Anda di halaman 1dari 89

KAJIAN DAMPAK TEKNIS PELEDAKAN BAWAH TANAH

DI STOPE 38 LEVEL 3060 BIG GOSSAN MINE


PT FREEPORT INDONESIA
PROVINSI PAPUA

SKRIPSI

Oleh
AGUNG HARYO YUDANTO
NIM. 112.04.0230

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
YOGYAKARTA
2 0 11

KAJIAN DAMPAK TEKNIS PELEDAKAN BAWAH TANAH


DI STOPE 38 LEVEL 3060 BIG GOSSAN MINE
PT FREEPORT INDONESIA
PROVINSI PAPUA

SKRIPSI
Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Teknik dari Universitas Pembangunan
Nasional Veteran Yogyakarta

Oleh :

AGUNG HARYO YUDANTO


NIM. 112.04.0230

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
YOGYAKARTA
2 0 11

KAJIAN DAMPAK TEKNIS PELEDAKAN BAWAH TANAH


DI STOPE 38 LEVEL 3060 BIG GOSSAN MINE
PT FREEPORT INDONESIA
PROVINSI PAPUA

SKRIPSI

AGUNG HARYO YUDANTO

NIM. 112.04.0230/TA

Disetujui untuk Jurusan Teknik Pertambangan


Fakultas Teknologi Mineral, Universitas
Pembangunan Nasional Veteran
Yogyakarta
Tanggal ..

Pembimbing I

Ir. Bagus Wiyono, M.T

Pembimbing II

Ir. Suyono, M.S

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kalaulah kesusahan adalah hujan,


dan kesenangan adalah matahari.
Kita butuh keduanya untuk bisa melihat pelangi.

Karya ini Saya Persembahkan Teruntuk :


Ibu dan bapak tercinta

RINGKASAN

Kegiatan development yang dilakukan pada tambang Big Gossan meliputi


pembuatan drift baru, yaitu DED (Dedicated Exhaust Drift), pembuatan ramp incline
dan decline, pembuatan heading dan pembuatan raise untuk produksi. Produksi di
Tambang Big Gossanakan dimulai tahun 2009 dengan produksi puncaknya pada
tahun 2011 dan akan ditutup pada tahun 2028.
Kegiatan peledakan yang dilakukan pada trial stope 38 level 3060 dan stope 4
level 3020 adalah untuk mengambil bijih tembaga. Pola pengeboran yang digunakan
adalah ring drilling selanjutnya dilakukan peledakan pada kedua level kemudian
hasil peledakan akan ditimbun di stope 4 level 3020. Kegiatan peledakan dapat
memberikan dampak berupa timbulnya overbreak pada stoping yang dapat
menimbulkan dilusi terhadap bijih tembaga. Untuk itu diperlukan adanya kajian
untuk mengetahui dampak dari peledakan tersebut.
Dari pengukuran getaran peledakan di stope 38 level 3060 nilai PPV
mencapai 187,76 mm/s, yang memberi efek getar akibat peledakan pada massa
batuan yang kondisinya tidak kompak sehingga terjadi runtuhan yang terekam pada
blastmont. Berdasarkan metode jarak terukur (Scaled Distances) nilai jarak aman
apabila ingin dibuat suatu bangunan di dekat titik peledakan adalah minimal 200
meter agar tidak terkena dampak getaran akibat peledakan. Dilusi yang terjadi
berdasarkan grafik ELOS pada sisi kiri stope (SWL) adalah 1, 4 m dan sisi kanan
stope (SWR) adalah 1,8 m. Berdasarkan hasil survey CMS nilai dilusi yang terjadi
pada sisi kiri stope sebesar 1,53 meter dan pada sisi kanan 1,75 meter, sehingga
didapat besar nilai dilusi aktual pada stope dengan ketinggian stope 40 meter dan
lebar stope yang direncanakan 15 meter serta panjang stope 5 meter adalah
186,2472 ton.
Kegiatan peledakan yang dilakukan di trial stope 38 level 3060 memberikan
dampak berupa timbulnya overbreak yang menyebabkan dilusi. Pengurangan jumlah
bahan peledak perlu dilakukan untuk meminimalisir terjadinya dilusi.

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT sehingga atas rahmat dan
ridhoNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul Kajian
Teknis Peledakan Bawah Tanah Di Stope 38 Level 3060 Big Gossan Mine, PT
Freeport Indonesia Provinsi Papua
Maksud dari penyusunan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas
Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta.
Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di PT. Freeport
Indonesia pada tanggal 15 Juni sampai dengan 10 Nopember 2008 .
Dalam kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyakbanyaknya kepada :
1. Ir. Eman Widijanto, sebagaiu General Superintendent Big Gossan Underground
Geotech - Hydrologi PT. Freeport Indonesia.
2. Hendra Arbi, ST, sebagaiChefEngineer Underground Geotech -

Hydrologi dan

pembimbing lapangan Penulis.


3. Prof. Dr. H. Didit Welly Udjianto, MS, sebagai Rektor UPN Veteran
Yogyakarta.
4. Dr. Ir. S. Koesnaryo, MSc, sebagai Dekan Fakultas Teknologi Mineral.
5. Ir. Anton Sudiyanto, MT, sebagai Ketua Jurusan Teknik Pertambangan.
6. Ir. Bagus Wiyono, MT, sebagai Dosen Pembimbing I.
7. Ir. Suyono, MS, sebagai Dosen Pembimbing II.
8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi
pembaca dan pengembangan ilmu pengetahuan dibidang pertambangan.
Yogyakarta, Agustus 2011

Penulis,

Agung Haryo Yudanto


vi

DAFTAR ISI

Halaman
RINGKASAN .................................................................................

KATA PENGANTAR ......................................................................................

vi

DAFTAR ISI ....................................................................................................

vii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................

ix

DAFTAR TABEL ............................................................................................

xi

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................

xii

BAB
I

II

III

IV

PENDAHULUAN ................................................................................

1.1. Latar Belakang ..............................................................................


1.2. Tujuan Penelitian ...........................................................................
1.3. Batasan Masalah ............................................................................
1.4. Metode Penelitian .........................................................................
1.5. Manfaat Penelitian .........................................................................

1
1
2
2
3

TINJAUAN UMUM ............................................................................

2.1. Lokasi dan Kesampaian Daerah ....................................................


2.2. Iklim dan Curah Hujan ..................................................................
2.3. Topografi .......................................................................................
2.4. Keadaan Geologi ..........................................................................
2.5. Cadangan Bijih di PT.FI ................................................................
2.6. Metode Penambangan ...................................................................

4
6
7
8
15
15

DASAR TEORI ....................................................................................

19

3.1. Mekanisme Pecahnya Batuan.................................................... ...


3.2. Dilusi..............................................................................................
3.3. RancanganPeledakan Bawah Tanah..............................................
3.4. Getaran dan Gelombang Seismik...................................................
3.5. Metode Penaksiran Kerusakan Akibat Peledakan...................... ...
3.6. Metode PolaDilusiEmpirik.......................................................

20
22
22
24
26
29

HASIL PENELITIAN .........................................................................

34

4.1. Kondisi Daerah Penelitian............................................................


4.2. Karakteristik Massa Batuan..........................................................
4.3. Dimensi stope................................................................................
4.4. Pengambilan Data................................................................... ..

34
34
35
35

vii

Halaman
V

PEMBAHASAN .................................................................................

43

5.1. Analisis Getaran Akibat Peledakan...............................................


5.2. Penentuan Dilusi Berdasarkan Grafik ELOS..............................
5.3. Dilusi Aktual Stope.................................................................

43
49
54

KESIMPULAN DAN SARAN............................................................

55

6.1. Kesimpulan ..................................................................................


6.2. Saran ............................................................................................

55
55

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

56

LAMPIRAN ............... ...................................................................................

57

VI

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar
Halaman
2.1. Peta Lokasi Operasional PT.Freeport Indonesia .....................................
5
2.2. Kondisi Geografis PT. Freeport Indonesia ............................................ ..

2.3. Topografi Area Pertambangan PT. Freeport Indonesia ............................

2.4. Zona-Zona Tambang PT. Freeport Indonesia ..........................................

2.5. Stratigrafi Daerah Penelitian ....................................................................

12

2.6. Peta Penampang Geologi .........................................................................

13

2.7. Geologi Big Gossan ..................................................................................

14

2.8. Layout Tambang Bawah Tanah Big Gossan ......................................... ...

17

2.9. Tahapan Produksi Pada Stope ................................................................ ...

18

3.1. Dilusi pada Stope..................................................................... ...............

19

3.2. Proses pecahnya batuan akibat peledakan...............................................

21

3.3. Gambar Pola Pemboran pada pembuatan stope.....................................

23

3.4. Penamaan Lubang Ledak Pada Peledakan terowongan...........................

24

3.5. Pergerakan Gelombang dan Paramater Gelombang................................

25

3.6. Tipe gelombang.........................................................................................

26

3.7. AlatCMS padastope survey....................................................................

29

3.8. Hasil survey CMS ...................................................................................

29

3.9. Grafik Stress factor (Faktor A)..............................................................

30

3.10. GrafikJoint Orientation Factor (Faktor B)...........................................

31

3.11.Grafik Gravity Adjusment factor (Faktor C).........................................

32

3.12.ELOS Dilution Design Graph (Clark,1998)...... ....................................

33

4.1.Pola pemboran ring drilling pada level 3060 dan level 3020.................

36

4.2. Blastmont..................................................................................................

40

4.3.a. Posisi geophone pada level 3060.........................................................

40

b. Posisi geophone pada level 3020.........................................................

40

4.4. Hasil perekaman data blastmontstope 38 level 3060 saat peledakan.........

41

4.5. Hasil perekaman data blastmont stope 38 level 3060 setelah peledakan...

41

ix

Halaman
4.11.Hasil Survey CMS Pada Stope................................................................

42

5.1.Grafik Blast monitoring I level 3060PPV vs TIME ................................

44

5.2. Grafik Blast monitoring I level 3020PPV vs TIME ................................

44

5.3. Grafik PPV/Scaled Distance pada peledakan di level 3060 pada tanggal
4 September 2008......................................................................................

46

5.4. Grafik PPV/Scaled Distance pada peledakan di level 3060 pada tanggal
26 September 2008....................................................................................

48

5.5. Nilai Faktor A pada stope..........................................................................

50

5.6. Nilai Faktor B pada stope...........................................................................

50

5.7. Penentuan DF pada grafik ELOS..............................................................

52

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

2.1. Kadar dan Jumlah Cadangan Bijih di PTFI ...............................................

15

3.1.KlasifikasiKerusakanMenurut USBM.....................................................

28

3.2. Klasifikasi Kerusakan Menurut Bauer dan Calder (1977).........................

28

4.1. Data Geometri Peledakan Pada tanggal4 September 2008................

...

36

4.2.Data Geometri Peledakan Pada tanggal 26 September 2008...............

...

37

4.3. Hasil Analisa Stereografis Struktur Geologi.............................................

39

5.1. Data Peledakan tanggal 4 September 2008..............................................

46

5.2. Data Peledakan tanggal 26 September 2008............................................

47

5.3. Parameter Pengukuran Faktor Q................................................................

49

5.4. Parameter perhitungan Nilai N.................................................................

51

5.5. Prediksi Kesalahan Dilusi (DPE)..............................................................

53

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Halaman

A. LOKASI STOPE 4 LEVEL 3020............................. ..............................

57

B. LOKASI STOPE 38 LEVEL 3060........................ .................................

58

C. GEOMETRI PELEDAKAN....................................................................

59

D. GRAFIK BLAST MONITORING..........................................................

61

E. HASIL PENGAMATAN STRUKTUR BIDANG LEMAH....................

64

F. PROYEKSI STEREOGRAFIS BIDANG LEMAH................................

68

G. ROCK MASS CLASSIFICATION.........................................................

72

H. HASIL PEMANTAUAN GROUND VIBRATION...............................

75

I. Hasil Pengukuran Tegangan In Situ di District Ertsberg..........................

76

xii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Saat ini PT. Freeport Indonesia (PTFI) sedang melakukan pengembangan

pada deposit baru di tambang bawah tanah Big Gossan. Dalam hal ini diperlukan
beberapa infrastruktur pendukung yang dapat menjangkau area deposit tersebut.
Tambang bawah tanah Big Gossan mulai melaksanakan development pada tahun
2006 dan saat ini beroperasi dengan menggunakan bantuan infrastruktur yang sudah
ada yaitu Terowongan Ali Budiarjo (AB Tunnel), Adit Amole, dan Adit Kasuang.
Tambang Big Gossan ini akan menggunakan metode Sublevel Stoping dengan
melakukan pengisian kembali rongga bekas tambang menggunakan pasta semen
(paste fill), dimana material pasta semen tersebut menggunakan campuran semen
dan tailing untuk mengisi daerah yang sudah ditambang.
Kegiatan development yang dilakukan pada tambang Big Gossan meliputi
pembuatan drift baru, yaitu DED (Dedicated Exhaust Drift), pembuatan ramp incline
dan decline, pembuatan heading dan pembuatan raise untuk produksi. Produksi di
Tambang Big Gossan akan dimulai tahun 2009 dengan produksi puncaknya pada
tahun 2011 dan akan ditutup pada tahun 2028. Kegiatan peledakan yang dilakukan
pada trial stope 38 level 3060 dan stope 4 level 3020 adalah untuk mengambil bijih
tembaga. Pola

pengeboran yang digunakan adalah ring drilling selanjutnya

dilakukan peledakan pada kedua level kemudian hasil peledakan akan ditimbun di
stope 4 level 3020.

