SKRIPSI
Oleh
AGUNG HARYO YUDANTO
NIM. 112.04.0230
SKRIPSI
Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Teknik dari Universitas Pembangunan
Nasional Veteran Yogyakarta
Oleh :
SKRIPSI
NIM. 112.04.0230/TA
Pembimbing I
Pembimbing II
HALAMAN PERSEMBAHAN
RINGKASAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT sehingga atas rahmat dan
ridhoNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul Kajian
Teknis Peledakan Bawah Tanah Di Stope 38 Level 3060 Big Gossan Mine, PT
Freeport Indonesia Provinsi Papua
Maksud dari penyusunan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas
Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta.
Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di PT. Freeport
Indonesia pada tanggal 15 Juni sampai dengan 10 Nopember 2008 .
Dalam kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyakbanyaknya kepada :
1. Ir. Eman Widijanto, sebagaiu General Superintendent Big Gossan Underground
Geotech - Hydrologi PT. Freeport Indonesia.
2. Hendra Arbi, ST, sebagaiChefEngineer Underground Geotech -
Hydrologi dan
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN .................................................................................
vi
vii
ix
xi
xii
BAB
I
II
III
IV
PENDAHULUAN ................................................................................
1
1
2
2
3
4
6
7
8
15
15
19
20
22
22
24
26
29
34
34
34
35
35
vii
Halaman
V
PEMBAHASAN .................................................................................
43
43
49
54
55
55
55
56
57
VI
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
2.1. Peta Lokasi Operasional PT.Freeport Indonesia .....................................
5
2.2. Kondisi Geografis PT. Freeport Indonesia ............................................ ..
12
13
14
17
18
19
21
23
24
25
26
29
29
30
31
32
33
4.1.Pola pemboran ring drilling pada level 3060 dan level 3020.................
36
4.2. Blastmont..................................................................................................
40
40
40
41
4.5. Hasil perekaman data blastmont stope 38 level 3060 setelah peledakan...
41
ix
Halaman
4.11.Hasil Survey CMS Pada Stope................................................................
42
44
44
5.3. Grafik PPV/Scaled Distance pada peledakan di level 3060 pada tanggal
4 September 2008......................................................................................
46
5.4. Grafik PPV/Scaled Distance pada peledakan di level 3060 pada tanggal
26 September 2008....................................................................................
48
50
50
52
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
15
3.1.KlasifikasiKerusakanMenurut USBM.....................................................
28
28
...
36
...
37
39
46
47
49
51
53
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
57
58
C. GEOMETRI PELEDAKAN....................................................................
59
61
64
68
72
75
76
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Saat ini PT. Freeport Indonesia (PTFI) sedang melakukan pengembangan
pada deposit baru di tambang bawah tanah Big Gossan. Dalam hal ini diperlukan
beberapa infrastruktur pendukung yang dapat menjangkau area deposit tersebut.
Tambang bawah tanah Big Gossan mulai melaksanakan development pada tahun
2006 dan saat ini beroperasi dengan menggunakan bantuan infrastruktur yang sudah
ada yaitu Terowongan Ali Budiarjo (AB Tunnel), Adit Amole, dan Adit Kasuang.
Tambang Big Gossan ini akan menggunakan metode Sublevel Stoping dengan
melakukan pengisian kembali rongga bekas tambang menggunakan pasta semen
(paste fill), dimana material pasta semen tersebut menggunakan campuran semen
dan tailing untuk mengisi daerah yang sudah ditambang.
Kegiatan development yang dilakukan pada tambang Big Gossan meliputi
pembuatan drift baru, yaitu DED (Dedicated Exhaust Drift), pembuatan ramp incline
dan decline, pembuatan heading dan pembuatan raise untuk produksi. Produksi di
Tambang Big Gossan akan dimulai tahun 2009 dengan produksi puncaknya pada
tahun 2011 dan akan ditutup pada tahun 2028. Kegiatan peledakan yang dilakukan
pada trial stope 38 level 3060 dan stope 4 level 3020 adalah untuk mengambil bijih
tembaga. Pola
dilakukan peledakan pada kedua level kemudian hasil peledakan akan ditimbun di
stope 4 level 3020.
timbulnya overbreak pada stoping yang dapat menimbulkan dilusi terhadap bijih
tembaga. Untuk itu diperlukan adanya kajian untuk mengetahui dampak dari
peledakan tersebut.
1.2
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji kegiatan peledakan pada trial stope
1.3
Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1.
2.
Penelitian dilakukan di stope 38, 39 level 3060 dan stope 4 level 3020
1.4
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan cara peledakan serta pengambilan sampel di trial
stope 38 level 3060 dan stope 4 level 3020. Metode penelitian dengan studi literatur
kemudian dilanjutkan dengan observasi lapangan (pengambilan data primer) yaitu
dengan melakukan pengukuran ground vibration di trial stope 38 level 3060 pada
saat kegiatan peledakan dilakukan, pengambilan data sekunder, pengolahan data dan
melakukan analisis dari data-data yang ada untuk menyelesaikan masalah.
Adapun urutan pekerjaan penelitian adalah sebagai berikut :
1.
Studi literatur
Studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan dan mempelajari bahan-bahan
pustaka yang akan menunjang penelitian.
Pengolahan data dilakukan apabila data telah diperoleh secara lengkap dan dapat
mendukung penyelesaian permasalahan. Pengolahan data dilakukan dengan
menggabungkan data primer dan sekunder.
4. Analisis pembahasan masalah.
Dalam penentuan besar overbreak yang terjadi dengan cara mengkomparasikan
hasil prediksi berdasarkan ELOS dilution graph dengan hasil survey CMS yang
telah diolah dengan program autocad serta menghubungkannya dengan data
pengukuran Ground Vibration dan pengamatan pada bidang lemah yang ada
serta jumlah bahan peledak yang digunakan untuk menentukan penyebab utama
terjadinya overbreak.
5. Pengambilan kesimpulan dan saran.
Dari hasil pembahasan dan analisis data yang telah diperoleh kemudian ditarik
kesimpulan. Dari kesimpulan tersebut dapat diberikan suatu saran-saran dari
permasalahan yang ada. Kesimpulan dan saran ini merupakan hasil akhir dari
semua masalah yang dibahas dalam penulisan ini.
1.5
1.
Manfaat Penelitian
Menambah pengetahuan tentang geoteknis pada tambang bawah tanah baik dari
teori maupun pengaplikasiannya di lapangan.
2.
BAB II
TINJAUAN UMUM
beberapa kilometer dari lokasi tambang Ertsberg dan merupakan cadangan emas
terbesar di dunia serta cadangan tembaga nomor tiga terbesar di dunia.
2.1. Lokasi dan Kesampaian Daerah
Lokasi PTFI terletak di pegunungan Jayawijaya, Kecamatan Mimika Timur,
Kabupaten Timika, Propinsi Papua, berada pada posisi geografis 04 06' - 04 12'
Lintang Selatan dan 137 06' 137 12' Bujur Timur. Kegiatan operasional PTFI
terbentang dari lokasi penambangan bijih tertinggi di Grassberg sampai pelabuhan
Amamapare yang panjangnya lebih kurang 125 km.
Kegiatan operasional PT. Freeport Indonesia terbentang dari pelabuhan
Amamapare sampai ke lokasi penambangan bijih di Grasberg. Lokasi PTFI dapat
dicapai melalui laut dan udara. Melalui laut dapat dicapai dari pelabuhan
Amamapare, dilanjutkan dengan perjalanan darat menuju lokasi tambang. Melalui
udara dapat dicapai dari pelabuhan udara Timika dilanjutkan dengan perjalanan darat
menuju lokasi tambang. Perjalanan darat dari pelabuhan udara Timika ke
Tembagapura dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih 2 jam (lihat gambar 2.1).
Penelitian dilakukan pada tambang bawah tanah Big Gossan yang terletak pada
level 2.430 m sampai 3.140 m dpal. Akses ke tambang Big Gossan melalui adit dari
4
area pabrik pengolahan (MLA) yang berada pada elevasi 2.890 m, dan juga dapat
melalui Amole portal yang berada pada elevasi 2.940 m. Adit adit ini merupakan
jalan masuk untuk karyawan, peralatan, dan berbagai kebutuhan. Lokasi yang
dijadikan sebagai area penelitian adalah Paste Backfill Plant.
