Anda di halaman 1dari 14

BAB VI

HIDROLOGI DAN HIDROGEOLOGI

6.1 Kajian Hidrologi

Siklus hidrologi secara alamiah dapat menunjukkan gerakan air di permukaan


bumi. Selama berlangsungnya siklus hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan
laut ke atmosfir kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang tidak
pernah habis, air akan tertahan (sementara) di sungai, danau atau waduk, dalam tanah
sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia atau makhluk lain,
Menurut Wiersum (1979, dalam Lieshout, tanpa tahun) selama siklus atau sub
siklus hidrologi maka air akan mempengaruhi kondisi lingkungan baik secara fisik,
kimia ataupun biologi. Efek fisik akan terlihat selama proses gerakan air sehingga
menimbulkan erosi pada bagian hulu dan sedimentasi pada bagian hilir. Efek kimia
terlihat setelah proses kimiawi antara air yang mengandung bahan larutan tertentu
dengan kimia batuan sehingga batuan tersebut terlapukkan, sedangkan efek biologi
terutama sebagai media transport bagi perpindahan binatang karang serta media bagi
pertumbuhan tanaman. Siklus Hidrologi adalah konsep dasar dalam kajian hidrologi
dan merupakan konsep keseimbangan atau neraca air. Konsep ini mengenal empat
fase perubahan zat cair, yaitu penguapan, pencairan, pembekuan, dan penyubliman
atau dalam istilah hidrologi mencakup evaporasi dan transpirasi, presipitasi, salju,
dan lelehan salju atau kristal es. Tenaga yang digunakan untuk berubah dari fase cair
ke gas (evaporasi) dan menggerakkannya ke atmosfer adalah energi radiasi surya.
Proses berikutnya adalah pendinginan, kondensasi dan presipitasi; selanjutnya akan
diikuti oleh infiltrasi, limpasan permukaan, perkolasi dan kembali ke laut atau badan
air yang lain. Proses sirkulasi dan perubahan fase zat cair tersebut dikenal sebagai
Siklus Hidrologi.
Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus
hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air berevaporasi, kemudian jatuh
sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju (sleet),
hujan gerimis atau kabut.

Gambar 6.1
Siklus Hidrologi

Pada umumnya proses yang berkaitan dengan daur air mempunyai sifat
periodik terhadap ruang dan waktu dan tergantung pada pergerakan bumi terhadap
matahari serta rotasi bumi pada porosnya. Desa Muara Kembang, Kecamatan Sanga-
sanga, Kabupaten Kutai Karta Negara, Kalimantan Timur memiliki iklim tropis yang
ditandai dengan adanya pergantian dua musim, yaitu musim hujan dan musim
kemarau.
Upaya penyaliran air menuju sumuran akan mencegah genangan air di daerah
penggalian atau front kerja. Air yang berada pada front kerja akan mengganggu
kegiatan penambangan bauksit yang direncanakan. Gangguan ini dapat berupa
kurangnya kekuatan material karena adanya air di front kerja atau dapat
menyebabkan kondisi kerja yang tidak aman. Maka air yang datang dan masuk ke
dalam area tambang akan dialirkan menuju setlling pond dan dataran yang paling
rendah.
Intensitas hujan diperlukan untuk menentukan besarnya debit atau kapasitas
pompa dengan asumsi bahwa dalam satu hari terdapat satu jam hujan. Klasifikasi
curah hujan berdasarkan intensitas dapat dilihat di tabel berikut
Klasifikasi Curah Curah Hujan (mm)
Hujan 1 jam 24 jam