Kegiatan peledakan dapat memberikan dampak berupa

timbulnya overbreak pada stoping yang dapat menimbulkan dilusi terhadap bijih
tembaga. Untuk itu diperlukan adanya kajian untuk mengetahui dampak dari
peledakan tersebut.
1.2

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji kegiatan peledakan pada trial stope

38 level 3060- Stope 4 Level 3020.

1.3

Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :

1.

Penelitian hanya dilakukan di daerah tambang Big Gossan.

2.

Penelitian dilakukan di stope 38, 39 level 3060 dan stope 4 level 3020

1.4

Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan cara peledakan serta pengambilan sampel di trial

stope 38 level 3060 dan stope 4 level 3020. Metode penelitian dengan studi literatur
kemudian dilanjutkan dengan observasi lapangan (pengambilan data primer) yaitu
dengan melakukan pengukuran ground vibration di trial stope 38 level 3060 pada
saat kegiatan peledakan dilakukan, pengambilan data sekunder, pengolahan data dan
melakukan analisis dari data-data yang ada untuk menyelesaikan masalah.
Adapun urutan pekerjaan penelitian adalah sebagai berikut :
1.

Studi literatur
Studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan dan mempelajari bahan-bahan
pustaka yang akan menunjang penelitian.

2. Tahapan pengumpulan data.


Data yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam
penulisan ini dikumpulkan dengan cara :
a. Pengumpulan data primer.
Dilakukan dengan cara pengambilan data dilapangan.
1) Nilai hasil pengukuran Ground Vibration menggunakan Blastmont
2) Data pengamatan struktur bidang lemah (joint mapping)
3) Pengamatan langsung serta hasil survey CMS (Cavity Monitoring System)
b. Pengumpulan data sekunder
Diperoleh dengan mencari informasi terhadap semua penelitian tertulis dan
data dari perusahaan yang berhubungan dengan topik penelitian seperti:
1) Peta-peta tambang
2) Kesampaian daerah
3) Sifat fisik dan mekanik batuan
3. Pengolahan data.

Pengolahan data dilakukan apabila data telah diperoleh secara lengkap dan dapat
mendukung penyelesaian permasalahan. Pengolahan data dilakukan dengan
menggabungkan data primer dan sekunder.
4. Analisis pembahasan masalah.
Dalam penentuan besar overbreak yang terjadi dengan cara mengkomparasikan
hasil prediksi berdasarkan ELOS dilution graph dengan hasil survey CMS yang
telah diolah dengan program autocad serta menghubungkannya dengan data
pengukuran Ground Vibration dan pengamatan pada bidang lemah yang ada
serta jumlah bahan peledak yang digunakan untuk menentukan penyebab utama
terjadinya overbreak.
5. Pengambilan kesimpulan dan saran.
Dari hasil pembahasan dan analisis data yang telah diperoleh kemudian ditarik
kesimpulan. Dari kesimpulan tersebut dapat diberikan suatu saran-saran dari
permasalahan yang ada. Kesimpulan dan saran ini merupakan hasil akhir dari
semua masalah yang dibahas dalam penulisan ini.
1.5
1.

Manfaat Penelitian
Menambah pengetahuan tentang geoteknis pada tambang bawah tanah baik dari
teori maupun pengaplikasiannya di lapangan.

2.

Mengetahui pengaruh jumlah bahan peledak yang digunakan serta penyebab


utama terjadinya dilusi pada trial stope, sehingga dapat diambil langkah-langkah
untuk mengoptimalkan proses peledakan guna mendapatkan ore yang maksimal.

BAB II
TINJAUAN UMUM

PT. Freeport Indonesia (PTFI) sebagai anak perusahaan Freeport McMoran


Copper and Gold Inc (FCX). mulai beroperasi di Indonesia berdasarkan Kontrak
Karya I yang ditandatangani pada tanggal 7 April 1967 selama 30 tahun dengan
pemerintah Indonesia. PTFI memulai kegiatan eksplorasi di daerah Gunung Bijih
Timur (GBT) pada bulan Desember 1967.
Eksplorasi studi kelayakan dan development dikerjakan selama 5 tahun oleh
PTFI. Konstruksi dalam skala besar dimulai bulan Mei 1970. Pada tahun 1972 PTFI
berhasil mengapalkan konsentrat tembaga pertama dari Ertsberg. Tahun 1988 ahli
geologi

PTFI kembali menemukan cadangan Grasberg yang letaknya hanya

beberapa kilometer dari lokasi tambang Ertsberg dan merupakan cadangan emas
terbesar di dunia serta cadangan tembaga nomor tiga terbesar di dunia.
2.1. Lokasi dan Kesampaian Daerah
Lokasi PTFI terletak di pegunungan Jayawijaya, Kecamatan Mimika Timur,
Kabupaten Timika, Propinsi Papua, berada pada posisi geografis 04 06' - 04 12'
Lintang Selatan dan 137 06' 137 12' Bujur Timur. Kegiatan operasional PTFI
terbentang dari lokasi penambangan bijih tertinggi di Grassberg sampai pelabuhan
Amamapare yang panjangnya lebih kurang 125 km.
Kegiatan operasional PT. Freeport Indonesia terbentang dari pelabuhan
Amamapare sampai ke lokasi penambangan bijih di Grasberg. Lokasi PTFI dapat
dicapai melalui laut dan udara. Melalui laut dapat dicapai dari pelabuhan
Amamapare, dilanjutkan dengan perjalanan darat menuju lokasi tambang. Melalui
udara dapat dicapai dari pelabuhan udara Timika dilanjutkan dengan perjalanan darat
menuju lokasi tambang. Perjalanan darat dari pelabuhan udara Timika ke
Tembagapura dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih 2 jam (lihat gambar 2.1).
Penelitian dilakukan pada tambang bawah tanah Big Gossan yang terletak pada
level 2.430 m sampai 3.140 m dpal. Akses ke tambang Big Gossan melalui adit dari
4

area pabrik pengolahan (MLA) yang berada pada elevasi 2.890 m, dan juga dapat
melalui Amole portal yang berada pada elevasi 2.940 m. Adit adit ini merupakan
jalan masuk untuk karyawan, peralatan, dan berbagai kebutuhan. Lokasi yang
dijadikan sebagai area penelitian adalah Paste Backfill Plant.

Gambar 2.1
Peta Lokasi Operasional PT. Freeport Indonesia

Secara garis besar area kontrak karya PT. Freeport Indonesia dapat dibagi
menjadi dua kelompok besar, yaitu :
1) Daerah Lowland
Daerah Lowland adalah daerah dataran rendah dengan ketinggian antara 10 m
sampai 2000 m dpal yang meliputi pelabuhan Amamapare (Mile 5), perumahan
karyawan dan kantor administrasi di Kuala Kencana (Mile 36), dan beberapa
lokasi pendukung lainnya seperti pelabuhan udara Mozez Kilangin di Timika,
bengkel-bengkel perawatan alat, gudang, penimbunan kargo, dan pompa bahan
bakar.

2) Daerah Highland
Daerah Highland adalah daerah dataran tinggi dengan ketinggian antara 2000 m
sampai 4200 m dpal yang meliputi perumahan karyawan di Hidden Valley (mile
66), perumahan karyawan di Ridge Camp (mile 72), kantor administrasi di
Tembagapura (mile 68), pabrik pengolahan bijih (mile 74), Mill Level Adit
(MLA) portal, Amole portal, DOZ, IOZ, Big Gossan, Gunung bijih Timur (GBT)
dan lokasi tambang terbuka Grasberg. Secara umum dapat dilihat pada Gambar
2.2.

KONDISI GEOGRAFIS

Gambar 2.2
Kondisi Geografis PT. Freeport Indonesia
2.2.

Iklim dan Curah Hujan


Secara umum wilayah kerja PT. Freeport Indonesia mempunyai iklim tropis.

Tetapi kenyataannya, kondisi iklim sebenarnya berubah secara bervariasi sesuai


dengan perubahan terhadap ketinggian. Secara umum daerah lowland dan daerah
sepanjang pantai memiliki iklim yang panas, basah dan lembab, sedangkan daerah
dataran tinggi (highland) memiliki iklim yang basah, dan dingin.
6

Temperatur udara rata rata bervariasi antara 7oC pada daerah pemantauan alat
meteorologi tertinggi sampai sekitar 260C pada pelabuhan Amamapare. Temperatur
bulanan rata rata hampir selalu konstan, yang merupakan karakteristik dari iklim
tropis. Curah hujan di daerah penambangan yang dipantau dari stasiun GBT berkisar
antara (16 816) mm/bulan dan hari hujan berkisar antara (9 31 hari hujan/bulan.
2.3.

Topografi
Topografi pada daerah Kontrak Karya PT. Freeport Indonesia sangat

bervariasi mulai dari daerah pantai dan rawa sampai dengan daerah yang
berketinggian 4200 m dpal. Pada area penambangan merupakan daerah yang tidak
rata dan bergunung-gunung, karena terletak di daerah pegunungan Sudirman atau
Highland dengan ketinggian antara 2000 m sampai 4200 m dpal (Gambar 2.3).
Daerah dataran rendah atau Lowland mempunyai ketinggian antara 10 m sampai
2000 m dpal yang meliputi pelabuhan Amamapare, Timika dan Kuala Kencana dan
merupakan daerah yang relatif datar dan rata.

Gambar 2.3
Topografi Area Pertambangan PT. Freeport Indonesia
7

2.4.

Keadaan Geologi Daerah Penelitian

2.4.1 Morfologi
Secara garis besar keadaan morfologi daerah penambangan sangat variatif, dimana
pada daerah pelabuhan (portsite) merupakan daerah rawa dan pantai yang dikelilingi
oleh hutan bakau. Meninggalkan daerah pelabuhan ketinggian semakin besar dan
rawa bakau sedikit demi sedikit menjadi rawa nipa atau sagu. Pada jarak sekitar 40
km memasuki area pedalaman terdapat dataran dengan ketinggian 350 500 m dpal
yang ditumbuhi oleh hutan lebat. Pada daerah ini mulai timbul pegunungan dengan
bentuk jurang yang terjal.
Mendekati daerah Tembagapura dengan ketinggian sekitar 2000 m dpal terdapat
banyak jurang dan dinding batuan yang terjal, bentuk air tejun yang besar maupun
yang kecil dan lembah-lembah yang curam. Jika memasuki daerah penambangan
dengan ketinggian sekitar 2800 m sampai 4000 m dari permukaan air laut, pada
permukaannya hampir tidak ditemui adanya pohon namun hanya tanaman perdu,
rumput dan lumut. Hal ini di sebabkan karena cuaca yang sangat dingin dan
terkadang diselimuti salju.
2.4.2 Stratigrafi
Pulau New Guinea terbentuk dari pertemuan dua lempeng antara Lempeng
Australia (Australian Plate) dan Lempeng Indopasifik. Lempeng Australia bergerak
ke utara dan menyelinap di bawah Lempeng Indopasifik yang bergerak ke arah barat
daya dan kemudian mendorong ke dalam selaput magma cair, proses ini disebut
subduksi. Secara geologi dibagi dalam tiga daerah geotektonik di Papua, yaitu
hamparan tanah (Southern Plains), jalur Irian yang bergerak (New Guinea Mobile
Belt) dibagian tengah dan ujung Lempeng Pasifik (Pacific Plate Margin) di sebelah
utara.
Proses terjadinya penerobosan magma dalam bentuk batuan beku terhadap
batuan sedimen yang sebelumnya sudah mengalami patahan dan perlipatan, yang
kemudian hasil dari penerobosan tersebut mengubah batuan sedimen. Kemudian
termineralisasi dengan tembaga yang berasosiasi dengan emas dan perak.
Penyusupan lempeng yang terjadi mengakibatkan pengangkatan batuan
sedimen (karbonatan), kemudian diintrusi oleh magma pada batas tepi lempeng.
8

Intrusi magma tersebut menghasilkan batuan beku kompleks yang berkomposisi


intermediate (dioritic). Pada akhirnya, proses geologi ini menghasilkan mineralisasi
kompleks (skarn) dalam bentuk zona zona di sepanjang batas zona intrusi.
Gambaran umum letak zona-zona di atas dapat dilihat pada gambar 2.4 berikut ini.