Gambar 2.1
Peta Lokasi Operasional PT. Freeport Indonesia
Secara garis besar area kontrak karya PT. Freeport Indonesia dapat dibagi
menjadi dua kelompok besar, yaitu :
1) Daerah Lowland
Daerah Lowland adalah daerah dataran rendah dengan ketinggian antara 10 m
sampai 2000 m dpal yang meliputi pelabuhan Amamapare (Mile 5), perumahan
karyawan dan kantor administrasi di Kuala Kencana (Mile 36), dan beberapa
lokasi pendukung lainnya seperti pelabuhan udara Mozez Kilangin di Timika,
bengkel-bengkel perawatan alat, gudang, penimbunan kargo, dan pompa bahan
bakar.
2) Daerah Highland
Daerah Highland adalah daerah dataran tinggi dengan ketinggian antara 2000 m
sampai 4200 m dpal yang meliputi perumahan karyawan di Hidden Valley (mile
66), perumahan karyawan di Ridge Camp (mile 72), kantor administrasi di
Tembagapura (mile 68), pabrik pengolahan bijih (mile 74), Mill Level Adit
(MLA) portal, Amole portal, DOZ, IOZ, Big Gossan, Gunung bijih Timur (GBT)
dan lokasi tambang terbuka Grasberg. Secara umum dapat dilihat pada Gambar
2.2.
KONDISI GEOGRAFIS
Gambar 2.2
Kondisi Geografis PT. Freeport Indonesia
2.2.
Temperatur udara rata rata bervariasi antara 7oC pada daerah pemantauan alat
meteorologi tertinggi sampai sekitar 260C pada pelabuhan Amamapare. Temperatur
bulanan rata rata hampir selalu konstan, yang merupakan karakteristik dari iklim
tropis. Curah hujan di daerah penambangan yang dipantau dari stasiun GBT berkisar
antara (16 816) mm/bulan dan hari hujan berkisar antara (9 31 hari hujan/bulan.
2.3.
Topografi
Topografi pada daerah Kontrak Karya PT. Freeport Indonesia sangat
bervariasi mulai dari daerah pantai dan rawa sampai dengan daerah yang
berketinggian 4200 m dpal. Pada area penambangan merupakan daerah yang tidak
rata dan bergunung-gunung, karena terletak di daerah pegunungan Sudirman atau
Highland dengan ketinggian antara 2000 m sampai 4200 m dpal (Gambar 2.3).
Daerah dataran rendah atau Lowland mempunyai ketinggian antara 10 m sampai
2000 m dpal yang meliputi pelabuhan Amamapare, Timika dan Kuala Kencana dan
merupakan daerah yang relatif datar dan rata.
Gambar 2.3
Topografi Area Pertambangan PT. Freeport Indonesia
7
2.4.
2.4.1 Morfologi
Secara garis besar keadaan morfologi daerah penambangan sangat variatif, dimana
pada daerah pelabuhan (portsite) merupakan daerah rawa dan pantai yang dikelilingi
oleh hutan bakau. Meninggalkan daerah pelabuhan ketinggian semakin besar dan
rawa bakau sedikit demi sedikit menjadi rawa nipa atau sagu. Pada jarak sekitar 40
km memasuki area pedalaman terdapat dataran dengan ketinggian 350 500 m dpal
yang ditumbuhi oleh hutan lebat. Pada daerah ini mulai timbul pegunungan dengan
bentuk jurang yang terjal.
Mendekati daerah Tembagapura dengan ketinggian sekitar 2000 m dpal terdapat
banyak jurang dan dinding batuan yang terjal, bentuk air tejun yang besar maupun
yang kecil dan lembah-lembah yang curam. Jika memasuki daerah penambangan
dengan ketinggian sekitar 2800 m sampai 4000 m dari permukaan air laut, pada
permukaannya hampir tidak ditemui adanya pohon namun hanya tanaman perdu,
rumput dan lumut. Hal ini di sebabkan karena cuaca yang sangat dingin dan
terkadang diselimuti salju.
2.4.2 Stratigrafi
Pulau New Guinea terbentuk dari pertemuan dua lempeng antara Lempeng
Australia (Australian Plate) dan Lempeng Indopasifik. Lempeng Australia bergerak
ke utara dan menyelinap di bawah Lempeng Indopasifik yang bergerak ke arah barat
daya dan kemudian mendorong ke dalam selaput magma cair, proses ini disebut
subduksi. Secara geologi dibagi dalam tiga daerah geotektonik di Papua, yaitu
hamparan tanah (Southern Plains), jalur Irian yang bergerak (New Guinea Mobile
Belt) dibagian tengah dan ujung Lempeng Pasifik (Pacific Plate Margin) di sebelah
utara.
Proses terjadinya penerobosan magma dalam bentuk batuan beku terhadap
batuan sedimen yang sebelumnya sudah mengalami patahan dan perlipatan, yang
kemudian hasil dari penerobosan tersebut mengubah batuan sedimen. Kemudian
termineralisasi dengan tembaga yang berasosiasi dengan emas dan perak.
Penyusupan lempeng yang terjadi mengakibatkan pengangkatan batuan
sedimen (karbonatan), kemudian diintrusi oleh magma pada batas tepi lempeng.
8
Gambar 2.4
Zona-Zona Tambang PT. Freeport Indonesia
Zona Gossan Besar atau Big Gossan secara umum meskipun ukuran dan
struktur pegunungan papua lebih banyak dipengaruhi oleh benturan lempeng yang
terjadi lebih akhir, tetapi batuan kapur yang menjadi batuan dasar pegunungan
tersebut berumur lebih tua.
Zona-zona tersebut meliputi :
1.
Zona Grassberg
Zona ini berupa tubuh intrusi dengan bijih berupa Cu-Au Porphiry dan beberapa
Au-Skarn
2.
Zona Ertsberg
9
Zona Ertsberg terbentuk dalam tubuh skarn dengan komposisi mineral Ca-Mg
silikat
3.
struktur pegunungan papua lebih banyak dipengaruhi oleh benturan lempeng yang
terjadi lebih akhir, tetapi batuan kapur yang menjadi batuan dasar pegunungan
tersebut berumur lebih tua.
Secara regional, stratigrafi di sekitar daerah penelitian dibagi dalam empat
kelompok besar, yang terdiri dari kelompok Kembelangan, kelompok New Guinea
Limestone, kelompok Glacial Till dan kelompok Batuan Intrusi (lihat Gambar 2.5).
Peta penampang geologi PT. FI dapat dilihat pada Gambar 2.6.
Masing masing kelompok batuan tersebut dipaparkan sebagai berikut :
1. Kelompok Kembelangan
Ahli Geologi PT. FI telah membagi kelompok Kembelangan ini dalam empat
formasi, yang terdiri dari :
a. Formasi Kopai (Jkk) yang berumur jurrasic serta memiliki ketebalan sekitar
770 m, tersusun atas sandstone, siltstone, dan black limestone.
b. Formasi Woniwagi ( Jkkw ) yang berumur cretaceous dengan total ketebalan
sekitar 980 m, tersusun atas batu pasir kwarsa yang berlapis selang seling
dengan mudstone.
c. Formasi Piniya (Kkp) yang berumur cretaceous dengan ketebalan sekitar 600
m, dan tersusun atas siltstone dan shale.
d. Formasi Ekmai yang berumur cretaceous dengan ketebalan mencapai 700 m.
Batuan penyusun formasi ini dibagi menjadi 3 subkelompok yang terdiri dari:
1) Lapisan paling bawah dengan tebal 600 m merupakan unit glauconite
sandstone (Kke).
10
tersebut adalah:
1) Bagian tertua dengan ketebalan 300 350 m merupakan lapisan Mg
limestone (Tk1), 30 50 m dari bagian lapisan ini merupakan lapisan
yang sangat penting untuk penentuan unit hidrostratigrafi.
2) Bagian kedua (Tk2) merupakan lapisan limestone, shale dan perulangan
sandstone dengan ketebalan total lapisan mencapai 80 m.
3) Bagian ketiga (Tk3) dengan ketebalan lebih kurang 200 m merupakan
occasional imbedded sandstone.
