Anda di halaman 1dari 11

BAB V

HIDROGEOLOGI

Sistem penambangan yang dilakukan di Desa Sidorejo, Kecamatan Ponjong,


Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta adalah tambang terbuka.
Kegiatan penambangan seperti ini kondisi kerja sangat dipengaruhi oleh keadaan
cuaca. Curah hujan yang tinggi pada musim penghujan mengakibatkan terganggunya
proses penambangan. Hal ini jika tidak ditangani dengan benar dapat berpengaruh
terhadap kondisi kerja di permukaan kerja (front penambangan) dan dapat
mengganggu aktivitas penambangan.
Saat terjadi hujan kondisi tempat kerja menjadi basah dan becek, sehingga akan
menimbulkan masalah, terutama pada kegiatan penggalian dan pengangkutan. Untuk
mengatasi masalah tersebut, diperlukan sistem penyaliran tambang yang memadai.
Sistem penyaliran tambang yang ada selama ini meliputi kegiatan pemompaan untuk
mengalirkan air tambang dari bukaan tambang ke saluran terbuka yang kemudian
dialirkan ke kolam pengendapan.
Agar dalam melakukan kajian hidrogeologi dapat berjalan lancar dan tepat
sasaran, diperlukan kerangka kajian. Kerangka kajian ini sebagai acuan pelaksanaan
kajian di lapangan, terutama cakupan materi, data-data yang harus diambil, urutan
dan kaitan masing-masing aspek kajian serta hasil yang diperoleh. Secara ringkas
kerangka kajian mencakup :
1. Kajian Hidrologi
2. Kajian Hidrogeologi
3. Pengendalian Air Tambang
4. Perhitungan Dimensi Saluran Terbuka dan Gorong-gorong
5. Ceruk/Sumuran (Sump)
6. Sistem Pemipaan dan Pompa
7. Rancangan Kolam Pengendapan
Diagram alir kerangka kajian hidrogeologi dapat dilihat di halaman
berikut:

KAJIAN HIDROGEOLOGI DAN SISTEM PENYALIRAN TAMBANG

CAKUPAN MATERI

KAJIAN HIDROLOGI KAJIAN HIDROGEOLOGI


Desa Sidorejo, meliputi: Desa Sidorejo meliputi:
Kondisi Hidrologi daerah Kondisi geologi.
penyelidikan Kondisi akuifer.
Analisis data curah hujan Kondisi airtanah.
Kajian kondisi air
permukaan

DATA DATA
MASUKAN MASUKAN

Luas daerah tangkapan hujan


Rencana kemajuan tambang (kemajuan
penambangan)
Sumber dan jumlah air tambang

RANCANGAN SISTEM PENYALIRAN


TAMBANG

Perhitungan dimensi saluran terbuka


Perhitungan dimensi sump
Perhitungan kebutuhan pompa dan pipa
Perhitungan dimensi kolam pengendapan

Gambar 5.1
Kajian Hidrogeologi dan Sistem Penyaliran Tambang
5.1. Kajian Hidrologi
5.1.1 Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi secara alamiah dapat dilihat pada gambar 5.2., yang
menunjukkan gerakan air di permukaan bumi. Siklus hidrologi merupakan
siklus atau sirkulasi air yang berasal dari bumi kemudian menuju ke
atmosfer dan kembali lagi ke bumi yang berlangsung secara terus menerus.
Siklus ini mempunyai peranan sangat penting bagi kelangsungan hidup
makhluk di bumi. Dengan adanya siklus ini, ketersediaan air di bumi bisa
selalu terjaga.

(Sumber: Suripin, 2002)