Hujan Sangat Ringan <1 <5

Hujan Ringan 1-5 5-20

Hujan Normal 5-10 20-50

Hujan Lebat 10-20 50-100

Hujan Sangat Lebat >20 >100

Tabel 6.1
Klasifikasi Curah Hujan Berdasarkan Intensitas Curah Hujan
6.2 Morfologi
Morfologi daerah penelitian secara umum berupa perbukitan sedang terjal.
Perbukitan umumnya memanjang Timur laut Barat daya sesuai dengan pola
kelurusan regional yang diasumsikan sebagai jalur sesar dan sumbu lipatan.
Ketinggian topografi berkisar antara 15 40 m diatas permukaan laut.
Daerah penelitian dekat dengan sumbu antiklin dengan jurus lapisan berarah Timur
laut Tenggara dan kemiringan kearah Barat Baratdaya. Dataran umumnya berupa
lembah, dan memiliki lithologi sama dengan daerah perbukitan, dan morfologi
dataran dimana pada daerah rendahan umumnya berupa rawa-rawa yang mana cukup
banyak tersebar di lokasi penyelidikan.
Batuan morfologi ini menempati sekitar 55% dari luas daerah penyelidikan
dengan sebagian besar adalah berupa rawa-rawa terutama di bagian Timur, rawa rawa
menyebar cukup luas sampai ke Delta Mahakam. Vegetasi yang ada sebagian besar
adalah tumbuhan khas rawa seperti nipah dan semak- semak rawa. Selain itu pada
morfologi ini juga terdapat rawa-rawa musiman dimana diwaktu musim kemarau
ditumbuhi oleh ilalang sedangkan pada waktu musim hujan di genangi air, elevasi
berkisar antara 0 meter dpl sampai 2 meter dpl. Sungai sungai yang di temui
umumnya hanya mengalir pada waktu hujan deras.

6.3 Kajian Hidrogeologi


Kajian hidrogeologi terletak pada prinsip-prinsip dasarkeilmuan meliputi hukum
kekekalan masa dan proses proses serta gejala gejala yang berhubungan dengan
bagaimana dan mengapa aliran airtanah terjadi,distribusi airtanah di bumi, unsur-
unsur kimia yang terdapat dalam airtanah, sertadampak lingkungan dari adanya aliran
airtanah.
Memahami definisi yang berkaitan dengan hidrogeologi Memahami akifer dan
jenis media akifer Memahami konsep tipologi dan geometri akifer Memahami konsep
dasar cekungan hidrogeologi dan siklus airtanah Definisi Istilah Bidang Sumberdaya
Air Hidrometeorologi : Ilmu yang mempelajari keterdapatan dan sifat fisik air
atmosfer. Hidrologi : Ilmu yang mempelajari keterdapatan dan sifat fisik hidrolik
air permukaan. Hidrogeologi : Ilmu yang mempelajari keterdapatan, sifat fisik
hidrolik, dan perilaku airtanah (zona jenuh).
Berbagai Bidang Kajian Hidrogeologi BidangContoh Kajian Penyediaan air
bersih Eksplorasi airtanah untuk penyediaan air bersih Perencanaan wilayah Survei
potensi airtanah di kawasan binaan Pencemaran airtanah Pencemaran limbah industri
Masalah geologi teknik Tanah longsor dan penurunan permukaan tanah Eksplorasi
hidrokarbon hidrodinamika airtanah untuk melacak migrasi minyak Eksplorasi
endapan mineral Alterasi Hidrotermal Energi panas bumi Aliran airtanah di kawasan
lapangan panas bumi Intrusi air laut Survei salinitas dalam airtanah