4) Bagian keempat adalah bagian paling muda dari formasi ini (Tk4) dengan
ketebalan sekitar 500m. Bagian ini merupakan lapisan limestone dengan
sisipan interbedded carbonaceous shale.
3. Kelompok Glaciatill, Peat, Alluvium
Kelompok Glaciatill, Peat, Alluvium merupakan kelompok batuan yang tidak
terkonsolidasi yang berumur pleistocene. Kelompok ini biasanya hadir pada lapisan
teratas dan menutupi sebagian besar permukaan perbukitan. Endapan glaciatill
11
Batuantidak
terkonsolidasi
BatugampingFossil
(Fossiliferous
Limestone)
BatupasirKwarsa
BatugampingMassif
(Massive Lmestone)
Batugamping
Dolomite,dengan
sisipanlanaudan
pasir
Black
Calcareous
Shale,
Calcareous
Shale,
Glauconite
Sandstone
Batulempung
dan
Lanau
Batupasir
Kwarsa
berlapis selang seling
dengan Mudstone
Batupasir, Batu Lanau,
Batugamping hitam
Gambar 2.5
Stratigrafi Daerah Penelitian
12
LEGENDA
Gambar 2.6
Peta Penampang Geologi11)
13
Gambar 2.7
Geologi Big Gossan11)
14
Tonase Bijih
(x 1000)
Copper
(%)
Gold
(g/ton)
Silver
(g/ton)
432.544
983.308
568.176
0,89
1,06
1,18
0,98
0,85
1,05
2,25
3,33
1,05
283.570
0,85
0,71
3,05
109.570
282.346
52.736
2.712.250
0,87
1,07
2,31
1,04
0,72
0,85
1,10
0,90
3,84
5,39
14,75
4,16
Grasberg
Open Pit
Block Cave
Kucing Liar
DOZ/ESZ
Ertsberg Stockwork Zone
Mill Level Zone
Block cave
Deep Block Cave
Big Gossan
Total
fuel oil), dengan menggunakan alat muat power shovel, broken ore dimuatkan ke
dump truck untuk selanjutnya dibawah ke stock pile.
2.6.2 Metode Tambang Bawah Tanah
Operasi penambangan pada tambang bawah tanah Big Gossan akan dilakukan
dengan menggunakan metode sublevel stoping dan paste fill yaitu dengan
menggunakan campuran semen dan tailing untuk mengisi daerah stope (lombong)
yang sudah ditambang.
Setelah ditentukan metode penambangan yang akan diterapkan, maka harus
dipersiapkan pekerjaan awal yang nantinya akan menunjang pekerjaan produksi.
Tambang bawah tanah Big Gossan mulai melaksanakan development pada tahun
2006 Pekerjaan-pekerjaan yang perlu dipersiapkan yaitu pembuatan infrastruktur
meliputi pembuatan jalan, sarana transportasi dan komunikasi, pembuatan sarana
bangunan-bangunan seperti kantor, bengkel dan pabrik, pembuatan lubang-lubang
bukaan untuk proses penambangan dan infrastruktur pendukung kegiatan produksi.
Penerapan metode penambangan ini dimulai dengan aktivitas persiapan
penambangan (development), yaitu membuka terowongan pada beberapa permuka
kerja yang berhubungan dengan lombong (stope), baik bagian atas maupun bagian
bawah blok penambangan yang ditentukan. Jalan masuk ke dalam tubuh bijih Big
Gossan dibuat melalui tiga lokasi utama, yaitu Amole (level 3020), Kasuang (level
2860), dan AB Adit (level 2510). Layout tambang bawah tanah Big Gossan dapat
dilihat pada gambar 2.8.
Tahapan produksi pada dasarnya berlangsung di dalam stope (primer dan sekunder).
Setiap stope berukuran panjang 40 meter atau 20 meter (tergantung kondisi batuan),
lebar 15 meter, dan tinggi 20 meter atau 40 meter. Pekerjaan pengeboran dan
peledakan batuan bijih dilakukan dibagian atas stope (gambar 2.9). Hasil produksi
tambang yang berupa bongkahan batuan hasil peledakan diambil dari bagian bawah
stope dan dimuat dengan alat muat untuk dibawa ke sistem pengangkutan bijih.
Selanjutnya bijih diangkut ke permuka kerja paling atas melalui shaft untuk
kemudian diangkut ke tempat penampungan bijih dengan menggunakan system ban
berjalan.
16
Gambar 2.8
Layout Tambang Bawah Tanah Big Gossan11)
17
Gambar 2.9
Tahapan Produksi Pada Stope
Segera setelah stope ditambang, rongga bekas tambang diisi kembali dengan
pasta semen. Hal ini bertujuan untuk menjaga kondisi stope agar tetap aman dan
stabil sehingga memungkinkan dilakukannya pengambilan seluruh tubuh bijih. Pasta
yang diisikan dalam stope merupakan campuran pasir sisa tambang (sirsat) dengan
semen dan abu terbang (fly ash). Campuran ini akan menghasilkan material pasta
untuk diisikan kedalam stope hingga penuh dan mampu memberikan kekuatan
penyanggaan maksimum sehingga batuan batuan bijih pada stope disebelahnya aman
untuk ditambang. Pasta dialirkan ke dalam stope melalui sejumlah lubang bor dan
pipa.
18
BAB III
DASAR TEORI
Overbreak
adalah
terjadinya
proses
peledakan
Gambar 3.2
Dilusi pada Stope 7)
19
3.1
dalam batuan homogen. Sifat mekanis dalam batuan yang homogen akan berbeda
dari batuan yang mempunyai rekahanrekahan dan heterogen seperti yang dijumpai
dalam pekerjaan peledakan.
Proses pecahnya batuan akibat dari peledakan dibagi dalam tiga tingkatan
yaitu dynamic loading, quasi-static loading, dan release of loading (lihat gambar
3.1).
1) Proses pemecahan tingkat I (dynamic loading)
Pada saat bahan peledak meledak, tekanan tinggi menghancurkan batuan di
daerah sekitar lubang ledak. Gelombang kejut yang meninggalkan lubang ledak
merambat dengan kecepatan 3000 5000 m/det, akan mengakibatkan tegangan
tangensial yang menimbulkan rekahan yang menjalar dari daerah lubang ledak.
Rekah pertama menjalar terjadi dalam waktu 1 2 ms.
2) Proses pemecahan tingkat II (quasi-static loading)
Tekanan sehubungan dengan gelombang kejut yang meningkatkan lubang ledak
pada proses pemecahan tingkat I adalah positif. Apabila mencapai bidang bebas
akan dipantulkan, tekanan akan turun dengan cepat, kemudian berubah menjadi
negatif dan timbul gelombang tarik. Gelombang tarik ini merambat kembali di
dalam batuan. Oleh karena batuan lebih kecil ketahanannya terhadap tarikan
daripada tekanan, maka akan terjadi rekahan rekahan primer disebabkan
karena tegangan tarik dari gelombang yang dipantulkan. Dalam proses
pemecahan tingkat I dan tingkat II fungsi dari gelombang kejut adalah
menyiapkan batuan dengan sejumlah rekahan rekahan kecil. Secara teoritis
energi gelombang kejut jumlahnya antara 5 15 % dari energi total bahan
peledak. Jadi gelombang kejut menyediakan kesiapan dasar untuk proses
pemecahan tingkat akhir.
3) Proses pemecahan tingkat III (release of loading)
Di bawah pengaruh takanan yang sangat tinggi dari gasgas hasil peledakan
maka rekahan radial primer (tingkat II) akan diperlebar secara cepat oleh
kombinasi efek dari tegangan tarik disebabkan kompresi radial dan pembajian
(pneumatic wedging). Apabila massa batuan di depan lubang ledak gagal dalam
20
menyebabkan tegangan tarik tinggi dalam massa batuan yang akan melanjutkan
pemecahan hasil yang telah terjadi pada proses pemecahan tingkat II. Rekahan
hasil dalam pemecahan tingkat II menyebabkan bidang bidang lemah untuk
memulai reaksi reaksi fragmentasi utama pada proses peledakan.