Gambar 5.2
Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi ini setidaknya mencakup 8 tahap, yakni evaporasi,
transpirasi, evapotranspirasi, sublimasi, kondensasi, adveksi, presipitasi,
run off, dan infiltrasi. Agar lebih jelas, masing- masing tahapan tersebut
akan bahas sebagai berikut.
1. Evaporasi
Tahapan pertama dalam siklus hidrologi ini adalah evaporasi. Evaporasi
merupakan istilah lain dari penguapan. Penguapan yang mengawali terjadinya
siklus hidrologi adalah penguapan dari air yang ada di bumi, seperti samudera,
laut, danau, rawa, sungai, bendungan, bahkan di areal persawahan. Semua air
tersebut akan berubah menjadi uap air karena adanya pemanasan dari sinar
matahari. Hal inilah yang disebut dengan evaporasi atau penguapan. Evaporasi
akan mengubah bentuk air yang semula cair menjadi uap air yang berwujud gas.
Karena menjadi wujud gas, hal ini memungkinkan bahwa gas tersebut dapat naik
ke atas (ke atmosfer), karena terbawa oleh angin. Semakin panas sinar matahari
yang diterima, maka akan semakin banyak air yang berubah menjadi uap air, dan
semakin banyak pula yang terbawa ke lapisan atmosfer bumi.
2. Transpirasi
Selain evaporasi, ada bentuk penguapan lainnya yakni penguapan yang berasal
dari jaringan makhluk hidup. Penguapan yang terjadi di jaringan makhluk hidup
ini disebut sebagai transpirasi. Transpirasi terjadi di jaringan hewan maupun
tumbuhan. Sama halnya dengan evaporasi, transpirasi juga mengubah air yang
berwujud cair dari jaringan makhluk hidup menjadi uap air. Uap air akan terbawa
ke atas, yakni ke atmosfer. Penguapan yang terjadi karena transpirasi ini
jumlahnya lebih sedikit atau lebih kecil daripada penguapan yang terjadi karena
evaporasi.
3. Evapotranspirasi
Evapotranspirasi merupakan gabungan dari evaporasi dan transpirasi, sehingga
dapat dikatakan bahwa evapotranspirasi merupakan total penguapan air atau
penguapan air secara keseluruhan, baik yang ada di permukaan bumi maupun di
jaringan makhluk hidup.
4. Sublimasi
Tahapan yang lainya adalah sublimasi. Jadi, selain melalui proses penguapan,
naiknya uap air ke atmosfer juga terjadi melalui proses sublimasi. Sublimasi
merupakan proses perubahan es di kutub atau di puncak gunung menjadi uap air,
tanpa harus melalui proses cair terlebih dahulu. Sublimasi juga tidak sebanyak
penguapan (evaporasi maupun transpirasi), namun meski sedikit tetap saja
sublimasi ini berkontribusi erat terhadap jumlah uap air yang terangkat ke
atmosfer. Dibandingkan dengan evaporasi maupun transpirasi, proses sublimasi
ini berjalan lebih lambat dari pada keduanya.
5. Kondensasi
Kondensasi merupakan proses berubahnya uap air menjadi partikel-partikel es.
Ketika uap air dari proses evaporasi, transpirasi, evapotranspirasi, dan sublimasi
sudah mencapai ketinggian tertentu, uap air tersebut akan berubah menjadi
partikel-partikel es yang berukuran sangat kecil melalui proses konsendasi.
Perubahan wujud ini terjadi karena pengaruh suhu udara yang sangat rendah saat
berada di ketinggian tersebut. Partikel- partikel es yang terbentuk tersebut akan
saling mendekati satu sama lain dan bersatu hingga membentuk sebuah awan.
Semakin banyak partikel es yang bersatu, maka akan semakin tebal dan juga
hitam awan yang terbentuk. Inilah hasil dari proses kondensasi.
6. Presipitasi
Awan yang telah mengalami proses adveksi tersebut selanjutnya akan mengalami
presipitasi. Presipitasi merupakan proses mencairnya awan hitam akibat adanya
pengaruh suhu udara yang tinggi. Pada tahapan inilah terjadinya hujan, sehingga
awan hitam yang tebentuk dari partikel es tersebut mencair dan air tersebut jatuh
ke bumi menjadi sebuah hujan. Namun, tidak semua presipitasi menghasilkan air.
Apabila presipitasi terjadi di daerah yang mempunyai suhu terlalu rendah, yakni
sekitar kurang dari 0ᵒ Celcius, maka prepitisasi akan menghasilkan hujan salju.
Awan yang banyak mengandung air tersebut akan turun ke litosfer dalam bentuk
butiran- butiran salju tipis. Hal ini dapat kita temui di daerah yang mempunyai
iklim sub tropis, dimana suhu yang dimiliki tidak terlalu panas seperti di daerah
yang mempunyai iklim tropis.
7. Run Off
Tahapan run off ini terjadi ketika sudah di permukaan bumi. Ketika awan sudah
mengalami proses presipitasi dan menjadi air yang jatuh ke bumi, maka air
tersebut akan mengalami proses run off. Run off atau limpasan ini merupakan
proses pergerakan air dari tempat yang tinggi menjuju ke tempat yang lebih
rendah yang terjadi di permukaan bumi. Pergerakan air tersebut dapat terjadi
melalui saluran- saluran, seperti saluran got, sungai, danau, muara sungai, hingga
samudera. Proses ini menyebabkan air yang telah melalui siklus hidrologi akan
kembali menuju ke lapisan hidrosfer bumi.
8. Infiltrasi
Air yang sudah berada di bumi akibat proses presipitasi, tidak semuanya
mengalir di permukaan bumi dan mengalami run off. Sebagian dari air tersebut
akan bergerak menuju ke pori-pori tanah, merembes, dan terakumulasi menjadi
air tanah. Proses pergerakan air ke dalam pori-pori tanah ini disebut sebagai
proses infiltrasi. Proses infiltrasi akan secara lambat membawa air tanah untuk
menuju kembali ke laut. Setalah melalui proses run off dan infiltrasi, kemudian
air yang telah mengalami siklus hidrologi akan kembali berkumpul ke lautan.
Dalam waktu yang berangsur-angsur, air tersebut akan kembali mengalami siklus
hidrologi yang baru, dimana diawali dengan evaporasi.
Pada umumnya, proses yang berkaitan dengan daur air mempunyai
sifat periodik terhadap ruang dan waktu dan tergantung pada pergerakan
bumi terhadap matahari serta rotasi bumi pada porosnya. Desa Sidorejo,
Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul memiliki iklim tropis yang
ditandai dengan adanya pergantian dua musim, yaitu musim hujan dan
musim kemarau. Upaya penyaliran air menuju sumuran akan mencegah
genangan air di daerah penggalian atau front kerja. Air yang berada pada
front kerja akan mengganggu kegiatan penambangan batu andesit yang
direncanakan. Gangguan ini dapat berupa kurangnya kekuatan material
karena adanya air di front kerja atau dapat menyebabkan kondisi kerja
yang tidak aman.