Gambar 2.4
Zona-Zona Tambang PT. Freeport Indonesia

Zona Gossan Besar atau Big Gossan secara umum meskipun ukuran dan
struktur pegunungan papua lebih banyak dipengaruhi oleh benturan lempeng yang
terjadi lebih akhir, tetapi batuan kapur yang menjadi batuan dasar pegunungan
tersebut berumur lebih tua.
Zona-zona tersebut meliputi :
1.

Zona Grassberg
Zona ini berupa tubuh intrusi dengan bijih berupa Cu-Au Porphiry dan beberapa
Au-Skarn

2.

Zona Ertsberg
9

Zona Ertsberg terbentuk dalam tubuh skarn dengan komposisi mineral Ca-Mg
silikat
3.

Zona Gunung Bijih


a. Zona Gunung Bijih Timur
b. Zona Mineralisasi Bijih dalam atau Deep Ore Mineralizes (DOM)
c. Zona Bijih Menengah atau Intermediate Ore Zone (IOZ)
d. Zona Bijih Dalam atau Deep Ore Zone (DOZ)
e. Zona Gossan Besar atau Big Gossan
Zona Gossan Besar atau Big Gossan secara umum meskipun ukuran dan

struktur pegunungan papua lebih banyak dipengaruhi oleh benturan lempeng yang
terjadi lebih akhir, tetapi batuan kapur yang menjadi batuan dasar pegunungan
tersebut berumur lebih tua.
Secara regional, stratigrafi di sekitar daerah penelitian dibagi dalam empat
kelompok besar, yang terdiri dari kelompok Kembelangan, kelompok New Guinea
Limestone, kelompok Glacial Till dan kelompok Batuan Intrusi (lihat Gambar 2.5).
Peta penampang geologi PT. FI dapat dilihat pada Gambar 2.6.
Masing masing kelompok batuan tersebut dipaparkan sebagai berikut :
1. Kelompok Kembelangan
Ahli Geologi PT. FI telah membagi kelompok Kembelangan ini dalam empat
formasi, yang terdiri dari :
a. Formasi Kopai (Jkk) yang berumur jurrasic serta memiliki ketebalan sekitar
770 m, tersusun atas sandstone, siltstone, dan black limestone.
b. Formasi Woniwagi ( Jkkw ) yang berumur cretaceous dengan total ketebalan
sekitar 980 m, tersusun atas batu pasir kwarsa yang berlapis selang seling
dengan mudstone.
c. Formasi Piniya (Kkp) yang berumur cretaceous dengan ketebalan sekitar 600
m, dan tersusun atas siltstone dan shale.
d. Formasi Ekmai yang berumur cretaceous dengan ketebalan mencapai 700 m.
Batuan penyusun formasi ini dibagi menjadi 3 subkelompok yang terdiri dari:
1) Lapisan paling bawah dengan tebal 600 m merupakan unit glauconite
sandstone (Kke).
10

2) Lapisan tengah dengan tebal sekitar 100 m merupakan lapisan calcareous


shale (Kkel).
3) Lapisan paling atas merupakan lapisan yang tipis dengan ketebalan hanya
4 m merupakan lapisan penciri berupa black calcareous shale (Kkeh).
2. Kelompok New Guinea Limestone
Kelompok New Guinea Limestone terdiri dari empat formasi yang memiliki
urutan dari yang paling tua ke muda adalah sebagai berikut :
a. Formasi Waripi (Tw), berumur paleocene dengan ketebalan mencapai 300 m
yang merupakan lapisan Mg dolomite dengan sisipan silt dan sand.
b. Formasi Faumai (Tf), berumur eocene dengan ketebalan antara 120 150 m
dan terdiri dari lapisan massive limestone.
c. Formasi Sirga (Ts), berumur olegocene dengan ketebalan antara 30 50 m
yang tersusun oleh quartz zone sandstone dengan semen berupa calcite,
siltstone, sandy limestone.
d. Formasi Kais (Tk), berumur oligocene pliocene dengan ketebalan mencapai
1.100 m. Formasi ini

terdiri dari empat bagian. Masing-masing bagian

tersebut adalah:
1) Bagian tertua dengan ketebalan 300 350 m merupakan lapisan Mg
limestone (Tk1), 30 50 m dari bagian lapisan ini merupakan lapisan
yang sangat penting untuk penentuan unit hidrostratigrafi.
2) Bagian kedua (Tk2) merupakan lapisan limestone, shale dan perulangan
sandstone dengan ketebalan total lapisan mencapai 80 m.
3) Bagian ketiga (Tk3) dengan ketebalan lebih kurang 200 m merupakan
occasional imbedded sandstone.
4) Bagian keempat adalah bagian paling muda dari formasi ini (Tk4) dengan
ketebalan sekitar 500m. Bagian ini merupakan lapisan limestone dengan
sisipan interbedded carbonaceous shale.
3. Kelompok Glaciatill, Peat, Alluvium
Kelompok Glaciatill, Peat, Alluvium merupakan kelompok batuan yang tidak
terkonsolidasi yang berumur pleistocene. Kelompok ini biasanya hadir pada lapisan
teratas dan menutupi sebagian besar permukaan perbukitan. Endapan glaciatill
11

paling besar terdapat di Cartenszewide. Di daerah ini juga diketahui tebalnya


endapan alluvial sekitar 100 m. Adanya sinkholes pada daerah ini mencirikan bahwa
daerah Cartenszewide merupakan bagian dari sistem karst alpine. Ketebalan alluvial
di daerah Cartenszewide juga dapat dipakai sebagai acuan untuk memperkirakan
ketebalan alluvial di Tsinga Valley.
4. Kelompok Batuan Intrusi
Ditinjau dari komposisi mineralogi batuannya, kelompok batuan intrusi ini
merupakan batuan jenis diorite sampai quartz diorite yang berumur pliocene di
daerah sekitar struktural pada litologi karbonat. Dua buah intrusi primer yang ada di
sekitar lokasi penelitian adalah GIC (Grassberg Intrusive Complex) dan Ertsberg
diorite, pada empat lokasi yaitu Wanagon, South Wanagon, Idenberg, dan Lembah
Tembaga (subsurface). Juga akan ditemukan tubuh batuan beku yang ukurannya
relatif lebih kecil dibandingkan dengan batuan intrusi primer.

Batuantidak
terkonsolidasi

BatugampingFossil
(Fossiliferous
Limestone)
BatupasirKwarsa
BatugampingMassif
(Massive Lmestone)
Batugamping
Dolomite,dengan
sisipanlanaudan
pasir
Black
Calcareous
Shale,
Calcareous
Shale,
Glauconite
Sandstone
Batulempung
dan
Lanau
Batupasir
Kwarsa
berlapis selang seling
dengan Mudstone
Batupasir, Batu Lanau,
Batugamping hitam

Gambar 2.5
Stratigrafi Daerah Penelitian
12

LEGENDA

Gambar 2.6
Peta Penampang Geologi11)
13

2.4.3 Struktur Geologi


Deposit Big Gossan terletak pada daerah kontak antara Formasi Ekmai
Cretaceus (Unit Kkel dan Kkeh dari Grup Kembelangan) dan Formasi Waripi
Tersier (Tw) dari Grup New Guinea Limestone, yang dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Zona mineralisasi terletak pada Formasi Waripi yang tebalnya berkisar antara 20 120 meter dan rata rata mempunyai tebal 60 meter. Kontak Footwall pada deposit
Big Gossan secara umum ditandai oleh Anggota Formasi Ekmai Lempung (Kkeh).
Di daerah ini selalu teralterasi hornfels dan termineralisasi tidak sempurna yang
mana bagian tersebut adalah bagian atas dari Grup Kembelangan. Big Gossan adalah
deposit skarn kalkopirit, piroksin dan garnet yang hampir vertikal, terletak di unit
dolomit berpasir Formasi Waripi Tersier. Deposit Big Gossan relatif menerus
sepanjang 1200 meter strike dan 800 meter kearah bawah dip.

Gambar 2.7
Geologi Big Gossan11)
14

2.5 Cadangan Bijih di PT FI


Cadangan tembaga dan emas di PTFI pada areal penambangan di daerah Big
Gossan sebesar 52.736.000 ton dengan kadar rata-rata Cu 2,31 %, Au 1,10 gr / ton,
dan Ag 14,75 gr / ton dengan total seluruh cadangan yang akan ditambang pada
daerah lain adalah 2.712.250.000 ton (tabel 2.1). Grade (kadar) dan jumlah
keseluruhan cadangan yang dapat ditambang dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1
Kadar dan Jumlah Cadangan Bijih di PTFI11)
Area

Tonase Bijih
(x 1000)

Copper
(%)

Gold
(g/ton)

Silver
(g/ton)

432.544
983.308
568.176

0,89
1,06
1,18

0,98
0,85
1,05

2,25
3,33
1,05

283.570

0,85

0,71

3,05

109.570
282.346
52.736
2.712.250

0,87
1,07
2,31
1,04

0,72
0,85
1,10
0,90

3,84
5,39
14,75
4,16

Grasberg
Open Pit
Block Cave
Kucing Liar
DOZ/ESZ
Ertsberg Stockwork Zone
Mill Level Zone
Block cave
Deep Block Cave
Big Gossan
Total

2.6 Metode Penambangan


Saat ini PT. FI menerapkan dua teknik penambangan yaitu tambang terbuka
(open pit) di Grasberg dan tambang bawah tanah di beberapa area kerja PTFI, salah
satunya yang baru akan beroperasi adalah Big Gossan.
2.6.1 Metode Tambang Terbuka
Operasi penambangan di tambang terbuka Grasberg dilakukan dengan metode
yang disebut open pit. Penambangan terbuka menggunakan teknik pemboran dan
peledakan. Development pada tambang terbuka meliputi pembuatan jalan masuk dan
jalan angkut, pembuatan jenjang-jenjang yang dihitung berdasarkan parameter
geoteknik, bench setinggi 15 m dan lebar 4 m dengan sudut kemiringan lereng
masing-masing 650 (individual slope) dan overal slope sebesar 450. Metode
pembongkaran batuan yang diterapkan menggunakan peledakan dengan bahan
peledak ANFO yang terdiri dari campuran emulsi tahan air (ammonium nitrate dan
15

fuel oil), dengan menggunakan alat muat power shovel, broken ore dimuatkan ke
dump truck untuk selanjutnya dibawah ke stock pile.
2.6.2 Metode Tambang Bawah Tanah
Operasi penambangan pada tambang bawah tanah Big Gossan akan dilakukan
dengan menggunakan metode sublevel stoping dan paste fill yaitu dengan
menggunakan campuran semen dan tailing untuk mengisi daerah stope (lombong)
yang sudah ditambang.
Setelah ditentukan metode penambangan yang akan diterapkan, maka harus
dipersiapkan pekerjaan awal yang nantinya akan menunjang pekerjaan produksi.
Tambang bawah tanah Big Gossan mulai melaksanakan development pada tahun
2006 Pekerjaan-pekerjaan yang perlu dipersiapkan yaitu pembuatan infrastruktur
meliputi pembuatan jalan, sarana transportasi dan komunikasi, pembuatan sarana
bangunan-bangunan seperti kantor, bengkel dan pabrik, pembuatan lubang-lubang
bukaan untuk proses penambangan dan infrastruktur pendukung kegiatan produksi.
Penerapan metode penambangan ini dimulai dengan aktivitas persiapan
penambangan (development), yaitu membuka terowongan pada beberapa permuka
kerja yang berhubungan dengan lombong (stope), baik bagian atas maupun bagian
bawah blok penambangan yang ditentukan. Jalan masuk ke dalam tubuh bijih Big
Gossan dibuat melalui tiga lokasi utama, yaitu Amole (level 3020), Kasuang (level
2860), dan AB Adit (level 2510). Layout tambang bawah tanah Big Gossan dapat
dilihat pada gambar 2.8.
Tahapan produksi pada dasarnya berlangsung di dalam stope (primer dan sekunder).
Setiap stope berukuran panjang 40 meter atau 20 meter (tergantung kondisi batuan),
lebar 15 meter, dan tinggi 20 meter atau 40 meter. Pekerjaan pengeboran dan
peledakan batuan bijih dilakukan dibagian atas stope (gambar 2.9). Hasil produksi
tambang yang berupa bongkahan batuan hasil peledakan diambil dari bagian bawah
stope dan dimuat dengan alat muat untuk dibawa ke sistem pengangkutan bijih.
Selanjutnya bijih diangkut ke permuka kerja paling atas melalui shaft untuk
kemudian diangkut ke tempat penampungan bijih dengan menggunakan system ban
berjalan.