BidangBebas
Retakandisekitarlubangledak
Energiledakanmenghancurkan
batuandisekitarlubangtembak
Energiledakanditeruskankesegalaarah
BidangBebas
BidangBebas
Lubangtembak
Batasbidangbebas
Gambar 3.2
Proses pecahnya batuan akibat peledakan 1)
21
3.2
Dilusi
Dilusi adalah tercampurnya batuan pengotor (waste)
dapat mengurangi kadar dari bijih tesebut. Terjadinya dilusi dapat menambah biaya
produksi baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu memahami dan
mengontrol dilusi sangatlah penting mengurangi biaya produksi tambang.
Scoble and Moss (1994) mendefinisikan dilusi menjadi dua jenis, yaitu dilusi
terencana dan dilusi tidak terencana dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Dilusi terencana adalah material bukan bijih (memiliki kadar dibawah Cut off
Grade) yang berada di dalam batas penambangan stope. Dilusi ini dapat di kontrol
dengan mengoptimalkan metode tambang dan desain tambang.
2. Dilusi tidak terencana adalah material bukan bijih yang berasal dari batuan dan
bijih yang memiliki kadar dibawah Cut off Grade dan berada di luar batasan stope
yang tercampur karena adanya proses peledakan yang berlebihan (overbreak) dan
runtuhnya dinding stope yang kurang stabil.
Faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya dilusi antara lain :
1. Kualitas massa batuan yang terdiri dari jenis batuan, kekuatan batuan, densitas
batuan, rock joint orientation dan bedding and foliation.
2. Geometri stope yang terdiri dari dimensi, bentuk dan kemiringan stope.
3. Kondisi tekanan batuan.
4. Performasi peledakan, yang terdiri dari desain peledakan, akurasi pemboran,
pengisian bahan peledak, waktu peledakan dan konrol terhadap dinding tambang.
3.3
3.3.1
Pemboran
Peledakan terowongan diperlukan cut untuk membuat bidang bebas atau free
face yang dalam pelaksanaannya, peledakan pada area cut dilakukan lebih dahulu.
Berbagai macam bentuk cut yang dipergunakan untuk membuat terowongan
diantaranya adalah : parallel hole cut yang merupakan pengembangan dari burn cut
dimana cut hole tersebut di buat tegak lurus terhadap permukaan terowongan, v-cut
adalah cut hole yang ujung ujung lubang bor saling bertemu tapi tidak pada satu
22
titik, fan cut adalah cut hole yang berbentuk kipas dan ring drilling adalah cut hole
yang dibuat melingkar seperti cincin (lihat gambar 3.3)
Gambar 3. 3
Gambar Pola Pemboran pada pembuatan stoping 4)
3.3.2 Peledakan Bawah Tanah
Peledakan terowongan diperlukan cut untuk membuat bidang bebas atau free
face yang dalam pelaksanaannya, peledakan pada area cut dilakukan lebih dahulu.
Setelah bukaan cut terbentuk, maka peledakan diikuti dengan lubang stoping yang
mengarah ke cut yang di ikuti dengan ledakan pada lubang atap (roof holes atau back
holes), lubang dinding (rib holes atau wall holes) dan lubang lantai (lifter holes)
(lihat gambar 3.4)
23
Gambar 3.4
Penamaan Lubang Ledak Pada Peledakan terowongan 6)
3.4
(3.1)
Keterangan :
y
= waktu
= Amplitudo
24
=2pf
menyelesaikan
gelombang, (T = 1/f).
F
Gambar 3.5
Pergerakan Gelombang dan Paramater Gelombang 6)
Panjang
njang gelombang L adalah jarak dari satu puncak gelombang ke puncak
gelombang lain atau jarak dari satu lembah gelombang ke lembah gelombang lainnya
yang di ukur dengan satuan meter dan ini sama dengan hasil perkalian antara
periode gelombang T dengan kecepatan
k
V, dirumuskan dengan :
L=V.T
(3.2)
Keterangan :
L
= panjang gelombang, mm
= kecepatan, mm/s
= waktu, s
Beberapa tipe dari bentuk gelombang teridentifikasi dari rekaman seismik (lihat
gambar 3.6).
). Berdasarkan sifatnya, gelombang dibagi menjadi 2 kelompok dasar,
yaitu :
1.
Body waves
Gelombang yang dihantarkan melalui massa batuan disebut dengan badan
b.
2.
Surfaces waves
Adalah gelombang yang dihantarkan melalui permukaan tanah, terbagi menjadi :
a.
Rayleigh (R-waves)
es)
b.
Q-waves
c.
Coupled wave
Gambar 3.6
Tipe gelombang 6)
3.4.2 Parameter Getaran
Parameter getaran adalah hal penting yang digunakan untuk menggambarkan
karakter dari pergerakan tanah. Parameter - paramater tersebut adalah :
1.
Perpindahan (displacement
displacement)) adalah jarak dari pergerakan partikel batuan posisi
sebelumnya,diukur
diukur dengan satuan milimeter.
2.
Kecepatan (velocity
velocity)) adalah besarnya kecepatan dari pergerakan partikel batuan
ketika bergerak dari posisi ssebelumnya, mempunya satuan mm/s.
3.
4.
Frekuensi
rekuensi adalah jumlah getaran yang terjadi dal
dalam
m satu detik, satuannya Hertz.
Hertz
3.5
d
PV = 714.4
1.6
(3.3)
Keterangan :
PV
d
PV = 1143
1.6
(3.4)
Keterangan :
PV
d
w
(3.5)
Keterangan :
SD
= Scaled Distance
27
Tabel 3.1
Klasifikasi Kerusakan Menurut USBM
PPV (mm.sec)
<50
Tidakadakerusakan
50-100
Plastercracking/kerusakanstrukturdinding
100-175
KerusakanMinor
>175
Kerusakanmayor
Acuan kerusakan pada alat dan struktur bangunan menurut Bauer dan Calder
(1977) dapat dilihat pada tabel 3.2.
Tabel 3.2
Klasifikasi Kerusakan Menurut Bauer dan Calder (1977)
Typeofstructure
Typeofdamage
Particlevelocityatwhichdamagestarts(mm/s)
Rigidlymountedmercuryswitches
Tripout
12.5
Houses
Plastercracking
50
Concreteblockinnewhouse
Craksinblock
200
Caseddrillholes
Horisontaloffset
375
Mechanicalequipmentpumps,
compressor
Shaftmisalligned
1000
Prefabricatedmetalbuildingon
concretepads
Crakedpads,bulding
twistedanddistorted
1500
28
Gambar 3.7
Alat CMS pada stope survey 5)
Gambar 3.8
Hasil survey CMS 5)
3.6 Metode Pola Dilusi Empirik
Clark (1998)) mengembangkan metode baru untuk dilution design dalam bentuk
modifikasi dari stability graph guna memperkirakan dilusi yang terjadi pada stope
yang disebut dengan ELOS ((Equivalent Liner Over Break/Slough).
Dalam memperkirakan besar dilusi yang terjadi digunakan tiga kurva sejajar
yang berdekatan untuk mengukur besarnya dilusi dalam satuan meter. Ada empat
zona yang membatasi yaitu : ELOS 0.5 m, 0.5 < ELOS 1.0 m, 1.0 m < ELOS
2.0 m dan ELOS > 2.0 m
m.
N=QxAxBxC
(3.6)
Keterangan :
N
= stress factor
dan C.
Jn Ja SRF
(3.7)
Keterangan :
RQD = rock Quality Design
Jn
Jr
Ja
Jw
SRF
Gambar 3.9
Grafik Stress factor (Faktor A) 2)
30
Nilai faktor A dapat juga dihitung dengan menggunakan persamaan di bawah ini :
A = 0,1125 x c 0,125
i
(3.8)
Keterangan :
Gambar 3.10
Grafik Joint Orientation Factor (Faktor B) 2)
Nilai faktor C dihitung dengan menggunakan persamaan di bawah ini :
C = 8 6 cos
(3.9)
Keterangan :
31
Gambar 3.11
Grafik Gravity Adjusment factor (Faktor C) 2)
Nilai kedua yang digunakan untuk mendapat kondisi stope berdasarkan grafik
ELOS adalah nilai HR (hydraulic radius). HR (hydraulic radius) disebut juga
dengan shape factor atau radius factor. Nilai HR dapat dihitung dengan membagi
luas stope dengan kelilingnya seperti yang terdapat pada persamaan 3.11.