5.1.2 Data Curah Hujan


Berdasarkan data curah hujan tahun 2011 – 2020, Kecamatan
Ponjong memiliki curah cujan rata-rata sebesar 64,89 mm. Data curah
hujan dapat dilihat di Tabel 5.1.
Tabel 5.1.
Data Curah Hujan Harian Maksimum (mm) Kecamatan Ponjong
Tahun 2011 – 2020
Curah Hujan Harian (mm/hari)
Bulan
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Januari 16,1 40,1 31,8 25,2 36,7 93,1 51,7 49,8 65,7 58,1
Februari 23,9 45,8 48,1 32,3 67,8 43,6 41,8 25,1 53,8 32,9
Maret 23,6 31 40,5 53,5 55,4 83,5 34,4 36,2 49,3 46,1
April 33 71,6 29,1 31,4 59,1 56 59,2 32,1 39,1 40
Mei 21,5 53,6 25 32 22,4 28,1 33,1 22,2 14,4 37,7
Juni 37,5 21,5 32,7 37,8 6,1 34,8 22,1 8 1,2 21,5
Juli 20,8 2,7 17,2 12,5 5,5 30,5 9,9 1,5 2 13,6
Agustus 5,1 0,9 7,5 6,4 0,6 23,4 1,5 1,5 0,3 75,3
September 4,5 9,6 5 5,2 2,1 45,8 40,8 16,5 0,4 22,8
Oktober 17,4 14,4 26,6 8,1 5,7 57,6 36,1 3,4 1,1 54,8
November 42,5 50,8 26,1 37,5 26,3 46,4 77,9 35,7 20.6 46,9
Desember 20,9 61,7 51,7 6,9 56,5 47,6 24,6 39,4 36 43,7
Total 266,8 403,7 341,3 288,8 344,2 590,4 433,1 271,4 263,3 493,4

5.2. Kajian Hidrogeologi


5.2.1. Geologi Daerah Penyelidikan
Berdasarkan ciri batuan yang terdapat di daerah penyelidikan, batuan
dapat dikelompokkan menjadi batuan Pra-tersier dan Tersier. Daerah
Gunung Kidul memiliki jenis batuan yang sangat variatif. Jenis batuan
dengan umur tersier adalah sekis, filit, marmer, kuarsit, dan sabak yang
berumur pra-tersier. Diatasnya dijumpai Formasi Wungkal serta Formasi
Batu Gamping dengan litologi konglomerat, batu pasir, gamping
foraminifera, kaolin, dan napal. Secara tidak selaras, diatasnya dijumpai
Formasi Kebo-Butak. Formasi Kebo terdiri dari serpih, batu pasir, dan
konglomerat. Pada Formasi Butak terdapat Formasi Similir yang terdiri
dari breksi tufa pumis asam yang berumur meiosen awal.