16

Gambar 2.8
Layout Tambang Bawah Tanah Big Gossan11)
17

Gambar 2.9
Tahapan Produksi Pada Stope

Segera setelah stope ditambang, rongga bekas tambang diisi kembali dengan
pasta semen. Hal ini bertujuan untuk menjaga kondisi stope agar tetap aman dan
stabil sehingga memungkinkan dilakukannya pengambilan seluruh tubuh bijih. Pasta
yang diisikan dalam stope merupakan campuran pasir sisa tambang (sirsat) dengan
semen dan abu terbang (fly ash). Campuran ini akan menghasilkan material pasta
untuk diisikan kedalam stope hingga penuh dan mampu memberikan kekuatan
penyanggaan maksimum sehingga batuan batuan bijih pada stope disebelahnya aman
untuk ditambang. Pasta dialirkan ke dalam stope melalui sejumlah lubang bor dan
pipa.
18

BAB III
DASAR TEORI

Overbreak

adalah

terjadinya

proses

peledakan

yang berlebihan sehingga

menimbulkan dilusi pada proses penambangan (lihat gambar 3.1). Overbreak


dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu : pemboran peledakan, dan kondisi struktur
batuan.
Salah satu metode penggalian pada lubang bukaan adalah dengan pemboran
dan peledakan, pada metode penggalian ini sering terjadi overbreak pada dimensi
lubang bukaan, hal ini disebabkan karena ekses yang dihasilkan dari peledakan.
Daerah sekitar penggalian mendapatkan energi serta getaran yang berlebih sehingga
terjadi kerusakan pada lubang bukaan.
Overbreak menyebabkan bertambahnya dimensi dari stoping, sehingga dapat
berpengaruh pada luasan daerah yang akan disangga, serta volume material yang
tergali menjadi bertambah.

Gambar 3.2
Dilusi pada Stope 7)
19

3.1

Mekanisme Pecahnya Batuan


Konsep yang dipakai adalah konsep pemecahan dan reaksireaksi mekanik

dalam batuan homogen. Sifat mekanis dalam batuan yang homogen akan berbeda
dari batuan yang mempunyai rekahanrekahan dan heterogen seperti yang dijumpai
dalam pekerjaan peledakan.
Proses pecahnya batuan akibat dari peledakan dibagi dalam tiga tingkatan
yaitu dynamic loading, quasi-static loading, dan release of loading (lihat gambar
3.1).
1) Proses pemecahan tingkat I (dynamic loading)
Pada saat bahan peledak meledak, tekanan tinggi menghancurkan batuan di
daerah sekitar lubang ledak. Gelombang kejut yang meninggalkan lubang ledak
merambat dengan kecepatan 3000 5000 m/det, akan mengakibatkan tegangan
tangensial yang menimbulkan rekahan yang menjalar dari daerah lubang ledak.
Rekah pertama menjalar terjadi dalam waktu 1 2 ms.
2) Proses pemecahan tingkat II (quasi-static loading)
Tekanan sehubungan dengan gelombang kejut yang meningkatkan lubang ledak
pada proses pemecahan tingkat I adalah positif. Apabila mencapai bidang bebas
akan dipantulkan, tekanan akan turun dengan cepat, kemudian berubah menjadi
negatif dan timbul gelombang tarik. Gelombang tarik ini merambat kembali di
dalam batuan. Oleh karena batuan lebih kecil ketahanannya terhadap tarikan
daripada tekanan, maka akan terjadi rekahan rekahan primer disebabkan
karena tegangan tarik dari gelombang yang dipantulkan. Dalam proses
pemecahan tingkat I dan tingkat II fungsi dari gelombang kejut adalah
menyiapkan batuan dengan sejumlah rekahan rekahan kecil. Secara teoritis
energi gelombang kejut jumlahnya antara 5 15 % dari energi total bahan
peledak. Jadi gelombang kejut menyediakan kesiapan dasar untuk proses
pemecahan tingkat akhir.
3) Proses pemecahan tingkat III (release of loading)
Di bawah pengaruh takanan yang sangat tinggi dari gasgas hasil peledakan
maka rekahan radial primer (tingkat II) akan diperlebar secara cepat oleh
kombinasi efek dari tegangan tarik disebabkan kompresi radial dan pembajian
(pneumatic wedging). Apabila massa batuan di depan lubang ledak gagal dalam
20

mempertahankan posisinya maka tegangan dengan tekanan tinggi yang berada


dalam batuan akan dilepaskan.

Efek dari terlepasnya batuan adalah

menyebabkan tegangan tarik tinggi dalam massa batuan yang akan melanjutkan
pemecahan hasil yang telah terjadi pada proses pemecahan tingkat II. Rekahan
hasil dalam pemecahan tingkat II menyebabkan bidang bidang lemah untuk
memulai reaksi reaksi fragmentasi utama pada proses peledakan.

Pada tahap pertama terjadi


penghancuran batuan disekitar
lubang ledak dan diteruskannya
energi ledakan kesegala arah.

BidangBebas

Retakandisekitarlubangledak
Energiledakanmenghancurkan
batuandisekitarlubangtembak
Energiledakanditeruskankesegalaarah

BidangBebas

Pada tahap kedua energi


ledakan yang bergerak sampai
bidang bebas menghancurkan
batuan pada dinding jenjang
tersebut
Pecahnyabatuanpadadinding
jenjangdiakibatkantegangan
tarik

Pada tahap terakhir, energi


ledakan yang dipantulkan oleh
bidang bebas pada tahap
sebelumnya,dan ekspansi gas
akan menghancurkan batuan
denganlebihsempurna

BidangBebas

Lubangtembak
Batasbidangbebas

Gambar 3.2
Proses pecahnya batuan akibat peledakan 1)

21

3.2

Dilusi
Dilusi adalah tercampurnya batuan pengotor (waste)

dengan bijih, yang

dapat mengurangi kadar dari bijih tesebut. Terjadinya dilusi dapat menambah biaya
produksi baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu memahami dan
mengontrol dilusi sangatlah penting mengurangi biaya produksi tambang.
Scoble and Moss (1994) mendefinisikan dilusi menjadi dua jenis, yaitu dilusi
terencana dan dilusi tidak terencana dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Dilusi terencana adalah material bukan bijih (memiliki kadar dibawah Cut off
Grade) yang berada di dalam batas penambangan stope. Dilusi ini dapat di kontrol
dengan mengoptimalkan metode tambang dan desain tambang.
2. Dilusi tidak terencana adalah material bukan bijih yang berasal dari batuan dan
bijih yang memiliki kadar dibawah Cut off Grade dan berada di luar batasan stope
yang tercampur karena adanya proses peledakan yang berlebihan (overbreak) dan
runtuhnya dinding stope yang kurang stabil.
Faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya dilusi antara lain :
1. Kualitas massa batuan yang terdiri dari jenis batuan, kekuatan batuan, densitas
batuan, rock joint orientation dan bedding and foliation.
2. Geometri stope yang terdiri dari dimensi, bentuk dan kemiringan stope.
3. Kondisi tekanan batuan.
4. Performasi peledakan, yang terdiri dari desain peledakan, akurasi pemboran,
pengisian bahan peledak, waktu peledakan dan konrol terhadap dinding tambang.
3.3

Rancangan Peledakan Bawah Tanah

3.3.1

Pemboran

Peledakan terowongan diperlukan cut untuk membuat bidang bebas atau free
face yang dalam pelaksanaannya, peledakan pada area cut dilakukan lebih dahulu.
Berbagai macam bentuk cut yang dipergunakan untuk membuat terowongan
diantaranya adalah : parallel hole cut yang merupakan pengembangan dari burn cut
dimana cut hole tersebut di buat tegak lurus terhadap permukaan terowongan, v-cut
adalah cut hole yang ujung ujung lubang bor saling bertemu tapi tidak pada satu

22

titik, fan cut adalah cut hole yang berbentuk kipas dan ring drilling adalah cut hole
yang dibuat melingkar seperti cincin (lihat gambar 3.3)

Gambar 3. 3
Gambar Pola Pemboran pada pembuatan stoping 4)
3.3.2 Peledakan Bawah Tanah
Peledakan terowongan diperlukan cut untuk membuat bidang bebas atau free
face yang dalam pelaksanaannya, peledakan pada area cut dilakukan lebih dahulu.
Setelah bukaan cut terbentuk, maka peledakan diikuti dengan lubang stoping yang
mengarah ke cut yang di ikuti dengan ledakan pada lubang atap (roof holes atau back
holes), lubang dinding (rib holes atau wall holes) dan lubang lantai (lifter holes)
(lihat gambar 3.4)

23

Gambar 3.4
Penamaan Lubang Ledak Pada Peledakan terowongan 6)
3.4

Getaran dan Gelombang Seismik

3.4.1 Gelombang Seismik

Gelombang seismik adalah gelombang yang bergerak di melalui media batuan.


Gelombang ini menunjukkan adanya penyebaran energi di dalam padatnya tanah.
Bentuk lain dari penyebaran gelombang yang menunjukkan adanya energi adalah
gelombang suara, gelombang cahaya, dan gelombang radio. Ketika gelombang
seismik dapat dirasakan keberadaannya di permukaan tanah maka itu disebut getaran
(ground vibration). Contoh gelombang seismik yang

dapat menimbulkan getaran

adalah akibat dari adanya gempa bumi.


Hal hal penting

yang menggambarkan pergerakan gelombang disebut

parameter gelombang yang dirumuskan dengan :


y = A sin (w.t)

(3.1)

Keterangan :
y

= pergerakan pada saat waktu t

= waktu

= Amplitudo
24

=2pf

= Periode adalah waktu yang dibutuhkan untuk

menyelesaikan

gelombang, (T = 1/f).
F

= Frekuensi adalah banyaknya getaran atau gelombang yang terjadi dalam 1


detik (f = 1/T).

Pergerakan gelombang dapat dilihat pada gambar 3.5

Gambar 3.5
Pergerakan Gelombang dan Paramater Gelombang 6)
Panjang
njang gelombang L adalah jarak dari satu puncak gelombang ke puncak
gelombang lain atau jarak dari satu lembah gelombang ke lembah gelombang lainnya
yang di ukur dengan satuan meter dan ini sama dengan hasil perkalian antara
periode gelombang T dengan kecepatan
k
V, dirumuskan dengan :
L=V.T

(3.2)

Keterangan :
L

= panjang gelombang, mm

= kecepatan, mm/s

= waktu, s
Beberapa tipe dari bentuk gelombang teridentifikasi dari rekaman seismik (lihat

gambar 3.6).
). Berdasarkan sifatnya, gelombang dibagi menjadi 2 kelompok dasar,
yaitu :
1.

Body waves
Gelombang yang dihantarkan melalui massa batuan disebut dengan badan

gelombang (body waves


es), terbagi menjadi :
a.

Gelombang primer ((P-waves)

b.

Gelombang sekunder (S-waves)


(
25

2.

Surfaces waves
Adalah gelombang yang dihantarkan melalui permukaan tanah, terbagi menjadi :

a.

Rayleigh (R-waves)
es)

b.

Q-waves

c.

Coupled wave

Gambar 3.6
Tipe gelombang 6)
3.4.2 Parameter Getaran
Parameter getaran adalah hal penting yang digunakan untuk menggambarkan
karakter dari pergerakan tanah. Parameter - paramater tersebut adalah :
1.

Perpindahan (displacement
displacement)) adalah jarak dari pergerakan partikel batuan posisi
sebelumnya,diukur
diukur dengan satuan milimeter.

2.

Kecepatan (velocity
velocity)) adalah besarnya kecepatan dari pergerakan partikel batuan
ketika bergerak dari posisi ssebelumnya, mempunya satuan mm/s.

3.

Percepatan adalah gaya yang menyebabkan perubahan kecepatan partikel.

4.