HR = Area of Stope / Perimeter Of Stope
HxW
HR =
2 H + 2W
(3.10)
Keterangan :
HR
= hydraulic radius
Sebagai contoh, jika hanging wall stope memiliki nilai N = 18 dan HR = 11 (DF =
1,3 m), dan besarnya nilai dilusi aktual di lapangan adalah 1,6 m, maka besarnya
DPE = 1,6 1,3 = 0,3 m.
Gambar 3.12
ELOS Dilution Design Graph (Clark,1998)
33
BAB IV
HASIL PENELITIAN
pemboran
dan
peledakan
ring
drilling
digunakan
untuk
menghubungkan level 3060 dan level 3020. Hasil produksi tambang yang berupa
bongkahan batu mengandung bijih tembaga hasil peledakan ditimbun di bagian
bawah stope yaitu di stope 4 level 3020 kemudian dimuat dengan alat muat untuk
dibawa ke sistem pengangkutan bijih.
4.1
yaitu di tambang bawah tanah Big Gossan. Deposit Big Gossan terletak pada daerah
kontak antara Formasi Ekmai Cretaceus (Unit Kkel dan Kkeh dari Grup
Kembelangan) dan Formasi Waripi Tersier (Tw) dari Grup New Guinea Limestone.
Lokasi penelitian dan pengambilan data dilakukan di stope 38 level 3060 dan stope 4
level 3020 serta stope 39 level 3060.
4.2
perlu diperhatikan meliputi sifat fisik dan sifat mekanik. Sifat fisik dan mekanik dari
batuan yang dibongkar akan mempengaruhi rancangan peledakan yang diterapkan.
4.2.1 Sifat Fisik
Adapun jenis batuan berdasarkan data yang diperoleh dari Departemen
Geologi adalah Limestone dan teralterasi dengan hornfels . dengan sifat fisik antara
lain :
1. Density sebesar 2,84 T/m3
34
Dimensi stope
Dimensi stope pada daerah penambangan Big Gossan memiliki tinggi 40
meter, lebar stope 15 meter dengan panjang stope maksimal 20 meter. Pada saat
penelitian ini panjang stope baru mencapai 5 meter.
4.4
Pengambilan Data
Pengambilan data meliputi data geometri peledakan dan jumlah bahan
peledak yang digunakan, data pengukuran struktur bidang lemah, data pengukuran
getaran akibat peledakan (ground vibration), data pemantauan pergerakan massa
batuan berupa data ekstensometer dan pengukuran lebar lubang bukaan serta data
survey CMS.
4.4.1 Kegiatan Pemboran dan Peledakan
Kegiatan pembuatan lubang ledak pada trial stope 38 level 3060 dan stope 4
level 3020 dengan menggunakan mesin bor jenis Solo Drill 7-15C buatan Sandvik.
Mata bor (bit) yang digunakan sebesar 3,5 inch dengan kedalaman pemboran
mencapai 54 meter dan pola pemboran yang digunakan adalah ring drilling (lihat
gambar 4.1).
Hasil dari peledakan
35
Level3060
Level3020
Gambar 4.1
Pola pemboran ring drilling pada level 3060 dan level 3020
4.4.2 Geometri Peledakan
Peledakan pada stope bertujuan untuk mengambil ore dengan metode sub
level stoping yang menghubungkan antara trial stope 38 level 3060 dengan stope 4
level 3020, sehingga ore hasil peledakan akan ditimbun dan diangkut dari stope 4
level 3020. Bahan peledak yang digunakan adalah ANFO (Ammonium Nitrat and
Fuel Oil) dengan perbandingan berat 94,5 % Ammonium Nitrat dan 5,5 % Fuel Oil.
Dengan bahan penguat ledak (primer) adalah PENTEX POWERPLUS P. Data
geometri peledakan pada pembuatan stope dapat dilihat pada tabel 4.1 dan tabel 4.2.
Tabel 4.1
Data Geometri Peledakan Pada tanggal 4 September 2008
Lubang
Ledak
1
Kedalaman Lubang
Bor (m)
5.19
Stemming
(m)
1.19
7.93
1.93
13.72
2.72
24.37
1.37
23.79
8.34
23.48
8.48
23.37
1.37
36
Panjang
isian (m)
4
6
11
23
15.45
15
22
Jumlah Bahan
Peledak (kg)
20.59
30.89
56.63
118.40
72.07
77.22
113.25
Kedalaman Lubang
Bor (m)
23.48
23.79
Stemming
(m)
9.48
3.79
10
24.34
8.34
11
14.01
1.01
12
7.98
1.98
13
5.38
1.38
14
1.45
0.45
15
4.32
1.50
16
4.20
1.50
17
4.35
1.50
18
5.23
1.50
19
8.53
1.50
20
11.23
1.50
21
10.57
2.57
22
10.33
1.50
23
10.26
2.26
24
10.68
1.50
25
11.38
1.50
26
8.68
1.50
27
5.48
1.50
28
4.44
1.50
29
4.24
1.50
30
4.43
1.50
31
1.73
0.73
Total
342.37
79.84
Panjang
isian (m)
14
20
Jumlah Bahan
Peledak (kg)
72.07
102.96
82.37
16
66.92
13
30.89
20.59
5.15
14.54
2.82
13.90
2.7
14.65
2.85
19.19
3.73
36.21
7.03
50.10
9.73
41.18
45.46
8.83
41.18
47.23
9.18
50.87
9.88
36.96
7.18
20.51
3.98
15.13
2.94
14.10
2.74
15.09
2.93
1
262.53
5.15
1351.47
Tabel 4.2
Data Geometri Peledakan Pada tanggal 26 September 2008
Lubang
Ledak
1
Kedalaman Lubang
Bor (m)
5.12
Stemming
(m)
1.12
8.02
1.02
37
Panjang
isian (m)
4
7
Jumlah Bahan
Peledak (kg)
20.59
36.04
Kedalaman Lubang
bor (m)
14.01
Stemming
(m)
3.01
4
5
24.30
23.70
2.30
8.70
23.38
8.38
23.28
1.28
23.4
10.40
23.75
3.75
10
24.30
9.30
11
14.23
1.23
12
8.20
1.20
13
5.51
1.51
14
1.73
0.73
15
4.36
1.36
16
4.17
1.50
17
4.57
1.50
18
5.56
1.50
19
8.18
1.18
20
11.55
1.50
21
10.94
1.94
22
10.64
1.64
23
10.70
2.70
24
11.02
1.50
25
11.56
1.56
26
8.62
1.62
27
6.32
1.32
28
5.11
1.11
29
4.66
1.66
30
4.71
1.71
31
1.70
0.70
Total
347.28
79.92
38
Panjang
Isian (m)
11
22
15
15
22
13
20
15
13
7
4
1
3
2.67
3.07
4.06
7
10.05
9
9
8
9.52
10
7
5
4
3
3
1
267.16
Jumlah Bahan
Peledak (kg)
56.63
113.25
77.22
77.22
113.25
66.92
102.96
77.22
66.92
36.04
20.59
5.15
15.44
13.75
15.80
20.90
36.04
51.71
46.33
46.33
41.18
49.00
51.48
36.04
25.74
20.59
15.44
15.44
4.11
1375.33
Lintasan
(meter)
(dip/dip direction)
42.0985 / 357.621
0 - 20
36.2725 / 64.6026
49.619 / 347.095
20 - 45
55 / 56
50.9108 / 342.263
0 - 20
71.2076 / 210.326
41.3687 / 219.829
20 - 45
Gambar 4.2
Blastmont
b
Gambar 4.3
a. Posisi geophone pada level 3060
b. Posisi geophone pada level 3020
Grafik hasil pemantauan ini dapat menunjukkan tipe getaran yang timbul
akibat peledakan atau getaran karena hal lain seperti getaran karena alat angkut muat
yang berjalan serta getaran karena
40
Amplitudo (mm)
4Sep08_160741
PPV : 0.3532474 mm/s
Time (s)
Gambar 4.4
Hasil perekaman data blastmont stope 38 level 3060 saat peledakan
Pada saat peledakan pada tanggal 4 september 2008 pada pukul 16.07 tercatat
pada grafik nilai PPV sebesar : 0.3532474 mm/s (lihat gambar 4.4). Sedangkan
beberapa menit setelah peledakan timbul getaran dengan nilai PPV sebesar 187.76
mm/s yang diindikasikan adanya pergerakan dari struktur batuan akibat peledakan
dapat dilihat dari bentuk gelombang yang ditimbulkan (lihat gambar 4.5) sehingga
adanya lonjakan yang cukup signifikan yang terekam oleh blastmont.