6.4 Pengendalian air tambang


Terdapat beberapa cara pengendalian air yang sudah terlanjur masuk ke dalam
front penambangan, yaitu dengan sistem kolam terbuka (sump) atau membuat paritan
dan membuat adit. Sistem penyaliran dengan membuat kolam terbuka dan paritan
biasanya ideal diterapkan pada tambang open cast atau kuari, karena dapat
memanfaatkan gravitasi untuk mengalirkan airnya dari bagian puncak atau lokasi
yang lebih tinggi ke tempat yang rendah. Pompa yang digunakan pada posisiini lebih
efisien, efektif dan hemat energi.
Pada tambang open pit penggunaan pompa menjadi sangat vital untuk
menaikkan air dari dasar tambang ke permukaan dan kerja pompa pun cukup berat.
Kadang-kadang tidak cukup digunakan hanya 1 unit pompa, tetapi harus beberapa
pompa yang dihubungkan seri untuk membantu daya dorong dari dasar sampai
permukaan. Artinya unsure biaya pemompaan harus mendapat perhatian. Sedangkan
sistem adit lebih ideal diterapkan pada tambang terbuka open pit dengan syarat lokasi
penambangan harus mempunyai lembah tempat membuat sumuran dan adit agar air
dapat keluar.
a. Membuat sump di dalam front tambang (pit)
Beberapa hal yang menguntungkan pada sistem ini dapat dijadikan
pertimbangan, yaitu:
1) Lebih fleksibel, hanya sedikit perencanaan, tidak memerlukan biaya tinggi
dan waktu pengerjaan singkat.
2) Efek terhadap penurunan permukaan air tanah regional dapat dikurangi,
biasanya laju dan kapasitas air yang dipompakan ke atas dilakukan sesuai
kebutuhan.
3) Pompa ditempatkan dekat dengan sump, sehingga efisiensinya tinggi.
4) Bila air di dalam tambang berkurang, maka biaya pemompaan menjadi kecil.
5) Bila aliran air menuju tambang cukup deras diperlukan beberapa sump dan
pompa.
Dalam kondisi ini biaya pemompaan diperhitungkan hanya untuk masing-
masing sump dan pompa saja.Cara ini paling mudah untuk menangani air
limpasan.
b. Membuat sumur dalam (sumur bor) di dalam front tambang
Beberapa hal yang menguntungkan pada sistem ini dapat dijadikan
pertimbangan, yaitu :
1) Sumur tidak sedalam yang dibuat di luar areal tambang.
2) Sumur dan pompa tidak menyebar, tetapi torkonsentrasi di dasar front
tambang saja.
3) Bila perbandingan tingkat kesulitan pembuatan sumur (pemboran) di dalam
dan di luar front tambang sama, maka biaya pembuatan di dalam tambang
lebih murah.
4) Dapat mengambil keuntungan dari relief topografi pada saat penempatan
sumur.
5) Bila bentuk penurunan air tanah dindikasikan berbentuk konis curam, maka
pembuatan sumur di dalam tambang lebih efektif dibandingkan pembuatan di
luar tambang.
c. Membuat sumur dalam (sumur bor) di luar front tambang
Beberapa hal yang menguntungkan pada sistem ini dapat dijadikan
pertimbangan, yaitu:
1) Pemompaan air dapat berlangsung terus tanpa terganggu oleh aktifitas
peledakan dan pemuatan.
2) Sumur dapat dibuat atau di bor tanpa terganggu oleh segala aktifitas di dasar
fron tambang, termasuk peledakan.
3) Sumur tidak terpengaruh oleh getaran peledakan dan aktifitas pengangkut
bijih.
4) Areal tambang terbebas dari konstruksi pompa, pipa-pipa dan genset.
5) Walaupun sumur dan pompa tersebar di luar areal pit, tetapi akan
memudahkan perawatannya.
Beberapa kelebihan lain dari sistem sumur dalam (bor) baik yang ditempatkan
di dalam maupun di luar front tambang, yaitu sebagai berikut :
1) Dasar tambang bebas dari sump, sehingga areal kerja tidak terganggu oleh
lumpur dan kantong-kantong sump.
2) Permukaan air tanah dapat diturunkan segera setelah pompa dijalankan,
sehingga lokasi tambang terhindar dari air atau banjir.
3) Batuan dekat toe, kantong-kantong air di dasar tambang dan penggalian baru
dapat langsung terbebas dari air.
4) Dinding pit dijamin lebih stabil.
5) Jalan tambang di dalam tambang lebih terawat.
6) Laju pemompaan lebih konstan dibanding sistem sump dan pompa
7) Air hasil pemompaan lebih bersih, mungkin juga bersih dari komposisi
larutan kimiawi dibanding sistem sump dan pompa.
d. Membuat paritan

Sistem ini cukup ideal diterapkan pada tambang terbukaopen cast atau kuari.
Parit dibuat berawal dari sumber mata air atau air limpasan menuju suatu kolam
penampung atau langsung ke sungai alam yang sudah ada atau diarahkan ke
selokan (riool)jalan tambang utama. Jumlah parit itu disesuaikan dengan
kebutuhan, sehingga mungkin bisa lebih dah satu. Apabila oparit terpaksa harus
dibuat melatui lalulintas tambang, maka dapat dipasang gorong-gorong (culvert)
yang terbuat dari beton atau galvanis. Dimensi parit diukur berdasarkan volume
maksimum pada saat musim penghujan deras dengan memperhitungkan
kemiringan lereng. Bentuk standar penampang melintang parit umumnya
trapesium dengan kemiringan dindingnya 1 : 1 atau 450.
Paritan kadang-kadang juga dapat diterapkan pada tambang terbuka open pit
apabila situasinya memungkinkan. Sasaran akhir parit adalah kolam atau sump
yang akan menampung air sementara sebelum dipompakan ke permukaan atau
diaiirkan ke sistem adit. Pada dasamya pembuatan parit ini cukup mudah dan
murah.
Pada tambang terbuka open cast. Disamping cara paritan, ada pula suatu cara
untuk menampung air tambang, yaitu denganmembuat sumur gali yang diperkuat
oleh adukan semen. Sumur ini biasanya dimanfaatkan untuk keperluan
penambangan, antara lain penyiraman jalan tambang, penyemprotan debu dan
crushing plant atau untuk keperluan perkantoran, perumahan dan workshop.Oleh
sebab itu cara sumur gali biasanya dilengkapi dengan media penjernih air baik
kimiawi atau hamparan pasir dan ijuk. Kapasitas sumur gali diperhitungkan
berdasarkan debit air maksimum yang mengalir dalam beberapa parit yang dibuat
di lokasi tambang.
e. Sistem adit