Frekuensi
rekuensi adalah jumlah getaran yang terjadi dal
dalam
m satu detik, satuannya Hertz.
Hertz

3.5

Metode Penaksiran Kerusakan Akibat Peledakan

3.5.1 Metode Kecepatan Partikel Puncak (PPV Method)


Kecepatan partikel
ikel puncak telah digunakan untuk mengukur kerusakan ledakan
pada struktur dan massa batuan. Kecepatan partikel (V) adalah kecepatan dimana
suatu gelombang getar berjalan melalui medium getar. Banyak hubungan empirik
antara geometri peled
peledakan
akan dan kecepatan getaran yang telah dikembangkan,
kebanyakan berkaitan dengan bahan peledak dan jarak peledakan.
26

Menurut US Bureau of Mine (USBM) hubungan PPV dengan bahan peledak


dan jarak peledakan dapat dirumuskan seperti dibawah ini :

d
PV = 714.4

1.6

(3.3)

Keterangan :
PV

= Particle Velocity (mm/s)

= jarak dari lubang ledak dengan titik ukur (m)

= berat bahan peledak per delay (kg)


Menurut Dupont Blasters Handbook (E.I. Dupont de Nemour & Co,1977)

memberikan persamaan untuk hubungan antara kecepatan partikel, jumlah bahan


peledak dan jarak peledakan yaitu :

d
PV = 1143

1.6

(3.4)

Keterangan :
PV

= Particle Velocity (mm/s)

= jarak dari lubang ledak dengan titik ukur (m)

= berat bahan peledak per delay (kg)


Menurut U.S Bureau of mines hubungan antara jarak struktur bangunan terdekat

dengan jumlah isian dapat dirumuskan sebagai berikut :


SD =

d
w

(3.5)

Keterangan :
SD

= Scaled Distance

= jarak peledakan ke struktur bangunan terdekat (m)

= jumlah bahan peledak per delay (kg)


Acuan kerusakan akibat getaran menurut USBM dapat dilihat pada tabel 3.1

27

Tabel 3.1
Klasifikasi Kerusakan Menurut USBM
PPV (mm.sec)

Kerusakan yang mungkin timbul

<50

Tidakadakerusakan

50-100

Plastercracking/kerusakanstrukturdinding

100-175

KerusakanMinor

>175

Kerusakanmayor

Acuan kerusakan pada alat dan struktur bangunan menurut Bauer dan Calder
(1977) dapat dilihat pada tabel 3.2.
Tabel 3.2
Klasifikasi Kerusakan Menurut Bauer dan Calder (1977)
Typeofstructure

Typeofdamage

Particlevelocityatwhichdamagestarts(mm/s)

Rigidlymountedmercuryswitches

Tripout

12.5

Houses

Plastercracking

50

Concreteblockinnewhouse

Craksinblock

200

Caseddrillholes

Horisontaloffset

375

Mechanicalequipmentpumps,
compressor

Shaftmisalligned

1000

Prefabricatedmetalbuildingon
concretepads

Crakedpads,bulding
twistedanddistorted

1500

3.5.2 Pengamatan Langsung Dan CMS Survey Method


Pengamatan langsung dan data dari hasil survey CMS (Cavity Monitoring
System) akan sangat berguna memberikan informasi kerusakan akibat peledakan
pada dinding stope dengan melakukan observasi dan pengukuran profil dari dinding
stope dengan menggunakan alat CMS (lihat gambar 3.7). Data hasil CMS berupa
data string yang kemudian di konversikan ke program Autocad untuk dapat melihat
hasilnya (lihat gambar 3.8)

28

Gambar 3.7
Alat CMS pada stope survey 5)

Gambar 3.8
Hasil survey CMS 5)
3.6 Metode Pola Dilusi Empirik
Clark (1998)) mengembangkan metode baru untuk dilution design dalam bentuk
modifikasi dari stability graph guna memperkirakan dilusi yang terjadi pada stope
yang disebut dengan ELOS ((Equivalent Liner Over Break/Slough).

Dalam memperkirakan besar dilusi yang terjadi digunakan tiga kurva sejajar
yang berdekatan untuk mengukur besarnya dilusi dalam satuan meter. Ada empat
zona yang membatasi yaitu : ELOS 0.5 m, 0.5 < ELOS 1.0 m, 1.0 m < ELOS
2.0 m dan ELOS > 2.0 m
m.

Dalam memperkirakan dilusi dengan menggunakan grafik ELOS dengan cara


memplot nilai Stability Number (N) dan nilai jari-jari hidrolik (HR) dari dinding
stope. N atau modified stability number digunakan
igunakan untuk menghitung kuantitas
massa batuan, kondisi stope untuk kegiatan pemuatan (loading),
), menentukan desain
stabilitas stope dan desa
desain daerah dilusi. Perhitungan N adalah sebagai berikut :
29

N=QxAxBxC

(3.6)

Keterangan :
N

= modified stability number

= modified tunneling quality index / Klasifikasi Sistem Q

= stress factor

= joint orientation factor

= gravity adjustment factor


Untuk perhitungan nilai N tersebut dibutuhkan faktor faktor seperti Q, A, B

dan C.

Faktor Q dihitung menggunakan persamaan 3.6 dengan penjelasan

parameter-parameter yang digunakan terdapat pada lampiran G.


RQD Jr Jw
Q=
x x

Jn Ja SRF

(3.7)

Keterangan :
RQD = rock Quality Design
Jn

= Joint Set number

Jr

=joint Roughness number

Ja

=joint alteration number

Jw

= Joint water reduction factor

SRF

= Stress reduction factor


Faktor A (stress factor) dapat ditentukan dari hasil plot nilai perbandingan antara

uniaxial compressive strength (UCS) dan

maximal induced compressive stress

(max) pada Gambar 3.9

Gambar 3.9
Grafik Stress factor (Faktor A) 2)
30

Nilai faktor A dapat juga dihitung dengan menggunakan persamaan di bawah ini :


A = 0,1125 x c 0,125
i

(3.8)

Keterangan :

= uniaxial compressive strength, MPa

= maximal induced compressive strength, Mpa


Faktor B (joint orientation factor) dapat ditentukan dari hasil plot nilai sudut

yang terbentuk antara face dan joint () pada Gambar 3.10.

Gambar 3.10
Grafik Joint Orientation Factor (Faktor B) 2)
Nilai faktor C dihitung dengan menggunakan persamaan di bawah ini :
C = 8 6 cos

(3.9)

Keterangan :

= kemiringan pada permukaan stope ( )


Faktor C (gravity adjustment factor) juga dapat ditentukan dari hasil plot nilai
sudut kemiringan permukaan stope (face dip) Grafik Gravity Adjusment factor
seperti pada Gambar 3.11.

31

Gambar 3.11
Grafik Gravity Adjusment factor (Faktor C) 2)
Nilai kedua yang digunakan untuk mendapat kondisi stope berdasarkan grafik
ELOS adalah nilai HR (hydraulic radius). HR (hydraulic radius) disebut juga
dengan shape factor atau radius factor. Nilai HR dapat dihitung dengan membagi
luas stope dengan kelilingnya seperti yang terdapat pada persamaan 3.11.
HR = Area of Stope / Perimeter Of Stope

HxW
HR =

2 H + 2W

(3.10)

Keterangan :
HR

= hydraulic radius

= tinggi stope (height), meter

= lebar stope (width), meter

3.6.1 Faktor dilusi


Faktor dilusi (dilution factor = DF) adalah nilai ELOS hasil perkiraan yang
didapat berdasarkan nilai N dan nilai jari-jari radius HR dari stoping. Sebagai contoh,
nilai N sebesar 18 dan nilai HR adalah 11 m, maka dengan memplotkan angka
tersebut didapat nilai DF 1,3 dari hasil perpotongan koordinat N dan HR pada ELOS
Dilution Design Graph seperti tampak pada Gambar 3.12. Pada kenyataannya nilai
ELOS mungkin dapat berbeda dengan nilai DF.
3.6.2 Prediksi Kesalahan Dilusi
Prediksi kesalahan dilusi ( Dilution Prediction Error = DPE) adalah besarnya
selisih antara nilai aktual ELOS di lapangan dengan nilai ELOS hasil perkiraan (DF).
32

Sebagai contoh, jika hanging wall stope memiliki nilai N = 18 dan HR = 11 (DF =
1,3 m), dan besarnya nilai dilusi aktual di lapangan adalah 1,6 m, maka besarnya
DPE = 1,6 1,3 = 0,3 m.

Gambar 3.12
ELOS Dilution Design Graph (Clark,1998)

33

BAB IV
HASIL PENELITIAN

Berdasarkan studi kelayakan, tambang bawah tanah di Big Gossan,


penambangannya akan menggunakan metode sublevel stoping dengan paste backfill
system. Penambangan endapan bijih tembaga dilakukan dengan peledakan pada stope
38 level 3060 dan stope 4 level 3020.
Pola

pemboran

dan

peledakan

ring

drilling

digunakan

untuk

menghubungkan level 3060 dan level 3020. Hasil produksi tambang yang berupa
bongkahan batu mengandung bijih tembaga hasil peledakan ditimbun di bagian
bawah stope yaitu di stope 4 level 3020 kemudian dimuat dengan alat muat untuk
dibawa ke sistem pengangkutan bijih.
4.1

Kondisi Daerah Penelitian


Lokasi penelitian terletak pada areal penambangan PT. Freeport Indonesia

yaitu di tambang bawah tanah Big Gossan. Deposit Big Gossan terletak pada daerah
kontak antara Formasi Ekmai Cretaceus (Unit Kkel dan Kkeh dari Grup
Kembelangan) dan Formasi Waripi Tersier (Tw) dari Grup New Guinea Limestone.
Lokasi penelitian dan pengambilan data dilakukan di stope 38 level 3060 dan stope 4
level 3020 serta stope 39 level 3060.
4.2

Karakteristik Massa Batuan


Dalam kegiatan pemboran dan peledakan, karakteristik massa batuan yang

perlu diperhatikan meliputi sifat fisik dan sifat mekanik. Sifat fisik dan mekanik dari
batuan yang dibongkar akan mempengaruhi rancangan peledakan yang diterapkan.
4.2.1 Sifat Fisik
Adapun jenis batuan berdasarkan data yang diperoleh dari Departemen
Geologi adalah Limestone dan teralterasi dengan hornfels . dengan sifat fisik antara
lain :
1. Density sebesar 2,84 T/m3
34

2. Porositas rasio sebesar 0,89 %


3. Sudut geser dalam sebesar 62,9
4.2.2 Sifat Mekanik
Data tentang sifat mekanik batuan yang diperoleh dari Departemen geologi
antara lain :
1. Harga kuat tekan uniaksial sebesar 95 MPa
2. Harga Modulus Young rata-rata sebesar 74 GPa
3. Harga Poison ratio sebesar 0,22
4. RQD 70 -75 %
5. Kohesi batuan sebesar 10,7 MPa
4.3

Dimensi stope
Dimensi stope pada daerah penambangan Big Gossan memiliki tinggi 40

meter, lebar stope 15 meter dengan panjang stope maksimal 20 meter. Pada saat
penelitian ini panjang stope baru mencapai 5 meter.
4.4

Pengambilan Data
Pengambilan data meliputi data geometri peledakan dan jumlah bahan

peledak yang digunakan, data pengukuran struktur bidang lemah, data pengukuran
getaran akibat peledakan (ground vibration), data pemantauan pergerakan massa
batuan berupa data ekstensometer dan pengukuran lebar lubang bukaan serta data
survey CMS.
4.4.1 Kegiatan Pemboran dan Peledakan
Kegiatan pembuatan lubang ledak pada trial stope 38 level 3060 dan stope 4
level 3020 dengan menggunakan mesin bor jenis Solo Drill 7-15C buatan Sandvik.
Mata bor (bit) yang digunakan sebesar 3,5 inch dengan kedalaman pemboran
mencapai 54 meter dan pola pemboran yang digunakan adalah ring drilling (lihat
gambar 4.1).
Hasil dari peledakan

dari level 3060

dan level 3020 akan dimuat

menggunakan LHD merk Caterpillar type R2900G . Kegiatan peledakan dilakukan


dua kali yaitu pada tanggal 4 September 2008 dan 26 September 2008.