Amplitudo (mm)
4Sep08_165045
PPV : 187.76064 mm/s
time (s)
Gambar 4.5
Hasil perekaman data blastmont stope 38 level 3060 setelah peledakan
4.4.6 Pemantauan Overbreak dengan CMS
Pengamatan langsung dan data dari hasil survey CMS (Cavity Monitoring
System) akan sangat berguna memberikan informasi kerusakan akibat peledakan
pada dinding stope dengan melakukan observasi dan pengukuran profil dari dinding
41
stope dengan menggunakan alat CMS. Data hasil CMS berupa data string yang
kemudian di konversikan ke program Autocad untuk dapat melihat hasilnya.
Ukuran lebar stope yang diinginkan sebesar 15 meter, dari hasil survey CMS
di dapat nilai aktual overbreak adalah sebagai berikut (lihat gambar 4.11)
a. dilusi aktual pada Side Wall Left
: 1,53 meter
: 1,75 meter
Gambar 4.11
Hasil Survey CMS Pada Stope
42
BAB V
PEMBAHASAN
2.
3.
5.1
partikelnya terekam sebesar 187,76 mm/s (lihat gambar 5.1) yang memicu terjadinya
runtuhan dari batuan yang sudah tidak kompak dan mengakibatkan terjadinya dilusi.
43
Gambar 5.1
Gambar 5.1
200.0000
180.0000
160.0000
140.0000
120.0000
100.0000
80.0000
60.0000
40.0000
20.0000
0.0000
level3020
16:51:29
16:51:31
19:22:01
19:22:03
19:22:21
19:22:23
19:30:00
19:30:21
19:30:23
20:55:09
21:55:03
21:55:14
21:55:16
21:59:58
22:00:00
22:00:04
22:00:19
22:00:21
12:00:37
22:01:04
22:01:45
waktu
Gambar 5.2
Grafik
fik Blast monitoring I level 302
3020 PPV vs TIME
Hasil rekam getaran pada level 3020 yang merupakan level tempat
ditimbunnya hasil peledakan menunjukkan terjadi getaran yang kontinyu setelah
terjadi lonjakan PPV di level 3060 (lihat gambar 5.2). Pada
ada dinding stope level
44
3060 terjadi runtuhnya batuan yang kemudian jatuh ke level 3020 sehingga
menimbulkan getaran yang direkam oleh blastmont yang ada di level 3020.
Berdasarkan hasil survey CMS diketahui telah terjadi dilusi pada dinding
stope 38 level 3060. Runtuhan akibat peledakan yang kemudian menimbulkan dilusi
pada dinding stope jatuh dan terekam secara kontinyu di level 3020 oleh blastmont .
1.6
Keterangan :
PV
mm/s tidak menimbulkan kerusakan, maka nilai tersebut merupakan batas maksimal
dari PPV untuk menghindari terjadinya kerusakan berdasarkan USBM.
Nilai PPV yang digunakan sebagai acuan adalah berdasarkan USBM yaitu 50
mm/s. Nilai jarak terukurnya dapat dihitung :
d
PV = 714.4
1.6
50 = 714.4(SD)-1.6
SD = 5,3 m/kg0.5
Nilai jarak terukur (SD) dari PPV : 50 mm/s adalah 5,3 m/kg0.5, dan untuk
meningkatkan faktor keamanan nilai jarak terukur tersebut dinaikkan menjadi 6
m/kg0.5. Membandingkan nilai jarak terukur dari kegiatan peledakan dengan jarak
45
terukur yang menjadi acuan dengan tujuan untuk memperkirakan jarak aman agar
terhindar dari kerusakan akibat getaran yang ditimbulkan dari peledakan.
Pada peledakan tanggal 4 Sep
September
er 2008 di stope 38 level 3060 dengan
jumlah bahan peledak sebesar 675,735 kg,
kg, berdasarkan rumus 3.4 dapat dihitung
nilai jarak terukur serta kecepatan partikel dengan jarak titik ledak dan titik
perekaman yang berbeda seperti tampak pada tabel 5.1.
Tabel 5.1
Data Peledakan tanggal 4 September 2008
No
1
2
3
4
5
Jarak (d)
meter
100
150
200
250
300
SD
(m/kg0.5)
3.845
5.77
7.69
9.62
11.54
PPV(mm/s)
(mm/s)
82.74897
43.25303
27.29698
19.10111
14.26818
Gambar 5.3
101,7 dan nilai R2 = 0,8475 yang disebut koefisien determinasi yaitu nilai statistik
yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan pengaruh antara dua
variabel. Koefisien determinasi sebesar 84,75% menunjukkan bahwa perubahan nilai
PPV adalah 84,75% dipengaruhi oleh jarak terukur (Scaled Distance). Koefisien
korelasi digunakan untuk mengetahui bagaimana keeratan hubungan antara suatu
variabel dengan variabel lain. Nilai koefisien korelasi (R) merupakan akar kuadrat
dari koefisien determinasi. Besar koefisien korelasi (R) dari grafik diatas adalah 0,92
yang termasuk dalam kategori Strong positive correlation. Semakin tinggi nilai
koefisien korelasi antara dua buah variabel (semakin mendekati 1), maka tingkat
keeratan hubungan antara dua variabel tersebut semakin tinggi.
Dari tabel 5.1 terlihat bahwa nilai jarak terukur (SD) dan PPV dari kegiatan
peledakan bervariasi dengan jarak titik ukur yang berbeda. Jarak titik ukur kurang
dari 200 m dari titik peledakan dengan nilai jarak terukur lebih kecil dari 6 m/kg0.5
dan dengan nilai PPV lebih besar dari 50 mm/s diperkirakan tidak aman karena akan
terkena efek getaran akibat peledakan. Jarak minimal 200 m dari titik peledakan
merupakan jarak aman bagi struktur bangunan, sehingga bila akan dibuat di sekitar
titik peledakan maka harus sejauh minimal 200 m.
Pada peledakan tanggal 26 September 2008 di stope 38 level 3060 dengan
jumlah bahan peledak sebesar 864.85kg berdasarkan rumus 3.4 dapat dihitung nilai
jarak terukur serta kecepatan partikel dengan jarak titik ledak dan titik perekaman
yang berbeda seperti tampak pada tabel 5.2.
Tabel 5.2
Data Peledakan tanggal 26 September 2008
No
Jarak (d)
meter
Berat bahan
peledak (W) Kg
SD
(m/kg0.5)
PPV (mm/s)
100
864.850
3.40
100.8078
150
864.850
5.10
52.69241
200
864.850
6.80
33.25417
250
864.850
8.50
23.26966
300
864.850
10.20
17.38201
digambarkan pada suatu grafik. Untuk peledakan pada tanggal 26 September 2008
dapat dilihat hubungan Scaled Distance vs PPV pada gambar 5.4.
47
Gambar 5.4
Grafik PPV/Scaled Distance pada peledakan di level 3060
pada tanggal 26 September 2008
Hasil analisis regresi men
menunjukan
unjukan bahwa data hasil pengukuran membentuk
suatu garis lurus yang disebut envelope line dengan persamaan garis y = -11,544x +
123,99 dan nilai R2 = 0,8475 yang di
disebut koefisien determinasi yaitu nilai statistik
yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan pengaruh antara dua
variabel. Koefisien determinasi sebesar 84,75% menunjukkan bahwa perubahan pada
nilai PPV adalah 84,75% dipengaruhi oleh jarak terukur (Scaled Distance). Koefisien
koefisien korelasi antara dua buah variabel (semakin mendekati 1), maka tingkat
keeratan hubungan antara dua variabel tersebut
terseb semakin tinggi.
Dari tabel 5.2 terlihat bahwa nilai jarak terukur (SD) dan PPV dari kegiatan
peledakan bervariasi dengan jarak titik ukur yang berbeda. Jarak titik ukur kurang
dari 200 m dari titik peledakan dengan nilai jarak terukur lebih kecil dari 6 m/kg0.5
dan dengan nilai PPV lebih besar dari 50 mm/s diperkirakan tidak aman karena akan
48
terkena efek getaran akibat peledakan. Jarak minimal 200 m dari titik peledakan
merupakan jarak aman bagi struktur bangunan, sehingga bila akan dibuat di sekitar
titik peledakan maka harus sejauh minimal 200 m.