Penyaliran dengan sistem adit cocok diterapkan pada tambang open pit yang
cukup dalam, tetapi terdapat suatu lembah yang memungkinkan dibuatnya
sumuran (shafl). Sumuran ini berfungsi sebagai jalan keluarnya aliran-aliran air
melalui beberapa adit dari dalam tambang. Aliran air akhirnya keluar melalui
lembah

6.5 Penentuan Jumlah Pompa


Dalam proses penambangan sering kali dijumpai kendala berupa tergenangnya
front kerja, hal ini dapat mengakibatkan terhambat bahkan terhentinya kegiatan
penambangan. Penanganan air tambang dapat dilakukan dengan beberapa cara.
Antara lain dengan menggunakan system drainage dan system dewatering.
Kapasitas pompa merupakan debit air yang dikeluarkan pompa dalam selang
waktu tertentu. Kapasitas pompa yang ada adalah 720 m/jam karena memakai
type Multiflo CF-48 H berdasarkan hasil pengukuran.

Qp = QL + Qz

Keterangan :

Qp = Kapasitas pompa, m3/menit

QL = Debit air yang berkurang pada selang waktu tertentu, m3/menit

Qz = Debit air tanah, m3/menit

Permasalahan yang terjadi berkaitan dengan air tambang antara lain :


a. Sump yang digunakan tidak dapat menampung debit air yang masuk ke dalam
tambang (sump meluap)
b. Debit air yang masuk terlalu besar
c. Perlu dilakukan pengeringan terhadap pit yang akan dilakukan penambangan
kembali
d. Kombinasi pompa yang kurang sesuai sehingga tidak dapat menangani air yang
masuk ke dalam pit
e. Lokasi sump yang kurang sesuai sehingga penganan air tambang tidak optimal
f. Kedalaman pit yang terlalu dalam sehingga tidak sesuai dengan kemampuan
pompa
g. System drainage yang tidak dapat menangani debit air limpasan (system
drainage meluap)
h. Lokasi system drainage yang kurang tepat
Ada beberapa pencegahan / solusi yang bisa diterapkan untuk mengatasi atau
mencegah hal tersebut diatas antara lain :
Perlu dilakukan design sump yang sesuai dengan debit air limpasan dan debit
pompa yang ada sehingga sump tersebut dapat menampung debit air yang masuk
pada durasi dan intensitas maksimum
Debit air yang masuk dipengaruhi oleh intensitas hujan yang terjadi dan
luasan catchment area (untuk mengukur luasan catchment area lihat posting
sebelumnya Penangan air tambang). Untuk memperkecil catchment area dapat
dilakukan dengan memotong catchment dalam hal ini menerapkan system
drainage (saluran).Dengan diperkecilnya catchment area tersebut maka debit air
yang harus di tangani dapat lebih kecil pula akibatnya dimensi sump dapat
diperkecil atau dapat mengurangi jumlah pompa yang digunakan. Kesemua hal
tersebut pada akhirnya akan mengurangi biaya operasional penanganan air
tambang.
Pemompaan ini dilakukan jika air yang telah masuk ke dalam tambang tidak
bisa dialirkan langsung menuju saluran yang dibuat. Untuk mengeluarkan air yang
masuk kedalam tambang maka dibuatlah suatu saluran penirisan dan pemompaan.
Besarnya debit air yang kedalam lokasi penambangan dapat dihitung dengan
menggunakan metode rasional dengan persamaan sebagai berikut:
Q = 0,278 x C x I x A (6.1)