35

Level3060

Level3020

Gambar 4.1
Pola pemboran ring drilling pada level 3060 dan level 3020
4.4.2 Geometri Peledakan
Peledakan pada stope bertujuan untuk mengambil ore dengan metode sub
level stoping yang menghubungkan antara trial stope 38 level 3060 dengan stope 4
level 3020, sehingga ore hasil peledakan akan ditimbun dan diangkut dari stope 4
level 3020. Bahan peledak yang digunakan adalah ANFO (Ammonium Nitrat and
Fuel Oil) dengan perbandingan berat 94,5 % Ammonium Nitrat dan 5,5 % Fuel Oil.
Dengan bahan penguat ledak (primer) adalah PENTEX POWERPLUS P. Data
geometri peledakan pada pembuatan stope dapat dilihat pada tabel 4.1 dan tabel 4.2.
Tabel 4.1
Data Geometri Peledakan Pada tanggal 4 September 2008
Lubang
Ledak
1

Kedalaman Lubang
Bor (m)
5.19

Stemming
(m)
1.19

7.93

1.93

13.72

2.72

24.37

1.37

23.79

8.34

23.48

8.48

23.37

1.37

36

Panjang
isian (m)
4
6
11
23
15.45
15
22

Jumlah Bahan
Peledak (kg)
20.59
30.89
56.63
118.40
72.07
77.22
113.25

Lanjutan Tabel 4.1


Lubang
Ledak
8
9

Kedalaman Lubang
Bor (m)
23.48
23.79

Stemming
(m)
9.48
3.79

10

24.34

8.34

11

14.01

1.01

12

7.98

1.98

13

5.38

1.38

14

1.45

0.45

15

4.32

1.50

16

4.20

1.50

17

4.35

1.50

18

5.23

1.50

19

8.53

1.50

20

11.23

1.50

21

10.57

2.57

22

10.33

1.50

23

10.26

2.26

24

10.68

1.50

25

11.38

1.50

26

8.68

1.50

27

5.48

1.50

28

4.44

1.50

29

4.24

1.50

30

4.43

1.50

31

1.73

0.73

Total

342.37

79.84

Panjang
isian (m)
14
20

Jumlah Bahan
Peledak (kg)
72.07
102.96
82.37

16

66.92

13

30.89

20.59

5.15

14.54

2.82

13.90

2.7

14.65

2.85

19.19

3.73

36.21

7.03

50.10

9.73

41.18

45.46

8.83

41.18

47.23

9.18

50.87

9.88

36.96

7.18

20.51

3.98

15.13

2.94

14.10

2.74

15.09

2.93
1
262.53

5.15
1351.47

Tabel 4.2
Data Geometri Peledakan Pada tanggal 26 September 2008
Lubang
Ledak
1

Kedalaman Lubang
Bor (m)
5.12

Stemming
(m)
1.12

8.02

1.02

37

Panjang
isian (m)
4
7

Jumlah Bahan
Peledak (kg)
20.59
36.04

Lanjutan Tabel 4.2


Lubang
Ledak
3

Kedalaman Lubang
bor (m)
14.01

Stemming
(m)
3.01

4
5

24.30
23.70

2.30
8.70

23.38

8.38

23.28

1.28

23.4

10.40

23.75

3.75

10

24.30

9.30

11

14.23

1.23

12

8.20

1.20

13

5.51

1.51

14

1.73

0.73

15

4.36

1.36

16

4.17

1.50

17

4.57

1.50

18

5.56

1.50

19

8.18

1.18

20

11.55

1.50

21

10.94

1.94

22

10.64

1.64

23

10.70

2.70

24

11.02

1.50

25

11.56

1.56

26

8.62

1.62

27

6.32

1.32

28

5.11

1.11

29

4.66

1.66

30

4.71

1.71

31

1.70

0.70

Total

347.28

79.92

38

Panjang
Isian (m)
11
22
15
15
22
13
20
15
13
7
4
1
3
2.67
3.07
4.06
7
10.05
9
9
8
9.52
10
7
5
4
3
3
1
267.16

Jumlah Bahan
Peledak (kg)
56.63
113.25
77.22
77.22
113.25
66.92
102.96
77.22
66.92
36.04
20.59
5.15
15.44
13.75
15.80
20.90
36.04
51.71
46.33
46.33
41.18
49.00
51.48
36.04
25.74
20.59
15.44
15.44
4.11
1375.33

4.4.3 Pengukuran struktur bidang lemah


Pengambilan data struktur bidang lemah dilakukan di trial stope 38 level
3060 dan stope 4 level 3020 dengan metode scanline berdasarkan lintasan 0 20 m
dan lintasan 20 45 m, struktur bidang lemah berupa strike, dip dan dip direction.
Dip adalah sudut kemiringan terbesar yang dibentuk oleh bidang miring yang
bersangkutan dengan bidang horisontal dan di ukur tegak lurus terhadap jurus. Dip
direction adalah arah tegak lurus jurusyang sesuai dengan arah miringnya bidang
yang bersangkutan dan diukur dari arah utara.
Input data yang digunakan adalah data joint mapping yang kemudian
dianalisa pada proyeksi stereografis pada perangkat lunak Dips. Proyeksi stereografis
bidang lemah pada stope 38 level 3060 dan stope 4 level 3020 dapat dilihat pada
lampiran F. Secara keseluruhan data hasil pengolahan analisa stereografis seperti
tercantum pada tabel 4.3.
Tabel 4.3
Hasil Analisa Stereografis Struktur Geologi
Lokasi

Lintasan

Orientasi Umum Bidang Lemah

(meter)

(dip/dip direction)
42.0985 / 357.621

0 - 20

36.2725 / 64.6026

Stope 38 Level 3060

49.619 / 347.095

20 - 45

Stope 4 Level 3020

55 / 56
50.9108 / 342.263

0 - 20

71.2076 / 210.326
41.3687 / 219.829

20 - 45

4.4.4 Pengukuran Getaran Akibat Peledakan


Dalam pemantauan peledakan dilakukan pengukuran kecepatan partikel
puncak dari kegiatan peledakan di stope. Pengukuran kecepatan partikel puncak
(PPV) ini menggunakan alat Blastmont (lihat gambar 4.2) Sebelum kegiatan
peledakan dilakukan, Geophone blastmont ditempatkan pada jarak sekitar 50 meter
dari lubang ledak pada level 3060 dan level 3020 (lihat gambar 4.3). Kemudian
dilakukan penyetelan alat supaya dapat merekam getaran pada batuan mulai dari
sebelum peledakan sampai dengan beberapa jam setelah peledakan dilakukan.
39

Gambar 4.2
Blastmont

b
Gambar 4.3
a. Posisi geophone pada level 3060
b. Posisi geophone pada level 3020

Grafik hasil pemantauan ini dapat menunjukkan tipe getaran yang timbul
akibat peledakan atau getaran karena hal lain seperti getaran karena alat angkut muat
yang berjalan serta getaran karena

bongkah batu yang berguguran.

40

Amplitudo (mm)

4Sep08_160741
PPV : 0.3532474 mm/s

Time (s)

Gambar 4.4
Hasil perekaman data blastmont stope 38 level 3060 saat peledakan
Pada saat peledakan pada tanggal 4 september 2008 pada pukul 16.07 tercatat
pada grafik nilai PPV sebesar : 0.3532474 mm/s (lihat gambar 4.4). Sedangkan
beberapa menit setelah peledakan timbul getaran dengan nilai PPV sebesar 187.76
mm/s yang diindikasikan adanya pergerakan dari struktur batuan akibat peledakan
dapat dilihat dari bentuk gelombang yang ditimbulkan (lihat gambar 4.5) sehingga
adanya lonjakan yang cukup signifikan yang terekam oleh blastmont.

Amplitudo (mm)

4Sep08_165045
PPV : 187.76064 mm/s

time (s)

Gambar 4.5
Hasil perekaman data blastmont stope 38 level 3060 setelah peledakan
4.4.6 Pemantauan Overbreak dengan CMS
Pengamatan langsung dan data dari hasil survey CMS (Cavity Monitoring
System) akan sangat berguna memberikan informasi kerusakan akibat peledakan
pada dinding stope dengan melakukan observasi dan pengukuran profil dari dinding

41

stope dengan menggunakan alat CMS. Data hasil CMS berupa data string yang
kemudian di konversikan ke program Autocad untuk dapat melihat hasilnya.
Ukuran lebar stope yang diinginkan sebesar 15 meter, dari hasil survey CMS
di dapat nilai aktual overbreak adalah sebagai berikut (lihat gambar 4.11)
a. dilusi aktual pada Side Wall Left

: 1,53 meter

b. dilusi aktual pada Side Wall Right

: 1,75 meter

Gambar 4.11
Hasil Survey CMS Pada Stope

42

BAB V
PEMBAHASAN

Dalam pembuatan stope diperlukan analisa geoteknis untuk memperkirakan


kemungkinan yang terjadi sehingga dapat memberikan rekomendasi geoteknik
terhadap kegiatan penambangan. Penambangan bijih tembaga menggunakan metode
Sub level stoping yang dilakukan dengan peledakan. Peledakan dilakukan untuk
mengambil bjih tembaga serta menghubungkan antara level 3060 dengan level 3020
yang merupakan tenpat menimbun bongkahan hasil peledakan. Kegiatan peledakan
pada stope ini pembahasan akan ditekankan pada :
1.

Analisis Getaran akibat Peledakan.

2.

Nilai dilusi aktual stope

3.

Penentuan nilai dilusi berdasarkan grafik ELOS

5.1

Analisis Getaran Akibat Peledakan

5.1.1 Kecepatan Partikel


Dari hasil pengamatan getaran akibat peledakan (ground vibration) pada saat
peledakan di stope 38 level 3060 tanggal 4 September 2008 nilai PPV sebesar 0,35
mm/s, kemudian setelah peledakan nilai PPV menjadi 187,76 mm/s.
Merujuk pada gambar 4.4 dan 4.5, terlihat perbedaan antara bentuk
gelombang saat peledakan dan gelombang setelah peledakan yang mengalami
lonjakan kecepatan partikel, di perkirakan adanya pergerakan pada batuan akibat dari
peledakan yang dilakukan.
Pengukuran getaran akibat peledakan di stope 38 level 3060 menunjukkan
terjadinya lonjakan kecepatan partikel setelah dilakukan peledakan. Akibat efek dari
peledakan terjadi pergerakan massa batuan

pada dinding stope yang kecepatan

partikelnya terekam sebesar 187,76 mm/s (lihat gambar 5.1) yang memicu terjadinya
runtuhan dari batuan yang sudah tidak kompak dan mengakibatkan terjadinya dilusi.

43

Gambar 5.1

Gambar 5.1

200.0000
180.0000
160.0000
140.0000
120.0000
100.0000
80.0000
60.0000
40.0000
20.0000
0.0000

level3020

16:51:29
16:51:31
19:22:01
19:22:03
19:22:21
19:22:23
19:30:00
19:30:21
19:30:23
20:55:09
21:55:03
21:55:14
21:55:16
21:59:58
22:00:00
22:00:04
22:00:19
22:00:21
12:00:37
22:01:04
22:01:45

kecepatan partikel (mm/s)

fik Blast monitoring I level 306


3060 PPV vs TIME
Grafik

waktu

Gambar 5.2
Grafik
fik Blast monitoring I level 302
3020 PPV vs TIME
Hasil rekam getaran pada level 3020 yang merupakan level tempat
ditimbunnya hasil peledakan menunjukkan terjadi getaran yang kontinyu setelah
terjadi lonjakan PPV di level 3060 (lihat gambar 5.2). Pada
ada dinding stope level

44

3060 terjadi runtuhnya batuan yang kemudian jatuh ke level 3020 sehingga
menimbulkan getaran yang direkam oleh blastmont yang ada di level 3020.
Berdasarkan hasil survey CMS diketahui telah terjadi dilusi pada dinding
stope 38 level 3060. Runtuhan akibat peledakan yang kemudian menimbulkan dilusi
pada dinding stope jatuh dan terekam secara kontinyu di level 3020 oleh blastmont .

5.1.2. Metode Jarak Terukur (scaled Distance)


Jarak terukur (Scalled Distance) digunakan untuk menilai jarak aman yang
dibutuhkan dari suatu titik peledakan dengan struktur bangunan yang ada di sekitar
titik peledakan untuk menghindari terjadinya kerusakan akibat getaran yang
ditimbulkan. Semakin besar nilai jarak terukur yang didapat dibandingkan jarak
terukur yang menjadi acuan, maka peledakan akan semakin aman. Jarak terukur
dapat dihitung berdasarkan rumus 3.4 :
d
PV = 714.4

1.6

Keterangan :
PV

= Kecepatan partikel (mm/s)

= jarak dari lubang ledak dengan titik ukur (m)

= berat bahan peledak per delay (kg)


Berdasarkan kriteria kerusakan menurut USBM diketahui bahwa PPV < 50

mm/s tidak menimbulkan kerusakan, maka nilai tersebut merupakan batas maksimal
dari PPV untuk menghindari terjadinya kerusakan berdasarkan USBM.
Nilai PPV yang digunakan sebagai acuan adalah berdasarkan USBM yaitu 50
mm/s. Nilai jarak terukurnya dapat dihitung :

d
PV = 714.4

1.6

50 = 714.4(SD)-1.6
SD = 5,3 m/kg0.5
Nilai jarak terukur (SD) dari PPV : 50 mm/s adalah 5,3 m/kg0.5, dan untuk
meningkatkan faktor keamanan nilai jarak terukur tersebut dinaikkan menjadi 6
m/kg0.5. Membandingkan nilai jarak terukur dari kegiatan peledakan dengan jarak

45

terukur yang menjadi acuan dengan tujuan untuk memperkirakan jarak aman agar
terhindar dari kerusakan akibat getaran yang ditimbulkan dari peledakan.
Pada peledakan tanggal 4 Sep
September
er 2008 di stope 38 level 3060 dengan
jumlah bahan peledak sebesar 675,735 kg,
kg, berdasarkan rumus 3.4 dapat dihitung

nilai jarak terukur serta kecepatan partikel dengan jarak titik ledak dan titik
perekaman yang berbeda seperti tampak pada tabel 5.1.
Tabel 5.1
Data Peledakan tanggal 4 September 2008
No
1
2
3
4
5

Jarak (d)
meter
100
150
200
250
300

berat bahan peledak (W)


kg
675.735
675.735
675.735
675.735
675.735

SD
(m/kg0.5)
3.845
5.77
7.69
9.62
11.54

Hubungan SD dengan PPV hasil pengukuran

PPV(mm/s)
(mm/s)
82.74897
43.25303
27.29698
19.10111
14.26818

pada tabel 5.1 dapat

digambarkan pada suatu grafik


grafik.. Untuk peledakan pada tanggal 4 September 2008
dapat dilihat hubungan Scaled Distance vs PPV pada gambar 5.3.

