 d2
Q = (1/η) R2/3 α 1/2 A
0,1382 = (1/0,03) (0,5d)2/3 (0,0025)1/2 (1,7321d2)
0,1382 = (33,33) (0,05) (0,5d)2/3 (1,7321d2)
0,1382 = 1,67 (0,63) (1,7321) d2/3 . d2
0,1382 = 1,82 d8/3
d8/3 = 0,0759
d = 0,07593/8
= 0,38 m
Disubstitusikan:
b =1,1521d
=1,1521 x 0,42
=0,44 m
A =|b + Zd| d

118
=|0,44 + 0,58 x 0,38| 0,38
= 0,25055 m²
B = b + 2Zd
= 0,44 + 2 x 0,58 x 0,38
= 0,88 m
Sehingga didapatkan:
Kemiringan dinding saluran = 60°
Kedalaman saluran = 0,38 m
Lebar bawah saluran = 0,44 m
Lebar atas saluran = 0,88 m
b. Untuk DTH 2
Q = 0,0547 m3/detik
m = cotg 60°
= 0,58
η = 0,03 (tabel 3.6)
Perhitungan:
Z = cotg 60° = 0,58
b =2|√ +1− |d

= 2 | 0,58 + 1 − 0,58 | d
= 1,1521d
A = |b + Zd| d
=1,1521 d2 + 0,58 d2
= 1,7321 d2
Q = (1/η) R2/3 α 1/2 A
0,0547 = (1/0,03) (0,5d)2/3 (0,0025)1/2 (1,7321d2)
0,0547 = (33,33) (0,05) (0,5d)2/3 (1,7321d2)
0,0547 = 1,67 (0,63) (1,7321) d2/3 . d2
0,0547 = 1,82 d8/3
d8/3 = 0,03
d = 0,033/8
= 0,27 m
Disubstitusikan:

119
b =1,1521d
=1,1521 x 0,27
=0,309 m ≈ 0,31 m
A =|b + Zd| d
=|0,31 + 0,58 x 0,27| 0,27
=0,125 m2
B = b + 2Zd
= 0,31 + 2 x 0,58 x 0,27
= 0,6211 m ≈ 0,62 m
Sehingga didapatkan:
Kemiringan dinding saluran = 60°
Kedalaman saluran = 0,27 m
Lebar bawah saluran = 0,31 m
Lebar atas saluran = 0,62 m
c. Untuk DTH 3
Q = 0,1324 m3/detik
m = cotg 60°
= 0,58
η = 0,03 (tabel 3.6)
Perhitungan:
Z = cotg 60° = 0,58
b =2|√ +1− |d

= 2 | 0,58 + 1 − 0,58 | d
= 1,1521d
A = |b + Zd| d
=1,1521 d2 + 0,58 d2
= 1,7321 d2
Q = (1/η) R2/3 α 1/2 A
0,1324 = (1/0,03) (0,5d)2/3 (0,0025)1/2 (1,7321d2)
0,1324 = (33,33) (0,05) (0,5d)2/3 (1,7321d2)
0,1324 = 1,67 (0,63) (1,7321) d2/3 . d2
0,1324 = 1,82 d8/3

120
d8/3 = 0,0727
d = 0,07273/8
= 0,38 m
Disubstitusikan:
b =1,1521d
=1,1521 x 0,38
=0,4312 m ≈ 0,43 m
A =|b + Zd| d
=|0,43 + 0,58 x 0,38| 0,38
=0,2426 m2
B = b + 2Zd
= 0,43 + 2 x 0,58 x 0,38
= 0,865 m ≈ 0,87 m
Sehingga didapatkan:
Kemiringan dinding saluran = 60°
Kedalaman saluran = 0,38 m
Lebar bawah saluran = 0,43 m
Lebar atas saluran = 0,87 m
d. Untuk DTH 4
Q = 0,3636 m3/detik
m = cotg 60°
= 0,58
η = 0,03 (tabel 3.6)
Perhitungan:
Z = cotg 60° = 0,58
b =2|√ +1− |d

= 2 | 0,58 + 1 − 0,58 | d
= 1,1521d
A = |b + Zd| d
=1,1521 d2 + 0,58 d2
= 1,7321 d2
Q = (1/η) R2/3 α 1/2 A