Dimana:
Q = Debit air yang masuk kedalam lokasi tambang (m3/detik)
C = Koefisien pengaliran
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
A = luas daerah tangkapan hujan (m2)
Dimensi saluran yang akan dibuat untuk mengalirkan air dari tambang dapat
diketahui dengan menggunakan persamaan Manning berikut ini:
Q = 1/n x R2/3 x S1/2 x A (6.2)

Dimana:
Q = Debit air dalam saluran per detik (m3/detik)
n = Koefisien kekerasan saluran
S = gradien kemiringan dasar saluran
A = Luas penampang
R = jari-jari hidrolis

6.6 Kolam Pengendapan

Kolam pengendap (sediment pond) merupakan tempat untuk menangkap runoff


dan menahan air ketika tanah dan kotoran lain dalam air mengendap menjadi
sedimen. Kebanyakan kolam pengendap diperlukan karena air keluaran yang
mengandung banyak Total Suspended Solid atau residu tersuspensi yang melampaui
baku mutu kualitas keluaran air. Secara garis besar kolam pengendap bisa dibuat
dengan membangun tanggul penahan atau menggali lubang untuk tampungan air atau
sedimen. Kolam pengendap berbeda dengan sebuah dam dimana bertujuan untuk
menahan air hanya selama untuk mengendapkan material tersuspensi, setelah air
jernih, air tersebut bisa dialirkan.
a. Ukuran partikel.
Luas kolam pengandapan secara analitis dapat dihitung berdasarkan parameter
dan asumsi sebagai berikut:
a) Hokum Stope berlaku bila persen padatan kurang dari 40% dan untuk
persen padatan leih dari 40 % berlaku hokum Newton
b) Diameter partikel padatan tidak lebih dari 9 x 10-6 m, karena jika lebih
besar akan diperoleh ukuran luas kolam yang tidak memadai.
c) Kekentalan air 1,31 x 10-6 kg/ms (Rijin, L.C.Fan, Tahun 1985).
d) Partikel padatan dalam lumpur material yang sejenis.
e) Batasan ukuran partikel yang diperbolehkan keluar dari kolam
pengendapan diketahui.
f) Kecepatan pengendapan partikel.
g) Perbandingan cairan dan padatan telah ditentukan.
b. Bentuk Kolam Pengendapan.
Bentuk kolam pengendapan umumnya hanya digambarkan secara seerhana,
berupa kolam pengendapan bermacam-macam tergantung dari kondisi
lapangan dan keperluannya. Meskipun bentuknya bermacam-macam, setiap
kolam pengendapan akan selalu mempunyai empat zona penting yang
terbentuk karena proses pengendapan material padatan. Empat zona tersebut
adalah sebagai berikut:
a) Zona masukan, tempat dimana air lumpur masuk kedalam kolam
pengendapan dengan asumsi campuran alir dan padatan terdistribusi
secara seragam. Zona ini panjangnya setengah sampai satu kali panjang
pengendapan kolam. (Huisman L. 1977).
b) Zona pengendapan, tempat dimana zona partikel padatan akan
mengendap. Panjang zona pengendapan adalah panjang kolam pengendap
dikurangi panjang zona masuk dan keluar.
c) Zona endapan lumpur, tempat dimana partikel padatan dalam cairan
mengalami pengendapan dan terkumpul didasar kolam pengendapan.
(Huisman L 1977).
d) Zona keluaran, tempat keluarnya buangan cairan yang jernih panjang zona
ini kira-kira sama dengan kedalaman kolam pengendapan yang diukur dari
ujung lubang pengendapan. (Huisman L. 1977).
a. Sebaiknya bentuk kolam pengendapan dibuat berkeok-kelok (zig-zag),
lihat Gambar 5.5 agar kecepatan aliran lumpur relative rendah,
sehingga partikel padatan cepat mengendap.
b. Geometri kolam pengendapan harus disesuaikan dengan ukuran Back
hoe yang biasanya dipakai untuk melakukan perawatan kolam
pengendapan, seperti mengeruk lumpur dalam kolam, memperbaiki
tanggul kolam, dsb.
Gambar desain kolam pengendapan dapat dilihat pada gambar 6.2

gambar 6.2 Rancangan Kolam Pengandapan


Perhitungan ukuran kolam pengendapan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
dengan menggunakan hokum Stokesatau hokum Newton.

Anda mungkin juga menyukai