5.2
memplot nilai Stability Number (N) dan nilai jari-jari hidrolik (HR) dari dinding
stope. Perhitungan N didapat dari faktor Q (modified tunneling quality index /
klasifikasi sistem Q), faktor A (stress factor), faktor B (joint orientation factor) dan
faktor C (gravity adjustment factor).
Q merupakan salah satu faktor yang digunakan untuk perhitungan N.
Berdasarkan keadaan geologi di Big Gossan, didapat nilai dari parameter pengukuran
faktor Q seperti terlihat pada tabel 5.4.
Tabel 5.4
Parameter Pengukuran Faktor Q
Nilai
Side Wall
Side wall
Right
Left
Parameter
Kondisi Geologi
RQD
70 % - 75 %
Jn
Jr
iregullar plannar
1.5
1.5
Ja
slightly
75
75
Jw
no water
SRF
medium stress
RQD Jr Jw
Q=
x x
Jn Ja SRF
75 1.5 1
Q = x x
6 2 1
Q = 9,375
Parameter perhitungan faktor A yang didapat di lapangan penelitian adalah sebagai
berikut :
= 95 MPa
49
kemudian parameter tersebut diplot pada grafik stress factor seperti pada gambar 5.5
atau dihitung dengan persamaan 3.9.
A = 0,1125 x c 0,125
i
95
A = 0,1125 x 0,125
36
A = 0,17875
Gambar 5.5
Nilai Faktor A pada stope
Faktor B (joint orientation factor) didapat dari hasil plot pada grafik joint
orientation factor sudut yang terbentuk antara face dan joint. pada sisi kanan stope
(SWR) sudut yang terbentuk sebesar 38 sehingga nilai faktor B yang didapat yaitu
0.35 dan pada sisi kiri stope (SWL) sudut yang terbentuk adalah 30 sehingga nilai
faktor B adalah 0.2 seperti pada gambar 5.6.
Gambar 5.6
Nilai Faktor B pada stope
50
Faktor C (gravity adjustment factor) didapat dari hasil plot pada grafik faktor
C. atau dihitung dengan rumus 3.10. Kemiringan pada permukaan stope Big gossan
adalah 90, sehingga perhitungan faktor C adalah sebagai berikut :
C = 8 6 cos
C = 8 6 cos 90
C=8
Berdasarkan faktor faktor tersebut, maka nilai N dapat dihitung berdasarkan rumus
3.7 yaitu :
Nilai N pada sisi kanan stope ( side wall right) adalah :
N=QxAxBxC
N = 9,375 x 0,18 x 0,35 x 8
N = 4,725
Nilai N pada sisi kiri stope ( side wall left) adalah :
N=QxAxBxC
N = 9,375 x 0,18 x 0,2 x 8
N = 2,7
Nilai HR pada SWR dan SWL dapat dihitung dengan rumus 3.11 yaitu :
HR = Luas Stope / Keliling Stope
HR = (p x l)/(2(p+l))
HR = (40 x 20)/(2(40+20))
HR = 800/120
HR = 6,67
Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 5.5.
Tabel 5.5
Parameter perhitungan Nilai N
Parameter
SideWallRight
SidewallLeft
Q'
9.375
9.375
0.18
0.18
0.35
0.2
N'
4.725
2.7
HR
6,67
6,67
51
Dalam memperkirakan besar dilusi yang terjadi digunakan tiga kurva sejajar
yang berdekatan untuk mengukur besarnya dilusi dalam satuan meter. Ada empat
zona yang membatasi yaitu : ELOS 0.5 m, 0.5 < ELOS 1.0 m, 1.0 m < ELOS
2.0 m dan ELOS > 2.0 m. Dalam memperkirakan faktor dilusi dengan menggunakan
grafik ELOS dengan cara memplot nilai Stability Number (N) dan nilai jari-jari
hidrolik (lihat tabel 5.8) dari dinding stope seperti yang terlihat pada gambar 5.7.
SWR = 1,8 m
SWL = 1,4 m
Gambar 5.7
Penentuan DF pada grafik ELOS
Dari grafik didapat nilai faktor dilusi (DF) pada sisi stope sebelah kanan
(SWR) adalah sebesar 1,8 meter dan nilai DF pada stope sebelah kiri (SWL) sebesar
1,4 meter. Berdasarkan grafik ELOS diketahui pengaruh dari peledakan pada trial
stope 38 level 3060, di sisi kanan dengan nilai dilusi 1,8 meter dapat menyebabkan
keruntuhan pada dinding stope.
Prediksi kesalahan dilusi ( Dilution Prediction Error = DPE) adalah besarnya
selisih antara nilai aktual ELOS di lapangan yang diukur dengan menggunakan CMS
dengan nilai ELOS hasil perkiraan (DF). Nilai DPE dapat dilihat pada tabel 5.6.
52
Tabel 5.6
Prediksi Kesalahan Dilusi (DPE)
Faktor Dilusi
(m)
1.8
1.4
SWR
SWL
Dilusi Aktual
berdasarkan CMS (m)
1.75
1.53
Dilution Prediction
error (m)
0.05
0.13
Dari tabel 5.9 dapat dilihat bahwa besar dilusi aktual tidak berbeda jauh
dengan besar dilusi dari perkiraan dengan grafik, sehingga penggunaan grafik ELOS
dapat dipakai sebagai salah satu pertimbangan dalam membuat stope.
Persen dilusi yang terjadi berdasarkan grafik adalah sebagai berikut :
% dilusi ELOS
% dilusi ELOS
151,81,4 15
15
100%
18,2 15
x100%
15
= 21,33 %
Jumlah tonase stope ideal adalah sebagai berikut :
Volume stope = p x l x t
= 5 x 15 x 40
= 300 m3
Tonase stope = volume stope x densitas
= 300 m3 x 2,84 T/m3
= 852 ton
Jumlah tonase stope berdasarkan hasil grafik ELOS adalah sebagai berikut :
Volume stope = Volume ideal + Volume % dilusi
= 300 m3 + (21,33 % x 300m3)
= 300 m3 + 63,99 m3
= 363,99 m3
Tonase stope = Volume x densitas
= 363,99 m3 x 2,84 T/m3
= 1.033,7316 ton
tonase dilusi = 1.038,2472 ton 852 ton
= 181,7316 ton
53
5.3
% dilusi CMS
151.751.53 15
15
100%
18,28 15
x100%
15
= 21,86 %
Jumlah tonase stope ideal adalah sebagai berikut :
Volume stope = p x l x t
= 5 x 15 x 40
= 300 m3
Tonase stope = volume stope x densitas
= 300 m3 x 2,84 T/m3
= 852 ton
Jumlah tonase stope aktual adalah sebagai berikut :
Volume stope aktual = Volume ideal + Volume % dilusi
= 300 m3 + (21,86 % x 300m3)
= 300 m3 + 65,58 m3
= 365,58 m3
Tonase aktual stope
= Volume x densitas
= 365,58 m3 x 2,84 T/m3
= 1.038,2472 ton
54
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan
Dari hasil penelitian di lapangan dan pembahasan masalah maka diperoleh
Kegiatan peledakan yang dilakukan pada trial stope 38 level 3060 memberi
efek getaran ( ground vibration) yang menyebabkan runtuhnya massa batuan
karena kondisi batuan yang sudah tidak kompak sehingga menyebabkan
dilusi pada stope.
2. a.
Besar dilusi yang terjadi berdasarkan grafik ELOS pada sisi kiri stope (SWL)
adalah 1, 4 m dan sisi kanan stope (SWR) adalah 1,8 m.
b.
Besar dilusi aktual dari hasil survey CMS pada sisi kiri stope (SWL) = 1,75
m dan di sisi kanan stope (SWR) = 1,53 m.
3. a.
b.
6.2
Saran
1.