Gambar 5.3

Grafik PPV/Scaled Distance pada peledakan di level 3060


pada tanggal 4 September 2008
Hasil analisis regresi men
menunjukan
unjukan bahwa data hasil pengukuran membentuk
suatu garis lurus yang disebut envelope line dengan persamaan garis y = -8,376x +
46

101,7 dan nilai R2 = 0,8475 yang disebut koefisien determinasi yaitu nilai statistik
yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan pengaruh antara dua
variabel. Koefisien determinasi sebesar 84,75% menunjukkan bahwa perubahan nilai
PPV adalah 84,75% dipengaruhi oleh jarak terukur (Scaled Distance). Koefisien
korelasi digunakan untuk mengetahui bagaimana keeratan hubungan antara suatu
variabel dengan variabel lain. Nilai koefisien korelasi (R) merupakan akar kuadrat
dari koefisien determinasi. Besar koefisien korelasi (R) dari grafik diatas adalah 0,92
yang termasuk dalam kategori Strong positive correlation. Semakin tinggi nilai
koefisien korelasi antara dua buah variabel (semakin mendekati 1), maka tingkat
keeratan hubungan antara dua variabel tersebut semakin tinggi.
Dari tabel 5.1 terlihat bahwa nilai jarak terukur (SD) dan PPV dari kegiatan
peledakan bervariasi dengan jarak titik ukur yang berbeda. Jarak titik ukur kurang
dari 200 m dari titik peledakan dengan nilai jarak terukur lebih kecil dari 6 m/kg0.5
dan dengan nilai PPV lebih besar dari 50 mm/s diperkirakan tidak aman karena akan
terkena efek getaran akibat peledakan. Jarak minimal 200 m dari titik peledakan
merupakan jarak aman bagi struktur bangunan, sehingga bila akan dibuat di sekitar
titik peledakan maka harus sejauh minimal 200 m.
Pada peledakan tanggal 26 September 2008 di stope 38 level 3060 dengan
jumlah bahan peledak sebesar 864.85kg berdasarkan rumus 3.4 dapat dihitung nilai
jarak terukur serta kecepatan partikel dengan jarak titik ledak dan titik perekaman
yang berbeda seperti tampak pada tabel 5.2.
Tabel 5.2
Data Peledakan tanggal 26 September 2008
No

Jarak (d)
meter

Berat bahan
peledak (W) Kg

SD
(m/kg0.5)

PPV (mm/s)

100

864.850

3.40

100.8078

150

864.850

5.10

52.69241

200

864.850

6.80

33.25417

250

864.850

8.50

23.26966

300

864.850

10.20

17.38201

Hubungan SD dengan PPV hasil pengukuran

pada tabel 5.2 dapat

digambarkan pada suatu grafik. Untuk peledakan pada tanggal 26 September 2008
dapat dilihat hubungan Scaled Distance vs PPV pada gambar 5.4.
47

Gambar 5.4
Grafik PPV/Scaled Distance pada peledakan di level 3060
pada tanggal 26 September 2008
Hasil analisis regresi men
menunjukan
unjukan bahwa data hasil pengukuran membentuk
suatu garis lurus yang disebut envelope line dengan persamaan garis y = -11,544x +
123,99 dan nilai R2 = 0,8475 yang di
disebut koefisien determinasi yaitu nilai statistik

yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan pengaruh antara dua
variabel. Koefisien determinasi sebesar 84,75% menunjukkan bahwa perubahan pada
nilai PPV adalah 84,75% dipengaruhi oleh jarak terukur (Scaled Distance). Koefisien

korelasi digunakan untuk mengetahui bagaimana keeratan hubungan antara suatu


variabel dengan variabel lain. Nilai koefisien korelasi (R) merupakan akar kuadrat
dari koefisien determinasi. Besar koefisien
koefisien korelasi (R) dari grafik diatas adalah 0,92
yang termasuk dalam kategori Strong positive correlation. Semakin tinggi nilai

koefisien korelasi antara dua buah variabel (semakin mendekati 1), maka tingkat
keeratan hubungan antara dua variabel tersebut
terseb semakin tinggi.
Dari tabel 5.2 terlihat bahwa nilai jarak terukur (SD) dan PPV dari kegiatan

peledakan bervariasi dengan jarak titik ukur yang berbeda. Jarak titik ukur kurang
dari 200 m dari titik peledakan dengan nilai jarak terukur lebih kecil dari 6 m/kg0.5
dan dengan nilai PPV lebih besar dari 50 mm/s diperkirakan tidak aman karena akan
48

terkena efek getaran akibat peledakan. Jarak minimal 200 m dari titik peledakan
merupakan jarak aman bagi struktur bangunan, sehingga bila akan dibuat di sekitar
titik peledakan maka harus sejauh minimal 200 m.

5.2

Penentuan Dilusi Berdasarkan Grafik ELOS


Dalam memperkirakan dilusi dengan menggunakan grafik ELOS dengan cara

memplot nilai Stability Number (N) dan nilai jari-jari hidrolik (HR) dari dinding
stope. Perhitungan N didapat dari faktor Q (modified tunneling quality index /

klasifikasi sistem Q), faktor A (stress factor), faktor B (joint orientation factor) dan
faktor C (gravity adjustment factor).
Q merupakan salah satu faktor yang digunakan untuk perhitungan N.
Berdasarkan keadaan geologi di Big Gossan, didapat nilai dari parameter pengukuran
faktor Q seperti terlihat pada tabel 5.4.
Tabel 5.4
Parameter Pengukuran Faktor Q
Nilai
Side Wall
Side wall
Right
Left

Parameter

Kondisi Geologi

RQD

70 % - 75 %

Jn

two joint set and random

Jr

iregullar plannar

1.5

1.5

Ja

slightly

75

75

Jw

no water

SRF

medium stress

Dari parameter tersebut dapat dihitung nilai Q, yaitu :

RQD Jr Jw
Q=
x x

Jn Ja SRF
75 1.5 1
Q = x x
6 2 1
Q = 9,375
Parameter perhitungan faktor A yang didapat di lapangan penelitian adalah sebagai
berikut :

= 95 MPa

49

= 36 MPa ( nilai maksimum tegangan in situ, lihat lampiran I)

kemudian parameter tersebut diplot pada grafik stress factor seperti pada gambar 5.5
atau dihitung dengan persamaan 3.9.


A = 0,1125 x c 0,125
i
95
A = 0,1125 x 0,125
36

A = 0,17875

Gambar 5.5
Nilai Faktor A pada stope
Faktor B (joint orientation factor) didapat dari hasil plot pada grafik joint

orientation factor sudut yang terbentuk antara face dan joint. pada sisi kanan stope
(SWR) sudut yang terbentuk sebesar 38 sehingga nilai faktor B yang didapat yaitu
0.35 dan pada sisi kiri stope (SWL) sudut yang terbentuk adalah 30 sehingga nilai
faktor B adalah 0.2 seperti pada gambar 5.6.

Gambar 5.6
Nilai Faktor B pada stope
50

Faktor C (gravity adjustment factor) didapat dari hasil plot pada grafik faktor
C. atau dihitung dengan rumus 3.10. Kemiringan pada permukaan stope Big gossan
adalah 90, sehingga perhitungan faktor C adalah sebagai berikut :
C = 8 6 cos
C = 8 6 cos 90
C=8
Berdasarkan faktor faktor tersebut, maka nilai N dapat dihitung berdasarkan rumus
3.7 yaitu :
Nilai N pada sisi kanan stope ( side wall right) adalah :
N=QxAxBxC
N = 9,375 x 0,18 x 0,35 x 8
N = 4,725
Nilai N pada sisi kiri stope ( side wall left) adalah :
N=QxAxBxC
N = 9,375 x 0,18 x 0,2 x 8
N = 2,7
Nilai HR pada SWR dan SWL dapat dihitung dengan rumus 3.11 yaitu :
HR = Luas Stope / Keliling Stope

HR = (p x l)/(2(p+l))
HR = (40 x 20)/(2(40+20))
HR = 800/120
HR = 6,67
Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 5.5.
Tabel 5.5
Parameter perhitungan Nilai N
Parameter

SideWallRight

SidewallLeft

Q'

9.375

9.375

0.18

0.18

0.35

0.2

N'

4.725

2.7

HR

6,67

6,67

51

Dalam memperkirakan besar dilusi yang terjadi digunakan tiga kurva sejajar
yang berdekatan untuk mengukur besarnya dilusi dalam satuan meter. Ada empat
zona yang membatasi yaitu : ELOS 0.5 m, 0.5 < ELOS 1.0 m, 1.0 m < ELOS
2.0 m dan ELOS > 2.0 m. Dalam memperkirakan faktor dilusi dengan menggunakan
grafik ELOS dengan cara memplot nilai Stability Number (N) dan nilai jari-jari
hidrolik (lihat tabel 5.8) dari dinding stope seperti yang terlihat pada gambar 5.7.

SWR = 1,8 m
SWL = 1,4 m

Gambar 5.7
Penentuan DF pada grafik ELOS
Dari grafik didapat nilai faktor dilusi (DF) pada sisi stope sebelah kanan
(SWR) adalah sebesar 1,8 meter dan nilai DF pada stope sebelah kiri (SWL) sebesar
1,4 meter. Berdasarkan grafik ELOS diketahui pengaruh dari peledakan pada trial
stope 38 level 3060, di sisi kanan dengan nilai dilusi 1,8 meter dapat menyebabkan
keruntuhan pada dinding stope.
Prediksi kesalahan dilusi ( Dilution Prediction Error = DPE) adalah besarnya
selisih antara nilai aktual ELOS di lapangan yang diukur dengan menggunakan CMS
dengan nilai ELOS hasil perkiraan (DF). Nilai DPE dapat dilihat pada tabel 5.6.

52

Tabel 5.6
Prediksi Kesalahan Dilusi (DPE)
Faktor Dilusi
(m)
1.8
1.4

SWR
SWL

Dilusi Aktual
berdasarkan CMS (m)
1.75
1.53

Dilution Prediction
error (m)
0.05
0.13

Dari tabel 5.9 dapat dilihat bahwa besar dilusi aktual tidak berbeda jauh
dengan besar dilusi dari perkiraan dengan grafik, sehingga penggunaan grafik ELOS
dapat dipakai sebagai salah satu pertimbangan dalam membuat stope.
Persen dilusi yang terjadi berdasarkan grafik adalah sebagai berikut :
% dilusi ELOS

% dilusi ELOS

151,81,4 15

15

100%

18,2 15
x100%
15

= 21,33 %
Jumlah tonase stope ideal adalah sebagai berikut :
Volume stope = p x l x t
= 5 x 15 x 40
= 300 m3
Tonase stope = volume stope x densitas
= 300 m3 x 2,84 T/m3
= 852 ton
Jumlah tonase stope berdasarkan hasil grafik ELOS adalah sebagai berikut :
Volume stope = Volume ideal + Volume % dilusi
= 300 m3 + (21,33 % x 300m3)
= 300 m3 + 63,99 m3
= 363,99 m3
Tonase stope = Volume x densitas
= 363,99 m3 x 2,84 T/m3
= 1.033,7316 ton
tonase dilusi = 1.038,2472 ton 852 ton
= 181,7316 ton

53

5.3

Dilusi Aktual Stope


Dengan lebar stope ideal adalah 15 meter maka persen dilusi aktual

berdasarkan CMS adalah sebagi berikut :


% dilusi CMS

% dilusi CMS

151.751.53 15

15

100%

18,28 15
x100%
15

= 21,86 %
Jumlah tonase stope ideal adalah sebagai berikut :
Volume stope = p x l x t
= 5 x 15 x 40
= 300 m3
Tonase stope = volume stope x densitas
= 300 m3 x 2,84 T/m3
= 852 ton
Jumlah tonase stope aktual adalah sebagai berikut :
Volume stope aktual = Volume ideal + Volume % dilusi
= 300 m3 + (21,86 % x 300m3)
= 300 m3 + 65,58 m3
= 365,58 m3
Tonase aktual stope

= Volume x densitas
= 365,58 m3 x 2,84 T/m3
= 1.038,2472 ton

tonase dilusi = 1.038,2472 ton 852 ton


= 186,2472 ton
Penggunaan grafik ELOS sangat membantu dalam dalam memperkirakan
besar nilai dilusi yang terjadi pada stope. Selisih hasil antara grafik ELOS dan nilai
dilusi berdasarkan CMS tidak terlalu signifikan sehingga dapat direkomendasikan
penggunaannya.

54

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1

Kesimpulan
Dari hasil penelitian di lapangan dan pembahasan masalah maka diperoleh

kesimpulan sebagai berikut :


1.