5.2.2. Akuifer
Akuifer adalah lapisan batuan/tanah yang permeabel yang dapat
menyimpan dan meloloskan air dalam jumlah yang berarti (memadahi).
Air tanah ditemukan pada formasi geologi permiabel yang dikenal sebagai
akuifer yang memungkinkan jumlah air berkapasitas besar bergerak
melaluinya pada kondisi lapangan yang biasa. Jenis akuifer secara umum
ada empat macam, yaitu:
1. Akuifer Bebas.
Akuifer bebas adalah lapisan permeabel yang terisi oleh air atau jenuh air,
dimana tedapat lapisan impermeabel di bawahnya.
2. Akuifer Setengah Bebas.
Akuifer setengah bebas adalah lapisan semi-permeabel yang berada diatas
akuifer yang memiliki permeabilitas yang cukup besar sehingga lapisan
horisontal pada lapisan tersebut tidak dapat diabaikan.
3. Akuifer Tertekan.
Akuifer tertekan adalah lapisan permeabel yang sepenuhnya jenuh oleh air dan
dibatasi oleh lapisan-lapisan impermeabel baik dibagian atas akuifer maupun
berada dalam kondisi tertekan yang lebih tinggi sehingga jika terdapat sumur
yang menembus akuifer tersebut akan lebih tinggi dari atas akuifer.
4. Akuifer setengah tertekan.
Akuifer setengah tertekan adalah lapisan yang jenuh air dan pada bagian atasnya
dibatasi lapisan semipermeabel dan bawahnya lapisan impermeabel.

Sumber : Hidrogeologi, Ir Hartono MT ( 2017)

Gambar 5.3
Jenis Akuifer
Beberapa parameter akuifer:
a. Koefisien penyimpanan (S).
Koefisien simpanan diberi batas sebagai volume air yang akan dilepaskan
(diambil) oleh akuifer kedalam simpanan persatuan luas permukaan akuifer dan
persatuan perubahan tinggi.
b. Permeabilitas (K).
Merupakan suatu ukuran kemudahan alir mengalir melalui suatu media porous.
Koefisien kelulusan dihitung dengan rumus Todd:

V V
K= = m/ jam
dH i
dL
Keterangan:
K = Koefisien kelulusan (m/jam)
V = Kecepatan aliran (m/jam)
dH/dL = Gradient hidrolik

5.2.3. Kondisi Air Tanah


Analisis kondisi air tanah di daerah penambangan didasarkan pada
pengamatan langsung dilapangan dan peta hidrogeologi. Secara umum
arah dan pola aliran air tanah didaerah penyelidikan dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Arah dan pola aliran air tanah bebas sangat dipengaruhi oleh kondisi topografi
daerah penyelidikan.
2. Arah dan pola aliran air tanah tertekan lebih ditentukan oleh kondisi tekanan
pisometrik daerah tersebut.
Keberadaan air tanah pada operasi tambang terbuka telah menjadikan
salah satu faktor batasan penting terhadap tingkat keberhasilan ekonomis
awal dari suatu operasi penambangan. Semakin dalam kemajuan
penambangan tambang terbuka maka tingkat permasalahan air tanah akan
semakin sulit. Oleh karena itu perlu adanya sistem penyaliran yang baik.
Penyaliran diperlukan sebagai penunjang kelancaran dalam kegiatan
penambangan. Sistem penyaliran yang ada pada lokasi tambang terbuka
dilaksanakan karena akumulasi air di dalam tambang yang harus
dikeluarkan. Penyaliran pada tambang terbuka umumnya dilakukan dengan
cara drainase, yang bertujuan untuk mencegah air agar tidak masuk ke
dalam area tambang yaitu dengan membuat parit bila topografi di
daerahnya memungkinkan dimana parit ini dibuat sebagai saluran
mengeluarkan air dari tambang terbuka. Cara ini relatif murah dan
ekonomis bila dibandingkan dengan sistem penyaliran menggunakan cara
pemompaan air keluar tambang atau dengan menggunakan sistem
penyaliran alami.
5.3. Pengendalian Air Tambang
5.3.1. Analisis Hujan
a. Daerah tangkapan hujan.
Daerah tangkapan hujan merupakan batas luasan dimana aliran air akan mengalir
dan menuju pada daerah terendah, dalam hal ini bisa berbentuk paritan
(saluran) maupun sumuran (sump).
b. Penentuan hujan rencana.
Hujan rencana adalah hujan maksimum yang mungkin terjadi selama umur sarana
penyaliran tersebut. Analisis curah hujan dilakukan untuk mendapatkan curah
hujan pada periode ulang hujan tertentu dan intensitas hujan jangka pendek,
dalam hal ini intensitas hujan satu jam.
1. Penentuan harga rata-rata tinggi hujan maksimum
Dengan:
V V
K= = m/ jam
dH i
dL

x = Rata-rata tinggi hujan maksimum (mm/24 jam)


Xi = Jumlah hujan maksimum n data (mm/24 jam)
n = Jumlah data
2. Penentuan curah hujan rencana dengan menggunakan “Distribusi Gumbell”,
yaitu penentuan curah hujan rencana dengan menggunakan cara partial
(partial series anality). Cara ini dilakukan dengan menentukan ambang batas
curah hujan harian maksimum.
3. Periode ulang
5.3.2.

Anda mungkin juga menyukai