55
DAFTAR PUSTAKA
56
LAMPIRAN A
LOKASI STOPE 4 LEVEL 3020
57
LAMPIRAN B
LOKASI STOPE 38 LEVEL 3060
58
LAMPIRAN C
60
16:07:41
16:07:45
16:26:13
16:30:36
16:30:40
16:32:00
16:32:04
16:32:08
16:42:20
16:42:24
16:50:45
16:50:49
3:19:10
5:25:16
5:25:20
5:25:24
5:30:55
5:30:59
5:31:03
5:39:04
5:39:08
5:39:12
5:47:36
5:47:42
5:47:46
5:51:46
5:51:50
9:52:37
9:52:41
9:52:47
9:52:51
9:52:56
PPV ( m/s )
LAMPIRAN D
200
150
100
50
-50
Time
61
PPV (m/s)
140
120
100
80
60
40
20
0
TIME
16:46:50
16:46:54
16:46:58
16:52:24
16:52:28
16:52:32
16:52:36
16:57:36
16:57:40
16:57:44
20:54:50
4:17:45
4:17:49
4:17:53
4:49:23
4:49:27
5:42:11
5:42:15
5:42:19
5:43:57
5:44:01
5:44:05
5:49:04
5:49:08
5:49:12
5:52:28
5:52:32
5:52:36
5:58:15
5:58:19
5:58:23
9:02:13
PPV (m/s)
35
30
25
20
15
10
TIME
63
LAMPIRAN E
Tabel E1
HASIL PENGAMATAN STRUKTUR BIDANG LEMAH
DI STOPE 4 LEVEL 3020
Kedudukan
Kedudukan
Lintasan
No
Strike (N...E)
Dip ()
0-20m
239
58
329
Lintasan
20-45
m
No
Strike (N...E)
Dip ()
200
47
290
254
52
344
196
52
286
246
47
336
202
37
292
248
62
338
126
40
216
264
42
354
132
29
222
250
47
340
130
44
220
258
27
348
120
33
210
270
27
360
134
39
224
296
50
26
146
55
236
10
303
42
33
10
106
43
196
11
305
47
35
11
112
55
202
12
310
48
40
12
128
38
218
13
294
58
24
13
131
46
221
14
258
58
348
14
126
54
216
15
28
52
118
15
118
58
208
16
34
58
124
16
258
77
348
17
178
78
268
17
203
39
293
18
218
87
308
18
188
48
278
19
228
72
318
19
173
50
263
20
213
57
303
20
171
43
261
21
198
76
288
21
169
40
259
22
196
38
286
22
165
55
255
23
194
47
284
23
171
51
261
24
190
49
280
24
113
69
203
25
196
42
286
25
119
70
209
26
120
39
210
26
117
55
207
27
126
54
216
27
107
59
197
28
124
50
214
28
121
73
211
29
114
68
204
29
133
79
223
30
128
69
218
30
93
76
183
31
140
54
230
31
99
65
189
32
100
58
190
32
115
86
205
64
LanjutanTabelE1
Lintasan
Kedudukan
Kedudukan
No
Strike(N...E)
Dip ()
Strike(N...E)
Dip ()
33
106
72
196
33
118
79
208
34
122
78
212
34
113
48
203
35
125
75
215
35
113
70
203
36
120
64
210
36
153
86
243
37
112
85
202
37
284
72
14
38
252
78
342
38
235
60
325
39
147
55
237
39
236
45
326
40
107
63
197
40
222
52
312
41
113
45
203
42
129
42
219
65
Tabel E2
HASIL PENGAMATAN STRUKTUR BIDANG LEMAH
DI STOPE 38 LEVEL 3060
Kedudukan
Lintasan
No
Strike (N...E)
Dip ()
Kedudukan
Lintasan
20-45m
0-20m
245
51
335
270
45
360
260
40
350
230
55
320
325
35
55
337
40
261
20
351
122
66
212
266
43
10
116
70
206
11
200
40
290
12
205
41
295
13
250
51
340
14
260
51
15
65
45
155
16
135
51
225
17
200
71
18
110
80
200
19
150
65
240
20
343
50
73
21
232
69
322
22
241
31
331
23
333
40
63
24
215
42
305
25
342
35
72
26
336
32
66
27
335
67
65
28
267
43
357
29
155
61
245
30
51
62
141
31
170
47
32
333
51
63
33
147
65
237
34
35
139
70
71
68
290
350
356
67
260
229
160
66
No
Strike (N...E)
Dip ()
246
49
336
261
54
351
253
49
343
255
42
345
320
51
50
257
46
347
265
35
355
340
41
70
263
57
353
10
310
45
40
11
312
57
42
12
331
40
61
13
331
48
61
14
265
56
355
15
35
64
125
16
337
70
67
17
345
56
75
18
335
57
65
19
335
73
65
20
190
73
280
21
355
67
85
22
353
70
83
23
262
56
352
24
327
78
57
25
173
61
263
26
205
77
295
27
200
43
290
28
119
65
209
29
160
81
250
30
193
67
283
31
160
55
250
32
195
65
285
33
201
86
291
34
117
47
207
35
220
85
310
LanjutanTabelE2
Lintasan
Kedudukan
Kedudukan
Strike (N...E)
Dip ()
36
173
57
263
37
210
78
300
38
275
40
365
39
338
66
68
40
352
59
82
41
349
61
79
42
351
78
81
43
355
71
85
67
Strike (N...E)
Dip ()
36
339
65
69
37
326
57
56
38
179
62
269
39
266
57
356
40
326
55
56
41
173
53
263
42
170
73
260
43
330
46
60
44
179
42
269
45
266
67
356
46
266
45
356
47
333
53
63
48
330
73
60
49
260
66
350
50
271
49
361
LAMPIRAN F
68
69
70
71
LAMPIRAN G
ROCK MASS CLASSIFICATION
72
73
74
LAMPIRAN H
TabelH1
HasilPemantauanGround Vibration
4September2008
Level 3060
Level 3020
Time
PPV
TIME
PPV
16:07:41 0.3532474 16:51:29 55.03595
16:07:45 0.44316494 16:51:31 6.583247
16:26:13 0.3532474 19:22:01 59.705235
16:30:36 0.46243298 19:22:03 8.831185
16:30:40 0.3917835 19:22:21 91.11857
16:32:00 0.5523505 19:22:23 181.20308
16:32:04 0.86063915 19:30:00 12.305856
16:32:08 0.56519586 19:30:21 9.601907
16:42:20 0.47527835 19:30:23 40.058258
16:42:24 0.46885568 20:55:09
9.24866
16:50:45 187.76064 21:55:03 30.74537
16:50:49 2.5498042 21:55:14 16.698969
3:19:10 0.43031958 21:55:16 16.51271
5:25:16
2.0231442 21:59:58 12.228784
5:25:20
1.907536
22:00:00 15.549309
5:25:24
1.7277011 22:00:04 13.738113
5:30:55
1.8754227 22:00:19 12.838938
5:30:59
4.662866
22:00:21 9.839546
5:31:03
2.5690722 12:00:37 18.388134
5:39:04
0.6936495 22:01:04 35.311897
5:39:08
0.8991752 22:01:45 3.095732
5:39:12
0.7771443
5:47:36
1.0468969
5:47:42 0.98267007
5:47:46
0.5523505
5:51:46 0.34682474
5:51:50 0.39820617
9:52:37
0.8927526
9:52:41
0.783567
9:52:47
1.1753505
9:52:51
1.2395773
9:52:56
6.9878764
75
26September2008
level3060
TIME
PPV
16:46:50 2.1580205
16:46:54 1.9011134
16:46:58 1.5350206
16:52:24 0.56519586
16:52:28 1.2331547
16:52:32 0.55877316
16:52:36 0.8863299
16:57:36 32.023483
16:57:40
5.645536
16:57:44 0.66795874
20:54:50 0.37251547
4:17:45
0.7064948
4:17:49
0.7257629
4:17:53 0.98909277
4:49:23 0.50096905
4:49:27 0.43674228
5:42:11
2.4534638
5:42:15
2.8259792
5:42:19
1.9011134
5:43:57
1.3102268
5:44:01
2.0745258
5:44:05
1.8304639
5:49:04
2.7810206
5:49:08
1.6955876
5:49:12
1.888268
5:52:28
3.172804
5:52:32
4.277505
5:52:36
2.2864742
5:58:15 0.79641235
5:58:19 0.70007217
5:58:23
0.8863299
9:02:13
7.129175
75
LAMPIRAN I
Hasil Pengukuran Tegangan In Situ di District Ertsberg
76