121
0,3636 = (1/0,03) (0,5d)2/3 (0,0025)1/2 (1,7321d2)
0,3636 = (33,33) (0,05) (0,5d)2/3 (1,7321d2)
0,3636 = 1,67 (0,63) (1,7321) d2/3 . d2
0,3636 = 1,82 d8/3
d8/3 = 0,199
d = 0.1993/8
= 0,55 m
Disubstitusikan:
b =1,1521d
=1,1521 x 0,55
= 0,55 m
A =|b + Zd| d
=|0,63 + 0,58 x 0,55| 0,55
= 0,5176 m2
B = b + 2Zd
= 0,63 + 2 x 0,58 x 0,55
= 1,263 m ≈ 1,27 m
Sehingga didapatkan:
Kemiringan dinding saluran = 60°
Kedalaman saluran = 0,64 m
Lebar bawah saluran = 0,63 m
Lebar atas saluran = 1,27 m
e. Untuk DTH 5
Q = 0,0402 m3/detik
m = cotg 60°
= 0,58
η = 0,03 (tabel 3.6)
Perhitungan:
Z = cotg 60° = 0,58
b =2|√ +1− |d

= 2 | 0,58 + 1 − 0,58 | d
= 1,1521d

122
A = |b + Zd| d
=1,1521 d2 + 0,58 d2
= 1,7321 d2
Q = (1/η) R2/3 α 1/2 A
0,0402 = (1/0,03) (0,5d)2/3 (0,0025)1/2 (1,7321d2)
0,0402 = (33,33) (0,05) (0,5d)2/3 (1,7321d2)
0,0402 = 1,67 (0,63) (1,7321) d2/3 . d2
0,0402 = 1,82 d8/3
d8/3 = 0.0221
d = 0.02213/8
= 0,24 m
Disubstitusikan:
b =1,1521d
=1,1521 x 0,24
= 0.2757 m ≈ 0,28 m
A =|b + Zd| d
=|0,28 + 0,58 x 0,24| 0,24
= 0,0992 m2
B = b + 2Zd
= 0,28 + 2 x 0,58 x 0,24
= 0,5534 m ≈ 0,56 m
Sehingga didapatkan:
Kemiringan dinding saluran = 60°
Kedalaman saluran = 0,24 m
Lebar bawah saluran = 0,28 m
Lebar atas saluran = 0,56 m

123
LAMPIRAN T
PERHITUNGAN STATIC ROLLING RADIUS

Tanggul yang umum digunakan adalah tanggul berbentuk triangular. Untuk


tanggul tersebut, pedoman dalam rancangannya adalah paling tidak tingginya harus
sama atau lebih besar dari nilai static rolling radius roda alat angkut. Persamaan
menghitung besarnya nilai static rolling radius dapat digunakan dengan persamaan:

=
2,1
Keterangan:
SRR = static rolling radius, inch
TH = tinggi roda alat angkut, inch