Kegiatan peledakan yang dilakukan pada trial stope 38 level 3060 memberi
efek getaran ( ground vibration) yang menyebabkan runtuhnya massa batuan
karena kondisi batuan yang sudah tidak kompak sehingga menyebabkan
dilusi pada stope.

2. a.

Besar dilusi yang terjadi berdasarkan grafik ELOS pada sisi kiri stope (SWL)
adalah 1, 4 m dan sisi kanan stope (SWR) adalah 1,8 m.

b.

Besar dilusi aktual dari hasil survey CMS pada sisi kiri stope (SWL) = 1,75
m dan di sisi kanan stope (SWR) = 1,53 m.

3. a.
b.

Nilai dilusi berdasarkan grafik ELOS adalah sebesar 181,7316 ton


Nilai dilusi aktual yang terjadi adalah sebesar 186, 2472 ton.

6.2

Saran

1.

Penggunaan grafik ELOS untuk memperkirakan besar dilusi yang terjadi


dapat menjadi bahan masukan untuk mengambil keputusan dalam pembuatan
stope.

55

DAFTAR PUSTAKA

1. Algifari, (1997) Analisis Regresi : Teori, Kasus dan Solusi, BPFE,


Yogyakarta.
2. Brady, B.H.G., Brown, E.T., (1985), Rock Mechanics For Underground
Mining, George Allen & Unwin Publisher Ltd, London.
3. Diederichs, M. S., Kaiser, P. K., (1995), Rock Instability And Risk Analyses
In Open Stope Mine Design, Geomechanics Research Center, Laurentian
University, Sudbury.
4. Down, C. G., Stocks, J., (1978), Environmental Impact Of Mining, Applied
Science Publisher Ltd., London.
5. Hustrulid, W. A., (1985), Underground Mining Methods Handbook, The
American Institute of Mining, Metallurgical, and Petroleum Engineers, Inc.,
New York.
6. Jarosz, A. P., Shepherd, L., (2000), Open Stope Cavity Monitoring for the
Control of Dilution and Ore Loss, Mine Surveying Program, Western
Australian School of Mines, Curtin University, Kalgoorlie.
7. Konya, Calvin J., (1995), Blast Design, Intercontinental Development
Corporation, Ohio.
8. Martin, C. D., Tannant, D. D., Yazici, S., Kaiser, P. K., (1999), Stress Path
And Instability Around Mine Openings, 9th ISRM Congress, Paris.
9. Milton, J.S., Arnold, Jesse C., (1995), Introduction To Probability And
Statistics Principles And Applications For Engineering And The Computing
Sciences, McGraw Hill Inc., New york.
10. Murthy,V. M. S. R., Dey Kaushik, Raitani Rajesh, (2003), Prediction Of
Overbreak In Underground TunnelBlasting A Case Study,WWW.
Dspace.nitrkl.ac.in, Canada.
11. Yanto Indonesianto, 1996, Persiapan Pembukaan Tambang Bawah Tanah,
Jurusan Teknik Pertambangan, UPN Veteran Yogyakarta, Yogyakarta.
12. _________(2005), Laporan Studi Kelayakan Tambang Bawah Tanah Big
Gossan Volume 1, PT. Freeport Indonesia, Tembagapura.

56

LAMPIRAN A
LOKASI STOPE 4 LEVEL 3020

57

LAMPIRAN B
LOKASI STOPE 38 LEVEL 3060

58

LAMPIRAN C

GAMBAR C1 GEOMETRI PELEDAKAN


59

GAMBAR C2 GEOMETRI PELEDAKAN

60

16:07:41
16:07:45
16:26:13
16:30:36
16:30:40
16:32:00
16:32:04
16:32:08
16:42:20
16:42:24
16:50:45
16:50:49
3:19:10
5:25:16
5:25:20
5:25:24
5:30:55
5:30:59
5:31:03
5:39:04
5:39:08
5:39:12
5:47:36
5:47:42
5:47:46
5:51:46
5:51:50
9:52:37
9:52:41
9:52:47
9:52:51
9:52:56

PPV ( m/s )

LAMPIRAN D

200

Grafik Blast monitoring I level 3060


PPV vs TIME

150

100

50

-50

Time

GAMBAR D1 GRAFIK BLAST MONITORING I LEVEL 3060


4 September 2008

61

Grafik Blast monitoring I level 3020


PPV vs TIME
200
180
160

PPV (m/s)

140
120
100
80
60
40
20
0

TIME

GAMBAR D2 GRAFIK BLAST MONITORING I LEVEL 3020


4 September 2008
62

16:46:50
16:46:54
16:46:58
16:52:24
16:52:28
16:52:32
16:52:36
16:57:36
16:57:40
16:57:44
20:54:50
4:17:45
4:17:49
4:17:53
4:49:23
4:49:27
5:42:11
5:42:15
5:42:19
5:43:57
5:44:01
5:44:05
5:49:04
5:49:08
5:49:12
5:52:28
5:52:32
5:52:36
5:58:15
5:58:19
5:58:23
9:02:13

PPV (m/s)

Grafik Blast monitoring II level 3060


PPV vs TIME

35

30

25

20

15

10

TIME

GAMBAR D3 GRAFIK BLAST MONITORING II LEVEL 3060


26 September 2008

63

LAMPIRAN E
Tabel E1
HASIL PENGAMATAN STRUKTUR BIDANG LEMAH
DI STOPE 4 LEVEL 3020

Kedudukan

Kedudukan

Lintasan

No

Strike (N...E)

Dip ()

dip direction (NE)

0-20m

239

58

329

Lintasan
20-45
m

No

Strike (N...E)

Dip ()

dip direction (NE)

200

47

290

254

52

344

196

52

286

246

47

336

202

37

292

248

62

338

126

40

216

264

42

354

132

29

222

250

47

340

130

44

220

258

27

348

120

33

210

270

27

360

134

39

224

296

50

26

146

55

236

10

303

42

33

10

106

43

196

11

305

47

35

11

112

55

202

12

310

48

40

12

128

38

218

13

294

58

24

13

131

46

221

14

258

58

348

14

126

54

216

15

28

52

118

15

118

58

208

16

34

58

124

16

258

77

348

17

178

78

268

17

203

39

293

18

218

87

308

18

188

48

278

19

228

72

318

19

173

50

263

20

213

57

303

20

171

43

261

21

198

76

288

21

169

40

259

22

196

38

286

22

165

55

255

23

194

47

284

23

171

51

261

24

190

49

280

24

113

69

203

25

196

42

286

25

119

70

209

26

120

39

210

26

117

55

207

27

126

54

216

27

107

59

197

28

124

50

214

28

121

73

211

29

114

68

204

29

133

79

223

30

128

69

218

30

93

76

183

31

140

54

230

31

99

65

189

32

100

58

190

32

115

86

205

64

LanjutanTabelE1

Lintasan

Kedudukan

Kedudukan

No

Strike(N...E)

Dip ()

dip direction (NE)

Strike(N...E)

Dip ()

dip direction (NE)

33

106

72

196

33

118

79

208

34

122

78

212

34

113

48

203

35

125

75

215

35

113

70

203

36

120

64

210

36

153

86

243

37

112

85

202

37

284

72

14

38

252

78

342

38

235

60

325

39

147

55

237

39

236

45

326

40

107

63

197

40

222

52

312

41

113

45

203

42

129

42

219

65

Tabel E2
HASIL PENGAMATAN STRUKTUR BIDANG LEMAH
DI STOPE 38 LEVEL 3060
Kedudukan
Lintasan

No

Strike (N...E)

Dip ()

Kedudukan

dip direction (NE)

Lintasan
20-45m

0-20m

245

51

335

270

45

360

260

40

350

230

55

320

325

35

55

337

40

261

20

351

122

66

212

266

43

10

116

70

206

11

200

40

290

12

205

41

295

13

250

51

340

14

260

51

15

65

45

155

16

135

51

225

17

200

71

18

110

80

200

19

150

65

240

20

343

50

73

21

232

69

322

22

241

31

331

23

333

40

63

24

215

42

305

25

342

35

72

26

336

32

66

27

335

67

65

28

267

43

357

29

155

61

245

30

51

62

141

31

170

47

32

333

51

63

33

147

65

237

34

35

139
70

71
68

290

350

356

67

260

229

160

66

No

Strike (N...E)

Dip ()

dip direction (N.)..E

246

49

336

261

54

351

253

49

343

255

42

345

320

51

50

257

46

347

265

35

355

340

41

70

263

57

353

10

310

45

40

11

312

57

42

12

331

40

61

13

331

48

61

14

265

56

355

15

35

64

125

16

337

70

67

17

345

56

75

18

335

57

65

19

335

73

65

20

190

73

280

21

355

67

85

22

353

70

83

23

262

56

352

24

327

78

57

25

173

61

263

26

205

77

295

27

200

43

290

28

119

65

209

29

160

81

250

30

193

67

283

31

160

55

250

32

195

65

285

33

201

86

291

34

117

47

207

35

220

85

310

LanjutanTabelE2

Lintasan

Kedudukan

Kedudukan

Strike (N...E)

Dip ()

36

173

57

263

37

210

78

300

38

275

40

365

39

338

66

68

40

352

59

82

41

349

61

79

42

351

78

81

43

355

71

85

67

Strike (N...E)

Dip ()

dip direction (NE)

36

339

65

69

37

326

57

56

38

179

62

269

39

266

57

356

40

326

55

56

41

173

53

263

42

170

73

260

43

330

46

60

44

179

42

269

45

266

67

356

46

266

45

356

47

333

53

63

48

330

73

60

49

260

66

350

50

271

49

361

LAMPIRAN F

Gambar F1 Proyeksi Stereografis Bidang lemah Lintasan 0 20 meter


Di Stope 38 Level 3060

68

Gambar F2 Proyeksi Stereografis Bidang lemah Lintasan 20 45 meter


Di Stope 38 Level 3060

69

Gambar F3 Proyeksi Stereografis Bidang lemah Lintasan 0 20 meter


Di Stope 4 Level 3020

70

Gambar F4 Proyeksi Stereografis Bidang lemah Lintasan 20 45 meter


Di Stope 4 Level 3020

71

LAMPIRAN G
ROCK MASS CLASSIFICATION

72

73

74

LAMPIRAN H
TabelH1
HasilPemantauanGround Vibration

4September2008
Level 3060
Level 3020
Time
PPV
TIME
PPV
16:07:41 0.3532474 16:51:29 55.03595
16:07:45 0.44316494 16:51:31 6.583247
16:26:13 0.3532474 19:22:01 59.705235
16:30:36 0.46243298 19:22:03 8.831185
16:30:40 0.3917835 19:22:21 91.11857
16:32:00 0.5523505 19:22:23 181.20308
16:32:04 0.86063915 19:30:00 12.305856
16:32:08 0.56519586 19:30:21 9.601907
16:42:20 0.47527835 19:30:23 40.058258
16:42:24 0.46885568 20:55:09
9.24866
16:50:45 187.76064 21:55:03 30.74537
16:50:49 2.5498042 21:55:14 16.698969
3:19:10 0.43031958 21:55:16 16.51271
5:25:16
2.0231442 21:59:58 12.228784
5:25:20
1.907536
22:00:00 15.549309
5:25:24
1.7277011 22:00:04 13.738113
5:30:55
1.8754227 22:00:19 12.838938
5:30:59
4.662866
22:00:21 9.839546
5:31:03
2.5690722 12:00:37 18.388134
5:39:04
0.6936495 22:01:04 35.311897
5:39:08
0.8991752 22:01:45 3.095732
5:39:12
0.7771443

5:47:36
1.0468969

5:47:42 0.98267007

5:47:46
0.5523505

5:51:46 0.34682474

5:51:50 0.39820617

9:52:37
0.8927526

9:52:41
0.783567

9:52:47
1.1753505

9:52:51
1.2395773

9:52:56
6.9878764

75

26September2008
level3060
TIME
PPV
16:46:50 2.1580205
16:46:54 1.9011134
16:46:58 1.5350206
16:52:24 0.56519586
16:52:28 1.2331547
16:52:32 0.55877316
16:52:36 0.8863299
16:57:36 32.023483
16:57:40
5.645536
16:57:44 0.66795874
20:54:50 0.37251547
4:17:45
0.7064948
4:17:49
0.7257629
4:17:53 0.98909277
4:49:23 0.50096905
4:49:27 0.43674228
5:42:11
2.4534638
5:42:15
2.8259792
5:42:19
1.9011134
5:43:57
1.3102268
5:44:01
2.0745258
5:44:05
1.8304639
5:49:04
2.7810206
5:49:08
1.6955876
5:49:12
1.888268
5:52:28
3.172804
5:52:32
4.277505
5:52:36
2.2864742
5:58:15 0.79641235
5:58:19 0.70007217
5:58:23
0.8863299
9:02:13
7.129175

75

LAMPIRAN I
Hasil Pengukuran Tegangan In Situ di District Ertsberg

76

Anda mungkin juga menyukai