=
2,1
,
=
,

= 9,62 inch = 0,244348 m ≈ 0,25 m

124
LAMPIRAN U
318500.000000 319000.000000 319500.000000

PETA SITUASI PENAMBANGAN


170
15
200 160
0
190

14
0

150
15

150
0

140
PIT 02 - PT MASLAPITA
180
0
0

21
15 14

130
16
0

0
200
180

KABUPATEN BARITO TIMUR

0
15

130
Segmen I

15
160
190
0 Segmen G Elv: 149,5 mdpl
140
17 170
Elv: 164,5 mdpl

KALIMANTAN TENGAH
16 0

G
18 140

0
0 Segmen J

12
J
160 Elv: 147,3 mdpl
140

Segmen F

F I
Elv: 161,4 mdpl

Segmen E
H
160 15
Elv: 144 mdpl 0

E K

17
Segmen H
180

0
Elv: 154 mdpl
140
9781500.000000

9781500.000000
0
11
Segmen D 11
170

0 0
16
0
Elv: 128,5 mdpl Segmen K
12

130
Elv: 160,5 mdpl
150

150
140
130

13

120
13

Segmen C
140

0
0

Elv: 124 mdpl

A L

130
16
0

C
Segmen M

Meter

0
Elv: 135,4 mdpl

140
15
Segmen A Segmen L
M

140
B
Elv: 160,5 mdpl
100
Elv: 134 mdpl
0
13 0 80 160 320 480 640

100
140

Segmen B

Skala 1:6.500
Elv: 122 mdpl
120

140
N Legenda
120
0

110
14

O
0

11
13

0
Segmen N
Elv: 111,4 mdpl

110 Segmen O 110 Jalan Hauling


15 Elv: 108,7 mdpl
0
P
110
Kontur Interval 10 m

130
Segmen P
140 Elv: 104,6 mdpl
9781000.000000

9781000.000000
Q
0

Kontur Interval 2 m
13

12
110 100 Segmen Q
10
Elv: 101,5 mdpl
0 0
13

Segmen Jalan
0

120
14

140
0

110

0
Stock ROM
140

11
130

100
130
0
12

11

Gudang Handak
0
12
130

110
0

10
0
Area Disposal
14
0

100

120
0
12

10

110
0
12
13

0
0

Top Soil Bank

110

10
0

0
10

12
Pit 02
13

0
0
12
0
130
0
12

110
120
110
9780500.000000

9780500.000000
Digambar Ulang Oleh:
11
110

0
0
120

11
110

10
Nama : Endry Himawan Budi Sasongko

120
130

0
NIM : 112140163
120

110

11
0
12
110

Sumber Data: Engineering Dept., PT. Maslapita


110
12

11
0

110
0
0

12

PROGRAM STUDI SARJANA


0
11
0
10

120
130

TEKNIK PERTAMBANGAN
120
120

120 110

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
11
0

110
0
11
0
11 0

UPN "VETERAN" YOGYAKARTA


0
12 12
12

110
0
10
120 10
0

0 0

2018
13 120 110

318500.000000 319000.000000 319500.000000


318500.000000 319000.000000 319500.000000
LAMPIRAN W
160
PETA DAERAH TANGKAPAN HUJAN
0 0 0 0
170
0

15
JALAN STOCK ROM - PIT LIMIT PIT 02
210
14
180

0
150
16
0
DTH 4 = 60473,95 sq.m

0
170
21

PT MASLAPITA

14
0
20
0

160

0
0

15
KAB. BARITO TIMUR
16

0
0

19
18

190

0
0
18

14
KALIMANTAN TENGAH

160
180

150
160

180
0
17

190
140

17
0
G J
F I
H
0

150
13

0
DTH 1 = 19694,314 sq.m 0 120

15
11
DTH 3 = 22018,784 sq.m 15
0

0
K
14

17
0
140 12

0
15
180

0
9781500.000000

9781500.000000
110
150

0
Meter

16
DTH 5 = 4456,857 sq.m
160

0 15

140
D 0 75 150 300 450 600
A L
130

C
0
16
Skala 1:6.000

140
140
DTH 2 = 6821,939 sq.m
M

14
0
15 13
0

0
B Legenda
130

120
0
16

0
14
0

14
15

0
12

Jalan Hauling
0
11
0 DTH 1
N
120

130 140 11
Kontur Interval 10 m DTH 2
0
0

O
12

13
Kontur Interval 2 m DTH 3

0
0

0
11

12
130
150

100
120 110
0
Segmen Jalan DTH 4
P
11

130
150

140

140
9781000.000000

9781000.000000
Stock ROM DTH 5
100
Q
0
13

110 100 Gudang Handak Arah Aliran


0
11

0
10
Area Disposal
0 11
140
12 0
140
14

100
0

0
11
130 130
Top Soil Bank
12
0

Pit 02
11

0
0

10
100
0

100
12
140

12
10
13

0
0
12

Digambar Ulang Oleh:


0

0
110

Nama : Endry Himawan Budi Sasongko


NIM : 112140163
110

120
0
11

Sumber Data: Engineering Dept., PT. Maslapita


11
110

0
12
0

11
130
12
0

PROGRAM STUDI SARJANA


12

0
110
9780500.000000

9780500.000000
10
11
0

TEKNIK PERTAMBANGAN
120
11

100
0

110
120

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


0
12
12
120

0
110

FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL


110

12
120

0
11
110

UPN "VETERAN" YOGYAKARTA


11

110
0

120
0 120
120

11 Source: Esri, DigitalGlobe, GeoEye, Earthstar Geographics, CNES/Airbus DS, USDA, USGS, AeroGRID, IGN,
120
130

2018
and the GIS User Community 110

318500.000000 319000.000000 319500.000000

Anda mungkin juga menyukai